tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim...

13
189 TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM PADA EKOSISTEM PEGUNUNGAN KASUS DI GUNUNG : TALANG KABUPATEN SOLOK, SUMATERA BARAT (Level of Social Vurnerability to Climate Change at the Mountain Ecosystem: Case at Talang Mountain, Solok , West Sumatra Regency ) Yanto Rochmayanto Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Kebijakan dan Perubahan Iklim Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor, Indonesia; e-mail: rochmayanto @yahoo.co. yr uk Diterima 11 Maret 2014 direvisi 5 Juni 2014 disetujui 2 Maret 2015 ABSTRACT Mountain ecosystems are very sensitive to climate change, so that a failure in addressing climate dynamics will have serious consequences for agricultural and forestry sectors This study aims to determine the level of vulnerability of communities in mountain . ecosystems to climate change. The research was conducted in three villages in the Solok Regency, West Sumatra Province, namely Salayo Tanang Bukit Sileh, Air Batumbuk and Air Dingin. Primary and secondary data was collected through observation and interviews with 30 respondents in each village, and then analyzed with descriptive analysis and scoring. The results show that exposure with a focus on landslides that have a high degree of vulnerability in all villages. Nagari Salayo Tanang BukitSileh and Air Dingin villages have high sensitivity level, while Air Batumbuk village has moderate sensitivity level. The major factors in the formation of the vulnerability of mountain ecosystems are infrastructure (landslide control structures, settlement patterns), ecological factors (forest cover, cliff condition) and economic condition (land / natural resources - based economies). Efforts to reduce the level of vulnerability of the community are by constructing landslide control, settlement arrangement that are resistant to landslides, growing woody plants in the area of agriculture and plantation with slope of > 45°, the enrichment and expansion of community protection forest. Keywords: Social vulnerability, climate change, mountain ecosystem. ABSTRAK Ekosistem pegunungan sangat sensitif terhadap perubahan iklim sehingga kegagalan dalam menangani dinamika iklim akan berdampak serius bagi sektor kehutanan dan pertanian. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat pada ekosistem pegunungan terhadap perubahan iklim. Penelitian dilaksanakan di tiga nagari di Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, yaitu: Salayo Tanang Bukit Sileh, Air Batumbuk dan Air Dingin. Data primer dan sekunder diambil melalui observasi dan wawancara dengan 30 responden di setiap nagari, kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif dan skoring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan fokus longsor memiliki tingkat kerentanan tinggi di semua nagari. Nagari singkapan Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi, sedangkan Nagari Air Batumbuk menunjukkan tingkat sensitivitas sedang. Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur (bangunan pengendali longsor, pola pemukiman), ekologi (tutupan hutan, kondisi tebing) dan ekonomi (mata pencaharian berbasis lahan/sumber daya alam). Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat adalah: pembangunan fisik pengendali tebing, penataan pemukiman yang resisten terhadap tanah longsor, pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya >45 , pengayaan dan perluasan hutan lindung nagari o . Kata kunci: Kerentanan masyarakat, perubahan iklim, ekosistem pegunungan.

Upload: nguyendien

Post on 06-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

189

TINGKAT KERENTANAN MASYARAKAT TERHADAP PERUBAHAN IKLIM PADA EKOSISTEM PEGUNUNGAN KASUS DI GUNUNG

TALANG KABUPATEN SOLOK SUMATERA BARAT(Level of Social Vurnerability to Climate Change at the Mountain Ecosystem Case

at Talang Mountain Solok West SumatraRegency )

Yanto RochmayantoPusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim

Jl Gunung Batu No 5 Bogor Indonesia e-mail rochmayanto yahoocoyr uk

Diterima 11 Maret 2014 direvisi 5 Juni 2014 disetujui 2 Maret 2015

ABSTRACT

Mountain ecosystems are very sensitive to climate change so that a failure in addressing climate dynamics will have serious consequences for agricultural and forestry sectors This study aims to determine the level of vulnerability of communities in mountain ecosystems to climate change The research was conducted in three villages in the Solok Regency West Sumatra Province namely Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk and Air Dingin Primary and secondary data was collected through observation and interviews with 30 respondents in each village and then analyzed with descriptive analysis and scoring The results show that exposure with a focus on landslides that have a high degree of vulnerability in all villages Nagari Salayo Tanang BukitSileh and Air Dingin villages have high sensitivity level while Air Batumbuk village has moderate sensitivity level The major factors in the formation of the vulnerability of mountain ecosystems are infrastructure (landslide control structures settlement patterns) ecological factors (forest cover cliff condition) and economic condition (land natural resources - based economies) Efforts to reduce the level of vulnerability of the community are by constructing landslide control settlement arrangement that are resistant to landslides growing woody plants in the area of agriculture and plantation with slope of gt 45deg the enrichment and expansion of community protection forest

Keywords Social vulnerability climate change mountain ecosystem

ABSTRAK

Ekosistem pegunungan sangat sensitif terhadap perubahan iklim sehingga kegagalan dalam menangani dinamika iklim akan berdampak serius bagi sektor kehutanan dan pertanian Oleh karena itu penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat pada ekosistem pegunungan terhadap perubahan iklim Penelitian dilaksanakan di tiga nagari di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat yaitu Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk dan Air Dingin Data primer dan sekunder diambil melalui observasi dan wawancara dengan 30 responden di setiap nagari kemudian dianalisis dengan metode analisis deskriptif dan skoring Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan fokus longsor memiliki tingkat kerentanan tinggi di semua nagari Nagari singkapan Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk menunjukkan tingkat sensitivitas sedang Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur (bangunan pengendali longsor pola pemukiman) ekologi (tutupan hutan kondisi tebing) dan ekonomi (mata pencaharian berbasis lahansumber daya alam) Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat adalah pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang resisten terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan dan perluasan hutan lindung nagario

Kata kunci Kerentanan masyarakat perubahan iklim ekosistem pegunungan

190

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim Perubahan iklim menyebabkan perubahan suhu dan pola curah hujan kemudian meningkatkan peluang bencana klimatis seperti kekeringan dan banjir (Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian 2008) Kegagalan panen dan kehilangan produksi padi akibat iklim dalam periode 1991-2000 me-ningkat tiga kali lipat dibanding tahun 1981-1990 (Boer amp Las 2003) Secara umum dampak negatif perubahan iklim terhadap perekonomian global diduga menyebabkan hilangnya 5 Gross Domestic Product et al (GDP) dunia setiap tahun (Pasaribu 2008)

Pergeseran musim dan perubahan pola hujan dapat berpengaruh pada berbagai sektor Per-ubahan tersebut akan menyebabkan terganggunya musim tanam dan panen yang dapat menimbulkan ancaman terhadap ketahanan pangan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 2009) Sis-tem ekonomi pertanian juga terganggu antara lain tata niaga pupuk mengalami hambatan dan konsumsi petani mengalami penurunan Di sisi lain curah hujan yang tinggi dengan intensitas yang meningkat dapat menambah risiko terjadinya longsor terlebih jika tutupan vegetasinya sangat kurang Ancaman longsor stabilitas produksi pangan dan ekosistem hutan umumnya berada di dataran tinggi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penang-gulangan Bencana (2006) menyatakan bahwa dae-rah sepanjang Bukit Barisan merupakan daerah rawan longsor Oleh karena itu dataran tinggi merupakan ekosistem yang rentan terhadap perubahan iklim

Masyarakat merupakan pihak yang paling ter-dampak oleh perubahan musim dan cuaca eks-trem baik dampak langsung maupun tidak lang-sung (Haque 2012) Peningkatan kapasitas et almasyarakat merupakan hal krusial dalam men-jamin keberhasilan adaptasi terhadap perubahan iklim (Wamsler amp Brink 2014) terutama meng-ubah pendekatan adaptasi reaktif menjadi pro-aktif (Departement for International Develop-ment 2012) Oleh karena itu kerentanan masya-rakat terhadap perubahan iklim merupakan ba-gian penting untuk menyediakan informasi yang

kompleks di berbagai wilayah yang berbeda serta sebagai bahan perencanaan tindakan adaptasi yang meningkatkan kapasitas adaptif sistem (Watkiss 2010 et al Intergovermental Panel on Climate Change 2001)

Namun demikian pada ekosistem pegunung-an belum banyak dieksplorasi kelompok masya-rakat mana yang rentan tehadap perubahan iklim dan seberapa rentankah mereka Apa yang men-jadi faktor utama penyebab kerentanan tersebut Rekomendasi apa yang dapat disampaikan ber-kenaan dengan tingkat kerentanan dan pola adop-si teknologi adaptasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan ekosistemnya Masalah-masalah tersebut merupakan masalah mendasar dan pen-ting untuk dikaji guna merumuskan strategi adap-tasi sehingga dapat dilakukan pengurangan risiko dan penguatan kemampuan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim

Berdasarkan ur n di atas penelitian bertujuan aiuntuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat pada ekosistem pegunungan terhadap perubahan iklim Kerentanan didefinisikan sebagai kondisi yang dipengaruhi oleh proses fisik sosial ekono-mi dan lingkungan yang dapat meningkatkan risi-ko terhadap dampak bahaya (Herawati amp Santoso 2007) Adapun perubahan iklim adalah situasi iklim global yang mengalami perubahan akibat alam dan faktor antropogenik (intervensi manu-sia) Gejala perubahan iklim menurut indikator klimatis teridentifikasi dalam skala global dan dapat tidak teridentifikasi dalam skala lokal (Pawitan 2010)

II METODE PENELITIAN

A Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga nagari di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat yaitu 1) Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh Kecamatan Lembang Jaya ( plusmn 1400 m dpl) 2) Nagari altitudeAir Batumbuk Kecamatan Gunung Talang ( plusmn 1200 m dpl) dan 3) Nagari Air Dingin altitudeKecamatan Lembah Gumanti ( plusmn 1600 m altitudedpl) Secara astronomis Kabupaten Solok terletak pada 01 2027- 01 239 Lintang Selatan dan o o

100 2500rdquo-100 3343 Bujur Timur Waktu o o

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

191

penelitian efektif dilakukan pada bulan Februari-Desember 2011 Secara relatif posisi desa lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1

B Pengumpulan Data

Data primer diambil dengan cara observasi dan wawancara Pada masing-masing nagari dipi-lih 30 responden yang mewakili berbagai kelom-pok masyarakat Di antara responden tersebut terdapat informan kunci antara lain tokoh ma-syarakat sebagai local knowledge expert menurut kriteria Davis dan Wagner (2003) Adapun data sekunder diambil di lembaga-lembaga terkait antara lain Kantor Wali Nagari Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Dinas Pekerjaan Umum Kabu-paten Solok dan Balai Penelitian Buah Tropika Solok

C Analisis Data

Penilaian kerentanan dilakukan mengguna-kan rumusan Intergovermental Panel on Climate Change (2001) bahwa kerentanan merupakan fungsi dari singkapan ( ) sensitivitas ( ) dan kaexposure sensitivity -pasitas adaptif ( Singkapan me-adaptive capacity)rupakan derajat (seberapa jauh) suatu sistem (sosial dan ekosistem) secara alamiah rentan ter-hadap perubahan iklim Sensitivitas merupakan tingkat suatu sistem terkena dampak sebagai aki-bat dari semua elemen perubahan iklim termasuk

karakteristik iklim rata-rata variabilitas iklim fre-kuensi serta besaran ekstrem Kapasitas adaptif merupakan kemampuan satu sistem untuk me-nanggulangi konsekuensi dari perubahan atau menyesuaikan diri pada perubahan iklim mengurangi potensi kerusakan atau mengambil keuntungan dari perubahan iklim tersebut1 Singkapan

Singkapan diukur dengan analisis kausalitas antara variabel iklim (suhu dan curah hujan) dengan kejadian bencana klimatis ( ) climatic hazardyang berhubungan dengan kehidupan manusia menurut Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) yang relevan di ekosistem pegunu-ngan yaitu longsor Penilaian tingkat singkapan potensi longsor dilakukan menurut pendekatan Suranto (2008) sebagaimana Tabel 12 Sensitivitas

Sensitivitas dianalisis dengan metode scoringAspek sensitivitas yang dianalisis meliputi aspek sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) dengan melakukan pengem-et albangan kriteria dan indikator sebagaimana disaji-kan pada Tabel 2 Total nilai pada setiap lokasi dan atributindikator diklasifikasi menggunakan skala interval (SI) Hasil pengolahan nilai skor kemudian diinterpretasi ke dalam tiga kelas kerentanan (sen-sitivitas) yaitu tinggi sedang dan rendah

Gambar 1 Posisi relatif lokasi penelitian di Kabupaten Solok Figure 1 Relative position of research site in Solok District

Sumber ( ) Safaat (2009)Source

192

Tabel 2 Pengukuran sensitivitas terhadap perubahan iklimTable 2 Measurement of sensitivity to climate change

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

Sosial Tingkat pendidikan

Pendidikan formal (tidak sekolah SD SLTP SLTA sarjana)

- Data BPS - Interview

5 mayoritas tidak sekolah 4 mayoritas SD 3 mayoritas SLTP 2 mayoritas SLTA 1 mayoritas PT

Aksesibilitas Aksesibilitas desa (kendaraan jarak waktu tempuh sarana transportasi)

Kuesioner melalui interview

5 tidak bisa jalan darat 4 jalan tanah gt75 terisolasi 3 jalan tanah gt75 2 jalan aspal 50 1 jalan aspal gt75 Kelembaga-

an

- Aktivitas lembaga formal - Aktivitas lembaga non formal

- Tupoksiperan (ekonomisosialsumber daya alam)

- Jumlah anggota

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada kelembagaan 4 ada tapi tidak aktif 3 salah satu aktif 2 keduanya aktif satu dominan

1 keduanya aktif harmonis

Ekonomi

Sumber pendapatan (portofolio)

Sumber pendapatan berasal dari satu atau beberapa jenis sumber

-

Data BPS -

Interview

5 sumber tunggal 4 sumber ganda

3 tiga sumber 2 empat sumber

1 gt4 sumber Mata

pencaharian

Mata pencaharian utama dan ketergantungan terhadap

sumber daya alam

Kuesioner melalui interview

5 on farm

gt80 4 on farm

60-80

3 on farm

40-60 2 on farm

20-40

1 on farm

lt20 Infrastruktur

Bangunan teknik sipil

Ketersediaan jumlah dan fungsi bangunan penahan longsor (sumur resapan dam irigasi dan lain-lain)

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada 4 ada rencana

3 ada tidak berfungsi 2 ada berfungsi sebagian

1 ada berfungsi baik Pola

pemukiman - Jumlahproporsi bangunan

dan rumah tidak permanen- Data BPS- Kuesioner

5 di dekat tebing gt804 di dekat tebing 60-80

Tabel 1 Varibel penilaian longsorsingkapanTable 1 Exposure assessment variable of landslide

No

Variabel (Variable )

Penilaian (Assessment)

Potensi gerakan tanah

(Landslide potency)

1 Kelerengan (Slope) 0-15 15-25 gt 25

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah-sedang Sedang-tinggi Tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components) - Endapan lahar gunung berapi (Volcanic lava sediment) - Batuan gunung api tak teruraikan (Volcanic rock irreducibly)

Skor 2 Skor 3

Sedang Sedang-tinggi

3 Curah hujan (Rainfall) lt 1000 mmtahun (lt1000 mmyear) 1000-4000 mmtahun (1000-4000 mmyear) 4000-6000 mmtahun (4000-6000 mmyear)

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah Sedang Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) diadaptasi dari Suranto ( ) (2008)Source adapted from Suranto

193

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 2 LanjutanTable 2 Continued

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

daerah tinggi

-

Jarak bangunan dengan sumber bencana

- Proporsi bangunan pemukiman di areal tebing gt45

melalui interview

3 di dekat tebing 40-60 2 di dekat tebing 20-40 1 di dekat tebing lt20

Ekologi

Tutupan hutan

- Luasproporsi hutan saat ini

-

Luasproporsi hutan yang diubah peruntukannya

Kuesioner melalui interview

5 tutupan hutan lt10

4 tutupan hutan 10-20

3 tutupan hutan 20-30

2 tutupan hutan 30-50

1 tutupan hutan gt50

Kondisi bantaran tebing

-

Jumlahproporsi tebing yang labil

Kuesioner melalui interview

5 labil gt80

4 labil 60-80

3 labil 40-60

2 labil 20-401 labil lt20

3 Kapasitas adaptifKapasitas adaptif dianalisis dengan metode

scoring Aspek kapasitas adaptif yang dianalisis me-liputi aspek yang sama dengan variabel sensiti-vitas yaitu sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) Jika indikator ter-et alsebut menunjukkan sifat melemahkan maka ter-golong sensitif sedangkan jika menguatkan maka tergolong kapasitas adaptif

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A Perubahan Iklim di Kabupaten Solok

Salah satu gejala terjadinya perubahan iklim dapat dilihat pada sifat hujan Sifat curah hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2011) yang dapat dikelompokkan menjadi hujan normal (N) di atas normal (AN) dan di bawah normal (BN) Sifat hujan di lokasi penelitian cenderung di bawah normal pada pertengahan tahun dan di atas normal pada akhir tahun Dinamika tersebut mengindikasikan adanya gangguan atmosfer minimal gangguan pada skala lokal dan regional sehingga mem-

pengaruhi curah hujan di wilayah Solok dan se-kitarnya pada semester dua tahun 2011

Rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun ter-akhir di Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sukarami dan Alahan Panjang menunjukkan kecenderungan mening-kat Adapun jumlah curah hujan tahunan di kedua stasiun memperlihatkan tren yang menurun namun kembali meningkat pada periode akhir pengamatan Hal tersebut mengindikasikan bah-wa curah hujan pada 30 tahun terakhir tidak stabil (Gambar 2)

Masyarakat di lokasi penelitian sudah merasa-kan adanya perubahan pada suhu dan pola hujan Seluruh responden menyatakan bahwa masyara-kat merasakan peningkatan suhu menjadi lebih panas selama 30 tahun terakhir Sebagian besar responden (98) menyatakan terjadinya per-ubahan pola hujan menjadi tidak teratur semakin tinggi intensitasnya tapi semakin pendek durasinya

Masyarakat di pegunungan sebagian besar me-miliki mata pencaharian pertanian dengan komo-ditas hortikultura seperti bawang merah bawang daun kol tomat jagung dan tanaman lainnya Tanaman perkebunan yang ada adalah teh (khu-susnya di Nagari Air Batumbuk) Perubahan suhu dan pola hujan dirasakan oleh masyarakat ber-pengaruh terhadap penurunan produktivitas

Sumber ( ) diadaptasi dari Benson et al ( ) (2007)Source adapted from Benson et al

194

panen hortikultura tapi tidak terjadi terhadap teh (Tabel 3) Penurunan produktivitas ini secara teknis diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan air sehingga menyebabkan gagal panen atau penurunan kualitas dan kuantitas buah Selain itu munculnya hama penyakit tanaman yang dipicu oleh perubahan suhu dan pola hujan juga disinyalir sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen Penurunan produk-tivitas pertanian di lokasi penelitian lebih tinggi dari hasil studi Muhammad (2011) di mana et alpada iklim yang lebih basah menyebabkan peningkatan kegagalan pertanian dari 024-073 menjadi 87-138

B Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim

1 Longsor sebagai fokus singkapanBerdasarkan hubungan fungsional teoritis

longsor dapat terjadi karena beberapa faktor pengontrol yaitu kondisi lereng kondisi tanah batuan penyusun lereng kondisi geologi kondisi hidrologi pada lereng dan penggunaan lahan pada lereng Iklim dan curah hujan bertindak sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu ketika intensitas hujan yang tinggi (lebih dari 70 mmjam atau 2500 mm tahun) danatau intensitas hujan yang kurang dari 70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu (Tabel 4)

Keterangan ( ) ) Tidak tersedia data diestimasi dari tahun sebelumnya ( )R Nemarks o data estimated from previous year Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Gambar Rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan di Stasiun Pengamatan Alahan Panjang dan 2Sukarami Kabupaten Solok

Figure Monthly and yearly rainfall on the average at climatological station of Alahan Panjang and Sukarami Solok 2 District

Tabel 3 Dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap produktivitas pertanianTable 3 Impact of climate change and extreme weather to agricultural production

No Komoditi (Comodity) Penurunan produksi pertanian (Reduction of agricultural production) ()

Nagari Bukit Sileh Nagari Air Batumbuk Nagari Air Dingin

1 Cabe 50-60 20-50 10 2 Kentang 50 75 - 3 Bawang merah 60-70 50 10 4 Cabe keriting 50 - - 5 Kol 50-75 80 30 6

Sawi

50-75

-

-

7

Kentang

60

75

- 8

Tomat

50

25-50

-

9 Teh - 30-50 -Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

190

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

I PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang rentan terhadap perubahan iklim Perubahan iklim menyebabkan perubahan suhu dan pola curah hujan kemudian meningkatkan peluang bencana klimatis seperti kekeringan dan banjir (Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian 2008) Kegagalan panen dan kehilangan produksi padi akibat iklim dalam periode 1991-2000 me-ningkat tiga kali lipat dibanding tahun 1981-1990 (Boer amp Las 2003) Secara umum dampak negatif perubahan iklim terhadap perekonomian global diduga menyebabkan hilangnya 5 Gross Domestic Product et al (GDP) dunia setiap tahun (Pasaribu 2008)

Pergeseran musim dan perubahan pola hujan dapat berpengaruh pada berbagai sektor Per-ubahan tersebut akan menyebabkan terganggunya musim tanam dan panen yang dapat menimbulkan ancaman terhadap ketahanan pangan (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional 2009) Sis-tem ekonomi pertanian juga terganggu antara lain tata niaga pupuk mengalami hambatan dan konsumsi petani mengalami penurunan Di sisi lain curah hujan yang tinggi dengan intensitas yang meningkat dapat menambah risiko terjadinya longsor terlebih jika tutupan vegetasinya sangat kurang Ancaman longsor stabilitas produksi pangan dan ekosistem hutan umumnya berada di dataran tinggi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penang-gulangan Bencana (2006) menyatakan bahwa dae-rah sepanjang Bukit Barisan merupakan daerah rawan longsor Oleh karena itu dataran tinggi merupakan ekosistem yang rentan terhadap perubahan iklim

Masyarakat merupakan pihak yang paling ter-dampak oleh perubahan musim dan cuaca eks-trem baik dampak langsung maupun tidak lang-sung (Haque 2012) Peningkatan kapasitas et almasyarakat merupakan hal krusial dalam men-jamin keberhasilan adaptasi terhadap perubahan iklim (Wamsler amp Brink 2014) terutama meng-ubah pendekatan adaptasi reaktif menjadi pro-aktif (Departement for International Develop-ment 2012) Oleh karena itu kerentanan masya-rakat terhadap perubahan iklim merupakan ba-gian penting untuk menyediakan informasi yang

kompleks di berbagai wilayah yang berbeda serta sebagai bahan perencanaan tindakan adaptasi yang meningkatkan kapasitas adaptif sistem (Watkiss 2010 et al Intergovermental Panel on Climate Change 2001)

Namun demikian pada ekosistem pegunung-an belum banyak dieksplorasi kelompok masya-rakat mana yang rentan tehadap perubahan iklim dan seberapa rentankah mereka Apa yang men-jadi faktor utama penyebab kerentanan tersebut Rekomendasi apa yang dapat disampaikan ber-kenaan dengan tingkat kerentanan dan pola adop-si teknologi adaptasi yang sesuai dengan kondisi masyarakat dan ekosistemnya Masalah-masalah tersebut merupakan masalah mendasar dan pen-ting untuk dikaji guna merumuskan strategi adap-tasi sehingga dapat dilakukan pengurangan risiko dan penguatan kemampuan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim

Berdasarkan ur n di atas penelitian bertujuan aiuntuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat pada ekosistem pegunungan terhadap perubahan iklim Kerentanan didefinisikan sebagai kondisi yang dipengaruhi oleh proses fisik sosial ekono-mi dan lingkungan yang dapat meningkatkan risi-ko terhadap dampak bahaya (Herawati amp Santoso 2007) Adapun perubahan iklim adalah situasi iklim global yang mengalami perubahan akibat alam dan faktor antropogenik (intervensi manu-sia) Gejala perubahan iklim menurut indikator klimatis teridentifikasi dalam skala global dan dapat tidak teridentifikasi dalam skala lokal (Pawitan 2010)

II METODE PENELITIAN

A Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di tiga nagari di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat yaitu 1) Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh Kecamatan Lembang Jaya ( plusmn 1400 m dpl) 2) Nagari altitudeAir Batumbuk Kecamatan Gunung Talang ( plusmn 1200 m dpl) dan 3) Nagari Air Dingin altitudeKecamatan Lembah Gumanti ( plusmn 1600 m altitudedpl) Secara astronomis Kabupaten Solok terletak pada 01 2027- 01 239 Lintang Selatan dan o o

100 2500rdquo-100 3343 Bujur Timur Waktu o o

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

191

penelitian efektif dilakukan pada bulan Februari-Desember 2011 Secara relatif posisi desa lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1

B Pengumpulan Data

Data primer diambil dengan cara observasi dan wawancara Pada masing-masing nagari dipi-lih 30 responden yang mewakili berbagai kelom-pok masyarakat Di antara responden tersebut terdapat informan kunci antara lain tokoh ma-syarakat sebagai local knowledge expert menurut kriteria Davis dan Wagner (2003) Adapun data sekunder diambil di lembaga-lembaga terkait antara lain Kantor Wali Nagari Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Dinas Pekerjaan Umum Kabu-paten Solok dan Balai Penelitian Buah Tropika Solok

C Analisis Data

Penilaian kerentanan dilakukan mengguna-kan rumusan Intergovermental Panel on Climate Change (2001) bahwa kerentanan merupakan fungsi dari singkapan ( ) sensitivitas ( ) dan kaexposure sensitivity -pasitas adaptif ( Singkapan me-adaptive capacity)rupakan derajat (seberapa jauh) suatu sistem (sosial dan ekosistem) secara alamiah rentan ter-hadap perubahan iklim Sensitivitas merupakan tingkat suatu sistem terkena dampak sebagai aki-bat dari semua elemen perubahan iklim termasuk

karakteristik iklim rata-rata variabilitas iklim fre-kuensi serta besaran ekstrem Kapasitas adaptif merupakan kemampuan satu sistem untuk me-nanggulangi konsekuensi dari perubahan atau menyesuaikan diri pada perubahan iklim mengurangi potensi kerusakan atau mengambil keuntungan dari perubahan iklim tersebut1 Singkapan

Singkapan diukur dengan analisis kausalitas antara variabel iklim (suhu dan curah hujan) dengan kejadian bencana klimatis ( ) climatic hazardyang berhubungan dengan kehidupan manusia menurut Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) yang relevan di ekosistem pegunu-ngan yaitu longsor Penilaian tingkat singkapan potensi longsor dilakukan menurut pendekatan Suranto (2008) sebagaimana Tabel 12 Sensitivitas

Sensitivitas dianalisis dengan metode scoringAspek sensitivitas yang dianalisis meliputi aspek sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) dengan melakukan pengem-et albangan kriteria dan indikator sebagaimana disaji-kan pada Tabel 2 Total nilai pada setiap lokasi dan atributindikator diklasifikasi menggunakan skala interval (SI) Hasil pengolahan nilai skor kemudian diinterpretasi ke dalam tiga kelas kerentanan (sen-sitivitas) yaitu tinggi sedang dan rendah

Gambar 1 Posisi relatif lokasi penelitian di Kabupaten Solok Figure 1 Relative position of research site in Solok District

Sumber ( ) Safaat (2009)Source

192

Tabel 2 Pengukuran sensitivitas terhadap perubahan iklimTable 2 Measurement of sensitivity to climate change

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

Sosial Tingkat pendidikan

Pendidikan formal (tidak sekolah SD SLTP SLTA sarjana)

- Data BPS - Interview

5 mayoritas tidak sekolah 4 mayoritas SD 3 mayoritas SLTP 2 mayoritas SLTA 1 mayoritas PT

Aksesibilitas Aksesibilitas desa (kendaraan jarak waktu tempuh sarana transportasi)

Kuesioner melalui interview

5 tidak bisa jalan darat 4 jalan tanah gt75 terisolasi 3 jalan tanah gt75 2 jalan aspal 50 1 jalan aspal gt75 Kelembaga-

an

- Aktivitas lembaga formal - Aktivitas lembaga non formal

- Tupoksiperan (ekonomisosialsumber daya alam)

- Jumlah anggota

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada kelembagaan 4 ada tapi tidak aktif 3 salah satu aktif 2 keduanya aktif satu dominan

1 keduanya aktif harmonis

Ekonomi

Sumber pendapatan (portofolio)

Sumber pendapatan berasal dari satu atau beberapa jenis sumber

-

Data BPS -

Interview

5 sumber tunggal 4 sumber ganda

3 tiga sumber 2 empat sumber

1 gt4 sumber Mata

pencaharian

Mata pencaharian utama dan ketergantungan terhadap

sumber daya alam

Kuesioner melalui interview

5 on farm

gt80 4 on farm

60-80

3 on farm

40-60 2 on farm

20-40

1 on farm

lt20 Infrastruktur

Bangunan teknik sipil

Ketersediaan jumlah dan fungsi bangunan penahan longsor (sumur resapan dam irigasi dan lain-lain)

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada 4 ada rencana

3 ada tidak berfungsi 2 ada berfungsi sebagian

1 ada berfungsi baik Pola

pemukiman - Jumlahproporsi bangunan

dan rumah tidak permanen- Data BPS- Kuesioner

5 di dekat tebing gt804 di dekat tebing 60-80

Tabel 1 Varibel penilaian longsorsingkapanTable 1 Exposure assessment variable of landslide

No

Variabel (Variable )

Penilaian (Assessment)

Potensi gerakan tanah

(Landslide potency)

1 Kelerengan (Slope) 0-15 15-25 gt 25

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah-sedang Sedang-tinggi Tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components) - Endapan lahar gunung berapi (Volcanic lava sediment) - Batuan gunung api tak teruraikan (Volcanic rock irreducibly)

Skor 2 Skor 3

Sedang Sedang-tinggi

3 Curah hujan (Rainfall) lt 1000 mmtahun (lt1000 mmyear) 1000-4000 mmtahun (1000-4000 mmyear) 4000-6000 mmtahun (4000-6000 mmyear)

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah Sedang Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) diadaptasi dari Suranto ( ) (2008)Source adapted from Suranto

193

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 2 LanjutanTable 2 Continued

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

daerah tinggi

-

Jarak bangunan dengan sumber bencana

- Proporsi bangunan pemukiman di areal tebing gt45

melalui interview

3 di dekat tebing 40-60 2 di dekat tebing 20-40 1 di dekat tebing lt20

Ekologi

Tutupan hutan

- Luasproporsi hutan saat ini

-

Luasproporsi hutan yang diubah peruntukannya

Kuesioner melalui interview

5 tutupan hutan lt10

4 tutupan hutan 10-20

3 tutupan hutan 20-30

2 tutupan hutan 30-50

1 tutupan hutan gt50

Kondisi bantaran tebing

-

Jumlahproporsi tebing yang labil

Kuesioner melalui interview

5 labil gt80

4 labil 60-80

3 labil 40-60

2 labil 20-401 labil lt20

3 Kapasitas adaptifKapasitas adaptif dianalisis dengan metode

scoring Aspek kapasitas adaptif yang dianalisis me-liputi aspek yang sama dengan variabel sensiti-vitas yaitu sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) Jika indikator ter-et alsebut menunjukkan sifat melemahkan maka ter-golong sensitif sedangkan jika menguatkan maka tergolong kapasitas adaptif

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A Perubahan Iklim di Kabupaten Solok

Salah satu gejala terjadinya perubahan iklim dapat dilihat pada sifat hujan Sifat curah hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2011) yang dapat dikelompokkan menjadi hujan normal (N) di atas normal (AN) dan di bawah normal (BN) Sifat hujan di lokasi penelitian cenderung di bawah normal pada pertengahan tahun dan di atas normal pada akhir tahun Dinamika tersebut mengindikasikan adanya gangguan atmosfer minimal gangguan pada skala lokal dan regional sehingga mem-

pengaruhi curah hujan di wilayah Solok dan se-kitarnya pada semester dua tahun 2011

Rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun ter-akhir di Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sukarami dan Alahan Panjang menunjukkan kecenderungan mening-kat Adapun jumlah curah hujan tahunan di kedua stasiun memperlihatkan tren yang menurun namun kembali meningkat pada periode akhir pengamatan Hal tersebut mengindikasikan bah-wa curah hujan pada 30 tahun terakhir tidak stabil (Gambar 2)

Masyarakat di lokasi penelitian sudah merasa-kan adanya perubahan pada suhu dan pola hujan Seluruh responden menyatakan bahwa masyara-kat merasakan peningkatan suhu menjadi lebih panas selama 30 tahun terakhir Sebagian besar responden (98) menyatakan terjadinya per-ubahan pola hujan menjadi tidak teratur semakin tinggi intensitasnya tapi semakin pendek durasinya

Masyarakat di pegunungan sebagian besar me-miliki mata pencaharian pertanian dengan komo-ditas hortikultura seperti bawang merah bawang daun kol tomat jagung dan tanaman lainnya Tanaman perkebunan yang ada adalah teh (khu-susnya di Nagari Air Batumbuk) Perubahan suhu dan pola hujan dirasakan oleh masyarakat ber-pengaruh terhadap penurunan produktivitas

Sumber ( ) diadaptasi dari Benson et al ( ) (2007)Source adapted from Benson et al

194

panen hortikultura tapi tidak terjadi terhadap teh (Tabel 3) Penurunan produktivitas ini secara teknis diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan air sehingga menyebabkan gagal panen atau penurunan kualitas dan kuantitas buah Selain itu munculnya hama penyakit tanaman yang dipicu oleh perubahan suhu dan pola hujan juga disinyalir sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen Penurunan produk-tivitas pertanian di lokasi penelitian lebih tinggi dari hasil studi Muhammad (2011) di mana et alpada iklim yang lebih basah menyebabkan peningkatan kegagalan pertanian dari 024-073 menjadi 87-138

B Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim

1 Longsor sebagai fokus singkapanBerdasarkan hubungan fungsional teoritis

longsor dapat terjadi karena beberapa faktor pengontrol yaitu kondisi lereng kondisi tanah batuan penyusun lereng kondisi geologi kondisi hidrologi pada lereng dan penggunaan lahan pada lereng Iklim dan curah hujan bertindak sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu ketika intensitas hujan yang tinggi (lebih dari 70 mmjam atau 2500 mm tahun) danatau intensitas hujan yang kurang dari 70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu (Tabel 4)

Keterangan ( ) ) Tidak tersedia data diestimasi dari tahun sebelumnya ( )R Nemarks o data estimated from previous year Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Gambar Rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan di Stasiun Pengamatan Alahan Panjang dan 2Sukarami Kabupaten Solok

Figure Monthly and yearly rainfall on the average at climatological station of Alahan Panjang and Sukarami Solok 2 District

Tabel 3 Dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap produktivitas pertanianTable 3 Impact of climate change and extreme weather to agricultural production

No Komoditi (Comodity) Penurunan produksi pertanian (Reduction of agricultural production) ()

Nagari Bukit Sileh Nagari Air Batumbuk Nagari Air Dingin

1 Cabe 50-60 20-50 10 2 Kentang 50 75 - 3 Bawang merah 60-70 50 10 4 Cabe keriting 50 - - 5 Kol 50-75 80 30 6

Sawi

50-75

-

-

7

Kentang

60

75

- 8

Tomat

50

25-50

-

9 Teh - 30-50 -Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

191

penelitian efektif dilakukan pada bulan Februari-Desember 2011 Secara relatif posisi desa lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1

B Pengumpulan Data

Data primer diambil dengan cara observasi dan wawancara Pada masing-masing nagari dipi-lih 30 responden yang mewakili berbagai kelom-pok masyarakat Di antara responden tersebut terdapat informan kunci antara lain tokoh ma-syarakat sebagai local knowledge expert menurut kriteria Davis dan Wagner (2003) Adapun data sekunder diambil di lembaga-lembaga terkait antara lain Kantor Wali Nagari Dinas Kehutanan Kabupaten Solok Dinas Pekerjaan Umum Kabu-paten Solok dan Balai Penelitian Buah Tropika Solok

C Analisis Data

Penilaian kerentanan dilakukan mengguna-kan rumusan Intergovermental Panel on Climate Change (2001) bahwa kerentanan merupakan fungsi dari singkapan ( ) sensitivitas ( ) dan kaexposure sensitivity -pasitas adaptif ( Singkapan me-adaptive capacity)rupakan derajat (seberapa jauh) suatu sistem (sosial dan ekosistem) secara alamiah rentan ter-hadap perubahan iklim Sensitivitas merupakan tingkat suatu sistem terkena dampak sebagai aki-bat dari semua elemen perubahan iklim termasuk

karakteristik iklim rata-rata variabilitas iklim fre-kuensi serta besaran ekstrem Kapasitas adaptif merupakan kemampuan satu sistem untuk me-nanggulangi konsekuensi dari perubahan atau menyesuaikan diri pada perubahan iklim mengurangi potensi kerusakan atau mengambil keuntungan dari perubahan iklim tersebut1 Singkapan

Singkapan diukur dengan analisis kausalitas antara variabel iklim (suhu dan curah hujan) dengan kejadian bencana klimatis ( ) climatic hazardyang berhubungan dengan kehidupan manusia menurut Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) yang relevan di ekosistem pegunu-ngan yaitu longsor Penilaian tingkat singkapan potensi longsor dilakukan menurut pendekatan Suranto (2008) sebagaimana Tabel 12 Sensitivitas

Sensitivitas dianalisis dengan metode scoringAspek sensitivitas yang dianalisis meliputi aspek sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) dengan melakukan pengem-et albangan kriteria dan indikator sebagaimana disaji-kan pada Tabel 2 Total nilai pada setiap lokasi dan atributindikator diklasifikasi menggunakan skala interval (SI) Hasil pengolahan nilai skor kemudian diinterpretasi ke dalam tiga kelas kerentanan (sen-sitivitas) yaitu tinggi sedang dan rendah

Gambar 1 Posisi relatif lokasi penelitian di Kabupaten Solok Figure 1 Relative position of research site in Solok District

Sumber ( ) Safaat (2009)Source

192

Tabel 2 Pengukuran sensitivitas terhadap perubahan iklimTable 2 Measurement of sensitivity to climate change

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

Sosial Tingkat pendidikan

Pendidikan formal (tidak sekolah SD SLTP SLTA sarjana)

- Data BPS - Interview

5 mayoritas tidak sekolah 4 mayoritas SD 3 mayoritas SLTP 2 mayoritas SLTA 1 mayoritas PT

Aksesibilitas Aksesibilitas desa (kendaraan jarak waktu tempuh sarana transportasi)

Kuesioner melalui interview

5 tidak bisa jalan darat 4 jalan tanah gt75 terisolasi 3 jalan tanah gt75 2 jalan aspal 50 1 jalan aspal gt75 Kelembaga-

an

- Aktivitas lembaga formal - Aktivitas lembaga non formal

- Tupoksiperan (ekonomisosialsumber daya alam)

- Jumlah anggota

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada kelembagaan 4 ada tapi tidak aktif 3 salah satu aktif 2 keduanya aktif satu dominan

1 keduanya aktif harmonis

Ekonomi

Sumber pendapatan (portofolio)

Sumber pendapatan berasal dari satu atau beberapa jenis sumber

-

Data BPS -

Interview

5 sumber tunggal 4 sumber ganda

3 tiga sumber 2 empat sumber

1 gt4 sumber Mata

pencaharian

Mata pencaharian utama dan ketergantungan terhadap

sumber daya alam

Kuesioner melalui interview

5 on farm

gt80 4 on farm

60-80

3 on farm

40-60 2 on farm

20-40

1 on farm

lt20 Infrastruktur

Bangunan teknik sipil

Ketersediaan jumlah dan fungsi bangunan penahan longsor (sumur resapan dam irigasi dan lain-lain)

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada 4 ada rencana

3 ada tidak berfungsi 2 ada berfungsi sebagian

1 ada berfungsi baik Pola

pemukiman - Jumlahproporsi bangunan

dan rumah tidak permanen- Data BPS- Kuesioner

5 di dekat tebing gt804 di dekat tebing 60-80

Tabel 1 Varibel penilaian longsorsingkapanTable 1 Exposure assessment variable of landslide

No

Variabel (Variable )

Penilaian (Assessment)

Potensi gerakan tanah

(Landslide potency)

1 Kelerengan (Slope) 0-15 15-25 gt 25

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah-sedang Sedang-tinggi Tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components) - Endapan lahar gunung berapi (Volcanic lava sediment) - Batuan gunung api tak teruraikan (Volcanic rock irreducibly)

Skor 2 Skor 3

Sedang Sedang-tinggi

3 Curah hujan (Rainfall) lt 1000 mmtahun (lt1000 mmyear) 1000-4000 mmtahun (1000-4000 mmyear) 4000-6000 mmtahun (4000-6000 mmyear)

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah Sedang Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) diadaptasi dari Suranto ( ) (2008)Source adapted from Suranto

193

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 2 LanjutanTable 2 Continued

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

daerah tinggi

-

Jarak bangunan dengan sumber bencana

- Proporsi bangunan pemukiman di areal tebing gt45

melalui interview

3 di dekat tebing 40-60 2 di dekat tebing 20-40 1 di dekat tebing lt20

Ekologi

Tutupan hutan

- Luasproporsi hutan saat ini

-

Luasproporsi hutan yang diubah peruntukannya

Kuesioner melalui interview

5 tutupan hutan lt10

4 tutupan hutan 10-20

3 tutupan hutan 20-30

2 tutupan hutan 30-50

1 tutupan hutan gt50

Kondisi bantaran tebing

-

Jumlahproporsi tebing yang labil

Kuesioner melalui interview

5 labil gt80

4 labil 60-80

3 labil 40-60

2 labil 20-401 labil lt20

3 Kapasitas adaptifKapasitas adaptif dianalisis dengan metode

scoring Aspek kapasitas adaptif yang dianalisis me-liputi aspek yang sama dengan variabel sensiti-vitas yaitu sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) Jika indikator ter-et alsebut menunjukkan sifat melemahkan maka ter-golong sensitif sedangkan jika menguatkan maka tergolong kapasitas adaptif

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A Perubahan Iklim di Kabupaten Solok

Salah satu gejala terjadinya perubahan iklim dapat dilihat pada sifat hujan Sifat curah hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2011) yang dapat dikelompokkan menjadi hujan normal (N) di atas normal (AN) dan di bawah normal (BN) Sifat hujan di lokasi penelitian cenderung di bawah normal pada pertengahan tahun dan di atas normal pada akhir tahun Dinamika tersebut mengindikasikan adanya gangguan atmosfer minimal gangguan pada skala lokal dan regional sehingga mem-

pengaruhi curah hujan di wilayah Solok dan se-kitarnya pada semester dua tahun 2011

Rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun ter-akhir di Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sukarami dan Alahan Panjang menunjukkan kecenderungan mening-kat Adapun jumlah curah hujan tahunan di kedua stasiun memperlihatkan tren yang menurun namun kembali meningkat pada periode akhir pengamatan Hal tersebut mengindikasikan bah-wa curah hujan pada 30 tahun terakhir tidak stabil (Gambar 2)

Masyarakat di lokasi penelitian sudah merasa-kan adanya perubahan pada suhu dan pola hujan Seluruh responden menyatakan bahwa masyara-kat merasakan peningkatan suhu menjadi lebih panas selama 30 tahun terakhir Sebagian besar responden (98) menyatakan terjadinya per-ubahan pola hujan menjadi tidak teratur semakin tinggi intensitasnya tapi semakin pendek durasinya

Masyarakat di pegunungan sebagian besar me-miliki mata pencaharian pertanian dengan komo-ditas hortikultura seperti bawang merah bawang daun kol tomat jagung dan tanaman lainnya Tanaman perkebunan yang ada adalah teh (khu-susnya di Nagari Air Batumbuk) Perubahan suhu dan pola hujan dirasakan oleh masyarakat ber-pengaruh terhadap penurunan produktivitas

Sumber ( ) diadaptasi dari Benson et al ( ) (2007)Source adapted from Benson et al

194

panen hortikultura tapi tidak terjadi terhadap teh (Tabel 3) Penurunan produktivitas ini secara teknis diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan air sehingga menyebabkan gagal panen atau penurunan kualitas dan kuantitas buah Selain itu munculnya hama penyakit tanaman yang dipicu oleh perubahan suhu dan pola hujan juga disinyalir sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen Penurunan produk-tivitas pertanian di lokasi penelitian lebih tinggi dari hasil studi Muhammad (2011) di mana et alpada iklim yang lebih basah menyebabkan peningkatan kegagalan pertanian dari 024-073 menjadi 87-138

B Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim

1 Longsor sebagai fokus singkapanBerdasarkan hubungan fungsional teoritis

longsor dapat terjadi karena beberapa faktor pengontrol yaitu kondisi lereng kondisi tanah batuan penyusun lereng kondisi geologi kondisi hidrologi pada lereng dan penggunaan lahan pada lereng Iklim dan curah hujan bertindak sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu ketika intensitas hujan yang tinggi (lebih dari 70 mmjam atau 2500 mm tahun) danatau intensitas hujan yang kurang dari 70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu (Tabel 4)

Keterangan ( ) ) Tidak tersedia data diestimasi dari tahun sebelumnya ( )R Nemarks o data estimated from previous year Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Gambar Rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan di Stasiun Pengamatan Alahan Panjang dan 2Sukarami Kabupaten Solok

Figure Monthly and yearly rainfall on the average at climatological station of Alahan Panjang and Sukarami Solok 2 District

Tabel 3 Dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap produktivitas pertanianTable 3 Impact of climate change and extreme weather to agricultural production

No Komoditi (Comodity) Penurunan produksi pertanian (Reduction of agricultural production) ()

Nagari Bukit Sileh Nagari Air Batumbuk Nagari Air Dingin

1 Cabe 50-60 20-50 10 2 Kentang 50 75 - 3 Bawang merah 60-70 50 10 4 Cabe keriting 50 - - 5 Kol 50-75 80 30 6

Sawi

50-75

-

-

7

Kentang

60

75

- 8

Tomat

50

25-50

-

9 Teh - 30-50 -Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

192

Tabel 2 Pengukuran sensitivitas terhadap perubahan iklimTable 2 Measurement of sensitivity to climate change

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

Sosial Tingkat pendidikan

Pendidikan formal (tidak sekolah SD SLTP SLTA sarjana)

- Data BPS - Interview

5 mayoritas tidak sekolah 4 mayoritas SD 3 mayoritas SLTP 2 mayoritas SLTA 1 mayoritas PT

Aksesibilitas Aksesibilitas desa (kendaraan jarak waktu tempuh sarana transportasi)

Kuesioner melalui interview

5 tidak bisa jalan darat 4 jalan tanah gt75 terisolasi 3 jalan tanah gt75 2 jalan aspal 50 1 jalan aspal gt75 Kelembaga-

an

- Aktivitas lembaga formal - Aktivitas lembaga non formal

- Tupoksiperan (ekonomisosialsumber daya alam)

- Jumlah anggota

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada kelembagaan 4 ada tapi tidak aktif 3 salah satu aktif 2 keduanya aktif satu dominan

1 keduanya aktif harmonis

Ekonomi

Sumber pendapatan (portofolio)

Sumber pendapatan berasal dari satu atau beberapa jenis sumber

-

Data BPS -

Interview

5 sumber tunggal 4 sumber ganda

3 tiga sumber 2 empat sumber

1 gt4 sumber Mata

pencaharian

Mata pencaharian utama dan ketergantungan terhadap

sumber daya alam

Kuesioner melalui interview

5 on farm

gt80 4 on farm

60-80

3 on farm

40-60 2 on farm

20-40

1 on farm

lt20 Infrastruktur

Bangunan teknik sipil

Ketersediaan jumlah dan fungsi bangunan penahan longsor (sumur resapan dam irigasi dan lain-lain)

Kuesioner melalui interview

5 tidak ada 4 ada rencana

3 ada tidak berfungsi 2 ada berfungsi sebagian

1 ada berfungsi baik Pola

pemukiman - Jumlahproporsi bangunan

dan rumah tidak permanen- Data BPS- Kuesioner

5 di dekat tebing gt804 di dekat tebing 60-80

Tabel 1 Varibel penilaian longsorsingkapanTable 1 Exposure assessment variable of landslide

No

Variabel (Variable )

Penilaian (Assessment)

Potensi gerakan tanah

(Landslide potency)

1 Kelerengan (Slope) 0-15 15-25 gt 25

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah-sedang Sedang-tinggi Tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components) - Endapan lahar gunung berapi (Volcanic lava sediment) - Batuan gunung api tak teruraikan (Volcanic rock irreducibly)

Skor 2 Skor 3

Sedang Sedang-tinggi

3 Curah hujan (Rainfall) lt 1000 mmtahun (lt1000 mmyear) 1000-4000 mmtahun (1000-4000 mmyear) 4000-6000 mmtahun (4000-6000 mmyear)

Skor 1 Skor 2 Skor 3

Rendah Sedang Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) diadaptasi dari Suranto ( ) (2008)Source adapted from Suranto

193

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 2 LanjutanTable 2 Continued

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

daerah tinggi

-

Jarak bangunan dengan sumber bencana

- Proporsi bangunan pemukiman di areal tebing gt45

melalui interview

3 di dekat tebing 40-60 2 di dekat tebing 20-40 1 di dekat tebing lt20

Ekologi

Tutupan hutan

- Luasproporsi hutan saat ini

-

Luasproporsi hutan yang diubah peruntukannya

Kuesioner melalui interview

5 tutupan hutan lt10

4 tutupan hutan 10-20

3 tutupan hutan 20-30

2 tutupan hutan 30-50

1 tutupan hutan gt50

Kondisi bantaran tebing

-

Jumlahproporsi tebing yang labil

Kuesioner melalui interview

5 labil gt80

4 labil 60-80

3 labil 40-60

2 labil 20-401 labil lt20

3 Kapasitas adaptifKapasitas adaptif dianalisis dengan metode

scoring Aspek kapasitas adaptif yang dianalisis me-liputi aspek yang sama dengan variabel sensiti-vitas yaitu sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) Jika indikator ter-et alsebut menunjukkan sifat melemahkan maka ter-golong sensitif sedangkan jika menguatkan maka tergolong kapasitas adaptif

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A Perubahan Iklim di Kabupaten Solok

Salah satu gejala terjadinya perubahan iklim dapat dilihat pada sifat hujan Sifat curah hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2011) yang dapat dikelompokkan menjadi hujan normal (N) di atas normal (AN) dan di bawah normal (BN) Sifat hujan di lokasi penelitian cenderung di bawah normal pada pertengahan tahun dan di atas normal pada akhir tahun Dinamika tersebut mengindikasikan adanya gangguan atmosfer minimal gangguan pada skala lokal dan regional sehingga mem-

pengaruhi curah hujan di wilayah Solok dan se-kitarnya pada semester dua tahun 2011

Rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun ter-akhir di Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sukarami dan Alahan Panjang menunjukkan kecenderungan mening-kat Adapun jumlah curah hujan tahunan di kedua stasiun memperlihatkan tren yang menurun namun kembali meningkat pada periode akhir pengamatan Hal tersebut mengindikasikan bah-wa curah hujan pada 30 tahun terakhir tidak stabil (Gambar 2)

Masyarakat di lokasi penelitian sudah merasa-kan adanya perubahan pada suhu dan pola hujan Seluruh responden menyatakan bahwa masyara-kat merasakan peningkatan suhu menjadi lebih panas selama 30 tahun terakhir Sebagian besar responden (98) menyatakan terjadinya per-ubahan pola hujan menjadi tidak teratur semakin tinggi intensitasnya tapi semakin pendek durasinya

Masyarakat di pegunungan sebagian besar me-miliki mata pencaharian pertanian dengan komo-ditas hortikultura seperti bawang merah bawang daun kol tomat jagung dan tanaman lainnya Tanaman perkebunan yang ada adalah teh (khu-susnya di Nagari Air Batumbuk) Perubahan suhu dan pola hujan dirasakan oleh masyarakat ber-pengaruh terhadap penurunan produktivitas

Sumber ( ) diadaptasi dari Benson et al ( ) (2007)Source adapted from Benson et al

194

panen hortikultura tapi tidak terjadi terhadap teh (Tabel 3) Penurunan produktivitas ini secara teknis diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan air sehingga menyebabkan gagal panen atau penurunan kualitas dan kuantitas buah Selain itu munculnya hama penyakit tanaman yang dipicu oleh perubahan suhu dan pola hujan juga disinyalir sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen Penurunan produk-tivitas pertanian di lokasi penelitian lebih tinggi dari hasil studi Muhammad (2011) di mana et alpada iklim yang lebih basah menyebabkan peningkatan kegagalan pertanian dari 024-073 menjadi 87-138

B Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim

1 Longsor sebagai fokus singkapanBerdasarkan hubungan fungsional teoritis

longsor dapat terjadi karena beberapa faktor pengontrol yaitu kondisi lereng kondisi tanah batuan penyusun lereng kondisi geologi kondisi hidrologi pada lereng dan penggunaan lahan pada lereng Iklim dan curah hujan bertindak sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu ketika intensitas hujan yang tinggi (lebih dari 70 mmjam atau 2500 mm tahun) danatau intensitas hujan yang kurang dari 70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu (Tabel 4)

Keterangan ( ) ) Tidak tersedia data diestimasi dari tahun sebelumnya ( )R Nemarks o data estimated from previous year Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Gambar Rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan di Stasiun Pengamatan Alahan Panjang dan 2Sukarami Kabupaten Solok

Figure Monthly and yearly rainfall on the average at climatological station of Alahan Panjang and Sukarami Solok 2 District

Tabel 3 Dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap produktivitas pertanianTable 3 Impact of climate change and extreme weather to agricultural production

No Komoditi (Comodity) Penurunan produksi pertanian (Reduction of agricultural production) ()

Nagari Bukit Sileh Nagari Air Batumbuk Nagari Air Dingin

1 Cabe 50-60 20-50 10 2 Kentang 50 75 - 3 Bawang merah 60-70 50 10 4 Cabe keriting 50 - - 5 Kol 50-75 80 30 6

Sawi

50-75

-

-

7

Kentang

60

75

- 8

Tomat

50

25-50

-

9 Teh - 30-50 -Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

193

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 2 LanjutanTable 2 Continued

Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria)

Indikator (Indicator)

Cara pengukuran (Measurement

technique)

Penilaian (Assessment)

daerah tinggi

-

Jarak bangunan dengan sumber bencana

- Proporsi bangunan pemukiman di areal tebing gt45

melalui interview

3 di dekat tebing 40-60 2 di dekat tebing 20-40 1 di dekat tebing lt20

Ekologi

Tutupan hutan

- Luasproporsi hutan saat ini

-

Luasproporsi hutan yang diubah peruntukannya

Kuesioner melalui interview

5 tutupan hutan lt10

4 tutupan hutan 10-20

3 tutupan hutan 20-30

2 tutupan hutan 30-50

1 tutupan hutan gt50

Kondisi bantaran tebing

-

Jumlahproporsi tebing yang labil

Kuesioner melalui interview

5 labil gt80

4 labil 60-80

3 labil 40-60

2 labil 20-401 labil lt20

3 Kapasitas adaptifKapasitas adaptif dianalisis dengan metode

scoring Aspek kapasitas adaptif yang dianalisis me-liputi aspek yang sama dengan variabel sensiti-vitas yaitu sosial ekonomi infrastruktur dan ekologi (Benson 2007) Jika indikator ter-et alsebut menunjukkan sifat melemahkan maka ter-golong sensitif sedangkan jika menguatkan maka tergolong kapasitas adaptif

III HASIL DAN PEMBAHASAN

A Perubahan Iklim di Kabupaten Solok

Salah satu gejala terjadinya perubahan iklim dapat dilihat pada sifat hujan Sifat curah hujan merupakan perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika 2011) yang dapat dikelompokkan menjadi hujan normal (N) di atas normal (AN) dan di bawah normal (BN) Sifat hujan di lokasi penelitian cenderung di bawah normal pada pertengahan tahun dan di atas normal pada akhir tahun Dinamika tersebut mengindikasikan adanya gangguan atmosfer minimal gangguan pada skala lokal dan regional sehingga mem-

pengaruhi curah hujan di wilayah Solok dan se-kitarnya pada semester dua tahun 2011

Rata-rata curah hujan bulanan 30 tahun ter-akhir di Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sukarami dan Alahan Panjang menunjukkan kecenderungan mening-kat Adapun jumlah curah hujan tahunan di kedua stasiun memperlihatkan tren yang menurun namun kembali meningkat pada periode akhir pengamatan Hal tersebut mengindikasikan bah-wa curah hujan pada 30 tahun terakhir tidak stabil (Gambar 2)

Masyarakat di lokasi penelitian sudah merasa-kan adanya perubahan pada suhu dan pola hujan Seluruh responden menyatakan bahwa masyara-kat merasakan peningkatan suhu menjadi lebih panas selama 30 tahun terakhir Sebagian besar responden (98) menyatakan terjadinya per-ubahan pola hujan menjadi tidak teratur semakin tinggi intensitasnya tapi semakin pendek durasinya

Masyarakat di pegunungan sebagian besar me-miliki mata pencaharian pertanian dengan komo-ditas hortikultura seperti bawang merah bawang daun kol tomat jagung dan tanaman lainnya Tanaman perkebunan yang ada adalah teh (khu-susnya di Nagari Air Batumbuk) Perubahan suhu dan pola hujan dirasakan oleh masyarakat ber-pengaruh terhadap penurunan produktivitas

Sumber ( ) diadaptasi dari Benson et al ( ) (2007)Source adapted from Benson et al

194

panen hortikultura tapi tidak terjadi terhadap teh (Tabel 3) Penurunan produktivitas ini secara teknis diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan air sehingga menyebabkan gagal panen atau penurunan kualitas dan kuantitas buah Selain itu munculnya hama penyakit tanaman yang dipicu oleh perubahan suhu dan pola hujan juga disinyalir sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen Penurunan produk-tivitas pertanian di lokasi penelitian lebih tinggi dari hasil studi Muhammad (2011) di mana et alpada iklim yang lebih basah menyebabkan peningkatan kegagalan pertanian dari 024-073 menjadi 87-138

B Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim

1 Longsor sebagai fokus singkapanBerdasarkan hubungan fungsional teoritis

longsor dapat terjadi karena beberapa faktor pengontrol yaitu kondisi lereng kondisi tanah batuan penyusun lereng kondisi geologi kondisi hidrologi pada lereng dan penggunaan lahan pada lereng Iklim dan curah hujan bertindak sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu ketika intensitas hujan yang tinggi (lebih dari 70 mmjam atau 2500 mm tahun) danatau intensitas hujan yang kurang dari 70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu (Tabel 4)

Keterangan ( ) ) Tidak tersedia data diestimasi dari tahun sebelumnya ( )R Nemarks o data estimated from previous year Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Gambar Rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan di Stasiun Pengamatan Alahan Panjang dan 2Sukarami Kabupaten Solok

Figure Monthly and yearly rainfall on the average at climatological station of Alahan Panjang and Sukarami Solok 2 District

Tabel 3 Dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap produktivitas pertanianTable 3 Impact of climate change and extreme weather to agricultural production

No Komoditi (Comodity) Penurunan produksi pertanian (Reduction of agricultural production) ()

Nagari Bukit Sileh Nagari Air Batumbuk Nagari Air Dingin

1 Cabe 50-60 20-50 10 2 Kentang 50 75 - 3 Bawang merah 60-70 50 10 4 Cabe keriting 50 - - 5 Kol 50-75 80 30 6

Sawi

50-75

-

-

7

Kentang

60

75

- 8

Tomat

50

25-50

-

9 Teh - 30-50 -Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

194

panen hortikultura tapi tidak terjadi terhadap teh (Tabel 3) Penurunan produktivitas ini secara teknis diakibatkan oleh ketidaksesuaian antara kebutuhan dengan ketersediaan air sehingga menyebabkan gagal panen atau penurunan kualitas dan kuantitas buah Selain itu munculnya hama penyakit tanaman yang dipicu oleh perubahan suhu dan pola hujan juga disinyalir sebagai salah satu penyebab penurunan kualitas dan kuantitas hasil panen Penurunan produk-tivitas pertanian di lokasi penelitian lebih tinggi dari hasil studi Muhammad (2011) di mana et alpada iklim yang lebih basah menyebabkan peningkatan kegagalan pertanian dari 024-073 menjadi 87-138

B Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan Iklim

1 Longsor sebagai fokus singkapanBerdasarkan hubungan fungsional teoritis

longsor dapat terjadi karena beberapa faktor pengontrol yaitu kondisi lereng kondisi tanah batuan penyusun lereng kondisi geologi kondisi hidrologi pada lereng dan penggunaan lahan pada lereng Iklim dan curah hujan bertindak sebagai pemicu terjadinya longsor yaitu ketika intensitas hujan yang tinggi (lebih dari 70 mmjam atau 2500 mm tahun) danatau intensitas hujan yang kurang dari 70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu (Tabel 4)

Keterangan ( ) ) Tidak tersedia data diestimasi dari tahun sebelumnya ( )R Nemarks o data estimated from previous year Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Gambar Rata-rata curah hujan bulanan dan tahunan di Stasiun Pengamatan Alahan Panjang dan 2Sukarami Kabupaten Solok

Figure Monthly and yearly rainfall on the average at climatological station of Alahan Panjang and Sukarami Solok 2 District

Tabel 3 Dampak perubahan iklim dan cuaca ekstrem terhadap produktivitas pertanianTable 3 Impact of climate change and extreme weather to agricultural production

No Komoditi (Comodity) Penurunan produksi pertanian (Reduction of agricultural production) ()

Nagari Bukit Sileh Nagari Air Batumbuk Nagari Air Dingin

1 Cabe 50-60 20-50 10 2 Kentang 50 75 - 3 Bawang merah 60-70 50 10 4 Cabe keriting 50 - - 5 Kol 50-75 80 30 6

Sawi

50-75

-

-

7

Kentang

60

75

- 8

Tomat

50

25-50

-

9 Teh - 30-50 -Sumber ( ) Rochmayanto (2013)Source et al

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

195

Penilaian potensikerentanan longsor dibentuk oleh tiga indikator yaitu kelerengan batuanpenyusun tanah dan curah hujan Berdasarkan indikator kelerengan ketiga desa memiliki potensi gerakan tanah (longsor) yang tinggi sebab pada umumnya kelerengan tanah gt45 Walaupun topografi berbukit-bergunung o

dengan kelerengan tinggi masyarakat tetap memanfaatkan lahan tersebut sebagai lokasi pe-

mukiman dan pertanian Upaya masyarakat untuk menurunkan peluang longsor hanya mengguna-kan pengaturan terasering Berdasarkan indikator tanah penyusunbatuan potensi gerakan tanah tergolong sedang-tinggi dengan batuanpenyu-sun tanah berupa batuan gunung api tak ter-uraikan dan endapan lahar gunung berapi dan menurut Prawiradisastra (2007) di Lembah Gumanti tergolong sebagai material vulkanik

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 4 Faktor pengontrol gerakan tanahTable 4 Controlling factor of landslide

Faktor pengontrol (Controlling factor)

Jenis gerakan tanah (Type of landslide)

Runtuhanjatuhan dan robohan

(Dropping and debris) Luncuran (Glide) Nendatan (Slump)

Aliran rayapan pergerakan laretal

(Flow lateral movement)

Kemiringan lereng (Slope)

Kemiringan umumnya gt45o

Kemiringan menengah hingga curam (20-65o)

Kemiringan menengah (20-45o)

Kaki pegunungan dengan kemiringan 12-20o

Tanahbatuan penyusun (Soilrock components) - Masa yang bergerak (Moving masses)

Batuan yang terpotong-potong oleh bidang retakan atau kekar umumnya berupa blok-blok batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

- Tanah residu (latosolandosol)

- Koluvium - Endapan vulkanik

yang lapuk - Rombakan batuan

Tanah lempung jenis smectit (monmorilonit dan vermicullit)

- Masa tanahbatuan yang tidak bergerak

(Unmovong soilrock masses)

Blok-blok batuan yang masih stabil

Tanahbatuan dasar yang bersifat lebih kompak dan lebih masif misalnya batuan dasar berupa breksi andesit dan andesit

Kondisi geologi (Geological conditions)

- Kondisi struktur geologi pada lereng (Geological structure conditions on the slopes)

Beberapa lereng bergerak karena kehadiran bidang kekar atau bidang perlapisan batuan yang miring searah dengan kemiringan lereng serta kemiringan

lereng lebih curam daripada

kemiringan bidang tersebut dan lebih besar dari besar sudut gesekan dalam pada bidang tersebut

- Sejarah geologi

(Geological history)

Daerah geologi yang aktif yang terletak pada zona penunjaman umumnya berasosiasi dengan aktivitas gunung api dan morfologi perbukitan

Iklim dan curah hujan (Climate and rainfall)

- Intensitas hujan yang tinggi (gt70 mmjam atau 2500 mmtahun)

- Intensitas hujan yang lt70 mmjam yang terjadi terus-menerus selama beberapa jam hari atau beberapa minggu

Kondisi hidrologi pada lereng

(Hydrological conditions on the slopes)

- Kondisi muka air tanah dangkal pada lereng yang tersusun oleh tanahdan batuan yang membentuk akuifer yang tertekan

- Kondisi muka air tanah dalam namun di atas muka air tanah terdapat ak uifer yang menggantung

- Pada lereng terdapat pipa atau saluran alam yang arah alirannya searah kemiringan lereng

Lain-lain penggunaan lahan pada lereng

(Other land uses on the slopes)

Lahan pada lereng jenuh air misalnya akibat adanya persawahan dan salur an air untuk domestik yang mengakibatkan rembesan air ke dalam lereng

Sumber ( ) Suranto (2008)Source

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

196

muda yang sangat tidak kompak Adapun menu-rut indikator klimatis berupa curah hujan potensi gerakan tanah pada ketiga desa tergolong sedang dengan rerata curah hujan tahunan 1000-4000 mmtahun Berdasarkan gabungan ketiga indika-tor dengan asumsi masing-masing indikator ber-bobot sama maka potensi gerakan tanah tergo-long tinggi (Tabel 5 dan Tabel 6)

Potensi gerakan tanah yang tinggi tersebut dibuktikan dengan frekuensi kejadian longsor di lokasi penelitian Longsor besar terakhir terjadi pada tahun 2006 setelah hujan turun selama dua hari sehingga tanah menjadi jenuh air Longsoran tanah menimpa 10 rumah dan satu mesjid Korban longsor adalah 18 orang meninggal 11 luka-luka 60 keluarga diungsikan sekitar 15

hektar sawah rusak dan gagal panen Selain longsor besar terjadi juga berbagai longsor kecil yaitu gerakan tanah dalam massa yang kecil dan tidak menyebabkan kerusakan masal Frekuensi longsor kecil di lokasi penelitian sangat tinggi kerena kondisi berbukit dengan ladang dan kebun penduduk sebagian besar telah gundul Banyak kebun warga yang longsor dan lokasinya tersebar secara sporadis Hal ini menegaskan catatan kejadian bencana di Indonesia bahwa 53 dari total kejadian bencana adalah bencana hidro-meteorologi bencana yang paling sering terjadi adalah banjir (341) dan longsor (16) (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana 2006)

Tabel 5 Penilaian kualitatif longsorsingkapanTable 5 Exposure qualitative assessment of landslide

No Variabel (Variable )

Nagari (Village) Salayo Tanang Bukit

Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Kelerengan (Slope) Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

Pada umumnya lebih dari 45o Potensi gerakan tanah tinggi

2 Batuantanah penyusun (Rocksoil components)

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

- Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan - Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

- Batuan gunung api tak teruraikan

- Endapan lahar gunung berapi

-

Potensi gerakan tanah sedang-tinggi

3

Curah hujan (Rainfall)

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Rerata 1302-2228 mmtahun

Tabel 6 Penilaian kuantitatif longsorsingkapanTable 6 Exposure quantitative assessment of landslide

No Indikator (Indicator)

Salayo Tanang Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin Skor

(Score) Bobot

(Weight) Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah (Sum)

Skor (Score)

Bobot (Weight)

Jumlah(Sum)

1 Kelerengan (Slope)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

2

Batuan penyusun (Rock components)

3 033 099 3 033 099 3 033 099

3

Curah hujan (Rainfall)

2

033

066

2

033

066

2

033

066

Jumlah skor

(Total of score) Kategori (Category) 264

Tinggi 264 Tinggi 264

Tinggi

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

Sumber ( ) data primerdiolah ) (2011)Source (primary dataprocessed

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

197

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Tabel 7 Tingkat sensitivitas masyarakat di lokasi penelitianTable 7 Sensitivity level of community at the research site

No Aspek (Aspect)

Kriteria (Criteria) Nagari (Village) Total faktor (Sum of factor)

Kategori(Category)Bukit Sileh Air Batumbuk Air Dingin

1 Sosial (Social) - Tingkat pendidikan

3 2 3 8 Sedang

- Aksesibilitas 1 2 3 6 Rendah - Kelembagaan 2 2 2 6 Rendah 2 Ekonomi

(Economy) - Sumber

pendapatan (portofolio)

3 4 4 11 Sedang

- Mata pencaharian

5 5 5 15 Tinggi

3

Infrastruktur (Infrastructure)

- Bangunan teknik sipil

5

5

5

15

Tinggi

-

Pola pemukiman daerah tinggi

5

5

5

15

Tinggi

4

Ekologi (Ecology)

- Tutupan hutan

4

4

3

11

Sedang

- Kondisi bantaran tebing

4

2

4

10

Sedang

Total skor lokasi (Score total of location)

32

31

34

Kategori (Category) Tinggi Sedang Tinggi

2 Sensitivitas dan kapasitas adaptif Faktor sensitivitas serta kapasitas adaptif di-

pengaruhi oleh empat aspek yaitu sosial ekologi infrastruktur dan ekonomi Hasil analisis sensitivitas dan kapasitas adaptif disajikan pada Tabel 7

Menurut sebaran spasial tingkat sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di lokasi penelitian berada pada kategori sedang dan tinggi Nagari Air Batumbuk yang berada pada elevasi kisaran 1200 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sinsitivitas sedang sedangkan Nagari Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin yang berada pada elevasi 1400 dan 1600 m dpl teridentifikasi pada kategori tingkat sensitivitas tinggi Jika menghubungkan antara elevasi dan tingkat sensitivitas maka dite-mukan kecenderungan semakin tinggi elevasi se-makin tinggi juga sensitivitas masyarakat terhadap perubahan iklim Namun demikian korelasi ter-sebut belum teruji oleh pengulangan lokasi pada masing-masing elevasi

Nagari Air Batumbuk yang menunjukkan kategori tingkat sensitivitas sedang dipengaruhi

positif oleh tingkat pendidikan aksesibilitas dan kondisi bantaran tebing yang lebih baik dibanding kedua nagari lainnya Dalam pengertian yang lain faktor pendidikan aksesibilitas dan kondisi ban-taran tebing menjadi faktor penguat kapasitas adaptif masyarakat Air Batumbuk Tingkat pen-didikan masyarakat mayoritas SLTA aksesibilitas nagaripemukiman masyarakat berada dekat jalan lintas Solok-Muaralabuh dan kondisi topografi lebih landai dibanding nagari lainnya

Faktor sosial memberi kontribusi rendah sampai sedang terhadap kerentanan masyarakat Aspek sosial terdiri atas faktor tingkat pendidikan aksesibilitas dan kelembagaan Faktor pendidikan berkontribusi terhadap tingkat sensitivitas pada kategori sedang karena tingkat pendidikan masyarakat di pedesaan mayoritas SLTP Adapun faktor aksesibilitas dinilai baik ditunjukkan dengan akses jalan aspal dan perkerasan sampai ke pemukiman terdalam Di samping itu kelemba-gaan menunjukkan peran baik untuk mengurangi senstivitas dan meninggikan kapasitas adaptif masyarakat karena karakteristik kultural Sumatera Barat yang religius dan berpegang teguh terhadap

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

198

norma adat Tokoh pemerintahan dan adat ber-sinergi secara harmonis dalam menyelaraskan aktivitas sosial kemasyarakatan

Aspek ekonomi berkontribusi sedang sampai tinggi bagi sensitivitas masyarakat terhadap per-ubahan iklim Portofolio mata pencaharian pen-duduk menunjukkan kategori sedang karena ma-yoritas memiliki mata pencaharian ganda yang berfungsi sebagai pengaman ( ) Namun safeguarddemikian sumber mata pencaharian mereka sa-ngat bergantung terhadap sumber daya alam se- hingga berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitasnya

Aspek infrastruktur yang terdiri atas faktor ketersediaan bangunan teknik sipil dan pola pemukiman daerah tinggi berkontribusi tinggi terhadap tingkat sensitivitas Di lokasi penelitian tidak menunjukkan upaya pemerintah maupun masyarakat untuk membuat bangunan teknik sipil agar risiko gerakan tanah dapat dikurangi Pola pemukiman penduduk juga berisiko tinggi banyak bangunan rumah dan fasilitas umum berada di sisi tebing yang rawan Bangunan teknik sipil yang banyak digunakan dalam aktivitas pertanian dan pemukiman adalah teras bangku

Aspek ekologi menunjukkan kontribusi se-dang faktor yang mendukungnya adalah tutupan hutan dan stabilitas alami bantaran tebing Tu-tupan hutan di lokasi penelitian mengalami deforestasi yang tinggi dan menyisakan hutan di lokasi yang jauh dari pemukiman Adapun sta-bilitas tebing menunjukkan kategori sedang diperkirakan terdapat 20-80 tebing labil dan rawan terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh faktor lain

Banyak studi yang menunjukkan bahwa perakaran pohon meningkatkan kekuatan tanah dan stabilitas lereng (OLoughlin amp Ziemer 1982 Cammeraat 2005) Vegetasi membantu et almeningkatkan stabilitas lereng berhutan melalui kekuatan akar dan dengan memodifikasi rezim air tanah Jika vegetasi ditebang dan sistem perakaran mulai membusuk maka jalinan perakaran dengan tanah secara progresif melemah sehingga stabi-litas lereng menurun dan berisiko meningkatkan frekuensi longsor (Ziemer 1981 Montgomery et

al 2000) Hubungan perakaran dengan tanah ini memberikan peluang dalam pemilihan jenis tana-man prioritas dengan sistem perakaran spesifik untuk mengendalikan erosi (Watson 1999) et alKombinasi pohon dengan perakaran yang dalam untuk penahan dan rumput berakar dangkal (untuk menstabilkan tanah lapisan atas) sangat disarankan untuk menstabilkan lereng yang rentan terhadap gerakan massa tanah (Zhou 1997 et alHairiyah 2006)et al

Kendati secara konseptual hutan tidak berdiri sendiri dalam mengendalikan longsor namun memberi kontribusi terhadap risiko yang tinggi apabila terjadi perubahan cuaca yang ekstrem Herawati dan Santoso (2006) menjelaskan hubungan pengaruh antara vegetasi dengan curah hujan Peran vegetasi terhadap longsor tidak terlalu besar jika dilihat pada skala kecil tapi berperan besar pada skala lanskap Fungsi vegetasi dipengaruhi oleh ketebalan solum tanah Bila solum tanah cukup tebal namun akar tumbuh tidak terlalu dalam maka tanaman tidak terlalu berfungsi dalam memperkuat tebing Vegetasi memengaruhi kestabilan tebing jika dilihat dari sisi mekanika dan hidrologi Secara mekanis vegetasi dapat meningkatkan kestabilan lereng melalui proses peningkatan kekuatan tanah namun ve-getasi juga akan menjadi beban ekstra bagi tanah Secara hidrologis vegetasi mempunyai peran positif yaitu dapat mengintersepsi dan mentrans-pirasi air hujan namun vegetasi juga meningkatkan infiltrasi air hujan dan permeabilitas tanah di lapisan atas tanah

Apabila dilakukan pemetaan tingkat kerentanan menurut sistem koordinat yang dibangun oleh tingkat risiko singkapan longsor sebagai sumbu Y dan sensitivitaskapasitas adap-tasi sebagai sumbu X maka pada Gambar 3 terlihat posisi kerentanan masing-masing nagari Sumbu Y menunjukkan derajat (seberapa jauh) ekosistem pegunungan secara alamiah rentan terhadap perubahan iklim sedangkan sumbu X menunjukkan tingkat risiko ekosistem pegunu-ngan terkena dampak sebagai akibat dari per-ubahan iklim

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

199

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

Keterangan (Remarks) - Sensitivitas dan kapasitas adaptif berkorelasi

negatif - Semakin besar poin berarti semakin tinggi

sensitivitas masyarakat tapi semakin kuat kapasitas adaptifnya

Gambar Tingkat kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim3Figure Vurnerability level of community to climate change3

VI KESIMPULAN DAN SARAN

A Kesimpulan

Kerentanan masyarakat terhadap perubahan iklim pada ekosistem pegunungan di tiga lokasi pene l i t i an dengan s ingkapan longsor teridentifikasi pada tingkat yang tinggi Tingkat sensitivitas masyarakat pegunungan tidak berkorelasi dengan ketinggian tempat Nagari Salayo Tanang Bukit Sileh dan Nagari Air Dingin dengan ketinggian tempat masing-masing 1200 dan 1600 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas tinggi sedangkan Nagari Air Batumbuk dengan ketinggian tempat 1400 m dpl menunjukkan tingkat sensitivitas sedang

Faktor utama pembentuk kerentanan pada ekosistem pegunungan adalah infrastruktur faktor ekologi dan faktor ekonomi Faktor infrastruktur meliputi tidak tersedianya bangunan pengendali longsor serta pola pemukiman sebagian besar berada di daerah tebing Faktor ekologi meliputi tutupan hutan lt30 dan kondisi tebing banyak yang labil Adapun faktor ekonomi adalah mata pencaharian masyarakat memiliki ketergantungan tinggi terhadap lahan dan sumber daya alam

B Saran

Upaya pengurangan tingkat kerentanan masyarakat secara cepat penting dilakukan

terhadap beberapa hal antara lain pembangunan fisik pengendali tebing penataan pemukiman yang rawan terhadap tanah longsor pengayaan tanaman berkayu di areal pertanian dan perkebunan yang kemiringannya gt45 pengayaan o

dan perluasan hutan lindung nagari

DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional amp Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (2006) Rencana aksi nasional pengurangan risiko bencana 2006-2009 Jakarta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana

Benson C Twigg J amp Rossetto T (2007) Perang-kat untuk mengarusutamakan pengurangan risiko bencana catatan panduan bagi lembaga-lembaga yang bergerak dalam bidang pembangunan Swit-zerland Provention Consortium

Badan Meteorologi Klimatologi amp Geofisika (2011) Analisis hujan bulan Agustus 2011 dan prakiraan hujan bulan Oktober November dan De-sember 2011 Sumatera Barat Sicincin Stasiun Klimatologi Sicincin

Boer R amp Las I (2003) Sistem produksi padi na-sional dalam perspektif kebijakan iklim glo-bal Dalam B Suprihatno AK Makarim

Sumber ( ) data primerdiolah ( ) (2011)Source primary dataprocessed

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

200

(Eds) Kebijakan perberasan dan inovasi teknologi padi (pp 215-234) Jakarta Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Cammeraat E van Beek R amp Kooijman A (2005) Vegetation succession and its conse-quences for slope stability in Se Spain Plant and Soil 278 135-147

Davis A amp Wagner JR (2003) Who knows On the importance of identifying ldquoexpertsrdquo when researching local ecological knowledge Hu-man Ecology 31(3) 463-489

Departemen for International Development (2012) Canada Departmen Adaptation storiesfor International Development ndash IDRC

Economy and Environment Programme for Southeast Asia amp International Development Research Center (2009) Climate matters in Southeast Asia Los Banos Laguna Philipines Economy and Environment Programm for Southeast Asia and International Develop-ment Research Center

Hairiah K Widianto Suprayogo D Lestari ND Kurniasari V Santosa A hellip amp van Noordwijk M (2006) Root effects on slope sta-bility in Sumberjaya Lampung (Indonesia) Paper was presented in ldquoInternational Symposium toward Sustainable Livelihood and Ecosys-tems in Mountanious Regionsrdquo Chiang Mai 7-9 March 2006

Haque MA Yamamoto SS Malik AA amp R Sauerborn (2012) Households perception of climate change and human health risks a community perspective Environmental Health11 1

Herawaty H amp Santoso H (2007) Pengarus-utamaan adaptasi perubahan iklim ke dalam agenda pembangunan tantangan kebijakan dan pemba-ngunan Adaptasi terhadap bahaya gerakan tanah di masa yang akan datang akibat pengaruh perubahan iklim (Laporan) Dialog Gerakan Tanah dan Perubahan Iklim 7-8 Desember 2006 Bogor CIFOR

Intergovermental Panel on Climate Change (2001) Impacts adaptation and vulnerability Contribution of Working Group II to the Third

Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge and New York Cambridge University Press

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (2009) Diunduh 10 Dampak perubahan iklim Desember 2009 dari wwwlapanorg

Montgomery DR Schmidt KM Greenberg HM amp Dietrich WE (2000) Forest clear-ing and regional landsliding (4) Geology 28311-314

Muhamad A Aryoseno A amp Yuliantri R (2011) Rencana aksi nasional adaptasi perubahan iklim di Indonesia Jakarta Dewan Nasional Perubahan Ikllim

OLoughlin C amp RR Ziemer (1982) The importance of root strength and deterioration rates upon edaphic stability in steepland forests Forest Research Institute Christchurch New Zealand and USDA Forest Service Arcata California

Pasaribu SM Mayrowani H Swastika DK Iq-bal M Zakaria AK Nurasa amp Heslina J (2008) Peningkatan kapasitas adaptasi petani di daerah marjinal terhadap perubahan iklim (Laporan Penelitian) Bogor Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

Pawitan H (2010) Arti perubahan iklim global dan pengaruhnya dalam pengelolaan daerah aliran sungai di Indonesia Makalah Ekspose Hasil Litbang Balai Penelitian Kehutanan Solo ldquoPengelola-an DAS dalam Mitigasi dan Adaptasi Per-ubahan Iklim di Indonesiardquo Surakarta 28 September 2010 Solo Balai Penelitian Ke-hutanan Solo

Prawiradisastra S (2007) Bencana tanah longsor di Kecamatan Lembah Gumanti Kabupaten Solok Sumatera Barat (2) 66-71 Alami 12Diunduh dari (27 Oktober 2012)

Rochmayanto Y Sakuntaladwi N Wibowo LR amp Kurniasih P (2013) Woman in climate change gender representation in reducing poverty and protecting livelihood in mountainous ecosystem at Solok District West Sumatra (397-407) Pro-ceeding the Second International Conference of Indonesian Forestry Researchers (INA-

Jurnal Analisis Kebijakan KehutananVol No 20 - 12 2 Agustus 15 189 201

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86

201

Tingkat Kerentanan Masyarakat terhadap Perubahan IklimhellipYanto Rochmayanto

FOR) Jakarta 27-28 Agustus 2013 Bogor Forestry Research and Development Agency

Safaat W (2009) Peta administ rasi per kabupatenkota se-Provinsi Sumatera Barat Diunduh 18 Ju l i 2014 da r i h t tp wiedzieblogspotcom2009_10_01_archivehtm

Suranto JP (2008) Kajian pemanfaatan lahan pada daerah rawan bencana tanah longsor di Gunung Lu-rah Cilongok Banyumas (Tesis) Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang

Tim Sintesis Kebijakan Departemen Pertanian (2008) Dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian serta strategi antisipasi dan teknologi adaptasi Pengembangan Inovasi Perta-nian 1(2) 138-140

Wamsler C amp Brink E (2014) Interfacing citizens and institutions practice and responsibilities for climate change adaptation Urban Climate 7(March 2014) Diunduh 25 Maret 2014 dari http wwwsciencedirect comscience_ob=ArticleListURLamp_method=listamp_ArticleListID=546991116amp_sort=r

amp_st=13ampview=camp_acct=C000228598amp_version=1amp_urlVersion=0amp_userid=12975512ampmd5=395d498576e3b32a9e9b952a74267c7dampsearchtype=a

Watkiss P Downing TE amp Dyszynzki J (2010) Adapt cost project analysis of the economic cost of climate change adaptation in Africa Nairobi United Nation Environment Programme

Watson A Phillips C amp Marden M (1999) Root strength growth and rates of decay root reinforcement changes of two tree species and their contribution to slope stability 217 39-47Plant and Soil

Ziemer RR (1981) The role of vegetation in the sta-bility of forested slopes (297-308) XVII IUFRO World Congress Japan 1981 Japan Interna-tional Union of Forest Research Organiza-tions

Zhou Y Watts D Cheng X Li Y Luo H amp Xiu Q (1997) The traction effect of lateral roots of on soil re-Pinus yunnanensisinforcement a direct in situ test Plant and Soil 190 77-86