terowongan jtgd-bemby
DESCRIPTION
bacaanTRANSCRIPT
1
Terowongan Sebagai Saluran Pengelak Dan Saluran Untuk PLTA di Bendungan Jatigede
Oleh : Bemby Sunaryo
Penerapan teknologi terowongan di Indonesia masih sangat jarang apalagi di bidang transportasi darat.
Di bidang keairanpun, penerapan teknologi terowongan sebagai bangunan pendukung misalnya pada
pembangunan bendungan juga jarang dapat ditemui.
Namun demikian, dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas Tenaga Ahli Indonesia di bidang
terowongan, meningkatnya potensi masalah sosial berkaitan dengan pembebasan lahan, meningkatnya
kesadaran tentang lingkungan hidup dan meningkatnya perekonomian Indonesia maka sudah saatnya
untuk meningkatkan potensi penerapan teknologi terowongan baik untuk bangunan keairan maupun
untuk transportasi darat.
Bendungan Jatigede yang sedang dibangun saat ini, menerapkan teknologi terowongan sebagai saluran
pengelak dan saluran untuk PLTA. Meski sering kali menemui kendala dalam pelaksanaanya,
terowongan pengelak bendungan Jatigede direncanakan, diawasi dan dilaksanakan oleh Tenaga Ahli
dan Tenaga Kerja Indonesia.
Terowongan sebagai saluran pengelak bendungan Jatigede direncanakan agar mampu mengalirkan
debit inflow periode ulang 100 tahunan sebesar 3.200 m3/detik dengan kapasitas pengaliran sebesar
1.882 m3/det dan mempunyai bentuk bulat, berdiameter 10 meter dengan panjang terowongan sekitar
546 m.
Lokasi terowongan sebagai saluran pengelak berada dalam batuan breksi lapuk dan memotong patahan
di beberapa tempat.
Terowongan sebagai saluran untuk PLTA mempunyai bentuk bulat berdiameter 4,5 meter untuk
mengalirkan debit rencana sebesar 61.84 m3/det untuk membangkitkan daya listrik sebesar 110 MW.
Panjang total terowongan ini mulai pintu intake sampai power house adalah sekitar 3.000 meter namun
hingga akhir tahun ini, panjang terowongan yang akan diselesaikan hanya 120 meter di bagian hulu
yang menembus batuan breksi lapuk dan claystone.
Kondisi topografi, geologi, metoda dan pelaksanaan perkuatan lereng galian terbuka, jenis portal,
metoda dan pelaksanaan penggalian underground, jenis pendukung, model perancah dan bekesting,
jenis lining, proses pengecoran beton, metoda dan pelaksanaan perbaikan batuan disekitar terowongan,
kendala-kendala lapangan, penerapan K3 dan modifikasi desain untuk kedua terowongan tersebut akan
diuraikan disini sebagai bahan untuk didiskusikan dan dikaji bersama.
2
1. PENDAHULUAN
Bendungan Jatigede terletak di Desa Cijeungjing, Kecamatan Jatigede, Kabupaten Sumedang,
Propinsi Jawa Barat. Lokasi bendungan dapat dicapai melalui kota Sumedang kearah Cirebon,
pada kilometer 34 (pertigaan Tolengas) belok ke kanan. Jarak pertigaan Tolengas dengan
lokasi bendungan adalah 15 km (lihat Gambar 1).
Tujuan pembangunan bendungan Jatigede ini, disamping untuk memenuhi kebutuhan air irigasi
lahan seluas 90.000 ha sebagai tujuan utama juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan air
domestik sebanyak 3.500 liter/detik, pengendali banjir 14.000 ha di kabupaten Indramayu,
pembangkit listrik tenaga air (PLTA), 110 MW dan sarana pariwisata.
Tubuh bendungan direncanakan berupa urugan batu berzona dengan inti kedap air tegak
dilengkapi dengan filter sebagai drainase dan rip-rap di hulu dan hilirnya. Bendungan Jatigede
akan membentuk waduk dengan total volume tampungan 1,1 Milyar m3 dengan tinggi
Lokasi Bendungan
Jatigede Gambar 1 : Lokasi Bendungan Jatigede
3
maksimum 110 meter dari dasar sungai Cimanuk, panjang puncak 1.715 meter dan total
volume timbunan sebesar 6,7 Juta m3 .
Berdasarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK), pekerjaan phisik dimulai pada tanggal 15
Nopember 2007 dengan masa kontrak selama 65 bulan.
Terowongan telah dipilih sebagai saluran pengelak untuk mengalirkan air sungai Cimanuk dari
bagian hulu tubuh bendungan menuju bagian hilir agar penggalian dan penimbunan untuk
tubuh bendungan dapat dilakukan.
Terowongan juga telah dipilih sebagai saluran PLTA untuk membangkitkan tenaga listrik
sebesar 110 MW.
Lokasi kedua terowongan ditunjukkan oleh Gambar 2, 3 dan 4 dibawah ini.
Aliran S. Cimanuk
Tubuh bendungan di
alur sungai
Sta 1+100
Sta 0+161
Tubuh bendungan
tumpuan kanan
Sta 1+825
Intake PLTA 110 MW
Pintu terowong
pengelak
Intake irigasi
Bangunan Pelimpah
4 unit Pintu radial Tubuh bendungan
tumpuan kiri
Seepage measuring
chamber kanan
Gambar 2 : Denah Lokasi Terowongan Pengelak dan Intake PLTA 110 MW
4
2. Detail Engineering Design (DED) Terowongan Sebagai Pengelak
Desain terowongan bendungan Jatigede sebagai pengelak mengalami modifikasi desain
selama masa pelaksanaan. Data teknis terowongan ini sampai bulan Agustus 2010 adalah
sebagai berikut :
Lokasi : dibawah bangunan pelimpah
Tipe terowongan : penampang bulat dengan lapisan beton bertulang mutu beton
tipe “E” atau setara dengan K-300.
Panjang terowongan : 546 m
Kemiringan dasar : 0,013585
Elevasi dasar intake : +164 m
Debit rencana inflow : Q100 atau debit sebesar 3.200 m3/det.
Kapasitas debit keluar, Qout : 1.882.71 m3/det.
Sistem proteksi : 2 tipe penyangga yaitu :
Bangunan Pelimpah
Terowong Pengelak, = 10 m
PROGRESS OF DAM EMBANKMENT
III. RIVER BED PARTI. LEFT BANK PART II. RIGHT BANK PART
+ 210.00
Intake PLTA 110 MW
Gambar 3 : Lokasi Terowongan Pengelak dan Intake PLTA 110 MW pada Potongan Memanjang Bendungan
5
o Untuk Rock Mass Type 3 (RMT-3) atau fair rock berupa
shotcrete t=10 cm dengan wiremesh bersama-sam dengan
rockbolt
o Untuk Rock Mass Type 4 (RMT-4) atau poor rock berupa
shotcrete t=10 cm dengan wiremesh, rockbolt dan steel
rib. Rockbolt D25 mm, L=6 m dipasang pada jarak kurang
dari 2 m. Steel rib menggunakan profile WF 250.250.9.14
dipasang pada jarak 1,0 m (atau ditentukan langsung oleh
Engineer) pada bagian atas dan dinding terowongan.
Metoda penggalian : sistem peledakan
Sistem pengisian void : grouting.
Sistem lining : Pengecoran per blok atau per segmen, @ 12 m.
Gambar DED :
Gambar 4 : Denah terowongan pengelak
Gambar : Potongan memanjang terowongan pengelak
Gambar 4 : Denah terowongan pengelak
Gambar 5: Potongan memanjang terowongan pengelak
6
3. Detail Engineering Design (DED) Terowongan untuk PLTA
Data teknis terowongan ini adalah sebagai berikut :
Lokasi : sisi kanan di luar tubuh bendungan
Tipe terowongan : penampang bulat dengan lapisan beton bertulang mutu beton
tipe “E” atau setara dengan K-300.
Panjang terowongan : 120 m (yang dibangun saat ini)
Kemiringan dasar : 0,151575
Gambar 6 : Potongan Melintang Terowongan Pengelak
7
Elevasi dasar intake : +221 m
Kapasitas debit keluar, Qout : 61.84 m3/det rerata.
Sistem proteksi : 1 tipe penyangga yaitu :
o Untuk Rock Mass Type 4 (RMT-4) atau poor rock berupa
shotcrete t=10 cm dengan wiremesh, rockbolt dan lattice
girder. Rockbolt D25 mm, L=6 m dipasang pada jarak
kurang dari 2 m. Lattice girder menggunakan besi tulangan
berdiameter 25 mm dipasang pada jarak 1,5 m (atau
ditentukan langsung oleh Engineer) pada bagian atas dan
dinding terowongan.
Metoda penggalian : sistem peledakan
Sistem pengisian void : grouting.
Sistem lining : Pengecoran per blok atau per segmen, @ 6 m.
Gambar DED :
Gambar 7 : Potongan Memanjang Terowongan untuk PLTA (120 m bagian hulu)
8
4. Kondisi Topografi
Kedua terowongan menembus bukit dengan ketebalan overburden sekitar 50 meter. Pada
bagian atas terowongan pengelak terdapat bangunan pelimpah sedangkan pada bagian atas
terletak terowongan untuk PLTA terdapat jalan akses.
Bentuk lereng yang curam di sekitar mulut kedua terowongan diperlukan struktur proteksi lereng
yang cukup beraneka ragam agar lereng tidak longsor.
5. Kondisi Geologi
Seperti dilaporkan oleh Geologist di Tim Konsultan Supervisi, kondisi geologi sepanjang
terowongan pengelak Bendungan Jatigede umumnya adalah terdiri dari Poor rock of class IV
sampai Fair rock of class III. Hubungan korelasi antara stand – up time dari unsupported
underground excavation span dengan kalsifikasi geomechanics adalah berkisar 4 - 20 jam
untuk batuan klas IV - Poor Rock. Kondisi geologi sepanjang terowongan pengelak ditunjukkan
oleh Gambar 9 dibawah ini.
Gambar 8 : Potongan Melintang Terowongan Untuk PLTA
9
Dalam tahapan review design, sudah diinterpretasikan bahwa sepanjang terowongan pengelak
akan ditemukan 4 (empat) zona patahan (Fault shear zone), dua zona patahan di hulu plugging
area, dan dua zona patahan lainnya terletak di hilir plugging area.
Gambar 9 : Kondisi Geologi Terowongan Pengelak ( diambil dari Makalah berjudul
Konstruksi Terowongan padaZona Patahan, oleh Harya Muldianto dan
Sonny B. Wicaksono)
Penampang Geologi
Penampang Klas Batuan
Penampang Permeabilitas Batuan
Penampang Kuat Tekan Batuan
FAULT FAULT
terowongan
10
Kondisi geologi terowongan untuk intake PLN adalah berupa batuan vulcanic breccia pada
bagian hulu terowongan dan berupa batuan claystone pada bagian hilir terowongan seperti
terlihat pada Gambar 7 diatas.
6. Pelaksanaan
6.1 Penggalian
Metoda penggalian untuk terowongan Pengelak dan PLN menggunakan sistem peledakan
dengan tahap-tahap pengerjaan sebagai berikut :
a. Survey and line marking : pekerjaan survey untuk pengecekan as terowongan, batas-
batas galian, alinyemen terowongan dan pemberian garis-garis dan titik-titik atau tanda
posisi lubang drilling face, menggunakan alat survey total station.
b. Drilling face : pemboran horizontal pada bagian muka terowongan untuk menyediakan
lubang sebagai tempat bahan peledak dan untuk memasang forepolling. Jarak dan
kedalaman pemboran ditentukan oleh Geologist bersama dengan Tenaga Ahli Ledak
berdasarkan kondisi batuan. Alat yang digunakan adalah jumbo drill atau leg drill sesuai
kondisi batuan.
c. Charging : pekerjaan memasukkan bahan peledak kedalam lubang-lubang bor.
d. Blasting : pekerjaan peledakan untuk memecah batuan untuk mempermudah
penggalian.
e. Ventilating : mengeluarkan debu hasil peledakan keluar terowongan dengan
menggunakan blower.
f. Scalling : membersihkan potongan potongan batu lepas yang masih menempel
didinding terowongan maupun di crown terowongan menggunakan rock breaker atau
jack hammer tergantung ukuran batu lepas yang harus dibuang.
g. Mucking out : proses pengangkutan hasil blasting berupa material batu lepas keluar
terowongan menuju tempat pembuangan material menggunakan excavator atau loader
dan dump truck.
11
5
INTAKE - POWER WATERWAYGALIAN TUNNEL DENGAN PELEDAKAN (85,62 M DARI 150 M)
h. Steel rib installation untuk terowongan pengelak : initial support untuk terowongan
pengelak menggunakan steel rib yang ditekuk di pabrik dan dipasang pada jarak
tertentu sesuai instruksi Engineers di lapangan untuk memperkuat atap dan dinding
terowongan agar tidak runtuh. Pemasangan dilakukan dengan bantuan alat berat
berupa excavator.
i. Lattice girder installation untuk terowongan PLN : terowongan PLN tidak menggunakan
steel rib sebagai initial support melainkan menggunakan lattice girder. Perakitan lattice
girder dapat dilakukan langsung di lapangan dan proses pemasangannya dibantu oleh
excavator. Jarak lattice girder ditentukan oleh Engineers berdasarkan kondisi batuan.
Pada segmen tertentu, lattice girder tidak dipasang karena kondisi batuan cukup keras
dan kompak.
j. Shotcreting : penyemprotan beton ke permukaan terowongan yang sudah diberi lapis
wiremesh dan lattice girder Tebal shotcrete, 10 cm.
k. Rockbolting : Pemasangan besi tulangan berdiameter 25 mm dengan panjang 6 meter
kedalam lubang bor kemudian mengisi rongga antara dinding lubang bor dan besi
tulangan dengan grout material. Rockbolting bertujuan untuk menyatukan batuan lepas
disekitar lubang terowongan agar secara bersama-sama menjadi lebih kuat untuk
menahan beban darai batuan yang berada lebih luar dar as terowongan. Jarak rockbolt
rata-rata 2 meter.
Penggalian kedua terowongan dilakukan dengan dua tahap yaitu penggalian upper half
kemudian disusul dengan penggalian lower half.
Penggalian untuk terowongan pengelak dilakukan dari dua arah yaitu dari arah hulu dan hilir,
tembus di tengah terowongan. Sedangkan penggalian terowongan untuk PLN dilakukan dari
satu arah yaitu dari arah hulu ke hilir.
Gambar 11 : Penggalian terowongan PLTA
menggunakan lattice girder untuk initial support
Gambar 10 : Penggalian terowongan pengelak saat
tembus ditengah
12
6.2 Concrete Lining
Perkuatan permanen berupa concrete lining untuk terowongan pengelak dilakukan setelah
penggalian sepanjang terowongan baik upper half maupun lower half dapat diselesaikan.
Pekerjaan concrete lining dimulai dari bagian tengah bentang terowongan yaitu dengan
melakukan pemasangan beton bertulang untuk terowongan bagian bawah (concrete lining
bagian bawah). Dua blok dipasang paling dulu termasuk pemasangan ril untuk tumpuan sliding
form. Setelah beton kedua blok cukup umur, dilakukan perakitan atau pemasangan dua unit
sliding form diatas kedua blok beton tersebut. Sliding form digunakan untuk pengecoran
concrete lining bagian dinding dan atap terowongan. Pemasangan concrete lining bagian
bawah terowongan terus dilakukan secara berkesinambungan baik kearah hulu maupun kearah
hilir yang diikuti dengan concrete lining bagian dinding dan atap terowongan dengan jalan
menggeser sliding form ke lokasi pengecoran.
Concrete lining untuk terowongan PLN sedang dilaksanakan yaitu pada dua blok di dekat gate
shaft menggunakan form biasa. Namun sliding form untuk concrete lining terowongan PLN
sudah ada di lapangan dan siap untuk dipakai pada pengecoran concrete lining blok-blok
berikutnya.
Gambar 12 : Perakitan Sliding Form di terowongan
pengelak
13
6.3 Kendala Dalam Pelaksanaan
Keruntuhan pada zona patahan merupakan kendala paling berat dalam pelaksanaan
penggalian di terowongan pengelak sedangkan selama penggalian di terowongan PLN
keruntuhan tidak terjadi hingga panjang penggalian terowongan mencapai 120 m.
Paling tidak empat kali keruntuhan telah terjadi selama penggalian terowongan pengelak dan
keruntuhan terbesar terjadi pada zona patahan di sta. C+203 – C+211 (di sekitar tengah
bentang terowongan) pada hari Selasa tanggal 12 Januari 2010. Pada keruntuhan ini, batuan
boulder yang jatuh berukuran 3m3 , shotcrete, rockbolt yang terpasang rusak dan beberapa
steel rip bengkok. Sebuah excavator yang sedang melakukan pekerjaan mucking terjepit
namun tidak sampai terjadi korban jiwa. Keruntuhan di section ini telah membentuk rongga di
bagian atap terowongan setinggi lebih dari 16 m. Akibat keruntuhan ini, pekerjaan penggalian
terowongan pengelak terhenti lebih dari 3 bulan untuk mencari cara penanganan yang tepat.
Diskusi dengan melibatkan banyak pihak yang kompeten terhadap masalah keruntuhan ini telah
dilakukan sampai akhirnya dapat dilakukan perbaikan pada zona runtuhan sehingga proses
penggalian dapat dilanjutkan.
Selain keruntuhan (cave in), kendala lain yang terjadi saat proses penggalian terowongan
pengelak adalah galian berlebih (overbreak). Akibat overbreak, steel rib tidak dapat terpasang
rapat ke bagian dinding atau atap terowongan. Dengan demikian pada lokasi-lokasi tertentu,
blok batu yang mestinya tetap stabil sebagai pengunci blok-blok batu disekitarnya, dapat lepas
atau jatuh yang akan memicu keruntuhan yang lebih besar.
Gambar 13 : Keruntuhan di terowongan pengelak Sta
C+203 – C+211
14
6.4 Cara Mengatasi Kendala Dalam Pelaksanaan
Kendala paling berat dalam pelaksanaan penggalian terowongan pengelak bendungan Jatigede
berupa keruntuhan galian di sta C+203 – C+211 dapat diatasi dengan tahap-tahap pekerjaan
sebagai berikut :
a. Membuang dan mengganti steel rib yang rusak bagian demi bagian, lebih rapat dengan
jarak 60 cm.
b. Menutup permukaan runtuhan dengan shotcrete
c. Steel rib yang terpasang disatukan dengan shotcrete atau backfill concrete
d. Grouting konsolidasi dari pondasi spillway dengan kedalaman grouting 30-35 m dan
panjang area grouting 40 m sejajar as terowongan. Lebar area grouting 15 m.
e. Memasang horizontal H-Beam pada invert upper half
f. Pemasangan steel lagging/ profil canal, C
g. Memasang perancah di as terowongan.
h. Mengisi ruang kosong akibat runtuhan dengan backfill concrete
i. Contact grouting setelah backfill concrete selesai
j. Pemasangan fore polling
Gambar 14 : Steel lagging
Gambar 15 : Backfill concrete
Gambar 16 : Perancah di as terowongan
15
7. Kesimpulan
a. Dalam pembangunan bendungan Jatigede, menerapkan terowongan sebagai sarana
pendukung untuk pengelakan aliran sungai dan sebagai saluran untuk PLTA.
b. Dalam proses penggalian terowongan, tingkat ketidakpastian terhadap kondisi yang kita
hadapi cukup tinggi sehingga diperlukan suatu persiapan yang matang termasuk
penyediaan material dan peralatan yang cukup, strategi managemen yang tidak kaku
(fleksibel) dan pengambilan keputusan yang cepat agar proses penggalian terowongan
dapat selesai dengan aman, tepat waktu dan biaya.
c. Kondisi paling rawan pada penggalian terowongan pengelak metoda blasting/peledakan
di bendungan Jatigede adalah beberapa saat setelah peledakan pada area di sekitar
tunnel face karena initial support pada area tersebut belum dipasang dan adanya
pengaruh ledakan yang kuat terhadap kondisi batuan di area tersebut.
d. Penggunaan lattice girder sebagai support pada penggalian terowongan untuk PLTA di
bendungan Jatigede telah menunjukkan performa yang cukup memuaskan dengan
keuntungan dibandingkan penggunaan steel rib adalah sebagai berikut :
Bisa dirakit di lapangan.
Lebih ringan sehingga lebih mudah dan cepat pemasangannya.
Shotcrete dapat menjangkau semua bagian lattice girder sehingga batuan dan
lattice girder menyatu.
Daftar Pustaka
Laporan Akhir Tahun Supervisi Pelaksanaan Konstruksi Bendungan Jatigede - Tahun Anggaran 2010, 2011 dan 2012 - KSO PT. Indra Karya, PT.Indah Karya & Ass., PT. Tata Guna Patria, PT.Wiratman dan PT. Mettana. Consulting Engineers. Makalah berjudul Konstruksi Terowongan pada Zona Patahan, oleh Harya Muldianto dan Sonny B. Wicaksono).