tiga langkah jitu kartukredit

Upload: bobby-d-arch

Post on 05-Jul-2015

835 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

TIGA LANGKAH JITU LUNASI KARTU KREDITOleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 680/XIV Pada saat ini, kartu kredit sudah menjadi alat pembayaran yang cukup sering digunakan di masyarakat. Namun demikian, banyak diantara pengguna kartu kredit yang terjebak dalam pemakaiannya. Sebetulnya, tak ada masalah dengan kartu kredit itu sendiri. Yang jadi masalah disini adalah kalau pemakaian kartu kredit itu tidak sesuai dengan apa yang sudah disarankan, bahkan oleh penerbit kartu kredit itu sendiri. Sekarang, apakah Anda adalah satu dari sekian orang yang punya masalah dengan pemakaian kartu kredit? Untuk mengetahuinya, lihat apakah salah satu kondisi dibawah ini mirip dengan keadaan Anda sekarang: Saldo hutang kartu kredit Anda sudah mendekati batas. Anda selalu membayar tagihan kartu kredit Anda dari uang yang seharusnya digunakan untuk tujuan lain. Anda suka terlambat membayar tagihan. Anda ditelepon oleh bank penerbit untuk segera membayar tagihan, atau Anda didatangi oleh seorang yang ramah yang berprofesi sebagai debt collector. Anda menunda kunjungan ke dokter, menunda pembelian pulsa isi ulang, menunda ini dan itu, semua hanya karena anggaran keuangan Anda sangat ketat. Bila Anda di-PHK atau kehilangan penghasilan, maka Anda tidak akan bisa melunasi tagihan kartu kredit Anda. Jika salah satu dari kondisi diatas mirip dengan apa yang Anda alami sekarang, maka bisa jadi keuangan Anda sedang mengalami masalah yang sangat serius. Karena itu, saya akan memberikan tiga langkah agar Anda bisa keluar dari hutanghutang kartu kredit itu. LANGKAH 1 : BAYAR, BAYAR, BAYAR Suatu hari di bulan Januari lalu, seorang ibu muda bernama Tuti, 29 tahun, datang ke tempat saya dengan membawa persoalannya. Sebagian besar yang ingin ia bicarakan adalah masalah pengelolaan anggarannya, yaitu bagaimana mengatur pemasukan dan pengeluarannya (ibu muda ini punya penghasilan tidak sampai Rp 2 juta). Setelah itu, pembicaraan kami juga menyinggung mengenai masalah kartu kreditnya. Ia punya tiga kartu kredit, yang masing-masing memiliki saldo hutangnya sendiri-sendiri. Setiap bulan, ia biasa membayar minimum untuk masing-masing tagihannya. Pada saat ini saldo hutangnya sebesar hampir Rp 1,5 juta. "Apakah pada saat ini Anda punya uang untuk membayar semua itu?" "Maksud Anda, bayar lunas, begitu?" tanyanya. "Betul, bayar lunas." Tuti ragu sebentar. "Yah, ada, sih.", katanya. "Tapi?" tanya saya. "Tapi itu."

"Tapi apa?" tanya saya. "Tapi nggak seberapa." "Oh, ya?" kata saya sambil melihat lagi ke jumlah tagihannya. "Berapa uang tunai yang Anda miliki sekarang?" "Sekitar Rp 1 juta. Itu juga untuk persediaan dana cadangan." Saya berpikir, kalau dia membayar tagihan kartu kreditnya dengan uang yang ada sekarang, maka ia tidak akan punya sisa untuk persediaan dana cadangannya. Dana cadangan sebesar Rp 1 juta saja tidak cukup besar, apalagi kalau uang itu masih dipakai untuk membayar tagihan kartu kredit. "Begini saja" kata saya. Saya lalu mengambil sebuah kertas, dan membuat empat kolom. Pada kolom pertama, saya memintanya menulis nama dari masing-masing bank penerbit kartu kreditnya. Pada kolom kedua, saya minta ia untuk menulis jumlah yang masih menjadi hutangnya pada setiap kartu. Pada kolom ketiga, saya minta ia menulis berapa suku bunga yang dibebankan oleh masing-masing bank penerbit. Di kolom keempat, saya memintanya menulis berapa pembayaran minimal yang harus ia bayar pada setiap tagihan. Dibawah ini adalah hasilnya: Bank Penerbit --- Saldo Hutang --- Suku Bunga --- Jumlah Pembayaran Minimal Bank A --------------529.100 --------------2,75% --------------52.910 Bank B --------------717.513 --------------2,50% --------------71.752 Bank C --------------203.000 --------------3,10% --------------50.000 Jumlah ------------ 1.449.613 -------------------------------------- 174.662 Pertama-tama, Anda bilang bahwa Anda tidak punya cukup uang untuk membayar tagihan ini secara lunas. Betul?" "Betul." "Kalau begitu, kita akan mencicil saja," kata saya. "Berapa penghasilan Anda setiap bulan?" "Rp 1,8 juta per bulan." "Oke. Apa yang harus Anda lakukan sekarang adalah dengan menyisihkan jumlah uang tertentu setiap bulan, untuk digunakan membayar Tagihan Kartu Anda. Tentunya, jumlah itu harus lebih besar daripada jumlah yang harus Anda bayar untuk pembayaran minimum Anda." "Minimum saya Rp 175 ribu." "Kalau begitu, Anda harus menyisihkan jumlah yang lebih besar dari pembayaran minimum Anda. Ini supaya hutang Anda bisa cepat habis, sehingga Anda tidak akan terus menerus terkena bunga. Bukan begitu?" Tuti mengangguk. Disini ia setuju dengan saya. "Berapa yang harus saya sisihkan setiap bulan?" tanyanya. "Terserah Anda," kata saya. "Dua ratus, tiga ratus, makin besar makin baik. Tapi saran saya, coba saja Anda sisihkan sebesar 30 persen dari penghasilan Anda."

Tuti berpikir sebentar. "Penghasilan saya sekitar Rp 1,8 juta sebulan." Saya menghitung di kalkulator. "Tigapuluh persennya berarti Rp 540 ribu per bulan" "Hah!!???" Tuti melongo. "Besar sekali. Masak sebesar itu yang harus saya sisihkan untuk membayar hutang?" "Anda mau cepat habis tidak hutangnya? Kalau hutang itu tidak cepat habis, Anda akan terus kena bunga. Kuncinya disini adalah bahwa hutang Anda harus dibuat makin kecil dan makin kecil." Tuti berpikir sebentar. "Okelah" "Terus bagaimana pembagiannya?" kata Tuti lagi. "Apa saya harus bagi uang Rp 540 ribu untuk membayar semua kartu secara sama besar?" "Tidak, Bu Tuti. Begini. " kata saya. "Pertama-tama, bayar semua kartu Anda secara minimal." Tuti melihat lagi ke kertasnya. "Itu berarti, total adalah Rp 174.662." "Betul. Sekarang berapa sisanya? Rp 540.000 dikurang 174.662?" Tuti menghitung di kalkulatornya. "Rp 365.338" "Oke gunakan sisa uang Rp 365.338 itu untuk digunakan membayar kartu yang suku bunganya paling besar." "Lho bukan yang saldo hutangnya paling besar?" "Bukan, Bu Tuti. Yang suku bunganya paling besar." Tuti menoleh ke kertasnya. Kartu yang suku bunganya paling besar adalah yang di Bank C. Bunganya 3,10 persen per bulan. "Kebanyakan orang mengira bahwa prioritas pertama harus ditujukan ke kartu yang saldo hutangnya paling besar. Sebetulnya tidak, prioritas pertama harus ditujukan ke kartu yang men-charge suku bunga yang paling besar. Ini karena suku bunga adalah biaya yang harus Anda bayar. Jadi, wajar kalau Anda membayar kartu yang suku bunganya paling besar terlebih dahulu." Kata saya. Tuti berpikir sebentar. "Tapi kartu saya yang C ini saldo hutangnya adalah Rp 203.000. Padahal jatah sisa uangnya tadi Rp 365 ribu" "Masih ada sisa berarti," kata saya. "Dikemanain, nih, sisanya?" tanyanya. "Untuk membayar kartu yang membebankan suku bunga besar berikutnya," kata saya. Demikian pembaca. Tuti akhirnya bisa menghabiskan hutang kartu kreditnya dalam waktu empat bulan. Sebagai alternatif, bila Tuti ingin membayar kartu kreditnya secara penuh, ia juga

bisa mencari aset lain yang ia miliki untuk bisa dijual, dan uangnya bisa digunakan untuk membayar hutang-hutangnya. Jadi pembaca, bayar tagihan kartu Anda secara lunas. Kalau Anda tidak punya uang, cari aset apa yang bisa Anda jual untuk membayar tagihan itu. Ini karena tagihan Anda akan berbunga, dan bunga itu akan berbunga lagi. Begitu seterusnya. Semua aset yang Anda miliki harus digunakan untuk meringankan - bahkan menghapus - hutang Anda. Bila Anda tidak bisa membayar tagihan Anda secara lunas, maka anggarkan sekitar 30 persen dari penghasilan Anda setiap bulan, dan gunakan itu untuk membayar tagihan kartu kredit Anda secara minimal, dan gunakan sisanya untuk membayar kartu yang suku bunganya paling besar. LANGKAH 2 : GALI LUBANG TUTUP LUBANG Bayar tagihan Anda dengan mengambil hutang baru. Ini populer dengan sebutan "gali lubang tutup lubang." "Wah, Pak Safir nggak bener nih," begitu mungkin pikir Anda. "Masak saya harus nutup utang dengan berhutang lagi pada yang lain," begitu pikir Anda lagi. Saya ingatkan disini bahwa tujuan strategi "gali lubang tutup lubang" adalah untuk meringankan beban hutang Anda. Strategi ini tidak akan membuat saldo hutang Anda berkurang, tapi meringankan beban bunga yang harus Anda bayar. Jadi, strategi ini bisa digunakan tidak hanya dalam membayar hutang kartu kredit, tetapi juga dalam hutang-hutang Anda yang lain. Strategi "gali lubang tutup lubang" akan efektif asalkan ada dua syarat yang terpenuhi: 1. Jumlah pinjaman Anda yang baru TIDAK LEBIH dari saldo pinjaman Anda yang lama. 2. Suku bunga dari pinjaman Anda yang baru HARUS LEBIH KECIL daripada suku bunga pinjaman yang saat ini sedang Anda bayar. Lihat, gali lubang tutup lubang tidak selalu jelek, kan? Dengan memenuhi kedua syarat tersebut diatas, maka Anda bisa meringankan beban hutang Anda. Begitu juga dalam pemakaian kartu kredit. Bagaimana prakteknya dalam pembayaran kartu kredit Anda? Kalau Anda punya saldo hutang kartu kredit, maka pada saat ini ada beberapa bank yang menawarkan jasa pemindahan saldo hutang dengan suku bunga yang lebih kecil. Dimana disini Anda bisa memindahkan saldo hutang kartu kredit Anda kepada bank tersebut, dan untuk selanjutnya Anda cukup membayar tagihan itu dengan suku bunga yang lebih rendah dibanding suku bunga pada kartu kredit Anda. Jadi, keuntungannya disini Anda akan mendapatkan 'pemotongan' suku bunga. Lumayan, kan? Tapi harus diingat bahwa strategi ini adalah cuma solusi sementara, dimana tujuan Anda adalah untuk meringankan beban hutang kartu Anda. Biar bagaimanapun, Anda tetap perlu membayar tagihan hutang Anda. Dan perlu diperhatikan juga, supaya jangan langsung percaya dengan suku bunga rendah yang ditawarkan oleh bank-bank tersebut. Perhatikan dan baca baik-baik penawaran yang diberikan oleh bank tersebut, sebelum Anda mengambil keputusan untuk memindahkan saldo hutang kartu kredit Anda. LANGKAH 3 : BAYAR SETIAP TAGIHAN DENGAN LUNAS, DAN ATUR PEMAKAIAN ANDA

Disiplinkan diri Anda. Pada saat tagihan datang, dan Anda memang memiliki uangnya, bayar saja tagihan Anda secara lunas. Jangan biasakan tidak membayar tagihan Anda secara lunas. Bila Anda tidak membayar tagihan kartu Anda secara lunas, maka bunganya bisa 'membunuh' Anda pelan-pelan. Ingat, kartu kredit cuma sebuah cara untuk meminjam uang bank selama sekitar 25-30 hari. Setelah itu Anda tetap harus membayar secara tunai. Bila Anda bisa membayar tagihannya secara lunas, bagus. Tapi bila tidak, maka akan lebih baik bila Anda menghentikan dulu pemakaian kartu Anda. Tambahan lagi, kalau memang tidak kepepet sekali, jangan gunting kartu Anda. Ingat, ada suatu saat dalam kehidupan Anda dimana Anda berada dalam keadaan darurat, dan tidak punya uang tunai untuk membayar suatu transaksi. Mungkin malam-malam Anda perlu pergi ke ruang Gawat Darurat di RS. Disini kartu kredit Anda bisa berguna kalau Anda tidak membawa cukup uang tunai.

BERAPA BANYAK KARTU KREDIT ANDA?Oleh: Eko EndartoDikutip dari Kontan, Februari 2008 Buka dompet Anda, perhatikan dengan teliti, berapa banyak kartu kredit yang Anda miliki ? saya pernah sedikit mengintip kartu kredit yang dimiliki oleh seorang ibu di kasir salah satu hypermarket di Jakarta, saya cukup terkesima, si ibu memiliki minimal 6 buah kartu kredit diluar kartu debit. Bagaimana saya bisa tahu ? mungkin itu pertanyaan Anda. Gampang, coba perhatikan. Kartu kredit dari perusahaan penerbit yang sama, biasanya memiliki corak yang sama pula, dan umumnya berasal dari perusahaan jaringan yang sama pula yaitu Visa dan Master. Ibu yang saya ceritakan di atas tadi memiliki 3 pasang kartu yang coraknya sama; berarti dia memiliki minimal 3 pasang kartu keluaran visa dan master. Gampang kan ?

Memiliki Kartu KreditHarus diakui bahwa saat ini memiliki kartu kredit bukan lagi sesuatu yang luar biasa. Coba Anda berjalan ke salah satu pusat perbelanjaan, maka akan Anda temui banyak sekali tawaran kepemilikan kartu kredit. Syaratnyapun makin mudah dan makin mungkin pula semua orang memilikinya. Pada dasarnya memiliki kartu kredit penting. Apalagi kedepannya kemungkinan semua transaksi tidak lagi dilakukan secara tunai. Sebab kita semua juga tahu, bagaimana tidak amannya saat ini bila membawa uang dalam jumlah besar. Belum lagi dengan makin banyaknya modus kejahatan pintar seperti pemalsuan uang. Selain keselamatan, melakukan transaksi secara digital dan tidak langsung dengan fisik uang juga lebih hemat. Kenapa ? sebab bertransaksi dengan cara digital tadi membuat kita bisa membayar sesuai dengan tagihan yang tertera di meja kasir. Sebab saat ini jangan heran bila harga suatu barang setelah transaksi menjadi ganjil. Misalnya Anda membali farfum seharga Rp.150.000,- dan setelah diskon, kemudian tambahan pajak dan lainnya menjadi seharga Rp.122.277,-. Bayangkan alangkah sulitnya menyiapkan uang senilai di atas. Apapun bentuk kartu kredit, fungsi dasarnya adalah sama yaitu memberikan kita fasilitas untuk menggunakan hak, dan menjalankan kewajiban kemudian. Dan bagusnya lagi, kewajiban itu bisa di cicil atau dibayar secara bertahap. Tapi tentu saja dikenakan kompensasi berupa bunga. Jadi kalau kita tahu fungsinya,maka seharusnya kita bisa menggunakan kartu itu secara bijak yaitu gunakan bila Anda sudah memiliki uangnya; artinya sebelum menggunakan pastikan Anda memiliki uang untuk membayarnya saat ditagih.misalnya saja Anda memiliki deposito yang siap

dicairkan bila tagihan datang. Kedua gunakan bila Anda yakin bisa membayarnya. Misalnya Gaji Anda harus cukup untuk membayarnya, pembayaran proyek atau pekerjaan tertentu yang sebagian dananya digunakan untuk pembayaran kartu dan sebagainya. Jadi kalau Anda sudah menggesek kartu , pastikan pembayaran kartu sebagai prioritas. Jangan hanya 10%, kalau bisa lunas atau minimal 30%-nya.

Kegunaan dan berapa BanyaknyaKita sudah membahas apa yang sebaiknya kita lakukan dengan kartu kita. Dan kita juga telah tahu bahwa pada dasarnya kartu kredit itu sama saja yaitu memberikan fasilitas bukan tambahan uang. Jadi gunakan bila punya uang untuk menggantinya atau yakin bahwa akan ada uang untuk membayarnya minimal 30%. Jadi dengan demikian kita tahu bahwa kegunaannya adalah untuk mebayar kewajiban kita. Maka saran saya gunakanlah untuk hal itu. Yaitu mambayar semua kebutuhan kita. Jadi bila memang kebutuhan pembayaran Anda tercover hanya dengan satu kartu nda masalah. Artinya gunakan saja hanya 1 kartu untuk belanja, membayar tagihan, asuransi, dana cadangan dan sebagainya. Tapi kalau Anda merasa bahwa Anda butuh lebih dari hanya sekedar 1 kartu untuk transaksi misalnya saja Anda menggunakan kartu kredit A untuk belanja, kartu kredit B untuk pembayaran tagihan-tagihan, kartu kredit C untuk pembayaran asuransi, dan kartu kredit D untuk cadangan dan seterusnya, maka boleh juga Anda lakukan. Tapi saya hanya ingatkan, makin banyak kartu Anda akan makin besar beban biaya administrasi yang harus ditanggung, dan pastinya juga akan membuat lebih besar godaan untuk menggunakannya. Jadi berapa banyak sih sebaiknya kita memiliki kartu kredit ? Sekali lagi tidak ada angka pasti. Tapi kalau saya boleh berikan saran, maksimal miliki 3 kartu Yaitu : Satu kartu digunakan sebagai fasilitas untuk belanja dan kebutuhan konsumsi (misalnya untuk belanja bulanan, pembelian barang konsumtif dan sebaginya). Satu kartu digunakan untuk tagihan kewajiban rutin baik itu biaya maupun investasi/proteksi (misalnya untuk bayar listrik, PAM, internet, telpon dsb). Satu kartu digunakan untuk fasilitas dana cadangan artinya sebagai sarana pembayaran sebelum dana Anda bisa dicairkan dari deposito. Jadi cukup 3, jangan lebih. Salam. Eko Endarto Perencana Keuangan

DIA TETAP BISA JADI SAHABATOleh: Eko Endarto Dikutip dari Tabloid Otomotif Minggu lalu dibahas kalau kartu kredit bukan jalan keluar untuk membeli barang. Itu betul. Tetapi bukan berarti kita sama sekali tak boleh memanfaatkan kartu gesek buat melunasi pembelanjaan lo. Asalkan tahu caranya, 'duit plastik' itu juga bisa jadi sahabat kok. Untuk itu, kali ini akan dibahas mengenai pemakaian 'kartu utang' itu dalam pembelian. Lalu bagi Anda yang ingin bertanya seputar pengaturan keuangan, baik pribadi maupun usaha, silakan kirim e-mail, faks atau surat ke redaksi. Saudara Eko akan membantu. Iday [email protected]

Oleh Eko Endarto RFA Tahu barang apa yang banyak ditawarkan dan biasanya juga paling banyak ditolak di pusat perbelanjaan atau mal? Baju? Enggak. Sepatu? Salah. Kartu Kredit? Ya. Kartu kredit adalah produk yang saat ini banyak ditawarkan dan juga paling banyak ditolak konsumen. Padahal, kenapa sih harus nolak? Kan dikasih duit. Takut terjebak? Bisa juga sih. Tapi kalau kita menggunakan dengan bijak, kartu ini sangat membantu. Coba simak beberapa tips dan trik aman penggunaan kartu ini. Rencanakan sumber pembayaran sebelum menggunakan kartu. Mau gesek kartu? Tunggu dulu. Udah siap belum dari mana uang untuk membayar utang Anda? Kalau berani pake, maka juga harus siap dong untuk membayar. Kalau memang mau pakai gaji, perhitungkan apakah mencukupi untuk membayar utang Anda. Besarnya? Ok, kita ikut aturan bank aja. Kalau Anda berutang ke bank, mereka akan mensyaratkan agar besarnya cicilan atas utang Anda tidak lebih dari 30% penghasilan Anda. Nah, kalau sekarang aja cicilan Anda sudah 30% dari penghasilan, maka jangan deh menggunakan kartu Anda. Kecuali Anda bisa memperoleh tambahan pendapatan seperti dari usaha sampingan, uang lembur atau insentif Anda. Misalnya Anda berencana membeli sepasang pelek baru untuk motor Honda Tiger seharga Rp 1 juta. Nah, enggak usah tunggu sampai Anda bisa mengumpulkan uang sebesar Rp 1 juta. Gunakan aja kartu anda. Asal, Anda tahu bahwa tiap bulan selama 5 bulan Anda akan lembur dan harus siap menggunakan uang lembur Anda sebesar Rp 300 ribu untuk bayar kartu. Dijamin deh, pelek idaman bisa kepegang tanpa harus ditelepon bagian remedial (penagih kartu). Pindahkan ke cicilan tetap. Tau enggak, di balik banyaknya efek jelek yang mungkin terjadi, ada kelebihan bila Anda memiliki kartu kredit. Yaitu mengubah transaksi kartu kredit menjadi transaksi cicilan tetap. Nah, bagaimana kelebihan ini dapat membantu? Misalnya, dalam perjalanan pulang ke rumah, Anda melihat spanduk besar tentang pembukaan sebuah toko ban baru yang memberi diskon hari itu sebesar 50%. Mau mampir, tanggung bulan enggak ada uang. Mau nunggu gajian enggak mungkin. Jadi pakai saja kartu Anda. Tapi kan berbunga? Benar. Utang kartu Anda berbunga dan bersifat bunga berbunga bila kartu digunakan dengan sistem biasa. Karena itu saya sarankan gunakan kartu Anda untuk membeli ban tersebut, kemudian minta penerbit kartu untuk mengubahnya ke sistem cicilan tetap. Dengan demikian Anda mendapat 2 keuntungan besar. Memperoleh diskon sebesar 50% dan juga bunga pinjaman yang lebih kecil karena transaksinya berupa pinjaman dengan cicilan tetap. Siapkan Down Payment (DP) Seperti halnya Anda mengambil kredit di tempat lain, alangkah baiknya bila Anda dapat mempersiapkan DP sebelum menggunakan kartu kredit. Hal ini penting karena dengan adanya pembayaran yang besar di awal, akan membuat nilai pinjaman Anda tidak terlalu besar yang akibatnya beban cicilan juga tidak besar.

Misalnya Anda memang ingin mengganti sistem audio mobil dengan yang baru. Pembelian 'mainan' baru ini membutuhkan biaya sebesar Rp 3 juta. Nah, alangkah baik dan bertanggung jawabnya bila Anda telah memiliki uang muka untuk pembelian audio tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa Anda memang telah memiliki rencana untuk pembelian tersebut. Tentu saja beban bulanan yang harus Anda tanggung tidak sebesar bila total harga audio tersebut menjadi beban Anda. Nah, seberapa besar sih angka yang paling baik kita gunakan untuk DP? Kita ambil perhitungan para pemberi kredit yaitu bank maupun leasing kendaraan. Untuk kasus-kasus khusus mereka bisa memberikan kemudahan besarnya DP sampai dengan 10% dari harga. Tapi tentu saja dengan tingkat bunga lebih tinggi. Nah, kita juga berlakukan itu. Tentunya kita enggak mau kan, kena bunga terlalu tinggi. Maka sebaiknya sih minimal 30% dari harga pembelian Anda. Mau lebih, oke, tapi kalau kurang dari itu, jangan deh itu akan menjadi beban bagi Anda. Gunakan untuk manfaat jangka panjang Kalau tips dan trik di atas sudah bisa dijalankan, ada satu lagi tips dasar yang bisa dipakai. Sebaiknya penggunaan kartu kredit difokuskan untuk transaksi yang memberikan manfaat jangka panjang. Apa lagi ini maksudnya? Misalnya Anda diberikan dua pilihan kebutuhan untuk saat ini. Yaitu pembelian beberapa aksesori mobil dan yang lainnya adalah pengecatan kembali mobil Anda yang sudah agak kusam. Bila keduanya membutuhkan biaya yang sama, Anda sudah memiliki uang muka dan sudah menetapkan besaran dana untuk disisihkan, nah, kebutuhan mana yang sebaiknya dipilih? Saran saya sebaiknya Anda memilih pengecatan mobil. Kenapa demikian? Pengecatan merupakan suatu kegiatan yang memberikan manfaat jangka panjang dibanding dengan hanya penambahan aksesori kendaraan Anda. Periode penggantian cat yang sekitar 2-4 tahunan menjadikan pengeluaran yang dilakukan tidak akan sia-sia. Lantaran walaupun hutang kartu Anda sudah lunas, tetapi manfaat yang diperoleh dari penggunaan kartu itu masih dapat dirasakan. Bandingkan bila Anda hanya sekadar mengganti aksesori kendaraan Anda yang biasanya bersifat musiman. Hutang Anda belum selesai pun kadangkala musim sudah berganti dan aksesori Anda sudah tidak lagi dapat dipergunakan. Sejak awalnya, kartu kredit memang dibuat sebagai alat bantu dalam suatu transaksi pembayaran dan bukan diposisikan sebagai tambahan dana yang memberikan kekayaan kepada penggunanya. Oleh karena itu, sama seperti peralatan lainnya, penggunaan yang sesuai fungsinya akan membantu Anda dan penggunaan yang tidak sesuai bisa saja mencelakakan Anda. Selamat berutang. Salam, Eko Endarto Perencana Keuangan

KREDIT MOBIL? SIAPA TAKUT!Oleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 936/XVIII Meski harga BBM naik, minat untuk membeli mobil masih tinggi. Mungkin Anda menjadi salah satunya, yang tetap melirik mobil-mobil keluaran baru yang dipajang di sejumlah mal. Tertarik memiliki? Memang harga mobil tidak murah. Kisaran ada di atas angka Rp 100 juta. Itu juga kalau Anda bayar tunai. Di bawah Rp 100 juta? Ada, sih. Tapi apakah mobil seharga itu menjadi Anda? Wah, kalau di atas Rp 100 juta, berat dong. Tunggu dulu. Ada cara lain, kok, membawa pulang mobil impian Anda tanpa harus mengeluarkan uang sebanyak itu. Caranya? Ya, lewat kredit. UANG MUKA BERAPA? Bagaimana sih proses kredit mobil? Kebanyakan show room dan dealer mobil sudah bekerja sama dengan lembaga pemberi kredit seperti leasing atau bank. Nanti, ketika Anda sudah menentukan mobil mana yang akan Anda kredit, si leasing atau bank-lah yang akan membayari terlebih dahulu mobil itu sebesar 100 persen kepada show room atau dealer mobil. Jadi Anda nanti yang mencicil ke leasing atau bank yang bersangkutan. Sebelum akad kredit Anda harus menentukan dulu berapa besarnya uang muka yang sanggup Anda bayar. Bagi leasing atau bank uang muka menunjukkan keseriusan Anda mengambil kredit. Artinya jika Anda serius menyerahkan uang muka, Anda juga dinilai serius menyiapkan cicilan tiap bulannya. Nah kira-kira berapa sih besarnya uang muka? Yang jelas semakin besar uang muka maka semakin kecil cicilan yang harus Anda bayar. Jadi saran saya, makin besar uang muka, makin baik. Memang ada bank atau leasing yang memberi 0 persen uang muka. Boleh saja Anda mengambil fasilitas itu, asal Anda siap membayar cicilannya lebih besar. JANGKA WAKTU ANGSURAN & BESAR CICILAN Setelah menentukan uang muka, maka biasanya akan didapat berapa besarnya cicilan yang akan Anda bayar. Sebagai contoh, misalnya Anda akan membeli mobil seharga Rp 100 juta. Sementara Anda punya uang tunai sebesar Rp 20 juta. Sebagai bayangan saya ambilkan simulasi kredit dari situs www.AutoCyberCenter.com sebagai berikut: 12 bulan = sekitar 24 bulan = sekitar 36 bulan = sekitar 48 bulan = sekitar Rp 2,7 juta per bulan Rp Rp Rp 7,5 4,2 3,2 juta juta juta per per per bulan bulan bulan

dari daftar di atas, Anda tinggal pilih berapa kemampuan Anda membayar cicilan. Tapi yang harus diingat, besarnya cicilan ideal adalah 30 persen dari penghasilan Anda. Besarnya cicilan juga terkait dengan berapa lama Anda mengambil jangka waktu kredit. Makin panjang jangka waktu cicilan Anda biasanya, sih, makin besar suku bunga kreditnya. Jadi Anda harus membandingkan besarnya cicilan untuk tiap jangka waktu yang ditawarkan. Pertama, pilih jangka waktu terpendek. Jika besarnya cicilan melebihi 30 dari penghasilan, maka geser ke-2 tahun. Jika masih melebihi, geser lagi ke tahun ke-3. Kalau masih terlalu

besar, geser lagi ke tahun ke-4. Jika masih melebihi 30 persen, Anda harus menaikkan lagi uang muka agar cicilan turun, sesuai kemampuan Anda. PILIH BANK ATAU LEASING? Setelah uang muka, besarnya cicilan dan jangka waktu telah Anda tetapkan, langkah berikutnya adalah menentukan pilihan lembaga yang membiayai pembelian mobil Anda. Pilih bank atau leasing? Bank biasanya memiliki sejumlah kelebihan yang tidak dimiliki leasing. Suku bunga lebih rendah dan lebih fleksibel dalam hal negoisasi saat Anda tidak bisa membayar cicilan. Tapi kelemahannya, dari segi waktu aplikasi, bank kalah cepat disbanding leasing. Sebaliknya, jika Anda memakai jasa leasing, jika 2-3 kali tidak membayar, Anda mungkin harus siap-siap mengatakan good bye pada mobil Anda. Sementara jika hal sama terjadi, pihak bank biasanya lebih suka mengajak duduk bareng untuk membicarakan tentang penjadwalan ulang pembayaran utang Anda. Jadi saran saya jelas, kalau Anda mau kredit mobil, dahulukan bank daripada leasing. Datang ke leasing jika permohonan kredit mobil Anda via bank sudah ditolak. Tapi jika show room mobil Anda sudah "kontrak mati" dengan sebuah perusahaan leasing Anda bisa memutuskan untuk mencari show room yang terikat kontrak dengan bank, atau Anda akhirnya memilih leasing. Nah bagaimana Bapak-Ibu? Sudah paham seluk-beluk masalah kredit mobil? Selamat membeli mobil. Salam. Safir Senduk Perencana Keuangan

MENYIASATI PEMBAYARAN KARTU KREDITOleh: Safir Senduk Dikutip dari Tabloid NOVA No. 934/XVIII Pelanggan Yth, Sesuai dengan peraturan Bank Indonesia, maka terhitung mulai tagihan Anda bulan depan pembayaran minimum adalah sebesar 10 persen dari besarnya jumlah tagihan Anda. Jika Anda punya Kartu Kredit, Anda pasti menerima pemberitahuan seperti yang tertera diatas. Ya, sejak awal tahun ini, Anda harus membayar minimal cicilan lebih besar dibanding sebelumnya yang hanya 6 persen dari tagihan. Jadi, jika Anda punya tagihan Rp 2 juta, harus membayar minimal Rp 200 ribu. Padahal sebelumnya, Anda sudah "bebas" jika telah membayar Rp 120rb. Aturan tersebut memang mengundang banyak reaksi keras dari para nasabah. Padahal Bank Indonesia mengeluarkan aturan itu dibuat justru untuk memacu orang agar segera dapat menyelesaikan utangnya dan tidak terlena dengan pembayaran minimum yang akhirnya akan menjadi beban yang menumpuk.

Tapi bagi pengguna kartu kredit aturan tersebut akan mengurangi jatah untuk pembayaran pos yang lainnya. Tapi bagaimana lagi. Namanya saja kita sebagai pihak yang utang. Jadi mau tidak mau harus ikut aturan main yang memberi utang. Nah yang harus kita cari solusinya adalah bagaimana menyiasati aturan itu? Mumpung ini di awal tahun, yang identik dengan rencana-rencana baru, maka di bawah ini saya akan coba kasih 5 hal yang harus Anda lakukan untuk menghadapi peraturan baru tersebut.1. Bayar

Dulu, Jangan Ditunda Ada kebiasaan keliru yang kerap kita lakukan dalam membayar kartu kredit. Dana diambil setelah semua kebutuhan atau keinginan terpenuhi. Itu juga kalau masih sisa. Tentu ini enggak benar. Kalau memang mau bayar, ya jangan ditunda-tunda. Misalnya, Anda gajian tanggal 25. Ya bayar tagihan Anda segera setelah gajian, meski jatuh tempo pembayaran, misalnya masih tanggal 10 dan Anda belum mendapat rincian tagihan. Sebaiknya, Anda tetap segera bayar. Soal berapa besarnya, kan, bisa dikirakira. Jadi tak ada alasan untuk menunda. 2. Tetapkan Berapa Yang Bersedia Anda Bayar Sebelum Anda Benar-benar Memakai Kartunya. Ini adalah salah satu cara untuk mengatur pengeluaran Anda. Katakan saja bulan lalu tagihan Anda nol. Lalu, Anda belanja di sejumlah toko, di mana total tagihan Anda untuk bulan ini adalah Rp 250 ribu. Nah, setelah Anda melakukan pembayaran sebesar Rp 250 ribu untuk tagihan itu, coba tetapkan berapa nilai yang akan Anda bayarkan untuk bulan depan. Misalnya, Rp 250ribu lagi. Efeknya adalah, di bulan depan, alam bawah sadar Anda akan mengatakan bahwa Anda tidak boleh berbelanja lebih dari Rp 250 ribu. Dengan demikian, diharapkan Anda akan menjadi lebih fokus dan disiplin terhadap pembelanjaan Anda. Nggak pernah kan pakai cara ini? 3. Seleksi Penggunaan Dengan Bijak. Ayo deh, jujur saja, kadang-kadang kita meremehkan jumlah tagihan minimal yang besarnya 10 persen. Tapi Anda sadar enggak bahwa Kartu Kredit Anda tiap tahun membebankan bunga yang sangat besar - bisa sekitar 42 persen - untuk sisa tagihan yang tidak dilunasi? Jadi kalau Anda membeli sebuah VCD Player yang harganya Rp 1 juta, maka dalam 12 bulan total yang harus Anda bayarkan bisa sekitar Rp.1.420.000. Wiih, hampir separuhnya ya? Iya. Besar sekali kan? Jadi, coba pakai kartu Anda hanya bila Anda yakin bahwa Anda bisa membayar tagihannya. 4. Prioritaskan Kartu Dengan Bunga Rendah. Anda punya lebih dari satu kartu? Nah mulailah untuk memprioritaskan penggunaan pada kartu yang membebankan bunga paling rendah. Kenapa? Ini karena saat membayar tagihan, sebagian pembayaran Anda adalah untuk membayar bunga. Jadi kalau Anda membayar tagihan hanya minimal saja sebesar 10 persen, maka 3,5 persennya adalah untuk membayar bunga. Rugi kan? Jadi, untuk selanjutnya, kalau Anda punya lebih dari satu kartu, prioritaskan kartu dengan bunga terendah lebih dahulu. Memang sih, perubahan aturan pembayaran minimal kartu dari 6 persen menjadi 10 persen ada kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri. Tapi sebagai orang yang optimis enggak ada salahnya, kan, kita melihat sesuatu dari yang baik-baik saja. Lo, di mana baiknya perubahan tersebut? Bahwa utang Kartu Kredit akan lebih cepat terbayar. Ya nggak?

Terus, bagaimana dengan konsekuensi bahwa Anda mungkin harus mengorbankan pos pengeluaran lain? Yaah, kalau Anda sudah berani utang, berarti konsekuensinya, Anda tetap harus bayar dong walaupun itu cukup berat. Salam. Safir Senduk Perencana Keuangan

RUMAHKU SURGAKUOleh: Ahmad Gozali Dikutip dari Majalah Alia Siapa sih yang tidak mau memiliki rumah sendiri. Setiap kita pastinya punya keinginan untuk memiliki rumah sendiri sebagai tempat berteduh di kala hujan dan beristirahat di kala malam. Apalagi bagi mereka yang sudah menikah. Tak lengkap rasanya hidup berkeluarga kalau masih menumpang pada orang tua. Bukankah dengan menikah menjadikan mereka sebuah keluarga sendiri yang juga mestinya tinggal di rumah sendiri. Bahkan istilah hidup berumah tangga pun oleh sebagian orang diartikan sebagai hidup bersama, di rumah sendiri, dengan kondisi yang terus meningkat seperti tangga. Namun sayangnya, harga rumah di daerah perkotaan menjadi sangat mahal seiring dengan pesatnya pembangunan bahkan sampai ke pinggiran kota. Kendala ini menyebabkan KPR menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Sebagian besar pembelian rumah dilakukan dengan memanfaatkan kredit kepemilikan rumah yang saat ini banyak dikeluarkan oleh bank konvensional. KPR dari bank konvensional sebenarnya bukan solusi yang ideal bagi seorang muslim, karena mau tidak mau, walau dengan alasan darurat, umat islam dengan setengah hati harus menerima kenyataan keterlibatannya dengan pinjaman yang berbunga. Dengan kenyataan seperti ini, sepertinya menggiring umat islam, teriutama keluaraga muda, hanya memiliki dua pilihan, mengorbankan idealismenya untuk hidup bersih dan halal karena mengambil pinjaman berbunga, atau sama sekali tidak memiliki rumah. Walaupun masih terbatas, sebetulnya sudah ada pembiayaan perumahan dari bank syariah. Memang belum banyak orang tahu dan rasanya belum ada bank syariah yang gencar memasarkan produk ini. Namun kedepannya, produk ini bukan tidak mungkin menjadi produk unggulan bank syariah. Karena hampir setiap keluarga perlu yang namanya pembiayaan rumah, dan sebagian besar keluarga di Indonesia adalah muslim yang tentunya ingin tetap istiqomah dalam memiliki rumah yang sesuai dengan syariah. Pada prakteknya, mungkin tidak akan terlihat jelas adanya perbedaan dengan KPR biasa. Intinya adalah konsumen bisa membeli rumah dengan cara mencicil kepada bank. Bedanya adalah, pada KPR konvensional, bank sebetulnya memberikan pinjaman berupa uang kepada konsumen. Dan dengan uang tersebut konsumen kemudian membeli rumah kepada developer. Sedangkan dengan sistem syariah, bank membeli rumah dari developer dan menjualnya kembali kepada konsumen, tentunya konsumen membayar rumah tersebut dengan cara mencicil. Sama-sama mencicil untuk punya rumah, namun akadnya sungguh berbeda. KPR konvensional menggunakan akad pinjaman uang yang berbunga atau riba. Sedangkan bank syariah menggunakan akad jual beli yang halal.

Contoh sederhananya begini: Developer membangun perumahan X dan menjualnya dengan harga Rp 100 juta untuk tipe 36/80. Karena tidak memiliki uang tunai sebesar Rp 100 juta, konsumen bisa mengajukan pembiayaan rumah kepada bank syariah Y agar bisa membelinya secara mencicil saja. Jika Bank syariah Y menyetujuinya, bank akan membeli rumah tersebut dari developer seharga Rp 100 juta. Bank kemudian menjualnya kembali kepada konsumen dengan harga Rp 120 juta. Dan konsumen bisa mencicil rumah seharga Rp 120 juta tersebut dalam jangka waktu 10 tahun (120 bulan) dengan membayar Rp 1 juta per bulan. Sama seperti pembelian rumah pada umumnya, tentunya akan ada juga biaya tambahan seperti biaya notaris, pajak, BPHTB, penilaian/apraisal, provisi, administrasi dan sebagainya tergantung dari kebijakan bank dan developer. Dan untuk menegaskan komitmen konsumen, bank juga bisa meminta konsumen untuk membayar uang muka atau (DP) down payment di awal. Berbeda akad, tentunya berbeda pula konsekuensinya antara KPR konvensional dan pembiayaan rumah dari bank syariah. Pada KPR konvensional, transaksinya adalah bank meminjamkan uang kepada konsumen, dan konsumen harus mengembalikannya dengan cara mencicil pokok hutang dan ditambah dengan bunganya selama jangka waktu tertentu. Jika di tengah jalan suku bunga naik, maka cicilan yang harus dibayar juga akan naik sesuai dengan kenaikan suku bunga. Konsumen harus membayar lebih mahal dari rencana awal. Sedangkan kalau akadnya jual beli seperti pada bank syariah, harga harus sudah ditetapkan di awal dan tidak bisa dirubah-rubah di tengah jalan. Jika bank menjual rumahnya ke konsumen dengan harga Rp 120 juta, maka konsumen hanya diharuskan membayar Rp 120 juta tanpa peduli dengan kenaikan suku bunga. Sesuai dengan semangat jual beli dalam Islam yang menganut prinsip suka sama suka, harga jual rumah dari bank ke konsumen dan jangka waktu pelunasan sebetulnya bisa dilakukan tawar menawar sampai tercapai kesepakatan. Namun tentu saja bank syariah juga punya kebijakan penetapan harga dan jangka waktu sendiri-sendiri. Selain kelima bank tersebut, produk pembiayaan perumahan secara syariah juga bisa diakses di BNI Syariah, BII Syariah, Bank Bukopin Syariah dan Bank Syariah Indonesia. Sehingga totalnya ada 9 bank syariah yang saat ini memiliki produk pembiayaan perumahan secara syariah. Dan kabar baik juga datang dari BTN yang sudah dikenal selama ini sebagai bank pemerintah yang paling banyak menggelontorkan dana untuk KPR. Jika tidak ada aral melintang, tidak lama lagi BTN akan meluncurkan cabang syariahnya. Dan kabarnya pula, KPR Syariah menjadi produk andalan mereka. Jika rencana ini terwujud, maka bukan tidak mungkin akan ada banyak dana yang dikucurkan untuk membantu masyarakat memiliki surga di dunia tanpa harus terlibat dengan riba. Salam Ahmad Gozali Perencana Keuangan

CICIL MOBIL BEBAS BUNGAOleh: Ahmad Gozali Dikutip dari Majalah Alia

Kebutuhan untuk memiliki kendaraan sendiri bagi sebuah keluarga semakin lama semakin meningkat. Sepertinya hal ini juga berhubungan dengan kebutuhan akan perumahan. Kebutuhan akan rumah yang sangat tinggi membuat harga rumah menjadi semakin mahal. Bagi keluarga muda yang ingin memiliki rumah sendiri, mau tidak mau harus memilih lokasi perumahan yang sedikit lebih jauh di pinggiran kota dimana harganya bisa lebih murah. Karena untuk mendapatkan rumah yang murah berarti harus rela dengan lokasi yang jauh, maka kebutuhan akan kendaraan pun menjadi semakin tinggi. Semakin murah rumah, biasanya juga semakin jauh lokasinya. Dan semakin jauh lokasinya, semakin besar pula kebutuhan akan kendaraan. Baik itu mobil ataupun sepeda motor. Tentu saja cukup berat untuk bisa membeli kendaraan secara tunai, apalagi kendaraan berupa mobil yang harganya sama mahalnya dengan harga rumah. Itu berarti kita lagi-lagi perlu membelinya secara mencicil saja. Dan kalau yang namanya beli cicil, biasanya kena bunga. Dan yang namanya bunga, tentu saja tidak diperbolehkan untuk umat Islam. Lalu bagaimana dong solusinya? Jangan khawatir, bank syariah sudah bisa memberikan jawaban akan masalah ini. Tidak mau kalau dengan bank konvensional atau perusahaan leasing, bank syariah juga punya produk untuk pembiayaan kepemilikan kendaraan sendiri. Baik itu kendaraan berupa sepeda motor maupun mobil. Kalau di bank konvensional, kita sudah biasa dengar yang namanya KPM atau Kredit Kepemilikan Kendaraan Bermotor. Sesuai dengan namanya, transaksinya adalah kredit. Yaitu kita meminjam uang dari bank untuk membeli kendaraan, selanjutnya hutang tersebut dibayar kembali dengan ditambah bunga. Tambahan berupa bunga inilah yang bermasalah dalam syariat Islam. Begitu juga kalau kita mencicil kendaraan di perusahaan multifinance, transaksinya adalah sewa-beli. Yaitu kita menyewa kendaraan selama beberapa waktu dan membelinya di akhir periode. Harga sewanya dihitung dengan menggunakan bunga, dan kalau terlambat bayar dikenakan juga bunga tambahan. The Syariah Way Beda halnya kalau datang ke bank syariah, kita bisa beli kendaraan dengan mencicil bebas bunga. Tapi jangan salah kaprah, bebas bunga bukan berarti harganya sama dengan harga beli tunai. Maksudnya bebas bunga adalah tidak ada tambahan keuntungan berupa bunga. Bank syariah mengambil untung dengan cara jual beli atau dari biaya sewa, bebas bunga dan lebih berkah. Ada dua macam traksaksi atau akad yang bisa diterapkan oleh bank syariah untuk pembiayaan kendaraan. Akad pertama yaitu akan murabahah atau jual beli tangguh. Dan yang kedua yaitu akad Ijarah Muntanhia BitTamlik (IMBT) atau akad sewa menyewa dengan perjanjian perpindahan hak milik, atau untuk gampangnya sebut saja ini sebagai leasing syariah. Untuk akad IMBT, transaksinya mirip dengan leasing konvensional. Hanya saja pada IMBT tidak ada mekanisme bunga yang berlaku untuk pembayaran sewa dan denda. Sedangkan untuk akad murabahah, akadnya sama saja dengan akad murabahah untuk rumah yang sudah kita bahas beberapa bulan yang lalu. Contoh kasus berikut bisa memberikan gambaran yang lebih ditel lagi mengenai hal ini: Adit adalah seorang supervisor yang lebih banyak bekerja di lapangan untuk mengawasi bawahannya. Untuk menunjang pekerjaannya tersebut, ia membutuhkan sebuah mobil.

Dengan penghasilannya yang Rp 10 juta per bulan, ia sudah menghitung bahwa ia bisa menyisihkan Rp 2 juta Rp 3 juta per bulan untuk mencicil mobil. Ia pun mulai melakukan survey ke beberapa dealer mobil dan menemukan beberapa pilihan kendaraan yang cocok untuknya. Setelah itu ia datang ke bank syariah dan mengajukan pembiayaan untuk pembelian sebuah mobil yang diidamkannya. Tidak lupa tentunya ia melengkapi juga syarat-syarat yang diperlukan yaitu identitas dirinya seperti fotokopi KTP Adit sendiri & istrinya, Surat Nikah, Kartu Keluarga, dll. Lalu bukti penghasilannya berupa slip gaji 2 bulan terakhir beserta bukti pemotongan pajak oleh perusahaan dan rekeningnya di bank. Serta tentunya tipe kendaraan yang diinginkannya beserta daftar harga yang dikeluarkan oleh dealer. Setelah menilai kelayakannya, bank lalu meminta komitmen keseriusan Adit yaitu dengan memintanya untuk membayar uang muka sebesar Rp 20 juta untuk mobil Avanza Rp 100 juta yang diinginkannya. Mereka pun lalu menyepakati margin bank sebesar 50% untuk jangka waktu 5 tahun. Ini artinya, bank membeli Avanza dari dealer seharga Rp 100 juta dan menjualnya lagi pada Adit seharga Rp 20 juta dimuka, ditambah Rp 120 juta dicicil selama 60 bulan. Berikut ini perhitungannya: Harga mobil dari dealer : Rp 100 juta Uang muka Adit : Rp 20 juta Pembiayaan bank : Rp 80 juta Margin bank (80 juta x 50%) : Rp 40 juta + Saldo hutang Adit ke Bank : Rp 120 juta Cicilan (60 bulan) : Rp 120 juta = Rp 2 juta/bulan= 60 bulan Selain uang muka, biasanya juga ada biaya tambahan seperti asuransi, provisi, administrasi dan lain sebagainya yang harus ditanggung oleh Adit. Syarat & kelangkapan administrasi: Biasanya bank hanya akan menyetujui pembiayaan untuk karyawan yang sudah bekerja sebagai karyawan tetap setidaknya selama 2 tahun dengan gaji bulanan setidaknya 3 kali lipat dari cicilan. Sedangkan untuk pengusaha, bank hanya mau jika usahanya punya kelengkapan dokumen usaha dan perizinan. Begitu juga dengan pekerja profesional, ia harus punya sertifikasi yang diperlukan dan izin praktek. Pada dasarnya, ada beberapa persyaratan dan kelengkapan administrasi yang harus dipenuhi oleh seorang konsumen yang ingin mendapatkan pembiayaan. Tentu saja ini adalah yang umum-umum saja, karena setiap bank biasanya juga punya kebijakan sendiri yang bisa jadi berbeda-beda.

Identitas diri dan pasangan Untuk seseorang yang sudah berkeluarga, pembiayaan yang diajukan harus atas persetujuan bersama. Maka dokumen yang dibutuhkan diantaranya yaitu foto kopi KTP sendiri & pasangan, surat nikah, kartu keluarga, dan surat persetujuan dari pasangan. Bukti bekerja dan penghasilan Untuk karyawan, bank akan meminta surat keterangan bekerja atau SK Pengangkatan

dari perusahaan. Dan tentu saja slip gajinya. Sebagai pendukung, bank juga biasanya minta foto kopi buku tabungan atau rekening koran di bank. Bukti usaha/praktek profesi Untuk pengusaha: SIUP, Domisili, TDP, dll. Untuk pekerja mandiri: Sertifikasi profesi, izin praktek, dll. NPWP Untuk pembiayaan diatas Rp 50 juta, harus memiliki NPWP. Kecuali karyawan, cukup dengan bukti pemotongan pajak oleh perusahaan. Jaminan/agunan Untuk pembiayaan tertentu, bank bisa meminta agunan/jaminan tambahan. Sedangkan untuk pembiayaan kendaraan, agunannya cukup kendaraan itu sendiri. Itulah makanya bank akan menyimpan BPKB kendaraan tersebut sampai cicilannya lunas. Gozali

Salam Ahmad Perencana Keuangan

BILAMANA HARUSOleh: Safir Senduk

MENGAMBIL

KITA KREDIT?

Dikutip dari Tabloid NOVA No. 693/XIV Dua nomor yang lalu ketika saya menulis tentang kredit tanpa agunan (KTA), saya menerima banyak sekali telepon dan surat elektronik dari pembaca yang menanyakan tentang bank mana saja yang menjual produk KTA. Ini menunjukkan banyaknya minat pembaca untuk mengambil kredit. Kredit sebetulnya dibuat untuk memudahkan Anda. Baik dalam membuka usaha, membeli sesuatu, atau mengatasi kebutuhan tertentu atas sejumlah dana. Orang yang tidak punya uang tunai, seringkali bisa membeli sesuatu dengan cara mengambil kredit. Kalau Anda harus menabung dulu sebelum bisa membeli suatu barang, mungkin dengan mengambil kredit Anda bisa membeli dulu, dan menabungnya belakangan. Hanya saja, menabungnya dalam bentuk membayar ke bank. Sayangnya sering ada masalah yang muncul dalam mengambil kredit. Orang sering terjebak mengambil kredit walaupun sebenarnya dia bisa membayarnya secara tunai. Banyak orang berpikir, kalau saya bisa kredit untuk membeli suatu barang, kenapa saya harus membeli secara tunai (walaupun uang tunainya ada)? Padahal sudah jelas bahwa total uang yang Anda bayar bila Anda membeli barang secara kredit akan lebih besar daripada bila Anda membeli barang tersebut secara tunai. Malah makin lama jangka waktu kreditnya, jumlah uang yang harus Anda bayar biasanya akan makin besar. Anehnya, walaupun demikian, masih banyak saja orang yang mengambil kredit untuk membeli barang walaupun dia punya uang tunainya. Pikiran yang seringkali muncul adalah bahwa dengan mengambil kredit, seseorang bisa memanfaatkan uang tunai (yang sudah dia miliki) untuk keperluan lain. Dari situlah muncul pertanyaan, kapan sih sebetulnya seseorang harus membeli barang secara kredit? Dalam tulisan kali ini saya akan membahas tentang kapan Anda harus membeli barang secara kredit, dan kapan Anda harus membeli barang secara tunai.

DUA MACAM NILAI BARANG Dalam berhutang, ada dua macam barang yang bisa Anda hutangkan. Yang pertama adalah barang-barang yang nilainya menurun, dan yang kedua adalah barang-barang yang nilainya menaik. Contoh barang yang nilainya menurun yang sering kita hutangkan adalah:1. Kendaraan.

Iya dong, kalau Anda membeli kendaraan dan memakainya dalam jangka waktu katakan enam bulan, maka setelah enam bulan kendaraan tersebut biasanya tidak bisa Anda jual kembali dengan harga yang sama ketika Anda membelinya, tetapi malah lebih rendah. Ini wajar karena kendaraan tersebut mengalami penyusutan nilai. Kecuali nilai dolar tidak naik tinggi sekali, maka harga jual mobil Anda ketika Anda menjualnya kembali harusnya lebih rendah dibanding ketika Anda membelinya, bukan malah lebih tinggi.2. Barang-barang elektronik.

Apakah Anda punya barang elektronik di rumah? Apakah Anda ingat berapa harganya ketika Anda membelinya dulu? Bila Anda ingat, sekarang bisakah Anda jual lagi barang tersebut dengan harga yang sama dengan ketika Anda membelinya waktu itu? Biasanya tidak. Ini karena barang elektronik adalah barang yang mengalami penyusutan juga. Oke, itu adalah contoh barang yang nilainya menurun. Selain barang yang nilainya menurun, ada juga barang yang nilainya menaik. Contohnya adalah properti. Properti terdiri atas tanah dan bangunan. Dalam jangka panjang (diatas 10 tahun), nilai properti biasanya naik terus (tanahnya, bukan bangunannya). Ini karena kebutuhan atas tanah terus meningkat karena bertambahnya jumlah penduduk dunia, sedangkan jumlah tanah tidak bertambah. MENENTUKAN KREDIT ATAU TIDAK Seksarang masalahnya, kapan kita harus mengambil barang secara kredit dan kapan kita harus mengambil barang secara tunai? Dibawah ini adalah tipsnya: Akan lebih baik apabila Anda mengurangi kebiasaan berhutang Anda sebisa mungkin bila barang yang Anda beli tersebut nilainya menurun. Ini karena apabila Anda berhutang dengan cara mengambil kredit, maka jumlah yang Anda bayar biasanya akan lebih mahal dibanding apabila Anda membayar secara tunai. Kendaraan misalnya. Bila Anda membeli Kendaraan secara tunai, Anda mungkin harus membayar Rp 75 juta rupiah. Tetapi bila Anda membeli kendaraan itu secara kredit (kredit 12 bulan misalnya), maka jumlah yang Anda bayar jatuhnya mungkin akan menjadi Rp 90 juta. Malah, semakin panjang jangka waktunya, jumlah yang Anda bayar akan makin mahal. Mungkin menjadi Rp 110 juta (untuk jangka waktu kredit 24 bulan) atau Rp 130 juta (kredit 36 bulan = 3 tahun). Melihat hal itu, maka pertanyaannya disini adalah: buat apa Anda membayar mahal untuk barang yang nilainya menurun?

Jadi, untuk barang yang nilainya menurun, bayar saja secara tunai kalau memang Anda bisa membayar tunai, supaya jumlah yang Anda bayar akan makin murah. Bagaimana bila Anda tidak mampu membayar tunai? Solusinya: ambil kredit dengan jangka waktu sependek mungkin yang Anda bisa. Ini karena makin pendek jangka waktunya, makin murah jumlah yang harus Anda bayar. Semakin panjang jangka waktu kreditnya, semakin mahal pula jumlah yang harus Anda bayar secara total. Ingat sekali lagi bahwa barang yang Anda beli adalah barang yang nilainya menurun. Jadi buat apa membayar mahal untuk barang yang nilainya toh akan menurun? Sekarang, bagaimana bila barang yang Anda hutang tersebut nilainya menaik? Apabila barang yang Anda hutangkan itu secara jangka panjang nilainya menaik (meningkat), maka tidak apa-apa bila Anda mengambilnya secara berhutang, walaupun Anda memang memiliki uang tunai untuk melunasinya secara tunai. Properti misalnya. Seperti yang Anda tahu, properti terdiri atas Tanah dan Bangunan. Untuk tanah, secara jangka panjang (diatas 10 tahun) nilai tanah mungkin bisa meningkat sekitar 30 persen per tahun. Peningkatan tersebut masih jauh lebih besar dibanding suku bunga KPR yang Anda bayar, yang pada saat ini berada di kisaran 20 persen per tahun. Jadi, tidak apa-apa bila Anda membeli rumah dengan cara KPR walaupun Anda punya uang tunainya. Maksudnya, membeli rumah secara tunai jelas akan lebih murah. Tapi membeli rumah lewat kredit secara jangka panjang jatuh-jatuhnya Anda akan untung juga karena kenaikan nilai properti Anda (tanahnya lho) masih lebih besar daripada suku bunga KPR yang Anda bayar. Mudah-mudahan dengan pengetahuan di atas, Anda bisa bijaksana memutuskan kapan akan membeli barang secara kredit. Mengingat tingginya minat pembaca NOVA terhadap produkproduk kredit, pada beberapa nomor mendatang saya akan menyajikan tulisan tentang dua produk kredit yang paling banyak diambil orang. Yaitu Kredit Kepemilikan Kendaraan dan Kredit Pemilikan Rumah. Tidak lupa juga disertai dengan strategi dalam mengambil kredit tersebut. Sampai ketemu.

STRATEGI KREDITOleh: Safir Senduk

PEMILIKAN

MENGAMBIL RUMAH

Dikutip dari Tabloid NOVA No. 697/XIV Dua nomor lalu kita telah membahas tentang persiapan apa yang harus Anda lakukan bila ingin membeli rumah. Sekarang, kita akan membahas tentang apa yang harus Anda lakukan bila Anda ingin membeli rumah secara kredit. Seperti yang pernah saya tulis sebelumnya, pembelian rumah bisa dilakukan dengan dua macam cara: tunai maupun kredit. Anda bisa membeli rumah secara tunai bila Anda memiliki uang yang nilainya sama dengan harga rumah yang Anda inginkan. Sebagai contoh, bila harga rumah adalah Rp 100 juta (bangunan plus tanah), maka Anda bisa membeli rumah tersebut secara tunai bila Anda memang punya uang tunai sebesar Rp 100 juta. Masalahnya, kebanyakan keluarga yang tingkat ekonominya menengah ke bawah seringkali tidak memiliki uang tunai sebanyak itu. Jumlah uang tunai yang mereka punya mungkin hanya

60%-nya, 40%-nya, atau bahkan mungkin cuma 30%-nya. Lalu bagaimana solusinya? Solusinya adalah dengan membeli rumah tersebut secara kredit. Sekarang, bisa tidak Anda mengambil kredit? Kalau Anda datang ke bank, maka bank biasanya memiliki produk kredit yang bisa dimanfaatkan untuk membeli rumah. Nama produk ini adalah KPR atau Kredit Pemilikan Rumah. Untuk bisa mengambil KPR, maka bank biasanya tidak akan mau membayari rumah Anda 100%. Mereka hanya akan membayari rumah Anda sekitar 70% dari harga rumah, sisanya yang 30% harus Anda bayar sendiri dari kantong Anda. Bagaimana caranya? Kalau harga rumah yang Anda inginkan adalah Rp 100 juta, maka Anda harus membayar dulu 30%-nya dari kantong Anda (dalam contoh ini berarti Rp 30 juta). Setelah itu, barulah bank akan melunasi sisanya yang 70% (yaitu Rp 70 juta). Disini, jumlah 30% yang Anda bayar dianggap oleh bank sebagai Uang Muka (Down Payment = DP), dan jumlah 70% yang dipinjamkan bank untuk membayar sisa harga rumah akan menjadi hutang bagi Anda yang harus Anda cicil pembayarannya, tentunya disertai dengan bunga. Pertanyaan berikutnya, apakah Anda punya dana yang cukup untuk membayar Uang Muka yang 30% itu? Kalau ya, bagus. Ini berarti Anda tinggal melanjutkan ke langkah yang berikutnya, yaitu mengajukan Permohonan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) ke bank. Tetapi bagaimana bila Anda tidak memiliki dana untuk membayar Uang Muka tersebut? Ini berarti Anda harus menabungnya terlebih dahulu, dan jangan memaksakan diri untuk mengajukan Permohonan KPR sekarang juga. Ingat sekali lagi, bank hanya akan memberikan kredit bila Anda mau membayar jumlah sebesar 30%-nya terlebih dahulu. Kalau Anda tidak punya uang yang 30%-nya itu, maka Anda harus menabungnya lebih dulu. Mengajukan Permohonan KPR ke Bank Oke, Anda sudah melihat-lihat rumah dan sudah tahu harganya. Anda juga sudah menghitung bahwa Anda punya cukup dana untuk bisa membayar porsi yang 30% sebagai Uang Muka Rumah. Sekarang, Anda memutuskan untuk mengajukan Permohonan KPR kepada bank. Pada saat ini, sebagian besar bank pada umumnya menyediakan fasilitas KPR. Anda bisa datang ke salah satu bank yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal Anda, datang ke Customer Service-nya dan mengutarakan maksud Anda. Mereka biasanya akan menyerahkan sebuah Formulir Permohonan KPR untuk Anda bawa pulang dan isi, untuk lalu diserahkan lagi kepada bank. Di situlah bank akan membaca jawaban Anda dan menganalisanya. O ya, tidak semua Permohonan KPR dari calon nasabah akan diterima oleh bank. Ini karena bank biasanya mempunyai kriteria sendiri dalam meluluskan Formulir Permohonan KPR yang masuk kepada mereka. Apa saja kriterianya? 1. Orang tersebut harus berusia maksimal 50 tahun ketika mengajukan Permohonan KPR kepada bank. 2. Orang yang bersangkutan harus sudah bekerja dan memiliki penghasilan, yang dibuktikan dengan adanya dokumen-dokumen tertentu. Penghasilan tersebut minimal besarnya harus 3 kali dari jumlah cicilan KPR yang diinginkan tiap bulannya, bila KPR tersebut diluluskan 3. Bila orang itu pernah memiliki hutang di tempat lain, maka orang itu harus memiliki sejarah pembayaran kredit yang baik di sana, terutama pada masa duabelas bulan terakhir.

Strategi agar Permohonan KPR Bisa Diterima Nah, melihat kriteria-kriteria tersebut, ada baiknya kalau Anda memiliki strategi khusus sebelum mengajukan Permohonan KPR kepada bank. Tujuannya agar Permohonan KPR Anda bisa diluluskan oleh pihak bank. Karena itu, ada tiga hal yang harus diperhatikan sebelum Anda mengajukan Permohonan KPR kepada bank:1. Siapkan dokumen keuangan yang diperlukan:

Siapkan dokumen keuangan yang pasti (atau hampir pasti) akan diminta oleh pihak bank. Apa itu? Bila Anda adalah seorang karyawan yang bekerja di perusahaan, maka dokumen yang akan diminta oleh bank adalah: a. Surat Keterangan Bekerja di Perusahaan (minimal Anda harus sudah bekerja di perusahaan tersebut selama 2 tahun) b. Slip Gaji Asli c. Catatan Rekening Bank (minimal selama 3 bulan terakhir) Bila Anda adalah seorang wiraswastawan, maka dokumen yang akan diminta oleh bank adalah: a. Daftar Pelanggan Anda (bila memungkinkan) b. Daftar Pemasok Anda (bila usaha Anda bersifat usaha dagang) c. Bukti Transaksi Keuangan Anda dengan Pelanggan (seperti bon atau faktur) d. Catatan Rekening Bank (minimal selama 3 bulan terakhir) e. NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) f. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) bila usaha Anda bersifat usaha dagang) g. TDP (Tanda Daftar Perusahaan) Bila Anda adalah seorang profesional, maka dokumen yang akan diminta oleh bank adalah: a. Daftar Pelanggan atau klien Anda (bila memungkinkan) b. Bukti Transaksi Keuangan Anda dengan Pelanggan (seperti bon atau faktur) c. Catatan Rekening Bank (minimal selama 3 bulan terakhir) d. NPWP e. Surat Izin Praktek (untuk beberapa profesi tertentu)2. Siapkan kelengkapan dokumen dari jaminan yang akan diajukan

Bila Anda membeli rumah secara kredit, maka rumah yang akan dibeli tersebut biasanya akan diminta oleh bank untuk dijaminkan kepada mereka. Ini berarti, apabila Anda tidak bisa meneruskan pembayaran cicilan KPR Anda (macet dan tidak ada penyelesaiannya), maka rumah itu akan disita oleh bank untuk mengganti sisa hutang yang belum Anda bayar. Itulah sebabnya, adalah penting bagi bank untuk memeriksa lebih dulu kelengkapan dokumen dari rumah yang akan dijaminkan tersebut. Apa saja dokumen itu? a. Sertifikat b. Sertifikat IMB + Blue Print c. SPPT PBB Tahun terakhir (cetak biru Tanah gambar rumah tersebut)

Dengan demikian, selama Anda membayar Cicilan KPR Anda, maka dokumen-dokumen tersebut akan disimpan oleh bank sampai cicilan KPR Anda lunas. Jadi, pastikan Anda mengecek terlebih dahulu kelengkapan dari dokumen-dokumen tersebut sebelum Anda mengajukan Permohonan KPR Anda kepada bank.3. Perbaiki Penampilan Keuangan Anda

Anda juga perlu memperbaiki penampilan keuangan Anda agar bank bisa menangkap "kesan" yang baik terhadap keuangan Anda. Dengan memperbaiki penampilan keuangan Anda, maka akan makin besar kemungkinannya bahwa bank akan menerima permohonan KPR Anda. Karena itu, di bawah ini adalah sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam memperbaiki penampilan keuangan Anda: a. Perbaiki Catatan Rekening Bank yang Anda miliki. Bila Anda bekerja sebagai karyawan, bank akan meminta slip gaji sebagai bukti bahwa Anda memang memiliki penghasilan sebesar jumlah tertentu setiap bulannya. Namun demikian, jangan lupa bahwa bank mungkin tidak akan percaya begitu saja kepada slip gaji tersebut. Bank biasanya masih akan meminta catatan rekening bank Anda (biasanya berupa laporan rekening koran atau buku tabungan) untuk membuktikan apakah memang benar ada uang masuk sejumlah nilai yang persis sama seperti apa yang tercantum dalam slip gaji Anda. Sekarang, bila Anda biasa mendapatkan penghasilan secara tunai (bukan transfer), (entah apakah Anda bekerja sebagai karyawan, profesional, atau wiraswastawan) maka usahakan untuk menyetorkan penghasilan tersebut lebih dulu ke rekening Anda, sebelum Anda menggunakannya untuk membayar pengeluaran Anda sehari-hari. Dengan demikian, bank dapat membuktikan bahwa Anda memang memiliki penghasilan secara rutin sebesar minimal sekian rupiah setiap bulannya. Dan, kalau bisa, usahakan agar catatan rekening bank tersebut menunjukkan adanya pemasukan sekitar minimal tiga sampai enam bulan terakhir penghasilan Anda. b. Lancarkan pembayaran hutang Anda di tempat lain. Kalau Anda punya hutang di tempat lain (seperti Hutang Kartu Kredit atau hutang kepada bank lain), usahakan agar pembayaran tagihannya tidak sampai macet. Sebagai informasi saja untuk Anda, bank bisa menganalisa dan mempunyai cara tersendiri dalam memperkirakan kondisi keuangan Anda yang sebenarnya, salah satunya adalah apakah Anda pernah macet atau tidak dalam membayar hutang di tempat lain. Jika diperkirakan bahwa Anda pernah macet dalam membayar hutang Anda di tempat lain, bisa-bisa permohonan kredit Anda akan ditolak karena bank takut hal yang sama bisa terulang kepada mereka. Jadi sekali lagi, lancarkan pembayaran hutang Anda di tempat lain. Nah, sekarang bagaimana bila Anda ternyata pernah macet dalam membayar tagihan hutang di tempat lain? Kalau itu baru-baru saja terjadi, maka Anda sebaiknya menunda permohonan KPR Anda dan melancarkan dulu pembayaran hutang di tempat lain itu sampai dengan - paling tidak duabelas bulan ke depan. Setelah duabelas bulan, baru ajukan lagi permohonan KPR Anda kepada bank, karena walaupun Anda pernah punya tagihan macet di tempat lain, tapi diharapkan kondisi keuangan Anda sudah baik kembali dalam duabelas bulan itu. Sekali lagi, bank bisa menganalisa dan mempunyai cara tersendiri untuk memperkirakan kondisi keuangan Anda yang sebenarnya, salah

satunya adalah apakah baru-baru ini Anda pernah macet dalam membayar hutang di tempat lain. c. Atur proporsi cicilan hutang Anda. Perhatikan bahwa bank mungkin - akan menolak Permohonan KPR Anda bila total cicilan hutang Anda (termasuk cicilan KPR Anda apabila diluluskan) adalah sebesar sepertiga (atau sekitar 33%) dari penghasilan Anda. Sebagai contoh, bila penghasilan rutin Anda Rp 2 juta per bulan, lalu tiap bulan, Anda mencicil ini dan itu di tempat lain sebesar sekitar Rp 600 ribu setiap bulan. Ini berarti, total cicilan hutang Anda setiap bulan sudah memakan sekitar 30% dari penghasilan rutin Anda yang Rp 2 juta per bulan. Nah, andaikata permohonan KPR Anda diterima oleh bank dan Anda harus membayar tambahan cicilan KPR sebesar misalnya Rp 400 ribu sebulan, maka ini berarti total cicilan hutang Anda adalah Rp 1 juta (atau memakan porsi sekitar 50% dari Penghasilan Rutin Anda). Di sinilah bank mungkin akan menolak Permohonan KPR Anda. Ini karena bank berpendapat bahwa bila total cicilan hutang Anda memakan porsi yang lebih besar daripada sepertiga penghasilan rutin Anda, maka bank "takut" bahwa Anda jadi kesulitan membayar pengeluaran rumah tangga Anda yang lain, sehingga mungkin akan tergoda untuk mengambil porsi yang seharusnya digunakan untuk membayar cicilan KPR. Buntutnya, ditakutkan cicilan KPR tidak bisa terbayar setiap bulannya karena uangnya dipakai untuk membayar pengeluaran rumah tangga. Jadi bila pada saat ini Anda sudah punya Cicilan Hutang yang totalnya sudah mencapai 33% dari penghasilan rutin Anda, jangan harap permohonan KPR Anda bisa diterima. Kurangi dulu porsi cicilan hutang yang 33% tersebut, baru Anda bisa mengharapkan agar Permohonan KPR Anda bisa diterima. Sekali lagi, bagi bank, Cicilan semua hutang Anda, plus cicilan KPR Anda (apabila diluluskan), harus memakan porsi maksimal sebesar 1/3 atau 33% dari Penghasilan Rutin Anda.