terampil dalam pemecahan masalah: kompetensi matematika...

8
SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017 PM-489 M-72 Terampil dalam Pemecahan Masalah: Kompetensi Matematika Siswa Abad 21 Nanang Ade Putra Yaman 1 , Azwar Anwar 2 Universitas Negeri Yogyakarta 1 Universitas Negeri Yogyakarta 2 [email protected] Abstrak. Kompetisi yang semakin ketat di abad 21 menuntut individu-individu yang cakap agar dapat bertahan dan ikut bersaing.Berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, budaya termasuk pendidikan juga ikut terkena dampak dari era globalisasi abad 21.Pendidikan sebagaimana fungsinya adalah sebagai sarana individu, khususnya generasi muda untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradapan yang bermartabat dalam hidup dan kehidupan.Salah satu bidang ilmu yang diajarkan dalam pendidikan adalah matematika.Salah satu dari fungsi matematika adalah sebagai alat untuk memecahkan masalah.Dapat menyelesaikan masalah adalah situasi yang dianggap sulit oleh kebanyakan orang pada umumnya. Hal serupa juga dialami oleh siswa ketika menghadapi situasi-situasi dalam soal-soal yang melibatkan masalah yang rutin maupun tidak rutin atau pada konteks-konteks lain dalam kehidupan yang membutuhkan perencanaan strategi-strategi tertentu dalam menyelesaikannya.Oleh karenanya keterampilan memecahkan masalah dianggap sebagai kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pembahasan pendidikan matematika khususnya di abad 21 ini tidak terlepas dari bagaimana keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah atau keterampilan pemecahan masalah.Tantangan abad 21 menghendaki siswa untuk belajar matematika tidak terbatas pada tujuan konseptual yang umumnya menjadi focus pembelajaran di sekolah-sekolah. Pembelajaran matematika hendaknya juga menyasar tujuan-tujuanprogresif, merujuk kepada isu-isu global yang menghendaki ketrampilan matematika siswa level tinggi yaitu melibatkan keikutsertaan siswa dalam usaha menyelesaikan masalah-masalah dalam berbagai konteks diluar matematika. Hal tersebut dapat tercapai bilamana siswa dalam pembelajaran matematika terbiasa dengan situasi-situasi yang melibatkan keterampilan dalam memecahkan masalah. Makalah ini mengkaji literatur-literatur yang relevan dengan bahasan bagaimana siswa di abad 21 ini dapat belajar matematika untuk menjadi pemecah masalah (problem solver), khususnya mengkaji apa itu pemecahan masalah? Mengapa belajar matematika perlu ditujukan pada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah? Bagaimana mengajarkan pemecahan masalah?. Kata kunci: Kompetensi, Pemecahan Masalah, Terampil, I. PENDAHULUAN Masyarakat abad 21 adalah masyarakat yang terus-menerus mengejar kualitas dan keunggulan [1].Pada abad ini, dibutuhkan individu-individu yang cakap dan terampil sehingga dapat bertahan dan ikut serta dalam kompetisi global.Salah satu jalan untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Harapan masyarakat luas pada individu-individu yang menempuh pendidikan di abad 21 ini tidak hanya terletak pada kemampuan mereka menyelesaikan serangkaian tes-tes kognitif yang biasanya diselenggarakan dalam ruang-ruang pendidikan, namun juga kompetensi mereka diharapkan dapat mencapai tingkat penguasaan diberbagai bidang pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat juga berhasil dalam dunia kerja [2]. Terampil dalam hal ini menurut The European Commissions Cedefop Glossary salah satunya dapat dilihat atau diukur dari bagaimana mereka dapat memecahkan masalah [3].Masalah adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari konteks real kehidupan.Terlebih pada abad 21, berbagai ruang kehidupan menuntut individu cakap dalam menemukan solusi-solusi dari permasalahan yang senantiasa hadir di

Upload: doankien

Post on 06-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017

PM-489

M-72

Terampil dalam Pemecahan Masalah: Kompetensi

Matematika Siswa Abad 21

Nanang Ade Putra Yaman1, Azwar Anwar

2

Universitas Negeri Yogyakarta1

Universitas Negeri Yogyakarta2

[email protected]

Abstrak. Kompetisi yang semakin ketat di abad 21 menuntut individu-individu yang

cakap agar dapat bertahan dan ikut bersaing.Berbagai aspek kehidupan seperti

ekonomi, politik, budaya termasuk pendidikan juga ikut terkena dampak dari era

globalisasi abad 21.Pendidikan sebagaimana fungsinya adalah sebagai sarana

individu, khususnya generasi muda untuk mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak, kepribadian serta peradapan yang bermartabat dalam hidup dan

kehidupan.Salah satu bidang ilmu yang diajarkan dalam pendidikan adalah

matematika.Salah satu dari fungsi matematika adalah sebagai alat untuk memecahkan

masalah.Dapat menyelesaikan masalah adalah situasi yang dianggap sulit oleh

kebanyakan orang pada umumnya. Hal serupa juga dialami oleh siswa ketika

menghadapi situasi-situasi dalam soal-soal yang melibatkan masalah yang rutin

maupun tidak rutin atau pada konteks-konteks lain dalam kehidupan yang

membutuhkan perencanaan strategi-strategi tertentu dalam menyelesaikannya.Oleh

karenanya keterampilan memecahkan masalah dianggap sebagai kemampuan berpikir

tingkat tinggi. Pembahasan pendidikan matematika khususnya di abad 21 ini tidak

terlepas dari bagaimana keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah atau

keterampilan pemecahan masalah.Tantangan abad 21 menghendaki siswa untuk

belajar matematika tidak terbatas pada tujuan konseptual yang umumnya menjadi

focus pembelajaran di sekolah-sekolah. Pembelajaran matematika hendaknya juga

menyasar tujuan-tujuanprogresif, merujuk kepada isu-isu global yang menghendaki

ketrampilan matematika siswa level tinggi yaitu melibatkan keikutsertaan siswa dalam

usaha menyelesaikan masalah-masalah dalam berbagai konteks diluar matematika.

Hal tersebut dapat tercapai bilamana siswa dalam pembelajaran matematika terbiasa

dengan situasi-situasi yang melibatkan keterampilan dalam memecahkan masalah.

Makalah ini mengkaji literatur-literatur yang relevan dengan bahasan bagaimana

siswa di abad 21 ini dapat belajar matematika untuk menjadi pemecah masalah

(problem solver), khususnya mengkaji apa itu pemecahan masalah? Mengapa belajar

matematika perlu ditujukan pada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah?

Bagaimana mengajarkan pemecahan masalah?.

Kata kunci: Kompetensi, Pemecahan Masalah, Terampil,

I. PENDAHULUAN

Masyarakat abad 21 adalah masyarakat yang terus-menerus mengejar kualitas dan keunggulan

[1].Pada abad ini, dibutuhkan individu-individu yang cakap dan terampil sehingga dapat bertahan dan ikut

serta dalam kompetisi global.Salah satu jalan untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan kualitas

pendidikan. Harapan masyarakat luas pada individu-individu yang menempuh pendidikan di abad 21 ini

tidak hanya terletak pada kemampuan mereka menyelesaikan serangkaian tes-tes kognitif yang biasanya

diselenggarakan dalam ruang-ruang pendidikan, namun juga kompetensi mereka diharapkan dapat

mencapai tingkat penguasaan diberbagai bidang pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk

dapat juga berhasil dalam dunia kerja [2].

Terampil dalam hal ini menurut The European Commission’s Cedefop Glossary salah satunya dapat

dilihat atau diukur dari bagaimana mereka dapat memecahkan masalah [3].Masalah adalah bagian yang

tidak dapat dipisahkan dari konteks real kehidupan.Terlebih pada abad 21, berbagai ruang kehidupan

menuntut individu cakap dalam menemukan solusi-solusi dari permasalahan yang senantiasa hadir di

ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)

PM-490

berbagai segi kehidupan.Di tempat kerja misalnya, keterampilan memecahkan masalah amat berharga,

dimana kecakapan ini sering disebut sebagai keterampilan abad 21 [4].

Matematika sebagai salah satu bidang ilmu yang diajarkan di sekolah juga hendaknya berorientasi

pada keterampilan siswa-siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah. Kebutuhan untuk mengerti dan

bisa menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja tidak pernah berkurang

dan akan terus meningkat [5] termasuk dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah. Menurut NCTM

dengan belajar pemecahan masalah dalam matematika, siswa belajarcara berpikir, terbiasa gigihdan

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi asing yang akan membantu mereka

di luar kelas matematika [6].

Beberapa studi yang mengukur kompetensi matematika siswa secara internasional seperti TIMSS,

PISA, dan NAEP menyertakan kompetensi pemecahan masalah sebagai salah satu keterampilan

matematika yang diukur.Hal tersebut dapat dilihat dalam kerangka penilaian yang diterbitkan pada

masing-masing website baik dari TIMSS, PISA maupun NAEP.Hal ini menunjukan bahwa pemecahan

masalah dalam matematika menjadi keterampilan yang dipandang dapat merepresentasikan kompetensi

matematika siswa, khususnya di abad 21 ini. Peran guru sebagai pengatur segala aktifitas dalam kelas

amat menentukan keberhasilan pembelajaran dikelas. Di abad 21 ini guru yang terbaik adalah adalah guru

yang memahami bahwa peran mereka sebagai guru adalah untuk menekankan bagaimana siswa dapat

berpikir dalam level tinggi (higher-order thinking) dan dapat menjadi pemecah masalah dan kiranya dapat

memberi pandangan kepada siswa bahwa mereka belajar adalah untuk mereka sendiri [7], termasuk

dalam pembelajaran matematika.

Dalam rangka menciptakan situasi belajar matematika yang dapat membantu atau memandu siswa

menjadi seorang pemecah masalah, semua pihak yang terkait baik guru, pemerintah, pemerhati

pendidikan maupun pihak lainnya perlu kiranya memahami pentingnya keterampilan pemecahan masalah

bagi siswa dalam pembelajaran matematika.berkaitan dengan hal tersebut makalah ini menjawab

beberapa pertanyaan tentang apakah pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika? mengapa

pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika penting di abad 21? dan bagaimana pembelajaran

matematika yang dapat memfasilitasi siswa untuk menjadi pemecahan masalah yang baik?. Oleh

karenanya tujuan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan-rumusan pertanyaan tersebut. Diharapkan

adanya makalah ini dapat memberi tambahan informasi kepada pembaca akan pentingnya keterampilan

pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika pada abad 21 ini, sehingga siswa-siswa Indonesia

dapat ikut bersaing dalam konteks nasional maupun internasional pada bidang matematika untuk hari ini

dan masa-masa yang akan datang.

II. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah kajian literatur. Makalah ini mengkaji literatur-

literatur yang relevan dengan pembahasan pemecahan masalah dan kedudukannya dalam pembelajaran

matematika khususnya pada abad 21 ini.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah matematika dinyatakan sebagai aktifitas kognitif yang melibatkan proses-proses dan strategy—strategi [8]. Aktifitas kognitif dalam hal ini mengacu pada cara berpikir individu dalam menggunakan strategi-strategi kognitif yang melibatkan proses mengetahui, memahami, mengingat, berpikir dan proses-proses lainnya yang terjadi dalam pengolahan informasi [9]. Apakah semua proses kognitif dapat dikatakan sebagai proses pemecahan masalah? Tentu tidak semua. Proses kognitif yang dimaksud harus melibatkan situasi yang tidak rutin yang disebut sebagai masalah [10]. atau dapat berupa hambatan (obstacles) ketika menentukan strategi-strategi dalam mencapai solusi/tujuan [11]. Tugas atau situasi yang sulit yangmelibatkan pemecahan masalah harus dianggap sulit oleh individu yang sedang menghadapinya bukan untuk orang lain [12] dan metode solusi dari tugas atau masalah tersebut tidak dapat segera diketahui [13,5].

Oleh karena masalah adalah situasi yang tidak rutin, berupa hambatan, dan metode solusinya tidak dapat segera diketahui, maka penyelesaiannya tidak dapat dengan hanya menggunakan prosedur algoritma yang umum, misalnya dalam satu kali langkah atau tahapan jawaban atau solusinya dapat diketahui. Mayer (1983) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai multi-proses dimana pemecah masalah harus menemukan hubungan antara apa yang telah dipelajari sebelumnya atau pengalaman sebelumnya (schema) dengan masalah atau tugas yang sedang dihadapi dan diikuti dengan melaksanakan solusi untuk

SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017

PM-491

memecahkannya [14]. Pemecahan masalah dalam hal ini merujuk kepada keseluruhan proses dalam upaya mengatasi atau menyelesaikan suatu masalah [10].

Proses dalam hal ini dapat merujuk kepada penggunaan strategi-strategi berupa langkah-langkah atau tahapan-tahapan tertentu dalam menyelesaikan masalah. Fase pemecahan masalah yang terkenal adalah dari Polya (1945) yang tertuang dalam bukunya dalam bukunya How to Solve it. Polya [15]. menawarkan empat fase pemecahan masalah yang dikenal dengan strategi heuristik yaitu (1) memahami masalah (mengerti masalah, mampu melihat dengan jelas apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya), (2) merencanakan solusi (melihat berbagai hal terhubung, bagaimana hal-hal yang tidak diketahui dapat dihubungkan dengan data/soal, mendapatkan gagasan untuk solusi, membuat sebuah rencana), (3) melaksanakan rencana, (4) melihat kembali solusi yang telah selesai dilaksanakan (meninjau ulang (review) dan mendiskusikannya kembali).

Tidak jauh berbeda, Krulik & Rudnik [16] menawarkan langkah-langkah atau proses pemecahan masalah (sebagaimana terlihat dalam skema alur pada gambar 1) dalam 5 tahapan, yaitu read (melihat dan membaca masalah), explore (melakukan eksplorasi), select a strategy (memilih strategi), dan review and extend (meninjau ulang dan mengembangkan). Tahapan Read dan exploresecara umum dapat ditemukan dalam tahapan understanding a problem dalam Polya. Sementara select a strategy, solve, review and extend secara berurutan dapat dilihat sama dalam tahapan make a plan, carry out our plan, dan looking back dari Polya.

Memilih strategi penyelesaian merupakan bagian yang harus dilakukan dalam pemecahan

masalah.Berbagai strategi yang dapat digunakan menyesuaikan dengan konteks masalah yang diberikan.

Posamentier dan Krulik [17] menyebutkan beberapa strategi yang dapat digunakan dalam pemecahan

masalah, khususnya pada bidang matematika yaitu organizing the data (mengorganisasikan data:

membuat daftra, membuat tabel), intelligent guessing and testing (cerdas menebak dan menguji), solving

a simpler and equivalent problem (memecahkan masalah yang lebih simpel dan setara), acting it

out/simulating the action (mensimulasi sebuah pengerjaan), working backwards (bekerja mundur),

finding a pattern (mencari dan menemukan pola), logical reasoning (melakukan penelaran logis),

making a drawing (membuat atau merepresentasikan dalam gambar), adopting a different point of view

(mengadopsi sudut pandang yang berbeda). Alur pemecahan masalah lebih rinci dapat dilihat pada

gambar 1.

Berikut contoh soal matematika yang melibatkan pemecahan masalah.

Sebuah kubus tanpa tutup dan alas dengan rusuk 2 m. Jika seekor kecoa ingin berjalan dari D ke E dan harus melalui sisi semua kubus tersebut.Tentukan panjang lintasan terpendek kecoa tersebut?Soal ini tidak dapat langsung langsung dijawaboleh siswa dengan menggunakan konsep atau rumus yang mereka biasa kerjakan pada umumnya.Karena ada beberapa tahapan yang harus dilewati dan siswa perlu menggunakan strategi tertentu dalam memecahkan soal.Dalam soal ini siswa harus memahami maksud dari jarak terpendek yang harus dilewati oleh kecoa di semua sisi kubus tanpa sisi alas dan tutup. Menggunakan strategi yang dipilih yaitu membentuk kubus tersebut menjadi jaring-jaring kubus tanpa alas dan tutup sehingga terbentuk 4 persegi dengan masing-masing panjang sisi 2 m, melihat 4 persegi tersebut dengan perspektif satu bangun persegi panjang dengan panjang dan lebar masing-masing 8m dan 2m, kemudian menemukan maksud jarak terpendek dari soal berupa diagonal dari persegi panjang yang terbentuk adalah hasil dari penjelajahan siswa. Penjelajahan dapat berupa mencoba-coba, membuat model, membuat dugaan, dan lainnya.Tahapan selanjutnya adalah siswa dapat menyelesaikan perhitungan panjang diagonal persegi tersebut dari ukuran panjang dan lebarnya. Kemudian melihat kembali mekanisme pemecahan masalah adalah tahapan terakhir dari alur pemecahan masalah untuk dapat memberi keyakinan terhadap jawaban atau solusi yang diperoleh

D

E

2

ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)

PM-492

B. Urgensi Pemecahan Masalah Matematika di Abad 21

Masalah tidak dapat dihindari timbulnya dalam ruang-ruang kehidupan, baik dalam konteks individual

maupun dalam konteks-konteks social.Berkaca pada sejarah, pemecahan masalah telah menjadi bagian

Membuat

grafik

Menjelajah

Mencari

pola

Percobaan

Merekam data

Membuat

diagram atau

model

Iya

Baca

Apa yang

ditanyakan?

Mulai

Kata

Kunci

Pengaturan

masalah

Masukkan masalah dengan

menggunakan kata-

kata sendiri

Tanyakan

kepada guru

Apakah kamu

memahami

masalah?

Apakah kamu

memahami

masalah?

Iya Tidak

Tidak

Apakah jawabanmu

benar?

Apakah ini usaha

pertamamu?

Bahas dan

perluas

Selesai

Lihat

gurumu Mencari

variasi

Iya Tidak

Tidak Iya

Memilih

Strategi

Selesaikan

Membentuk

hipotesis

Mencari

masalah yang lebih

sederhana

Percobaan

Perkiraan

Asusmsikan

solsusi

Gambar 1. Skema Alur Pemecahan Masalah

SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017

PM-493

dari kemajuan sepanjang sejarah, mulai dari pengembangan alat-alat di awal permulaan, kemajuan

agribisinis penemuan vaksin, hingga eksplorasi darat dan laut. [18]. Matematika sebagai salah satu bidang

ilmu yang dipelajari oleh individu atau anak dalam ruang pendidikan hendaknya turut hadir atau menjadi

instrument atau alat untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul ruang-ruang social individu, terlebih

di era modern pada abad 21 ini. Oleh karenanya Burn [6] menyatakan “…to function in our complex and

changing society, people need to be able to solve a wide variety of problems. The elementary math

curriculum must prepare children to become effective problem solver”. Esensi dari pernyataan Burn

bahwa pembelajaran matematika, hendaknya mempersiapkan siswa untuk ikut serta dalam proses-proses

pemecahan masalah di kehidupan di masyarakat.

Dalam proses pemecahan masalah, siswa harus cekatan dalam menciptakan hubungan-hubungan

antara beberapa bagian didalamnya, misalnya siswa harus pandai menghubungkan situasi masalah dengan

konsep-konsep matematika yang relevan. Pada konteks ini siswa siswa akan belajar bahwa dalam

pemecahan masalah kiranya melewati tahapan-tahapan kerja yang membawa mereka kepada pengetahuan

tentang pentingnya berpikir secara terstruktur. Beberapa penelitan psikologi kognitif dan pendidikan

matematika menemukan beberapa hal antaranya: pentingnya struktur pemikiran individu dalam

pemecahan masalah, individu atau anak yang memiliki karakter berpikir structural lebih fleksibel dalam

pemecahan masalah, dan anak-anak yang memiliki karakter berpikir terstruktur memiliki pemahaman

yang lebih baik dalam penguasaan konsep [19]. Sehingga dapat dikatakan bahwa memecahkan masalah

adalah cara yang baik dalam mempelejari konsep-konsep matematika sebagaimana tujuan dari kurikulum-

kurikulum pendidikan matematika.

Sebuah loka-karya (workshop) oleh The Committee on the Assessment of 21st Century Skills [4]

menyebut keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki di abad 21 terdiri dalam 3 kelompok yaitu

keterampilan kognitif, interpersonal dan intrapersonal, dimana dalam ketrampilan kognitif, individu

dituntut mampu menjadi pemecah masalah. TIMSS, PISA dan NAEP yang melakukan studi untuk

mengukur kemampuan siswa dalam subyek yang berbeda-beda termasuk didalamnya matematika masing-

masing menyertakan pemecahan masalah sebagai aspek yang diukur. NAEP menyatakan “The assessment

measures students' knowledge and skills in mathematics and students' ability to apply their knowledge in

problem-solving situations” [20]. PISA [21] mengistilahkan dengan “The seven fundamental

mathematical capabilities”untuk menyebut 7 kerangka proses dasar dalam matematika yaitu salah

satunya “Devising strategies for solving problems” atau merencanakan atau menemukan strategy-strategi

untuk menyelesaikan masalah. Dalam 3 domain applying sebagai salah satu dari domain kognitif yang

dinilai oleh TIMSS dalam kerangka penilaiannya menyatakan “Problem solving is central to the applying

domain” [22]. Ketiga studi ini, baik NAEP, PISA maupun TIMSS memuat kompetensi pemecahan

masalah dalam kerangka penilaiannya.Hal ini menunjukan bahwa kompetensi matematika siswa dapat

dilihat dari sejauh mana mereka dapat memecahkan masalah.

Ketika siswa dapat menyelesaikan masalah dengan serangkaian langkah-langkah tertentu, maka

mereka tidak hanya telah melakukan sesuatu tetapi juga telah meningkatkan kemampuan mereka pada

level keterampilan [23].Siswa terampil dalam menyelesaikan masalah dapat berarti mereka telah mampu

menggunakan konsep-konsep matematika ke dalam berbagai konteks yang dapat didefinisikan, sehingga

mereka dapat dikatakan telah memiliki kompetensi dalam bidang matematika [24].

C. Pembelajaran Matematika untuk Pemecahan Masalah

Representasi masalah, prosedur pemecahan masalah, dan pengenalan pola adalah tiga aspek yang

saling terkait dalam pemecahan masalah[25].Pemecahan masalah akan lebih efektif jika pengetahuan

awal dan bagaimana penerapan dari pengetahuan awal tersebut adalah prinsip utama yang mesti

dipertimbangkan dalam pembelejaran pemecahan masalah [26]. Oleh karenanya penting bagi guru dalam

pembelajaran yang memuat kompetensi pemecahan masalah untuk memahami dan menaksir sejauh apa

kemampuan awal yang dimiliki siswa dan bagaimana siswa menggunakan pengetahuan yang elah

dimiliki tersebut.

Memberi dorongan kepada siswa tentang pentingnya pemecahan masalah juga menjadi sesuatu yang

dapat mempengaruhi seberapa baik kualitas pembelajaran yang melibatkan pemecahan masalah.Selain

mengajarkan bagaimana kemampuan berpikir yang baik dalam pemecahan masalah, guru juga sebaiknya

memberi pemahaman kepada siswa mengapa pengetahuan-pengetahuan tertentu dipelajari untuk

memecahkan masalah dan pemecahan masalah telah berhasil dilakukan menggunakan pengetahuan-

pengetahuan tertentu di masa yang lalu [26].Hal ini dilakukan dengan harapan siswa dapat memiliki

motivasi yang lebih baik dalam mempelajari matematika sebagai alat dan aktifitas pemecahan masalah.

ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)

PM-494

Strategi heuristic adalah strategi yang dapat digunakan dalam membuat siswa menjadi pemecah

masalah. Polya [19] menjelaskan heuristic dengan menyatakan “The aim to heuristic is study the methods

and rules of discovery and invention…heuristic, as an adjective means, serving to discover”. Serving to

discover adalah situasi yang harus diupayakan guru untuk siswa-siswanya dalam pembelajaran

pemecahan masalah. Strategi heuristic mendorong siswa untuk lebih focus pada bagaimana mereka dapat

memahami masalah dengan lebih baik atau bagaimana mereka dapat lebih baik atau membuat kemajuan

dalam proses-proses menuju solusi [27]. Strategi heuristic telah diterapkan dengan baik menurut [28]

ketika situasi-situasi berikut telah diupayakan:

1. Make tacit processes explicit (menyajikan proses-proses yang tidak banyak menggunakan kata-kata

secara eksplisit)

2. Get students talking about processes (meminta siswa berbicara tentang proses)

3. provide guided practice (memberikan latihan terbimbing)

4. Ensure that component procedures are well learned (memastikan komponen-komponen prosedur

telah dipelajari dengan baik)

5. emphasize both qualitative understanding and specific procedures (menekankan kualitas dari

pemahaman dan penguasaan prosedur-prosedur yang spesifik)

Berikut beberapa diantara yang perlu diperhatikan guru dalam mengajar atau pembelajaran

pemecahan masalah [14]:

1. ajarkan keterampilan pemecahan masalah dalam konteks bagaimana menggunakannya. Gunakan

masalah otentik dalam penjelasan, latihan dan penilaian, dengan simulasi berbasis skenario,

permainan dan proyek. Jangan mengajarkan pemecahan masalah sebagai keterampilan yang

independen, abstrak, dekontekstual.

2. bantu peserta didik memahami (atau menentukan) tujuan, arahkan mereka untuk berpikir bahwa

menyelesaikan masalah adalah tujuan yang hendak dicapai

3. gunakan kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam pemecahan masalah sebagai bukti

kesalahpahaman, bukan hanya kecerobohan atau tebakan acak

4. ajukan pertanyaan dan berikan saran terkait strategi yang dapat mendorong siswa untuk melakukan

refleksi terhadap strategi pemecahan masalah yang mereka gunakan. Lakukan hal tersebut sebelum

dan sesudah siswa mengambil tindakan pemecahan masalah (hal ini kadang-kadang disebut sebagai

pelatihan kognitif)

5. gunakan konteks, masalah dan gaya mengajar yang akan membangun minat, motivasi,

kepercayaan diri, ketekunan dan pengetahuan tentang diri, dan mengurangi kecemasan siswa dalam

pembelajaran pemecahan masalah.

6. saat mengajarkan pemecahan masalah yang cukup terstruktur, dorong peserta didik untuk

menggunakan pengetahuan deklaratif (konteks) mereka untuk menciptakan strategi yang sesuai

dengan konteks dan masalahnya. Biarkan siswa membangun banyak strategi terlahir dari siswa untuk

kemudian guru membantu siswa menentukan mana yang lebih efektif dan efisiensaat mengajarkan

pemecahan masalah yang tidak terstruktur, dorong peserta didik untuk menggunakan pengetahuan

deklaratif (konteks) mereka untuk menentukan tujuan (sifat-sifat dari suatu solusi yang dapat

diterima), lalu ciptakan solusinya.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

Pemecahan masalah adalah keseluruhan proses berupa aktivitas kognitif individu dalam mengatasi

atau menyelesaikan masalah-masalah matematika menggunakan langkah-langkah sesuai strategi tertentu.

Masalah yang dimaksud dalam makalah ini adalah soal-soal matematika non rutin yang secara umum

tidak diberikan di sekolah pada biasanya dan metode solusi tidak dapat segera diketahui atau

penyelesaiannya tidak dapat secara langsung menggunakan rumus atau algoritma matematika tertentu.

Oleh karenanya siswa perlu membiasakan dan dibiasakan berhadapan dengan konteks-konteks masalah

dalam pembelajaran matematika, sehingga mereka dapat mengembangkan pola dan proses kognitif lebih

baik dalam menyelesaikan masalah. Di abad 21, kemampuan pemecahan masalah matematika baik dalam

hal:

1. memberi pengalaman bagi siswa untuk terampil dalam menyelesaikan masalah matematika, sehingga

berdampak juga pada kecakapan siswa dalam menyelesaikan masalah yang senantiasa ada dalam

kehidupan masyarakat

2. menanamkan pola pikir secara terstruktur

3. menjadi ukuran kecakapan atau keterampilan matematika siswa pada level-level nasional maupun

internasional

SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017

PM-495

4. menjadi ukuran ketercapaian kompetensi matematika siswa

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mengajarkan atau melaksanakan kegiatan

pembelajaran matematika yang berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah:

1. pertimbangkan pengetahuan awal siswa, dan kelola hal tersebut hingga menjadi dasar pembelajaran

yang berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

2. berikan pemahaman pentingnya kemampuan pemecahan masalah

3. beri penekananbahwa nilai pemecahan masalah terletak pada proses sehingga siswa diarahkan untuk

membuat kemajuan lebih pada proses menuju solusi dibandingkan dengan solusi (strategi heuristik)

4. kelola konteks masalah dan gaya mengajar sehingga mendorong afeksi siswa seperti minat, motivasi,

kepercayaan diri

DAFTAR PUSTAKA

[1] H. A. R. Tilaar, ”Beberapa agenda reformasi pendidikan nasional dalam perspektif abad 21,”. Magelang: Tera Indonesia,

1998.

[2] National Research Council, “Education for life and work: developing transferable

knowledge and skills in the 21st century”. Committee On Defining Deeper Learning And 21st Century Skills, James W.

Pellegrino And Margaret L. Hilton, Editors. Board On Testing And Assessment And Board On Science Education, Division

Of Behavioral And Social Sciences And Education. Washington, Dc: The National Academies Press, 2012.

[3] K. Ananiadou, and M. Claro, “21st Century Skills And Competences For New Millennium Learners In Oecd

Countries,”.OECD Education Working Papers, no. 41, OECD Publishing, 2009. http://Dx.Doi.Org/10.1787/218525261154

[4] National Research Council, “Assessing 21st century skills: summary of a workshop,”.J.A. Koenig, Rapporteur. Committee

On The Assessment Of 21st Century Skills. Board On Testing And Assessment, Division Of Behavioral And Social Sciences

And Education. Washington, Dc: The National Academies Press, 2011.

[5] NCTM, “Principles and standards for school mathematics,”. Reston, Va: Nctm, Inc, 2000.

[6] L. M. Kennedy, S. Tipps, and A. Johnson, “Guiding children’s learning of mathematics,”. Eleventh Edition. Belmont, Ca:

Thomson Wadsworth, 2008.

[7] E. Silva, “Measuring skills for 21st century learning,”. Phi Delta Kappan”, vol. 90, no. 09, pp. 630-634, May 2009.

[8] R. M. Gagne, “Learning outcomes and their effects,” vol. 39, pp. 377-385, April 1984.

[9] A. S. Posamentier, and S. Krulik, “Problem solving in mathematics grades 3-6: powerfil strategies to deepen understanding,”

Thousand Oaks: Corwin A Sage Company, 2009.

[10] W. Blum, and M. Niss, “Applied mathematical problem solving, modeling, applications, and links to other subject-state,

trends and assue in mathematics instruction,”. Netherlands: Educational Studies In Mathematics : pp. 37-68, 1991.

[11] R. J. Sternberg, and K. Sternberg “Cognitive psychology, sixth edition,”. Belmont: Wadsworth, Engage learning, 2012

[12] A. H. Schoenfeld, ”Mathematical problem solving,”. London: Academic Press, 1985

[13] B. Jonsson, M. Norqvist, Y. Liljekvist, and J. Lithner, ”Learning mathematics through algorithmic and creative reasoning,”

Sweden: Elsevier : Pp. 20-32, 2014

[14] J. Kirkley, “Principles for Teaching Problem Solving,” Indiana University: PLATO Learning Inc, 2003

[15] G. Polya, “How to solve it, a new aspect of mathematical method”. New Jersey: Princeton University Press, 1973

[16] S. Krulik and J. A. Rudnick “Teaching Problem Solving to Preservice Teachers,” The arithmetic teacher: National Council of

Teachers of Mathematics, Vol. 29, No. 6, pp. 42-45, February 1982

[17] A. S. Posamentier and S. Krulik, “Problem solving in mathematics, grades 3–6: powerful strategies to deepen

understanding,” Thousand Oaks: Corwin A SAGE Company, 2009

[18] A. Rotherham and D. T. Willingham, “”21st Century Skills The Challenges Ahead,” Educational Leadership: ASCD, Vol. 67.

No. 1, pp. 16-21, 2009

[19] P. W. Thompson, "Experience, problem solving, and learning mathematics: Considerations in developing mathematics

curricula. In E. A. Silver (Ed.), Teaching and learning mathematical problem solving” Multiple research perspectives (pp.

189–243). Hillsdale, NJ: Erlbaum, 1985

[20] NCES, 02 Juni 2017, “Mathematics assessment,” Diakses pada tanggal 25 September 2017.

https://Nces.Ed.Gov/Nationsreportcard/Mathematics/

[21] OECD, “Draft PISA 2015 mathematics framework. OECD Publishing,

https://www.Oecd.Org/Pisa/Pisaproducts/Draft%20pisa%202015%20mathematics%20framework%20.Pdf, 2013

[22] I. V.S. Mullis, M. O. Martin, G. J. Ruddock, C. Y. O'sullivan, and C. Preuschoff, “TIMSS 2011 assessment frameworks,”

Chestnut Hill, Ma: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College, 2009

[23] P. Attewell, “What is skill?,” New York: Sage Publication Inc, Vol. 17, pp. 422-448, November 1990

[24] Cedefop, “Terminology of European education and training policy. A selection of 100 key terms,” Luxembourg: Office for

Official Publications of the European Communities, 2008

ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)

PM-496

[25] Norman Frederiksen, “implication of cognitive theory for instruction in problem solving”

Fall: Review of Educational Research,Vol. 54. No. 3, pp. 363-407, 1984

[26] J. Carson, “A problem with problem solving: tachiung thinking without teaching knowledge,” the mathematical Educator, vol

17, No. 2p. 7-14, 2007

[27] A. H. Schoenfeld, “Mathematical problem solving,” London: Academic Press Inc, 1985.

[28] A. H. Schoenfeld, “Learning to think mathematically: problem solving, metacognition, and sense-making in mathematics,” In

D. Grouws (Ed.)” Handbook ForResearch On Mathematics Teaching And Learning (pp. 334-370). New York: Macmillan,

1992