tinjauan kritis terhadap asas ideologi sosialisme dan kapitalisme
TRANSCRIPT
1
TINJAUAN KRITIS
TERHADAP ASAS IDEOLOGI SOSIALISME DAN KAPITALISME
Oleh : Muhammad Shiddiq Al Jawi
1. Pendahuluan Di tengah berbagai gejolak politik dan ekonomi praktis yang terjadi dalam
skala lokal dan global, pengkajian kritis terhadap ideologi sosialisme dan kapitalisme
tetaplah urgen bagi umat Islam. Terhadap sosialisme, mestilah dinyatakan bahwa
keruntuhan Uni Soviet awal dekade 90-an bukan berarti akhir absolut dari sosialisme.
Kematian sosialisme bukanlah kematian biologis seperti kematian hewan yang
mustahil hidup kembali. Sosialisme hanya mengalami kematian ideologis. Secara
demikian sosialisme memiliki daya potensial untuk hidup kembali lagi ke muka bumi,
selama masih ada individu atau kelompok yang mengimani sosialisme serta
mengupayakan implementasinya dalam praktik kehidupan manusia. Karena itu, studi
kritis atas sosialisme bukanlah hal yang tidak kontekstual, melainkan justru urgen
untuk memadamkan sisa-sisa api yang kini masih menyala dalam reruntuhan dan
puing sosialisme.
Terhadap kapitalisme, studi kritis terhadapnya tentu lebih urgen lagi, sebab
setelah runtuhnya Uni Soviet, hegemoni ideologi kapitalisme semakin menguat dan
merajalela tanpa lawan yang berarti dalam panggung politik internasional. Di sinilah
muncul urgensitas studi kritis kapitalisme, sebab kapitalisme telah mewabah dan
mendominasi umat manusia di seluruh dunia dengan berbagai implikasi buruknya.
Karena itu, hancurnya kapitalisme bukan sekedar tantangan, melainkan telah menjadi
keniscayaan sejarah yang bebannya terpikul pada pundak umat Islam dalam rangka
menyelamatkan umat manusia dari penindasan kapitalisme. Dan studi kritis
kapitalisme tak diragukan lagi merupakan langkah pertama dari sekian upaya untuk
menghancurkan ideologi tersebut. Dibandingkan dengan manuver ekonomi, politik,
dan militer untuk meruntuhkan sebuah negara penganut ideologi tertentu, studi kritis
terhadap suatu ideologi haruslah didahulukan, sebab manuver-manuver tersebut
hanyalah langkah cabang dari langkah pangkalnya, yaitu kritik terhadap ideologi yang
menjadi basis bagi segala praktik implementasinya dalam segenap aspek kehidupan.
Bagi umat Islam umumnya dan aktivis Islam khususnya, studi kritis ideologi-
ideologi asing ini menjadi satu sisi mata uang yang tak terpisah dengan sisi lainnya,
yaitu penanaman ideologi Islam ke dalam pikiran dan jiwa umat Islam. Sebab upaya
penanaman ideologi Islam tidak akan efektif kalau tak disertai dengan upaya
pencabutan ideologi-ideologi asing tersebut dari pikiran dan jiwa umat Islam.
Penanaman dan pencabutan adalah dua sejoli yang harus berjalan seiring, tak dapat
dipisahkan.
Makalah ini menjelaskan kritik terhadap ideologi sosialisme dan kapitalisme,
ditinjau dari segi asas yang mendasari masing-masing ideologi. Metode yang
digunakan adalah analisis komparasi terhadap asas-asas ideologi sosialisme,
kapitalisme, dan Islam, disertai kritik terhadap asas ideologi sosialisme dan
kapitalisme berdasarkan bukti rasional-faktual (dalil aqli) dan bukti imani (dalil
naqli).
2. Pengertian Ideologi Secara umum, ideologi (Arab : mabda`) menurut Muhammad Muhammad.
Ismail dalam Al Fikru Al Islami (1958), adalah "al fikru al asasi tubna alaihi afkaar".
2
(pemikiran mendasar yang di atasnya dibangun pemikiran-pemikiran lain).
Pemikiran mendasar ini merupakan pemikiran paling asasi pada manusia, dalam arti
tidak ada lagi pemikiran lain yang lebih dalam atau lebih mendasar daripadanya.
Pemikiran mendasar ini dapat disebut sebagai aqidah, yang merupakan pemikiran
menyeluruh tentang manusia, alam semesta, dan kehidupan. Sedang pemikiran-
pemikiran cabang yang dibangun di atas dasar aqidah tadi, merupakan peraturan bagi
kehidupan manusia (nizham) dalam segala aspeknya seperti politik, ekonomi, sosial,
budaya, dan sebagainya. Gambar berikut menjelaskan pengertian ideologi secara
umum.
Gb. 1. Bagan Ideologi Dalam Pengertian Umum
Agar aqidah tersebut dapat melahirkan aneka peraturan hidup, ia haruslah
bersifat aqliah, atau dapat dikaji dan diperoleh berdasarkan suatu proses berpikir.
Bukan diperoleh melalui jalan taklid tanpa melibatkan proses berpikir. Aqidah yang
semacam ini, disebut aqidah aqliah, yang di atasnya dapat dibangun pemikiran-
pemikiran cabang tentang kehidupan.
Karena itu, dengan ungkapan yang lebih spesifik, ideologi dapat didefinisikan
sebagai “aqidah aqliyah yanbatsiqu ‘anha nizham” (aqidah akliyah yang melahirkan
nizham/peraturan kehidupan) (Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam, hlm.
22).
Gb.2. Bagan Ideologi Dalam Pengertian Spesifik
Definisi ideologi sebagai “aqidah akliyah yang melahirkan nizham” ini
bersifat umum, dalam arti dapat dipakai dan berlaku untuk ideologi-ideologi dunia
seperti kapitalisme dan sosialisme, dan dapat pula berlaku juga untuk Islam. Sebab
Islam mempunyai sebuah aqidah akliyah, yaitu Aqidah Islamiyah, dan mempunyai
PEMIKIRAN
PEMIKIRAN
CABANG
PEMIKIRAN
DASAR
POLITIK
EKONOM
DLL
NIZHAM
AQIDAH AQLIYAH
3
peraturan hidup (nizham) yang sempuma, yaitu Syariat Islam.
Dari sisi lain, ideologi tersusun dari fikrah (ideas, thoughts) dan thariqah
(method). Ideologi dari sisi ini ditinjau dari segi: Pertama, konsep/pemikiran murni --
yang semata-mata merupakan penjelasan konseptual tanpa disertai bagaimana metode
menerapkan konsep itu dalam kenyataan— dan Kedua, metodologi yang menjelaskan
bagaimana pemikiran/konsep itu diterapkan secara praktis. Tinjauan ideologi sebagai
kesatuan fikrah-thariqah ini dimaksudkan untuk menerangkan bahwa thariqah adalah
suatu keharusan agar fikrah dapat terwujud. Di samping itu, juga untuk menerangkan
bahwa fikrah dan thariqah suatu ideologi adalah unik. Artinya, setiap ada fikrah dalam
sebuah ideologi, pasti ada thariqah yang khas untuk menerapkan fikrah tersebut, yang
berasal dari ideologi itu sendiri, bukan dari ideologi yang lain.
Fikrah merupakan sekumpulan konsep/pemikiran yang terdiri dari aqidah dan
solusi terhadap masalah manusia. Sedang thariqah –yang merupakan metodologi
penerapan ideologi secara operasional-praktis— terdiri dari penjelasan cara solusi
masalah, cara penyebarluasan ideologi, dan cara pemeliharan aqidah. Jadi, ideologi
ditinjau dari sisi ini adalah gabungan dari fikrah dan thariqah, sebagai satu kesatuan.
(Taqiyyudin An Nabhani, 1953, Nizham Al Islam, hlm. 22-23).
Gb. 3. Ideologi Tersusun Dari Fikrah dan Thariqah
3. Pengertian Aqidah
Karena makalah ini meninjau ideologi dari segi asas, maka akan diperdalam
mengenai apa yang dimaksud dengan aqidah yang menjadi asas sebuah ideologi.
Dalam kamus Al Muhith karya Al Fairuz Abadi, seperti dikutip Muhammad
Husain Abdullah (1990) dalam Dirasat fi Al Fikr Al Islami, aqidah secara bahasa
berasal dari fi’il madhi ‘aqada, yang bermakna syadda (menguatkan atau
mengikatkan). Maka dari itu, kata ‘aqada dapat digunakan untuk menunjukkan
berbagai makna yang intinya mengandung makna ikatan atau penguatan, misalnya
‘aqdu al habl (mengikatkan tali), ‘aqdu al bai’ (mengadakan aqad (“ikatan”) jual-
beli), ‘aqd al ‘ahdi (mengadakan aqad (“ikatan”) perjanjian) dan sebagainya
(Muhammad Husain Abdullah, 1990).
Masih secara bahasa, aqidah dapat pula bermakna ma in’aqada ‘alaihi al
qalbu, yaitu sesuatu yang hati itu terikat padanya (Muhammad Husain Abdullah,
1990). Adapun pengertian in’aqada adalah jazama bihi (hati itu memastikannya) atau
shaddaqahu yaqiniyan (hati itu membenarkannya secara yakin/pasti) (Taqiyuddin An
Nabhani, 1994, Syakhshiyyah Al Islamiyah, Juz I, hlm. 191).
NIZHAM
AQIDAH
CARA PEMELIHARAAN AQIDAH
SOLUSI MASALAH
PENJELASAN CARA SOLUSI MASALAH
CARA PENYEBARAN IDEOLOGI THARIQAH
FIKRAH
4
Dengan demikian, menurut bahasa, apa yang disebut aqidah itu adalah segala
sesuatu pemikiran yang dibenarkan secara pasti oleh hati sedemikian rupa, sehingga
hati itu kemudian terikat kepadanya dan memberi pengaruh nyata pada manusia.
(Taqiyuddin An Nabhani, 1994). Pemikiran yang demikian haruslah berupa pemikiran
yang mendasar, atau pemikiran yang tercabang dari pemikiran mendasar. Pemikiran
seperti inilah yang mempunyai pengaruh nyata pada seorang manusia. Misalnya
pemikiran tentang adanya Hari Kiamat, surga, neraka, dan sebagainya. Pemikiran
seperti ini mempunyai pengaruh nyata dalam kehidupan manusia. Orang yang
beriman pada Hari Kiamat, misalnya, akan berhati-hati dalam hidupnya, tidak hidup
liar dan seenaknya, karena dia yakin bahwa suatu saat kelak semua perbuatannya
harus dipertanggungjawabkan pada Hari Kiamat. Sedangkan pemikiran-pemikiran
yang tidak mendasar, dengan demikian, tidak disebut dengan aqidah, karena
terikatnya hati dengan pemikiran-pemikiran seperti itu tidak memberikan dampak
nyata terhadap manusia. Misalnya pemikiran bahwa bumi itu bulat, atau bahwa
matahari pusat tatasurnya, dan sebagainya, bukanlah aqidah. Karena terikatnya hati
dengan hal-hal tersebut tidak membawa dampak yang nyata terhadap keyakinan atau
perilaku manusia.
Pengertian aqidah secara bahasa ini menjadi dasar perumusan pengertian
aqidah secara istilah. Jika aqidah merupakan pemikiran-pemikiran mendasar yang hati
itu terikat kepadanya (membenarkannya secara pasti), maka pertanyaan yang muncul
adalah, pemikiran apakah yang merupakan pemikiran mendasar itu ?
Dari sinilah muncul definisi aqidah secara istilah, yang dalam perumusannya
terkandung pemikiran-pemikiran paling mendasar yang tidak ada pemikiran lain yang
lebih mendasar lagi. Di atas pemikiran mendasar itulah dibangun pemikiran-
pemikiran cabang yang berkenaan dengan kehidupan secara praktis, seperti sistem
ekonomi, politik, dan sebagainya. Pemikiran-pemikiran ini adalah pemikiran
menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan serta pemikiran-pemikiran
lain yang berhubungan dengannya.
Karena itu, secara istilah, aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam
semesta, manusia, dan kehidupan, serta tentang apa yang ada sebelum kehidupan
dunia dan sesudah kehidupan dunia, serta hubungan kehidupan dunia dengan apa
yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia. (Muhammad
Husain Abdullah, 1990). Definisi ini adalah definisi umum yang dapat berlaku untuk
semua pemikiran mendasar atau aqidah. Ia dapat berlaku untuk aqidah ideologi
kapitalisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan, atau aqidah ideologi sosialisme,
yaitu materialisme, dan berlaku pula untuk Aqidah Islamiyah.
Definisi aqidah ini bila diurai secara rinci, mengandung 4 (empat) poin
pemikiran :
Pertama, aqidah membahas tentang alam semesta, manusia, dan kehidupan. Dasar
pembahasan tiga unsur ini berasal dari kenyataan bahwa manusia itu hidup di alam
semesta (al insan yahya fi al kaun). Karena itu, aqidah harus menjelaskan hakikat
manusia sebagai subjek (pelaku) kehidupan. Aqidah harus pula menjelaskan hakikat
kehidupan, yang dengan adanya kehidupan itu dalam diri manusia, dia dapat
beraktivitas dalam segala macam bentuknya. Yang dimaksud kehidupan di sini adalah
sesuatu yang terdapat pada makhluk hidup dengan berbagai tanda-tanda kehidupan
yang ada padanya, misalnya pertumbuhan, gerak, kebutuhan akan makanan, peka
terhadap rangsang, dan sebagainya. Aqidah harus pula menjelaskan alam semesta,
karena alam semesta merupakan tempat manusia hidup.
Dalam poin pertama ini, aqidah menjelaskan hakikat tiga unsur ini berkaitan
keberadaan ketiganya dalam kehidupan dunia. Apakah tiga unsur itu makhluk
5
(diciptakan) ataukah azali ? Khusus untuk manusia, poin pertama ini menjawab
pertanyaan untuk apa manusia itu menjalani kehidupan dunia ?
Kedua, aqidah membahas tentang apa yang ada sebelum kehidupan dunia.
Maksudnya, aqidah harus menjelaskan sesuatu yang ada sebelum manusia hadir
dalam kehidupan dunia. Dengan ungkapan lain, poin kedua ini menjawab pertanyaan,
dari mana manusia berasal ? Apakah dia ada dengan sendirinya atau ada yang
menciptakannya ?
Ketiga, aqidah membahas tentang apa yang ada sesudah kehidupan dunia.
Maksudnya, aqidah harus menjelaskan sesuatu yang ada setelah manusia mati atau
meninggalkan kehidupan dunia. Dengan ungkapan lain, poin ketiga ini menjawab
pertanyaan, ke mana manusia menuju setelah kematian ? Apakah akan berakhir begitu
saja ataukah akan ada pertanggung jawaban ?
Keempat, aqidah membahas hubungan yang ada antara kehidupan dunia (yang di
dalamnya ada unsur manusia, alam semesta, dan kehidupan), dengan apa yang ada
sebelum kehidupan dunia dan sesudah kehidupan dunia. Hubungan apakah yang ada
antara apa yang ada sebelum kehidupan dunia dengan kehidupan dunia ? Hubungan
apakah yang ada antara kehidupan dunia sekarang dengan apa yang sesudah
kehidupan dunia ? Pertanyaan–pertanyaan inilah yang dijawab dalam poin keempat
ini. Berikut bagan tentang empat pertanyaan tersebut.
Gb. 4. Pertanyaan Besar Manusia (Al ‘Uqdatul Kubro)
Dengan demikian, dalam definisi aqidah, terdapat penjelasan-penjelasan yang
menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendasar. Pertanyaan-pertanyaan mendasar
ini disebut juga dengan istilah al ‘uqdah al kubro (simpul-simpul besar), yakni
pertanyaan-pertanyaan besar dan mendasar tentang dari mana manusia (juga
kehidupan dan alam semesta) berasal, untuk apa manusia hidup, dan ke mana nanti
manusia setelah mati. (Muhammad Husain Abdullah, 1990).
Jawaban-jawaban terhadap al-Uqdatu al-Kubro ini menurut Muhammad
Husain Abdullah disebut dengan fikrah kulliyah (pemikiran menyeluruh) karena
SEBELUM
KEHIDUPAN DUNIA
KEHIDUPAN DUNIA SESUDAH
KEHIDUPAN DUNIA
• MANUSIA?
• KEHIDUPAN?
• ALAM SMESTA?
ASAL
MANUSIA? HUBUNGAN?
HUBUNGAN? AKHIR
MANUSIA?
MANUSIA
MATI MISI HIDUP
MANUSIA?
MANUSIA
LAHIR
6
jawabannya mencakup segala sesuatu yang maujud (alam semesta, manusia, dan
kehidupan) di samping mencakup ketiga fase kehidupan yang dilalui manusia, beserta
hubungan-hubungan di antara ketiga fase kehidupan itu. Jawaban itu disebutnya juga
sebagai aqidah (pemikiran yang mendasar) dan qa’idah fikriyah (landasan
pemikiran). Disebut aqidah, karena memang jawaban terhadap al-Uqdatu al-Kubro
merupakan pemikiran yang mendasar. Dan disebut qa’idah fikriyah, karena jawaban
itu merupakan basis pemikiran yang di atasnya dapat dibangun pemikiran-pemikiran
cabang tentang kehidupan.
Berikut adalah bagan yang menjelaskan hubungan aqidah sebagai jawaban
dari Al Uqdatul Kubro.
AQIDAH ����
Gb.5. Aqidah Merupakan Jawaban Al Uqdatul Kubro
4. Aqidah Sosialisme, Kapitalisme, dan Islam Definisi aqidah yang telah diuraikan di atas, dapat digunakan sebagai
kerangka umum untuk menganalisis aqidah dari masing-masing ideologi. Aqidah
sosialisme adalah materialisme, aqidah kapitalisme adalah sekularisme, sedang aqidah
Islam adalah Aqidah Islamiyah. Perhatikan gambar berikut.
Gb. 5. Aqidah (Asas) Tiga Ideologi Dunia
DARI MANA
MANUSIA ADA ?
UNTUK APA
MANUSIA HIDUP ?
KEMANA MANUSIA
SETELAH MATI ?
SEKUMPULAN JAWABAN
TERHADAP AL-UQDATUL KUBRO
PERTANYAAN BESAR
(AL-UQDATUL KUBRO)
SOSIALISME KAPITALISME ISLAM
NIZHAM NIZHAM NIZHAM
MATERIALISME SEKULARISME AQIDAH
ISLAMIYAH
7
Aqidah sosialisme, termasuk komunisme, adalah materialisme, yaitu
pandangan bahwa alam semesta, manusia, dan kehidupan merupakan materi belaka,
dan bahwasanya materi menjadi asal dari segala sesuatu. Dari perkembangan dan
evolusi materi inilah benda-benda lainnya menjadi ada. Tidak ada satu zat pun yang
terwujud sebelum alam materi ini (Taqiyuddin An Nabhani, 1953).
Oleh karena itu, penganut ideologi ini mengingkari kalau alam ini diciptakan
oleh Allah Yang Maha Pencipta. Mereka mengingkari aspek kerohanian dalam segala
sesuatu, dan beranggapan bahwa pengakuan adanya aspek rohani merupakan sesuatu
yang berbahaya bagi kehidupan. Agama dianggap sebagai candu yang meracuni
masyarakat dan menghambat pekerjaan. Bagi mereka tidak ada sesuatu yang
berwujud kecuali hanya materi, bahkan menurutnya, berpikir pun merupakan
cerminan/refleksi dari materi ke dalam otak. Materi adalah pangkal aktivitas berpikir
dan pangkal dari segala sesuatu, yang berproses dan berkembang dengan sendirinya
lalu mewujudkan segala sesuatu. Ini berarti mereka mengingkari adanya Sang
Pencipta dan menganggap materi itu bersifat azali, serta mengingkari adanya sesuatu
sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Yang mereka akui hanya kehidupan dunia ini
saja.
Sedangkan kapitalisme, aqidahnya adalah sekularisme, yaitu pemisahan
antara agama dari kehidupan. Atas dasar aqidah ini, mereka berpendapat bahwa
manusia sendirilah yang berhak membuat peraturan hidupnya. Ideologi ini
menetapkan adanya pemeliharaan kebebasan manusia yang terdiri dari kebebasan
beraqidah, berpendapat, hak milik, dan kebebasan pribadi. Dari kebebasan hak milik
ini dihasilkan sistem ekonomi kapitalisme, yang merupakan hal yang paling menonjol
dalam ideologi ini. Oleh karena itu, ideologi tersebut dinamakan ideologi kapitalisme.
Sebuah nama yang diambil dari aspek yang paling menonjol dalam ideologi itu.
Demokrasi yang dianut oleh ideologi ini, berasal dari pandangannya bahwa
manusia berhak membuat peraturan hidupnya, sebagai konsekuensi logis dari ide
pemisahan agama dari kehidupan. Oleh karena itu, menurut keyakinan mereka, rakyat
adalah sumber kekuasaan. Rakyatlah yang membuat perundang-undangan. Rakyat
pula yang menggaji kepala negara untuk menjalankan undang-undang yang telah
dibuatnya. Rakyat berhak mencabut kembali kekuasaan itu dari kepala negara,
sekaligus menggantinya, termasuk mengubah undang-undang sesuai dengan
kehendaknya. Hal ini karena kekuasaan dalam sistem demokrasi adalah kontrak kerja
antara rakyat dengan kepala negara yang digaji untuk menjalankan pemerintahan
sesuai dengan undang-undang yang telah dibuat oleh rakyat.
Sekularisme yang merupakan aqidah kapitalisme dianggap sebagai kompromi
(jalan tengah) antara pemuka agama yang menghendaki segala sesuatunya harus
tunduk kepada mereka --dengan mengatasnamakan agama-- dengan para filosof dan
cendekiawan yang mengingkari adanya agama dan dominasi para pemuka agama.
Jadi, ide sekulerisme ini sama sekali tidak mengingkari adanya agama, akan tetapi
juga tidak memberikan peran dalam pengaturan kehidupan. Yang mereka lakukan
tidak lain hanya memisahkannya dari kehidupan.
Sekularisme pada hakekatnya merupakan pengakuan secara tidak langsung
akan adanya agama. Mereka mengakui adanya Pencipta alam semesta, manusia, dan
kehidupan, serta mengakui adanya Hari Kebangkitan. Sebab, semua itu adalah dasar
pokok agama, ditinjau dari keberadaan suatu agama.
Dengan pengakuan ini berarti telah diberikan suatu ide tentang alam semesta,
manusia, dan kehidupan, serta apa yang ada sebelum kehidupan dunia dan sesudah
kehidupan dunia, sebab mereka tidak menolak eksistensi agama. Namun tatkala
8
ditetapkan bahwa agama harus dipisahkan dari kehidupan, maka pengakuan itu
akhirnya hanya sekadar formalitas belaka, karena sekalipun mereka mengakui
eksistensinya, tetapi pada dasarnya mereka menganggap bahwa kehidupan dunia ini
tidak ada hubungannya dengan apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia.
Sedang Islam, tegak atas dasar Aqidah Islamiyah, yaitu iman kepada Allah,
para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, Hari Kiamat, serta Qadha dan
Qadar baik dan buruknya dari Allah SWT. Aqidah ini menerangkan bahwa di balik
alam semesta, manusia, dan kehidupan, terdapat Al-Khaliq yang menciptakan segala
sesuatu, yaitu Allah SWT. Asas ideologi ini adalah iman akan adanya Allah SWT.
Iman kepada Allah SWT harus disertai dengan keharusan beriman kepada
kenabian Muhammad SAW, berikut risalahnya; juga bahwasanya Al-Quran itu adalah
kalamullah dan juga harus ada iman terhadap seluruh apa yang ada di dalamnya. Oleh
karena itu, Aqidah Islamiyah menetapkan bahwa sebelum kehidupan ini ada sesuatu
yang wajib diimani keberadaannya, yaitu Allah SWT, dan menetapkan pula bahwa
sesudah kehidupan dunia ada yang harus diimani, yaitu Hari Kiamat. Juga
bahwasanya manusia dalam kehidupan dunia ini terikat dengan perintah-perintah
Allah dan larangan-larangan-Nya, yang merupakan hubungan kehidupan ini dengan
sebelumnya. Manusia terikat pula dengan pertanggungjawaban atas kepatuhannya
memenuhi semua perintah dan menjauhi semua larangan-Nya, yang hal ini
merupakan hubungan kehidupan dunia dengan sesudahnya.
Aqidah dari masing-masing idelogi yang telah diuraikan di atas dapat
dibandingkan secara ringkas dalam bagan berikut.
No Aspek
Pertanyaan
MATERIALISME SEKULARISME AQIDAH
ISLAMIYAH
1 Dari mana manusia
berasal?
-Manusia berasal dari materi
(tidak diciptakan Tuhan)
- Tidak mengakui hubungan
perintah & larangan antara
Allah dan manusia (karena
tidak mengakui eksistensi
Allah)
-Manusia diciptakan Tuhan
(secara formalitas)
-Tidak mengakui hubungan
perintah & larangan antara
Allah dan manusia (kecuali
secara parsial dan
personal)
-Manusia diciptakan
Allah SWT
-Mengakui
hubungan perintah
& larangan (shilatu
al-awamir) antara
Allah dan manusia
2 Untuk apa manusia
hidup?
--Mencari kebahagiaan
jasmaniah yang sebesar-
besarnya (tidak mengakui
eksistensi agama)
-Mencari kebahagiaan
jasmaniah yang sebesar-
besarnya (mengakui
eksistensi agama, tapi tidak
mengakui peran agama
mengatur kehidupan)
-Ibadah kepada
Allah SWT
(menjalani
kehidupan dlm
segala aspeknya
sesuai Islam)
3 Ke mana manusia
setelah mati?
-Manusia akan kembali
menjadi materi
--Tidak mengakui hubungan
perhitungan amal (shilatu al-
muhasabah)
-Kebangkitan pada Hari
Kiamat (secara formalitas)
-Tidak mengakui
hubungan perhitungan
amal (shilatu al-
muhasabah), atau
membuat hubungan itu
tidak jelas
-Kebangkitan pada
Hari Kiamat
-Mengakui
hubungan
perhitungan amal
(shilatu al-
muhasabah)
SOSIALISME KAPITALISME ISLAM
Gb.6. Aqidah Sosialisme, Kapitalisme, dan Islam menjawab Al Uqdatul Kubro
5. Kritik Terhadap Aqidah Sosialisme dan Kapitalisme
Yang menjadi indikasi benar atau salahnya suatu ideologi adalah aqidah
ideologi itu sendiri, apakah aqidah itu benar atau salah. Sebab, kedudukan aqidah ini
adalah sebagai asas bagi setiap pemikiran cabang yang muncul. Aqidah jugalah yang
menentukan pandangan hidup dan yang melahirkan setiap pemecahan problema hidup
9
serta pelaksanaannya (thariqah). Jika aqidahnya benar, maka ideologi itu benar.
Sebaliknya, jika aqidahnya salah, maka ideologi itu dengan sendirinya sudah salah
dari akarnya (Taqiyuddin An Nabhani, 1953).
Dalam masalah ini Al Qur`an mengisyaratkan bahwa :
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat
yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke
langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya.
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut dari akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tetap (tegak)
sedikitpun.” (TQS Ibrahim : 24-26)
Ayat di atas menerangkan perbandingan kontras antara Islam dan
agama/paham/ideologi kufur yang diumpamakan oleh Allah seperti pohon yang baik
–dengan akarnya yang kokoh-- dan pohon yang buruk, dengan akarnya yang
tercerabut dari tanah. Akar sebuah pohon menjadi penentu tegak tidaknya pohon itu.
Lalu apa tolok kebenaran suatu aqidah ? Aqidah ini apabila sesuai dengan
fitrah manusia dan dibangun berlandaskan akal, maka berarti merupakan aqidah yang
benar. Sebaliknya, jika bertentangan dengan fitrah manusia atau tidak dibangun
berlandaskan akal yang sehat, maka aqidah itu batil adanya. Yang dimaksud aqidah
yang benar itu haruslah sesuai dengan fitrah manusia, adalah pengakuannya terhadap
apa yang ada dalam fitrah manusia, yaitu kelemahan dan kebutuhan dirinya pada
Yang Maha Pencipta. Yang dimaksud aqidah yang benar itu dibangun atas dasar akal
yang sehat, adalah bahwa aqidah itu tidak berlandaskan materi ataupun sikap
mengambil jalan tengah (Taqiyuddin An Nabhani, 1953).
Dari uraian singkat ini, dapat disimpulkan bahwa standar kebenaran ideologi
adalah aqidah ideologi itu sendiri. Sedang standar kebenaran aqidah ideologi adalah:
Pertama, kesesuaian dengah fitrah manusia
Kedua, kesesuaian dengan akal
5.a. Kesesuaian dengan Fitrah Ideologi sosialisme tidak sesuai dengan fitrah manusia. Sebab meskipun
ideologi ini mengingkari adanya Allah dan ruh, akan tetapi ia tetap tidak mampu
memusnahkan naluri beragama (gharizah tadayyun) sebagai fitrah manusia. Ideologi
ini hanya bisa mengalihkan pandangan manusia kepada suatu kekuatan yang lebih
besar dibanding dirinya dan mengalihkan perasaan taqdis (mensucikan/mensakralkan)
kepada kekuatan besar tersebut. Menurut mereka, kekuatan itu berada di dalam
ideologi dan diri para pengikutnya. Mereka membatasi taqdis hanya pada kedua unsur
itu. Berarti, mereka telah mengembalikan manusia ke masa silam, masa animisme;
mengalihkan penyembahan kepada Allah ke penyembahan makhluk-makhluk-Nya;
dari pengagungan terhadap ayat-ayat Allah kepada pengkultusan terhadap doktrin-
doktrin yang diucapkan makhluk-makhluk-Nya. Semua ini menyebabkan kemunduran
manusia ke masa silam. Mereka tidak mampu memusnahkan fitrah beragama,
melainkan hanya mengalihkan fitrah manusia secara keliru kepada kesesatan dengan
mengembalikannya ke masa animisme.
Berdasarkan hal ini, ideologi sosialisme telah gagal ditinjau dari fitrah
manusia. Malah dengan berbagai tipu muslihat, mereka mengajak orang-orang untuk
menerimanya; dengan mendramatisir kebutuhan perut mereka untuk menarik
10
perhatian orang-orang yang lapar, pengecut, dan sengsara. Ideologi ini dianut oleh
orang-orang yang bermoral bejat, atau orang yang gagal dan benci terhadap
kehidupan, termasuk juga orang-orang sinting yang tidak waras cara berpikirnya yang
merasa bangga dengan ide-ide sosialisme yang menurut mereka itu dapat
memasukkan mereka ke jajaran kaum pemikir. Semua ini akan tampak tatkala mereka
mendiskusikan dengan arogan tentang teori Dialektika Materialisme dan Historis
Materialisme. Padahal kenyataannya, ide-ide ini paling terlihat kerusakan dan
kebatilannya, dan dengan sangat mudah dapat dibuktikan oleh perasaan fitri dan akal
sehat.
Supaya manusia tunduk pada ideologi ini, maka ideologi ini memerlukan
paksaan melalui kekuatan fisik. Maka tekanan, intimidasi, revolusi, menggoyang,
merobohkan, dan mengacaukan masyarakat merupakan sarana-sarana yang penting
untuk mengembangkan ideologi tersebut.
Ideologi kapitalisme juga bertentangan dengan fitrah manusia, yang
terwujud secara menonjol pada naluri beragama. Naluri beragama tampak dalam
aktivitas pen-taqdis-an (pensucian); di samping juga tampak dalam pengaturan
manusia terhadap aktivitas hidupnya. Akan tampak perbedaan dan pertentangan
tatkala pengaturan itu berjalan. Hal ini menunjukkan tanda kelemahan manusia dalam
mengatur aktivitasnya. Oleh karena itu, menjauhkan agama dari kehidupan jelas
bertentangan dengan fitrah manusia. Namun bukan berarti bahwa adanya agama
dalam kehidupan menjadikan seluruh amal perbuatan manusia terbatas hanya pada
aktivitas ibadah saja. Tetapi arti pentingnya agama dalam kehidupan adalah untuk
mengatasi berbagai persoalan hidup manusia sesuai dengan peraturan yang Allah
perintahkan. Peraturan dan sistem ini lahir dari aqidah yang mengakui apa yang
terkandung dalam fitrah manusia, yaitu naluri beragama.
Menjauhkan peraturan Allah dan mengambil peraturan yang lahir dari suatu
aqidah yang tidak sesuai dengan naluri beragama adalah bertentangan dengan fitrah
manusia. Maka dari itu, kapitalisme telah gagal dilihat dari segi fitrah manusia.
Kapitalisme telah menjadikan masalah agama sebagai masalah pribadi (bukan
masalah masyarakat), sekaligus menjauhkan peraturan yang Allah perintahkan dari
problematika hidup manusia dan pemecahannya.
Adapun ideologi Islam, tidak bertentangan dengan fitrah manusia.
Walaupun ia sangat mendalam tetapi gampang dimengerti, cepat membuka akal dan
hati manusia, cepat diterima dan mudah dipahami, untuk mendalami isinya --
sekalipun kompleks-- dengan penuh semangat dan kesungguhan. Karena memang
beragama adalah satu hal yang fitri dalam diri manusia. Setiap manusia menurut
fitrahnya cenderung kepada agama. Tidak ada satu kekuatan manapun yang dapat
mencabut fitrah ini dari manusia, sebab merupakan pembawaan yang kokoh.
Sementara tabi'at manusia merasakan bahwa dirinya serba kurang, selalu merasa
bahwa ada kekuatan yang lebih sempurna dibandingkan dirinya, yang harus
diagungkan. Beragama merupakan kebutuhan terhadap Pencipta Yang Maha
Pengatur, yang muncul dari kelemahan manusia dan bersifat alami sejak manusia
diciptakan. Jadi, beragama merupakan naluri yang bersifat tetap yang selalu
mendorong manusia untuk mengagungkan dan mensucikan-Nya. Oleh karena itu,
dalam setiap masa, manusia senantiasa cenderung untuk beragama dan menyembah
sesuatu. Ada yang menyembah manusia, menyembah bintang-bintang, batu, binatang,
api, dan lain sebagainya. Tatkala Islam muncul di dunia, aqidah yang dibawanya
bertujuan untuk mengalihkan umat manusia dari penyembahan terhadap makhluk-
makhluk kepada penyembahan terhadap Allah yang menciptakan segala sesuatu.
11
5.b. Kesesuaian dengan Akal Ideologi sosialisme tidak dibangun atas dasar akal, tetapi bersandar pada
materialisme, sekalipun dihasilkan oleh akal, karena ide komunisme menyatakan
bahwa materi itu ada sebelum adanya pemikiran (pengetahuan). Di samping itu
karena ide ini menjadikan segala sesuatu berasal dari materi. Dengan demikian, ide ini
bersifat materialistis. Sedangkan kapitalisme bersandar pada pemecahan jalan tengah
(kompromi) yang dicapai setelah terjadinya pertentangan yang berlangsung hingga
beberapa abad di kalangan para pendeta gereja dan cendekiawan Barat yang
kemudian menghasilkan pemisahan agama dari negara. Sosialisme dan kapitalisme
telah gagal. Sebab, keduanya bertentangan dengan fitrah manusia dan tidak dibangun
berdasarkan akal.
Bukti bahwa ideologi sosialisme dibangun berlandaskan materialisme,
bukan akal, adalah karena ideologi ini menyatakan bahwa materi mendahului
pemikiran (pengetahuan). Jadi tatkala otak merefleksikan materi, akan menghasilkan
pemikiran; kemudian otak akan memikirkan hakikat materi yang direfleksikan ke
dalam otak. Sebelum hal itu terjadi, tentu tidak akan muncul pemikiran. Dengan
demikian, segala sesuatu, menurut komunisme, haruslah berlandaskan pada materi.
Maka dasar aqidah komunisme adalah materi bukan pemikiran. Pendapat di atas
adalah salah ditinjau dari dua segi :
Pertama, sebenarnya tidak ada refleksi/pantulan materi ke dalam otak. Otak
tidak melakukan refleksi dengan materi. Juga, materi tidak berefleksi dengan otak.
Sebab untuk merefleksikan sesuatu dibutuhkan reflektor untuk memantulkan dan
memfokuskan, seperti halnya cermin yang memiliki kemampuan untuk memantulkan.
Tetapi kenyataannya, hal semacam itu tidak ada, baik di otak maupun pada materinya.
Oleh karena itu, tidak ada refleksi materi ke dalam otak secara mutlak. Materi tidak
dipantulkan oleh otak dan gambaran tentang materi pun tidak berpindah ke otak.
Yang beralih ke otak adalah pencerapan tentang materi (kesannya) melalui panca
indera. Hal ini bukan refleksi antara materi dengan otak, dan bukan pula refleksi
antara otak dengan materi, melainkan pencerapan tentang materi (melalui panca
indera). Tidak ada perbedaan dalam proses tersebut antara mata dengan panca indera
yang lainnya. Penginderaan dapat terjadi dengan proses perabaan, penciuman, rasa,
pendengaran sebagaimana halnya penginderaan melalui mata. Dengan demikian yang
terjadi dari suatu materi bukanlah berupa refleksi terhadap otak, melainkan
pencerapan dan penginderaan terhadap sesuatu. Manusialah yang merasakan segala
sesuatu dengan perantaraan panca inderanya, dan materi tidak direfleksikan.
Kedua, sesungguhnya penginderaan saja tidaklah cukup menghasilkan suatu
pemikiran. Sebab kalau hanya sampai di situ, yang terjadi hanyalah penginderaan saja
terhadap fakta (materi). Penginderaan yang diulang-ulang meskipun sampai satu juta
kali, tetap saja hanya menghasilkan penginderaan dan tidak menghasilkan pemikiran
sama sekali. Proses tersebut mengharuskan adanya pengetahuan terdahulu (al
ma’lumat as sabiqah) bagi manusia yang akan digunakan untuk menginterpretasikan
fakta yang diinderanya itu sehingga menghasilkan suatu pengetahuan.
Sebagai contoh kita ambil manusia yang ada sekarang. Manusia, siapapun
orangnya apabila diberikan kepadanya buku berbahasa Cina sementara ia tidak
memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan bahasa Cina, lalu dibiarkan mencerap
tulisan itu baik dengan penglihatan maupun dengan perabaan, diberi kesempatan
menginderanya berkali-kali --meskipun sejuta kali-- maka ia tetap tidak mungkin
mengetahui satu kata pun sampai diberikan kepadanya beberapa pengetahuan tentang
bahasa Cina dan apa saja yang berkaitan dengan bahasa tersebut. Pada saat itulah ia
baru mulai berfikir dengan bahasa tersebut dan mampu memahaminya.
12
Berdasarkan hal ini, maka akal, fikr (pemikiran), dan idrak (kesadaran),
adalah pemindahan (transfer) fakta melalui panca indera ke dalam otak, disertai
dengan pengetahuan (informasi) yang diperoleh sebelumnya, yang kemudian
digunakan untuk menafsirkan kenyataan tersebut.
Oleh karena itu, ideologi sosialisme jelas-jelas keliru dan rusak; sebab dia
dibangun atas dasar materi, tidak dibangun berdasarkan akal. Sama rusaknya dengan
pengertian mereka tentang pemikiran dan akal.
Ideologi kapitalisme juga tidak dibangun atas dasar akal, tetapi dibangun
berdasarkan jalan tengah antara tokoh-tokoh gereja dengan cendekiawan, setelah
sebelumnya terjadi pergolakan dan perbedaan pendapat yang sengit dan berlangsung
terus-menerus selama beberapa abad di antara mereka. Jalan tengah itu adalah
memisahkan agama dari kehidupan, yakni mengakui keberadaan agama secara tidak
langsung, tetapi dipisahkan dari kehidupan. Oleh karena itu, ideologi ini tidak
dibangun atas dasar akal, tetapi dibangun atas dasar kompromi kedua belah pihak
sebagai jalan tengah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran/keputusan yang diambil
berdasarkan jalan tengah merupakan hal yang asasi bagi mereka. Mereka
mencampuradukkan antara haq dan bathil, antara keimanan dengan kekufuran,
cahaya dengan kegelapan; dengan menempuh jalan tengah. Padahal sesungguhnya
jalan tengah itu tidak ada faktanya; sebab masalahnya adalah tinggal memilih
tindakan secara jelas dan tegas. Apakah yang haq atau yang bathil, iman ataukah
kufur, cahaya ataukah kegelapan. Pemecahan yang berasal dari jalan kompromi yang
di atasnya dibangun aqidah mereka ini, telah menjauhkannya dari kebenaran,
keimanan, dan cahaya. Oleh karena itu, ideologi kapitalisme adalah rusak, karena
tidak dibangun atas dasar akal.
Ideologi Islam adalah ideologi yang positif. Karena menjadikan akal sebagai
dasar untuk beriman kepada wujud Allah. Ideologi ini mengarahkan perhatian
manusia terhadap alam semesta, manusia, dan kehidupan, sehingga membuat manusia
yakin terhadap adanya Allah yang telah menciptakan makhluk-makhluk-Nya. Di
samping itu ideologi ini menunjukkan kesempurnaan mutlak yang selalu dicari oleh
manusia karena dorongan fitrahnya. Kesempurnaan itu tidak terdapat pada manusia,
alam semesta, dan kehidupan. Ideologi ini memberi petunjuk pada akal agar dapat
sampai pada tingkat keimanan terhadap Al-Khaliq supaya ia mudah menjangkau
keberadaan-Nya dan mengimani-Nya.
Islam dibangun atas dasar akal yang mewajibkan kepada setiap muslim
untuk mengimani adanya Allah, kenabian Muhammad SAW, ke-mukjizatan Al-
Quranul Karim dengan menggunakan akalnya. Juga mewajibkan beriman kepada
yang ghaib dengan syarat harus berasal dari sesuatu dasar yang dapat dibuktikan
keberadaan dan kebenarannya dengan akal seperti Al-Quran dan Hadits Mutawatir.
Dengan demikian, ideologi ini dibangun atas dasar akal.
Ringkasan seluruh uraian di atas dapat dilihat dalam bagan berikut.
No Standar
Kebenaran
Aqidah
SOSIALISME KAPITALISME ISLAM
1 Kesesuaian
dengan fitrah
-Tidak sesuai fitrah, sebab
(berusaha) menafikan
naluri beragama, atau
mengalihkannya pada
objek yang salah
(ideologi, pengikut
ideologi, tokoh, dll)
-Tidak sesuai fitrah, sebab
tidak mengakui
ketidakmampuan manusia
mengatur kehidupan,
sehingga manusia
membuat sendiri aturan
hidupnya
-Sesuai fitrah, mengakui
ketidakmampuan manusia
mengatur kehidupan,
sehingga mengambil
aturan hidup dari Al
Khaliq
2 Kesesuaian -Tidak dibangun atas -Tidak dibangun atas -Dibangun atas dasar
13
dengan akal dasar akal, tetapi atas
dasar materi, sebab materi
dianggap mendahului
pemikiran. Pemikiran
dianggap refleksi materi
ke dalam otak
dasar akal, tetapi jalan
tengah, antara yang
mengingkari agama secara
mutlak, dengan yang
mengharuskan tunduknya
semua aspek kehidupan
pada agama
akal, sebab dgn akal dapat
dicapai iman kpd Allah,
Al Qur`an, dan kerasulan
Muhammad, yang
kemudian menjadi dasar
penetapan adanya dalil
naqli, untuk mencapai
iman kepada yang gaib
Gb.7. Kritik Terhadap Aqidah Sosialisme dan Kapitalisme Berdasarkan Standar
Kesesuaiannya Dengan Fitrah dan Akal
6. Penutup Berdasarkan semua uraian sebelumnya, hanya asas (aqidah) ideologi
Islamlah satu-satunya yang benar, sedangkan asas ideologi sosialisme dan kapitalisme
adalah rusak. Asas ideologi Islam dibangun berdasarkan akal, amat berbeda dengan
ideologi sosialisme dan kapitalisme yang tidak dibangun berlandaskan akal. Di
samping itu, asas ideologi Islam sesuai dengan fitrah manusia, sehingga mudah
diterima oleh manusia. Sedangkan asas ideologi sosialisme dan kapitalisme
berlawanan dengan fitrah manusia.
Kritik ini adalah kritik yang berdasarkan bukti rasional-faktual (dalil aqli). Di
samping itu, kebatilan asas ideologi sosialisme dan kapitalisme juga dapat juga
didasarkan pada dalil naqli, yakti bahwa keduanya adalah ideologi kufur yang tidak
didasarkan pada apa yang diturunkan Allah. Segala sesuatu pemikiran tentang
kehidupan yang tidak didasarkan pada apa yang diturunkan Allah adalah kufur dan
thaghut yang harus diingkari dan dihancurkan. Allah SWT berfirman :
“Barangsiapa yang tidak memutuskan (perkara) menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (TQS Al Maaidah : 44)
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah
beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan apa yang diturunkan sebelum
kamu ? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah
untuk mengingkari thaghut itu…”: (TQS An Nisaa` : 60) [ ]
Bahan Bacaan :
‘Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, tp, Al Quds
Abdullah, Muhammad Husain, 1990, Dirasat fi Al Fikr Al Islami, Darul Bayariq,
Beirut
Abdullah, Muhammad Husain, 1994, Mafahim Islamiyah, Darul Bayariq, Beirut
Al Qashash, Ahmad, 1995, Usus An Nahdhah Ar Rasyidah, Darul Ummah, Beirut
An Nabhani, Taqiyuddin, 1953, Nizhamul Islam, tp, Al Quds
An Nabhani, Taqiyuddin, 1994, Asy Syakhshiyah Al Islamiyah, Juz I, Darul Ummah,
Beirut
14
‘Athiyat, Ahmad, 1996, Ath Thariq, Darul Bayariq, Beirut
Az Zain, Samih Athif, 1983, Thariq Al Iman, Darul Kitab Al Lubnani, Beirut
Ismail, Muhammad Muhammad,. 1958, Al Fikru Al Islami, t.p, Kairo
Shalih, Hafizh, 1988, An Nahdhah, Darun Nahdhah Al Islamiyah, Beirut