tinjauan pustaka revisi

47
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tuna (Thunnus sp) 2.1.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp) Ikan tuna (Thunnus sp) merupakan jenis ikan pelagis yang mempunyai daerah penyebaran sangat luas atau hampir terdapat di semua daerah tropis maupun sub tropis. Posisi perairan Indonesia yang terletak di antara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik merupakan tempat perlintasan ikan tuna dalam ruaya (pengembaraan) jarak jauhnya. Tuna terdapat di perairan mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Mereka bergerak dalam rombongan dan dapat berpindah - pindah dengan jarak yang sangat jauh. Di lautan Hindia penyebarannya meluas dari 30 o lintang Selatan ke Utara dan Timur Afrika hingga Barat Australia. Di lautan Pasifik mulai dari Utara Irian dan Timur Australia hingga pantai Amerika. Di lautan Atlantik meluas dari pantai Amerika hingga benua Afrika dan di Nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut pedalaman seperti laut Bali, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Arafuru, dan Laut Banda (Daman, 2009).

Upload: larasati

Post on 04-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pembekuan tuna bentuk loin

TRANSCRIPT

35

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Tuna (Thunnus sp) 2.1.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp)Ikan tuna (Thunnus sp) merupakan jenis ikan pelagis yang mempunyai daerah penyebaran sangat luas atau hampir terdapat di semua daerah tropis maupun sub tropis. Posisi perairan Indonesia yang terletak di antara Samudra Indonesia dan Samudra Pasifik merupakan tempat perlintasan ikan tuna dalam ruaya (pengembaraan) jarak jauhnya. Tuna terdapat di perairan mana saja, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Mereka bergerak dalam rombongan dan dapat berpindah - pindah dengan jarak yang sangat jauh. Di lautan Hindia penyebarannya meluas dari 30o lintang Selatan ke Utara dan Timur Afrika hingga Barat Australia. Di lautan Pasifik mulai dari Utara Irian dan Timur Australia hingga pantai Amerika. Di lautan Atlantik meluas dari pantai Amerika hingga benua Afrika dan di Nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut pedalaman seperti laut Bali, Laut Flores, Laut Sawu, Laut Arafuru, dan Laut Banda (Daman, 2009).

2.1.2 Jenis-jenis Ikan Tuna (Thunnus sp)Menurut Kennedy (2011), jenis-jenis ikan tuna adalah sebagai berikut: 1. Albakor (Thunnus alalunga) Ikan ini hidup pada kisaran suhu 10o - 30oC dan lebih menyukai suhu sedang dari pada suhu tinggi, menyebar secara luas di bagian utara Samudera Pasifik, bagian Barat Daya Samudera Hindia sampai Selatan Nusa Tenggara, daerah Mediterania dan sekitar teluk Meksiko di Samudera Atlantik.Tuna Albakor mempunyai ciri - ciri badannya relatif pendek dibandingkan dengan tuna besar lainnya seperti abu - abu, madidihang, dan mata besar. Permulaan sirip dada terletak di belakang lubang insang, panjang dan melengkung ke arah ekor hingga di belakang ujung sirip punggung kedua. Sirip dada yang panjangnya mencapai sepertiga dari seluruh panjang badannya, merupakan ciri khas dalam pengenalannya.Siripnya berwarna hitam. Warna putih pada pinggir ekor sering menyulitkan untuk menbedakannya dengan mata besar yang masih muda. Pada bagian punggung badannya berwarna biru tua dan berwarna perak yang semakin memudar kedalam perut.2. Madidihang (Thunnus albacores) Madidihang ditangkap sepanjang tahun pada perairan dengan suhu 10o-31oC. Pada bagian Timur Samudera Pasifik dan Samudera Atlantik, jenis tuna ini sudah tereksploitasi seluruhnya. Badannya besar gemuk dan kuat dengan sumber kekuatannya pada pertemuan ekor dan badan. Madidihang dianggap sebagai biota laut yang terbaik dari semua jenis tuna. Linea lateralis berombak. Sirip punggung kedua dan sirip duburnya melengkung panjang ke arah ekor yang ramping dan runcing berbentuk sabit. Hal inilah yang merupakan ciri khas dari madidihang.Ujung sirip dada berakhir pada permulaan sirip dubur. Ini merupakan salah satu ciri yang membedakannya dari albakor yang sirip dadanya melewati permulaan sirip dubur. Semua sirip berwarna kuning keemasan yang cerah, dengan pinggir yang berwarna hitam, dengan ujung yang tajam yang mana biasanya tidak terdapat pada tuna lain. Bagian atas badan berwarna kehijauan dan semakin ke bawah berwarna keperakan. Madidihang dari daerah tropis berwarna lebih cerah dari pada madidihang yang ditangkap pada lintang tinggi.3. Tuna Mata Besar (Thunnus obesus)Banyak ditemukan di peraiaran Samudera Pasifik dan Samudera Hindia pada daerah laut tropis maupun daerah subtropis. Di Indonesia jenis ini ditemukan di Laut Banda, perairan Sumatera bagian Barat serta perairan Selatan Jawa sampai pada 10o LS. Hidup pada kedalaman laut 20 - 120 m dengan suhu rata - rata 10o - 23oC.Sirip punggung berwarna keabu - abuan dengan jari jari sirip berwarna kuning dengan pinggiran berwarna coklat tua yang tidak teratur. Sirip dada atas hitam dengan bagian bawah keabu-abuan. Sirip dubur putih dengan ujung kuning dengan jari - jari yang berwarna abu - abu. Pada umumnya badan bagian atas berwarna biru tua dan bagian bawah berwarna keperakan dengan batas yang jelas.4. Tuna Sirip Biru (Thunnus maccoyii)Badannya berbentuk oval, tinggi, tebal dan padat berisi sekitar dada dan lonjong ke arah ekor yang kuat. Letak siripnya yang amat tepat sangat berguna dalam kesempurnaan peluncuran dan pergerakannya. Sirip punggung kedua, sirip dada, dan sirip duburnya pendek.5. Tongkol (Euttinnus afinis) Di beberapa daerah di Indonesia ikan ini dikenal juga dengan nama komo. Tongkol terdapat banyak pada Samudera Pasifik dan Samudera Hindia sepanjang khatulistiwa pada suhu air 16o - 31oC. Sirip punggung pertama tinggi pada bagian depan dan pendek pada bagian belakang. Sirip punggung kedua dan sirip dubur kecil. Sirip dada agak pendek. Antara sirip dada dan sirip perut biasanya ditemukan enam atau lebih bintik - bintik hitam dan merupakan tanda yang paling khas untuk tuna ini. Gambar jenis - jenis ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 1.

Yellowfin tuna (Thunnus albacores) Big eye tuna (Thunnus obesius)

Bluefin tuna (Thunnus maccoyii) Tongkol (Euttinnus afinis)

Albakora (Thunnus alalunga)

Gambar 1. Jenis jenis Ikan TunaSumber : Kennedy, 20112.1.3 Kandungan Gizi Ikan Tuna (Thunnus sp)Ikan tuna adalah ikan yang memiliki nilai komersial tinggi yang banyak diminati, baik di pasar lokal maupun internasional. Hal ini dikarenakan selain rasanya yang lezat juga kandungan zat gizinya yang mampu menyehatkan orang dewasa dan mencerdaskan anak - anak. Dilihat dari komposisi gizinya, tuna mempunyai nilai gizi yang sangat luar biasa. Kadar protein pada ikan tuna hampir dua kali kadar protein pada telur yang selama ini dikenal sebagai sumber protein utama. Kadar protein per 100 gram ikan tuna dan telur masing - masing 22 g dan 13 g (Efendi, 2008). Daging ikan tuna memiliki komposisi kimia yang bervariasi, yaitu menurut jenis, umur, kelamin dan musim (Murniyati dan Sunarman, 2000). Ketebalan lapisan lemak dibawah kulit berubah menurut musim dan umur. Lemak yang paling banyak terdapat pada dinding perut yang berfungsi sebagai gudang lemak. Komposisi kimia daging ikan tuna dapat dilihat pada Tabel 1 :Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ikan Tuna (dalam % berat)SpesiesAirProteinLemakKHAbu

Bluefin- Daging Merah- Daging Berlemak68,7652,6028,3021,401,4024,600,100,101,501,30

Southern bluefin- Daging Merah- Daging Berlemak65,6063,9023,6023,109,3011,600,100,101,401,30

Yellowfin- Daging Merah 74,2022,202,100,101,40

Marlin72,1025,403,000,101,40

Skipjack70,4025,802,000,401,40

Mackerel62,5019,8016,500,101,10

Sumber : Murniyati dan Sunarman, 2000Dijelaskan oleh Hadiwiyoto (1993), Kerusakan pada daging ikan bisa secara biokimiawi maupun secara mikrobiologi. Kerusakan secara biokimiawi disebabkan karena enzim - enzim, sedangkan kerusakan secara mikrobiologi disebabkan karena aktifitas mikroba, terutama bakteri. Dalam sistem klasifikasi, ikan tuna termasuk dalam famili Scombroidae yang banyak mengandung asam amino bebas (histidin) dalam dagingnya sehingga penanganan yang baik harus dilakukan sesegera mungkin semenjak tuna masih diatas kapal. Ikan tuna merupakan famili scombroidae yang masih mengandung racun yang disebut Scombroidae food poisoning. Pada saat penangkapan ikan tuna, jika tidak ditangani dengan tepat sejak diatas kapal maka histidin dalam daging tuna diubah oleh bakteri Proteus morganii menjadi senyawa toksik yang disebut histamin yang disebabkan oleh proses dekarboksilasi sebagai akibat adanya penanganan yang tidak baik tentang faktor kenaikan suhu. Dalam jumlah tertentu, senyawa histamin dalam daging ikan tuna akan menyebabkan keracunan scombroid, yang pada manusia menyebabkan semacam alergi. Tanda - tanda selanjutnya dari alergi scombroid adalah pusing - pusing, mual, muntah - muntah dan bibir bengkak. Untuk mencegah senyawa toksik ini maka proses pendinginan harus dilakukan sesegera mungkin semenjak tuna di atas kapal. Produksi histamin akan terhambat pada suhu dibawah 70C. Kadar histamin dalam ikan penting untuk digunakan sebagai indikator tingkat kebusukan dan indikator tehadap substansi yang memenuhi syarat kesehatan masyarakat (Junianto, 2003). Reaksi Histidin menjadi Histamin tersaji pada Gambar 2 : COOH H I INH2 C N NH2 C I DECARBOXILASE I CH2 CH2 I I C NH Proteus C NH I CH morganii I CH CH N CH N

Gambar 2. Reaksi Histidin Menjadi HistaminSumber : S. Jahnichen, 2007Histidin dapat berubah menjadi histamin karena terjadinya pemutusan gugus karboksilat (COOH) dengan adanya kenaikan suhu akibat proses penanganan yang tidak baik. Pada suhu 25oC - 37oC proses pembentukan histamin berlangsung sangat cepat. Hal ini seiring dengan pertumbuhan bakteri yang juga optimal pada suhu tersebut. Sedangkan pada suhu 15oC pembentukan histamin mulai terhambat, pada suhu di bawah4oC pembentukan histamin tidak lebih dari 8mg/100g daging ikan. Oleh karena itu suhu di bawah 4oCmerupakan suhu yang direkomendasikan dalam penanganan ikan segar agar pembentukan histamin dapat dikurangi (Michel, 2008).

2.1.4 Tingkat Kesegaran Mutu Ikan Tuna (Thunnus sp)Ikan dikatakan mempunyai kesegaran yang maksimal apabila sifat-sifatnya masih sama dengan ikan hidup baik rupa, bau, cita rasa, maupun teksturnya. Apabila penanganan ikan kurang baik maka mutu atau kualitasnya akan turun (Junianto, 2003).Menurut Suseno (2008) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kesegaran ikan antara lain :1. Pengaruh faktor alami dan biologis Jenis ikan, ada ikan yang mudah dan cepat sekali busuk, tetapi banyak pula yang agak tahan seperti bandeng dan tuna. Ukuran, umumnya ikan yang berukuran kecil lebih cepat membusuk. Biologis, ikan yang kenyang saat ditangkap akan lebih cepat busuk.2. Pengaruh cara penanganan (handling) Cara penangkapan Cara kematian ikan Cara handling di kapal Cara bongkar dan pendaratan Cara handling di darat Cara transportasi Cara distribusiIkan tuna segar adalah ikan tuna yang kondisinya dipertahankan segar dengan cara pendinginan yang tidak membeku, sehingga kualitas masih sama atau mendekati keadaan ikan yang baru ditangkap.

2.2 Ruang Lingkup Pembekuan 2.2.1 Pengertian Pembekuan Pembekuan ikan berarti menyiapkan ikan untuk disimpan di dalam suhu rendah (cold storage) dengan mengubah kandungan cairan menjadi es, dimana ikan mulai membeku pada suhu antara -0,60C sampai -20C, atau rata - rata pada -10C. Pembekuan secara garis besarnya adalah merupakan suatu cara pengambilan suatu cara pengambilan panas dari produk - produk yang dibekukan untuk selanjutnya diikuti oleh turunnya suhu sampai dibawah 00C sehingga sebagian kadar air yang terdapat dari produk itu berubah menjadi es/membeku (Menurut Murniyati dan Sunarman, 2000).Pembekuan ikan akan mampu menghambat kegiatan bakteri, tetapi bakteri itu masih hidup dan melakukan perusakan terhadap ikan hanya saja kegiatan tersebut berlangsung lambat karena proses pembekuan (Moeljanto, 1992). 2.2.2 Prinsip PembekuanPrinsip Pembekuan yakni melakukan proses pengeluaran panas dari dalam produk dan selanjutnya produk akan mengalami penurunan suhu (Adawyah, 2007). Ditambahkan pula oleh Ilyas (1983) menyatakan bahwa prinsip pembekuan pemeliharaan suhu suatu zat (ikan atau produk perikanan lainnya) atau ruangan (ruangan penampungan, cold storage, dan lainnya) pada tingkat yang lebih rendah daripada atmosfir sekitarnya dengan cara penarikan panas, jika peng-es-an (Icing) dan pendinginan (Chiling) hanyalah pengusahaan suhu rendah pada pusat thermal sekitar 00C, maka pembekuan (freezing) adalah pengusahaan suhu rendah hingga pada pusat thermal hingga -180C.Prinsip pembekuan menurut Murniyati dan Sunarman (2000) yaitu menurunkan suhu ikan sampai jauh di bawah titik bekunya sehingga sebagian besar cairan berubah menjadi kristal es yang menyatakan proses pembekuan dapat dihentikan. Suhu dimana cairan itu membeku seluruhnya terletak antara -550C dan -650C. Pada umumnya pembekuan sampai -120C atau -300C dianggap telah cukup, tergantung pada jangka waktu penyimpanan yang direncanakan.

2.2.3 Metode Pembekuan Murniyati dan Sunarman (2000) menjelaskan berdasarkan panjang pendeknya waktu metode, pembekuan dapat dibedakan menjadi 2 :1. Pembekuan Cepat (Quick Freezing).Yaitu pembekuan dengan thermal arrest time tidak lebih dari 2 jam. Pembekuan cepat akan menghasilkan kristal es berukuran kecil sehingga akan meminimalkan kerusakan tekstur bahan yang dibekukan. Beberapa macam pembekuan cepat menurut Moeljanto (1992) diantaranya :a. Contact Plate Freezing : pembekuan dengan cara produk dijepit diantara dua plat atau lempengan logam yang didalamnya dialiri bahan pendingin. Pembekuan dengan plate freezing berjalan cepat dan efisien, khususnya untuk produk - produk yang dikemas. b. Immersion Freezing : pembekuan dengan cara mencelupkan ikan ke dalam larutan garam (NaCl) dengan suhu pembekuan -170C. Ikan yang hendak dicelup ditaruh dalam keranjang atau peti, sedangkan larutan garam ditampung dalam tangki pembekuan yang dindingnya dilingkari pipa - pipa pendingin yang berfungsi sebagai evaporator.c. IQF Freezer : pembekuan dengan IQF (Individual Quick Frozen) Freezer bertujuan agar tiap potongan ikan atau udang menjadi beku tanpa menempel satu sama lain.d. Fluidized Bed Freezer : freezer ini menggunakan udara untuk memindahkan panas dan transportasi. Produk yang dibekukan bergerak di dalam freezer dengan alas udara dingin secara sempurna menyelimuti produknya secara efisien.2. Pembekuan Lambat (Slow Freezing atau Sharp Freezing). Yaitu bila thermal arrest (suhu pembekuan) lebih dari 2 jam. Pada pembekuan lambat menghasilkan kristal yang besar besar, kristal es ini mendesak dan merusak susunan jaringan daging. Selain itu pembekuan lambat juga menyebabkan pengumpulan dari garam dan enzim menjadi lebih aktif dan membuat perubahan perubahan tekstur dan rasa yang tidak dikehendaki.a. Sharp Freezer : merupakan cara paling tua dan bisa digolongkan pada pembekuan lambat. Pembekuan dengan sharp freezer dilakukan dengan meletakkan ikan - ikan pada rak - rak yang terdiri dari pipa - pipa pendingin (cooling pipe).b. Blast Freezer : merupakan sebuah ruangan atau kamar (tunnel). Udara dingin didalamnya disirkulasikan ke sekitar produk yang dibekukan dengan bantuan fan. Udara menjadi dingin, setelah lebih dahulu melewati evaporator.

2.3 Bentuk Bentuk Pembekuan Ikan Tuna Ikan tuna beku dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, antara lain yaitu ikan tuna beku bentuk cube, bentuk loin, bentuk saku dan bentuk ground meat.1. Ikan Tuna Beku CubeSeperti halnya produk-produk lain diversifikasi untuk produk perikanan banyak ragamnya. Salah satu bentuk diversifikasi produk untuk pengolahan ikan adalah cube. Menurut Moeljanto (1992) bahwa bentuk fish cube hampir sama dengan fish block. Bedanya fish cube dibuat dari ikan - ikan besar dan berdaging tebal. Dagingnya dipotong - potong tebal persegi empat lalu dibekukan dikemas dan disimpan dalam cold storage. Frozen fish cube juga dipakai sebagai bahan mentah untuk pengolahan makanan yang siap masak. Tuna bentuk cube dapat dilihat Gambar 3.

Gambar 3. Tuna Bentuk CubeSumber: Jose Saju, 20132. Ikan Tuna Beku Bentuk LoinTuna loin adalah tuna yang diproses menjadi produk tanpa tulang berbentuk potongan memanjang dengan ukuran lebih 6 kg per potong. Sedangkan menurut Michael (2008) bahwa ikan tuan loin merupakan tuna yang telah mengalami perlakuan sehingga suhu pusatnya maksimum -180C. Tuna bentuk loin dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Tuna Bentuk LoinSumber: Jose Saju, 2013. Ikan Tuna Beku Bentuk SteakPembekuan Bentuk Steak adalah pembekuan ikan tuna yang terlebih dahulu dibetuk loin kemudian diiris - iris secara melintang dan tegak lurus dengan ketebalan tertentu, sehingga hasil irisan berentuk lembaran - lembaran daging. Selain itu juga yang diiris dalam bentuk segitiga sesuai dengan keadaan ikan dan ukuan yang telah ditentukan. Adapun bentuk steak dapat dilihat pada Gambar 5 :

Gambar 5. Tuna Bentuk Steak Sumber: Samuel, 20134. Ikan Tuna Beku Bentuk SakuTuna saku adalah daging tuna yang dipotong - potong menjadi empat persegi panjang. Tuna saku terdiri dari dua jenis yaitu tuna saku grade A dan tuna saku grade AA, masing-masing grade yang dibuat berbeda ukuran. Untuk tuna saku grade A ukuranya lebih kecil, seratnya lebih tebal dan banyak sedangkan tuna saku grade AA ukuran lebih besar, seratnya lebih sedikit dan tipis (Michael, 2008).

Gambar 6. Tuna Bentuk Saku Sumber: Sig, 20134. Ikan Tuna Beku Bentuk Ground MeatGround meat adalah daging ikan tuna yang di cincang - cincang sampai halus dan merupakan hasil sampingan dari saku (Michael , 2008).

2.4 Proses Pengolahan Tuna Bentuk Cube Sesuai SNI 01-4485.3-2006 2.4.1 Penerimaan Bahan Baku Berdasarkan SNI 01-4485.3-2006, bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati - hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C. Potensi bahaya : kontaminasi bakteri patogen, mutu bahan baku kurang baik / segar, ukuran dan jenis tidak sesuai. Tujuan pelaksanaan pengujian secara organoleptik yakni untuk mendapatkan bahan baku yang bebas bakteri patogen dan memenuhi persyaratan mutu, ukuran dan jenis.Penyediaan bahan baku akan lebih terjamin bila pabrik pengalengan ikan mempunyai armada penangkapan sendiri atau dengan kontrak pembelian antara nelayan dengan pihak pabrik sehingga tidak ada pihak yang akan dirugikan (Moeljanto, 1992).Dipertegaskan pula bahwa kesegaran ikan memegang peranan penting sebab bila ikan tidak segar maka mutu ikan kaleng akan menurun. Bau ikan yang busuk atau tekstur tubuh ikan yang lembek tidak dapat dihilangkan, sebab pada pengukusan pendahuluan yang seharusnya ikan menjadi daging, ikan semakin kompak malah menjadi busuk dan rapuh. Oleh karena itu tempat, cara, dan lama penyimpanan bahan baku mempengaruhi produk akhir (Moeljanto, 1992).Bahan mentah yang datang harus menggunakan container dengan refrigerant atau truk yang tertutup terpal tebal untuk memperpanjang kesegaran ikan dengan menghindarkan dari kontak langsung dengan sinar matahari sehingga pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan lebih cepat dicegah atau dihilangkan (Hermanianto, 1995). 2.4.2 Penyiangan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Penyiangan harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C. Potensi bahaya yakni kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen. Tujuan Penyiangan yakni mendapatkan ikan yang bersih, tanpa kepala dan isi perut serta mereduksi kontaminasi bakteri patogen.Menurut Adawyah (2007), Setelah dilakukan pencucian, Ujung ujung sirip digunting, isi perut dibuang. Setelah itu, ikan dicuci bersih dengan hati hati agar tidak menambah kerusakan badan ikan. Sedangkan menurut Murniyati dan Sunarman (2000), bahan baku yang sudah disiangi segera dilakukan pemotongan kepala sirip dan ekor. Bahan baku yang belum disiangi (utuh) maka segera dilakukan pembuangan isi perut secara bersamaan dengan pemotongan kepala, dilanjutkan dengan pemotongan ekor dan sirip.

2.4.3 Pencucian Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Pencucian dilakukan dengan cara ikan dicuci dengan hati - hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4C. Tujuan proses pencucian adalah menghilangkan sisa kotoran dan darah yang menempel di tubuh ikan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Potensi bahaya yakni kontaminasi bakteri patogen dan kemunduran mutu. Untuk bahan baku dalam bentuk segar, daging ikan yang telah disiangi dibersihkan dari kotoran dan darah yang masih menempel dengan cara mencelupkan ke dalam air dingin (-0,4oC) selama 3-5 detik. Sedangkan menurut Murniyati dan Sunarman (2000), menyatakan bahwa pencucian pada ikan harus dilakukan dengan menggunakan air yang bersih dan mengalir deras supaya kotoran ikan bisa langsung terbuang dan tidak mengkontaminasi ikan yang lainnya. 2.4.4 Pembuatan Loin Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Pembuatan Loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4C. Tujuan untuk mendapatkan bentuk loin sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Potensi bahaya yakni kontaminasi bakteri patogen.

2.4.5 Pengulitan dan Perapihan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Pengulitan dan Perapihan dilakukan dengan cara membuang tulang, daging merah dan kulit yang ada pada loin hingga bersih dan harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu produk 4,4C. Tujuannya untuk mendapatkan loin yang rapi dan bebas dari tulang, daging merah dan kulit serta terhindar dari kontaminasi bakteri patogen. Potensi bahaya yakni kontaminasi bakteri patogen, terdapat tulang, daging hitam, darah dan kulit.

2.4.6 Sortasi Mutu Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4C. Tujuan sortasi mutu mendapatkan loin dengan mutu yang baik dan serta bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Potensi bahaya adalah kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen, terdapat daging merah, tulang, duri dan kulit. 2.4.7 Pembuatan Cube Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Pembuatan Cube yakni loin yang sudah rapi dipotong menjadi bentuk cube dengan bentuk dan ukuran yang sesuai. Pembentukan cube harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4C. Tujuan pembentukan cube mendapatkan cube tuna dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Potensi bahaya adalah bentuk serta ukuran cube yang tidak sesuai, kemunduran mutu dan kontaminasi bakteri patogen.

2.4.8 Pembungkusan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Pembungkusan dilakukan dengan cara cube yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik dan dikemas secara vacum. Proses pembungkusan harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4C. Tujuan pembungkusan untuk mendapatkan cube dalam kemasan yang vacum dan terhindar dari kontaminasi bakteri. Potensi bahaya pembungkusan kurang sempurna/kurang vakum dan kontaminasi bakteri.

2.4.9 Pembekuan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Proses pembekuan cube yang sudah disusun dalam pan pembekuan, dibekukan dalam alat pembeku (Freezer) hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal -18C dalam waktu maksimal 4 jam. Tujuan pembekuan untuk membekukan produk hingga mencapai suhu pusat 18C secara cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk. Potensi bahaya, pembekuan yang tidak sempurna (partial freezing) dan kehilangan cairan (driploss).Sebelum dibekukan sebaiknya tuna cube dibungkus plastik, selanjutnya dibekukan sehingga pusat mencapai -18oC. Murniyati dan Sunarman (2000), menambahkan setelah dilakukan pembentukan cube, harus segera dilakukan pembekuan agar tetap menjaga mutu pada ikan. Pembekuan ikan harus dilakukan menurut garis - garis tertentu, jika tidak dilakukan dengan semestinya, pembekuan justru dapat merusak ikan. Pembekuan berarti mengubah kandungan cairan itu menjadi es. Ikan mulai membeku pada suhu antara -0,6oC sampai -2oC. Suhu penyimpanan ikan beku sekitar -30oC. 2.4.10 Penggelasan atau Tanpa Penggelasan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, cube yang telah dibekukan kemudian disemprot dengan air dingin. Proses penggelasan harus dilakukan secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat ikan maksimal -18C. Tujuannya, melapisi ikan dengan air es agar tidak mudah terjadi pengeringan pada saat penyimpanan. Potensi bahaya, kontaminasi bakteri patogen dan kemunduran mutu.

2.4.11 Penimbangan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Penimbangan dilakukan dengan cara cube ditimbang sesuai berat yang ditentukan, dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan harus dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18C. Tujuan untuk mendapatkan berat cube yang sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri patogen. Potensi bahaya, kemunduran mutu, kekurangan berat dan kontaminasi bakteri patogen.

2.4.12 Pengepakan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Proses Pengepakan yakni cube yang telah ditimbang kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter. Tujuan untuk melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label. Potensi bahaya yakni kontaminasi bakteri patogen dan kesalahan label.Cube yang telah dikeluarkan dari keranjang, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter. Tujuannya agar melindungi produk dari kontaminasi dan kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta sesuai dengan label. Pengepakan menggunakan master karton dimana master karton berisi enam inner carton. Master karton dibuat dari karton yang tidak berlapis lilin setelah pengepakan ini maka master karton disusun berdasarkan ukuran dan jenisnya, kemudian siap untuk disimpan dalam ruang pendingin untuk siap ekspor (Syahidin, 2010).

2.4.13 Pengemasan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Bahan kemasan untuk tuna cube beku harus bersih, tidak mencemari produk yang dikemas, terbuat dari bahan yang baik dan memenuhi persyaratan bagi produk ikan beku. Produk akhir harus dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis, pengemasan harus dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk. Untuk produk yang menggunakan transportasi udara, teknik pengemasan sesuai SNI 01-4872.1-2006. Setiap kemasan produk tuna cube beku yang akan diperdagangkan harus diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, menggunakan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang - kurangnya sebagai berikut : jenis produk; berat bersih produk; nama dan alamat unit pengolahan secara lengkap; bila ada bahan tambahan lain harus diberi keterangan bahantersebut; tanggal, bulan dan tahun produksi; tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.

2.4.14 Penyimpanan Berdasarkan SNI 01-4852.3-2006, Penyimpanan tuna cube beku harus dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimum -25C dengan fluktuasi suhu 2C. Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran.Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage). Cold storage adalah tempat, gudang atau kamar penyimpanan produk beku pada suhu rendah -20oC sampai -30oC dengan fluktuasi suhu maksimal 2C, sebelum masuk cold storage produk disimpan terlebih dahulu pada anteroom dengan suhu 0oC, suhu dalam cold storage harus dipertahankan dengan cara menghindari pintu terlalu lama terbuka, keluar masuk cold storage dan pencahayaan terang (Moeljanto, 1992).2.4 Ruang Lingkup Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) 2.4.1 Pengertian HACCP Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) adalah suatu sistem dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas titik titik kritis didalam tahap penanganan dan proses produksi merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman dikonsumsi bagi konsumen (Sutyono, 2009), Tujuan dari penerapan HACCP dalam industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Pada beberapa negara penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor. Tujuan dari HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga jaminan mutu pangan mutu pangan guna memenuhi tuntutan konsumen, HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku datang sampai produk akhir diproduksi dan didistribusikan. Oleh karena itu diterapkan HACCP yang akan mencegah resiko komplain karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu HACCP juga dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang memiliki daya saing yang kompetitif (Bogor Agriculture University, 2005)

2.4.2 Tujuan HACCP Tujuan HACCP menurut (Bogor Agriculture University, 2005) yakni sebagai berikut :1.Menjamin keamanan pangan Memproduksi produk pangan yang aman setiap saat; Memberikan bukti sistem produksi dan penanganan produk yang aman; Memberikan rasa percaya diri pada produsen akan jaminan keamanannya; Memberikan kepuasan pada pelanggan akan konformitasnya terhadap standar nasional maupun internasional.2. Mencegah kasus keracunan pangan, sebab dalam penerapan sistem HACCP bahaya - bahaya dapat diidentifikasi secara dini, termasuk bagaimana tindakan pencegahan dan tindakan penanggulangannya.3. Mencegah/mengurangi terjadinya kerusakan produksi atau ketidak amanan pangan, yang tidak mudah bila hanya dilakukan pada sistem pengujian akhir produk saja.4. Dengan berkembangnya HACCP menjadi standar internasional dan persyaratan wajib pemerintah, memberikan produk memiliki nilai kompetitif di pasar global.5. Memberikan efisiensi manajemen keamanan pangan, karena sistemnya sistematik dan mudah dipelajari, sehingga dapat diterapkan pada semua tingkat bisnis pangan.

2.4.3 Tujuh Prinsip HACCPPrinsip HACCP merupakan pedoman/acuan yang digunakan untuk penerapan HACCP. Terdapat 7 prinsip yang telah ditetapkan secara universal yaitu analisa bahaya pada setiap tahapan proses, identifikasi CCP, menentukan batas batas kritis (Critical Limit), menetapkan prosedur pemantauan (Monitoring), menetapkan tindakan koreksi (Corective Action), verifikasi dan menetapkan prosedur pencatatan (Record Keeping).1. Analisa Bahaya (Hazard)Analisa bahaya merupakan evaluasi secara sistematik pada makanan pada bahan baku atau ingredient untuk menetukan resiko. Resiko keamanan pangan yang harus diperiksa meliputi aspek keamanan kontaminasi biologi termasuk didalamnya mikrobiologi, kimia dan fisik (Thaheer, 2005). Sesuai dengan SNI 01-4852-1998, tim HACCP harus membuat daftar bahaya yang mungkin terdapat pada tiap tahapan dari produksi utama pengolahan, manufaktur dan distribusi hingga sampai pada titik konsumen saat konsumsi. Tim HACCP harus mengadakan analisis bahaya untuk mengindentifikasi program HACCP dimana bahaya yang terdapat secara alami, kerena sifatnya mutlak harus ditiadakan atau dikurangi hingga batas batas yang dapat diterima sehingga produk aman dikonsumsi. Analisa bahaya terdiri dari tiga yaitu identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventif measure) dan penentuan kategori resiko signifikasi suatu bahaya. Dengan demikian perlu adanya persiapan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diversifikasi serta deskripsi dan penggunaan produk mencakup kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan dan lain sebagainya. Dalam suatu proses pengolahan produk terdapat tiga aspek bahaya yang dapat mengakibatkan gangguan terhadap :a. Keamanan Pangan (Food Safety)Merupakan keamanan pangan terhadap berbagai macam bahaya yaitu : Bahaya Biologi, berasal dari mikroorganisme yang bersifat patogen seperti bakteri (E. Coli, Clostridium botulinum, Salmonella sp) dapat menyebabkan sakit perut, diare, infeksi, keracunan, dan kematian. Bahaya Kimia, berasal dari Scrombotoxin (histamin) menyebabkan alergi dan gatal gatal Shelfish toxin: Diarrheic shefish poisoning menyebabkan diare. Neurotoxic shelfish poisoning menyebabkan gangguan saraf. Residu obat obatan yang dapat menyebabkan keracunan Bahan bahan kimia yang sengaja ditambahkan, bahan pengawet, bahan pewarna, bahan penambah nutrisi, yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan fungsi organ tubuh Bahaya Fisik, berasal dari adanya benda - benda asing seperti pecahan kaca atau gelas, logam (peniti, klip, steples), potongan kayu, rambut, serpihan plastik, tulang, duri, kuku dan sebagainya.b. Mutu Produk / Keutuhan Produk (Wholesomeness)Kondisi produk yang berkualitas secara profesional tentunya sangat diharapkan. Kualitas produk pengolahan tidak memenuhi standard mutu hasil perikanan disebabkan oleh : DekomposisiPerubahan komponen perikanan akan diikuti oleh tingkat kemunduran mutu kearah rendah. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan komponen pada produk perikanan, yaitu faktor lingkungan, sarana dan prasarana, cara penyimpanan, cara pengolahan, faktor biologis dan sebagainya. Benda benda asingBenda benda asing seperti rambut, potongan kuku, cat kuku dan lain lain sering disebut dengan filth akan berpengaruh terhadap nilai produk perikanan. Hal tersebut perlu diantisipasi agar benda benda asing tersebut jangan sampai berada pada produk perikanan. Tidak sesuai spesifikasiSetiap produk akhir akan diperdagangkan harus sesuai dengan label, yang memberikan keterangan tentang jenis produk akhir, ukuran, type, grade (tingkat mutu), berat bersih produk akhir, bahan tambahan makanan, asal negara, nomor lisensi unit pengolahan, tanggal, bulan, tahun produksi.c. Kecurangan Ekonomi (Economic Fraud)Merupakan tindakan tindakan tidak legal atau kecurangan yang dapat menimbulkan kerugian ekonomis, misalnya salah label, kurang berat, jenis tidak sesuai dengan produk, ukuran yang tidak sesuai, berat tambahan yang salah. Bahaya (hazard) adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Tindakan pencegahan (preventive measure) adalah kegiatan yang dapat menghilangkan atau menurunkan bahaya sampai ke batas ke aman. Beberapa bahaya yang ada dapat dicegah atau diminimaliskan melalui penerapan syarat dasar pendukung sistem HACCP seperti GMP (Good Manufacturing Practices), SSOP (Sanitation Standard Operating Prosedures), dan sistem pendukung lainnya. 2.Identifikasi Titik - titik Pengendalian Kritis (Critical Control Points )Identifikasi CCP adalah suatu upaya untuk menentukan titik/tahapan tertentu dalam proses produksi yang sangat menentukan jaminan mutu produk yang dihasilkan (Darwanto dan Murniyati, 2003).Untuk mengendalikan bahaya yang sama terdapat lebih dari satu titik kendali kritis pada saat pengendalian dilakukan. Penentuan titik kendali kritis pada sistem HACCP dapat dibantu dengan menggunakan pohon keputusan yang menyatakan pendekatan pemikiran yang logis. Penerapan dari pohon keputusan harus fleksibel, tergantung apakah operasi tersebut produksi, penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, distribusi atau lainnya. Pohon keputusan ini mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap titik kendali kritis. Contoh - contoh pohon keputusan mungkin tidak dapat diterapkan pada setiap situasi. Dianjurkan untuk mengadakan pelatihan dalam penggunaan pohon keputusan. Jika suatu bahaya telah teridentifikasi pada suatu tahap dimana pengendalian penting untuk keamanan, dan tanpa tindakan pengendalian pada tahap tersebut, atau langkah lainnya, maka produk atau proses harus dimodifikasi pada tahap tersebut, atau pada tahap sebelum atau sesudahnya untuk memasukkan suatu tindakan pengendalian (BSN, 1998). Suatu CCP dapat dilakukan pengendalian satu atau beberapa bahaya, misalnya bahaya suatu CCP secara bersama sama dapat dikendalikan untuk mengurangi bahaya fisik dan mikrobiologi.CCP adalah spesifik untuk produk dan proses, tergantung dari : Lay out pengolahan Alur proses Peralatan Formula dan bahan tambahan Program sanitasi dan lain lainPenentuan CCP dengan menggunakan decision tree, tahapan yang harus dilakukan adalah dilakukan dengan urutan sebagai berikut :Q 1. Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap bahaya yang telah diidentifikasi :Jika ya : Lanjutkan pada Q2Jika tidak : Stop bukan CCPQ2 : Apakah tahap ini dapat menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya sampai tingkat yang diterima ?Jika ya : CCPJika tidak : Lanjutkan pada Q3Q3 : Apakah kontaminasi dari bahaya yang telah diidentifikasi telah melewati tingkat yang diperkenankan atau meningkatkan sehingga melebihi batas yang diperbolehkan ?Jika ya : Lanjutkan Q4Jika tidak : Stop bukan CCPApakah proses selanjutnya akan dapat menghilangkan bahaya atau mampu mengurangi bahaya sampai batas yang telah ditentukan :Jika ya : Stop bukan CCPJika tidak : CCPMenurut SNI 01-4852-1998 penentuan titik - titik kritis (Critical Control Points / CCP) ini dengan menggunakan Decision Tree, seperti pada Gambar 7.

P1Apakah ada tindakan pencegahan pada tahap ini atau berikutnya terhadap hazard yang telah di identifikasi?TDK=bukan CCP YA= lanjut P2P 2Apakah tahap ini dapat menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya hazard sampai tingkat yang diterima ?YA=CCPTDK=lanjut P3P3Apakah kontaminasi dari hazard yang telah diidentifikasi telah melewati tingkat yang diperkenankan atau dapat meningkat sehingga melebihi batas yang diperbolehkan ?TDK=Bukan CCPYA= Lanjut P4P4Apakah proses selanjutnya akan dapat menghilangkan bahaya atau mampu mengurangi bahaya sampai batas yang telah ditentukan ?YA=Bukan CCPTDK=CCP

Gambar 7. Decision TreeSumber : SNI 01-4852-19983.Penetapan Batas Kritis (Critical Limits)Critical limit (CL) adalah batasan kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman (Sudarmaji, 2012). Batas ini akan memisahkan antar yang diterima dan ditolak berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ini ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Batas - batas limit harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap titik kendali kritis. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Penentuan batas kritis berdasarkan parameter harus dapat divalidasi sesuai dengan persyaratan serta dapat dukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan literatur, regulasi pemerintah, para ahli dibidang mikrobiologo maupun kimia, CODEX dan sebagainya. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran-pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan klorin dan parameter - parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur. (Departement of Food Science and Tecnology Bogor, 2012)Menurut SNI 01-4852-1998 batas - batas CCP harus ditetapkan secara spesifik dan divalidasi apabila mungkin untuk setiap CCP. Dalam beberapa kasus lebih dari satu batas kritis akan diuraikan pada suatu tahap khusus. Kriteria yang sering digunakan mencakup pengukuran - pengukuran terhadap suhu, waktu, tingkat kelembaban, pH, Aw, keberadaan klorin, dan parameter - parameter sensori seperti kenampakan visual dan tekstur.4.Penetapan Prosedur Pemantauan (Monitoring)Menurut Nurhidayati (2009), Prosedur pemantauan merupakan salah satu metode observasi yang bertujuan untuk mengetahuai bahwa critical control points (CCP) benar terkendali. Pemantauan merupakan pengukuran atau pengamatan terjadwal dari titik kendali kritis yang dibandingkan terhadap batas kritisnya. Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada titik kendali kritis. Selanjutnya pemantauan selayaknya secara ideal memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana mungkin, penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu titik kendali kritis. Penyesuaian seharusnya dilaksanakan sebelum terjadi penyimpangan. Data yang diperoleh dari pemantauan harus dinilai oleh orang yang diberi tugas, berpengetahuan dan berwenang untuk melaksanakan tindakan perbaikan yang diperlukan. Menurut Kusuma (2012), untuk melakukan prosedur pemantauan untuk melihat apakah CCP memenuhi persyaratan dan tidak melampaui batas toleransi penolakan yang ditetapkan perlu adanya beberapa pertanyaan yang perlu dijawab sebagai berikut : Apa saja yang dipantau Cara pemantauan Waktu dan frekuensinya Siapa yang melakukan pemantauan Dimana dipantauSedangkan tujuan pemantauan adalah : Untuk mengawasi CCP agar tidak melewati batas kritis yang ditetapkan Untuk mengetahui apakah suatu proses harus dirubah atau disesuaikan Untuk mengidentifikasi penyimpanan yang terjadi pada suatu CCP Untuk menyediakan dokumen tertulis dari sistem pengendalian proses5.Penetapan Tindakan Koreksi (Corective Action)Sesuai dengan SNI 01-4852-1998, tindakan perbaikan yang spesifik harus dikembangkan untuk setiap titik kendali kritis dalam sistem HACCP agar dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan - tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali. Tindakan - tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus didokumentasikan dalam catatan HACCP. Menurut Thaheer (2005) tujuan dari penetapan tindakan koreksi adalah : Untuk mengoreksi dan menghilangkan penyebab penyimpangan dari pengembalikkan kontrol proses. Untuk mengidentifikasi produk yang dihasilkan selama proses yang menyimpang dan menentukan disposisinyaTahap identifikasi produk dan disposisinya adalah :Tahap 1 : Tentukan apakah produk mengandung hazard keamanan Berdasarkan evaluasi dari para ahli Berdasarkan pengujian secara Fisik, Kimia dan MikrobiologiTahap 2 : Jika berdasarkan evaluasi pada tahap I tidak ditemukan hazard maka produk boleh dikeluarkanTahap 3 : Jika hazard ditemukan berdasarkan evaluasi pada tahap I, tentukan apakah produk dapat : Diproses kembali Dialihkan untuk penggunaan yang amanTahap IV : Jika produk mengandung hazard tidak terdapat ditangani sebagaimana tahap III, maka harus dihanguskan.Menurut SNI 01-4852-1998, pemantauan adalah tindakan yang berencana dan berturut dari suatu observasi atau pengukuran untuk mengetahui apakah CCP berada dalam kontrol, dan untuk menghasilkan catatan yang akurat untuk keperluan verifikasi.Prosedur pemantauan harus dapat menemukan kehilangan kendali pada CCP. Pemantauan harus dapat memberi informasi yang tepat waktu untuk mengadakan penyesuaian untuk memastikan pengendalian proses untuk mencegah pelanggaran dari batas kritis. Dimana, mungkin penyesuaian proses harus dilaksanakan pada saat hasil pemantauan menunjukkan kecenderungan kearah kehilangan kendali pada suatu CCP.Tujuan dari pemantauan adalah : untuk mendapatkan operasi dari suatu proses untuk mengetahui apakah suatu proses harus diubah dan disesuaikan untuk mengidentifikasi penyimpangan yang terjadi pada suatu CCP untuk menyediakan dokumen tertulis dari sistem pengendalian proses6.Prosedur VerifikasiBerdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER. 19/MEN/2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, verifikasi adalah aplikasi metode, prosedur, pengujian, assasment dan evaluasi lainnya untuk memastikan bahwa rencana Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan telah dilaksanakan sesuai dengan standard nasional dan internasional yang berlaku.Metode audit dan verifikasi, prosedur dan pengujian, termasuk pengambilan contoh secara acak dan analisa, dapat dipergunakan untuk menentukan apakah sistem HACCP bekerja secara benar. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk mengkonfirmasikan bahwa sistem HACCP bekerja secara efektif. Contoh kegiatan verifikasi mencakup : Peninjauan kembali sistem HACCP dan catatannya Peninjauan kembali penyimpangan dan disposisi produk Mengkonfirmasi apakah Titik Kendali Kritis dalam kendali Pemeriksaaan catatan penyimpanan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan Pengambilan contoh secara acak Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Apabila memungkinkan, kegiatan validasi harus mencakup tindakan untuk mengkonfirmasi kemanjuran semua elemen - elemen rencana HACCP (BSN, 1998).Menurut Darwanto dan Murniyati (2003), untuk menjamin dan memastikan bahwa program HACCP dilaksanakan sesuai dengan rencana dan dilakukan secara efektif dan konsisten, lebih baik bila verifikasi dilakukan secara internal dan eksternal. Internal apabila audit dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan sendiri, misalnya anggota manajemen atau tim verifikasi yang ditunjang oleh uji laboratoris sebagai pendukung. Eksternal apabila audit dilakukan oleh pihak pemerintah yang dilakukan secara wajib dan rutin.Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan (Ardi, 2005). Dengan verifikasi diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin.7.Penetapan Sistem Pencatatan (Record Keeping)Menurut Gunawan (2009), penyimpanan data merupakan bagian penting pada HACCP. Penyimpanan data akan meyakinkan bahwa informasi yang dikumpulkan secara instalasi, modifikasi, dan sistem operasi akan di peroleh oleh siapapun yang terlibat proses, juga dari pihak luar (auditor). Pencatatan dan pembuktian yang efisien serta akurat adalah penting dalam penerapan sistem HACCP. Prosedur harus didokumentasikan. Dokumentasi dan pencatatan harus cukup memadai sesuai sifat dan besarnya operasiContoh dokumentasi : Analisa Bahaya Penentuan Titik Kritis Penentuan Batas KritisContoh pencatatan : Kegiatan pemantuan Titik Kendali Kritis/TKK (CCP) Penyimpangan dan Tindakan perbaikan yang terkait Perubahan pada sistem HACCP (BSN, 1998)Sedangkan menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1999) verifikasi bertujuan untuk : Memastikan bahwa sistem yang diterapkan mampu memberikan jaminan mutu yang diinginkan Melacak produk Menyediakan informasi terakhirDokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu.Semua catatan (record) harus dalam bentuk formulir yang memuat :a. Judul formulirb. Nama perusahaanc. Bahan dan peralatan yang digunakand. Tanggal dan waktue. Identifikasi produkf. Hasil observasi/pengukurang. Batas kritish. Tanda tangan/paraf operatori. Tanda tangan/paraf pemeriksa j. Tindakan pencegahan yang diambil dan oleh siapak. Tanggal pemeriksaan