terapi antiplatelet kombinasi jangka panjang pada pasien stroke iskemik dan tia[1]

7
Terapi antiplatelet kombinasi jangka panjang pada pasien stroke iskemik dan TIA Terapi DP-ASA jangka panjang pada pasien dengan stroke sikemik dan TIA Dua penelitian kecil pada akhir tahun 1970an sampai awal tahun 80an belum membuktikan kelebihan terapi kombinasi DP-ASA dibanding terapi tunggal aspirin. Barulah setelahnya 4 penelitian besar menunjukkan kemanjuran DP-ASA pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA. Kelompok European stroke prevention study (ESPS), melakukan penelitian besar pertama yang melibatkan 2500 pasien TIA, Iskemik reversibel dengan defisit neurologis, atau stroke dengan onset kurang dari 3 bulan, menunjukkan bahwa setelah 2 tahun, kelompok pasien pengguna DP-ASA ( 75 mg dipyridamol plus 325 mg aspirin dipakai 3 kali sehari ) untuk mendapatkan komplikasi berat stroke berulang, dan kematian lebih rendah dibanding kelompok pemakai placebo. Penelitian besar kedua dari kelompok ESPS, melibatkan 6602 pasien secara acak dengan TIA atau stroke iskemik dengan onset kurang 3 bulan pada salah satu dari empat kelompok : terapi kombinasi ERDP-ASA (200 mg ERDP plus 25 mg aspirin 2 kali sehari), terapi tunggal ERDP ( 200 mg 2 kali sehari ), terapi tunggal aspirin ( 25 mg 2 kali sehari ) dann plasebo. Terapi kombinasi ERDP-ASA mengurangi kejadian stroke berulang dengan RRRs of 23.1% (p=0.006), 24.7% (p=0.002), dan 37.0% (p<0.001) dibanding dengan aspirin, ERDP, dan placebo. Untuk komplikasi berat ataupun kematian, terapi kombinasi lebih baik dibandingkan placebo dan cenderung menurun kejadiannya dibandingkan aspirin. Angka kejadian stroke berulang dan timbulnya kompliklasi berat lebih rendah bila diterapi dengan aspirin dan ERDP dibandingkan dengan terapi placebo. Perdarahan di beberapa lokasi (dari ringan hingga berat) terjadi dengan persentase 4.5%, 4.7%, 8.2%, and 8.7% pada pasien pengguna plasebo, ERDP, aspirin dan terapi ERDP-ASA secara berurutan. Pernyataan bahwa aspirin berhubungan dengan meningkatnya resiko perdarahan dibanding ERDP adalah tidak. Nyeri kepala lebih sering terjadi pada terapi tunggal ERDP (8,0 %) dan ERDP-ASA (8,1 %) dibanding terapi aspirin (1,9 %) dan placebo (2,4 %). Bagaimanapun juga,hasil peneleitian ESPS ke-2, tentang keuntungan terapi kombinasi ERDP-ASA dibanding terapi aspirin belum diterima secara luas, karena 1) hasilnya hanya didemonstrasikan dalam satu percobaan, 2) percobaan ESPS 2 menggunakan aspirin dosis rendah yaitu 25 mg 2 kali sehari, 3) tidak mengurangi resiko terjadinya MI dan kematian pembuluh darah walaupun

Upload: pongidae

Post on 27-Dec-2015

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

Page 1: Terapi Antiplatelet Kombinasi Jangka Panjang Pada Pasien Stroke Iskemik Dan TIA[1]

Terapi antiplatelet kombinasi jangka panjang pada pasien stroke iskemik dan TIA

Terapi DP-ASA jangka panjang pada pasien dengan stroke sikemik dan TIA

Dua penelitian kecil pada akhir tahun 1970an sampai awal tahun 80an belum membuktikan kelebihan terapi kombinasi DP-ASA dibanding terapi tunggal aspirin. Barulah setelahnya 4 penelitian besar menunjukkan kemanjuran DP-ASA pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA.

Kelompok European stroke prevention study (ESPS), melakukan penelitian besar pertama yang melibatkan 2500 pasien TIA, Iskemik reversibel dengan defisit neurologis, atau stroke dengan onset kurang dari 3 bulan, menunjukkan bahwa setelah 2 tahun, kelompok pasien pengguna DP-ASA ( 75 mg dipyridamol plus 325 mg aspirin dipakai 3 kali sehari ) untuk mendapatkan komplikasi berat stroke berulang, dan kematian lebih rendah dibanding kelompok pemakai placebo.

Penelitian besar kedua dari kelompok ESPS, melibatkan 6602 pasien secara acak dengan TIA atau stroke iskemik dengan onset kurang 3 bulan pada salah satu dari empat kelompok : terapi kombinasi ERDP-ASA (200 mg ERDP plus 25 mg aspirin 2 kali sehari), terapi tunggal ERDP ( 200 mg 2 kali sehari ), terapi tunggal aspirin ( 25 mg 2 kali sehari ) dann plasebo. Terapi kombinasi ERDP-ASA mengurangi kejadian stroke berulang dengan RRRs of 23.1% (p=0.006), 24.7% (p=0.002), dan 37.0% (p<0.001) dibanding dengan aspirin, ERDP, dan placebo. Untuk komplikasi berat ataupun kematian, terapi kombinasi lebih baik dibandingkan placebo dan cenderung menurun kejadiannya dibandingkan aspirin. Angka kejadian stroke berulang dan timbulnya kompliklasi berat lebih rendah bila diterapi dengan aspirin dan ERDP dibandingkan dengan terapi placebo. Perdarahan di beberapa lokasi (dari ringan hingga berat) terjadi dengan persentase 4.5%, 4.7%, 8.2%, and 8.7% pada pasien pengguna plasebo, ERDP, aspirin dan terapi ERDP-ASA secara berurutan. Pernyataan bahwa aspirin berhubungan dengan meningkatnya resiko perdarahan dibanding ERDP adalah tidak. Nyeri kepala lebih sering terjadi pada terapi tunggal ERDP (8,0 %) dan ERDP-ASA (8,1 %) dibanding terapi aspirin (1,9 %) dan placebo (2,4 %). Bagaimanapun juga,hasil peneleitian ESPS ke-2, tentang keuntungan terapi kombinasi ERDP-ASA dibanding terapi aspirin belum diterima secara luas, karena 1) hasilnya hanya didemonstrasikan dalam satu percobaan, 2) percobaan ESPS 2 menggunakan aspirin dosis rendah yaitu 25 mg 2 kali sehari, 3) tidak mengurangi resiko terjadinya MI dan kematian pembuluh darah walaupun menggunakan terapi kombinasi yang lebih poten, dan 4) dalam 11 percobaan meta analisis, terapi kombinasi DP-ASA telah menyebabkan penurunan kejadian gangguan vaskuler dibandingkan terapi aspirin.

Ketidakpastian tentang keunggulan dari terapi kombinasi dipyridamole plus aspirin dibandingkan dengan terapi tunggal aspirin memicu dilakukannya penelitian besar yang ketiga, European/Australasian Stroke Prevention in Reversible Ischemia Trial (ESPRIT), yang menggunakan desain PROBE, di mana DP-ASA [ Kombinasi tetap dosis 200 mg ERPD ditambah 25 mg aspirin dua kali sehari atau sebagai kombinasi bebas dari 200 mg dipyridamole dua kali sehari plus aspirin (30-325 mg / hari)] dibandingkan dengan aspirin monoterapi (30-325 mg / hari) pada 2763 pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang diduga berasal dari arteri dengan onset waktu 6 bulan. Komplikasi berat dengan kerusakan pembuluh darah, stroke nonfatal, nonfatal MI, atau komplikasi pendarahan besar berkurang secara signifikan dengan terapi ganda terhadap aspirin monoterapi (13% vs 16%; HR = 0.80, 95% CI = 0,66-0,98; ARR = 1,0% / tahun, 95% CI = 0,1-1,8). Tingkat kejadian kerusakan berat vaskular, stroke nonfatal, dan nonfatal MI (termasuk peristiwa pendarahan besar) juga secara signifikan kejadiaannya lebih rendah dengan terapi kombinasi (HR = 0.78, 95% CI = 0,63-0,97). Penggunaan terapi kombinasi dikaitkan dengan kecenderungan terjadinya penurunan kejadian stroke iskemik (HR = 0.84, 95% CI = 0,64-1,10) dan kejadian iskemik utama termasuk kerusakan nonhemorrhagic vaskular, stroke iskemik fatal, dan nonfatal MI (HR = 0.81, 95% CI = 0,65-1,01). Kelompok yang mendapatkan terapi kombinasi lebih sering menghentikan obat

Page 2: Terapi Antiplatelet Kombinasi Jangka Panjang Pada Pasien Stroke Iskemik Dan TIA[1]

percobaan dibandingkan dengan kelompok monoterapi aspirin, dan setidaknya 25% dari penghentian dikaitkan dengan sakit kepala. Sebuah penelitian meta-analisis terbaru menemukan bahwa terapi kombinasi DP-ASA dibandingkan aspirin monoterapi lebih efektif untuk mencegah kerusakan vaskular utama yang menyebabkan kematian vaskular, stroke nonfatal, dan nonfatal MI (HR = 0.82, 95% CI = 0,74-0,91).

Hasil ESPRIT telah menjadi subyek perdebatan. Pertama, beberapa temuan tidak dapat dijelaskan oleh aktivitas terapi kombinasi antiplatelet yang disempurnakan. Kelompok terapi kombinasi memiliki risiko pendarahan besar lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok monoterapi, dan perbedaan itu lebih menonjol untuk analisis on-treatment (signifikan secara statistik) dibandingkan analisis intention-to-treat (statistik tidak signifikan). Menurut kurva Kaplan-Meier untuk kejadian vaskular iskemik, tidak ada perbedaan dalam 2,5 tahun pertama, namun perbedaan muncul setelahnya. Jika manfaat terapi kombinasi berhubungan dengan efek antiplatelet, kurva Kaplan-Meier akan mendivergen. Kedua, ESPRIT menggunakan desain PROBE, yang berisiko bias pada pelaporan. Selain itu, para peneliti ESPRIT tidak memberikan informasi tentang pengawasan faktor risiko selama follow up, yang sangat penting dalam penelitian.

Sejak percobaan sebelumnya dan meta-analisis menunjukkan bahwa terapi kombinasi DP-ASA memiliki efek perlindungan vaskular lebih besar daripada clopidogrel monoterapi dan kedua regimen tersebut lebih efektif daripada aspirin monoterapi,penelitian tentang regimen pencegahan yang efektif guna menghindari stroke kedua dilakukan dengan membandingkan terapi kombinasi ERDP -ASA (200 mg ERDP ditambah 25 mg aspirin dua kali sehari) dan clopidogrel monoterapi (75 mg sekali sehari) pada 20.332 pasien dengan stroke iskemik dalam waktu 3 bulan dari onset dengan ikutan rata-rata 2,5 tahun. Pada awalnya, penelitian bertujuan untuk membandingkan ERDP-ASA dan clopidogrel plus aspirin, tetapi setelah hasil Pengelolaan Atherothrombosis dengan Clopidogrel pada pasien Berisiko Tinggi dengan TIA sebelumnya atau Stroke Iskemik (MATCH) trial, kemudian desainnya dimodifikasi dengan membandingkan ERDP-ASA dan clopidogrel monoterapi melibatkan 2.027 pasien. Selain itu, analisis statistik yang telah direncanakan diubah dari tes superioritas menjadi tes noninferiority karena angka kejadian yang lebih rendah dari perkiraan yang diamati selama percobaan. Pada kejadian stroke berulang tidak berbeda antara terapi yang menggunakan ERDP-ASA dan kelompok clopidogrel (9,0% vs 8,8%; HR = 1.01, 95% CI = 0,92-1,11), namun percobaan itu gagal menunjukkan noninferiority dari ERDP-ASA terhadap clopidogrel monoterapi karena batas atas interval kepercayaan menyeberangi margin noninferiority yang telah ditetapkan 1.075 (menunjukkan noninferiority perbedaan 7,5%). Kelompok terapi ERDP-ASA ternyata memiliki angka kejadian stroke iskemik lebih sedikit, meskipun perbedaannya tidak signifikan secara statistik (7,7% vs 7,9%; HR = 0.97, 95% CI = 0,88-1,07), tetapi lebih signifikan pada perdarahan intrakranial (1,4% vs . 1,0%; HR = 1.42, 95% CI = 1,11-1,83). Angka kejadian kelainan vaskular utama seperti stroke, MI, dan kerusakan vaskular tidak berbeda antara kedua kelompok (13,1% vs 13,1%; HR = 0,99, 95% CI = 0,92-1,07), tetapi kelompok ERDP-ASA memiliki angka kejadian yang lebih tinggi pada keadaan pendarahan mayor (4,1% vs 3,6%; HR = 1,15, 95% CI = 1,00-1,32). Namun, tingkat kepatuhan pengobatan pasien ERDP-ASA lebih rendah dibandingkan pasien yang menerima clopidogrel, hal itu terjadi karena efek samping berupa sakit kepala dan keluhan gastrointestinal. Ketidakpatuhan dalam pengobatan mungkin mempengaruhi hasil dari penelitian. Apapun alasannya, clopidogrel monoterapi dan terapi kombinasi ERDP-ASA ditemukan sama-sama berkhasiat untuk pencegahan stroke sekunder.

Terapi clopidogrel jangka panjang ditambah terapi aspirin pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA

Percobaan besar pertama oleh MATCH study, yang secara acak, double-blind, placebo-controlled trial untuk membandingkan clopidogrel (75 mg sekali sehari) plus aspirin (75 mg sekali sehari) yang dibandingkan dengan clopidogrel monoterapi pada pasien yang mengalami stroke iskemik atau TIA, dalam onset waktu 3 bulan, dan memiliki satu atau lebih faktor risiko, seperti stroke iskemik

Page 3: Terapi Antiplatelet Kombinasi Jangka Panjang Pada Pasien Stroke Iskemik Dan TIA[1]

sebelumnya, MI sebelumnya, angina pectoris, diabetes mellitus, atau penyakit arteri perifer simptomatik (PAD). Percobaan MATCH melibatkan 7599 pasien, dan follow up selama 18 bulan. kelompok clopidogrel plus aspirin dan kelompok clopidogrel monoterapi memiliki kemanjuran yang sama pada pasien stroke iskemik, MI, infark vaskuler, TIA yang mendapat perawatan, angina pectoris, atau perburukan PAD (15,7% vs 16,7%; RRR = 6,4%, 95% CI = -4.6 menjadi 16,3, p = 0,244) serta kejadian sekunder pada stroke, MI, atau kematian vaskular (11,7% vs 12,4%; RRR = 5,9%, 95% CI = -7,1 menjadi 17,3, p = 0.360) dan stroke iskemik berulang (10,6% vs 11,3%; RRR = 6,6%, 95% CI = -7.0 menjadi 18,5, p = 0,324). Namun, kelompok terapi kombinasi lebih cenderung mengalami perdarahan yang mengancam kehidupan dibandingkan dengan kelompok clopidogrel monoterapi (2,6% vs 1,3%; ARI = 1.26%, 95% CI = 0,64-1,88, p <0,0001), dan perdarahan yang hebat (1,9% vs 0,6%; ARI = 1.36%, 95% CI = 0,86-1,86, p <0,0001) .Oleh karena itu, menambahkan aspirin dalam terapi clopidogrel tidak memberikan manfaat lebih lanjut, bahkan bertambah bahaya.

Ada beberapa kritik dari percobaan MATCH. Pertama, kurang dari 20% dari pasien yang terdaftar dalam waktu 7 hari dari onset stroke, dan lebih dari 30% yang terdaftar setelah 30 hari. Oleh karena itu, percobaan itu sebagian besar melupakan waktu ketika risiko tinggi dan efek pengobatan akan besar. Kedua, lebih dari 50% dari pasien memiliki mekanisme etiologi oklusi pembuluh darah kecil, yang memiliki risiko lebih rendah terkena stroke berulang tetapi risiko tinggi terkena perdarahan intraserebral selanjutnya dibandingkan subtipe stroke iskemik lainnya, dan dengan demikian meningkatkan risiko pendarahan besar dan mengurangi manfaat clopidogrel dan terapi kombinasi aspirin.

Percobaan pada clopidogrel untuk High Risk atherothrombotis dan Iskemik Stabilisasi, Manajemen, dan Penghindaran secara acak, double-blind, kontrol plasebo lain besar, yang dibandingkan dengan clopidogrel (75 mg sekali sehari) plus aspirin (75-162 mg sekali sehari) dibandingkan aspirin monoterapi pada 15.603 pasien dengan penyakit jantung yang mendasarinya atau dengan beberapa faktor risiko. Hasil pecobaan mengungkapkan bahwa tidak ada manfaat yang signifikan dari penambahan clopidogrel dengan aspirin selama 28 bulan follow-up untuk mencegah komposit dari vaskular pada pasien dengan risiko tinggi atherothrombosis.

Ketika menganalisis data dari 9.478 pasien yang didasari penyakit kardiovaskular (riwayat MI, stroke, atau simtomatik PAD sebelumnya), terapi kombinasi secara signifikan mengurangi komposit dari MI, stroke, atau kematian vaskular (7,3% vs 8,8%; HR = 0.83, 95% CI = 0,72-0,96, p = 0,01) dibandingkan dengan aspirin monoterapi, tanpa meningkatkan terjadinya suatu pendarahan yang hebat (1,7% vs 1,5%; HR = 1,12, 95% CI = 0,81-1,53, p = 0.50). Namun, peristiwa pendarahan moderat lebih sering terjadi pada subkelompok terapi kombinasi (2,0% vs 1,3%; HR = 1.60, 95% CI = 1,16-2,20, p = 0,004). Analisis subkelompok lain dari 4320 pasien dengan stroke iskemik atau TIA sebelumnya menemukan bahwa terapi kombinasi cenderung mengurangi komposit stroke, MI, atau kematian vaskular (8,1% vs 9,6%; HR = 0.84, 95% CI = 0,69-1,03) dan stroke berulang (4,9% vs 6,1%; HR = 0.80, 95% CI = 0,62-1,03) tanpa disertai peningkatan kejadian pendarahan parah secara signifikan (1,9% vs 1,7%; HR = 1.11, 95% CI = 0,71-1,73 ), tetapi sekali lagi kejadian tesebut dapat meningkat secara signifikan (2,4% vs 1,1%; HR = 2.15, 95% CI = 1,32-3,49). Namun, analisis subkelompok post-hoc menghubungkan risiko terjadinya bias terkait dengan beberapa pengujian dan pelaporan selektif, dan dengan demikian harus dianggap sebagai suatu hipotesi saja.

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh secondary prevention of small subcortical strokes (SPS3), yang secara acak, double-blind, terkontrol plasebo yang membandingkan clopidogrel (75 mg sekali sehari) plus aspirin (325 mg sekali sehari) dibandingkan aspirin monoterapi pada 3020 pasien yang memiliki tanda lacunar infark yang dikonfirmasi dengan MRI dalam waktu 6 bulan dari onset, dengan tindak lanjut rata-rata 3-4 tahun. Angka kejadian pada keadaan akhir stroke berulang (stroke iskemik atau hemoragik) tidak berbeda antara kelompok clopidogrel plus aspirin dan kelompok aspirin monoterapi (2,5% / tahun vs 2,7% / tahun; HR = 0.92, 95% CI = 0.72- 1.16, p = 0.48).Tidak ada perbedaan antara terapi kombinasi dan aspirin monoterapi dalam tingkat stroke iskemik (2,0% /

Page 4: Terapi Antiplatelet Kombinasi Jangka Panjang Pada Pasien Stroke Iskemik Dan TIA[1]

tahun vs 2,4% / tahun; HR = 0.82, 95% CI = 0,63-1,09, p = 0,13) atau stroke fatal ( 0,84% / tahun vs 0,78% / tahun; HR = 1.06, 95% CI = 0,69-1,64, p = 0.79). Namun, kelompok terapi kombinasi memiliki angka pendarahan yang lebih tinggi daripada kelompok aspirin monoterapi (2,1% / tahun vs 1,1% / tahun; HR = 1.97, 95% CI = 1,41-2,71, p <0,001) dan memiliki lebih banyak kasus perdarahan intrakranial (0,42% / tahun vs 0,25% / tahun; HR = 1.65, 95% CI 0,83-3,31, p = 0,15). angka kematian oleh berbagai penyebab lebih tinggi pada kelompok terapi kombinasi daripada kelompok monoterapi (2,1% / tahun vs 1,4% / tahun; HR = 1,52, 95% CI = 1,14-2,04, p = 0,004); kematian ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan kematian vaskular yang definite ataupun probable. Percobaan SPS3 secara jelas menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel pada aspirin untuk terapi jangka panjang pada pasien dengan infark lakunar adalah suatu kontraindikasi.

Meta-analisis pada terapi kombinasi jangka panjang pada pasien dengan stroke iskemik atau TIA

Sebuah meta-analisis terbaru dari 7 percobaan yang melibatkan 39.574 pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang membandingkan terapi kombinasi antiplatelet jangka panjang (kisaran = 1,3-3,5 tahun) dan antiplatelet monoterapi terhadap risiko terjadinya perdarahan intrakranial dan manfaat guna mencegah stroke berulang: 2 percobaan dengan menggunakan clopidogrel ditambah aspirin dibandingkan aspirin, 1 percobaan dengan menggunakan clopidogrel ditambah aspirin dibandingkan clopidogrel, 2 percobaan dengan menggunakan DP-ASA dibandingkan aspirin, 1 percobaan dengan menggunakan DP-ASA vs clopidogrel, dan 1 percobaan dengan tiklopidin ditambah aspirin dibandingkan tiklopidin. Terapi kombinasi antiplatelet dikaitkan untuk cenderung menurunkan risiko stroke berulang dibandingkan dengan aspirin monoterapi (RR = 0,89, 95% CI = 0,78-1,01), tetapi tidak meningkatan risiko perdarahan intrakranial (RR = 0,99, 95% CI = 0,70-1,42).Dibandingkan dengan clopidogrel monoterapi, terapi ganda memiliki pengurangan risiko yang sebanding untuk stroke berulang (RR = 1,01, 95% CI = 0,93-1,08), namun lebih risiko menyebabkan terjadinya perdarahan intrakranial (RR = 1,46, 95% CI = 1,17-1,82) , rata-rata 4 dari 1000 pasien yang diobati mengalami perdarahan intrakranial (95% CI = 1-7) Besarnya peningkatan risiko tidak substansial. Namun, mengingat bahwa terapi kombinasi yang diberikan bermanfaat bagi pencegahan stroke berulang, tetapi memilik dampak yang besar dan fatal berupa perdarahan intrakranial dengan stroke iskemik, terapi kombinasi tidak dapat direkomendasikan sebagai terapi jangka panjang seperi clopidogrel monoterapi

Singkatnya, terapi kombinasi antiplatelet diberikan secara awal setelah stroke iskemik atau TIA mungkin untuk mengurangi kejadian stroke berulang dan gangguan vaskular utama dibandingkan dengan antiplatelet monoterapi, dengan tidak ada peningkatan signifikan kejadian pendarahan besar. Sebaliknya, untuk terapi jangka panjang biasanya diberikan setelah periode berisiko tinggi, terapi kombinasi antiplatelet cenderung meningkatkan perburukan yang disebabkan oleh pendarahan besar, termasuk perdarahan intrakranial, dan manfaatnya dapat mencegah lebih lanjut stroke berulang serta kejadian iskemik utama yang masih kontroversial. Risiko stroke berulang tertinggi terjadi selama periode awal setelah stroke iskemik atau TIA, tapi risiko ini berkurang dengan waktu. Dengan demikian, manfaat terapi kombinasi antiplatelet lebih poten memblok jalur aktivasi trombosit mungkin lebih besar daripada risiko perdarahan untuk penggunaan jangka pendek, tetapi mungkin sebanding dengan risiko perdarahan untuk penggunaan jangka panjang. Oleh karena itu, untuk penelitian lebih lanjutdiperlukan kandidat terbaik untuk terapi kombinasi antiplatelet. Saat ini, Korea, Amerika, dan pedoman Stroke Eropa tidak merekomendasikan terapi kombinasi antiplatelet jangka panjang kecuali untuk terapi kombinasi ERDP-ASA.