terorisme di indonesia

27
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September 2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000 korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin Towers World Trade Center dan gedung Pentagon. 1 Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal, lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua. Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat 1 http://www.wikipedia.org/terorisme.htm tanggal Akses 13 Oktober 2010 Pukul 20.09 WIB 1

Upload: rangga-permana

Post on 25-Jun-2015

7.268 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Makalah Pengantar Ilmu Politik, Tema : Terorisme di Indonesia, Isi: Pengertian, Sejarah,Bentuk Terorisme, Terorisme di Indonesia

TRANSCRIPT

Page 1: Terorisme Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Terorisme di dunia bukanlah merupakan hal baru, namun menjadi

aktual terutama sejak terjadinya peristiwa World Trade Center

(WTC) di New York, Amerika Serikat pada tanggal 11 September

2001, dikenal sebagai “September Kelabu”, yang memakan 3000

korban. Serangan dilakukan melalui udara, tidak menggunakan

pesawat tempur, melainkan menggunakan pesawat komersil milik

perusahaan Amerika sendiri, sehingga tidak tertangkap oleh radar

Amerika Serikat. Tiga pesawat komersil milik Amerika Serikat

dibajak, dua di antaranya ditabrakkan ke menara kembar Twin

Towers World Trade Center dan gedung Pentagon.1

Berita jurnalistik seolah menampilkan gedung World Trade Center

dan Pentagon sebagai korban utama penyerangan ini. Padahal,

lebih dari itu, yang menjadi korban utama dalam waktu dua jam itu

mengorbankan kurang lebih 3.000 orang pria, wanita dan anak-

anak yang terteror, terbunuh, terbakar, meninggal, dan tertimbun

berton-ton reruntuhan puing akibat sebuah pembunuhan massal

yang terencana. Akibat serangan teroris itu, menurut Dana Yatim-

Piatu Twin Towers, diperkirakan 1.500 anak kehilangan orang tua.

Di Pentagon, Washington, 189 orang tewas, termasuk para

penumpang pesawat, 45 orang tewas dalam pesawat keempat

yang jatuh di daerah pedalaman Pennsylvania. Para teroris mengira

bahwa penyerangan yang dilakukan ke World Trade Centre

merupakan penyerangan terhadap "Simbol Amerika". Namun,

gedung yang mereka serang tak lain merupakan institusi

internasional yang melambangkan kemakmuran ekonomi dunia. Di

sana terdapat perwakilan dari berbagai negara, yaitu terdapat 430

perusahaan dari 28 negara. Jadi, sebetulnya mereka tidak saja

1 http://www.wikipedia.org/terorisme.htm tanggal Akses 13 Oktober 2010 Pukul 20.09 WIB

1

Page 2: Terorisme Di Indonesia

menyerang Amerika Serikat tapi juga dunia. Osama bin laden dan

jaringan internasional Al-Qaeda sering disebut-sebut sebagai actor

di balik tragedi kemanusian yang spektakuler tersebut. Bangsa

Indonesia yang sedang dilanda krisis multidimensional juga tak

luput dari target aksi terorisme.

Dari uraian yang telah dibahas diatas penulis tertarik untuk

menjabarkan secara lebih detail lagi tentang terorisme, khususnya

terorisme di Indonesia

II. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu melebar, penulis membatasi

makalah ini dengan bertemakan tentang Terorisme. Adapun untuk

memudahkan menemukan jawaban, penulis menyusun rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian Pengertian Terorisme dan apa saja unsur-unsur

tindakan terorisme?

2. Bagaimana Sejarah Terorisme?

3. Bagaimana bentuk-bentuk terorisme?

4. Bagaimana Terorisme di Indonesia?

5. Bagaimana upaya untuk mencegah terorisme?

III. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulisan ini bertujuan untuk

:

1. Memahami lebih mendalam tentang Terorisme

2. Mengetahui sebab-sebab terjadinya terorisme di Indonesia

3. Sebagai Salah satu tugas mata kuliah pengantar ilmu hukum

IV. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran pembahasan yang menyeluruh,

maka penulisan makalah ini dibagi menjadi tiga bab dengan

sistematika sebagai berikut :

2

Page 3: Terorisme Di Indonesia

Daftar Isi

Kata Pengantar

BAB I, Pendahuluan terdiri dari: Latar Belakang, Pembatasan dan

Perumusan Masalah, Tujuan Penulisan, Sistematika Penulisan.

Bab II, Terorisme di Indonesia, Terdiri dari : Pengertian Terorisme,

Sejarah Terorisme, Sebab-Sebab Terorisme, Bentuk-Bentuk

Terorisme, Terorisme di Indonesia, Upaya Menanggulangi dan

Memberantas Terorisme.

Bab III. Kesimpulan

Daftar Pustaka

3

Page 4: Terorisme Di Indonesia

BAB II

TERORISME DI INDONESIA

I. Pengertian Terorisme

Kata terorisme berasal dari bahasa latin yakni Terrere (gemetaran)

dan Deterrere (takut). Menurut kamus ilmiah Populer (2006 : 467)

terorisme adalah hal tindakan pengacau dalam masyarakat untuk

mencapai tujuan (bidang politik); penggunaan kekerasan dan

ancaman secara sistematis dan terencana untuk menimbulkan rasa

takut dan menggangu system-sistem wewenang yang ada2.

Defenisi Terorisme, Berdasarkan konvensi PBB tahun 1939, adalah

segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan langsung kepada

negara dengan maksud menciptakan bentuk teror terhadap orang-

orang tertentu atau kelompok orang atau masyarakat luas3.

Sedangkan menurut Departemen Pertahanan Amerika Serikat,

terorisme merupakan perbuatan melawan hukum atau tindakan

yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan

terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau

mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik,

agama, atau ideologi. Jadi, berdasarkan penjelasan sebelumnya,

kita dapat memahami bahwa unsur utama dari terorisme adalah

penggunaan kekerasan yang dilatarbelakangi oleh motif-motif

tertentu seperti motif perang suci (agama), motif ekonomi, dan

balas dendam, membebaskan tanah air, menyingkirkan musuh

politik, dan bahkan gerakan separatis.4

II. Sejarah Terorisme

2 Tim Prima Pena. Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap. (Jakarta: Gitamedia Press. 2006) cet 1. h. 4673 http://www.wikipedia.org/definisi_terorisme.htm tanggal Akses 13 Oktober 2010 Pukul 20.09 WIB4 ibid

4

Page 5: Terorisme Di Indonesia

Sejarah tentang Terorisme berkembang sejak berabad lampau,

ditandai dengan bentuk kejahatan murni berupa pembunuhan dan

ancaman yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu.

Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran

kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik

yang dilakukan secara perorangan maupun oleh suatu kelompok

terhadap penguasa yang dianggap sebagai tiran. Pembunuhan

terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni

dari Terorisme dengan mengacu pada sejarah Terorisme modern.

Meski istilah Teror dan Terorisme baru mulai populer abad ke-18,

namun fenomena yang ditujukannya bukanlah baru. Menurut Grant

Wardlaw dalam buku Political Terrorism (1982), manifestasi

Terorisme sistematis muncul sebelum Revolusi Perancis, tetapi

baru mencolok sejak paruh kedua abad ke-19. Dalam suplemen

kamus yang dikeluarkan Akademi Perancis tahun 1798, terorisme

lebih diartikan sebagai sistem rezim teror.5

Terorisme muncul pada akhir abad 19 dan menjelang terjadinya

Perang Dunia-I, terjadi hampir di seluruh belahan dunia. Pada

pertengahan abad ke-19, Terorisme mulai banyak dilakukan di

Eropa Barat, Rusia dan Amerika. Mereka percaya bahwa Terorisme

adalah cara yang paling efektif untuk melakukan revolusi politik

maupun sosial, dengan cara membunuh orang-orang yang

berpengaruh. Sejarah mencatat pada tahun 1890-an aksi terorisme

Armenia melawan pemerintah Turki, yang berakhir dengan

bencana pembunuhan masal terhadap warga Armenia pada Perang

Dunia I. Pada dekade tersebut, aksi Terorisme diidentikkan sebagai

bagian dari gerakan sayap kiri yang berbasiskan ideologi.

Bentuk pertama Terorisme, terjadi sebelum Perang Dunia II,

Terorisme dilakukan dengan cara pembunuhan politik terhadap

5 http://www.wikipedia.org/sejarah_terorisme.htm Tanggal Akses 13 Oktober 2010 Pukul 20.09 wib

5

Page 6: Terorisme Di Indonesia

pejabat pemerintah. Bentuk kedua Terorisme dimulai di Aljazair di

tahun 50an, dilakukan oleh FLN yang mempopulerkan “serangan

yang bersifat acak” terhadap masyarakat sipil yang tidak berdosa.

Hal ini dilakukan untuk melawan apa yang disebut sebagai

Terorisme negara oleh Algerian Nationalist. Pembunuhan dilakukan

dengan tujuan untuk mendapatkan keadilan. Bentuk ketiga

Terorisme muncul pada tahun 60an dan terkenal dengan istilah

“Terorisme Media”, berupa serangan acak terhadap siapa saja

untuk tujuan publisitas. Bentuk ketiga ini berkembang melalui tiga

sumber, yaitu:

1. Kecenderungan sejarah yang semakin menentang kolonialisme

dan tumbuhnya gerakan-gerakan demokrasi serta HAM.

2. Pergeseran ideologis yang mencakup kebangkitan

fundamentalis agama, radikalis setelah era perang Vietnam dan

munculnya ide perang gerilya kota.

3. Kemajuan teknologi, penemuan senjata canggih dan

peningkatan lalu lintas.

Namun Terorisme bentuk ini dianggap kurang efektif dalam

masyarakat yang ketika itu sebagian besar buta huruf dan apatis.

Seruan atau perjuangan melalui tulisan mempunyai dampak yang

sangat kecil. Akan lebih efektif menerapkan “the philosophy of the

bomb” yang bersifat eksplosif dan sulit diabaikan. Pasca Perang

Dunia II, dunia tidak pernah mengenal "damai". Berbagai

pergolakan berkembang dan berlangsung secara berkelanjutan.

Konfrontasi negara adikuasa yang meluas menjadi konflik Timur -

Barat dan menyeret beberapa negara Dunia Ketiga ke dalamnya

menyebabkan timbulnya konflik Utara - Selatan. Perjuangan

melawan penjajah, pergolakan rasial, konflik regional yang menarik

campur tangan pihak ketiga, pergolakan dalam negeri di sekian

banyak negara Dunia Ketiga, membuat dunia labil dan bergejolak.

Ketidakstabilan dunia dan rasa frustasi dari banyak Negara

Berkembang dalam perjuangan menuntut hak-hak yang dianggap

6

Page 7: Terorisme Di Indonesia

fundamental dan sah, membuka peluang muncul dan meluasnya

Terorisme. Fenomena Terorisme meningkat sejak permulaan dasa

warsa 70-an. Terorisme dan Teror telah berkembang dalam

sengketa ideologi, fanatisme agama, perjuangan kemerdekaan,

pemberontakan, gerilya, bahkan juga oleh pemerintah sebagai cara

dan sarana menegakkan kekuasaannya.

Terorisme gaya baru mengandung beberapa karakteristik:

1. Ada maksimalisasi korban secara sangat mengerikan.

2. Keinginan untuk mendapatkan liputan di media massa secara

internasional secepat mungkin.

3. Tidak pernah ada yang membuat klaim terhadap Terorisme

yang sudah dilakukan.

4. Serangan Terorisme itu tidak pernah bisa diduga karena

sasarannya sama dengan luasnya seluruh permukaan bumi.

III. Sebab-Sebab Terorisme

Adalah sangat penting untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya

terorisme. Karena dengan mengetahui sebab-sebabnya, maka

dapat ditemukan langkah-langkah atau strategi yang tepat dan

efektif untuk memberantasnya. Secara umum munculnya tindakan

terorisme disebabkan satu atau lebih dari faktor-faktor berikut:

a. Ideologi

Ideologi adalah seperangkat kepercayaan yang menadi dasar

dari tindakan seseorang, sekelompok, partai atau Negara.

Ideology adalah salah satu alas an yang digunakan orang atau

kelompok tertentu untuk melakukan tindakan kekerasan atau

terorisme.

b. Perjuangan Agama

Contoh kelompok-kelompok yang melandaskan diri pada

perjuangan agama tertentu adalah kelompok-kelompok islam

radikal yang berkembang di seluruh dunia terutama yang

memiliki penduduk mayoritas beragama islam.

7

Page 8: Terorisme Di Indonesia

Tujuan tersebut biasanya muncul disebabkan oleh ketidak

puasan kelompok-kelompok tersebut terhadap kebijakan

pemerintah.

c. Ketidakadilan

Munculnya aksi terorisme dalam suatu Negara itu terkait

dengan kebijakan pemerintah nasional yang tidak adil dalam

kondisi realistis tatanan masyarakat yang pluralistic yang

berlangsung lama dan tidak adak harapan adanya perubahan

IV. Bentuk-Bentuk Terorisme

a. Ditinjau dari cara-cara yang digunakan

1. Terror Fisik

Yang dimaksud dengan terror fisik adalah penciptaan rasa

takut dan gelisah dengan menggunakan alat-alat yang

berlangsung berkenaan dengan unsure jasmani manusia.

2. Teror mental

Terror mental dilakukan dengan tujuan untuk mencipatakan

rasa takut dan gelisah dengan menggunakan alat-alat yang

tidak berkenaan langsung dengan jasmani manusia, tetapi

dengan tekanan psikologi sehingga menimbulkan tekanan

bathin yang luar biasa sampai-sampai sasaran terror

menjadi putus asa, gila hingga bunuh diri

b. Ditinjau dari skala sasaran

1. Terorisme Domestik (Lokal) atau Terorisme Nasional

Terorisme domestic atau terorisme nasional adalah tindakan

terror yang diarahkan pada lingkup geografis suatu Negara

secara terbatas

2. Terorisme Internasional atau Terorisme Global

8

Page 9: Terorisme Di Indonesia

Terorisme internasional adalah tindakan terror yang

mengarah pada kepentingan-kepentingan global, tanpa

batas-batas tertentu suatu negara

V. Terorisme di Indonesia

Terorisme di Indonesia merupakan terorisme di Indonesia yang

dilakukan oleh kelompok militan Jemaah Islamiyah yang

berhubungan dengan al-Qaeda ataupun kelompok militan yang

menggunakan ideologi serupa dengan mereka. Sejak tahun 2002,

beberapa "target negara Barat" telah diserang. Korban yang jatuh

adalah turis Barat dan juga penduduk Indonesia. Terorisme di

Indonesia dimulai tahun 2000 dengan terjadinya Bom Bursa Efek

Jakarta, diikuti dengan empat serangan besar lainnya, dan yang

paling mematikan adalah Bom Bali 2002

Berikut adalah beberapa kejadian terorisme yang telah terjadi di

Indonesia dan instansi Indonesia di luar negeri:

a. Tahun 1981

Garuda Indonesia Penerbangan 206, 28 Maret 1981. Sebuah

penerbangan maskapai Garuda Indonesia dari Palembang ke

Medan pada Penerbangan dengan pesawat DC-9 Woyla

berangkat dari Jakarta pada pukul 8 pagi, transit di Palembang,

dan akan terbang ke Medan dengan perkiraan sampai pada

pukul 10.55. Dalam penerbangan, pesawat tersebut dibajak

oleh 5 orang teroris yang menyamar sebagai penumpang.

Mereka bersenjata senapan mesin dan granat, dan mengaku

sebagai anggota Komando Jihad; 1 kru pesawat tewas; 1

tentara komando tewas; 3 teroris tewas.

b. Tahun 1985

Bom Candi Borobudur 1985, 21 Januari 1985. Peristiwa

terorisme ini adalah peristiwa terorisme bermotif "jihad" kedua

yang menimpa Indonesia.

9

Page 10: Terorisme Di Indonesia

c. Tahun 2000

Bom Kedubes Filipina, 1 Agustus 2000. Bom meledak dari

sebuah mobil yang diparkir di depan rumah Duta Besar

Filipina, Menteng, Jakarta Pusat. 2 orang tewas dan 21 orang

lainnya luka-luka, termasuk Duta Besar Filipina Leonides T

Caday.

Bom Kedubes Malaysia, 27 Agustus 2000. Granat meledak di

kompleks Kedutaan Besar Malaysia di Kuningan, Jakarta.

Tidak ada korban jiwa.

Bom Bursa Efek Jakarta, 13 September 2000. Ledakan

mengguncang lantai parkir P2 Gedung Bursa Efek Jakarta.

10 orang tewas, 90 orang lainnya luka-luka. 104 mobil rusak

berat, 57 rusak ringan.

Bom malam Natal, 24 Desember 2000. Serangkaian ledakan

bom pada malam Natal di beberapa kota di Indonesia,

merenggut nyawa 16 jiwa dan melukai 96 lainnya serta

mengakibatkan 37 mobil rusak.

d. Tahun 2001

Bom Gereja Santa Anna dan HKBP, 22 Juli 2001. di Kawasan

Kalimalang, Jakarta Timur, 5 orang tewas.

Bom Plaza Atrium Senen Jakarta, 23 September 2001. Bom

meledak di kawasan Plaza Atrium, Senen, Jakarta. 6 orang

cedera.

Bom restoran KFC, Makassar, 12 Oktober 2001. Ledakan bom

mengakibatkan kaca, langit-langit, dan neon sign KFC pecah.

Tidak ada korban jiwa. Sebuah bom lainnya yang dipasang di

kantor MLC Life cabang Makassar tidak meledak.

Bom sekolah Australia, Jakarta, 6 November 2001. Bom rakitan

meledak di halaman Australian International School (AIS),

Pejaten, Jakarta.

10

Page 11: Terorisme Di Indonesia

e. Tahun 2002

Bom Tahun Baru, 1 Januari 2002. Granat manggis meledak di

depan rumah makan ayam Bulungan, Jakarta. Satu orang

tewas dan seorang lainnya luka-luka. Di Palu, Sulawesi

Tengah, terjadi empat ledakan bom di berbagai gereja. Tidak

ada korban jiwa.

Bom Bali, 12 Oktober 2002. Tiga ledakan mengguncang Bali.

202 korban yang mayoritas warga negara Australia tewas dan

300 orang lainnya luka-luka. Saat bersamaan, di Manado,

Sulawesi Utara, bom rakitan juga meledak di kantor Konjen

Filipina, tidak ada korban jiwa.

Bom restoran McDonald's, Makassar, 5 Desember 2002. Bom

rakitan yang dibungkus wadah pelat baja meledak di restoran

McDonald's Makassar. 3 orang tewas dan 11 luka-luka.

f. Tahun 2003

Bom Kompleks Mabes Polri, Jakarta, 3 Februari 2003, Bom

rakitan meledak di lobi Wisma Bhayangkari, Mabes Polri

Jakarta. Tidak ada korban jiwa.

Bom Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, 27 April 2003. Bom

meledak dii area publik di terminal 2F, bandar udara

internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. 2 orang

luka berat dan 8 lainnya luka sedang dan ringan.

Bom JW Marriott, 5 Agustus 2003. Bom menghancurkan

sebagian Hotel JW Marriott. Sebanyak 11 orang meninggal,

dan 152 orang lainnya mengalami luka-luka.

g. Tahun 2004

Bom Palopo, 10 Januari 2004. Menewaskan empat orang.

(BBC)

Bom Kedubes Australia, 9 September 2004. Ledakan besar

terjadi di depan Kedutaan Besar Australia. 5 orang tewas dan

ratusan lainnya luka-luka. Ledakan juga mengakibatkan

11

Page 12: Terorisme Di Indonesia

kerusakan beberapa gedung di sekitarnya seperti Menara

Plaza 89, Menara Grasia, dan Gedung BNI. (Lihat pula: Bom

Kedubes Indonesia, Paris 2004)

Ledakan bom di Gereja Immanuel, Palu, Sulawesi Tengah pada

12 Desember 2004.

h. Tahun 2005

Dua Bom meledak di Ambon pada 21 Maret 2005

Bom Tentena, 28 Mei 2005. 22 orang tewas.

Bom Pamulang, Tangerang, 8 Juni 2005. Bom meledak di

halaman rumah Ahli Dewan Pemutus Kebijakan Majelis

Mujahidin Indonesia Abu Jibril alias M Iqbal di Pamulang Barat.

Tidak ada korban jiwa.

Bom Bali, 1 Oktober 2005. Bom kembali meledak di Bali.

Sekurang-kurangnya 22 orang tewas dan 102 lainnya luka-luka

akibat ledakan yang terjadi di R.AJA's Bar dan Restaurant, Kuta

Square, daerah Pantai Kuta dan di Nyoman Café Jimbaran.

Bom Pasar Palu, 31 Desember 2005. Bom meledak di sebuah

pasar di Palu, Sulawesi Tengah yang menewaskan 8 orang dan

melukai sedikitnya 45 orang.

i. Tahun 2009

Bom Jakarta, 17 Juli 2009. Dua ledakan dahsyat terjadi di Hotel JW

Marriott dan Ritz-Carlton, Jakarta. Ledakan terjadi hampir

bersamaan, sekitar pukul 07.50 WIB.

j. Tahun 2010

Penembakan warga sipil di Aceh Januari 2010

Perampokan bank CIMB Niaga September 20106

Menyadari sedemikian besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh

suatu tindak Terorisme, serta dampak yang dirasakan secara

6 http://ww.wikipedia.org/terorisme_di_indonesia.htm Tanggal Akses 13 Oktober 2010 Pukul 20.19 Wib

12

Page 13: Terorisme Di Indonesia

langsung oleh Indonesia sebagai akibat dari Tragedi Bali, merupakan

kewajiban pemerintah untuk secepatnya mengusut tuntas Tindak

Pidana Terorisme itu dengan memidana pelaku dan aktor intelektual

dibalik peristiwa tersebut. Hal ini menjadi prioritas utama dalam

penegakan hukum. Untuk melakukan pengusutan, diperlukan

perangkat hukum yang mengatur tentang Tindak Pidana Terorisme.

Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang ada

saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum

mengatur secara khusus serta tidak cukup memadai untuk

memberantas Tindak Pidana Terorisme, Pemerintah Indonesia

merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002,

yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang

dengan nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Terorisme. Keberadaan Undang-Undang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang Nomor 8

tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan

Hukum Pidana Khusus. Hal ini memang dimungkinkan, mengingat

bahwa ketentuan Hukum Pidana yang bersifat khusus, dapat tercipta

karena:

1. Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di

dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman,

terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang

mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena

perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi

termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-

undangan Hukum Pidana.

2. Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi

terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam

suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang

yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.

13

Page 14: Terorisme Di Indonesia

3. Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu

diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.

4. Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila

dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam

pembuktian.

Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15

tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga

terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) [[(lex specialis derogat lex

generalis)]]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus

memenuhi kriteria:

1. bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat

umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya,

yaitu Undang-Undang.

2. bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-

Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya

berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang

tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan

dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.

Sedangkan kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian

dari perkembangan hukum pidana dapat dilakukan melalui banyak

cara, seperti:

1. Melalui sistem evolusi berupa amandemen terhadap pasal-pasal

KUHP.

2. Melalui sistem global melalui pengaturan yang lengkap di luar

KUHP termasuk kekhususan hukum acaranya.

3. Sistem kompromi dalam bentuk memasukkan bab baru dalam

KUHP tentang kejahatan terorisme.

14

Page 15: Terorisme Di Indonesia

Akan tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya hal yang khusus

dalam kejahatan terhadap keamanan negara berarti penegak hukum

mempunyai wewenang yang lebih atau tanpa batas semata-mata

untuk memudahkan pembuktian bahwa seseorang telah melakukan

suatu kejahatan terhadap keamanan negara, akan tetapi

penyimpangan tersebut adalah sehubungan dengan kepentingan

yang lebih besar lagi yaitu keamanan negara yang harus dilindungi.

Demikian pula susunan bab-bab yang ada dalam peraturan khusus

tersebut harus merupakan suatu tatanan yang utuh. Selain

ketentuan tersebut, pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

(KUHP) menyebutkan bahwa semua aturan termasuk asas yang

terdapat dalam buku I Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

berlaku pula bagi peraturan pidana di luar Kitab Undang-Undang

Hukum Pidana (KUHP) selama peraturan di luar Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut tidak mengatur lain.

Hukum Pidana khusus, bukan hanya mengatur hukum pidana

materielnya saja, akan tetapi juga hukum acaranya, oleh karena itu

harus diperhatikan bahwa aturan-aturan tersebut seyogyanya tetap

memperhatikan asas-asas umum yang terdapat baik dalam

ketentuan umum yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana (KUHP) bagi hukum pidana materielnya sedangkan untuk

hukum pidana formilnya harus tunduk terhadap ketentuan yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana/KUHAP).

Sebagaimana pengertian tersebut di atas, maka pengaturan pasal

25 Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme, bahwa untuk menyelesaikan kasus-kasus

Tindak Pidana Terorisme, hukum acara yang berlaku adalah

sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara

15

Page 16: Terorisme Di Indonesia

Pidana/KUHAP). Artinya pelaksanaan Undang-Undang khusus ini

tidak boleh bertentangan dengan asas umum Hukum Pidana dan

Hukum Acara Pidana yang telah ada. Namun, pada kenyataannya,

terdapat isi ketentuan beberapa pasal dalam Undang-Undang

tersebut yang merupakan penyimpangan asas umum Hukum Pidana

dan Hukum Acara Pidana. Penyimpangan tersebut mengurangi Hak

Asasi Manusia, apabila dibandingkan asas-asas yang terdapat dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Apabila memang

diperlukan suatu penyimpangan, harus dicari apa dasar

penyimpangan tersebut, karena setiap perubahan akan selalu

berkaitan erat dengan Hak Asasi Manusia[20]. Atau mungkin karena

sifatnya sebagai Undang-Undang yang khusus, maka bukan

penyimpangan asas yang terjadi di sini, melainkan pengkhususan

asas yang sebenarnya menggunakan dasar asas umum, namun

dikhususkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang khusus

sifatnya yang diatur oleh Undang-Undang Khusus tersebut.

Sesuai pengaturan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang

Hukum Acara Pidana (Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana/KUHAP), penyelesaian suatu perkara Tindak Pidana sebelum

masuk dalam tahap beracara di pengadilan, dimulai dari

Penyelidikan dan Penyidikan, diikuti dengan penyerahan berkas

penuntutan kepada Jaksa Penuntut Umum. Pasal 17 Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana/KUHAP) menyebutkan bahwa perintah

Penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang

diduga keras telah melakukan Tindak Pidana berdasarkan Bukti

Permulaan yang cukup. Mengenai batasan dari pengertian Bukti

Permulaan itu sendiri, hingga kini belum ada ketentuan yang secara

jelas mendefinisikannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP) yang menjadi dasar pelaksanaan Hukum Pidana.

Masih terdapat perbedaan pendapat di antara para penegak hukum.

Sedangkan mengenai Bukti Permulaan dalam pengaturannya pada

16

Page 17: Terorisme Di Indonesia

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Terorisme, pasal 26 berbunyi:

1. Untuk memperoleh Bukti Permulaan yang cukup, penyidik dapat

menggunakan setiap Laporan Intelijen.

2. Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh Bukti Permulaan

yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus

dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua dan Wakil Ketua

Pengadilan Negeri.

3. Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga)

hari.

4. Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

ditetapkan adanya Bukti Permulaan yang cukup, maka Ketua

Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan

Penyidikan.

Permasalahannya adalah masih terdapat kesimpang siuran tentang

pengertian Bukti Permulaan itu sendiri, sehingga sulit menentukan

apakah yang dapat dikategorikan sebagai Bukti Permulaan,

termasuk pula Laporan Intelijen, apakah dapat dijadikan Bukti

Permulaan. Selanjutnya, menurut pasal 26 ayat 2, 3 dan 4 Undang-

Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Terorisme, penetapan suatu Laporan Intelijen sebagai Bukti

Permulaan dilakukan oleh Ketua/Wakil Ketua Pengadilan Negeri

melalui suatu proses/mekanisme pemeriksaan (Hearing) secara

tertutup. Hal itu mengakibatkan pihak intelijen mempunyai dasar

hukum yang kuat untuk melakukan penangkapan terhadap

seseorang yang dianggap melakukan suatu Tindak Pidana

Terorisme, tanpa adanya pengawasan masyarakat atau pihak lain

mana pun. Padahal kontrol sosial sangat dibutuhkan terutama dalam

hal-hal yang sangat sensitif seperti perlindungan terhadap hak-hak

setiap orang sebagai manusia yang sifatnya asasi, tidak dapat

diganggu gugat.

17

Page 18: Terorisme Di Indonesia

Oleh karena itu, untuk mencegah kesewenang-wenangan dan

ketidakpastian hukum, diperlukan adanya ketentuan yang pasti

mengenai pengertian Bukti Permulaan dan batasan mengenai

Laporan Intelijen, apa saja yang dapat dimasukkan ke dalam

kategori Laporan Intelijen, serta bagaimana sebenarnya hakekat

Laporan Intelijen, sehingga dapat digunakan sebagai Bukti

Permulaan. Terutama karena ketentuan pasal 26 ayat (1) tersebut

memberikan wewenang yang begitu luas kepada penyidik untuk

melakukan perampasan kemerdekaan yaitu penangkapan, terhadap

orang yang dicurigai telah melakukan Tindak Pidana Terorisme,

maka kejelasan mengenai hal tersebut sangatlah diperlukan agar

tidak terjadi pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dengan

dilakukannya penangkapan secara sewenang-wenang oleh aparat,

dalam hal ini penyidik.

Demikian pula perlu dirumuskan tentang pengaturan, cara

mengajukan tuntutan terhadap petugas yang telah salah dalam

melakukan tugasnya, oleh orang-orang yang menderita akibat

kesalahan itu dan hak asasinya telah terlanggar, karena banyak

Pemerintah suatu negara dalam melakukan pencegahan maupun

penindakan terhadap perbuatan teror melalui suatu pengaturan

khusus yang bersifat darurat, dimana aturan darurat itu dianggap

telah jauh melanggar bukan saja hak seseorang terdakwa, akan

tetapi juga terhadap Hak Asasi Manusia. Aturan darurat sedemikian

itu telah memberikan wewenang yang berlebih kepada penguasa di

dalam melakukan penindakan terhadap perbuatan teror.

Telah banyak negara-negara didunia yang mengorbankan Hak Asasi

Manusia demi pemberlakuan Undang-Undang Antiterorisme,

termasuk hak-hak yang digolongkan kedalam non-derogable rights,

yakni hak-hak yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya dalam

keadaan apapun[23]. Undang-Undang Antiterorisme kini diberlakukan

di banyak negara untuk mensahkan kesewenang-wenangan

18

Page 19: Terorisme Di Indonesia

(arbitrary detention) pengingkaran terhadap prinsip free and fair

trial. Laporan terbaru dari Amnesty Internasional menyatakan bahwa

penggunaan siksaan dalam proses interogasi terhadap orang yang

disangka teroris cenderung meningkat.

Hal seperti inilah yang harus dihindari, karena Tindak Pidana

Terorisme harus diberantas karena alasan Hak Asasi Manusia,

sehingga pemberantasannya pun harus dilaksanakan dengan

mengindahkan Hak Asasi Manusia. Demikian menurut Munir, bahwa

memang secara nasional harus ada Undang-Undang yang mengatur

soal Terorisme, tapi dengan definisi yang jelas, tidak boleh justru

melawan Hak Asasi Manusia. Melawan Terorisme harus ditujukan

bagi perlindungan Hak Asasi Manusia, bukan sebaliknya membatasi

dan melawan Hak Asasi Manusia. Dan yang penting juga bagaimana

ia tidak memberi ruang bagi legitimasi penyalahgunaan kekuasaan.7

VI. Upaya Menanggulangi dan Memberantas Terorisme

Kita semua pasti sepakat bahwa usaha-usaha memerangi terorisme

dalam bentuk apapun tidak boleh dilakukan dengan cara

kekerasan. Upaya memerangi terorisme harus berangkat dari

penyelesaian terhadap akar atau sumber masalah, karena jika tidak

diketahui dan dihilangkan dulu factor penyebabnya maka sulit

ditemukan langkah-langkahh atau strategi yang tepat untuk

memberantasnya.

Bachtiar Efendy berpendapat bahwa usaha untuk memerangi

terorisme di Negeri ini, terutama yang berkaitan dengan kelompok

garis keras, tidak banyak yang bias dilakukan karena sebenarnya

sebab-sebab terorisme itu tidak ada di Indonesia, Indonesia hanya

7 http://www.wikipedia.org//Terorisme_di_Indonesia.htm Tanggal Akses 13 Oktober 2010 Pukul 20.09 WIB

19

Page 20: Terorisme Di Indonesia

ketempatan terorisme global saja. Jadi untuk memeranginya harus

bersifat global pula.

Menyoroti masalah terorisme di Indonesia yang semakin meningkat

belakangan ini, bahtiar menyatakan pandangannya tentang

pentingnya penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Setiap

tindakan kekerasan harus ditindak tegas, siapapun pelakunya.

BAB III

KESIMPULAN

Teror atau Terorisme tidak selalu identik dengan kekerasan. Terorisme

adalah puncak aksi kekerasan, terrorism is the apex of violence. Bisa

saja kekerasan terjadi tanpa teror, tetapi tidak ada teror tanpa

kekerasan. Terorisme tidak sama dengan intimidasi atau sabotase.

Sasaran intimidasi dan sabotase umumnya langsung, sedangkan

terorisme tidak. Korban tindakan Terorisme seringkali adalah orang

yang tidak bersalah. Kaum teroris bermaksud ingin menciptakan sensasi

agar masyarakat luas memperhatikan apa yang mereka perjuangkan.

Tindakan teror tidaklah sama dengan vandalisme, yang motifnya

merusak benda-benda fisik. Teror berbeda pula dengan mafia. Tindakan

20

Page 21: Terorisme Di Indonesia

mafia menekankan omerta, tutup mulut, sebagai sumpah. Omerta

merupakan bentuk ekstrem loyalitas dan solidaritas kelompok dalam

menghadapi pihak lain, terutama penguasa. Berbeda dengan Yakuza

atau mafia Cosa Nostra yang menekankan kode omerta, kaum teroris

modern justru seringkali mengeluarkan pernyataan dan tuntutan.

Mereka ingin menarik perhatian masyarakat luas dan memanfaatkan

media massa untuk menyuarakan pesan perjuangannya

untuk memerangi terorisme di Negeri ini, terutama yang berkaitan

dengan kelompok garis keras, tidak banyak yang bias dilakukan karena

sebenarnya sebab-sebab terorisme itu tidak ada di Indonesia, Indonesia

hanya ketempatan terorisme global saja. Jadi untuk memeranginya

harus bersifat global pula.

Menyoroti masalah terorisme di Indonesia yang semakin meningkat

belakangan ini, bahtiar menyatakan pandangannya tentang pentingnya

penegakan hukum dan keadilan di Indonesia. Setiap tindakan kekerasan

harus ditindak tegas, siapapun pelakunya.

DAFTAR PUSTAKA

Purwanto, Wawan H. Terorisme Undercover : Memberantas Terorisme Hingga ke Akar-Akar, Mungkin Kah?. Jakarta: CMB Press2007

Rohmawati, Wacana Terorisme di Indonesia 1999-2003, Jakarta: UIN Press. 2004

Tim Prima Pena. Kamus Ilmiah Populer Edisi Lengkap. (Jakarta: Gitamedia Press. 2006)

Zulfidah, Abdullah. Terorisme dan Konspirasi Anti Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2002

www.wikipedia.org

21

Page 22: Terorisme Di Indonesia

22