tesis – ki42502 pengembangan protokol pengiriman dan
TRANSCRIPT
TESIS – KI42502
Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif
I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA NRP. 5114201071
DOSEN PEMBIMBING: Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. NIP. 19741022 200003 1 001
PROGRAM STUDI MAGISTER RUMPUN MATA KULIAH ARSITEKTUR JARINGAN KOMPUTER JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2016
iii
TESIS – KI42502
DEVELOPMENT OF DATA AGGREGATION
DELIVERY PROTOCOL FOR WIRELESS SENSOR
NETWORKS WITH TREE TOPOLOGY (TREE-
BASED NETWORK) WITH ADAPTIVE CONTROL OF
PAYLOAD SPACE
I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA NRP. 5114201071
SUPERVISOR: Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. NIP. 19741022 200003 1 001
MASTER PROGRAM ARCHITECTURE OF COMPUTER NETWORKING SUBJECT INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT FACULTY OF INFORMATION TECHNOLOGY SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY SURABAYA 2016
v
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Komputer (M.Kom.)
di
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
oleh: I GUSTI NGURAH ADY KUSUMA
NRP. 5114201071
Dengan Judul: Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload
Space yang Adaptif
Tanggal Ujian : 22 Juni 2016 Periode Wisuda : September 2016
Disetujui oleh: Waskitho Wibisono, S.Kom, M.Eng, Ph.D. ………………… NIP. 197410222000031001 (Pembimbing 1) Royyana Muslim I, S.Kom, M.Kom, Ph.D. ………………… NIP. 197708242006041001 (Penguji 1) Dr.Eng. Radityo Anggoro, S.Kom, M.Sc. ………………… NIP. 1984101620081210002 (Penguji 2) Henning Titi Ciptaningtyas, S. Kom, M. Kom. ………………… NIP. 198407082010122004 (Penguji 3)
Direktur Program Pasca Sarjana,
Prof. Ir. Djauhar Manfaat, M.Sc., Ph.D. NIP. 196012021987011001
vii
Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan
Kontrol Payload Space yang Adaptif
Nama mahasiswa : I Gusti Ngurah Ady Kusuma NRP : 5114201071 Pembimbing : Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D.
ABSTRAK
Jaringan sensor Nirkabel merupakan sebuah jaringan yang terdiri dari node-node sensor yang memiliki daya terbatas namun memiliki fungsi yang penting. Jaringan sensor nirkabel ini biasanya dibangun dengan tujuan untuk mengawasi suatu keadaan lingkungan dan memberikan informasi jika terjadi perubahan pada lingkungan tersebut ke sebuah kordinator. Namun karena node-node yang berjalan dengan sumber daya yang terbatas seperti baterai, diperlukan sebuah metode protokol yang mampu menangani permasalahan pada sisi network lifetime dari jaringan tersebut.
Pada penelitian ini, menggunakan sebuah metode in-network data aggregation yang mampu mengurangi jumlah transmisi yang dilakukan pada sebuah jaringan dengan cara membagi jaringan dalam beberapa cluster kecil kemudian melakukan aggregasi data pada cluster head. Selain itu kecepatan pengiriman data pada source node juga dikontrol agar tidak membebani jaringan secara adaptif. Banyaknya jumlah transmisi yang dilakukan pada sebuah jaringan dapat mengkonsumsi energi yang besar sehingga menurunkan network lifetime dari jaringan tersebut. Pada penelitian ini, penulis mengemukakan metode untuk melakukan optimasi pada jumlah transmisi pada jaringan dengan menggunakan konsep in-network data aggregation dan mekanisme adaptif payload untuk mengurangi jumlah transmisi. Melalui pengurangan jumlah transmisi data, dapat mengurangi penggunaan energi sehingga dapat memperpanjang network lifetime. Selain itu, dengan mengurangi jumlah transmisi dapat menurunkan beban dari jaringan sehingga reliabilitas dari jaringan tersebut meningkat.
Hasil penelitian menunjukan, bahwa metode integrasi data aggregation dan adaptive payload ini mampu menurunkan penggunaan energi hingga mencapai 65.18% untuk pemantauan selama 48 jam. Selain itu delay event detection pada jaringan menurun hingga 29.27 detik dengan total dead node 0 node.
Kata kunci: Network Lifetime, Adaptive Payload, Data Aggregation, Wireless Sensor Network, SIDnet-SWANS
ix
Development of Data Aggregation Delivery Protocol for Wireless Sensor Networks with Tree Topology (Tree-Based Network) with Adaptive Control
of Payload Space
Student Name : I Gusti Ngurah Ady Kusuma Student Identity Number
: 5114201071
Supervisor : Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D.
ABSTRACT
Wireless sensor network is a network that consists of sensor nodes which have limited resources but has an important function. Wireless sensor networks are usually built with the aim to monitor a state of the environment and provide information in case of changes in the environment to a coordinator. However, because the nodes are running with limited resources such as batteries, required a method capable of handling the protocol on the network side of the network lifetime.
In this study, proposed a method of in-network data aggregation that is
able to reduce the amount of transmission is done on a network by dividing the network into several smaller clusters then perform aggregation of data on cluster head. Besides, data transmission speed at the source node is also controlled so as not to burden the network using adaptive method. A large number of transmissions that performed on a network can consume more energy thereby reducing the network lifetime of the network. In this study, the authors propose a method for optimizing the number of transmission on the network by using the concept of in-network data aggregation and adaptive payload mechanism to reduce the number of transmissions. Through a reduction in the amount of data transmission, can reduce energy use so that it can extend the network lifetime. In addition, by reducing the amount of transmission can reduce the load on the network so that the reliability of the network increases.
The results showed that integration of data aggregation and adaptive
payload is able to reduce energy usage up to 65.18% when monitoring region for 48 hours. Additionally delay detection event on the network declined to 29.27 seconds with zero dead node. Keyword: Network Lifetime, Adaptive Payload, Data Aggregation, Wireless Sensor Network, SIDnet-SWANS
xi
KATA PENGANTAR
“Om Awighnam Astu Namo Sidham Om Sidhirastu Tad Astu Svaha”
Segala puji dan syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan yang Maha Esa, karena berkat ilmu pengetahuan, petunjuk dan restu dari-Nya, penulis dapat menyelesaikan Tesis yang berjudul: “Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif” dengan baik.
Dalam pelaksanaan dan pembuatan Tesis ini tentunya sangat banyak bantuan-bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak, tanpa mengurangi rasa hormat penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena tuntunan dan restu-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan baik
2. Kedua orang tua penulis, Bapak Drs. I Gusti Ngurah Antiarsa dan Ibu Dra. Desak Nyoman Rai Kartini, M.Pd. dan kakak I Gusti Ayu Desy Arlita, S.E. serta keluarga besar Jero Pengumpian Petang yang telah banyak memberi dukungan moral, material, spiritual, dan kasih sayang yang besar kepada penulis beserta doa yang selalu dipanjatkan untuk penulis
3. Bapak Waskitho Wibisono, S.Kom., M.Eng., Ph.D. selaku dosen wali dan dosen pembimbing yang membimbing penulis semenjak menulis Tugas Akhir pada tahap sarjana hingga kini tahap magister yang telah memberikan kepercayaan, dukungan, bimbingan,nasehat, perhatian dan segala hal yang telah diberikan kepada penulis termasuk diijinkan untuk ikut bergabung bermain musik di grup IF-Project.
4. Bapak Royyana Muslim Ijtihadie, S.Kom., M.Kom., Ph.D., Bapak Dr.Eng. Radityo Anggoro, S.Kom, M.Sc., dan Ibu Henning Titi Ciptaningtyas, S. Kom, M. Kom., selaku dosen penguji Tesis ini dan juga telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan Tesis ini
5. Bapak dan Ibu Dosen Teknik Informatika yang telah banyak memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjalani masa perkuliahan.
6. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember yang telah memberikan beasiswa freshgraduate kepada penulis sehingga penulis dapat mengikuti perkuliah Magister di Institut Teknologi Sepuluh Nopember
7. Erindah ‘Inka’ Permatasari beserta ZuuperLeker yang telah memberikan segala bentuk dukungan dan bantuan terhadap penulis selama pengerjaan Tesis ini, serta Krishna, Ardian, Khairy, Humaira, Dessy L., Pandhit, Yuga, Felicia dan Grace atas segala hiburan dan dukungan terhadap penulis.
xii
8. Seluruh teman-teman dari TPKH-ITS angkatan 2010, Pasemetonan Barong Çakti, Magister Teknik Informatika ITS angkatan 2014, Freeletics Surabaya, Pertemanan Tamiya FLSub dan HS Cell Glory Surabaya, terima kasih atas rasa kekeluargaan dan dukungan yang tinggi terhadap penulis. Semoga kita semua menjadi orang yang sukses dalam bidangnya masing-masing.
9. Juga tidak lupa kepada semua pihak yang belum sempat disebutkan satu per satu yang telah membantu terselesaikannya Tesis ini.
“Tiada gading yang tak retak”, seperti peribahasa tersebut begitu pula
Tesis ini mungkin masih memiliki kekurangan dan tidak sempurna. Untuk itu penulis sangat menerima masukan berupa kritikan dan saran atas pembuatan Tesis ini.
Surabaya, Juni 2016
Penulis
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vii ABSTRACT ........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvii BAB 1
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 4
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 4
1.4 Kontribusi Penelitian ................................................................................ 4
1.5 Batasan Masalah ....................................................................................... 5
BAB 2
DASAR TEORI ...................................................................................................... 7 2.1. Dasar Teori................................................................................................ 7
2.1.1. Komunikasi Nirkabel (Wireless Communication) ................................ 7
2.1.2. Jaringan Sensor Nirkabel (Wireless Sensor Network) ........................... 8
2.1.3. Waktu Hidup Jaringan (Network Lifetime) ............................................ 9
2.1.4. Data-Aggregation................................................................................. 10
2.1.5. Clustering pada Jaringan Sensor Nirkabel ........................................... 12
2.1.6. Java in Simulation Time (JiST) ........................................................... 14
2.1.7. Scalable Wireless Ad Hoc Network Simulator (SWANS) .................. 15
2.1.8. SIDnet-SWANS ................................................................................... 16
2.1.9. Protokol Zigbee (802.15) ..................................................................... 18
2.2. Penelitian Terkait .................................................................................... 19
2.2.1. Shortest Path Routing pada Jaringan Sensor Nirkabel ........................ 19
2.2.2 Tree-Based Hierarchical Data Aggregation ......................................... 20
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 23 3.1. Studi Literatur ......................................................................................... 23
3.2. Desain dan Implementasi ........................................................................ 23
3.2.1. Fase Pengiriman Sensing Query ........................................................... 25
3.2.2. Fase Pengiriman Payload Data Sensor ................................................ 26
3.2.3. Metode Pendukung .............................................................................. 29
xiv
3.3. Analisis Pengujian ................................................................................... 31
3.4. Evaluasi Sistem ....................................................................................... 33
3.4.1. Lingkungan Uji ................................................................................... 33
3.4.2. Pengujian dengan SIDnet-SWANS ..................................................... 33
3.4.3. Parameter Uji....................................................................................... 34
3.4.4. Evaluasi Kinerja .................................................................................. 37
3.5. Dokumentasi Sistem ............................................................................ 37
3.6. Jadwal Kegiatan ...................................................................................... 38
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................................. 39 4.1. Tahapan Implementasi Metode ............................................................... 39
4.1.1. Modifikasi Modul Application Layer ................................................. 40
4.1.2. Modifikasi Modul Shortest Geo Path Routing .................................... 42
4.1.3. Modifikasi Modul Driver Simulator ................................................... 44
4.1.4. Modifikasi Modul MAC 802.15 Layer ............................................... 45
4.1.5. Pembuatan Modul Adaptive Payload .................................................. 46
4.1.6. Pembuatan Class Type Paket Pesan .................................................... 46
4.1.7. Pembuatan dan Modifikasi Stats Collector ......................................... 48
4.2. Langkah-Langkah Uji Coba .................................................................... 49
4.2.1. Skenario Pengujian .............................................................................. 49
4.2.2. Parameter Pengujian ............................................................................ 51
4.2.3. Pembuatan Skrip untuk Pengujian ...................................................... 52
4.3. Hasil dan Analisis .................................................................................... 55
4.3.1. Analisis Skenario 1.............................................................................. 57
4.3.2. Analisis Skenario 2.............................................................................. 64
4.3.3. Analisis Skenario 3.............................................................................. 67
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................ 71 5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 71
5.2 Saran ............................................................................................................ 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 75
LAMPIRAN .......................................................................................................... 77
BIOGRAFI PENULIS ........................................................................................... 87
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Contoh komunikasi nirkabel yang diterapkan pada telepon selular. .. 7
Gambar 2.2. Salah satu contoh node dari wireless sensor network yang menggunakan Arduino dan Xbee. ........................................................................... 9
Gambar 2.3. Hierarchical network dengan tree-based network (Rajagopalan & Varshney, 2006) .................................................................................................... 12
Gambar 2.4 Ilustrasi aliran data pada jaringan yang memiliki cluster. (Younis, et al., 2006)................................................................................................................ 13
Gambar 2.5 Ilustrasi Proses simulasi di JiST (Barr, 2004) ................................... 14
Gambar 2.6 Sistem arsitektur JiST (Barr, 2004) ................................................... 15
Gambar 2.7 Arsitektur Simulator SWANS (Barr, 2004) ...................................... 16
Gambar 2.8 Arsitektur dari simulator SIDnet-SWANS (Ghica, et al., 2008) ....... 17
Gambar 2.9. XBee salah satu perangkat pendukung Zigbee ................................ 18
Gambar 2.10. Tiga topologi yang didukung Zigbee (Faludi, 2011) ..................... 19
Gambar 3.1. Alur metodologi penelitian............................................................... 23
Gambar 3.2. Skema dari metode yang dikerjakan secara umum yang memiliki dua tahap ...................................................................................................................... 25
Gambar 3.3. Diagram dari skema pengiriman sensing query. .............................. 25
Gambar 3.4. Diagram dari tahap pemrosesan data pada source node. ................. 27
Gambar 3.5. Diagram dari skema skema proses yang terjadi pada cluster head aggregator. ............................................................................................................ 28
Gambar 3.6. Ilustrasi metode adaptive payload.................................................... 30
Gambar 4.1 Hasil modifikasi pada metode Sensing(). .......................................... 41
Gambar 4.2 Hasil modifikasi pada metode Receive(). ......................................... 42
Gambar 4.3 Hasil modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java. .......................... 43
Gambar 4.4 Lanjutan Gambar 4.3 modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java. . 44
Gambar 4.5 Modifikasi pada kelas AgDriver.java................................................ 45
Gambar 4.6 Modifikasi pada kelas Mac802_15_4Impl.java. ............................... 46
Gambar 4.7 Implementasi dari modul adaptive payload. ..................................... 47
Gambar 4.8 Grafik skenario priority level dari masing-masing region. ............... 50
Gambar 4.9 Pemetaan dari region yang diawasi. .................................................. 50
Gambar 4.10 Skrip pengujian secara umum pada Command Prompt. ................. 53
Gambar 4.11 Tampilan file teks hasil pengujian. ................................................. 55
Gambar 4.12 Tampilan hasil screenshoot di akhir pengujian. .............................. 56
Gambar 4.13 Ilustrasi alur tahapan analisis pengujian.......................................... 57
Gambar 4.14 Grafik dari parameter pengujian average energy left skenario 1. ... 63
Gambar 4.15 Grafik dari parameter pengujian delay event detection skenario 1. 63
Gambar 4.16 Grafik dari parameter pengujian total dead node skenario 1. ......... 64
Gambar 4.17 Tampilan screenshoot terisolirnya region 1 pada pengujian 500x500 meter. ..................................................................................................................... 66
Gambar 4.18 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 2. .......................................................................... 67
xvi
Gambar 4.19 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 3. ........................................................................... 69
xvii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Parameter Uji Simulator........................................................................ 35
Tabel 3.2. Jadwal rencana kegiatan penelitian ...................................................... 38
Tabel 4.1 Skrip Pengujian skenario 1. .................................................................. 53
Tabel 4.2 Skrip pengujian skenario 2 .................................................................... 54
Tabel 4.3 Skrip pengujian skenario 3 .................................................................... 55
Tabel 4.4 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload .................................................................................. 57
Tabel 4.5 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. ............................................................................ 58
Tabel 4.6 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. ................................................................................................. 59
Tabel 4.7 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. ................................................................................................. 60
Tabel 4.8 Rangkuman dari pengujian pada skenario 1 ......................................... 61
Tabel 4.9 Rangkuman dari pengujian pada skenario 2 ......................................... 64
Tabel 4.10 Rangkuman dari pengujian pada skenario 3 ....................................... 68
72
3. Metode protokol routing Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive
Payload (AGSGPAP) memiliki kemampuan untuk mengatur kepadatan
lalu lintas data di dalam jaringan sensor nirkabel. Metode aggregated
routing memberikan kontrol terhadap jumlah data yang beredar di
jaringan dengan menunggu data terkumpul terlebih dahulu, diaggregasi
dan dikirim menjadi satu data. Metode adaptive payload memberikan
kontrol terhadap jumlah data yang beredar di jaringan dengan mengatur
jeda pengiriman data berdasarkan status pengiriman data sebelumnya
sehingga source node mampu mengetahui apakah jaringan sedang
mengalami traffic yang padat atau tidak dan menyesuaikan jeda
pengiriman.
4. Protokol Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload
(AGSGPAP) memiliki adaptive payload yang mampu memberikan
kinerja yang signifikan dalam mengatur kepadatan lalu lintas jaringan
dengan melakukan kontrol terhadap pengiriman data langsung dari source
node. Pada pengujian dengan metode lainnya, dengan metode Aggregated
Shortest Geo-Path maupun Shortest Geo-Path yang menggunakan
metode adaptive payload memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan metode yang tidak menggunakan metode adaptive payload.
5. Protokol Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload
(AGSGPAP) memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan berdasarkan
hasil uji coba yang telah dilakukan. Kelebihan dari metode ini yaitu :
konsumsi energi yang rendah ketika melakukan pengawasan,
network lifetime yang lebih lama dari pada metode yang
dibandingkan,
keberhasilan untuk mendeteksi seluruh kejadian pada wilayah
yang diawasi selama 48 jam,
delay event detection yang tidak terlalu lama,
jumlah node yang kehabisan energi mampu diturunkan atau tidak
ada yang mengalami kehabisan energi selama pengawasan 48 jam
73
Adapun beberapa kekurangan dari metode yang diusulkan adalah sebagai
berikut:
o delay event detection yang masih kalah dibandingkan dengan
metode lain dikarenakan metode adaptive payload yang
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengirimkan data
menuju sink node
o metode yang diusulkan masih berbasis pada metode location
based routing yaitu Shortest Geo Path routing sehingga ada
kondisi dimana salah satu region terisolasi akibat kekurangan dari
metode basis routing yang dikerjakan
5.2 Saran Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh bahwa protokol routing
Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP) dapat
meningkatkan network lifetime dengan mengurangi penggunaan energi untuk
transmisi data sehingga dapat memperpanjang network lifetime dari jaringan sensor
nirkabel dengan tetap mengurangi delay pengirman di jaringan dan meningkatkan
delivery ratio. Berkurangnya jumlah transmisi disebabkan oleh adanya kontrol pada
traffic jaringan sensor nirkabel oleh metode aggregated routing dan adaptive
payload. Namun perlu dilakukan pengembangan terhadap metode ini terhadap
beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlunya pengganti protokol dasar routing dari protokol Aggregated
Shortest Geo-Path with Adaptive Payload yang saat ini masih
menggunakan Shortest Geo-Path sebagai dasar dari protokol routing
ketika mengawasi lingkungan yang lebih luas dengan jumlah node yang
lebih sedikit. Hal ini dapat dilihat pada pengujian pada lingkungan
pengujian seluas 500x500 dengan menggunakan 100 node dimana salah
satu region terisolir akibat dari salah satu kelemahan dari protokol
Shortest Geo-Path.
2. Perlu diteliti lebih lanjut dengan menerapkan konsep schedule pada
masing-masing region yang diawasi sehingga sampling pada keadaan
lingkungan lebih efektif karena tidak semua node melakukan sensing
74
secara bersamaan, melainkan secara bergiliran. Hal ini memungkinkan
dapat meningkatkan tingkat dari average energy level.
75
DAFTAR PUSTAKA
Barr, R., 2004. SWANS– Scalable Wireless Ad hoc Network Simulator User Guide. [Online] Available at: http://jist.ece.cornell.edu/docs/040319-swans-user.pdf [Accessed 4 Januari 2013].
Deo, N. & Pang, C.-Y., 1984. Shortest-path algorithms: Taxonomy and annotation. Networks, 14(2), pp. 275-323.
Ding, M., Cheng, X. & Xue, G., 2003. Aggregation Tree Constructor in Sensor Networks. IEEE 58th Vehicle Technique, Volume 4, pp. 68-72.
Dong, C. & Yu, F., 2014. An efficient network reprogramming protocol for wireless sensor networks. Computer Communications, Volume 55, pp. 41-50.
Faludi, R., 2011. Building Wireless Sensor Networks. 1005 Gravenstein Highway North, Sebastopol: O'Reilly.
Fasolo, E., Rossi, M., Widmer, J. & Zorsi, M., 2007. In-network Aggregation Techniques for Wireless Sensor Networks: A Survey. Wireless Communications, IEEE, 14(2), pp. 70-87.
Ghica, C. O. et al., 2008. SIDnet-SWANS Manual, Evanston: Northwestern University, Inc.
Ghica, C. O. et al., 2010. Electrical and Computer Engineering Northwestern University. [Online] Available at: http://users.eecs.northwestern.edu/~ocg474/SIDnet.html [Accessed 15 May 2016].
Habitat Monitoring on Great Duck Island (2006) http://www.greatduckisland.net/.
Hefeida, M., Shen, M., Kshemkalyani, A. & Khokar, A., 2012. Cross-layer protocols for WSNs: A simple design and simulation paradigm. Limassol, IEEE, pp. 844 - 849.
Hsin, C.-f. & Liu, M., 2004. Network Coverage Using Low Duty-Cycled Sensors: Random Coordinated Sleep Algorithms. Information Processing in Sensor Networks, pp. 433-442.
Kadir, A., 2012. Panduan Praktis Memplajari Aplikasi Mikrokontroler dan Pemrogramannya Menggunakan Arduino. Surabaya: ANDI.
Khan, P., Ghosh, A., Konar, G. & Chakraborty, N., 2014. Temperature and humidity monitoring through wireless sensor network using shortest path algorithm. Calcutta, IEEE, pp. 199 - 203.
76
Khan, P., Konar, G. & Chakraborty, N., 2014. Modification of Floyd-Warshall's algorithm for Shortest Path routing in wireless sensor networks. Pune, IEEE.
Luo, D., Zhu, X., Wu, X. & Chen, G., 2011. Maximizing lifetime for the shortest path aggregation tree in wireless sensor networks. Shanghai, IEEE.
Mehta, B. & Reddy, Y. J., 2015. Wireless communication. In: Industrial Process Automation Systems . Oxford: Elsevier’s Science & Technology, pp. 417-457.
Ning, X. & Cassandras, C. G., 2008. Optimal Dynamic Sleep Time Control in Wireless Sensor Networks. Cancun, Mexico, IEEE Conference on Decision and Control.
Rajagopalan, R. & Varshney, P. K., 2006. Data-Aggregation Techniques in Sensor Network: A Survey. IEEE Communication Surveys & Tutorials, Volume 8, pp. 48-63.
Rout, R. R. & Gosh, S., 2013. Enhancement of Lifetime using Duty Cycle and Network Coding in Wireless Sensor Networks. s.l., s.n.
Solis, I. & Obraczka, K., 2004. The Impact of Timing in Data Aggregation for Sensor Network. Paris, France, IEEE ICC 2004.
Udenze, A. & McDonald-Maier, K., 2007. Renewal theory sleep time optimisation for scheduling events in Wireless Sensor Networks. Adaptive Hardware and Systems, pp. 35-42.
Xu, X., Ansari, R. & Khokhar, A., 2013. Power-efficient hierarchical data aggregation using compressive sensing in WSNs. Budapest, IEEE, pp. 1769 - 1773.
Younis, O., Krunz, M. & Ramasubramanian, S., 2006. Node Clustering in Wireless Sensor Networks: Recent Developments and Deployment Challenges. IEEE Network, 20(3), pp. 20-25.
87
BIOGRAFI PENULIS
I Gusti Ngurah Ady Kusuma, biasa akrab dipanggil Ngurah, Ady atau Rhap, dilahirkan di Ampenan, Mataram pada tanggal 18 September 1993. Penulis adalah anak bungsu dari dua bersaudara dan dibesarkan di kota Mataram, NTB dan Denpasar, Bali. Penulis menempuh pendidikan di SDN 5 Peguyangan, SMP Negeri 10 Denpasar, kelas akselerasi di SMA Negeri 1 Denpasar dan pendidikan jenjang Sarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS Surabaya) pada Jurusan Teknik Informatika dan bidang minat keahlian yang diambil adalah Komputasi Berbasis Jaringan khususnya pada aplikasi context-aware,
autonomous dan intelligent system. Setelah lulus dari pendidikan Sarjana, penulis melanjutkan studi Magister di Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepeluh Nopember Surabaya dengan bantuan beasiswa Fresh Graduate tahun 2014. Selama menempuh kuliah, penulis aktif di komunitas di luar kegiatan kampus yaitu Freeletics Surabaya yang merupakan komunitas olahraga di Surabaya, Glory Surabaya yaitu komunitas self-upgrade dari Hitman System. Selain itu penulis juga perintis usaha kuliner tradisional yaitu ZuuperLeker bersama kerabat-kerabat penulis, menjadi pembicara mengenai Relationship in Love di salah satu stasiun radio di Surabaya, tergabung dalam grup musik IF Project bersama beberapa dosen Teknik Informatika ITS Surabaya, dan freelancer pembuatan aplikasi komersil. Penulis memiliki passion dalam pengembangan teknologi baru khususnya di context-aware dan intelligent system. Penulis juga senang mempelajari psikologi dan sosial interaksi manusia. Penulis dapat dihubungi melalui alamat e-mail di [email protected].
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wireless communication atau komunikasi nirkabel merupakan komunikasi
yang terjadi antara dua devices yang disebut dengan transmitter dan receiver tanpa
menggunakan perantara kabel (Mehta & Reddy, 2015). Transmitter berfungsi
sebagai pengirim data, sedangkan receiver berfungsi sebagai penerima data. Pada
komunikasi nirkabel terdapat dua jenis devices yaitu field device dan infrastructure
device. Field device berfungsi sebagai pengukur nilai dari suatu lingkungan
sedangkan infrastructure device berfungsi sebagai tempat berkumpulnya semua
informasi yang dikirim oleh field device.
Wireless sensor network atau WSN merupakan salah satu bagian dari
jaringan nirkabel yang merupakan sekumpulan dari beberapa devices berukuran
kecil, dengan berat yang ringan, dan termasuk dalam low-cost networks (Hsin &
Liu, 2004). WSN atau jaringan sensor nirkabel beroperasi dengan menggunakan
sumber daya terbatas dan memiliki kemampuan sensing, computation, dan
komunikasi nirkabel (Udenze & McDonald-Maier, 2007). Node dari sebuah
jaringan sensor nirkabel memiliki tujuan yang sama seperti mendektesi lingkungan
atau suatu kejadian pada sebuah lingkungan. Contohnya pada skenario industri,
emergency response, traffic monitoring, dan bidang kesehatan dan medis (Ning &
Cassandras, 2008).
Network lifetime didefinisikan sebagai jumlah dari data aggregation
hingga α persen dari total sensor node mati (Rajagopalan & Varshney, 2006).
Dalam beberapa kasus pada jaringan sensor nirkabel yang sangat mengutamakan
lama waktu kemampuan operasi pada salah satu node sensor, lifetime didefinisikan
sebagai waktu node sensor yang pertama mengalami kehabisan energi untuk
beroperasi. Network lifetime sangat menjadi aspek yang diperhitungkan karena
energi yang tersedia pada node di jaringan sensor nirkabel sangat terbatas dan
diperlukannya efisiensi energi. Sehingga efisiensi energi dan network lifetime
2
memiliki sinonim untuk mengoptimalkan penggunaan efisiensi energi yang dapat
memperpanjang durasi dari network lifetime.
Untuk mengurangi jumlah paket data yang dikirim pada sebuah jaringan
terdapat sebuah penelitian yang mengusulkan metode untuk mengumpulkan semua
data sensor. Kumpulan dari berbagai data sensor tersebut selanjutnya diproses
dijadikan sebuah data baru yang mewakilkan semua data yang sebelumnya telah
dikumpulkan. Metode ini disebut dengan Data-Aggregation (Rajagopalan &
Varshney, 2006). Metode ini bertujuan untuk melakukan efisiensi energi dengan
latency data yang seminimal mungkin. Latency data merupakan hal yang penting
dalam pemantauan lingkungan karena menentukan kecepatan respon dari sistem
tersebut.
Pada Data-Aggregation yang diterapkan pada jaringan sensor nirkabel,
efisiensi energi menjadi salah satu fokus utama pada metodenya (Rajagopalan &
Varshney, 2006). Hal ini dikarenakan sebuah jaringan sensor sebisa mungkin
memiliki network lifetime selama mungkin. Pada Data-Aggregation idealnya setiap
sensor memiliki jumlah energi yang sama dan melakukan efisiensi energi dengan
memaksimalkan fungsionalitas dari jaringan tersebut.
Data-Aggregation selain memberikan efisiensi energi dan memperlama
network lifetime dapat juga untuk meningkatkan akurasi dari data yang dihasilkan
dan mengurangi latency yang dihasilkan oleh jaringan (Rajagopalan & Varshney,
2006). Peningkatan akurasi dikarenakan sensor menghasilkan nilai yang masih
bersifat kasar dan sensitif sedangkan dengan melakukan agregasi data sensor dapat
diperhalus dan mengurangi jitter.
Data-Aggregation pada sebuah jaringan disebut dengan istilah in-network
data aggregation yang merupakan sebuah metode agregasi yang dilakukan secara
menyeluruh pada pengumpulan data routing melalui jaringan multi-hop, mengolah
data pada intermediate node dengan tujuan meningkatkan network lifetime (Fasolo,
et al., 2007). In-network data aggregation ini dibagi menjadi dua jenis yaitu with
size reduction yang merupakan metode yang melakukan kombinasi dan kompresi
pada data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk mengurangi informasi yang
dikirim melalui jaringan dan without size reduction yang merupakan metode yang
3
dilakukan dengan cara menyatukan paket menjadi satu kesatuan tanpa adanya
pengurang dari besar total paket yang disatukan.
Untuk menampilkan hasil yang signifikan diperlukannya jumlah node
yang banyak dan area luas pengujian yang lebih besar. Untuk melakukan pengujian
seperti ini jika dilakukan pada lingkungan yang nyata akan menggunakan biaya
yang sangat besar. Sehingga sebagian besar penelitian pada jaringan sensor nirkabel
dilakukan pada ruang lingkup simulasi. Seperti pada penelitian penerapan Network
Coding dengan menggunakan metode duty cycle diterapkan pada ruang lingkup
simulasi menggunakan MATLAB dengan event driven PROWLER (Rout & Gosh,
2013). SIDnet-SWANS yang merupakan simulator jaringan ini telah digunakan
dalam beberapa penelitian dalam jaringan sensor nirkabel. Salah satu penelitian
yang menggunakan SIDnet-SWANS ini adalah dalam efisiensi enrgi data aggregasi
(Xu, et al., 2013). Terdapat juga simulator lainnya yang sering digunakan yaitu NS,
Castalea, JiST-SWANS,dan lainnya. Penggunaan simulator ini dapat mengurangi
biaya yang diperlukan untuk melakukan sebuah penelitian.
Berdasarkan hal tersebut peneliti membuat sebuah metode baru yang
menggunakan konsep in-network data aggregation untuk mengurangi jumlah
transmisi yang dilakukan sehingga dapat dilakukannya efisiensi energi. Selain itu
dikerjakan sebuah metode adaptive payload untuk melakukan kontrol pada
kecepatan pengiriman data dari source node berdasarkan kondisi jaringan. Karena
menurut penulis lebih efisien ketika kecepatan pengiriman dari source node juga di
kontrol. Hal ini berguna agar kepadatan lalu lintas jaringan sehingga meningkatkan
reliabilitas dari jaringan tersebut. Selain itu transmisi yang dilakukan oleh source
node lebih terkontrol dan dikurangi sehingga terjadi efisiensi energi.
Untuk melihat kinerja dari metode yang dikerjakan, peneliti menerapkan
dan melakukan pengujian pada ruang lingkup simulasi agar dapat melibatkan node
yang banyak dan area yang luas dengan menekan biaya pengujian. Selain itu
banyaknya penelitian menggunakan simulator juga menjadi acuan untuk ikut
menggunakan simulator. Simulator yang digunakan adalah SIDnet-SWANS yang
merupakan simulator yang berjalan diatas simulator JiST-SWANS. Simulator ini
juga pernah digunakan pada penelitian sebelumnya oleh Xu (Xu, et al., 2013)
sehingga simulator ini layak digunakan.
4
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan permasalahan pada penyusunan Pengembangan Protokol
Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi
Tree (Tree-Based Network) dengan Kontrol Payload Space yang Adaptif ini
meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan in network data aggregation untuk efisiensi
pengiriman paket data pada jaringan sensor nirkabel dengan optimasi pada
besar payload space.
2. Bagaimana menentukan payload space yang optimal untuk peningkatan
reabilitas pengiriman data sensor pada jaringan sensor nirkabel dengan
melakukan kontrol yang adaptive pada kecepatan pengiriman di source
node.
3. Bagaimana membangun protokol pengiriman data dengan konsep diatas
pada lingkungan jaringan sensor nirkabel yang memiliki wilayah
pengawasan pada masing-masing area pengawasan yang berbeda dengan
keterbatasan jumlah energi yang dimiliki.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah menghasilkan sebuah protokol pengirman
data pada jaringan sensor nirkabel yang dapat memperpanjang lifetime dari jaringan
sensor nirkabel dengan mengurangi penggunaan energi untuk transmisi data
sehingga dapat memperpanjang network lifetime dari jaringan sensor nirkabel
dengan tetap mengurangi delay pengirman di jaringan dan meningkatkan delivery
ratio
1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini berkontribusi pada pengerjaan metode untuk melakukan
kontrol pada kecepatan pengiriman data dari source node secara adaptif yang
diintegrasikan dengan konsep in-network data aggregation untuk melakukan efisien
pada pengiriman data. Metode yang dikerjakan ini memiliki kemampuan untuk:
- melakukan efisiensi penggunaan energi,
5
- mempercepat pendeteksian kejadian pada wilayah yang diawasi,
- memperpanjang network lifetime,
- mengurangi jumlah node yang kehabisan energi ketika beroperasi.
1.5 Batasan Masalah
Pada penelitian ini, terdapat beberapa batasan masalah ketika mengerjakan
yaitu:
1 Simulator yang digunakan adalah SIDnet-SWANS yang memiliki versi
1.5.6 yang berjalan diatas Java.
2 Masing-masing node pada simulator memiliki 1 sensor suhu dan 1 sensor
GPS untuk mengetahui lokasi node.
3 Jumlah sink node pada simulator adalah 1 node.
4 Pada wilayah yang diawasi di simulator, semua node yang berada pada
wilayah tersebut menjadi source node.
5 Sumber energi dari node sensor bersifat terbatas pada simulator.
7
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Dasar Teori
2.1.1. Komunikasi Nirkabel (Wireless Communication) Wireless communication atau komunikasi nirkabel merupakan komunikasi
yang terjadi antara dua devices yang disebut dengan transmitter dan receiver tanpa
menggunakan perantara kabel (Mehta & Reddy, 2015). Teknologi dalam
komunikasi nirkabel telah mengalami perkembangan yang pesat. Penggunaan
komunikasi nirkabel dapat dijumpai dimana-mana misalkan, tidak hanya dalam
bidang telekomunikasi tetapi juga pada industri otomotif. Contoh penggunaannya
yaitu pada telepon selular pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Contoh komunikasi nirkabel yang diterapkan pada telepon selular.
Transmitter pada komunikasi nirkabel berfungsi sebagai pengirim pesan
informasi sedangkan receiver berfungsi sebagai penerima dari pesan informasi.
Transmitter dan receiver pada perangkat wireless umumnya sudah terintegrasi
menjadi satu perangkat. Sehingga perangkat tersebut dapat bertindak sebagai
pengirim atau penerima pesan informasi.
8
Selain hubungan transmitter dan receiver, perangkat komunikasi nirkabel
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu infrastructure devices dan field devices.
Infrastructure devices merupakan perangkat nirkabel yang umumnya bertindak
sebagai kordinator dari komunikasi tersebut dan memiliki kemampuan resource
yang lebih tinggi dari pada field devices. Sedangkan field devices umumnya
bertindak sebagai pekerja dari infrastructure devices yang bertugas mengumpulkan
data dari lingkungan sekitar dan mengirimkannya kepada infrastructure devices.
Komunikasi nirkabel memiliki beberapa kelebihan yaitu penghematan dari
sisi perangkat keras (hardware). Hal ini disebabkan karena komunikasi nirkabel
tidak memerlukan kabel ketika berkomunikasi sehingga dapat menghemat biaya
komunikasi kabel. Selain itu komunikasi nirkabel juga memiliki skalabilitas yang
tinggi. Setiap devices yang ingin berkomunikasi dengan device yang lain tidak
memerlukan instalasi atau persiapan hardware yang banyak seperti kabel dan
alokasi port. Cukup dengan menyalakan perangkat wireless dan melakukan
autentikasi, device dapat langsung berkomunikasi.
2.1.2. Jaringan Sensor Nirkabel (Wireless Sensor Network) Wireless sensor network (WSN) merupakan sekumpulan dari beberapa
device kecil yang dilengkapi dengan sensing yang terintegrasi dan kemampuan
komunikasi nirkabel, yang diharapkan dapat digunakan secara luas dalam berbagai
aplikasi. Sensor ini dioperasikan dengan daya baterai dan energinya tidak selalu
diperbaharui karena masalah biaya, lingkungan dan bentuknya (Hsin & Liu, 2004).
Umumnya nodes dalam jaringan tersebut memiliki tujuan yang sama
seperti pemantauan lingkungan atau deteksi kejadian. WSN digunakan untuk
monitoring area yang tidak dapat dicapai seperti gletser, kebakaran hutan, gurun,
dan kedalaman lautan. Energi dalam WSN nodes digunakan pada CPU, sensor, dan
radio yang dimana merupakan mengomsumsi energi terbanyak. Untuk
mengoptimalkan penggunaan energi, identifikasi source yang paling besar
menghabiskan energi dalam komunikasi sangatlah penting, seperti collision,
overhearing, control packet overhead, dan idle listening. Salah satu tantangan
untuk mencapai teknologi potensial ini yaitu dengan manajemen konsumsi energi
yang efektif dalam device ini untuk memaksimalkan lifespan sebuah node dan
9
akhirnya lifespan jaringan pada saat yang sama juga cukup memelihara kualitas dan
kuantitas service (Udenze & McDonald-Maier, 2007). Node sensor umumnya
dilengkapi denga tranceiver radio, pengontrol mikro, unit memori, dan penggunaan
satu set transduser yang dapat memperoleh dan mengolah data sehingga node dapat
mengorganisir sendiri untuk membentuk jaringan multi-hop dan mengirimkan data
ke sink (Rout & Gosh, 2013). Gambar 2.2 merupakan contoh node dari wireless
sensor network.
Gambar 2.2. Salah satu contoh node dari wireless sensor network yang menggunakan Arduino dan Xbee.
Selain lifespan dari sebuah node, penting juga untuk memperbaharui
software jaringan untuk beberapa alasan seperti memperbaiki bugs di program
sebelumnya, mengganti single nodes bahkan tugas seluruh jaringan sensor dalam
rangka memperbaiki keamanan yang rentan. Oleh karena itu diperlukan
pembaharuan kode node sensor (Dong & Yu, 2014).
2.1.3. Waktu Hidup Jaringan (Network Lifetime) Network lifetime didefinisikan sebagai jumlah dari data aggregation
hingga α persen dari total sensor node mati (Rajagopalan & Varshney, 2006).
Dalam beberapa kasus pada jaringan sensor nirkabel yang sangat mengutamakan
lama waktu kemampuan operasi pada salah satu node sensor, lifetime didefinisikan
10
sebagai waktu node sensor yang pertama mengalami kehabisan energi untuk
beroperasi. Ide utama dari data aggregasi adalah melakukan efisiensi penggunaan
energi pada jaringan sensor nirkabel dengan menyeragamkan penggunaan energi
pada jaringan sensor nirkabel. Sehingga efisiensi energi dan network lifetime
memiliki sinonim untuk mengoptimalkan penggunaan efisiensi energi yang dapat
memperpanjang durasi dari network lifetime.
Tujuan dari efisiensi energi ini adalah memperpanjang selama mungkin
fungsionalitas dari jaringan sensor nirkabel. Konsep dari skema data aggregation
adalah setiap sensor memiliki konsumsi energi yang sama. Jika semua sensor node
memiliki peran yang penting, maka semua sensor harus meminimalkan penggunaan
energi sehingga semua node bisa memberikan informasi mengenai pemantauan
lingkungannya. Secara tidak langsung ini juga meningkatkan network lifetime,
akurasi data dan latency dari jaringan sensor nirkabel.
2.1.4. Data-Aggregation Data-Aggregation merupakan sebuah penggabungan dari kumpulan atau
himpunan data yang diproses sehingga menghasilkan data yang baru. Pada jaringan
sensor nirkabel Data-Aggregation didefinisikan sebagai penggabungan data dari
beberapa sensor untuk menghilangkan transmisi yang berlebihan dan memberikan
kesatuan informasi ke kordinator sensor (Rajagopalan & Varshney, 2006). Agregasi
data biasanya melibatkan fusion data dari beberapa sensor di intermediate node dan
proses transmisi dari data tersebut menuju kordinator.
Agregasi data merupakan upaya untuk mengumpulkan data yang paling
penting dari sensor dan membuat data tersebut diterima oleh kordinator dengan
tetap memperhatikan efisiensi energi. Latency dari sebuah data juga sangat penting
dalam banyak aplikasi seperti aplikasi pada pemantauan keadaan lingkungan
dimana data terbaru merupakan faktor penting. Hal yang terpenting dari data
agregasi adalah pengembangan algortima yang mampu menambah network lifetime
dari sebuah jaringan sensor nirkabel. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
efisiensi dari penggunaan energi pada jaringan sensor nirkabel denga agregasi data
seperti arsitektur jaringan, mekanisme agregasi data, dan protokol pengiriman.
Data-Aggregation pada sebuah jaringan disebut dengan istilah in-network
data aggregation yang merupakan sebuah metode agregasi yang dilakukan secara
11
menyeluruh pada pengumpulan data routing melalui jaringan multi-hop, mengolah
data pada intermediate node dengan tujuan meningkatkan network lifetime (Fasolo,
et al., 2007). In-network data aggregation ini dibagi menjadi dua jenis yaitu with
size reduction yang merupakan metode yang melakukan kombinasi dan kompresi
pada data yang dikumpulkan dengan tujuan untuk meengurangi informasi yang
dikirim melalui jaringan dan without size reduction yang merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menyatukan paket menjadi satu kesatuan tanpa adanya
pengurang dari besar total paket yang disatukan.
Pada arsitektur jaringan sensor nirkabel yang menggunakan Data-
Aggregation dibagi menjadi 2 jenis yaitu flat network dan hierarchical network.
Pada flat network setiap node sensor memiliki peraturan yang sama dan memiliki
jumlah energi baterai yang sama. Flat network memiliki kelemahan yaitu semua
beban agregasi berada pada node kordinator atau node yang terdekat dari kordinator
sehingga penurunan energi pada node tersebut menjadi cepat. Pada hierarchical
network kelemahan itu berusaha ditutupi dengan memilih beberapa node yang akan
memiliki kemampuan spesial (intermediate node). Adanya node yang memiliki
kemampuan spesial ini mampu membantu kordinator atau node yang terdekat
dengan kordinator melakukan agregasi data. Hal ini juga mengurangi jumlah data
yang ditransmisi sehingga jumlah transmisi dapat dikurangi yang berdampak pada
efisiensi penggunaan baterai. Gambar 2.3 merupakan contoh dari hierarchical
network yang merupakan tree-based dimana agregasi dilakukan di beberapa
intermediate node.
Pada agregasi data juga terdapat beberapa strategi dalam pengaturan
periode pengiriman data yang dibagi secara tiga garis besar (Solis & Obraczka,
2004). Periodic simple aggregation yaitu agregasi data yang dilakukan dengan
menunggu batas waktu yang telah ditentukan, periodic per-hop aggregation yaitu
agregasi data dilakukan ketika semua data telah dikumpulkan dari semua children
node dengan batas waktu timeout, dan periodic per-hop adjusted aggregation yaitu
agregasi data yang dilakukan berdasarkan batas timeout sesuai dengan posisi dari
node tersebut.
12
Agregasi data juga memiliki beberapa teknik agregasi data yang disebut
dengan aggregation function yang dibagi menjadi dua paradigma aggregation
function (Rajagopalan & Varshney, 2006). Lossy and loseless merupakan
pembagian pertama dari aggregation function yang dimana agregasi data dapat
dilakukan dengan cara dua pendekatan kompresi yaitu lossy atau loseless. Teknik
lossy dapat menyebabkan hilangnya presisi data hasil agregasi sedangkan teknik
loseless dapat menciptakan data yang mampu direkonstruksi ulang tanpa adanya
data yang hilang atau menurunya presisi data. Kemudian paradigma duplicate
sensitive and duplicate insensitive karena dimana setiap node bisa saja menerima
data yang sama dari masing-masing children. Pada duplicate sensitive data yang
sama akan diproses kembali berdasarkan beberapa pertimbangan, namun pada
duplicate insensitive data yang sama tidak akan diproses kembali.
2.1.5. Clustering pada Jaringan Sensor Nirkabel Pada beberapa jaringan sensor nirkabel, data yang dibutuhkan oleh sink
node hanya berupa data yang telah diagregasi. Dalam kasus ini, sensor yang berada
diluar regions yang diawasi bisa ikut berkolaborasi untuk melakukan agregasi data
dan memberikan laporan pemantauan yang lebih akurat mengenai informasi
pemantauan salah satu region. Seperti pada contoh jaringan sensor nirkabel untuk
Gambar 2.3. Hierarchical network dengan tree-based network (Rajagopalan & Varshney, 2006)
13
pengawasan habitat (Habitat Monitoring on Great Duck Island, 2006), nilai rata-
rata dari pengawasan humidity lingkungan sudah cukup untuk peneliti. Sebagai
tambahan, metode clustering ini mampu mengurangi komunikasi yang berlebih
pada jaringan yang akhirnya memberikan efisiensi penggunaan energi.
Untuk mendukung aggregasi data dalam melakukan efisiensi organisasi
jaringan, node bisa dibagi-bagi dalam beberapa grup kecil yang disebut cluster
(Younis, et al., 2006). Setiap cluster memiliki node yang bertindak sebagai
kordinator dari cluster tersebut yang disebut cluster head dan dari member cluseter
tersebut. Clustering menghasilkan 2 tingkat hirarki yang dimana cluster head
berada pada tingkat tertingi dan member cluster berada pada tingkat rendah. Cluster
head melakukan aggregasi data yang didapat dari member cluster, kemudian
mengirimkan hasil aggregasi tersebut menuju sink node atau central base. Karena
tugasnya yang lebih banyak, cluster head cenderung lebih banyak mengkonsumsi
energi dibandingkan dengan member cluster, sehingga jaringan disarankan untuk
mengganti cluster head secara periodik agar konsumsi energi untuk aggregasi bisa
merata di seluruh nodes dari member cluster. Gambar 2.4 merupakan ilustrasi dari
aliran data pada jaringan yang memiliki cluster.
Gambar 2.4 Ilustrasi aliran data pada jaringan yang memiliki cluster. (Younis, et al., 2006)
14
2.1.6. Java in Simulation Time (JiST) JiST (Java in Simulation Time) adalah salah satu tools simulasi berbasis
Java yang mengeksekusi simulasi event diskrit secara efisien dan transparan dengan
menggunakan simulasi semantik untuk mengeksekusi Java Model. Sistem ini
memberikan manfaat dalam hal penggunaan runtime Java. JiST adalah tool simulasi
yang berbasis Java dan JVM, dimana seluruh komponen yang tersedia murni
berbasis java. Komponen yang tersedia pada JiST terdiri dari compiler, bytecode
compile rewriter, simulation kernel dan virtual machine. Definisi kernel sendiri
adalah bagian inti dari simulasi yang akan dirubah ke dalam bentuk entity. Metode
invoke objek ditandai sebagai entitas yang merepresentasikan simulation events.
Selain itu, karena kernel dan simulasi berjalan dalam ruang proses yang sama, maka
hal ini dapat mengurangi terjadinya serialisasi dan overhead dalam konteks
switching. Ilustrasi proses yang terdapat pada JIST dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Ilustrasi Proses simulasi di JiST (Barr, 2004)
JiST juga efisien dalam menerapkan pembangunan SWANS, sebagai
simulator jaringan ad-hoc pada ruang lingkup berskala nirkable. Ide dasar
pengembangan JiST adalah mengubah virtual machine menjadi platform simulasi
dengan cara menggunakan virtual time. JiST memiliki kelebihan pengguna
15
simulator jaringan untuk melakukan reuse dari kode program, termasuk library dan
modul yang telah tersedia. Automatic garbage collection, type-safety, reflection
yang dimiliki oleh Java juga memberikan kemudahan bagi pengguna simulator
jaringan JiST ini dalam hal reuse simulasi kode.JiST menggabungkan simulasi
semantik, dalam bahasa simulasi yang bersifat customize dan library simulasi
dengan menggunakan kemampuan bahasa modern. Desain JiST inilah yang
menghasilkan sebuah sistem simulator jaringan yang mudah digunakan, handal dan
efisien (Barr, 2004). Sistem arsitektur JiST akan digambarkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Sistem arsitektur JiST (Barr, 2004)
2.1.7. Scalable Wireless Ad Hoc Network Simulator (SWANS) SWANS adalah Scalable Wireless Ad Hoc Network Simulator yang
dibangun di atas platform JiST. SWANS merupakan library untuk simulasi
MANET dan bertujuan untuk mengimplementasikan aplikasi JiST. Karakteristik
utama yang terdapat pada SWANS adalah handal dalam menangani jumlah node
yang berukuran besar (scalable), propagasi sinyal yang efisien dengan metode
hierarchical binning, serta dapat menangani aplikasi jaringan yang standar
dikembangkan dengan menggunakan bahasa pemrograman Java. (Barr, 2004).
Arsitektur dari simulator jaringan SWANS dapat dilihat pada Gambar 2.7.
16
Gambar 2.7 Arsitektur Simulator SWANS (Barr, 2004)
2.1.8. SIDnet-SWANS SIDnet-SWANS (Simulator and Integrated Development Platform for
Sensor Networks Applications) adalah sebuah simulator untuk berbagai aspek
aplikasi jaringan sensor nirkabel (Ghica, et al., 2010). SIDnet dibuat untuk
memberikan simulasi dan proof-of-concept platform yang di mana pengguna
aplikasi atau pengembang protokol dapat memantau fenomena pada jaringan sensor
nirkabel yang berinteraksi. SIDnet adalah simulator yang berbasis Java yang
dirancang untuk menunjukan interaksi pada jaringan. Pengguna dapat membuat dan
mengamati algoritma baru yang dirancang dan mencoba fluktuasi fenomena seperti
apa yang dapat terjadi di kondisi nyata. Selain itu, pada saat run-time (melalui built-
in terminal) simulasi bisa dipercepat atau dihentikan sementara, sesuai kebutuhan.
SIDnet menggabungkan interface yang lengkap yang dibangun di atas simulator
JiST-SWANS yang dapat menjamin validitas kinerja dan pengamatan dari simulasi
tertentu. SIDnet adalah alat yang extensible yang dibuat dengan baik dan mudah
untuk dipelajari.
Titik fokus pada simulator SIDnet-SWANS adalah node dimana SIDnet
node merepsentasikan sebagai interface antara network stack dan seluruh
komponen dari simulator termasuk GUI, sensorial field, lokasi node, manajemen
energi dan lainnya (Ghica, et al., 2008). Setiap aplikasi dan implementasi
network/routing harus direfrensikan di setiap node. Node juga sebagai tempat
penampungan informasi yang digunakan oleh seluruh elemen simulator seperti
17
neighboring node list, tingkat energi dan lainnya. Gambar 2.8 merupakan arsitektur
dari SIDnet-SWANS.
SIDnet-SWANS ini telah digunakan dalam beberapa penelitian dalam
jaringan sensor nirkabel. Salah satu penelitian yang menggunakan SIDnet-SWANS
ini adalah dalam efisiensi enrgi data aggregasi (Xu, et al., 2013). Dalam penelitian
tersebut, Xu menggunakan SIDnet-SWANS untuk meneliti penggunaan data
aggregasi untuk melakukan efisiensi energi dengan compressive sensing. Selain itu
terdapat juga penelitian mengenai cross layer protokol pada jaringan sensor
nirkabel yang menggunakan simulator SIDnet-SWANS dalam pengujiannya
(Hefeida, et al., 2012).
Gambar 2.8 Arsitektur dari simulator SIDnet-SWANS (Ghica, et al., 2008)
18
2.1.9. Protokol Zigbee (802.15) Zigbee adalah sebuah protokol komunikasi standar untuk low-power,
jaringan mesh nirkabel (Faludi, 2011). ZigBee merupakan standar protokol
komunikasi untuk low-power dan wireless mesh networking. Protokol ZigBee sama
seperti protokol standar lainnya seperti Bluetooth atau WiFi, segala manufaktur
yang mendukung protokol komunikasi Zigbee bisa saling berhubungan. Sedangkan
XBee merupakan merek dagang dari komunikasi radio yang mendukung beberapa
protokol komunikasi seperti ZigBee, WiFi dan lainnya. Gambar 2.9 merupakan
salah satu produk Xbee yang telah mendukung protokol Zigbee.
Gambar 2.9. XBee salah satu perangkat pendukung Zigbee
Lapisan jaringan Zigbee yang mendukung fitur-fitur canggihnya juga
dikenal sebagai IEEE 802.15.4. merupakan set standar yang terdiri dari manajemen
tenaga, addressing, error correction, message formats, dan point-to-point lainnya
yang lebih spesifik diperlukan untuk ketepatan komunikasi dari satu radio ke
lainnya. Setiap jaringan Zigbee memiliki single coordinator device. Tanpa jaringan
tidak bisa memanggil apapun kecuali ada dua benda yang berhubungan. Jadi setiap
jaringan Zigbee juga memiliki sedikitnya satu router device atau end device.
Beberapa jaringan memiliki keduanya dan juga lebih besar daripada sekedar dua
atau tiga radio. Gambar 2.10 adalah tiga topologi Zigbee yang utama yang didukung
oleh Zigbee.
19
Gambar 2.10. Tiga topologi yang didukung Zigbee (Faludi, 2011)
2.2. Penelitian Terkait 2.2.1. Shortest Path Routing pada Jaringan Sensor Nirkabel
Shortest-path merupakan permasalahan yang sangat fundamental dan
permasalahan yang sering muncul pada penelitian transportasi ataupun jaringan
komunikasi (Deo & Pang, 1984). Pernyataan ini sebagiannya benar jika kita melihat
secara umum permasalahan yang menyangkut shortest-path seperti longest-path,
most-reliable-path, largest-capacity-path dan beberapa permasalahan routing
lainnya.
Shortest path juga digunakan pada beberapa penelitian sebelumnya seperti
sistem pengawasan suhu dan humidity pada jaringan sensor nirkabel. (Khan, et al.,
2014). Pada penelitian ini, suhu dan humidity dari beberapa tempat dilakukan
pengambilan data pemantauan dan dikirim menuju sink node menggunakan
jaringan sensor nirkabel. Data dikirim dari source node ke sink node melalui
shortest path yang tersedia dengan algoritma Djikstra.
Ada juga penelitian yang memodifikasi algoritma Floyd-Warshall untuk
diimplementasikan dengan shortest path pada jaringan sensor nirkabel (Khan, et
al., 2014). Pada penelitian ini diperkenalkan versi modifikasi dari algoritma Floyd-
Warshall. Modifikasi ini menghasilkan algoritma shortest path yang baru yang
20
diujikan pada Turbo C. Berdasarkan hasil pengujian, algoritma yang baru ini
mampu bekerja dengan baik jika diimplementasikan pada jaringan sensor nirkabel.
Selain itu terdapat juga penelitian yang bertujuan memaksimalkan network
lifetime dengan menggunakan shortest path aggregation pada jaringan sensor
nirkabel (Luo, et al., 2011). Dalam penelitian ini dipersempit pada permasalahan
pencarian shortest-path pada jaringan yang menggunakan data aggregasi.
Penelitian ini menggunakan konsep load-balancing untuk menyamaratakan aliran
data yang melalui sebuah node sehingga penggunaan energi bisa didistribusikan
secara merata.
2.2.2 Tree-Based Hierarchical Data Aggregation Pada jaringan tree-based, sensor node dibangun berdasarkan struktur tree
dimana agregasi data terjadi pada intermediate node. Tree-based agregasi data
sangat cocok untuk pengaplikasian in-network data aggregation. Salah satu
kelebihan dari agregasi data model tree-based adalah konsumsi energi yang efisien
(Rajagopalan & Varshney, 2006).
Salah satu dari arsitektur routing dari tree-based agregasi data adalah
Energy-Aware Distributed Heuristic (EADAT) untuk membangun dan
menjalankan agregasi data pada arsitektur tree-based (Ding, et al., 2003).
Algoritma yang digunakan adalah broadcast sebuah control message yang
dilakukan oleh sink node. Sink node diasumsikan sebagai penentu dari root node
pada aggregation tree. Control message memiliki 5 atribut yaitu ID, parent, power,
status, dan hopcount. Setelah menerima control message untuk pertama kali, sensor
node akan melakukan inisiasi sebuah timer untuk menghitung waktu ketika node
berada pada mode idle. Pada saat proses ini, sensor node akan memilih rute untuk
menuju sink dengan pertimbangan dari energi yang terdapar pada next hop dan rute
tercepat menuju sink. Ketika timer menembus batas timeout, node tersebut akan
menambah nilai hop yang dimiliki.
Proses ini akan terus berlanjut hingga semua node melakukan broadcast
pesan dan terbentuk sebuah rute menuju sink dengan bentuk tree-based.
Keuntungan yang dimiliki oleh algoritma ini adalah node yang memiliki sumber
daya energi yang tinggi akan memiliki kemungkinan yang besar menjadi sebuah
21
non-leaf node atau intermediate node. Untuk menjaga routing terdapat sebuah
parameter untuk menentukan treshold dari batas normal dari energi yang tersisa.
Jika energi yang tersisa dari sebuah node mencapai batas treshold maka node
tersebut akan melakukan broadcast control message dan mematikan radio dan
child node yang menerima pesan tersebut akan menjadi parent node yang baru. Jika
tidak maka routing akan memasuki danger state.
Protokol routing EADAT dijalankan pada sebuah simulator dengan luas
daerah simulasi adalah 160 x 160 meter. Hasil dari ujicoba yang dilakukan adalah
EADAT mampu memperpanjang lifetime dari jaringan sensor dibandingan dengan
metode yang tidak menggunakan aggregasi data. EADAT juga menujukan bahwa
penggurangan energi yang terjadi akibat operasi dari jaringan tersebut mampu
diperlambat dibandingan dengan tanpa metode data agregasi. Salah satu dari poin
menarik berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan adalah konsumsi energi semakin
berkurang secara linier dengan bertambah network density.
23
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi Studi
Literatur, Desain dan Implementasi Sistem, Analisis Pengujian, Evaluasi Kerja, dan
Dokumentasi Sistem. Alur metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3.1. Studi Literatur Studi literatur yang dilakukan bertujuan untuk memperoleh informasi yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, seperti:
1. Mengetahui mekanisme-mekanisme yang diterapkan pada konsep Data
Aggregation
2. Mengetahui penelitian terdahulu yang terkait dengan penggunaan
emulator SIDnet-SWANS
3. Mengetahui cara implementasi jaringan konsep jaringan sensor nirkabel
dengan memanfaatkan konsep Data Aggregation dan Adaptive Payload
3.2. Desain dan Implementasi Pada penelitian ini dikerjakan metode yang menggunakan konsep Data
Aggregation pada pengiriman data menuju koordinator dari jaringan sensor
nirkabel. Metode yang dikembangkan ini selanjutnya diberi nama Aggregated
Gambar 3.1. Alur metodologi penelitian
24
Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload. Secara umum metode yang
dikerjakan memiliki dua tahap yaitu menyebarkan sensing query ke seluruh node
dan melakukan pengiriman data sensor dari masing-masing node yang masuk
dalam area pengawasan atau region. Gambar 3.2 merupakan skema secara
keseluruhan metode yang dikerjakan. Desain ini diharapkan mampu meneruskan
paket data sensor yang dikirim menuju koordinator dengan meningkatkan jumlah
data yang berhasil dikirimkan dan mengurangi jumlah transmisi data yang
dilakukan sehingga mampu mengurangi konsumsi energi yang digunakan untuk
mengirimkan data. Pada penelitian ini nantinya terdapat beberapa istilah yang
digunakan dalam pembahasannya yaitu:
1. Payload: data sensor yang dihasilkan pada source node yang merupakan
hasil pemantauan lingkungan dari node tersebut.
2. Payload Space: merupakan variabel yang menampung payload sebelum
nantinya dikirimkan menuju sink node.
3. Payload Size: merupakan ukuran dari payload space.
4. Aggregator Pool: merupakan variabel yang menampung nilai yang telah
dilakukan aggregasi pada cluster head aggregator.
5. Cluster Head Aggregator: node yang berfungsi sebagai cluster head yang
bertugas melakukan aggregasi pada setiap payload yang diterima dari
node yang mengerjakan sensing query yang sama dengan cluster head
aggregator.
6. Region: merupakan wilayah yang diawasi pada jaringan sensor nirkabel
dan terdapat pada sensing query.
7. Sensing Query: merupakan informasi lama pengawasan, wilayah
pengawasan, dan interval pengambilan nilai pemantauan yang dilakukan
pada jaringan sensor nirkabel yang dibuat oleh sink node dan dikirim
keseluruh node.
8. Priority Level: merupakan informasi yang terdapat pada payload
mengenai kondisi lingkungan tersebut.
25
3.2.1. Fase Pengiriman Sensing Query Pada fase ini, sensing query dibuat pada sink node pada jaringan sensor
nirkabel yang kemudian disebarkan pada jaringan sensor nirkabel dengan cara
melakukan broadcasting ke seluruh node yang terdeteksi oleh sink node. Gambar
3.3 merupakan diagram dari skema pengiriman sensing query menuju source node.
Node yang terdeteksi oleh sink node menirima sensing query dan
memeriksa informasi yang terdapat pada sensing query. Ketika node yang
menerima sensing query ternyata berada pada region yang diawasi maka node
Gambar 3.2. Skema dari metode yang dikerjakan secara umum yang memiliki dua tahap
Gambar 3.3. Diagram dari skema pengiriman sensing query.
26
tersebut akan melakukan proses sensing dengan memberi informasi tersebut kepada
layer aplikasi kemudian kembali menyebarkan dengan cara broadcasting ke
seluruh node yang berada di sekitar yang berada dalam radius jangkauan. Nomor id
dari sensing query nantinya dicatat oleh node tersebut untuk mencegah adanya
duplikasi pada data yang diterima sehingga ketika menerima sensing query yang
pernah diproses sebelumnya akan diabaikan untuk mencegah kondisi broadcasting
tidak terulang terus menerus.
3.2.2. Fase Pengiriman Payload Data Sensor Fase ini dimulai ketika sebuah sensing query diterima pada layer aplikasi
pada node yang masuk dalam region. Setelah menerima informasi sensing query,
node tersebut memulai pengamatan selama waktu yang diberikan pada sensing
query. Pada fase ini terdapat 2 tahap yaitu pemrosesan data pada source node, dan
aggregasi data pada cluster head aggregator.
3.2.2.1. Pemrosesan Data pada Source Node
Pada tahap ini data sensor yang dihasilkan pada source node tidak
langsung dikirimkan menuju sink node melainkan dilakukan pemrosesan terlebih
dahulu menggunakan metode kontrol payload space yang adaptif. Data yang
dihasilkan dari tahap ini nantinya hanya berjumlah satu data yang mewakili range
waktu dari node tersebut dengan menggunakan konsep rata-rata. Gambar 3.4
merupakan diagram tahap pemrosesan data pada source node.
Pemrosesan data diawali pada application layer dengan melakukan
insialisasi pada priority level yang diberikan nilai yang paling rendah. Kemudian
dilakukan pemeriksaan apakah energi pada node tersebut berada dibawah 5% dan
durasi waktu yang didapatkan dari sensing query masih ada. Setelah itu node
melakukan pengambilan nilai dari sensor kemudian memasukannya pada payload
space hingga payload space terisi penuh. Ketika payload space terisi penuh maka
selanjutnya dilakukan agregasi dengan metode rata-rata pada keseluruhan data pada
payload space yang menghasilkan nilai yang baru. Nilai yang baru tersebut
selanjutnya dikirim menuju network layer.
27
Pada network layer data yang diterima dari application layer selanjutnya
dikirim menuju cluster head aggregator. Network layer melakukan pemilihan
terhadap seluruh node tetangga yang mengerjakan sensing query yang sama yang
memiliki jumlah tetangga yang paling banyak. Ketika tidak terdapat node tetangga
yang memiliki jumlah tetangga paling banyak maka data hasi rata-rata pada
application layer langsung dimasukan ke dalam aggregator pool yang artinya node
tersebut menganggap bahwa dirinya adalah cluster head aggregator. Jika ternyata
Gambar 3.4. Diagram dari tahap pemrosesan data pada source node.
28
cluster head aggregator merupakan node yang lain maka data tersebut dikirim ke
node tersebut melalui MAC layer.
Pada MAC layer data akan dikirimkan menuju node tujuan yaitu cluster
head aggregator. Ketika terjadi kegagalan pengiriman, maka MAC layer akan
memberikan informasi kegagalan kepada application layer sehingga application
layer memperbesar payload space untuk memperlambat pengiriman data. Ketika
data berhasil dikirim, maka payload space pada application layer diperkecil
sehingga pengiriman data lebih cepat.
3.2.2.2. Aggregasi Data pada Cluster Head Aggregator
Pada cluster head aggregator terjadi proses agregasi dari data nilai sensor
yang dikirim dari node pada region yang mengerjakan sensing query yang sama
dengan cluster head aggregator. Ketika sebuah data nilai sensor diterima oleh node
cluster head aggregator, node melakukan aggregasi pada data yang sebelumnya
telah ada pada aggregator pool berdasarkan id sensing query, tipe sensor, dan
priority level. Gambar 3.5 merupakan diagram skema proses yang terjadi pada
cluster head aggregator.
Gambar 3.5. Diagram dari skema skema proses yang terjadi pada cluster head aggregator.
29
Agregasi dilakukan selama interval waktu tertentu hingga mencapai batas
minimal untuk diteruskan menuju sink node. Hasil dari data agregasi adalah nilai
rata-rata, maksimum dan minimum dari seluruh data yang diagregasi. Nilai rata-
rata, maksimum dan minimum tersebut dikirim menuju sink node menjadi satu
paket data dengan menyertakan informasi mengenai jumlah data yang di aggregasi
dan priority level dari data tersebut.
Proses aggregasi pada cluster head aggregator hanya terjadi satu kali yang
terjadi pada node yang menerima data nilai sensor dari node lain. Setelah proses
agregasi memenuhi batas minimum untuk dikirim ke sink node, selanjutnya data
nilai sensor dikirim menggunakan metode Shortest Geo Path tanpa ada perubahan
lagi pada paket data.
3.2.3. Metode Pendukung Pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload yang
dikerjakan memiliki beberapa metode pendukung yang digunakan untuk
membangun metode yang dikerjakan. Beberapa metode pendukung yang digunakan
ada 2 metode yaitu metode yang berasal dari konsep aggregated route dan metode
yang berasal dari konsep adaptive payload.
3.2.3.1. Aggregated Route Aggregated route merupakan konsep penggabungan data dari berbagai
node pada region yang sama yang dilakukan pada cluster head aggregator. Metode
ini berfungsi untuk menunggu selama beberapa jeda waktu untuk mengumpulkan
data dari beberapa node terkumpul hingga mencapai batas minimum pengiriman.
Setelah batas minimum telah tercapai selanjutnya data tersebut diaggregasi untuk
selanjutnya dikirim menuju sink node dalam satu data yang baru.
Hal ini dapat mengurangi jumlah transmisi yang dilakukan sehingga dapat
mengurangi konsumsi energi yang digunakan. Pengurangan energi yang digunakan
akhirnya dapat meningkatkan network lifetime dari jaringan tersebut. Selain itu
tingkat kepadatan jumlah data yang melintas di jaringan sensor nirkabel dapat
dikurangi.
30
3.2.3.2. Adaptive Payload Adaptive payload merupakan konsep penggunaan jeda waktu dalam
pengiriman data pada source node. Dalam jeda waktu tersebut data sampling atau
payload dikumpulkan dalam tempat yaitu payload space. Ketika jeda waktu
tersebut payload space telah penuh, maka data yang telah terdapat pada payload
space dirata-ratakan dan dikirim. Payload space dikatakan penuh jika jumlah data
pada payload space sama dengan payload size. Pengaturan jeda waktu ini diatur
dari payload size dan data baru akan dikirim ketika payload space telah terisi penuh.
Payload size ini diatur sesuai dengan laporan pengiriman dari data sebelumnya. Jika
data sebelumnya berhasil dikirim maka payload size dikurangi sehingga payload
space lebih cepat terisi penuh sehingga pengiriman data lebih cepat. Ketika terjadi
kegagalan pengiriman maka payload size ditingkatkan sehingga payload space
lebih lambat untuk terisi penuh sehingga pengiriman data lebih lambat. Payload
space memiliki nilai minimum dan maksimum untuk menampung jumlah payload
dan payload size bergerak antara nilai minimum dan maksimum tersebut sesuai
dengan laporan pengiriman. Gambar 3.6 merupakan ilustrasi dari metode adaptive
payload.
Hal ini dapat mengurangi jumlah transmisi yang dilakukan sehingga dapat
mengurangi konsumsi energi yang digunakan. Pengurangan energi yang digunakan
Gambar 3.6. Ilustrasi metode adaptive payload.
31
akhirnya dapat meningkatkan network lifetime dari jaringan tersebut. Selain itu
tingkat kepadatan jumlah data yang melintas di jaringan sensor nirkabel dapat
dikurangi serta keberhasilan pengiriman dapat ditingkatkan.
3.2.3.3. Network Tree Based Adanya metode aggregated route pada penjelasan sebelumnya, maka
masing-masing region yang diawasi membentuk sebuah topologi jaringan tree.
Topologi ini memiliki 3 tingkat hirarki, dimana tingkat terendah atau pertama yaitu
source node, tingkat menengah atau kedua merupakan cluster head aggregator, dan
tingkat tertinggi atau ketiga merupakan sink node.
Cluster terbentuk dari masing-masing source node dari sebuah region
dengan menentukan cluster head aggregator dari source node tersebut berdasarkan
informasi node tetangga yang memproses sensing query yang sama, berada pada
region yang sama, dan node tersebut memiliki jumlah tetangga yang paling banyak.
Sehingga masing-masing region bisa memiliki beberapa cluster yang dimana
cluster head aggregator sebagai cluster head, dan member dari cluster tersebut
adalah source node yang mengirim data ke cluster head tersebut.
3.3. Analisis Pengujian Tujuan dari pengujian sistem adalah untuk mengetahui kemampuan dari
pengembangan protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive
Payload yang bertujuan mengoptimalkan lifetime dari node pada jaringan sensor
nirkabel dengan melakukan kontrol yang adaptif pada rate pengiriman data nilai
sensor dan mengurangi jumlah transmisi data dengan cluster head aggregator.
Parameter yang akan diuji meliputi average energy left, total dead node, dan delay
event detection. Berikut adalah penjelasan dari masing – masing parameter analisis
pengujian:
a. Average energy left
Average energy left merupakan sisa energy yang terdapat pada
sebuah node setelah dilakukan uji coba yang kemudian dirata-ratakan
dengan total jumlah node. Average energy left merupakan parameter
analisis pengujian yang penting karena jika nilai dari parameter analisis
32
pengujian ini kecil, maka node pada jaringan akan memiliki kemungkinan
mengalami kehabisan energi ketika beroperasi sehingga fungsionalitas
dari jaringan tersebut menurun. Semakin besar nilainya maka semakin
baik kinerja protokol.
𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 𝑙𝑒𝑓𝑡 = ∑ 𝑛𝑜𝑑𝑒 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 𝑙𝑒𝑓𝑡
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑑𝑒%
(3.1)
b. Total dead node
Total dead node merupakan jumlah node yang mengalami kehabisan
energi untuk beroperasi selama sebuah sensing query diproses pada
jaringan sensor nirkabel. Total dead node merupakan parameter analisis
pengujian yang penting karena pada jaringan sensor nirkabel, node
memiliki sumber daya yang terbatas, sehingga ketika node tersebut
kehabisan energi dan mati akan menurunkan tingkat fungsionalitas dari
jaringan tersebut. Semakin kecil nilai dari total dead node, semakin baik.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑎𝑑 𝑛𝑜𝑑𝑒
= ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑜𝑑𝑒 − ∑ 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑙𝑖𝑣𝑒 𝑛𝑜𝑑𝑒
(3.2)
c. Delay event detection
Delay event detection merupakan selisih waktu antara suatu kejadian
dideteksi oleh sink node dengan realita terjadinya suatu kejadian.
Parameter analisis pengujian ini sangat penting, karena jaringan sensor
nirkabel dibuat untuk memantau sebuah kondisi dari sebuah wilayah.
Ketika delay dari selisih waktu yang terdeteksi dan waktu kejadian
sesungguhnya bernilai besar atau bahkan suatu kejadian tidak terdeteksi,
maka hal tersebut menurunkan nilai fungsionalitas dari jaringan sensor
nirkabel terserbut. Karenanya semakin kecil nilai dari parameter analisis
pengujian ini, menunjukan kinerja performa protokol yang baik
33
𝐷𝑒𝑙𝑎𝑦 𝑒𝑣𝑒𝑛𝑡 𝑑𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛
= ∑ (𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐷𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑𝑖 − 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐻𝑎𝑝𝑝𝑒𝑛𝑖) + ⋯ + (𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐷𝑒𝑡𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑𝑛 − 𝑇𝑖𝑚𝑒 𝐻𝑎𝑝𝑝𝑒𝑛𝑛)𝑛
𝑖=0
𝑛%
(3.3)
3.4. Evaluasi Sistem Protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload
ini diujikan pada simulator SIDnet-SWANS dengan menggunakan skenario uji
coba. Hasil evaluasi nantinya akan dibandingkan dengan beberapa metode yang lain
untuk mengukur kinerja performa dari protokol Aggregated Shortest Geo-Path
Routing with Adaptive Payload dengan parameter uji coba yang sama. Selain itu
evaluasi juga dilakukan dengan membandingan dengan beberapa parameter uji
coba yang berbeda.
3.4.1. Lingkungan Uji Dalam proses pengujian, sistem yang akan dikembangkan nantinya akan
diujikan pada sebuah komputer. Adapun spesifikasi dari komputer yang digunakan
adalah sebagai berikut:
a. Processor AMD Phenom II X4, 3.5 GHz
b. RAM 4 GB
c. Harddisk 1 TB
d. Sistem Operasi Windows 7 Ultimate x64
e. Java Development Kit 1.7
3.4.2. Pengujian dengan SIDnet-SWANS SIDnet–SWANS merupakan simulator jaringan yang digunakan untuk
melakukan pengujian kinerja dari beberapa protokol jaringan sensor nirkabel.
SIDnet-SWANS adalah gabungan dari 3 simulator yaitu JIST, SWANS dan SIDnet,
dimana SIDnet berjalan diatas SWANS dan JIST.
Protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload
yang dikembangkan ini, nantinya akan diujikan dengan menggunakan simuator
jaringan sensor nirkabel SIDnet-SWANS. SIDnet-SWANS telah menyediakan
salah satu protokol routing berbasis lokasi yaitu Shortest Geo Path Routing
34
Protocol dan protokol routing Hearthbeat Protocol untuk melakukan discovery
terhadap tetangga node. Penelitian yang dilakukan ini adalah melakukan modifikasi
pada protokol routing Shortest Geo Path dalam penanganan pengiriman nilai data
pengamatan sensor dengan menggunakan konsep tree-based aggregated routing.
Modul protokol routing SGP pada SIDnet-SWANS akan dikembangkan agar dapat
mengimplementasikan protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with
Adaptive Payload, menambahkan modul baru untuk menangani adaptive payload,
dan melakukan modifikasi pada modul 802.15 untuk menangani laporan
pengiriman data.
3.4.3. Parameter Uji Adapun parameter pengujian pada simulator yang digunakan untuk
menguji protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload
yang bersifat konstan untuk semua skenario yang diujikan ditampilkan pada Tabel
3.1. Parameter uji ini bersifat hardcode yang langsung diaplikasikan pada source
code dari simulator.
Simulator running time merupakan batas waktu dari lama simulator ini
berjalan yang merupakan sebuah nilai integer. Parameter pengujian ini diberikan
nilai tertinggi yang bisa ditampung oleh sebuah integer. Hal ini bertujuan, agar
ketika suatu skenario mengalami pengujian yang sangat lama, pengujian tersebut
tidak dihentikan secara mendadak oleh simulator karena melewati batas lama
pengujian.
Radio merupakan parameter pengujian pada simulator yang merupakan
keterangan dari perangkat nirkabel yang digunakan pada masing-masing node.
Parameternya meliputi kecepatan transfer dari perangkat, dan sensitivitas jarak
pengiriman data.
Power consumption merupakan nilai dari konsumsi energi pada masing-
masing state atau kondisi dari masing-masing node pada simulator. Masing-masing
kondisi dari node akan memiliki cost energi yang diguanakan. Misalkan ketika node
tersebut mengirimkan sebuah data, maka energi yang digunakan adalah pada
kondisi RadioCurrentDraw_TransmitMode.
35
Untuk parameter node merupakan spesifikasi dari seluruh node yang
digunakan pada simulator. Pada pengujian ini, masing-masing node ditempatkan
secara random, memiliki 2 sensor yaitu GPS dan suhu, dan memiliki baterai 3 volt
dengan kapasitas 75 mAh.
Parameter sensing query merupakan perintah pemantauan lingkungan
yang akan digunakan. Terdapat 3 sensing query yang akan digunakan pada
pengujian. Masing-masing sensing query memiliki region yang berbeda dengan
lama pengawasan yaitu 48 jam dan sampling interval (pengambilan nilai dari sensor
suhu) setiap 1 detik.
Priority level pada pengujian ini terdapat 3 level dengan masing-masing
level ditentukan dari nilai pengamatan sensor suhu yang dihasilkan oleh masing-
masing source node sesuai dengan rentang suhu dari masing-masing level. Level 1
memiliki rentang suhu 10 – 40 derajat Celcius, level 2 memiliki rentang suhu 41 –
48 derajat Celcius, dan level 3 memiliki rentang suhu 49 – 100 derajat Celcius.
Pada adaptive payload terdapat beberapa parameter yang digunakan sesuai
dengan priority level yang digunakan. Pada priority level 1 (normal), payload space
memiliki ukuran diantara 30 – 60 data, priority level 2 (suspicious) memiliki ukuran
diantara 20 – 30 data, dan priority level 3 (emergency) memiliki ukuran 10 – 20
data.
Aggregated route memiliki beberapa parameter, yaitu interval aggregator
timing untuk mengatur jeda waktu sebelum aggregator pool diperiksa kembali dan
minimum aggregated data yaitu jumlah data minimum yang dilakukan aggregasi
untuk masing-masing priority level sebelum dikirim menuju sink node.
Tabel 3.1 Parameter Uji Simulator
Keterangan Detail
Simmulator Running Time (sec) 2147483647
Radio bandwidth (bps) 40000
transmit (dBm) -12
Power
consumption
ProcessorCurrentDrawn_ActiveMode [mA] 8
ProcessorCurrentDrawn_SleepMode [mA] 0.015
36
Keterangan Detail
RadioCurrentDrawn_TransmitMode [mA] 27
RadioCurrentDrawn_ReceiveMode [mA] 10
RadioCurrentDrawn_ListenMode [mA] 3
RadioCurrentDrawn_SleepMode [mA] 0.5
SensorCurrentDrawn_ActiveMode [mA] 10
SensorCurrentDrawn_PassiveMode [mA] 0.01
Node
Placement Random
Sensor GPS,
Temperature
Battery Capacity (mAh) 75
Battery Voltage (volt) 3
Sensing
Query
Region (count) 3
Duration (hour) 48
Sampling Interval (Sec) 1
Priority
Level
Priority Level (count) 3
Priority level 1 temperature range
(Celcius)
min 10
max 40
Priority level 2 temperature range
(Celcius)
min 41
max 48
Priority level 3 temperature range
(Celcius)
min 49
max 100
Adaptive
Payload
Payload Space Priority Level 1
min 30
max 60
state normal
Payload Space Priority Level 2
min 20
max 30
state suspicious
Payload Space Priority Level 3 min 10
max 20
37
Keterangan Detail
state emergency
Aggregated
Route
Interval aggregator timing (sec) 5
Maximum failed-retry (count) 0
Interval before failed-retry send (sec) 10
Minimum Aggregate Data Priority Level 1 5
Minimum Aggregate Data Priority Level 2 3
Minimum Aggregate Data Priority Level 3 1
3.4.4. Evaluasi Kinerja Evaluasi sistem pada penelitian ini nantinya dilakukan dengan cara
mengamati data hasil penelitian pada saat menjalankan sistem dengan simulator
SIDnet-SWANS. Berikut adalah rancangan skenario sistem yang akan dievaluasi:
1. Skenario dengan perbandingan dengan metode lainnya yaitu
- Aggregated Shortest Geo Path without Adaptive Payload
(AGSGPNAP)
- Shortest Geo Path with Adaptive Payload (SGPAP)
- Shortest Geo Path without Adaptive Payload (SGPNAP)
2. Skenario variasi luas jaringan
- 100 x 100, 200x200, 300x300, 400x400, 500x500
3. Skenario variasi jumlah node
- 100, 200, 300
3.5. Dokumentasi Sistem Pada tahapan ini dilakukan dokumentasi sistem dalam bentuk penulisan
laporan hasil penelitian yang dilakukan. Tujuan dari tahapan ini adalah
menghasilkan dokumentasi tertulis dalam bentuk laporan tesis dan jurnal.
Dokumentasi tersebut nantinya dapat digunakan sebagai acuan terkait dengan hal
perancangan protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive
Payload.
38
3.6. Jadwal Kegiatan Penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan. Tabel 3.3 merupakan
jadwal kegiatan penelitian dari metode yang ini.
Tabel 3.2. Jadwal rencana kegiatan penelitian
Kegiatan Bulan I II III IV
Studi Literatur
Desain dan Implementasi
Analisis Pengujian Sistem
Evaluasi Dokumentasi Sistem
39
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan memaparkan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam
implementasi Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk
Jaringan Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan
Kontrol Payload Space yang Adaptif yang diimplementasikan pada simulator
SIDnet-SWANS. Pada Bab 4 ini juga akan dijabarkan mengenai penerapan
skenario pengujian dan evaluasi metode dengan menganalisa data hasil pengujian
yang telah dilakukan. Hasil analisis akan disajikan pada bagian akhir dari Bab ini.
4.1. Tahapan Implementasi Metode Penelitian ini disimulasikan dengan menggunakan simulator SIDnet-
SWANS. Pada sub-bab ini akan disajikan langkah-langkah implementasi secara
umum dan akan dibahas lebih terperinci pada sub bab berikutnya. Tahapan
implementasi metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah tahap perancangan dan implementasi dari
Pengembangan Protokol Pengiriman dan Aggregasi Data untuk Jaringan
Sensor Nirkabel dengan Topologi Tree (Tree-Based Network) dengan
Kontrol Payload Space yang Adaptif. Pada tahapan ini akan dihasilkan
modul protokol pengiriman yang disebut Aggregated Shortest Geo-Path
Routing with Adaptive Payload. Tahapan ini diimplementasikan dengan
menggunakan SIDnet-SWANS yang berbasis bahasa pemrograman Java.
2. Tahap kedua adalah perancangan skenario pengujian yang akan
digunakan untuk menguji kinerja sistem modul protokol Aggregated
Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload yang telah dihasilkan
pada tahap pertama. Skenario yang dirancang meliputi variasi luas area,
variasi jumlah node, dan skenario kejadian pada region yang diawasi.
Pada tahap kedua ini akan dihasilkan nilai parameter yang akan digunakan
pada pengujian pada tahap ketiga dengan menggunakan simulator
jaringan sensor nirkabel yaitu SIDnet-SWANS.
40
3. Tahap ketiga merupakan tahap terakhir yaitu melakukan pengujian
terhadap protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive
Payload dengan simulator jaringan sensor nirkabel SIDnet-SWANS.
Pada tahap ketiga ini akan dihasilkan skrip hasil pengujian metode berupa
file teks. File teks yang dihasilkan akan dianalisis sesuai dengan variasi
skenario yang telah ditentukan pada tahap kedua. Tahap pengujian ini
dilakukan untuk memastikan sistem Aggregated Shortest Geo-Path
Routing with Adaptive Payload berjalan tanpa adanya kesalahan pada
proses kompilasi.
Pembuatan program untuk sistem Aggregated Shortest Geo-Path Routing
with Adaptive Payload dilakukan dengan memodifikasi modul-modul yang telah
terdapat pada simulator jaringan sensor nirkabel SIDnet-SWANS. Modifikasi
dilakukan meliputi modul application layer, modifikasi modul shortest geo path
routing, modul driver simulator, module MAC 802.15 layer, pembuatan modul
adaptive payload, pembuatan class type paket pesan yang dikirim, dan modifikasi
dan pembuatan stats collector untuk mengumpulkan data hasil ujicoba. Beberapa
modifikasi dilakukan dengan cara menggandakan modul yang sudah ada ke dalam
package sidnet.stack.users.aggregate_route dan memodifikasi modul yang telah
dilipatgandakan di package sidnet.stack.users.aggregate_route untuk
mempermudah melakukan tracking jika terjadi kesalahan.
4.1.1. Modifikasi Modul Application Layer Modifikasi application layer dilakukan dengan cara menggandakan
terlebih dahulu module application layer yang telah ada secara default dari package
users.java.sidnet.stack.users.sample_p2p.app dengan nama AppSampleP2P.java,
MessageDataValue.java, dan MessageQuery.java ke dalam
sidnet.stack.users.aggregate_route dengan nama AppLayer.Java,
MessageDataValue.java, dan MessageQuery.java. Setelah itu membuat kelas Java
baru yaitu DropperNotifyAppLayer.java yang berfungsi menangani notifikasi
pengiriman dari MAC layer.
Pada file AppLayer.java modifikasi dilakukan dengan menambah
beberapa variabel global dan memodifikasi beberapa fungsi. Fungsi yang di
41
modifikasi terdapat pada bagian metode Sensing() yang berfungsi untuk melakukan
pemantauan terhadap lingkungan dan fungsi Receive() yang berfungsi menerima
pesan masuk yang berasal dari network layer.
Pada metode Sensing() dilakukan modifikasi bertujuan untuk memberikan
opsi pengolahan data menggunakan metode adaptive payload atau tidak, dan opsi
penggunaan routing Shortest Geo Path dengan adanya aggregated routing atau
tanpa aggregated routing. Sehingga nantinya uji coba dapat dilakukan dengan
memilih metode yang ingin digunakan dengan mencantumkan metode di dalam
parameter pemanggilan simulasi. Gambar 4.1 merupakan hasil modifikasi pada
metode Sensing().
Pada metode Receive() dilakukan modifikasi untuk mengolah informasi
dari data yang diterima dari network layer berupa pesan yang telah diaggregasi
maupun pesan notify yang bertujuan untuk menyampaikan informasi mengenai
1
..
3
4
..
5
6
..
7
8
9
10
..
11
12
..
13
14
..
15
16
17
..
18
19
if
(myNode.getEnergyManagement().getBattery().getPercentageEn
ergyLevel() >= 1) {
...
if (this.usingAdaptivePayload) {
//Metode Adaptive Payload
...
} else {
//Metode Tanpa Adaptive Payload
...
}
if (sentValue >= 0) {
...
if (this.usingAggregateRoute) {
//Metode Aggregate Routing
...
} else {
//Tanpa Metode Aggregate Routing
...
}
//Kirim pesan melalui Network Layer
...
}
}
Gambar 4.1 Hasil modifikasi pada metode Sensing().
42
pengiriman pesan, apakah berhasil atau tidak. Sehingga nantinya simulator dapat
menangani pesan yang telah diaggregasi, dan notifikasi pengiriman dari MAC
layer. Gambar 4.2 merupakan hasil modifikasi pada metode Receive().
Variabel global yang ditambahkan adalah variabel dari kelas
AdaptiveAggregationPayload yang berguna untuk menangani metode Adaptive
Payload dan variabel global untuk mengetahui apakah menggunakan metode
adaptive payload atau aggregate routing.
4.1.2. Modifikasi Modul Shortest Geo Path Routing Modifikasi pada modul Shortest Geo Path Routing dilakukan dengan
melipatkgandakan terlebih dahulu package dari
sidnet.stack.std.routing.shortestgeopath ke dalam package
sidnet.stack.users.aggregate_route.routing. Kelas yang dilipatgandakan ada 2
kelas yaitu kelas SGPWrapperMessage.java menjadi
ProtocolMessageWrapper.java dan kelas ShortestGeoPathRouting.java menjadi
kelas RoutingProtocol.java. Setelah itu dibuat 4 kelas baru yaitu
1
2
3
4
5
6
..
7
8
9
10
..
11
12
13
14
..
15
16
public void receive(...) {
if
(myNode.getEnergyManagement().getBattery().getPercentageEn
ergyLevel() < 5)
return;
//Handle untuk notifikasi pengiriman
if (msg instanceof DropperNotifyAppLayer) {
...
}
//Handle Sensing query
if (msg instanceof MessageQuery) {
...
}
//Handle aggregate data
if (msg instanceof MessageAggregatedDataValue) {
...
}
}
Gambar 4.2 Hasil modifikasi pada metode Receive().
43
MessageAggregatedDataValue.java, MessageNodeDiscover.java, dan
NodeEntryDiscover.java yang merupakan kelas untuk penentuan tipe pesan.
Pada kelas RoutingProtocol.java dilakukan modifikasi pada keseluruhan,
beberapa fungsi yang berada pada kelas ShortestGeoPathRouting.java dihapus dan
juga ditambahkan beberapa fungsi baru untuk menangangi beberapa tipe pesan
baru, melakukan broadcasting informasi node, melakukan pemilihan cluster head
aggregator, menangani aggregator pool, dan pengirman data yang telah
diaggregasi menuju sink node. Gambar 4.3 merupakan hasil modifikasi dari
RoutingProtocol.java dan Gambar 4.4 merupakan lanjutan dari Gambar 4.3 yaitu
modifikasi dari RoutingProtocol.java.
1
2
3
4
..
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
public class RoutingProtocol implements
RouteInterface.AggregateRoute {
//Insialisasi Global Variabel
...
//Tipe Data untuk menyimpan informasi Sink
private class DestinationSink {...}
//Tipe data untuk menangani Aggregator Pool
private class poolReceivedItem {...}
//Inisialisasi Routing protocol
public RoutingProtocol(Node myNode) {...}
//Fungsi Menangani TimingSend pengirman data pada
//Aggregator Pool ke Sink Node
public void timingSend(long interval) {...}
//Fungsi menangani data yang diterima oleh layer
network
//yang nantinya akan diteruskan ke sink node
//atau cluster head aggregator
public void send(NetMessage msg) {...}
//Fungsi menangani data yang diterima oleh layer
network
//yang merupakan data tersebut memiliki tujuan node
//itu sendiri
public void receive(Message msg, NetAddress src,
MacAddress lastHop, byte macId, NetAddress dst, byte
priority, byte ttl) {...}
//Fungsi menangani notifikasi dari layer bawah MAC
Layer
public void dropNotify(Message msg, MacAddress
nextHopMac, Reason reason) {...}
Gambar 4.3 Hasil modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java.
44
4.1.3. Modifikasi Modul Driver Simulator Modifikasi pada modul driver simulator dilakukan dengan cara
menggandakan kelas pada users.java.sidnet.stack.users.sample_p2p.driver ke
dalam package sidnet.stack.users.aggregate_route.driver. Kelas
Driver_SampleP2P.java digandakan dengan nama AgDriver.java. Kemudian
dibuat beberapa kelas baru pada sidnet.stack.users.aggregate_route.driver yaitu
DeliveryRatioCounter.java, StatEntry_AliveCount.java,
StatEntry_DeadCount.java, dan StatEntry_PacketDeliveryRatioAggregate.java.
Pada AgDriver.java dilakukan modifikasi dengan mengubah beberapa
fungsi beserta penambahan beberapa line code yang bertujuan agar nantinya
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
//Fungsi Untuk mengetahui IPAddress dari MacAddress
private NetAddress convertMacToIP(MacAddress macAddr)
{...}
//Fungsi untuk menangani pesan informasi node tetangga
private void
handleMessageNodeDiscover(MessageNodeDiscover msg) {...}
//Fungsi untuk menangani SensingQuery
private void handleMessageQuery(ProtocolMessageWrapper
msg) {...}
//Fungsi untuk menangani data dari source node menuju
cluster head aggregator
private void handleMessageDataValue(MessageDataValue
msg) {...}
//Fungsi untuk menangani data untuk dimasukan ke
Aggregator Pool
private void
poolHandleMessageDataValue(MessageDataValue msg) {...}
//Fungsi untuk mendapatkan alamat Cluster Head
Aggregator
private NetAddress getMyClusterHead(int queryID) {...}
//Fungsi untuk menangani pencarian jalur menuju sink
node
private NetAddress getNextHopToSink(NetAddress sinkIP,
NCS_Location2D sinkLocation) {...}
//Fungsi untuk menangani data yang telah di aggregasi
private void
handleMessageAggregatedDataValue(NetMessage msg) {...}
}
Gambar 4.4 Lanjutan Gambar 4.3 modifikasi pada kelas RoutingProtocol.java.
45
pengujian bisa dilakukan secara dinamis memilih metode yang ingin diujikan
dengan cara mengubah parameter yang digunakan untuk menjalankan simulator.
Gambar 4.5 merupakan hasil modifikasi pada file AgDriver.java.
4.1.4. Modifikasi Modul MAC 802.15 Layer Modifikasi pada modul MAC layer langsung diimplementasikan ke kelas
yang bersangkutan tanpa menggandakan kelas tersebut. Modifikasi dilakukan
dengan menambahkan line code untuk meneruskan informasi jika data berhasil
dikirim ke network layer untuk nantinya diteruskan ke application layer. Secara
1
2
..
3
4
5
..
6
7
8
9
..
10
11
12
13
..
14
15
16
16
18
19
..
20
21
22
23
24
public class AgDriver {
...
/** This is the entry point in the program */
public static void main(String[] args)
{
...
usingAggregateRoute =
Boolean.parseBoolean(args[3]);
usingAdaptivePayload =
Boolean.parseBoolean(args[4]);
...
}
// Initialize simulation environment and field
public static Field createSim(int nodes, int length,
boolean usingAdaptivePayload, boolean usingAggregateRoute)
{
...
/** Create the sensor nodes (each at a time).
Initialize each node's data and network stack */
for(int i=0; i<nodes; i++)
myNode[i] = createNode(i, field, placement,
protMap, radioInfoShared, pl, pl,
simGUI.getSensorsPanelContext(), fieldContext, simManager,
statistics, topologyGUI, usingAdaptivePayload,
usingAggregateRoute);
...
}
//Configures each node representation and network stack
public static Node createNode(...) {...}
}
Gambar 4.5 Modifikasi pada kelas AgDriver.java.
46
default-nya MAC layer tidak memberikan notifikasi ketika data berhasil dikirim.
Notifikasi ini nantinya akan berfungsi untuk mengatur adaptive payload pada
application layer apakah dipercepat atau diperlambat. Modifikasi dilakukan pada
fungsu taskSuccess() pada MAC layer dengan menyisipkan line code pada line ke-
5270 di sidnet.stack.std.mac.ieee802_15_4.Mac802_15_4Impl.java. Gambar 4.6
merupakan modifikasi yang dilakukan pada MAC layer.
4.1.5. Pembuatan Modul Adaptive Payload Pembutan modul adaptive payload dibuat pada kelas
AdaptiveAggregationPayload.java pada package
sidnet.stack.users.aggregate_route.app. Modul ini berfungsi untuk menangani
adaptive payload, memberikan nilai hasil aggregasi berupa rata-rata dari sejumlah
range waktu ketika payload space telah terisi penuh. Nantinya jika simulasi
menggunakan metode adaptive payload, seluruh hasil dari pengamatan nilai sensor
akan dimasukan terlebih dahulu ke kelas ini sebelum dilakukan proses pengiriman.
Gambar 4.7 merupakan implementasi dari modul adaptive payload.
4.1.6. Pembuatan Class Type Paket Pesan Pada protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive
Payload terdapat beberapa tipe-tipe paket data. Masing-masing paket data memiliki
wrapper data yang berbeda dan masing-masing jenis paket data memiliki
penanganan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah tipe-tipe wrapper data yang
digunakan pada protokol ini:
5144
...
5269
5270
...
5278
private void taskSuccess(CHAR task, boolean csmacaRes /*=
true*/) {b
...
//modifikasi lempar laporan sukses ke routing
layer diteruskan ke app layer
netEntity.dropNotify(p.getPayload(), new
MacAddress(p.HDR_CMN().next_hop_),
Reason.PACKET_DELIVERED);
...
}
Gambar 4.6 Modifikasi pada kelas Mac802_15_4Impl.java.
47
1. DropperNotifyAppLayer
Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan
oleh network layer dan application layer. Tipe ini membawa pesan
apakah sebuah pesan berhasil dikirim atau tidak yang dimana informasi
ini didapatkan dari MAC layer yang diteruskan ke network layer melalui
metode DropNotify(). Tipe pesan ini memiliki kelas yang dibuat pada
package sidnet.stack.users.aggregate_route.app.
2. MessageDataValue
Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan
oleh application layer. Tipe data ini digunakan untuk mengirim pesan
nilai data sensor menuju cluster head aggregator. Tipe pesan ini memiliki
kelas yang dibuat pada package sidnet.stack.users.aggregate_route.app.
3. MessageQuery
Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan
oleh application layer pada sink node untuk menyebarkan sensing query
ke seluruh node dengan metode broadcasting. Tipe pesan ini memiliki
kelas yang dibuat pada package sidnet.stack.users.aggregate_route.app.
1
2
...
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
public class AdaptiveAggregationPayload {
//Pengaturan variable global dan payload size
...
private class PriorityInfo {...}
//Inisialisasi kelas
public AdaptiveAggregationPayload() {...}
//Metode memasukan nilai baru ke payload space
public void putValue(double Value) {...}
//fungsi menghasilkan aggregasi data dari payload
space
public double getAggregatedData() {...}
//Fungsi untuk menurunkan payload space
public void reduceWindowSize() {...}
//Fungsi untuk menaikan payload space
public void increaseWindowSize() {...}
}
Gambar 4.7 Implementasi dari modul adaptive payload.
48
4. MessageAggregatedDataValue
Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan
oleh network layer untuk mengirimkan hasil data yang telah di aggregasi
pada cluster head aggregator menuju sink node. Tipe data ini nantinya
akan dikirim dengan metode Shortest Geo Path menuju sink node. Tipe
pesan ini memiliki kelas yang dibuat pada package
sidnet.stack.users.aggregate_route.route.
5. MessageNodeDiscover
Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang digunakan
oleh network layer untuk mengirimkan pesan mengenai kondisi node
tersebut meliputi jumlah tetangga yang dimiliki oleh node tersebut. Pesan
ini nantinya di broadcast ke seluruh tetangga node tersebut. Tipe pesan
ini memiliki kelas yang dibuat pada package
sidnet.stack.users.aggregate_route.route.
6. ProtocolMessageWrapper
Tipe wrapper data ini merupakan tipe wrapper yang utama yang
digunakan oleh protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with
Adaptive Payload. Semua tipe data yang ada di jaringan nantinya akan di
wrap oleh tipe pesan ini. Hal ini bertujuan agar protokol mengetahui
bahwa tipe data ini ditangani oleh protokol Aggregated Shortest Geo-Path
Routing with Adaptive Payload. Tipe pesan ini memiliki kelas yang dibuat
pada package sidnet.stack.users.aggregate_route.route.
4.1.7. Pembuatan dan Modifikasi Stats Collector Stats collector merupakan kelas yang digunakan untuk melakukan
perhitungan statistik pada simulator. Hal ini sangat berguna nantinya untuk
mengetahui kinerja dari protokol yang diujikan. SIDnet-SWANS sudah
menyediakan beberapa stats collector yang bisa langsung digunakan namun ada
beberapa stats collector yang diperlukan untuk mengetahui kinerja dari protokol ini
yang belum disediakan. Berdasarkan hal ini, untuk mengetahui statistik mengenai
paket data aggregasi yang dibikin, dan total data aggregasi yang diterima pada sink
node diperlukan untuk membuat sebuah stats collector yang baru yaitu
49
StatEntry_AliveCount.java, StatEntry_DeadCount.java, dan
StatEntry_PacketDeliveryRatioAggregate.java yang ditempatkan di package
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.
4.2. Langkah-Langkah Uji Coba Tahap pengujian dalam penelitian ini bertujuan untuk membandingkan
kinerja protokol Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload
dengan metode lainnya untuk mengetahui perbandingan dari kinerja masing-
masing protokol. Selanjutnya protokol ini juga diujikan dengan beberapa variasi
skenario yang telah dipaparkan pada Bab 3 untuk mengetahui titik optimal dari
kinerja dari protokol ini. Kinerja dari protokol ini dinilai dari parameter
pengujiannya.
Langkah – langkah pengujian pada penelitian ini adalah membuat skenario
pengujian, menentukan parameter pengujian, dan menganalisa hasil pengujian yang
telah dilakukan
4.2.1. Skenario Pengujian Skenario pengujian pada penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu skenario
variasi pada luas area, skenario jumlah node, dan skenario perbandingan kinerja
dengan metode lainnya. Skenario pengujian ini dilakukan untuk menguji kinerja
Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload yang telah
dikembangkan dengan simulator SIDnet-SWANS.
Pengujian nantinya dilakukan dengan melakukan pengamatan 3 region
yang berbeda dengan masing-masing kondisi yang berbeda sesuai skenario yang
diterapkan pada region tersebut. Masing-masing region memiliki dinamika level
state yang berbeda yang menentukan priority level dari masing-masing region.
Dinamika level state ini disimpan dalam sebuah file Comma Seperated Value
(*.csv) untuk masing-masing region. Nantinya source node akan membaca file
tersebut untuk menentukan nilai pengamatan yang dihasilkan secara random
berdasarkan range nilai pengamatan yang telah ditentukan pada file CSV. Gambar
4.8 merupakan grafik dari skenario masing-masing region berdasarkan waktunya.
50
Pengujian juga dilakukan pada wilayah region yang sama dan jumlah
region yang sama yaitu 3. Region bersifat fix pada posisinya ini bertujuan agar hasil
dari penelitian lebih terlihat hasil dari kinerja masing-masing metode yang diujikan.
Masing-masing region memiliki luas dari kuadrat 25% dari lebar luas area.
Misalkan jika lebar luas area adalah 100x100 meter berarti luas area region adalah
25x25 meter. Region ditempatkan dipojok dari luas area simulasi. Gambar 4.9
merupakan pemetaan dari region yang akan diawasi.
Gambar 4.8 Grafik skenario priority level dari masing-masing region.
0
1
2
3
4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425
PR
IOR
ITY
TIME
GRAFIK SKENARIO PRIORITAS
Region 1
Region 2
Region 3
Gambar 4.9 Pemetaan dari region yang diawasi.
51
Pengujian ini melibatkan semua node yang berada dalam region menjadi
source node yang bertugas memberikan data pengamatan kepada sink node. Dalam
pengujian dari kinerja protokol ini terdapat 3 skenario pengujian yang akan
dijabarkan sebagai berikut:
1. Skenario 1 : Perbandingan kinerja dengan metode lain
Pada skenario ini, kinerja dari protokol yang dikerjakan yaitu
Aggregated Shortest Geo-Path Routing with Adaptive Payload akan
dibandingkan dengan metode yang lain. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui kemampuan dari protokol ini dengan protokol lainnya.
Parameter jumlah node yang digunakan dalam skenario ini adalah 200
node dengan parameter luas area 500x500. Metode yang dijadikan
pembanding adalah sebagai berikut:
- Aggregated Shortest Geo Path without Adaptive Payload
(AGSGPNAP)
- Shortest Geo Path with Adaptive Payload (SGPAP)
- Shortest Geo Path without Adaptive Payload (SGPNAP)
2. Skenario 2 : Perbandingan variasi luas
Pada skenario ini wilayah simulasi dirancang sedemikian rupa
dengan bentuk persegi dan parameter luas wilayahnya divariasikan yaitu
100x100, 200x200, 300x300, 400x400 dan 500x500. Luas wilayah ini
dalam satuan meter persegi. Jumlah node yang disimulasikan adalah 100
node.
3. Skenario 3 : Perbandingan variasi jumlah node
Pada skenario ini wilayah simulasi dirancang sedemikian rupa
dengan bentuk persegi dan luas wilayahnya adalah 300x300. Luas
wilayah ini dalam satuan meter persegi. Parameter jumlah node yang
disimulasikan divariasikan yaitu 100, 200, dan 300.
4.2.2. Parameter Pengujian Parameter pengujian diperlukan ketika menjalankan simulator. Melalui
parameter pengujian, simulator dapat dijalankan sesuai dengan skenario yang telah
ditentukan sebelumnya. Pada pengujian metode ini terdapat 5 parameter pengujian
52
yaitu alamat kelas yang driver, jumlah node, luas simulasi, maksimum waktu
simulasi, mode aggregate route, dan mode adaptive payload.
Parameter pertama merupakan alamat dari kelas driver yang digunakan.
Alamat ini diarahkan ke kelas driver yang sebelumnya telah dibuat dan berada di
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver. Driver berfungsi untuk
mengatur lingkungan dan jalannya simulasi pada SIDnet-SWANS.
Parameter kedua merupakan jumlah node yang akan digunakan. Jumlah
node yang digunakan adalah sesuai dengan skenario yang dijalankan. Parameter
ketiga merupakan luas area simulasi. Simulasi nantinya memiliki area persegi,
sehingga yang dimasukan hanya pangjang dari salah satu sisi. Panjang yang
dimasukan tergantung pada skenario yang dijalankan.
Parameter mode aggregate route dan mode adaptive payload merupakan
parameter yang menerima masukan berupa nilai true atau false. Jika pada skenario
pengujian menggunakan salah satu atau kedua mode tersebut, maka parameter yang
diberikan adalah true pada mode yang digunakan. Jika tidak maka parameter yang
diberikan adalah false.
4.2.3. Pembuatan Skrip untuk Pengujian Skrip pengujian merupakan sekumpulan parameter yang telah dirangkai
sesuai dengan skenario yang ditentukan. Skrip pengujian ini nantinya digunakan
ketika menjalankan program simulator. Skrip dimasukan di awal penjalanan
program, sebelum program simulator berjalan.
Pengujian dilakukan pada lingkungan Command Prompt di Windows. Hal
ini berguna untuk mengurangi konsumsi memory ketika menjalankan simulator
melalui IDE karena IDE ikut menggunakan memory ketika masih terbuka. Selain
itu dengan menggunakan Command Prompt, seluruh hasil output dari simulator
dapat langsung dimasukan ke dalam sebuah teks file. Gambar 4.10 merupakan
pemanggilan secara umum melalui Command Prompt.
53
Berikut adalah skrip pengujian yang digunakan untuk masing-masing
skenario:
1. Skrip pengujian skenario 1:
Pada skenario 1, pengujian dilakukan pada 4 metode dengan
ketentuan masing-masing metode memiliki parameter node, luas area dan
maksimum lama simulasi yang sama. Parameter node yang digunakan
adalah 200, luas area adalah 500, dan maksimum lama simulasi adalah
2147483647. Pada skenario 1 terdapat 4 metode, berarti terdapat 4
parameter yang digunakan dan 4 kali simulasi berjalan. Tabel 4.1
merupakan skrip pengujian untuk masing-masing metode yang diujikan
2. Skrip pengujian skenario 2:
Pada skenario 2, pengujian dilakukan sejumlah 5 kali dengan
parameter luar area simulasi yang berbeda. Pengujian dilakukan hanya
pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload.
Jumlah node dan maksimum lama simulasi pada pengujian skenario 2
sama yaitu jumlah node 100 dan maksimum lama simulasi adalah
Java –jar <nama jar file> <parameter pemanggilan> %* >
<alamat file log>
Gambar 4.10 Skrip pengujian secara umum pada Command Prompt.
Tabel 4.1 Skrip Pengujian skenario 1.
Metode Skrip pengujian
AGSGPAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
200 500 2147483647 true true %* > AGSGPAP.txt
AGSGPNAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
200 500 2147483647 true false %* > AGSGPNAP.txt
SGPAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
200 500 2147483647 false true %* > SGPAP.txt
SGPNAP Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
200 500 2147483647 false false %* > SGPNAP.txt
54
2147483647 detik. Tabel 4.2 merupakan skrip pengujian untuk skenario
2.
Tabel 4.2 Skrip pengujian skenario 2
Luas Area Skrip Pengujian
100x100 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
100 100 2147483647 true true %* > AGSGPAP-100.txt
200x200 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
100 200 2147483647 true true %* > AGSGPAP-200.txt
300x300 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
100 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-300.txt
400x400 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
100 400 2147483647 true true %* > AGSGPAP-400.txt
500x500 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
100 500 2147483647 true true %* > AGSGPAP-500.txt
3. Skrip pengujian skenario 3:
Pada skenario 3, pengujian dilakukan sejumlah 3 kali dengan
parameter jumlah node yang berbeda. Pengujian dilakukan hanya pada
metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. Luas area
simulasi dan maksimum lama simulasi pada pengujian skenario 3 sama
yaitu luas area 300x300 dan maksimum lama simulasi adalah
2147483647 detik. Tabel 4.3 merupakan skrip pengujian untuk skenario
3.
55
Tabel 4.3 Skrip pengujian skenario 3
Jumlah Node Skrip Pengujian
100 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
100 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-N100.txt
200 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
200 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-N200.txt
300 Java –jar SIDnet-SWANS.jar jist.swans.Main
sidnet.stack.users.aggregate_route.driver.AgDriver
300 300 2147483647 true true %* > AGSGPAP-N300.txt
4.3. Hasil dan Analisis Hasil pengujian pada sub bab ini diperoleh dengan melakukan analisis
terhadap file teks yang dihasilkan saat pengujian Aggregated Shortest Geo-Path
with Adaptive Payload. Dari hasil pengujian penelitian ini, parameter average
energy left, aggregated delivery ratio, dan delay event detection. Tampilan file teks
hasil pengujian seperti pada Gambar 4.11.
Selain dari file teks yang dihasilkan, pengujian juga dilakukan dari hasil
screenshoot pada akhir simulasi untuk mengetahui nilai yang didapat dari stats
Gambar 4.11 Tampilan file teks hasil pengujian.
56
collector. Gambar 4.12 merupakan salah satu hasil screenshot dari uji coba dari
salah satu skenario. Nilai-nilai pada Gambar 4.11 dan Gambar 4.12 akan
digambarkan dalam bentuk tabel dan grafik untuk memudahkan membaca hasil
pengujian, sehingga dapa dilakukan evaluasi lebih mendalam terhadap sistem
Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. Selain itu, nilai yang
dihasilkan oleh file teks hasil pengujian Aggregated Shortest Geo-Path with
Adaptive Payload ini bertujuan untuk mengukur kinerja dari Aggregated Shortest
Geo-Path with Adaptive Payload.
Proses untuk mendapatkan hasil analisis dari tahap pengujian yang
dilakukan pada sistem ini, dapat dilihat pada Gambar 4.13. Gambar 4.13
mengilustrasikan alur tahapan yang dilalui mulai dari masukan file skenario ke
simulator SIDnet-SWANS sampai dengan dihasilkannya file teks hasil pengujian.
Gambar 4.12 Tampilan hasil screenshoot di akhir pengujian.
57
4.3.1. Analisis Skenario 1 Pada skenario ini terdapat 4 metode yang diujikan, dimana 1 metode diuji
sebanyak 3 kali, dan hasil yang digunakan merupakan rata-rata dari 3 pengujian
yang telah dilakukan. Selain parameter pengujian, beberapa aspek juga dianalisis
dari hasil pengujian yang dilakukan. Aspek yang dianalisis adalah undetected event
yang merupakan jumlah event (pergantian kondisi region) yang tidak terdeteksi
oleh sink node, dan time to first node dead yang merupakan waktu matinya node
pertama akibat kehabisan energy.
Pada pengujian metode yang pertama dilakukan pada skenario ini adalah
Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload yang merupakan metode
yang dikerjakan. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali untuk menghasilkan data
akhir yang merupakan hasil rata-rata dari 3 pengujian sebelumnya. Tabel 4.4
merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian dari metode Aggregated Shortest Geo-
Path with Adaptive Payload.
Tabel 4.4 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-
Path with Adaptive Payload.
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
Average Energy Left (%)
34.71
34.82 34.74
35.02
Undetected Event 0
0 0
Gambar 4.13 Ilustrasi alur tahapan analisis pengujian.
Masukan File Skenario
Simulator SIDnet -SWANS
Hasil Teks dan
Screenshoot
Analisis Data Teks File dan
Screenshot
Hasil dalam bentuk
analisis dan grafik
58
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
0
Delay Event Detection (sec)
29.48
29.27 30
28.32
Time to First Node Dead (sec)
-
- -
-
Total Dead Node
0
0 0
0
Pada pengujian metode yang kedua dilakukan pada skenario ini adalah
Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. Pengujian dilakukan
sebanyak 3 kali untuk menghasilkan data akhir yang merupakan hasil rata-rata dari
3 pengujian sebelumnya. Tabel 4.5 merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian
dari metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.
Tabel 4.5 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
Average Energy Left (%)
16.75
17.23 16.85
18.10
Undetected Event
7
8.33 9
9
Delay Event Detection (sec)
16.63
18.77 20.19
19.5
Time to First Node Dead (sec) 78849 78818.67
59
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
78848
78759
Total Dead Node
60
58.67 60
56
Pada pengujian metode yang ketiga dilakukan pada skenario ini adalah
Shortest Geo-Path with Adaptive Payload. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali
untuk menghasilkan data akhir yang merupakan hasil rata-rata dari 3 pengujian
sebelumnya. Tabel 4.6 merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian dari metode
Shortest Geo-Path with Adaptive Payload.
Tabel 4.6 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path with Adaptive Payload.
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
Average Energy Left (%)
30.47
30.36 30.38
30.24
Undetected Event
3
1.33 1
0
Delay Event Detection (sec)
40.05
39.17 39.75
37.72
Time to First Node Dead (sec)
146584
78818.67 147509
145632
Total Dead Node 5
6 6
60
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
7
Pada pengujian metode yang keempat dilakukan pada skenario ini adalah
Shortest Geo-Path without Adaptive Payload. Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali
untuk menghasilkan data akhir yang merupakan hasil rata-rata dari 3 pengujian
sebelumnya. Tabel 4.7 merupakan rangkuman dari 3 kali pengujian dari metode
Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.
Tabel 4.7 Rangkuman 3 kali pengujian pada metode Shortest Geo-Path without Adaptive Payload.
Aspek Analisis Nilai Hasil Rata-rata
Average Energy Left (%)
2.94
3.14 2.74
3.74
Undetected Event
18
18.67 19
19
Delay Event Detection (sec)
817.43
311.81 63.33
54.67
Time to First Node Dead (sec)
42002
42390.67 43162
42008
Total Dead Node
170
168.33 170
165
Dari Tabel 4.4, Tabel 4.5, Tabel 4.6, dan Tabel 4.7 dapat dirangkum
kembali keempat metode yang diujikan untuk melihat perbandingan dari performa
61
dan kinerja dari masing-masing metode yang diujikan. Nilai yang dirangkum adalah
hasil rata-rata dari 3 kali percobaan yang dilakukan pada masing-masing metode.
Tabel 4.8 merupakan rangkuman dari pengujian pada skenario 1 yang terdiri dari 4
metode. AGSGPAP merupakan metode yang dikerjakan.
Tabel 4.8 Rangkuman dari pengujian pada skenario 1
Metode
Average
Energy
Left
(%)
Undetected
Event
Delay
Event
Detection
(sec)
Time To
First Node
Dead (sec)
Total
Dead
Node
AGSGPAP 34.82 0 29.27 - 0
AGSGPNAP 17.23 8.33 18.77 78818.67 58.67
SGPAP 30.36 1.33 39.17 146575 6
SGPNAP 3.14 18.67 311.81 42390.67 168.33
Pada Tabel 4.8, dapat dilihat bahwa metode yang dikerjakan yaitu
Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP) memiliki
persentasi average energy left tertinggi dari ketiga metode lainnya. Ini disebabkan
karena sedikit nya transmisi yang dilakukan oleh metode ini. Meskipun transmisi
yang dilakukan sedikit, namun undetect event yang dimiliki bernilai 0 yang berarti
semua kejadian yang terjadi di skenario terdeteksi semua. Selain itu tingkat total
dead node pada metode Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload
memiliki nilai terendah yaitu 0 node dari ketiga metode lainnya yang berarti semua
node masih menyala hingga akhir pengujian. Namun sayangnya delay event
detection pada metode ini menempati urutan kedua yaitu 29.27 detik, lebih lambat
dari metode Aggregated Shortest Geo-Path without Adaptive Payload
(AGSGPNAP) yaitu 18.77 detik.
Meskipun pada Tabel 4.8 metode Aggregated Shortest Geo-Path without
Adaptive Payload (AGSPNAP) memiliki delay event detection tercepat, namun
average energy left berada pada posisi ketiga yaitu 17.23%. Hal ini disebabkan
karena data dari source node tidak terkendali oleh adaptive payload sehingga
transmisi yang dilakukan lebih banyak. Banyaknya transmisi yang dilakukan dapat
menyebabkan padatnya lalu lintas jaringan sehingga beberapa kejadian pada region
tidak diketahui oleh sink node akibat kegagalan pengiriman sehingga metode ini
memiliki nilai undetected event diurutan ketiga yaitu 8.33. Tingginya jumlah
62
transmisi yang dilakukan menyebabkan banyaknya energi yang digunakan dan
beberapa node mengalami kehabisan energi dengan total dead node 58,67 node.
Metode Shortest Geo-Path with Adaptive Payload (SGPAP) pada Tabel
4.8 memiliki tingkan average energy left sebesar 30.36% yang berada pada posisi
kedua dari ketiga metode lainnya. Tingginya tingkat average energy left yang
dimiliki karena kecepatan pengiriman data dari sink node terkontrol oleh adaptive
payload sehingga jumlah transmisi dapat dikurangi dan lalu lintas jaringan tidak
terlalu padat. Namun tingkat average energy left yang dimiliki masih dibawah
metode yang dikerjakan yaitu Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive
Payload (AGSGPAP) karena aggregasi hanya terjadi pada source node dan tidak
melibatkan cluster head aggregator sehingga jumlah transmisi yang dilakukan
lebih banyak dan lalu lintas jaringan lebih padat. Undetected event dari metode ini
bernilai 1.33 dan delay event detection sebesar 39.17 detik dengan total dead node
sebesar 6 node.
Metode Shortest Geo-Path without Adaptive Payload (SGPNAP) pada
Tabel 4.8 memiliki tingkan average energy left sebesar 3.14% yang berada pada
posisi terendah dari ketiga metode lainnya. Hal ini disebabkan tidak adanya metode
yang digunakan untuk melakukan kontrol pada pengirman dan lalu lintas jaringan
sehingga setiap satu data dilakukan dalam satu kali transmisi dan jumlah transmisi
yang terjadi lebih banyak dari metode lainnya. Akibat sangat padatnya lalu lintas
jaringan karena tingginya jumlah transmisi sehingga menggunakan energi yang
banyak dan mengakibatkan total dead node hingga 168.33 node. Padatnya lalu
lintas jaringan juga berdampak pada tingginya tingkat undetected event menjadi
18.67 dan delay event detection menjadi 311.81 detik.
Berdasarkan Tabel 4.8, selanjutnya kita dapat membuat grafik dari
performa dan kinerja dari masing-masing metode yang diujikan. Grafik yang dibuat
adalah aspek dari parameter yang diujikan yaitu average energy left, delay event
detection, dan total dead node. Gambar 4.14 merupakan grafik dari parameter
pengujian average energy left, Gambar 4.15 merupakan grafik dari parameter
pengujian deley event detection, dan Gambar 4.16 merupakan grafik dari parameter
pengujian total dead node.
63
.
Gambar 4.14 Grafik dari parameter pengujian average energy left skenario 1.
34.82
17.23
30.36
3.14
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
AGSGPAP AGSGPNAP SGPAP SGPNAP
PER
SEN
TASE
(%
)
METHOD
Average Energy Left
Gambar 4.15 Grafik dari parameter pengujian delay event detection skenario 1.
29.27 18.7739.17
311.81
0
50
100
150
200
250
300
350
AGSGPAP AGSGPNAP SGPAP SGPNAP
DEL
AY
(SE
CO
ND
)
METHOD
Delay Event Detection
64
4.3.2. Analisis Skenario 2 Pada skenario ini metode yang diujikan pada protokol Aggregated Shortest
Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP). Metode ini diujikan dengan
variabel luas area yang berbeda-beda namun dengan parameter jumlah node yang
sama. Luas area yang diujikan adalah 100x100, 200x200, 300x300, 400x400, dan
500x500. Sedangkan untuk jumlah node yang digunakan berjumlah 100 nodes.
Selain parameter pengujian, beberapa aspek juga dianalisis dari hasil pengujian
yang dilakukan. Aspek yang dianalisis adalah undetected event yang merupakan
jumlah event (pergantian kondisi region) yang tidak terdeteksi oleh sink node. Tabel
4.9 merupakan rangkuman dari hasil pengujian skenario 2.
Tabel 4.9 Rangkuman dari pengujian pada skenario 2
Variabel
(Luas Area)
Average
Energy
Left (%)
Undetected
Event
Delay Event
Detection
(sec)
Total Dead
Node
100 27.93 0 33.68 0
200 33.71 0 28.64 0
300 35.78 0 33.68 0
400 36.2 0 31.2 0
500 33.93 9 39.56 0
Pengujian dengan menggunakan luas 100x100 berdasarkan Tabel 4.9
memiliki tingkat average energy left yang rendah, yaitu 27.93%. Rendahnya tingkat
Gambar 4.16 Grafik dari parameter pengujian total dead node skenario 1.
0.00
58.67
6.00
168.33
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
140.00
160.00
180.00
AGSGPAP AGSGPNAP SGPAP SGPNAP
NO
DE
METHOD
Total Dead Node
65
energi ini diakibatkan karena padatnya jumlah node akibat area simulasi yang kecil.
Kecilnya area simulasi menyebabkan hampir semua node bisa mendengarkan data
yang melintas di jaringan sehingga konsumsi energy pada mode radio receive
terjadi pada hampir seluruh node di area simulasi. Ini disebabkan karena pada
jaringan layer paling bawah tetap menerima data meskipun data tersebut tidak
ditujukan pada node tersebut yang disebut dengan sifat overhearing. Ini
menyebabkan turunnya nilai average energy left pada pengujian ini. Pada pengujian
dengan luas area 100x100, semua event berhasil dideteksi dengan delay deteksi
33.68 detik dengan total dead node sebanyak 0.
Pengujian dengan menggunakan luas 200x200 berdasarkan Tabel 4.9
memiliki tingkat average energy left 33.71%. Pada pengujian ini, seluruh event
yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection yang tercepat diantara
4 pengujian lainnya, yaitu 28.64 detik. Delay event detection yang cepat ini terjadi
karena rendahnya jumlah lompatan yang dialami oleh paket data menuju sink node
sehingga data lebih cepat sampai. Selain itu transmisi yang terjadi tidak terlalu
mengganggu transmisi lainnya karena jarak node yang tidak terlalu dekat. Pada
pengujian ini, total dead node sebanyak 0.
Pengujian dengan menggunakan luas 300x300 berdasarkan Tabel 4.9
memiliki tingkat average energy left 35.78%. Pada pengujian ini, seluruh event
yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection 33.68 detik. Pada
pengujian ini, total dead node sebanyak 0.
Pengujian dengan menggunakan luas 400x400 berdasarkan Tabel 4.9
memiliki tingkat average energy left tertinggi yaitu 36.2%. Tingginya tingkat
average energy left ini dikarenakan jarak antar node yang tidak terlalu dekat
sehingga tidak terkena imbas dari transmisi pengiriman pesan dari node lain yang
tidak ditujukan untuk node tersebut. Pada pengujian ini, seluruh event yang terjadi
berhasil dideteksi dengan delay event detection yaitu 31.2 detik. Pada pengujian ini,
total dead node sebanyak 0.
Pengujian dengan menggunakan luas 500x500 berdasarkan Tabel 4.9
memiliki tingkat average energy left 33.93%. Pada pengujian ini, region 1 terisolir
akibat jauhnya jarak antar node sehingga transmisi tidak bisa dilakukan menuju sink
node. Hal ini juga disebabkan oleh salah satu dari kekurangan dari Shortest Geo-
66
Path Routing yang digunakan sebagai dasar protokol yang dikembangkan.
Kekurangan yang dimaksud adalah parameter pemilihan rute yang hanya
bergantung pada lokasi node. Pengujian ini menghasilkan nilai total dead node
sebanyak 0. Gambar 4.17 merupakan screenshot dari uji coba pada luas simulasi
500x500 yang dimana region 1 terisolir akibat kelemahan dari base routing yang
digunakan.
Berdasarkan Tabel 4.9, selanjutnya kita dapat membuat grafik dari
performa dan kinerja dari masing-masing variabel yang diujikan. Grafik yang
dibuat adalah aspek dari parameter yang diujikan yaitu average energy left dan
delay event detection. Gambar untuk grafik total dead node tidak ditampilkan
dikarenakan semua skenario yang dikerjakan memiliki total dead node yang sama
yaitu 0 node. Gambar 4.18 merupakan grafik dari parameter pengujian average
energy left, dan deley event detection.
Gambar 4.17 Tampilan screenshoot terisolirnya region 1 pada pengujian 500x500 meter.
67
4.3.3. Analisis Skenario 3 Pada skenario ini metode yang diujikan pada protokol Aggregated Shortest
Geo-Path with Adaptive Payload (AGSGPAP). Metode ini diujikan dengan
variabel jumlah node yang berbeda-beda namun dengan parameter luas area yang
sama. Jumlah node yang diujikan adalah 100, 200, dan 300. Sedangkan untuk luas
area yang digunakan adalah 300x300. Selain parameter pengujian, beberapa aspek
juga dianalisis dari hasil pengujian yang dilakukan. Aspek yang dianalisis adalah
(a)
(b)
Gambar 4.18 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 2.
27.93
33.7135.78 36.2
33.93
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500
PER
SEN
TASE
(%
)
VARIABLE PENGUJIAN
AVERAGE ENERGY LEFTSKENARIO 2
33.6828.64
33.68 31.2
39.5625
0
10
20
30
40
50
Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500
DEL
AY
(D
EC)
VARIABEL PENGUJIAN
DELAY EVENT DETECTIONSKENARIO 2
68
undetected event yang merupakan jumlah event (pergantian kondisi region) yang
tidak terdeteksi oleh sink node, aggregated data send yang merupakan data
aggregasi yang dihasilkan, dan aggregated data received yang merupakan data
aggregasi yang diterima oleh sink node. Tabel 4.10 merupakan rangkuman dari
hasil pengujian skenario 3.
Tabel 4.10 Rangkuman dari pengujian pada skenario 3
Variabel
(Jumlah
Node)
Average
Energy Left
(%)
Undetected
Event
Delay Event
Detection
(sec)
Total Dead
Node
100 35.78 0 29.68 0
200 33.23 0 34.04 0
300 31.61 0 32.4 0
Pengujian dengan menggunakan nodes 100 berdasarkan Tabel 4.10
memiliki tingkat average energy left tertinggi yaitu 35.78%. Tingginya tingkat
average energy left ini dikarenakan jumlah node yang tidak terlalu banyak sehingga
jarak antar node menjadi jauh dan antar node tidak terlalu terkena imbas dari
transmisi pengiriman pesan dari node lain yang tidak ditujukan untuk node tersebut.
Pada pengujian ini, seluruh event yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event
detection 29.68 detik. Pada pengujian ini total dead node sebanyak 0.
Pengujian dengan menggunakan nodes 200 berdasarkan Tabel 4.10
memiliki tingkat average energy left 33.23%. Pada pengujian ini, seluruh event
yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection 34.04 detik. Pada
pengujian ini, total dead node sebanyak 0.
Pengujian dengan menggunakan nodes 300 berdasarkan Tabel 4.10
memiliki tingkat average energy left terendah yaitu 31.61%. Rendahnya tingkat
average energy left ini dikarenakan jumlah node yang terlalu banyak sehingga jarak
antar node menjadi dekat dan antar node terkena imbas dari transmisi pengiriman
pesan dari node lain yang tidak ditujukan untuk node tersebut. Pada pengujian ini,
seluruh event yang terjadi berhasil dideteksi dengan delay event detection 32.4
detik. Pada pengujian ini, total dead node sebanyak 0.
Berdasarkan Tabel 4.10, selanjutnya kita dapat membuat grafik dari
performa dan kinerja dari masing-masing variabel yang diujikan. Grafik yang
69
dibuat adalah aspek dari parameter yang diujikan yaitu average energy left, dan
delay event detection. Gambar untuk grafik total dead node tidak ditampilkan
dikarenakan semua skenario yang dikerjakan memiliki total dead node yang sama
yaitu 0 node. Gambar 4.19 merupakan grafik dari parameter pengujian average
energy left, dan delay event detection.
(a)
(b)
Gambar 4.19 Grafik dari parameter pengujian (a) average energy left, dan (b) delay event detection skenario 3.
35.78
33.23
31.61
29
30
31
32
33
34
35
36
37
N100 N200 N300
PER
SEN
TASE
(%
)
VARIEBEL PENGUJIAN
AVERAGE ENERGY LEFTSKENARIO 3
29.68
34.04
32.4
27
28
29
30
31
32
33
34
35
N100 N200 N300
DEL
AY
(SEC
)
VARIABEL PENGUJIAN
DELAY EVENT DETECTIONSKENARIO 3
77
LAMPIRAN
Bagian ini merupakan lampiran sebagai dokumen pelengkap dari buku Tesis. Pada bagian ini akan ada beberapa potongan kode yang bersumber dari implementasi Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive Payload pada simulator SIDnet-SWANS dan beberapa tabel dari hasil uji coba.
A. Lampiran Rangkuman Pengujian Skenario 1
Method Number Experiment
Average Energy
Left (%)
Undetected Event
Time to First Node Dead (sec)
Total Dean Node
AGSGPAP 1 34.71 0 0 0
2 34.74 0 0 0
3 35.02 0 0 0
Average 34.82 0 0.00 0.00
AGSGPNAP 1 16.75 7 78849 60
2 16.85 9 78848 60
3 18.10 9 78759 56
Average 17.23 8.33 78818.67 58.67
SGPAP 1 30.47 3 146584 5
2 30.38 1 147509 6
3 30.24 0 145632 7
Average 30.36 1.33 146575.00 6.00
SGPNAP 1 2.94 18 42002 170
2 2.74 19 43162 170
3 3.74 19 42008 165
Average 3.14 18.67 42390.67 168.33
78
B. Lampiran Delay Event Detection Pengujian Skenario 1
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)
Time Start
Time
Start
Priority Level
State
AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive
Payload)
AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive
Payload)
SGPAP (SGP with Adaptive Payload)
SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)
in hour
in Second
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Delay
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
Region - 1
1 360
0 1 Norm
al 367
5 367
6 367
6 75.6
7 368
3 368
5 367
9 82.33333
3672
3672
3674
72.66667
3677
3674
3676
75.66667
11 39600 2
Suspicious
39630
39631
39631
30.67
39603
39605
39604 4
39672
39672
39674
72.66667
N/A
N/A
N/A
18 64800 1
Normal
64835
64816
64816
22.33
64803
64805
64804 4
64842
64842
64844
42.66667
N/A
N/A
N/A
21 75600 2
Suspicious
75620
75631
75621
24.00
75603
75605
75604 4
75642
75642
75644
42.66667
81047
N/A
N/A
23 82800 1
Normal
82825
82826
82816
22.33
82808
82805
82804
5.666667
82842
82842
82844
42.66667
N/A
N/A
N/A
32 115200 2
Suspicious
115220
115221
115221
20.67 N/A N/A N/A
115242
115242
115244
42.66667
N/A
N/A
N/A
33 118800 3
Emergency
118815
118816
118816
15.67 N/A N/A N/A
118812
118812
118814
12.66667
N/A
N/A
N/A
79
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)
Time Start
Time
Start
Priority Level
State
AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive
Payload)
AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive
Payload)
SGPAP (SGP with Adaptive Payload)
SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)
in hour
in Second
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Delay
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
41 147600 2
Suspicious
147620
147611
147611
14.00 N/A N/A N/A
147613
147612
147614 13
N/A
N/A
N/A
45 162000 1
Normal
162035
162036
162016
29.00 N/A N/A N/A N/A
162032
162034
N/A
N/A
N/A
Avg Region Delay 28.2
6 Avg Region Delay 20.00 Avg Region Delay 42.71 Avg Region
Delay 75.67
Region - 2
1 360
0 1 Norm
al 367
6 367
8 367
8 77.3
3 368
4 368
7 368
2 84.33333
3674
3674
3675
74.33333
3679
3676
3677
77.33333
9 32400 2
Suspicious
32431
32433
32433
32.33
32404
32402
32402
2.666667
32474
32474
32475
74.33333
32419
32476
32477
57.33333
12 43200 3
Emergency
43216
43218
43218
17.33
43204
43202
43202
2.666667
43214
43214
43215
14.33333
N/A
N/A
N/A
19 68400 2
Suspicious
68411
68413
68413
12.33
68409
68407
68407
7.666667
68414
68414
68415
14.33333
N/A
N/A
N/A
23 82800 1
Normal
82826
82818
82818
20.67
82804
82807
82807 6
82834
82834
82845
37.66667
N/A
N/A
N/A
80
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)
Time Start
Time
Start
Priority Level
State
AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive
Payload)
AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive
Payload)
SGPAP (SGP with Adaptive Payload)
SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)
in hour
in Second
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Delay
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
37 133200 2
Suspicious
133231
133233
133233
32.33
133204 N/A
133207
133234
133234
133245
37.66667
N/A
N/A
N/A
44 158400 1
Normal
158426
158438
158418
27.33 N/A N/A N/A N/A
158434
158416
N/A
N/A
N/A
47 169200 2
Suspicious
169221
169223
169233
25.67 N/A N/A N/A N/A N/A
169245
N/A
N/A
N/A
Avg Region Delay 30.6
7 Avg Region Delay 20.67 Avg Region Delay 42.11 Avg Region
Delay 67.33
Region - 3
1 360
0 1 Norm
al 367
8 367
9 368
0 79.0
0 368
6 368
8 368
4 86 367
5 367
6 367
7 76 368
0 367
7 367
9 78.66667
6 21600 2
Suspicious
21633
21634
21635
34.00
21601
21603
21604
2.666667
21675
21676
21617 56
21620
21677
21619
38.66667
7 25200 3
Emergency
25218
25219
25220
19.00
25201
25203
25204
2.666667
25215
25216
25217 16
25200
25200
25200 0
15 54000 2
Suspicious
54013
54014
54015
14.00
54006
54008
54009
7.666667
54015
54016
54017 16
N/A
N/A
N/A
81
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi (sec)
Time Start
Time
Start
Priority Level
State
AGSGPAP (Aggregated SGP with Adaptive
Payload)
AGSSGPNAP (Aggregated SGP Non Adaptive
Payload)
SGPAP (SGP with Adaptive Payload)
SGPNAP (SGP Non Adaptive Payload)
in hour
in Second
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Delay
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
EXP #1
EXP #2
EXP #3
Average
19 68400 1
Normal
68418
68419
68420
19.00
68406
68408
68409
7.666667
68445
68446
68417 36
N/A
N/A
N/A
35 126000 2
Suspicious
126033
126034
126035
34.00
126006
126003 N/A
126045
126046
126047 46
N/A
N/A
N/A
38 136800 3
Emergency
136818
136819
136820
19.00
136801 N/A N/A
136815
136816
136817 16
N/A
N/A
N/A
45 162000 2
Suspicious
162013
162014
162015
14.00 N/A N/A N/A
162015
162016
162017 16
N/A
N/A
N/A
Avg Region Delay 29.0
0 Avg Region Delay 21.33 Avg Region Delay 34.75 Avg Region
Delay 39.11
Avg Method
Delay 29.3
1 Avg Method
Delay 20.67 Avg Method
Delay 39.86 Avg Method
Delay 60.70
82
C. Lampiran Delay Event Detection Pengujian Skenario 2
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi
Time
Start
Time End
Priority Level
State
Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500
in hour
in Second
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay
(sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Region - 1
1 3600 1 Normal 3678 78 3674 74 3683 83 3679 79 N/A
11 39600 2 Suspicious 39633 33 39629 29 39638 38 39634 34 N/A
18 64800 1 Normal 64818 18 64834 34 64823 23 64819 19 N/A
21 75600 2 Suspicious 75633 33 75619 19 75638 38 75634 34 N/A
23 82800 1 Normal 82818 18 82824 24 82823 23 82819 19 N/A
32 11520
0 2 Suspicious 115233 33 115239 39 115238 38 115234 34 N/A
33 11880
0 3
Emergency
118818 18 118814 14 118823 23 118819 19 N/A
41 14760
0 2 Suspicious 147613 13 147619 19 147618 18 147614 14 N/A
45 16200
0 1 Normal 162038 38 162034 34 162023 23 162019 19 N/A
Region - 2
1 3600 1 Normal 3679 79 3677 77 3684 84 3681 81 3682 82
9 32400 2 Suspicious 32434 34 32432 32 32439 39 32436 36 32432 32
83
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi
Time
Start
Time End
Priority Level
State
Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500
in hour
in Second
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay
(sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
12 43200 3 Emergenc
y 43219 19 43217 17 43224 24 43216 16 43217 17
19 68400 2 Suspicious 68414 14 68412 12 68419 19 68416 16 68412 12
23 82800 1 Normal 82819 19 82817 17 82824 24 82821 21 82817 17
37 13320
0 2 Suspicious 133234 34 133222 22 133239 39 133231 31 133232 32
44 15840
0 1 Normal 158419 19 158417 17 158424 24 158421 21 158482 82
47 16920
0 2 Suspicious 169234 34 169212 12 169239 39 169231 31 169232 32
Region - 3
1 3600 1 Normal 3741 141 3678 78 3686 86 3682 82 3744 144
6 21600 2 Suspicious 21636 36 21633 33 21641 41 21637 37 21654 54
7 25200 3 Emergenc
y 25221 21 25218 18 25226 26 25222 22 25224 24
15 54000 2 Suspicious 54016 16 54013 13 54011 11 54017 17 54019 19
19 68400 1 Normal 68421 21 68418 18 68426 26 68422 22 68424 24
84
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi
Time
Start
Time End
Priority Level
State
Luas 100 Luas 200 Luas 300 Luas 400 Luas 500
in hour
in Second
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay
(sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
35 12600
0 2 Suspicious 126036 36 126033 33 126026 26 126037 37 126019 19
38 13680
0 3
Emergency
136821 21 136818 18 136816 16 136822 22 136824 24
45 16200
0 2 Suspicious 162016 16 162013 13 162011 11 162017 17 162019 19
Average per Luas Area (sec) 33.6
8
28.64
33.6
8 31.2
39.5625
85
D. Lampiran Delay Event Detection Pengujian Skenario 3
Region
Kondisi Nyata Waktu Terdeteksi
Time Start
Time End Priority
Level State
Node 100 Node 200 Node 300
in hour
in Second
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Detected (sec)
Delay (sec)
Region - 1
1 3600 1 Normal 3678 78 3681 81 3682 82
11 39600 2 Suspicious 39633 33 39636 36 39637 37
18 64800 1 Normal 64818 18 64821 21 64822 22
21 75600 2 Suspicious 75623 23 75636 36 75637 37
23 82800 1 Normal 82828 28 82821 21 82822 22
32 115200 2 Suspicious 115213 13 115236 36 115237 37
33 118800 3 Emergency 118818 18 118821 21 118822 22
41 147600 2 Suspicious 147613 13 147616 16 147617 17
45 162000 1 Normal 162018 18 162021 21 162022 22
Region - 2
1 3600 1 Normal 3679 79 3684 84 3684 84
9 32400 2 Suspicious 32434 34 32439 39 32439 39
12 43200 3 Emergency 43219 19 43224 24 43224 24
19 68400 2 Suspicious 68414 14 68419 19 68419 19
23 82800 1 Normal 82819 19 82834 34 82824 24
37 133200 2 Suspicious 133234 34 133239 39 133219 19
44 158400 1 Normal 158419 19 158424 24 158424 24
47 169200 2 Suspicious 169234 34 169239 39 169239 39
Region - 3
1 3600 1 Normal 3681 81 3685 85 3685 85
6 21600 2 Suspicious 21636 36 21640 40 21640 40
7 25200 3 Emergency 25221 21 25225 25 25215 15
15 54000 2 Suspicious 54016 16 54020 20 54020 20
19 68400 1 Normal 68421 21 68425 25 68425 25
35 126000 2 Suspicious 126036 36 126020 20 126020 20
38 136800 3 Emergency 136821 21 136825 25 136815 15
45 162000 2 Suspicious 162016 16 162020 20 162020 20
Average per Luas Area (sec) 29.68 34.04 32.4
71
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini memaparkan kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan pada
penelitian yang telah dilakukan. Dalam bab 5 ini diuraikan tentang hal-hal yang
perlu dipertimbangkan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut. Penjelasan
yang lebih terperinci tentang hal-hal tersebut diuraikan pada sub-bab berikut.
5.1 Kesimpulan Adapun kesimpulan yang diambil berdasarkan dari hasil penelitian yang
telah dilakukan dan analisa metode yang dikerjakan adalah sebagai berikut:
1. Kontribusi yang diberikan pada penelitian ini adalah mengkombinasukan
metode Aggregate Cluster dan Adaptive Payload dengan menggunakan
Shostest Geo-Path Routing sebagai dasar routing dari metode routing
yang dikerjakan, yaitu Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive
Payload (AGSGPAP). Kontribusi yang diberikan berupa metode baru
yang mampu meningkatkan efisiensi penggunaan energi, memperpanjang
network lifetime, memiliki delay event detection yang rendah dan
mengurangi jumlah node yang kehabisan energi ketika beroperasi.
2. Tujuan dari protokol Aggregated Shortest Geo-Path with Adaptive
Payload ini adalah mengurangi penggunaan energi untuk transmisi data
sehingga dapat memperpanjang network lifetime dari jaringan sensor
nirkabel dengan tetap mengurangi delay pengirman di jaringan dan
meningkatkan delivery ratio. Hal ini dapat terlihat dari hasil pengujian,
dimana AGSGPAP memiliki tingkat average energy level tertinggi dari 3
metode lainnya yang dibandingkan yaitu 34.82% yang berarti konsumsi
energi hanya 65.18% untuk 48 jam pengawasan dengan delay event
detection yang lebih cepat yaitu 29.27 detik dan total dead node yang
lebih rendah yaitu 0 node pada pengujian dengan 200 nodes dengan luas
area 500x500 meter dimana sampling dilakukan selama 48 jam. Selain itu
protokol routing ini bekerja efektif pada area 400x400 meter dengan
jumlah 100 node dengan average energy left 36.2%, delay 31.2 detik dan
total dead node bernilai 0 node.