tinjauan pustaka inkontinesia lansia

Upload: penny-n-r-lestari

Post on 29-Oct-2015

64 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

inkontinensia

TRANSCRIPT

TINJAUAN PUSTAKA

A. INKONTINENSIA URINPengertianInkontinensia urin merupakan kehilangan kontrol berkemih yang bersifat sementara atau menetap. Klien tidak dapat mengontrol sfingter uretra eksterna. Merembesnya urine dapat berlangsung terus menerus atau sedikit sedikit. Inkontinensia urin merupakan ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urin. Secara umum penyebab inkontinensia dapat berupa proses penuaan, pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif.Inkontinensia urin yang dialami oleh pasien dapat menimbulkan dampak yang merugikan pada pasien, seperti gangguan kenyamanan karena pakaian basah terus, risiko terjadi dekubitus (luka pada daerah yang tertekan), dan dapat menimbulkan rasa rendah diri pada pasien. Inkontinensia urin yang tidak segera ditangani juga akan mempersulit rehabilitasi pengontrolan keluarnya urin.Adapun tipe-tipe inkontinensia urin adalah 1. inkontinensia doronganKeadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat setelah berkemih.Inkontinensia dorongan ditandai dengan seringnya terjadi miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali) dan spame kandung kemih. Pasien Inkontinensia dorongan mengeluh tidak dapat menahan kencing segera setelah timbul sensasi ingin kencing. Keadaan ini disebabkan otot detrusor sudah mulai mengadakan kontraksi pada saat kapasitas kandung kemih belum terpenuhi.

2. inkontinensia totalKeadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang terus menerus dan tidak dapat diperkirakan. Kemungkinan penyebab inkontinensia total antara lain: disfungsi neorologis, kontraksi independen dan refleks detrusor karena pembedahan, trauma atau penyakit yang mempengaruhi saraf medulla spinalis, fistula, neuropati.

3. inkontinensia stresstipe ini ditandai dengan adanya urin menetes dengan peningkatan tekanan abdomen, adanya dorongan berkemih, dan sering miksi. Inkontinensia stress terjadi disebabkan otot spingter uretra tidak dapat menahan keluarnya urin yang disebabkan meningkatnya tekanan di abdomen secara tiba-tiba. Peningkatan tekanan abdomen dapat terjadi sewaktu batuk, bersin, mengangkat benda yang berat, tertawa.

4. inkontinensia reflexKeadaan di mana seseorang mengalami pengeluaran urin yang tidak dirasakan.Inkontinensia tipe ini kemungkinan disebabkan oleh adanya kerusakan neurologis (lesi medulla spinalis). Inkontinensia refleks ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, dan kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada interval teratur

5. inkontinensia fungsionalkeadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urin secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan. Keadaan inkontinensia ini ditandai dengan tidak adanya dorongan untuk berkemih, merasa bahwa kandung kemih penuh, kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan urin

EtiologiSeiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali, kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat menahan air seni. Selain itu, adanya kontraksi (gerakan) abnormal dari dinding kandung kemih, sehingga walaupun kandung kemih baru terisi sedikit, sudah menimbulkan rasa ingin berkemih. Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif. Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika seperti kafein.Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma, atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat.Pasien lansia, kerap mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat. Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. Golongan psikotropika seperti antidepresi, antipsikotik, dan sedatif hipnotik juga memiliki andil dalam IU. Kafein dan alcohol juga berperan dalam terjadinya mengompol. Selain hal-hal yang disebutkan diatas inkontinensia urine juga terjadi akibat kelemahan otot dasar panggul, karena kehamilan, pasca melahirkan, kegemukan (obesitas), menopause, usia lanjut, kurang aktivitas dan operasi vagina.Penambahan berat dan tekanan selama kehamilan dapat menyebabkan melemahnya otot dasar panggul karena ditekan selama sembilan bulan. Proses persalinan juga dapat membuat otot-otot dasar panggul rusak akibat regangan otot dan jaringan penunjang serta robekan jalan lahir, sehingga dapat meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia urine. Dengan menurunnya kadar hormon estrogen pada wanita di usia menopause (50 tahun ke atas), akan terjadi penurunan tonus otot vagina dan otot pintu saluran kemih (uretra), sehingga menyebabkan terjadinya inkontinensia urine. Faktor risiko yang lain adalah obesitas atau kegemukan, riwayat operasi kandungan dan lainnya juga berisiko mengakibatkan inkontinensia. Semakin tua seseorang semakin besar kemungkinan mengalami inkontinensia urine, karena terjadi perubahan struktur kandung kemih dan otot dasar panggul.Faktor Predisposisi atau Faktor Pencetus UsiaUsia bukan hanya berpengaruh pada eliminasi feses dan urine saja, tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol eliminasi itu sendiri. Anak-anak masih belum mampu untuk mengontrol buang air besar maupun buang air kecil karena sistem neuromuskulernya belum berkembang dengan baik. Manusia usia lanjut juga akan mengalami perubahan dalam eliminasi tersebut. Biasanya terjadi penurunan tonus otot, sehingga peristaltik menjadi lambat. Hal tersebut menyebabkan kesulitan dalam pengontrolan eliminasi feses, sehingga pada manusia usia lanjut berisiko mengalami konstipasi. Begitu pula pada eliminasi urine, terjadi penurunan kontrol otot sfingter sehingga terjadi inkontinensia.

DietPemilihan makanan yang kurang memerhatikan unsur manfaatnya, misalnya jengkol, dapat menghambat proses miksi. Jengkol dapat menghambat miksi karena kandungan pada jengkol yaitu asam jengkolat, dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan menyumbat saluran kemih sehingga pengeluaran utine menjadi terganggu. Selain itu, urine juga dapat menjadi bau jengkol. Malnutrisi menjadi dasar terjadinya penurunan tonus otot, sehingga mengurangi kemampuan seseorang untuk mengeluarkan feses maupun urine. Selain itu malnutrisi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi yang menyerang pada organ pencernaan maupun organ perkemihan. CairanKurangnya intake cairan menyebabkan volume darah yang masuk ke ginjal untuk difiltrasi menjadi berkurang sehingga urine menjadi berkurang dan lebih pekat. Latihan fisikLatihan fisik membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Tonus otot yang baik dati otot-otot abdominal, otol pelvis, dan diagfragma sangat penting bagi miksi. Stres psikologiKetika seseorang mengalami kecemasan atau ketakutan, terkadang ia akan mengalami diare ataupun beser. TemperaturSeseorang yang demam akan mengalami peningkatan penguapan cairan tubuh karena meningkatnya aktivitas metabolik. Hal tersebut menyebabkan tubuh akan kekurangan cairan sehingga dampaknya berpotensi terjadi konstipasi dan pengeluaran urine menjadi sedikit. Selain itu, demam juga dapat memegaruhi nafsu makan yaitu terjadi anoreksia, kelemahan otot, dan penurunan intake cairan. NyeriSeseorang yang berasa dalam keadaan nyeri sulit untuk makan, diet yang seimbang, maupun nyaman. Oleh karena itu berpangaruh pada eliminasi urine. SosiokulturalAdat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Contoh saja di masyarakat Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupaka sesuatu yang pribadi , sementara budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Status volumeApabila cairan dan konsentrasi eletrolit serta solut berada dalam keseimbangan, peningkatakan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatakan volume filtrat glomerulus dan eksresi urine. PenyakitAdanya luka pada saraf perifer yang menuju kandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes melitus dan sklerosis multiple menyebabkan kondusi neuropatik yang mengubah fungsikandung kemih. Artritis reumatoid, penyakit sendi degeneratif dan parkinson, penyakit ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir. Prosedur bedahKlien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjali pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoperasi, yang memperburuk berkurangnya keluaran urine. Respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron menyebabkan berkurangnya keluaran urine dalam upaya mempertahankan volume sirkulasi cairan. Obat-obatanRetensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (atropin), antihistamin (sudafed), antihipertensi (aldomet), dan obat penyekat beta adrenergik (inderal).PatofisiologiPada lanjut usia inkontinensia urin berkaitan erat dengan anatomi dan fisiologis juga dipengaruhi oleh faktor fungsional, psikologis dan lingkungan. Pada tingkat yang paling dasar, proses berkemih diatur oleh reflek yang berpusat di pusat berkemih disacrum. Jalur aferen membawa informasi mengenai volume kandung kemih di medulla spinalis.Pengisian kandung kemih dilakukan dengan cara relaksasi kandung kemih melalui penghambatan kerja syaraf parasimpatis dan kontraksi leher kandung kemih yang dipersarafi oleh saraf simpatis serta saraf somatic yang mempersyarafi otot dasar panggul.Pengosongan kandung kemih melalui persarafan kolinergik parasimpatis yang menyebabkan kontraksi kandung kemih sedangkan efek simpatis kandung kemih berkurang. Jika kortek serebri menekan pusat penghambatan, akan merangsang timbulnya berkemih. Hilangnya penghambatan pusat kortikal ini dapat disebabkan karena usia sehingga lansia sering mengalami inkontinensia urin. Karena dengan kerusakan dapat mengganggu kondisi antara kontraksi kandung kemih dan relaksasi uretra yang mana gangguan kontraksi kandung kemih akan menimbulkan inkontinensia.Tanda dan GejalaTanda dan gejala yag ditemukan pada pasien dengan retensi urin, yaitu:1. Ketidaknyamanan daerah pubis2. Distensi vesika urinaria3. Ketidak sanggupan untuk berkemih4. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine. ( 25-50 ml) 5. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya6. Meningkatkan keresahan dan keinginan berkemih7. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih.

Pemeriksaan penunjang UrinalisisDigunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine. UroflowmeterDigunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih. Cysometrydigunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas.Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih. Urografi ekskretorikDisebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih. Kateterisasi residu pascakemihDigunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih.

PenatalaksanaanAdapun penatalaksanaan medis inkontinensia urin adalah mengurangi faktor resiko, mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat dilakukan sebagai berikut : Pemanfaatan kartu catatan berkemihYang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang keluar,baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan, selain itudicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum. Terapi non farmakologiDilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia urin,seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi, dan lain-lain.Adapun terapi yang dapat dilakukan adalah : Melakukan latihan menahan kemih (memperpanjang interval waktu berkemih)dengan teknik relaksasi dan distraksi sehingga frekwensi berkemih 6-7 x/hari. Lansia diharapkan dapat menahan keinginan untuk berkemih bila belum waktunya. Lansia dianjurkan untuk berkemih pada interval waktu tertentu, mula-mula setiapjam, selanjutnya diperpanjang secara bertahap sampai lansia ingin berkemih setiap 2-3 jam. Membiasakan berkemih pada waktu-waktu yang telah ditentukan sesuai dengankebiasaan lansia. Promted voiding dilakukan dengan cara mengajari lansia mengenal kondisi berkemih mereka serta dapat memberitahukan petugas atau pengasuhnya bila ingin berkemih.Teknik ini dilakukan pada lansia dengan gangguan fungsi kognitif (berpikir).

Terapi farmakologiObat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urine adalah: antikolinergik seperti Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine Pada inkontinensia stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol atau alfa kolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi diberikan secara singkat.

Terapi pembedahanTerapi ini dapat dipertimbangkan pada inkontinensia tipe stress dan urgensi, bila terapinon farmakologis dan farmakologis tidak berhasil. Inkontinensia tipe overflow umumnyamemerlukan tindakan pembedahan untuk menghilangkan retensi urin. Terapi inidilakukan terhadap tumor, batu, divertikulum, hiperplasia prostat, dan prolaps pelvic(pada wanita). Modalitas lainSambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkaninkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang mengalamiinkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu toilet sepertiurinal, komod dan bedpan.

B. INKONTINENSIA ALVIPengertianInkontinensia alvi lebih jarang ditemukan dibandingkan inkontinensia urin. Defekasi, seperti halnya berkemih, adalah proses fisiologik yang melibatkan koordinasi sistem saraf, respon refleks, kontraksi otot polos, kesadaran cukup serta kemampuan mencapai tempat buang air besar. Perubahan-perubahan akibat proses menua dapat menyebabkan terjadinya inkontinensia, tetapi inkontinensia alvi bukan merupakan sesuatu yang normal pada lanjut usia.Ikontinensia alvi adalah ketidakmampuan untuk mengontrol buang air besar, menyebabkan feses bocor tidak terduga dari dubur. Inkontinensia alvi juga disebut inkontinensia usus. Inkontinensia alvi berkisar terjadi sesekali saat duduk hingga sampai benar-benar kehilangan kendali.

EtiologiPenyebab inkontinensia alvi dapat di bagi menjadi 4 kelompok :a. Inkontinensia akibat konstipasiBatasan konstipasi adalah buang air besar kurang dari tiga kali per minggu. Tetapi banyak penderita sudah mengeluhkan konstipasi bila ada kesulitan mengelurkan feses yang keras atau merasa kurang puas saat BAB.b. Inkontinensia alvi simtomatikMerupakan macam-macam kelainan patologik yang dapat menyebabkan diare yang ditandai dengan perubahan usia pada sfingter terhadap feses cair dan gangguan pada saluran anus bagian atas dalam membedakan flatus dan feses yang cair. Penyebab yang lain seperti kelainan metabolik misalnya DM, kelainan endokrin seperti tirotoksitosis, kerusakan sfingter anus sebagai komplikasi dari operasi hemoroid yang kurang berhasil dan prolapses rekti.

c. Inkontinensia alvi neurologik Inkontinensia ini terjadi akibat gangguan fungsi yang menghambat dari korteks serebri saat terjadi regangan atau distensi rektum yang terjadi pada penderita dengan infark serebri multiple atau penderita demensia.d. Inkontinensia alvi akibat hilangnya reflek analInkontinensia alvi ini terjadi akibat hilangnya reflek anal disertai dengan kelemahan otot-otot.

PatofisiologiFungsi traktus gastrointestinal biasanya masih tetap adekuat sepanjang hidup. Namun demikian beberapa orang lansia mengalami ketidaknyamanan akibat motilitas yang melambat. Peristaltik di esophagus kurang efisien pada lansia. Selain itu, sfingter gastroesofagus gagal berelaksasi, mengakibatkan pengosongan esophagus terlambat.keluhan utama biasanya berpusat pada perasaan penuh, nyeri ulu hati, dan gangguan pencernaan. Motalitas gaster juga menurun, akibatnya terjadi keterlambatan pengosongan isi lambung. Berkurangnya sekresi asam dan pepsin akan menurunkan absorsi besi, kalsium dan vitamin B12.Absorsi nutrient di usus halus juga berkurang dengan bertambahnya usia namun masih tetap adekuat. Fungsi hepar, kantung empedu dan pankreas tetap dapat di pertahankan, meski terdapat insufisiensi dalam absorsi dan toleransi terhadap lemak. Impaksi feses secara akut dan hilangnya kontraksi otot polos pada sfingter mengakibatkan inkontinensia alvi.

Manifestasi Klinik Secara klinis, inkontinensia alvi dapat tampak sebagai feses yang cair atau belum berbentuk dan feses keluar yang sudah berbentuk, sekali atau dua kali sehari dipakaian atau tempat tidur. Perbedaan penampilan klinis ini dapat menunjukkan penyebab yang berbeda-beda, antara lain inkontinensia alvi akibat konstipasi (sulit buang air besar), simtomatik (berkaitan dengan penyakit usus besar), akibat gangguan saraf pada proses defekasi (neurogenik), dan akibat hilangnya refleks pada anus.

Penatalaksanaan Dengan diagnosis dan pengobatan yang sesuai (tindakan suportif, obat-obatan dan bila perlu pembedahan), inkontinensia alvi pada usia lanjut hampir seluruhnya dapat dicegah dan diobati. Tujuannya tidak hanya terletak pada keadaan yang kurang nyaman, tetapi fakta bahwa inkontinensia alvi merupakan petunjuk pertama adanya penyakit pada saluran cerna bagian bawah yang memerlukan pengobatan dini jika benar-benar ditemukan.

C. STROKE

PengertianDefinisi stroke menurut World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. KlasifikasiStroke diklasifikasikan sebagai berikut :a. Berdasarkan kelainan patologis1) Stroke hemoragika) Perdarahan intra serebralb) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid)2) Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan)a) Stroke akibat trombosis serebrib) Emboli serebric) Hipoperfusi sistemikb. Berdasarkan waktu terjadinya1) Transient Ischemic Attack (TIA)2) Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)3) Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke4) Completed strokec. Berdasarkan lokasi lesi vaskuler1) Sistem karotisa. Motorik : hemiparese kontralateral, disartriab. Sensorik : hemihipestesi kontralateral, parestesiac. Gangguan visual : hemianopsia homonim kontralateral, amaurosis fugaksd. Gangguan fungsi luhur : afasia, agnosia2) Sistem vertebrobasilera. Motorik : hemiparese alternans, disartriab. Sensorik : hemihipestesi alternans, parestesiac. Gangguan lain : gangguan keseimbangan, vertigo, diplopia Faktor Risiko StrokeSecara garis besar faktor risiko stroke dibagi atas faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi diantaranya adalah hipertensi, penyakit jantung (fibrilasi atrium), diabetes melitus, merokok, konsumsi alkohol, hiperlipidemia, kurang aktifitas, dan stenosis arteri karotis. Sedangkan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, ras/suku, dan faktor genetic. Diabetes mellitus juga merupakan faktor yang signifikan dan terjadi pada 10% pasien stroke. Keadaan ini dihubungkan dengan terjadinya atherosklerosis intrakranial.

A. B. C. D. FISIOLOGI TIDUR

Berdasarkan prosesnya, terdapat dua jenis tidur. Pertama, jenis tidur yang disebabkan menurunnya kegiatan di dalam sistem pengaktivasi retikularis atau disebut dengan tidur gelombang lambat karena gelombang otaknya sangat lambat atau disebut tidur non rapid eye movement (NREM). Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran isyarat-isyarat abnormal dari dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara disebut dengan jenis tidur paradoks atau tidur rapid eye movement (REM).a. Tidur gelombang lambat / non rapid eye movement (NREM)Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam. Istirahat penuh, dengan gelombang otak yang lebih lambat, tidur nyenyak. Ciri-ciri tidur nyenyak adalah menyegarkan, tanpa mimpi atau tidur dengan gelombang delta. Ciri lainnya berada dalam keadaan istirahat penuh, tekanan darah menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi berkurang, metabolisme turun.Tahapan tidur jenis NREM1) Stadium 0 adalah periode dalam keadaan masih bangun tetapi mata menutup. Fase ini ditandai dengan gelombang voltase rendah, cepat, 8-12 siklus per detik. Tonus otot meningkat. Aktivitas alfa menurun dengan meningkatnya rasa kantuk. Pada fase mengantuk terdapat gelombang alfa campuran.2) Stadium 1 disebut onset tidur. Tidur dimulai dengan stadium NREM. Stadium 1 NREM adalah perpindahan dari bangun ke tidur. Ia menduduki sekitar 5% dari total waktu tidur. Pada fase ini terjadi penurunan aktivitas gelombang alfa (gelombang alfa menurun kurang dari 50%), amplitudo rendah, sinyal campuran, predominan beta dan teta, tegangan rendah, frekuensi 4-7 siklus per detik. Aktivitas bola mata melambat, tonus otot menurun, berlangsung sekitar 3-5 menit. Pada stadium ini seseorang mudah dibangunkan dan bila terbangun merasa seperti setengah tidur. 3) Stadium 2 ditandai dengan gelombang EEG spesifik yaitu didominasi oleh aktivitas teta, voltase rendah-sedang, kumparan tidur dan kompleks K. Kumparan tidur adalah gelombang ritmik pendek dengan frekuensi 12-14 siklus per detik. Kompleks K yaitu gelombang tajam, negatif, voltase tinggi, diikuti oleh gelombang lebih lambat, frekuensi 2-3 siklus per menit, aktivitas positif, dengan durasi 500 mdetik. Tonus otot rendah, nadi dan tekanan darah cenderung menurun. Stadium 1 dan 2 dikenal sebagai tidur dangkal. Stadium ini menduduki sekitar 50% total tidur. 4) Stadium 3 ditandai dengan 20%-50% aktivitas delta, frekuensi 1-2 siklus per detik, amplitudo tinggi, dan disebut juga tidur delta. Tonus otot meningkat tetapi tidak ada gerakan bola mata. 5) Stadium 4 terjadi jika gelombang delta lebih dari 50%. Stadium 3 dan 4 sulit dibedakan. Stadium 4 lebih lambat dari stadium 3. Rekaman EEG berupa delta. Stadium 3 dan 4 disebut juga tidur gelombang lambat atau tidur dalam. Stadium ini menghabiskan sekitar 10%-20% waktu tidur total. Tidur ini terjadi antara sepertiga awal malam dengan setengah malam. Durasi tidur ini meningkat bila seseorang mengalami deprivasi tidur. Tidur REM ditandai dengan rekaman EEG yang hampir sama dengan tidur stadium 1. Pada stadium ini terdapat letupan periodik gerakan bola mata cepat. Refleks tendon melemahb. Tidur paradoks / rapid eye movement (REM)Tidur jenis ini dapat bcrlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5 - 20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi 80-100 menit, akan tetapi apabila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan jemis tidur ini tidak ada. Ciri tidur REM adalah sebagai berikut:1. Biasanya disertai dengan mimpi aktif.2. Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak.3. Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat proyeksi spinal atas sistcm pengaktivasi retikularis.4. Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur. 5. Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.6. Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan tidak teratur, tekanan darah meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat.Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan dalam belajar, memori, dan adaptasi.

E. GANGGUAN TIDUR PADA USIA LANJUT

Akibat penting dari penelitian dinamik untuk tidur adalah deskripsi yang lebih sistematik dari gangguan tidur. Klasifikasi oleh Association of Sleep Disorder Centers pada tahun 1999 dianggap komprehensif dan bermanfaat secara praktis. Gangguan tidur yang berat pada usia lanjut dibagi menjadi :1. Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (disorders of initiating and maintaining sleep = DIMS)2. Gangguan mengantuk berlebihan (disorders of excessive somnolence = DOES)3. Gangguan siklus tidur jaga (disorders of the sleep wake cycle)4. Perilaku tidur abnormal (abnormal sleep behaviour, parasomnias)Gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia berkaitan dengan gangguan klinik sebagai berikut :1. Apnea tidur, terutama apnea tidur sentral2. Mioklonus yang berhubungan dengan tidur berjalan, gerakan mendadak pada tingkat yang berulang, stereotipik, unilateral atau bilateral, keluhan berupa tungkai gelisah (restless leg), tungkai kaku waktu malam, neuropatia atau miopatia dan defisiensi asam folat dan besi.3. Berbagai konflik emosional dan stress merupakan penyebab psikofisiologik dari insomnia.4. Gangguan psikiatrik berat terutama depresi seringkali menimbulkan bangun terlalu pagi dan dapat bermanifestasi sebagai insomnia dan hipersomnia. Depresi endogen berkaitan dengan onset dini dari tidur REM dan dapat diperbaiki secara dramatis dengan obat antidepresan.5. Keluhan penyakit-penyakit organik, misalnya nyeri karena arthritis, penyakit keganasan, nocturia, penyakit hati atau ginjal dan sesak napas dapat mengakibatkan bangun berulang pada tidur malam.6. Sindrom otak organik yang kronik seringkali menimbulkan insomnia. Penyakit Parkinson terganggu tidurnya 2-3 jam. Pasien Alzheimer sering terbangun tengah malam dan dapat menimbulkan eksitasi paradoksikal.7. Zat seperti alkhohol dan obat kortikosteroid, teofilin dan beta-blockers dapat menginterupsi tidur. Pengobatan dengan stimulansia dan gejala lepas zat hipnotika dan sedativa perlu diperhatikan untuk gangguan tidur. Gangguan mengantuk berlebihan ditandai dengan mengantuk patologis yang diselingi dengan kegiatan selama jaga. Beratnya mengantuk, onsetnya yang tidak sesuai dengan waktu dan gangguan pada kegiatan merupakan penilaian klinik yang penting. Apnea obstruktif dan mioklonus pada waktu malam dapat menimbulkan hipersomnolensia. Efek obat, terutama efek sisa obat hipnotika merupakan penyebab yang sering untuk hipersomnolensia. Obat-obat lain yang mengakibatkan tidur berlebihan adalah anthistamin, obat psikotropika, metildopa dan antidepresan jenis trisikliik. Demikian pula kondisi-kondisi seperti post-infeksi, keletihan dan sindrom otak kronik.Gangguan siklus tidur jaga memendek dengan makin bertambahnya usia. Bangun lebih pagi dan cepat mengantuk pada malam hari merupakan hal yang wajar bagi usia lanjut. Pasien depresi mengeluh tidurnya kurang pulas dan mudah sekali terbangun oleh adanya perubahan suhu pada dini hari, sinar dan suara-suara hewan di pagi hari. Tidur REM lebih cepat datangnya sehingga biasanya mengalami mimpi-mimpi yang tidak menyenangkan. Berbeda dengan pasien depresi, pasien dengan anxietas lebih lama masuk tidur, sukar bangun pagi dan mimpi-mimpi menakutkan.Parasomnia merupakan perilaku tidur abnormal yang kadang-kadang terjadi pada usia lanjut yaitu kebingungan pada malam hari (nactural confusion), jalan sambil tidur, gangguan kejang, dekompensasi penyakit kardiovaskuler, mengompol dan reflux gastro-esophagus.

F. PSIKOGERIATRI

PengertianPsikogeriatri merupakan suatu pendekatan integrative adaptasi di kemudian hari. Dengan demikian , masalah dan perkembangan kehidupan selanjutnya harus dilihat dari bio-psiko-perspektif sosial-ekonomi, spiritual, lingkungan, psikologis, dan faktor biologis. Gejala penyakit psikogeriatri harus di pahami dengan mempertimbangkan gejala tertentu, kepribadian individu, sosial dan lingkungan budaya, dan reaksi psikologis individu peristiwa kehidupan tertentu.1. Ciri-ciri pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu:a. Keterbatasan fungsi tubuh, dengan makin meningkatnya usia.b. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative.c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :1) Ketergantungan pada orang lain 2) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan d. Hal yang menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak. Misal :panik, bingung, apatis dan depresif biasanya berasal dari stressor psikososial yang berat : kematianpasangan hidup dan keluarga, berurusan dengan hukum dan trauma psikis.2. Masalah di Bidang Psikogeriatria. Kesepian (loneliness)Biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat,terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnyamenderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguanpendengaran. Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti, karena bisa bertindakmenghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial penderita, di samping memberikanbantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila menang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.b. Duka cita (bereavement)Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seseorang penderita lanjut usia. Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yangsudah rapuh dari seorang lansia, yang akan memicu gangguan fisik dan kesehatannya. Periode 2 tahunpertama setelah ditinggal mati pasangan hidup merupakan periode yang rawan. Periode ini orang tersebutjustru harus dibiarkan untuk dapat mengekspresikan duka citanya tersebut. Sering diawali dengan perasaankosong, kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu episode depresi. Depresi akibat dukacita pada lansia biasanya tidak bersifat self limiting. Petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada episode tersebut berlalu diperlukan pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan keluhan, memberikan hiburan dimana perlu atau tidak membiarkan tiap episode berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan.c. DepresiSecara epidemologik, di negara barat depresi dikatakan terdapat 15-20% populasi usia lanjut dimasyarakat. Insidensi bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di institusi. Di Asia angkanya jauh lebihrendah. Keadaan ini diduga karena terdapat faktor sosio-kultural-religi yang berpengaruh positif. Hadimartoyo hanya mendapatkan angka 2,3% dari penderita lansia yang dirawat di bangsal geriatric akut yangmenderita depresi. Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapibiasanya bersifat multifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stres lingkungan sering menyebabkan depresi dankemampuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada usia lanjut seringkali tidak sebaik pada usiamuda.Anamnesis merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis depresi dan harus diarahkan pada pencarianterjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu, dan terdapatnya 5 atau lebih gejala depresi mayorseperti disebutkan pada definisi depresi diatas. Aloanamnesis dengan keluarga atau informan lain bisa sangatmembantu. Gejala depresi pada usia lanjut seiring hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktivitassosial, gangguan memori, perhatikan serta memburuknya kognitif secara nyata. Tanda disfori atau sedihyang jelas seringkali tidak terdapat. Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian darihal-hal yang sebelumnya disukai, penurunan nafsu makan, aktivitas atau sukar tidur.Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal :1) Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah danpenurunan berat badan.2) Golongan lanjut usia seringkali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan bahwa dia lebih aktif.3) Kecemasan, obsesionalitas, hysteria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru seringmenutupi depresinya. Penderita dengan hipokondria, misalnya justru sering dimasukkan ke bangsalpenyakit dalam atau bedah (misalnya karena diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya).4) Masalah sosial yang juga diderita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.

G. PENGKAJIAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL PADA GERIATRI

PengertianKemampuan fungsional adalah suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari hari secara mandiri. Penentuan kemampuan fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat. Beberapa sistem penilaian yang dikembangkan dalam pemeriksaan kemampuan fungsional, tersebut antara lain indeks Barthel yang dimodifikasi, indeks katz, indeks Kenny self-care, dan indeks activity daily living (ADL).1. Jenis jenis pengkajian kemampuan fungsionala. Indeks Barthel yang dimodifikasi.Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol defekasi, mengontrol berkemih. Cara penilaiannya antara lain : Makan, jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Berpindah dari kursi roda ketempat tidur dan sebaliknya termasuk duduk di tempat tidur ,Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5-10 dan jika mandiri 15. kebersihan diri(mencuci muka ,menyisir, mencukur, menggosok gigi) Jika memerlukan bantuan di beri nilai 0 dan jika mandiri 5. Aktivitas di toilet(mengelap, menyemprot) Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mandi, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 0 dan jika mandiri 5.Berjalan dijalan yang datar, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 10 dan jika mandiri 15. Naik turun tangga, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Berpakaian termasuk menggunakan sepatu, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontrol defekasi, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri 10. Mengontrol berkemih, Jika memerlukan bantuan di beri nilai 5 dan jika mandiri diberi nilai 10. Dengan penilaian: 0 - 20: ketergantungan penuh21 - 61: ketergantungan berat/sangat tergantung62 - 90 : ketergantungan moderat91 - 99 : ketergantungan ringan100: mandiri

b. Indeks KatzPengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal: makan,kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan berpakaian. Index Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktifitas fungsionalnya. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi Indeks Katz.

c. Indeks Kenny self careGugus tugas pada evaluasi ini merupkan pertimbangan untuk menilai sarat minimal kemandirian individu di rumah atau tempat lain dengan lingkungan terbatas. Hal yang dinilai meliputi tujuh kategori yaitu aktivitas di tempat tidur(bergeser di tempat tidur, bangun dan duduk), Berpindah (duduk, berdiri), ambulasi (berjalan , naik turun tangga, penggunaan kursi roda), berpakaian (anggota atas dan trunk bagian atas), hygiene (wajah, rambut, anggota atas, Trunk, anggota bawah), defekasi, berkemih, makan, dengan skala penilaian :0 : ketergantungan penuh1 : perlu bantuan banyak2: perlu bantuan sedang3 : perlu bantuan minimal/ pengawasan 4 : mandiri penuhHasil kemandirian merupakan jumlah rata-rata tiap bidang kemampuan.

d. Index Activity Daily Living (ADL).Indeks ADL menilai aktivitas fungsional dalam 16 bidang kemampuan, yaitu : berpindah dari lantai ke kursi, berpindah dari kursi ke tempat tidur, berjalan dalam ruangan, berjalan diluar, naik tangga, tangga, berpakaian, mencuci, mandi, menggunakan toilet, kontrol defekasi dan berkemih, berhias, menyikat gigi, menyiapkan minum teh/kopi, menggunakan kran, dan makan. Skala penilaian adalah 1(dapat melakukan tanpa bantuan), nilai 2 (dapat melakukan dengan bantuan), nilai 3(tidak dapat melakukan).

Daftar Pustaka :1. Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.2. Darmojo B. 2009. Geriatri ilmu kesehatan usia lanjut. Edisi keempat. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.3. Hidayat, A. Alimul. (2006). Pengantar kebutuhan dasar manusia: aplikasi konsep dan proses keperawatan. Jakarta: Salemba Medika4. Potter, Patricia A. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Proses dan praktik. Ed. 4. Jakarta: EGC5. Stanley M, Patricia GB. 2006 . Buku Ajar Keperawatan Gerontik . Jakarta : EGC.6. Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : EGC