tesis penyidikan tindak pidana korupsi di bidang …

133
TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG PENGADAAN BARANG DAN JASA DI KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN OLEH : HERAWATI P0902215035 SEKOLAH PASCASARJANA MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN 2018

Upload: others

Post on 01-Jun-2022

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

TESIS

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG

PENGADAAN BARANG DAN JASA

DI KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN

OLEH :

HERAWATI

P0902215035

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

Page 2: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

Disusun dan di ajukan oleh

HERAWATI

P0902215035

Telah Dipertahankan di depan panitia Ujian Tesis

Pada tanggal 21 Februari 2018

Menyetujui

Komisi Penasehat

Prof. Dr. Muhadar S.H. M.S. Dr. Ans M.H.Ketua nggota

tas Hukumanuddin

dei Z

Moenta. S.H.. M.H.. DFM FProf. Dr. A. Pa qeranq atittin S,H. M.Hum.

rESIS

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DIBIDANGPENGADAAN BARANG DAN JASA

DI KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN

Plh. Ketua Program StudiMagister Hukum

Page 3: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii

ABSTRAK ......................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ......................................................................... iv

DAFTAR ISI ...................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .......................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ..................................................... 8

D. Manfaat Penelitian ................................................... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Pengertian dan Ruang Lingkup

Kebijakan Hukum Pidana .......................................... 11

1. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana ................... 11

2. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana ............ 14

B. Sistem Peradilan Pidana .......................................... 17

C. Tindak Pidana Administrative Corruption dalam Pengadaan

Barang dan Jasa ...................................................... 19

D. Pengertian, Tugas dan Wewenang Kejaksaan ........ 32

1. Pengertian Kejaksaan .......................................... 32

2. Pengertian Penuntut Umum.................................... 33

3. Tugas dan Wewenang Kejaksaan ........................ 34

E. Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Korupsi ........ 46

F. Teori Sistem Hukum ................................................. 58

G. Teori Penegakan Hukum.......................................... 61

H. Kerangka Pikir .......................................................... 68

I. Definisi Operasional ................................................. 69

Page 4: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

viii

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ......................................................... 71

B. Lokasi Penelitian ...................................................... 71

C. Jenis Dan Sumber Data ........................................... 71

D. Teknik Pengumpulan Data ....................................... 72

E. Analisis Data ............................................................ 72

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang

Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Kejaksaan ........ 73

B. Faktor Penghambat Dalam Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi Di Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa ..... 106

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................. 117

B. Saran ....................................................................... 118

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

HALAMAN JUDUL

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG

PENGADAAN BARANG DAN JASA

DI KEJAKSAAN TINGGI SULAWESI SELATAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister Program Studi

Magister Hukum

Disusun dan diajukan oleh :

HERAWATI

P0902215035

SEKOLAH PASCASARJANA

MAGISTER ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2018

Page 6: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut diucapkan selain puji syukur kita kehadirat Allah

SWT, karena atas berkah dan hidayah-nya sehingga tesis ini bisa terselesaikan.

Tak lupa pula shalawat serta salam terhatur kepada Nabi Muhammad SAW

sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya ilmiah dalam bentuk Tesis

ini dengan berjudul ” Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang

Pengadaan Barang Dan Jasa Di Kejaksaan Tinggi Sulsel”, guna

memperoleh gelar Magister Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas

Hasanuddin.

Dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan terima kasih dan

penghargaan tertinggi kepada kedua orang tua tercinta. Ayahanda Almarhum

Muhammad Basri dan Ibunda Hajrah yang telah mendidik dan membesarkan

penulis dengan penuh kesabaran, rasa kasih sayang, perhatian, pengorbanan,

keringat serta doa yang tidak pernah putus. Juga tak lupa kepada Kedua anakku

Rezky Putri Bhayangkari dan Muh Rifky Febriansyah yang senantiasa memberi

semangat kepada penulis.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam tulisan ini, karena itu

kritik dan saran yang sifatnya membangun senantiasa penulis harapkan guna

memacu kreatifitas dalam menciptakan karya-karya yang lebih baik lagi. Akhir

kata, penulis ingin menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan dalam penyusunan tulisan ini, terutama kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A, selaku Rektor

Universitas Hasanuddin.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Junaedi Muhidong. M. Sc, selaku Wakil Rektor

Bidang Akademik

3. Bapak Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.H. Wakil Rektor Bidang

Administrasi Umum, keuangan dan sumber daya

Page 7: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

4. Bapak Dr. Ir. Abdul Rasyid M.Si selaku Wakil Rektor bidang

Kemahasiswaan dan Alumni

5. Bapak Prof. dr. Budu, Ph.D, SPM(K) selaku Wakil Rektor Bidang

Perencanaan dan pengembangan Kerjasama

6. Bapak Prof. Dr. Muhammad Ali, S.E., M.Si, selaku Dekan Sekolah

Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

7. Ibu Prof Dr. Farida Pattitingi, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin,

8. Bapak Prof. Dr. Ahmadi Miru, S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan Bidang

Akademik dan Pengembangan

9. Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H.,M.H., selaku Wakil Dekan Bidang Perencanaan dan Keuangan

10. Bapak Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H.,M.H. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni

11. Bapak Prof Dr. Andi Pangerang Moenta, SH.,MH. selaku Ketua Program Studi Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

12. Bapak Prof. Dr. Muhadar, S.H., M.S, selaku pembimbing I dan Bapak Dr. Anshori Ilyas, S.H., M.H., Selaku Pembimbing II.

13. Bapak Prof. Dr. Andi Muhammad Sofyan, S.H, M.H., Bapak Prof. Dr. Marthen Aries, S.H., M.H., dan Ibu Dr. Hj. Nur azisa, S.H., M.H., selaku penguji penulis yang telah memberikan banyak masukan-masukan dan arahan dalam penyusunan tesis ini.

14. Bapak dan Ibu dosen Program Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, yang dengan tulus ikhlas memberikan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya selama perkuliahan berlangsung sehingga memberikan banyak manfaat bagi penulis baik untuk saat ini maupun dimasa mendatang.

15. Seluruh staf dan karyawan akademik Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin.

Page 8: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

16. Semua pihak di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat yang telah bersedia dan membagi waktunya kepada penulis dalam mengembangkan tesis ini.

Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan dan menambah kepustakaan di bidang Ilmu

Hukum khususnya Dalam Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi, serta berguna

bagi masyarakat yang bernilai jariyah. Aamiin Ya Rabbal’alaamiin. Terima kasih.

Makassar , 21 Februari 2018

Penulis

HERAWATI

Page 9: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …
Page 10: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

ABSTRACT

HERAWATI (B11112663), Corruption Crime Investigation In The Field Of

Procurement Of Goods And Services By Attorney Guided by Muhadar As

Advisors I and Anshori Ilyas As Advisor II.

This research aims to analyze the implementation of Corruption criminal

investigation in the field of procurement of goods and services by the Attorney,

as well as what factors inhibit the implementation.

This research is empirical law research, ie research conducted directly in the

field. Data obtained both primary and secondary analyzed both deductively and

inductively then presented descriptively describing, describing, and describing in

accordance with the problems closely related to this research.

The result of the research shows that the implementation of Corruption criminal

investigation in the field of procurement of goods and services by South Sulawesi

Prosecutor's Office is through the action of judicial intelligence operation, case

development technique by utilizing whistle blower and justice collaborator and

investigative audit technique as search and data collection method, information

and other findings to find out the truth or even a fact error in coordination with

BPK / BPKP. Factors that hamper the investigation of corruption in the field of

procurement of goods and services are the limited number of human resources

to the Prosecutor who conducts intelligence and examination activities in place

and limited funding sources / budget handling cases in investigation activities.

The authors suggest that the public prosecutor should optimize the role of justice

collaborator in the investigation stage of corruption in the procurement of goods

and services. In addition, the frequently used intelligence methods can also be

optimized, given that corruption in procurement of goods and services is the most

corrupt type that has resulted in state losses. In order to overcome the internal

difficulties, the public prosecutor should arrange special stages of handling

corruption cases in the procurement of goods and services in the beginning of

the investigation process conducted by intlejen method, the examination stage

up to the stage of file delegation into the Annual Work Plan of the Procuratorate.

It is intended that the limited availability of budget and facilities do not become an

obstacle in the process of investigation of corruption crime in the procurement of

goods and services, which is corruption is the type of corruption that causes the

greatest loss of the state.

Keywords: Investigation, Corruption, Goods and Services

Page 11: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

iii

ABSTRAK

HERAWATI (B11112663), Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa Di Kejaksaan Tinggi Sulsel, dibimbing oleh Muhadar Selaku Pembimbing I dan Anshori Ilyas Selaku Pembimbing II. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan Penyidikan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan, serta faktor-faktor apakah yang menghambat dalam pelaksanaannya.

Penelitian ini adalah penelitian hukum empiris, yakni penelitian yang dilakukan langsung di lapangan. Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis baik secara deduktif maupun induktif kemudian disajikan secara deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Penyidikan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan Sulawesi Selatan adalah melalui upaya penindakan berupa kegiatan operasi intelijen yustisial, teknik pengembangan kasus dengan memanfaatkan whistle blower dan justice collaborator serta teknik audit investigatif sebagai metode pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta dengan berkoordinasi dengan BPK/BPKP. Faktor yang menghambat dalam penyidikan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan Jasa adalah keterbatasan jumlah sumber daya manusia pada Jaksa Penyidik yang melakukan kegiatan intelijen dan pemeriksaan di tempat dan keterbatasan sumber dana/anggaran penanganan perkara dalam kegiatan penyidikan.

Saran penulis adalah pihak kejaksaan harus lebih mengoptimalkan peran justice collaborator dalam tahap penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa. Selain itu, metode intelijen yang selama ini sering digunakan juga dapat lebih dioptimalkan, mengingat bahwa korupsi pengadaan barang dan jasa merupakan jenis korupsi terbanyak yang telah mengakibatkan kerugian negara. Dalam rangka mengatasi kesulitan internal, pihak kejaksaan harus menyusun tahapan khusus penanganan perkara korupsi pengadaan barang dan jasa dalam mulai dari tahap penyelidikan yang dilakukan dengan metode intlejen, tahap pemeriksaan hingga tahap pelimpahan berkas perkara ke dalam Rencana Kerja Kejaksaan setiap tahunnya. Hal ini dimaksudkan agar keterbatasan ketersediaan anggaran dan fasilitas tidak menjadi kendala proses penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa, yang mana korupsi ini merupakan jenis korupsi yang paling banyak mengakibatkan kerugian negara. Kata Kunci: Penyidikan, Tindak Pidana Korupsi, Barang dan Jasa

Page 12: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dinamika perekonomian negara Indonesia menjadi suatu hal

yang tidak dapat diingkari. Sebuah keniscayaan yang tidak dapat

dihindari ketika perangkat negara melakukan suatu inovasi dalam

pemenuhan perekonomian suatu negara yang mencakup kepada suatu

tujuan kesejahteraan bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam Alinea IV

Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakan bahwa dalam pembentukan

Pemerintah Negara Indonesia salah satu tujuannya yaitu untuk

memajukan kesejahteraan umum.

Percepatan pemenuhan perekonomian menjadi salah satu

kebijakan Pemerintah Indonesia. Dalam kebijakan tersebut, tentu tidak

lain tujuan utama yang hendak dicapai yaitu untuk memenuhi

kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Percepatan pemenuhan perekonomian dilakukan melalui pengadaan

barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh seluruh perangkat

pemerintahan yang mencakup pemerintah pusat dan pemerintah

daerah.

Salah satu bentuk Inovasi percepatan perekonomian oleh

Pemerintah Indonesia yaitu Pengadaan Barang/Jasa. Dalam

penerapan inovasi tersebut, pengadaan barang dan/atau jasa telah

Page 13: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

2

ditetapkan serta dilegalisasi oleh Pemerintah Indonesia melalui suatu

Peraturan Presiden (selanjutnya disingkat Perpres) antara lain

Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan keempat

atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan

Barang dan/atau Jasa Pemerintah. dan Peraturan Presiden Nomor 3

Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis

Nasional. Dari kedua Perpres tersebut, yang tidak lain merupakan

bentuk inovasi dari Pemerintah Indonesia, inti pengaturannya adalah

proses percepatan pelaksanaan pembangunan yang menjadi tanggung

jawab Pemerintah Indonesia berdasarkan tujuan dari Konstitusi

Republik Indonesia.

Alasan pengadaan barang/jasa pada instansi pemerintah adalah

tugas pokok keberadaan instansi pemerintah bukan untuk

menghasilkan barang/jasa yang bertujuan profit oriented, tetapi lebih

bersifat memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu,

pemerintah membutuhkan barang/jasa dalam rangka meningkatkan

pelayanan publik atas dasar pemikiran yang logis dan sistematis,

mengikuti prinsip dan etika serta berdasarkan metode dan proses

pengadaan yang berlaku.1

1 Abu Salman Lubis. 2014. Prinsip-Prinsip Pengadaan Barang/Jasa Apakah harus

Dipedomani? Dikutip melalui laman website: http://www.bppk.kemenkeu.go.id/

publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan-perbendaharaan/19693-artikel-prinsip-

prinsip-pengadaan-barang-jasa-apakah-harus-dipedomani. Diakses Pada Tanggal 6

November 2016.

Page 14: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

3

Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya bahwa terdapat

Perpres yang mengatur berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa.

Akan tetapi, secara umum pengaturan berkaitan dengan pengadaan

barang dan jasa tersebar dalam beberapa peraturan perundang-

undangan yaitu Undang-undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan

Presiden. Akan tetapi, pengaturan yang tersebar tersebut tidak

memiliki payung hukum atau peraturan perundang-undangan dalam

bentuk undang-undang yang secara jelas memiliki nomenklatur

pengadaan barang dan jasa.

Pengadaan barang dan/atau jasa dalam kenyataannya justru

telah banyak merugikan negara, hingga tahun 2015 tercatat nilainya

mencapai Rp 1 Triliun.2 Penyimpangan yang dilakukan oleh pelaku

dalam pengadaan barang dan/atau jasa telah memasuki ranah tindak

pidana korupsi yang menjadi frame dari hukum pidana Indonesia.

Dalam kaitannya dengan tindak pidana korupsi, maka korupsi pada

sektor pengadaan barang dan/atau jasa tergolong kepada tindak

pidana di bidang ekonomi.

Pengaturan yang tersebar tersebut dalam kaitannya dengan

pengadaan barang dan jasa menyebabkan terjadinya obesitas hukum.

Lebih jauh lagi, dalam hal penegakan hukum pidana di bidang

pengadaan barang dan jasa mengalami permasalahan diakibatkan

2 Dikutip melalui laman website resmi media kompas :

http://nasional.kompas.com/read/2016/06/27/17234861/negara.rugi.hampir.rp.1.triliu

n.dari.korupsi.pengadaan.barang.dan.jasa. Diakses Pada Tanggal 26 Oktober 2016.

Page 15: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

4

terlalu banyaknya pengaturan yang perlu dipatuhi oleh Pemerintah

atau swasta selain itu pengaturan yang terlalu banyak juga menjadi

kendala bagi penegak hukum untuk membuktikan suatu tindak pidana

korupsi yang dilakukan oleh pelaku. Dengan demikian, efektifitas dan

efisiensi dalam penanganan kasus oleh penegak hukum tidak dapat

tercapai dengan baik.

Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu sumber

korupsi terbesar di Indonesia. 70 % kasus-kasus korupsi yang

ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK adalah terkait

dengan pengadaan barang dan jasa. Tidak sedikit para penyelenggara

negara, baik eksekutif maupun legislatif (termasuk pihak swasta)

terpaksa harus berurusan dengan hukum karena diduga atau terbukti

telah melakukan penyimpangan atau menggunakan anggaran

pemerintah tidak sebagaimana mestinya melalui proyek-proyek

pemerintah khususnya dalam hal pengadaan barang/jasa pemerintah.3

Sebagaimana diketahui bahwa dalam historinya politik kriminal

negara Indonesia dalam mengatur permasalahan korupsi ini telah

dibentuk hukum pidana materil yang mengatur tentang korupsi

sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah

diuban melalui Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang

3Dikutip melalui laman website resmi kejati sulsel :

http://www.kejati-sulsel.go.id/index.php/baca-artikel/14/TP4-Kejaksaan-dan-

Pencegahan-Korupsi. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2016.

Page 16: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

5

Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur bahwa tindak pidana

korupsi digolongkan sebagai kejahatan yang luar biasa. Dalam

kaitannya dengan tindak pidana korupsi di sektor pengadaan

barang/jasa maka pemberantasannya pun harus dilakukan secara luar

biasa.

Pemberantasan secara luar biasa yang mencakup kepada

penegakan hukum tindak pidana korupsi, khususnya dalam aspek

pengadaan barang/jasa dalam kebijakan hukum pidana yang tertuang

dalam Undang-undang korupsi didapatkan bahwa posisinya sebagai

primum remedium yaitu sebagai obat utama dalam pemberantasan

tindak pidana korupsi. Dengan demikian, dalam tindak pidana korupsi

di bidang pengadaan barang dan jasa penyelesaiannya dilakukan

secara represif dan prioritas.

Pemerintah Indonesia dalam kaitannya dengan pencegahan dan

pemberantasan korupsi khususnya dalam bidang pengadaan barang

dan jasa telah merumuskan kebijakan hukum pidana yaitu Pemerintah

membuat Instruksi Presiden (Selanjutnya disingkat Inpres) Nomor 10

Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Tahun 2016 dan Tahun 2016. Salah satu kebijakan mengenai

pengadaan barang dan jasa yaitu Pemerintah mendorong upaya

transparansi dan akuntabilitas dalam mekanisme pengadaan barang

Page 17: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

6

dan jasa melalui e-procurement atau melalui sistem pengadaan secara

elektronik (SPSE).

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa

penanggulangan korupsi mengambil tempat sebagai primum

remedium. Akan tetapi prinsip primum remedium dalam

penanggulangan korupsi bertentangan dengan kebijakan hukum

pidana yang dikeluarkan oleh Pemerintah yaitu Peraturan Presiden

Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek

Strategis Nasional. Dalam Perpres tersebut, salah satu bentuk

percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional adalah pengadaan

barang dan jasa pemerintah. Dalam Bab X Penyelesaian

Permasalahan Hukum Dalam Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

Pasal 31 ayat (7) bahwa kesalahan administrasi yang menimbulkan

kerugian negara penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan

administrasi dan pengembalian kerugian negara. Administrasi

Pemerintahan senidiri menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor

30 Tahun 2014 tentang Administrasi pemerintahan merupakan tata

laksana dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan oleh badan

dan/atau pejabat pemerintahan.

Apabila dilihat dari kebijakan hukum pidana oleh pemerintah

dikaitkan dengan pengadaan barang dan jasa, maka sebenarnya

prinsip Ultimum Remedium (obat terakhir) dari penyelesaian hukum

pidana korupsi yang harus dikedepankan dalam penanganan tindak

Page 18: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

7

pidana korupsi tersebut. Hal mana tentu ini sangat berbeda dengan

Undang-undang korupsi yang mengambil posisi Premium remedium

dalam penanganan tindak pidana korupsi dalam bentuk apapun

termasuk di bidang pengadaan barang dan jasa.

Dari perbedaan kebijakan hukum pidana baik undang-undang

korupsi (kebijakan hukum pidana legislatif) dan peraturan presiden

(kebijakan hukum pidana eksekutif). Hal mana menyebabkan adanya

kemunduran dalam proses pemberantasan tindak pidana korupsi

khususnya di bidang pengadaan barang dan jasa. Tentunya keadaan

ini berimplikasi pada pelaksanaan penegakan hukum di bidang

pengadaan barang dan jasa, salah satunya adalah proses penyidikan.

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

Dalam praktiknya jaksa selaku penyidik tindak pidana korupsi

mengalami berbagai kendala. Hambatan keterbatasan jumlah sumber

daya manusia pada Jaksa Penyidik yang melakukan kegiatan intelijen

dan pemeriksaan di tempat. Hambatan lainnya juga berkaitan denan

keterbatasan sumber dana/anggaran penanganan perkara dalam

kegiatan penyidikan. Banyak aktifitas luar ruangan yang harus

dilakukan, seperti kegiatan pengamatan, koordinasi dengan BPKP

Page 19: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

8

serta penggunaan jasa ahli audit di luar lingkungan Kejaksaan.

Hambatan keterbatasan fasilitas/sarana dan prasarana yang

mendukung dan menunjang kegiatan penyidikan ini menjadi faktor

utama dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi pengadaan

barang dan jasa.

Permasalahan-permasalahan di atas oleh penulis mengajukan

proposal penelitian yang berjudul “Penyidikan Tindak Pidana

Korupsi Di Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Kejaksaan

(Studi Kasus di Sulawesi Selatan)”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah Pelaksanaan Penyidikan tindak pidana korupsi di

bidang pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan?

2. Faktor apakah yang menghambat dalam penyidikan tindak

pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan Jasa?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh jawaban secara

kongkrit tentang hal-hal yang menjadi permasalahan penelitian,

meliputi:

1. Untuk memahami Pelaksanaan Penyidikan tindak pidana

korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan.

Page 20: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

9

2. Untuk mengatahui faktor-faktor apakah yang menghambat

dalam penyidikan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan

barang dan Jasa.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini nantinya

adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

1) Memberikan sumbangan pemikiran bagi pemahaman dan

pengembangan hukum pidana korupsi di Indonesia khususnya

pada bidang pengadaan barang dan jasa.

2) Memberikan masukan terhadap pihak-pihak yang terkait

khususnya Kejaksaan dalam kaitannya dengan penanganan

tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa.

2. Manfaat Praktis

1) Memberikan landasan atau dasar pijakan atau rambu-rambu

bagi pengemban kewenangan aparat penegak hukum, sehingga

aparat penegak hukum lebih proporsional dan professional

dalam menyikapi kejahatan korupsi di bidang pengadaan barang

dan jasa.

2) Dapat dijadikan dasar pemahaman bagi masyarakat yang sering

bersinggungan dengan korupsi di bidang pengadaan barang dan

jasa, sehingga masyarakat atau pihak-pihak terkait memahami

pencegahan dan/atau penindakan tindak pidana korupsi

Page 21: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

10

pengadaan barang dan jasa oleh penegak hukum khususnya

Kejaksaan Negara Republik Indonesia.

Page 22: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Pengertian dan Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana

1. Pengertian Kebijakan Hukum Pidana

Istilah kebijakan berasal dari bahasa Inggris yakni Policy atau

dalam bahasa Belanda Politiek yang secara umum dapat diartikan

sebagai prinsip-prinsip umum yang berfungsi untuk mengarahkan

pemerintah (dalam arti luas termasuk pula aparat penegak hukum

dalam mengelola, mengatur, atau menyelesaikan urusan-urusan

publik, masalah-masalah masyarakat atau bidang-bidang

penyusunan peraturan perundang-undangan dan pengaplikasian

hukum/peraturan, dengan tujuan (umum) yang mengarah pada

upaya mewujudkan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat

(warga negara)4.

Dilihat dari kedua istilah tersebut, maka istilah kebijakan

hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah politik hukum

pidana. Dalam kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini

sering dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy,

criminal law policy atau staftrechtspolitiek.

4 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya

Bakti (Bandung, 2010), hlm : 23-24.

Page 23: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

12

Definisi kebijakan hukum pidana dapat diartikan yaitu cara

bertindak atau kebijakan dari negara (pemerintah) untuk

menggunakan hukum pidana dalam mencapai tujuan tertentu,

terutama dalam menanggulangi kejahatan, memang perlu diakui

bahwa banyak cara maupun usaha yang dapat dilakukan oleh setiap

negara (pemerintah) dalam menanggulangi kejahatan. Salah satu

upaya untuk dapat menanggulangi kejahatan, diantaranya melalui

suatu kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana.5

Pengertian kebijakan atau politik hukum pidana dapat dilihat

dari politik hukum pidana maupun politik kriminal. Menurut Sudarto,

politik hukum adalah :6

1. Usaha untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang

baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat;

2. Kebijakan dari negara melalui badan-badan yang berwenang

untuk menetapkan peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan

bisa digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung

dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan.

Menurut Marc Ancel, pengertian penal policy (Kebijakan

Hukum Pidana) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada

akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan

hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi

5 Aloysius Wisnubroto, Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan

Penyalahgunaan Komputer, Universitas Atmajaya (Yogyakarta, 1999), hlm : 10 6 Barda Nawawi Arief, Op Cit, hlm : 24.

Page 24: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

13

pedoman tidak hanya kepada pembuat undang-undang, tetapi juga

kepada pengadilan yang menerapkan undang-undang dan juga

kepada penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan. 7

Politik hukum pidana diartikan juga sebagai kebijakan

menyeleksi atau melakukan kriminalisasi dan dekriminalisasi

terhadap suatu perbuatan. Disini tersangkut persoalan pilihan-

pilihan terhadap suatu perbuatan yang dirumuskan sebagai tindak

pidana atau bukan, serta menyeleksi diantara berbagai alternatif

yang ada mengenai apa yang menjadi tujuan sistem hukum pidana

pada masa mendatang. Oleh karena itu, dengan politik hukum

pidana, negara diberikan kewenangan merumuskan atau

menentukan suatu perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai

tindak pidana, dan kemudian dapat menggunakannya sebagai

tindakan represif terhadap setiap orang yang melanggarnya. Inilah

salah satu fungsi penting hukum pidana, yakni memberikan dasar

legitimasi bagi tindakan yang represif negara terhadap seseorang

atau kelompok orang yang melakukan perbuatan yang dirumuskan

sebagai tindak pidana.8

Politik hukum pidana pada dasarnya merupakan aktivitas

yang menyangkut proses menentukan tujuan dan cara

melaksanakan tujuan tersebut. Terkait proses pengambilan

keputusan atau pemilihan melalui seleksi diatara berbagai alternatif

yang ada mengenai apa yang menjadi tujuan sistem hukum pidana

mendatang. Dalam rangka pengambilan keputusan dan pilihan

tersebut, disusun berbagai kebijakan yang berorientasi pada

7 Ibid, hlm : 23.

8 Yesmil Anwar dan Adang, Pembaharuan Hukum Pidana ; Reformasi Hukum, PT.

Gramedia Widiasarana Indonesia (Jakarta, 2008), hlm : 58-59

Page 25: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

14

berbagai masalah pokok dalam hukum pidana (perbuatan yang

bersifat melawan hukum, kesalahan atau pertanggung jawaban

pidana dan berbagai alternatif sanksi baik yang merupakan pidana

maupun tindakan).9

2. Ruang Lingkup Kebijakan Hukum Pidana

Ruang Lingkup kebijakan hukum pidana dilaksanakan melalui

tahap-tahap konkretisasi/operasionalisasi/fungsionalisasi hukum

pidana yang terdiri dari 10:

1. Kebijakan formulatif / legislatif, yaitu tahap

perumusan/penyusunan hukum pidana;

2. Kebijakan aplikatif / yudikatif, yaitu tahap penerapan

hukum pidana;

3. Kebijakan administratif / eksekutif, yaitu tahap pelaksanaan

hukum pidana.

Kebijakan hukum pidana tidak dapat dipisahkan dari sistem

hukum pidana. Mengenai sistem hukum pidana akan penulis uraikan

pada bagian selanjutnya. Kebijakan hukum pidana berkaitan dengan

proses penegakan hukum (pidana) secara menyeluruh. Oleh sebab

itu, kebijakan hukum pidana diarahkan pada konkretisasi /

operasionalisasi / funsionalisasi hukum pidana material

9 Muladi dalam Syaiful Bakhri, Pidana Denda dan Korupsi, Total Media

(Yogyakarta, 2009), hlm : 45-46. 10

Barda Nawawi Arief, Op Cit, hlm : 24.

Page 26: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

15

(substansial), hukum pidana formal (hukum acara pidana) dan

hukum pelaksanaan pidana.

Penggunaan hukum pidana dalam mengatur masyarakat

(lewat peraturan perundang-undangan) pada hakekatnya

merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan

(policy).Operasionalisasi kebijakan hukum pidana dengan sarana

penal (pidana) dapat dilakukan melalui proses yang terdiri atas tiga

tahap, yakni :11

1. Tahap formulasi (kebijakan legislatif);

2. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial);

3. Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).

Kebijakan hukum pidana berkaitan dengan masalah

kriminalisasi yaitu perbuatan apa yang dijadikan tindak pidana

dan penalisasi yaitu sanksi apa yang sebaiknya dikenakan pada si

pelaku tindak pidana. Kriminalisasi dan penaliasi menjadi masalah

sentral yang untuk penanganannya diperlukan pendekatan yang

berorientasi pada kebijakan (policy oriented approach). Kriminalisasi

(criminalisation) mencakup lingkup perbuatan melawan hukum (actus

reus), pertanggungjawaban pidana (mens rea) maupun sanksi yang

dapat dijatuhkan baik berupa pidana (punishment) maupun tindakan

11

Barda Nawawi Arif, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana Media Group (Jakarta, 2007), hlm : 78-

79

Page 27: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

16

(treatment). Kriminalisasi harus dilakukan secara hati-hati, jangan

sampai menimbulkan kesan represif yang melanggar prinsip ultimum

remedium (ultima ratio principle) dan menjadi bumerang dalam

kehidupan sosial berupa kriminalisasi yang berlebihan (oever

criminalisation), yang justru mengurangi wibawa hukum. Kriminalisasi

dalam hukum pidana materiil akan diikuti pula oleh langkah-langkah

pragmatis dalam hukum pidana formil untuk kepentingan penyidikan

dan penuntutan.12

Pada tahap selanjutnya, hukum yang telah dipilih sebagai

sarana untuk mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara yang berwujud peraturan perundang-undangan melalui

aparatur negara, maka perlu ditindaklanjuti usaha pelaksanaan hukum

itu secara baik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pada

tahap ini termasuk ke dalam bidang penegakan hukum, dalam hal ini

perlu diperhatikan komponen-komponen yang terdapat dalam sistem

hukum yaitu struktur, substansi dan kultur.13

12 Muladi, Kebijakan Kriminal terhadap Cybercrime, Majalah Media Hukum Vol. 1

No. 3 tanggal 22 Agustus 2003, hlm : 1-2 13

Lihat Hakristuti Harkrisnowo, Reformasi Hukum : Menuju Upaya Sinergistis untuk Mencapai Supremasi Hukum yang Berkeadilan, Jurnal Keadilan Vol. 3, No.6 Tahun

2003/2004.

Page 28: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

17

B. Sistem Peradilan Pidana

Sistem peradilan pidana sangat erat kaitannya dengan

kebijakan hukum pidana, hal ini dapat diketahui bahwa baik sistem

peradilan pidana maupun kebijakan hukum pidana akan bermuara

kepada proses penegakan hukum (pidana) secara menyeluruh.

Oleh sebab itu, kebijakan hukum pidana diarahkan pada

konkretisasi / operasionalisasi / funsionalisasi hukum pidana

material (substansial), hukum pidana formal (hukum acara pidana)

dan hukum pelaksanaan pidana.

Sistem Peradilan Pidana atau dalam hal ini Tahapan proses

peradilan pidana menurut KUHAP dibagi dalam beberapa tahapan

tersebut yaitu: (1) Pra Ajudikasi (tahap pemeriksaan pendahuluan

terdiri dari tahapan penyelidikan, penyidikan, dan proses

penuntutan) (2) Ajudikasi (tahap pemeriksaan perkara di

pengadilan) (3) Pasca Ajudikasi (tahap sesudah persidangan adalah

tahapan pelaksanaan putusan Hakim).14

1. Tahap Pra-Ajudikasi

Tahap praajudikasi, sebagai tahap pertama adalah proses

penyelidikan, penyidikan (pemeriksaan pendahuluan),

”penyidikan lanjutan”, prapenuntutan dan penuntutan. Lembaga-

lembaga peradilan pidana yang terlibat pada tahap ini adalah

14 M. Syukri Akub dan Baharuddin baharu, Wawasan Due Process Of Law Dalam

Sistem Peradilan Pidana. Rangkang Education (Yogyakarta, 2012), hlm : 197.

Page 29: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

18

lembaga kepolisian dan kejaksaan. Di dalam penggarapan

tugasnya, masing-masing lembaga itu harus tetap menyadari,

bahwa kedudukan mereka sama-sama sebagai suatu sub

sistem yang haus bersinergi dalam sistem peradilan pidana.

2. Tahap Ajudikasi

Tahap ajudikasi, sebagai tahap kedua adalah tahap

pemeriksaan di sidang pengadilan oleh hakim, untuk

menentukan apakah suatu kejahatan (tindak pidana) telah

terjadi, dan apakah terdakwa yang terbukti bersalah telah

melakukan perbuatan tersebut.

3. Tahap Pasca Ajudikasi

Tahap pasca ajudikasi sebagai tahap purna dalam proses

peradilan pidana, atau tahap setelah pemerikasaan di sidang

pengadilan, adalah tahap pelaksanaan putusan pengadilan baik

yang berupa pemidanaan atau tidak, oleh aparat pelaksana

putusan pengadilan.

Dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan kepada

tahap pra ajudikasi. Hal ini berkaitan dengan penyidikan yang

dilakukan oleh Kejaksaan dalam hubungannya dengan kebijakan

hukum pidana di bidang pengadaan barang dan jasa.

Pra Ajudikasi mengambil tempat yang paling dominan dalam

sistem peradilan pidana. Hal ini sebagaimana didasarkan pada

Page 30: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

19

kebijakan hukum pidana yang dikeluarkan oleh Pemerintah

Indonesia yang melihat bahwa tindak pidana korupsi berupa tindak

pidana administrasi korupsi tidak lah diselesaikan secara penal.

Akan tetapi, ditempuh melalui jalur selain penal (pidana).

Hal ini tentu sangat bertentangan dengan Undang-undang

korupsi yang merupakan kebijakan hukum pidana yang dikeluarkan

oleh legislatif yang melihat bahwa korupsi merupakan premium

remedium dan penyelesaiannya dilakukan secara luar biasa.

C. Tindak Pidana Administrative Corruption dalam Pengadaan Barang dan Jasa

Kontrak pengadaan barang dan jasa pemerinah dikatakan

sesuai dengan Perpres Nomor 70 Tahun 2012 apabila telah

memenuhi seluruh proses pengadaan barang/jasa pemerintah,

harus memenuhi prosedur yang diatur dalam undang-undang

tersebut serta memenuhi syarat terjadinya kontrak. Dalam

pelaksanaannya Kontrak pengadaan barang/jasa perlu dilakukan

pengawasan atau audit pengadaan barang/jasa (APBJ) agar tidak

terjadi penyimpangan dalam pembuatan kontrak maupun

pelaksanaan kontrak. Ruang lingkup APBJ adalah seluruh

kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai dengan pasal 2 Perpres

No.70 Tahun 2012 yaitu pengadaan yang pembiayaannya

sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD; yang

sebagian atau seluruhnya dibiayai dari pinjaman/hibah luar negeri

Page 31: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

20

(PHLN); dan pengadaan barang/jasa untuk investasi di lingkungan

BI/BHMN/BUMN/ BUMD yang pembiayaannya sebagian atau

seluruhnya dibebankan pada APBN/APBD. Dasar hukum

pengadaan barang dan jasa adalah sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi

b. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

c. Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

d. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

e. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2005 Tentang Perubahan Ketiga atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003

f. Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2006 Tentang Perubahan Kelima atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

g. Peraturan Presiden Nomor 85 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003.

h. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah

Adapun mekanisme pengadaan barang dan jasa asalah

sebagai berikut:

Di dalam peraturan presiden ini diuraikan secara jelas,

tegas dan gambling tentang segala sesuatu yang menyangkut

pengadaan barang / jasa pemerintah, salah satunya adalah

Page 32: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

21

tentang tahapan kegiatannya. Khusus untuk pelelangan umum

pemilihan penyedia barang / pekerjaan konstruksi / jasa lainnya

dengan pascakualifikasi sebagaimana yang dilakukan oleh

Pemerintah Kabupaten Malang dapat dilihat pada huruf c pasal 57

yang tahapan pelaksanaannya diatur sebagai berikut:

1. pengumuman

2. pendaftaran dan pengambilan dokumen pengadaan

3. pemberian penjelasan

4. pemasukan dokumen penawaran

5. pembukaan dokumen penawaran

6. evaluasi penawaran

7. evaluasi kualifikasi

8. pembuktian kualifikasi

9. pembuatan berita acara hasil pelelangan

10. penetapan pemenang

11. pengumuman pemenang

12. sanggahan

13. sanggahan banding (apabila diperlukan), dan

14. penunjukkan penyedia barang/jasa.

Setelah semua tahapan tersebut dilaksanakan oleh pantia,

maka kegiatan selanjutnya adalah:

1. pembuatan SBPPK oleh Pejabat Pembuat Komitment (diatur dalam pasal 85).

2. penandatanganan kontrak (diatur dalam pasal 86)

3. pembayaran uang muka (diatur dalam pasal 88)

4. pelaksanaan pekerjaan di lapangan.

5. Serah terima pekerjaan (diatur dalam pasal 95).

Page 33: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

22

Pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengadaan barang dan

jasa adalah sebagai berikut:

1. Pengguna Anggaran: Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD.

2. Kuasa Pengguna Anggaran: pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD.

3. Unit Layanan Pengadaan: unit organisasi Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. (Perpres 70/2012)

4. Pejabat Pengadaan: personil yang ditunjuk untuk melaksanakan Pengadaan Langsung.

5. Pejabat Pembuat Komitmen: pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.

6. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan: panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan.

7. Penyedia Barang/Jasa: badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya.

Tindak pidana korupsi dalam perkembangannya telah

memiliki banyak modus, seperti halnya korupsi di bidang

pengadaan barang dan jasa. Tindak pidana ini tergolong ke dalam

administrative corruption. Untuk mengetahui bagaimana

sebenarnya administrative corruption tersebut, maka terlebih

dahulu akan dijelaskan pengertian dari tindak pidana korupsi.

Dalam kamus istilah hukum Latin Indonesia (Adiwinata,

1997:30) bahwa korupsi berasal dari perkataan corruptio yang

Page 34: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

23

berarti kerusakan atau dapat juga diartikan sebagai bentuk

penyogokan. Sedangkan menurut Sudarto (1986:115) :

Perkataan korupsi semula hanyalah bersifat umum dan baru menjadi istilah hukum untuk pertama kalinya adalah di dalam Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/ PM/06/1957 tentang pemberantasan korupsi.

Pengertian yang dikemukakan di atas masih dalam bentuk -

bentuk umum artinya secara khusus pengertiannya belum tercakup

secara menyeluruh baik dalam kamus istilah hukum latin Indonesia

dan dalam peraturan Penguasa Militer seperti dikemukakan oleh

Sudarto.

Menurut A. Hamzah (2012:4) pengertian tindak pidana

korupsi jika diartikan secara harfiah yaitu:

Kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan menghina atau memfitnah.

Dari pengertian di atas, maka tindak pidana korupsi tidak

terbatas pada suatu tindakan seorang pejabat tetapi juga

mencakup persoalan moral serta masalah ucapan seseorang.

Menurut Leden Marpaung (1992:149) pengertian tindak

pidana korupsi dalam arti luas yaitu:

Perbuatan seseorang yang merugikan keuangan negara dan yang membuat aparat pemerintah tidak efektif, efisien, bersih dan berwibawa.

Page 35: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

24

Pengertian Tindak Pidana Korupsi juga dapat ditemukan

pada Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1976), :

“Korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang,

penerimaan uang sogok dan sebagainya”.

Adapun pengertian tindak pidana korupsi secara yuridis

formal atau yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan

antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga diberikan

pengertian tindak pidana korupsi, di mana dalam ketentuan

tersebut menekankan :

1. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan

perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau

suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian negara.

2. Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau

suatu badan atau suatu korporasi menyalahgunakan

kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian negara.

Page 36: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

25

3. Setiap orang yang melakukan tindak pidana sebagaimana

yang dimaksud dalam Pasal 209, Pasal 210, Pasal 387,

Pasal 415, Pasal 416, Pasal 417, Pasal 418, Pasal 419,

Pasal 420, Pasal 423 serta Pasal 435 KUHP dan juga Pasal

5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11

dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

4. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada

pegawai negeri dengan mengingat kekuasaannya atau

wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukan

tersebut.

5. Setiap orang yang melanggar ketentuan undang-undang

yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran

terhadap ketentuan undang-undang yang secara tegas

menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan

undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi.

6. Setiap orang melakukan percobaan, pembantuan, atau

permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi.

7. Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia

yang memberikan bantuan, kesempatan sarana atau

keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi.

Jika melihat redaksi dari Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Page 37: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

26

maka terdapat perubahan dari ketentuan yang ada

sebelumnya karena dianggap bahwa semakin canggihnya dan

rumit kejahatan ini, sehingga diperlukan pengaturan lebih

khusus untuk menjerat pelaku tindak pidana korupsi.

b. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengertian tindak pidana korupsi dalam Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 yang mengubah Undang-Undang Nomor

31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

tidak mengalami perubahan berarti hanya saja dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2001 tidak lagi mengacu pada

ketentuan KUHP, melainkan langsung menyebut unsur-unsur

yang terdapat dalam undang-undang Korupsi baru ini. Adapun

rumusan pasal Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 adalah :

a) Tindakan seseorang atau badan hukum melawan hukum

b) Tindakan tersebut menyalahgunakan wewenang.

c) Dengan maksud untuk memperkaya diri sendiri atau orang

lain.

d) Tindakan tersebut merugikan negara atau perekonomian

Negara atau patut diduga merugikan keuangan dan

perekonomian negara.

Page 38: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

27

e) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri

atau penyelenggara negara dengan maksud supaya

pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat

atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang

bertentangan dengan kewajibannya.

f) Memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau

penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan

sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan

atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

g) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan

maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang

diserahkan kepadanya untuk diadili.

h) Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang

pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat

atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan

perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.

i) Adanya perbuatan curang atau sengaja membiarkan

terjadinya perbuatan curang tersebut.

j) Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang

ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus

Page 39: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

28

menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja

menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan

karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat

berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain,

atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

k) Dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan,

merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,

akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan

atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang

dikuasai karena jabatannya dan membiarkan orang lain

menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau

membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar

tersebut serta membantu orang lain menghilangkan,

menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat

dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.

l) Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima

hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga,

bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena

kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan

jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang

memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan

dengan jabatannya.

Page 40: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

29

Istilah tindak pidana administrative Corruption dalam tindak

pidana korupsi, khususnya yang diatur dalam Undang-undang

korupsi di atas, istilah tersebut tidak dapat ditemukan sama sekali.

Akan tetapi, istilah tindak pidana administrative corruption oleh

penulis menggolongkannya ke dalam bagian dari tindak pidana

korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa.

Istilah korupsi sendiri, terdapat berbagai macam literatur

yang menulis tentang istilah-istilah korupsi. Akan tetapi, penulis

hanya akan membahas tentang istilah tindak pidana administrative

corruption dalam pengadaan barang dan jasa. Sebagaimana telah

diuraikan bahwa terdapat perbedaan jenis-jenis korupsi. Menurut

World Bank (Marwan, 2013:56), dalam praktek dikenal dua bentuk

korupsi yaitu:

a. Administrative Corruption

Dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai

dengan hukum/peraturan yang berlaku, akan tetapi ada individu-

individu tertentu yang berupaya memanfaatkan memperkaya diri

atau mencari keuntungan dari situasi yang ada. Sebagai contoh

dalam pelaksanaan pelelangan, seakan-akan sudah sesuai

dengan aturan, padahal pemenang lelang sudah ada dan sudah

ditentukan terlebih dahulu, meski kemudian tetap diumumkan.

Page 41: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

30

b. Against The Rule Corruption

Korupsi yang dilakukan sepenuhnya bertentangan

dengan hukum, seperti penerima suap, pemerasan,

memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain

atau suatu korporasi lain secara melawan hukum atau dengan

perbuatan penyalahgunaan jabatan.

Pendapat yang sama dikemukakan Darwin Prinst (2002:10),

dalam praktek dikenal korupsi dalam dua bentuk, yaitu:

a. Administrative corruption

Dimana segala sesuatu yang dijalankan adalah sesuai

dengan hukum peraturan yang berlaku. Akan tetapi, individu-

individu tertentu memperkaya dirinya sendiri. Misalnya proses

rekruitmen pegawai negerti, di mana dilakukan ujian seleksi

mulai dari seleksi administratif sampai ujian pengetahuan atau

kemampuan. Akan tetapi, yang harus diluluskan sudah tertentu

orangnya.

b. Against The Rule Corruption

Artinya korupsi yang dilakukan adalah sepenuhnya

bertentangan dengan hukum. Misalnya penyuapan,

penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri sendiri atau

orang lain atau suatu korporasi.

Page 42: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

31

Terdapat pendapat yang berbeda dari kedua pendapat di

atas, melihat bahwa kedua jenis korupsi tersebut, sebenarnya

termasuk korupsi administrasi. Menurut Jeremy Pope (Jawade

Hafidz, 2013:101), bahwa ada dua kategori yang sangat berbeda

mengenai korupsi administrasi, yakni sebagai berikut:

a. Korupsi yang terjadi dalam situasi, misalnya jasa atau kontrak

“sesuai peraturan yang berlaku”. Dalam situasi ini, seorang

pejabat mendapat keuntungan pribadi secara ilegal karena

melakukan sesuatu yang memang sudah kewajibannya untuk

melaksanakan sesuai dengan undang-undang.

b. Korupsi yang terjadi dalam situasi transaksi berlangsung secara

“melanggar peraturan yang berlaku”. Dalam situasi ini, suap

diberikan untuk mendapatkan pelayanan dari pejabat yang

menurut undang-undang dilarang memberikan pelayanan

bersangkutan.

Dari pendapat di atas, penulis dalam hal ini cenderung

menggunakan pendapat Jeremy Pope, alasan yang mendasar

bahwa administrative corruption sebagaimana pengkategorian di

atas, sebenarnya pengadaan barang dan jasa termasuk ke dalam

golongan tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan jasa atau

kontrak yang apabila ditelusuri pengadaan barang dan jasa sangat

berkaitan dengan kontrak antara Pemerintah dan Pihak Swasta.

Page 43: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

32

D. Pengertian, Tugas dan Wewenang Kejaksaan

1. Pengertian Kejaksaan

Kejaksaan RI adalah Lembaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penuntutan serta

kewenangan lainnya berdasarkan undang-undang.15 Sebagai

badan berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan,

Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan

bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung,

Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan

Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang

penuntutan dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang

utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia dijelaskan bahwa kejaksaan adalah Lembaga

pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang

penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.

Dan melaksanakan kekuasan Negara secara merdeka. Yang

dimaksud secara merdeka disini adalah kejaksaan dalam

melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari

pengaruh kekuasaan pemerintah dan kekuasaan lainnya.

15

Sudarto, Hukum Pidana I, Cet. Ke-2, Semarang : Yayasan Sudarto, 1990, hal. 10.

Page 44: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

33

Dalam pelaksanaan kekuasaan negara khususnya di

bidang penegakan hukum diselenggarakan oleh Kejaksaan

Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri, dan masing-

masing tingkatan Kejaksaan mempunyai wilayah hukum.

Kejaksaan Agung yang berkedudukan di Ibukota Negara Republik

Indonesia dan daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan

negara Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi berkedudukan di

ibukota provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi,

Kejaksaan Negeri berkedudukan di ibukota kabupaten/kota yang

daerah hukumnya meliputi daerah kabupaten/kota dan Cabang

kejaksaan Negeri berkedudukan di ibukota kecamatan tertentu

yang terdiri beberapa kecamatan yang jauh dari ibu kota

kabupaten dan daerah hukumnya meliputi beberapa wilayah

kecamatan.

2. Pengertian Penuntut Umum

Dalam Undang-undang R.I Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana sangat jelas diuraikan bahwa Penuntut

Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang

untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

Adapun tugas dan wewenangnya, yaitu:

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari

penyidik atau penyidik pembantu;

Page 45: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

34

b. Mengadakan prapenututan apabila ada kekurangan pada

penyidikan dengan memperhatikan ketentuan Pasal 10 Ayat

(3) dan Ayat (4), dengan memberikan petunjuk dalam rangka

penyempurnaan penyidik dari penyidik;

c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan

lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah

perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. Membuat surat dakwaan;

e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang

ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan disertai surat

panggilan, baik kepada terdakwa maupun terhadap saksi,

untuk datang pada sidang yang telah ditentukan;

g. Melakukan penuntutan;

h. Menutup perkara demi kepentingan umum;

i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung

jawab sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang –

undang ini;

j. Melaksanakan penetapan hakim.

3. Tugas dan Wewenang Kejaksaan

Dalam ilmu Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi

Negara, istilah “kekuasaan” dan “wewenang” terkait erat dengan

pelaksanaan fungsi pemerintahan.

Page 46: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

35

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata

“wewenang” memiliki arti :

1. Hak dan kekuasaan bertindak; kewenangan 2. Kekuasaan membuat keputusan, memerintah dan

melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain, 3. Fungsi yang boleh tidak dilaksanakan

Sedangkan “kewenangan” memiliki arti :

1. Hal berwenang 2. Hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan sesuatu

Soerjono Soekanto menguraikan bahwa beda antara kekuasaan

dan wewenang adalah bahwa setiap kemampuan untuk memengaruhi

pihak lain dapat dinamakan kekuasaan, sedangkan wewenang adalah

kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang

mempunyai dukungan atau mendapat pengakuan dari masyarakat.

Menurut Bagir Manan, “kekuasaan” (macht) tidak sama artinya

dengan “wewenang”. Kekuasaan menggambarkan hak untuk berbuat

atau tidak berbuat. Wewenang berarti hak dan sekaligus kewajiban.

Wewenang menurut Stout adalah keseluruhan aturan-aturan yang

berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang-wewenang

pemerintah oleh subjek hukum publik dan hubungan hukum publik.

Kemudian Nicholai memberikan pengertian tentang kewenangan yang

berarti kemampuan untuk melakukan tindakan hukum tertentu

(tindakan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, dan

mencakup timbul dan lenyapnya akibat hukum tertentu).16

16 Romi Librayanto, 2008, Trias Politica Dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia, PuKAP-Indonesia, Makassar, hlm 61-63.

Page 47: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

36

Wewenang dalam bahasa inggris disebut Authority.

Kewenangan adalah otoritas yang dimiliki suatu lembaga untuk

melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Menurut Roobert

Bierttedt, bahwa wewenang adalah institutionalized power (kekuasaan

yang dilembagakan). Sementara itu, menurut Mirriam Budiarjo

wewenang adalah kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku

pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku terakhir sesuai

dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuasaan.

Sementara itu, Marbun memberikan pengertian berbeda antara

kewenangan dan wewenang. Menurutnya, kewenangan (authority,

gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan

orang tertentu maupun terhadap sesuatu bidang secara bulat.

Sedangkan wewenang (competence, bevoedheid) hanya mengenai

bidang tertentu saja. Dengan demikian, kewenangan kumpulan dari

wewenang-wewenang (rechtsbevoegeden). Menurutnya, wewenang

adalah kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik

atau kemampuan bertindak yang diberikan peraturan perundang-

undangan untuk melakukan hubungan hukum. Sedangkan

kewenangan dalam konteks penyelenggaraan negara terkait pula

dengan paham kedaulatan (souveregnity). Dalam konteks wilayah

hukum dan kenegaraan, orang yang berjasa memperkenalkan

Page 48: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

37

gagasan-gagasan kedaulatan adalah Jean Bondin dan setelah itu

dilanjutkan oleh Hobbes.

Terkait dengan sumber kekuasaan atau kewenangan,

Aristoteles menyebut hukum sebagai sumber kekuasaan. Dalam

pemerintahan yang berkonstitusi hukum haruslah menjadi sumber

kekuasaan bagi para penguasa agar pemerintahan terarah untuk

kepentingan, kebaikan, dab kesejahtraan umum. Dengan meletakkan

hukum sebagai sumber kekuasaan, para penguasa harus

menaklukkan diri di bawah hukum. Pandangan ini berbeda dengan

pandangan pendahulunya, Plato, yang meletakkan pengetahuan

sebagai sumber kekuasaan, karena menurut Plato, pengetahuan dapat

membimbing dan menuntun manusia ke pengenalan yang benar.

Karena itu, jika dilihat dari sifatnya, Marbun berpendapat bahwa

wewenang pemerintah dapat dibedakan atas exprerssimlied, fakultatif

dan vrij bestuur. Wewenang pemerintahan yang bersifat exprerssimlied

adalah wewenang yang jelas maksud dan tujuannya, terikat pada

waktu tertentu dan tunduk pada batasan-batasan hukum tertulis dan

hukum tidak tidak tertulis, isinya dapat bersifat umum dan dapat pula

bersifat individual konkrit. Wewenang pemerintahan bersifat fakultatif

wewenang yang yang peraturan dasarnya menentukan kapan dan

dalam keadaan yang bagaimana suatu wewenang dapat

dipergunakan. Wewenang pemerintahan yang bersifat vrij bestuur

adalah wewenang yang peraturan dasarnya memberikan ruang lingkup

Page 49: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

38

yang longgar kepada pejabat tata usaha negara untuk

mempergunakan wewenang yang dimilikinya. 17

Secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, (1) atribusi

yakni pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang-undang

kepada organ pemerintahan, (2) delegasi yakni pelimpahan wewenang

pemerintahan dari suatu organ pemerintahan kepada organ

pemerintah lainnya dan (3) mandat yakni kewenangan yang terjadi

ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan

oleh organ lain.

Berdasarkan keterangan tersebut diatas, tampak bahwa

wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal

dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ

pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi

pasal tertentu dari suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal

atribusi, penerima kewenangan dapat menciptakan wewenang baru

atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab

intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang diatribusikan

sepenuhnya berada pada penerima wewenang. Pada delegasi tidak

ada penciptaan wewenang, namun hanya ada pelimpahan wewenang

dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggungjawab yuridis

17 Fajlurrahman Jurdi, Skripsi : “Hubungan Kewenangan Antara Komisi Yudisial Dengan Mahkamah Agung”, Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar,

Page 50: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

39

tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih kepada

penerima delegasi. Sementara itu pada mandat, penerima mandat

hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggungjawab

akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada pemberi

mandat. Hal ini karena pada dasarnya, penerima mandat ini bukan

pihak lain dari pemberi mandat. 18

Mengenai wewenang kejaksaan yang diatur dalam Undang

Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia,

terdapat beberapa bidang di antaranya bidang pidana, perdata dan

tata usaha negara serta bidang ketertiban dan kesejahteraan umum

namun penulis hanya membatasi pada persoalan kewenangan di

bidang pidana. Tugas dan Wewenang Kejaksaan dalam bidang pidana

diatur dalam Pasal 30 ayat (1) Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik Indonesia yang tertulis :

a. melakukan penuntutan;

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan

pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan

lepas bersyarat;

18 Ibid, hlm 108-109

Page 51: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

40

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu

berdasarkan undang-undang;

e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat

melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke

pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan

dengan penyidik.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (1) dapat kita

lihat bahwa tugas dan wewenang Kejaksaan memang sangat

menentukan dalam membuktikan apakah seseorang atau

korporasi terbukti melakukan suatu tindak pidana atau tidak.

Selain tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 30 Ayat (1),

maka dimungkinkan pula Kejaksaan diberikan tugas dan

wewenang tertentu berdasarkan Undang-Undang yang lain selain

Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik

Indonesia misalnya dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun

2003 Tentang Tindak Pidana Terorisme. Hal ini diatur dalam

Pasal 32 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang

Kejaksaan Republik Indonesia yang tertulis :

“Di samping tugas dan wewenang tersebut dalam Undang-Undang ini, kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-undang”.

Dalam hal penuntutan pihak Kejaksaan sebagai Penuntut

Umum setelah menerima berkas atau hasil penyidikan dari

Page 52: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

41

penyidik segera setelah menunjuk salah seorang jaksa untuk

mempelajari dan menelitinya yang kemudian hasil penelitiannya

diajukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri (KAJARI). Menurut

Leden Marpaung (1992:19-20) bahwa ada beberapa hal yang

perlu diperhatikan dalam proses penuntutan yaitu :

a. Mengembalikan berkas perkara kepada penyidik karena

ternyata belum lengkap disertai petunjuk-petunjuk yang akan

dilakukan penyidik (pra penuntutan)

b. Melakukan penggabungan atau pemisahan berkas

c. Hasil penyidikan telah lengkap tetapi tidak terdapat bukti cukup

atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan

selanjutnya disarankan agar penuntutan dihentikan. Jika saran

disetujui maka diterbitkan surat ketetapan. Atas surat

ketetapan dapat diajukan pra peradilan.

d. Hasil penyidikan telah lengkap dan dapat diajukan ke

pengadilan Negeri. Dalam hal ini KAJARI menerbitkan surat

penunjukan Penuntutan Umum. Penuntut umum membuat

surat dakwaan dan setelah surat dakwaan rampung kemudian

dibuatkan surat pelimpahan perkara yang ditujukan kepada

Pengadilan Negeri.

Selain tugas dan wewenang Kejaksaan yang diatur dalam

Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik

Page 53: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

42

Indonesia, juga di dalam KUHAP diatur tugas dan kewenangan

tersebut. Berdasarkan hal tersebut menurut Djoko Prakoso

(1988:23-25) dapat diinventarisir kewenangan yang diatur dalam

KUHAP tersebut sebagai berikut :

a. Menerima pemberitahuan dari penyidik dalam hal penyidik

telah mulai melakukan penyidikan suatu peristiwa yang

merupakan tindak pidana (Pasal 109 Ayat (1)) dan

pemberitahuan baik dari penyidik maupun penyidik pegawai

negeri sipil yang dimaksud oleh Pasal 6 Ayat (1) Huruf b

mengenai penyidikan dihentikan demi hukum.

b. Menerima berkas perkara dari penyidik dalam tahap pertama

dan kedua sebagaimana dimaksud oleh Pasal 8 Ayat (3) Huruf

a dan b. dalam hal acara pemeriksaan singkat menerima

berkas perkara langsung dari penyidik pembantu (Pasal 12).

c. Mengadakan prapenuntutan (Pasal 14 Huruf b) dengan

memperhatikan ketentuan materi Pasal 110 Ayat (3), (4) dan

Pasal 138 Ayat (1) dan (2).

d. Memberikan perpanjangan penahanan (Pasal 24 Ayat (2),

melakukan penahanan rumah (Pasal 22 Ayat (2), penahanan

kota (Pasal 22 Ayat (3)), serta mengalihkan jenis penahanan

(Pasal 23).

Page 54: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

43

e. Atas permintaan tersangka atau terdakwa mengadakan

penangguhan penahanan serta dapat mencabut penangguhan

dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat yang

ditentukan (Pasal 31).

f. Mengadakan penjualan lelang benda sitaan yang lekas rusak

atau membahayakan karena tidak mungkin untuk disimpan

sampai putusan pengadilan terhadap perkara itu memperoleh

kekuatan hukum yang tetap atau mengamankannya dengan

disaksikan oleh tersangka atau kuasanya (Pasal 45 Ayat (1)).

g. Melarang atau mengurangi kebebasan hubungan antara

penasehat hukum dengan tersangka sebagai akibat

disalahgunakan haknya (Pasal 70 Ayat (4)) dan mengawasi

hubungan antara penasehat hukum dengan tersangka tanpa

mendengar isi pembicaraan (Pasal 71 Ayat (1)) dan dalam hal

kejahatan terhadap keamanan negara dapat mendengar isi

pembicaraan tersebut (Pasal 71 Ayat (2)).

h. Meminta dilakukan pra peradilan kepada Ketua Pengadilan

Negeri untuk menerima sah atau tidaknya suatu penghentian

penyidikan oleh penyidik (Pasal 80). Maksud Pasal 80 ini

adalah untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran

melalui sarana pengawasan secara horizontal.

Page 55: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

44

i. Dalam perkara koneksitas, karena perkara pidana itu harus

diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,

maka penuntut umum menerima penyerahan perkara dari

oditur militer dan selanjutnya dijadikan dasar untuk

mengajukan perkara tersebut kepada pengadilan yang

berwenang (Pasal 91 Ayat (1)).

j. Menentukan sikap apakah suatu berkas perkara telah

memenuhi persyaratan atau tidak untuk dilimpahkan ke

pengadilan (Pasal 139).

k. Mengadakan tindakan lain antara lain meneliti identitas

tersangka, barang bukti dengan memperhatikan secara tegas

batas wewenang dan fungsi antara penyidik, penuntut umum

dan pengadilan (Pasal 14 Huruf i).

l. Apabila penuntut umum berpendapat bahwa dari hasil

penyidikan dapat dilakukan penuntutan, maka dalam waktu

secepatnya ia membuat surat dakwaan (Pasal 140 Ayat (1)).

m. Membuat surat penetapan penghentian penuntutan (Pasal 140

Ayat (2) Huruf a.

n. Melanjutkan penuntutan terhadap tersangka yang dihentikan

dikarenakan adanya alasan baru (Pasal 140 Ayat (2) Huruf d).

o. Mengadakan penggabungan perkara dan membuatnya dalam

satu surat dakwaan (Pasal 141).

Page 56: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

45

p. Mengadakan pemecahan penuntutan (splitsing) terhadap satu

berkas perkara yang memuat beberapa tindak pidana yang

dilakukan beberapa orang tersangka (Pasal 142).

q. Melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan disertai

surat dakwaan beserta berkas perkara (Pasal 143 Ayat (1).

r. Membuat surat dakwaan (Pasal 143 Ayat (2).

s. Untuk maksud penyempurnaan atau untuk tidak melanjutkan

penuntutan, penuntut umum dapat mengubah surat dakwaan

sebelum pengadilan menetapkan hari sidang atau selambat-

lambatnya tujuh hari sebelum sidang dimulai (Pasal 144).

Keseluruhan tugas dan kewenangan pihak Kejaksaan baik

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004

Tentang Kejaksaan Republik Indonesia maupun KUHAP,

semuanya dapat digunakan oleh pihak Kejaksaan dalam usaha

penegakan hukum tanpa terkecuali dan berdasarkan tugas dan

wewenang yang dimiliki oleh kejaksaan, maka dapat dilihat

bahwa antara penyidik, penuntut umum dan hakim dalam rangka

melaksanakan penegakan hukum di bidang pidana ini dapatlah

dikatakan sebagai rangkaian kegiatan yang satu sama lain saling

menunjang.

Page 57: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

46

E. Jaksa Selaku Penyidik Tindak Pidana Korupsi

Pada Pasal 1 angka 1 UU No 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa “Jaksa adalah

pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang ini

untuk bertindak sebagai penyidik, penuntut umum dan pelaksanaan

putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum serta

wewenang lain berdasarkan UU No. 16 Tahun 2004”. Kejaksaan

Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang

melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus

bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun.19

Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga negara yang

merupakan aparat pemerintah yang berwenang melimpahkan

perkara pidana, menuntut pelaku tindak pidana di pengadilan dan

melaksanakan penetapan dan putusan hakim pidana, kekuasaan

ini merupakan ciri khas dari kejaksaan yang membedakan dengan

lembaga-lembaga atau badan-badan penegak hukum lain. Selain

itu dalam tindak pidana umum, Jaksa hanya bertindak sebagai

penuntut umum, lain halnya dalam tindak pidana khusus dimana

Jaksa berperan dan bertindak sebagai penyidik dan penuntut

umum. Sebagai penyidik maka diperlukan suatu keahlian dan

ketrampilan yang khusus untuk mencari dan mengumpulkan bukti

sehingga dapat diketemukan tersangkanya. Pada dasarnya,

19

Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlm. 22.

Page 58: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

47

penyelidikan dan penyidikan setiap tindak pidana merupakan awal

dalam penanganan setiap tindak pidana terutama tindak pidana

korupsi.20

Kewenangan jaksa sebagai penyidik telah ada pada saat

Herzien Inlandsch Reglement (HIR), berlaku di Indonesia sebagai

hukum acara pidana. Penyidikan dianggap sebagai bagian dari

penuntutan, sehingga kewenangan yang demikian menjadikan

penuntut umum / jaksa sebagai koordinator penyidikan bahkan

jaksa dapat melakukan sendiri penyidikan. Setelah dicabutnya HIR

karena tidak sesuai lagi dengan cita - cita hukum nasional, dan

digantikan dengan Undang - Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana atau yang dikenal dengan Kitab Undang -

undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kewenangan jaksa sebagai

penyidik masih tetap ada, walaupun pengertian penyidik dalam

pasal 6 KUHAP tidak menyebutkan jaksa melainkan polisi negara

Republik Indonesia.

Kewenangan jaksa sebagai penyidik setelah berlakunya

KUHAP hanya terbatas pada tindak pidana yang bersifat khusus

saja, yaitu korupsi. Kewenangan jaksa dalam melakukan

penyidikan untuk tindak pidana yang bersifat khusus banyak

menjadi batu sandungan bagi lembaga kejaksaan, karena karena

20 Fidel Angwarmasse, Peranan Kejaksaan Dalam Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi, diakses tanggal 25 September 2015

Page 59: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

48

kewenangan tersebut seakan- akan mengambil alih tugas Polri

sebagai penyidik tindak pidana, dan Komisi Pemberantasan

Korupsi sebagai lembaga yang juga berwenang melakukan

penyidikan terhadap kasus korupsi. Sehingga kewenangan jaksa

untuk melakukan penyidikan atau sebagai penyidik selain tugas

utamanya adalah penuntut umum dipertegas dan jelas dalam

berbagai peraturan perundang-undangan serta berbagai keputusan

dan surat-surat edaran.

Adapun kewenangan jaksa selaku penyidik tindak pidana

khusus korupsi, diatur, ditentukan dan dapat dilihat seperti apa

kewenangan yang diberikan itu dalam berbagai peraturan

perundangan-undangan dan sebagainya. Kewenangan kejaksaan

dalam lingkup peradilan dipertegas dalam KUHAP, di mana posisi

kejaksaan sebagai lembaga penuntutan dalam sistem peradilan

pidana, dalam perkara tindak pidana khusus, yang dalam hal ini

adalah tindak pidana korupsi kejaksaan diberikan kewenangan

untuk menyidik perkara tersebut. Dalam Pasal 284 (2) ketentuan

peralihan KUHAP berbunyi “ dalam waktu dua tahun setelah

undang - undang ini di undangkan, maka terhadap semua perkara

diberlakukan ketentuan undang - undang ini, dengan pengecualian

untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana

sebagaimana tersebut pada undang undang tertentu, sampai ada

perubahan dan atau dinyatakan tidak berlaku lagi”. Yang dimaksud

Page 60: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

49

dengan “ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut

pada undang - undang tertentu” ialah ketentuan khusus acara

pidana sebagaimana yang tersebut pada, antara lain : Undang –

undang tentang Pengusutan, Penuntutan, Tindak Pidana Ekonomi

(Undang - undang darurat Nomor 7 Tahun 1955) dan Undang –

undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Undang –

undang Nomor 3 Tahun 1977).

Pasal 17 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983

tentang Pelaksanaan Kitab Undang - undang Hukum Acara Pidana

berbunyi “ penyidikan menurut ketentuan khusus acara pidana

sebagaimana yang tersebut pada Undang - undang tertentu

sebagaimana dimaksud pada pasal 284 ayat (2) KUHAP

dilaksanakan oleh penyidik, jaksa, dan pejabat penyidik yang

berwenang lainnya berdasarkan peraturan perundang undangan.

Pasal 30 (d) Undang - undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan Republik Indonesia, dalam tugas dan wewenangnya

berbunyi “ dibidang pidana kejaksaan, melakukan penyidikan

terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang.

Dengan penjelasannya bahwa kewenangan dalam ketentuan

ini adalah sebagaimana diatur misalnya dalam Undang – undang

Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan hak Asasi Manusia dan

Undang – undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang

Page 61: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

50

undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang undang Nomor 30 Tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Penegasan tersebut dijelaskan lebih lanjut dalam Penjelasan

Umum Undang – undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

RI “kewenangan Kejaksaan untuk melakukan penyidikan tindak

pidana tertentu dimaksudkan untuk menampung beberapa

ketentuan undang - undang yang memberikan kewenangan

kepada kejaksaan untuk melakukan penyidikan, misalnya Undang -

undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan hak Asasi

Manusia dan Undang - undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah

dengan Undang - undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang -

undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 11 ayat (2) Undang - undang Nomor 19 Tahun 2000

tentang Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

berbunyi “penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya

dibebankan kepada Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia dan

Jaksa”. Pasal 8 ayat (2), (3), (4), Pasal 9 huruf f Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 8 ayat (2) berbunyi “

dalam melaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil

Page 62: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

51

alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana

korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan”.

Pasal 8 ayat (3) berbunyi “ dalam hal Komisi Pemberantasan

Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian

atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas

perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam

waktu paling lama 14 (empat belas hari) hari kerja, terhitung sejak

tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Pasal 8 ayat (4) berbunyi “ Penyerahan sebagaimana

dimaksud dalam pada ayat (3) dilakukan dengan membuat dan

menandatangani berita acara penyerahan sehingga segala tugas

dan kewenangan kepolisian dan kejaksaan pada saat penyerahan

tersebut beralih kepada Komisi Pemberantasan Korupsi”. Dengan

catatan bahwa pengambilalihan penyidikan dan penuntutan harus

dengan alasan - asalan tertentu.

Pasal 44 ayat (4) Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan “

dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa

perkara tersebut diteruskan, KPK melaksanakan penyidikan sendiri

atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada penyidik

Kepolisian atau Kejaksaan. Dan ayat (5) berbunyi “ dalam hal

penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan

Page 63: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

52

wajib melaksanakan koordinasi dan melaporkan perkembangan

penyidikan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi”.

Selanjutnya, kewenangan jaksa selaku penyidik tindak pidana

korupsi, ditentukan dan ditegaskan dalam Peraturan Presiden RI

Nomor : 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Kejaksaan RI yang kemudian dilaksanakan dengan Peraturan

Jaksa Agung RI Nomor : PER-009/A/JA/01/2011 tanggal 21 januari

2011. Pasal 21 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden RI Nomor 38

tahun 2010, menyebutkan:

(1) Jaksa Agung Muda bidang tindak pidana khusus

mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan tugas dan

wewenang kejaksaan dibidang tindak pidana korupsi.

(2) Lingkup bidang tindak pidana khusus sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelidikan, penyidikan,

prapenuntutan, pemeriksaaan tambahan, penuntutan, upaya

hukum, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, eksaminasi serta

pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat dan

keputusan lepas bersyarat dalam perkara tindak pidana khusus

serta tindak pidana lainnya”.

Tap MPR RI No. XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggaraan

Negara yang bersih dan bebas, dari KKN. Jo. Intruksi Presiden No.

Page 64: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

53

30 Tahun 1998 tanggal 2 Desember 1998 tentang Pemberantasan

KKN, yang berisi antara lain : Presiden menginstruksikan kepada

Jaksa Agung untuk : Pertama segera mengambil tindakan proaktif,

efektif, dan efisien dalam membrantas korupsi, kolusi dan

nepotisme guna memperlancar dan meningkatkan pelaksanaan

pembangunan nasional dalam rangka terwujudnya tujuan nasional

bangsa Indonesia, dst.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999

tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN,

yang berisi antara lain Kewenangan Jaksa sebagai penyidik

tercantum dalam Pasal 1,12,17,18, 20,20,21 dan 22 beserta

penjelasannya.

Keputusan Presiden No. 86 Tahun 1999 tanggal 30 Juli 1999

tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI, dimana

dalam Pasal 17 disebutkan bahwa Jaksa Agung Muda Tindak

Pidana Khusus mempunyai tugas dan wewenang melakukan,

penyelidikan, penyidikan, pemeriksa tambahan, penuntutan,

pelaksanaan penetapan Hakim dan putusan pengadilan,

pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan

tindakan hukum lain mengenai tindak pidana ekonomi, tindak

pidana korupsi, dan tindak pidana khusus lainnya berdasarkan

peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan yang ditetapkan

oleh Jaksa Agung. Selanjutnya dalam Keputusan Presiden Nomor

Page 65: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

54

55 Tahun 1991 tentang susunan organisasi dan telah kerja

Kejaksaan Republik Indonesia, ditegaskan Kejaksaan mewakili

kepentingan dari negara atau pemerintah dan masyarakat

berdasarkan jabatan maupun kuasa khusus.

Instruksi Presiden RI No. 15 tahun 1983 dan Keppres RI No.

15 Tahun 1991 yang pada pokoknya ditentukan bahwa dalam

pedoman pelaksanaan pengawasan, Para Menteri / Pimpinan

Lembaga Pemerintah Non-Depertemen / Pimpinan Instansi lainnya

yang bersangkutan setelah menerima laporan, melakukan

pengaduan tindak pidana dengan menyerahkan kepada Kepala

Kejaksaan Republik Indonesia dalam hal terdapat indikasi tindak

pidana khusus, seperti korupsi.

Surat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Korupsi No. R-

124/F/Fpk.1/7/1995 tanggal 24 Juli 1995 dalam angka 2

berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI No. 1604/K/Pid/1990

tanggal 10 November 1994 dalam perkara Tindak Pidana Korupsi

yang telah ditolak Majelis Hakim dengan alasan bahwa berkas

perkara tidak lengkap, oleh karena perkaranya disidik Penyidik

Umum / Polri dan berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 55

Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan

RI yang terakhir diubah dengan Keppres No. 86 Tahun 1999 pada

Bab II Bagian Pertama Pasal 4 angka 6 adanya jaksa Agung Muda

Tindak Pidana Khusus yang pada Pasal 22 angka 3 Keppres 86

Page 66: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

55

Tahun 1999 membawahi Direktorat Tindak Pidana Korupsi dan

Keputusan Jaksa Agung RI No. KEPJA-035/J.A/3/1992 tanggal 22

Maret 1992 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan

Republik Indonesia, yang kemudian diubah dengan Keputusan

Jaksa Agung RI No.KEPJA-115/J.A/10/1999 tanggal 20 Oktober

1999, dan diubah kembali dengan keputusan Jaksa RI No. KEPJA-

558/J.A/XII/2003 tanggal 17 Desember 2003 pada Bab XVIII

Bagian Pertama Pasal 569 tentang Kejaksaan Negeri yang dalam

Pasal 573 angka 6 Susunan Organisasi Kejaksaan Tinggi adalah

Asisten Tindak Pidana Khusus yang terdiri dari Seksi Tindak

Pidana Korupsi ( Pasal 627 ayat (1) angka 2 ). Untuk tingkat

Kejaksaan Negeri yang tergolong Tipe A Pasal 692 ayat (1) angka

5 salah satu bagian adalah Seksi Tindak Pidana Khusus dan

berdsarkan Pasal 708 ayat (1) angka 2, salah satu sukseksi Tindak

Pidana Korupsi dan pada Kejaksaan Negeri Tipe B berdasarkan

Pasal 718 ayat (1) angka 5 adalah Seksi Tindak Pidana Khusus,

Perdata dan Tata Usaha Negara.

Pasal 27 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan : Dalam hal

ditemukan tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, maka

dapat dibentuk tim gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung.

(catatan : pasal tersebut dicabut dengan Pasal 71 Undang - undang

Page 67: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

56

Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi ).

Surat Edaran Nomor : SE-001/A/JA/01/2010 tanggal 13

Januari 2010 tentang pengendalian penanganan perkara tindak

pidana korupsi, isinya antara lain : - Perkara tindak pidana korupsi

yang ditangani oleh kejaksaan negeri dengan nilai kerugian negara

Rp. 5 milyar kebawah, termasuk kebijakan penghentian penyidikan

dan penuntutan pengendalian penanganan perkara dilakukan oleh

kepala kejaksaan negeri. - Perkara tindak pidana korupsi dengan

nilai kerugian negara /perekonomian negara diatas Rp. 5 milyar

termasuk kebijakan penghentian penyidikan dan penuntutan,

pengendalian penanganan perkara dilakukan oleh kepala

kejaksaan tinggi. - Perkara tindak pidana korupsi yang menarik

perhatian masyarakat dan berdampak nasional atau internasional

atau karena hal tertentu yang mendapat atensi dari pimpinan,

pengendalian penanganan perkara dilakukan oleh Kejaksaan

Agung RI.

Keputusan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor

: KEP- 002/F/Fjp/03/2010 tanggal 24 Maret 2010 tentang

Pengangkatan Satuan Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana

Korupsi (PPTPK) divisi penyelidikan / penyidikan, terdiri dari orang,

terbagi dalam : Sektor perbankan dan keuangan, Sektor

pengadaan barang dan jasa I dan II, Sektor pelayanan umum dan

Page 68: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

57

sektor lainnya. Yang tugas utamanya melakukan penyelidikan dan

penyidikan perkara tindak pidana korupsi, dengan pengendali

direktur penyidikan.

Keputusan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor

: Kep- 015/F/Fjp/11/2010 tanggal 24 Nopember 2010 tentang

Pengangkatan Satuan Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana

Korupsi (PPTPK) Divisi Penyelidikan terdiri dari 24 orang jaksa

yang tugas utamanya melakukan penyelidikan perkara tindak

pidana korupsi, dengan pengendalian oleh direktur penyidikan.

Keputusan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Nomor

: KEP- 016/F/Fjp/11/2010 tanggal 24 Nopember 2010 tentang

Pengangkatan Satuan Khusus Penanganan Perkara Tindak Pidana

Korupsi (PPTPK) divisi penyidikan terdiri dari 60 orang jaksa yang

tugas utamanya melakukan penyidikan perkara tindak pidana

korupsi, dengan pengendalian oleh direktur penyidikan.

Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi pada intruksi yang kedelapan menentukan:

“memberikan dukungan maksimal terhadap upaya-upaya

penindakan korupsi yang dilakukan oleh Kepolisian Negara

Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia dan Komisi

Pemberantasan Korupsi dengan cara mempercepat pemberian

informasi yang berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi dan

Page 69: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

58

mempercepat pemberian izin pemeriksaan terhadap

saksi/tersangka.

Keppres No. 86 Tahun 1999 tanggal 30 Juli 1999 tentang

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

yang dalam Pasal 17 menyebutkan : JAM PIDSUS mempunyai

tugas dan wewenang melakukan penyelidikan, penyidikan,

pemeriksaan tambahan, penuntutan, pelaksanaan penetapan

hakim dan putusan pengadilan, pengawasan terhadap pelaksanaan

keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain mengenai

tindak pidana ekonomi, tindak pidana korupsi, dan tindak pidana

khusus lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan

kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.

Berdasarkan semua peraturan perundang undangan dan

keputusan-keputusan serta surat edaran yang menjadi dasar

kewenangan jaksa untuk melakukan penyidikan terhadap tindak

pidana khusus korupsi sudah jelas ketentuan seperti apa

kewenangan dan pengaturannya.

F. Teori Sistem Hukum

Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan

berhasil tidaknya penegakan hukum tergantung atas 3 (tiga) unsur

sistem hukum, yakni: struktur hukum (structure of law), substansi

hukum (substance of law) dan budaya hukum (legal culture).

Page 70: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

59

Struktur hukum merupakan aparat penegak hukum, substansi

hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum

merupakan hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu

masyarakat.

Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan bahwa:

To begin with, the legal system has the structure of a legal

system consist of elements of this kind: the number and size

of courts; their jurisdiction. . . structure also means how the

legislature is organized. . . what procedures the police

departement follow, and so on. Structure, in way is a kind of

cross section of the legal system . . . a kind of still

photograph, with freezes the action21.

Struktur dari sistem hukum terdiri atas: jumlah dan ukuran

pengadilan, yurisdiksinya (termasuk jenis kasus yang berwenang

mereka periksa), dan tata cara naik banding dari pengadilan ke

pengadilan lainnya. Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif

ditata, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh presiden,

prosedur apa yang diikuti oleh kepolisian dan sebagainya. Jadi

struktur (legal structure) terdiri dari lembaga hukum yang ada, yang

dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada.

Struktur adalah pola yang menunjukkan tentang bagaimana

hukum dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur

21

Lawrence M. Friedman. 2013. Sistem Hukum. Nusa Media. Bandung. Hal. 5-6.

Page 71: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

60

ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan badan

serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.

Di Indonesia misalnya jika berbicara tentang struktur sistem

hukum Indonesia, maka termasuk di dalamnya struktur institusi-

institusi penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan22:

Substasi hukum menurut Friedman adalah:

“Another aspect of the legal system is its substance. By this is

meant the actual rules, norm, and behavioral patterns of

people inside the system . . . the stress hereis on living law,

not just rules in law books”23.

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang

dimaksud dengan substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku

nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Jadi substansi hukum

menyangkut peraturan perundang-undangan yang berlaku yang

memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi pedoman bagi aparat

hukum.

Sedangkan budaya hukum, Friedman berpendapat bahwa:

The third component of legal system, of legal culture. By this

we mean people’s attitudes toward law and legal system their

22

Achmad Ali. Achmad Ali. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori

Peradilan (Juducialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence)Volume 1 Pemahaman Awal. Kencana. Jakarta. Hlm. 225-226. 23

Lawrence M. Friedman. Op.Cit.

Page 72: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

61

belief . . . in other word, is the climinate of social thought an

social force which determines how law is used avoide or

abused”.

Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan

sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat penegak hukum)

terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan

struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan

dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa

didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam

sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan

secara efektif.

G. Teori Penegakan Hukum

Istilah penegakan dalam bahasa Inggris dikenal dengan

istilah enforcement dalam Black law dictionary diartikan the act of

putting something such as a law into effect, the execution of a

law.Sedangkan penegak hukum (law enforcement officer) artinya

adalah those whose duty it is to preserve the peace24. Dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, penegak adalah yang mendirikan,

menegakkan. Penegak hukum adalah yang menegakkan hukum,

dalam arti sempit hanya berarti polisi dan jaksa yang kemudian

24 Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, St. Paulminn West Publicing, C.O,

1999, hlm : 797.

Page 73: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

62

diperluas sehingga mencakup pula hakim, pengacara dan lembaga

pemasyarakatan25.

Sudarto memberi arti penegakan hukum adalah perhatian

dan penggarapan, baik perbuatan-perbuatan yang melawan hukum

yang sungguh-sungguh terjadi (onrecht in actu) maupun perbuatan

melawan hukum yang mungkin akan terjadi (onrecht in

potentie)26. Sedangkan menurut Soerjono Soekanto, secara

konsepsional, maka inti dari penegakan hukum terletak pada

kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di

dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap

tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk

menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian

pergaulan hidup.27

Josep Golstein, membedakan penegakan hukum pidana

menjadi 3 bagian, yaitu :28

1. Total enforcement, yakni ruang lingkup penegakan hukum

pidana sebagaimana yang dirumuskan oleh hukum

pidana substantif (substantive law of crime). Penegakan

hukum pidana secara total ini tidak mungkin dilakukan

25

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai

Pustaka (Jakarta, 1998), hlm : 912. 26 Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni (Bandung, 1986), hlm : 32. 27

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakkan Hukum, PT.

Raja Grafindo Persada (Jakarta, 2005), hlm : 5. 28 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip (Semarang, 1995), hlm :

40.

Page 74: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

63

sebab para penegak hukum dibatasi secara ketat oleh

hukum acara pidana yang antara lain mencakup aturan-

aturan penangkapan, penahanan, penggeledahan,

penyitaan dan pemeriksaan pendahuluan. Disamping itu,

mungkin terjadi hukum pidana substantif sendiri

memberikan batasan-batasan, misalnya dibutuhkan aduan

terlebih dahulu sebagai syarat penuntutan pada delik-delik

aduan (klacht delicten). Ruang lingkup yang dibatasi ini

disebut sebagai area of no enforcement;

2. Full enforcement, setelah ruang lingkup penegakan hukum

pidana yang bersifat total tersebut dikurangi area of no

enforcement dalam penegakan hukum ini para penegak

hukum diharapkan penegakan hukum secara maksimal;

3. Actual enforcement, dianggap not a realistic expectation,

sebab adanya keterbatasan- keterbatasan dalam bentuk

waktu, personil, alat-alat investigasi, dana dan sebagainya,

yang kesemuanya mengakibatkan keharusan

dilakukannya discretion dan sisanya inilah yang disebut

dengan actual enforcement.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka

penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan

hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan berbagai

sub-sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan,

Page 75: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

64

pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk di dalamnya tentu saja

lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum

haruslah dipandang dari 3 dimensi, yaitu :29

1. Penerapan hukum dipandang sebagi sistem normatif

(normative system) yaitu penerapan keseluruhan aturan

hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang di

dukung oleh sanksi pidana;

2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif

(administrative system) yang mencakup interaksi antara

pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan sub-

sistem peradilan di atas;

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social

system), dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak

pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif

pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

Sehubungan dengan pelbagai dimensi di atas dapat

dikatakan bahwa sebenarnya hasil penerapan hukum

pidana harus menggambarkan keseluruhan hasil interaksi

antara hukum, praktek administratif dan pelaku

sosial.

29

Ibid,, hlm : 41.

Page 76: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

65

Penegakan hukum secara konsepsional, maka inti dan arti

penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan

nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan

mengejewantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai

tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan

kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum sebagai suatu

proses, pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang

menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh

kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi,

bahwa pada hakikatnya diskresi berada di antara hukum dan moral

(etika dalam arti sempit).Oleh karena itu, bahwa penegakan hukum

bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan perundang-undangan,

dan pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. Soerjono Soekanto

menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum

adalah30:

1. Faktor hukumnya sendiri.

2. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum.

3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan

hukum.

4. Faktor masyarakat, yaitu lingkungan di mana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan.

30

Soerjono Soekanto.Op.Cit, Hlm. 5-9.

Page 77: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

66

5. Faktor kebudayaan, yaitu hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

H. Kerangka Pikir

Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan suatu permasalahan

hukum tentang Kebijakan hukum pidana oleh Kejaksaan dalam tindak

pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa. Hal mana akan

dikaji melalui metode penelitian normatif dengan pendekatan

perundang-undangan. Adapun dalam penelitian ini ditetapkan 3 (tiga)

variabel yang akan diteliti atau dianalisis sebagai variabel

bebas/berpegaruh (independent variabel) dan variabel

terikat/terpengaruh (dependent variabel) serta dijelaskan secara rinci

melalui indikator-indikator variabel turunannya. Variabel bebas yang

pertama adalah Kebijakan Hukum Pidana dalam Penyidikan Tindak

Pidana Korupsi di Bidang pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan

dengan beberapa indikator Tahap Formulasi. Tahap Aplikasi, Tahap

Eksekusi. Indikator-indikator variabel tersebut diambil dengan

pertimbangan bahwa dalam membahas persoalan kebijakan hukum

pidana maka tidak dapat dilepas dari ruang lingkup kebijakan hukum

pidana itu sendiri yakni terdiri atas tiga komponen sebagaimana telah

diuraikan dalam indikator-indikator variabel di atas.

Variabel bebas yang kedua adalah Pelaksanaan Penyidikan

Tindak Pidana Korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa oleh

Kejaksaan. Terdapat beberapa indikator-indikator variabel Struktur

Page 78: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

67

Hukum, Substansi Hukum, dan Kultur Hukum. Pengambilan indikator

variabel tersebut didasarkan kepada teori sistem hukum Lawrence M.

Friedman.

Variabel bebas ketiga yaitu Faktor yang menghambat dalam

penyidikan Tindak Pidana Korupsi di bidang pengadaan barang dan

jasa, dengan indikator variabel yaitu Faktor Hukum, Faktor Penegak

Hukum, Faktor Sarana, Faktor Masyarakat,Faktor Kultur. Pengambilan

variabel-variabel di atas didasarkan kepada teori yang dikemukakan

oleh Soerjono Soekanto tentang Faktor-faktor penegakan hukum.

Selain ketiga variabel bebas di atas, penulis menentukan

variabel terikat/terpengaruh yaitu Terwujudnya Kepastian Hukum

Penegakan Hukum Pidana Korupsi di Bidang Pengadaan Barang dan

Jasa.

Page 79: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

68

BAGAN KERANGKA PIKIR

Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan

- Struktur Hukum - Substansi Hukum - Kultur Hukum

Faktor yang menghambat dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa

- Faktor Hukum - Faktor Penegak

Hukum - Faktor Sarana - Faktor Masyarakat - Faktor Kultur

Terwujudnya Keadlian dan Kepastian Hukum dalam Penegakan Hukum Pidana Korupsi oleh Kejaksaan di

Bidang Pengadaan Barang dan Jasa

Kebijakan Hukum Pidana Oleh Kejaksaan

Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi di

Bidang Pengadaan Barang dan Jasa

Page 80: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

69

I. Definisi Operasional

1. Kebijakan Hukum Pidana adalah cara bertindak atau kebijakan dari

negara untuk menggunakan hukum pidana dalam mencapai tujuan

tertentu, terutama dalam menanggulangi kejahatan. Kebijakan

Hukum Pidana terdiri atas beberapa kategori yakni tahap formulasi,

tahap aplikasi, dan tahap eksekusi

2. Tahap formulasi (kebijakan legislatif), yaitu tahap penegakan hukum

in abstracto oleh badan pembuat undang-undang. Tahap ini juga

disebut tahap kebijakan legislatif.

3. Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif / yudisial) yaitu tahap penerapan

hukum pidana oleh aparat penegak hukum mulai dari kepolisian

sampai pengadilan. Dan

4. Tahap eksekusi (kebijakan eksekusi/administrasi) yaitu tahap

pelaksanaan hukum pidana secara konkret oleh aparat-aoarat

pelaksana pidana

5. Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan

pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan

hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.

6. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari

serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang

Page 81: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

70

tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya.

7. Struktur Hukum adalah keseluruhan institusi-institusi hukum yang

ada beserta aparatnya, mencakupi antara lain kepolisian beserta

para polisinya, kejaksaan dengan para jaksanya, pengadilan

dengan para hakimnya, dan lain-lain.

8. Substansi Hukum adalah keseluruhan aturan hukum, norma

hukum, dan asas hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak

tertulis termasuk putusan pengadilan.

9. Kultur Hukum adalah opini-opini, kepercayaan-kepercayaan

(keyakinan-keyakinan) kebiasaan-kebiasaan, cara berfikir, dan cara

bertindak, baik dari para penegak hukum maupun dari warga

masyarakat, tentang hukum dan berbagai fenomena yang berkaitan

dengan hukum.

Page 82: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

71

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe

penelitian normatif, yaitu menggunakan pendekatan perundang-

undangan (statute approach) Pendekatan perundang-undangan untuk

menelaah semua undang-undang dan regulasi (kebijakan hukum

pidana) khususnya yang berkaitan dengan pengadaan barang dan

jasa.

B. Lokasi Penelitian

Dalam rangka memperoleh data yang relevan dengan kebutuhan

penulisan tesis ini, penulis akan melakukan penelitian di Kejaksaan

Tinggi Sulawesi Selatan. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada

pertimbangan instansi tersebut telah banyak menangani kasus tindak

pidana korupsi Pengadaan barang dan jasa.

C. Jenis dan Sumber Data.

Adapun jenis dan sumber data yang digunakan sebagai dasar

untuk menunjang hasil penelitian adalah:

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari

sumber pertama (responden) pada lokasi penelitian.

Page 83: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

72

2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh berupa sumber-sumber

tertentu, seperti dokumen-dokumen termasuk juga literatur bacaan

lainnya yang sangat berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.

D. Teknik Pengumpulan Data.

a. Bentuk penelitian kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data

dengan cara mempelajari berbagai literatur baik buku artikel

maupun materi kuliah yang diperoleh.

b. Bentuk interview yaitu teknik pengumpulan data dengan cara

melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang berkompeten

dan objek penelitian, serta meminta data-data kepada pihak

yang terkait dengan penelitian ini.

E. Analisis Data.

Data yang diperoleh baik primer maupun sekunder dianalisis

baik secara deduktif maupun induktif kemudian disajikan secara

deskriptif yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan

sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan penelitian

ini.

Page 84: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

73

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa Oleh Kejaksaan

Tindak pidana korupsi di Indonesia saat ini menjadi kejahatan

luar biasa (extra odinary crime), sehingga diperlukan penanganan

khusus dalam perkara tindak pidana khusus. Hal itu dikarenakan

proses mencari bukti-bukti dalam kasus perkara tindak pidana korupsi

yang sangat sulit, karena pelaku dari tindak pidana korupsi adalah

orang-orang yang memiliki jabatan atau pengetahuan yang lebih

(pintar) sehingga pelaku paham cara-cara untuk menghilangkan alat-

alat bukti.

Wakil Ketua KPK mengungkapkan bahwa 80 persen tindak

pidana korupsi yang terjadi di pusat maupnun di daerah adalah tindak

pidana korupsi pengadaan barang dan jasa (PBJ). "Hampir setiap

pengadaan harang dan jasa itu sekarang sudah melalui e-procurement

dan lebih 80 persen perkara korupsi di daerah itu menyangkut

pengadana barang dan jasa, semuanya lewat e-procurement. Sistem

sebagus apapun tetapi kalau ada kolusi, pasti akan terjadi juga”.31

Banyaknya aturan hukum yang mengatur tentang

pemberantasan korupsi, tidak lantas berdampak pada penurunan

31 https://www.suara.com/news/2017/09/15/040000/kpk-80-persen-korupsi-terkait-

pengadaan-barang-dan-jasa diakses tanggal 27 Agustus 2017. Pukul 21.00.

Page 85: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

74

tingkat korupsi yang terjadi setiap tahunnya khususnya korupsi

dibidang pengadaan barang dan jasa. Yang lebih mengkhawatirkan

adalah aktor-aktor atau pelaku yang sebenarnya harus

mempertanggungjawabkan perbuatannya sangat susah untuk dibawa

ke muka hukum.

Saat ini dalam praktek peradilan ada hal yang menjadi sorotan

yaitu mengenai keabsahan dari penyidikan terhadap tindak pidana

korupsi yang dilakukan oleh Kejaksaan. Secara empirik, pengadilan

sendiri menyikapi secara beragam mengenai hal tersebut, yakni ada

yang berpendapat Jaksa berwenang untuk melakukan penyidikan

perkara tindak pidana korupsi dan sebaliknya ada yang berpendapat,

Jaksa tidak berwenang dalam melakukan penyidikan perjara tindak

pidana korupsi. Fakta tersebut tentulah memberikan konsekuensi

beragamnya putusan pengadilan atas suatu hal dan obyek yang

sama.32

Penyidikan tindak pidana merupakan serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-

undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti

itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya. Penyidikan merupakan suatu tahap

terpenting dalam kerangka hukum acara pidana di Indonesia, karena

32 Guse Prayudi, Tindak Pidana Korupsi, Dipandang Dalam Berbagai Aspek, Pustaka

Pena, Yogyakarta, 2010, hlm. 27.

Page 86: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

75

dalam tahap ini penyidik berupaya mengungkapkan fakta-fakta dan

bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan

tersangka pelaku tindak pidana tersebut.

Sebelum dimulainya suatu proses penyidikan, terlebih dahulu

telah dilakukan proses penyelidikan oleh penyelidik pada suatu perkara

tindak pidana yang terjadi. Dalam Pasal 1 angka (2 dan 5) Undang-

undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana disebutkan

pengertian tentng penyidikan dan penyelidikan. Dari kedua rumusan

pengertian hampir tidak ada perbedaan makna antara keduanya,

hanya bersifat gradual saja. Antara penyelidikan dan penyidikan saling

berkaitan dan isi mengisi guna dapat diselesaikan pemeriksaan suatu

peristiwa pidana. Keberhasilan penyidikan suatu tindak pidana akan

sangat mempengaruhi berhasil tidaknya penuntutan Jaksa Penuntut

Umum pada tahap pemeriksaan sidang pengadilan nantinya.33

Dari ketentuan Pasal 6 ayat (1) KUHAP jo Pasal 284 ayat (2)

KUHAP jo Pasal 7 PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

KUHAP, terdapat benang merah yang dapat ditarik, meskipun KUHAP

menyatakan dalam Pasal 6 ayat (1) (secara a contrario) bahwa Jaksa

bukanlah penyidik, tetapi KUHAP dalam Pasal 284 ayat (2) jo Pasal 17

PP No. 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan KUHAP memberikan

33 Yahya Harahap, Pembahasan, Permasalahan dan Penerapan KUHAP; Penyidikan

dan Penuntutan, edisi kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 109.

Page 87: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

76

peluang bagi Jaksa melakukan penyidikan dengan syarat “Jika ditunjuk

langsung oleh Undang-undang yang secara khusus mengaturnya’.

Berkaitan dengan penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan

barang dan jasa, maka Undang-undang tindak pidana korupsi yang

berlaku sekarang ini yaitu UU No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan UU

No. 20 Tahun 2001, dalam Pasal 26 menyatakan bahwa:

“Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang”.

Melihat rumusan Pasal 26 ini, maka yang dimaksud dengan

’berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku’ adalah UU No. 8

Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP). Dengan penunjukan tersebut, ketentuan KUHAP khususnya

ketentuan dalam Bab XIV, Bab XV dan Bab XVI KUHAP berlaku dalam

pengananan perkara tindak pidana korupsi baik dalam tahapan

penyidikan, penuntutan maupun dalam pemeriksaan di persidangan.

Dari ketentuan Pasal 26 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diperoleh

konstruksi hukum khusus mengenai penyidikan tindak pidana korupsi.

UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 21 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak mengatur secara khusus

mengenai penyidikan, tetapi dinyatakan bahwa ‘penyidikan dilakukan

Page 88: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

77

berdasarkan pada KUHAP’, sehingga dengan demikian, ketentuan

dalam KUHAP khususnya Pasal 6 ayat (1) KUHAP mengikat dan

berlaku bagi penyidikan tindak pidana korupsi. Penunjukan Jaksa

sebagai penyidik dalam tindak pidana khusus, penegasannya dapat

dilihat pada Pasal 6 ayat (1) hurub b KUHAP yang berbunyi: ‘Penyidik

adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang’. Dari makna bunyi Pasal 6 ayat (1) huruf

b ini maka, Jaksa diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan.34

Rumusan pasal-pasal dalam UU No.30 Tahun 2002 di atas,

secara gramatikal telah menunjukkan kewenangan Jaksa untuk

melakukan penyidikan. Kewenangan menyidik ini berlaku untuk

perkara-perkara yang disidik oleh Kejaksaan baik sesudah maupun

sebelum berlakunya UU No. 30 Tahun 2002. Alasannya karena

kewenangan Komisi mengambil ailh penyidikan yang dilakukan oleh

Jaksa tidak ditentukan batasan waktunya kejadian dan pelaksanaan

penyidikan. Dengan demikian untuk perkara-perkara yang terjadi

sebelum diundangkannya UU No. 31 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi tanggal 27 Desember 2002, bik perkara yang

terjadi dalam masa berlakunya UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20

Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

34

Yahya Harahap. Op-Cit, hlm. 113.

Page 89: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

78

Kejaksaan berwenang melakukan penyidikan perkara tindak

pidana korupsi khususnya pengadaan barang dan jasa. Kewenangan

ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal tersebut di

atas dan terkait dengan alasan-alasan Komisi mengambil alih

penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi ang sedang

dilakukan penyidikan dan penuntutan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.

Salah satu kelemahan dalam pengadaan barang dan jasa

pemerintah adalah dalam hal metode penunjukan langsung. Dalam

norma pengadaan barang dan jasa pemerintah ada beberapa metode

yang dapat digunakan. Namun, dalam prakteknya yang seringkali

digunakan adalah metode penunjukkan langsung. Norma pengadaan

barang dan jasa sepanjang yang mengatur tentang penunjukkan

langsung dianggap memiliki kelemahan karena ternyata syarat-syarat

seringkali disimpangi oleh pengguna barang dan jasa. Hal ini yang

kemudian menjadikan norma pengadaan barang dan jasa terus

disempurnakan. Setiap pelaksanaan pengadaan barang dan jasa

pemerintah yang tidak sesuai atau menyimpangi dengan norma

tersebut dapat dipidana dengan tindak pidana korupsi.

Korupsi di lingkungan birokrasi adalah yang tertinggi dibanding

sektor lainnya. Beberapa kasus menunjukan sistem birokrasi menjadi

penyebab terjadinya korupsi dilingkungan birokrasi, misalnya adanya

perintah atasan untuk memotong anggaran pekerjaan pengadaan

barang dan bawahan menjalankan perintah atasan tersebut sebagai

Page 90: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

79

bentuk tugas jabatan. Tindak pidana Korupsi dalam birokrasi tidak

seluruhnya faktor kesengajaan pelakunya, terdapat penggolongan

birokrat yang melakukan koruspi, yaitu golongan birokrat yang sengaja

melakukan korupsi dan kedua golongan birokrat karena faktor atasan

atau perintah jabatannya melakukan korupsi, terhadap bawahan yang

melakukan karena hanya melaksanakan perintah atasannya yang tidak

dapat dia tolak, maka berlakulah penghapusan pidana terhadap

bawahan yang melakukan perintah atasannya dalam kasus korupsi

diatur dalam pasal 51 ayat (1).

Rumusan tentang ‘perintah jabatan’ (ambtelijk bevel) diatur

dalam pasal 51 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

(1) Pasal ini menyebutkan barang siapa melakukan perbuatan

untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan oleh

penguasa yang berwenang, tidak dipidana.

(2) Perintah jabatan tanpa wewenang tidak menyebabkan

hapusnya pidana kecuali jika yang diperintah, dengan

iktikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan

wewenang dan pelaksanaannya termasuk dalam lingkungan

pekerjaannya.

Pengertian ‘perintah’ dalam pasal 51 KUHP maksudnya

berdasarkan putusan Hoge Raad 17 Desember 1899 No. 6603,

berpendapat perintah di sini bukan saja perintah dalam arti konkrit,

Page 91: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

80

tetapi juga suatu instruksi yang bersifat umum.Perintah jabatan atau

ambtelijk bevel dapat diartikan sebagai suatu perintah yang telah

diberikan oleh seorang atasan, dimana kewenangan untuk memerintah

semacam itu bersumber pada suatu ambtelijke positie atau suatu

kedudukan menurut jabatan, baik dari orang yang memberikan

perintah maupun dari orang yang menerima perintah.35

Berbicara mengenai pertanggungjawaban dalam korupsi

pengadaan barang dan jasa akan terkait dengan kapan seseorang

terbukti melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan pengadaan

barang dan jasa menjadi pertanggungjawaban jabatan dan kapan

menjadi pertanggungjawaban pribadi atau pertanggungjawaban

pidana. Oleh karena itu, sebelum menentukan dapat atau tidaknya

seorang pelaku korupsi dalam pengadaan barang/jasa dimintai

pertanggung jawaban pidana maka harus terlebih dahulu dikaji apakah

perbuatan pelaku termasuk dalam kesalahan jabatan atau merupakan

kesalahan pribadi. Peran aparatur penegak hukum dalam melakukan

penyidikan terhadap kasus-kasus korupsi pada pengadaan barang dan

jasa sangatlah penting guna menjerat pelaku korupsi.

Di Wilayah Hukum Kejaksaan Sulawesi Selatan, Tindak Pidana

Korupsi Pengadaan barang dan Jasa cukup tinggi. Dari data yang

diperoleh penulis, ditemukan data sebagai berikut:

35

Lamintang P.A.F (1984). Dasar-dasar hukum pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru. Hal.

500.

Page 92: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

81

Tabel 1

Data Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Pengadaan Barang dan

Jasa oleh Kejaksaan di Wilayah Hukum Sulawesi Selatan

No. Tahun Jumlah Keterangan

Proses Putus

1. 2014 42 - 42

2. 2015 63 29 34

3. 2016 57 37 20

Jumlah 162 66 96

Sumber Data: Kejaksaan Sulawesi Selatan, 2017.

Dalam 3 tahun terakhir, data yang penulis peroleh terkait tindak

pidana korupsi pengadaan barang dan jasa menunjukkan tren yang

fluktuatif. Tahun 2014 terdapat 42 kasus, tahun 2015 terdapat 63

kasus dan tahun 2016 terdapat 57 kasus. Untuk kasus tahun 2014,

keseluruhannya telah di putus pada Pengadilan Negeri, untuk Tahun

2015 29 kasus masih dalam tahap proses dan 34 sisanya telah di

putus oleh Pengadilan Negeri. Selanjutnya, pada tahun 2016 37 kasus

masih berproses dan 20 kasus telah di putus.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Hariffin Sanrang

selaku Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Page 93: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

82

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017, ada banyak modus operandi

yang digunakan pelaku dalam Tipikor Pengadaan Barang dan Jasa,

beliau mengemukakan bahwa:36

Kalau kita lihat, modus yang ada adalah proyek atau paket

sudah dijual dengan 'deal-deal' tertentu kepada Pihak tertentu

bahkan sebelum anggaran disetujui atau disahkan. Proses

lelang yang dilaksanakan hanya bersifat formalitas sebagai

bentuk pemenuhan syarat pengadaan barang dan jasa. Namun

para pihak yang mengikuti kegiatan pelelangan tersebut

merupakan perusahaan-perusahaan yang sudah di set sejak

awal bahwa perusahaan yang telah disepakatilah yang akan

dimenangkan atau dikenal dengan istilah “manipulasi pemilihan

pemenang”. Modus selanjutnya adalah rekayasa dokumen

dimana ada persekongkolan pihak terkait yang inisiatifnya bisa

dimulai dari manapun juga. Kemudian ada juga Harga Perkiraan

Sendiri (HPS) dibuatkan oleh pihak yang kira-kira akan ditunjuk

sebagai calon pemenang, 'mark up' harga, hingga suap.

Ditambahkan pula oleh Kamaria sekalu Jaksa pada Kejaksaan

Tinggi Sulawesi Selatan:

Dari berbagai kasus yang ditanda tangani Kejaksaan ditemukan

bentuk-bentuk cara melakukan korupsi pengadan barang dan

jada menggunakan modus pemalsuan dokumen, dilakukan

dengan cara membuat surat palsu, dokumen palsu atau berita

acara palsu, ini sering terjadi dalam pembangunan proyek pisik

seperti gedung, jalan, lahan, reboisasi, pengerukan sungai dan

berbagai pekerjaan yang memerlukan adanya berita acara pada

saat pencairan dana proyek. Dalam dunia perbankan pun sering

terjadi dengan membuat surat-surat palsu yang berkaitan

dengan agunan kredit yang disebut dengan “mark up” dan juga

yang berkaitan dengan proses pencairan dana dalam kegiatan

perbankan.

36

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 94: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

83

Selain itu juga banyak terjadi pemalsuan kwitansi, ini biasanya

terjadi pada tanda terima sejumlah uang yang diisikan berbeda

dengan besar jumlah pisik dana yang sebenarnya. Yang paling

populer adalah Penyogokan atau penyuapan biasanya terjadi

antara seseorang memberikan hadiah kepada seorang pegawai

negeri dengan maksud agar dapat terus mendapatkan proyek

pengadaan barang dan jasa.

Terkait mengenai proses penyidikan yang dilakukan kejaksaan

pada penanganan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa

pada dasarnya dilakukan dengan berpedoman pada KUHAP. Dalam

KUHAP ditentukan bahwa Penyidikan adalah serangkaian tindakan

penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-

undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu membuat

terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya. Aparat Penyidik yang mengemban tugas dalam Surat

Penyidikan, setelah menerima surat perintah tersebut segera membuat

“Rencana penyidikan (Rendik) seraya mempelajari/memahami hasil

penyelidikan dan peraturan-peraturan yang terkait dengan tindak

pidana korupsi yang sedang disidiknya sehingga akan dapat

menentukan penyimpangan-penyimpangan yang telah terjadi dan

bukti-bukti yang mendukung penyimpangan-penyimpangan tersebut,

dengan demikian akan dapat ditemukan “Modus Operandi”.

Menurut Buku Pedoman KUHP, penyelidikan diintrodusir dalam

KUHP dengan motivasi perlindungan hak asasi manusia dan

pembatasan yang ketat terhdap penggunaan upaya paksa, dimana

Page 95: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

84

upaya paksa baru digunakan sebagai tindakan yang terpaksa

dilakukan, penyelidikan mendahului tindakan-tindakan lain yaitu untuk

menentukan apakah suatu peristiwa yang diduga tindak pidana dapat

dilakukan penyidikan atau tidak. Dengan demikian, penggunaan upaya

kepentingan umum yang lebih luas.

Pasal 1 butir 5 KUHAP memberikan definisi dari penyelidikan

yaitu serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara

yang diatur dalam KUHAP. Dari definisi tersebut diatas jelaslah bahwa

fungsi penyelidikan merupakan suatu kesatuan dengan fungsi

penyidikan, penyelidikan hanya merupakan salah satu cara, salah satu

tahap dari penyidikan, yaitu tahap yang seyogyanya dilakukan lebih

dahulu sebelum melangkah kepada tahap-tahap penyidikan

selanjutnya seperti penagkapan, penahanan, penggeledahan,

penyitaan, pemeriksaan seksi dan sebagainya.

Pada tanggal 2 Oktober 2017, penulis melakukan wawancara

dengan Harifin Sanrang selaku Jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan. Beliau mengemukakan bahwa: 37

Kita harus membedakan penyelidikan menurut KUHAP dan

penyelidikan sebagai kegiatan intelijen, sebab jenis penyelidikan

yang berakhir ini belum menyentuh KUHAP. Kejaksaan

mengenal law intelligence atau intelijen hukum. Dalam pelajaran

37

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 96: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

85

tentang intelijen, para siswa akan mengetahui peranan apa

yang dapat diberikan oleh intelijen untuk mensukseskan suatu

penyidikan (termasuk suksesnya penyelidikan KUHAP). Fungsi

penyelidikan, pengamanan dan penggalangan/pembinaan dari

intelijen dapat memberikan manfaat yang besar bila dilakukan

secara tepat dan dalam bentuk kordinasi yang baik pada waktu

kita melakukan penyidikan/penyelidikan KUHAP. Penyelidikan

diatur dalam KUHAP dalam beberapa pasal, oleh karena

KUHAP menganut pokok pikiran bahwa yang berhak melakukan

penyelidikan hanyalah pejabat POLRI, maka bunyi pasal-pasal

tersebut harus dibaca dengan penyesuaian seperlunya agar

dapat dipergunakan sebagai dasar oleh Jaksa Penyelidik

terhadap tindak pidana khusus.

Ditambahkan pula, bahwa:

Pada penyidikan tindak pidana khusus berkaitan dengan

pengadaan barang dan jasa, arti tahap penyelidikan ini justru

sangat penting,Jaksa penyelidik harus berusaha menguasai

“anatomi” kasus yang sedang dihadapi. Dengan makin

canggihnya tehnologi dan berkembangnya berbagai tatanan

kehidupan, seorang jaksa harus pula mampu melakukan

penyidikan dengan menggunakan metode-metode canggih.

Pada penyidikan tindak pidana korupsi, seorang Jaksa

diharapkan bahwa setiap waktu dia “siap pakai’ karena sudah

menguasai segala sesuatunya. Dibutuhkan waktu untuk dapat

menguasai suatau perkara dengan baik.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan,

bahwa seorang Jaksa Penyelidik harus menguasai dasar-dasar

pengetahuan (secara umum) mengenai bidang kehidupan

negara/ekonomi/social yang ada kaitannya dengan kasus yang terjadi.

Berdasar pengatahuan tersebut, pada waktu mendapat perintah untuk

melakukan penyelidikan, dia dengan cepat dapat menentukan dari

Page 97: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

86

siapa, atau dimana dia dapat memperoleh penjelasan lebih dalam/luas

mengenai bidang tersebut. Mempersiapkan bahan-bahan yang

diperoleh selama penyelidikan dalam bentuk yang lengkap dan teratur

sehingga dengan mudah dan tepat dapat dipergunakan pada tahap

penindakan.

Dengan penjelasan diatas, tidaklah berarti bahwa tiap

penyidikan tindak pidana khusus harus selalu dimulai dengan kegiatan

penyelidikan dan sesudah itu baru dilakukan kegiatan penindakannya.

Ada kasus-kasus tertentu dimana pada saat itu juga perlu langsung

dilakukan kegiatan penindakan (penangkapan, penahanan atau

pemeriksaan). Tetapi walaupun demikian, secara bersamaan dapat di

tugaskan jaksa yang lain untuk melakukan kegiatan penyelidikan untuk

memperoleh masukan-masukan yang diperlukan.

Hasil wawancara penulis dengan Harifin Sanrang selaku Jaksa

pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Oktober

mengemukakan bahwa: 38

Pertimbangan untuk mulai melakukan suatu penyelidikan pada

dasarnya ditentukan oleh penilaian terhadap suatu infomasi

atau data baru yang diperoleh oleh Seksi Penyelidikan.

Informasi atau data baru tersebut dapat diperoleh melalui

sumber-sumber tertentu yang dapat dipercayai, adanya laporan

langsung ke Kejaksaan dari orang yang mengetahui terjadinya

suatu tindak pidana khusus atau berasal dari hasil Berita Acara

yang dibuat oleh Jaksa Penyidik/Penyelidik. Sumber-sumber

informasi yang dapat dipergunakan sangat banyak sekali,

38

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 98: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

87

mungkin sumber tersebut berupa orang, tilisan dalam media,

instansi/perusahaan atau petugas Kejaksaan sendiri dan

sebagainya. Laporan langsung diterima dari orang yang

mengetahui terjadinya suatu tindak pidana khusus dapat berupa

laporan tertulis dan dapat juga berupa laporan lisan yang oleh

jaksa yang menerima laporan tersebut dituangkan dalam bentuk

Berita Acara Penerimaan Laporan. Dalam pemerikasaan

seorang tersangka atau seorang saksi mungkin ditemukan

suatu keterangan tentang adanya suatu tindak pidana khusus

yang lain diluar dari tindak pidana yang sedang disidik/diperiksa.

Keterangan seperti itu dapat menjadi sumber untuk

pertimbangan perlu tidaknya dilakukan suatu penyelidikan.

Selanjutnya dilakukan langkah penyidikan tindak pidana korupsi

dengan membuat Laporan, setelah sebelumnya melakukan

proses penyelidikan dan dua alat bukti sudah terpenuhi,

selanjutnya administrasi penyidikan dibuat yaitu berupa surat

perintah tugas, surat perintah penyidikan dan kelengkapan

administrasi lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut di atas, dapat diketahui

bahwa salah satu metode yang digunakan kejaksaan guna

mengungkap adanya tindak pidana korupsi melalui upaya penindakan

berupa kegiatan operasi intelijen yustisial oleh jajaran Intelijen

Kejaksaan. Segera setelah seksi intelijen mendapatkan informasi

(laporan masyarakat, pengaduan masyarakat, atau temuan sendiri)

tentang adanya suatu indikasi tindak pidana korupsi, maka informasi

tersebut disampaikan kepada Kepala Kejaksaan Negeri. Kajari

kemudian mendisposisi surat tersebut kepada Kapala Seksi Intelijen

(Kasi Intel) dengan permintaan untuk dibuat telaahan.

Telaah intelijen ini memuat pokok permasalahan, uraian

permasalahan, telaahan, kesimpulan, dan saran tindak. Bilamana

Page 99: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

88

informasi yang diperoleh tersebut dirasa belum lengkap, maka dalam

saran tindak penelaah mengajukan saran kepada pimpinan untuk

diterbitkan Surat Perintah Tugas. Apabila dalam telaahan intelijen,

penelaah berkeyakinan bahwa informasi terkait adanya dugaan tindak

pidana tersebut besar kemungkinannya memang terjadi, maka

penelaah memberikan saran tindak kepada pimpinan agar informasi

tersebut ditindaklanjuti dengan dengan kegiatan penyelidikan intelijen.

Pelaksana intelijen melakukan kegiatan penyelidikan intelijen

dengan melakukan pengumpulan data dan pengumpulan bahan

keterangan dengan menggunakan teknik intelijen dan/atau didukung

peralatan intelijen. Teknik pengumpulan data biasanya dilakukan

dengan metode observasi (pengamatan) di lapangan, sedangkan

teknik pengumpulan bahan keterangan dilakukan dengan cara

memintai keterangan atau mengadakan wawancara dengan

seseorang. Setelah segala sesuatunya dipandang cukup, maka dalam

jangka waktu paling lama 7 hari setelah berakhirnya surat perintah,

Tim Pelaksana Intelijen (Tim Penyelidik) menyusun dan membuat

Laporan Operasi Intelijen Yustisial.

Ketua tim pelaksana intelijen melalui Kasi Intel menyampaikan

Lapopsinyus kepada user (Kajari) dengan Nota Dinas. Laporan operasi

intelijen yustisial tersebut diserahkan dengan dilampiri Matrik Hasil

Operasi Intelijen Yustisial. Setelah Kepala Kejaksaan Negeri

membaca, mempelajari, dan mencermati isi laporan tersebut

Page 100: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

89

berpendapat perlu untuk dilakukan ekspos, maka pelaksana intelijen

menyiapkan bahan ekspos dalam jangka waktu paling lama 3 hari

setelah menerima petunjuk/disposisi dari Kajari. Setelah operasi

intelijen yang telah dilaksanakan mendapatkan suatu kesimpulan,

selanjutnya Kajari memerintahkan Kasi Intel untuk membuat laporan ke

Kejaksaan dalam bentuk Laporan Intelijen Khusus. Biasanya, untuk

kasus-kasus yang menarik perhatian masyarakat dan/atau

menyangkut kerugian negara yang besar dan/atau memiliki tingkat

kerumitan yang cukup tinggi, maka Kejaksaan Tinggi meminta kepada

Pelaksana Intelijen agar melakukan gelar perkara (ekspos) di Kejati,

dan kesimpulan yang diperoleh dari hasil gelar perkara (ekspos) di

Kejati tersebut yang kemudian digunakan sebagai dasar oleh

Pelaksana Intelijen dalam menentukan hasil akhir kegiatan operasi

intelijen (penyelidikan).

Dalam hal kesimpulan yang diambil adalah “ditingkatkan ke

tahap penyidikan”, maka Kasi Intel akan melimpahkan penanganan

perkara tersebut ke seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) disertai

dengan berita acara. Dengan dilimpahkannya penanganan perkara ke

Seksi Pidsus, maka tugas dan tanggung jawab pelaksana intelijen

dalam kegiatan operasi intelijen (penyelidikan) berakhir sudah.

Langkah selanjutnya dalam tahap penyidikan tindak pidana

korupsi pengadaan barang dan jasa adalah pemanggilan saksi.

Penuntut umum mempunyai wewenang menyampaikan pemberitahuan

Page 101: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

90

kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara

disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa

maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan. Terkait pemanggilan saksi ini, kejaksaan sangat

berpedoman pada Ketentuan dalam Pasal 227 ayat (1) dan (2) KUHAP

yang berbunyi:

(3) Semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang

berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada

terdakwa, saksi atau ahli disampaikan selambat-lambatnya

tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan, di tempat

tinggal mereka atau di tempat kediaman mereka terakhir;

(4) Petugas yang melaksanakan panggilan tersebut harus

bertemu sendiri dan berbicara langsung dengan orang yang

dipanggil dan membuat catatan bahwa panggilan telah

diterima oleh yang bersangkutan dengan membubuhkan

tanggal serta tanda tangan, baik oleh petugas maupun

orang yang dipanggil dan apabila yang dipanggil tidak

menandatangani maka petugas harus mencatat alasannya;

(5) Dalam hal orang yang dipanggil tidak terdapat di salah satu

tempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), surat

panggilan disampaikan melalui kepala desa atau pejabat

dan jika di luar negeri melalui perwakilan Republik

Indonesia di tempat di mana orang yang dipanggil biasa

Page 102: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

91

berdiam dan apabila masih belum juga disampaikan, maka

surat panggilan ditempelkan di tempat pengumuman kantor

pejabat yang mengeluarkan panggilan tersebut.

Surat Panggilan harus jelas isinya, nama yang memanggil,

pekerjaan, alamat, hari, tanggal, jam tempat penyidikan dan

ditandatangani oleh Kepala selaku Penyidik. Pengiriman Surat

Panggilan disertai dengan Surat Pengantar dan mencantumkan nama,

pangkat Penyidik No Tlp yang dapat dihubungi. Diantar sendiri oleh

Penyidik / Penyidik Pembantu, kecuali yang berada diluar Jakarta bisa

Via Pos tercatat. 3 (tiga) hari sebelumnya sudah diantar dan sudah

sampai kepada alamat dimaksud (tenggang waktu yang wajar Psl 112

(1) KUHP).

Khusus penanganan tindak pidnaa korupsi pengadaan abrang

dan jasa, penyidik memperhatikan prosedur pemanggilan yang juga

diatur dalam berbagai Undang-Undang lainnya. Sebagaimana

diketahui bahwa tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa

pasti setidaknya melibatkan pejabat daerah. Sebagaimana

dikemukakan oleh Harifin Sanrang, sebagai berikut:

Dalam melakukan pemanggilan saksi sebagai bagian tahapan

penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa,

perlu diperhatikan prosedur sebagaimana diatur dalam

ketentuan Undang-undang Pemreintahan Daerah, Nomor 23

Tahun 2014, yakni Pasal 384, yang pada intinya mengatur

bahwa Penyidik memberitahukan kepada kepala daerah

sebelum melakukan penyidikan terhadap aparatur sipil negara

di instansi Daerah yang disangka melakukan pelanggaran

Page 103: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

92

hukum dalam pelaksanaan tugas. Ketentuan pemberitahuan

penyidikan tidak berlaku apabila yang bersangkutan tertangkap

tangan melakukan sesuatu tindak pidana, disangka telah

melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan

pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan/atau disangka

telah melakukan tindak pidana kejahatan terhadap keamanan

negara. Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

diberitahukan kepada kepala daerah dalam jangka waktu paling

lama 2 (dua) kali 24 (dua puluh empat) jam.

Ditambahkan pula oleh Kamaria bahwa:

Untuk pemanggilan anggota DPRD, jika mengacu pada UU

Pemerintahan daerah yang lama, maka Tindakan penyidikan

terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya

persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama

Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari Gubernur atas

nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD

kabupaten/kota. Dalam hal persetujuan tertulis tidak diberikan

dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari semenjak

diterimanya permohonan, proses penyidikan dapat dilakukan.

Tindakan penyidikan yang dilanjutkan dengan penahanan

diperlukan persetujuan tertulis. Namun demikian, Hal-hal yang

dikecualikan dari ketentuan jika anggota DPRD bersangkutan

tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan; atau

disangka melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam

dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap

keamanan negara.

Dalam penelusuran penulis, Undang-undang Pemerintahan

Daerah yang baru tidak mengatur tentang bagaimana tata cara

penyidikan bagi anggota DPRD. Berkenaan hal tersebut, maka

pengaturan terkait penyidikan bagi anggota DPRD Provinsi dan DPRD

Kabupaten/Kota tidak lagi dimuat pengaturannya dalam undang-

undang tersebut. Dengan demikian pemanggilan dan permintaan

keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPRD tidak perlu lagi

mendapatkan persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri untuk anggota

Page 104: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

93

DPRD Provinsi dan persetujuan tertulis Gubernur untuk anggota DPRD

Kabupaten/Kota.

Tahap selanjutnya yang dilakukan adalah Pemanggilan

Tersangka. Pada tahap ini penyidik kejaksaan sudah harus

mempunyai bukti permulaan yang cukup. Harifin Sanrang selaku Jaksa

pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengemukakan bahwa: 39

Pemanggilan tersangka dapat dilakukan jika Dua alat bukti sudah terpenuhi Psl 184, 185 KUHAP. Telah melakukan gelar perkara dihadapan Kepala Satuan masing-masing, Diantar sendiri oleh Penyidik / Penyidik Pembantu, kecuali yang berada diluar Jakarta bisa Via Pos tercatat. 3 (tiga) hari sebelumnya sudah diantar dan sudah sampai kepada alamat dimaksud (tenggang waktu yang wajar Psl 112 (1) KUHP).

Ditambahkan pula oleh Kamaria bahwa setiap perkara korupsi

membutuhkan ahli untuk menghitung kerugian negara. Ahli yang

ditunjuk untuk menghitung kerugian negara adalah BPKP dan BPK.

Demikian juga ahli lainnya yaitu ahli Hukum, ahli Bangunan,

perusahaan Apraisal, ahli tehnik, ahli perbankan dari Bank Indonesia

dan ahli lainnya sesuai yang perkara yang sedang ditangani. Surat

permohonan ahli ditujukan kepada kantor/badan yang akan kita mintai

keterangannya sebagai ahli.

Penyidik yang menerima informasi dan atau mengetahui langsung

adanya kasus yang terindikasi korupsi, terlebih dahulu meminta Auditor

BPKP untuk melakukan audit investigasi atas kasus yang sedang

39

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 105: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

94

diselidiki untuk mengetahui apakah atas perbuatan seseorang/orang

lain ada terdapat kerugian keuangan negara atau perekonomian

negara, dan apabila laporan hasil audit dari Auditor BPKP menyatakan

sudah terdapat kerugian negara dengan mencantumkan besaran

kerugian negara maka Penyidik akan meningkatkan tahap penyelidikan

menjadi tahap penyidikan untuk melakukan serangkaian tindakan

tindakan penyidikan dan melimpahkan kasus dan tersangkanya

kepada Jaksa Penuntut Umum untuk disidangkan di pengadilan guna

mendapatkan kepastian hukum. Namun apabila laporan hasil audit

yang diterbitkan Auditor BPKP menyatakan tidak terdapat kerugian

negara maka penyelidikan akan dihentikan dengan kesimpulan bukan

merupakan tindak pidana korupsi. Sehingga disimpulkan bahwa ada

atau tidaknya perbuatan korupsi ditentukan oleh laporan hasil audit

Auditor BPKP sehingga auditor BPKP sangat berperan dalam

pengungkapan tindak pidana korupsi.

Dalam rangka implementasi kerjasama antara Kejaksaan

Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan BPKP,

maka dibentuk Forum Instansi Penanganan Penyimpangan Dalam

Pengelolaan Keuangan Negara, Dana Non‐Budgeter, Dan Hambatan

Pembangunan Nasional. Forum ini terdiri dari unsur Kejaksaan

Republik Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Badan

Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, yang melaksanakan

tugasnya sesuai tugas fungsi dan wewenangnya masing‐masing.

Page 106: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

95

BPKP sebagai unsur pengawasan mempunyai komitmen yang

tinggi dalam melaksanakan Inpres 5/2004, yaitu dengan dengan

berkoordinasi dengan Kejaksaan RI, Kepolisian Negara RI dan KPK

atau instansi lain yang meminta untuk dilakukannya audit investigasi.

Tindak lanjut hasil audit investigasi dikategorikan menjadi 2 (dua),

yakni tindakan korektif oleh manajemen untuk kasus non‐tindak pidana

korupsi. Sedangkan untuk kasus tindak pidana korupsi, tindak

lanjutnya adalah sesuai dengan ketentuan perundang‐undangan yang

berlaku. Jika diminta oleh instansi penyidik, BPKP juga memberikan

dukungan dalam proses litigasi dengan melakukan audit investigasi

dan perhitungan kerugian keuangan negara termasuk pemberian

keterangan ahli di persidangan perkara korupsi.

BPKP juga berperan dalam melakukan tindakan represif

cenderung mengakibatkan sikap kontraproduktif dari penyelenggara

negara, yaitu melalui upaya peningkatan koordinasi dengan

Kejaksaaan RI dan Kepolisian RI. Upaya Koordinasi dilakukan melalui

Penandatanganan Nota Kesepahaman bersama antara POLRI,

Kejaksaan RI dan BPKP dalam rangka penyamaan persepsi karena

dalam kondisi di lapangan diketahui bahwa dalam pelaksanaan

kegiatan pemerintahan dan pembangunan ditemukan keraguan dari

para penyelenggara negara yang dapat menghambat laju

pembangunan nasional. Sinergi antara instansi penegak hukum dan

pengawasan juga diperlukan untuk mewujudkan penegakan hukum

Page 107: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

96

yang efisien dan efektif. BPKP mengharapkan kepada instansi

penyidik, termasuk Polri agar melibatkan BPKP sejak awal

penanganan kasus TPK sehingga setiap tahapan proses litigasi akan

lebih terarah kepada penuntasan kasus karena memperoleh dukungan

penuh dari auditor BPKP dalam mengidentifikasi penyimpangan,

menghitung kerugian keuangan negara dan pemberian keterangan

ahli.

Penyidik/Penyidik pembantu harus membuat konsep pertanyaan

yang mencakup unsur-unsur subyektif dan obyektif pasal yang

dituduhkan. Dalam pemeriksaan Penyidik / Penyidik Pembantu wajib

mengumpulkan dan mencari alat bukti sesuai dengan psl 186 KUHAP.

Penyidik / Penyidik Pembantu harus memahami Pasal 114, 115, 116,

117, 118, 119 dan 120 KUHAP tentang tata cara / proses pemeriksaan

Saksi / Ahli / Tersangka.

Pada tahap inilah dapat diperoleh alat-alat bukti yang paling

pokok sebagaimana ditentukan oleh pasal 184 ayat (2) KUHAP.

Bahkan sebenarnya, pada tahap inilah dapat diungkapkan:

b. Tindak pidana apa sebenarnya yang telah terjadi.

c. Bagaimana modus operandinya.

d. Siapa-siapa yang tersangkut (baik sebagai tersangka

maupun saksi) dan apa peranan masing-masing dalam

tindak pidana tersebut.

Page 108: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

97

e. Apa arti atau peranan barang bukti yang telah disita dalam

tindak pidana tersebut (barang bukti antara lain baru

mempunyai kekuatan sebagai alat bukti petunjuk melalui

keterangan saksi dan keterangan tersangka).

Semua keterangan tersebut akan menjadi jelas melalui

keterangan orang-orang yang diperiksa, apakah sebagai saksi,

sebagai ahli ataupun sebagai tersangka. Para saksi dan ahli wajib

menerangkan kejadian yang sebenarnya, oleh karena itu dari mereka

bisa diharapkan keterangan yang jelas dan benar tentang tindak

pidana tersebut. Keterangan para saksi, ahli dan tersangka tersebut

dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pemeriksaan.

Harifin Sanrang selaku Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan mengemukakan bahwa40 dalam penanganan kasus tindak

pidana korupsi pengadaan barang dan jasa, penyidik selalu melakukan

penyitaan terhadap barang bukti yang dibutuhkan. Dalam melakukan

penyitaan penyidik terlebih dahulu mendapat Surat izin dari Ketua

Pengadilan negeri, kecuali dalam keadaan perlu dan sangat

mendesak, harus segera bertindak dan berkewajiban segera

melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri guna memperoleh

persetujuan. Selanjutnya penyidik membuat Berita Acara Penyitaan,

dibacakan, diberi tanggal, ditandatangani Penyidik, orang yang

bersangkutan / keluarga / kepala desa lingkungan dan 2 (dua) orang

40

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 109: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

98

saksi dan turunan berita acara disampaikan kepada atasan Penyidik ,

keluarga yang barangnya disita dan kepala desa.

Dalam keadaan tertentu guna kepentingan proses penanganan

perkara, penyidik dapat melakukan penggeledahan. Penggeledahan

yang dilakukan penyidik terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal

kepada Tersangka atau Keluarga dan harus disaksikan oleh 2 (dua)

orang Saksi dalam hal tersangka penghuni setuju, atau oleh Kepala

Desa, Ketua Lingkungan dengan 2 (dua) orang saksi dalam hal

tersangka / penghuni menolak atau tidak hadir. Setelah itu, penyidik

yang melakukan penggeledahan membuat Berita Acara tentang

jalannya hasil penggeledahan dan turunanya disampaikan kepada

pemilik / penghuni.

Pada tahap penyidikan juga dilakukan penangkapan

Penangkapan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak

pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup. Pada tahap ini

penyidik harus memperlihatkan identitas, menunjukkan Surat Perintah

Tugas, tidak arogan. Dalam proses penagkapan tidak boleh ada unsur

kekerasan. Disaksikan oleh Kepala Lingkungan RT/RW, tidak

menggunakan media cetak dan elektronika dalam proses

penangkapan. Langkah selanjutnya adalah memberikan kepada

Tersangka Surat Perintah Penangkapan yang mencantumkan identitas

tersangka dan menyebutkan alasan penagkapan serta uraian singkat

Page 110: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

99

perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat Ia diperiksa,

tembusannya diberikan kepada Keluarga.

Dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan

barang dan jasa, penyidik dengan pertimbangannya dapat melakukan

penahanan kepada tersangka. Berkaitan dengan hal ini, Harifin

Sanrang selaku Jaksa mengemukakan bahwa: 41

Dalam hal penyidik melakukan penahanan, penyidik harus

menjelaskan kepada Tersangka bahwa Tindak Pidana yang

telah dilakukan olehnya telah cukup bukti dan memperhatikan

pasal 21 ayat 4 KUHP. Menunjukan Surat Perintah Penahanan

kepada Tersangka, Membuat Berita Acara Penahanan, Penyidik

/ Penyidik Pembantu tidak dibenarkan menakut-nakuti tersangka

yang akan ditahan. Mengirim surat kepada keluarga tersangka

dan dibuatkan tanda terima dalam wakti 1 X 24 Jam. Sebelum

memasukkan keruang sel tahanan agar dicek kesehatan, difoto

dan diambil sidik jari tersangka. Apabila Tersangka tidak mau

menandatangani surat perintah penahanan penyidik / penyidik

pembantu membuat Berita Acara penolakan ditandatangani oleh

Saksi, Dilengkapi dengan Surat Perintah Penahanan, Dicatat

jam, hari, tanggal, bulan, dan tahun penyerahan surat

pemberitahuan penahanan kepada keluarga tersangka. Perlu

diingat jangka waktu penahanan terbatas (pasal 29 KUHAP),

pemeriksaan tersangka harus mulai dilakukan dalam satu hari

setelah perintah penahanan itu dijalankan (psl 122 KUHAP).

Penyidik wajib memberitahukan hasil perkembangan penyidikan

kepada Pelapor (SP2HP) setelah 20 hari penanganan perkara.

Penyidik harus berani mengambil sikap menentukan perkara tersebut.

Apabila cukup bukti segera limpahkan, sedangkan tidak cukup bukti,

41

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 111: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

100

demi hukum bukan tindakan pidana segera hentikan. SP3 diberikan

tembusanya kepada Pelapor dan Tersangka. Penyidik Melakukan

Gelar Perkara sebelum menerbitkan SP3. Apabila Perlu

Pelapor/penasehat hukumnya mengikuti gelar perkara dimaksud.

Teknik yang digunakan kejaksaan dalam upaya mengungkap

kasus tindak pidana korupsi ada tahap penyidikan, adalah dengan

menggunakan teknik interogasi saksi sebagai whistle blower. Menurut

Kamaria selaku Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan,

dikemukakan bahwa: 42

Pada kasus tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa,

pihak-pihak yang terlibat pasti lebih dari satu orang. Hal ini

dikarenakan metode pengadaan barang dan jasa yang

digunakan saat ini melibatkan banyak pihak pelaksana dan

pengawas. Oleh karenya sangat sulit untuk melakukan tindak

pidana korupsi pengadaan barang dan jasa hanya dengan

mengandarkan diri sendiri saja. Penggunaan whistle blower dan

justice collaborator dalam proses peradilan pidana merupakan

salah satu teknik yang digunakan kejaksaan untuk

mengungkatp tindak pidana korupsi pengadaan barang dan

jasa. Whistle blower adalah orang yang mengetahui tindak

pidana tersebut yang termasuk dalam jaringan yang biasanya

merupakan bawahan untuk memberanikan diri melaporkan

tindak pidana tersebut kepada penegak hukum, sedangkan

justice collaborator dilakukan banyak pelaku, dan pelaku itu

bersedia bekerjasama dengan aparat penegak hukum. Peranan

saksi sebagai whistle blower dan justice collaborator sangat

penting diperlukan dalam rangka proses pengungkapan tindak

pidana korupsi.

42

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 112: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

101

Istilah justice collaborator dalam masyarakat umum sering

dikaitkan dengan whistle blower, meskipun sama-sama melakukan

kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam hal memberikan

informasi penting terkait dengan kasus hukum.Akan tetapi keduanya

memiliki status hukum yang berbeda, whistle blower dapat

diterjemahkan sebagai saksi pelapor, sedangkan justice collaborator

dapat diterjemahkan sebagai saksi pelaku yang bekerjasama dengan

aparat penegak hukum.

Mengenai definisi saksi mahkota sendiri, penulis mengutip

alasan pemohon kasasi (kejaksaan) dalam Putusan Mahkamah Agung

No. 2437 K/Pid.Sus/2011 yang menyebutkan bahwa: 43

Walaupun tidak diberikan suatu definisi otentik dalam KUHAP

mengenai Saksi mahkota (kroongetuide), namun berdasarkan

perspektif empirik maka Saksi mahkota didefinisikan sebagai

Saksi yang berasal atau diambil dari salah seorang tersangka

atau terdakwa lainnya yang bersamasama melakukan

perbuatan pidana, dan dalam hal mana kepada Saksi tersebut

diberikan mahkota. Adapun mahkota yang diberikan kepada

Saksi yang berstatus terdakwa tersebut adalah dalam bentuk

ditiadakan penuntutan terhadap perkaranya atau diberikannya

suatu tuntutan yang sangat ringan apabila perkaranya

dilimpahkan ke Pengadilan atau dimaafkan atas kesalahan yang

pernah dilakukan. Menurut Prof. DR. Loebby Loqman, S.H.,

M.H., dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan Saksi mahkota

adalah kesaksian sesama Terdakwa, yang biasanya terjadi

dalam peristiwa penyertaan.

43

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 113: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

102

Pengertian justice collaborator menurut Surat Edaran

Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 adalah seseorang yang

merupakan salah satu dari pelaku tindak pidana, mengakui kejahatan

yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut,

serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan

yang sangat signifikan sehingga dapat mengungkap tindak pidana

dimaksud secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang

memiliki peran yang lebih besar dan mengembalikan aset-aset/hasil

suatu tindak pidana.

Dalam SEMA Nomor 4 Tahun 2011, whistle blower diartikan

sebagai pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu

dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang

dilaporkannya. Namun demikian dalam praktiknya kadang whistle

blower juga terlibat dan memiliki peran yang kecil dalam kejahatan

tersebut. Banyak pandangan-pandangan yang sering mengungkapkan

bahwa whistle blower merupakan saksi pelapor, atau orang yang

melaporkan suatu tindak pidana korupsi atau permufakatan jahat

kepada aparatur penegak hukum atau penyidik.

Di dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang

perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

perlindungan saksi dan korban sama sekali tidak disebutkan kata-kata

whistle blower dan Justice collaborator. Akan tetapi berdasarkan

pengertian kedua istilah tersebut maka ditemukan kemiripan dengan

Page 114: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

103

pengertian pelapor (whistle blower) dan saksi pelaku (justice

collaborator).

Dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi

dan Korban Pasal 1 angka 4 yang dimaksud dengan pelapor atau

istilah lainnya whistle blower adalah orang yang memberikan laporan

informasi, atau keterangan kepada penegak hukum mengenai tindak

pidana yang akan, sedang, atau telah terjadi. Selanjutnya dalam Pasal

1 angka 2 yang dimaksud dengan saksi pelaku atau istilah lainnya

justice collaborator disebutkan saksi pelaku adalah tersangka,

terdakwa, atau terpidana yang bekerja sama dengan penegak hukum

untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.

Kedudukan Justice Collaborator dalam pengungkapan kasus

tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa sangat membantu

penyidik dalam menemukan alat-alat bukti dan tersangka lain yang

signifikan sehingga penyidikan dan pemeriksaan dapat berjalan efektif.

Posisi justice collaborator sangat relevan bagi sistem peradilan pidana

Indonesia untuk mengatasi kemacetan prosedural dalam

pengungkapan suatu kejahatan terorganisir dan sulit pembuktiannya.

Pembuktian dan penuntutan serta dapat mengungkap tuntas suatu

tindak pidana terutama yang berkaitan dengan organisasi kejahatan.

Dalam melakukan interogasi terhadap saksi dan tersangka

korupsi pengadaan barang dan jasa, seorang jaksa menggunakan

Page 115: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

104

teknik khusus untuk dapat memecahkan kasus. Harifin Sanrang selaku

Jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan mengemukakan bahwa: 44

Secara Sederhana didefinisikan sebagai upaya pembuktian

Upaya pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan

lainnya untuk mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan

sebuah fakta. Melakukan kegiatan investigatif sebenarnya lebih

dari sekedar mengumpulkan ribuan data atau temuan di

lapangan. Tetapi juga kembali menyusun berbagai informasi

yang berakhir dengan kesimpulan atas rangkaian temuan dan

susunan kejadian.

Dalam melakukan penyidikan, seorang jaksa akan

menggunakan teknik-teknik berbeda, tergantung pada jenis

kasus yang ditangani. Untuk kasus tindak pidana korupsi

pengadan barang dan jasa, maka teknik yang digunakan adalah

teknik Audit investigatif.

Audit investigatif merupakan penelitian secara mendalam

terhadap fakta-fakta. Penelitian tersebut berdasarkan pada

informasi yang diperoleh yang mungkin berasal dari

pengaduan/laporan, dugaan dan fakta-fakta, serta analisis lebih

lanjut terhadap fakta-fakta tersebut yang pada akhirnya menjadi

dasar untuk membuktikan atau tidak membuktikan pengaduan/

laporan atau dugaan tersebut. Pengujian dilakukan secara

objektif dan tidak memihak.

Ditambahkan pula oleh Kamaria, tujuan dilakukan pra

perencanaan adalah untuk meyakini layak tidaknya suatu

informasi/pengaduan yang diterima dapat ditindak lanjuti dengan audit

investigatif Informasi dugaan adanya kasus penyimpangan dapat

bersumber dari lingkungan intern atau ekstern antara lain,

pengembangan hasil audit reguler BPKP, lembaga eksekutif, legislatif,

44

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 116: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

105

yudikatif/lembaga negara lainnya, masyarakat atau lembaga swadaya

masyarakat (LSM) dan Media massa.

Tahapan awal dalam melakukan investigasi audit adalah tahap

perencanaan audit. Tujuan perencanaan audit investigatif adalah untuk

meminimalkan tingkat resiko kegagalan dalam melakukan audit

investigatif serta memberikan arah agar pelaksanaan audit investigatif

efisien dan efektif. Dalam perencanaan ini, seorang penyidik harus

menyusun rincian, Audit Program, Perencanaan Sumber Daya yang

Dibutuhkan dan Penugasan.

Penyidik audit investigatif melakukan pemeriksaan fakta-fakta

dan proses kejadian, Sebab dan dampak penyimpangan, Pihak-pihak

yang diduga terlibat/bertanggung jawab atas kerugian keungan negara

dan bukti-bukti yang mendukung. Tahap evaluasi bukti dilakukan

dalam rangka meyakinkan bahwa bukti dibutuhkan telah lengkap,

memiliki kaitan dan mendukung tersedianya alat bukti dari sudut

pandang hukum pembuktian tindak pidana korupsi dan membuktikan

hipotesis yang telah dikembangkan/dikembangkan kembali untuk

menyusun uraian fakta, pihak-pihak yang diduga terlibat dan

bertanggung jawab serta kerugian keungan negara.

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa

penanganan tindak pidana korupsi barang dan jasa yang digunakan

Kejaksaan Sulawesi Selatan adalah melalui upaya penindakan berupa

kegiatan operasi intelijen yustisial oleh jajaran Intelijen Kejaksaan.

Page 117: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

106

Dalam proses penyidikan digunakan teknik pengembangan kasus

dengan memanfaatkan whistle blower dan justice collaborator serta

untuk mengumpulkan data dan fakta perkara, Kejaksaan

menggunakan teknik audit investigatif sebagai metode pencarian dan

pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk mengetahui

kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta.

B. Faktor Penghambat Dalam Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Di Bidang Pengadaan Barang Dan Jasa

Sebagaimana telah di jelaskan pada Sub Bab sebelumnya,

bahwa penanganan tindak pidana korupsi barang dan jasa yang

digunakan Kejaksaan Sulawesi Selatan adalah melalui upaya

penindakan berupa kegiatan operasi intelijen yustisial oleh jajaran

Intelijen Kejaksaan. Dalam proses penyidikan digunakan teknik

pengembangan kasus dengan memanfaatkan whistle blower dan

justice collaborator serta untuk mengumpulkan data dan fakta perkara,

Kejaksaan menggukanakanteknik audit investigatif sebagai metode

pencarian dan pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk

mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta.

Serangkaian tindakan yang dilakukan Kejaksaan Sulawesi

Selatan dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi pengadaan

barang dan jasa dalam praktiknya masih menemukan kendala-

kendala. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Harifin

Page 118: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

107

Sanrang selaku Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan

dikemukakan bahwa: 45

Tim penyidikan ditunjuk atas dasar Surat Perintah Penyidikan

yang diterbitkan oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau pejabat

teknis setingkat dibawahnya atas nama dan sepengetahuan

Kepala Kejaksaan Negeri dengan mengutamakan Jaksa yang

tergabung dalam tim penyelidikan. Tim penyidikan sekurang-

kurangnya terdiri dari Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus

selaku koordinator tim merangkap anggota tim dan tiga orang

Jaksa selaku anggota tim. Setelah dimulainya penyidikan,

penyidik harus memberitahukan telah dimulainya penyidikan

kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri. Demikian

juga hal tersebut harus dilakukan penyidik dari Kejaksaan,

dalam hal ini penyidik tetap harus menyampaikan SPDP

tersebut ke Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri melalui

nota dinas. Setelah penerimaan SPDP, maka Kepala Kejaksaan

Negeri menerbitkan Surat Perintah Penunjukan Jaksa Penuntut

Umum untuk mengikuti perkembangan penyidikan perkara

pidana atau biasa disebut P-16 kemudian diikuti dengan surat

perintah penunjukan petugas pelaksana administrasi

penanganan perkara tindak pidana.

Maksud penerimaan berkas perkara tahap I adalah penerimaan

berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik, jadi berkas perkara

tersebut dikirim oleh penyidik apabila penyidikan yang telah dilakukan

dinyatakan telah selesai. Dari ketentuan pasal diatas disebutkan

bahwa penyidik wajib segera menyerahkan berkas perkara hasil

penyidikan kepada penuntut umum. Setelah pemberkasan yang

dilakukan penyidik selesai maka penyidik mengirimkan berkas perkara

tersebut kepada Kejaksaan Negeri. Setelah menerima berkas perkara

45

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 119: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

108

dari Penyidik, Jaksa Penuntut umum wajib segera mempelajari dan

meneliti berkas perkara yang telah diserahkan oleh penyidik. Jaksa

Penuntut Umum meneliti kelengkapan secara formil maupun materiil

berkas perkara penyidikan dilakukan paling lama 14 hari. Dalam waktu

7 (tujuh) hari Jaksa Penuntut Umum harus menentukan apakah berkas

perkara tersebut sudah lengkap atau belum lengkap. Apabila penuntut

umum berpendapat kelengkapan formil/materiil berkasnya belum

lengkap maka penuntut umum menerbitkan P-18 (pemberitahuan hasil

penyidikan belum lengkap) dan mengembalikan berkas perkara

kepada penyidik. Penerbitan P-18 juga disertai dengan petunjuk-

petunjuk untuk dilengkapi oleh Penyidik yang biasa disebut dengan P-

19.

Dalam hal penuntut umum mengembalikan hasil penyidikan

untuk dilengkapi, penyidik wajib segera melakukan penyidikan

tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut umum. Dalam waktu

14 (empat belas) hari penyidik harus menyelesaikan penyidikan

tambahan itu sesuai dengan petunjuk-petunjuk penuntut umum.

Apabila berkas perkara telah lengkap secara formil maupun materiil

maka Jaksa Penuntut Umum menerbitkan P-21 dan harus segera

membuat surat dakwaan.

Jangka waktu penyidikan dibatasi selama 4 (empat) bulan,

namun dalam prakteknya berlarut-larut bahkan sampai 1 (satu) tahun

dan bahkan lebih. Dalam waktu 4 (empat) bulan itu, penyidikan selesai

Page 120: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

109

atau belum selesai akan diadakan ekspose di Kejaksaan Tinggi

Surabaya. Jika belum selesai dalam waktu yang ditentukan, maka

setiap 30 hari akan terus dimintakan laporan perkembangan

penyidikan. Dalam upaya penyelesaian tindak pidana korupsi di

daerah, Kejaksaan seringkali menghadapi hambatan baik dari dalam

maupun luar Kejaksaan. Hambatan tersebut ada seiring dengan situasi

dan kondisi Kejaksaan dalam pemberantasan tindak pidana korupsi di

masing-masing daerah.

Menurut Kamaria selaku Jaksa di Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan, mengemukakan bahwa Secara umum hambatan yang timbul

dalam upaya penyelesaian tindak pidana korupsi di Kejaksaan meliputi

tiga pokok hambatan, yaitu: 46

Hambatan keterbatasan jumlah sumber daya manusia pada

Jaksa Penyidik yang melakukan kegiatan intelijen dan

pemeriksaan di tempat. Hambatan lainnya juga berkaitan denan

keterbatasan sumber dana/anggaran penanganan perkara

dalam kegiatan penyidikan. Banyak aktifitas luar ruangan yang

harus dilakukan, seperti kegiatan pengamatan, koordinasi

dengan BPKP serta penggunaan jasa ahli audit di luar

lingkungan Kejaksaan. Hambatan keterbatasan fasilitas/sarana

dan prasarana yang mendukung dan menunjang kegiatan

penyidikan ini menjadi faktor utama dalam mengungkap kasus

tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa.

Dalam pandangan penulis, hal ini memang sering terjadi dalam

pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kejaksaan. Tindak pidana korupsi

barang dan jasa, sangat berbeda dengan jenis tindak pidana korupsi

46

Hasil Wawancara dengan Jaksa Tindak Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi

Selatan pada tanggal 12 Oktober 2017

Page 121: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

110

lainnya. Proses pemeriksaan tindak pidana korupsi barang dan jasa

tidak dapat hanya dilakukan di dalam ruangan, melainkan memerlukan

pengamatan langsung di lokasi dima barang atau hasil pengerjaan jasa

itu berada misalnya pengerjaan konstruksi bangunan. Dalam

pelaksanaannya, Jaksa setingkali harus pulang pergi ke lapangan.

Sehingga keterbatasan sarana/fasilitas penunjang terutama anggaran

kegiatan sangat menghambat proses pengungkapan tindak pidana

korupsi pengadaan barang dan jasa.

Kamaria selaku Jaksa pada Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan

mengemukakan bahwa kendala teknis dalam pengungkapan kasus

tindak pidana korupsi terjadi saat tersangka buron/masuk daftar

pencarian orang (DPO). Hal ini menjadi kendala dikarenakan penyidik

juga memerlukan keterangan dari tersangka. Dalam beberapa kasus

saksi tidak berdomisili. Sering ditemui bahwa saksi yang akan dimintai

keterangan oleh Penyidik, ternyata tidak berada ditempat dan

berpindah tempat tinggal yang tidak diketahui keberadaannya.

Sehingga mengurangi kapasitas pemeriksaan perkara tindka pidana

korupsi.

Ditambahkan pula oleh Harifin Sanrang bahwa pihak kejaksaan

meminta bantuan penghitungan uang negara yang dirugikan ke

BPK/BPKP. Penghitungan ini juga terbilang lama karena pihak

BPK/BPKP juga membutuhkan dokumen-dokumen dari instansi terkait

yang melakukan tindak pidana korupsi. Pihak dari BPK/BPKP sendiri

Page 122: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

111

juga kesulitan jika dokumen yang dicari ternyata dihilangkan oleh

tersangka. Jika tersangka yang melakukan tindak pidana korupsi ini

adalah atasannya, dalam hal ini kepala pimpinan suatu

instansi/pemerintah, hal ini juga menjadi kendala dalam penyidikan

dikarenakan saksi adalah bawahannya. Sering ditemui bahwa saksi

tidak memberikan keterangannya secara menyeluruh atau jelas,

sehingga menimbulkan keterangan yang tidak utuh.

Dalam hal hambatan yang timbul pada saat dilakukan upaya

koordinasi dengan instansi lain yang berkaitan dengan penanganan

perkara tindak pidana korupsi tahap penyidikan sebagaimana

disampaikan Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus bahwa hambatan

dalam proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi yang memiliki

nilai kerugian keuangan Negara sehingga pihak Jaksa Penyidik

memerlukan bantuan audit perhitungan nilai kerugian keuangan

Negara yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi tersebut dan

memerlukan bantuan dari instansi lain seperti BPK maupun BPKP.

Yang dalam hal ini tentunya melalui proses mulai dari mengajukan

permohon bantuan perhitungan kerugian keuangan Negara kepada

BPK atau BPKP, jawaban atas permohon bantuan tersebut,

pemaparan perkara/gelar perkara, hingga diterbitkan laporan hasil

audit perhitungan kerugian keuangan Negara dari perkara tindak

pidana korupsi tersebut, hal ini memerlukan waktu yang sangat lama

Page 123: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

112

hingga lebih dari dua bulan, sehingga dalam proses penyidikan

perkara tindak pidana korupsi tersebut terkesan berlarutlarut.

BPK memiliki peran penting dalam penentuan kerugian keuagan

negara. Hal ini sejalan dengan SEMA Nomor 4 Tahun 2016, Sema

tersebut mengatur tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno

Kamar MA Tahun 2016 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi

Pengadilan. Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang

menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara

konstitusional berwenang men-declare kerugian keuangan negara.

Pasal 1 angka 1 UU BPK dengan tegas menentukan bahwa “Badan

Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disingkat BPK, adalah

lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan

tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Selain itu, pada ketentuan Pasal 10 ayat (1) UU BPK : “BPK menilai

dan/atau menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh

perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dilakukan

oleh bendahara, pengelola BUMN/BUMD, dan lembaga/badan lain

yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara.”

UU Nomor 17 Tahun 2003 membagi pengelolaan keuangan

negara kedalam 2 domain besar yaitu penggunaan anggaran dan

penggunaan barang. Seperti salah satunya tertuang dalam pasal 6

ayat 2 huruf b. bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan

Page 124: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

113

memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara menguasakan

kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna

Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang

dipimpinnya.

Untuk pemerintah daerah dijelaskan dalam Pasal 10 ayat 1

huruf b dengan kalimat yang kurang lebih sama bahwa kepala

pemerintahan daerah menguasakan kewenangan pengelolaan

keuangan daerah yang dilimpahkan oleh Kepala Negara kepada

kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah.

Hal ini kemudian di kristalisasi pada pasal 1 ayat 12 dan 13 UU

Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pasal 1 Ayat

12 berbunyi Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang

kewenangan penggunaan anggaran kementerian

negara/lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Sedangkan Pasal 1

Ayat 13 mengatakan bahwa Pengguna Barang adalah pejabat

pemegang kewenangan penggunaan barang milik negara/daerah.

Jika dilihat secara seksama pengaturan terkait prinsip

pemeriksaan keuangan daerah, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara. Disini dijelaskan bahwa yang

berwenang memeriksa Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan

Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Page 125: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

114

Dalam menjalankan tugas pemeriksaan BPK mencakup seluruh

unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU

Nomor 17 Tahun 2003. Kemudian berdasarkan itu jenis pemeriksaan

yang diamanatkan oleh UU Nomor 15 Tahun 2004, pasal 4 adalah

pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan

dengan tujuan tertentu. Pada bagian penjelaskan diurai tentang

wewenang tersebut ditentukan pula bahwa Pemeriksaan keuangan,

adalah pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat dan

pemerintah daerah. Pemeriksaan keuangan ini dilakukan oleh BPK

dalam rangka memberikan pernyataan opini tentang tingkat kewajaran

informasi yang disajikan dalam laporan keuangan pemerintah.

Pemeriksaan kinerja, adalah pemeriksaan atas aspek ekonomi

dan efisiensi, serta pemeriksaan atas aspek efektivitas yang lazim

dilakukan bagi kepentingan manajemen oleh aparat pengawasan

intern pemerintah. Pasal 23E Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan BPK untuk melaksanakan

pemeriksaan kinerja pengelolaan keuangan negara. Tujuan

pemeriksaan ini adalah untuk mengidentifikasikan hal-hal yang perlu

menjadi perhatian lembaga perwakilan. Adapun untuk pemerintah,

pemeriksaan kinerja dimaksudkan agar kegiatan yang dibiayai dengan

keuangan negara/daerah diselenggarakan secara ekonomis dan

efisien serta memenuhi sasarannya secara efektif.

Page 126: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

115

Pemeriksaan dengan tujuan tertentu, adalah pemeriksaan yang

dilakukan dengan tujuan khusus, di luar pemeriksaan keuangan dan

pemeriksaan kinerja. Termasuk dalam pemeriksaan tujuan tertentu ini

adalah pemeriksaan atas hal-hal lain yang berkaitan dengan keuangan

dan pemeriksaan investigatif.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan oleh penulis, kendala

yang paling berpengaruh dalam penyidikan sering ditemui pada saat

melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi adalah kendala

teknis. Kendala teknis itu yang mana adalah perhitungan auditor dari

BPK/BPKP. Pihak dari Kejaksaan meminta bantuan dari BPK/BPKP

untuk penghitungan kerugian uang negara. Hal ini dilakukan oleh pihak

Kejaksaan agar data kerugian uang negara lebih akurat. Penghitungan

auditor ini menjadi kendala dalam tahap penyidikan perkara tindak

pidana korupsi yang mana seringkali ditemui dari pihak BPK/BPKP

meminta tambahan data untuk melengkapi rincian keuangan. Dari

pihak Kejaksaan segera meminta dan mencari data yang berhubungan

dengan audit keuangan suatu instansi (kalau yang diperiksa sebuah

instansi pemerintahan). Hal ini dilakukan guna membuat akurat data

auditor keuangan dari sebuah instansi yang telah merugikan keuangan

negara. Arus permintaan dan pemberian data tersebut membuat

penghitungan auditor ini menjadi lama, ditambah lagi jika penyidikan

dilakukan di Pengadilan Negeri yang lokasinya jauh dari BPK/BPKP

yang berlokasi di provinsi. Penghitungan auditor ini selesai lebih dari 4

Page 127: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

116

(empat) bulan yang mana hal ini melebihi jangka waktu penyidikan

perkara tindak pidana korupsi. Kejaksaan berupaya dalam

penyelesaian perkara tindak pidana korupsi agar di selesaikan

secepatnya, upaya yang telah dilakukan adalah meminta

perkembangan dari hasil penghitungan auditor dan mendesak

BPK/BPKP agar diselesaikan secepatnya.

Page 128: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

117

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pemabahasan yang telah

dilakukan, penulis menarik kesimpulan bahwa:

1. Pelaksanaan Penyidikan tindak pidana korupsi di bidang

pengadaan barang dan jasa oleh Kejaksaan Sulawesi Selatan

adalah melalui upaya penindakan berupa kegiatan operasi intelijen

yustisial oleh jajaran Intelijen Kejaksaan. Dalam proses penyidikan

digunakan teknik pengembangan kasus dengan memanfaatkan

whistle blower dan justice collaborator serta untuk mengumpulkan

data dan fakta perkara. Selain itu, Kejaksaan menggukanakan

teknik audit investigatif sebagai metode pencarian dan

pengumpulan data, informasi dan temuan lainnya untuk

mengetahui kebenaran atau bahkan kesalahan sebuah fakta

dengan berkoordinasi dengan BPK/BPKP.

2. Faktor yang menghambat dalam penyidikan tindak pidana korupsi

di bidang pengadaan barang dan Jasa adalah:

a. Faktor Internal yakni, Keterbatasan jumlah sumber daya

manusia pada Jaksa Penyidik yang melakukan kegiatan intelijen

dan pemeriksaan di tempat. Hambatan lainnya juga berkaitan

denan keterbatasan sumber dana/anggaran penanganan

Page 129: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

118

perkara dalam kegiatan penyidikan. Banyak aktifitas luar

ruangan yang harus dilakukan, seperti kegiatan pengamatan

barang bukti berupa barang dan bangunan hasil jasa konstruksi,

koordinasi dengan BPKP serta penggunaan jasa ahli audit di

luar lingkungan Kejaksaan. Hambatan keterbatasan

fasilitas/sarana dan prasarana yang mendukung dan menunjang

kegiatan penyidikan ini menjadi faktor utama dalam penyidikan

tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa.

b. Faktor eksternal yakni, tersangka buron/masuk daftar pencarian

orang (DPO). Hal ini menjadi kendala dikarenakan penyidik juga

memerlukan keterangan dari tersangka. Dalam beberapa kasus

saksi tidak berdomisili. Sering ditemui bahwa saksi yang akan

dimintai keterangan oleh Penyidik, ternyata tidak berada

ditempat dan berpindah tempat tinggal yang tidak diketahui

keberadaannya. Sehingga mengurangi kapasitas pemeriksaan

perkara tindka pidana korupsi.

B. Saran

Berkaitan dengan kesimpulan di atas, saran penulis adalah

sebagai berikut:

1. Dalam rangka pengungkapan kasus secara menyeluruh, pihak

kejaksaan harus lebih mengoptimalkan peran justice collaborator

dalam tahap penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan barang

Page 130: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

119

dan jasa. Selain itu, metode intelijen yang selama ini sering

digunakan juga dapat lebih dioptimalkan, mengingat bahwa

korupsi pengadaan barang dan jasa merupakan jenis korupsi

terbanyak yang telah mengakibatkan kerugian negara.

2. Dalam rangka mengatasi kesulitan internal, pihak kejaksaan

harus menyusun tahapan khusus penanganan perkara korupsi

pengadaan barang dan jasa dalam mulai dari tahap penyelidikan

yang dilakukan dengan metode intlejen, tahap pemeriksaan

hingga tahap pelimpahan berkas perkara ke dalam Rencana

Kerja Kejaksaan setiap tahunnya. Hal ini dimaksudkan agar

keterbatasan ketersediaan anggaran dan fasilitas tidak menjadi

kendala proses penyidikan tindak pidana korupsi pengadaan

barang dan jasa, yang mana korupsi ini merupakan jenis korupsi

yang paling banyak mengakibatkan kerugian negara.

Page 131: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

120

DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam dan DPM Sitompul. 2007. Sistem Peradilan Pidana.

Jakarta: Restu Agung.

Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) & Teori

Peradilan (Judicialprudence): Termasuk Interpretasi Undang-

Undang (Legisprudence). Prenada Media Group. Jakarta.

Aloysius Wisnubroto. 1999. Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Penyalahgunaan Komputer. Universitas

Atmajaya. Yogyakarta.

Andi Muhammad Sofyan. 2014 Hukum Acara Pidana Suatu

Pengantar, Kencana Prenada Group, Jakarta.

Andi Muhammad Sofyan. 2016 Hukum Pidana, Pustaka Pena Press,

Makassar

Barda Nawawi Arif. 2007. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan

Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Kencana

Media Group. Jakarta

-----------------------------. 2010. Bunga Rampai Kebijakan Hukum

Pidana, PT. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta.

Hakristuti Harkrisnowo, Reformasi Hukum : Menuju Upaya Sinergistis

untuk Mencapai Supremasi Hukum yang Berkeadilan, Jurnal

Keadilan Vol. 3, No.6 Tahun 2003/2004.

Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, St. Paulminn West

Publicing, C.O, 1999, hlm : 797.

Lawrence M. Friedman. 1997. Legal Culture and Social Development,

Law and Society an Introduction New Jersey, Prentice Hall Inc.

Page 132: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

121

---------------------------------. 2013. Sistem Hukum. Nusa Media. Bandung

M. Syukri Akub dan Baharuddin baharu. 2012. Wawasan Due Process

Of Law Dalam Sistem Peradilan Pidana. Rangkang Education.

Yogyakarta

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Undip.

Semarang

----------. Kebijakan Kriminal terhadap Cybercrime, Majalah Media

Hukum Vol. 1 No. 3 tanggal 22 Agustus 2003.

Soerjono Soekanto. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Penegakkan Hukum, PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Sudarto. 1990. Hukum Pidana I, Cet. Ke-2, Semarang : Yayasan

Sudarto,

-----------, 1986. Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni. Bandung

Syaiful Bakhri. 2009. Perkembangan Stelsel Pidana di Indonesia, Total

Media. Yogyakarta

Tim Pustaka Setia. 2002. Undang-undang Dasar 1945 Setelah

Amandemen Keempat Tahun 2002. Bandung. CV. Pustaka

Setia.

Yesmil Anwar dan Adang. 2008. Pembaharuan Hukum Pidana;

Reformasi Hukum, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jakarta,

Page 133: TESIS PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI BIDANG …

122

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

1. Undang-undang No. 16 Tahun 2006 tentang Kejaksaan

2. Undang-undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah melalui Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi

4. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan

keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang

Pengadaan Barang dan/atau Jasa Pemerintah.

5. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan

Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

6. Keputusan Jaksa Agung Nomor : KEP-152/A/JA/10/2015 tanggal 1

oktober 2015 tentang pembentukan tim pengawal dan pengaman

Pemerintahan dan Pembangunan (TP4)