tidak semua penderita hipertensi laporan riskesdas 2007. ... hypertension mengunakan alat...

6
pusdatin.kemkes.go.id pusdatin kemkes pusdatin kemenkes Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Jl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9 Jakarta Selatan 2019 Didik Budijanto Rudy Kurniawan Winne Widiantini Penanggung Jawab Redaktur Penyunting Supriyono Pangribowo Dian Mulya Penulis Desain Gras/Layouter ISSN 2442-7659 Hipertensi Si Pembunuh Senyap 140 110 160 110 180 110 di wilayah perdesaan pada umumnya memiliki akes terhadap informasi dan edukasi kesehatan yang lebih rendah dibandingkan penduduk di perkotaan. Upaya promotif dan preventif diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini melalui pengukuran tekanan darah secara rutin serta kepatuhan untuk mengkonsumsi obat secara rutin. Langkah ini diyakini sebagai bentuk pengendalian penyakit hipertensi berupa penurunan jumlah kasus, komplikasi, dan kematian akibat hipertensi. Tim Redaksi Referensi Sumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI. 2009. Hipertensi: Prevalensi dan Determinannya di Indonesia. Jakarta: Ekowati Rahajeng dan Sulistyo Tuminah Kementerian Kesehatan RI. 2008. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit, Kemenkes Kementerian Kesehatan RI. 2014. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes Kementerian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya. Hal ini yang membuat hipertensi kerap disebut sebagai “silent killer”atau “pembunuh senyap”.

Upload: others

Post on 13-Mar-2020

48 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%

pusdatin.kemkes.go.id pusdatin kemkes pusdatin kemenkes

Kementerian Kesehatan RIPusat Data dan InformasiJl. HR Rasuna Said Blok X5 Kav. 4-9Jakarta Selatan

2019

Didik Budijanto

Rudy Kurniawan

Winne Widiantini

Penanggung Jawab

Redaktur

Penyunting

Supriyono Pangribowo

Dian Mulya

Penulis

Desain Gras/Layouter

ISSN 2442-7659

HipertensiSi Pembunuh Senyap

140110

160110

180110

di wilayah perdesaan pada umumnya memiliki akes terhadap informasi dan edukasi kesehatan yang lebih rendah dibandingkan penduduk di perkotaan. Upaya promotif dan preventif diperlukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini melalui pengukuran tekanan darah secara rutin serta kepatuhan untuk mengkonsumsi obat secara rutin. Langkah ini diyakini sebagai bentuk pengendalian penyakit hipertensi berupa penurunan jumlah kasus, komplikasi, dan kematian akibat hipertensi.

Tim RedaksiReferensi

Sumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Hipertensi: Prevalensi dan Determinannya di Indonesia. Jakarta: Ekowati Rahajeng dan Sulistyo Tuminah

Kementerian Kesehatan RI. 2008. Laporan Riskesdas 2007. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes

Kementerian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta: Ditjen Pengendalian Penyakit, Kemenkes

Kementerian Kesehatan RI. 2014. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes

Kementerian Kesehatan RI. 2019. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Badan Litbangkes, Kemenkes

Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya.

Hal ini yang membuat hipertensi kerap disebut sebagai “silent killer”atau

“pembunuh senyap”.

Page 2: Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%

Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi salah satu penyebab utama kematian prematur di dunia. Organisasi k e s e h a t a n d u n i a ( W o r l d H e a l t h Organization/WHO) mengestimasikan saat ini prevalensi hipertensi secara global sebesar 22% dari total penduduk dunia. Dari sejumlah penderita tersebut, hanya kurang dari s e p e r l i m a ya n g m e l a k u k a n u p aya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki.

Wilayah Afrika memiliki prevalensi hipertensi

180/110

A. Beban Global

dan Definisi Kasus

01

Gambar 3

Kisaran Tekanan Darah Normal dan Hipertensi Menurut WHOSumber : Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, and Treatment of High Pressure VII/JNC-VII, 2003

<120

<80

Sistolik

Diastolik

Normal

120-139

80-89

PreHipertensi

140-159

90-99

HipertensiTingkat 1

>160

HipertensiTingkat 2

>140

<90

Hipertensisistolik

terisolasi

>100dan atau atau atau dan

Berdasarkan penyebab, hipertensi terbagi menjadi dua, yaitu :

1. Hipertensi esensial atau primer yang tidak diketahui penyebabnya.

2. Hipertensi sekunder yang penyebabnya dapat ditentukan melalui tanda-tanda di antaranya kelainan pembuluh darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), dan penyakit kelenjar adrenal (hiperaldosteronisme).

Tidak semua penderita hipertensi menyadari penyakit yang dideritanya. Hal ini yang membuat hipertensi kerap disebut sebagai “silent killer”atau “pembunuh senyap”.

Gambar 4

Gejala HipertensiSumber : Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

pada Hipertensi :

Gangguan

penglihatan

Gangguan

saraf

Gangguan

jantung

Gangguan

ginjal

Gangguan serebral (otak)

yang mengakibatkan kejang,

perdarahan pembuluh darah otak

yang mengakibatkan kelumpuhan,

gangguan kesadaran hingga koma

Sakit

Kepala Gelisah

Jantung

berdebar-

debar

Pusing

Penglihatan

Kabur

Rasa sakit

di dada

mudah

lelah

#KetahuiTekananDarahmu

#KnowYOURNumbers

Keluhan-keluhan pada penderita hipertensi antara lain :

Tidak semua penderita hipertensi mengenali atau merasakan keluhan maupun gejala,

sehingga hipertensi sering dijuluki sebagai pembunuh diam-diam (silent killer)

www.p2ptm.kemkes.go.id @p2ptmKemenkesRI @p2ptmKemenkesRI @p2ptmKemenkesRI

02

Gambar 1

Prevalensi Hipertensi di DuniaSumber : WHO, 2019

Wilayah WHO

Prevalensi HipertensiBerdasarkan

AFRIKA27%

ASIA TENGGARA

25%

EROPA23%AMERIKA

18%

PASIFIKBARAT

19%

MEDITERANIATIMUR

26%

14090

DUNIA22%

TIDAK MENYADARI MEREKA

MENDERITA HIPERTENSI.

Kebanyakan penderita hipertensi

pria menderita hipertensi

1 dari 4

TIDAK MENYADARI MEREKA

MENDERITA HIPERTENSI.

Kebanyakan penderita hipertensi

wanita menderita hipertensi

1 dari 5

untuk melakukan pengukuran. Hipertensi ditandai dengan hasil pengukuran tekanan darah yang menunjukkan tekanan sistolik sebesar > 140 mmhg atau dan tekanan diastolik sebesar > 90 mmhg. Pengukuran tekanan darah dilakukan sesuai dengan standar British Society of Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera.

tertinggi sebesar 27%. Asia Tenggara berada di posisi ke-3 tertinggi dengan prevalensi sebesar 25% terhadap total penduduk. WHO juga memperkirakan 1 di antara 5 orang perempuan di seluruh dunia memiliki hipertensi. Jumlah ini lebih besar diantara kelompok laki-laki, yaitu 1 di antara 4.

Gambar 2Proporsi Penderita Hipertensi di Dunia Menurut Jenis KelaminSumber : WHO, 2019

Hipertensi menjadi ancaman kesehatan masyarakat karena potensinya yang mampu mengakibatkan kondisi komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal. Penegakkan diagnosa dapat dilakukan melalui pengukuran tekanan darah oleh tenaga kesehatan atau kader kesehatan yang telah dilatih dan dinyatakan layak oleh tenaga kesehatan

KomplikasiKomplikasi

Page 3: Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%

Prevalensi hipertensi pada Riskesdas 2018 diukur dengan wawancara dan pengukuran. Melalu i wawancara responden akan ditanyakan apakah pernah didiagnosis menderita hipertensi. Selain itu, juga ditanyakan mengenai kepatuhan meminum obat hipertensi. Sehingga Riskesdas 2018 menghasilkan tiga angka prevalensi, yaitu berdasarkan diagnosis (D), diagnosis atau sedang minum obat (D/O), dan pengukuran (U). Metode pengukuran secara umum

Gambar 5

Prevalensi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran pada Riskesdas Tahun 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

03

Gambar 6

Prevalensi Hipertensi di Indonesia di Indonesia pada Riskesdas Tahun 2013 dan Tahun 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Angka prevalensi di atas diperoleh melalui pengukuran tekanan darah pada responden Riskesdas dengan berdasarkan pada kriteria JNC VII yaitu bila tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau tekanan darah diastolic > 90 mmHg. Prevalensi ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi pada tahun 2013 sebesar 25,8%.

04

menghasilkan angka prevalensi yang lebih lebih besar karena berhasil menjaring responden yang merupakan penderita hipertensi namun tidak menyadari jika mereka memil ik i tekanan darah yang t inggi . Sedangkan angka prevalensi berdasarkan diagnosis atau minum obat sangat bergantung pada kemampuan mengingat responden, dan tidak mampu menjaring responden yang memiliki tekanan darah tinggi namun tidak menyadarinya.

Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan angka prevalensi hipertensi pada penduduk > 18 tahun berdasarkan pengukuran secara nasional sebesar 34,11%.

34,1144,1339,6039,3037,5736,9936,3234,7734,4733,4333,1233,0232,8631,6830,4430,9729,9429,9029,7529,7529,6429,4729,1929,1428,9928,9928,1427,8027,7226,4525,9025,8425,1624,6522,22

INDONESIAKalimantan Selatan

Jawa BaratKalimantan Timur

Jawa TengahKalimantan Barat

Jawa TimurSulawesi Barat

Kalimantan TengahDKI Jakarta

Sulawesi UtaraKalimantan Utara

DI YogyakartaSulawesi Selatan

Sumatera SelatanBali

LampungKep. Bangka Belitung

Selawesi TenggaraSulawesi Tengah

GorontaloBanten

Sumatera UtaraRiau

JambiMaluku

BengkuluNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur

AcehPapua Barat

Kepulauan RiauSumatera Barat

Maluku UtaraPapua

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 45,0 50,0

20182013

Ace

hSu

mate

ra U

tara

Sum

ate

ra B

ara

tRi

au

Jam

bi

Sum

ate

ra S

elata

nBe

ngku

luLa

mpun

gKep

. Bang

ka B

elitu

ngKep

uala

uan

Riau

DKI J

aka

rta

Jaw

a B

ara

tJa

wa T

engah

DI Y

ogya

kart

aJa

wa T

imur

Bant

enBa

liN

TB

NTT

Kalim

ant

an

Bara

tKalim

ant

an

Teng

ah

Kalim

ant

an

Sela

tan

Kalim

ant

an

Tim

urSu

law

esi U

tara

Sula

wes

i Ten

gah

Sula

wes

i Sel

ata

nSu

law

esi T

enggara

Gor

onta

loSu

law

esi B

ara

tM

alu

kuM

alu

ku U

tara

Papua

Bara

tPa

pua

Indones

ia

100

80

60

40

20

0

34,11

25,8

Pe n i n g k a t a n p r e va l e n s i h i p e r t e n s i berdasarkan cara pengukuran juga terjadi di hampir seluruh provinsi di Indonesia. Peningkatan prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi DKI Jakarta sebesar 13,4%, Kalimantan Selatan sebesar 13,3%, dan Sulawesi Barat sebesar 12,3%.

Hasil Riskesdas 2018 menunjukan bahwa Provins i Kal imantan Selatan memil ik i prevalensi tertinggi sebesar 44,13% diikuti oleh Jawa Barat sebesar 39,6%, Kalimantan Timur sebesar 39,3%. Provinsi Papua memiliki prevensi hipertensi terendah sebesar 22,2% diikuti oleh Maluku Utara sebesar 24,65% dan Sumatera Barat sebesar 25,16%.

Secara nasional prevalensi hipertensi menunjukkan kecenderungan peningkatan dari Riskesdas tahun 2007. Berdasarkan hasil

Riskesdas 2007, prevalensi hipertensi di Indonesia pada tiga jenis metode menunjukkan peningkatan.

Gambar 7

Prevalensi Hipertensi BerdasarkanDiagnosis, Konsumsi Obat, dan Pengukuran pada RiskesdasTahun 2007, 2013, dan 2018 (%)Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

40

30

20

10

0D D/O U

7,29,48,36

31,7

25,8

34,11

7,69,58,84

20132007 2018

Page 4: Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%

05 06

Gambar di samping menunjukkan bahwa kelompok perempuan memiliki proporsi hipertensi lebih besar dibandingkan laki-laki. Pola ini terjadi pada hasil Riskesdas tahun 2013 dan tahun 2018.

Gambar 8

Proporsi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018

Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

36,85

28,80

31,34

2013 2018

Gambar 9

Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Kelompok Umur pada Riskesdas 2013Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Gambar 10

Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Kelompok Umur pada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

70 80

15-24

25-34

35-44

45-54

55-64

65-74

75+

8,7

14,7

24,8

35,6

45,9

57,6

63,8

50 6030 4010 200 70 80

18-24

25-34

35-44

45-54

55-64

65-74

75+

13,2

20,1

31,6

45,3

55,2

63,2

69,5

50 6030 4010 200

Proporsi Hipertensi juga meningkat seiring dengan peningkatan kelompok umur. Pola ini terjadi pada dua Riskesdas terakhir di tahun 2013 dan 2018. Secara siologis semakin tinggi umur seseorang maka semakin berisiko untuk mengidap hipertensi.

Proporsi hipertensi menurut tingkat pendidikan menunjukkan kecenderungan penurunan seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan. Pada Riskesdas 2013 dan 2018, proporsi hipertensi pada kelompok penduduk tidak/belum pernah sekolah sebesar 42% dan 51,6% yang menunjukkan penurunan hingga 22,1% dan 28,3% pada kelompok yang tamat D1/D2/D3/PT.

Gambar 12

Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Jenis Perkerjaan pada Riskesdas 2013Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Gambar 13

Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Jenis Pekerjaanpada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Tidak Bekerja

PNS/TNI/POLRI/BUMN/BUMD

Petani/Buruh Tani

Lainnya

Wiraswasta

Buruh/sopir/asisten rumah tangga

Nelayan

Pegawai swasta

Sekolah

0 10 20 30 40 50

14,84

24,37

27,85

30,22

34,03

34,79

36,14

36,91

39,73

0 10 20 30 40 50

Tidak Bekerja

Petani/Nelayan/Buruh

Wiraswasta

Lainnya

Pegawai 20,6

24,1

24,7

25,0

29,2

Kelompok penduduk tidak bekerja memiliki proporsi hipertensi tertinggi diantara kelompok lainnya baik pada Riskesdas 2013 maupun Riskesdas 2018.

Perkotaan

25,5

Perdesaan

50

40

30

20

10

0

26,1

Beberapa studi menunjukkan adanya hubungan bermakna antara penyakit tidak menular dengan faktor sosio demogra, perilaku, kondisi sik, dan riwayat penyakit lainnya. Hal ini sejalan dengan analisis lanjut yang dilakukan terhadap hasil Riskesdas 2007 oleh Ekowati Rahajeng dan Sulistyo Tuminah. Studi tersebut menunjukkan bahwa hipertensi berhubungan dengan faktor-faktor risiko seperti umur, jenis kelamin, tingkat Pendidikan, pekerjaan, tempat tinggal, perilaku merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sayur dan buah, konsumsi makanan berkafein, dan aktitas sik.

180/110

B. Faktor Risiko

Hipertensi

Gambar 11

Proporsi Hipertensi Berdasarkan Pengukuran Menurut Tingkat Pendidikan pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Tidak/BelumPernah Sekolah

Tidak TamatSD/MI

TamatSD/MI

TamatSLTP/MTS

TamatSLTA/MA

TamatD1/D2/D3/PT

60

50

40

30

20

10

0

42,051,6

34,7

46,3

29,7

40,0

20,629,1

18,625,9

22,128,3

2018

2013

Gambar 14

Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Tempat Tinggal

pada Riskesdas 2013Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

22,80

Page 5: Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%

07 08

Selain faktor sosio-demogra seperti jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, dan pekerjaan, penyakit tidak menular sangat terkait dengan gaya hidup dan perilaku. Gaya hidup sedentary yang hanya sedikit mengeluarkan energi, konsumsi makanan instan dengan kandungan bahan kimia, perilaku merokok, konsumsi alkohol, dan rendahnya konsumsi buah dan sayur merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi.

Gambar 16

Persentase Perilaku Berisiko PTM pada Riskesdas Tahun 2013 dan 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Kurang KonsumsiBuah Sayur

Kurang Aktivitas Fisik

KonsumsiMakanan Asin

Merokok

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

93,5 95,4

26,2 29,7

12,324,326,1

33,5

Perilaku yang menjadi faktor risiko Penyakit Tidak Menular (PTM) pada gambar di atas adalah kurang konsumsi buah dan sayur, kurang aktivitas sik, konsumi makanan asin, dan merokok. Seluruh perilaku tersebut mengalami peningkatan pada Riskesdas 2013 dan Riskesdas 2018.

Perilaku kurang konsumsi buah dan sayur memiliki persentase yang sangat tinggi di antara perilaku sedentary lainnya, yaitu 93,5% pada tahun 2013 menjadi 95,4% di tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk di Indonesia sangat kurang mengkonsumsi buah dan sayur. Kecenderungan peningkatan kurang masyarakat mengkonsumsi buah dan sayur dapat disebabkan semakin maraknya produk makanan kemasan dan cepat saji yang cenderung lebih disukai oleh masyarakat karena kenikmatan rasa dan kemudahan cara memperoleh yang ditawarkan.

Dalam hal peningkatan persentase, perilaku merokok memiliki peningkatan tertinggi di antara dua pelaksanaan survei hampir sebesar 100%, yaitu dari 12,3% menjadi 24,3%. Maraknya iklan rokok di media massa yang sangat massif dalam membentuk persepsi publik dalam dekade terakhir diasumsikan berkontribusi terhadap peningkatan tersebut.

Proporsi penderita hipertensi pada penduduk d i w i l ayah pe r ko taan l eb i h be sa r dibandingkan di wilayah perdesaan. Pada tahun 2013 proprosi di kedua wilayah tersebut sebesar 26,1% dan 25,5% yang meningkat menjadi 34,4% dan 33,7% di tahun 2018. Pola ini dapat diasumsikan terjadi karena faktor risiko perilaku yang berpotensi menyebabkan hipertensi lebih banyak d i t e m u k a n d i w i l a ya h p e r k o t a a n dibandingkan di wilayah perdesaan.

Gambar 15

Proporsi Hipertensi BerdasarkanPengukuran Menurut Tempat Tinggalpada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Perkotaan

33,7

Perdesaan

50

40

30

20

10

0

34,4

180/110

C. Upaya

Pengendalian Hipertensi

Pendekatan farmakologis merupakan upaya pengobatan untuk mengontrol tekanan darah penderita hipertensi yang dapat diawali dari pelayanan kesehatan tingkat pertama seperti puskesmas atau klinik. Terapi farmakologis dimulai dengan obat tunggal yang mempunyai masa kerja panjang sehingga dapat diberikan sekali sehari dan dosisnya dititrasi. Obat berikutnya dapat ditambahkan selama beberapa bulan pertama selama terapi dilakukan.

Jenis obat hipertensi terdiri dari diuretic, penyekat beta, golongan penghambat Angiotensin Converting

Enzyme (ACE), dan Angiotensin Receptor Blocker (ARB), golongan Calcium Channel Blockers (CCB), dan

golongan anti hipertensi lain.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan hipertensi antara lain :

Pengobatan esensial dilakukan untuk menurunkan tekanan darah dengan tujuan memperpanjang harapan hidup dan mengurangi komplikasi.

Pengobatan sekunder lebih ditujukan untuk mengendalikan penyebab hipertensi.

Pemilihan kombinasi obat anti-hipertensi didasarkan pada keparahan dan respon penderita terhadap obat yang diberikan.

Pengobatan hipertensi dilakukan dalam waktu yang lama, bahkan mungkin sampai seumur hidup.

Pasien yang berhasil mengontrol tekanan darah, maka pemberian obat hipertensi di puskesmas diberikan pada saat kunjugan, dengan catatan obat yang baru diberikan untuk pemakaian selama 30 hari bila tanpa keluhan baru.

Penderita yang baru didiagnosis, disarankan melakukan kontrol ulang 4 kali dalam sebulan atau seminggu sekali, bila tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 100 mmH sebaiknya diberikan terapi kombinasi setelah kunjungan kedua (dalam 2 minggu) tekanan darah tidak dapat dikontrol.

Kasus hipertensi atau tekanan darah tidak dapat dikontrol setelah pemberian obat pertama, maka langsung diberikan terapi pengobatan kombinasi bila tidak dapat dirujuk ke fasyankes yang lebih tinggi.

Pengendalian hipertensi bertujuan untuk mencegah dan menurunkan probabilitas kesakitan, komplikasi, dan kematian. Langkah ini dapat dikelompokkan menjadi pendekatan farmakologis dan non-farmakologis.

Page 6: Tidak semua penderita hipertensi Laporan Riskesdas 2007. ... Hypertension mengunakan alat sphygmomanometer air raksa, digital atau anaeroid yang telah ditera. tertinggi sebesar 27%

09 10

Gambar 17

Kepatuhan Minum Obat HipertensiPenduduk > 18 Tahun pada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Gambar 18

Alasan Tidak Minum Obat HipertensiSecara Rutin Penduduk > 18 Tahunpada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

60

50

40

30

20

10

0

14,5 12,5

Dalam hal kepatuhan minum obat, sebagian besar penderita hipertensi rutin minum obat yaitu sebanyak 54,4%. Sementara penduduk yang tidak rutin minum obat dan tidak minum obat sama sekali masing-masing sebesar 32,27% dan 13,33%.

Dari seluruh penderita hipertensi yang tidak minum obat secara rutin, sebagian besar beralasan karena merasa dirinya sudah sehat, yaitu sebanyak 59,8%. Faktanya, terdapat selisih antara penderita hipertensi berdasarkan pengukuran sebesar 34,11% dengan penderita hipertensi berdasarkan diagnosis sebesar 8,36%. Hal ini mengindikasikan sedikitnya 25% penduduk yang memiliki tekanan darah tinggi namun belum didiagnosa atau belum menyadari mengidap hipertensi. Pengukuran tekanan darah merupakan salah satu upaya pengendalian untuk mencegah hipertensi dan mengurangi komplikasi.

Gambar 20

Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah RutinMenurut Umur, Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Gambar 21

Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Rutin Menurut Jenis Kelamin,Riskesdas 2018

%Rutin54,4

Tidak Minum Obat13,33

Tidak Rutin 32,27

Merasa sudah sehat

Tidakrutin

berobat

Minumobat

tradisional

Lain-nya

Seringlupa

Tidakmampubeli obat

TidaktahanESO

Obattidak

tersedia

59,8

31,3

11,58,1

4,5 2,0

_ _

Gambar 19

Kerutinan Mengukur Tekanan DarahPenduduk > 18 Tahun pada Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

_

12

41

47

Rutin

Kadang-kadang

TidakMelakukanPengukuran

Sebagian besar penduduk >18 tahun hanya kadang-kadang melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin sebesar 47%, diikuti oleh yang tidak melakukan pengukuran sebesar 41%. Sedangkan penduduk >18 tahun yang melakukan pengukuran darah secara rutin hanya sebesar 12%. Pada kelompok yang tidak melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, dapat dilihat menurut kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan tempat tinggal.

Kesadaran dan partisipasi masyarakat yang rendah dalam melakukan deteksi dini dan upaya pencegahan terhadap hipertensi dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, pengetahuan, dan akses terhadap pelayanan kesehatan.

Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

50,5

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

0

31,3

Laki-laki Perempuan

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

018-24 25-34 35-44 45-54 55-64 65-74 75+

33,430,732,435,540

44,2

55,3

_ _

Berdasarkan variabel umur dan jenis kelamin, kelompok yang banyak berkontribusi terhadap ketidakpatuhan pengukuran tekanan darah adalah kelompok umur 18-24 tahun dengan proporsi sebesar 55,3% dan lak-laki sebesar 50,5%.

Gambar 22

Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Rutin Menurut Tingkat Pendidikan, Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

Tidak/Belum Pernah Sekolah

Tidak TamatSD/MI

TamatSD/MI

TamatSLTP/MTS

TamatSLTA/MA

TamatDiploma ke Atas

50

40

30

20

10

0

44,6 41,6 41,8 43,7 41,6

28,8

_Gambar 23

Penduduk Usia > 18 Tahun yang Tidak Melakukan Pengukuran Tekanan Darah Rutin Menurut Tempat Tinggal, Riskesdas 2018Sumber : Badan Litbangkes, Kementerian Kesehatan RI, 2019

_

Perkotaan

44

Perdesaan

50

40

30

20

10

0

38,6

Penduduk yang tidak pernah sekolah dan penduduk yang tinggal di wilayah perdesaan memiliki proporsi yang tinggi pada ketidakpatuhan pengukuran darah secara rutin, yaitu masing-masing sebesar 44,6% dan 44%. Hal ini dapat diasumsikan karena perilaku sehat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan akses terhadap informasi dan edukasi kesehatan. Penduduk