terpujilah kitaanitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/ali... · 2020. 10. 13. · debat...

2
Ali Misri | Terpujilah Kita Copyright Ali Misri [email protected] https://misri.staff.ipb.ac.id/?p=27 Terpujilah Kita Jika sebuah penghinaan tak lebih mengerikan dibandingkan apa yang Allah tutupi dari kesejatian kita, maka bukankah ia adalah sebait sanjungan?Itulah kalimat pembuka yang disampaikan oleh Ust Salim A Fillah pada Buku “Dalam Dekapan Ukhuwah” pada bab Terpujilah kita. Pada bagian akhir bab, beliau menyemai hikmah dari kisah Sang Kholilullah Ibrahim a.s. tentang debat dalam dakwah. Dalam dakwah dan penyampaian kebenaran, debat memang menjadi salah satu jalan yang disebut Allah. Tapi ia diletakkan di akhir, seolah sebuah cara yang hanya digunakan disaat tak ada pilihan lain. Itu pun Allah memberi persyaratan, “dengan cara yang jauh lebih ahsan!” (Qs An-Nahl: 125). Selalu ada pilihan saat kita bicara dengan seseorang. Pilihan untuk memenangkan pandangan kita, atau memenangkan hatinya. Maka hikmah adalah memenangkan hati dengan segala kemanfaatan yang bisa kita hadirkan. Lalu beliau menyambung kisahnya. Dulu ketika Nabi Ibrahim memenggal berhala-berhala, lalu berdebat dengan kaumnya. “Kapak itu,” ujarnya, “masih ada dileher patung yang terbesar. Tanyakan saja padanya!”. Itu hujjah yang tak terbantah. Itu argumentasi yang tak bisa dikalahkan. Tapi kaumnya tetap menolak kebenaran. Dan Ibrahim pun dibakar. Adapun Allah Yang Maha Gagah, menyelamatkanya dari api yang dijadikan dingin dan lembut. Di lain kesempatan, dia juga berdebat dengan Namrud. Dibungkamnya sang raja yang berkata, “Aku Tuhan, aku menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim mengajukan sebuah kalimat cerdas yang tak kuasa dibalas sang raja. “Rabbku itu,” ujarnya, “mendatangkan mentari dari timur. Maka datangkanlah ia dari arah barat!” Namrud diam ternganga. Dia takjub pada hujjah Ibarahim. Tetapi apakah ia beriman? Sayangnya tidak. “Setelah itu, kalimat-kalimat Ibrahim ketika mendakwahi kaum penyembah bintang, bulan dan matahari menjadi sangat menarik untuk disimak” ujar sang penulis. Peringatan pertama dari ayat-ayat berikut ini adalah bahwa mereka tidak page 1 / 2

Upload: others

Post on 23-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Terpujilah Kitaanitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Ali... · 2020. 10. 13. · debat memang menjadi salah satu jalan yang disebut Allah. Tapi ia diletakkan di akhir,

Ali Misri | Terpujilah KitaCopyright Ali Misri [email protected]://misri.staff.ipb.ac.id/?p=27

Terpujilah Kita

“Jika sebuah penghinaan tak lebih mengerikan dibandingkan apa yang Allah tutupidari kesejatian kita, maka bukankah ia adalah sebait sanjungan?”

Itulah kalimat pembuka yang disampaikan oleh Ust Salim A Fillah pada Buku“Dalam Dekapan Ukhuwah” pada bab Terpujilah kita.

Pada bagian akhir bab, beliau menyemai hikmah dari kisah Sang Kholilullah Ibrahima.s. tentang debat dalam dakwah. Dalam dakwah dan penyampaian kebenaran,debat memang menjadi salah satu jalan yang disebut Allah. Tapi ia diletakkan diakhir, seolah sebuah cara yang hanya digunakan disaat tak ada pilihan lain. Itu punAllah memberi persyaratan, “dengan cara yang jauh lebih ahsan!” (Qs An-Nahl:125). Selalu ada pilihan saat kita bicara dengan seseorang. Pilihan untukmemenangkan pandangan kita, atau memenangkan hatinya. Maka hikmah adalahmemenangkan hati dengan segala kemanfaatan yang bisa kita hadirkan.

Lalu beliau menyambung kisahnya. Dulu ketika Nabi Ibrahim memenggalberhala-berhala, lalu berdebat dengan kaumnya. “Kapak itu,” ujarnya, “masih adadileher patung yang terbesar. Tanyakan saja padanya!”. Itu hujjah yang takterbantah. Itu argumentasi yang tak bisa dikalahkan. Tapi kaumnya tetap menolakkebenaran. Dan Ibrahim pun dibakar. Adapun Allah Yang Maha Gagah,menyelamatkanya dari api yang dijadikan dingin dan lembut.

Di lain kesempatan, dia juga berdebat dengan Namrud. Dibungkamnya sang rajayang berkata, “Aku Tuhan, aku menghidupkan dan mematikan.” Ibrahimmengajukan sebuah kalimat cerdas yang tak kuasa dibalas sang raja. “Rabbku itu,”ujarnya, “mendatangkan mentari dari timur. Maka datangkanlah ia dari arah barat!”Namrud diam ternganga. Dia takjub pada hujjah Ibarahim. Tetapi apakah iaberiman? Sayangnya tidak.

“Setelah itu, kalimat-kalimat Ibrahim ketika mendakwahi kaum penyembah bintang,bulan dan matahari menjadi sangat menarik untuk disimak” ujar sang penulis.Peringatan pertama dari ayat-ayat berikut ini adalah bahwa mereka tidak

page 1 / 2

Page 2: Terpujilah Kitaanitanet.staff.ipb.ac.id/wp-content/plugins/as-pdf/Ali... · 2020. 10. 13. · debat memang menjadi salah satu jalan yang disebut Allah. Tapi ia diletakkan di akhir,

Ali Misri | Terpujilah KitaCopyright Ali Misri [email protected]://misri.staff.ipb.ac.id/?p=27

memaparkan kisah Ibrahim mencari tuhan. Ibrahim tidak pernah kehilanganRabbnya. Cerita yang digambarkan ayat-ayat ini adalah riwayat bagaimana Ibrahimberdakwah dengan cerdas menyelami logika para penyembah benda langit, lalumembantahnya dengan halus dan cantik.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang lalu ia berkata:“inilah Tuhanku.” Tapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: “saya tidak sukapada yang tenggelam.” Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata:“inilah Tuhanku.” Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “sesungguhnyajika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku pastilah aku termasuk orang-orangyang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, ia berkatan: ” inilahTuhanku, ini yang lebih besar.” Maka tatkala matahari itu mulai terbenam, diaberkata: “hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalianpersekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yangmenciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, danaku bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik. (Qs Al-An’am: 76-79).

Tak ada yang salah dengan berdebat. Apalagi  jika ia mengikut jejak para Rasulyang berbantahan dengan cara indah dan mulia. Allah pun merestuinya sebagaisalah satu cara menyampaikan kebenaran dariNya. Namun ada kerawanan yangharus sangat diwaspadai dalam debat. Ia sangat mudah memercikkan hawa nafsu,membangkitkan marah, dan merusak hubungan.

wallahu a’lam

Diambil dari Buku Dalam Dekapan Ukhuwah karya Ust Salim A. Fillah.

page 2 / 2