tia,gia - manuskript tinea
TRANSCRIPT
STUDI KASUSJUDUL KASUS PEMBINAAN KELUARGA :
PEKERJA SALON DENGAN TINEA CORPORIS, DYSPEPSIA & OBESITAS GRADE I DI DUGA KARENA PERSONAL
HYGIENITAS YANG BURUK DISERTAI DENGAN POLA MAKAN YANG TIDAK TERATUR
NAMA MAHASISWAAnggia Hendresty
Thia Wanudyo Hutami
NPM0920 221 1120920 221 095
PEMBIMBINGdr. Herqutanto, MPH.MARS
DAFTAR ISIManuskripBerkas PasienBerkas Keluarga
KEPANITERAAN KEDOKTERAN KOMUNITASDEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS FKUI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONALPERIODE 27 JUNI – 19 AGUSTUS 2011
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
MAKALAH STUDI KASUS DENGAN JUDUL :
PEKERJA SALON DENGAN TINEA CORPORIS, DYSPEPSIA & OBESITAS GRADE I DI DUGA KARENA
PERSONAL HYGIENITAS YANG BURUK DISERTAI DENGAN POLA MAKAN YANG TIDAK TERATUR
Disusun Oleh :
Anggia Hendresty
0920 221 112
Thia Wanudyo Hutami
0920 221 095
Jakarta, …. Agustus 2011Pembimbing
dr. Herqutanto, MPH.MARS
PEKERJA SALON DENGAN TINEA CORPORIS, DYSPEPSIA DAN OBESITAS GRADE I DI DUGA KARENA PERSONAL HYGIENITAS YANG BURUK DISERTAI DENGAN POLA
MAKAN YANG TIDAK TERATUR.
ABSTRAK
Latar Belakang. Tinea korporis adalah penyakit kulit yang disebabkan terutama oleh
T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.Canis, M.audolin.Banyak
faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini, antara lain : sosial ekonomi yang rendah
dan higiene yang buruk. Penyelesaian masalah dalam kasus ini tidaklah mudah karena sangat
memerlukan partisipasi dan dukungan anggota keluarga.
Tujuan. Diketahui peran serta kelurga dalam menghadapi penyakit Tinea corporis pada salah
satu anggota keluarga.
Metode. Anamnesis dan pemeriksaan fisik serta melakukan observasi mengenai
perkembangan kesembuhan penyakitnya, pemberian edukasi terhadap keluarga tentang
penyakit yang dialami pasien, pencegahan Tinea corporis. dan tata cara pengobatan pasien.
Hasil. Secara klinis sembuh, gatal berkurang dan tumbuhnya motivasi keluarga untuk
mencegah penularan tinea corporis terhadap anggota keluarga lain dan mencegah terjadinya
kekambuhan, timbul kesadaran anggota keluarga untuk berperilaku hidup sehat
Kesimpulan. Telah dilaksanakannya pelayanan yang kuratif, protektif terhadap keluarga
memelihara kebersihan diri dan perilaku kesehatan yang baik
Kata Kunci. Tinea corporis, pelayanan kedokteran keluarga.
Background. Tinea corporis isa skin disease caused primarily by T.violaseum,T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolin. Many factors that support the development of the disease, such as: low socioeconomic and poor hygiene. Settlement of the issue in this case is not easy because so requires the participation and support of family members.
Purposes. Known participation of family in the face of disease Tinea corporis on one of the family.
Methods. History and physical examination as well as make observations about the progress of healing illness, providing education to families about the illnessexperienced by patients, prevention of tinea corporis. and procedures for the treatment of patients.
Results. Clinically healed, the itching is reduced and the growth of family motivation toprevent the transmission of tinea corporis against other family members and preventrecurrence, arise awareness of family members to behave in healthy living
Conclusion. Has implemented a curative services, protective of the family to maintainpersonal hygiene and good health behaviors
Keywords. Tinea corporis, family medicine services.
PENDAHULUAN
Penyakit kulit di Indonesia sangat
meningkat tajam yang dikarenakan oleh iklim
di Indonesia itu sendiri yang beriklim tropis,
sehingga penyebarannya juga sangat
meningkat tajam. Penyakit infeksi jamur di
kulit mempunyai prevalensi tinggi di
Indonesia, khususnya Medan, oleh karena
negara. kita beriklim tropis dan
kelembabannya tinggi Angka insidensi
dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat
melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran
di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari
prosentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya)
hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 %
(Surakarta) dari seluruh kasus
ABSTRACT
dermatomikosis, Penyakit ini banyak diderita
oleh orang-orang yang kurang mengerti
kebersihan dan banyak bekerja ditempat
panas, yang banyak berkeringat serta
kelembaban kulit yang lebih tinggi.(1)
Tricophyton rubrum merupakan
infeksi yang paling umum diseluruh dunia
dan sekitar 47 % menyebabkan tinea
korporis. Tricophyton tonsuran merupakan
dermatofit yang lebih umum menyebabkan
tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea
kapitis antropofilik akan berkembang
menjadi tinea korporis.. Walaupun
prevalensi tinea korporis dapat disebabkan
oleh peningkatan Tricophyton tonsuran,
Microsporum canis merupakan organisme
ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea
korporis.(1)
Dalam makalah studi kasus ini akan
dibahas tentang binaan pasien dengan
masalah dugaan penyakit Tinea Corporis,
dispepsia,obesitas grade I dengan
menggunakan pendekatan keluarga.
TUJUAN
Tujuan studi kasus ini adalah
mengidentifikasi masalah klinis, keluarga dan
lingkungan yang di hadapai pasien,
melakukan penatalaksanaan berbasis
keluarga yang telah dilakukan. Pelayanan
kedokteran keluarga merupakan pendekatan
yang tepat dalam tatalaksana tinea corporis,
terutama karena dirasakan sangat gatal.
Selain itu juga memiliki riwayat
penyakit maag sejak muda, membaik dengan
obat promag yang dibeli sendiri. Ibu pasien
juga mempunyai riwayat penyakit maag.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
dari penampilan pasien memakai baju yang
sempit dan kebersihan diri kurang, tampak
lesi hiperpigmentasi berbentuk plakat di regio
umbilikalis, gluteus, poplitea dengan papul-
papul multiple diatasnya, dan terdapat krusta
bekas digaruk, tepi aktif dan didapatkan BMI
sebesar 25,10 kg/m2. Berdasarkan hasil
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah
dilakukan, wanita ini didiagnosis dengan
tinea corporis pada pasien disertai dyspepsia
dan obesitas grade I.
Pasien ini hanya tamat SLTP. Pekerjaan
pasien sehari-hari sebagai pekerja salon sejak
berusia 15 tahun Kegiatan sehari-hari adalah
mengerjakan pekerjaan rumah tangga seperti
membersihkan rumah, mencuci pakaian, dan
menyetrika.
Kebiasaan waktu makan tidak teratur,
2-3 kali sehari. Menyukai makanan yang
asin, pedas, dan asam. Waktu masih muda
pasien sering mengkonsumsi makanan tinggi
lemak, seperti santan, daging berlemak, kulit,
jeroan dan makanan tinggi garam seperti ikan
asin. Sering makan dari makanan yang
lauknya dibeli di warteg karena jarang
memasak lauk di rumah. Di sela-sela waktu
makan pasien sering makan selingan berupa
makan-makanan kecil yang dibelinya di
warung. Pasien Jarang berolah raga karena
tidak mempunyai waktu khusus untuk
melakukannya dan tidak terlalu paham
pentingnya berolah raga. Namun aktivitas
fisiknya senantiasa terjaga karena ia
mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah
harian.
Pasien menikah saat berusia 23 tahun.
Sejak menikah pasien sering berpindah-
pindah tempat tinggal. Dan saat ini tinggal di
kontrakan kecil dan hanya mendapat 1 buah
kamar dengan ukuran 3mx3m, kamar mandi
berada diluar. 1 kamar ini di huni pasien,
suami dan 2 anak pasien. Keadaan kamar
berantakan dan dipenuhi banyak barang.
Kebutuhan rumah tangga sehari-hari
dipenuhi oleh pasien, ini dikarenakan suami
pasien tidak bekerja. Suami pasien bekerja
jika ada ajakan dari kerabat atau tetangganya.
Hubungan antar anggota keluarga yang
tinggal satu rumah baik, dan tidak ada
masalah.
Untuk masalah kesehatan, baru pergi
ke dokter jika terdapat keluhan. Tidak ada
dana khusus di keluarga yang dikumpulkan
untuk masalah kesehatan keluarga.
Penatalaksanaan non medikamentosa antara
lain perubahan gaya hidup dengan
menghindari yaitu,diet tinggi lemak, restriksi
konsumsi garam dan pengaturan diet sesuai
dengan perhitungan kalori untuk berat badan
ideal. Selain itu perlu edukasi mengenai tinea
corporis dan serta komplikasinya, dispepsia.
Saran untuk berolah raga minimal tiga kali
seminggu dengan waktu minimal tiga puluh
menit juga perlu dijelaskan. Sedangkan
pengobatan medikamentosa yang didapatkan,
ketokonazol 1x200mg,salep Mikonazol
2x2%(selama2-4mgg), Antasida 3-
4x400mg/hr.
DISKUSIPenyakit Tinea Corporis
Tinea korporis adalah penyakit
dermatofitosis. Dermatofitosis adalah infeksi
jamur superfisial yang disebabkan genus
dermatofita, yang dapat mengenai kulit,
rambut dan kuku.pada kulit glabrosa, selain
kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan
kaki, janggut dan lipatan paha.(2,3,4) Penyebab
utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum,
T.metagrofites. Mikrosporon gipseum,
M.kanis, M.audolini. Manifestasinya akibat
infiltrasi dan proliferasinya pada stratum
korneum dan tidak berkembang pada jaringan
yang hidup.(2,5) Bentuk yang klasik dimulai
dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong
dengan tepi yang aktif. Dengan
perkembangan ke arah luar maka bercak-
bercak bisa melebar dan akhirnya dapat
memberi gambaran yang polisiklis, arsiner,
atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif
dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-
papel dan vesikel, sedangkan pada bagian
tengah lesi relatif lebih tenang.
Metabolisme dari jamur dipercaya
menyebabkan efek toksik dan respon alergi.
Tinea korporis umumnya tersebar pada
seluruh masyarakat tapi lebih banyak di
daerah tropis.(2) Penyakit ini dapat terjadi
pada semua umur dan paling sering terjadi
pada iklim yang panas (tropis dan subtropis).(6,7) Ada beberapa macam variasi klinis
dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran
derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi
ini akibat perbedaan imunitas hospes dan
spesies dari jamur.
Pengobatan dapat dilakukan secara
topikal dan sistemik. Pada masa kini banyak
pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis,
baik dari golongan antifungal konvensional
atau antifungal terbaru. Pengobatan yang
efektif ada kaitannya dengan daya tahan
seseorang, faktor lingkungan dan agen
penyebab.(6)
Tinea korporis mungkin
ditransmisikan secara langsung dari infeksi
manusia atau hewan melalui autoinokulasi
dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di
kaki. Anak-anak lebih sering kontak pada
zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing
atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas
dihubungkan dengan banyaknya frekuensi
dan beratnya erupsi. (3)
Infeksi dermatofit tidak menyebabkan
mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa
berpengaruh besar terhadap kualitas hidup.
Tinea korporis prevalensinya sama antara
pria dan wanita. Tinea korporis mengenai
semua orang dari semua tingkatan usia tapi
prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen.
Tinea korporis yang berasal dari binatang
umumnya lebih sering terjadi pada anak-
anak.(1,8) Secara geografi lebih sering pada
daerah tropis daripada subtropis.(8)
Berdasarkan habitatnya dermatofit
digolongkan sebagai antropofilik (manusia),
zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah).
Dermatofit yang antropofilik paling sering
sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber
yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin)
untuk mencegah reinfeksi manusia.(9)
Pada kasus ini, pasien mengeluh
gatal-gatal dan ditemukan lesi
hiperpigmentasi berbentuk plakat di regio
umbilikalis, gluteus dan poplitea dengan
papul-paul multiple diatasnya krusta bekas
digaruk dan tepi aktif. Pasien sering memakai
celana jeans ketat dan tebal(tdk menyerap
keringat) dan kebersihan diri pasien kurang
baik.
Untuk menunjang diagnosis
seharusnya dilakukan pemeriksaan
laboratorik. Namun, pada pasien ini belum
dilakukan.
Penatalaksanaan Non farmakologis
Memberikan edukasi untuk pentingnya
menjaga higyene anggota keluarga, menjaga
kebersihan rumah, membuka jendela setiap
hari dan tidak sering memakai baju terlalu
ketat.
Penatalaksanaan medikamentosa yang
dilakukan pada pasien ini dapat dilakukan
secara topikal dan sistemik golongan
antifungal adalah dengan pemberian
ketokonazol 1 x 200 mg sesudah makan dan
topical diberikan salep miconazole dioleskan
2-3x/hari setelah mandi dipakai selama 2-4
minggu.
Dyspepsia
Diagnosis dyspepsia ditegakkan
berdasarkan anamnesis dengan adanya
keluhan perut terasa sakit(perih) yang disertai
dengan begah, kebiasaan makan makanan
yang pedas dan asam, riwayat sakit maag
sejak lama. Pada pemeriksaan fisik tidak
didapatkan nyeri tekan epigastrium. Pada
pasien dilakukan tatalaksana norfarmakologi
berupa edukasi makan teratur, hindari makan
makanan yang pedas dan asam dan
farmakologis dengan pemberian Antasida 3-
4x 400 mg selama 3 hari sebelum makan.
Keluhan perut terasa sakit(perih) pun
menghilang setelah beberapa hari kemudian
setelah minum obat dan dengan pola makan
yang teratur.
KESIMPULAN
1. Telah dilaksanakannya pelayanan
yang kuratif, protektif terhadap
keluarga dengan kontak tetangga,
kebersihan diri dan lingkungan,
perilaku pola hidup sehat, paripurna
berkesinambungan untuk mencegah
timbulnya kekambuhan.
2. Untuk Tinea corporis, telah diberikan
edukasi dan petunjuk mengenai
penyakit dan cara penularan serta
pencegahannya
3. Telah dilaksanakannya kegiatan
pembinaan keluarga untuk
mengidentifikasi masalah dalam
keluarga yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
4. Telah dilakukan penilaian
kemampuan keluarga untuk
menyelesaikan masalah dan
penyelesaiannya, adalah :
Diberikan petunjuk pada
pasien dan anggota
keluarga yang lain untuk
merubah kesadaran akan
pentingnya pencegahan
timbulnya penyakit.
Diberikan petunjuk pada
pasien dan anggota
keluarga yang lain
mengenai pentingnya
peran keluarga dalam
meningkatkan kesehatan
dan kebersihan anggota
keluarga.
Diberikan petunjuk pada
pasien dan anggota
keluarga yang lain
mengenai pentingnya
menjaga hygiene pribadi
dan sanitasi .
Memberikan motivasi
anggota keluarga untuk
ikut berperan serta dalam
SARAN
Saran untuk pasien dan keluarga pasien:
Tetap mempertahankan perubahan gaya
hidup dan berusaha mengatur pola
makan.
Pasien menjaga kebersihan diri dan
keluarga
pasien dan keluarga sebaiknya mulai
menabung khusus dana kesehatan
keluarga serta mulai menerapkan upaya
preventif dalam mengatasi masalah
kesehatan keluarga.
Saran untuk dokter dan petugas kesehatan :
Memberikan pelayanan kesehatan yang
lebih informatif dan edukatif serta
memberikan solusi alternatif berhubungan
dengan keadaan ekonomi pasien sehingga
penanganan masalah pasien dapat
dilakukan secara holistik, komprehensif,
terpadu dan berkesinambungan sesuai
dengan prinsip pelayanan kedokteran
keluarga.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rushing ME. Tinea corporis. Online
journal. 2006 June 29; available
from:
http://www.emedicine.com/asp/tine
a corporis/article/page
type=Article.htm
2. Patel S, Meixner JA, Smith MB,
McGinnis MR. Superficial mycoses
and dermatophytes. In : Tyring SK,
Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical
dermatology. China: Elsenvier inc,
2006. p.185-92.
3. Nelson MM, Martin AG, Heffernan
MP. Fungal disease with cutaneus
involvement. In : Freedberg IM,
Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,
Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s:
Dermatology in general medicine. 6th
ed. New York: Mc graw hill,
2004.p:1908-2001.
4. Sobera JO, Elewski BE. Fungal
disease. In : Bolognia JL, Jorizzo JL,
Raiini RP, editors. Dermatology.
Spain : Elsevier Science; 2003.
p.1174-83.
5. Rook, Willkinson, Ebling. Mycology.
In : Champion RH, Burton JL, Ebling
FJG, editors. Text book of
dermatology. 5th ed. London :
Blackwell scientific publication,1992.
p.1148-9.
6. Habif TP. Clinacal dermatology. 4th
ed. Edinburgh: Mosby, 2004
7. Goedadi MH, Suwito PS. Tinea
korporis dan tinea kruris. In :
Budimulja U, Kuswadji, Bramono K,
Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S,
editors. Dermatomikosis
superfisialis. Jakarta: Balai penerbit
FKUI, 2004.p.31-4
8. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K,
Suurmond D. Colour atlas and
synopsis of clinical dermatology.
Athed New York: Mc graw hill.1999.
9. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL.
Diagnosis and management of
common tinea infections. 1998 July
1; available from:
<http://www.afp.org/journal/asp/.ht
m>