tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di...

24
TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan DAS Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah yang dibatasi oleh pemisah alam (punggung bukit) yang menerima dan mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui sungai utama dan keluar pada satu titik outlet (Kartodihardjo et al. 2004). Pengertian fundamental DAS meliputi satu unit sistem alamiah yang terbentuk melalui proses input dan output yang di dalamnya terdapat beberapa subsistem (biofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan) untuk tujuan fungsi perlindungan dan fungsi produksi (Pasaribu 1998). Definisi dan pengertian fundamental DAS menunjukkan bahwa DAS terdiri dari wilayah yang lebih tinggi (hulu) dan wilayah yang lebih rendah (hilir). Hulu DAS merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS, terutama fungsi tata air dan mempunyai keterkaitan biogeofisik dengan bagian hilir (Asdak 2002). Definisi DAS juga menunjukkan bahwa input dari suatu DAS adalah air hujan dan komponen outputnya terdiri dari debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi, tanah dan air/sungai berperan sebagai processor. Setiap ada input pada DAS, maka proses yang telah dan sedang berlangsung dapat dievaluasi melalui output dari sistem DAS tersebut (Kartodihardjo et al. 2004). Pengelolaan DAS merupakan upaya memelihara dan meningkatkan fungsi hidrologis DAS untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia. Fungsi hidrologis DAS adalah fungsi atau proses yang dilakukan komponen DAS (tanah, topografi, vegetasi, penggunaan lahan, manusia) terhadap curah hujan sebagai input dari DAS. Fungsi atau proses tersebut meliputi pengurangan air melalui evapotranspirasi dan intersepsi, simpanan depresi dan infiltrasi. Bila fungsi-fungsi tersebut rusak, maka air akan keluar melalui permukaan terutama bila infiltrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya output DAS berupa debit aliran sungai, produktivitas sumberdaya dan kehidupan manusia di dalam DAS tersebut akan terganggu (Sinukaban 2005). Nugroho dan Cahyono (2004) mengemukakan bahwa pengelolaan lahan untuk usaha pertanian merupakan salah satu kegiatan pengelolaan DAS. Pertanian merupakan suatu sistem yang menggunakan input produksi (lahan, tenaga kerja, modal, manajemen) melalui suatu proses alam dan menghasilkan

Upload: lamkhanh

Post on 19-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan DAS

Daerah aliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah

yang dibatasi oleh pemisah alam (punggung bukit) yang menerima dan

mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui

sungai utama dan keluar pada satu titik outlet (Kartodihardjo et al. 2004).

Pengertian fundamental DAS meliputi satu unit sistem alamiah yang terbentuk

melalui proses input dan output yang di dalamnya terdapat beberapa subsistem

(biofisik, sosial, ekonomi, kelembagaan) untuk tujuan fungsi perlindungan dan

fungsi produksi (Pasaribu 1998).

Definisi dan pengertian fundamental DAS menunjukkan bahwa DAS terdiri

dari wilayah yang lebih tinggi (hulu) dan wilayah yang lebih rendah (hilir). Hulu

DAS merupakan bagian penting karena mempunyai fungsi perlindungan

terhadap keseluruhan DAS, terutama fungsi tata air dan mempunyai keterkaitan

biogeofisik dengan bagian hilir (Asdak 2002). Definisi DAS juga menunjukkan

bahwa input dari suatu DAS adalah air hujan dan komponen outputnya terdiri dari

debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi

dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi, tanah

dan air/sungai berperan sebagai processor. Setiap ada input pada DAS, maka

proses yang telah dan sedang berlangsung dapat dievaluasi melalui output dari

sistem DAS tersebut (Kartodihardjo et al. 2004).

Pengelolaan DAS merupakan upaya memelihara dan meningkatkan fungsi

hidrologis DAS untuk peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan manusia.

Fungsi hidrologis DAS adalah fungsi atau proses yang dilakukan komponen DAS

(tanah, topografi, vegetasi, penggunaan lahan, manusia) terhadap curah hujan

sebagai input dari DAS. Fungsi atau proses tersebut meliputi pengurangan air

melalui evapotranspirasi dan intersepsi, simpanan depresi dan infiltrasi. Bila

fungsi-fungsi tersebut rusak, maka air akan keluar melalui permukaan terutama

bila infiltrasi tidak berjalan sebagaimana mestinya. Akibatnya output DAS berupa

debit aliran sungai, produktivitas sumberdaya dan kehidupan manusia di dalam

DAS tersebut akan terganggu (Sinukaban 2005).

Nugroho dan Cahyono (2004) mengemukakan bahwa pengelolaan lahan

untuk usaha pertanian merupakan salah satu kegiatan pengelolaan DAS.

Pertanian merupakan suatu sistem yang menggunakan input produksi (lahan,

tenaga kerja, modal, manajemen) melalui suatu proses alam dan menghasilkan

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

11

produk pertanian sebagai output. Hal ini identik dengan pengelolaan DAS yang

juga dapat dikategorikan sebagai suatu sistem produksi, menggunakan

pengelolaan input sumberdaya alam (SDA) (tanah, air) untuk menghasilkan

output berupa barang dan jasa dengan konsekuensi adanya efek terhadap

sistem alam baik di wilayah tapak (on-site) maupun di wilayah sekitarnya (off-

site). Produksi pertanian, hasil hutan, peternakan dan air merupakan output

positif dari pengelolaan DAS; sedangkan erosi, sedimentasi, kehilangan unsur

hara, pencemaran, pendangkalan dan penurunan kualitas air sungai merupakan

output negatif.

Berdasarkan pengertian pengelolaan DAS, maka tujuan pengelolaan DAS

adalah keberlanjutan pemanfaatan semua sumberdaya di dalam DAS yang

diukur dari pendapatan, produksi, teknologi, erosi dan sedimentasi serta water

yield. Oleh karena itu terjadinya penurunan atau rusaknya fungsi hidrologis DAS

tercermin dari : a) makin meningkatnya luas lahan terdegradasi (lahan kiritis)

akibat suatu sistem pengelolaan; dan b) perubahan output DAS terutama erosi,

fluktuasi debit air, hasil sedimen dan material terlarut lainnya, serta makin

rendahnya produktivitas lahan (Grip et al. 2005).

Dalam rangka memperbaiki dan memelihara keberlanjutan fungsi hidrologis

DAS sangat diperlukan pemilihan teknologi dan strategi pengelolaan yang tepat

tergantung karakteristik DAS. Tidak ada resep umum yang dapat diberikan dalam

pengelolaan DAS termasuk untuk memecahkan permasalahan yang ada, namun

diperlukan pengelolaan dan teknologi spesifik lokasi yang mempertimbangkan

harus tercapainya sasaran konservasi lahan dan meningkatnya kesejahteraan

masyarakat di dalamnya (Agus dan Widianto 2004). Pengelolaan DAS yang

tepat sesuai karakteristik DAS diharapkan dapat memberikan kerangka kerja ke

arah tercapainya pembangunan yang berkelanjutan (Asdak 2002), karena

pengelolaan DAS tidak lain adalah pengelolaan SDA (hutan, tanah, air) berskala

DAS berdasarkan integrasi keterlibatan masyarakat, pengetahuan teknis dan

struktur organisasi beserta arah kebijakannya (Nugroho dan Cahyono 2004).

Aliran permukaan

Aliran permukan merupakan bagian dari hujan yang tidak diserap tanah dan

tidak tergenang di permukaan tanah, tetapi bergerak ke tempat lain yang lebih

rendah dan akhirnya terkumpul di dalam parit-parit atau saluran-saluran (Hillel

1981). Dengan demikian aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas

permukaan tanah dan merupakan bentuk aliran yang paling penting sebagai

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

12

penyebab erosi (Arsyad 2009), karena aliran permukaan mengangkut dan

mengikis tanah permukaan dan bagian-bagiannya dari tempat yang tinggi

ke tempat yang lebih rendah. Aliran permukaan hanya akan terjadi jika laju

presipitasi atau hujan melebihi laju air yang masuk ke dalam tanah dan mulai

terjadi bila laju infiltrasi, evaporasi dan intersepsi serta depresi pada permukaan

tanah telah terpenuhi (Schwab et al. 1981).

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya aliran permukaan dapat

dikelompokkan atas : 1) faktor presipitasi yaitu lamanya hujan, distribusi dan

intensitas hujan yang mempengaruhi laju dan volume aliran permukaan; dan

2) faktor DAS yaitu ukuran, bentuk, topografi, geologi dan kondisi permukaan

(Schwab et al. 1981). Jumlah dan kecepatan aliran permukaan akan meningkat

dengan semakin curamnya lereng, karena aliran permukaan dari bagian atas

akan menambah air ke lereng bagian bawah dan menyebabkan bertambahnya

kedalaman aliran (Troeh et al. 2004).

Hujan yang singkat mungkin tidak akan menimbulkan aliran permukaan,

sedangkan hujan dengan intensitas yang sama tetapi lebih lama akan

menimbulkan aliran permukaan. Dengan demikian total aliran permukaan untuk

suatu kejadian hujan berhubungan dengan lamanya hujan tersebut dengan

intensitas tertentu. Intensitas hujan mempunyai hubungan yang erat dengan

energi kinetik hujan yaitu meningkat dengan meningkatnya inensitas hujan

Energi kinetik hujan merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat.

Peningkatan intensitas hujan menyebabkan meningkatnya kerusakan agregat

dan struktur tanah lapisan atas serta penurunan laju permeabilitas, akibatnya

aliran permukaan akan meningkat (Arsyad 2009).

Sifat-sifat aliran permukaan yang menentukan kemampuannya untuk

menimbulkan erosi adalah jumlah, laju dan kecepatan aliran permukaan tersebut

serta gejolak atau turbulensi yang terjadi sewaktu air mengalir di permukaan

tanah. Air yang mengalir di permukaan tanah tersebut akan terkumpul di ujung

lereng sehingga lebih banyak air yang mengalir dan makin besar kecepatannya

di bagian bawah lereng daripada di bagian atas. Akibatnya tanah di bagian

bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada bagian atas (Arsyad 2009).

Aliran permukaan dari lahan pertanian biasanya meningkat dengan

meningkatnya kecuraman kereng, tetapi hubungan ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor yaitu jenis tanaman, kekasaran permukaan dan kejenuhan profil tanah.

Praktek konservasi tanah tertentu dapat mengurangi aliran permukaan tetapi

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

13

aliran akan selalu terjadi kecuali pada tanah permeabel yang datar. Aliran

permukaan dapat mencapai 75 % dari hujan pada tanah yang tidak permeabel,

lereng curam dan kondisi vegetasi jelek (Troeh et al. 2004). Vegetasi yang baik

akan memperlambat aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan

untuk mengurangi laju puncak aliran permukaan (Schwab et al. 1981).

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi aliran permukaan, maka

volume aliran permukaan dapat dikurangi dengan : 1) meningkatkan laju

infiltrasi, 2) meningkatkan ketahanan dan simpanan permukaan sehingga

memberikan kesempatan lebih lama bagi air berinfiltrasi ke dalam tanah, dan

3) meningkatkan intersepsi hujan dengan menanam tanaman atau menggunakan

sisa-sisa tanaman sebagai mulsa (Sinukaban 1989). Teknik budidaya yang

menghasilkan penutupan permukaan tanah yang rapat oleh tanaman, sisa

tanaman atau serasah yang banyak merupakan cara terbaik untuk menjaga

infilrasi yang tinggi dan mengurangi aliran permukaan (Troeh et al. 2004).

Erosi dan Selektivitas Erosi

Erosi adalah peristiwa pindah atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian

tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yaitu air atau angin

(Arsyad 2009). Namun pada sebagian besar daerah tropika basah (seperti

Indonesia) yang terpenting adalah erosi yang disebabkan oleh kekuatan jatuh

butir-butir hujan dan aliran permukaan (Sinukaban 1989).

Erosi menyebabkan hilangnya tanah yang subur dan baik untuk

pertumbuhan tanaman, berubahnya struktur tanah, berkurangnya jumlah dan

keanekaragaman mikroorganisme tanah, menurunnya laju infiltrasi dan akhirnya

menurunkan produktivitas tanah. Oleh karena menurunnya kualitas tanah untuk

pertumbuhan tanaman, maka erosi selanjutnya akan semakin meningkat. Erosi

yang serius menyebabkan lahan menjadi rusak, selanjutnya sedimen

menyebabkan pencemaran sungai yang akhirnya mengendap di dalam saluran

atau waduk atau danau (Arsyad 2009; Troeh et al. 2004; Sinukaban 1989).

Erosi membawa lapisan tanah permukaan yang umumnya lebih subur

(kaya bahan organik dan unsur hara) dibandingkan dengan lapisan bawah, dan

berarti erosi juga menyebabkan hilangnya unsur hara tanaman. Dalam peristiwa

erosi, fraksi halus tanah terangkut lebih dahulu dan lebih banyak dari fraksi yang

lebih kasar, sehingga kandungan liat sedimen lebih tinggi dari kandungan liat

tanah semula. Hal ini terkait dengan daya angkut aliran permukaan terhadap

butir-butir tanah yang berbeda berat jenisnya. Pemindahan partikel halus oleh

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

14

erosi menyebabkan peningkatan persentase pasir dan kerikil di permukaan

tanah, dan pada waktu yang sama mengurangi persentase debu dan liat

(Sinukaban 1981). Dengan demikian tanah yang telah mengalami erosi

bertekstur lebih kasar dibandingkan dengan sebelum tererosi. Kemudian oleh

karena bahan organik dan unsur hara tanah umumnya terikat pada fraksi bahan

halus (liat), maka sedimen atau tanah hasil erosi biasanya lebih kaya dengan

bahan organik dan unsur hara dibandingkan dengan tanah asalnya (tanah yang

tererosi) (Arsyad 2009). Pengkayaan juga dapat disebabkan oleh hanyutnya

bentuk-bentuk larut dari hara yang ada di dalam residu tanaman atau pupuk

organik dan anorganik yang digunakan di permukaan tanah, dan mudahnya

pengangkutan terhadap partikel-partikel yang densitasnya lebih kecil terutama

bahan organik (Elliot dan Wildung 1992; Sinukaban 1981).

Erosi akan bersifat selektif pada partikel-partikel halus jika erosi kecil dan

tidak selektif jika erosi besar, karena selektivitas erosi terjadi disebabkan oleh

keterbatasan energi aliran permukaan (Sinukaban 1981). Tingkat selektivitas

erosi dapat diukur dari nilai nisbah pengkayaan sedimen (NKS) atau Sediment

Enrichment Ratio yang didefinisikan sebagai perbandingan antara kandungan

bahan organik dan unsur hara di dalam tanah yang terbawa erosi (sedimen)

terhadap kandungannya di dalam tanah asalnya (Arsyad 2009).

Nilai NKS dari partikel-partikel halus dan distribusi ukuran partikel di dalam

sedimen sangat bervariasi tergantung pada mekanisme penghancuran dan

transportasi dari proses erosi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor (Sinukaban

1981). Arsyad (2009) mengemukakan bahwa NKS dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang mempengaruhi penghancuran agregat dan aliran permukaan. Jika dalam

proses erosi terjadi dominan penghancuran agregat sebelum pengangkutan

butir-butir tanah, maka nilai NKS akan besar; sebaliknya jika penghancuran

agregat tidak dominan, maka selektivitas erosi akan kecil dan nilai NKS akan

kecil. Demikian juga jika kecepatan aliran permukaan makin tinggi akibat lereng

yang makin curam, maka selektivitas erosi semakin kecil dan nilai NKS juga akan

kecil. Sebaliknya jika aliran permukaan menjadi lambat akibat lereng yang makin

landai atau oleh makin rapatnya tanaman dan makin banyaknya sisa tanaman

di permukaan tanah, maka nilai NKS akan makin besar.

Pada umumnya energi aliran permukaan akan menurun apabila terdapat

hambatan seperti adanya tindakan KTA, permukaan yang kasar atau sisa-sisa

tanaman di permukaan tanah. Oleh karena itu teknik pengelolaan tanah dan

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

15

tanaman yang dapat menurunkan energi aliran permukaan dapat meningkatkan

selektivitas erosi terhadap partikel-partikel halus, dan sekaligus menurunkan

jumlah tanah tererosi secara dramatis (Johnson et al. 1979). Oleh karena itu nilai

NKS cenderung meningkat dengan menurunnya jumlah tanah tererosi (Menzel

1980) dan memberi petunjuk tingkat atau kecepatan pemiskinan tanah serta

petunjuk untuk mengetahui apakah kehilangan hara merupakan faktor utama

penyebab penurunan produktivitas tanah (Stocking 1985 diacu dalam Arsyad

2009). Sinukaban (1981) menemukan NKS fraksi liat dari tanah lempung

berdebu 2.34 - 3.52 dengan pengolahan tanah konservasi, lebih tinggi dari nilai

NKS yang hanya 1.07 dengan pengolahan tanah konvensional. Banua (1994)

mendapatkan nilai NKS fraksi liat berkisar dari 0.98 - 1.66 dengan berbagai

tindakan konservasi tanah pada lahan berlereng 30 % yang ditanami kubis dan

kentang, sedangkan tanpa tindakan konservasi nilai NKS fraksi liat hanya 0.98.

Meningkatnya konsentrasi fraksi liat di dalam sedimen dengan makin

selektifnya erosi, diikuti dengan meningkatnya konsentrasi bahan organik dan

unsur hara di dalam sedimen tersebut. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar

bahan organik dan unsur hara terjerap pada partikel-partikel halus seperti liat dan

koloid (Soepardi 1983). Konsentrasi unsur hara di dalam sedimen dapat

50 persen lebih tinggi daripada konsentrasinya di tanah asal (Wischmeier dan

Smith 1978). Foth (1990) melaporkan bahwa tanah tererosi mempunyai

konsentrasi bahan organik, N-total, P dan K tersedia masing-masing 2.7, 2.7,

3.4, dan 19.3 kali lebih banyak dibandingkan konsentrasinya di tanah asal.

Banua (1994) melaporkan bahwa nilai NKS berkisar dari 0.99 - 1.57 untuk

C-organik, 1.06 - 3.35 untuk N-total, 2.4 - 9.88 untuk P-tersedia dan 1.13 - 1.81

untuk K-tersedia dengan perlakuan berbagai tindakan konservasi tanah. Nilai

NKS tertinggi adalah pada perlakuan tindakan konservasi yang menghasilkan

erosi terkecil (8.37 ton/ha), sebaliknya nilai NKS terendah pada perlakuan tanpa

tindakan konservasi yang menghasilkan erosi terbesar (66.55 ton/ha). Kemudian

Suganda et al. (1997) melaporkan bahwa kehilangan hara (241 kg N/ha, 80 kg

P2O5/ha, 18 kg K2O/ha) akibat erosi (65 ton/ha) pada lahan usahatani kentang

dengan guludan searah lereng, lebih besar dibandingkan dengan erosi (40.50

ton/ha) dan kehilangan hara (146 kg N/ha, 58 kg P2O5/ha, 13 kg KCl/ha) pada

penanaman dengan guludan searah kontur. Selanjutnya Sinukaban et al. (2007)

melaporkan bahwa pada pertanaman jagung-kacang tanah dengan perlakuan

mulsa di tanah Latosol Coklat Kemerahan Darmaga dengan kemiringan lereng

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

16

7 - 14 persen menunjukkan bahwa nilai NKS berkisar 3.3 - 9.4 untuk C-organik,

6.4 - 9.0 untuk N-total, 12.9 - 33.9 untuk P-tersedia dan 1.1 - 3.0 untuk K dan 1.4

- 3.6 untuk Mg. Dalam hal ini erosi menurun dari 96.1 ton/ha menjadi 39.1 ton/ha

akibat penggunaan mulsa yang sekaligus juga meningkatkan selektivitas erosi.

Suatu teknik konservasi tanah akan meningkatkan selektivitas erosi atau

nilai NKS. Namun karena teknik konservasi tersebut dapat menekan jumlah

tanah tererosi, maka teknik konservasi tersebut sekaligus juga akan menurunkan

jumlah bahan organik dan hara yang hilang terbawa erosi. Dalam hal ini jumlah

bahan organik dan hara yang hilang diduga dari konsentrasinya di dalam

sedimen terhadap jumlah tanah tererosi, karena dijelaskan oleh King (1990)

bahwa kehilangan unsur hara berhubungan langsung dengan jumlah tanah

tererosi dan merupakan fungsi dari konsentrasi hara tersebut di dalam sedimen.

Menurut Arsyad (2009) banyaknya unsur hara yang hilang oleh erosi bergantung

pada besarnya erosi dan unsur hara yang terkandung dalam bagian tanah yang

tererosi. Secara kasar banyaknya unsur hara yang hilang dari sebidang tanah

yang tererosi dihitung dengan mengalikan kandungan unsur hara tanah semula

dengan besarnya tanah tererosi. Namun lebih teliti jika jumlah hara yang hilang

diukur dengan mengalikan banyaknya sedimen dengan unsur hara yang terbawa

sedimen dan larut dalam air.

Usaha Pertanian di Hulu DAS dan Dampaknya

Sistem pertanian di hulu DAS umumnya merupakan pertanian lahan kering

yang dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pertanian yang dilaksanakan pada

lahan dengan tanah mineral, tanpa irigasi dan kebutuhan air bergantung hanya

pada curah hujan (Hadinugroho 2002). Lahan kering dapat didefinisikan sebagai

hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi air pada sebagian

besar waktu dalam setahun atau sepanjang waktu (Hidayat dan Mulyani 2002).

Oleh karena itu pertanian lahan kering umumnya sering dikaitkan dengan

pengertian usahatani bukan sawah oleh masyarakat di hulu DAS.

Pengembangan usahatani lahan kering di Indonesia selama ini umumnya

membuka hutan di hulu DAS dan belum menerapkan upaya KTA, kondisi ini

telah menyebabkan erosi dan sedimentasi yang cukup besar. Hal ini ditunjukkan

oleh beberapa hasil penelitian, diantaranya pembukaan hutan untuk usaha

pertanian (karena sempitnya lahan garapan petani) di DAS Limboto Kabupaten

Bone Bolongo menyebabkan laju erosi sebesar 317.67 ton/ha/tahun, dan

penurunan kedalaman Danau Limboto dari 14 m pada tahun 1934 menjadi

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

17

3 - 3.5 m pada tahun 1994 akibat sedimentasi (Setiawan dan Yudono 2002).

Kemudian di dataran tinggi Bedugul (daerah tangkapan air atau DTA Danau

Beratan, Bali), rata-rata erosi di seluruh DTA 102 ton/ha/tahun dan sedimentasi

di Danau Beratan 74 ton/tahun (13.47 ton/tahun berasal dari daerah kebun sayur,

65.140 ton/tahun dari lahan tandus) (Budihardja dan Syaifuddin 2003).

Selanjutnya dengan luas hutan dan kebun kopi masing-masing 42.6 % dan 9.9 %

dari luas DAS (DAS Tulang Bawang, Lampung) di Sub DAS Besai, jumlah air

hujan yang langsung masuk ke sungai < 10 % dan erosi yang terjadi 12.08

ton/ha/tahun (1975 - 1981). Namun dengan luas hutan dan kebun kopi masing-

masing 8.4 % dan 71.2 % luas DAS, jumlah air hujan yang masuk ke sungai

meningkat menjadi 24.5 % dan terjadi erosi 49.93 ton/ha/tahun (1996 - 1998)

(Sihite 2004). Hal ini menunjukkan bahwa penurunan luas hutan menjadi lahan

pertanian meningkatkan jumlah tanah tererosi dan air hujan yang langsung

masuk ke sungai, berarti juga meningkatkan sedimentasi.

Besarnya erosi pada usahatani di hulu DAS disebabkan kawasan hulu

tersebut umumnya dicirikan oleh lahan kering dengan jenis tanah yang peka

terhadap erosi, curah hujan tinggi dan topografi sebagian besar berbukit hingga

bergunung. Kemudian kebanyakan masyarakat yang bermukim disini dicirikan

oleh keterbatasan kondisi sosial-ekonomi, menggantungkan hidup dari sektor

pertanian dan bercocok tanam merupakan kegiatan utama untuk mencari nafkah

tetapi pemilikan lahan kecil (Hadinugroho 2002; Hidayat dan Mulyani 2002).

Berbagai keterbatasan tersebut menyebabkan penggunaan lahan oleh petani

umumnya secara konvensional yang tidak sesuai dengan kaidah KTA.

Perpaduan ciri biofisik lahan dan pengelolaan lahan intensif yang konvensional

mengakibatkan sistem pertanian lahan kering ini sangat peka terhadap erosi,

penurunan produktivitas dan degradasi lahan, serta penggunaan bahan kimia

yang berlebihan makin merugikan terhadap keberlanjutan produktivitas lahan dan

lingkungan. Oleh karena itu erosi merupakan masalah utama dalam

pengembangan pertanian di hulu DAS. Berdasarkan karakteristik lahannya,

maka pembangunan pertanian pada dataran tinggi di hulu DAS perlu diarahkan

untuk perbaikan dan pelestarian kondisi biofisik lahan, peningkatan produktivitas

melalui agroteknologi dan pemilihan komoditas yang mampu memberikan

pendapatan cukup tinggi secara berkelanjutan, didukung oleh sistem

kelembagaan yang kuat dengan program/kebijakan dan pendekatan lintas

sektoral yang mempertimbangkan perspektif masyarakat lokal (Nugroho 2002).

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

18

Andisol, Karakteristik dan Permasalahannya

Andisol merupakan salah satu ordo tanah pada lahan kering dataran tinggi

di hulu DAS (Dariah dan Husen 2004). Andisol yang termasuk tanah-tanah

pertanian utama lahan kering adalah : 1) Udands, Andisol yang berdrainase baik

di wilayah beriklim humid dengan rejim kelembaban tanah udik; 2) Ustands,

Andisol yang terdapat di wilayah agak kering sampai kering dengan rejim

kelembaban tanah ustik; dan 3) Vitrands, Andisol yang bertekstur agak kasar

dengan kandungan gelas volkan yang tinggi (Hidayat dan Mulyani 2002).

Andisol adalah tanah-tanah yang mempunyai lapisan < 36 cm dengan sifat

andik pada kedalaman > 60 cm (Hardjowigeno 2010). Sifat umum Andisol

adalah fraksi debu dan pasir halus berupa gelas vulkanik dengan mineral

ferromagnesium, dan fraksi liat sebagian besar berupa alofan berkembang dan

juga mengandung halloysit. Kemudian ciri Andisol adalah sebagai berikut :

1) Ciri morfologi, horizon A1 tebal bewarna kelam, coklat sampai hitam, sangat

porous, gembur, tak liat (non plastik), tak lekat (non sticky), struktur remah,

mengandung bahan organik 8 - 30 persen dengan pH 4.5 - 6.0, beralih tegas ke

horizon B2 berwarna kuning sampai coklat, struktur gumpal dengan granulasi

yang tak pulih dengan bahan organik antara 2 - 8 persen, atau beralih ke horison

C berbentuk batang gibsit dari oxida Al atau Fe; 2) Sifat mineralogi, fraksi debu

dan pasir halus berupa gelas vulkanis dan mineral feromagnesium, fraksi

lempung sebagian besar allophan dan berkembang menjadi hallosit; dan 3) Sifat

fisika-kimia, kejenuhan basa (KB) rendah dengan kapasitas tukar kation (KTK)

tinggi, nisbah C/N rendah dan kadar P rendah karena terfiksasi kuat

(Darmawijaya 1997). Hardjowigeno (2003) menambahkan bahwa pada Andisol

sering terjadi penambahan abu vulkanik yang menyebabkan terjadinya stratifikasi

atau pembentukan Andisol yang baru (lapisan tanah baru). Oleh karena itu

dapat ditemukan Andisol yang berlapis karena adanya stratifikasi tersebut.

Hasil analisis Andisols dari berbagai wilayah menunjukkan bahwa Andisols

memiliki tekstur bervariasi dari berliat (30 - 65 persen liat) sampai berlempung

kasar (10 - 20 persen liat), namun sebagian besar berlempung halus sampai

berlempung kasar. Reaksi tanah umumnya agak masam (5.6 - 6.5), kandungan

bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi dan lapisan bawah umumnya

rendah dengan rasio C/N tergolong rendah (6 - 10). Kandungan P dan K

potensial sebagian sedang sampai tinggi, sebagian lagi rendah sampai sedang

dan umumnya kandungan lapisan atas lebih tinggi dari pada lapisan bawahnya.

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

19

Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sedang sampai tinggi, didominasi oleh

ion Ca dan Mg dan sebagian juga K, KTK sebagian besar sedang sampai tinggi

dengan KB umumnya sedang. Dengan demikian kesuburan alami Andisol

termasuk sedang hingga tinggi (Hidayat dan Mulyani 2002). Kadar C-organik

tanah Andisol yang umumnya tinggi disebabkan oleh dekomposisi bahan organik

pada Andisol relatif lambat akibat adanya hidroksida alumunium amorfous pada

suhu udara yang dingin (Djaenuddin 2004).

Menurut Prasetyo (2005) Andisol di Indonesia umumnya mempunyai sifat

gembur sehingga mudah diolah dan baik untuk pertumbuhan akar tanaman,

solum dalam, kapasitas menyimpan air tinggi, KTK dan KB sedang hingga tinggi,

cadangan hara (berupa mineral mudah lapuk) tinggi. Oleh karena itu secara

umum Andisol mempunyai potensi kesuburan tanah tergolong tinggi dan

umumnya dimanfaatkan untuk pertanian pangan lahan kering, hortikultura

sayuran dan perkebunan. Hidayat dan Mulyani (2002) menjelaskan bahwa

komoditas tanaman yang disarankan pada lahan kering Andisol di dataran tinggi

beriklim basah adalah tanaman serealia (jagung), umbi-umbian (ubi jalar),

hortikultura sayuran (kentang, kubis, tomat, buncis, wortel), bunga-bungaan

(sedap malam, mawar), tembakau, teh, kopi arabika, kayumanis, vanili dan buah-

buahan (alpokat, markisa).

Kurnia et al. (2004) mengemukakan bahwa Andisol yang merupakan salah

satu ordo tanah pada kawasan usahatani sayuran dataran tinggi tergolong rentan

atau mudah tererosi meskipun umumnya mempunyai sifat fisika yang baik,

karena tekstur tanahnya mengandung fraksi debu lebih banyak (mempunyai sifat

”thixotropic”, tanah licin dan berair bila dipirit) dan umumnya berada pada

topografi berlereng dengan curah hujan tinggi. Dariah dan Husen (2004)

menambahkan bahwa tanah-tanah yang mempunyai sifat Andik seperti Andisol

mempunyai porositas yang tinggi sehingga air lebih mudah masuk ke dalam

tanah, namun karena teksturnya didominasi oleh fraksi ringan (debu) yang

sangat mudah terangkut oleh aliran permukaan, maka tanah menjadi sangat

mudah tererosi begitu tanah tersebut jenuh dan terjadi aliran permukaan.

Berdasarkan sifat dan ciri Andisol, maka permasalahan utama Andisol

secara alami adalah tingginya bahaya erosi dan longsor akibat adanya sifat

”thixotropic”, lereng yang terjal, adanya lapisan kedap air yang berupa tanah atau

batuan di bawah Andisol. Kendala pemanfaatan Andisol untuk usaha pertanian

adalah tingginya retensi P (> 80 %) dan pada Andisol masam ditemukan

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

20

kejenuhan Al tinggi yang dapat meracuni tanaman. Kemudian letaknya di

dataran tinggi dan lerengnya yang terjal menyebabkan erosi dan pencucian hara

atau bahan organik cukup intensif, sedangkan dominasi mineral amorf dan

kompleks Al-humus berpotensi mengurangi ketersediaan P untuk tanaman.

Penambahan P dan bahan organik banyak disarankan untuk mengatasi masalah

retensi P, arah barisan tanaman atau guludan searah kontur atau memotong

lereng merupakan teknik KTA yang dinilai mampu mengendalikan aliran

permukaan dan erosi (Prasetyo 2005).

Usahatani Kentang Dataran Tinggi

Sayuran dataran tinggi mempunyai peran strategis dan memperoleh

prioritas pengembangan dalam pembangunan pertanian nasional terutama

kentang, kubis, cabe, bawang merah dan tomat yang merupakan komoditas

sayuran unggulan nasional. Permintaan sayuran dataran tinggi cenderung

meningkat baik dalam bentuk segar maupun olahan seiring dengan

meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat, berkembangnya

industri makanan dan makin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya

konsumsi sayuran. Sayuran dataran tinggi juga merupakan salah satu komoditas

yang berperan penting dalam mendukung ketahanan pangan nasional.

Pengembangan sistem ketahanan pangan sangat diperlukan karena terkait erat

dengan kemiskinan, ketahanan sosial dan stabilitas ekonomi. Kemiskinan akan

berakibat pada ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar

pangan bagi suatu kehidupan yang layak dan berakibat pada kurangnya

kemampuan untuk melakukan ekonomi produktif. Sejumlah usahatani sayuran di

Indonesia mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif karena efisien

secara finansial dalam pemanfaatan sumberdaya (Saptana et al. 2007) dan

dapat memberikan keuntungan finansial lebih besar dibandingkan dengan

usahatani tanaman pangan maupun kebun campuran (Irawan et al. 2004).

Kentang merupakan salah satu high value comodity yang dapat memberikan

penghasilan lebih baik, potensi bisnis cukup tinggi, segmen usaha dapat dipilih

sesuai dengan modal, dan paling berpeluang untuk pengembangan agribisnis

dan agroindustri dibandingkan sayuran lainnya (Saptana et al. 2005; Sumarno

2000). Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan pangan melalui pengembangan

usahatani sayuran dataran tinggi berbasis kentang merupakan salah satu

langkah strategis pengentasan kemiskinan.

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

21

Secara umum dataran tinggi di hulu DAS mempunyai iklim yang memenuhi

persyaratan optimum untuk pengembangan berbagai komoditas sayuran

termasuk kentang. Suhu rendah dan curah hujan di dataran tinggi yang hampir

merata sepanjang tahun memungkinkan usahatani sayuran dapat diusahakan

sepanjang tahun (Kurnia et al. 2004). Dengan kata lain kentang adaptif dengan

kondisi agroklimat lahan kering dataran tinggi yang umumnya berlereng, namun

dihadapkan pada banyak kendala terutama tingginya serangan hama dan

penyakit atau organisme pengganggu tanaman (OPT) (Sunarjono 2007).

Menurut Lutaladio et al. (2009) faktor kendala pengembangan usahatani

kentang berkelanjutan dapat dibedakan atas faktor teknis, faktor sosial-ekonomi

dan faktor kelembagaan dan kebijakan. Faktor teknis meliputi karakteristik

biologi kentang, sistem perbenihan/pembibitan yang terbatas, dan faktor hama

dan penyakit. Faktor sosial-ekonomis meliputi biaya produksi yang tinggi dan

kurangnya fasilitas kredit, instabilitas harga, pasar lokal tidak efisien, dan

terbatasnya akses terhadap pasar yang bernilai lebih tinggi. Hama dan penyakit

merupakan kendala yang cukup besar dalam usahatani kentang dan penyakit

utama tanaman kentang adalah late blight dan bacterial wilt, sedangkan hama

utama adalah aphids, tuber moths dan leaf miners.

Dalam CIP-Balitsa tahun 1999 telah terinventarisasi sebanyak 72 jenis OPT

pada tanaman kentang yang terdiri atas 4 bakteri patogen, 13 cendawan

patogen, 15 virus patogen, 1 mikroplasma patogen, 8 penyakit fisiologi (abiottik)

dan 31 jenis hama. Namun kelompok OPT yang umum menyerang tanaman

kentang dataran tinggi adalah Phytophthora infestans (penyakit busuk batang

dan daun), Fusarium oxysporum (penyakit layu fusarium), Alternaria solani

(penyakit becak daun alternaria), Ralstonia solanacearum (penyakit layu bakteri),

Meloidogyne spp (nematoda bengkak akar), nematoda sista kentang (NSK), virus

kompleks (penyakit mosaik), trips (Thrips palmi), ulat daun/umbi kentang

(Phthorimaea operculella), tungau (Polyphagotarsonemus latus dan Tetranychus

sp), kutu daun persik (Myzus persicae), lalat pengorok daun (Liriomyza sp),

orong-orong (Gryllotalpha) dan kutu kebul (Bemisia tabaci) (Duriat et al. 2006).

Menurut Purwantisari et al. (2008) penyakit busuk batang dan daun

tanaman kentang oleh P. infestans merupakan masalah krusial atau paling serius

diantara penyakit yang menyerang tanaman kentang di Indonesia. Belum ada

fungisida yang benar-benar efektif dan belum ada varietas kentang yang benar-

benar tahan terhadap penyakit tersebut. Patogen tersebut dapat menyerang

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

22

daun, batang dan umbi di dalam tanah dan sangat berpotensi terjadi pada

daerah dingin dan lembab, dapat menurunkan produksi kentang hingga 90 %.

Gejala pada daun berupa hawar (blight) atau bercak abu-abu yang berukuran

besar dengan bagian tengah agak gelap dan agak basah. Oleh karena itu kasus

penyakit busuk daun dan batang oleh P. infestans sering terjadi di dataran tinggi

bersuhu rendah dan kelembaban tinggi.

Selain masalah hama dan penyakit tanaman, usahatani kentang datarn

tinggi dihadapkan pada masalah erosi. Umumnya budidaya sayuran dataran

tinggi dilakukan secara intensif pada lahan berlereng dengan tanah yang

didominasi oleh Andisol yang umumnya peka terhadap erosi (Kurnia et al. 2004).

Andisol yang umumnya gembur dan mempunyai porositas baik sangat cocok

untuk pengembangan tanaman sayuran termasuk kentang (Hidayat dan Mulyani

2002), karena tanaman kentang tumbuh dan produktif pada tanah-tanah ringan

yang dicirikan oleh sedikit pasir dan kaya bahan organik serta gembur dengan

aerase yang baik (Sunarjono 2007).

Umumnya petani menanam kentang dan sayuran lainnya dengan guludan

atau bedengan (raised bed) selebar 0.7 - 1.2 m dan searah lereng. Selain untuk

menciptakan kondisi drainase dan aerase yang baik, guludan searah lereng

dimaksudkan untuk memudahkan penanaman, pemeliharaan dan panen.

Namun parit atau saluran diantara guludan searah lereng akan mempercepat

aliran permukaan dan menyebabkan tanahnya makin mudah tererosi. Kondisi ini

akan mempercepat hilangnya tanah lapisan atas yang subur, sehingga akibat

usahatani sayuran yang terus menerus pada gilirannya akan menyebabkan

kerusakan atau degradasi lahan (Kurnia et al. 2004).

Hasil penelitian di pegunungan Tengger/Bromo menunjukkan bahwa pada

lahan usahatani kentang dan sayuran lainnya terjadi erosi 100 - 200 ton/ha/tahun

(Suryanata et al. 1998), dan rata-rata erosi pada pertanaman kentang 150 - 200

ton/ha/tahun akibat penanaman dengan guludan searah lereng (Saefuddin et al.

1988). Pada lahan usahatani kentang tanpa teknik KTA di daerah perbukitan

Loudian Site Propinsi Guizhou Cina terjadi erosi sebesar 102.3 ton/ha/tahun

(Sajjapongse et al. 2002). Pada usahatani kentang dan sayuran di dataran tinggi

Dieng (Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah) erosi setiap tahun jauh lebih

besar dari Etol (8 - 13 ton/ha/tahun) akibat penanaman terus menerus sepanjang

tahun (3 - 5 kali tergantung jenis tanaman), karena terjadi erosi 10.5 ton/ha dan

aliran permukaan 457.57 m3/ha per musim tanam (Haryati dan Kurnia 2000).

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

23

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa penanaman kentang dengan

guludan searah lereng dan searah kontur pada lereng 30 % di Desa Sukamanah

Kecamatan Pengalengan masing-masing menyebabkan erosi sebesar 15.7

ton/ha dan 6.6 ton/ha setiap musim tanam pada tahun 1992 (Hermawati 1992),

32 ton/ha dan 6 ton/ha pada tahun 1994 (Banua 1994), 56.31 ton/ha dan 26.31

ton/ha pada tahun 2004 (Katharina 2007). Penerapan teknik konservasi di DAS

Citere Kecamatan Pengalengan dengan usahatani dominan kentang dan kubis

tahun 1993 - 1995 dapat menurunkan aliran permukaan dan annual water yield

serta meningkatkan base flow (Sinukaban et al. 1998). Namun fakta di lapangan

menunjukkan bahwa penerapan teknik konservasi tanah belum merupakan

bagian dari pengelolaan lahan yang dilakukan oleh petani sayuran umumnya.

Menurut Kurnia et al. (2004) sebagian petani sayuran di dataran tinggi telah

cukup mengerti bahwa tanpa teknik konservasi tanah akan menyebabkan

hanyutnya tanah pada lahan usahataninya. Namun petani enggan menerapkan

penanaman pada guludan memotong lereng pada lahan usahataninya terutama

kentang umumnya karena : 1) sulit, berat dan membutuhkan waktu yang lama

dalam mengerjakannya; 2) setelah hujan dapat menyebabkan genangan air

pada saluran diantara guludan yang dapat meningkatkan kelembaban tanah

di dalam guludan tersebut dan merupakan media bagi berkembangnya jamur

penyebab penyakit busuk akar atau umbi; dan 3) penerapan teknik konservasi

tanah dianggap membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat bekerja

efektif, sedangkan tanaman sayuran umumnya berumur pendek sehingga

penerapan teknik konservasi tersebut tidak segera memberikan keuntungan

langsung. Dariah dan Husen (2004) menambahkan bahwa petani sayuran belum

menerapkan teknik konservasi tanah disebabkan oleh produksi sayuran akan

menurun karena berkurangnya areal tanam (Tabel 1). Pengurangan luas bidang

olah atau areal tanam yang berdampak pada pengurangan populasi tanaman

merupakan faktor yang sering dipertimbangkan dalam pemilihan alternatif teknik

konservasi tanah, karena pada gilirannya juga akan sangat menentukan tingkat

adopsi petani terhadap teknik konservasi yang diintroduksikan. Namun

pengurangan areal tanam tersebut dapat dikompensasi dengan menanam

tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi. Sebagian petani, khususnya petani

dengan penguasaan lahan yang sempit tidak memiliki modal yang cukup untuk

membuat bangunan konservasi. Menurut Suganda et al. (1997) pembuatan

guludan searah kontur menyebabkan populasi tanaman berkurang 3 - 30 persen.

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

24

Tabel 1 Perkiraan pengurangan areal tanam sebagai dampak dari aplikas teknik konservasi tanah pada lahan sayuran

Kemiringan lahan(%)

Pengurangan areal tanam (%) akibat penerapanGuludan searah

konturStrip rumput

searah konturTeras bangku

< 10 < 6 < 3 < 1410 - 15 6 - 9 3 - 6 14 - 2215 - 20 9 - 12 6 - 9 22 - 2920 - 25 12 - 15 9 - 12 29 - 3625 - 30 15 - 18 12 - 15 36 - 42 > 30 > 18 > 15 > 42

Tenaga kerja (HOK/ha), tergantung kemiringan lahan 60 - 160 4 - 40 600 - 1200

Sumber : Suganda et al. (1997)

Kekhawatiran petani bahwa pertumbuhan akan terganggu dan produksi

kentang akan menurun bila ditanam dengan guludan memotong lereng telah

terjawab oleh beberapa hasil penelitian. Hasil kentang pada lahan usahatani di

Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur (Andic Dystropepts, kemiringan lereng

9 - 22 persen) tidak berbeda nyata antara penanaman pada guludan searah

lereng dan guludan memotong lereng (searah kontur). Penanaman pada

guludan searah lereng dan dipotong guludan memotong leteng pada setiap jarak

4.5 m merupakan alternatif lain yang cukup efektif mengendalikan aliran

permukaan, erosi dan kehilangan hara selain penanaman dengan guludan

searah kontur (Suganda et al. 1999). Kemudian pertumbuhan dan hasil kentang

di dataran tinggi Dieng (Andosol, kemiringan 5 - 15 persen) juga tidak berbeda

nyata, tetapi erosi pada penanaman kentang dengan guludan sejajar kontur dan

miring 450 terhadap kontur dan setiap 6 m dipotong guludan memotong lereng

yang ditanami Flemingia nyata lebih kecil dibandingkan dengan penanaman

dengan guludan searah lereng (Haryati dan Kurnia 2000). Selanjutnya

penanaman kentang pada tanah Andosol (kemiringan lereng 3 - 50 persen)

dengan guludan miring 15 - 30 derajat terhadap kontur pada 31 % areal DAS

Citere Jawa Barat dapat mengurangi total aliran permukaan, quickflow dan

annual water yield (Sinukaban et al. 1998).

Berdasarkan karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh tanaman kentang,

maka teknik konservasi tanah pada lahan usahatani berbasis tanaman sayuran

bersifat spesifik. Selain harus efektif mengendalikan aliran permukaan dan erosi,

teknik konservasi tanah yang akan diaplikasikan juga harus dapat menciptakan

kondisi drainase yang baik karena umumnya tanaman sayuran sangat sensitif

terhadap penyakit bila drainase tanah buruk. Dalam hal ini perlu dikembangkan

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

25

teknik konservasi tanah yang merupakan penyempurnaan atau pengembangan

cara yang biasa dilakukan petani (Dariah dan Husen 2004). Dengan kata lain

teknik konservasi tanah yang dapat diterima petani sayuran terutama kentang

adalah penerapan guludan yang sesuai dengan agroekosistem setempat tanpa

mengabaikan kebiasaan petani dan erosi dapat dikendalikan hingga < Etol dan

tidak menurunkan hasil (Kurnia et al. 2004).

Faktor lain yang mempengaruhi produksi sayuran dataran tinggi umumnya

dan kentang khususnya adalah kesuburan tanah dan kultur teknik yang biasa

disebut dengan crop and soil management, good agricultural practices (GAPs)

atau sapta usahatani hortikultura yang meliputi pengolahan tanah, pemupukan,

pemilihan bibit (varietas), pengaturan jarak tanam, perawatan tanaman dan

pengendalian hama, penyakit dan gulma. Faktor kultur teknik ini sangat penting

karena mampu memanipulasi atau meningkatkan produktivitas lahan dan

tanaman kentang sangat responsif terhadap GAPs (Sunarjono 2007).

Menurut Latuladio et al. (2009) GAPs hendaknya diaplikasikan pada skala

lebih luas dalam sistem pertanian dan diaplikasikan melalui metode sistem

pertanian berkelanjutan seperti integrated pest management, integrated water

and fertilizer management, dan pertanian konservasi. Dalam hal ini GAPs

berdasarkan pada 4 prinsip yaitu : 1) memproduksi produk pertanian dan

makanan bernutrisi dan aman dalam jumlah yang cukup, secara ekonomis dan

efisien; 2) produksi tanaman meningkat dan berkesinambungan; 3) menjaga

agar bentuk-bentuk usaha pertanian (farming enterprise) bergairah dan

berkontribusi terhadap peningkatan lapangan pekerjaan; serta 4) mencukupi

kebutuhan sosial dan kultural masyarakat.

Contoh GAPs dalam pengelolaan tanah antara lain mengurangi erosi

melalui hedging dan ditching, menggunakan pupuk pada waktu yang tepat dalam

dosis yang cukup (berdasarkan analisis tanah dan kebutuhan tanaman) untuk

menghindari extra-cost dan kemungkinan terbawa aliran permukaan atau

leaching, menjaga kadar bahan organik tanah melalui penggunaan pupuk

kandang, penanaman dan/atau rotasi tanaman dengan tanaman rumput,

memelihara struktur tanah melalui pencegahan pemadatan tanah dan

pembatasan pengunaan alat-alat berat dan praktek pengolahan tanah yang tidak

penting dan melalui penggunaan cover crops, penerapan zero-tillage dan

memelihara penutupan permukaan tanah untuk mengurangi evaporasi dan

memperbaiki struktur tanah dan infiltrasi air (Latuladio et al. 2009). Menurut

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

26

Suwandi (2009) penerapan GAPs dalam usahatani sayuran bertujuan untuk

menghindari atau meminimalkan resiko (bahaya keamanan pangan, kerusakan

lingkungan, kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan pekerja) untuk

meningkatkan daya saing produk sayuran. Oleh karena itu salah satu aspek

penting yang menjadi standar dalam penerapan GAPs dalam usahatani sayuran

adalah pengelolaan unsur hara (pemupukan) yang efisien dan ramah lingkungan.

Katharina (2007) melaporkan bahwa usahatani kentang di Kecamatan

Pengalengan tidak sesuai dengan kaidah KTA dan tidak sepenuhnya

menerapkan teknik budidaya yang dianjurkan. Kontinuitas usahatani dan

produksi kentang terjadi karena dukungan input (pupuk dan pestisida) dalam

jumlah besar dan makin tinggi setiap musim tanam. Kondisi ini juga ditemukan

pada usahatani kentang di Kabupaten Kerinci, Jambi. Edi et al. (2005)

melaporkan bahwa sebagian besar petani kentang di Kecamatan Kayu Aro,

Kabupaten Kerinci menggunakan pupuk anorganik (terutama pupuk P) dalam

jumlah besar dan tidak berimbang serta pestisida berlebihan. Nugroho et al.

(2004) melaporkan bahwa petani kentang di Kabupaten Kerinci umumnya

menggunakan bibit berkualitas rendah (asal-usul bibit tidak diketahui), hanya

sebagian kecil yang menggunakan bibit unggul karena lebih mahal. Selain itu

petani umumnya menggunakan bibit tersebut secara terus menerus dan

mengalami kemunduran pertumbuhan dari pertanaman pertama ke pertanaman

berikutnya, sehingga akhirnya tidak lagi memberikan keuntungan yang optimal.

Dengan demikian budidaya kentang dataran tinggi umumnya dilakukan secara

konvensional, tidak sesuai dengan kaidah konservasi tanah dan teknik budidaya

yang dianjurkan.

Hasil penelitian di Desa Kebun Baru Kecamatan Kayu Aro menunjukkan

bahwa paket teknologi berupa bibit yang belum mengalami degenerasi dan jelas

asal usulnya, jarak tanam 80 cm x 30 cm, pengendalian OPT dengan

penyemprotan fungisida yang tepat memberikan hasil kentang dan pendapatan

petani jauh lebih besar dibandingkan dengan cara petani (Nugroho et al. 2004).

Hasil penelitian lain juga di Desa Kebun Baru menunjukkan bahwa paket

pemupukan dengan dosis rekomendasi BPTP (Badan Pengkajian Teknologi

Pertanian) Jambi (150 kg Urea, 150 kg ZA, 350 kg SP-36, 200 hg KCl per hektar)

memberikan produktivitas kentang lebih tinggi (19.70 ton/ha) dan benefit cost

ratio lebih besar dari satu (BCR > 1) dibandingkan dengan produktivita pada

penanaman dengan paket pemupukan petani (195 kg Urea, 920 kg SP-36,

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

27

329 kg KCl, 185 kg ZA per hektar, BCR < 1 (Edi et al. 2003). Dilaporkan juga

bahwa biaya yang paling banyak dikeluarkan petani kentang di Desa Kebun

Baru, Kecamatan Kayu Aro adalah untuk pembelian bibit (55.31%), kemudian

biaya pupuk (17.45 %), biaya tenaga kerja (16.81 %), dan biaya pestisida

(10.43 %) (Adri et al. 2006).

Sistem Pertanian Berkelanjutan

Dalam rangka meningkatkan produktivitas usahatani dan menekan

dampaknya terhadap lingkungan, maka sistem usahatani konvensional perlu

diubah menjadi sistem usahatani konservasi untuk mewujudkan sistem pertanian

berkelanjutan yang memiliki ciri pemanfaatan sumberdaya efisien dan efektif

serta pengendalian degradasi lahan terutama akibat erosi dan teknik budidaya

yang tidak sesuai dengan kondisi tanah dan kebutuhan tanaman. Secara umum

dalam sistem produksi pertanian yang berkelanjutan harus terjadi transformasi

pertanian dari subsisten menjadi pertanian produktif yang tangguh, sehingga

sistem pertanian tersebut dapat mengurangi kemiskinan dengan memberikan

pendapatan yang cukup dan pada waktu yang sama juga mengkoservasi

sumberdaya lahan secara efektif (Khisa 2002).

Keberlanjutan produksi pertanian ditentukan oleh interaksi mutual antara

faktor biofisik lahan dan sosial-ekonomi sumberdaya yang membangun dasar

produksi, termasuk pengakuan dan attitude masyarakat yang juga penting untuk

mencapai keberlanjutan tersebut (Minami 1997). Oleh karena itu di bidang

pertanian, konsep keberlanjutan mengandung pengertian bahwa pengembangan

produk pertanian harus tetap memelihara kelestarian SDA dan lingkungan hidup,

guna menjaga keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang dan lintas generasi

(Suryanata et al. 1998). Dengan demikian sustainability merupakan suatu

konsep yang dinamis dan pertanian berkelanjutan mencakup keberhasilan

pengelolaan sumberdaya untuk pertanian dalam rangka memenuhi kebutuhan

manusia yang selalu berubah sekaligus memelihara atau meningkatkan kualitas

lingkungan dan konservasi SDA (Harwood dan Kassam 2003).

Berdasarkan prinsipnya, sistem pertanian berkelanjutan harus selalu

memasukkan aspek sosial, ekonomi dan ekologi (Belcher et al. 2004; Derpsch

dan Moriya 1998). Sistem pertanian berkelanjutan didefinisikan sebagai suatu

sistem pertanian yang mencakup pengelolaan dan konservasi SDA (lahan, air,

tanaman), berorientasi teknologi dan institusional yang menjamin hasil yang

diperoleh dapat memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidup manusia masa

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

28

kini dan generasi mendatang, menguntungkan secara ekonomi dan secara sosial

dapat diterima (Bab 14 Agenda 21 Indonesia, Kantor Menteri Negara Lingkungan

Hidup 1997).

Indikator Sistem Pertanian Berkelanjutan

Identifikasi keberlanjutan suatu agroekosistem atau usahatani merupakan

prasyarat dalam menerapkan konsep keberlanjutan, sebagai kriteria untuk

mengidentifikasi kendala, menilai dan memperbaiki kegiatan atau kebijakan

pertanian (Adnyana 1999). Keberlanjutan agroekosistem yang kompleks dapat

dievaluasi melalui monitoring perubahan dalam agroekosistem atau dari

parameter output yang meliputi komponen ekonomi dan biofisik sistem tersebut,

karena saling pengaruh antara produksi dan kualitas tanah merupakan faktor

penting yang mengendalikan keberlanjutan sistem tersebut (Belcher et al. 2004).

Berdasarkan definisi dan tujuannya, maka indikator keberlanjutan suatu sistem

pertanian harus mencakup semua aspek yang terkandung di dalamnya terutama

aspek ekonomi, ekologi, sosial dan teknologi. Namun yang terpenting dalam

menentukan indikator keberlanjutan bukan pengelompokan aspek-aspek

tersebut, melainkan variabel dan kriteria setiap aspek yang dapat digunakan

untuk menilai status keberlanjutan sistem tersebut (Mersyah 2005).

Menurut Sinukaban (2007) ada tiga ciri utama suatu sistem pertanian

berkelanjutan yaitu : 1) pendapatan petani atau produksi usahatani harus cukup

tinggi sehingga petani bergairah meneruskan usahanya, jika pendapatannya

tidak mencukupi cepat atau lambat petani akan mengganti usahanya; 2) erosi

dalam sistem usahatani tersebut harus lebih kecil dari Etol agar produktivitas

yang tinggi dapat dipertahankan atau ditingkatkan secara terus menerus, jika

erosi > Etol maka produktivitas akan menurun dan cepat atau lambat tidak

memberikan hasil yang optimal; dan 3) teknologi pertanian atau sistem produksi

yang dianjurkan harus dapat diterapkan dan dikembangkan oleh petani terus

menerus dengan pengetahuan dan sumberdaya lokal secara substansial, jika

teknologi yang dianjurkan tidak dapat diterapkan oleh petani, maka petani akan

mengganti dengan teknologi yang mampu diterapkannya. Oleh karena itu dalam

rangka tercapainya sistem pertanian yang berkelanjutan, pendapatan petani

yang cukup tinggi harus dipenuhi berapapun luas areal atau lahan usahanya.

Jika pendapatan dari usaha pertanian tidak mencukupi, harus dicari usaha lain

dan harus direncanakan agar semua anggota enterprise dapat sustainable untuk

hidup layak. Dengan kata lain dalam dimensi ekonomi, kebutuhan hidup layak

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

29

(KHL) bagi petani dapat dipenuhi melalui produktivitas yang tinggi baik dari

usahatani maupun di luar usahatani.

Kebutuhan hidup layak adalah kebutuhan untuk hidup sehat minimal dari

suatu keluarga petani dalam bentuk nilai nominal yang setara dengan total nilai

kebutuhan pangan, sandang, perumahan, pendidikan, komunikasi, rekreasi, dan

tabungan untuk jaminan hari tua sepasang kepala keluarganya. Oleh karena itu

nilai KHL lebih besar dari nilai ambang kecukupan pangan (beras). Batasan

mengenai KHL tersebut dapat dipastikan sebagai standar kebutuhan hidup yang

lebih tinggi daripada sekedar cukup pangan, sandang dan perumahan sederhana

yang biasa disebut dengan kebutuhan hidup subsisten (Tim IPB 2004).

Produktivitas dan pendapatan petani yang tinggi untuk dapat memenuhi

KHL dapat diperoleh melalui pemilihan usahatani, komoditas dan agroteknologi

yang tepat. Pemilihan komoditas yang tepat dapat meningkatkan pendapatan,

sehingga petani mempunyai modal yang cukup untuk memenuhi kebutuhannya

dan dapat melakukan kegiatan investasi termasuk teknologi untuk meningkatkan

produktivitas/kualitas lahan (Adnyana 1999). Oleh karena itu salah satu aspek

yang menentukan adalah introduksi teknologi tepat guna yang inovatif melalui

proses alih teknologi yang utuh mulai dari kegiatan penelitian hingga tingkat

adopsi oleh petani. Hal ini berarti teknologi tersebut harus lebih baik dari

teknologi yang ada sebelumnya yang dinyatakan dalam bentuk ekonomis

(keuntungan komparatif), konsisten dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat,

pengalaman masa lalu, harapan dan kebutuhan petani sebagai penerima

teknologi (kompatabilitas), relatif mudah dimengerti dan dipergunakan, mudah

dicoba dalam skala kecil (triabilitas), dan hasil penerapan teknologi tersebut

harus dapat dilihat langsung (observabilitas) (Nugroho 2002).

Pembukaan lahan kering untuk usahatani tanaman semusim di wilayah

berlereng akan mempercepat degradasi lahan, terutama akibat erosi (physical

degradation) dan penurunan kandungan bahan organik tanah (biological

degradation) serta pencucian hara (chemical degradation) (Stocking 1994).

Menurut Minami (1997) erosi merupakan faktor negatif pertama yang

menentukan produktivitas dan profitability dalam konsep sustainability. Hal ini

didukung oleh Belcher et al. (2004) yang mengemukakan bahwa karakteristik

biofisik agro-ekosistem yang mencakup karakteristik tanah dan iklim merupakan

critical determinant dari performance ekonomi dan sustainability sistem produksi.

Oleh karena itu konsekuensinya menurut Wolf dan Snyder (2003) sustainability

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

30

hanya dapat dicapai jika erosi dapat dikendalikan dan kandungan bahan organik

tanah dapat dipertahankan dan/atau ditingkatkan. Derpsch dan Moriya (1998)

menambahkan bahwa jika tanah yang hilang lebih besar daripada laju erosi yang

dapat ditoleransikan, maka sistem pertanian berkelanjutan tidak mungkin dicapai.

Untuk tujuan konservasi tanah sekaligus produktivitas yang tinggi, tidak ada

agroteknologi yang memungkinkan tanaman tumbuh dengan baik dan tidak ada

teknik KTA yang dapat mengendalikan erosi apabila tanahnya tidak cocok untuk

pertanian. Penggunaan tanah yang tepat berdasarkan hasil kemampuan lahan

merupakan langkah awal menuju sistem budidaya tanaman yang baik dan

program konservasi tanah yang berhasil (Sinukaban 1989) dan langkah awal

dalam pengelolaan DAS berkelanjutan (Sheng 2000). Selanjutnya konservasi

tanah sekaligus konservasi bahan organik tanah merupakan suatu keharusan

pada setiap usaha pertanian, sehingga level bahan organik di dalam tanah

merupakan salah satu indikator keberlanjutan sumberdaya lahan (Wolf dan

Snyder 2003; Khisa 2002; Stocking 1994).

Ketergantungan sistem pertanian berkelanjutan terhadap keberadaan

bahan organik disebabkan oleh efek menguntungkan bahan organik dan bentuk-

bentuk bahan organik tanah (Wolf dan Snyder 2003). Penurunan kesuburan

tanah berhubungan erat dengan penurunan bahan organik tanah yang

berkorelasi dengan kerusakan struktur tanah, menurunnya kaju infiltrasi,

meningkatnya kepadatan, pengkerakan, erodibilitas tanah dan pencucian, dan

menurunnya status hara tanah. Menurut Soepardi (1983) usaha pertanian

menyebabkan menurunnya kandungan bahan organik tanah dan nitrogen hingga

35 %, bila penurunan lebih dari 35 % membahayakan kondisi tanah yang

ditunjukkan oleh menurunnya produktivitas. Besarnya peranan bahan organik

dalam memelihara produktivitas tanah memberikan implikasi bahwa level bahan

organik merupakan salah satu indikator dari sustainability suatu sistem

pengelolaan tanah. Jika level bahan organik tanah berkurang dari level yang ada

pada tanah tersebut akibat suatu pengelolaan, maka sistem tersebut dikatakan

tidak sustainable (Greenland 1994). Dengan kata lain sustainable agriculture

tidak mungkin tanpa sustainable soil, sedangkan produktivitas tanah tidak dapat

berlanjut tanpa bahan organik yang cukup (Wolf dan Snyder 2003).

Program Tujuan Ganda

Program Tujuan Ganda (PTG) atau Multiple Goal Programming merupakan

modifikasi atau variasi khusus dari Program Linier. Dalam kondisi pengambil

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

31

keputusan dihadapkan kepada suatu persoalan yang mempunyai beberapa

tujuan, sementara satu tujuan dengan tujuan lainnya saling bertentangan

(multiple and conflict goals), maka PTG dapat dengan mudah menganalisisnya

untuk memberikan pertimbangan yang rasional (Nasendi dan Anwar 1985).

Tujuan dari analisis PTG adalah untuk meminimumkan ”jarak antara” atau

“deviasi“ terhadap ”tujuan, target/sasaran” yang telah ditetapkan, dengan usaha

yang dapat ditempuh untuk mencapai target atau tujuan tersebut secara

memuaskan, sesuai dengan syarat ikatan yang ada yang membatasinya berupa

sumberdaya dan teknologi yang tersedia, kendala tujuan dan sebagainya.

Tahap pertama dalam memformulasikan PTG adalah dengan menetapkan

peubah-peubah pengambilan keputusan. Kemudian menspesifikasikan masalah

yang dihadapi dan ingin dianalisis menurut urutan prioritasnya yang dapat

disusun dalam skala kardinal maupun ordinal. Asumsi-asumsi dasar yang

disebut dengan “peubah-peubah devisional” dalam PTG terdiri dari peubah

deviasi positif dan deviasi negatif. Kemudian dalam PTG dimasukkan satu atau

lebih tujuan yang langsung berhubungan dengan fungsi tujuan dalam bentuk

peubah-peubah devisional, dan memfokuskan prosedur optimasi pada peubah-

peubah tersebut dengan jalan tidak memberikan nilai pada peubah struktural Xj.

Jadi yang dinilai dan dianalisis dalam PTG bukanlah kegiatannya, melainkan

deviasi dari tujuan, saran atau target yang ditimbulkan oleh adanya nilai

penyelesaian tersebut. Model umum PTG adalah sebagai berikut :

mMeminimumkan : Z = ∑ Wi ( di

+ + di- ) ........................................................... 1)

i =1

m Z = ∑ Wi

+ di+ + Wi

- di ............................................................ 2) i =1 mSyarat ikatan : ∑ ai.j Xj + di

- - di+ = bi ..................................................... 3)

j =1 untuk : i = 1, 2, 3, .... m tujuan atau target

n ∑ gk.j Xj <atau> Ck ........................................................... 4) j =1 untuk : k = 1, 2, .. p kendala fungsional

j = 1, 2, .. n peubah keputusan

xj, di- , di

+ > 0 ................................................................... 5)

di- . di

+ = 0 ......................................................................... 6)

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

32

Keterangan :

Z = nilai skala dari kriteria pengambilan keputusan, fungsi tujuan

di-, di

+ = jumlah unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) terhadap

tujuan (bi)

wi- ,wi

+ = timbangan atau penalti (ordinal atau kardinal) yang diberikan

terhadap suatu unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+)

terhadap tujuan (bi)

aij = koefisien teknologi fungsi kendala tujuan yang berhubungan dengan

tujuan peubah pengambilan keputusan (Xj)

Xj = peubah pengambilan keputusan atau kegiatan (subtujuan)

bi = tujuan atau target yang ingin dicapai

gk.j = koefisien teknologi fungsi kendala biasa

Ck = jumlah sumberdaya “k” yang tersedia

Model tersebut di atas menunjukkan bahwa PTG mempunyai struktur yang

terdiri dari fungsi tujuan dan fungsi kendala. Fungsi tujuan bersifat

meminimumkan simpangan dari tujuan atau target dan didalamnya terdapat

urutan skala prioritas dari tujuan atau target tersebut. Fungsi kendala terdiri atas

fungsi kendala tujuan dan fungsi kendala sumberdaya (kendala fungsional).

Dalam rangka memecahkan persoalan dimana pengambil keputusan

menghadapi suatu persoalan dengan tujuan ganda, tetapi satu tujuan dengan

tujuan lainnya saling bertentangan, maka pengambil keputuan tersebut harus

menentukan tujuan yang diutamakan atau diprioritaskan (tujuan yang paling

penting ditentukan sebagai prioritas ke-1 dan seterusnya). Pembedaan prioritas

tersebut dikatakan sebagai pengutamaan (preemptive) yaitu mendahulukan

tercapainya kepuasan pada suatu tujuan yang telah ditetapkan sebagai prioritas

utama sebelum menuju pada tujuan-tujuan atau prioritas-prioritas berikutnya.

Dengan kata lain prioritas-prioritas tersebut harus disusun dalam suatu urutan

(ranking) menurut prioritasnya (prioritas dinyatakan sebagai Pi untuk i = 1, 2, 3 ...,

m). Hubungan nPi+1 > Pi tidak mungkin diharapkan terjadi dalam persoalan PTG

yang menggunakan ketentuan pengutamaan (urutan prioritas). Perumusan

model PTG dengan urutan prioritas ini disebut sebagai “Model Program Tujuan

Ganda” yang memiliki struktur prioritas yang timbangannya (Pi; i = 1, 2, 3, ...., m)

adalah ordinal”.

Model umum PTG yang memiliki struktur timbangan pengutamaan dengan

urutan ordinal dapat dirumuskan sebagai berikut :

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · debit aliran, muatan sedimen termasuk unsur hara di dalamnya, polusi, produksi dan kesejahteraan; sedangkan komponen utama DAS seperti vegetasi,

33

Meminimumkan : m Z = ∑ ( Py Wi.y

+ di+ + Ps Wi.s

- di- ) .......................................... 7)

i =1

m Syarat ikatan : ∑ ai.j Xj + di

- - di+ = bi ....................................................... 8)

j = 1 untuk : i = 1, 2, 3, .... m tujuan atau target

n ∑ gk.j Xj <atau> Ck ............................................................... 9) j =1

untuk : k = 1, 2, ....... p kendala fungsional

j = 1, 2, ...... n peubah pengambil keputusan

xj, di- , di

+ > 0 .................................................................... 10)

di- . di

+ = 0 .......................................................................... 11)

Py dan Ps adalah faktor-faktor prioritas dari tujuan, Wi.y+ dan Wi.s

- adalah

timbangan relatif dari di+ dalam urutan ke-y dan timbangan relatif dari di

- dalam

urutan ke-s, dan terdapat m tujuan, p kendala fungsional dan n peubah

pengambil keputusan.