terumbu karang

8
Pendahuluan Indonesia memiliki potensi kelautan yang sangat besar dan beragam yakni memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 5,8 juta km 2 laut atau 70 persen dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dari besarnya keanekaragaman hayati, selain potensi budidaya perikanan pantai di laut serta pariwisata bahari. Salah satu ekosistem khas dan kompleks yang dimiliki oleh Indonesia adalah terumbu karang. Ekosistem ini tidak hanya terdiri dari daerah–daerah karang saja namun terdiri dari daerah berpasir, macam-macam goa, daerah algae, perairan dangkal, dan sebagian biota yang terdapat di sekitarnya berasosiasi dengan karang. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya peningkatan keanekaragaman baik itu jumlah spesies, bentuknya yang bervariasi dan biomassanya Di Indonesia terumbu karang tersebar hampir di seluruh kepulauan yang berjumlah 17.508 dengan garis pantai lebih kurang 81.000 km. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km 2 yang terletak di 371 lokasi. Di lokasi-lokasi tempat terumbu karang tersebut berada, dari 41,78% yang terukur, yang mengalami kerusakan di antaranya adalah 28,30% berada dalam keadaan rusak berat; 23,72% dalam keadaan kondisi baik; dan hanya 6,2% yang berada dalam kondisi sangat

Upload: salman-al-farisi

Post on 26-Sep-2015

7 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

kelautan

TRANSCRIPT

Pendahuluan

Pendahuluan

Indonesia memiliki potensi kelautan yang sangat besar dan beragam yakni memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.000 km dan 5,8 juta km2 laut atau 70 persen dari luas total Indonesia. Potensi tersebut tercermin dari besarnya keanekaragaman hayati, selain potensi budidaya perikanan pantai di laut serta pariwisata bahari.

Salah satu ekosistem khas dan kompleks yang dimiliki oleh Indonesia adalah terumbu karang. Ekosistem ini tidak hanya terdiri dari daerahdaerah karang saja namun terdiri dari daerah berpasir, macam-macam goa, daerah algae, perairan dangkal, dan sebagian biota yang terdapat di sekitarnya berasosiasi dengan karang. Hal ini dapat memungkinkan terjadinya peningkatan keanekaragaman baik itu jumlah spesies, bentuknya yang bervariasi dan biomassanya

Di Indonesia terumbu karang tersebar hampir di seluruh kepulauan yang berjumlah 17.508 dengan garis pantai lebih kurang 81.000 km. Luas terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai 75.000 km2 yang terletak di 371 lokasi. Di lokasi-lokasi tempat terumbu karang tersebut berada, dari 41,78% yang terukur, yang mengalami kerusakan di antaranya adalah 28,30% berada dalam keadaan rusak berat; 23,72% dalam keadaan kondisi baik; dan hanya 6,2% yang berada dalam kondisi sangat baik (Soekarno, 1997). Hal ini disebabkan oleh letak geografis Indonesia yang berada di wilayah yang beriklim tropis, sehingga penyinaran sinar matahari dapat merata sepanjang tahun. Disamping itu Indonesia juga termasuk dalam kawasan Coral Triangel yang sebarannya mulai dari benua Australia, Indonesia, hingga Filipina. Dimana dikawasan Coral Triangel ini memiliki keanekaragaman fauna dan flora yang tinggi khususnya di ekosistem terumbu karang.

Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu karang ini hidup lebih dari 300 jenis karang, yang terdiri dari sekitar 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, crustacean, sponge, alga, lamun dan biota lainnya.Terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang unik. Ekosistem ini merupakan daerah yang miskin akan unsur hara, namun dapat menghasilkan produktifitas yang tinggi. Seringkali terumbu karang diibaratkan sebagai oase dipadang pasir. Hal ini dapat terjadi karena adanya mekanisme daur ulang unsur hara yang efektif dan efisien. Selain unik terumbu karang merupakan suatu ekosistem yang dinamis dengan produktivitas yang tinggi akan tetapi rentan terhadap perubahan lingkungan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap biota perairan lainnya yang hidup di daerah terumbu karang, karena terumbu karang bukan hanya berfungsi sebagai pemecah ombak dan daerah wisata yang sangat digemari akan tetapi memiliki fungsi ekologis sebagai spawning ground (daerah pemijahan), nursery ground (daerah asuhan) juga sebagai feeding ground (daerah mencari makan) bagi biota yang hidup di ekosistem tersebut (Zamani, 2006).Aceh merupakan salah satu wilayah yang memiliki sebaran terumbu karang yang tersebar di pesisir sepanjang pantai dan pulau-pulau di sekitarnya. Keberadaan terumbu karang di Aceh sangat memberikan dampak positif terhadap perekonmian Aceh terutama di sektor perikanan dan pariwisata Aceh.

Potensi sumber daya yang bisa dimanfaatkan di daerah terumbu karang antara lain :

Penangkapan ikan hias, kegiatan ini memberikan nilai ekonomis karena nilai jual ikan hias dengan kualitas yang bagus serta dengan alat dan cara yang ramah lingkungan, seperti yang dilakukan oleh nelayan di pulau Weh (Sabang).

Lobster, Jenis udang barong (lobster) yang hidup di terumbu karang Indonesia adalah jenis Panulirus versicolor dan Panulirus Humanus. Lobster biasanya hidup di sela-sela batu karang. Pada siang hari berada di lubang-lubang, sedangkan malam hari aktif mencari makan. Nilai jual yang tinggi membuat lobster paling dicari oleh nelayan, seperti yang dilakukan oleh nelayan di P. Aceh, P. Banyak dan P. Simeulu. Teripang, hewan yang tergolong kedalam kelas molusca ini biasanya diekspor keluar negeri seperti ke Hongkong, teripang yang kualitasnya bagus ditemukan di kedalaman 30 m, proses pengolahan teripang sangat rumit karena proses pengolahan yang salah bisa membuat teripang tidak bisa dikonsumsi. Di Aceh kegiatan menangkap teripang dilakukan di P. Banyak, dan di P. Simeulu.

Di samping itu wisata bahari merupakan potensi yang sangat menjanjikan. Apabila kondisi sosial politik Indonesia khususnya di aceh berada dalam keadaan aman, jumlah wisatawan yang akan melakukan wisata bahari akan meningkat seiring berjalannya waktu. Wisata bahari dapat dikembangkan di daeah-daerah yang memiliki sistem terumbu karang, karena pada kawasan tersebut selalu terdapat pantai dan pemandangan dasar laut yang indah. Kelayakan suatu kawasan terumbu karang untuk pengembangan wisata bahari hanya ditentukan oleh ada atau tidaknya sarana dan prasarana yang menunjang ke arah pengembangan wisata bahari seperti adanya kemudahan untuk mencapai kawasan tersebut, adanya hotel yang memadai, adanya restoran, dan memperoleh dukungan masyarakat setempat.

Potensi yang dimiliki oleh terumbu karang tersebut hanya dapat dinikmati apabila pengelolaannya dilakukan dengan baik, karena biota-biota ekonomis penting pada terumbu karang tersebut tinggal dan hidup di sana. Kalau terumbu karang rusak, biota-biota tersebut akan hilang. Jadi bila ada ahli perikanan yang akan memanfaatkan ikan harus menjaga keberadaan terumbu karang.Kerusakan Terumbu Karang

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat dinamis, namun sangat sensitif dan rentan sekali terhadap perubahan kondisi lingkungan. Kondisi dinamis terumbu karang ditandai dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam komunitas serta adanya interaksi yang kuat antara biota karang dan biota penghuni terumbu lainnya serta kondisi abiotis lingkungan. Perubahan kondisi lingkungan sebagai akibat dari berbagai aktifitas manusia maupun oleh kejadiankejadian alam telah memberikan dampak kerusakan bagi terumbu karang dalam skala luas. Secara alami respon terumbu karang terhadap perubahan dan tekanan lingkungan adalah berusaha untuk bertahan (resistensi) dan menunjukan gejala pemulihan (recovery) sampai terbentuknya komunitas yang stabil (resilience) kembali setelah mengalami kerusakan.

Kondisi terumbu karang di Indonesia saat ini terancam rusak dan sebagian besar bahkan sudah rusak karena operasi penangkapan ikan yang tidak berwawasan lingkungan, pemanenan yang berlebihan, limbah cair, sampah, pengendapan lumpur dari sungai, budidaya pertanian, pertambangan dan polusi industri, aktivitas pariwisata, konstruksi pantai dan pemanasan global.

Kondisi terumbu karang di Aceh sesudah bencana alam gempa dan gelombang tsunami 26 Desember 2004 sangat memberikan dampak kerusakan yang signifikan terhadap terumbu karang. Gempa dengan kekuatan 8,9 Skala Richter membuat struktur geologi perairan sedikit banyaknya ada yang berubah sehingga memberi tekanan terhadap pertumbuhan organisme karang. Arus gelombang yang dahsyat membuat karang seperti Acroporanidae menjadi patah dan hancur, karang yang lifeformnya tabulate(meja) terbalik serta kemudian mati. Kejadian seperti di Pulau simeulu karang masiv dengan bongkahan besar terseret ke pantai oleh gelombang tsunami. Akan tetapi sisa karang yang masih hidup kebanyakan tidak bertahan lama karena ditutupi oleh sedimen yang menyebabkan zooxanthellae yang bersimbiosis dengan hewan karang tidak bisa memperoleh cahaya matahari dan akhirnya mati serta terjadi bleaching (pemutihan).

Laporan Status of Coral Reefs of the World: 2004 memperkirakan sekitar 20% terumbu karang dunia telah hancur total dan tidak memperlihatkan peluang pemulihan dalam waktu dekat, 24% terumbu karang dunia berada sangat dekat dengan resiko kehancuran karena tekanan manusia, dan sebanyak 26% terancam dalam jangka panjang.

Sampai 20 tahun lalu, tampaknya ancaman terbesar terumbu karang adalah gangguan manusia yang kronis seperti peningkatan sedimentasi yang dihasilkan dari perubahan tata guna lahan dan pengelolaan daerah aliran sungai yang lemah, pembuangan limbah, penambahan nutrisi dan eutrofikasi dari kegiatan pertanian, penambangan karang, serta penangkapan berlebih. Akan tetapi, dalam beberapa tahun belakangan iklim global berubah di satu sisi, menyebabkan terjadinya peristiwa pemutihan karang secara massal dan kematian karang yang sering terjadi, di sisi lain mengakibatkan pengasaman air laut kemungkinan menjadi ancaman terbesar terhadap keselamatan terumbu karang. Tidak dipungkiri, kemampuan terumbu karang untuk pulih dari peristiwa-peristiwa pemanasan yang ganjil, badai tropis dan berbagai gangguan akut lainnya amat sangat dipengaruhi oleh tingkat gangguan antropogenik yang terjadi. Terumbu karang yangsehat dan tidak tertekan mampu pulih secara cepat (terkadang memakan waktu minimal 5-10 tahun). Terumbu seperti itu dapat disebut lenting karena mampu kembali ke keadaan yang menyerupai semula, sebelum terjadi gangguan. Sementara untuk terumbu yang telah tertekan oleh kegiatan manusia, biasanya memiliki kemampuan yang rendah untuk pulih (tidak memiliki daya lenting). Gangguan alami telah mempengaruhi terumbu karang selama beribu-ribu tahun lebih dulu dari pada gangguan yang disebabkan oleh manusia, dan terumbu karang dapat pulih secara alami dari dampak tersebut. Bahkan saat ini, terumbu karang yang sehat dapat dan mampu pulih dari gangguan besar. Diperkirakan setidaknya 40% dari 16% terumbu karang dunia yang rusak berat akibat pemanasan air laut tidak wajar

selama peristiwa El Nino Southern Oscillation (ENSO) tahun 1998 mengalami pemulihan dengan baik, bahkan beberapa telah pulih.