terampil dalam pemecahan masalah: kompetensi matematika...
TRANSCRIPT
SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017
PM-489
M-72
Terampil dalam Pemecahan Masalah: Kompetensi
Matematika Siswa Abad 21
Nanang Ade Putra Yaman1, Azwar Anwar
2
Universitas Negeri Yogyakarta1
Universitas Negeri Yogyakarta2
Abstrak. Kompetisi yang semakin ketat di abad 21 menuntut individu-individu yang
cakap agar dapat bertahan dan ikut bersaing.Berbagai aspek kehidupan seperti
ekonomi, politik, budaya termasuk pendidikan juga ikut terkena dampak dari era
globalisasi abad 21.Pendidikan sebagaimana fungsinya adalah sebagai sarana
individu, khususnya generasi muda untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak, kepribadian serta peradapan yang bermartabat dalam hidup dan
kehidupan.Salah satu bidang ilmu yang diajarkan dalam pendidikan adalah
matematika.Salah satu dari fungsi matematika adalah sebagai alat untuk memecahkan
masalah.Dapat menyelesaikan masalah adalah situasi yang dianggap sulit oleh
kebanyakan orang pada umumnya. Hal serupa juga dialami oleh siswa ketika
menghadapi situasi-situasi dalam soal-soal yang melibatkan masalah yang rutin
maupun tidak rutin atau pada konteks-konteks lain dalam kehidupan yang
membutuhkan perencanaan strategi-strategi tertentu dalam menyelesaikannya.Oleh
karenanya keterampilan memecahkan masalah dianggap sebagai kemampuan berpikir
tingkat tinggi. Pembahasan pendidikan matematika khususnya di abad 21 ini tidak
terlepas dari bagaimana keterampilan siswa dalam menyelesaikan masalah atau
keterampilan pemecahan masalah.Tantangan abad 21 menghendaki siswa untuk
belajar matematika tidak terbatas pada tujuan konseptual yang umumnya menjadi
focus pembelajaran di sekolah-sekolah. Pembelajaran matematika hendaknya juga
menyasar tujuan-tujuanprogresif, merujuk kepada isu-isu global yang menghendaki
ketrampilan matematika siswa level tinggi yaitu melibatkan keikutsertaan siswa dalam
usaha menyelesaikan masalah-masalah dalam berbagai konteks diluar matematika.
Hal tersebut dapat tercapai bilamana siswa dalam pembelajaran matematika terbiasa
dengan situasi-situasi yang melibatkan keterampilan dalam memecahkan masalah.
Makalah ini mengkaji literatur-literatur yang relevan dengan bahasan bagaimana
siswa di abad 21 ini dapat belajar matematika untuk menjadi pemecah masalah
(problem solver), khususnya mengkaji apa itu pemecahan masalah? Mengapa belajar
matematika perlu ditujukan pada keterampilan siswa dalam memecahkan masalah?
Bagaimana mengajarkan pemecahan masalah?.
Kata kunci: Kompetensi, Pemecahan Masalah, Terampil,
I. PENDAHULUAN
Masyarakat abad 21 adalah masyarakat yang terus-menerus mengejar kualitas dan keunggulan
[1].Pada abad ini, dibutuhkan individu-individu yang cakap dan terampil sehingga dapat bertahan dan ikut
serta dalam kompetisi global.Salah satu jalan untuk mencapainya adalah dengan meningkatkan kualitas
pendidikan. Harapan masyarakat luas pada individu-individu yang menempuh pendidikan di abad 21 ini
tidak hanya terletak pada kemampuan mereka menyelesaikan serangkaian tes-tes kognitif yang biasanya
diselenggarakan dalam ruang-ruang pendidikan, namun juga kompetensi mereka diharapkan dapat
mencapai tingkat penguasaan diberbagai bidang pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk
dapat juga berhasil dalam dunia kerja [2].
Terampil dalam hal ini menurut The European Commission’s Cedefop Glossary salah satunya dapat
dilihat atau diukur dari bagaimana mereka dapat memecahkan masalah [3].Masalah adalah bagian yang
tidak dapat dipisahkan dari konteks real kehidupan.Terlebih pada abad 21, berbagai ruang kehidupan
menuntut individu cakap dalam menemukan solusi-solusi dari permasalahan yang senantiasa hadir di
ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)
PM-490
berbagai segi kehidupan.Di tempat kerja misalnya, keterampilan memecahkan masalah amat berharga,
dimana kecakapan ini sering disebut sebagai keterampilan abad 21 [4].
Matematika sebagai salah satu bidang ilmu yang diajarkan di sekolah juga hendaknya berorientasi
pada keterampilan siswa-siswa dalam menyelesaikan masalah-masalah. Kebutuhan untuk mengerti dan
bisa menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari dan di tempat kerja tidak pernah berkurang
dan akan terus meningkat [5] termasuk dalam menyelesaikan atau memecahkan masalah. Menurut NCTM
dengan belajar pemecahan masalah dalam matematika, siswa belajarcara berpikir, terbiasa gigihdan
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, serta percaya diri dalam situasi asing yang akan membantu mereka
di luar kelas matematika [6].
Beberapa studi yang mengukur kompetensi matematika siswa secara internasional seperti TIMSS,
PISA, dan NAEP menyertakan kompetensi pemecahan masalah sebagai salah satu keterampilan
matematika yang diukur.Hal tersebut dapat dilihat dalam kerangka penilaian yang diterbitkan pada
masing-masing website baik dari TIMSS, PISA maupun NAEP.Hal ini menunjukan bahwa pemecahan
masalah dalam matematika menjadi keterampilan yang dipandang dapat merepresentasikan kompetensi
matematika siswa, khususnya di abad 21 ini. Peran guru sebagai pengatur segala aktifitas dalam kelas
amat menentukan keberhasilan pembelajaran dikelas. Di abad 21 ini guru yang terbaik adalah adalah guru
yang memahami bahwa peran mereka sebagai guru adalah untuk menekankan bagaimana siswa dapat
berpikir dalam level tinggi (higher-order thinking) dan dapat menjadi pemecah masalah dan kiranya dapat
memberi pandangan kepada siswa bahwa mereka belajar adalah untuk mereka sendiri [7], termasuk
dalam pembelajaran matematika.
Dalam rangka menciptakan situasi belajar matematika yang dapat membantu atau memandu siswa
menjadi seorang pemecah masalah, semua pihak yang terkait baik guru, pemerintah, pemerhati
pendidikan maupun pihak lainnya perlu kiranya memahami pentingnya keterampilan pemecahan masalah
bagi siswa dalam pembelajaran matematika.berkaitan dengan hal tersebut makalah ini menjawab
beberapa pertanyaan tentang apakah pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika? mengapa
pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika penting di abad 21? dan bagaimana pembelajaran
matematika yang dapat memfasilitasi siswa untuk menjadi pemecahan masalah yang baik?. Oleh
karenanya tujuan makalah ini adalah untuk menjawab rumusan-rumusan pertanyaan tersebut. Diharapkan
adanya makalah ini dapat memberi tambahan informasi kepada pembaca akan pentingnya keterampilan
pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika pada abad 21 ini, sehingga siswa-siswa Indonesia
dapat ikut bersaing dalam konteks nasional maupun internasional pada bidang matematika untuk hari ini
dan masa-masa yang akan datang.
II. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah kajian literatur. Makalah ini mengkaji literatur-
literatur yang relevan dengan pembahasan pemecahan masalah dan kedudukannya dalam pembelajaran
matematika khususnya pada abad 21 ini.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah matematika dinyatakan sebagai aktifitas kognitif yang melibatkan proses-proses dan strategy—strategi [8]. Aktifitas kognitif dalam hal ini mengacu pada cara berpikir individu dalam menggunakan strategi-strategi kognitif yang melibatkan proses mengetahui, memahami, mengingat, berpikir dan proses-proses lainnya yang terjadi dalam pengolahan informasi [9]. Apakah semua proses kognitif dapat dikatakan sebagai proses pemecahan masalah? Tentu tidak semua. Proses kognitif yang dimaksud harus melibatkan situasi yang tidak rutin yang disebut sebagai masalah [10]. atau dapat berupa hambatan (obstacles) ketika menentukan strategi-strategi dalam mencapai solusi/tujuan [11]. Tugas atau situasi yang sulit yangmelibatkan pemecahan masalah harus dianggap sulit oleh individu yang sedang menghadapinya bukan untuk orang lain [12] dan metode solusi dari tugas atau masalah tersebut tidak dapat segera diketahui [13,5].
Oleh karena masalah adalah situasi yang tidak rutin, berupa hambatan, dan metode solusinya tidak dapat segera diketahui, maka penyelesaiannya tidak dapat dengan hanya menggunakan prosedur algoritma yang umum, misalnya dalam satu kali langkah atau tahapan jawaban atau solusinya dapat diketahui. Mayer (1983) mendefinisikan pemecahan masalah sebagai multi-proses dimana pemecah masalah harus menemukan hubungan antara apa yang telah dipelajari sebelumnya atau pengalaman sebelumnya (schema) dengan masalah atau tugas yang sedang dihadapi dan diikuti dengan melaksanakan solusi untuk
SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017
PM-491
memecahkannya [14]. Pemecahan masalah dalam hal ini merujuk kepada keseluruhan proses dalam upaya mengatasi atau menyelesaikan suatu masalah [10].
Proses dalam hal ini dapat merujuk kepada penggunaan strategi-strategi berupa langkah-langkah atau tahapan-tahapan tertentu dalam menyelesaikan masalah. Fase pemecahan masalah yang terkenal adalah dari Polya (1945) yang tertuang dalam bukunya dalam bukunya How to Solve it. Polya [15]. menawarkan empat fase pemecahan masalah yang dikenal dengan strategi heuristik yaitu (1) memahami masalah (mengerti masalah, mampu melihat dengan jelas apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikannya), (2) merencanakan solusi (melihat berbagai hal terhubung, bagaimana hal-hal yang tidak diketahui dapat dihubungkan dengan data/soal, mendapatkan gagasan untuk solusi, membuat sebuah rencana), (3) melaksanakan rencana, (4) melihat kembali solusi yang telah selesai dilaksanakan (meninjau ulang (review) dan mendiskusikannya kembali).
Tidak jauh berbeda, Krulik & Rudnik [16] menawarkan langkah-langkah atau proses pemecahan masalah (sebagaimana terlihat dalam skema alur pada gambar 1) dalam 5 tahapan, yaitu read (melihat dan membaca masalah), explore (melakukan eksplorasi), select a strategy (memilih strategi), dan review and extend (meninjau ulang dan mengembangkan). Tahapan Read dan exploresecara umum dapat ditemukan dalam tahapan understanding a problem dalam Polya. Sementara select a strategy, solve, review and extend secara berurutan dapat dilihat sama dalam tahapan make a plan, carry out our plan, dan looking back dari Polya.
Memilih strategi penyelesaian merupakan bagian yang harus dilakukan dalam pemecahan
masalah.Berbagai strategi yang dapat digunakan menyesuaikan dengan konteks masalah yang diberikan.
Posamentier dan Krulik [17] menyebutkan beberapa strategi yang dapat digunakan dalam pemecahan
masalah, khususnya pada bidang matematika yaitu organizing the data (mengorganisasikan data:
membuat daftra, membuat tabel), intelligent guessing and testing (cerdas menebak dan menguji), solving
a simpler and equivalent problem (memecahkan masalah yang lebih simpel dan setara), acting it
out/simulating the action (mensimulasi sebuah pengerjaan), working backwards (bekerja mundur),
finding a pattern (mencari dan menemukan pola), logical reasoning (melakukan penelaran logis),
making a drawing (membuat atau merepresentasikan dalam gambar), adopting a different point of view
(mengadopsi sudut pandang yang berbeda). Alur pemecahan masalah lebih rinci dapat dilihat pada
gambar 1.
Berikut contoh soal matematika yang melibatkan pemecahan masalah.
Sebuah kubus tanpa tutup dan alas dengan rusuk 2 m. Jika seekor kecoa ingin berjalan dari D ke E dan harus melalui sisi semua kubus tersebut.Tentukan panjang lintasan terpendek kecoa tersebut?Soal ini tidak dapat langsung langsung dijawaboleh siswa dengan menggunakan konsep atau rumus yang mereka biasa kerjakan pada umumnya.Karena ada beberapa tahapan yang harus dilewati dan siswa perlu menggunakan strategi tertentu dalam memecahkan soal.Dalam soal ini siswa harus memahami maksud dari jarak terpendek yang harus dilewati oleh kecoa di semua sisi kubus tanpa sisi alas dan tutup. Menggunakan strategi yang dipilih yaitu membentuk kubus tersebut menjadi jaring-jaring kubus tanpa alas dan tutup sehingga terbentuk 4 persegi dengan masing-masing panjang sisi 2 m, melihat 4 persegi tersebut dengan perspektif satu bangun persegi panjang dengan panjang dan lebar masing-masing 8m dan 2m, kemudian menemukan maksud jarak terpendek dari soal berupa diagonal dari persegi panjang yang terbentuk adalah hasil dari penjelajahan siswa. Penjelajahan dapat berupa mencoba-coba, membuat model, membuat dugaan, dan lainnya.Tahapan selanjutnya adalah siswa dapat menyelesaikan perhitungan panjang diagonal persegi tersebut dari ukuran panjang dan lebarnya. Kemudian melihat kembali mekanisme pemecahan masalah adalah tahapan terakhir dari alur pemecahan masalah untuk dapat memberi keyakinan terhadap jawaban atau solusi yang diperoleh
D
E
2
ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)
PM-492
B. Urgensi Pemecahan Masalah Matematika di Abad 21
Masalah tidak dapat dihindari timbulnya dalam ruang-ruang kehidupan, baik dalam konteks individual
maupun dalam konteks-konteks social.Berkaca pada sejarah, pemecahan masalah telah menjadi bagian
Membuat
grafik
Menjelajah
Mencari
pola
Percobaan
Merekam data
Membuat
diagram atau
model
Iya
Baca
Apa yang
ditanyakan?
Mulai
Kata
Kunci
Pengaturan
masalah
Masukkan masalah dengan
menggunakan kata-
kata sendiri
Tanyakan
kepada guru
Apakah kamu
memahami
masalah?
Apakah kamu
memahami
masalah?
Iya Tidak
Tidak
Apakah jawabanmu
benar?
Apakah ini usaha
pertamamu?
Bahas dan
perluas
Selesai
Lihat
gurumu Mencari
variasi
Iya Tidak
Tidak Iya
Memilih
Strategi
Selesaikan
Membentuk
hipotesis
Mencari
masalah yang lebih
sederhana
Percobaan
Perkiraan
Asusmsikan
solsusi
Gambar 1. Skema Alur Pemecahan Masalah
SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017
PM-493
dari kemajuan sepanjang sejarah, mulai dari pengembangan alat-alat di awal permulaan, kemajuan
agribisinis penemuan vaksin, hingga eksplorasi darat dan laut. [18]. Matematika sebagai salah satu bidang
ilmu yang dipelajari oleh individu atau anak dalam ruang pendidikan hendaknya turut hadir atau menjadi
instrument atau alat untuk mengatasi berbagai masalah yang timbul ruang-ruang social individu, terlebih
di era modern pada abad 21 ini. Oleh karenanya Burn [6] menyatakan “…to function in our complex and
changing society, people need to be able to solve a wide variety of problems. The elementary math
curriculum must prepare children to become effective problem solver”. Esensi dari pernyataan Burn
bahwa pembelajaran matematika, hendaknya mempersiapkan siswa untuk ikut serta dalam proses-proses
pemecahan masalah di kehidupan di masyarakat.
Dalam proses pemecahan masalah, siswa harus cekatan dalam menciptakan hubungan-hubungan
antara beberapa bagian didalamnya, misalnya siswa harus pandai menghubungkan situasi masalah dengan
konsep-konsep matematika yang relevan. Pada konteks ini siswa siswa akan belajar bahwa dalam
pemecahan masalah kiranya melewati tahapan-tahapan kerja yang membawa mereka kepada pengetahuan
tentang pentingnya berpikir secara terstruktur. Beberapa penelitan psikologi kognitif dan pendidikan
matematika menemukan beberapa hal antaranya: pentingnya struktur pemikiran individu dalam
pemecahan masalah, individu atau anak yang memiliki karakter berpikir structural lebih fleksibel dalam
pemecahan masalah, dan anak-anak yang memiliki karakter berpikir terstruktur memiliki pemahaman
yang lebih baik dalam penguasaan konsep [19]. Sehingga dapat dikatakan bahwa memecahkan masalah
adalah cara yang baik dalam mempelejari konsep-konsep matematika sebagaimana tujuan dari kurikulum-
kurikulum pendidikan matematika.
Sebuah loka-karya (workshop) oleh The Committee on the Assessment of 21st Century Skills [4]
menyebut keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki di abad 21 terdiri dalam 3 kelompok yaitu
keterampilan kognitif, interpersonal dan intrapersonal, dimana dalam ketrampilan kognitif, individu
dituntut mampu menjadi pemecah masalah. TIMSS, PISA dan NAEP yang melakukan studi untuk
mengukur kemampuan siswa dalam subyek yang berbeda-beda termasuk didalamnya matematika masing-
masing menyertakan pemecahan masalah sebagai aspek yang diukur. NAEP menyatakan “The assessment
measures students' knowledge and skills in mathematics and students' ability to apply their knowledge in
problem-solving situations” [20]. PISA [21] mengistilahkan dengan “The seven fundamental
mathematical capabilities”untuk menyebut 7 kerangka proses dasar dalam matematika yaitu salah
satunya “Devising strategies for solving problems” atau merencanakan atau menemukan strategy-strategi
untuk menyelesaikan masalah. Dalam 3 domain applying sebagai salah satu dari domain kognitif yang
dinilai oleh TIMSS dalam kerangka penilaiannya menyatakan “Problem solving is central to the applying
domain” [22]. Ketiga studi ini, baik NAEP, PISA maupun TIMSS memuat kompetensi pemecahan
masalah dalam kerangka penilaiannya.Hal ini menunjukan bahwa kompetensi matematika siswa dapat
dilihat dari sejauh mana mereka dapat memecahkan masalah.
Ketika siswa dapat menyelesaikan masalah dengan serangkaian langkah-langkah tertentu, maka
mereka tidak hanya telah melakukan sesuatu tetapi juga telah meningkatkan kemampuan mereka pada
level keterampilan [23].Siswa terampil dalam menyelesaikan masalah dapat berarti mereka telah mampu
menggunakan konsep-konsep matematika ke dalam berbagai konteks yang dapat didefinisikan, sehingga
mereka dapat dikatakan telah memiliki kompetensi dalam bidang matematika [24].
C. Pembelajaran Matematika untuk Pemecahan Masalah
Representasi masalah, prosedur pemecahan masalah, dan pengenalan pola adalah tiga aspek yang
saling terkait dalam pemecahan masalah[25].Pemecahan masalah akan lebih efektif jika pengetahuan
awal dan bagaimana penerapan dari pengetahuan awal tersebut adalah prinsip utama yang mesti
dipertimbangkan dalam pembelejaran pemecahan masalah [26]. Oleh karenanya penting bagi guru dalam
pembelajaran yang memuat kompetensi pemecahan masalah untuk memahami dan menaksir sejauh apa
kemampuan awal yang dimiliki siswa dan bagaimana siswa menggunakan pengetahuan yang elah
dimiliki tersebut.
Memberi dorongan kepada siswa tentang pentingnya pemecahan masalah juga menjadi sesuatu yang
dapat mempengaruhi seberapa baik kualitas pembelajaran yang melibatkan pemecahan masalah.Selain
mengajarkan bagaimana kemampuan berpikir yang baik dalam pemecahan masalah, guru juga sebaiknya
memberi pemahaman kepada siswa mengapa pengetahuan-pengetahuan tertentu dipelajari untuk
memecahkan masalah dan pemecahan masalah telah berhasil dilakukan menggunakan pengetahuan-
pengetahuan tertentu di masa yang lalu [26].Hal ini dilakukan dengan harapan siswa dapat memiliki
motivasi yang lebih baik dalam mempelajari matematika sebagai alat dan aktifitas pemecahan masalah.
ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)
PM-494
Strategi heuristic adalah strategi yang dapat digunakan dalam membuat siswa menjadi pemecah
masalah. Polya [19] menjelaskan heuristic dengan menyatakan “The aim to heuristic is study the methods
and rules of discovery and invention…heuristic, as an adjective means, serving to discover”. Serving to
discover adalah situasi yang harus diupayakan guru untuk siswa-siswanya dalam pembelajaran
pemecahan masalah. Strategi heuristic mendorong siswa untuk lebih focus pada bagaimana mereka dapat
memahami masalah dengan lebih baik atau bagaimana mereka dapat lebih baik atau membuat kemajuan
dalam proses-proses menuju solusi [27]. Strategi heuristic telah diterapkan dengan baik menurut [28]
ketika situasi-situasi berikut telah diupayakan:
1. Make tacit processes explicit (menyajikan proses-proses yang tidak banyak menggunakan kata-kata
secara eksplisit)
2. Get students talking about processes (meminta siswa berbicara tentang proses)
3. provide guided practice (memberikan latihan terbimbing)
4. Ensure that component procedures are well learned (memastikan komponen-komponen prosedur
telah dipelajari dengan baik)
5. emphasize both qualitative understanding and specific procedures (menekankan kualitas dari
pemahaman dan penguasaan prosedur-prosedur yang spesifik)
Berikut beberapa diantara yang perlu diperhatikan guru dalam mengajar atau pembelajaran
pemecahan masalah [14]:
1. ajarkan keterampilan pemecahan masalah dalam konteks bagaimana menggunakannya. Gunakan
masalah otentik dalam penjelasan, latihan dan penilaian, dengan simulasi berbasis skenario,
permainan dan proyek. Jangan mengajarkan pemecahan masalah sebagai keterampilan yang
independen, abstrak, dekontekstual.
2. bantu peserta didik memahami (atau menentukan) tujuan, arahkan mereka untuk berpikir bahwa
menyelesaikan masalah adalah tujuan yang hendak dicapai
3. gunakan kesalahan yang dilakukan peserta didik dalam pemecahan masalah sebagai bukti
kesalahpahaman, bukan hanya kecerobohan atau tebakan acak
4. ajukan pertanyaan dan berikan saran terkait strategi yang dapat mendorong siswa untuk melakukan
refleksi terhadap strategi pemecahan masalah yang mereka gunakan. Lakukan hal tersebut sebelum
dan sesudah siswa mengambil tindakan pemecahan masalah (hal ini kadang-kadang disebut sebagai
pelatihan kognitif)
5. gunakan konteks, masalah dan gaya mengajar yang akan membangun minat, motivasi,
kepercayaan diri, ketekunan dan pengetahuan tentang diri, dan mengurangi kecemasan siswa dalam
pembelajaran pemecahan masalah.
6. saat mengajarkan pemecahan masalah yang cukup terstruktur, dorong peserta didik untuk
menggunakan pengetahuan deklaratif (konteks) mereka untuk menciptakan strategi yang sesuai
dengan konteks dan masalahnya. Biarkan siswa membangun banyak strategi terlahir dari siswa untuk
kemudian guru membantu siswa menentukan mana yang lebih efektif dan efisiensaat mengajarkan
pemecahan masalah yang tidak terstruktur, dorong peserta didik untuk menggunakan pengetahuan
deklaratif (konteks) mereka untuk menentukan tujuan (sifat-sifat dari suatu solusi yang dapat
diterima), lalu ciptakan solusinya.
IV. SIMPULAN DAN SARAN
Pemecahan masalah adalah keseluruhan proses berupa aktivitas kognitif individu dalam mengatasi
atau menyelesaikan masalah-masalah matematika menggunakan langkah-langkah sesuai strategi tertentu.
Masalah yang dimaksud dalam makalah ini adalah soal-soal matematika non rutin yang secara umum
tidak diberikan di sekolah pada biasanya dan metode solusi tidak dapat segera diketahui atau
penyelesaiannya tidak dapat secara langsung menggunakan rumus atau algoritma matematika tertentu.
Oleh karenanya siswa perlu membiasakan dan dibiasakan berhadapan dengan konteks-konteks masalah
dalam pembelajaran matematika, sehingga mereka dapat mengembangkan pola dan proses kognitif lebih
baik dalam menyelesaikan masalah. Di abad 21, kemampuan pemecahan masalah matematika baik dalam
hal:
1. memberi pengalaman bagi siswa untuk terampil dalam menyelesaikan masalah matematika, sehingga
berdampak juga pada kecakapan siswa dalam menyelesaikan masalah yang senantiasa ada dalam
kehidupan masyarakat
2. menanamkan pola pikir secara terstruktur
3. menjadi ukuran kecakapan atau keterampilan matematika siswa pada level-level nasional maupun
internasional
SEMINAR MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2017
PM-495
4. menjadi ukuran ketercapaian kompetensi matematika siswa
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya mengajarkan atau melaksanakan kegiatan
pembelajaran matematika yang berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah:
1. pertimbangkan pengetahuan awal siswa, dan kelola hal tersebut hingga menjadi dasar pembelajaran
yang berorientasi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa
2. berikan pemahaman pentingnya kemampuan pemecahan masalah
3. beri penekananbahwa nilai pemecahan masalah terletak pada proses sehingga siswa diarahkan untuk
membuat kemajuan lebih pada proses menuju solusi dibandingkan dengan solusi (strategi heuristik)
4. kelola konteks masalah dan gaya mengajar sehingga mendorong afeksi siswa seperti minat, motivasi,
kepercayaan diri
DAFTAR PUSTAKA
[1] H. A. R. Tilaar, ”Beberapa agenda reformasi pendidikan nasional dalam perspektif abad 21,”. Magelang: Tera Indonesia,
1998.
[2] National Research Council, “Education for life and work: developing transferable
knowledge and skills in the 21st century”. Committee On Defining Deeper Learning And 21st Century Skills, James W.
Pellegrino And Margaret L. Hilton, Editors. Board On Testing And Assessment And Board On Science Education, Division
Of Behavioral And Social Sciences And Education. Washington, Dc: The National Academies Press, 2012.
[3] K. Ananiadou, and M. Claro, “21st Century Skills And Competences For New Millennium Learners In Oecd
Countries,”.OECD Education Working Papers, no. 41, OECD Publishing, 2009. http://Dx.Doi.Org/10.1787/218525261154
[4] National Research Council, “Assessing 21st century skills: summary of a workshop,”.J.A. Koenig, Rapporteur. Committee
On The Assessment Of 21st Century Skills. Board On Testing And Assessment, Division Of Behavioral And Social Sciences
And Education. Washington, Dc: The National Academies Press, 2011.
[5] NCTM, “Principles and standards for school mathematics,”. Reston, Va: Nctm, Inc, 2000.
[6] L. M. Kennedy, S. Tipps, and A. Johnson, “Guiding children’s learning of mathematics,”. Eleventh Edition. Belmont, Ca:
Thomson Wadsworth, 2008.
[7] E. Silva, “Measuring skills for 21st century learning,”. Phi Delta Kappan”, vol. 90, no. 09, pp. 630-634, May 2009.
[8] R. M. Gagne, “Learning outcomes and their effects,” vol. 39, pp. 377-385, April 1984.
[9] A. S. Posamentier, and S. Krulik, “Problem solving in mathematics grades 3-6: powerfil strategies to deepen understanding,”
Thousand Oaks: Corwin A Sage Company, 2009.
[10] W. Blum, and M. Niss, “Applied mathematical problem solving, modeling, applications, and links to other subject-state,
trends and assue in mathematics instruction,”. Netherlands: Educational Studies In Mathematics : pp. 37-68, 1991.
[11] R. J. Sternberg, and K. Sternberg “Cognitive psychology, sixth edition,”. Belmont: Wadsworth, Engage learning, 2012
[12] A. H. Schoenfeld, ”Mathematical problem solving,”. London: Academic Press, 1985
[13] B. Jonsson, M. Norqvist, Y. Liljekvist, and J. Lithner, ”Learning mathematics through algorithmic and creative reasoning,”
Sweden: Elsevier : Pp. 20-32, 2014
[14] J. Kirkley, “Principles for Teaching Problem Solving,” Indiana University: PLATO Learning Inc, 2003
[15] G. Polya, “How to solve it, a new aspect of mathematical method”. New Jersey: Princeton University Press, 1973
[16] S. Krulik and J. A. Rudnick “Teaching Problem Solving to Preservice Teachers,” The arithmetic teacher: National Council of
Teachers of Mathematics, Vol. 29, No. 6, pp. 42-45, February 1982
[17] A. S. Posamentier and S. Krulik, “Problem solving in mathematics, grades 3–6: powerful strategies to deepen
understanding,” Thousand Oaks: Corwin A SAGE Company, 2009
[18] A. Rotherham and D. T. Willingham, “”21st Century Skills The Challenges Ahead,” Educational Leadership: ASCD, Vol. 67.
No. 1, pp. 16-21, 2009
[19] P. W. Thompson, "Experience, problem solving, and learning mathematics: Considerations in developing mathematics
curricula. In E. A. Silver (Ed.), Teaching and learning mathematical problem solving” Multiple research perspectives (pp.
189–243). Hillsdale, NJ: Erlbaum, 1985
[20] NCES, 02 Juni 2017, “Mathematics assessment,” Diakses pada tanggal 25 September 2017.
https://Nces.Ed.Gov/Nationsreportcard/Mathematics/
[21] OECD, “Draft PISA 2015 mathematics framework. OECD Publishing,
https://www.Oecd.Org/Pisa/Pisaproducts/Draft%20pisa%202015%20mathematics%20framework%20.Pdf, 2013
[22] I. V.S. Mullis, M. O. Martin, G. J. Ruddock, C. Y. O'sullivan, and C. Preuschoff, “TIMSS 2011 assessment frameworks,”
Chestnut Hill, Ma: TIMSS & PIRLS International Study Center, Boston College, 2009
[23] P. Attewell, “What is skill?,” New York: Sage Publication Inc, Vol. 17, pp. 422-448, November 1990
[24] Cedefop, “Terminology of European education and training policy. A selection of 100 key terms,” Luxembourg: Office for
Official Publications of the European Communities, 2008
ISBN. 978-602-73403-2-9 (Cetak) 978-602-73403-3-6 (On-line)
PM-496
[25] Norman Frederiksen, “implication of cognitive theory for instruction in problem solving”
Fall: Review of Educational Research,Vol. 54. No. 3, pp. 363-407, 1984
[26] J. Carson, “A problem with problem solving: tachiung thinking without teaching knowledge,” the mathematical Educator, vol
17, No. 2p. 7-14, 2007
[27] A. H. Schoenfeld, “Mathematical problem solving,” London: Academic Press Inc, 1985.
[28] A. H. Schoenfeld, “Learning to think mathematically: problem solving, metacognition, and sense-making in mathematics,” In
D. Grouws (Ed.)” Handbook ForResearch On Mathematics Teaching And Learning (pp. 334-370). New York: Macmillan,
1992