tesis - etheses.uinmataram.ac.idetheses.uinmataram.ac.id/437/1/imran 154141042.pdf · tesis ini...
TRANSCRIPT
i
TESIS
INTERNALISASI PENDIDIKAN NILAI DALAM KITAB TA’L M AL-MUTA’ALLIM
DI PONDOK PESANTREN DARUL ABROR NW GUNUNG RAJAK
Oleh :
Imran NIM : 15.4.14.1.042
Pembimbing :
Dr. Muhammad Thohri, M.Pd. Dr. H. S. Ali Jadid Al-Idrus, M.Pd.
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2017
ii
TESIS
INTERNALISASI PENDIDIKAN NILAI DALAM KITAB TA’L M AL-MUTA’ALLIM
DI PONDOK PESANTREN DARUL ABROR NW GUNUNG RAJAK
Oleh :
Imran NIM : 15.4.14.1.042
Pembimbing :
Dr. Muhammad Thohri, M.Pd. Dr. H. S. Ali Jadid Al-Idrus, M.Pd.
Tesis ini Diajukan Kepada Pascasarjana IAIN Mataram Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Islam
PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2017
iii
iv
PENGESAHAN
Tesis yang berjudul: Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm Al-Muta’allim di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak yang ditulis oleh saudara Imran NIM 15.4.14.1.042, Program Studi : Pendidikan Agama Islam (PAI). Tanggal ujian tesis pada 17 Januari 2017 telah dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan Agama Islam.
v
vi
vii
viii
Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm Al-Muta’allim
di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
Oleh
Imran
ABSTRAK
Tesis ini mengkaji tentang pendidikan nilai yang tercermin dalam kitab Ta’līm Al-Muta’allim, dan bagaimana menginternalisasikan pendidikan nilai tersebut kepada peserta didik.
Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkiti sebagian generasi muda termasuk para pelajar. Gejala kemorosotan moral antara lain diindikasikan dengan merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas, kriminalitas, kekerasan dan aneka prilaku kurang terpuji lainnya. Kegagalan pendidikan yang paling fatal adalah ketika produk didik tak lagi memiliki kepekaan nurani yang berlandaskan moralitas. Internalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm Al-Muta’allim ternyata telah mampu meredam pergeseran nilai tersebut untuk menawarkan solusinya yang dianggap paling tepat.
Penelitian ini memfokuskan tujuannya untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan dalam kitab Ta’līm Al-Muta’allim yang dikembangkan di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak dan untuk mengetahui bagaimana internalisasi nilai-nilai pendidikan tersebut di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka penelitian ini dirancang dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, menggunakan jenis penelitian mix antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. pengumpulan data dalam penelitian ini bersumber dari data primer dan data skunder . Teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan metode dokumentasi, wawancara, dan observasi , dan data di analisis secara deduktif .
Dari penelitian yang telah dilakukan, pendidikan nilai yang terkandung dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim adalah nilai positive thingking (jujur, ikhlas), rendah diri (tawadu’), ta’zim kepada guru, menghormati orang lain, sabar, bekerjasama dan disiplin.
Kemudian nilai-nilai pendidikan tersebut diinternalisasikan melalui keteladanan, pembiasaan, proses pembelajaran dan kegiatan ekstrakurikuler. Kata Kunci : Internalisasi, Pendidikan Nilai, Nilai Etika
ix
ABSTRACT
This thesis examines the educational values which are reflected in the book of Ta'lim Al-Muta'allim study groups, and how to internalize the value of education to students.
The moral problem decline affects mostly to young people including the students, nowadays. The symptoms of moral decadence among others characterized by widespread cases of drug abuse, promiscuity, crime, violence and various other less commendable behavior. The most fatal failure of education is when the product has no longer to the sensitivity learners conscience based on morality. Internalization of Values In the Book of Ta'lim Al-Muta'allim turned out to have been able to reduce the value shift to offer a solution which it considers the most appropriate.
This study is foccuses on the goal to know the value of education in the book of Ta'lim Al-Muta'allim developed in Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak and to know how to internalize the values of education there. To achieve these objectives, this study was designed using qualitative descriptive approach and mixing between library research and field research. The data collection in this study derived from primary and secondary data. And then the data collection performed by some method; documentation, interviews, and observation method, in which the data were analyzed deductively.
From the research has been done, the value of education contained in the book of Ta'lim Al-Muta'allim are positive values of thingking (honest, sincere), low self-esteem, respect for teachers, respect for others, patience, cooperation and discipline.
Then, the values are internalized in education, habituation, learning and extracurricular activities.
Keywords: Internalization, Educational Value, Ethical Values
x
البحث ملخص
عكس ي كتاب تعليم امتعلم، وكيفية استيعاب تبحث هذ اأطروحة القيم الربوية الي ت قيمة التعليم للطاب.
طاط اأخاقي امشكلة تؤثر ي اآونة اأخرة معظمهم من الشباب، ما ي ذلك ااطاق من تعاطي امخدرات طاط اأخاقي وغرها الي تتميز حاات واسعة ال الطاب. أعراض اا
رمة اء. فشل اأكثر فتكا من وااختاط، وا ف وغرها من ختلف سلوك أقل جدير الث والعاء على اأخاق. استيعاب ساسية ب تج م يعد لديه ضمر امتعلمن ا دما يكون ام التعليم هو ع
ل الذي تعتر اأنسب. د من حول قيمة لتقدم ا القيم ي كتاب تعليم امتعلم كانت قادرة على ا راسة تركز اهدف هو معرفة قيمة التعليم ي كتاب تعليم امتعلم وضعت ي امعهد دارهذ الد
اابرار هضة الوطن غونونج رجاء ومعرفة كيفية استيعاب القيم التعليم ي امعهد داراابرار هضة هج الوصفي الوطن غونونج رجاء لتحقيق هذ اأهداف، وقد م تصميم هذ الدراسة استخدام ام
وعي، وذلك استخدام مزيج من أنواع البحوث بن البحوث امكتبية والبحوث اميدانية. مع اليات مع البياات الي البياات ي هذ الدراسة مستمدة من البياات اأولية والبياات الثانوية. تق
ب اطي.يقوم ها طريقة الوائق، وامقابات، واماحظة، وم حليل البياات ااستمن اأحاث الي م القيام به، والقيم الربوية تتجسد ي كتاب تعليم امتعلم هي قيمة التفكر فاض تقدير الذات، واحرام امعلمن، واحرام اآخرين، والصر اإجاي )صادقة وخلصة(، وا
والتعاون واانضباط.ضوية القيم عن طريق القدوة والتعليم، والتعو هجية.م يتم ام د والتعلم واأنشطة الام
القيم اأخاقية, كلمات البحث: التطبع، القيمة التعليمية
xi
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Uraian Halaman
Gambar 1: Kegiatan Imtaq setiap hari senin dan jum’at 135
selesai membaca al-qur’an dan hizib NW
Gambar 2: Kegiatan Sholat Bejamaah di Masjid dan Irsyadat 135
Wattaujihat setelahnya
Gambar 3: Kegiatan Hadrah 136
Gambar 4: Kegiatan Kasidah Tradisional 136
Gambar 5: Kegiatan Tahfiz Ayat-ayat pendek 137
Gambar 6: Kegiatan Internalisasi Disiplin oleh Polisi 137
Gambar 7: Kegiatan Internalisasi Disiplin oleh TNI 138
Gambar 8: Kegiatan Pengajian Kitab Ta’lim al Muta’alim 138
Gambar 9: Kegiatan Ekstrakurikuler 139
Gambar 10: Kegiatan Bimbingan Konseling 139
xii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran Uraian Halaman
Lampiran 1: Curriculum Vitae 130
Lampiran 2: Profil MTs NW Gunung Rajak 131
Lampiran 3: Daftar Nama Pendidik/Kependidikan MTs 132
Lampiran 4: Profil MA Mu’allimin NW Gunung Rajak 133
Lampiran 5: Daftar Nama Pendidik/Kependidikan MA 134
xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI
b = ب
t = ت
th = ث
j = ج
h = ح
kh = خ
d = د
dh = د
r = ر
z = ز
S = س
sh = ش
s = ص
d = ض
t = ط
z = ظ
ع = ‘
gh = غ
f = ف
q = ق
k = ك
l = ل
m = م
n = ن
h = ة
w = ؤ
y = ى
Short : a = I = , u = ‘
Long : a - = i= ى u-= ؤ
Diphthong : ay= 1ى aw=p 1ؤ
xiv
M O T T O :
ه هي أسوة حسة ليمن كان ي رجو ا لقد كان لكم يي رسولي اه كثيرا ر وذكر ا والي وم اآخي
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.
(QS.Al-Ahzab:21)
xv
PERSEMBAHAN :
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Guru-guru saya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu;
2. Orangtua saya H. Muhammad Mansur dan Riawan; 3. Mertua saya Almarhum Amak Sakdiyah dan Inak
Sakdiyah; 4. Istri saya tercinta, Maunaturrahmah; 5. Anak-anak saya, Nida An Khofia, M.Royyan
Hadiyurrahman dan Ahmad Adib Mukhtar; 6. Kakak-kakak saya tercinta, Muslimin, Mutiara Hikmah
dan adik saya Rahmatullah.
xvi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur, atas rahmat dan hidayahNya peneliti dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm Al-Muta’allim di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW, beserta seluruh keluarga, sahabat serta orang orang yang mengikuti, mengkaji, mengamalkan, menyebarluaskan sunnahnya sampai hari kiamat.
Ternyata penulisan sebuah tesis bukan perkara yang mudah. Penyelesaiannya tidak hanya membutuhkan kelengkapan intelektual, melainkan juga memerlukan kesabaran, ketekunan, dana, dan stamina yang cukup. Banyak orang jenius gagal dalam menyelesaikan tesis karena miskin kesabaran. Tidak sedikit orang yang tekun namun tidak mampu merampungkan tesis karena tidak mampu menjaga hubungan dengan pembimbing. Semuanya meniscayakan pengorbanan.
Ada banyak pihak yang sangat membantu dalam menyelesaikan tesis ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu dengan penuh penghormatan serta ta’zim peneliti ingin mengucapkan penghargaan yang setinggi-tingginya dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Muhammad Thohri, M.Pd, pembimbing I dan Dr. H. S. Ali Jadid Al-Idrus, M.Pd, pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga, pemikiran, serta motivasinya kepada peneliti untuk segera menyelesaikan tesis ini sehingga tesis ini dapat terselesaikan tepat waktu.
2. Dr. H. Mutawalli, M.Ag. Rektor Intitut Agama Islam (IAIN) Mataram beserta jajarannya.
3. Dr. H. Nazar Na’amy, M.Si. Direktur Pascasarjana IAIN Mataram beserta civitas akademikyang telah banyak memberikan kemudahan dalam penulisan karya ilmiyah ini.
4. Semua dosen Pancasarjana IAIN Mataram yang telah memberikan wawaan keilmuan serta inspirasi dan motivasinya, dari semester satu sampai selesainya penulisan tesis ini yang tidak bias peneliti sebutkan satu persatu ehingga peneliti bias menyelesaikan program magister di Pascasarjana IAIN Mataram.
xvii
5. Semua staf TU pascasarjana IAIN Mataram yamg selalu ceria dan tersenyum dalam melayani sehingga dapat memperlancar dan mempermudah peneliti dalam proses administrasi.
6. Ketua Yayasan, segenap pengurus, keluarga besar MA Mualimin NW Gunung Rajak, Keluarga Besar MTs NW Gunung Rajak yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini.
7. Peneliti juga merasa wajib berterima kasih kepada kedua orang tua, H. Muhammad Mansur dan Riawan yang telah memberikan dukungannya untuk terus menerus mencintai ilmu, terus belajar tanpa ada kata lelah. Mereka juga sebagai monivator peneliti sehingga bersemagat untuk belajar sampai menyelesaikan tesis ini.
8. Istriku tercinta Maunaturrahmah dan Anak-anak saya Nida An Khofia, Muh. Royyan Hadiyurrahman dan Ahmad Adib Mukhtar. Kasih sayang, kesabaran dan pengertiannya membuat penulisan tesis ini menjadi lebih lancer.
9. Rekan-rekan yang tidak dapat peneliti sebut satu persatu, yang dengan ikhlas memberikan kontribusi positif pada penelitian ini.
Hanya do‘a kepada Allah SWT yang Maha Kuasa yang dapat peneliti berikan kepada mereka semua yang telah berjasa dan semoga amal mereka dilipat gandakan pahalanya oleh Allah SWT.
Sekali lagi peneliti menyadari penulisan tesis ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, disebabkan keterbatasan pengetahuan peneliti dan kurangnya refrensi. Peneliti berharap kepada semua pihak hendaknya memberikan saran, kritik yang sifatnya membangun dalam penyempurnaan isi tesis ini. Dan berikut dengan tersusunnya tesis ini kiranya dapat bermanfaat bagi siapa saja, terutama bagi mahasiswa yang peduli dengan lautan ilmu, serta tentunya bermanfaat bagi diri peneliti.
Mataram, 17 Januari 2017
Peneliti
Imran
xviii
DAFTAR ISI
Halaman Judul i Surat Pernyataan Keaslian ii i Halaman Pengesahan iv Nota Dinas Pembimbing v Halaman Persetujuam Tim Penguji vii Abtrak vii Daftar Gambar xi Daftar Lampiran xii Pedoman Transliterasi xiii Kata Pengantar xvi Daftar Isi xviii BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah 1 B. Permasalahan 4 C. Tujuan penelitian 5 D. Manfaat / Signifikansi Penelitian 5 E. Tinjauan Pustaka 6
BAB II KERANGKA TEORETIK
A. Telaah Kitab Ta’līm al-Muta’allim. 9 B. Konsep Internalisasi 17 C. Konsep Dasar Pendidikan 18 D. Konsep Dasar Pendidikan Nilai 21 E. Tradisi-Tradisi Pondok Pesantren 28
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian 36 B. Jenis Data Dan Sumber Data 38
1. Jenis Data 38 2. Sumber data 38
C. Teknik Pengumpulan Data 39 1. Dokumentasi 39 2. Wawancara (interview) 40 3. Observasi 40
D. Analisis Data 41 E. Validitas Data 41 F. Sistimatika Pembahasan 42
1. Bagian Awal 42
xix
2. Bagian Utama 43 3. Bagian Akhir 44
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian 45 1. Profil Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak 45 2. Profil TGH. Zainul Mukhlis 50 3. Profil MTs dan MA Mu’allimin NW Gunung Rajak 52
B. Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm al-Muta’allim 52 1. Nilai Positive Thingking, Jujur dan Ikhlas 54 2. Nilai Rendah Diri (Tawaddu’) 56 3. Nilai Respek terhadap Guru 60 4. Nilai Sabar dan Saling Menghargai 71 5. Nilai Kedisiplinan 73
C. Internalisasi Pendidikan Nilai di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak 76 1. Keteladanan 78 2. Pembiasaan 80 3. Proses Pembelajaran 82 4. Ekstrakurikuler 84
BAB V PEMBAHASAN
A. Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm al-Muta’allim. 87 1. Nilai Positive Thingking, Jujur dan Ikhlas 87 2. Nilai Rendah Diri (Tawadu’) 90 3. Nilai Respek terhadap Guru 94 4. Niai Sabar dan Bekerja Sama 103 5. Nilai Disiplin 105
B. Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Kitab Ta’līm Al-Muta’allim 108 1. Keteladanan 109 2. Pembiasaan 113 3. Proses Pembelajaran 120 4. Kegiatan Ekstrakurikuler 120
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan 122 B. Saran 122
DAFTAR PUSTAKA 124 LAMPIRAN-LAMPIRAN 129
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Problem kemerosotan moral akhir-akhir ini menjangkiti sebagian generasi
muda termasuk para pelajar. Gejala kemorosotan moral antara lain
diindikasikan dengan merebaknya kasus penyalahgunaan narkoba, pergaulan
bebas, kriminalitas, kekerasan dan aneka prilaku kurang terpuji lainnya
Kegagalan pendidikan yang paling fatal adalah ketika produk didik tak
lagi memiliki kepekaan nurani yang berlandaskan moralitas. Padahal subtansi
pendidikan adalah memanusiakan manusia, menempatkan kemanusiaan pada
derajat tertinggi dengan memaksimakan karya dan karsa.
Undang-undang No.20 Tahun 2003 yang berisi tentang system pendidikan
nasional dengan tegas menyatakan bahwa: “pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantab
dan mandiri, sehat jasmani dan rohani, serta bertanggungjawab pada
masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa”.1
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, jelas bahwa
pendidikan di setiap jenjang harus diselenggarakan secara sistematis guna
mencapai tujuan tersebut. Hal ini terkait dengan pembentukan nilai-nilai
peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika baik, bermoral, sopan
santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Tetapi dunia pendidikan
mengabaikan aspek pendidikan nilai-nilai peserta didik, pendidikan lebih
sibuk dengan urusan akademik agar peserta didik mendapat nilai yang tinggi.
Keberadaan pendidikan nilai mulai dipertanyakan kembali.
Padahal Islam sejak pertama kalinya muncul, telah menyeru manusia
untuk untuk saling hormat-menghormati, dan berakhlaqul Karimah. Dalam hal
ini Rasulullah SAW juga diutus untuk memperbaiki dekadensi moral yang
1 Undang-undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Penjelasannya, (Yogyakarta: Media Wacana Perss), hal 12.
2
terjadi pada zaman jahiliyah, agar menjadi umat yang yang terbaik. Hal ini
dibuktikan dalam sebuah haditsnya:
بل إما بعثت أمم مكارم اأخاق روا اإمام أمد بن ح
Artinya: “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak”2
Menurut Zubaidi, krisis yang melanda masyarakat Indonesia mulai dari
pelajar hingga elite politik mengindikasikan bahwa pendidikan agama dan
moral yang diajarkan pada bangku sekolah maupun perguruan tinggi (kuliah),
tidak berdampak terhadap perubahan perilaku manusia Indonesia. Bahkan
yang terlihat adalah begitu banyak manusia Indonesia yang tidak koheren
antara ucapan dan tindakannya. Kondisi demikian, diduga berawal dari apa
yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.3
Beragam fenomena tersebut menjadi kegelisahan akademik dan
seharusnya menjadi perhatian utama pendidikan yang harus segera
ditanggulangi. Pendidikan dinilai belum mampu memberikan pelajaran yang
bisa membentengi peserta didik dari penyimpangan dan tindakan amoral,
sehingga para pelajar yang merupakan produk langsung pendidikan
mengalami krisis moral. Berangkat dari berbagai macam permasalahan
tersebut, maka perlu adanya pendidikan yang menitik beratkan pada aspek
nilai.
Banyak kalangan yang mulai melihat bahwa sistem pendidikan pesantren
sebagai salah satu tempat yang efektif untuk pendidikan nilai agar
terwujudnya produk pendidikan yang tidak saja cerdik, pandai, lihai, tetapi
juga berhati mulia dan berakhlaqul karimah. Pesantren, baik sebagai lembaga
pendidikan maupun lembaga sosial, juga masih tetap eksis menjaga tradisi
pembelajaran klasik, kitab kuning atau yang dikenal dengan kutub tur th,
termasuk kitab Ta’līm al-Muta’allim yang disusun oleh al-Zarnūjy. fakta
menunjukkan bahwa tingkat kemanfaatan kitab tersebut dengan jangkauan
2 Ahmad Ibn Hambal, Musnad al-im m A mad Ibn ambal, Jilid 11 (Beirūt: D r al-Fikr, 1991), 381.
3 Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter ( Jakarta: Prenada Media, 2011), 2.
3
rentang waktu beredarnya menunjukkan bahwa kitab tersebut tidak main-
main dan perlu diperhitungkan segi-segi relevansi dan otoritasnya dalam
menghantarkan peserta didik untuk menuju kesuksesannya.
Menurut Elin Driana, salah satu langkah tepat untuk menanamkan nilai-
nilai akademis pada peserta didik adalah menentukan sekolah yang tepat
baginya, yaitu sekolah atau madrasah yang memperhatikan nilai-nilai
akademis dan character building yang seimbang, bukan semata-mata sekolah
favorit, megah dan modern.4
Pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak, menurut pengamatan
peneliti5, merupakan pesantren yang sangat memperhatikan penanaman
pendidikan nilai untuk para peserta didiknya. Terbukti bahwa dari awal
didirikannya pondok pesantren ini oleh TGH. Zainul Mukhlis ternyata telah
menjaga tradisi penanaman pendidikan nilai kepada para peserta didiknya
melalui pembelajaran kitab Ta’līm al-Muta’allim secara kontinyuitas baik di
tingkat Tsanawiyah maupun Aliyah sampai sekarang dan beberhasilannya
dalam menginternalisasikan nilai-nilai dalam kitab tersebut yang tergambar
dalam perilaku akhl q al-Kar mah sehari-hari para peserta didiknya.
Pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak secara geografis
terletak di Montong Kirik Dusun Dasan Tengak Desa Montong Beter
Kecamatan Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur. Letaknya cukup strategis
yaitu di Desa Montong Beter hasil pemekaran Desa Gunung Rajak
Kecamatan Sakra Barat, pondok pesantren ini selalu menjaga tradisi
pembelajaran kitab-kitab klasik Islam karya para ulama’ terdahulu, terutama
kitab Ta’līm al-Muta’allim. Hal ini menurut peneliti sangat logis karena dari
awal berdirinya sampai sekarang pondok pesantren ini selalu di pimpin dan di
asuh oleh sosok seorang Tuan Guru Hal ini tentu berdampak pada kuatnya
tradisi pembelajaran kitab kuning. Keberadaan Pondok Pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak mendapat respon yang positif dari masyarakat. Hal
4 Nurla Isna Aunillah, Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah (Jogjakarta: Laksana, 2011), 133.
5 Hasil observasi awal peneliti tentang Internalisasi pendidikan nilai di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak pada hari Senin, 4 April 2016 M.
4
ini terbukti dengan antusiasme masyarakat untuk mensukseskan
pembangunan pesantren dan tingginya kepercayaan masyarakat yang
menitipkan anaknya untuk menimba ilmu di pondok pesantren ini. Pondok
pesantren yang dikenal dengan sebutan “Al-Abror” ini, sering dikunjungi
oleh para ulama’, tamu-tamu agung, baik dari kalangan ilmuwan maupun
pejabat pemerintah, baik dalam maupun luar negeri.
Apa yang dilaksanakan oleh Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung
Rajak dengan kitab Ta’līm al-Muta’allim-nya dan juga keberhasilannya dalam
menanamkan nilai-nilai kepada para peserta didiknya di era globalisasi ini
telah menarik perhatian peneliti untuk melakukan penelitian secara empiris-
ilmiah tentang internaisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’l m al-Muta’allim
di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat diidentifikasi beberapa
persoalan penelitian yang bisa muncul dalam tema kajian ini, antara lain:
a. Pendidikan dinilai belum mampu memberikan pelajaran yang bisa
membentengi peserta didik dari penyimpangan dan tindakan amoral,
sehingga para pelajar yang merupakan produk langsung pendidikan
mengalami krisis moral terutama berkaitan dengan pendidik (guru).
b. Pendidikan pondok pesantren dinilai dapat dijadikan sebagai alternatif
dalam benteng dalam mempertahankan etika moral dengan kajian
kitab-kitab klasik, terutama yang berkaitan dengan sistem
pembelajaran.
c. Kitab Ta’līm al-Muta’allim sebagai salah satu kitab yang mengkaji
tentang strategi pembelajaran merupakan kitab yang syarat dengan
pendidikan nilai yang perlu untuk di internalisasikan kepada peserta
didik.
2. Pembatasan Masalah
Pada bagian konteks penelitian telah diungkapkan sejumlah permasalahan
yang relevan untuk diteliti lebih lanjut. Mencermati pentingnya
5
internalisasi pendidikan nilai yang terdapat dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim di pondok pesantren, maka atas dasar itu peneliti membatasi
sejumlah permasalahan tersebut pada aspek berikut :
a. Pendidikan nilai dari kitab Ta’līm al-Muta’allim.
b. Iternalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim di
pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak.
3. Perumusan Masalah
Dalam upaya tersistematisnya penelitian ini, maka peneliti merumuskan
masalah penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimanakah pendidikan nilai dari kitab Ta’līm al-Muta’allim?
b. Bagaimanakah internalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak?
C. Tujuan penelitian
Berkaitan dengan rumusan diatas maka tujuan penelitian ini dimaksudkan
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan pendidikan nilai dari kitab
Ta’līm al-Muta’allim.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan internalisasi pendidikan nilai
dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim di pondok pesantren Darul Abror NW
Gunung Rajak.
D. Manfaat / Signifikansi Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan kontribusi teoritis dan
praktis sebagai berikut:
1. Kontribusi Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menguatkan kajian pendidikan nilai
dalam konteks pendidikan nasional.
2. Kontribusi Praktis
a. Untuk mengembangkan teori ulama’-ulama’ terdahulu yang mereka
salurkan lewat kitab-kitab tur th sebagai salah satu sumber acuan
pendidikan Islam yang akhir-akhir ini mulai di tinggalkan untuk
kembali di kaji dan di internalisasikan kepada peserta didik
6
b. Untuk menjadi masukan dalam wujud gagasan yang orisinil yang
pernah dan sedang digeluti oleh kalangan pendidik Islam, khususnya
yang berkenaan dengan kegiatan pembelajaran dan pendidikan.
c. Sebagai sumbangan tambahan informasi tentang khazanah keilmuan
Islam sehingga kalangan pelajar muslim berbangga diri karena
memang sumber-sumber pembelajaran belakangan bisa dikatakan
simetris dengan apa yang digagaskan oleh al-Zarnūjy sekitar delapan
abad yang lalu.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan eksplorasi peneliti, penelitian ilmiah yang mengkaji masalah
pendidikan nilai atau karakter secara garis besar sudah banyak, namun
peneliti ingin secara spesifik membahas tentang internalisasi pendidikan nilai
dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim. Beberapa hasil penelitian terdahulu yang
mengungkap tentang penelitian ini antara lain:
1. Penelitian dilakukan oleh Imam Tabroni, Strategi Memilih Guru Ideal
Sebagai Pendidik Menurut Syekh Al-Zarnuji (Kajian Terhadap Kitab
Ta`Lim Al-Muta`Allim), Tesis (Cirebon: Program Pascasarjana Institut
Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, 2012)6 Penelitiannya hanya fokus ,
pada masalah kualifikasi guru ideal sebagai pendidik menurut syekh al-
Zarnuji dalam kajian kitab Ta`lim al-Muta`allim. penelitian ini
merupakan dialog antara peneliti dengan sumber-sumber kajian yang
bersifat kepustakaan..
2. Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Fatkhulloh, Reaktualisasi
Pemikiran: Strategi Pembelajaran Versi Syekh al-Zarnuji Dalam Kitab
Ta’līm al-Muta’allim, Tesis (Jombang : Program Pascasarjana Institut
Keislaman Hasyim Asy’ary, 2007).7 Penelitian ini lebih terbatas pada
pemikiran al-Zarnūjy, motivasi dalam penyusunan kitabnya dan strategi
6 Imam Tabroni, Strategi Memilih Guru Ideal Sebagai Pendidik Menurut Syekh Al-Zarnuji
(Kajian Terhadap Kitab Ta`Lim Al-Muta`Allim), Tesis (Cirebon: Program Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati, 2012).
7 Fatkhulloh, Reaktualisasi Pemikiran: Strategi Pembelajaran Versi Syekh al-Zarnuji Dalam
Kitab Ta’līm al-Muta’allim, Tesis (Jombang: Program Pascasarjana Institut Keislaman Hasyim Asy’ary, 2007).
7
pembelajaran kitabnya. Peneliti kemudian membandingkan strategi
pembelajaran versi al-Zarnūjy dengan versi para ahli yang lain, dan tidak
menekankan penelitiannya pada bagaimana menginternalisasikan
pendidikan nilai buah pikiran al-Zarnūjy. Jenis penelitiannya juga hanya
menggunakan jenis penelitian kepustakaan.
3. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Mohammad Johan,
Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren (Studi Kasus di
Tarbiyat al Mu’allimīn al-Isl miyah (TMI) Pondok Pesantren al-Amien
Prenduan Sumenep), Tesis (Malang: Program Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2012). Dalam penelitian
ini di kemukakan berbagai nilai inti yang dikembangkan di Pondok
Pesanteren Al-Amien Prenduan antara lain: 1) ikhlas, 2) sederhana, 3)
mandiri, 4) persaudaraan, dan 5) bebas yang semuanya itu tersimpul di
dalam “ Panca Jiwa Pondok”. Selain itu, implementasi pendidikan
karakter dilakukan melalui tiga proses, yaitu, implementasi nilai-nilai
karakter melalui proses pembelajaran, melalui kegiatan ekstra kulikuler,
dan melalui kegiatan sehari-hari.8 Johan membatasi penelitiannya hanya
pada implementasi karakter, tanpa berpedoman pada teori seorang ahli
pendidikan Islam seperti al-Zarnūjy. Metode penelitian yang digunakan
juga adalah studi kasus.
Dalam penelitian ini peneliti akan mengambil posisi tengah untuk
memahami tentang internalisasi pendidikan nilai pada peserta didik
dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim di Pondok Pesantren Darul Abror NW
Gunung Rajak. Peneliti menggunakan dua jenis pendekatan, kepustakaan
dan lapangan. Penelitian kepustakaan dimaksudkan untuk mengetahui
dan memadukan konsep nilai dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim di
pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak, dengan teori ahli yang
lain yang ternyata fakta membuktikan bahwa teori, konsep, serta metode
kitab Ta’līm al-Muta’allim sangat relevan dan mempunyai otoritas yang
8 Mohamad Johan, Implementasi Pendidikan Karakter di Pondok Pesantren (Studi Kasus di Tarbiyatul Muallimien al Islamiyah (TMI) Pondok Pesantren al-Amien Prenduan Sumenep), Tesis (Malang: Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, 2012)
8
sangat tinggi dalam menghantarkan peserta didik untuk mencapai tujuan
pendidikan Islam yaitu menjadi manusia yang mempunyai akhl q al
karīmah. Dan peneliti juga menggunakan penelitian lapangan untuk
mengetahui bagaimana internalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm
al-Muta’allim di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak..
9
BAB II
KERANGKA TEORETIK
A. Telaah Kitab Ta’līm al-Muta’allim
Ta’līm al-Muta’allim merupakan karya Shaikh T judd n Nu’m n ibn
Ibr h m ibn al-Khal l al-Zarnūjy. Kitab tersebut dapat dikatakan sebagai kitab
abad pertengahan, mengingat al-Zarnūjy hidup di akhir abad XII hingga awal
abad XIII M9. Djudi berpendapat bahwa kitab Ta’līm al-Muta’allim adalah
kitab yang telah dipelajari, diterjemahkan, diteliti, diseminarkan, dan dicetak
di beberapa negara. Hal ini membuktikan bahwa kitab tersebut merupakan
kitab yang sangat fenomenal, menarik, dan bernilai tinggi.
Sedangkan Abuddin Nata berpendapat bahwa Kitab Ta’līm al-
Muta’allim membahas tentang metode belajar, tujuan belajar, prinsip belajar,
strategi belajar, dan sebagainya.10 Tentunya kitab ini tidak asing lagi bagi
dunia pendidikan Islam di Indonesia, khususnya di pondok pesantren
Salafiyah, karena kitab ini telah dijadikan referensi utama bagi santri dalam
menuntut ilmu.
Menurut Ma mūd Yūnus, dalam kitab ini disimpulkan pendapat para
ahli pendidikan Islam dan dikuatkan secara khusus oleh pendapat Im m al-
Ghaz ly. Kitab ini khusus dalam ilmu pendidikan dan berpengaruh sekali
dalam alam Islami sebagai pegangan bagi guru untuk mendidik anak-anak.11
Menurut Plessner, kitab Ta’līm al-Muta’allim merupakan bagian dari
karya al-Zarnūjy, yang masih ada sampai sekarang.12. Sebagai kontribusi
tunggal beliau dalam bidang ilmiah yaitu bidang pendidikan, selain itu tidak
ada. Kitab yang terdiri dari 13 Bab tersebut, menurut Khalifah telah diberi
catatan komentar (sharh) oleh Ibn Ism ’ l, yang kemungkinan juga dengan al-
9 Djudi, Konsep Belajar Menurut Az-Zarnuji, Laporan Hasil Penelitian Individual Pusat
Penelitian IAIN Walisongo Semarang (Semarang: Perpustakaan Puslit IAIN Walisongo Semarang, 1997), 13.
10 Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), 103.
11 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Hidakarya Agung, 1990), 155.
12 Martin Plessner, “al-Zarnuji” Encyclopedia Of Islam (London-New York: EJ.Brill’s,
1987), 1218.
10
Nau’i. Yang diterbitkan pada tahun 996 H, kitab ini juga diterjemahkan
kedalam bahasa Turki oleh Abd Al-Maj d ibn Nusūh bin Isr ’ l dengan judul
Irsh d al-Ta’līm fi Ta’līm al-Muta’allim.13
Kitab Ta’līm al-Muta’allim telah diakui kepopulerannya oleh Khalil A.
Totah dan Mehdi Nakosteen, ketika masing-masing melakukan survey atas
sumber literatur kependidikan Islam klasik dan abad pertengahan.14 Hal ini
berdasar pada identifikasi sejumlah karya kependidikan, bahwa kitab Ta’līm
al-Muta’allim-lah yang paling terkenal. Kepopuleran itu ditunjukkan dengan
adanya penerjemahan dari bahasa Arab kedalam bahasa Latin dengan judul
Enchiridion Studiosi yang dilakukan dua kali oleh H. Reland pada tahun 1709
dan Caspari pada tahun 1838. dan juga penerjemahan kedalam bahasa Latin
dilakkan pada saat masih berlangsung perang Salib.15
Kitab Ta’līm al-Muta’allim dikarang oleh al-Zarnūjy karena dilatar
belakangi oleh rasa keprihatinan beliau terhadap para pelajar pada masanya,
yang bersungguh-sungguh dalam belajar akan tetapi mengalami kegagalan,
atau kadang-kadang mereka sukses tetapi sama sekali tidak dapat memetik
buah kemanfaatan dari hasil ilmu yang dipelajarinya dengan mengamalkan
atau menyebarluaskan pada orang lain. Motivasi al-Zarnūjy tersebut
terungkap dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim yang tertera dalam muqaddimat,
sebagai berikut:16
افعه ومراته فلما رأيت كثرا دون إى العلم وا يصلون من م ا من طاب العلم زمشر رمون. لــما أهم أخطؤوا طرائقه وتركوا شرائطه. وكل من أخطأ وهى العمل به وال
ال امـقصود قل أو جل الطريق ضل وايArtinya: "Setelah saya mengamati banyaknya penuntut ilmu dimasa saya, mereka bersungguh-sungguh dalam belajar menekuni ilmu tetapi mereka
13 H. Khalifah dalam Sudarnoto Abd. Hakim, Hasan Asari, Yodian W. Asmin (Penyunting),
Islam Berbagai Perspektif: Didedikasikan Untuk 70 Tahun Prof. Dr. H. Munawir Sadzali, M.A., (Yogyakarta: LPMI,1995), 21.
14 Ibid. 22.
15 Ahmad Usman, Al-Ta’lim Inda Burhanul Islam Al-Zarnuji (Kairo:Maktabah Al-Anjalu
Al -Misriyah, 1989), 88. 16 Ibr h m Ibn Ism ’ l, Syar Ta’līm al-Muta’allim (Indonesia: D r I y al-Kutub al-
‘Arabiyat, tt), 3.
11
mengalami kegagalan atau tidak dapat memetik buah manfaat ilmunya yaitu mengamalkannya dan mereka terhalang tidak mampu menyebarluaskan ilmunya. Sebab mereka salah jalan dan meninggalkan syarat-syaratnya. Setiap orang yang salah jalan pasti tersesat dan tidak dapat memperoleh apa yang dimaksudkan baik sedikit maupun banyak".
Secara tidak langsung, tujuan dari al-Zarnūjy mengarang kitab ini adalah
untuk memberi bimbingan kepada para santri (orang yang menuntut ilmu)
untuk mencapai ilmu yang bermanfaat dengan cara dan etika yang dapat
diamalkan secara berkesinambungan.
Kitab Ta’līm al-Muta’allim ini berisi tentang pemikiran pendidikan Islam
yang dikemukakan oleh al-Zarnūjy. Meskipun kitab ini ditulis sejak abad XIII
H, tetapi sudah tampak sistematis dari segi pembahasannya sebagaiman
karya-karya ilmiah pada masa sekarang ini. Misalnya sebelum al-Zarnūjy
menulis pembahasan pasal demi pasal atau dari bab ke bab, terlebih dahulu
beliau mengemukakan pendahuluan yang berisikan pembatasan masalah, latar
belakang, sistematika pembahasan, yang kemudian dimulai pembahasan pasal
demi pasal secara sistematis dan diakhiri dengan penutup dan do’a.17
Menurut Mahmūd Yūnus kitab ini telah diberi sharh (komentar) oleh
beberapa ulam ’ terkemuka, diantaranya: al-All mat al-Jal l al-Shaikh
Ibr h m ibn Ism ’il dengan nama Sharh Ta’līm al-Muta’allim Tarīqat al-
Ta’allum dan oleh Shaikh Ya y ibn Al ibn Na ū (1007 H/ 1598M) ahli
sya’ir Turki dan Im m Abd al-Wahh b al-Sha’r ny ahli tasawuf dan al-Q i
Zakaria al-Ans ry.18
Secara sedehana kitab Ta’līm al-Muta’allim dapat di deskripsikan bahwa
kitab tersebut terdiri dari 13 pasal selain pengantar yaitu :
a. Keutamaan ilmu dan fiqh. Pasal ini melahirkan nilai religius, dan
menumbuhkan semangat yang tinggi bagi santri untuk rajin belajar;
17Apabila dilihat dari sudut pembahasannya kitab Ta’līm al-Muta’allim sangat menarik karena didasarkan pada Al-Qur’an, meskipun sangat minim sekali; Hadits yang tidak kurang dari 21 matan hadits; Hikmah atau kata-kata mutiara yang dibumbui kisah-kisah para ulama yang telah berhasil mendapatkan ilmu; Syair-syair yang jumlah keseluruhannya terdapat dalam 81 buah syair.
18 Mahmud Yunus, Sejarah …, 155.
12
b. Niat ketika akan belajar. Pasal ini melahirkan nilai kejujuran,
keikhlasan, tidak menyekutukan Allah, takut kepada Allah, dan cinta
kepada Allah SWT;
c. Memilih ilmu, guru dan teman. Konsep ini melahirkan nilai
kecintaan, toleransi, kerjasama, saling menghargai dan persatuan;
d. Memuliakan ilmu beserta ahlinya. Pasal ini dapat menumbuhkan
sifat tawadu’, tidak sombong, kepedulian antar sesama;
e. Kesungguhan, ketetapan, dan cita-cita yang tinggi. Hal ini
menumbuhkan nilai kerajinan, ketekunan, dan kreatifitas;
f. Permulaan, ukuran dan tertib dalam belajar. Pasal ini melahirkan
nilai disiplin;
g. Tawakal;
h. Waktu menghasilkan ilmu. Pasal ini menumbuhkan kehausan
mencari ilmu, konsisten dan ketenangan;
i. Belas kasih. Menumbuhkan rasa kasih sayang yang tinggi;
j. Mencari Faedah. Hal ini menumbuhkan keseriusan, dan kerendahan
hati;
k. Wara’ (Menjaga diri dari perkara haram) memunculkan nilai
kebahagiaan, kedamaian dan kesederhanaan;
l. Sesuatu yang dapat menjadikan hafal dan lupa. Pasal ini
mengandung nilai tanggung jawab;
m. Sesuatu yang memudahkan dan menyempitkan rejeki,
memperpanjang dan mengurangi umur. pasal ini menumbuhkan nilai
semangat untuk bekerja keras dan pantang menyerah, serta selalu
bersyukur atas nikmat Allah SWT.
Fakta menunjukkan bahwa al-Zarnūjy meninggal dunia sebelum tahun
573. Satu-satunya penulis yang menunjuk tahun wafatnya adalah Fu d al-
A wany. Menurutnya al-Zarnūjy wafat tahun 591 H/1203 M.19
19 A mad Fu d Ahwani, al-Tarbiyat fī al-Isl m aw al-Ta‘līm fī Ra’s al-Qabis (Al-Q hirat: ‘ sa al-B bi al-Halabi, 1955), 239.
13
Dari keterangan diatas peneliti dapat simpulkan bahwa al-Zarnūjy
hidup pada abad ke 6 H, dan pendapat Fu’ d al-Ahwany tentang tahun
wafat al-Zarnūjy merupakan satu-satunya pertimbangan akademik yang
mendekati kebenaran sejarah. Pendapat yang kemudian di paparkan oleh
Plessner dan Ibn Kh lik n tidak bisa secara ilmiah dapat membantah
pendapat Fu’ d al-Ahw ny, karena bisa saja terjadi seorang santri
meninggal sebelum gurunya.
Disamping itu juga al-Zarnūjy mempunyai banya nama, dan hal ini
menunjukkan nama besarnya. Ada yang menyebutnya dengan
Burh nudd n, ada juga yang menyebutnya dengan Burh n al-Isl m, dan
ada juga yang menyebutnya T j al-D n. Namun, menurut peneliti ketiga
nama itu disematkanan sebagai julukan saja atas jasa-jasanya dalam
menyebarkan Islam.
Menurut Hamawi dalam kitabnya Mu’jam al-Buld n, Zurnūj adalah
sebuah tempat di wilayah Turki. Sedangkan menurut amawi, Zurnūj
adalah sebuah tempat yang terkenal di m war ’ al-nahr20 wilayah
Turkistan, tetapi menurut para pakar geografi daerah m war ’ al-nahr
itu bukan di Turkistan, melainkan di Turki.21 Seorang penulis muslim
membuat spekulasi bahwa al-Zarnūjy aslinya berasal dari daerah
Afganistan, kemungkinan ini diketahui dengan adanya nama Burhn al-
D n, yang memang disetujui oleh peneliti bahwa hal itu biasanya
digunakan dinegara ini. Terkait dengan hal tersebut, beberapa peneliti
berpendapat bahwa dilihat dari nisbahnya, nama al-Zarnūjy diambil
berdasar pada daerah dari mana ia berasal yaitu daerah Zarand.22 Zarand
20M War ’ al-Nahr merupakan negara-negara di belakang sungai Sihūn (Amodarya). Ia
merupakan kawasan disebelah selatan Laut Khaw rizm (Aral). Kawasan ini mencakup negara Uzbekistan, Kirghizia, Tajikistan, dan Turkeministan. Negara-negara ini dahulunya dibawah kesatuan Uni Soviet. Negara-negara dibagian Asia Utara memiliki 3 laut utamanya, yaitu Laut Khawarizm (Aral), Laut Qazwin (Kaspia), dan Laut Hitam.
21 Lihat disertasi Marwazi, Konsep Pendidikan dalam Kitab Ta‘līm al-Muta‘allim Karya al-Zarnūjy dan Aplikasinya di Pondok Pesantren al-Fal Ploso Mojo Kediri, Disertasi (Jakarta: IAIN Syar f Hid yatullah, 1998), 29.
22 Abuddin Nata, Pemikiran ..., 104.
14
adalah salah satu daerah diwilayah Persia yang pernah menjadi ibukota
Sijist n yang terletak disebelah selatan Her t.
Menurut al-Qurashy, al-Zarnūjy adalah seorang guru abad ke-13,
sedangkan G. E. Von Grunebaum dan Theodora M. Abel mengatakan
bahwa ia seorang ulama’ yang hidup menjelang akhir abad ke-12 dan
permulaan abad ke-13. Penunjukan tahun ini hampir sama dengan
perkiraan Marw n Qabb ny. Sedangkan al-Ahw ny menyebutkan bahwa
Mu ammad al-Kafrawi menempatkan ia dalam generasi ke-12 dari
ulama’ anafiyah yang diperkirakan hidup pada sekitar tahun
620/1223.23 Terlepas dari kontroversi penunjukan tahun-tahun tersebut,
yang jelas hampir dapat dipastikan bahwa ia hidup di ujung pemerintahan
‘Abbasiyah di Baghd d.
Peneliti menemukan sedikit sekali kitab atau buku yang menulis
tentang biografi/riwayat hidup sang pengarang kitab Ta’līm al-
Muta’allim tersebut. Dan beberapa kajian terhadap kitab Ta’līm al-
Muta’allim, tidak dapat menunjukkan secara pasti mengenai waktu
kehidupan dan karir yang dicapainya.
Al-Zarnūjy tidak memberikan informasi tentang kehidupannya baik
yang menyangkut biografi keluarga maupun pendidikannya, sehingga
untuk mengetahui latar belakang pendidikan dan intelektualitasnya
adalah dengan mengetahui nama-nama guru yang didatanginya dan isi
dari kitab Ta’līm al-Muta’alim termasuk nukilan-nukilan pendapatnya,
bahwa akan diketahui kecenderungan pola pikir al-Zarnūjy yang tertuang
dalam buku tersebut. Adapun guru-gurunya yang terkenal sebagaimana
dicantumkan dalam kitab Ta’līm al-Muta’alim diantaranya adalah Abū
an fah, al-Margh n ny, Muhammad ibn asan, Abū Yūsuf, amm d
ibn Ibr h m, al-Shair zy, Hil l ibn Yas r, Qoww m al-D n, al- amd ny,
al- ulw ny, al- adr al-Shah d.24
23 Ibid, 344. 24 Nama-nama guru al-Zarnūjy dapat dilihat dalam kitabnya Ta'līm yang didalamnya
menyebutkan nama tersebut, dan semuanya adalah bermazhab anafiyah.
15
Sedangkan menurut para peneliti, al-Zarnūjy menuntut ilmu di
Buhkh rà dan Samarqand, yaitu kota yang menjadi pusat kegiatan
keilmuan, pengajaran dan lain-lainnya. Masjid-masjid di kedua kota
tersebut dijadikan sebagai lembaga pendidikan dan ta’līm yang diasuh
antara lain oleh Burh nudd n al-Margh n ny, Shamsudd n ‘Abd al-
Wadjdy, Muhammad ibn Muhammad ‘Abd al-Satt r al-‘Am dy dan lain-
lainnya.25
Untuk memahami al-Zarnūjy sebagai seorang pemikir, maka harus
difahami ciri zaman yang menghasilkannya, yaitu zaman ‘Abb siyah
yang menghasilkan pemikir-pemikir Ensiklopedik yang sukar ditandingi
oleh pemikir-pemikir yang datang kemudian. Sebagaimana dijelaskan di
atas, al- al-Zarnūjy yang berkuasa selama lima abad berturut-turut (750-
1258 M). Sebagai seorang filosof muslim al-Zarnūjy lebih condong
kepada al-Ghaz ly, sehingga banyak jejak al-Ghaz ly dalam bukunya
dengan konsep epistemologi yang tidak lebih dari buku pertama dalam
I y ’ ‘Ulūm al-Dīn. Akan tetapi al-Zarnūjy memiliki sistem tersendiri,
yang mana pada setiap bab dengan bab yang lain, atau setiap kalimat
dengan kalimat yang lain, bahkan setiap kata dengan kata yang lain
dalam buku tersebut merupakan sebuah kerikil dan konfigurasi mozaik
kepribadian al-Zarnūjy sendiri.26
Dengan demikian al-Zarnūjy hidup pada masa keempat dari periode
pendidikan dan perkembangan pendidikan Islam, yakni antara tahun 750-
1250 M. Sehingga beliau sangat beruntung mewarisi banyak peninggalan
yang ditinggalkan oleh para pendahulunya dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan. Dan al-Zarnūjy bukanlah dikenal sebagai seorang fuqaha’
atau mu addith ataupun mutakallim tetapi beliau lebih populer sebagai
seorang murabby, hal ini dilihat dari karyanya hanya satu karya tangan
dinginnya yaitu kitab Ta’līm al-Muta’allim, dan tidak ada pula
25 Lihat Djudi, Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji (Yogyakarta: Pusat Penelitian IAIN
Sunan Kalijaga, 1997), 10. 26 Hasan Langgulung, Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke 21 (Jakarta: Pustaka Al-
Husna, 1988), 99.
16
perkataan-perkataan beliau yang bernilai hukum, ataupun tidak ada
nukilan-nukilan dari padanya untuk dipakai menjadi rujukan saat ini baik
dari hukum, hadits ataupun ilmu kalam.
Abuddin Nata menggambarkan bahwa, dalam masa tersebut
kebudayaan Islam berkembang dengan pesat yang ditandai oleh
munculnya berbagai lembaga pendidikan, mulai dari tingkat
perpendidikan tinggi. Diantara lembaga-lembaga tersebut adalah
Madrasah Niẓ miyah yang didirikan oleh Niẓ m al-Mulk (457 H/106
M), Madrasah al-Nūriyat al-Kubrà yang didirikan oleh Nūr al-D n
Ma mūd Zanky pada tahun 563 H/ 1167 M dengan cabangnya yang
sangat banyak di kota Damaskus, Madrasah al-Mustan iriyah yang
didirikan oleh Khal fah ‘Abbasyiyah, al-Mustan ir bi al-L h di Baghd d
pada tahun 631 H/ 1234 M. Madrasah al-Mustan iriyah dilengkapi
dengan berbagai fasilitas yang memadai seperti gedung berlantai II, aula,
perpustakaan dengan kurang lebih 80.000 buku koleksi, halaman dan
lapangan yang luas, masjid, balai pengobatan dan lain sebagainya.
Keitimewaan lainnya Madrasah al-Mustan iriyah adalah karena
mengajarkan ilmu fiqih dalam empat madhhab (M liky, anafy, Sh fi’y
dan A mad ibn Hambal).27
Dalam konteks penelitian ini peneliti berangkat dari teori Thomas
Lickona sebagai pengusung pendidikan karakter tentang bagaimana
pentingnya penanaman nilai-nilai kepada santri. Lickona mendefinisikan
karakter sebagai A reliable inner disposition to respond to situations in a
morally good way (suatu usaha yang disengaja untuk membantu
seseorang sehingga ia dapat memahami, memperhatikan, dan melakukan
nilai-nilai etika yang baik).
Selanjutnya, Lickona menambahkan, Character so conceived has
three interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral
27 Abuddin Nata, Pemikiran…, 106.
17
behavior28. Karakter mulia (good character) dalam pandangan Lickona
meliputi pengetahuan tentang kebaikan (moral khowing), lalu
menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan (moral feeling), dan
akhirnya benar-benar melakukan kebaikan (moral behavior).
Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang
baik didukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk
berbuat baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Atau dengan kata lain,
karakter mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap
(attitudes), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors) dan
keterampilan (skills).
B. Konsep Internalisasi
Internaliasi meurut kamus besar Indonesia dapat diartikan sebagai
penghayatan, proses-falsafah Negara secara mendalam berangsung lewat
penyuluhan, penataran dan sebagainya. Penghayatan terhadap uatau ajaran,
doktrin atau nilai sehingga merupakan keyakinan dan kesadaran akan
kebenaran doktrin atau nilai yang diwujudkan dalam sikap dan prilaku.29
Proses internalisasi merupakan proses penghayatan yang berlangsung
sepanjang hidup individu mulai saat dilahirkan hingga akhir hayatnya. Dalam
sepanjang hidupnya, seseorang terus belajar mengolah segala perasaan,
hasrat, nafsu, dan emosi yang kemudian membentuk kepribadian. Melalui
hubungan sosial yang terjalin antara individu dan kelompok, proses
internalisasi terjadi pada diri seseorang.
Proses internalisasi pada dasarnya tidak hanya monoton didapat dari
keluarga, melainkan dapat didapat dari lingkungan kita. Lingkungan yang
dimaksud tersebut adalah lingkungan sosial. Secara tidak sadar kita telah
dipengaruhi oleh berbagai tokoh masyarakat, seperti Pejabat, Guru, Kyai, dll.
Dari situlah kita dapat memetik beberapa hal yang kita dapatkan dari mereka
28 Thomas Lickona, Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility (New York: Bantam Books, 1992), 23.
29 Pusat Bahasa Departeme Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2005), 439.
18
yang kemudian kita menjadikannya sebagai sebuah kepribadian dan
kebudayaan kita.
Proses internalisasi berpangkal dari hasrat-hasrat biologis dan bakatbakat
naluri yang sudah ada dari warisan dalam organisme tiap individu yang
dilahirkan. Akan tetapi, yang mempunyai peranan terpenting dalam hal
membangun manusia kemasyarakatan itu adalah situasi-situasi sekitar,
macam-macam individu lain di tiap-tiap tingkat dalam proses sosialisasi dan
enkulturasinya (Koentjaraningrat, 1980:229).
Internalisasi memiliki manfaat bagi kehidupan manusia, yaitu
pengembangan, perbaikan dan penyaringan dalam hal budaya. Manfaat
pengembangan yaitu sebagai pengembangan potensi seseorang untuk menjadi
pribadi dan memiliki perilaku yang baik agar seseorang yang telah memiliki
sikap dan perilaku yang mencerminkan pendidikan nilai.
Dalam proses internalisasi yang dikaitkan dengan pembinaan peserta didik
ada tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi yaitu:
a. Tahap Transformasi Nilai: Tahap ini merupakan suatu proses yang
dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-nilai yang baik
dan kurang baik.
b. Tahap Transaksi Nilai: Suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan
melakukan komunikasi dua arah, atau interaksi antara peserta didik
dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal-balik.
c. Tahap Transinternalisasi: Tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap
transaksi. Pada tahap ini bukan hanya dilakukan dengan komunikasi
verbal tapi juga sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini
komunikasi kepribadian yang berperan secara aktif. 30
C. Konsep Dasar Pendidikan
Dari segi bahasa, pendidikan dapat diartikan perbuatan, hal, cara dan
sebagainya mendidik dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau
pemeliharaan latihan-latihan dan sebagainya badan, batin dan sebaginya.
30 Muhaimin dkk,. Startegi Belajar Mengajar (Surabaya: Citra Media, 1996), 152.
19
Dalam bahasa inggris, pendidikan menggunakan istilah “education”.
Dalam bahasa arab pengertian kata pendidikan, sering digunakan pada
beberapa istilah, antara lain, al-ta’lim, al-tarbiyah dan al-ta’dibṬ Namun
demikian, ketiga kata tersebut memliki makna tersendiri dalam menunjukkan
pada pengertian pendidikan. Ketiga batasan di atas memilki kesamaan visi
akhir, yaitu untuk menghantarkan peserta didik pada satu tahap tertentu.
Namun demikian, menurut penggunaan tema at-tarbiyah lebih cocok
mewakili untuk memaknai pendidikan Islam. Pengertian pendidikan secara
luas adalah segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan
pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan mengembangkan
nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam
pendidikan menjadi bagian dari kepribadian anak yang pada gilirannya ia
menjadi orang pandai, baik, mampu hidup dan berguna bagi masyarakat.31
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat
menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif
dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai
suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi
nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan
terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping
transfer ilmu dan keahlian.
Pendidikan merupakan proses pengembangan manuasia kearah kearifan
(wisdom), pegetahuan (knowledge) dan etika (conduct) karenanya
membangun apek kognisi, afeki dan psikomotor secara seimbang dan
berkesinambungan adalah nilai pendidikan yang paling tinggi,32 ditujukan
untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat
meakukan perannya daam kehidupan secara fungsional dan optimal dan dapat
dirasakan manfaatnya bagi manusia.
31 Syekh Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam (Bandung: Mizan,
1984), 60. 32 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2013), 3.
20
Adapun pengertian pendidikan dari segi istilah kita dapat merujuk kepada
berbagai sumber yang diberikan para ahli pendidikan. Dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 1 UU RI No. 20 tahun 2003)
dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pengertian Pendidikan menurut beberapa para ahli adalah sebagai
berikut:
Menurut Ahmad Tafsir, “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didiknya menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.33
Menurut John Dewey, salah satu tokoh pendidikan, sebagaimana yang
telah dikutif oleh Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, dalam bukunya yang
berjudul ilmu pendidikan:
“Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia”.34
Ki Hajar Dewantara mengatakan bahwa pendidikan berarti daya upaya
untuk memajukan pertumbuhan nilai moral (kekuatan batin, karakter), fikiran
(intellect) dan tumbuh anak yang antara satu dan lainnya saling berhubungan
agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik selaras.35
Sementara Zamroni memberikan definisi pendidikan adalah suatu proses
menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan
tentang hidup, sikap dalam hidup agar kelak ia dapat membedakan barang
33 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 1992), 24.
34 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), 69. 35 Ki Hadjar Dewantara, Karya Ki Hadjar Dewantara (Yogyakarta: Taman Siswa, 1962),
2.
21
yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, sehingga kehadirannya
ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal.36
Konsep pendidikan menurut Ibnu Khaldun adalah “memberikan suatu
analisis secara fenomenalogi terhadap rumusan pendidikan, peran dan fungsi
pendidikan yang telah dihasilkan oleh Ibnu Khaldun melalui berbagai
pengalaman dan pengamatannya”. Ibnu Khladun mencoba menghubungkan
antara filsafat dengan pendidikan, sosiologi dengan pendidikan, ilmu dengan
pendidikan, kebudayaan dengan pendidikan, pentahapankebudayaan dan
cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan.37
Dari pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar, disengaja, dan positif untuk menuntun hidup jasmani dan
rohani anak didik dengan memberi kesempatan kepadanya untuk
mengembangkan bakat menuju terbentuknya kepribadian yang utama, serta
untuk membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat
melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal. Dengan
demikian pendidikan pada intinya menolong ditengah-tengah kehidupan
manusia.
D. Konsep Dasar Pendidikan Nilai
Konsep dasar pendidikan nilai adalah komponen yang menyentuh filosofi
tujuan pendidikan yaitu memanusiakan manusia, membangun manusia
paripurna dan membentuk insan kamil atau manusia seutuhnya.38
Beberapa tokoh memberikan pengertian nilai sebagai berikut:39
1. Menurut Winecoff (1987: 1-3), pendidikan nilai adalah pendidikan yang
mempertimbangkan objek dari sudut pandang moral yang meliputi etika
dan norma-norma yang meliputi estetika, yaitu nilai objek dari sudut
pandang keindahan dan selera pribadi serta etika.
36 Zamroni, Pengantar Pengembangan Teori Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana,1992), 5. 37 Masarudin Siregar, Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun (suatu analisis fenomenologi
(Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisango Semarang,1999), .3. 38 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2013), 12. 39 Qiqi Yuliati Zakiyah, Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2014), 61.
22
2. Dahlan (2007: 5) mengartikan pendidikan nilai sebagai uatu proses
kegiatan yag dilaksanakan secara sistimtis untuk melahirkan manusia
yang memiliki komitmen kognitif, afektif dan pribadi yang berlandaskan
agama.
3. Hasan (1996: 14) pendidikan nilai adalah bentuk kegiatan pegembangan
ekspresi nilai-nilai yaang ada melalui proses sistimatis dan kritis ehingga
mereka dapat meningkatkan atau memperbaiki kualitas kognitif dan
afektif peserta didik.
4. Sumantri (1993: 16) pendidikan niai merupakan aktivitas pendidikan
yang penting bagi orang dewasa dan remaja, baik di dalam sekoah
maupun di luar sekolah untuk meningkatkan nilai moral individu dan
masyarakat.
Pendidikan nilai bisa berarti educare yang membimbing, menuntun dan
memimpin.40 pendidikan nilai hendaknya membantu peserta didik untuk
tumbuh berkembang menjadi pribadi-pribadi yang lebih bermanusiawi,
berguna dan berpengaruh dalam masyarakat yang bertanggungjawab dan
bersifat proaktif dan kooperatif karena masyarakat sagat membutuhkan
pribadi-pribadi yang handal dalam bidang akademis, terampil dan memiliki
nilai yang luhur.
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan.41 Maksudnya kualitas yang memang membangkitkan respon
penghargaan.42 Nilai itu praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia
dan melembaga secara obyektif di dalam masyarakat.43 Menurut Sidi Gazalba
yang dikutip Chabib Thoha mengartikan nilai sebagai berikut: Nilai adalah
sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta,
tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut pembuktian empirik,
40 Zaim Elmubarok, Membumikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2013), 14. 41 W.JS. P6urwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,1999),
677. 42 H. Titus, M.S, et al, Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1984), 122. 43 Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya,
1993), 110.
23
melainkan penghayatan yang dikehendaki dan tidak dikehendaki.44 Sedang
menurut Chabib Thoha nilai merupakan sifat yang melekat pada sesuatu
(sistem kepercayaan) yang telah berhubungan dengan subjek yang memberi
arti (manusia yang meyakini).45 Jadi nilai adalaah sesuatu yang bermanfaat
dan berguna bagi manusia sebagai acuan tingkah laku.
Nilai merupakan tema baru dalam filsafat aksiologi, cabang filsafat yang
mempelajarinya, muncul pertama kalinya pada paruh kedua abad ke-19.46
Menurut Riseri Frondizi, nilai itu merupakan kualitas yang tidak tergantung
pada benda, benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidak tergantungan ini
mencakup setiap bentuk empiris, nilai adalah kualitas apriori.47
Subtansi nilai dalam suatu objek tetap melekat pada benar-salah dalam
logika, baik-buruk dalam etika, indah-jelek dalam estetika, keagamaan
komplek-tidak komplek dalam religius.
Dalam pembagiannya, nilai memiliki dua bidang yang paling populer
yang tidak bisa dipisahkan baik dalam tingkah laku dan tampilan pisik yakni
etika dan estetika.48 Etika merupakan cabang aksiologi yang membahas
predikat-predikat nilai betul (right)-salah (wrong), susila (moral)-tidak susia
(immoral) meliputi nilai-nilai antara lain:
1) Nilai positive thingking, jujur dan ikhlas;
2) Nilai rendah diri (tawaddu’);
3) Nilai respek terhadap guru;
4) Nilai sabar dan saling meghargai;
5) Nilai kedisiplinan.
Menurut Langeveld, dalam bahasa sehari-hari kita “barang sesuatu yang
mempunyai nilai”. Barang sesuatu yang dimaksudkan di sini dapat disebut
barang nilai. Dengan demikian, mempunyai nilai itu adalah soal penghargaan,
44 HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), 61. 45 Ibid. 46 Riseri Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2001), 1. 47Ibid 48 Qiqi Yuliati Zakiyah, Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2014), 18.
24
maka nilai adalah dihargai.49 Sejalan dengan itu, Juhaya S. Praja dengan
singkat mengatakan, nilai artinya harga. Sesuatu mempunyai nilai bagi
seseorang karena ia berharga bagi dirinya. Pada umumnya orang mengatakan
bahwa nilai sesuatu benda melekat dan bukan di luar benda. Tetapi ada juga
yang berpendapat bahwa nilai ada di luar benda.50
Sedangkan pengertian nilai menurut J.R. Fraenkel, sebagaimana dikutif
Chabib Toha51 adalah a value is an idea a concept about what some one
thinks is important in life.
Pengertian ini menunjukkan bahwa hubungan antara subjek dengan objek
memiliki arti penting dalam kehidupan objek. Sebagai contoh segenggam
garam lebih berarti bagi masyarakat Dayak di pedalaman dari pada
segenggam emas. Sebab garam lebih berarti untuk mempertahankan
kehidupan atau mati, sedangkan emas semata-mata untuk perhiasan.
Sedangkan bagi masyarakat kota, sekarung garam tidak berarti dibandingkan
dengan segenggam emas, sebab emas lebih penting bagi orang kota.
Sidi Gazalba sebagaimana dikutif Chabib Toha, mengartikan nilai
sebagai sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan benda konkrit,
bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah yang menuntut
pembuktian empirik, melainkan soal penghayatan yang dikehendaki dan tidak
dikehendaki, disenangi dan tidak disenangi.52
Pengertian tersebut menunjukkan adanya hubungan antar subjek
penilaian dengan objek, sehingga adanya perbedaan nilai antara garam
dengan emas. Tuhan itu tidak bernilai bila tidak ada subjek yang memberi
nilai, Tuhan menjadi berarti setelah ada makhluk yang membutuhkan. Ketika
Tuhan sendirian, maka ia hanya berarti bagi diri-Nya sendiri. Garam menjadi
berarti seolah ada manusia yang membutuhkan rasa asin. Emas menjadi
berarti setelah ada manusia yang mencari perhiasan.
49 Langeveld, Menuju Kepemikiran Filsafat (Jakarta: PT.Pembangunan, tth), 196. 50 Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat dan Etika (Jakarta: Prenada Media, 2003), 59.
51 Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), 60.
52 Ibid, 61.
25
Namun demikian nilai semata-mata terletak kepada subjek pemberi nilai,
tetapi di dalam sesuatu tersebut mengandung hal yang bersifat esensial yang
menjadikan sesuatu itu bernilai. Tuhan mengandung semata sifat
kesempurnaan yang tiada taranya dari segenap makhluk apapun di jagat raya
ini garam mengandung zat asin yang dibutuhkan manusia dan emas
mengandung sesuatu yang tidak akan berkarat. Apabila unsur yang bersifat
esensial ini tidak ada, maka manusia juga tidak akan memberikan harga
terhadap sesuatu tersebut.
Selanjutnya menurut Louis O. Kattsof nilai diartikan sebagai berikut:
1. Nilai merupakan kualitas empiris yang tidak dapat didefinisikan, tetapi
kita dapat mengalami dan memahami secara langsung kualitas yang
terdapat dalam objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-mata
subjektif, melainkan ada tolok ukur yang pasti yang terletak pada esensi
objek itu;
2. Nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang
berada dalam kenyataan maupun pikiran dapat memperoleh nilai jika
suatu ketika berhubungan dengan subjek-subjek yang memiliki
kepentingan. Pengertian ini hampir sama dengan pengertian antara garam
dan emas tersebut di atas;
3. Sesuai dengan pendapat Dewey, nilai adalah sebagai hasil dari pemberian
nilai, nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan;
4. Nilai sebagai esensi nilai adalah hasil ciptaan yang tahu, nilai sudah ada
sejak semula, terdapat dalam setiap kenyataan namun tidak bereksistensi,
nilai itu bersifat objektif dan tetap.53
Nilai dapat dilihat dari berbagai sudut pandangan, yang menyebabkan
terdapat bermacam-macam nilai antara lain:54
Dilihat segi kebutuhan hidup manusia, nilai menurut Abraham Maslaw
dapat dikelompokkan menjadi:
a. Nilai biologis;
53 Louis Kattsof, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), 333.
54 Zaim El Mubarok, Membumikan Pendidikan Nilai (Bandung: Alfabeta, 2009), 1.
26
b. Nilai keamanan;
c. Nilai cinta kasih;
d. Nilai harg diri;
e. Nilai jati diri.
Kelima nilai tersebut berkembang sesuai dengan tuntutan kebutuhan.
Dari kebutuhan yang paling sederhana, yakni kebutuhan akan tuntutan fisik
biologis, keamanan, cinta kasih, harga diri, dan yang terakhir kebutuhan jati
diri.
Apabila kebutuhan dikaitkan dengan tata nilai agama, akan menimbulkan
penafsiran yang keliru. Apakah untuk menemukan jati diri sebagai orang
muslim yang baik itu baru dapat terwujud setelah kebutuhan yang lebih
rendah tercukupi lebih dahulu? Misalnya makan cukup, tidak ada yang
merongrong dalam beragama, dicintai dan dihormati kemudian orang itu baru
dapat beriman dengan baik, tentunya tidak. Nilai keimanan dan ketaqwaan
tidak tergantung pada kondisi ekonomi maupun sosial budaya, tidak
terpengaruh oleh dimensi ruang dan waktu.
Dilihat dari kemampuan jiwa manusia untuk menangkap dan
mengembangkan, nilai dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Nilai yang statik seperti kognisi, emosi, dan psikomotor;
b. Nilai yang bersifat dinamis, seperti motivasi berprestasi, motivasi
berafiliasi, motivasi berkuasa.
Pendekatan proses budaya sebagaimana dikemukakan oleh Abdullah
Sigit, nilai dapat dikelompokkan dalam tujuh jenis yakni:
1. Nilai ilmu pengetahuan;
2. Nilai ekonomi;
3. Nilai keindahan;
4. Nilai politik;
5. Nilai keagamaan;
6. Nilai kekeluargaan; dan
7. Nilai kejasmanian.
27
Pembagian nilai-nilai dari segi ruang lingkup hidup manusia sudah
memadai sebab mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan
manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
karena itu nilai ini juga mencakup nilai-nilai ilahiyah (ketuhanan) dan nilai-
nilai ins niyyat (kemanusiaan)
Pembagian nilai yang didasarkan atas sifat nilai itu dapat dibagi ke
dalam:
a. Nilai-nilai subjektif;
b. Nilai-nilai objektif rasional; dan
c. Nilai-nilai objektif metafisik.
Nilai subjektif adalah nilai yang merupakan reaksi subjek terhadap objek,
hal ini sangat tergantung kepada masing-masing pengalaman subjek tersebut.
Nilai objektif rasional (logis) yakni nilai-nilai yang merupakan esensi dari
objek secara logis yang dapat diketahui melalui akal sehat. Seperti nilai
kemerdekaan, setiap orang memiliki hak untuk merdeka, nilai kesehatan, nilai
keselamatan badan dan jiwa, nilai perdamaian dan sebagainya. Sedangkan
nilai yang bersifat objektif metafisik yakni nilai-nilai yang ternyata mampu
menyusun kenyataan objektif, seperti nilai-nilai agama.
Nilai bila dari sumbernya terbagi menjadi 2, yaitu nilai il hiyat
(‘ubūdiyy t dan mu’ mala t), dan nilai ins niyyat. Nilai il hiyat adalah nilai
yang bersumber dari agama (wahyu Allah), sedangkan nilai insaniyah adalah
nilai yang diciptakan oleh manusia atas dasar kriteria yang diciptakan oleh
manusia pula.
Dilihat dari segi ruang lingkup dan keberlakuannya nilai dapat dibagi
menjadi:
a. nilai-nilai universal; dan
b. nilai-nilai lokal.
Tidak tentu semua nilai-nilai agama itu universal, demikian pula ada
nilai-nilai ins niyat yang bersifat universal.
Dari segi keberlakuan masanya dapat dibagi menjadi:
1. nilai-nilai abadi;
28
2. nilai pasang surut; dan
3. nilai temporal.
Perbedaan macam-macam nilai ini mengakibatkan menjadikan perbedaan
dalam menentukan tujuan pendidikan nilai, perbedaan strategi yang akan
dikembangkan dalam pendidikan nilai, perbedaan metoda dan teknik dalam
pendidikan Islam. Di samping perbedaan nilai tersebut di atas yang ditinjau
dari sudut objek, lapangan, sumber dan kualitas/serta masa keberlakuannya,
nilai dapat berbeda dari segi tata strukturnya. Tentu hal ini lebih ditentukan
dari segi sumber, sifat, dan hakikat nilai itu.
E. Tradisi-Tradisi Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah gabungan dari dua kata, yakni Pondok dan
pesantren. Masing-masing kata ini mengandung makna yang berbeda satu
sama lainnya, namun kedua-duanya memiliki hubungan yang sangat erat
sehingga dikemudian hari membentuk satu kesatuan pemahaman yang tidak
dapat dipisahkan. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab fundug, yang
berarti hotel atau asrama, atau dalam pengertian lain pondok adalah asrama-
asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari
bambu.55
Dengan kata lain, Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan
agama Islam yang tumbuh serta diakui masyarakat sekitar, dengan sistem
asrama (komplek) di mana santri-santri menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan
dari leadership seseorang atau beberapa orang kiai dengan ciri-ciri khas yang
bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal. Menurut lembaga
Research Islam, pesantren adalah ”suatu tempat yang tersedia untuk para
santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat
berkumpul dan tempat tinggalnya.56 Atau dapat juga difahami Pondok
Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang tumbuh ditengah
55 Zamaksyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
(Jakarta: LP3ES, 1982), 18. 56 Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta : Erlangga, 2008). 6.
29
masyarakat dengan ciri, santri (murid) diasramakan dalam proses mencari dan
mendalami ilmu agama dibawah asuhan dan bimbingan Kyai dan ustad yang
berkharisma.
Pengertian pondok pesantren terkandung pengertian fleksibel yang
memenuhi lima ciri sekaigus sebagai tradisi pondok pesantren yaitu:
1. Kyai sebagai pimpinan pondok pesantren;
2. Santri bermukim di asrama dan belajar pada kyai;
3. Pengajian sebagai bentuk pengajaran kyai terhadap para santri;
4. Asrama sebagai tempat tinggal para santri;
5. Masjid sebagai pusat pendidikan dan pusat kompleksitas kegiatan Pondok
Pesantren.
Menurut tradisi Pondok Pesantren, pengetahuan seseorang diukur dengan
jumlah buku-buku (kitab) yang pernah dipelajarinya kepada kyai. Jumlah
buku-buku (kitab) standar dalam tulisan arab yang dikarang imuan muslim
Timur Tengah pada abad pertengahan yang haru dibaca telah ditentukan oleh
Pondok Pesantren. Kemudian masing-masing mereka setelah itu
mengembangkan diri untuk memiliki keahlian dalam cabang pegetahuan
tertentu. Sedangkan kegiatannya mencakup “Tri Darma Pondok Pesantren”,
yaitu:
a. Peingkatan keimanan dan ketaqwaan terhadap Alloh SWT;
b. Pengembangan keilmuan yang bermanfaat; dan
c. Pengabdian terhadap agama, mayarakat dan negara.57
Strategi atau upaya-upaya pondok pesantren untuk meingkatkan
kredibilitas dan kemampuan SDM dalam mewujudkan visi pemberdayaan
masyarakat. Pertama, meningkatkan kualitas SDM dari para pengasuhnya.
Kedua, menempatkan sarjana-sarjana pendamping. Ketiga, membuka diri
terhadap berbagai bentuk kerjasama dengan pihak-pihak diluar pesantren.58
57 H.A. Qodri A. Azizy, Pola Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta: Tim Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 40. 58 Husni Rahim, Pola Pemberdayaan Masyarakat Mealui Pondok Pesantren (Jakarta: Tim
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 23.
30
Metodel pembelajaran di pondok pesantren lebih mengutamakan hafalan
dari pada pemahaman. Para santri tidak berani mempunyai pikiran yang
berbeda dengan guru. Pengajaran di pondok pesantren merupakan pengalihan
pegetahuan yang bersifat searah dari guru ke murid, tidak ada diskusi untuk
mengasah pikiran murid dan memberikan kesempatan untuk memberikan
sumbangan pikirannya.59
Menurut Sa’id Agiel Siradj, 1999. h.215-216) Keberadaan pondok
pesantren dalam bentuk, peran dan fungsinya memiliki karakteristik jiwa
pondok pesantren yang terimplikasi dalam “panca jiwa pondok pesantren
sebagai berikut:
1. Jiwa Keikhlasan
Jiwa keikhlasan yang tidak di dorong oleh ambisi apapun untuk
memperoleh keutungan-keutungan tertentu, tetapi semata-semata demi
ibadah kepada Alloh SWT. Jiwa keikhlasan termanifestasi dalam segala
rangkaian sikap dan tindakan yang selalu dilakukan secara ritual oleh
komunitas pondok pesantren, jiwa ini terbentuk oeh adanya suatu
keyakinan bahwa perbuatan baik mesti dibalas oleh Alloh SWT dengan
balasan yang baik pula, bahkan mungkin sangat lebih baik.
2. Jiwa keederhanaan
Sederhana bukan berarti pasif, melarat dan miskin tetapi mengandung
unsur kekuatan dan ketabahan hati, peguaaan diri dalam menghadapi segaa
kesulitan. Dibaik kesederhanaan itu terkandung jiwa yang besar, maju
terus dal menghadapi perkembangan dinamika sosial. Keederhanaan ini
menjadi identitas santri yang paling khas dimana-mana.
3. Jiwa Ukhuwah islamiyah
Ukhuwah islamiyah yang demokratis ini tergambar dalm situasi dialogis
dan akrab antar komunitas pondok pesantren yang dipraktekkan sehari-
hari.
4. Jiwa kemandirian
59 Deliar Noer, Gerakan Modern Isam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta: LP3ES, 1980), 321
31
Kemandirian bukanlah kemampuan dalam megurus persoalan-
persoalan intern, tetap keanggupan membentuk kondisi pondok pesantren
sebagai institusi pendidikan islam yag merdeka dan tidak meggantungkan
diri pada bantuan dan pamrih pihak lain. Pondok pesantren harus mampu
berdiri diatas kekuatannya sendiri.
5. Jiwa bebas
Bebas dalam memilih alternatif hidup dan menetukan masa depan
dengan jiwa besar dan sikap optimistis menghadapi segala problematika
hidup berdasarkan nilai-nilai islam.60
Dalam meningkatkan peranan pondok pesantren mengembangkan tradisi-
tradisi sebagai berikut:
a. Pendidikan agama atau pegajian kitab.
Pedidikan agama melalui pengajian kitab yang diselenggarakan oleh
pondok pesantren adalah komponen utama atau pokok.
b. Pedidikan dakwah.
Pedidikan dakwah, seperti halnya pendidikan agama (pengajian),
merupakan salah satu pokok peyelenggaraan pondok pesantren.
c. Pendidikan formal.
Pedidikan formal diselenggarakan dalam bentuk madrasah atau
sekolah umum serta sekolah kejuruan lainnya.
d. Pendidikan seni.
Pendidikan seni dimaksudkan untuk lebih meningkatkan apresiasi para
santri terhadap bermacam-macam bentuk kesenian.
e. Pendidikan kepramukaan.
Pendidikan kepramukaan merupakan sistem pendidikan diluar.
kreativitas, disiplin dan dinamika santri dapat meningkat dengan pedidikan
kepanduan ini.
f. Pendidikan olahraga dan kesehatan.
60 H.A. Qodri A. Azizy, Pola Pengembangan Pondok Pesantren (Jakarta: Tim Direktorat
Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003), 4.
32
Pendidikan olahraga dan kesehatan ini besar sekali manfaatnya untuk
menjaga keseimbangan dan kesehatan jasmani.
g. Penyelenggaraan kegiatan sosial.
Penyelenggaraan kegiatan sosial yang diselenggarakan pondok
pesantren merupakan kegiatan yang sangat penting dikembangkan
mengingat perolehan pengajaran yang layak menjadi hak asasi bagi setiap
orang.61
Sistem pendidikan di pesantren mengadopsi nilai-nilai yang berkembang
di masyarakat. Keadaan ini menurut Abdurrahman Wahid, disebut dengan
istilah subkultur. Ada tiga elemen yang mampu membentuk Pondok
Pesantren sebagai subkultur: 1) pola kepemimpinan pesantern yang mandiri,
tidak terkooptasi oleh negara. 2) kitab-kitab rujukan umum yang selalu
digunakan dari berbagai abad. 3) sistem nilai yang digunakan adalah bagian
dari masyarakat luas.62 Tiga elemen ini menjadi ciri yang menonjol dalam
perkembangan pendidikan di pesantren. Pesantren baru mengkin
bermunculan dengan tidak menghilangkan tiga elemen itu, kendati juga
membawa elemen-elemen lainnya yang merupakan satu kesatuan dalam
sistem pendidikannya.63
Sebagai institusi pendidikan, pondok pesantren di Indonesia harus
memiliki landasan yang jelas secara yuridis. Hal ini memiliki implikasi
terhadap akreditas sebuah lembaga tersebut, akreditasi tersebut terkait dengan
pengakuan alumni pondok pesantren itu sendiri. Pada awal-awal tumbuh dan
berkembangnya pondok pesantren, akreditas sudah cukup bila kyai
memberikan “ijazah” terhadap santri. Tuntutan zaman menghendaki
perubahan dan akreditas dalam bentuk lain, oleh sebab itu pondok pesantren
harus mempunyai legalitas.
61 Ibid., 32 62 Abddurrahman Wahid, Pondok Pesantren Masa Depan, (Bandung :Pustaka Hidayah,
1999), 14. 63 Mujamil Qomar, Pesantren; Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi
Institusi, (Jakarta: Erlangga, 2008),62.
33
Keberadaan sebuah institusi di Indonesia harus memiliki dasar hukum
yang jelas, dan tidak keluar dari perundang-undangan yang berlaku. Seperti
institusi lain, pondok pesantren (lembaga pendidikan) memiliki landasan
yuridis formal yaitu Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003,
khususnya bab II pasal 2 dan 3 : “Pendidikan Nasional berdasarkan pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”,
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.64
Landasan yang disebutkan di atas memuat prinsip-prinsip umum
pendidikan dan hak setiap warga negara dalam memperoleh dan memajukan
pendidikan. Memperoleh pendidikan bisa didapati melalui lembaga
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah dan swasta. Sedangkan
memajukan pendidikan dapat diwujudkan dalam bentuk menyediakan
institusi pendidikan yang dikelola oleh pihak swasta.
Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan swasta yang didirikan
oleh perseorangan (kyai) sebagai figur central yang berdaulat menetapkan
tujuan pendidikan pondoknya adalah mempunyai tujuan tidak tertulis yang
berbeda-beda. Sikap filosofis para kyai secara individual tidak sama, ada
yang luas ada yang sempit. Tujuan tersebut dapat diasumsikan sebagai
berikut:
1. Tujuan khusus : “mempersiapkan para santri untuk menjadi orang yang
alim dalam ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan serta
mengamalkannya dalam masyarakat”.
64 Menteri Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No 20 Tahun 2003, tentang
SISDIKNAS, (Jakarta : Sinar Grafika, 2003), 5-6.
34
2. Tujuan umum : “membimbing anak didik untuk menjadi manusia yang
berkepribadian Islam yang sanggup dengan ilmu agamanya menjadi
mubaligh Islam dalam masyarakat melalui ilmu dan amalnya”.65
Menurut Muzayyin Arifin tujuan pondok pesantren dapat dikelompokkan
pada dua kategori, yaitu :
1. Tujuan umum
Membentuk mubalig-mubalig Indonesia berjiwa Islam yang
pancasialis yang bertakwa, yang mampu baik rohaniah maupun
jasmaniah mengamalkan ajaran agama Islam bagi kepentingan
kebahagiaan hidup diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa, serta
negara Indonesia.
2. Tujuan khusus/Intermediair
a. Membina suasana hidup keagamaan dalam pondok pesantren sebaik
mungkin sehingga terkesan pada jiwa anak didiknya (santri)
b. Memberikan pengertian keagamaan melalui pengajaran ilmu agama
Islam
c. Mengembangkan sikap beragama melalui praktik-praktik ibadah
d. Mewujudkan ukhuwah Islamiah dalam pondok pesantren dan
sekitarnya.
e. Memberikan pendidikan keterampilan, civic dan kesehatan, serta
olah raga kepada anak didik
f. Mengusahakan terwujudnya segala fasilitas dalam pondok pesantren
yang memungkinkan pencapaian tujuan umum tersebut.66
Pendidikan dan pembinaan pada setiap pondok pesantren memiliki tujuan
sendiri-sendiri yang menjadi ciri khasnya. Namun menurut Nurcholish
Madjid, ketidaktegasan pondok pesantren dalam merumuskan tujuan dan
langkah pembinaan yang menjadikan pesantren sering tertinggal bila
dibandingkan dengan pendidikan umum. Faktor yang dianggap
65 M. Arifin, Kafita Selekta Pendidikan islam (Islam dan Umum), (Jakarta, Bumi Aksara,
1995), 248. 66 Ibid, h. 249-250
35
mempengaruhi kaburnya tujuan pendidikan pondok pesantren sering
dipengaruhi semangat pendiri pondok pesantren.67
Menurut Nurcholish Madjid, tujuan pembinaan santri pada pondok
pesantren adalah “membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi
bahwa ajaran Islam merupakan nilai-nlai yang bersifat menyeluruh. Selain itu
produk pesantren diharapkan memiliki kemampuan tinggi untuk mengadakan
respons terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam
konteks ruang dan waktu”.68
Jika mengikuti tujuan yang dikemukakan oleh Nurcholish, tergambar
bahwa semua pondok pesantren telah mampu menjadikan manusia memiliki
kesadaran Islam adalah nilai yang mencakup seluruh kehidupan. Tetapi bila
dilihat dari kesiapan pondok pesantren dalam melakukan pembinaan dan
pendidikan untuk menjawab tantangan zaman, tidak seluruh pondok
pesantren mampu. Hal ini disebabkan oleh orientasi dan motivasi pondok
pesantren tersebut.
67 Nurcholish Madjid, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, ( Jakarta : Paramadina, 1997), 6.
68 Ibid, 6.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Pada bagian rumusan masalah telah disebutkan bahwa penelitian ini
mengambil posisi untuk mengetahui pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim dan memahami internalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm
al-Muta’allim tersebut secara lebih mendalam di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak. Oleh karena itu jenis penelitian yang diambil
peneliti adalah mix antara jenis penelitian kepustakaan dan penelitian
lapangan.
Penelitian kepustakaan adalah jenis penelitian yang lebih memfokuskan
pada kajian yang bersifat teoritis, atau berdasarkan dokumentasi kepustakaan.
Jenis ini banyak dilakukan dalam bidang ilmu sosial. Penelitian ini bertujuan
untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam
material yang terdapat di ruangan perpustakaan, seperti: buku-buku, majalah,
dokumen, catatan dan kisah-kisah sejarah dan lain-lainnya. Pada hakekatnya
data yang diperoleh dengan penelitian kepustakaan ini dapat dijadikan
landasan dasar dan alat utama bagi pelaksanaan penelitian lapangan. Penelitian
ini dikatakan juga sebagai penelitian yang membahas data-data sekunder.69
Dalam hal ini peneliti menela’ah secara mendalam kitab Ta’līm al-Muta’allim
sebagai data primer dalam penelitian ini serta kitab yang lain seperti kitab
tadhkirat al-S mi’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘ lim wa al-Muta’allim
karangan Ibn Jam ’ah kemudian peneliti memadukannya dengan teori yang
lain. Kemudian data yang diperoleh dijadikan landasan dasar dan alat utama
bagi pelaksanaan penelitian lapangan di pondok pesantren Darul Abror NW
Gunung Rajak.
Penelitian lapangan adalah pengumpulan data secara langsung ke
lapangan dengan mempergunakan teknik pengumpulan data. Penelitian
lapangan ini pada hakekatnya merupakan metode untuk menemukan secara
69 Mardalis, Metode Penelitian: Suatu Pendekatan Proposal (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 28.
37
spesifik realitas tentang apa yang sedang terjadi pada suatu saat di tengah-
tengah kehidupan masyarakat. Jadi, mengadakan penelitian lapangan
mengenai beberapa masalah aktual yang kini sedang terjadi dan
mengekspresikan diri dalam bentuk gejala dan proses sosial. Pada prinsipnya
penelitian lapangan bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah praktis
dalam masyarakat.70 Dalam metode ini, penelitian dilakukan dalam situasi
alamiah akan tetapi didahului oleh semacam intervensi (campur tangan) dari
pihak peneliti. Intervensi ini dimaksudkan agar fenomena yang dikehendaki
oleh peneliti dapat segera tampak dan diamati. Dengan demikian terjadi
semacam kendali atau kontrol parsial terhadap situasi di lapangan.71 Dalam hal
ini peneliti lansung ke lokasi penelitian yaitu pondok pesantren Darul Abror
NW Gunung Rajak.
Sedangkan pendekatan yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap,
kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.
Adapun deskripsi-deskripsi berguna untuk memperoleh penjelasan yang
mengarah pada penyimpulan.72
Dalam melakukan penelitian, peneliti menempuh langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Peneliti menela’ah isi kitab Ta’līm al-Muta’allim, kitab-kitab, dan buku-
buku yang telah diinventarisir yang berkaitan dengan judul penelitian.
Dalam tahap ini peneliti menandai bab-bab yang berkaitan dengan judul
penelitian dan tidak jarang peneliti mencatat, menterjemah dan
memfotokopi bagian-bagian isi buku, hal ini untuk mempermudah pada
saat penulisan atau sedang dalam pembahasan;
2. Peneliti menyajikan hasil penelitian ini, yakni sejumlah prinsip, konsep
dan teori pendidikan nilai kitab Ta’līm al-Muta’allim dan oleh para ahli
70
Ibid. 71 Saifudin Azwar, Metode Penelitian (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 21.
72 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Rosdakarya, 2011), 60.
38
yang ada keterkaitan dengan kitab Ta’līm al-Muta’allim. Dalam tahap ini
peneliti tidak hanya menyajikan atau membentangkan konsep-konsep
yang berhasil dihimpunnya akan tetapi peneliti menganalisis,
membandingkan dan mengambil sikap terhadap pendapat-pendapat
tersebut.
3. Peneliti ke pondok pesantren sebagai lokasi penelitian. Pengamatan
peneliti terfokus pada pola perilaku guru dan peserta didik yang menjadi
subyek penelitian. Internalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim akan ditelusuri melalui aktivitas, kondisi dan situasi yang
berlangsung baik di lingkungan pesantren maupun luar lingkungan
pesantren.
4. Sebagai langkah akhir, peneliti mendeskripsikan internalisasi nilai-nilai
yang tercermin melalui berbagai bentuk kegiatan sehari-hari di
lingkungan pesantren maupun luar pesantren.
B. Jenis Data dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah jenis data
kepustakaan (library research) dan lapangan (field research).
2. Sumber Data
Sumber data kepustakaan dalam penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini adalah kitab Ta’līm al-Muta’allim
dengan naskah aslinya yang disebut ar-Ris lat al-Musamm t bi Ta’līm al-
Muta’allim arīq al-Ta’allum li Sayyid Zam nih wa Al mat Aw nih al-
Shaikh al-Zarnūjy. Sedangkan data sekunder yang akan menjadi sumber
data dalam penelitian ini adalah syarah Ta’līm al-Muta’allim karangan
al-’All mat al-Jal l al-Shaykh Ibr h m ibn Isma’ l dan juga kitab tadhkirat
al-S mi’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘ lim wa al-Muta’allim karya al-
Im m al-‘ lim Shaikh al-Muhaddith n wa Mufti al-Muslim n Badr al-D n
Ibn Jam ’at al-Kin ny yang wafat pada tahun 733 H, serta kitab/buku
39
yang berkaitan dengan judul penelitian, baik buku dalam versi bahasa
arab maupun yang lainnya.
Sumber data lapangan dalam penelitian ini menggunakan data primer
dan data sekunder. Data lapangan primer dalam penelitian ini adalah Tuan
Guru yang mengajarkan kitab Ta’līm al-Muta’allim, baik yang di
madrasah Tsanawiyah maupun Aliyah.
Sedangkan data lapangan sekunder dalam penelitian ini adalah:
Kepala madrasah/wakil kepala madrasah dari lembaga madrasah
Tsan wiyah dan madrasah ‘Aliyah Mu’allimin NW Gunung Rajak, yaitu
untuk memperoleh data tentang internalisasi pendidikan nilai, dan
kurikulum yang digunakan, pembina/pengasuh, yaitu untuk memperoleh
data tentang bagimana menginteralisasikan pendidikan nilai dalam kitab
Ta’līm al-Muta’allim dalam upaya mendidik dan menanamkan nilai-nilai
kepada peserta didik di pondok pesantren, serta para guru/Asatidh dari
semua lembaga di lingkungan pesantren;
C. Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tiga teknik
yang dilakukan secara berulang-ulang sampai data yang diperoleh memiliki
keabasahan yang valid sehingga dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya. Adapun ketiga teknik tersebut yaitu:
1. Dokumentasi
Teknik pertama dalam pengumpulan data adalah studi dokumenter.
Menurut Sukmadinata “Studi dokumenter merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-
dokumen, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.”73
Pertama-tama peneliti mengumpulkan data dari kitab Ta’līm al-
Muta’allim sebagai sumber data, kemudian melalui dokumentasi dari
pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak, artinya peneliti
mengumpulkan dokumen pribadi maupun dokumen resmi. Peneliti
mengumpulkan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-
73 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode …,221.
40
dokumen, baik dokumen tertulis maupun gambar. Dokumen-dokumen
yang berhasil dihimpun peneliti dari pondok pesantren Darul Abror NW
Gunung Rajak dipilih sesuai dengan tujuan dan fokus masalah.
2. Wawancara (interview)
Dalam penelitian deskriptif kualitatif, wawancara merupakan salah
satu bentuk teknik pengumpulan data yang paling sering digunakan.
Wawancara dilaksanakan secara lisan dalam pertemuan tatap muka secara
individual. Selain itu, adakalanya wawancara dilaksanakan secara
kelompok sesuai dengan tujuan penghimpunan data.74
Namun dalam penelitian ini, untuk memperoleh data tentang
internalisasi pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim,
wawancara dilaksanakan secara individual dengan mengajukan
pertanyaan langsung terkait masalah penelitian kepada guru bidang studi
kitab Ta’līm al-Muta’allim, pengasuh/pembina yayasan, kepala madrasah,
wakil kepala madrasah serta peserta didik/peserta didik di lokasi
penelitian serta lapisan masyarakat.
3. Observasi
Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan
langsung terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.75 Teknik
pengumpulan data dengan observasi digunakan apabila suatu penelitian
berkaitan dengan perilaku manusia, proses kerja, serta gejala-gejala alam.
Observasi dibedakan menjadi observasi partisipatif dan observasi non
partisipatif.76 Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan peneliti adalah
observasi non partisipatif (non participatory observation). Hal tersebut
dikarenakan peneliti tidak ikut serta dalam kegiatan, melainkan hanya
berperan mengamati kegiatan.
74 Ibid., 216. 75 Ibid., 220. 76 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D)
(Bandung: Alfabeta, 2010), 203.
41
Penggunaan teknik tersebut dimaksudkan untuk mempelajari dan
memahami permasalahan yang sedang diteliti sehingga dapat diketahui
secara faktual fenomena apa yang sedang terjadi terkait dengan persoalan
yang diteliti. Fungsinya adalah untuk mencari data sehingga hasil
pengamatan dapat dimaknai dan di interprestasikan lebih lanjut dengan
berpijak pada teori yang menjadi pedoman dalam memahami internalisasi
pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim di pondok pesantren.
D. Analisis Data
Menganalisis bukti studi kasus adalah suatu hal yang sulit. Analisis data
kualitatif menurut Bogdan & Biklen dalam Moleong adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceriterakan kepada orang lain.77
Analisis bukti atau data terdiri atas pengujian, pengkategorian,
pentabulasian, ataupun pengombinasian kembali bukti-bukti untuk menunjuk
proposisi awal suatu penelitian. Dalam penelitian studi kasus terdapat tiga
teknik analisis yang menentukan yaitu: penjodohan pola, pembuatan
penjelasan, dan analisis deret waktu.78
Keseluruhan data dalam penelitian ini dipaparkan pada bab tentang hasil
penelitian. Kemudian data itu dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan
teknik analisis induktif. Analisa ini bertujuan untuk membuat hasil secara
sistematis, faktual dan akurat.
E. Validitas Data
Data yang dikumpulkan tidak hanya dituntut lengkap tetapi juga harus
benar dan dapat dipercaya. Karena itu, untuk mendapatkan data yang lengkap
dan sahih, maka peneliti hadir, mengamati lansung, dan berupaya terlibat
dalam kegiatan pembelajaran.
77 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), 248.
78 Robert K. Yin, Studi Kasus Desain Dan Metode (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2012), 133.
42
Pengecekan keabsahan data dilakukan agar hasil analisis dan interpretasi
data dapat dipertanggung jawabkan keabsahan dan validitasnya. Untuk
menjamin keabsahan/kebenaran data dalam penelitian kualitatif, menurut
Lincoln dan Guba dalam Faisal menyebutkan empat standar atau kreteria
utama guna menjamin keterpercayaan/kebenaran hasil penelitian kualitatif
yaitu kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas. Dalam
penelitian ini, keempat kriteria tersebut di gunakan agar hasil penelitian ini
benar-benar memenuhi karakteristik penelitian kualitatif.79
Peneliti dalam membuktikan keabsahan data dalam penelitian ini
menggunakan construct calidity (keabsahan konsep). Peneliti menggunakan:
1. Triangulasi sumber data, dengan membandingkan data hasil wawancara
dengan hasil observasi;
2. Triangulasi metode, dengan mengecek kembali hasil penelitian dengan
metode yang sama di waktu yang berbeda.
F. Sistematika Pembahasan
Tujuan sistematika penulisan tesis ini adalah agar lebih memudahkan
memahami dan mempelajari isi tesis. Adapun sistematika penulisan tesis ini
terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian awal, bagian utama, dan bagian akhir.
1. Bagian Awal.
Pada bagian awal tesis ini terdiri atas:
a. Halaman sampul depan
b. Halaman judul
c. Halaman pernyataan keaslian
d. Halaman pengesahan
e. Halaman persetujuaan tim penguji
f. Nota dinas pembimbing
g. Abstrak dalam tiga bahasa, yaitu bahasa indonesia, inggris, dan arab.
h. Daftar tabel
i. Daftar gambar
79 Sanapiah Faisal, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Dan Aplikasi (Malang: Yayasan Asih Asuh Malang, 1990), 31-33.
43
j. Daftar lampiran
k. Halaman transliterasi
l. Kata pengantar, dan
m. Daftar isi
2. Bagian Utama
Adapun bagian utama penulisan tesis ini terdiri atas:
Bab I Pendahuluan, menyajikan tentang: latar belakang masalah,
permasalahan penelitian (identifikasi masalah, pembatasan
masalah, rumusan masalah), tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tijauan pustaka, dan sistematika penelitian.
Bab II Kajian Teoretik, pada bab ini membahas tentang Profil Kitab
Ta’līm al-Muta’allim, Konsep Dasar Pendidikan, Konsep
Dasar Pendidikan Nilai, Tradisi-Tradisi Pondok Pesantren
menurut para ahli.
Bab III Metode penelitian, yang berisi tentang: lokasi peneliian, waktu
penelitian, jenis dean pendekatan penelitian, prosedur
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik
analisis data, keabsahan data, pendekatan dan jenis penelitian,
lokasi penelitian, kehadiran penelitian, data dan sumber data,
dan pengecekan keabsahan data. Adapun metode yang
digunakan terdiri atas teknik observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Bab IV Paparan data dan hasil penelitian, pembahasan pada bab ini
meliputi gambaran lokasi penelitian, hasil penelitian yang
menjelaskan tentang: bentuk-bentuk kreativitas guru
menggunakan media belajar, dan kreativitas guru
menggunakan media belajar dalam meningkatkan motivasi
belajar peserta didik.
Bab V Pembahasan. Bab ini merupakan inti dari pembahasan tesis
yang menjelaskan tentang hasil penemuan di lapangan selama
melakukan penelitian. Bab ini juga merupakan analisis yang
44
menjawab rumusan masalah sebagai fokus kajian dalam
penelitian.
Bab VI Penutup. Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran-
saran dalam penelitian.
3. Bagian Akhir
Dalam bagian akhir tesis ini, peneliti memuat hal-hal sebagai berikut:
a. Daftar pustaka
b. Lampiran-lampiran
1. Daftar riwayat hidup (curriculum vitae)
2. Pedoman dekumentasi
3. Pedoman wawancara
4. Lampiran gambar
c. Surat permohonan izin penelitian dari direktur pascasarjana IAIN
Mataram.
45
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Profil Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
a. Sekilas Tentang Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak80
Yayasan Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
terletak di Montong Kirik Dusun Dasan Tengak Desa Montong Beter
Kecamatan Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur. Letaknya cukup
strategis yaitu di jantung Kecamatan Sakra Barat. Yayasan ini diakui
secara legal formal di mata hukum, setelah keluarnya akta notaris
yang dibuat oleh Notaris Lalu Sribawa, SH. Nomor: 30 tanggal 13
Nopember 1999.
Namun, jauh sebelum berdiri dan diakuinya yayasan pondok
pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak, kegiatan pendidikan,
dakwah, dan sosial telah berlangsung sejak tanggal 30 Agutus 1998.
Berdirinya yayasan pondok pesantren Darul Abror NW Gunung
Rajak mendapat respon yang positif dari masyarakat. Hal ini terbukti
dengan antusiasme masyarakat untuk mensukseskan pembangunan
pesantren dan tingginya kepercayaan masyarakat yang menitipkan
anaknya untuk menimba ilmu di pondok pesantren ini. Pondok
pesantren yang dikenal dengan sebutan “al-abror” ini, banyak
dikunjungi oleh tamu-tamu agung, baik dari kalangan ilmuwan
maupun pejabat pemerintah, baik dalam maupun luar negeri.
Berkat pertolongan Allah SWT pula, pondok pesantren ini telah
berhasil membentuk kader dan mencetak alumni yang mampu
berkontribusi positif di tengah-tengah masyarakat. Para alumninya
telah mengabdi di tengah-tengah umat dengan beragam profesi dan
aktifitas, mulai dari guru, dosen, PNS, TNI, POLRI, wartawan,
80 Dokumentasi yayasan pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. Tidak di
publikasikan.
46
pejabat, wiraswasta, hingga pimpinan pondok pesantren yang telah
berkiprah demi kemajuan agama dan bangsa.
Adapun struktur kepengurusan yayasan pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak untuk tahun 2014 adalah sebagai berikut:
Pendiri : TGH. Zainul Mukhlis
TGH.Lalu Anas Hasyri
Ust. HL. Hasbullah Hasyri, S.PdI
Dewan Penasehat : Ketua Pengurus Besar NW
Ketua Pengurus Wilayah NW
Ketua PDNW Lombok Timur
Dewan Pembina/Pengasuh : TGH Lalu Anas Hasyri
TGH Ll Ahmad Syarqawi R. S.Hi
TGH Muhammad Fikri, QH, S.Si,
Dewan Pengawas : Muh. Zaini Jauhari, M.Kes
Ust HL Mahiruddin, S.Pd.I.
Ketua Umum : TGH. Zainul Mukhlis
Wakil Ketua : H. Mujahid Paozan Mukhlis
Sekertaris Umum : Drs. H. Masrun, M.Pd.
Wakil Sekertaris : Lalu Dalilul Falihin, S.Si
Bendahara Umum : M. Zainul Fahmi, M.Pd
Wakil Bendahara : H Hairil Anwar, SE.M.Pd
Yayasan Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
menaungi 4 lembaga pendidikan formal dan 2 lembaga pendidikan
non formal. Empat pendidikan formal yang dimaksud adalah :
1) PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) NW;
2) MI (Madrasah Ibtid iyah) NW;
3) MTs (Madrasah Ts nawiyah) NW;
4) MA (Madrasah ‘ liyah) NW.
Adapun lembaga non formal adalah Diniyah Darul Abror NW
dan Ma’had Darul Abror NW.
47
Yayasan Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak juga
mengusung program-program unggulan yang membuatnya menjadi
salah satu pesantren terkemuka di Lombok Timur, diantaranya adalah:
1) Menyediakan asrama gratis;
2) Kelas/ tingkat MTs dan kelas tingkat MA;
3) Program diniyah baca kitab kuning dan penguasaan bahasa Arab
dan Inggris.
Tahun demi tahun banyak program, inovasi, dan gebrakan yang
diupayakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di lingkungan
Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. Semua lembaga
formal yang dinaungi oleh yayasan ini telah berstatus terakreditasi.
Beberapa inovasi lembaga formal yang bersentuhan dengan para
peserta didik-siswi adalah:
1) Pendidikan gratis dari jenjang PAUD hingga ‘ liyah;
2) Gratis pakaian seragam bagi peserta didik-siswi baru;
3) Do’a bersama, latihan khit bat, dan menyanyikan lagu-lagu NW
sebelum masuk kelas dari semua lembaga;
4) Membaca Al-Qur’an sebelum memulai jam pertama;
5) Optimalisasi perpustakaan untuk mengisi jam kosong;
6) Optimalisasi laboratorium komputer;
7) Belajar mengajar berbasis IT;
8) Shalat uhr berjama’ah;
9) Berdo’a sebelum pulang;
10) Membentuk kepengurusan OSIM dan mengontrol programnya;
11) Membentuk klub bahasa dan klub olahraga;
12) Mengirimkan para peserta didik ke berbagai event lomba;
13) Memberikan hadiah bagi peserta didik-siswi berprestasi;
14) Menfasilitasi peserta didik-siswi yang ingin melanjutkan jenjang
pendidikan ke PTN dan PTS dalam dan luar daerah;
15) Mengadakan class meeting selepas ujian semester;
16) Mengoptimalkan ektra kulikuler bagi para peserta didik;
48
17) Mengadakan reuni dan peringatan hari ulang tahun pesantren.
Beberapa inovasi yang berkaitan dengan dewan guru yang
dilaksanakan di Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
adalah:
1) Memberikan tugas pengajaran bidang studi kepada guru yang
sesuai dengan jurusannya;
2) Membuat jadwal piket guru untuk membantu kepala madrasah
mengontrol proses belajar mengajar;
3) Mengirim guru untuk mengikuti kursus, workshop, seminar, dan
pelatihan di dalam dan luar daerah;
4) Memberikan beasiswa S1 dan S2 bagi guru senior;
5) Mengusulkan para dewan guru profesional untuk mendapat
tunjangan sertifikasi.
Inovasi yang berkaitan dengan masyarakat dan peningkatan mutu
adalah sebagai berikut:
1) Mengadakan acara peringatan hari ulang tahun pondok pesantren;
2) Mengadakan pengajian rutin setiap hari jum’at dan hari-hari besar
Islam;
3) Mencetak kalender pondok pesantren;
4) Mengadakan acara kebersihan kampung dan pelayanan kesehatan
masyarakat;
5) Study banding ke pondok-pondok pesantren besar, baik di dalam
maupun luar daerah;
6) Membuat blog pondok pesantren dan menerbitkan karya tulis
dewan guru;
7) Membentuk Ikatan Alumni Darul Abror (IKADAR) NW;
8) Mengadakan rapat evaluasi pengurus yayasan secara berkala.
b. Sejarah Berdirinya
Pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak sendiri
merupakan cikal bakal dari sebuah perguruan nahdlatul wathan yang
berdiri cukup awal berdirinya apabila dibandingkan dengan pesantren-
49
pesantren yang ada saat ini, khususnya di Lombok Timur. Pondok
pesantren ini didirikan oleh TGH. Zainul Mukhlis, yaitu salah seorang
murid dari Maulana Syaikh TGKH.M. Zainuddin Abdul Madjid81,
pendiri organisasi NW, NWDI, dan NBDI di pulau Lombok, Nusa
Tenggara Barat. Dan TGH. Zainul Mukhlis adalah murid yang sudah
dianggap sebagai anak sendiri oleh “Bapak Maulana Syaikh” sebutan
untuk TGKH. M. Zainuddin Abdul Madjid.
Pada awalnya, TGH. Zainul Mukhlis hanya mendirikan madrasah
Ibtidaiyah NW Dasan Tengak tahun 1984 M.
Visi, Misi, dan Tujuan Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung
Rajak
1) Visi :
“Mencetak insan religius yang cerdas, bermoral, mandiri dan
kompetitif”
2) Misi :
a) Mendidik peserta didik agar memiliki kemantapan
akidah, kedalaman spiritual, keluasan ilmu dan
ketrampilan serta keluhuran budi pekerti;
b) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta
kesenian yang bernafaskan islami;
c) Mengembangkan menejemen pesantren terpadu di level
nasional;
d) Menjadi pusat dakwah Islam dan penelitian bidang sosial
dan keislaman;
e) Mengoptimalkan pelayanan sosial kemasyarakatan.
81 Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Majid dilahirkan di Kampung Bermi Pancor Lombok Timur pada tanggal 17 Rab ’ul Awal 1315 H, wafat pada hari Selasa 21 Oktober 1997 M/18 Jumadil Akhir 1418 H di desa Pancor, Lombok Timur. Lihat TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Majid, Nadzam Batu Ngompal Terjemah Tuhfat al-Atf l (Jakarta: Nahdlatul Wathan Jakarta, 1996), 9.
50
3). Tujuan :
a) Mencerdaskan kehidupan bermasyarakat melalui
pembinaan dan pendidikan keterpaduan;
b) Mendidik dan membina masyarakat untuk menjadi
manusia yang beriman-taqwa, berbudi pekerti luhur
dengan berbekal keterampilan dan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, sehingga mampu
melngemban amanat dan kewajibannya dalam
menjalankan ajaran agama untuk kepentingan
membangun bangsa dan negara dengan berpegang teguh
pada nilai-niali ahlussunnah wal jamaah;
2. Profil TGH. Zainul Mukhlis (Pendiri Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak)82 a. Kelahirannya.
TGH. Zainul Mukhlis adalah pendiri Pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak. Beliau lahir di Dasan Tengak, Kecamatan
Sakra Barat, Kabupaten Lombok Timur pada tahun 1940 M.
Kemudian pada tahun 1947-1952 M melanjutkan tafaqquh fi al-Dīn-
nya di Madrasah Nahdlathul Wathan Pancor, Kecamatan Selong,
Kabupaten Lombok Timur dalam didikan langsung pendiri Nahdlathul
Wathan yaitu Maulana Shaikh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul
Majid.
b. Kiprah Dakwahnya
Selepas menuntut ilmu di desa Pancor, beliau kembali ke
almamaternya di Madrasah Ibtidaiyah NW Dasan Tengak untuk
mengajarkan dan menerapkan ilmu yang telah diperolehnya.
Kemudian sejarah mencatat beliau pernah menjabat menjadi Kepala
Madrasah Ibtid ’iyah NW Bungtiang, Kepala Madrasah Ibtid ’iyah
Negeri Gerumus yang sekarang ini menjadi MIN Gunung Rajak,
Kepala KUA Kecamatan Keruak, Pimpinan Cabang NW Sakra,
82 Dokumentasi yayasan pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak.
51
Pimpinan Cabang NW Sakra Barat, Pimpinan Daerah NW Lombok
Timur, Kepala MA Muallimin NW Gunung Rajak, Aggota DPRD
Kabupaten Lombok Timur selama dua periode
Menurut penuturan TGH Lalu Anas Hasyri salah satu menantu
beliau bahwa beliau mempunyai andil yang sangat besar dalam proses
pendirian pondok pesantren Sa’adatul Ikhwan NW Rensing pada
tahun 1971 M bersama dengan TGH Tajuddin Ahmad83. Setelah itu
TGH Zainul Mukhlis diperintahkan oleh Maul n Shaikh untuk
membangun madrasah ditempatnya sendiri di Dusun Dasan Tengak.
c. Metode Dakwahnya
Menurut penuturan putranya H. Mujahid Paozan Mukhlis, beliau
terkesan tegas pada pendidikan anak-anaknya. Beliau biasa
membangunkan keluarganya untuk melaksanakan sholat malam
sekitar jam 3 dini hari dan kemudian dilanjutkan dengan wirid sampai
berkumandang azan Subuh. Semua anaknya dididik untuk harus
pandai mengaji, rajin belajar, berprestasi, dan tekun beribadah. “Tuan
Guru Mukhlis” sapaan akrabnya waktu itu juga terkenal sangat ketat
dan disiplin dalam mendidik murid-muridnya. Tidak sedikit yang
merasakan "pukulan kasih sayang". Beliau tidak akan berhenti
mengajarkan satu bidang ilmu atau keluar dari kelas tempatnya
mengajar sebelum murid-muridnya faham betul apa yang
diajarkannya.
Ada beberapa keunikan metode dakwah dan pendidikan yang
beliau terapkan kepada murid-muridnya. Beliau juga tidak segan-
segan menfasilitasi hobi para pemuda pada waktu itu. Beliau
membelikan para pemuda pada waktu itu bola, karena Tuan Guru
mengetahui hobi mereka bermain sepak bola. Akan tetapi maksud
beliau melakukan itu agar mereka mudah diajak mengaji. Demikian
83 Nama asli beliau adalah Mahdi, beliau lahir di Dusun Dasan Tengak pada tahun 1940
Masehi. Ayahnya bernama H. Muhammad Shaleh (wafat tahun 1945 M).
52
penuturan putra sulung beliau, H. Mujahid Paozan Mukhlis saat ini
menjabat sebagai Kepala Desa Montong Beter.
Berdasarkan penuturan putra beliau H. Hairil Anwar yang juga
Dosen di Universitas Nahdlatul Wathan Mataram kampus 2 di Anjani,
sosok TGH Zainul Mukhlis adalah merupakan seorang motivator
ulung. Beliau selalu memotivasi para peserta didiknya yang memiliki
kecerdasan dan intelektual untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke
yang lebih tinggi.
Semasa hidupnya beliau juga terkenal aktif menyampaikan
pengajian-pengajian umum kepada masyarakat dengan berjalan kaki
dalam bentuk majlis ta’l m dari masjid ke masjid, mushollà-mushollà,
madrasah-madrasah, desa-desa, bahkan beliau menginap dirumah-
rumah masyarakat tempat beliau menyampaikan pengajian karena
beliau juga saat itu mejabat sebagai kepala KUA.
Medan dakwah beliau cukup luas. Majlis ta’l m beliau tidak saja
di Lombok Timur sendiri, bahkan sampai merambah ke Lombok
Tengah, Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Utara. Sebagian dari
pengajian tersebut dilanjutkan oleh menantunya TGH. Lalu Anas
Hasyri, dan sampai saat ini masih berlanjut diganti oleh para beberapa
Tuan Guru. Cukuplah sebagai salah satu keistimewaan beliau bahwa
ketika dalam sebuah pengajian di Sakra Barat khususnya, Bapak
Maulana Shaikh pernah menyebut, “Pondok Pesantren Darul Abror
Pondok Pesantren barokat insya Allah, karena didirikan oleh orang
yang ikhlas sesuai dengan namanya Mukhlis atau orang yang ikhlas”.
Beliau pertama-tama mendirikan MI NW Dasan Tengak sebagai
cikal bakal Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak.
3. Profil MTs dan MA Mu’allimin NW Gunung Rajak Sebagai Lokasi Penelitian (dapat dilihat dilampiran)
B. Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm Al-Muta’allim
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan kajian pendidikan nilai yang
terkandung dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim. Hal ini disebabkan karena
53
luasnya pembahasan dalam kitab tersebut yang secara umum kitab Ta’līm al-
Muta’allim bisa dideskripsikan terdiri dari muqoddimah dan tiga belas pasal.
Dari ketiga belas pasal tersebut peneliti mengambil kesimpulan bahwa setiap
pasal tersebut syarat dengan pendidikan nilai, norma, serta etika, dimana
antara satu pasal dengan pasal yang lain saling bertautan dan tidak bisa
dipisahkan.
Warisan intelektual muslim ini penting dikaji ulang, karena ternyata
pemikirannya tersebut relevan diterapkan pada praktik pendidikan sekarang,
mengingat pudarnya nilai-nilai akhlaq bagi pendidik dan lebih-lebih peserta
didik. Dari beberapa literatur kitab-kitab klasik yang membahas tentang
konsep-konsep strategi pembelajaran, maka kitab Ta’līm al-Muta’allim
merupakan kitab yang lebih banyak berpengaruh dari kitab-kitab yang lain
dan lebih banyak dijadikan rujukan terutama di lingkungan pesantren. Pada
dasarnya ada beberapa konsep pendidikan al-Zarnūjy yang banyak
berpengaruh di pesantren:
1. Motivasi penghargaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan dan ulama;
2. Konsep filter terhadap ilmu pengetahuan dan ulama;
3. Konsep transmisi pengetahuan yang cenderung pada hafalan;
4. Kiat-kiat teknis pendayagunaan potensi otak, baik dalam terapi alamiyah
atau moral-psikologis.
Poin-poin tersebut semuanya disampaikan oleh al-Zarnūjy dalam konteks
moral yang ketat. Maka, dalam banyak hal, ia tidak hanya berbicara tentang
etika pendidikan dalam bentuk motivasi, tapi juga dalam bentuk-bentuk
teknis. Ta’līm al-Muta’allim tidak hanya memberikan dorongan moral agar
murid menghormati guru, belajar dengan sungguh-sungguh, atau menghargai
ilmu pengetahuan. Tetapi, Ta’līm al-Muta’allim juga sudah jauh terlibat
dalam mengatur bagaimana bentuk aplikatifnya, seperti seberapa jarak ideal
antara murid dan guru, bagaimana bentuk dan warna tulisan, bagaimana cara
orang menghafal, bagaimana cara berpakaian seorang ilmuwan dan lainnya.
Kitab ini menarik untuk diteliti karena asumsi peneliti bahwa:
54
a. Kitab telah memasyarakat dalam dunia pendidikan khususnya dunia
pendidikan pesantren;
b. Nilai-nilai yang terkandung didalamnya secara filosofis sesuai dengan
ruh pendidikan Islam;
c. Banyaknya orang-orang yang mengaku dirinya sebagai pakar pendidikan
Islam dan menghujat keberadaan kitab ini;
d. Semakin maraknya kajian keislaman yang berkembang dalam berbagai
macam mazhab dan aliran;
e. Semakin pudarnya nilai-nilai Islam dalam praktek pendidikan Islam.
Karena disadari atau tidak dominasi sistem pendidikan Barat telah
merasuk dalam dunia pendidikan Islam. Padahal pendidikan Barat
berbeda dengan pendidikan Islam.
Pendidikan nilai yang terkandung dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim
tersebut meliputi:
1. Nilai Positive Thingking, Jujur dan Ikhlas.
Dalam dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim menerangkan bahwa
mencari ilmu harus dengan niat yang yang baik yang disertai dengan
keikhlasan yang tinggi, sebab dengan niat yang baik itu dapat
menghantarkan seorang pelajar kepada keberhasilan dan kesuksesan.
Niat yang baik serta sungguh-sungguh dalam mencari ilmu demi
keridlaan Allah SWT akan mendapatkan pahala yang sempurna. Dalam
mencari ilmu tidak diperkenankan dengan niat akan mendapatkan harta
banyak atau karena jabatan serta mendapatkan kedudukan di masyarakat.
Kecuali kalau kedudukan tersebut digunakan untuk melaksanakan
kebenaran dan menegakkan hukum Allah SWT.
Tujuan pendidikan, dalam hal ini menurut Ta’līm al-Muta’allim
disebutkan dengan niat, merupakan sesuatu yang sangat urgen dalam
pendidikan Islam. Mengenai niat dalam menuntut ilmu Ta’līm al-
Muta’allim menempatkan niat dalam kedudukan yang amat penting bagi
55
para pencari ilmu. Ia menganjurkan agar para pencari ilmu menata
niatnya ketika akan belajar. Ia mengatakan:84
ية هي اأصل ميع ية زمان تعلم العلم. إذا ال اأحوالم ابد له من ال
Artinya: "Setiap pelajar harus menata niatnya ketika akan belajar. Karena niat adalah pokok dari segala amal ibadah".
Tujuan pendidikan tersebut dalam perspektif al-Zarnūjy adalah
berpikir positif (positive thingking) bukan untuk duniawi semata
sebagaimana ungkapannya:85
هل عن نفسه وى امتعلم بطلب العلم رضاه تعاى والداراأخرة وإزالة ا بغى أن ي ويهال وإحياء الدين وإبقاء اإسام فإن بقاء اإسام العلم وعن سائرا
a. Harus ditujukan untuk mencari rida Allah SWT;
b. Untuk mensyukuri nikmat akal dan kesehatan badan;
c. Untuk memperoleh kebahagiaan di akhirat yang merupakan tempat
kebahagiaan abadi;
d. Untuk menghidupkan agama, sebab agama tanpa ilmu tidak akan
dapat hidup;
e. Untuk menghilangkan kebodohan yang ada dalam diri seseorang.
Sebab, manusia telah diberikan Allah potensi akal yang mempunyai
kemampuan untuk berpikir dan sekaligus membedakannya dengan
makhluk-makhluk lain.
Menurutnya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh para
pelajar terkait dengan adanya kebolehan menunutut ilmu dengan niat
dan upaya mendapat kedudukan di masyarakat, yaitu dengan catatan
kedudukan tersebut digunakan untuk melakukan kebenaran, untuk
menegakkan agama Allah SWT dan bukan untuk keuntungan diri
sendiri, juga bukan karena keinginan hawa nafsu.
Im m al- add d86, salah seorang ulama’ besar dari Yaman juga
mengajarkan niat dalam menuntut ilmu yang sangat baik, yaitu:87
84 Ibid., 10. 85
Ibid.
56
a. Untuk belajar dan mengajar. Menurutnya sebelum mula belajar, sudah
dipasang niat bukan saja belajar untuk diri sendiri, bahkan untuk
mengajarkan dan menyampaikan kepada orang lain;
b. Untuk mendapat peringatan dan memberi peringatan;
c. Mengambil faedah dan memberi faedah;
d. Mengajak orang kepada kitab Allah dan kitab Nabi-Nya;
e. Menyampaikan kepada hidayah, dan menunjukkan kepada kebaikan;
f. Mengharapkan ridha Allah SWT, mendekatkan diri pada-Nya dan
mengharapkan pahala-Nya.
Habib Zain dalam kitabnya al-Manhaj al-Sawy telah menjelaskan
tanda orang-orang yang ikhlas, diantaranya:
a. Pujian dan cercaan orang lain sama dihadapannya. Tidak beramal
karena ingin dipuji dan tidak merasa tinggi dengan pujian orang lain
kepadanya karena amal yang ia kerjakan tersebut. Dan tidak merasa
hina ketika ia dicerca, bahkan ia terus melanjutkan amalnya tersebut;
a. Ia berusaha melupakan amal baik tersebut, tidak mengingat-ingatnya
lagi, dan tidak menceritakannya kepada orang lain. Sehingga ia merasa
tidak pernah beramal sama sekali, dan tidak ada yang perlu untuk
diceritakan;
b. Beramal semata-mata untuk mendapatkan pahala yang sempurna serta
kebahagiaan akhirat.88
2. Nilai Rendah Diri (Tawadu’). Nilai tawa u’ terkandung dalam pasal 1 kitab Ta’līm al-Muta’allim
yang berbunyi : Pasal tentang kelebihan ilmu dan fiqh. Dalam pasal ini
86 Abdull h Ibn ‘Alawy Al-Hadd d, di lahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim
di provinsi Hadhramaut Yaman pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat. Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Hab b Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya. Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dhulqa’dah 1132 H, dan di makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut Yaman.
87 Do’a ini diajarkan oleh ‘Umar ibn S lim ibn H fi ibn Shaikh Aby Bakr ibn S lim, ketika peneliti menimba ilmu di Mekkah.
88 Hab b Zain Ibn Ibr h m Ibn Sumai , al-Manhaj al-Sawy ( a ramaut: D r al-‘Ilm Wa al-Da’wat, 2005), 629.
57
Im m al-Zarnūjy menerangkan panjang lebar tentang kewajiban belajar
dan keutamaan ilmu. Menurutnya ilmu sangat penting karena dua hal yaitu
karena ilmu adalah anugerah Allah SWT yang khusus diberikan kepada
manusia yang dengannya Allah SWT mengunggulkan Nabi Adam AS atas
semua para malaikat-malaikatNya bahkan semua makhluknya dan ia juga
sebagai perantara seseorang untuk bertaqwa.
Dari kitab Ta’līm al-Muta’allim penuntut ilmu agar memiliki nilai
rendah diri karena ilmu sebagai penghias bagi penuntut ilmu. Ia mengutip
sya’ir Muhammad ibn al-asan ibn ’Abdullah, yang mendorong anak-
anak untuk selalu belajar atau menuntut ilmu, karena ilmu itu adalah
penghias bagi pemiliknya. Sya’irnya adalah sebagai berikut:89
وان لكل امــــحامد تعلم فإن العلم زين أهــله وفضل وع
ئدواور الفــ من العلم واسبح وكن مستفيدا كل يوم زيـادة
Artinya: “Belajarlah! Sebab ilmu adalah penghias bagi pemiliknya. dia perlebihan, dan pertanda segala pujian, Jadikan hari-harimu untuk menambah ilmu. Dan berenanglah di lautan ilmu yang berguna.”
Sebagai bekal peserta didik dalam mengarungi kehidupan, Ta’līm
al-Muta’allim amat mendorong bahkan mewajibkan mengetahui dan
mempelajari berbagai akhlak yang terpuji dan tercela, seperti watak murah
hati, kikir, penakut, pemberani, merendah hati, congkak, tawa u’, isr f
(berlebihan), bakhil dan lain-lain.
Menurut al-M wardy, keutamaan dan pentingnya ilmu dapat
diketahui oleh semua orang. Yang tidak dapat mengetahuinya hanya
orang-orang bodoh. Perkataan ini adalah petunjuk bagi keutamaan ilmu
yang lebih mengena, karena keutamaan ilmu hanya dapat diketahui oleh
ilmu itu sendiri. Ketika seseorang tidak berilmu untuk mengetahui
keutamaan ilmu, maka ia meremehkan ilmu, menganggap hina para
89 Ibr h m Ibn Ism ’ l, Syar ...,7.
58
pemiliknya, dan menyangka bahwa hanyalah kekayaan dunia yang akan
mengantarkannya kepada sebuah kebahagiaan.90
Al-M wardy juga mengatakan bahwa, ilmu amatlah luas, jika di
pelajari tidak akan pernah selesai, selama bumi masih berputar, selama
hayat di kandung badan selama itu pula manusia memerlukan ilmu
pengetahuan Islam tidak hanya cukup pada perintah menuntut ilmu, tetapi
menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan belajar, karena
manusia hidup di dunia ini perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam
dan perkembangan zaman. Jika manusia berhenti belajar sementara zaman
terus berkembang maka manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga
tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada
zaman sekarang ini, zaman yang di sebut dengan era globalisasi, orang di
tuntut untuk memiliki bekal yang cukup banyak, berupa ilmu
pengetahuan.91
Menurut al-Ghaz ly ilmu pengetahuan itu indah, mulia dan utama.
Tetapi, selama keutamaan itu sendiri masih belum dipahami, dan yang
diharapkan dari keutamaan itu masih belum terwujud, maka tidak mungkin
diketahui bahwa ilmu adalah utama. Keutamaan adalah kelebihan. Jika ada
dua benda yang sama, sementara salah satunya mempunyai kelebihan,
maka benda itu bisa disebut utama, kalau memang kelebihan yang
dimaksud adalah kelebihan dalam sifat kesempurnaan. Sesuatu yang indah
dan disenangi ada tiga macam, yaitu: sesuatu yang disenangi karena ada
faktor lain diluarnya, sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya dan
sesuatu yang dicari karena nilai eksentriknya juga karena ada faktor lain
diluarnya. Uang adalah sesuatu yang disenangi. Tetapi ia disenangi bukan
karena nilai eksentriknya tetapi karena ada faktor lain berupa dapat
dibuatnya uang untuk mendapatkan yang lain. Kebahagiaan adalah sesuatu
yang disenangi karena nilai eksentriknya, artinya ia disenangi karena
kebahagian itu sendiri. Sedangkan sesuatu yang disenangi karena ada
90 Ali ibn Muhammad ibn Habib al-Mawardi, Adab al-Dunya wa al-Dīn (Beirut: D r Iqra’, 1985), 37.
91 Ibid.
59
faktor lain dari luar dan juga karena nilai eksentriknya dapat dicontohkan
seperti kesehatan badan. Kesehatan badan disamping bisa dibuat untuk
memperoleh tujuan dan kebutuhan lain, ia juga disenangi karena
didalamnya sendiri ada nikmat dan kenyamanan.
Dari ketiga macam hal di atas, yang tentunya lebih utama adalah
yang ketiga. Apabila memandang ilmu pengetahuan, maka ia termasuk
yang ketiga. Ilmu itu sendiri adalah keindahan dan kelezatan, disamping ia
dapat dijadikan perantara mendapatkan kebahagian, baik di dunia maupun
akhirat. Dengan ilmu kedekatan kepada Allah dapat diraih, kelas lebih
tinggi para malaikat dapat diperoleh dan status sosial yang tinggi di surga
dapat dinikmati. Dengan ilmu kemulian dunia, pengaruh, pengikut,
kemewahan, kekuasaan dan kehormatan dapat diperoleh. Bahkan binatang
pun secara naluri akan tunduk kepada manusia karena ilmu yang
dimilikinya. Ini merupakan kesempurnaan ilmu secara mutlak.92
Nilai rendah diri yang terkandung dalam pasal ini juga semakin
kental dengan pernyataan Shaikh al-Zarnūjy bahwa setiap penuntut ilmu
harus menyibukkan diri dengan ibadah sepanjang waktu. Sebagaimana
yang disebutkan dalam kitabnya:93
بغى لكل مسلم أن يشتغل ميع أوقاته بذكر ه تعاى والدعاء، وا لتضرع،في
للباءالدافعة وقراءة القرآن، والصدقات
Artinya:
“Oleh karena itu, setiap orang islam wajib mengisi seluruh waktunya dengan berzikir kepada Allah, berdo’a, memohon seraya merendahkan diri kepadaNya, membaca Al-Qur’an,dan bersedekah supaya terhindar dari mara bahaya.
Nilai rendah diri dapat lahir dengan adanya ilmu, fiqih, pengetahuan
tentang keutamaannya, dan keutamaan mengamalkannya. Tanpa ilmu
yang menghiasi diri seseorang maka orang tersebut tidak akan dapat
melaksanakan keta’atan.
92 Abu Hamid Muhammad. Al-Ghazali, I y ’ ‘Ulūm al-Dīn (Beirūt: D r al-Ma’rifah, tt),
13. 93 Ibid.
60
Pada pasal ini ahli ilmu dianjurkan oleh al-Zarnūjy untuk tawa u’ dan
tidak tamak pada harta benda. Ia mengutip syair yang dikemukakan oleh
Ust dh al-Ad b berkenaan dengan keutamaan tawa u’, sebagai berikut:94
وبه التــقى إى امعاى يرتقى ىخصـال امتـق إن التواضـع من
حاله أهو السعيدأم الشقى جاهلومن العجآئب عجب من هو
Artinya:
“Tawa u’ adalah salah satu tanda/sifat orang yang bertakwa. Dengan bersifat tawa u’ orang yang bertakwa akan semakin tinggi martabatnya. Dan merupakan sesuatu yang mengherankan, keberadaan orang yang bodoh apakah termasuk orang yang bahagia atau orang yang celaka.”
3. Nilai Respek Terhadap Guru.
Ditinjau dari segi literatur kependidikan Islam seorang pendidik
disebut sebagai:
a. Ust dh, yaitu julukan untuk orang yang mengajar di madrasah atau
pondok pesantren, maksudnya seorang guru dituntut untuk komitmen
terhadap profesinya, ia selalu berusaha memperbaiki dan
memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan
tuntunan zaman;
b. Mu’allim, berasal dari kata “‘ilm” yang berarti menangkap hakekat
sesuatu, ini mengandung makna bahwa guru adalah orang yang dituntut
untuk mampu menjelaskan hakekat dalam pengetahuan yang
diajarkannya;
c. Murabby, berasal dari kata “rabb”. Tuhan sebagai Rabb al-‘ lamīn dan
Rabb al-Ẓ s yakni yang menciptakan, mengatur dan memelihara alam
dan seisinya termasuk manusia. Dilihat dari pengertian ini maka guru
adalah orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu
berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk
tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat, dan alam
sekitarnya;
94 Ibr h m Ibn Ism ’ l, Syar ...,12.
61
d. Murshid, yaitu seorang guru yang berusaha menularkan penghayatan
akhlak dan atau kepribadian kepada peserta didiknya;
e. Mudarris, berasal dari kata “darasa-yadrusu-darsan wa durūsan wa
dir satan” yang berarti terhapus, hilang bekasnya, menghapus, melatih
dan mempelajari. Artinya seorang guru adalah yang berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidak tahuan atau
memberantas kebodohan, serta melatih ketrampilan peserta didik sesuai
dengan bakat dan minatnya;
f. Muaddib, berasal dari kata adab, yang berarti moral, etika dan adab.
Artinya seorang guru adalah yang beradab sekalugus memiliki peran
dan fungsi untuk membangun peradaban (civilization) yang berkualitas
di masa depan.95
Selanjutnya al-Zarnūjy menjelaskan dalam memilih guru harus yang
paling alim, yang mempunyai sifat wara' dan lebih tua. Pendidik ideal dalam
pandangan al-Zarnūjy adalah seseorang yang selain mempunyai spesialisi
ilmu tertentu, mempunyai sikap hati-hati dalam perbuatan, juga harus lebih
tua usianya dari anak didik.96 Kesemuanya itu dimaksudkan supaya
pendidik betul-betul mampu mengemban tugas sebagai pendidik bukan
hanya sebagai pengajar tapi juga sebagai seorang pendidik. Sebagai
pendidik, seseorang harus betul-betul memperhatikan seluruh aspek
kehidupan anak didik yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik. Bahkan lebih dari itu, ia juga harus memperhatikan
kebutuhan hidup anak didik. Pengajar tentu saja tidak hanya memperhatikan
aspek kognitifnya saja, sedangkan persyaratan seorang guru menurut al-
Zarnūjy adalah seorang yang alim, mempunyai sifat wara’, dan lebih
tua/senior, sebagaimana dalam ungkapannya :97
95 Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: PSAPM, 2003),
209-213. 96 Shaikh Ibr h m ibn Ism ’ l dalam shar Ta'līl al-Muta'allim dikatakan dalam memilih
guru diusahakan seorang guru yang senior (lebih tua), berpengalaman, rajin dan teliti, sosial, dan penyabar.
97 Ibr h m Ibn Ism ’ l, Syar ...,13.
62
تار اأعلم واأورع واأسن بغى أن وأمااختيار اأستاذ في
Artinya: “Dalam memilih guru, hendaklah mengambil yang lebih alim, waro’ dan juga lebih tua usianya”.
Guru dituntut mempunyai moral dan integritas yang baik (akhlak
mulia), disamping mempunyai sifat penyayangdan sabar. Dengan bekal
tersebut seorang murid akan senang dan betah untuk tetap belajar.
Eksistensi pendidik atau guru ini, al-Zarnūjy mewajibkan
menghormatinya, bahkan melarang membantah dan menyanggahnya
sedikitpun. Ia menambahkan:98
ق حق امعلم وأوجبه حفظا على كل مسلم رأيت أحق ا
لتعليم حرف واحد ألف درهم كرامة لقد حق أن يهدى إليه
Artinya: “Tidak ada hak yang lebih besar kecuali haknya guru. Ini wajib dipelihara oleh setiap orang Islam. Sungguh pantas bila seorang guru yang mengajar walaupun hanya satu huruf, diberi hadiah seribu dirham."
Sedangkan hak-hak guru yang terperinci tercermin dalam
pernyataannya bahwa termasuk menghormati guru, adalah:99
د إا إذنه لس مكانه وايبتدئ الكام ع ومن توقر امعلم أن امشى أمامه وا
Artinya: “Termasuk menghormati guru ialah hendaklah seorang murid tidak berjalan didepannya, tidak duduk ditempatnya. Jika berhadapannya tidak memulai
bicara kecuali ada izinnya."
د ما لته ويراعى الوقت وا د وا يسأل شيئا ع الباب يدق وا يكثر الكام عرج بل يصر حى
Artinya: “Hendaklah tidak banyak bicara di hadapan guru. Tidak bertanya sesuatu bila guru sedang capek/bosan. Harus menjaga waktu. Jangan mengetuk pintunya, tetapi sebaliknya menunggu sampai beliau keluar."100
ب سخطه ومتثل أمر ت غر معصية هأنه يطلب رضا و
98 Ibid., 16-17. 99 Ibid.,17. 100 Ibid.
63
Artinya: “Seorang murid harus mencari kerelaan hati guru, harus menjauhi hal-hal yang menyebabkan ia murka, mematuhi perintahnya asal tidak bertentangan dengan agama."
Guru memang sosok yang dimuliakan dalam Islam, tetapi kemulian itu
akan luntur jika guru tidak mampu menerapkan prinsip-prinsip yang harus
dimiliki oleh setiap guru. Berikut pandangan tokoh-tokoh terkemuka dalam
Islam tentang makna guru dengan segenap dimensinya, yaitu : Pendidik atau
guru sejati (ideal) menurut Im m al Ghaz ly adalah guru yang cerdas, penuh
kasih sayang, diniatkan sebagai ibadah, menyesuaikan dengan kemampuan
murid, penuh simpati, menjadi teladan, memahami kemampuan murid, dan
memiliki komitmen tinggi.
Pendidik atau guru sejati (ideal) menurut Ibn Miskawaih adalah
manusia ideal seperti yang terdapat pada konsepsinya tentang manusia ideal
karena beliau menyejajarkan posisi guru dengan posisi nabi, terutama dalam
hal cinta kasih. Cinta kasih kepada Allah SWT menempati urutan pertama,
barulah cinta kasih murid kepada gurunya. Jika tidak dapat mencapai derajat
ini maka dinilai sama dengan teman atau saudara, karena dari mereka itu
dapat juga diperoleh ilmu dan adab. Menurutnya, guru harus bisa dipercaya,
pandai, dicintai, sejarah hidupnya jelas tidak tercemar di masyarakat,
menjadi cermin atau panutan, dan harus lebih mulia dari orang yang
didiknya.
Pendidik atau guru sejati (ideal) menurut Ibn al M wardy adalah orang
yang tawa u’, multi peran, ikhlas, secara harfiah, mencintai pekerjaan
sebagai guru, tidak mengutamakan ekonomi, penuh persiapan, disiplin,
kreatif memanfaatkan waktu luang, kreatif, guru harus memiliki daya kreasi
dan inovasi yang tinggi.sadar diri, lemah lembut dan penuh kasih sayang,
dan menjadi motivator. menurut beliau guru yang baik (ideal) adalah guru
yang berakal cerdas, beragama, mengetahui cara mendidik akhlak, cakap
dalam mendidik anak, berpenampilan tenang, jauh dari olok-olok dan main-
main dihadapan muridnya, tidak bermuka musam, sopan santun, bersih, dan
suci murni. guru dalam pandangan beliau merupakan mikrokosmos
64
manusia, dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk
terbaik. maka, derajat guru berada setingkat di bawah derajat para nabi.
secara garis besar, ada enam criteria untuk bisa menjadi seorang guru yang
ideal dan dicintai oleh murid. diantaranya adalah mampu menjaga akhlak
selama melaksanakan tugas pendidikan, tidak menjadikan profesi guru
sebagai kegiatan untuk menutupi kebutuhan ekonomi, mengetahui situasi
sosial kemasyarakatan dengan baik, penuh kasih sayang dan sabar, dan
bersedia menolong sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. guru dalam
pandangan ibnu taimiyah hendaknya memiliki ciri kepribadian seperti
khulafa’, misi perjuangan nabi dalam bidang pengajaran. menjadi panutan,
tidak main-main, dansering membaca kitab suci.101
Selanjutnya Shaikh al-Zarnūjy menjelaskan pentingnya
bermusyawarah dalam segala urusan, termasuk dalam memilih guru, kitab
sehingga seseorang tidak boleh meninggalkannya sebelum menyelesaikan
kitabnya. al-Zarnūjy juga menerangkan pentingnya kesabaran dan
ketabahan hati dalam menghadapi seorang guru, kitab yang di pelajari serta
sabar dalam mengatasi nafsu, ujian dan cobaan.
Pasal ini menerangkan bahwa memuliakan ilmu dan guru adalah
paling utama dibanding memuliakan yang lain. Sebab dengan perantara
ilmu dan guru manusia dapat memahami tentang hidup, dan dapat
membedakan antara yang hak dan batil. Memuliakan ilmu dapat di
wujudkan dengan cara memuliakan kitab, memuliakan guru dan teman
belajar, atau dengan cara tetap merasa hormat ketika setiap kali
mendengarkan ilmu, sekalipun sudah pernah mendengarkan ilmu tersebut
seribu kali.
Memuliakan guru dengan jalan tidak berjalan didepannya, tidak duduk
ditempat duduknya, tidak mulai berbicara kecuali ada izinnya, dan
sebagainya. Memuliakan guru tidak terbatas pada sang guru namun seluruh
keluarganya wajib dimuliakan. Dan barang siapa yang suka menyakiti hati
101 Salman Rusydie, Tuntunan Menjadi Guru Favorit (Yogyakarta: Flash Books, 2012),
168-188.
65
gurunya maka ia tidak akan memperoleh barokah ilmu dari gurunya
tersebut.
Belajar merupakan suatu usaha untuk memperoleh ilmu pengetahuan.
Dengan ilmu pengetahuan dapat mengantarkan seseorang menuju jalan yang
terang dan derajat keluhuran. Belajar bagi al-Zarnūjy lebih dimaknai
sebagai tindakan yang bernilai ibadah, yang dapat ikut menghantarkan
peserta didik mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama sangat
menjunjung nilai-nilai moral dalam kehidupan, terlebih orang-orang yang
berilmu. Orang yang mencari ilmu harus memperhatikan dasar-dasar etika
agar dapat berhasil dengan baik dalam belajar, memperoleh manfaat dari
ilmu yang dipelajari dan tidak menjadikannya sia-sia. Diantara beberapa
etika tersebut dapat dipahami dari nasehat-nasehat al-Zarnūjy, yang terkait
dengan etika dalam menjaga hubungan antara guru dengan murid.
Al-Zarnūjy memberi pernyataan penegasan kepada murid, bahwa:102
تفع به إا بتعظيم العلم وأهله وتعظيم ال العلم واي إعلم أن طالب العلم اي
اأستاذ وتوقر
Artinya: "Ketahuilah sesunguhnya orang yang mencari ilmu itu tidak akan memperoleh ilmu dan kemanfaatannya, kecuali dengan memuliakan ilmu beserta ahlinya, dan memuliakan guru.”
Anjuran al-Zarnūjy inilah yang oleh para aktivis pesantren
mendapatkan sorotan yang tajam. Terutama pendapatnya yang melarang
murid untuk berbicara didepan guru. Menurut mereka, anjuran ini dapat
melemahkan kreativitas pelajar dalam mengasah dan mengembangkan
kemampuannya.
Di riwayatkan juga dari Abu Um mah al-B hily secara marfu’ bahwa:
Tidak ada orang yang meremehkan tiga orang ini kecuali orang munafik,
yaitu Orang yang sudah tua, orang yang alim, dan imam yang adil.103. Maka
hendaknya orang yang bergaul dengan para ulama’ untuk selalu
102 Ibid., 16. 103 Hadith ini diriwayatkan oleh Im m al-Thabrany dalam kitabnya al-Kabīr, 7819, akan
tetapi sanadnya terdapat orang yang a’ f.
66
menghormati mereka dan tidak berpaling dari mereka. Karena
sesungguhnya barang siapa yang tidak menghormati ulama’ atau berpaling
dari mereka maka sesungguhnya orang tersebut sudah berpaling dari
Rasulullah SAW, dan barang siapa yang berpaling dari Rasulullah SAW
maka orang tersebut sudah berpaling dari Allah SWT. Abul Hasan al-
Jausaqy juga pernah berkata: Tanda orang yang celaka adalah orang yang
dapat bergaul dengan orang yang alim akan tetapi tidak menghormatinya.104
Membahas tentang hubungan guru dan murid, maka sangat terkait
dengan interaksi edukatif, yaitu suatu proses yang menggambarkan
hubungan aktif dua arah antara guru dan murid dengan sejumlah
pengetahuan (norma) sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan
pendidikan.
Anak didik merupakan individu yang akan dipenuhi kebutuhan ilmu
pengetahuan, sikap, dan tingkah lakunya, sedangkan pendidik adalah
individu yang akan memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi dalam proses
kehidupan dan pendidikan secara umum, batas antara keduanya sulit
ditentukan karena adanya saling mengisi dan saling membantu, saling
meniru dan ditiru, saling memberi dan menerima informasi yang dihasilkan,
akibat dari komunikasi yang dimulai dari kepekaan indra, pikiran, dan
keterampilan untuk melakukan sesuatu yang mendorong internalisasi dan
individualisasi pada diri individu sendiri.
Dalam pasal ini beliau membahas secara luas mengenai hubungan guru
dengan murid, mencakup beberapa etika yang harus diperhatikan oleh
seorang murid, terkait dengan hubungan sebagai sesama manusia dalam
keseharian maupun hubungan dalam situasi formal sebagai seorang pengajar
dan individu yang belajar. Akan tetapi dalam hal ini, bagaimana etika atau
sikap guru terhadap murid hanya dibahas secara implisit, karena pada
dasarnya kitab ini ditulis sebagai pedoman dan tuntunan bagi para penuntut
ilmu atau para murid.
104 Hab b Zain ibn Ibr h m ibn Sumai , al-Manhaj ...,179.
67
Di bagian lain dalam hubungan guru dengan murid adalah masalah
etika murid terhadap guru dalam rangka menghormati atau mengagungkan
guru, al-Zarnūjy memberikan rambu-rambu yang aplikatif bahwa yang
harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh seorang murid atau peserta didik
hendaknya:
a. Jangan berjalan di muka guru;
b. Jangan menduduki tempat duduk guru;
c. Jangan mendahului bicara dihadapan gurunya kecuali seijinnya;
d. Jangan banyak bicara dihadapan guru;
e. Jangan bertanya sesuatu yang membosankannya;
f. Jika berkunjung pada guru harus menjaga waktu, dan jika guru belum
keluar maka janganlah mengetuk-ngetuk pintu, tapi bersabarlah
sehingga guru keluar;
g. Selalu memohon keridho’annya;
h. Manjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan kemarahann guru;
i. Melaksanakan perintah guru asal bukan perintah maksiat;
j. Menghormati dan memuliakan anak-anak, famili dan kerabat gurunya.
Keterangan tersebut yang kiranya menimbulkan persepsi penyerahan
total seorang peserta didik kepada gurunya. Apalagi bila diingat adanya
bayang-bayang, ilmunya tidak akan bermanfaat apabila ia pernah berbeda
pendapat (I’tir ) dengan gurunya atau pernah menyakiti hatinya. Persepsi
ini, meski mempunyai nilai yang positif, namun tak urung menimbulkan
dampak yang kurang diinginkan. Sebab, peserta didik harus menerima,
tanpa berani bersikap kritis terhadap gurunya.
Al-Zarnūjy memang tidak memberikan rincian tentang masalah-
masalah apa yang bisa menyakiti guru itu. Barangkali karena tidak adanya
rincian ini menjadikan hal itu diberlakukan secara umum. Dan anehnya,
meskipun hal itu hanya dibahas dalam rangka belajar, namun
internalisasinya justru tampak di luar itu. Persepsi “apa kata guru dan murid
harus menerimanya” sudah melembaga dalam kehidupan masyarakat secara
luas. Keharusan memperoleh kerela’an guru nampak sangar relatif, apalagi
68
bila hal itu dihubungkan dengan masalah interpretasi. Ternyata al-Zarnūjy
tidak menuturkan satu dalil pun untuk menguatkan hal itu, selain ucapan
Sayidin ‘Aly ibn Ab lib serta sejumlah sya’ir.
Dalam kaitannya dengan tradisi keilmuan, apabila kita melihat masa-
masa jauh sebelum al-Zarnūjy, misalnya periode imam-imam penegak
madhhab, kita dapat memperoleh gambaran bahwa mereka tidak selamanya
sependapat dengan gurunya. Bahkan, di antara mereka ada yang mendirikan
madhhab sendiri, terpisah dari madzhab gurunya. Jauh sebelum itu,
Sayyidin ‘Umar ibn Kha b pernah juga diprotes oleh seorang wanita yang
juga sebagai muridnya. Apabila statmen al-Zarnūjy di atas menjadi kriteria,
sebenarnya gurulah yang sebenarnya elastis dalam mengkonotasikan
keredaannya. Sebab, boleh jadi seorang guru merasa tersinggung apabila
muridnya berbeda pendapat dengannya, sedangkan guru lain justru merasa
bangga, bakan mendorong apabila muridnya berpendapat lain selama hal itu
berdasarkan argumen yang kuat.
Penghormatan terhadap guru merupakan suatu hal yang wajar karena
pada dasarnya guru tidak membutuhkan suatu penghormatan akan tetapi
secara manusiawi guru biasanya menjadi tersinggung apabila muridnya
bersikap merendahkan dan tidak menghargai. Dan sebagai wujud pemuliaan
dan penghormatan kepada guru, Sebagai konsekuensi sikap moral atas
pengagungan dan penghormatan terhadap guru al-Zarnūjy memberikan
saran dan penjelasan, bahwa penghormatan tersebut berbentuk sikap
kongkrit yang mengacu pada etika moral dan akhlak seorang murid terhadap
gurunya dalam interaksi keseharian dan dalam bentuk materi.
Posisi guru yang mengajari ilmu walaupun hanya satu huruf dalam
konteks keagamaan disebut sebagai bapak spiritual, sehingga kedudukan
guru sangat terhormat dan tinggi, karena dengan jasanya seorang murid
dapat mencapai ketinggian spiritual dan keselamatan akhirat. Hal ini berarti
hubungan tersebut adalah hubungan yang sangat dekat tidak hanya terbatas
dalam kondisi dan lingkungan pendidikan secara formal, dimana guru
sebagai pentransfer pengetahuan dan murid sebagai penerima, akan tertapi
69
lebih merupakan sebuah hubungan yang memiliki ikatan moral dan
emosional tinggi sebagaimana ikatan antara bapak dan anak, yang sama-
sama memiliki konsekuensi sikap dalam bentuk hak dan kewajiban.
Indikator murid yang baik adalah selalu dapat menyenangkan hati
sang guru dan menaruh penuh rasa hormat terhadap gurunya, mendahulukan
urusan yang terkait dengan guru, sehingga guru tidak merasa tersinggung
dan sakit hati. Jadi pada dasarnya merupakan suatu kewajiban atas murid
untuk dapat beritikad baik kepada guru, sebab bagaimanapun guru adalah
juga bapak dari para murid, sehingga perintah dari guru merupakan suatu
keharusan bagi murid untuk melaksanakannya, sebagaimana perintah dari
orang tua terhadap anaknya, kecuali perintah dalam kedhaliman, bahkan
haram bagi murid menyinggung perasaan dan membuat sakit hati guru,
sebagaimana Allah mengharamkan kedurhakaan anak terhadap orang
tuanya.105 Secara tegas al-Zarnūjy mengatakan, "Barang siapa menyakiti
hati guru, maka haramlah keberkahan ilmu dan tidak memperoleh manfaat
ilmu kecuali sedikit."
Implikasi dari sikap murid yang meremehkan dan tidak dapat
menaruh rasa hormat terhadap guru maupun para kerabatnya, maka
digambarkan oleh al-Zarnūjy dengan mengutip sebuah sya’ir, bahwa:106
صحان إذا إن امعـلم والطـبيب كاهــما ما م يكرما اي
هلك إن جفوت معلما ع فاصر لدائك إن جفوت طبيبها واق
Artinya: “Ketahuilah, sesungguhnya guru dan dokter, keduanya jika tidak dihormati, tentu tidak akan mau memberikan nasehat yang benar Maka terimalah dengan sabar rasa sakitmu jika kamu meremehkan doktermu. Dan terimalah kebodohanmu, jika kamu meremehkan gurumu”
Sya’ir di atas menggambarkan, bahwa hubungan guru dan murid
seperti hubungan antara dokter dan pasien, karena adanya persamaan saling
membutuhkan dan saling ketergantungan. Guru dibutuhkan oleh murid
karena ilmunya untuk menghilangkan kebodohan sedangkan dokter
105 A. Hasan, Kesopanan Tinggi (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), 12. 106
Ibr h m Ibn Ism ’ l, Syar ...,18.
70
dibutuhkan oleh pasien karena nasehat dan obatnya untuk kesembuhan
penyakitnya. Demikian pula dalam proses belajar mengajar dan dalam
persoalan akademik, seorang guru lebih tahu disebabkan pengalaman yang
lebih dibandingkan dengan murid. Sedangkan seorang dokter memang
memiliki keahlian didalam mendiagnosa untuk menyembuhkan berbagai
penyakit. Jadi fungsi hubungan antara dokter dengan pasien adalah adanya
kepercayaan dan kepatuhan murid terhadap guru dalam persoalan
akademiknya, dengan mengutamakan petunjuk dan nasehat sebagai
kepentingan utama.
Hubungan inilah yang kemudian pada akhir pembahasan bab ini,
ditegaskan kembali oleh al-Zarnūjy kepada penuntut ilmu untuk benar-benar
dapat memahami posisi seorang guru bagi dirinya dalam rangka
pengembangan potensi ilmiahnya serta penemuan dan pengembangan
potensi diri, yang tidak mungkin berkembang tanpa adanya bimbingan dan
arahan dari orang yang memiliki pengetahuan dan keahlian lebih darinya,
karena memang demikianlah proses pendidikan berlangsung.
Dalam pasal ini dijelaskan bahwa seharusnya tidak memakai tinta
merah dalam menulis kitab, karena hal itu adalah kebiasaan para filosuf,
bukan kebiasaan ulama’ salaf. Bahkan Shaikh al-Zarnūjy menyebut ada
gurunya yang tidak mau memakai kendaraan berwarna merah. Lalu
bagaimana dengan tekhnik penulisan quantum learning yang telah terbukti
berhasil merubah warna pendidikan kearah yang lebih baik dan menarik,
bahkan dipercayai oleh pakar-pakar pendidikan bahwa gagasan quantum
learning terlahir sabagai kiat, petunjuk, dan seluruh proses belajar yang
dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar
sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat.
Dalam pasal tersebut juga terdapat sebuah statement yang artinya
“barang siapa yang ketika mendengarkan ilmu yang keseribu kalinya tidak
sama ta’ imnya terhadap ilmu tersebut seperti ketika ia mendengarkannya
ketika pertama kali maka tidaklah disebut dengan ahli ilmu”, statement ini
71
sunguh sangat berat kalau saja diterapkan dalam sistem belajar sekarang.
Lalu siapakah yang akan bisa untuk menjadi ahli ilmu?.
Dalam pasal tersebut juga diterangkan bahwa seorang penuntut ilmu
tidak boleh memilih mata pelajaran dengan sendirinya akan tetapi harus
ditunjukan oleh gurunya, hal ini sangat melanggar kebebasan seorang
pelajar yang seharusnya belajar ilmu sesuai kemauan dan kemampuanya
akan tetapi disini dibatasi oleh seorang guru. Sementara di era sekarang ini
peserta didik yang di berikan pilihan untuk mengambil jurusan-jurusan
tersendiri di suatu lembaga pendidikan menengah, maupun perguruan
tinggi, karena mereka lebih mengetahui bakat diri mereka masing-masing.
4. Nilai Sabar dan Saling Menghargai.
Dalam pasal ini al-Zarnūjy menerangkan bahwa seorang peserta didik
pada awal masa belajarnya harus memilih ilmu yang paling utama yaitu
ilmu agama, dan yang didahulukan adalah ilmu tauhid.
Hikmah di balik perintah ini adalah agar anak dapat mempelajari
hukum-hukum ibadah sejak masa pertumbuhan. Sehingga ketika anak
tumbuh besar, ia telah terbiasa melakukan dan terdidik untuk mentaati Allah
SWT, melaksanakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya, kembali kepada-Nya,
berpegang kepada-Nya, bersandar kepada-Nya dan berserah diri kepada-
Nya. Disamping itu anak akan mendapatkan kesucian ruh, kesehatan
jasmani, kebaikan akhlak, perkataan dan perbuatan didalam berbagai bentuk
ibadah. Said Agil juga memandang bahwa pendidikan tauhid sejak dini pada
anak merupakan dasar pendidikan agama Islam yang diharapkan dapat
membentuk nilai-nilai pada diri anak setidaknya unsur-unsur agama Islam
yaitu:107 Keyakinan atau kepecayaan terhadap ke-Esa-an Allah SWT
(adanya Tuhan) atau kekuatan ghaib tempat berlindung dan memohon
pertolongan, melakukan hubungan sebaik-baiknya dengan Allah guna
mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat, mencintai dan
107 Sa d gil usain Al Munawwar, Aktualisasi Nilai-nilai Al Qur' n dalam Sistem Pendidikan Isl m (Ciputat: Ciputat Press, Ciputat, 2005), 27.
72
melaksanaan perintah Allah SWT serta larangan-Nya, dengan beribadah
yang setulus-tulusnya dan meninggalkan segala yang tidak diizinkan-Nya.
Dalam pasal ini juga dijelaskan bahwa penuntut ilmu hendaklah
menekuni satu bidang ilmu sebelum berpindah ke ilmu yang lain. Hal ini
sejalan dengan pemikiran al-Ghaz ly. Menurutnya, upaya peserta didik
secara sungguh-sungguh dalam belajar sehingga ia menguasai penuh materi
pembelajaran dengan baik ibarat seseorang saat diberitahu oleh seorang
sultan akan diangkat menjadi menteri. Tentu orang yang bersangkutan akan
mempersiapkan segalanya, baik pakaian, fisik, rumah, dan alat kelengkapan
lainnya. Intisari mempelajari ilmu adalah mendekatkan diri kepada Allah
SWT, maka pada saat mempelajari ilmu, seorang peserta didik dituntut
menyiapkan dirinya secara serius sampai ia menemukan dirinya dekat
dengan Tuhannya.108 Dalam pandangannya, “menguasi penuh materi
pembelajaran” adalah indikator ketuntasan seorang peserta didik dalam
belajar dan menjadi titik tolak baginya dalam melanjutkan aktivitas belajar
untuk mempelajari materi pembelajaran berikutnya. Lebih dari itu, dalam
membelajarkan materi pembelajaran dengan strategi belajar tuntas ini, ia
memiliki pemikiran bahwa peserta didik tidak melanjutkan pengkajian lebih
dalam kepada materi pembelajaran berikutnya sebelum materi pembelajaran
yang sedang dipelajari dikuasai dengan sempurna. Dalam kitab I y ’ ‘Ulūm
al-Dīn, ia menyatakan :
“Seorang peserta didik tidak mendalami satu bidang ilmu (materi pembelajaran) sehingga ia menguasai dengan baik bidang ilmu (materi pembelajaran) sebelumnya. Sesungguhnya ilmu itu bertingkat-tingkat dengan tingkatan yang pasti. Sebagian ilmu menjadi pengantar bagi memahami sebagian ilmu lainnya. Orang yang sukses adalah orang yang memelihara urutan dan gradasi itu.”
Pernyataan al-Ghaz ly di atas didasarkan kepada penemuannya bahwa
sifat ilmu itu bertingkat-tingkat dengan tingkatan yang pasti. Sebagian ilmu
ada yang menjadi pengantar bagi memahami sebagian ilmu lainnya.
108 Abd al-Ghinà 'Abūd, al-Fikr al-Tarbawiyy 'inda al-Ghaz ly kama Yabdū min Ris latih
(Ayyuhà al-Walad (Beirut: D r al-Fikr al-'Arabiy, 1982), 226.
73
Menurutnya, keberhasilan belajar terletak pada upaya orang yang
bersangkutan dapat memelihara gradasi dan tingkatannya.
Kemudian al-Zarnūjy memberikan saran kepada para pelajar untuk
mencari dan memilih teman yang pantas untuk dijadikan teman, yaitu
orang-orang yang mempunyai sifat terpuji. Menurutnya seorang pelajar
harus memilih teman yang rajin, pintar, mempunyai sifat wara’, serta
istiqomah, memahami ayat-ayat suci al-Qur’an serta hadith-hadith Nabi
Muhammad SAW, dan juga menjauhi teman yang malas, banyak bicara,
perusak dan tukang fitnah. Ia menegaskan:109
تار بغي أن اجد والورع وصاحب الطبع امستقيم وامتفهم ويفر من الكسان في وامفسد والفتان وامعطل وامكثار
Artinya: "Hendaklah seorang murid memilih teman yang tekun belajar, bersifat wara', berwatak istiqamah, dan yang pandai. Dan jangan berteman dengan orang yang malas, yang suka nganggur,banyak bicara, yang suka merusak dan suka memfitnah”.
Selanjutnya Shaikh al-Zarnūjy menjelaskan pentingnya
bermusyawarah dalam segala urusan, termasuk dalam memilih guru, kitab
sehingga seseorang tidak boleh meninggalkannya sebelum menyelesaikan
kitabnya. al-Zarnūjy juga menerangkan pentingnya kesabaran dan
ketabahan hati dalam menghadapi seorang guru, kitab yang di pelajari serta
sabar dalam mengatasi nafsu, ujian, dan cobaan.
5. Nilai Kedisiplinan.
Pasal ini menerangkan bahwa orang yang mencari ilmu itu harus
bersungguh-sungguh dan terus menerus. al-Zarnūjy juga menjelaskan
pentingnya mengulang-ulang pelajaran yang sudah dipelajari, serta
menyebutkan saat-saat yang tepat dan penuh berkah mengulangi pelajaran
tersebut. Orang yang mencari ilmu tidak boleh terlalu banyak tidur malam
yang menyebabkan banyak waktu terbuang sia-sia, dan dianjurkan bagi
setiap pelajar untuk banyak bangun pada tengah malam yang digunakan
untuk belajar dan mencari keridhaan Allah SWT. Selanjutnya ia
109 Ibr h m Ibn Ism ’ l, Syar ...,15.
74
menjelaskan bahwa untuk memperoleh ilmu yang berkah harus menjauhi
maksiat.
Dalam pasal tentang disiplin (al-jid), ketekunan (al-muwa abat), dan
kesungguhan (al-himmat) al-Zarnūjy mengatakan:110
د وامواظبة وامازمة طلب شيئا وجد وجد من قرع الباب وج وج من م ابد من ا
Artinya: “Kemudian tidak boleh tidak bagi seorang penuntut ilmu untuk bersungguh-sungguh dalam belajar, tekun, dan kontinyu, karena barang siapa yang mencari sesuatu dan rajin maka ia akan mendapatkannya, dan barang siapa yang mengetuk pintu, kemudian dia bersungguh-sungguh pasti dia akan masuk”
Dalam hal pentingnya disiplin dalam menuntut ilmu Ya yà ibn
Kath r111 pernah berkata: L Yustata’ al-‘Ilm bi R hat al-Jism (Tidak akan
didapat ilmu itu dengan banya istirahat). Bad ’ al-Zam n112 juga pernah
berkata: Ilmu tidak bisa diperoleh dengan busur panah, ilmu tidak bisa
dilihat didalam mimpi, ilmu tidak bisa diwarisi dari keluarga, akan tetapi
ilmu itu laksana sebuah pohon yang harus ditanam dengan penuh perhatian
agar bisa tumbuh dan berbuah, disirami dengan ketekunan dalam belajar,
dan didapat buahnya dengan duduk bersandar di batu, beralaskan tanah liat,
selalu berjaga sepanjang malam, mempersedikit tidur.113
Untuk menggapainya diperlukan usaha sungguh-sungguh dan serius
karena akan berhadapan dengan banyak rintangan, hambatan, dan masalah.
Oleh karena itu, al-Zarnūjy menganjurkan agar setiap pelajar untuk tetap
bersemangat.
110 Ibid., 20.
111 Al Im m, al-H fiẓ, al- ujjat, al-‘ bid Nasr Yahyà ibn Aby Kath r al- ’iy. Beliau wafat pada tahun 129 H. Salah seorang ulama’ besar yang selalu teguh membela kebenaran. Beliau tidak pernah menerima riwayat hadits kecuali daro orang yang Thiqat.
`112 Nama lengkapnya adalah Abu al-Fa l Ahmad ibn Husain ibn Yahyà al-Hamdani. Beliau lahir pada tahun 358 H, Salah satu karangannya yang sangat terkenal adalah kitab al-Maqamat. Ia terkenal sebagai ulama’ yang ahli dalam bidang sastra, sosok yang terkenal karena kuat hafalannya, akan tetapi banyak orang yang iri kepadanya sehingga beliau wafat dalam keadaan masih berumur 40 tahun karena diracun, Ia wafat di Hirah pada tahun 398H.
113 Lihat Hab b Zain ibn Ibr h m Bin Sumai , al-Manhaj..., 136.
75
Pendapat al-Zarnūjy tersebut kemudian mendapatkan respon para ahli
psikologi, walaupun setelahnya beliau menjelaskan hadith; “Badanmu
adalah tungganganmu, maka kasihanilah padanya” yang secara zohir
berlawanan dengan ungkapan awalnya. Karena dalam ilmu kejiwaan,
pikiran seseorang itu membutuhkan sebuah istirahat dan ketenangan berupa
refreshing atau sejenisnya yang bisa membuat otak seseorang bisa tenang
dan tidak jenuh dengan kegigihan belajarnya, karena melihat realita yang
ada rata-rata orang-orang yang gigih dalam belajar bahkan tidak
menyempatkan waktunya sedikitpun untuk istirahat itu menjadi stres dan
stres itulah yang tidak boleh ada dalam kehidupan seseorang karena jika
keseringan stres maka otaknya akan menjadi tidak sehat dan tidak
sempurna. Maka bagaimana jika kita hidup dengan pikiran tidak sehat, oleh
karena itu dalam belajar tidak mesti terlalu serius, jika seorang pelajar bosan
dengan belajar maka cari sesuatu yang baru dengan merefreshing pikiran.
Padahal hasil riset otak menunjukkan bahwa suasana belajar tegang
dan membosankan, atau peserta didik dalam keadaan stres, bagian limbik
otak akan mengeluarkan zat kimia cortsol yang akan mempengaruhi fungsi
bagian cortex menjadi tidak optimal dalam berfikir dan beranalisis. Limbik
otak sering disebut ”emotional mind” yaitu bagian otak yang akan
meningkatkan kinerja cortex dalam proses belajar kalau suasana emosi
seseorang sedang dalam keadaan gembira dan rileks, sehingga isi pelajaran
lebih mudah dimengerti.
Dalam pasal ini terdapat suatu qaul yaitu dalam kesuksesan belajar
dibutuhkan tiga faktor kesungguhan yaitu pelajar, guru, dan orang tuanya.
Padahal masih banyak faktor-faktor lain yang menunjang seorang pelajar
untuk menjadi orang yang sukses diantaranya yaitu kesungguhan dari
pengayom yaitu pemerintah dengan menyediakan fasilitas-fasilitas belajar,
jika tidak ada kesungguhan tersebut maka apa jadinya belajar tanpa
fasilitasnya, tentu tidak efektif dalam proses belajar-mengajarnya.
76
C. Internalisasi Pendidikan Nilai di Pondok Pesantren Darul Abror NW
Gunung Rajak
Setelah peneliti menemukan pendidikan nilai yang terkandung dalam
dokumen kitab Ta’līm al-Muta’allim, peneliti kemudian melakukan observasi
langsung ke pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak untuk
melakukan wawancara dengan berbagai pihak yang berkaitan dengan judul
penelitian.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terkait fokus-fokus penelitian
di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak yang dilaksanakan dalam
jangka waktu kurang lebih sepuluh bulan dari bulan maret sampai bulan
desember 2016, peneliti mendapatkan jawaban yang relevan dengan rumusan-
rumusan masalah yang diajukan peneliti. Tidak hanya itu, peneliti juga
melakukan observasi (pengamatan langsung) guna menyesuaikan jawaban-
jawaban yang diperoleh melalui teknik wawancara agar data yang diperoleh
lebih valid. Bentuk observasi atau pengamatan yang dilaksanakan berupa
kegiatan pembiasaan yang dilakukan guru berupa pembiasaan harian maupaun
kegiatan mingguan dimadrasah yang merupakan budaya pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak, selain itu, peneliti juga mengamati kegiatan
belajar mengajar di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak.
Dalam menginternalisasikan pendidikan nilai yang terdapat dalam kitab
Ta’līm al-Muta’allim, setiap lembaga madrasah tidak dituntut untuk
menghabiskan semua materi dari ketiga belas pasal yang ada dalam kitab
Ta’līm al-Muta’allim dalam jangka waktu tertentu atau sesuai dengan silabus
yang ada, akan tetapi diberikan kebebasan untuk menerapkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang ingin diterapkan dan dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan lembaga madrasah tersebut.
Menurut Drs. H. Masrun, M.Pd. Sekretaris Pondok Pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak:
“Materi atau isi kitab ta’lim pada dasarnya merupakan bagian dari prinsip-prinsip Islam sejak awal. Materi ini tak ubahnya merupakan upaya mendidik diri dan siswa untuk hidup bersih dan sederhana serta patuh melaksanakan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.
77
Sedangkan di Lembaga Pendidikan Islam kita lebih banyak mengenal ajaran sopan santun atau kode etik siswa di sekolah lewat Kegiatan belajar mengajar yang berupa pengajaran kitab ta’lim. Secara umum tujuan pengajaran kitab Ta’lim Muta’alim adalah untuk membantu siswa dalam memahami dirinya dan lingkungannya dalam menuntut ilmu, memilih guru, ilmu, teman, dan sebagainya, baik di sekolah maupun di tempat-tempat lain dan kode etik dalam menuntut ilmu yang akan membentuk akhlak atau sikap yang sesuai, serasi dan seimbang dengan diri dan lingkungannya.”
Ia melanjutkan bahwa:
“Kitab Ta’līm al-Muta’allim sudah mulai diajarkan di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak sebelum tahun 2000 M. Pembina pondok pesantren waktu itu TGH. Lalu Anas Hasyri mulai mengajarkan kitab tersebut di aula asrama santri dengan sistem halaqoh yang diikuti oleh eluruh peserta didik-peserta didikwati khusus yang “mondok” di asrama sekitar lingkungan pesantren karena kitab Ta’līm al-Muta’allim pada waktu itu belum dimasukkan dalam kurikulum formal pesantren.”
Ia melanjutkan bahwa:
“Internalisai pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak maka sangat terlihat jelas perubahan yang sangat segnifikan pada peserta didik, perubahan yang paling nampak adalah bahwa peserta didik mempunyai etika yang tinggi, sopan santun, dan budi pekerti yang mulia.
Ia kemudian menambahkan: “Pembelajaran ta’lim muta’alim sangat berpengaruh terhadap akhlakul karimah, dengan memperoleh pembelajaran ta’lim muta’alim siswa dapat mengetahui mana akhlak yang baik dan tidak, serta bagaimana harus berperilaku baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembentukan akhlak siswa, hendaknya setiap guru menyadari bahwa dalam pembentukan akhlak sangat diperlukan pembinaan dan latihan-latihan akhlak pada siswa bukan hanya diajarkan secara teoritis, tetapi harus diajarkan ke arah kehidupan praktis.”
Selanjutnya Drs. H. Masrun. M.Pd. memaparkan bahwa:
“Tenaga pengajar yang selalu istiqomah mengajarkan kitab Ta’līm al-Muta’allim di MTs dan MA Mu’allimin NW Gunung Rajak dari tahun 2000 M sampai sekarang adalah TGH Lalu Anas Hasyri, alumnus madrasah al-
aulatiyah, Makkah al-Mukarramah.
Secara umum berdasarkan teori yang ada, terdapat beberapa cara dalam
menginternalisasikan pendidikan nilai dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim
78
seperti pembiasaan, keteladanan, internalisasi pendidikan nilai, dan melalui
kegiatan ekstrakulikuler yang diadakan oleh madrasah. Hal tersebut tergantung
bagaimana pondok pesantren itu sendiri mengatur dan mensiasati agar
pendidikan nilai terutama yang terdapat dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim
berhasil diinternalisasikan dengan baik sesuai perencanaan dan kemampuan.
Sehingga bila dideskripsikan internaisasi pendidikan nilai di pondok
pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak melalui kitab Ta’līm al-Muta’allim
dilaksanakan melalui cara-cara sebagai berikut:
a. Keteladanan.
Pendidikan nilai tersebut sangat ditekankan di pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak. Hal tersebut tampak dari kegiatan setiap
pagi yang dikenal dengan tiga S yaitu senyum salam dan sapa. Kegiatan
tersebut dimulai dari kehadiran guru yang lebih awal dibanding para
peserta didik sekaligus memberikan contoh teladan kepada mereka,
selanjutnya guru yang bertugas berdiri didepan gerbang madrasah untuk
menyambut para peserta didik dengan menerapkan 3 S tersebut.114
Menurut Drs.H. Masrun, M.Pd.115 untuk menjadi tenaga pengajar
kitab Ta’līm al-Muta’allim di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung
Rajak dibutuhkan persyaratan khusus, diantaranya adalah dewasa dalam
berfikir, bersikap, bertindak, kemudian harus memiliki tingkat keilmuan
dalam bidang agama yang tinggi, bisa menguasai kitab kuning, alumnus
timur tengah, serta menjadi tokoh dan panutan di tengah-tengah
masyarakatnya. Ia melanjutkan bahwa keberhasilan Rasulullah SAW
dalam menyampaikan dakwah serta merubah peradaban dunia tidak
terlepas dari nilai keteladanan yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
114 Observasi, Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim,
Senin, 17 Mei 2016. 115 Drs.H. Masrun, M.Pd. Sekretaris Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak,
kesehariannya juga ia sebagai pengawas pendidikan agama islam kementerian agama kabupaten Lombok Timur.
79
Keteladanan yang diabadikan oleh Allah SWT didalam al-Qur’ n dengan
ungkapan Uswah Hasanah.116
Menurut TGH Lalu Jalaluddin Lukman:117
“Internalisasn pendidikan nilai lewat pengajaran kitab Ta’līm al-Muta’allim tidak hanya sekedar mentransfer ilmu saja, tidak hanya menghabiskan seluruh materi pasal dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim, tidak hanya menghafal seluruh bait sya’ir yang terdapat dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim, bahkan tidak hanya dengan melalui evaluasi atau tes tertulis mingguan, mid, serta ujian semester, akan tetapi yang sangat mendukung penanaman pendidikan nilai adalah keteladanan. Ini dibuktikan dengan adanya syarat tertentu untuk menjadi guru kitab Ta’līm al-Muta’allim.”
Hal ini menunjukkan bagaimana keteladanan itu kemudian menjadi
salah satu faktor dominan keberhasilan seorang guru dalam
menginternalisasikan pendidikan nilai di Pondok Pesantren Darul Abror
NW Gunung Rajak.
Kegiatan-kegiatan keteladanan yang diterapkan di Pondok Pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak, nampak melalui beberapa bentuk
penanaman nilai, diantaranya:
1. Setiap guru membawa kitab dengan tangan kanan dan di angkat
sejajar dengan dada diatas pusar. Hal ini memberikan keteladanan
kepada peserta didik tentang bagaimana menghormati ilmu;
2. Penanaman nilai akhlak Islami dengan berpakaian islami yang
menutup aurat. Bahakan guru kitab Ta’līm al-Muta’allim selalu
mengajarkan kitab tersebut dengan memakai topi yang berwarna putih
dan memakai pakaian tūf118;
3. Penanaman budaya minat baca;
4. Penanaman budaya bersih diri.
116 H. Hairil Anwar, M.Pd. Pengurus Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak,
Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin NW Gunung Rajak, Kamis, 19 Mei 2016.
117 TGH Lalu Jalaluddin Lukman, Dewan Pengajar Asrama Santri dengan system halqoh di Pondok Peantren Darul Abror, Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin NW Gunung Rajak, Rabu, 25 Mei 2016.
118 Masyhudi Darsi, M.Pd. merupakan pengurus Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak.
80
b. Pembiasaan.
Penanaman nilai-nilai melalui pembiasaan adalah salah satu bentuk
pelaksanaan pendidikan nilai yang diterapkan di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan agar para
peserta didik pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak mengenal
dan menerima nilai-nilai sebagai milik mereka dan menjadikannya sebagai
bagian dari mereka. Menurut Masyhudi Darsi, M.Pd.119 penanaman
pendidikan nilai di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak lebih
menekankan pada pembiasaan, alasannya karena karakter bersifat
spontanitas sehingga hal positif tersebut akan muncul dari diri anak.
Pernyataan dan alasan di atas sejalan dengan analisis yang
disampaikan Thomas Lickona, menurutnya pelaksanaan nilai-nilai
merupakan upaya untuk mengukir akhlak atau etika. Hal tersebut dapat
dilakukan melaui tiga proses, yaitu knowing the good, loving the good, and
acting the good. Pada akhirnya, proses pendidikan tersebut melibatkan
semua aspek pada peserta didik, seperti aspek kognitif, emosi, dan fisik,
sehingga akhlak mulia bisa terwujud menjadi habit of the mind, heart and
hands.
Dengan terwujudnya habit of the mind, heart and hands
mencerminkan telah tertanamnya pendidikan nilai pada diri peserta didik
dan menjadi bagian dari diri peserta didik yang sulit untuk tidak
dilaksanakan karena sudah menjadi kebiasaan.
Dalam menanamkan pendidikan nilai melalui pembiasaan, Pondok
Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak memiliki budaya tiga S yang
dilaksanakan setiap hari setelah tiba di madrasah. Tiga S tersebut adalah
senyum, salam, dan sapa. Senyum dilaksanakan antar peserta didik, dan
juga antara peserta didik dengan guru. Kemudian dilanjutkan dengan salam
yang sempurna (Assal m ‘alaikum warahmat All h wa Barak tuh). Hal ini
dilaksanakan untuk menciptakan suasana harmonis dan kasih sayang,
119 Pakaian yang biasa digunakan oleh orang-orang Arab yang menyerupai rok pakaian wanita. Pakaian ini biasanya digunakan oleh para Kiai atau Tuan Guru yang sudah menimba ilmu di Timur Tengah.
81
sebab seorang guru ibarat bapak bagi seorang murid sebagaimana yang di
sebutkan oleh al-Zarnūjy dalam kitabnya dengan istilah ( فصل في تعظيم العلم
.(وأهله
Peneliti juga melihat bahwa para peserta didik tidak hanya dibiasakan
untuk mengucapkan salam setiap bertemu dengan guru dan teman, tapi
juga seorang peserta didik dibiasakan untuk berjabat tangan dengan
mencium tangan guru. Budaya tersebut terlaksana dengan baik disebabkan
adanya kesadaran diri dari seluruh asatidh , peserta didik dan keluarga
besar pesantren. Dan ternyata ini juga yang di terapkan oleh pembina
pondok pesantren TGH. Lalu Anas Hasyri. Karena memang sosok dan
kepribadian beliau yang terkenal murah senyum santun kepada setiap
orang yang beliau jumpai tanpa pandang bulu dan strata sosial di tengah-
tengah masyarakat. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan rasa harmonis
(shafaqat) antara guru dan peserta didik.
Sementara itu, menurut hasil wawancara dengan pembina pondok
pesantren darul abror yaitu TGH. Lalu Anas Hasyri120 bahwa:
“Pembiasaan-pembiasaan yang diterapkan sebelum masuk kelas adalah berbaris di halaman madrasah sebelum masuk kelas yang dilaksanakan secara menyeluruh dilanjutkan dengan membaca surat Y s n secara berjama’ah, kemudian membaca do’a al t Ẓah atain secara bersama-sama, baru kemudian para peserta didik memasuki kelas masing-masing dan dilanjutkan dengan membaca surat-surat pendek yang dibimbing lansung oleh guru yang bersangkutan.”121
Demikian juga TGH. Lalu Anas Hasyri, menjelaskan bahwa
pendidikan nilai yang dikembangkan di Pondok Pesantren Darul Abror
NW Gunung Rajak adalah nilai-nilai yang bisa diterapkan sehari-hari di
lingkungan madrasah sebelum mereka terapkan ditengah-tengah keluarga
dan masyarakat.
120 TGH.L. Anas Hasyri merupakan pendiri sekaigus Pembina pondok peantren Daru Abror
NW Gunung Rajak 121 TGH. Lalu Anas Hasyri, Guru kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin NW
Gunung Rajak sekaligus pembina pondok pesantren , Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin NW Gunung Rajak, Senin, 20Juni 2016.
82
Selanjutnya, Drs H. Masrun, M.Pd. Sekretaris Pondok Pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak juga menjelaskan bahwa sejak tahun 2013
M pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak juga membentuk
group Ha rat yang direkrut dari para peserta didik di pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak. Mereka diasuh dan dibina oleh Lalu
Muhammad Sirojut Tholibin, S.Pd.I putra TGH.Lalu Anas Hasyri
sekaligus salah satu dewan asatidh di MTs. NW Gunung Rajak. Hal ini
bertujuan agar semua peserta didik senang untuk membaca sholawat, dan
menanamkan rasa kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW.122
Adapun pembiasaan-pembiasaan yang lain dari hasil observasi
langsung peneliti adalah melalui beberapa kegiatan yang dilaksanakan di
lingkungan pesantren yaitu mengadakan acara-acara keagamaan dalam
setiap moment Perayaan Hari Besar Islam (PHBI). Dalam kegiatan ini para
ulama’ diundang untuk memberikan pengajian yang diikuti oleh semua
peserta didik, wali peserta didik, dan semua lapisan masyarakat.
c. Proses Pembelajaran.
Internalisasi pendidikan nilai di Pondok Pesantren Darul Abror NW
Gunung Rajak juga diterapkan melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran tersebut berupa pendidikan nilai yang di sampaikan melalui
mata pelajaran kitab Ta’līm al-Muta’allim dan juga mata pelajaran yang
lainnya.
Menurut TGH. Lalu Anas Hasyri menjelaskan bahwa:
“Dalam mengajarkan materi kitab Ta’līm al-Muta’allim guru yang
bersangkutan tidak hanya mengajarkan kitab Ta’līm al-Muta’allim saja,
akan tetapi diintegrasikan juga dengan kitab-kitab penunjang yang lain
baik di MTs, maupun MA Mu’allimin NW Gunung Rajak. Hal ini
bertujuan untuk lebih memperdalam dan mempertajam materi yang
disampaikan, disamping untuk memperluas wawasan peserta didik. Kitab-
kitab tersebut diantaranya: al-Manhaj al-Sawy Shar U ul arīqat al-S d t
122 Drs. H. Masrun, M.Pd. Sekretaris Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak,
Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin NW Gunung Rajak, Selasa, 5 Juli 2016.
83
‘Aly Ba ‘Alawy, dan kitab al-Faw id al-Mukht rat li S lik arīq al-
khirat. Kedua kitab tersebut adalah karangan Shaikh al-ab b Zain ibn
Ibr h m ibn Sumai .123
Menurut Hilman, M.Pd, Waka Kesiswaan MA Mu’allimin. NW
Gunung Rajak:
“Penanaman pendidikan nilai di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak diterapkan melalui internalisasi pembelajaran karena hal tersebut merupakan tuntutan berdasarkan kurikulum Kementrian Agama yang harus dipenuhi bagi setiap madrasah saat ini. Setiap guru yang menyampaikan materi pelajaran di arahkan untuk selalu menanamkan pendidikan nilai kepada peserta didiknya. Para guru juga diarahkan untuk memulai proses belajar mengajar dengan berdo’a. Terlebih lagi dengan lahirnya kurikulum 2013 dimana semua guru ikut bertanggung jawab dalam proses pendidikan nilai.”124 Berdasarkan paparan tersebut, para guru sebagai orang yang selalu
bersentuhan dengan peserta didik haruslah memilih metode sesuai kondisi
dengan memperhatikan prinsip-prinsip yang ada. Hal itu agar internalisasi
pendidikan nilai melalui integrasi pembelajaran dapat berjalan efektif.
Ta’līm al-Muta’allim sebagai unsur esensi dalam kepribadian
manusia dapat memberi peranan positif dalam perjalanan kehidupan
manusia, selain kebenarannya masih dapat diyakini secara mutlak. Dalam
hal pembentukan akhlak remaja, Ta’līm al-Muta’allim mempunyai peranan
yang sangat penting dalam kehidupannya. Ta’līm al-Muta’allim berperan
sebagai pengendali tingkah laku atau perbuatan yang terlahir dari sebuah
keinginan yang berdaran emosi. Jika ajaran agama sudah terbiasa
dijadikannya sebagai pedoman dalam kehidupannya sehari-hari dan sudah
ditanamkannya sejak kecil, maka tingkah lakunya akan lebih terkendali
dalam menghadapi segala keinginan yang timbul.
123 TGH. Lalu Anas Hasyri, Pembina Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak,
Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin , Kamis, 21 Juli 2016.
124 Hilman, M.Pd. Waka Keisiswaan MA Mu’allimin NW Gunung Rajak, Hasil Wawancara Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Muallimin di ruang kepala Waka MA Mu’allimin NW Gunung Rajak, Sabtu, 6 Agustus 2016.
84
d. Ekstrakurikuler.
Selain penanaman pendidikan nilai yang di iinternalisasikan dengan
metode pembiasaan, proses pembelajaran dan keteladanan. Internalisasi
pendidikan nilai di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak juga
diterapkan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan di lingkungan
pesantren pada waktu sore dan malam hari. Kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan yang dilaksanakan pihak madrasah diluar rutinitas
formal madrasah, sehingga madrasah memiliki kebebasan untuk
mengadakan kegiatan ekstrakurikuler sesuai kebutuhan madrasah tersebut.
Diantara kegiatan tersebut adalah:
1. Ta f z al-Qur’ n. Kegiatan Ta f z al-Qur’ n diadakan di aula Pondok
Pesantren dan setiap peserta didik yang ikut dalam kegiatan menghapal
al-Qur’an diwajibkan untuk tinggal (mondok) di Asrama Peserta didik
Pondok Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. Kegiatan ini sangat
membantu penenaman nilai-nilai religius di lingkungan pesantren.
2. Ta f z Kitab. Kegiatan Ta f z Kitab diadakan di aula Pondok Pesantren
dan setiap peserta didik yang ikut dalam kegiatan menghapal kitab
diwajibkan untuk tinggal (mondok) di Asrama Peserta didik Pondok
Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. Kegiatan ini sangat
membantu penenaman nilai-nilai religius peserta didik.
3. Kesenian. Penanaman pendidikan nilai melalui kegiatan kesenian. Para
peserta didik yang dipilih melalui seleksi yang mempunyai bakat seni
kemudian dibina di Asrama Peserta didik Pondok Pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak yang dan dibina langsung oleh pembina
pondok pesantren. Kesenian tersebut meliputi:
a) Tilawah;
b) Kasidah/Ha rat.
Menurut TGH. Zainul Anshori, Lc:
“Dalam menerapkan pendidikan nilai di madrasah terdapat beberapa hambatan yang terkadang menghambat tujuan dan target yang ingin dicapai. Hambatan-hambatan tersebut adalah SDM Guru yang masih kurang, sehingga mereka kurang mampu menyampaikan tujuan
85
pembelajaran nilai sesuai harapan, begitu juga guru tilawah, dan guru olah raga yang terbatas. Adapun upaya-upaya yang dilakukan oleh sekolah adalah dengan mendatangkan guru dari luar, pengadaan sarana yang memungkinkan dan meminjam fasilitas pada instansi lain demi berjalannya kegiatan tersebut.125 Sementara menurut Muhammad Amrullah, SS:
“Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan nilai melalui integrasi pembelajaran adalah konsentrasi para peserta didik yang buyar karena karakter peserta didik yang berbeda-beda. Selain itu, yang menjadi hambatan adalah kurangnya SDM guru dalam hal ini metode yang digunakan untuk mengajarkan materi tentang nilai-nilai kepada para peserta didik. Adapun upaya yang dilakukan adalah berusaha mencari metode lain dengan tidak hanya terpaku pada satu metode, selain itu mengajak para peserta didik untuk belajar di luar kelas agar tidak bosan.”126 Pernyataan di atas tidak jauh berbeda dengan yang disampaikan Abu
Bakar, S.Pd.I ia mengatakan:
“Hambatan-hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan nilai adalah perbedaan kemampuan para peserta didik, dan minimnya kreatifitas guru dalam mengolah materi sehingga mudah diterima para peserta didik. Adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut adalah menggunakan beberapa metode dan memberikan pengarahan dan contoh secara berulang-ulang kepada para peserta didik.127 Sementara menurut Lalu Sunardi, pada dasarnya peranan madrasah
dalam mendukung penanaman pendidikan nilai memang sampai saat ini
masih dirasakan belum maksimal.
Hambatan-hambatan tersebut berdasarakan observasi di lapangan
memang menjadi kendala dan penghambat yang dihadapi Pondok
Pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak dalam mencapai tujuan masing-
masing. Namun seiring tuntutan masyarakat agar Pondok Pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak mampu melahirkan generasi yang cerdas secara
125 TGH Zainul Anshori,Lc, Dewan Pengajar Asrama Santri dengan system halqoh di Pondok Pesantren Darul Abror, Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Nilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim, Selasa 16 Agustus 2016.
126 Muhammad Amrullah, SS. Dewan Guru MTs. NW Gunung Rajak, Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Mu’allimin ẒW Gunung Rajak, Rabu, 24 Agustus 2016.
127 Abu Bakar, S.Pd.I. Guru MA Muallimin NW Gunung Rajak, Hasil Wawancara Tentang Internalisasi Pendidikan Ẓilai Dalam Kitab Ta’lim al-Muta’allim di MA Mu’allimin ẒW Gunung Rajak, Sabtu, September 2016.
86
intelektual dan spiritual maka berbagai upaya dan usaha ditempuh dalam
meminimalisir hambatan dan kendala yang melanda.
Adapun upaya-upaya yang dilakukan pondok pesantren Darul Abror
NW Gunung Rajak dalam menanggulangi hambatan-hambatan yang ada
antara lain:
a. Menghadirkan guru dari luar;
b. Meminjam peralatan dan sarana yang memungkinkan;
c. Menggunakan metode lain;
d. Mencari suasan baru di luar sekolah;
e. Menegur guru yang tidak disiplin;
f. Mengambil alih tugas guru yang tidak hadir.
Sementara menurut Hamzah, upaya yang harus dilakukan untuk
mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan adalah pemilihan metode
pembelajaran harus didasarkan pada analisis kondisi dan hasil
pembelajaran. Hal tersebut harus mempertimbangkan tiga prinsip yaitu:
1. Tidak ada satu metode pembelajaran yang unggul untuk semua tujuan
dalam semua kondisi;
2. Metode (strategi) pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang
berbeda pada hasil pembelajaran, dan;
3. Kondisi pembelajaran yang berbeda bisa memiliki pengaruh yang
konsisten pada hasil pengajaran.128
128 Hamzah. b. Uno, Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang
Kreatif Dan Efektif) (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 88.
87
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm al-Muta’allim.
Pendidikan nilai yang tercermin dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim yang
kemudian diinternalisasikan kepada peserta didik di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak yaitu:
1. Nilai Positive Thingking, Jujur dan Ikhlas.
Jujur dalam bahasa Arab merupakan terjemahan dari kata idq yang
artinya benar, dapat dipercaya. Dengan kata lain jujur adalah perkataan dan
perbuatan yang sesuai dengan kebenaran. Jujur juga merupakan induk dari
sifat-sifat terpuji.
Paul Suparno menyebutkan bahwa kejujuran merupakan segala
sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sesuai dengan hati nurani dan
norma yang ada. Kejujuran merupakan nilai yang perlu dimiliki oleh setiap
orang, maka perlu ditanamkan secara terus menerus dalam kehidupan
manusia, baik itu sikap atau prilaku yang berhubungan dengan Tuhan,
hubungan dengan diri sendiri, hubungan dengan keluarga, hubungan
dengan masyarakat dan bangsa, maupun yang berhubungan dengan alam
sekitarnya. Penanaman nilai kejujuran bisa dilaksanakan disekolah melalui
setiap aktivitas yang ada disekolah, baik dalam hubungan antara peserta
didik dan guru, peserta didik dan teman-temannya, maupun peserta didik
dan semua orang yang terlibat dalam pendidikan disekolah.129 Allah SWT
berfirman:
. يصلح لكم اعمالكم و يـغفرلكم يـايـها الذيـن اموا اتـقوا ه و قـولوا قـوا سديـدا
ذنـوبكم، و من يـطع ه ورسوله فـقد فاز فـوزا عظيما
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
129 Paul Suparno dkk, Pendidikan Budi Pekerti Untuk SMU-SMK (Yogyakarta: Kanisius,
2003), 54.
88
amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” Q.S. Al -A z b (33): 70-71.130 Kejujuran dalam pandangan al-Ghaz ly dapat dibagi menjadi 5
macam, yaitu:131
a) idq fi al-Qaul (jujur saat berucap). Jujur saat berkata adalah harga
yang begitu mahal untuk mencapai kepercayaan orang lain. Orang
yang dalam hidupnya selalu berkata jujur, maka dirinya akan
dipercaya seumur hidup. Tetapi sebaliknya, jika sekali dusta, maka
tak akan ada orang yang percaya padanya. Orang yang selalu
berkata jujur, bukan hanya akan dihormati oleh manusia, tetapi
juga akan dihormati oleh Allah Swt;
b) idq fi al-Niat (jujur dalam berniat). Hati adalah poros anggota
badan. Hati adalah barometer kehidupan. Hati adalah sumber dari
seluruh gerak langkah manusia. Jika hatinya bersih, maka seluruh
perilakunya akan mendatangkan manfaat. Tapi jika hatinya keruh,
maka seluruh perilakunya akan mendatangkan bencana;
c) idq al-’Azm (jujur dalam niat yang kuat). Jujur dalam
kesungguhan hati untuk mengerjakan hal-hal yang positif, tanpa
ada keraguan yang menyebabkan seseorang gagal melaksanakan
hal-hal yng positif tersebut;
d) idq al-’Amal (jujur kala berbuat). Amal adalah hal terpenting
untuk meraih posisi yang paling mulia di surga. Oleh karena itu,
kita harus selalu mengikhlaskan setiap amal yang kita lakukan;
e) idq al-waf ’ fi al-‘Azm (jujur dalam melaksanakan niat). Niat
yang baik membuat seseorang berharap melaksanakan niat
tersebut. Niat yang benar tersebut kemudian dilaksanakan dengan
sempurna sesuai dengan syari’at;
130 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an...,604. 131 ab b Zain, Al-Manhaj..., 685.
89
f) idq al- l (jujur dalam kenyataan). Orang mukmin hidupnya
selalu berada di atas kenyataan. Dia tidak akan menampilkan
sesuatu yang bukan dirinya. Dia tidak pernah memaksa orang lain
untuk masuk ke dalam jiwanya. Dengan kata lain, seorang mukmin
tidak hidup berada di bawah bayang-bayang orang lain.
Kejujuran adalah salah satu bentuk nilai yang mesti diajarkan di
sekolah. Sikap jujur tercermin dalam berurusan dengan orang lain berupa
tidak menipu, tidak mencurangi, atau mencuri dari orang lain yang
merupakan sebuah cara mendasar untuk menghormati orang lain.132
Berdasarkan pernyataan tersebut, jujur bisa diartikan sebagai perilaku
peserta didik pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak untuk
biasa mengatakan yang sebenarnya terhadap apa yang dimiliki dan
dikehendaki, tidak pernah berbohong antara sesama peserta didik, guru
dengan murid ataupun setiap orang. Wujud kejujuran di pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak juga tercermin dalam semua aspek seperti
jujur dalam ujian, mengembalikan uang yang bukan miliknya, berkata jujur
di kelas, Sebagaimana tercermin dalam pasal 2 dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim.
Sedangakan ikhlas secara etimologi sering diartikan dengan
kemurnian yang tidak dicampuri hal yang menjadi tujuan. Dalam ajaran
sufi keikhlasan adalah suatu yang diperlukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah sama ada dari sudut niat maupun tindakan.
Sayyid Mu ammad Ibn ‘Alwy Ibn ‘Abb s al-M liki al- asany
dalam kitabnya “يلي memasukkan ikhlas sebagai Al-Munjiyyat ”قل هذه س
yaitu sesuatu yang dapat memberi keselamatan kepada siapa saja yang
mengamalkannya. Ikhlas menurutnya identik dengan Iman, sambil
mengutip QS. Al-Isr ’ (17) : 19 yang artinya, “Dan barang siapa yang
menghendaki kehidupan Akhirat dan berusaha ke arah itu dengan
sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah
132
Thomas Lickona, Pendidikan Karakter (Panduan Lengkap Menididik Siswa Menjadi Pintar Dan Baik) ( Bandung: Nusa Media, 2013), 65.
90
orang-orang yang usahanya dibalas dengan baikṬ” Ayat ini juga
memberikan pemahaman bahwa motivasi orang yang beriman adalah
kehidupan Akhirat serta bersungguh-sungguh untuk meraihnya.
Seorang sufi membersihkan amal perbuatannya daripada ‘ujub,
riya’, ubb al-dunya, asad, takabbur dan sebagainya dengan mengerjakan
amal soleh semata-mata kerana Allah SWT maka dia disebut sebagai
seorang mukhlis (beramal dengan penuh keikhlasan) dan perbuatannya itu
adalah ikhlas.133
Jadi ikhlas merupakan sesuatu hal yang bersifat batiniyah dan teruji
kemurniannya dengan amalan soleh. Ikhlas adalah cahaya Allah SWT yang
Allah SWT titipkan kepada orang-orang yang Allah SWT kehendaki, oleh
karenanya ikhlas merupakan rahasia Allah SWT yang tecermin lewat
berbahgai amal kebajikan. Keikhlasan peserta didik pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak terwujud dalam bentuk kerjinan,
ketekunan, dan keaktifan para peserta didik dalam mengikuti segala
kegiatan madrasah. Mereka tidak pernah mengeluh dengan seluruh
program madrasah, bahkan beberapa kegiatan madrasah harus mereka ikuti
di tempat yang jauh dan di jam-jam istirahat. Hal ini sebagaimana
tercermin dalam pasal 2 dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim.
2. Nilai Rendah Diri (Tawaddu’).
Tawau’ dalam pengertian sederhana adalah sikap rendah hati, yaitu
perasaan memiliki kekurangan dan kelemahan di banding dengan orang
lain. Allah SWT berfirman:
هم وا نساء من نس اء ـ را م أيـها الذين آموا ا يسخر قـوم من قـوم عسى أن يكونوا خيـ بئس ااسم وا تـلمزوا أنـفسكم وا تـابـزوا ا ألقاب ـهن را م عسى أن يكن خيـ
ومن م يـتب فأولئك هم الظالمون مان الفس وق بـعد اإArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
133 M. Khatib Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran
Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani (Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, tt), .94-95.
91
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” Q.S. Al- ujur t (49): 11.134 Tunduk terhadap kebenaran adalah kemuliaan yang sebenarnya, karena ia adalah taat kepada Allah, kembali kepada kebenaran, dan membiasakan diri agar tidak terus-menerus di atas kebatilan. Karena itulah Nabi Muhammad SAW bersabda:
إا رفـعه ه ل وما تـواضع أحد
Artinya: “Tidak ada seseorang yang merendahkan diri karena Allah SWT kecuali Allah SWT akan meninggikan derajatnya.”
Ibn Jam h dalam kitabnya Tadhkirat al-S mi’ wa al-Mutakallim fi
Adab al-‘ lim wa al-Muta’allim mengemukakan etika seorang peserta
didik kepada gurunya:135
a. Murid harus mengikuti guru yang dikenal baik akhlak, tinggi ilmu dan
keahlian, berwibawa, santun dan penyayang. Ia tidak mengikuti guru
yang tinggi ilmunya tetapi tidak saleh, tidak waras, atau tercela
akhlaknya;
b. Murid harus mengikuti dan mematuhi guru. Menurut ibn jama’ah rasa
hina dan kecil didepan guru merupakan pangkal keberhasilan dan
kemuliaan. Ia memberikan umpama lain, yaitu penuntut ilmu ibarat
orang lari dari kebodohan seperti lari dari singa ganas. Ia percaya
kepada orang penunjuk jalan lari;
c. Murid harus mengagungkan guru dan meyakini kesempurnaan
ilmunya. Orang yang berhasil hingga menjadi ilmuwan besar, sama
sekali tidak boleh berhenti menghormati guru;
d. Murid harus mengingat hak guru atas dirinya sepanjang hayat dan
setelah wafa. Ia menghormati sepanjang hidup guru, meski wafat.
Murid tetap mengamalkan dan mengembangkan ajaran guru;
134 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an ..., 744. 135 Ibn Jam ’ah al-Kan ny, Tadhkirat..., 90.
92
e. Murid bersikap sabar terhadap perlakuan kasar atau akhlak buruk
guru. Hendaknya berusaha untuk memaafkan perlakuan kasar, turut
memohon ampun dan bertaubat untuk guru;
f. Murid harus menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru.
Melalui itulah ia mengetahui apa yang harus dilakukan dan dihindari.
Ia memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Meskipun guru
menyampaikan informasi yang sudah di ketahui murid, ia harus
menunjukan rasa ingin tahu tinggi terhadap informasi;
g. Murid tidak mendatangi guru tanpa izin lebih dahulu, baik guru
sedang sendiri maupun bersama orang lain. Jika telah meminta izin
dan tidak memperoleh. Ia tidak boleh mengulangi minta izin. Jika ragu
apakah guru mendengar suaranya, ia bisa mengulanginya paling
banyak tiga kali;
h. Harus duduk sopan didepan guru. Missalnya, duduk bersila dengan
tawadu’, tenang, diam, posisi duduk sedapat mungkin berhadapan
dengan guru, atentif terhadap perkataan guru sehingga tidak membuat
guru mengulangi perkataan. Tidak di benarkan berpaling atau
menoleh tanpa keperluan jelas, terutama saat guru berbicara
kepadanya;
i. Bekomunikasi dengan guru secara santun dan lemah- lembut. Ketika
guru keliru baik khilaf atau karena tidak tahu, sementara murid
mengetahui, ia harus menjaga perasaan agar tidak terlihat perubahan
wajahnya. Hendaknya menunggu sampai guru menyadari kekeliruan.
Bila setelah menunggu tidak ada indikasi guru menyadari kekeliruan,
murid mengingatkan secara halus;
j. Jika guru mengungkapkan satu soal, atau kisah atau sepenggal sair
yang sudah dihafal murid, ia harus tetap mendengarkan dengan
antusias, seolah-olah belum pernah mendengar;
k. Murid tidak boleh menjawab pertanyaan guru meskipun mengetahui,
kecuali guru memberi isyaratia memberi jawaban;
93
l. Murid harus mengamalkan tayamun (mengutamakan yang kanan).
Ketika memberi sesuatu kepada guru. Harus menjaga sikap wajar,
tidak terlalu dekat hingga jaraknya terkesan mengganggu guru. Tidak
pula terlalu jauh hingga harus merentangkan tangan secara berlebihan
yang mengesankan kurang serius.
Nilai tersebut tercermin dalam praktik para peserta didik yang
sederhana dalam berpakaian, tidak suka memamerkan kekayaan, bersikap
lemeh lembut kepada teman peserta didik, sopan santun dalam bertutur
kata dan berprilaku, tidak gaduh di ruang belajar. Sebagaimana tercermin
dalam pasal 4 dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim.
Ketika seseorang memiliki sifat tawau’, maka ia akan menghormati
orang lain, menghormati teman sebaya, menghormati guru. Prilaku peserta
didik/ peserta didik pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
tercermin melalui hal-hal sebagai berikut:
1. Menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya dengan tulus dan
ikhlas;
2. Tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan nasihat guru selama
tidak melanggar hukum Allah SWT;
3. Jujur dan setia bersama guru;
4. Bersikap rendah hati, lembut dan santun kepada guru;
5. Tidak menjelek-jelekan dan tidak memfitnah guru;
6. Tidak menghianati dan tidak menyakiti hati guru;
7. Berusaha melayani guru dengan sebaik-baiknya;
8. Selalu berusaha menyenangkan hati guru;
9. Memanggil guru dengan panggilan yang disukainya;
10. Berusaha menyukai apa yang disukai oleh guru;
11. Membiasakan diri memberikan hadiah kepada guru dan keluarganya
sebagai tanda penghormatan kepada mereka;
12. Tidak berjalan di depan guru ketika berjalan bersamanya;
13. Tidak terbahak-bahak di depan guru;
14. Tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan guru;
94
15. Selalu duduk dalam sikap sopan.
Untuk mengukur ketawadu’an Peserta Didik dalam penelitian ini,
maka ditentukan indikator sebagai berikut:
a. Peserta Didik membantu pekerjaan guru atau keluarganya
b. Patuh dan melaksanakan amanat guru dalam artian yang positif
c. Peserta Didik memperhatikan nasihat guru
d. Peserta Didik tidak menyakiti perasaan guru
e. Peserta Didik minta ijin bila berpergian
Nilai tawadu’ ini tercermin dalam berbagai kegiatan keagamaan di
lingkungan pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak. Peneliti
menemukan bahwa nilai religiusitas tersebut tergambar dalam ketekunan
para peserta didik dalam menjalankan ajaran agama Islam yang
diperintahkan oleh Allah SWT, seperti rutin melaksanakan ibadah al t
fardu dan sunat, berpuasa sunnah, kebiasaan bertutur kata yang baik dalam
setiap keadaan, membaca do’a dalam mengawali dan mengakhiri setiap
perbuatan.
Demikian juga seluruh peserta didik pondok pesantren Darul Abror
NW Gunung Rajak selalu menjaga hubungan sesama manusia, seperti
menghargai dan menghormati orang lain, saling tolong-menolong dalam
hal positif, diskusi bersama, makan bersama dan sebagainya. Nilai ini
terkandung dalam pasal pertama, bahkan tercermin dalam setiap pasal yang
terkandung dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim.
3. Nilai Respek Terhadap Guru.
Diantara kaidah-kaidah pendidikan yang disepakati oleh para sosiolog,
psikolog, dan ahli pendidikan ialah memperkuat hubungan antara seorang
guru dengan anak didik (santri), agar interaksi pendidikan berjalan dengan
sebaik-baiknya, dan agar proses pembentukan ilmu, jiwa dan moral
berhasil baik.136
136 Abdullah Nasih Ulwan, Pendidikan Anak Menurut Islam Kaidah-Kaidah Dasar,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya; 1992), 363.
95
Menurut Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip oleh Ali al-Jumbuladi
alTuwanisi, menyatakan bahwa hubungan tersebut akan menjadi akrab
apabila dilakukan di dalam kelas, karena tercipta rasa kebersamaaan yang
mendalam antara guru dan santri, disusul dengan hubungan di luar kelas.
Jika rasa kebersamaan ini berlangsung dalam batas-batas tertentu, maka
terjadilah pertemuan antara hati santri, sehingga tercipta peluang yang baik
untuk berdiskusi dan bertukar fikiran antara mereka. Hal ini dapat menjadi
faktor yang memperlancar proses pengembangan akal fikiran santri.137
Dari sini terdapat suatu petunjuk yang sejalan dengan prinsip-prinsip baru
dalam pendidikan modern, yaitu prinsip demokrasi dalam kegiatan belajar
mengajar.
Para ahli pendidikan Islam sepakat dalam menetapkan prinsip dasar
edukatif yang sangat penting, bahwa kitab atau buku tidak dapat
menggantikan posisi guru dalam pengajaran.138 Hal ini diindikasikan
bahwa para ahli pendidikan Islam mengecam gejala pemosisian buku
sebagai guru. Berpijak pada prinsip dasar tersebut mereka mengakui
urgensi peran guru dalam proses belajar mengajar, karena dalam pribadi
guru terdapat nilai-nilai dan cermin kepribadian yang berpengaruh sekali
bagi pribadi santri yang dididiknya, sebab interaksi keseharian yang
bersifat kontinyu membawa konsekuensi sikap tersendiri serta berperannya
fungsi akal yang memposisikannya dalam derajat yang lebih tinggi.
Keberadaan dan posisi seorang guru dalam dunia pendidikan terutama
pendidikan Islam memang sangat dijunjung tinggi. Tingginya penghargaan
Islam terhadap guru menurut Ahmad Tafsir adalah dengan menempatkan
kedudukan guru setingkat di bawah kedudukan Nabi dan Rasul karena
guru selalu terkait dengan ilmu pengetahuan.139 Hal ini menjadi faktor
137 H.M. Arifin (Penerjemah), Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh al-Tuwanisi,
Perbandingan Pendidikan Islam, Cet.I, (Jakarta: Rineka Cipta; 1994), 219.
138 Moch. Jawwat Ridla, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam (Prespektif
Sosiologis Filosofis), Cet. I, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya; 2002), 211, 139
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Cet. II, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya; 1994), 76,
96
yang mempengaruhi hubungan guru dan santri yang ada dalam masa
klasik, yang dijadikan keyakinan dasar, bahwa guru sebagai manusia yang
membawa misi Muhammad sebagai utusan Allah yang memiliki
kelebihan-kelebihan spiritual seperti karamah dan menjadi penyalur
(barakah). Sehingga santri harus menghormatinya dengan segala
ketundukan dan kepatuhan.140
Sebagaimana tesis sarjana barat non muslim Bayard Dodge, yang
dikutip oleh Abdurrahman Mas’ud menyatakan, “in the middle of this
primitive culture sead, destined to blossom as the intellectual heritage of
islam” (Ditengah-tengah budaya primitif ini, ajakan kenabian Muhammad
bagaikan penyebaran benih yang ditakdirkan tumbuh berkembang sebagai
warisan kecendekiawanan Islam).
Berkaitan dengan hal ini Hasan Asari, mengutip paragraf dari Nasr,
yang dianggap relevan, yaitu:
(Hubungan guru-santri dalam pendidikan Islam) selalu memiliki aspek yang sangat personal, dimana seorang penuntut ilmu mencari seorang guru, bukan lembaga, lalu mengabdikan dirinya sepenuhnya pada guru tersebut. Hubungan guru dan santri selalu intim, seorang santri menghormati gurunya seperti seorang ayah dan mematuhinya, bahkan dalam hal-hal pribadi yang tak langsung berkaitan dengan pendidikannya secara formal.141
Signifikansi hubungan guru dan santri diatas, merupakan ciri yang ada
pada zaman klasik. Menurut Fazlur Rahman, watak ilmu pengetahuan
pada masa itu ditandai oleh pentingnya individu guru yang secara sentral
fenomena ini dikenal sebagai mencari ilmu. Tersebarnya ilmu
pengetahuan Islam pada masa awal Islam berpusat pada individu-individu
bukan sekolah, sehingga pada akhir abad tersebut mayoritas ilmuwan yang
termasyhur bukanlah produk madrasah, tetapi bekas santri informal dari
guru individual.142
140 Zamakhsari Dlofier, Tradisi Pesantren( Studi Tentangg Pandangan Hidup Kyai),
(Jakarta: LP3ES, 1982), 70.
141 Nasr dalam Hasan Asari, M.A, Nukilan Pemikiran Islam Klasik Gagasan Pendidikan
AlGhozali, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, 1999), 112.
142 Fazlur Rahman, Islam, Ahsin Muhammad (terj.), (Bandung: Pustaka, 1994),269-270.
97
al-Zarnūjy dikenal sebagai tokoh pendidikan Islam klasik yang hidup
pada abad pertengahan, sehingga kondisi sosio cultural yang ada pada saat
itu, mempengaruhi pemikirannya tak terkecuali tentang pola hubungan
guru dan santri. Sehingga wajar apabila dikatakan, bahwa hubungan guru
santri menjadi sangat dekat, sebab posisi guru dipentingkan oleh santri
dalam menuntut ilmu dan pencarian ilmu oleh diri santri identik dengan
pencarian guru yang ahli dalam bidang ilmu tertentu.
Sistim pengajaran zaman klasik pada umumnya adalah sistim halaqah
(kelompok-kelompok), yakni santri yang belajar berkumpul mengelilingi
seorang guru.143 Dalam sistem ini seorang santri harus mendengarkan,
menerjemahkan kitabnya sesuai keterangan guru, memperhatikan bukunya
sendiri dengan membuat catatan-catatan dan keterangan penting,
sedangkan guru membaca, menerjemahkan, menerangkan.
Pola hubungan guru dengan santri semacam ini lebih mengacu pada
pola hubungan satu arah. Menurut Zahara Idris, model hubungan satu arah
adalah guru menjadi pusat dalam proses belajar mengajar (teacher
centered), yaitu guru menyampaikan pelajaran dengan berceramah, santri
mendengarkan dan mencatat (santri pasif). Gurulah yang merencanakan,
mengendalikan, dan melaksanakan segala sesuatunya.144
Untuk memahami diskripsi hubungan sosial antara guru dan santri
dalam kontek pemikiran al-Zarnūjy, menurut Awaluddin dalam tesisnya
dapat dipahami dari pernyataannya yang mengandung tuntutan santri
untuk berlaku tertentu dalam berhubungan dengan guru. Tuntutan tersebut
direkomendasikan dalam kontek pelaksanaan etika santri untuk
menghormati ilmu dan menjunjung tinggi nilai-nilai ilmu. Penghormatan
dan penghargaan yang tertinggi terhadap martabat guru digambarkan
secara ilmu dan menonjolkan nilai pentingnya.145
143 Ibid., 264.
144 Zahara Idris, Dasar-dasar Kependidikan, (Padang : Angkasaraya, 1987), 44.
145 Awaluddin Pimay, Konsep Pendidik Dlam Islam, (Studi Komparatif Atas Pandangan
alGhoxali dan al-Zarnuji), (Semarang : Tesis Program Paska Sarjana IAIN Walisongo; 1999), 81.
98
Konsep al-Zarnūjy ini memiliki tingkat kesesuain dengan teori Crow
and Crow, bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anaknya, sedang
hubungan guru dengan santrinya sama dengan hubungan orang tua dengan
anaknya.146 Pendapat ini member konsekuensi terhadap perasaan (tingkat
emosional) dan sikap guru sesuai dengan cita-cita orang tua terhadap
anaknya. Posisi ini harus disadari oleh kedua belah pihak, sehingga
terwujud keseimbangan dalam hak dan kewajibannya yang tercermin
dalam sikap pribadi masing-masing. Hubungan ini menunjukkan
kedekatan hubungan dari segi psikologis.
Dengan sinyalement inilah al-Ghozali dalam Ikhya Ulumuddin,
menerangkan bahwa hak seorang guru lebih besar dari hak bapak, karena
bapak menjadi sebab lahirnya anak dan kehidupan di dunia fana, sedang
guru menjadi sebab kehidupan yang kekal dan abadi. Sebagaimana hak
anak-anak dari seorang ayah adalah bekasih-kasihan dan tolong menolong
mencapai segala maksud, demikian pula kewajiban santri terhadap
gurunya.”147
Dalam hal ini al-Zarnūjy memberi anjuran kepada guru secara tegas :
“Hendaknya orang yang berilmu mempunyai sifat belas kasihan dalam memberi nasehat, jangan bermaksud jahat dan iri hati. Karena iri hati adalah sifat yang membahayakan dan tidak ada manfa’atnya.” 148
Nasehat ini mengandung pesan, supaya guru lebih memperhitungkan
aspek psikologi dan kejiwaan dalam mendidik santrinya, yaitu dengan jiwa
kasih sayang dan lemah lembut dalam memberi nasehat.
a. Berjiwa pengasih dan penyayang
Metode dan cara mendidik dengan penuh kasih sayang serta sikap
lemah lembut, dapat memperlihatkan diri yang penuh kesungguhan
146 Crow and Crow dalam HM. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di
Lingkungan Sekolah dan Keluarga., 138. 147
H. Ismalil Yakub, Tarjamah Ikhya Ulumddin al-Ghozali , Cet. XII (Jakarta : CV. Faizan, 1994, 213.
148 Al -Zarnuji dalam Ibrahim bin Isma’il, 36.
99
untuk mendidik umat sebagai hamba Allah.149 Sikap ini menunjukkan
suatu keihklasan sebagai dasar utama yang harus dimiliki oleh seorang
guru.
Menurut kajian H.M. Arifin, Kasih sayang guru kepada santri
terbagi dalam dua term. Pertama, kasih sayang dalam pergaulan;
artinya guru harus lemah lembut dalam pergaulan. Kedua, kasih
sayang dalam mengajar, artinya “ guru tidak boleh memaksa santri
mempelajari sesuatu yang belum dapat dijangkaunya. Pengajaran
harus dapat dirasakan mudah oleh anak didik, jadi guru harus
mengetahui perkembangan kemampuan santrinya.150
Pesan kasih sayang diatas memberi isyarat bahwa guru hendaknya
menghindarkan cara-cara kekerasan dalam bergaul dengan santrinya.
Sebab kekerasan guru terhadap santri dapat membawa pengaruh yang
buruk dalam jiwa santri dan dapat menghalangi santri dalam
memahami ilmu. Sehingga membunuh semangat berprestasi dan maju
dalam jiwa santri. Sedangkan hukuman yang baik bagi santri yang
melakukan kesalahan menurut Athiyah al-Abrasyi151adalah untuk
memperbaiki kesalahan tersebut serta melindungi santri-santri lain
dari kesalahan yang sama.
Dengan demikian seorang guru hendaknya mampu bersikap
bijaksana dalam memberikan hukuman, mampu menyesuaikan dengan
menimbang kesalahan dalam diri santri, dengan jiwa kasih sayang dan
kelembutan guru akan mendorong santri untuk lebih terbuka, merasa
dikasihani serta ketetapan hati untuk tidak mengulangi kesalahan yang
sama. Sehingga sampailah kepada tujuan utama bahwa hukuman
disekolah adalah sebagai fungsi perbaikan. Disamping itu secara
psikologis sikap kasih sayang dapat menjadikan ketentraman dan
149 Hasan Ayyub, Etka Islam (Menuju Kehiduoan yang Hakiki), (Bandung : Tri Genda
Karya; 1994), 641.
150 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, 85.
151 Moh. Atiyah al-Abrasyi, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang; 1970), 154.
100
kedamaian dalam jiwa orang yang dikasihi sebab merasa terlindungi,
tak terkecuali kasih sayang guru terhadap santrinya.
b. Lemah lembut dalam bernasehat
Bentuk kasih sayang yang lain oleh guru adalah lemah lembut
dalam ucapan, nasehat hendaknya dilakukan dengan bijaksana,
menghindari katakata yang tidak berguna, tidak mencela serta
mengejeknya. Sebab celaan dan cemoohan yang sering didengar oleh
santri akan dianggap biasa, sehingga menjadikan lenyapnya wibawa
suatu nasehat serta jatuhnya pengaruh guru dalam diri santri.
Hal ini menunjukkan, bahwa guru sebagai sentral figur bagi
santrinya dituntut untuk mempunyai karisma yang tinggi disamping
kewibawaan yang sangat menunjang perannya sebagai pembimbing
dan penunjuk jalan dalam masa studi santrinya. Sehingga semua
perkataan, sikap dan perbuatan darinya akan memancar kepada
santrinya. Tetapi tidak berarti guru harus jauh dengan santri, terkait
perannya sebagai orang tua kedua, menjadi bijaksana jika guru dalam
hal tertentu mampu berperan sebagai kawan bermain dalam rangka
bimbingan ke arah terwujudnya tujuan pendidikan yang dicita-
citakan.152
Nasehat sebagai metode mendasar dalam pendidikan dan
pengajaran yang sangat diperlukan, sebab nasehat seorang guru dalam
proses belajar mengajar bagi santri, dapat menjadi motivasi sendiri
dalam memacu belajarnya, dengan nasehat secara tidak langsung
santri merasa diperhatikan sehingga tumbuh keyakinan bahwa dirinya
memiliki posisi disamping gurunya. Disamping itu nasehat dan arahan
dapat menjadikan siraman bagi mental kejiwaan dan motivasi santri
apalagi pada saat santri sedang mengalami suatu problem tertentu baik
dalam masalah belajar maupun problem lain. Dalam kondisi seperti
inilah urgensi nasehat seorang guru memiliki arti.
152 Abidin Ibn Rusn., Pendidikan Al-Ghozali Tentang Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar: 1998), 70.
101
Ketentuan al-Zarnūjy terhadap pribadi guru yang ideal, secara
konvensional cukup mewakili sebagai kualifikasi dasar menurut
konsep Hunanisme religius, yang harus dimiliki oleh seorang guru
sebagaimana dinyatakan oleh Abdurrahman Mas’ud, yaitu menguasai
materi, antusiasme, dan penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar
dan mendidik. Disamping itu penghormatan dan keberpihakan
terhadap manusia tidak bisa lepas dari misi devine gency atau
khalifatullah. Hal ini berarti bahwa humanisme religious
mengharuskan guru untuk mempersiapkan anak didik dengan kasih
sayangnya sebagai individu yang saleh dan dalam arti memiliki
tanggungjawab sosial, religius dan lingkungan hidup. Dengan
demikian, ucapan, cara bersikap, dan tingkah laku guru ditujukan agar
santri dapat menjadi insan kamil, yakni sempurna dalam kacamata
peradaban manusia dan sempurna dalam standar agama.
Berpijak dari pemikiran diatas maka keterbukaan psikologis
merupakan faktor terpenting bagi guru, mengingat posisi guru sebagai
penutan santri (Uswah), disamping keterbukaan psikologis guru juga
memiliki signifikansi, yaitu : Pertama, keterbukaan psikologis sebagai
prasyarat penting untuk memahami pikiran dan perasaan orang lain.
Kedua, menciptakan suasana hubungan antar pribadi guru dan santri
yang harmonis, sehingga mendorong santri untuk mengembangkan
dirinya secara bebas dan tanpa ganjalan.153
Disamping itu tampilan guru sebagaimana diuraikan, cukup
menunjang bagi terciptanya kondisi kegiatan belajar didalam kelas
yang sangat kondusif, sebab ditunjang oleh pemahaman dan
keterampilan guru terhadap faktor-faktor yang melingkupi proses
pendidikan terutama dari segi psikologi santri, sehingga proses belajar
mengajar tercapai dengan maksimal. Hal ini sesuai dengan ulasan Dr.
153 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : PT.
Remaja Rosda Karya, 2000), 228-229.
102
Zakiah Daradjat mengenai unsur-unsur pokok yang harus diperhatikan
dalam masalah belajar, antara lain :
a) Kegairahan dan kesediaan untuk belajar;
b) Membangkitkan minat santri;
c) Menumbuhkan sikap dan bakat yang baik;
d) Mengatur proses belajar mengajar;
e) Berpengaruhnya pengaruh belajar dan pelaksanaannya kedalam
kehidupan nyata;
f) Hubungan manusia dalam proses belajar mengajar.154
Dalam buku Kecerdasan Ruhani karangan Toto Tasmara,155
dijelaskan, bertaqwa dan bertangung jawab berarti berupaya sekuat tenaga
untuk melaksanakan kewajiban (amanah), sehingga menghasilkan
performance hasil kinerja yang terbaik. Kehadiran guru yang demikian
bagi santri bagaikan air suci yang mensucikan, dia tidak hanya ingin
memurnikan dirinya sendiri, tetapi ada semacam misi suci (sacred
mission) untuk mengajak orang lain. Ini dilakukan sebagai rasa tanggung
jawabnya untuk melangkah menapaki jalan lurus menggapai ridho Ilahi.
Sehingga untuk menjadi guru yang ideal, hendaknya mampu
menyeimbangkan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan rohaniah,
yakni menjunjung nilai kejujuran dan bertanggung jawab terhadap tugas
yang diemban serta ketaqwaan yang tinggi terhadap Allah SWT, dengan
semangat meneladani akhlaq Rosulullah SAW, ingin menjadikan
kepribadian dirinya sebagai inspirasi dan motivasi yang kuat dalam rangka
meningkatkan mutu dan memberdayakan kualitas orang lain khususnya
santri.
Dari uraian diatas mengenai sifat dan sikap yang harus dimiliki oleh
seorang guru terkait posisinya sebagai figur seorang bapak bagi santrinya,
sebagaimana hubungan yang dikehendaki oleh Syekh al-Zarnūjy dalam
hubungannya dengan proses pendidikan mencakup konteks cukup luas
154
Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, , (Jakarta, Bulan Bintang; 1980), 21-23. 155 K.H. Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), 197 .
103
bukan sekedar penggalian pengetahuan dan ketrampilan santri, tetapi juga
mempelajari peranan yang tepat serta pergaulan sesama manusia,
menyayangi dan membenci, percaya diri, serta belajar memperoleh bakat
dan ciri-ciri kepribadian dan akhlak.
4. Nilai Sabar dan Saling Menghargai.
Sabar dalam diri seorang peserta didik sangat penting. Seperti sabar
dengan banyaknya tugas madrasah, sabar terhadap gurunya, sabar dengan
ilmu pelajarannya, sabar dengan ilmu yang belum dipahaminya, bahkan
sabar dengan kelakuan gurunya. Ibn Jam ’ah dalam kitabnya Tadhkirat al-
S mi’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘ lim wa al-Muta’allim menukil
perkataan sebagian ulama’ salaf:156
هالة ومن صر عليه آل أمر إى عز من م يصر على ذل التعليم بقي عمر عماية ا الدنيا واآخرة.
Artinya: “Barang siapa yang tidak bersabar ketika belajar, maka sepanjang umurnya ia akan tetap berada didalam kebodohan. Dan barang siapa yang bersabar, maka, ia akan memperoleh kemuliaan dunia dan akhirat.” Nilai tersebut nampak melalui ketekunan para peserta didik dalam
belajar dan mengikuti pelajaran, kesungguhan mereka dalam mengerjakan
tugas-tugas yang di amanatkan kepada mereka. Hal ini merupakan wujud
dari internaisasi nilai yang tercermin dalam pasal 3 dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim.
Salah satu bentuk saling menghargai adalah tidak memaksakan
kehendak, dan pendapat sendiri. Sehingga setiap ada permasalahan selalu
di selesaikan dengan musyawarah.
Al -Alūsy menulis dalam kitabnya, bahwa al-Ragh b berkata,
musyawarah adalah mengeluarkan pendapat dengan mengembalikan
sebagiannya pada sebagian yang lain, yakni menimbang satu pendapat
dengan pendapat yang lain untuk mendapat satu pendapat yang
156 Ibn Jam ’ah al-Kan ny, Tadhkirat al-S mi’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘ lim wa al-Muta’allim (Beirūt: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyat, tt), 91.
104
disepakati.157 Dengan demikian musyawarah adalah berkumpulnya
sekelompok manusia untuk membicarakan suatu perkara agar masing-
masing mengeluarkan pendapatnya kemudian diambil pendapat yang
disepakati oleh bersama.
Islam telah menganjurkan musyawarah dan menjadikannya suatu hal
terpuji dalam kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan negara; dan
menjadi elemen penting dalam kehidupan umat, ia disebutkan dalam sifat-
sifat dasar orang-orang beriman dimana keislaman dan keimanan mereka
tidak sempurna kecuali dengannya. Kedudukan musyawarah sangat agung
di sisi Allah. Oleh karenanya Allah menyuruh rasul-Nya melakukannya.
Allah SWT berfirman:
هم ـ م ولو كت فظا غليظ القلب انـفضوا من حولك فاعف ع لت فبما رمة من ا
ب المتـوك إن ا م وشاورهم اأمر فإذا عزمت فـتـوكل على ا لي واستـغفر
Artinya: “Maka dengan rahmat dari Allah engkau bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap kasar dan berhati keras, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan. Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakkallah kepada-Nya. (QS. Ali ‘Imr n (3): 159).158
Dalam ayat ini merupakan perintah Allah SWT kepada Nabi untuk
berpegang kepadanya. Kalau Nabi sebagai orang yang ma’ ūm,
diperintahkan untuk bermusyawarah dalam masalah urusan umat, maka
umatnya sebagai manusia yang tidak maksum lebih-lebih lagi harus
melakukan musyawarah.
Di samping itu, faidah yang di dapat dengan musyawarah adalah,
dengan musyawarah akan diketahui mana baiknya suatu urusan dan mana
jeleknya suatu urusan, keputusan yang akan diambil akan lebih sempurna
dibanding tanpa musyawarah, dapat dihindari terjadinya perpecahan yang
diakibatkan perbedaan pendapat dan memperkokoh hubungan
157 Ma mūd al-Alūsy, Rū al-Ma' nī fi Tafsīr al-Qur' n al-A īm wa al-Sab' al-Math nī (Bairut: D r al-I y ' al-Tur th al-‘Araby, t.t.), 25, 46.
158 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an...,90.
105
persaudaraan dengan sesama muslim pada umumnya dan anggota dalam
jamaah pada khususnya yang harus saling kuat menguatkan.
5. Nilai Kedisiplinan.
Sifat rajin yang dimaksud adalah prilaku peserta didik/peserta didik
pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak senang membaca secara
terus menerus dan bersemangat untuk mencapai tujuan dan menghindari
sikap pemalas yang. Hal ini tercermin melalui berbagai karya peserta didik
yang dipajang di mading madrasah. Sebagaimana tercermin dalam pasal 5
dalam kitab Ta’līm al-Muta’allim.
Disiplin dapat terwujud melalui sikap mengerjakan sesuatu dengan
tertib, memanfaatkan waktu untuk kegiatan positif, belajar secara teratur,
sebagaimana tercermin juga dalam pasal 6 dalam kitab Ta’līm al-
Muta’allim.
Disiplin merupakan suatu kegiatan yang dilakukan agar tidak terjadi
suatu pelanggaran terhadap suatu peraturan yang berlaku demi terciptanya
suatu tujuan. Disiplin adalah proses atau hasil pengarahan untuk mencapai
tindakan yang lebih efektif.
Menurut Oteng Sutisna bahwa dalam menciptakan disiplin yang
efektif diperlukan kegiatan-kegiatan diantaranya sebagai berikut:159
a. Guru maupun murid hendaknya memiliki sifat-sifat perilaku warga
sekolah yang baik seperti sopan santun, bahasa yang baik dan benar;
b. Murid hendaknya bisa menerima teguran atau hukuman yang adil;
c. Guru dan murid hendaknya bekerjasama dalam membangun,
memelihara dan memperbaiki aturan-aturan dan norma-norma.
Menurut Tulus Tu’u kedisiplinan dapat diusahakan karena adanya
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurutnya faktor yang
mempengaruhi kedisiplinan adalah:160
1. Faktor dari dalam (Intern)
159 Oteng Sutisna, Administrasi Pendidikan (Bandung: Angkasa, 1989), 8. 160 Tulus Tu’u, Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Anak (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 2004), 45-51.
106
Faktor dari dalam ini berupa kesadaran diri yang mendorong
seseorang untuk menerapkan disiplin pada dirinya.
2. Faktor dari luar (Ekstern)
Faktor dari luar ini berasal dari pengaruh lingkungan, yang terdiri
dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
masyarakat.
a. Lingkungan Keluarga
Faktor keluarga ini sangat penting terhadap perilaku
seseorang termasuk tingkat kedisiplinannya. Karena keluarga di
sini merupakan lingkungan yang paling dekat pada diri seseorang
dan tempat pertama kali seseorang berinteraksi. Keluarga sebagai
lingkungan pertama kali sebelum anak mengenal dunia yang lebih
luas, maka sikap dan perilaku seisi keluarga terutama kedua orang
tua sangat mempengaruhi pembentukan kedisiplinan pada anak dan
juga serta tingkah laku orang tua dan anggota keluarga lainnya
akan lebih mudah dimengerti anak apabila perilaku tersebut berupa
pengalaman langsung yang bisa dicontoh oleh anak.
b. Lingkungan Sekolah
Selain lingkungan keluarga, maka lingkungan sekolah
merupakan faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku peserta
didik termasuk kedisiplinannya, di sekolah seorang peserta didik
berinteraksi dengan peserta didik lain, dengan para guru yang
mendidik dan mengajarnya serta pegawai yang berada di
lingkungan sekolah, sikap, perbuatan dan perkataan guru yang
dilihat dan didengar serta dianggap baik oleh peserta didik akan
masuk dan meresap ke dalam hatinya.
c. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat merupakan lingkungan yang mempengaruhi
perilaku anak setelah anak mendapatkan pendidikan dari keluarga
dan sekolah. Pada awalnya seorang anak bermain sendiri, setelah
itu seorang anak berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan
107
sosial. Karena masyarakat merupakan faktor penting yang
mempengaruhi disiplin anak, terutama pada pergaulan dengan
teman sebaya, maka orang tua harus senantiasa mengawasi
pergaulan anak-anaknya agar senantiasa tidak bergaul dengan
orang yang kurang baik.
Adapun usaha-usaha yang merupakan proses dalam meningkatkan
kedisiplinan adalah sebagai berikut:161
1. Kesadaran diri sebagai pemahaman bahwa disiplin dipandangnya
penting bagi kebaikan dan keberhasilan dirinya. Kesadaran diri akan
menjadi motif yang kuat bagi terwujudnya kedisiplinan.
2. Pengikutan dan ketaatan sebagai langkah penerapan atas peraturan-
peraturan yang mengatur perilaku seseorang. Hal ini sebagai lanjutan
diri adanya kesadaran diri. Tekanan dari luar dirinya sebagai usaha
untuk mendorong dan menekan agar disiplin dilaksanakan pada diri
seseorang, sehingga peraturan-peraturan yang ada dapat diikuti dan
dipraktekkan.
3. Teladan. Perbuatan dan tindakan lebih besar pengaruhnya
dibandingkan hanya sekedar dengan kata-kata. Oleh karena itu contoh
dan teladan disiplin kepala sekolah dan para guru sangat berpengaruh
terhadap kedisiplinan pada peserta didik. Mereka lebih mudah meniru
dari apa yang mereka lihat, dibandingkan hanya sekedar mendengar.
Lagi pula hidup banyak dipengaruhi oleh peniruan-peniruan terhadap
apa yang dianggapnya baik dan patut ditiru.
4. Hukum. Hukuman sebagai usaha untuk menyadarkan, mengoreksi dan
meluruskan perilaku yang salah sehingga anak kembali pada perilaku
yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku.
5. Lingkungan Berdisiplin. Lingkungan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang. Bila seorang anak berada
pada lingkungan yang berisiplin, kemungkinan besar ia akan tumbuh
menjadi anak yang disiplin.
161 Ibid., 48-49.
108
6. Latihan Berdisiplin. Disiplin dapat juga dibentuk melalui proses
latihan dan kebiasaan. Artinya, mempraltikkan disiplin secara
berulang-ulang dan membiasakan dalam prilakunya sehari-hari.
Dengan latihan dan membiasakan diri, maka disiplin akan terbentuk
pada diri peserta didik.
Disiplin dalam perilaku dan sikap peserta didik di pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak tercermin dalam melaksanakan kegiatan
dengan tertib sesuai aturan madrasah, memanfaatkan waktu untuk
melakukan kegiatan positif dan selalu mengerjakan sesuatu dengan penuh
tanggung jawab.
B. Internalisasi Pendidikan Nilai dalam Kitab Ta’līm Al-Muta’allim
Dalam proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang
sangat signifikan untuk mencapai tujuan. Bahkan metode sebagai seni dalam
mentransfer ilmu pengetahuan/materi pelajaran kepada peserta didik dianggap
lebih signifikan dibanding dengan materi sendiri. Sebuah adigum mengatakan
bahwa الطريق أهم من المادة (metode jauh lebih penting dibanding materi)162,
adalah sebuah realita bahwa cara penyampaian yang komunikatif lebih
disenangi oleh peserta didik walaupun sebenarnya materi yang disampaikan
sesungguhnya tidak terlalu menarik. Sebaliknya, materi yang cukup baik,
karena disampaikan dengan cara yang kurang menarik maka materi itu sendiri
kurang dapat dicerna oleh peserta didik. Oleh karena itu penerapan metode
yang tepat sangat mempengaruhi keberhasilan dalam proses belajar mengajar.
Keberhasilan penggunaan suatu metode merupakan keberhasilan proses
pembelajaran yang akhirnya berfungsi sebagai determinasi kualitas
pendidikan. Sehingga metode pendidikan Islam yang dikehendaki akan
membawa kemajuan pada semua bidang ilmu pengetahuan.
Sebagaimana keterangan sebelumnya, bahwa pendidikan nilai di pondok
pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak memiliki beragam cara dalam
menginternalisasikannya yaitu sebagai berikut:
162 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), 81.
109
1. Keteladanan.
Metode keteladanan yang diterapkan di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak dalam menerapkan pendidikan nilai dinilai
sangat berhasil. Sebab aspek keteladanan tidak dapat dipisahkan dari
metode pembiasaan itu sendiri. Oleh karena pada dasarnya anak yang
diberikan pembiasaan jelas akan meniru dan meneladani seseorang yang
memberikan pembiasaan kepadanya.
Metode keteladanan sebagai suatu metode digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh keteladanan
yang baik kepada peserta didik agar mereka dapat berkembang baik fisik
maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Keteladanan
memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pendidikan ibadah,
akhlak, kesenian dan lain-lain. Suasana lembaga pesantren hendaknya
dijadikan sebagai uswah oleh dunia pendidikan moderen saat ini.
Untuk menciptakan anak yang shaleh, pendidik tidak cukup hanya
memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting bagi peserta didik
adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip
tersebut. Sehingga sebanyak apapun prinsip yang berikan tanpa disertai
dengan contoh tauladan hanya akan menjadi kumpulan resep yang tak
bermakna.
Pendidikan dengan keteladanan menurut Albert Mcallister dikatakan
sebagai “education with ampling act, there is real activity, adjective,
thinking, etc”Ṭ163 (Pendidikan dengan memberi contoh, dapat berupa
tingkah laku, sifat, cara berpikir, dan sebagainya). Pada metode ini,
banyak ahli pendidikan yang berpendapat bahwa pendidikan dengan
keteladanan merupakan metode yang paling berhasil. Hal ini dikarenakan
dalam belajar, orang pada umumnya lebih mudah menangkap yang
konkrit ketimbang yang abstrak. Suatu bentuk keteladanan akan mudah
ditaati oleh anaknaka jika si pendidik sendiri juga menaati dan hidup
163 Albert Mcallister, Education Psychology for Childern (Texas, Texas University Press,
1982), 178.
110
menurut peraturan-peraturan yang seharusnya dikerjakan, serta apa yang
seharusnya dilakukan oleh anak-anak itu sebenarnya sudah dimiliki dan
telah menjadi pedoman pula dalam kehidupan si pendidik, dalam hal ini
adalah orang tua. Dengan kata singkat, dapat dikatakan bahwa dalam
berbagai hal, dalam pendidikan, contoh dan teladan dari si pendidik
merupakan alat pendidikan yang sangat penting pula, bahkan yang utama
sekali.
Dari pelajaran ilmu jiwa anak, telah diketahui bahwa sejak kecil
seorang manusia itu telah mempunyai dorongan untuk meniru, dan suka
mengidentifikasikan diri terhadap perbuatan dan tingkah laku orang lain,
terutama terhadap orang tuanya. Sebagai suatu alat pendidikan,
keteladanan merupakan salah satu bentuk metode yang ketergantungan
keberhasilannya distandarkan pada contoh teladan dari pendidik yang
bersangkutan. Sebab contoh teladan dari seorang pendidik baik yang
disengaja maupun yang tidak disengaja, sering lebih meresap ke dalam
hati sanubari peserta didik daripada hal-hal lainnya seperti perintah atau
pun larangan kepada si anak.
Sebagai pendidikan yang bersumber kepada al-Quran dan Sunnah
Rasulullah, metode keteladanan didasarkan kepada kedua sumber
tersebut. Dalam al-Quran, “keteladanan”diistilahkan dengan kata Uswah,
kata ini terulang sebanyak tiga kali. Yakni dua terdapat pada surat al
Mumtahinah ayat 4 dan 6, yaitu:
Dalan hubungannya dengan metode keteladanan, prinsip yang
digunakan dalam mengaplikasikan metode keteladanan dalam pendidikan
Islam pada dasarnya sama dengan prinsip metode pendidikan yakni
menegakkan “uswah Hasanah”. Dalam hal ini Muhaimin dan Abdul
Mujib mengklasifikasikan prinsisp penggunaan metode keteladanan
sejalan dengan prinsip pendidikan Islam adalah :164
(Memperdalam tujuan bukan alat) التوسع فى المقاصد ا فى اأآت .1
164 Muhaimin Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka
Dasar Operasionalnya (Bandung: Trigenda Karya, 1993), 241.
111
Prinsip ini menganjurkan keteladanan sebagai tujuan bukan
sebagai alat. Prinsip ini sebagai antisipasi dari berkembangnya
asumsi bahwa keteladanan pendidik hanyalah sebuah teori atau
konsep tetapi keteladanan merupakan tujuan. Keteladanan yang
dikehendaki di sini adalah bentuk prilaku guru atau pendidik yang
baik. Karena keteladanan itu ada dua yaitu keteladanan baik (uswah
hasanah) dan keteladanan jelek (Uswah sayyi’ah). Dengan
melaksanakan apa yang dikatakan merupakan tujuan pendidikan
keteladanan (uswatun hasanah).
Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Allah serta berilmu pengetahuan,
maka media keteladanan merupakan alat untuk memperoleh tujuan
hal tersebut. Tanpa adanya praktek dari praktisi pendidik pendidikan
Islam hanyalah akan menjadi sebuah konsep belaka.
يع .2 Memperhatikan pembawaan dan) مراعاة اإستعداد والط
kecenderungan anak didik)
Sebuah prinsip yang sangat memperhatikan pembawaan dan
kecenderungan anak didik. Dengan memperhatikan prinsip ini, maka
seorang guru hendaknya memiliki sifat yang terpuji, pandai
membimbinng anak-anak, taat beragama, cerdas, dan mengerti
bahwa memberikan contoh pada mereka akan mempengaruhi
pembawaan dan tabiatnya. Dalam psikologi, kepentingan
penggunaan keteladanan sebagai metode pendidikan didasarkan
adanya insting (gharisha) untuk beridentifikasi dalam diri setiap
manusia, yaitu dorongan untuk menjadi sama (identik) dengan tokoh
yang diidolakannya.165 Atas dasar karakter manusia secara fitrah
mempunyai naluri untuk meniru, maka metode yang digunakan pun
adalah metode yang dapat disesuaikan dengan pembawaan dan
kecenderungan tersebut. Implikasi dalam metode ini adalah
keteladanan yang bagaimana untuk diterapkan dan disesuaikan serta
165 Hery Noer Aly, Ilmu...,180.
112
diselaraskan melalui kecenderungan dan pembawaan anak tersebut
Al -Faraby dalam bukunya Asy-Syiasi menyatakan bahwa anak
adakalanya mempunyai bakat jelek, seperti mempunyai
kecenderungan jahat dan bodoh, sehingga sulit diharapkan
kecerdasan dan kecakapan begitu juga ada anak yang mempunyai
pembawaan luhur sehingga mudah didik.166 Dengan mengetahui
watak dan kecenderungan tersebut keteladanan pendidik diharapkan
memberikan kontribusi pada perubahan prilaku dan kematangan pola
pikir pada anak didiknya.
(sesuatu yang bisa diindra ke rasional) من المحسوس إلى المعقول .3
Tidak dapat dibantah bahwa setiap manusia merasa lebih mudah
memahami sesuatu yang dapat ditangkap oleh panca indranya.
Sementara hal-hal yang bersifat hissi atau rasioal apalagi hal-hal
yang bersifat irasional, kemampuan akal sulit untuk menangkapnya.
Oleh karena itu prinsip berangsur-angsur merupakan prinsip yang
sangat perlu diperhatikan untuk memilih dan mengaplikasikan
sebuah metode dalam proses pendidikan. Inti pemakaian prinsip ini
dalam metode keteladanan adalah pengenalan yang utuh terhadap
anak didik berdasarkan umur, kepribadian, dan tingkat kemampuan
mereka. Sehingga prinsip tersebut dapat menegakkan “uswah
hasanah” (contoh tauladan yang baik) terhadap peserta didik. Prinsip
yang diterapkan dari pembahasan yang indrawi menuju pembahasan
yang rasional ini dalam kontek keteladanan adalah keteladanan
merupakan sebuah bentuk prilaku seseorang yang dapat dilihat dan
ditiru.
Bentuk aplikasi dari rasional atas keteladanan adalah
menciptakan sebuah prilaku yang mencerminkan nilai-nilai yang
menjunjung norma agama. Dengan keteladanan dijadikan sebuah
metode dalam pendidikan Islam memberi stimulus pada anak didik
untuk berbuat setelah mengetahui kenyataan bahwa apa yang ajarkan
166 Muhaimin Abdul Mujib, Pemikiran..., 242.
113
dan dilakukan oleh pendidik memberikan makna yang baik dan patut
contoh.
Selain itu pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak
juga menerapkan langkah yang sama dalam menanamkan pendidikan
nilai yaitu melalui keteladanan. Wujud keteladanan tercermin pada
kegiatan sehari-hari di sekolah yaitu:
a. Guru datang lebih awal;
b. Guru Ta’līm al-Muta’allim memakai pakaian jubah dan pakaian
islami.
c. Guru memberikan teladan melalui kebersihan dengan menyapu
sendiri ruangan guru;
d. Mengikuti kegiatan IMTAQ secara bersama;
e. Solat uhr secara berjama’ah.
Menurut Zuriah, penerapan pengintegrasian pendidikan karakter
atau budi pekerti dapat dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan,
pengkondisian lingkungan, kegiatan-kegiatan spontan, serta kegiatan
terprogram.167 Dengan demikian, keteladanan merupakan salah satu
langkah efektif dalam menanamkan pendidikan nilai pada peserta
didik dengan mengutamakan guru sebagai model utama.
2. Pembiasaan.
Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidikan
berupa “proses penanaman kebiasaan”. Sedangkan yang dimaksud
dengan kebiasaan itu sendiri adalah “cara-cara bertindak yang
persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis (hampir-hampir
tidak disadari oleh pelakunya)”.168
Pembiasaan juga merupakan salah satu metode pendidikan yang
sangat penting, terutama bagi peserta didik. Mereka belum paham
tentang apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila. Pada sisi
yang lain mereka juga memiliki kelemahan yaitu mereka belum
167 Nurul Zuriah, Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008),196.
168 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), 184.
114
memiliki daya kematangan berfikir yang kuat layaknya orang yang
sudah dewasa. Sedangkan pada sisi yang lain, perhatian mereka lekas
dan mudah beralih kepada hal-hal yang baru dan disukainya.
Sehingga berkaitan dengan hal tersebut, mereka perlu dibiasakan
dengan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, dan pola pikir
tertentu. Peserta didik perlu dibiasakan untuk melaksanakan ibadah.
Menurut Muhammad Zein, dalam mendidik anak perlu
diterapkan tiga metode yaitu “meniru, menghafal dan
membiasakan”.169 Pada metode membiasakan, operasionalnya adalah
dengan melatih anak untuk membiasakan segala sesuatu supaya
menjadi kebiasaan. Sebab menurutnya, “kebiasaan ini akan
menimbulkan kemudahan, keentengan”.170
Ada beberapa syarat yang perlu dilakukan dan diperhatikan oleh
orang tua dalam melakukan metode pembiasaan kepada anak-anaknya
sebagaimana yang dikatakan oleh Armai Arief, yaitu :
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu
mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang
akan dibiasakan.
b. Pembiasaan itu hendaklah terus menerus (berulang-ulang)
dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu
kebiasaan yang otomatis.
c. Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh
terhadap pendiriannya yang telah diambilnya. Jangan memberikan
kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah
ditetapkan itu.
d. Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin
menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri.171
Dari penjelasan di atas yang berkaitan dengan pemakaian metode
pembiasaan tersebut dapat dipakai untuk mencapai keberhasilan dalam
169 Muhammad Zein, Methodologi Pengajaran Agama (Yogyakarta: AK Group, 1995),
224. 170 Armai Arief, Pengantar ..., 225. 171 Ibid., 114-115.
115
menginternalisasikan pendidikan nilai kepada peserta didik secara lebih
optimal dan maksimal.
Sebagai suatu metode, pembiasaan juga memiliki kelebihan dan
kelemahan. Adapun kelebihan metode pembiasaan sebagai suatu
metode pendidikan anak adalah:
a. Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik.
b. Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriyah tetapi
juga berhubungan dengan aspek batiniyah.
c. Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling
berhasil dalam pembentukan kepribadian anak didik.172
Sedangkan kelemahan metode pembiasaan sebagai suatu metode
pendidikan anak antara lain berupa:
a. Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan
contoh serta teladan bagi anak didik.
b. Membutuhkan tenaga pendidik yang dapat mengaplikasikan antara
teori pembiasaan dengan kenyataan / praktek nilai-nilai yang
disampaikannya.173
Pembiasaan sebagai suatu metode yang diterapkan dalam mendidik
anak didalamnya terdapat beberapa teknik yang dapat dipakai, antara
lain:
1. Pengajaran
Abdullah Nashih Ulwan memberikan pendapatnya dengan
mengatakan bahwa “peranan pembiasaan, pengajaran dan
pendidikan Islam dalam pertumbuhan dan perkembangan anak
akan menemukan tauhid yang murni, keutamaan-keutamaan budi
pekerti, spiritual dan etika agama yang lurus”.174 Menurut
pendapatnya, metode yang tepat untuk diterapkan untuk
memperbaiki pada anak adalah dengan dua metode yaitu
pengajaran, dan pembiasaan. Metode pembiasaan yang dimaksud
172 Ibid., 115. 173 Ibid., 116. 174 Saifullah Kamallie, Hery Noer Aly, Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam, terj.
Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyat al-Aul d fi al-Isl m (Semarang: Asy Syifa’, 1993), 43.
116
olehnya ialah “upaya praktis dan pembentukan (pembinaan) dan
persiapan”.175
Dalam pemikirannnya tersebut ia juga memaparkan metode
pembiasaan anak dengan pengamalan salat yang dimulai dengan
“mengajarkan anak-anak tentang hukum salat, bilangan raka’atnya,
tata cara mengerjakannya, kemudian biasa mengerjakannya dengan
berjamaah di masjid”.176 Sehingga salat yang dijalankan anak
merupakan buah dari pembiasaan yang diterapkan padanya.
Sedangkan dalam pendapatnya, Armei Arief mengatakan
tentang pembiasaan yaitu “sebuah cara yang dapat dilakukan untuk
membiasakan anak didik berfikir, bersikap dan bertindak sesuai
dengan tuntunan ajaran Islam”.177 Ia berpendapat, pembiasaan
dinilai sangat efektif jika “penerapannya dilakukan terhadap
peserta didik yang berusia kecil”.178 Hal ini dikarenakan mereka
memiliki rekaman ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang
belum matang sehingga mereka mudah terlarut dengan
kebiasaankebiasaan yang mereka lakukan sehari-sehari.
Oleh karena anak yang merupakan bagian dari manusia yang
akan tumbuh dewasa nantinya, maka sangat perlu sekali bagi orang
tua untuk selalu mengawasi dan memantau perkembangan ilmu dan
ibadah anak dalam konteks mendidik, oleh karena itulah pada sisi
ini Mahmud Quthub mengatakan bahwa :
هج وا تقدر دائما على مواجهة فس ا تستقيم دائما على ال إن الالصعاب
Artinya: “Sesungguhnya hati manusia itu tidak akan selamanya berada pada jalan yang lurus, dan juga tidak selamanya berada pada arah yang (selalu) benarṬ”179
4
2. Intensitas
175 Ibid., 59. 176 Ibid., 61. 177 Armai Arief, Pengantar...,110. 178 Ibid. 179 Ma mūd Quthub, Hal Na nu Muslimūn (Beirut: D r al-Syarūq, 1973), 19.
117
Intensitas dalam pembiasaan salat yang dilakukan oleh orang
tua pada dasarnya harus dilakukan secara dinamik. Artinya
dilakukan dengan berulang-ulang disertai kontinuitas yang baik.
Menanamkan sesuatu yang baik memang tidak mudah dan kadang-
kadang memerlukan waktu yang lama. Tetapi sesuatu yang sudah
menjadi kebiasaan sukar pula mengubahnya. Maka, penting sekali
pada awal kehidupan anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang
baik, terutama adalah kebiasaan untuk mengamalkan salat sebagai
tiang agama yang diamalkan dengan cara yang benar dan
berdisiplin tinggi. Sehingga dengan pembiasaan ini, anak
dibiasakan mengamalkan salat secara benar dan terus-menerus
dalam kehidupannya, sebagaimana dalam pendapatnya Armai
Arief bahwa pembiasaan tersebut hendaknya dilakukan secara
kontinu, teratur dan berprogram.180
Kebiasaan-kebiasaan yang diajarkan ini merupakan langkah
kongkret metode pembiasaan. Selanjutnya dari kebiasaan ini akan
dapat menumbuhkan perasaan pada pribadi anak tentang arti
pentingnya salat sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dan
diamalkan, meskipun pada perasaan tentang kebutuhan ini tumbuh
secara bertahap sampai anak dewasa. Dengan demikian intensitas
dalam pembiasaan salat oleh orang tua kepada anak harus semakin
baik dengan dinamika yang eskalatif disertai dengan kontinuitas
yang stabil.
Pendidikan nilai yang dikembangkan di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak melalui pembiasaan adalah sebagai
berikut:
a. Respek (Ta’zim)
Jiwa dan semangat pendidikan adalah berorientasi pada
pembentukan moral dan akhlak orang-orang yang berilmu,
sehingga kepribadian guru dalam konteksnya juga diarahkan
180 Armai Arief, Pengantar...,114-115.
118
pada sikap dan pribadi pendidik yang dapat dijadikan sebagai
kiblat (uswatun hasanah) bagi para muridnya
b. Jujur
Jujur merupakan perilaku selalu mengatakan yang
sebenarnya apa yang dimiliki dan diinginkan, tidak pernah
berbohong, dan biasa mengakui kesalahan dan biasa mengakui
kelebihan orang lain;
c. Ikhlas
Wujud ikhlas yang diterapkan pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak adalah melaksanakan setiap bentuk
kegiatan ibadah tanpa mengharapkan pujian orang lain dan
semata-mata mengharapkan keridhaan Allah SWT,;
d. Tawadu’
Bersikap dan berperilaku yang menunjukkan ketaatan
dalam melaksanakan ajaran agama atau beribadah dan
menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari;
e. Disiplin
Sementara disiplin dalam pandangan pondok pesantren
Darul Abror NW Gunung Rajak adalah melaksanakan kegiatan-
kegiatan madrasah dengan tertib, memanfaatkan waktu untuk
kegiatan positif, belajar secara teratur, mematuhi aturan
madrasah, dan mengerjakan sesuatu dengan penuh tanggung
jawab;
Nilai-nilai tersebut ditanamkan kepada para peserta didik di
pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak sejak bangku
madrasah ibtidaiyah agar mereka terbiasa memiliki pendidikan nilai
tersebut sampai mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi. Setiap madrasah diberikan kebebasan untuk mengembangkan
nilai-nilai yang akan di terapkan sesuai kebutuhan dan kemampuan
madrasah itu sendiri.
119
Sementara itu pembiasaan-pembiasaan yang nampak melalui
berbagai kegiatan madrasah antara lain:
1. Membaca Surah Yasin secara berjama’ah sebelum masuk kelas,
mulai jam 07.00 WITA sampai selesai yang diikuti oleh semua
peserta didik dan semua dewan guru dan pegawai;
2. Berdo’a sebelum mulai belajar dan sesudah selesai belajar dengan
do’a. Do’a yang dipanjatkan selalu diawali dengan al t
Nah atain, salah satu do’a yang biasa di amalkan oleh warga
Nahdlatul Wathan;
3. Kegiatan imtaq setiap hari Jum’at sebelum memasuki kelas
masing-masing yang dilanjutkan dengan latihan khit bat/ceramah
oleh masing-masing peserta didik secara bergiliran dan terjadwal;
4. al t berjama’ah di masjid Nūr At Taqwa Dasan Malah. Sebagian
peserta didik yang sudah masuk ‘Aliyah dibuatkan jadwal unuk
menjadi imam agar terbiasa;
5. Mengucapkan salam penghormatan secara serempak oleh para
peserta didik ketika guru masuk kelas, bertemu dengan guru atau
sesama peserta didik.
Selain itu, sholat uha’ yang dilakukan secara bergiliran di
mesjid pesantren ketika keluar main pada jam istirahat secara tertib.
Begitu juga dengan kegiatan para peserta didik melakukan sholat
uhr secara berjama’ah. Sehingga setiap berkumandang azan uhr
maka semua peserta didik berbondong-bondong menuju ke mesjid,
kemudian kembali ke kelas masing-masing untuk melanjutkan
kembali proses belajar mengajar sampai jam 14.00 WITA.
Peneliti juga melihat secara langsung para peserta didik
berkumpul di halaman madrasah dalam rangka membaca yasin
secara bersama-sama kemudian dilanjutkan dengan ceramah dan
do’a. Hal tersebut berjalan setiap harinya dengan tertib. Para guru
secara bergantian memberikan ceramah kepada para peserta didik.
120
Para peserta didik juga mengadakan “hiziban” secara keliling
setiap malam jum’at. Mereka membaca izb Nah atul Waan di
rumah-rumah masyarakat yang ada disekitar pesantren. Sedangkan
pada malam Rabu pembacaan izb Nah atul Waan dipusatkan di
Aula Asrama pondok pesantren.
3. Proses Pembelajaran.
Selain melalui pembiasaan, pelaksanaan pendidikan nilai di
pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak diterapkan juga
melalui internalisasi proses pembelajaran. Internalisasi pembelajaran
tersebut berupa pendidikan nilai yang di sampaikan melalui mata
pelajaran yang lain selain kitab Ta’līm al-Muta’allim.
Penanaman pendidikan nilai melalui internalisasi
pembelajaran dapat terlihat dari nilai yang ingin disampaikan guru
seperti pada pelajaran PKn berupa kreatif melaksanakan tugas, dan
matematika yaitu nilai tanggung jawab. Begitu juga pada mata
pelajaran lainnya berdasarkan RPP yang disusun setiap guru mata
pelajaran. Salah satu wujud dari penanaman nilai karaker melalui
RPP yaitu setiap guru yang mengajar dihari tersebut mengarahkan
murid untuk memulai pelajaran dengan berdoa, demikian juga guru
terakhir.
4. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan
pihak madrasah diluar rutinitas formal madrasah, sehingga madrasah
memiliki kebebasan untuk mengadakan kegiatan ekstrakulikuler
sesuai kebutuhan madrasah tersebut.
Kegiatan ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang dilaksanakan
pihak madrasah diluar rutinitas formal madrasah, sehingga madrasah
memiliki kebebasan untuk mengadakan kegiatan ekstrakurikuler
sesuai kebutuhan madrasah tersebut. Diantara kegiatan tersebut
adalah:
121
1) Ta f z al-Qur’ n. Kegiatan Ta f z al-Qur’ n diadakan di Aula
pesantren dan setiap peserta didik yang ikut dalam kegiatan
menghapal al-Qur’an diwajibkan untuk tinggal diasrama Asrama
Peserta didik Darul Abror NW yang berada di dekat rumah
pembina pondok pesantren. Kegiatan ini sangat membantu
penenaman nilai-nilai religius di lingkungan pesantren.
2) Kesenian. Penanaman pendidikan nilai melalui kegiatan kesenian
merupakan kegiatan yang diadakan di dalam program Asrama
Peserta didik Darul Abror NW. Para peserta didik yang dipilih
melalui seleksi yang mempunyai bakat seni kemudian dibina dan
diasramakan di asrama Asrama Peserta didik Darul Abror NW
yang dibina langsung oleh pembina pondok pesantren. Kesenian
tersebut meliputi:
a. Tilawah;
b. Kasidah/Harat.
122
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan data, temuan dan pembahasan maka
peneitian ini dapat disimpulkan menjadi dua kesimpulan utama:
Pertama : Kitab Ta’līm al-Muta’allim karya al-Zarnūjy yang terdiri dari
13 pasal selain bab pegantar (prolog) mengandung pendidikan nilai yang
berorientasi pada 5 pilar utama nilai etika : (1). Nilai berpikir positif (positive
thingking) seperti jujur, ikhlas, (2). Rendah diri (tawaddu’), (3), Respek terhadap
pendidik (ta’ziim al-mualim), (4). Nilai Sabar dan bekerjasama dan (5). Nilai
kedisiplinan.
Kedua : penerapan pendidikan nilai yag terkandung dalam kitab Ta’līm
al-Muta’allim di pondok pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak dengan
cara : (1). Memberikan contoh keteladanan, (2). Pembiasaan, (3). Penguatan
proses pembelajaran di kelas maupun di asrama dan (4). Memperbanyak
kegiatan ekstrakurikuler.
B. Saran
1. Bagi Pendidik dari kajian tentang internalisasi pendidikan nilai di pondok
pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak diharapkan menjadi kajian baru
bagi peningkatan kualiatas pendidikan Islam di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak hal ini dapat terwujud dengan mensyaratkan
pembelajaran pendidikan Islam tidak hanya berorentasi pada dogma yang
sekedar berorentasi pada pengetahuan dan kepandaian dengan ranah
kognitif yang dijadikan acuan dan prioritas, akan tetapi bagaimana proses
pembelajaran pendidikan Islam ini dapat dikembangkan pada nalar moral
yang beretika sehingga pada akhirnya mampu menciptakan peserta didik
yang mempunyai multiple intelegen. Di samping itu diharapkan bagi para
pendidik untuk tidak sekedar menstranfer pengetahuan, tapi juga transfer
nilai, serta uswah hasanah (teladan) bagi peserta didiknya.
123
2. Bagi lembaga Pendidikan diharapkan dapat bekerjasama dengan
masyarakat yang nantinya dapat mengakomudir berbagai kebutuhan
pendidikan di dalam masyarakat.
3. Bagi Masyarakat diharapkan dapat berfungsi sebagai patner atau mitra
yang sama-sama peduli terhadap keberlangsungan pendidikan, karena
hubungan masyarakat dengan pondok pesantren pada hakikatnya
merupakan suatu sarana yang sangat berperan dalam membina dan
menumbuh kembangkan pertumbuhan pribadi peserta didik di lembaga
pendidikan.
Berdasarkan hasil pengamatan dan informasi terkait bagaimana
internalisasi pendidikan nilai kepada peserta didik di pondok pesantren Darul
Abror NW Gunung Rajak, terdapat beberapa saran untuk meningkatkan
pendidikan nilai di pesantren tersebut, hal tersebut dikarenakan pondok
pesantren Darul Abror NW Gunung Rajak memiliki kekurangan dibanding
dengan beberapa pesantren yang lain yang dipandang berhasil dalam
menginternalisasikan pendidikan nilai, khususnya nilai-nilai dalam kitab
Ta’lim al-Muta’allim.
124
DAFTAR PUSTAKA
A. Azizy, Qodri, Pola Pengembangan Pondok Pesantren, Jakarta: Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003.
Abdul Mujib, Muhaimin. Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofik dan Kerangka Dasar Operasionalnya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Abūd, Abd al-Ghinà. al-Fikr al-Tarbawiyy 'inda al-Ghaz ly kama Yabdū min
Ris latih (Ayyuhà al-Walad. Beirut: D r al-Fikr al-'Arabiy, 1982. Ahmadi, Abu dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta,
2001. Ahwani, A mad Fu d. al-Tarbiyat fī al-Isl m aw al-Ta‘līm fī Ra’s al-Qabis. Al-
Q hirat: ‘ sa al-B bi al-Halabi, 1955.
Agama RI, Kementrian. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Jakarta: Sinergi Pustaka Indonesia, 2012.
Al-Alūsy, Ma mūd. Rū al-Ma' nī fi Tafsīr al-Qur' n al-A īm wa al-Sab' al-
Math nī. Bairut: D r al-I y ' al-Tur th al-‘Araby, t.t. Al-Būty, Muhammad. Tajribat al-Tarbiyat al-Isl miyyat fi Mi’y n al-‘Amal.
Damsyiq: Al -Maktabah al-Ummawiyyah, 1961. Al -Ghazali, Abu Hamid Muhammad. Ihya’ Ulum al-Din. Beirut: Darul Ma’rifah,
tt. Al-Masr , Abdull h. Lamhat fī Was 'il al-Tarbiyat al-Isl miyyat wa G yatih .
Beirut: D r al-Fikr, 1965.
Al-Kan ny, Ibn Jam ’ah. Tadhkirat al-S mi’ wa al-Mutakallim fi Adab al-‘ lim wa al-Muta’allim. Beirūt: D r al-Kutub al-‘Ilmiyyat, tt.
Al -M wardi, Ali ibn Muhammad ibn Habib. Ad b al-Duny wa al-DīnṬ Beirut:
D r Iqra’, 1985. Al -Munawar, Said Agil Husin. Aktualisasi Nilai-nilai Al Qur'an dalam Sistem
Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press, Ciputat, 2005.
Al -Nahlaw , Ahmad. Usus al-Tarbiyah al-Islmiyyah wa uruq Tadrīsih . Damsyiq: D r al-Nah ah al-‘Arabiyyah, 1963.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
125
Afandi, Mochtar. The Method of Muslim Learning as Illustrated in al-Zarnuji’s Ta‘līm al-Muta‘allim ariq al-Ta‘allum. Jakarta: Depag RI, 1993.
Azwar, Saifudin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. Dewantara, Ki Hadjar. Karya Ki Hadjar Dewantara. Yogyakarta: Taman Peserta
didik, 1962. Dhofier, Zamaksyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
Jakarta : LP3ES, Cet.III, 1982 Djudi. Konsep Belajar Menurut al-Zarnuji. Yogyakarta: Pusat Penelitian IAIN
Sunan Kalijaga, 1997. El Mubarok, Zaim. Membumikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta, 2013. Faisal, Sanapiah. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar Dan Aplikasi. Malang:
Yayasan Asih Asuh Malang, 1990. Frondizi, Riseri. Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2001. H. Khalifah. Islam Berbagai Perspektif: Didedikasikan Untuk 70 Tahun Prof. Dr.
H. Munawir Sadzali, M.A.Yogyakarta: LPMI,1995.
Hamzah. b. Uno. Model Pembelajaran (Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif Dan Efektif). Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Hasan, A. Kesopanan Tinggi. Bandung: CV. Diponegoro, 1993. Ibn Hambal, Ahmad. Musnad al-im m A mad Ibn ambal. Beirūt: D r al-Fikr,
1991. Ibn Ism ’ l, Ibr h m. Syar Ta’līm al-Muta’allim. Indonesia: D r I y al-Kutub
al-‘Arabiyat, tt. Isna Aunillah, Nurla. Panduan Menerapkan Pendidikan Karakter Di Sekolah.
Jogjakarta: Laksana, 2011. J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005. Kartono, Kartini. Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis. Bandung: Mandar Maju,
1992.
Kamallie, Saifullah, Hery Noer Aly. Pedoman Pendidikan Anak dalam Islam. Semarang: Asy Syifa’, 1993.
126
Kattsof, Louis. Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986.
K. Yin, Robert. Studi Kasus Desain Dan Metode. Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2012. Langeveld. Menuju Kepemikiran Filsafat. Jakarta: PT.Pembangunan, tth. Langgulung, Hasan. Pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke 21. Jakarta: Pustaka
Al -Husna, 1988.
Lickona, Thomas. Educating For Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books,1992.
Lubis, Mawardi. Evaluasi Pendidikan Nilai. Bengkulu: Pustaka Pelajar, 2014
Mardalis. Metode Penelitian, Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara, 2007.
Mcallister, Albert. Education Psychology for Childern. Texas, Texas University
Press, 1982. Megawangi, Ratna. Semua Berakar Pada Karakter. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2007.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Muhaimain. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: PSAPM,
2003.
Muhaimin dkk,. Startegi Belajar Mengajar, Surabaya: Citra Media, 1996.
Nata, Abuddin. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Noer Aly, Hery. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. Noer Deliar, Gerakan Modern Isam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES,
1980. Plessner, Martin. Encyclopedia Of Islam. London-New York: EJ.Brill’s, 1987. Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju
Demokratisasi Institusi, Jakarta : Erlangga, 2008. Quthub, Mamūd. Hal Na nu Muslimūn. Beirut: D r al-Syarūq, 1973.
127
Quzwain, M. Khatib. Mengenal Allah: Suatu Pengajian Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh Abdul Samad Al-Palimbani. Jakarta: Pustaka Bulan Bintang, tt.
Rahim Husni, Pola Pemberdayaan Masyarakat Mealui Pondok Pesantren. Jakarta: Tim
Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, 2003.
Rusydie, Salman. Tuntunan Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta: FlashBooks, 2012.
S. Praja, Juhaya. Aliran-Aliran Filsafat dan Etika. Jakarta: Prenada Media, 2003.
Siregar, Masarudin. Konsepsi Pendidikan Ibnu Khaldun (suatu analisis
fenomenologi). Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisango
Semarang,1999
Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Rosdakarya, 2011. Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R & D). Bandung: Alfabeta, 2010. Suparno dkk, Paul. Pendidikan Budi Pekerti Untuk SMU-SMK. Yogyakarta:
Kanisius, 2003. Sutisna, Oteng Administrasi Pendidikan. Bandung: Angkasa, 1989. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 1992. Toha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996.
Tu’u, Tulus. Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Anak. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004.
Usman, Ahmad. Al-Ta’lim Inda Burhanul Islam Al-Zarnuji. Kairo:Maktabah Al-
Anjalu Al-Misriyah, 1989. Wahid, Abddurrahman. Pondok Pesantren Masa Depan, Bandung :Pustaka
Hidayah, 1999. Wiyani, Novan Ardy. Manajemen Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pedagogia,
2012. Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Hidakarya Agung, 1990.
128
Zain, Habib ibn Ibrahim ibn Sumaith. Al-Manhaj al-Sawy. Hadramaut: Dar al-Ilm Wa al-Da’wah, 2005.
Zamroni. Pengantar Pengembangan Teori Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana,1992. Zein, Muhammad. Methodologi Pengajaran Agama. Yogyakarta: AK Group,
1995. Zubaidi. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Prenada Media, 2011. Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Zuriah, Nurul. Pendidikan Moral & Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan,
Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Yulianti Zakiyah, Qiqi. Pendidikan Nilai Kajian Teori dan Praktik di Sekolah.
Bandung: Pustaka Setia, 2014
129
LAMPIRAN-LAMPIRAN
130
CURRICULUM VITAE
Nama : IMRAN
Jeni Kelamin : Laki-laki
Tempat dan tanggal lahir : Batu Ngoek, 1 Oktober 1976
Pekerjaan : Guru
Alamat Rumah : Batu Ngoek Desa Rensing Kec. Sakra Barat
PENDIDIKAN
1. Tamat SD : 1989
2. Tamat MTs : 1992
3. Tamat MA : 1995
4. Tamat IAIH NW Lotim : 2003
PENGALAMAN PEKERJAAN
- Sebagai Guru di MA Muallimin NW Gunung Rajak dari tahun 2000 sampai sekarang
131
PROFIL MADRASAH TSANAWIYAH NW GUNUNG RAJAK-SAKRA BARAT
1. Identitas Madrasah
b. Nama Madrasah : MTs NW Gunung Rajak c. NSM : 121252030064 d. Alamat Madrasah : Jl. Jurusan Montong Beter-Sukarara Kec. Sakra Barat Kab. : Lombok Timur 83671 e. Status Sekolah/Madrasah : Swasta f. Nama Yayasan : Pontren Darul Abror NW Gunung Rajak g. No. Akta Pendirian : Wx.85.144 Ts/3/88 h. Tahun Berdiri Madrasah : 1 Juli 1985 i. Status Akreditasi/Tahun : Terakreditasi B. SK.BAP S/M NTB No: 182/BAP-S/M/KP/X/2011.
2. Kelembagaan a. Akte Notaris Yayasan Nomor: 30 Tanggal: 13 Nopember 1999 Notaris: Lalu Sribawa, SH. b. Struktur Organisasi Pengurus Yayasan Kepala Madrasah : Muhammad Zainul Pahmi, M.Pd Wakil bid Kurikulum : Ll. Agus Ahadi Ashri, S.Hi Wakil bid Kesiswaan : Nurun Nizar, S.Pd Wakil bid Sarana : Lalu Ahmad Amin, S.Pd.I Wakil bid Humas : Ahmad Taufik Hidayat, S.Pd Operator : Ll. Agus Ahadi Ashri, S.Hi
3. Visi Dan Misi a. Visi Madrasah “Beriman Taqwa Berakhlak Mulia, Cerdas Terampil dan Berbudaya” b. Misi Sekolah
1. Menciptakan generasi yang berpotensi dalam bidang imtaq dan ilmu pengetahuan;
2. Membentuk sumber daya manusia yang aktif, kreatif, iovatif sesuai dengan perkembangan zaman;
3. Membangun citra madrasah sebagai mitra terpercaya di masyarakat;
c. Visi Sekolah 1. Memiliki peserta didik/siswi yang berakhlakul karimah dan berprestasi
dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan; 2. Mengurangi angka mengulang kelas; 3. Menekan angka drop out (DO) 4. Seratus persen peserta didik/siswi yang tamat dapat melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi; 5. Memiliki tim kesenian dan olahraga yang berpretasi;
132
NAMA TENAGA PENDIDIK/ KEPENDIDIKAN MTS NW GUNUNG RAJAK
No Nama Ijazah
Terakhir Mata Pelajaran Yg Diajarkan
Jabatan/Status
1 M Zainul Pahmi, M.Pd. S.2. Bhs. Inggris Kepala Madrasah 2 TGH. Zaenul Mukhlis. SLTA Mulok/Ke-NW-an Ketua Yayasan 3 TGH.Lalu Anas Hasyri S.1 Ta’limul Muta’allim Pengasuh Pontren 4 HL.Hasbullah H., S.PdI S.1 Mulok/Ke-NW-an GTY/Pembina 5 Muslimin, S.Pd. S.1 BP/BK PNS 6 Baik Siti Rauhun, S.Pd. S.1 IPS GTY/Wali Kls 7 Siti Atkah, S.Pd S.1 Bhs. Indonesia GTY 8 L.A Amin, S.PdI S.1 Qur'an Hadits GTY/Waka Sarpra 9 H.Muh.Zainuddin, S.Pd.I. S.1 Fiqih Honorer 10 Abdul Haris Alimudin,S.Pd. S.1 IPS GTY/Kabag Perpus 11 Ll. Agus Ahadi Ashri, SHI. S.1 Bhs. Arab GTY/Waka Kur 12 Baiq Endang Yuliana, S.Pd S.1 Matematika GTY/Wali Kls 13 Suharni, S.Pd. S.1 Matematika GTY/Wali Kls 14 Nurun Nizar, S.Pd.I. S.1 IPA GTY/Wali Kls 15 Lalu Sunardi, S.Pd.I. S.1 Aqidah Akhlak GTY/Wali Kls 16 A. Taufik Hidayat, S.Pd. S.1 Bhs. Indonesia GTY/Waka Humas 17 Sarjan Nur Akbar, SS. S.1 Fiqih GTT 18 Anita Hartuty, S.Pd. S.1 Bhs. Inggris GTT 19 Dzulmaidi Rahman, S.Sos. S.1 PKn GTY 20 Muhammad Amrullah, SS. S.1 Ke-NW-an GTY 21 Zunnurain, S.PdI S.1 TIK GTY/Wali Kls 22 Baiq Nur Awaliah, SS. S.1 Seni Budaya GTY 23 L. M. Alawi, S.Pd. S.1 Mulok Qurtaj GTY/Bendahara 24 Heri Ardian Syah, S.Pd. S.1 Penjaskes GTY 25 Lalu Zainul Zamani, S.Pd.I. S.1 SKI GTY 26 Azmil Irni, S.Pd. S.1 Bhs. Inggris GTT 27 Yuliana, S.Pd. S.1 Bhs. Inggris GTT 28 Hilmi Mardiati, S.Pd. S.1 IPA GTY 29 Pahriah, S.Pd.I. S.1 SKI GTY 30 Husnul Khatimah, S.Pd.I. S.1 Aqidah Akhlak GTY 31 Nur Zaitun, S.Pd. S.1 TIK GTY 33 Lalu Rahmatullah, S.Pd. S.1 Penjaskes GTY 34 Lalu Dalilul Falihin, S.Si. S.1 Mulok Fisika KTU 35 Bq. Indana Zulfa, QH. S.1 Bhs. Arab GTY 36 L.M. Shirojuttholibin, S.Pd.I S.1 SKI GTY 36 Abdul Manaf, S.Pd. S.1 Penjaskes GTY
133
PROFIL MA MU’ALLIMIN NW GUNUNG RAJAK-SAKRA BARAT
A. Identitas Madrasah
1. Nama Sekolah/Madrasah : MA Mu’allimin NW Gunung Rajak 2. Nomor Statistik Madrasah : 131252030041 3. Alamat Sekolah/Madrasah : Jalan Jurusan Montong Beter-Sukarara Kecamatan : Sakra Barat Kabupaten : Lombok Timur Provinsi : Nusa Tenggara Barat Kode Pos : 83671 4. Status Madrasah : Swasta 5. Nama Yayasan : Pontren Darul Abror NW Gn. Rajak 6. No. Akta Pendirian : WX/I-b/173/2001 Tanggal, 16 Maret 2001 7. Tahun Berdiri Madrasah : 1999 8. Status Akreditasi/Tahun : Terakreditasi B. SK. BAP-S/M NTB No:
182/BAN-SM/KP/X/2011. Tanggal 29 Oktober 2011 9. NPSN : 50222548 10. No. Telpon/HP : Hp. 0817 577 4436
B. Kelembagaan
1) Struktur Organisasi Kepala Madrasah : Imran, S.Pd.I Wakil bid Kurikulum : Abdul Hayyi Nukman, S.Pd.I Wakil bid Kesiswaan : Hilman, M.Pd Wakil bid Sarana : L.M. Alimuddin, S.Pd.I Wakil bid Humas : Masyhudi Darsi, M.Pd Operator : M. Taufiqurrahman
2) Visi Dan Misi Visi Madrasah “Terwujudnya Peserta didik Yang Berprestasi, Beriman Taqwa Serta Berakhlak Mulia” Misi Madrasah 1. Meningkatkan prestasi dan persentase kelulusan dengan meningkatkan
efektivitas pembelajaran dikelas serta mengembangkan kegiatan ekstrakurikuler yang bernuansa islami;
2. Mengintegrasikan nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Alloh SWT serta budi pekerti luhur dalam setiap mata pelajaran;
3. Memotivasi peserta didik agar dapat mengenali potensi diri dan berkembang secara optimal serta mengikat hubungan kerjasama sengan semua komponen madrasah.
134
NAMA TENAGA PENDIDIK/ KEPENDIDIKAN MA MU’ALLIMIN NW GUNUNG RAJAK
No Nama Guru Jabatan Pend.
Terakhir Mapel yang
diampu 1 TGH. Zainul Mukhlis Ketua Yayasan S.1 Ke NW an 2 TGH. L. Anas Hasryi Pengasuh S.1 Ta’lim Mutaallim 3 Imran, S.Pd.I Kepala Madrasah S.1 Fiqih, Ski 4 Masyhudi Darsi, M.Pd GTY S.2 B.Indo 5 H. Kharil Anwar, SE,M.Pd KOMITE S.2 BP/ BK 6 Drs. H. Masrun, M.Pd GTY S.2 SKI 7 L. Shalihin, S.Si Kepala LAB IPA S.1 Biologi 8 Samsul Bahri, S.Pd GTY S.1 Penjaskes 9 Ahmad Syahid, S.E Wali Kelas S.1 Ekonomi 10 B. kartini, S.Pd GTY S.1 Ekonomi 11 Muslihin,SP GTY S.1 Kimia 12 Ismail, S.Pd Wali Kelas S.1 Matematika 13 Rosmiliwati, S.T. Wali Kelas S.1 Matematika 14 Abd Hayyi Nu’man,S.Pd.I Waka Kurikulum S.1 Sosiologi 15 Rul Wazni, S.Pd GTY S.1 Bhs. Indo. 16 Syamsul Rijal, S.Pd Pembina Seni S.1 Seni Budaya 17 Sri Ramdlani, S,Pd PUSTAKAWAN S.1 Biologi, SB 18 L. Ahmad Mursyidi, S.Pd.I GTY S.1 TIK 19 Anita Hartuty, S.Pd Wali Kelas S.1 Bhs.Inggris 20 B. Muhiyatul Hikmah,SP Wali Kelas S.1 Fisika 21 Nurhasanah, S.Pd GTY S.1 Matematika 22 M. Sirojuttholibin, S.Pd.I GTY S.1 Bhs. Arab 23 Kartini, S.Pd.I GTY S.1 Kimia 24 Lalu Dalilul Palihi, S.Si GTY S.1 Fisika 25 Abu Bakar, S.Pd.I Wali Kelas S.1 Bhs. Arab 26 Sabaruddin, S.Pd.I Waka Humas S.1 PKn 27 Hilman, S.Pd.I WAKASIS S.2 Bhs. Inggris 28 Nurul Wardiani, S.Pd GTY S.1 B.Indonesia 29 Yudiawan, S.Pd. Wali Kelas S.1 Matematika 30 M.Sobri, S.Pd. GTY S.1 Penjaskes 31 Burhanuddin KTU S.1 SKI 32 Azmil Irni, S.Pd GTY S.1 Bahasa inggris 33 LM. Alimuddin, S.Pd.I Waka Sarana S.1 Sejarah, Geografi 34 M. Hamdan, S.Pd. GTY S.1 TIK 35 Rabiatul Adawiyah, S.Pd GTY S.1 Geografi 36 Wildan Azhari, SH.I GTY S.1 Qura'n Hadits 37 Mariani, SE GTY S.1 Geografi 38 Muh. Zainul Efendi, S.Pd GTY S.1 Kimia 39 B. Indana Zulfa, S.Pd GTY S.1 Akidah Akhlak 40 A Taufikurrahman, S.Pd Staf TU SMA KTU 41 Baiq Arnawati, S.Pd Staf TU S.1 TU 42 Nurhidayati, S.Pd.I Staf TU S.1 TU
135
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1: Kegiatan Imtaq setiap hari senin dan jum’at selesai membaca al-qur’an dan hizib NW
Gambar 2: Kegiatan Sholat Bejamaah di Masjid dan Irsyadat Wattaujihat
setelahnya
136
Gambar 3: Kegiatan Hadrah
Gambar 4: Kegiatan Kasidah Tradisional
137
Gambar 5: Kegiatan Tahfiz Ayat-ayat pendek
Gambar 6: Kegiatan Internalisasi Disiplin oleh Polisi
138
Gambar 7: Kegiatan Internalisasi Disiplin oleh TNI
Gambar 8: Kegiatan Pengajian Kitab Ta’lim al Muta’alim
139
Gambar 9: Kegiatan ektrakurikuler
Gambar 10: Kegiatan Bimbingan Konseling