tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman kota depok

22
Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok Iis iswanto, Djoko Harmantyo, Tito Latief Indra Departemen Geografi FMIPA-UI, Kampus UI Depok 16424 Abstrak Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 (empat) di dunia. Perkembangan penduduk yang pesat yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Begitu halnya Kota Depok yang setiap tahunya mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok serta mengetahui hubungan seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat diketahui dari hasil perhitungan indek parameter setiap indikator dan pemberian bobot setiap indikator yang digunakan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis keruangan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan status sosial ekonomi digunakan bantuan analisis statistik dengan metode Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok tergolong baik. Sebagian besar tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman tergolong baik terdapat diwilayah perkotaan (urban) dan wilayah peralihan (sub urban), sedangkan pada wilayah perdesaan (rural) memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam kategori sedang. Kondisi sosial ekonomi (status sosial ekonomi) memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Kata Kunci : Kualitas Kesehatan Lingkungan, Struktur Ruang, Status Sosial Ekonomi. Abstract Indonesia is a developing country with the largest population of 4 (four) position in the world. The rapid growth of population, which is not supported by the provision of infrastructure and supporting facilities will impact the health and environmental quality of settlements. This situation will also happen in Depok City due to the growth population is increasing every year. This study aims to determine the spatial patterns of health and environmental quality level of Depok settlements and to know the effect of social relationship factor on the level of healthcare economics settlements quality. The level of health and environmental quality settlements can be known from the calculation of the parameter index of each indicator and the weighting of each indicator used. Data analyzing in this study obtained by using descriptive analysis and spatial analysis, whereas the relation between health and environmental quality settlements with the socioeconomic status obtained by using statistical analysis Chi Square method. The results indicate the level of health and environmental quality Depok settlement is fair. Most of the health and environmental quality level are quite good in residential urban region (urban) and transition region (sub-urban), while in rural areas (rural) has medium category level of health and environmental quality settlements. The Socio-economic conditions (socioeconomic status) effect the level of health care quality residential environment. Key Word : Quality of Environmental Health, Space Structure, Social Economy Status Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Iis iswanto, Djoko Harmantyo, Tito Latief Indra

Departemen Geografi FMIPA-UI, Kampus UI Depok 16424

Abstrak

Indonesia adalah negara yang sedang berkembang, dengan jumlah penduduk terbesar ke 4 (empat) di dunia. Perkembangan penduduk yang pesat yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan prasarana serta berbagai fasilitas pendukung akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Begitu halnya Kota Depok yang setiap tahunya mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola spasial tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok serta mengetahui hubungan seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat diketahui dari hasil perhitungan indek parameter setiap indikator dan pemberian bobot setiap indikator yang digunakan. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis keruangan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan status sosial ekonomi digunakan bantuan analisis statistik dengan metode Chi Square. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok tergolong baik. Sebagian besar tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman tergolong baik terdapat diwilayah perkotaan (urban) dan wilayah peralihan (sub urban), sedangkan pada wilayah perdesaan (rural) memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam kategori sedang. Kondisi sosial ekonomi (status sosial ekonomi) memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman.

Kata Kunci : Kualitas Kesehatan Lingkungan, Struktur Ruang, Status Sosial Ekonomi.

Abstract Indonesia is a developing country with the largest population of 4 (four) position in the

world. The rapid growth of population, which is not supported by the provision of infrastructure and supporting facilities will impact the health and environmental quality of settlements. This situation will also happen in Depok City due to the growth population is increasing every year. This study aims to determine the spatial patterns of health and environmental quality level of Depok settlements and to know the effect of social relationship factor on the level of healthcare economics settlements quality. The level of health and environmental quality settlements can be known from the calculation of the parameter index of each indicator and the weighting of each indicator used. Data analyzing in this study obtained by using descriptive analysis and spatial analysis, whereas the relation between health and environmental quality settlements with the socioeconomic status obtained by using statistical analysis Chi Square method. The results indicate the level of health and environmental quality Depok settlement is fair. Most of the health and environmental quality level are quite good in residential urban region (urban) and transition region (sub-urban), while in rural areas (rural) has medium category level of health and environmental quality settlements. The Socio-economic conditions (socioeconomic status) effect the level of health care quality residential environment.

Key Word : Quality of Environmental Health, Space Structure, Social Economy Status

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 2: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

PENDAHULUAN/ LATAR BELAKANG

Masalah kesehatan merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam mewujudkan

sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam tujuan Millennium Development Goals (MDG’s)

disebutkan bahwa sesuai pembangunan nasional ditunjukan dalam upaya lebih menyejahterakan

masyarakat melalui pengurangan kemiskinan dan kelaparan, mewujudkan pendidikan dasar

untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka

kematian anak, memerangi HIV/AIDs, malaria, dan penyakit lainya, menjamin kelestarian

lingkungan, serta mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.

Upaya pencapaian target MDGs dalam peningkatan kesehatan dan kelestarian lingkungan

diharapkan dapat tercapai kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat

mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur kesejahteraan

umum dari tujuan nasional. Berdasarkan konstitusi WHO (World Health Organization) telah

ditegaskan bahwa memperoleh derajat kesehatan yang setinggi tingginya merupakan hak asasi

bagi setiap orang. Timbulnya masalah kesehatan lingkungan dalam suatu Negara sebenarnya

amat dipengaruhi oleh banyak hal pada umumnya dapat dikelompokan ke dalam tiga hal, yaitu

faktor lingkungan fisik, faktor manusia, dan faktor pemerintah. Dari ketiga faktor penyebab

masalah kesehatan lingkungan yang saling berkait itu, faktor manusia agaknya merupakan faktor

terpenting.

Achmadi 1991 dalam Nasoetion 1997 menyatakan bahwa masalah kesehatan lingkungan

dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

1. Pertumbuhan dan persebaran penduduk, masalah kesehatan lingkungan cenderung timbul

pada daerah padat persatuan area, misalnya daerah perkotaan.

2. Kebijakan para pengambil keputusan, kebijakan sebagai kekuatan suprasistem dapat

mempengaruhi baik buruknya masalah kesehatan lingkungan

3. Mentalitas dan perilaku masyarakat, kesehatan lingkungan dipengaruhi oleh perilaku

sebagai penentu kebijakan maupun sebagai kelompok akibat, dan perilaku bersumber

pada mentalitas.

4. Kemampuan alam untuk mengendalikan pencemaran

Kota Depok memiliki luas area sekitar 200 Km persegi dengan kepadatan penduduk

mencapai 1,8 juta penduduk. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Depok tahun 2011,

laju pertumbuhan penduduk Kota Depok setiap tahunya cenderung meningkat. Peningkatan laju

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 3: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

pertumbuhan penduduk tahun 2006 dan tahun 2007 sebesar 3,45% pertahun, tahun 2008 laju

pertumbuhan penduduk mengalami kenaikan sebesar 3,42% pertahun, dan tahun 2009 laju

pertumbuhan penduduk sebesar 2,21% pertahun.

Perkembangan penduduk yang pesat yang tidak diimbangi oleh penyediaan sarana dan

prasarana serta berbagai fasilitas pendukung akan berdampak pada penurunan kualitas kesehatan

lingkungan permukiman. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan suatu peneliatian tentang

Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman di Kota Depok. Penelitian ini dilaksanakan di Kota

Depok, yang terdiri dari 11 Kecamatan dengan 63 kelurahan. Setiap wilayah penelitian tersebut

akan diklasifikasikan berdasarkan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman menjadi 3

(tiga) kelas yaitu: baik, sedang, dan buruk, sesuai dengan tingkat kesehatan lingkungan masing-

masing wilayah.

1.2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian ini, penulis merumusakan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pola Ruang Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman di Kota

Depok?

2. Apakah sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap kulitas kesehatan lingkungan

permukiman?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk mengetahui :

1. Mengetahui pola spasial tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok.

2. Mengetahui hubungan seberapa besar pengaruh sosial ekonomi terhadap masalah tingkat

kualitas kesehatan lingkungan permukiman.

TINJAUAN TEORITIS

1. Lingkungan Hidup dan Permukiman

Lingkungan hidup menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009/2010 tentang

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) adalah kesatuan ruang dengan semua

benda, daya, keadaan, dan mahkluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahkluk hidup

lainya. Jenis-jenis lingkungan hidup manusia terdiri atas lingkungan hidup alam, lingkungan

hidup buatan, dan lingkungan hidup sosial.

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 4: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Definisi kawasan permukiman menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Pasal 1 ayat (3)

tentang perumahan dan permukiman adalah kawasan permukiman merupakan bagian dari

lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun

perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan

yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Maksud dari lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian adalah bagian dari kawasan lingkungan permukiman yang terdiri atas lebih

dari satu satuan permukiman.

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri dari kumpulan rumah-rumah

yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan, serta berfungsi

sebagai sarana tempat tinggal untuk beristirahat setelah melakukan tugas sehari-hari. Oleh sebab

itu sebaiknya kondisi rumah harus memenuhi syarat-syarat kesehatan, kebersihan, dan keindahan

agar memberikan rasa kenyamanan dan ketentraman. Seperti diketahui kondisi rumah sangat

mempengaruhi terhadap kesehatan penghuninya.

2. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan menurut WHO adalah suatu keseimbangan ekologi yang harus ada

antara manusia dan lingkungannya agar dapat menjamin keadaan sehat bagi manusia. Sedangkan

definisi kesehatan lingkungan menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan) adalah

suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologis yang dinamis antara

manusia dan lingkungan untuk mendukung tercapainya realitas hidup manusia yang sehat,

sejahtera, dan bahagia. Secara sederhana lingkungan dapat diartikan sebagai sesuatu yang berada

di sekitar manusia. Lingkungan yang berada di sekitar manusia dapat dikatagorikan menjadi tiga,

yaitu: lingkungan fisik, lingkungan biologi, dan lingkungan sosial.

Pengertian kesehatan lingkungan adalah perkembangan dari istilah sanitasi dan Hygiene.

Kedua istilah tersebut di artikan oleh Anwar (1983), masing-masing adalah sebagai berikut.

Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan

terhadap kesehatan manusia, usaha pencegahan timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan

kesehatan tersebut serta membuat lingkungan sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan

kesehatan, termasuk usaha melindungi, memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan

manusia.

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 5: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Sanitasi adalah usaha pengendalian faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin

menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik,

kesehatan dan daya tahan hidup manusia. A World Health Organization Expert Communitte

(Kusnoputranto, 1983) mendefinisikan sanitasi lingkungan adalah usaha-usaha pengendalian dari

semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat

menimbulkan hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup

manusia. Secara umum pengelolaan sanitasi lingkungan meliputi faktor penyediaan air

rumahtangga yang baik, pengaturan pembuangan kotoran manusia, pengaturan pembuangan

sampah, pengaturan pembuangan air limbah, pengaturan rumah sehat, pembasmian binatang-

binatang penyebab penyakit seperti lalat dan nyamuk (Entjang, 1982).

Untuk menilai keadaan lingkungan sehat, MDGs telah mimilih empat indikator yang

diprogramkan dalam sektor kesehatan, yaitu persentase keluarga yang memiliki persediaan air

minum sehat, persentase keluarga yang memiliki akses terhadap jamban sehat, persentase

keluarga yang mengelola sampah dengan baik, dan persentase keluarga yang mengelola air

limbahnya dengan aman.

3. Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman

Kualitas kesehatan lingkungan permukiman menurut undang-undang Nomor 4 Tahun 1992

tentang perumahan dan permukiman adalah ukuran baik tidaknya suatu kawasan perumahan

dalam berbagai bentuk dan ukuran dengan penataan tanah dan ruang, prasarana dan sarana

lingkungan yang terstruktur berdasarkan pada suatu acuan baku yang dipakai serta adanya

hubungan sosial di dalamnya. Secara umum kesehatan lingkungan permukiman dapat dilihat dari

kondisi perumahan penduduk yang secara garis besar dapat digambarkan menurut keadaan

rumah/konstruksi bangunan rumah, keadaan dingding, lantai dan atap rumah, banyaknya kamar

tidur, ventilasi, jendela, keadaan dapur, tersedianya air bersih, jamban, tempat sampah, saluran

air limbah, dan keadaan/kebersihan di sekitar lingkungan permukiman.

Syarat-syarat rumah sehat menurut Azwar (1983), dengan mengacu pada pedoman

American Public Health Association, menetapkan sehat tidaknya suatu rumah, yaitu: sistem

pengadaan air di rumah tersebut baik atau tidak, fasilitas untuk mandi, sistem pembuangan air

bekas, fasilitas pembuangan tinja, jumlah anggota yang tinggal dalam suatu rumah, terdapat

vertilasi udara yang memadai dan kekuatan bangunan atau kondisi bangunan secara fisik. Dalam

artikel “Environmental Health Insights” The Impact of Densification by Means of Informal

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 6: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Shacks in the Backyards of Low-Cost Houses on the Environment and Service Delivery in Cape

Town, South Africa (Thashlin Govender, Jo M. Barnes and Clarissa H. Pieper, 2011)

menyatakan bahwa perumahan yang dibangun oleh pemerintah kepada masyarakat di perkotaan

sebagian besar memiliki sarana sanitasi yang buruk sejalan dengan kepadatan jumlah penduduk.

4. Status Sosial Ekonomi Masyarakat

Status Sosial Ekonomi adalah kedudukan, tingkat sosial ekonomi seseorang dilihat dari segi

pekerjaan atau jabatan, tingkat pendidikan dan keadaan ekonomi atau pendapatan dalam suatu

kelompok serta masyarakat yang membedakanya dengan orang lain. Dengan demikian dalam

suatu masyarakat kita dapat menentukan adanya lapisan masyarakat golongan atas, menengah

dan rendah, dimana masing-masing kelompok mempunyai tingkah laku yang berbeda-beda

dengan kelompoknya. Beragamnya kedudukan atau status sosial ekonomi di dalam suatu

lingkungan permukiman akan memunculkan stratifikasi sosial atau pengkelas-kelasan secara

bertingkat. Menurut Yulisanti.A.I (2000), tinggi rendahnya status sosial ekonomi seseorang

ditentukan oleh pendidikan, pekerjaan dan penghasilan.

Dalam penelitaian Nasoetion (1997), tentang “Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan

Kualitas Kesehatan Lingkungan” bahwa Status sosial ekonomi mempunyai hubungan erat

dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Latar belakang pendidikan seseorang

merupakan salah satu indikator status sosial ekonomi yang berkaitan dengan perilaku dalam

upaya meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan permukiman.

5. Indikator Penentuan Kemiskinan

Dalam menentukan ukuran kemiskinan, BPS melihat pada besaran pengeluaran untuk

memenuhi kebutuhan pokok pangan dan non pangan rumah tangga per orang per bulan.

Indikator kemiskinan ditentukan dari tingkat konsumsi per kapita di bawah suatu standar yang

disebut Garis Kemiskinan. Nilai garis kemiskinan yang digunakan untuk menentukan

kemiskinan mengacu pada kebutuhan minimum 2.100 kalori per orang per hari ditambah dengan

kebutuhan minimum non pangan. Menurut BPS, individu yang pengeluaranya lebih rendah dari

garis kemiskinan tersebut dikategorikan miskin.

6. Struktur Ruang

Ruang dapat diartikan sebagai bagian tertentu dari permukaan bumi yang mampu

mengakomodasikan berbagai bentuk kegiatan manusia dalam memenuhi kebutuhan kehidupanya

(yunus, 2010). Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 7: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat

yang secara hirarki memiliki hubungan fungsional (Perda Kota Depok, Tahun 2010). Struktur

Ruang menurut Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang adalah merupakan

tatanan komponen pembentuk rona ruang yang terdiri dari: (1) komponen hayati dan non hayati

(2) komponen lingkungan alam (3) komponen lingkungan buatan (4) komponen lingkungan

sosial. Komponen pembentuk rona ruang tersebut secara hirarki dan fungsional saling

berhubungan satu sama lain membentuk tata ruang dalam wujud struktur ruang yang meliputi

adanya:

1. Hirarki pusat pelayanan, seperti pusat kota, pusat lingkungan maupun pusat pemerintah.

2. Hirarki prasarana jalan, seperti jalan arteri, kolektor dan lokal, dan prasarana kota lainya.

3. Rancangan bangun kota seperti ketinggian bangunan, garis langit dan lain sebagainya

(penjelasan pasal 14 ayat 2 UU No. 2 Tahun 2012).

Menurut Kartolo (1989) dalam Dessy Fatmasari (2007), penggunaan tanah akan membentuk

suatu pola yang berkaitan dengan gambaran kondisi masyarakatnya, seperti dominasi lahan

pertanian, sehingga pola tersebut adalah masyarakat pertanian, namun jika polanya membentuk

permukiman yang sangat dominan, maka cerminanya adalah masyarakat jasa atau perkotaan.

Berdasarkan jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan penggunaan tanah Dinas Tata

Ruang dan Permukiman Kota Depok membagi susunan pusat-pusat permukiman menjadi 3

wilayah, yakni wilayah perkotaan (urban), wilayah peralihan (sub urban), dan wilayah perdesaan

(rural).

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini membahas tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman pada stuktur

ruang Kota Depok. Struktur ruang kota dibagi menjadi 3 (tiga) wilayah berdasarkan jumlah

penduduk, kepadatan penduduk, dan penggunaan tanah, yakni wilayah perkotaan (urban),

peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural). Kualitas kesehatan lingkungan pemukiman dilihat

dari aspek sanitasi lingkungan permukimannya seperti, sarana air bersih, jamban (MCK), sistem

pembuangan air limbah rumah tangga, dan tempat pembuangan sampah. Sehingga akan

diperoleh tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan klasifikasi baik, sedang,

dan buruk sesuai dengan tingkat kesehatan lingkungan permukiman masing-masing wilayah.

Selanjutnya, tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dihubungkan dengan aspek

sosial ekonomi untuk mengetahui besaran hubungan antara tingkat kualitas kesehatan lingkungan

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 8: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

permukiman dengan sosial ekonomi. Sosial ekonomi yang akan diteliti meliputi: tingkat

pendidikan terakhir dan jumlah penduduk miskin.

Teknik analisa data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif, analisis

keruangan dan analisis statistik.

1. Analisis deskriptif, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran karakteristik sebaran

nilai masing-masing variabel yang diteliti, sehingga didapatkan gambaran suatu daerah

yang memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan baik, sedang, rendah berada pada

karakteristik lokasi seperti apa.

2. Analisis keruangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis komparasi

keruangan (spatial comparison analysis). Analisis komparasi keruangan adalah

analisis yang digunakan dengan membandingkan antara wilayah satu dengan wilayah

yang lain dengan minimal ada 2 (dua) wilayah yamg diteliti bertujuan untuk

mengetahui keunggulan dan kelemahan yang ada pada masing-masing wilayah dalam

hal yang sama, sehingga dapat diketahui upaya untuk menentukan kebijakan

pengembangan wilayah lebih lanjut (Yunus 2010). Analisis komparasi keruangan

dalam penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbedaan tingkat kualitas kesehatan

lingkungan permukiman pada wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan

perdesaan (rural).

3. Metode statistik yaitu, untuk mengetahui hubungan antara kualitas kesehatan

lingkungan permukiman dengan status sosial ekonomi dilakukan pengujian hipotesis

menggunakan korelasi Chi square. Korelasi chi square merupakan uji statistik yang

berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh serta mengukur kuatnya hubungan.

Berikut adalah Rumus chi square (Hasan, 2001):

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman

Untuk mengetahui tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok, dalam

penelitian ini diukur berdasarkan indikator sarana air bersih, jamban (MCK), sistem pembuangan

air limbah, dan sistem pembuangan limbah padat (sampah).

A. Sarana Air Bersih

Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai akses terhadap sumber air

bersih yaitu:

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 9: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

a. Persentase rumahtangga yang paling dominan menggunakan sarana air bersih dengan

air Ledeng (PDAM) dimasukan dalam kategori kelas baik, karena pengolahan air

ledeng menggunakan perpipahan atau terlindung total.

b. Persentase rumahtangga yang paling dominan menggunakan sarana air bersih dengan

sumur pompa tangan (SPT) atau bor dikategorikan kelas sedang.

c. Persentase rumahtangga yang paling dominan menggunakan sarana air bersih dengan

sumur gali dikategorikan kelas buruk. Hal ini dikarenakan sumur gali (SGL) masih

belum memenuhi syarat kesehatan, misalnya banyak sumur yang tidak tertutup,

plesteran disekitar sumur kurang lebar atau jarak antara sumur dengan jamban kurang

dari 12 m, yang mengakibatkan tingginya kemungkinan pencemaran terhadap air

sumur (Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Depok).

Persentase penggunaan sarana air bersih pada wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub

urban), dan perdesaan (rural) didapatkan 3 (tiga) kelas klasifikasi yakni klasifikasi baik, sedang,

dan buruk. Di bawah ini adalah diagram pengguna sarana air bersih Kota Depok.

Gambar 5.1. Persentase Tingkat Sarana Air Bersih Kota Depok

(Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan

Pengolahan Data 2012)

Pada Gambar 5.1 menunjukan bahwa persentase pengguna sarana air bersih yang

menggunakan air sumur gali atau klasifikasi buruk tertinggi berada pada wilayah perdesaan

(rural) yaitu sebesar 32% atau sebanyak 20 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub

urban) dengan tingkat klasifikasi buruk hanya memiliki persentase 19% atau sebanyak 12

kelurahan dan wilayah perkotaan (urban) hanya sebesar 8% atau 5 kelurahan. Tingkat klasifikasi

buruk yang terdapat di wilayah perdesaan (rural) tersebar di Kelurahan Sawangan, Kedaung,

Pasir Putih, Pengasinan, Bedahan, Sawangan Baru, Cinangka (Kecamatan Sawangan), Kelurahan

Gandul (Kecamatan Cinere), Kelurahan Cipayung, Cipayung Jaya, B. Pondok Terong, Pondok

Jaya, Ratujaya, Ratujaya, Cipayung, Jatimulya, Cilodong, Kalibaru (Kecamatan Cilodong),

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 10: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Kelurahan Cilangkap, Leuwinaggung (Kecamatan Tapos), Kelurahan Pondok Petir, dan

Kelurahan Serua (Kecamatan Bojongsari).

B. Jamban (MCK)

Jenis Jamban

Sarana pembuangan kotoran/jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah jamban leher

angsa yang dilengkapi tangki septik. Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk

menilai jenis jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan yaitu:

- Klasifikasi baik menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga menggunakan

jamban berbentuk leher angsa yang dialirkan ke septik tank.

- Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga menggunakan

jamban berbentuk leher angsa dialirkan ke cubuk.

- Klasifikasi buruk menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga menggunakan

jamban berbentuk cemplung dialirkan ke cubuk.

Penggunaan Jamban

Kriteria alternatif untuk menilai penggunaan jamban keluarga yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu:

- Klasifikasi baik yaitu menunjukan bahwa tingginya nilai persentase rumah tangga yang

memiliki jamban keluarga sendiri/pribadi yang digunakan hanya untuk 1 keluarga atau

rumah tangga.

- Klasifikasi sedang yaitu menunjukan bahwa tingginya nilai persentase rumah tangga yang

memiliki jamban keluarga bersama, milik bersama atau milik sendiri tetapi digunakan

bersama 2-10 rumah tangga.

- Klasifikasi buruk yaitu menunjukan bahwa tingginya nilai persentase rumah tangga yang

tidak memiliki tempat mandi, cuci, dan kakus pribadi, sehingga rumah tangga

menggunakan MCK (Mandi, cuci, kakus). Rumah tangga jenis ini memiliki kebiasaan

yang dianggap kurang sehat dalam melakukan kebutuhan mandi, cuci dan buang airnya.

Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh, persentase jenis jamban yang dimiliki

rumahtangga pada wilayah perkotaan (rural), peralihan (sub urban), dan perdesaan (urban)

didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yaitu klasifikasi baik dan sedang. Di bawah ini adalah

diagram persentase jenis jamban rumahtangga yang tersebar di wilayah Kota Depok.

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 11: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Gambar 5.3. Persentase Rumahtangga menurut jenis jamban rumahtangga

Kota Depok

(Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan

Pengolahan Data 2012)

Pada gambar 5.3 menunjukan bahwa persentase bentuk jamban keluarga baik pada wilayah

perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) Kota Depok sebagian besar telah

memenuhi syarat kesehatan. Dimana masyarakat sebagaian besar sudah menggunakan jenis

jamban berbentuk leher angsa yang disalurkan ke tangki septik atau klasifikasi baik. Pada

wilayah perkotaan (urban) hampir semua rumahtangga sudah memakai jenis jamban berbentuk

leher angsa yang disalurkan ke tangki saptik (klasifikasi baik) yakni dengan persentase sebesar

19% atau sebanyak 12 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban) dan perdesaan

(rural) masih terlihat ada rumahtangga yang memakai jenis jamban berbentuk leher angsa

disalurkan ke cubuk yaitu masing-masing sebesar 2%.

Bila dilihat dari persentase pengguna jamban rumahtangga yang tersebar di wilayah

perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural), didapatkan 1 (satu) tingkat

klasifikasi yaitu klasifikasi baik artinya hampir semua rumahtangga memiliki jamban keluraga

sendiri/pribadi. Di bawah ini adalah diagram persentase pengguna jamban rumahtangga yang

tersebar di wilayah Kota Depok.

Gambar 5.5. Persentase pengguna jamban rumahtangga Kota Depok

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 12: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

(Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)

Pada gambar 5.5 menunjukan bahwa persentase penggunaan jamban di seluruh wilayah

Kota Depok baik wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), maupun perdesaan (rural)

secara umum di dominasi oleh tingkat klasifikasi baik. Tingkat klasifikasi baik pada wilayah

perkotaam memiliki persentase sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan, pada wilayah peralihan

sebesar 35% atau sebanyak 22 kelurahan, dan pada wilayah perdesaan sebesar 46% atau

sebanyak 29 kelurahan.

C. Tempat Pembuangan Sampah

Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai tempat pembuangan sampah

yang memenuhi syarat kesehatan yaitu didapatkan 3 tingkat klasifikasi:

- Klasifikasi baik menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga memiliki tempat

pembuangan sampah kedap air dan tertutup.

- Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga memiliki tempat

pembuangan sampah kedap air dan tidak tertutup.

- Klasifikasi buruk menunjukan bahwa tingginya persentase rumah tangga memiliki tempat

pembuangan sampah tidak kedap air.

Persentase tempat pembuangan sampah (TPS) pada wilayah perkotaan (urban), peralihan

(sub urban), dan perdesaan (rural) Kota Depok didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yakni

klasifikasi baik dan buruk (Gambar 5.7).

Gambar 5.7 Persentase Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Kota Depok

(Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan

Pengolahan Data 2012)

Pada gambar 5.7 menunjukan bahwa persentase tempat pembuangan sampah (TPS)

rumahtangga di wilayah Kota Depok baik wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan

perdesaan (rural) sebagian besar sudah memenuhi syarat kesehatan yakni tempat pembuangan

sampah rumahtangga sebagian besar sudah kedap air dan tertutup atau klasifikasi baik. Pada

wilyah perkotaan (urban) memiliki tingkat klasifikasi baik dengan persentase sebesar 17% atau

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 13: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

sebanyak 11 kelurahan, sedangkan tingkat klasifikasi buruk pada wilayah perkotaan memiliki

persentase terendah yakni hanya sebesar 2% atau sebanyak 1 kelurahan. Pada wilayah peralihan

(sub urban) maupun wilayah perdesaan (rural) memiliki tingkat klasifikasi baik dengan

persentase masing-masing sebesar 25% atau sebanyak 16 kelurahan pada wilayah peralihan dan

33% atau sebanyak 21 kelurahan pada wilayah perdesaan. Untuk tingkat klasifikasi buruk

mendominasi pada wilayah perdesaan yakni dengan persentase sebesar 13%.

D. Sistem Pembuangan Air Limbah Rumahtangga

Dalam penelitian ini disajikan kriteria alternatif untuk menilai sistem pembuangan air

limbah rumahtangga yang memenuhi syarat kesehatan yaitu didapatkan 3 tingkat klasifikasi:

- Klasifikasi baik menunjukan bahwa tingginya persentase rumahtangga memiliki sistem

pembuangan air limbah saluran tertutup/peresapan.

- Klasifikasi buruk menunjukan bahwa tingginya persentase rumahtangga memiliki sistem

pembuangan air limbah saluran terbuka/Got.

Di bawah ini adalah diagram persentase sistem pembuangan air limbah rumahtangga yang

tersebar di wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) Kota Depok.

Gambar 5.9 Persentase Rumah Tangga Menurut Sistem Pembuangan Air Limbah (Sumber: Laporan Pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan

Pengolahan Data 2012)

Pada gambar 5.9 menunjukan bahwa sistem pembuangan air limbah rumahtangga pada

seluruh wilayah Kota Depok umumnya sudah menggunakan saluran tertutup/peresapan

(klasifikasi baik). Persentase tertinggi sistem pembuangan air limbah rumahtangga yang

menggunakan saluran tertutup/peresapan (klasifikasi baik) berada pada wilayah perdesaan

(rural) sebesar 33% atau sebanyak 21 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban)

yang tergolong klasifikasi baik memiliki persentase sebesar 25% atau sebanyak 16 kelurahan dan

pada wilayah perkotaan (urban) sebesar 13% atau sebanyak 8 kelurahan. Untuk tingkat

klasifikasi buruk tertinggi persentasenya pada wilayah perdesaan (rural) dengan persentase

sebesar 13% atau sebanyak 8 kelurahan, sedangkan pada wilayah peralihan (sub urban) memiliki

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 14: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

persentase sebesar 10% atau sebanyak 6 kelurahan dan persentase pada wilayah perkotaan

(urban) hanya 6% atau sebanyak 4 kelurahan.

5.1.2 Status Sosial

Dalam penelitian ini, indikator yang digunakan dalam menentukan status sosial ekonomi,

yaitu: tingkat pendidikan dan tingkat jumlah keluarga miskin.

5.1.2.1 Pendidikan

Persentase tingkat pendidikan terakhir dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 tingkat

klasifikasi, yakni tinggi, sedang, dan rendah :

- Klasifikasi tinggi menunjukan bahwa tingginya persentase pendidikan terakhir yang

ditempuh lebih dari SMA.

- Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase pendidikan terakhir yang

ditempuh hanya SLTP dan SMA.

- Klasifikasi rendah menunjukan bahwa tingginya persentase pendidikan terakhir yang di

tempuh tidak lebih dari SD.

Hasil dari pengolahan data, persentase tingkat pendidikan terakhir pada wilayah perkotaan

(urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural) didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yakni

klasifikasi sedang dan rendah. Di bawah ini adalah diagram persentase tingkat pendidikan

terakhir yang tersebar pada wilayah Kota Depok.

Gambar 5.11 Persentase Tingkat Pendidikan Terakhir pada Struktur Ruang Kota Depok

(Sumber: Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), Dinas Kependudukan Tahun 2011 dan

Pengolahan Data 2012)

Pada gambar 5.11 menunjukan bahwa tingkat pendidikan terakhir pada seluruh wilayah

Kota Depok baik wilayah perkotaan (urban), peralihan (sub urban), dan perdesaan (rural)

sebagian besar tergolong kelas sedang artinya sebagian besar penduduk sudah menempuh tingkat

menengah yaitu SLTP dan SMA. Tingkat pendidikan terakhir pada wilayah perkotaan (urban)

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 15: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

terlihat cukup baik dibandingkan pada wilayah peralihan (sub urban) dan perdesaan (rural). Hal

ini terlihat pada wilayah perkotaan hampir seluruh kelurahan didominasi dengan tingkat

persentase kelas sedang yaitu sebesar 19% atau 12 kelurahan.

5.1.2.2 Kemiskinan

Untuk menentukan tingkat kemiskinan dibagi kedalam 3 kelas klasifikasi berdasarkan

persentase Rumah Tangga Sederhana (RTS), yaitu kelas tinggi, sedang, dan rendah :

- Klasifikasi tinggi menunjukan bahwa tingginya persentase Rumah Tangga Hampir Miskin

(RTHM).

- Klasifikasi sedang menunjukan bahwa tingginya persentase Rumah Tangga Miskin (RTM).

- Klasifikasi rendah menunjukan bahwa tingginya persentase Rumah Tangga Sangat Miskin

(RTSM).

Hasil dari pengolahan data, persentase RTS didapatkan 2 (dua) tingkat klasifikasi yakni

klasifikasi tinggi dan sedang. Di bawah ini adalah diagram persentase RTS pada struktur ruang

Kota Depok.

Gambar 5.13 Persentase Kelompok Rumah Tangga Sederhana (RTS)

(Sumber: Data BPS Tahun 2011, dan Pengolahan Data Sekunder 2012)

Pada gambar 5.13 menunjukan bahwa tingkat rumahtangga sederhana (RTS) pada wilayah

perkotaan (urban) dan peralihan (sub urban) sebagian besar tergolong klasifikasi tinggi, artinya

pada wilayah ini di dominasi oleh Rumah Tangga Hampir Miskin (RTHM), dengan persentase

tertinggi masing-masing wilayah sebesar 13% atau 8 kelurahan pada wilayah perkotaan dan pada

wilayah peralihan sebesar 24% atau 15 Kelurahan.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 16: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dalam penelitian ini didapatkan dari

hasil perhitungan beberapa indikator diantaranya adalah sarana air bersih, jamban (MCK), sistem

pembuangan air limbah (SPAL), dan tempat pembuangan limbah padat (sampah). Berdasarkan

hasil pengolahan data, maka tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman pada struktur

ruang Kota Depok didapatkan 2 kelas yakni kelas baik dan sedang. Tingkat kualitas kesehatan

lingkungan permukiman klasifikasi baik mendominasi seluruh wilayah Kota Depok baik pada

wilayah Perkotaan (urban), peralihan (sub urban) dan perdesaan (rural). Persentase tertinggi

pada tingkat klasifikasi baik terdapat pada wilayah peralihan (sub urban) sebesar 32% atau

sebanyak 20 kelurahan (lihat gambar 5.15 dan gambar 5.16). Sedangkan untuk tingkat kualitas

kesehatan lingkungan permukiman sedang, memiliki persentase terbesar pada wilayah perdesaan

(rural) sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan (lihat Gambar 5.8 dan gambar 5.16).

Pada kelurahan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi baik

rata-rata rumahtangga memiliki jamban sendiri/pribadi artinya jamban hanya digunakan untuk 1

(satu) keluarga atau rumahtangga, bentuk jamban menggunakan leher angsa yang dilengkapi

tangki septik, sarana air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari menggunakan air

ledeng atau dengan sumur pompa tangan/bor, sarana pembuangan air limbah rumah tangga

memakai sistem pembuangan air limbah saluran tertutup/peresapan, serta memiliki tempat

pembuangan sampah kedap air baik terbuka maupun tertutup. Sedangkan kelurahan dengan

tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi sedang, rata-rata rumahtangga

memiliki jamban pribadi, bentuk jamban leher angsa disalurkan ke tangki septik atau ke cubuk,

sarana air bersih yang digunakan rumahtangga menggunakan sumur pompa tangan/bor dan

sumur gali, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memiliki sistem pembuangan tertutup

dan terbuka, serta memiliki TPS tidak kedap air.

Gambar 5.15 Persentase Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman pada Struktur

Ruang Kota Depok

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 17: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

(Sumber: Laporan pendataan Sarana Sanitasi Dasar (SARSANDAS) Puskesmas Kota Depok Tahun 2011 dan Pengolahan Data 2012)

Pada Gambar 5.15 menunjukan bahwa tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman

pada struktur ruang Kota Depok yang semakin jauh dari wilayah perkotaan didominasi oleh

tingkat kualitas kesehatan lingkungan sedang. Hal ini terlihat dari persentase yang tersaji dalam

diagram yang menunjukan bahwa pada wilayah perkotaan persentase tingkat klasifikasi sedang

hanya memiliki persentase sebesar 2% atau sebanyak 1 kelurahan, sedangkan pada wilayah

peralihan sebesar 3% atau sebanyak 2 kelurahan dan pada wilayah perdesaan memiliki

persentase yang tinggi yakni sebesar 19% atau sebanyak 12 kelurahan (lihat Tabel 5.2).

Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman tergolong baik pada wilayah perkotaan

(urban) secara umum rumahtangga pada wilayah ini sudah memiliki jamban sendiri/pribadi,

jamban rumahtangga berbentuk leher angsa yang disalurkan ke tangki septik, sarana air bersih

yang digunakan untuk keperluan sehari-hari menggunakan air ledeng atau menggunakan sumur

pompa tangan/bor, sarana pembuangan air limbah rumah tangga memakai sistem pembuangan

air limbah saluran tertutup/peresapan, serta memiliki tempat pembuangan sampah kedap air baik

terbuka maupun tertutup. Sedangkan pada wilayah perdesaan (rural) yang memiliki tingkat

kualitas kesehatan lingkungan permukiman klasifikasi sedang sebagian besar rumahtangga pada

wilayah ini masih banyak yang menggunakan sarana air bersih menggunakan air sumur baik

yang terlindung maupun tidak terlindung, bentuk jamban yang digunakan berbentuk leher angsa

disalurkan ke tangki septik atau ke cubuk serta memiliki TPS tidak kedap air.

Tabel 5.1 Persentase Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman pada Struktur Ruang

Kota Depok

Struktur Ruang Tingkat Kualitas Kesehatan

LingkunganPermukiman

Jumlah

Kelurahan

Persentase

(%)

Perkotaan Baik 11 17

Sedang 1 2

Peralihan Baik 20 32

Sedang 2 3

Perdesaan Baik 17 27

Sedang 12 19

Total 63 100

(Sumber : Pengolahan Data Sekunder, 2012)

5.2.2 Hubungan Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman dengan Status

Sosial Ekonomi

A. Pendidikan

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 18: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Faktor tingkat pendidikan dapat menentukan tingkat kualitas kesehatan lingkungan

permukiman, maka dapat diduga bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan dapat

mempengaruhi terhadap kualitas kesehatan lingkungan permukimanya. Dengan kata lain

seseorang yang berpendidikan tinggi akan cenderung lebih memperhatikan dan lebih mengerti

tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan, pentingnya kebersihan

lingkungan, baik kebersihan di dalam rumah, di luar rumah, dan pentingnya pengadaan sarana

sanitasi lingkungan. Berikut adalah jumlah kelurahan pada tingkat pendidikan dengan kualitas

kesehatan lingkungan permukiman.

Tabel 5.2 Hubungan Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman dengan

Tingkat Pendidikan pada Struktur Ruang Kota Depok

Struktur

Ruang

Tingkat Kualitas Kesehatan

Lingkungan Permukiman

Tingkat

Pendidikan

Jumlah

Kelurahan

Perkotaan Baik Sedang 11

Sedang Sedang 1

Peralihan Baik Sedang 17

Baik Rendah 3

Sedang Sedang 1

Sedang Rendah 1

Perdesaan Baik Sedang 16

Baik Rendah 1

Sedang Sedang 3

Sedang Rendah 9

Total 63

(Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2012)

Berdasarkan hasil overlay antara tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dengan

tingkat pendidikan menunjukan bahwa tingkat pendidikan memiliki pengaruh terhadap tingkat

kualitas kesehatan lingkungan permukiman. Hal ini terlihat semakin tinggi tingkat pendidikan

terakhir semakin baik tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukimanya. Pada Tabel 5.2

menunjukan bahwa pada tingkat pendidikan klasifikasi sedang terdapat pada 44 kelurahan

dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik, sedangkan pada tingkat

pendidikan klasifikasi rendah memiliki 4 kelurahan dengan tingkat kualitas kesehatan

lingkungan permukiman baik. Artinya semakin tinggi tingkat pendidikan terakhir semakin baik

pula tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman dan sebaliknya. Pada wilayah perkotaan

dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan baik memiliki jumlah kelurahan lebih banyak pada

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 19: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

tingkat pendidikan sedang yakni 11 kelurahan. Sedangkan pada wilayah perdesaan dengan

tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman sedang memiliki jumlah kelurahan lebih

banyak pada tingkat pendidikan rendah.

Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara tingkat pandidikan dengan kualitas

kesehatan lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel uji chi square (lihat Lampiran). Dari

hasil perhitungan dengan menggunakan output SPSS menunjukkan bahwa nilai chi square

hitung sebesar 26,862 dan chi square tabel sebesar 3,841 (taraf kepercayaan 95% dan derajat

kebebasan 1) sehingga dapat diambil kesimpulan chi square hitung lebih besar dari chi square

tabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan

dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman.

B. Kemiskinan

Berdasarkan hasil pengolahan data sekunder, wilayah yang memiliki jumlah keluraga miskin

rendah atau klasifikasi tinggi umumnya memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan

permukiman yang jauh lebih baik dibandingkan dengan wilayah yang memiliki jumlah keluarga

miskin tinggi. Pada wilayah yang memiliki jumlah keluarga miskin tinggi umumnya penduduk

tidak memperhatikan sarana sanitasi dasar yang berhubungan dengan peningkatan kualitas

kesehatan lingkungan rumah tanggahnya, seperti sarana air bersih, kakus, tempat pembuangan

air kotor, tempat pembuangan sampah, dan lain-lain.

Tabel 5.3 Hubungan Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman dengan Tingkat

Rumahtangga Sederhana (RTS) pada Struktur Ruang Kota Depok

Struktur

Ruang

Tingkat Kualitas Kesehatan

LingkunganPermukiman

Klasifikasi

Tingkat RTS

Jumlah

Kelurahan

Perkotaan Baik Tinggi 8

Baik Sedang 3

Sedang Sedang 1

Peralihan Baik Tinggi 14

Baik Sedang 6

Sedang Tinggi 1

Sedang Sedang 1

Perdesaan Baik Tinggi 9

Baik Sedang 8

Sedang Sedang 7

Sedang Tinggi 5

Total 63

(Sumber: Pengolahan Data Sekunder, 2012)

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 20: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Pada tabel 5.3 menunjukan hasil overlay antara tingkat kualitas kesehatan lingkungan

permukiman dengan tingkat rumahtangga sederhana (RTS). Dimana tingkat rumahtangga

sederhana (RTS) memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan

permukimanya. Hal ini terlihat pada wilayah dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan

permukiman baik semakin banyak jumlahnya pada rumahtangga hampir miskin (RHM) atau

klasifikasi tinggi, sedangkan pada wilayah dengan tingkat klasifikasi rumahtangga sederhana

(RTS) sedang sebagian besar memiliki tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman

sedang. Kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada rumahtangga sederhana (RTS)

klasifikasi tinggi terdapat sebanyak 31 kelurahan.

Pada wilayah perkotaan dengan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik

pada rumahtangga sederhana (RTS) klasifikasi tinggi memiliki 8 kelurahan yang tersebar di

Kelurahan Pancoran Mas, Depok jaya, Pondok Cina Kecamatan Pancoran Mas, Abadijaya,

Bhaktijaya, Mekar jaya, dan Tirtajaya Kecamatan Sukmajaya, dan Cinere Kecamatan Cinere.

Pada wilayah peralihan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada

rumahtangga sederhana (RTS) klasifikasi tinggi memiliki 14 kelurahan. Sedangkan, pada

wilayah perdesaan dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman baik pada rumahtangga

sederhana (RTS) klasifikasi tinggi memiliki 9 kelurahan.

Untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara tingkat rumahtangga sederhana (RTS)

dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman dapat dilihat pada tabel uji chi square (lihat

Lampiran). Dari hasil perhitungan dengan menggunakan output SPSS menunjukkan bahwa nilai

chi square hitung sebesar 3,988 dan chi square tabel sebesar 3,841 dengan taraf kepercayaan

95% dan derajat kebebasan (df) = 1 sehingga dapat diambil kesimpulan chi square hitung lebih

besar dari chi square tabel, maka Ho ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara

jumlah keluarga miskin dengan kualitas kesehatan lingkungan permukiman.

5. KESIMPULAN

Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman Kota Depok memiliki 2 (dua) kelas

klasifikasi yakni kelas baik dan sedang. Tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman

dalam kategori baik sebagian besar tersebar pada wilayah perkotaan (urban) dan peralihan (sub

urban), sedangkan tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman kategori sedang hanya

mendominasi wilayah perdesaan (rural).

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 21: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Faktor sosial ekonomi memiliki pengaruh terhadap tingkat kualitas kesehatan lingkungan

permukiman. Semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik pula tingkat kualitas kesehatan

lingkungan permukimanya, dan sebaliknya. Begitu juga kaitanya dengan tingkat kemiskinan,

pada wilayah dengan tingkat kemiskinanya rendah maka ada kecenderungan yang menunjukan

tingkat kualitas kesehatan lingkungan permukiman semakin baik, dan sebaliknya.

KEPUSTAKAAN

Achmadi, uf. Masalah Kesehatan Lingkungan Perkotaan di Indonesia dan Indikator permukiman

sehat dan perkotaan.

Andiwikarta, S. 1988. Sosiologi pendidikan: Isu dan Hipotesis tentang Hubungan Pendidikan

dengan Masyarakat. Ditjen Dikti, Depdikbud, Jakarta.

Azwar, A. (1996). Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan . Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Badan Pusat Statistik (BPS). (2002). Indikator Kemiskinan. Jakarta.

BAPPEDA. (2011). Buku Putih Sanitasi Kota Depok Tahun 2011. Depok.

Bilivson. 2004. Struktur Ruang Sebagai Arahan Pengembangan Ekonomi Wilayah Kabupaten

Barito Selatan. Tesis Program Studi Magister Perencanaan Pembangunan Wilayah dan

Kota Pascasarjana Universitas Diponegoro.

Daldjoeni. N. 1998. Geografi Kota dan Desa. PT Alumni Bandung. Salatiga

Daldjoeni, N. Suyitno, A. 1979. Pedesaan, Lingkungan dan Pembangunan. Alumni, Bandung.

Dinas Kesehatan Kota Depok. (2011). Profil Sarana Sanitasi Dasar Kota Depok Tahun 2011.

Depok.

Dinas Kesehatan Kota Depok. (2011). Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan. Depok.

Enjang, I. 1982. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Alumni, Bandung.

Fatmasari, Dessy. 2007. Kualitas Lingkungan Permukiman di Kecamatan Cengkareng. Tesis

Program Pasca Sarjana UI program studi kajian pengembangan perkotaan.

Govender, Thashlin., Barnes Jo M., and H. Pieper Clarissa. (2011). The Impact of Densification

by Means of Informal Shacks in the Backyards of Low-Cost Houses on the Environment

and Service Delivery in Cape Town, South Africa. Environmental Health Insights 23-25.

Kjellstrom, Tord., Friel, Sharon., Dixon, Jane., Corvalan, Carlos., Rehfuess, Eva., Campbell-

Lendrum, Diarmid., Gore, Fiona., and Bartram, Jamie. (2007). Urban Environmental

Health Hazards and Health Equity. Journal of Urban Health : Bulletin of the New York

Academy of Medicine, Vol. 84, No. 1. The New York Academy of Medicine.

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013

Page 22: Tingkat Kualitas Kesehatan Lingkungan Permukiman Kota Depok

Kurniasari, Intan. (2009). Spasial Tingkat Kesehatan Masyarakat Squater Area Ci Liwung.

Depok: FMIPA.

Lestarini, Wiji. (2007). Pengaruh Status Sosial Ekonomi Terhadap Pemilihan Moda

Transportasi untuk Perjalanan Kerja. Jurusan Teknik Sipil FT UI, Depok.

Moorea, Melinda., Gouldb, Philip., S. Keary, Barbara. (2003). Global Urbanization and Impact

on Health. International Journal of Hygiene and Environmental Health.

Nasoetion, Panisean. (1997). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas kesehatan

Lingkungan (studi kasus Kecamatan Kedaton, Kotamadya Bandar Lampung). Tesis

Program Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia.

Rahardjo, Sugeng. Saraswati, Ratna. 2002. Struktur Ruang Kota Depok. Jurnal Geografi.

Rahardjo, S. 2005. Pengaruh Penggunaan Tanah Terhadap Kualitas Hidup. Disertasi Program

Doktor Studi Kajian Ilmu Lingkungan, Jakarta.

Republik Indonesia.(1992). Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009/2010 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

Republik Indonesia.(2011). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 pasal 1 ayat (3) tentang

Perumahan dan Kawasan Permukiman.Lembaran Negara Republik Indonesia.

Sandy, I.M., H. Kartono & S. Rahardjo, 1989. Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan

Tanah Berencana. Jurusan Geografi FMIPA UI, Depok.

Slamet, juli. (1994). Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Bandung.

Tobing, Imran SL. (2005). Dampak Sampah Terhadap Kesehatan Lingkungan dan Manusia.

Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta.

World Health Organization,

Yunus, Sabari Hadi. (2010). Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Yogyakarta: pustaka

pelajar.

Tingat kualitas..., Iis Iswanto, FMIPA UI, 2013