the implementation of lean six sigma in...
TRANSCRIPT
THE IMPLEMENTATION OF LEAN SIX SIGMA IN IMPROVEMENT OFQUALITY OF JUPITER MX PAINTING PROCESS DI PT. YAMAHA
INDONESIA MOTOR MANUFACTURING
Panji Wartaning Tyas, Dr. Rer. Pol. Sudaryanto, MSc
Undergraduate Program, 2009
Gunadarma University
http://www.gunadarma.ac.id
key words: painting, jupiter mx, manufacturing
ABSTRACT :Consumers want quality products, to realize that every company will always strive tomaintain the production process they do so the products have good quality. PT. YamahaIndonesia Motor Manufacturing is a company engaged in the manufacture of motorvehicles to be able to produce good products that match consumers's desire to be moreimproved performance in a quality control. To improve product quality, lean six sigmaapproach used to provide improvements to the painting process on the motor of JupiterMX. There are five stages used in the approach that is lean six sigma define phase,measure, analyze, improve and control. Necessary data is obtained from the company,through observation, and through direct measurement. By identifying the waste thatoccurs in terms of quantity, quality and people. Of the 11 types of mismatches, the kindof gross mismatches are the most common is 77.3% of the total discrepancy in theprocess of painting is the motor of Jupiter MX. Based on calculations obtained sigmavalue of 3.52 with the value of the number of defects per million opportunities at21639.42. .764124 Registration process capability Cp showed less than 1, then theprocess capability is said to still low so that the necessary efforts to improve quality.Efforts is to analyze the potential causes of nonconformity with FMEA then providecorrective suggestions where at this stage, work attitude, approach and methods 5S 5W-2H to be the solution to improve the working speed and minimize the occurrence ofnonconformities in order to boost quality. Making process improvement proposals in theform of pieces of work instructions, adding the operating standards and tools used toprevent more errors.
IMPLEMENTASI LEAN SIX SIGMA DALAM PENINGKATAN KUALITASPROSES PENGECATAN PADA JUPITER MX DI PT. YAMAHA INDONESIA
MOTOR MANUFACTURING
PANJI WARTANING TYAS...Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma
([email protected])...
ABSTRAK
Dalam meningkatkan kualitas produk, pendekatan lean six sigma digunakan untukmemberikan perbaikan pada proses pengecatan pada motor Jupiter MX. Ada 5 tahap yangdigunakan dalam pendekatan lean six sigma yaitu tahap define, measure, analyze, improve dancontrol. Data-data yang diperlukan didapat dari perusahaan, melalui pengamatan, dan melaluipengukuran langsung. Dengan mengidentifikasi pemborosan yang terjadi dari segi kuantitas,kualitas dan orang. Pemborosan lebih mengarah ke segi kualitas dengan mengidentifikasi jenisketidakseuaian yang terjadi dalam proses pengecetan. Dari 11 jenis ketidaksesuaian, jenisketidaksesuaian kotor adalah yang paling banyak terjadi yaitu 77,3% dari totalketidaksesuaian dalam proses pengecatan motor Jupiter MX ini. Berdasarkan hasilperhitungan didapat nilai sigma sebesar 3,52 dengan nilai banyaknya cacat per sejutakesempatan sebesar 21.639,42. Kapabilitas proses sebesar 0,764124 menunjukan Cpkurang dari 1, maka kapabilitas proses dikatakan masih rendah sehingga diperlukanupaya peningkatan kualitas. Upaya yang dilakukan adalah menganalisis penyebabpotensial ketidaksesuaian dengan FMEA kemudian memberikan usulan perbaikan dimanapada tahap ini pendekatan sikap kerja 5S dan metode 5W-2H menjadi solusi perbaikan untukmeningkatkan kecepatan kerja dan meminimasi terjadinya ketidaksesuaian demi peningkatankualitas. Pembuatan usulan lembar perbaikan proses yang berupa petunjuk kerja,penambahan standar operasi dan alat digunakan untuk mencegah terjadinya lagikesalahan.
Kata Kunci : Lean six sigma, Pengendalian Kualitas, Proses Pengecatan, DMAIC,Ketidaksesuaian.
PENDAHULUAN
Permasalahan ini terkait dengan adanya ketidaksesuaian produk yang dihasilkan
dengan spesifikasi yang diinginkan. Berdasarkan data pada bulan Juli 2008, diketahui
bahwa produk yang mengalami ketidaksesuaian paling sering terjadi pada proses
pengecatan pada motor Jupiter MX yaitu sebesar 397 unit dari total produksi sebesar
20.652 unit. Oleh karenanya perlu adanya analisis mengenai pengendalian kualitas
dengan mengimplementasikan metode yang terdapat pada lean six sigma, diharapkan
mengurangi ketidaksesuaian dari proses pengecatan pada Jupiter MX dan memberikan
usulan perbaikan agar masalah tersebut tidak terulang kembali. Adapun tujuan yang
ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini yaitu mendeskripsikan pengendalian
kualitas yang dilakukan proses pengecatan motor Jupiter MX di PT. Yamaha Indonesia
Motor Manufacturing, menganalisis penyebab ketidaksesuaian yang terjadi pada produk
yang dihasilkan, mendeskripsikan tingkat sigma dalam proses pengecatan motor Jupiter
MX di PT. Yamaha Indonesia Motor Manufacturing, dan mendeskripsikan perbaikan
dan pengendalian yang perlu dilakukan untuk mencegah masalah terulang kembali.
METODE PENELITIAN
Berikut digambarkan langkah-langkah untuk memecahkan masalah dengan
metode lean six sigma.
Gambar 1. Diagram Aliran Proses Kegiatan Penelitian
Mulai
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Pendefinisian
Identifikasi Pemborosan
Studi Pendahuluan
SIPOC Diagram Pareto
Uji Normalitas Pembuatan Peta Kendali Kapabilitas Proses Mendeskripsikan Tingkat Sigma
Pengukuran
A
Identifikasi Masalah
Tujuan Penelitian
Gambar 1. Diagram Aliran Proses Kegiatan Penelitian (lanjutan)
PEMBAHASAN
Identifikasi Jenis Pemborosan Dalam Proses Pengecatan
Pengidentifikasian kategori pemborosan dalam proses pengecatan motor
Yamaha Jupiter MX yang pertama ialah kuantitas. Pemborosan yang pertama dari segi
kuantitas ialah kelebihan produksi. Untuk mengatasi kelebihan produksi ditangani dari
bagian pengendali produksi (production control) dengan menyeimbangkan antara
jumlah persediaan dengan jumlah permintaan pada bagian perakitan (body assy)
sedangkan pada proses pengecatan dibuat kelebihan produk yang akan dicat dengan 2%
untuk ketidaksesuaian produk dari jumlah permintaan dari bagian perakitan (body assy),
apabila jumlah permintaan melebihi dari jumlah yang ditentukan maka terjadi kelebihan
A
Diagram Sebab Akibat Analisis Mode Kegagalan dan
Akibat /FMEA (Failure Modeand Effect Analysis
Analisis
Pendekatan Sikap Kerja 5S Tindakan Perbaikan Dengan
5W- 1H.
Perbaikan
Memberikan Usulan PerbaikanDalam Proses Dan Aspek Yang
Terkait
Pengendalian
Selesai
Kesimpulan dan Saran
produksi. Jumlah kelebihan produksi pada hari pertama akan di alokasikan ke hari
berikutnya begitu selanjutnya sehingga jumlah permintaan dapat terpenuhi.
Berikutnya jenis pemborosan dari persediaan, untuk kapasitas persediaan gudang
(depo) menampung umumnya untuk 2 hari. Bagian pengendali produksi (production
control) mengatur jumlah persediaan yang disesuaikan dengan kapasitas gudang.
Sehingga penambahan tempat untuk kelebihan produksi tidak terjadi karena kelebihan
produksi hari pertama dipakai untuk proses pengecatan hari berikutnya agar tetap
seimbang.
Tata letak yang diterapkan telah cukup baik dengan adanya koordinasi dalam
proses dan urutan-urutan prosesnya tidak saling berjauhan antara proses sebelum
pengecatan, pada proses pengecatan dan setelah proses pengecatan. Dalam kondisi
sebelumnya proses melapisi bagian yang tidak dicat (masking) terdapat di line 4 yang
jaraknya jauh ke pemasangan produk (loading) sehingga menimbulkan pemborosan dan
kemudian proses tersebut dipindahkan ke line 9 dengan jarak yang lebih dekat. Upaya
perbaikan tata letak tersebut meminimalisasi pemborosan dengan lebih mempersingkat
waktu proses.
Pengidentifikasian kategori pemborosan dalam proses pengecatan motor
Yamaha Jupiter MX yang kedua ialah orang (people). Dari kategori ini yang
diidentifikasi ialah proses yang berlebihan (over processing). Beberapa pemborosan
karena aktivitas yang berlebihan dalam proses pengecatan ini ialah pada proses
pelapisan akhir (clear). Kondisi awalnya pengecatan produk dengan tiga proses yaitu
pengecatan dasar, pengecatan akhir, dan lapisan akhir (clear). Namun aktivitas kini
dipersingkat dengan menggabungkan proses lapisan akhir (clear) dengan proses
pengecatan akhir, sehingga pengecatan produk menjadi dua proses yaitu hanya
pengecatan dasar dan pengecatan akhir untuk meminalisi pemborosan proses.
Berikutnya adalah pemborosan dari pergerakan (motion). Minimasi pergerakan
yang dilakukan ialah pemakaian konveyor pada proses insperksi. Kondisi sebelumnya
pergerakan operator dalam inspeksi, terdapat dua rak yaitu rak penyimpanan dan rak
pemisahan untuk produk yang baik dan yang tidak sesuai. Kemudian kini hanya
memakai satu rak yaitu rak pemisahan produk dikarenakan pergerakan sudah
diminimalisasi oleh konveyor. Selebihnya pergerakan tergantung tata letak (layout) dari
proses pengecatan. Tata letak yang di terapkan sudah cukup baik, jadi tidak berpengaruh
besar dalam terjadinya ketidaksesuaian yang terjadi dalam proses pengecatan Yamaha
Jupiter MX ini.
Pemborosan yang dalam kategori operator atau orang (people) yang terakhir
ialah menunggu (delay). Waktu menunggu dikarenakan bahan baku yang telat,
umumnya jenis permasalahan seperti ini tidak terjadi dalam proses pengecatan,
dikarenakan bahan baku yang akan dicat sesuai bagian pengendali produksi (production
control) dengan mengatur jumlah persediaan pada bagian perakitan (body assy) dan
kemudian bahan baku yang akan masuk ke proses pengacatan akan diatur sesuai dengan
2% kelebihan untuk ketidaksesuaian. Waktu menunggu yang kedua dalam proses
pengecatan motor Jupiter MX ini antara lain dikarenakan memanaskan mesin. Biasanya
15 menit sebelum produksi, operator rapat dengan atasan dan pada saat itulah
pemanasan mesin dimanfaatkan untuk mengganti waktu menunggu operator dengan
rapat sebelum produksi membahas tentang produksi hari tersebut.
Pengidentifikasian kategori pemborosan dalam proses pengecatan motor
Yamaha Jupiter MX yang ketiga ialah kualitas (quality). Dalam kategori kualitas,
pemborosan yang terjadi ialah jenis pemborosan kerusakan (defect). Dalam hal ini
kerusakan berupa ketidaksesuaian yang terjadi dalam proses pengecatan motor Yamaha
Jupiter MX. Jumlah ketidaksesuaian selama bulan Januari 2009 terhitung produk yang
sesuai sebesar 76.570 unit dan produk yang mengalami ketidaksesuaian sebesar 23.920
unit dari keseluruhan total produksi 100.490 unit pada proses pengecatan motor Yamaha
Jupiter MX pada bulan tersebut.
Tahap Mendefinisikan Masalah
Diagram SIPOC
Langkah awal yang dilakukan untuk dapat memahami kegiatan umum dari
proses produksi yang terjadi, maka disusunlah suatu diagram SIPOC (Supplier-Input-
Process-Output-Customer) sebagai suatu diagram yang menggambarkan keterkaitan
antar fungsi di dalam proses produksi secara umum. Dengan melihat diagram ini, kita
dapat memahami dengan cepat dan jelas proses yang terjadi secara keseluruhan.
Diagram ini akan sangat membantu untuk memperoleh berbagai informasi dalam
mengetahui pemborosan dari pemasok hingga pelanggan didalam penelitian untuk
melakukan pengembangan dan perbaikan.
Gudang (Depo)
Pencetakan & Pengelasan
Material yang akan di cat
Produk setelah pengecatan
Perakitan (B/D dan E/G Assy)
Pengepakan (Packing)
Penempelan Stiker (Graphic)
Gambar 2. Diagram SIPOC Pengecatan
Pembuatan Diagram Pareto
Pembuatan diagram Pareto bertujuan untuk melihat seberapa besar persentase
dari tiap-tiap jenis ketidaksesuaiannya yang terjadi. Sehingga melalui diagram Pareto
dapat dilihat jenis cacat apa yang paling berpengaruh dan dapat diputuskan untuk
konsentrasi lebih khusus untuk jenis ketidaksesuaiannya itu.
Supplier
Input
Process
Output
Customer
Pengecatan
Pencucian
Pengeringan
Pemanasan
Pembersihan debu
Pengecatan dasar
Penguapan 1
Pengecatan akhir
Penguapan 2
Pemanasan
Pelepasan darihanger
Pemasangan
Co
un
t
Pe
rce
nt
Kriteria Ketidaksesuaian
Count
77.3 9.7 3.3 2.3 1.9 1.6 4.0
Cum % 77.3 86.9
18481
90.2 92.6 94.5 96.0 100.0
2309 791 557 457 376 949
Percent
Lainny
a
Belang
Minya
k
Leleh
Terkelup
as
Buram
Kotor
25000
20000
15000
10000
5000
0
100
80
60
40
20
0
Pareto Chart of Kriteria Ketidaksesuaian
Gambar 3. Diagram Pareto Pengecatan Pada Motor Jupiter MX
Tahap Pengukuran
Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan tahapan pertama pada fase pengukuran. Uji normalitas
diperlukan untuk melihat apakah mesin berjalan dalam keadaan normal atau tidak,
mesin yang berjalan dengan normal akan dapat dilakukan pengolahan lebih lanjut dan
apabila mesin tidak normal maka data tersebut tidak dapat digunakan. Data yang akan
dijadikan uji normalitas adalah data banyaknya kecacatan produk per hari selama bulan
Januari 2009 pengamatan adapun data kecacatan tersebut ditunjukkan oleh tabel 1 dan
hasil uji normalitas ditunjukkan oleh gambar berikut.
Tabel 1. Data Ketidaksesuaian Pengecatan Motor Jupiter MX
TanggalTotal Produksi
(Unit)Produk Yang Tidak Sesuai
(Unit)
5 Januari 2009 5.250 1.166
6 Januari 2009 5.670 1.633
7 Januari 2009 4.750 1.413
8 Januari 2009 5.100 1.443
9 Januari 2009 5.520 1.499
12 Januari 2009 4.510 1.195
13 Januari 2009 6.040 1.409
Tabel 1. Data Ketidaksesuaian Pengecatan Motor Jupiter MX (lanjutan)
TanggalTotal Produksi
(Unit)Produk Yang Tidak Sesuai
(Unit)
14 Januari 2009 5.670 1.354
15 Januari 2009 6.200 1.327
16 Januari 2009 5.850 1.181
19 Januari 2009 5.370 1.001
20 Januari 2009 4.350 1.064
21 Januari 2009 5.850 1.127
22 Januari 2009 4.920 1.139
23 Januari 2009 4.950 1.089
27 Januari 2009 2.500 503
28 Januari 2009 2.500 590
29 Januari 2009 5.190 1.203
30 Januari 2009 5.100 1.282
31 Januari 2009 5.200 1.302
TOTAL 100.940 23.920Sumber: PT. Yamaha Indonesia Motor Mfg
Produk Yang Tidak Sesuai
Pe
rce
nt
20001750150012501000750500
99
95
90
80
70
60
50
40
30
20
10
5
1
Mean
>0.150
1196
StDev 273.4
N 20
KS 0.165
P-Value
Normalty Test of KetidaksesuaianNormal
Gambar 4. Hasil Uji Normalitas Ketidaksesuaian Produk
Dari hasil uji normalitas dapat dilihat bahwa titik data berada pada sekitar garis
lurus. Berdasarkan pola ini maka dapat dikatakan bahwa data kecacatan telah
berdistribusi normal sehingga dapat disimpulkan bahwa mesin beroperasi dalam
keadaan normal.
Peta Kendali C
Rata-rata bagian ketidaksesuaian :
=
n
c
hariprodukJumlah
cacatJumlah
i
i
/= 23803,0
490.100
920.23
Batas Kendali Atas :
BKA =n
3
=5,5024
3803,0323803,0
= 0,23803 + 0,02065
= 0,25868
Batas Kendali Bawah :
BKB =n
3
=5,5024
23803,0323803,0
= 0,23803 + 0,02065
= 0,21738
Gambar 5. Peta Kendali Ketidaksesuaian Produk
Gambar 6. Peta Kendali Ketidaksesuaian Produk Setelah Revisi
Berdasarkan gambar tersebut dapat terlihat bahwa seluruh data masih berada di
dalam batas kendali. Oleh karena itu dilakukan perhitungan kapabilitas proses (Cp)
untuk mengetahui kemampuan proses dalam menghasilkan produk yang baik.
Cp = 1-p =1- 0,23588 = 0,764124
Nilai kapabilitas proses tersebut masih cukup rendah dikarenakan nilai
kapabilitas proses masih dibawah 1,00 sehingga diperlukan upaya peningkatan kualitas.
Tahap Analisis
Diagram Sebab Akibat
Gambar 7. Diagram Sebab Akibat Untuk Ketidaksesuaian Kotor Dalam Proses Pengecatan
Motor Jupiter MX
Penyebab Modus Kegagalan dan Akibat (CFME)
Tabel 2. FMEA Untuk Ketidaksesuaian Kotor
ModusKegagalanPotensial
PenyebabPotensial
Efek Kegagalan Potensial O S D RPN
Operatormemakaisarung tanganyang kotor
Operator tidakdisiplin dan merasamasih bersih.
Kotoran di sarung tanganbercampur pada produk yangakan dicat.
5 3 2 30
Pada waktuprosespencucian tidakbersih
Operator lelah dantidak serius dalampembersihan.
Kotoran masih menempel dalamproduk yang akan dicat.
9 7 7 441
Mesin (pipasemprot, pistolpenyemprotcat) kotor
Mesin (pipasemprot, pistol cat)kurang dirawat dandibersihkan.
Penyemprotan bercampurdengan kotoran dalam prosespengecatan.
8 6 7 336
Ketidaksesuaian
Jenis Kotor
Lingkungan
Metode
Material
Mesin
Manusia
Kurang peduli kebersihan mesin
Sarung tangan kotor
Penyedot debu kurang
Spray gun kotor
Power static tidak sempurna
Nozzle kotor
Cat kotor
Part mengandungmagnet
Permukaan ada lilinatau kotoran
Pengelapan kurangbersih
Kurang sempurnanyaproses pencucian part
Air Treatment kotor
Proses Air blowkurangbersih
Debu dari lantai
Oli kering jatuh dikonveyor
Debu kotoran dariluar
Tidak seg
era
menggantiny
a
Merasa
masihbersih
Merasa
bukantanggung
jawabnyaTidak
seriusdala
m
pembers ihanKelelahan
Jarangdibe
rsihkan
Jarangdibers
ihkan
Tidakseriu
s
dalampemb
ersihan
Kelelahan
Antistatic
kurang
Lam
adi
gudang
berdebu
Tidak
menutup
rapat
Kelelahan
Terburu-buru
mengejar
target
Bahan
kimia
kurang
diperhatikan
Terburu-b
uru
mengejar
target
DiagramSebab Akibat untuk Ketidaksesuaian Kotor
Tabel 2. FMEA Untuk Ketidaksesuaian Kotor (lanjutan)
ModusKegagalanPotensial
PenyebabPotensial
Efek Kegagalan Potensial O S D RPN
Produk masihmengandungmagnet
Anti statis kurangsempurna karenatiap produk berbedadaya magnetnya
Magnet menarik kotoran yangmenyebabkan ketidaksesuaian
8 3 5 120
Tempat kerjakotor (banyakdebu)
Kurangnyakesadaran akankebersihan ditempat kerja
Produk yang akan dicat menjadikotor.
5 3 4 60
Tahap Perbaikan
Pengembangan Rencana Tindakan Perbaikan Dengan 5W- 1H.
Tabel 3. Konsep Perbaikan Untuk Jenis Ketidaksesuaian Kotor
ApaPenyebabKecacatan
AlasanPerbaikan
Lokasi Penanggungjawab Kapan BagaimanaPerbaikanDilakukan
Operator lelahdan tidakserius dalampembersihanmesin yangdigunakan.
Agar operatormampu seriusdalam proses
Padasetiapproses
Kepala bagianproses (foreman)
Secepatnya Berikan pengawasanterhadap operatoragar dapat bekerjalebih serius.Menggantikanoperator yang lelahdengan operatorcadangan tiapmasing-masingproses.
Anti statiskurangsempurna.
Agar dayamagnetberkurangsehinggakotoran tidakmenempelpada produk
Prosespembersihandebu
Kepala bagianproses (foreman)
Pada saatpemisahanprodukdengandebu ataukotoran
Pemahaman tentangkendali anti statis danpastikan selalu antistatis dalam keadaanmenyala pada saatpembersihan debu.
Mesin (pipasemprot,pistolpenyemprotcat) kurangdirawat dandibersihkan.
Agarmendapatkanpenyemprotanyangsempurna.
Prosespencucian danpengecatandasar/akhir
Kepala bagianproses (foreman)
Pada saatakanmemulaiprosespencuciandanpengecatandasar/akhir
Perawatan pipasemprot dan pistolpenyemprot catberkala denganjadwal terstrukturdengan namaoperatorpembersihnya. Agarmasing-masing punyatanggung jawab.
Tahap Pengendalian
Konsep pengendalian yang diberikan pada dasarnya berupa petunjuk kerja
untuk pada saat proses. Usulan lembar pengamatan jenis ketidaksesuaian kotor
untuk proses pemasangan hingga proses pelepasan pada pengecatan motor Jupiter
MX dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 4. Usulan Lembar Pengamatan Jenis Ketidaksesuaian Kotor Untuk Proses Pencucian
PENGAMATAN PROSES
Proses : Pencucian (Threatment) Tanggal :
Operator : Shift : Jam :
Jenis ketidaksesuaian yang diwaspadai : KOTOR
Hal yang harus diperhatikan!Kondisi
Baik Buruk
1. Kondisi Motor Pencucian
2. Kondisi Bak (Tank)
3. Suhu
4. Tekanan
5. Kondisi Nozzle
6. Kondisi Penyaring (Filter)
7. Pengantaran (Conductivity)
8. Apakah sudah terdapat jenis ketidaksesuaiankotor pada proses sebelumnya.
Ya Tidak Jumlah
Masalah yang terjadi pada proses sebelumnya
CATATAN:
- Jangan lanjutkan proses apabila semua kondisi diatas masih belum baik!.
- Jangan malu bertanya apabila tidak mengerti!.
- Jangan lakukan proses bila tidak tahu, tanyakan dengan atasan langsung anda!.
Dibuat Diperiksa Diketahui
Panji Wartaning Tyas FOREMAN GENERAL FOREMAN
PENUTUP
Kesimpulan
Ketidaksesuaian yang terjadi pada proses pengecatan motor Jupiter MX dari
perhitungan peta kendali c dapat dilihat masih banyak titik data yang keluar dari peta
kendali sehingga harus dilakukan revisi terhadap peta kendali, berdasarkan hal ini maka
dapat dikatakan bahwa proses produksi kurang stabil yang berarti pula bahwa
pengendalian kualitas perusahaan kurang baik. Penyebab potensial untuk
ketidaksesuaian jenis kotor yaitu pada waktu proses pencucian produk tidak bersih,
mesin (alat penyemprot cat dan pipa semprotan) kotor, dan produk masih mengandung
banyak magnet yang menarik kotoran yang menyebabkan ketidaksesuaian kotor yang
merupakan ketidaksesuaian paling banyak.
Nilai sigma yang didapat dari hasil perhitungan sebesar 3,52 dengan nilai
banyaknya cacat per sejuta kesempatan sebesar 21639,42. Kapabilitas proses sebesar
0,764124 menunjukan Cp kurang dari 1, maka kapabilitas proses dikatakan masih
rendah sehingga diperlukan upaya peningkatan kualitas.
Perbaikan yang perlu dilakukan yaitu faktor operator dengan memberikan
pengawasan terhadap operator agar dapat bekerja lebih serius dan menggantikan
operator yang lelah dengan operator cadangan tiap masing-masing proses. Perbaikan
dari faktor mesin adalah dengan menjaga kebersihan mesin dengan perawatan mesin
seperti alat penyemprot cat dan pipa semprotan berkala dengan jadwal terstruktur
dengan nama operator pembersihnya agar masing-masing operator punya tanggung
jawab serta pemahaman dalam penggunaan anti statis dan selalu pastikan anti statis
dalam keadaan menyala pada saat pembersihan debu agar produk tidak kotor dan
menimbulkan jenis ketidaksesuaian jenis tersebut. Sedangkan pengendaliannya
menerapkan usulan penggunaan tabel pengamatan proses yang sangat berguna untuk
mengevaluasi banyaknya ketidaksesuaian yang terjadi selama proses berlangsung agar
nantinya ketidaksesuaian dapat dikurangi.
Saran
Selalu melakukan perbaikan kualitas secara terus-menerus yaitu dengan
melakukan perawatan mesin secara teratur dan secara rutin dilakukan, sehingga jangan
ada sampai satu mesin pun terlewati untuk dirawat. Perawatan mesin meliputi
pengecekan dan perbaikan mesin, selain itu kebersihan mesin juga harus selalu dijaga
sehingga dalam proses pengecatan tersebut.
Perusahaan menerapkan usulan perbaikan yang telah dirancang dengan metode
lean six sigma, karena dengan menerapkan usulan perbaikan dengan setidaknya akan
membawa perubahan pada lingkungan proses pengecatan dan dapat mengoptimalkan
kualitas produk yang dapat dihasilkan.
Diharapkan peneliti berikutnya dapat merancang sistem perawatan mesin dengan
TPM (total productive maintenance), sebagai salah satu solusi yang mendukung dalam
sistem perbaikan produksi.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Dorothea Wahyu. 1999. Manajemen Kualitas. Yogyakarta: UniversitasAtmajaya Yogyakarta. ANDI.
. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan Kuantitatif DalamManajemen Kualitas). Yogyakarta: ANDI.
Brue, Greg. 2002. Six Sigma for Managers. Jakarta: Canary.
Feigenbaum, A.V. 1996. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta: Erlangga.
Gaspersz, Vincent. 1998. Statistical Process Control. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
. 2002. Pedoman Implementasi Program Six Sigma Terintegrasi dengan ISO9001:2000. MNBQA. dan HACCP. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
. 2003. Metode Analisis untuk Peningkatan Kualitas. Jakarta: GramediaPustaka Utama.
. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Grant, Eugene L dan Richard S. Leavenworth. 1988. Pengendalian Mutu Statistis, edisiKeenam. Jakarta: Erlangga.
Ishikawa, Kaoru. 1986. Pedoman Pengendalian Mutu. Jakarta: Idayus.
Juran, dkk. 1993. Quality Planning and Analysis. New York: Mcgraw Hill.
Osada, T. 2002. Sikap Kerja 5S, Jakarta: Victory Jaya Abadi.