tes pendengaran

32
BAB I PENDAHULUAN Telinga mempunyai bagian-bagian kecil dan cukup rumit, sehingga untuk memahami penyakit telinga, diperlukan pemahaman akan prinsip dasar anatomi, embriologi dan fisiologi yang kemudian dikaitkan dengan pemeriksaan fisis. Baik tidak menggunakan alat serta dengan menggunakan alat. 1 Indra pendengaran terjadi ketika gelombang suara masuk ke struktur eksternal telinga, melewati telinga tengah menuju telinga dalam dan menstimulasi sel reseptor spesifik di telinga dalam yang mencetuskan potensial aksi yang selanjutnya dibawa ke otak. 2 Pemeriksaan pendengaran dapat mengetahui dan mendiagnosis lokus patologis dan penyakit-penyakit telinga. Pasien dengan penyakit berbeda pada daerah yang sama (misalnya ketulian dan Syndrome Meniere keduanya melibatkan koklearis) hal ini menimbulkan hasil pendengaran yang berbeda dan akan memberikan temuan audiometrik yang berbeda pula. 1 1

Upload: neno-arismayanti

Post on 26-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

referat tht

TRANSCRIPT

Page 1: Tes Pendengaran

BAB I

PENDAHULUAN

Telinga mempunyai bagian-bagian kecil dan cukup rumit, sehingga untuk

memahami penyakit telinga, diperlukan pemahaman akan prinsip dasar anatomi,

embriologi dan fisiologi yang kemudian dikaitkan dengan pemeriksaan fisis. Baik

tidak menggunakan alat serta dengan menggunakan alat.1

Indra pendengaran terjadi ketika gelombang suara masuk ke struktur

eksternal telinga, melewati telinga tengah menuju telinga dalam dan menstimulasi

sel reseptor spesifik di telinga dalam yang mencetuskan potensial aksi yang

selanjutnya dibawa ke otak.2

Pemeriksaan pendengaran dapat mengetahui dan mendiagnosis lokus

patologis dan penyakit-penyakit telinga. Pasien dengan penyakit berbeda pada

daerah yang sama (misalnya ketulian dan Syndrome Meniere keduanya

melibatkan koklearis) hal ini menimbulkan hasil pendengaran yang berbeda dan

akan memberikan temuan audiometrik yang berbeda pula.1

1

Page 2: Tes Pendengaran

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI TELINGA3

Telinga terdiri dari telinga luar (Auris Eksterna), telinga tengah (Auris

Media) dan telinga dalam (Auris Interna).

Gambar 1.4

TELINGA LUAR (AURIS EKSTERNA)3

Telinga luar terdiri atas daun telinga ( Aurikula) dan liang telinga (Meatus

Akustikus Eksterna).

Daun Telinga ( Aurikula)

Aurikula mempunyai kerangka dari tulang rawan yang dilapisi oleh kulit.

Di bagian anterior dari aurikula, kulit tersebut melekat pada epikondrium

2

Page 3: Tes Pendengaran

sedangkan dibagian posterior kulit melekat secara longgar. Bagian aurikula yang

tidak mempunyai tulang rawan adalah lobulus.3

Gambar 2.5

Liang Telinga ( Meatus Akustikus Eksterna )3

MAE merupakan saluran langsung yang menuju ke telinga tengah dan

berakhir di membran timpani. MAE mempunyai diameter 0,5 cm dan panjang 2,5-

3 cm. MAE merupakan saluran yang tidak lurus, tetapi berbelok dari arah postero-

superior di bagian luar kearah antero-inferior. Selain itu ada penyempitan dibagian

tengah yang disebut dengan ismus. Dinding MAE sepertiga lateral dibentuk oleh

tulang rawan aurikula yang disebut pars kartilagenus. Bagian ini bersifat elastis

dan dilapisi kulit yang melekat erat pada perikondrium. Kulit pada bagian ini

mengandung jaringan subkutan, folikel rambut, kelenjer lemak (glandula sebasea)

dan kelenjar serumen (glandula serumenosa).3

Dinding MAE dua pertiga bagian medial dibentuk oleh tulang dan disebut

pars osseus. Kulit yang meliputi bagian ini sangat tipis dan melekat erat pada

periosteum. Pada bagian ini tidak didapatkan folikel rambut ataupun kelenjar.

3

Page 4: Tes Pendengaran

Dengan demikian dapat dimengerti jika serumen dan furunkel hanya dapat

ditemukan di sepertiga bagian lateral MAE.

Pada daerah telinga dijumpai adanya berbagai saraf sensorik yang merupakan

cabang dari N.X , N.V (N.aurikuler temporalis), N.VII, N.IX dan cabang-cabang

dari N. servikalis 2 dan servikalis 3 (N.aurikula magnus). Aliran getah bening dari

MAE dan aurikula menuju ke kelenjer-kelenjer getah bening di daerah parotis,

retro-aurikuler dan kelenjer di daerah servikal. 3

TELINGA TENGAH ( AURIS MEDIA) 3

Merupakan ruangan yang berisi udara dan terletak di tulang temporal.

Auris media terdiri dari :

a. Kavum timpani

b. Tuba eustachius

c. Mastoid yang terdiri dari antrum dan selula mastoid.

Semua ruangan yang berbentuk auris media dilapisi mukosa dan epitel

selapis kubis yang sama dengan mukosa kavum nasi dan nasofaring. Selain itu

mukosa auris media merupakan kelanjutan mukosa nasofaring dan mukosa tuba

eustachius. Secara klinis hal ini mempermudah keradangan pada nasofaring dapat

meluas ke kavum timpani sehingga menimbulkan keradangan.3

Kavum Timpani

Kavum timpani merupakan merupakan bagian terpenting dari auris media,

mengingat banyaknya struktur di dalamnya yaitu tulang, otot, ligament, saraf dan

pembuluh darah. Kavum timpani dapat dibayangkan sebagai kotak dengan

dinding enam dan dindingnya berbatasan dengan organ terpenting. Pada kavum

timpani terdapat: 3

Osikula yang terdiri atas:

a. Maleus yaitu dengan bagian-bagiannya yaitu kaput, kolum,

prosessus brevis, prosessus longus dan manubrium malei. Kaput

4

Page 5: Tes Pendengaran

malei mengisi epitimpanum sedangkan bagian lain mengisi

mesotimpanum.

b. Inkus, terdiri atas kaput, psoseus brevis dan prosesus longus.

Sebagian besar bagian inkus mengisi epitimpanum dan hanya

sebagian dari prosessus longus yang mengisi mesotimpanum.

c. Stapes terdiri atas kaput, kolum, krus anterior, krus posterior dan

basis.

Muskuli terdiri atas M.tensor timpani yang mempunyai fungsi

meregangkan membran timpani dan M. stapedius yang mempunyai

fungsi atas pergerakan stapes.

Ligamen mempunyai fungsi mempertahankan posisi osikula di dalam

kavum timpani.

Saraf yang berada dalam kavum timpani N.korda timpani saraf ini

merupakan cabang dari pars vertikalis N.VII (N. fasialis).

Gambar 3 Dinding Lateral , Parien membranaceus, rongga telinga, Cavitas Tympani;

dilihat dari medial6

Tuba Eustachius

Tuba eustchius merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani

dengan nasofaring, berbentuk terompet, panjang 37 mm. Tuba eustachius dari

kavum timpani menuju nasofaring terletak dengan posisi infero-antero-medial

sehingga ada perbedaan ketinggian antara muara pada kavum timpani dengan

muara pada nasofaring sekitar 15 mm.3

5

Page 6: Tes Pendengaran

Pada bayi tuba eustachius terletak lebih horizontal, lebih pendek dan lebih

lebar sehingga mudah terjadi keradangan telinga tengah. Muara pada kavum

timpani selalu terbuka, sedangkan muara pada nasofaring selalu tertutup dan baru

terbuka bila ada kontraksi M.levator dan M. tensor velipalatini yaitu pada waktu

menguap dan menelan. Fungsi tuba eustachius antara lain adalah untuk menjaga

agar tekanan di dalam kavum timpani sama dengan tekanan udara luar (1 atm) dan

untuk menjadi ventilasi udara di dalam kavum timapani.2

Mastoid

Dalam kaintannya dengan penyakit telinga tengah, terrdapat 2 hal penting

yang perlu dipelajari tentang mastoid, yaitu topografi dan pneumatisasi mastoid. 2

Topografi mastoid

Dinding anterior mastoid merupakan dinding posterior kavum

timpani dan meatus akustikus eksterna. Antrum mastoid dan kavum

timpani dihubungkan lewat aditus ad antrum. Dinding atas antrum

mastoid disebut tegmen antri, merupakan dinding tipis seperti juga

pada tegmen timpani dan merupakan batas antara mastoid dengan

fossa kranii media. Dinding posterior dan medial merupakan dinding

tulang tipis membatasi mastoid dengan sinus sigmoid. Keadaan ini

menyebabkan suatu keradangan mastoid dapat meluas ke

endokranium dan kesinus sigmoid sehingga dapat menimbulkan suatu

keradangan di otak maupun tromboplebitis.

.

Pneumatisasi mastoid

Proses Pneumatisasi mastoid di dalam prosesus mastoid terjadi

setelah bayi lahir. Berdasarkan pertumbuhan dan bentuknya dikenal 4

jenis pneumatisasi, yaitu (a) Infantil, selula yang terjadi akibat terjadi

pneumatisasi sangat sedikit jumlahnya. Akibatnya bagian korteks di

prosesus mastoid menjadi sangat tebal sehingga jika terjadi perluasan

abses lebih mudah ke endokranium. (b) Normal, selula yang meluas

6

Page 7: Tes Pendengaran

sedemikian rupa sehingga hampir meliputi seluruh prosesus mastoid.

Akibatnya bagian korteks di prosesus mastoid menjadi sangat tipis dan

abses mudah pecah keluar sehingga timbul fistel di retroaurikuler. (c)

Hiperpneumatisasi, selula yang terjadi tidak hanya terbatas pada

prosesus mastoid saja, akan tetapi meluas sampai os zigomatikum dan

bahkan sampai pada apeks piramidalis. (d) Sklerotik, berbentuk seperti

pneumatisasi tipe infantil. Tipe sklerotik ini terjadi akibat adanya

keradangan kronik dalam kavum timpani dan kavum mastoid .

TELINGA DALAM (AURIS INTERNA) 3

Auris interna disebut juga labirin. Di dalamnya terdapat dua alat yang

saling berdekatan yaitu organ status (alat imbang) dan organ aditus (alat dengar).

Keduanya berbentuk tabung yang masing-masing berisi endolimf dan perilimf.

Cairan endolimf keluar melalui duktus endolimfatikus sedangkan cairan perilimfe

berhubungan dengan liquor serebrospinalis melalui duktus perilimfatikus. Hal ini

berkibat bahwa melalui jalur tersebut, keradangan dalam kavum timpani dapat

menjalar ke dalam endokranium.

Organ Status

Terdiri atas 3 semisirkularis yaitu kanalis semisirkularis horizontal, kanalis

semisirkularis vertikal posterior (inferior) dan kanalis semisirkularis vertikal

anterior (superior). Alat keseimbangan inilah yang membuat seseorang menjadi

sadar akan posisi tubuhnya dalam suatu ruangan. Jika alat ini terganggu akan

keluhan pusing atau vertigo.

Organ Aditus

Alat pendengaran terdiri dari koklea yang berbentuk rumah siput dengan

dua setengah lingkaran yang akan mengubah getaran suara dari sistem konduksi

menjadi sistem saraf. Jika alat ini terganggu akan timbul keluhan kurang

pendengaran atau tuli.

7

Page 8: Tes Pendengaran

Gambar 3. 7

B. FISIOLOGI PENDENGARAN

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun

telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke

koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga

tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran

melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas

membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang diamplifikasi ini akan

diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada

skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang

mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran

basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang

menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion

terbuka dan terjadi pengelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini

menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada

saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks

pendegaran (area 39 - 40) di lobus temporalis.8

C. JENIS KETULIAN8

8

Page 9: Tes Pendengaran

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)

serta tuli campur (mixed deafness).

1. Tuli konduktif

Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan

oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau di telinga tengah.

2. Tuli sensorineural

Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada koklea

(telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendegaran.

3. Tuli campur

Tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli

sensorineural. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya

telinga tengah dengan komplikasi ke telinga dalam atau merupakan dua

penyakit yang berlainan, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan

radang telinga tengah (tuli konduktif).

D. AUDIOLOGI

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi

pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan

dengan gangguan pendengaran, ada dua alasan untuk melakukan evaluasi : (1)

untuk diagnosis lokasi dan jenis penyakit dan (2) untuk menilai dampak gangguan

pendengaran terhadap proses belajar, interaksi sosial dan pekerjaan8.

Audiologi medik di bagi atas : audiologi dasar dan audiologi khusus.

Audiologi dasar adalah pengetahuan mengenai nada murni, bising,

gangguan pendengaran, serta cara pemeriksaannya. Pemeriksaan pendengaran

dilakukan dengan: (1) tes penala, (2) tes berbisik, (3) tes audiometri nada murni.

9

Page 10: Tes Pendengaran

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea

dengan retrokoklea, audiometrik obyektif, tes tuli anorganik, auduilogi anak,

audiologi industri.8

1. Tes Berbisik

Pemeriksaan ini bersifat semi-kuantitatif menetukan derajat

ketulian secara kasar. Hal yang perlu diperhatikan ialah ruangan cukup

tenang, dengan panjang minimal 6 meter. Pada nilai normal tes berbisik :

5/6 – 6/6.8

Persyaratan yang perlu diingat dalam melakukan tes ini ialah :9

1. Ruangan tes. Salah satu sisi atau sudut menyudut ruangan

harus ada jarak sebesar 6 meter. Ruangan harus bebas dari

kebisingan. Untuk menghindari gema ruangan dapat ditaruh

kayu di dalamnya.

2. Pemeriksa. Sebagai sumber bunyiharus mengucapkan kata-

kata dengan mengucapkan ucapan kata-kata sesudah ekspirasi

normal. Kata – kata yang dibisikkan terdiri dari 2 suku kata

(bysillabic) yang terdiri dari kata sehari – hari. setiap suku kata

ducapakan dengan tekanan yang sama dan di antara dua suku

kata bysillabic “ gajah mada P.B.List” karena telah ditera

keseimbangannya phonemnya dalam bahasa Indonesia.

3. Penderita. Telinga yang akan dites dihadapkan kepada

pemeriksa dan telinga yang tidak sedang dites harus ditutup

dengan kapas atau oleh tangan si penderita sendiri. Penderita

tidak boleh melihat gerakan mulut penderita.

Cara Pemeriksaan

Sebelum melakukan pemeriksaan penderira harus di beri instruksi yang

jelas misalnya anda akan dibisikkan kata – kata dan setiap kata yang

10

Page 11: Tes Pendengaran

didengar harus diulangi dengan suara keras. Kemudian dilakukan tes

sebagai berikut :

a. mula – mula penderita pada jarak 6 meter dibisiki beberapa kata

bysillabic. Bila tidak menyahut penderita maju 1 meter (5 meter dari

penderita) dan tes dimulai lagi. Bila masih belum menyahut pemeriksa

maju 1 meter, dan demikian seterusnya sampai penderita dapat

mengulangi 8 kata- kata dari 10 kata – kata yang dibisikkan. Jarak di

mana dapat menyahut 8 dari 10 kata diucapkan disebut jarak

pendengaran.

b. Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga lain samapai

ditemukan satu jarak pendengaran.

Evaluasi Tes

a. 6 meter : normal

b. 5 meter : dalam batar normal

c. 4 meter : tuli ringan

d. 3-2 meter : tuli sedang

e. 1 meter atau kurang : tuli berat

2. Tes Penala

Satu perangkat penala yang memberikan skala pendengaran dari

frekuensi rendah hingga tinggi akan memudahkan survei kepekaan

pendengaran. Perangkat yang lazim untuk mengambil beberapa sampel

nada c dari skala musik, yaitu 128,256,512,1024,2048,4096, dan 8192 Hz.

Hz adalah singkatan dari Hertz yang merupakan istilah kontemporer “dari

siklus per detik” sebagai satuan frekuensi. Semakin tinggi frekuensi,

makin tinggi pula nadanya. Dengan membatasi survei pada frekuensi

bicara, maka frekuensi 512, 1024, dan 2048 Hz biasanya memadai.1

11

Page 12: Tes Pendengaran

Penala dipegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala

dipukul pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku.

Perhatikan jangan memukulkan penala pada ujung meja atau benda keras

lainnya karena akan menghasilkan nada berlebihan, yang adakalanya

kedengaran dari jarak yang cukup jauh dari penala dan bahkan dapat

menyebabkan perubahan menetap pada pola getar penala. Penala dipegang

di dekat telinga dan pasien diminta melaporkan saat bunyi tidak lagi

didengar. Sesudah itu garpu dipindahkan dekat telinga pemeriksa dan

dilakukan penghitungan selang waktu antara saat bunyi tidak lagi didengar

pasien dengan saat bunyi tidak lagi didengar pemeriksa. Prosedur ini tidak

saja memberikan estimasi kasar tentang kepekaan pendengaran relatif,

tetapi juga suatu pola kepekaan nada tinggi jika penala tersedia dalam

berbagai frekuensi.1

3. Uji Rinne

Uji rinne membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara

pendengaran pasien. Tangkai penala yang bergetar ditempelkan pada

mastoid pasien (hantaran tulang) hingga bunyi tidak lagi terdengar, penala

kemudian dipindahkan didekat telinga sisi yang sama (hantaran udara).

Telinga normal masih akan mendengar penala melalui hantaran udara,

temuan ini disebut rinne positif (HU>HT), pasien dengan gangguan

pendengaran sensorineural juga akan memberi rinne poritif jika

mendengar bunyi penala, sebab gangguan sensorineural seharusnya

mempengaruhi baik hantaran udara maupun hantaran tulang (HU>HT).

Istilah rinne negative dipakai bila pasien tidak dapat mendengar melalui

hantaran udara setelah penala tidak lagi terdengar melalui hantaran tulang

(HU<HT). Interpretasi Uji schwabach diperlihatkan pada tabel 1.1,10,11

Hasil Uji Rinne Status pendengaran Lokus

Positif HU>HT normal/gangguan Tidak ada/ Koklea-

12

Page 13: Tes Pendengaran

sensorineural retrokoklearis

Negative HU<HT Gangguan konduktif Telinga luar/tengah

Tabel 1 Hasil Uji Rinne, Macam Gangguan Pendengaran dan Lokasi Gangguan Telinga

Gambar 4 Tes Rinne

4. Uji Weber

Uji weber adalah yaitu dapat mendengarkan suara sendiri lebih

keras bila satu telinga ditutup. Gagang penala yang bergetar ditempelkan

di tangah dahi dan pasien diminta melapor apakah suara terdengar

ditelinga kiri, kanan atau keduanya.1

Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan

konduksi tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif yang

lebih besar. Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan lebih buruk,

maka tuli konduktif perlu dicurigai pada telinga tersebut. Jika terdengar

pada telinga yang lebih baik, maka dicurigai tuli sensorineural pada telinga

yang terganggu. Fakta bahwa pasien mengalami lateralisasi pendengaran

pada telinga dengan gangguan konduksi dan bukannya pada telinga yang

lebih baik mungkin terlihat aneh bagi pasien dan kadang-kadang juga

pemeriksa.1,10,11

Uji weber sangat bermanfaat pada kasus-kasus gangguan

unilateral, namun dapat meragukan bila terdapat gangguan konduktif

maupun sensorineural (campuran) atau bila hanya menggunakan penala

13

Page 14: Tes Pendengaran

frekuensi tunggal. Klinisi harus melakukan uji weber bersama uji lainnya

dan tidak boleh diinterpretasikan secara tersendiri.

Gambar 59 Tes Weber

Hasil uji

weber

Status pendengaran Lokus

Tidak ada

laterisasi

Normal Tidak ada

Laterisasi ke

telinga yang

sakit

Tuli konduktif Telinga luar/tengah

Laterisasi ke

telinga yang

sehat

Tuli sensorineural Koklearis/retrokoklearis

Tabel 2. hasil Uji weber, macam gangguan pendengaran dan lokasi gangguan

telinga.

Evaluasi Tes Weber 9

Bila terjadi laterisasi ke kanan maka ada beberapa kemungkinan :

14

Page 15: Tes Pendengaran

1. Telinga kanan tuli konduktif, kiri normal

2. Telinga kanan tuli konduktif, kiri tuli sensorineural

3. Telinga kanan normal, kiri tuli sensorineural

4. Kedua telinga tuli konduktif, kanan lebih berat

5. Kedua telinga tuli sensorineural, kiri lebih berat

5. Uji Schwabach

Uji schwabach membandingkan hantaran tulang pasien dengan

pemeriksa. Pasien diminta melaporkan saat penala bergetar yang

ditempelkan pada mastoidnya tidak lagi dapat didengar. Pada saat itu,

pemeriksa memindahkan penala ke mastoidnya sendiri dan menghitung

beberapa lama (dalam detik) ia masih dapat mendengar bunyi.1,8,10

Uji schwabach dikatakan normal bila hantaran tulang pasien dan

pemeriksa hampir sama. Uji schwabach memanjang atau meningkat bila

hantara tulang pasien lebih lama dibandingkan pemeriksa, misalnya pada

kasus gangguan pendengaran konduktif. Jika telinga pemeriksa masih

dapat mendengar penala setelah pasien tidak lagi mendengarnya, maka

dikatan schwabach memendek. Interpretasi Uji Schwabach diperlihatkan

pada tabel 3.1

Hasil uji

schwabach

Status pendengaran Lokus

Normal Normal Tidak ada

Memanjang Tuli konduktif Telinga luar/tengah

Memendek Tuli sensorineural Koklearis/retrokoklearis

Tabel 3 hasil Uji Schwabach, macam gangguan pendengaran dan lokasi

gangguan telinga.

6. Uji Bing

15

Page 16: Tes Pendengaran

Uji bing adalah aplikasi dari apa yang disebut oklusi, dimana

penala terdengar lebih keras bila telinga normal di tutup. Bila liang telinga

ditutup dan dibuka bergantian saat penala yang bergetar ditempelkan pada

mastoid, maka telinga normal akan menangkap bunyi yang mengeras dan

melemah (Bing positif). Hasil serupa akan didapat pada gangguan

pendengaran sensorineural, namun pada pasien dengan perubahan

mekanisme konduktif seperti penderita otitis media atau otosklerosis, tidak

menyadari adanya perubahan kekerasan bunyi tersebut (Bing negatif).1

7. Audiometri Nada Murni 8

Pada pemeriksaan audiometri nada murni diperlukan alat

audiometer untuk membuat audiogram. Bagian dari audiometer tombol

pengatur intensitas bunyi, tombol pengatur frekuensi, headphone untuk

memeriksa AC (hantaran udara), bone conductor untuk memeriksa BC

(hantaran tulang).

Terdapat ambang dengar menurut konduksi udara (AC) dan

menurut konduksi tulang (BC). Bila ambang dengar ini dihubung-

hubungkan dengan garis, baik AC maupun BC, maka akan didapatkan

audiogram. Dari audiogram dapat diketahui jenis dan derajat ketulian.

Untuk pemeriksaan audiogram, dipakai grafik AC, yaitu dibuat

dengan garis lurus penuh (Intensitas yang diperiksa antara 125-8000 Hz)

dan grafik BC yaitu dibuat dengan garis putus-putus (Intensitas yang

diperiksa : 250-4000 Hz).

Untuk telinga kiri dipakai warna biru, sedangkan untuk telinga

kanan, warna merah.

16

Page 17: Tes Pendengaran

Gambar 6

Audiogram Telinga8

Dari audiogram dapat dilihat apakah pendengaran normal (N) atau

tuli. Jenis ketulian, tuli konduktif, tuli sensorineural atau tuli campur.

Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher

yaitu :

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz

3

Menurut kepustakaan terbaru frekuensi 4000 Hz berperan pentin g

untuk pendengaran , sehingga perlu turut diperhitungkan, sehingga derajat

ketulian dihitung dengan menambahkan ambang dengar 4000 Hz dengan

ketiga amabang dengar di atas, kemudian dibagi 4.

Ambang dengar (AD) = AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz +

AD 4000 Hz

4

Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b)

apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya :

telinga kiri tuli campur sedang.

17

Page 18: Tes Pendengaran

Dalam menetukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang

dengar hantaran udaranya (AC) saja.

Derajat ketulian ISO :

0 – 25 dB : normal

>25 - 40 dB : tuli ringan

>40 - 55 dB : tuli sedang >55 - 70 dB : tuli sedang berat

>70 - 90 dB : tuli berat

> 90 dB : tuli sangat berat

18

Page 19: Tes Pendengaran

Gambar 78.

Contoh gambar audiogram

8. Audiometri Impedans8

Pada pemeriksaan ini diperiksa kelenturan membran timpani dengan

tekanan tertentu meatus akustukus eksterna.

Didapatkan isitilah :

a. Timpanometri yaitu untuk mengetahui keadaan dalam kavum

timpani. Misalnya, ada cairan, gangguan rangkaian tulang

pendengaran (ossicular chain), kekakuan membrane timpani dan

membrane timpani yang sangat lentur.

19

Page 20: Tes Pendengaran

b. Fungsi tuba eustachius (eustachius tube function), untuk

mengetahui tuba eustachius terbuka atau tertutup.

c. Refleks stapedius muncul pada rangsangan 70-80 dB di atas

ambang dengar.

Pada lesi di koklea, ambang rangsang refleks stapedius menurun,

sedangkan pada lesi retrikoklea, ambang itu naik.

Grafik 1 Hasil Timpanometri

Tipe A : normal

Tipe B : terdapat cairan di telinga tengah

Tipe C : terdapat gangguan fungsi tuba eustachius

Tipe AD : terdapat gangguan rangkaian tulang pendengaran

Tipe As : terdapat kekakuan pada tulang pendengaran

(Otosklerosis)

20

Page 21: Tes Pendengaran

BAB III

KESIMPULAN

Audiologi adalah ilmu pendengaran yang meliputi pula evaluasi

pendengaran dan rehabilitasi individu dengan masalah komunikasi sehubungan

dengan gangguan pendengaran.

Audiologi khusus diperlukan untuk membedakan tuli sensorineural koklea

dengan retrokoklea, audiometri obyektif, tes tuli anorganik, auduilogi anak,

audiologi industri.

Fungsi dari tes-tes pendengaran tersebut berfungsi untuk mengetahui

apakah penderita tuli atau tidak, mengetahui tingkat ketulian penderita serta dapat

mengetahui interpretasi dari suatu gangguan pendengaran.

Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural (sensorineural deafness)

serta tuli campur (mixed deafness).

Macam-macam tes pendengaran: tes berbisik, tes penala, tes rinne, tes

weber, tes bing, tes schawabach, tes audiomteri.

21

Page 22: Tes Pendengaran

DAFTRA PUSTAKA

1. Higler Adams B. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. Penerbit

EGC.1997

2. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi. Edisi 3. Jakarta. EGC. 2009

3. Herawati S, Rukmini S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung

Tenggorok. Jakarta. Penerbit EGC.

4. http://yuhardika.blogspot.com/2013/08/anatomi-fisiologi-telinga.html

5. http://aagungwidhiutami.blogspot.com/2013/07/anatomi-fisiologi-

telinga.html

6. Putz, R. Atlas Anatomi Sobota Kepala, Leher, Ekstremitas Atas. Jilid 1.

Edisi 22. Jakarta : EGC, 2006.

7. http://josephinewidya.wordpress.com/2013/11/14/anatomi-telinga/

8. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.

Edisi 6. Jakarta : balai Penerbit Fk. UI, 2010

9. Koordinator Clinical Skill lab FK. Unhas. Panduan Mahasiswa Clinical

Skill Lab (CSL) IV. Makassar : FK.unhas, 2012

10. Swartz Mark H. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta. Penerbit EGC. 1995.

11. Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta. Penerbit PT Gramedia

Pusaka Utama. 2010.

22

Page 23: Tes Pendengaran

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TES-TES PENDENGARAN

DISUSUN OLEH:

HARDIANSYAH, S. Ked. NENO ARISMAYANTI, S. Ked

Pembimbing :dr. YUNIDA ANDRIANI, Sp.THT, Mkes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2014

23

REFERAT

September, 2014