teori-peran masyarakat

18
PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEDOMAN PELAKSANA-AN PENATAAN RUANG 5.1 Kajian Teori dan Peraturan dan Perundangan 5.1.1 Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang Peran serta masyarakat dalam penataan ruang dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahapan (Tabel V.1), yaitu : Tahap Perencanaan, masyarakatlah yang paling memahami apa yang mereka butuhkan, dengan demikian mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional untuk berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang yang berlebihan untuk suatu kegiatan. Tahap Pemanfaatan, masyarakat akan menjaga pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu yang direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang. Tahap Pengendalian, masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan. Bila dikaitkan dengan penataan ruang, maka tujuan peran serta masyarakat adalah : Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang; Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya pemanfaatan tanah, air, laut, dan udara serta sumber daya alam lainnya demi terciptanya tertib ruang; Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang; Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang terutama membantu memberikan informasi tentang pelanggaran pemanfaatan ruang; Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan ruang dengan hak dan kewajibannya. A. Hak dan Kewajiban Masyarakat Peraturan pemerintah Nomor 69 tahun 1996 telah menjabarkan dengan rinci hak dan kewajiban masyarakat dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang, yaitu : Berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; Mengetahui secara terbuka sejak awal Rencana Tata Ruang; Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang dan penataan ruang. Manfaat ruang tersebut dapat berupa manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lingkungan yang timbul akibat pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang; Memperoleh hak penggantian dengan harga yang layak atas perubahan kondisi yang dalamnya sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. BAB V

Upload: edwindwiputra

Post on 29-Jun-2015

659 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

PERAN SERTA MASYARAKAT DAN PEDOMAN PELAKSANA-AN PENATAAN RUANG

5.1 Kajian Teori dan Peraturan dan Perundangan 5.1.1 Peran Serta Masyarakat dalam Penataan RuangPeran serta masyarakat dalam penataan ruang dapat dibagi dalam 3 (tiga) tahapan (Tabel V.1), yaitu : Tahap Perencanaan, masyarakatlah yang paling memahami apa yang mereka butuhkan, dengan demikian

mengarahkan pada produk rencana tata ruang yang optimal dan proporsional untuk berbagai kegiatan, sehingga terhindar dari spekulasi dan distribusi alokasi ruang yang berlebihan untuk suatu kegiatan.

Tahap Pemanfaatan, masyarakat akan menjaga pendayagunaan ruang yang sesuai dengan peruntukan dan alokasi serta waktu yang direncanakan, sehingga terhindar dari konflik pemanfaatan ruang.

Tahap Pengendalian, masyarakat merasa memiliki dan bertanggung jawab dalam menjaga kualitas ruang yang nyaman dan serasi serta berguna untuk kelanjutan pembangunan.

Bila dikaitkan dengan penataan ruang, maka tujuan peran serta masyarakat adalah : Meningkatkan mutu proses dan produk penataan ruang; Meningkatkan kesadaran masyarakat agar dapat memahami pentingnya pemanfaatan tanah, air, laut, dan udara

serta sumber daya alam lainnya demi terciptanya tertib ruang; Menciptakan mekanisme keterbukaan tentang kebijaksanaan penataan ruang; Menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat dalam penataan ruang terutama

membantu memberikan informasi tentang pelanggaran pemanfaatan ruang; Menjamin pelibatan secara aktif peran serta masyarakat dalam kegiatan penataan ruang dengan hak dan

kewajibannya.

A. Hak dan Kewajiban MasyarakatPeraturan pemerintah Nomor 69 tahun 1996 telah menjabarkan dengan rinci hak dan kewajiban masyarakat dalam perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian ruang, yaitu : Berperan dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; Mengetahui secara terbuka sejak awal Rencana Tata Ruang; Menikmati manfaat ruang dan atau pertambahan nilai ruang dan penataan ruang. Manfaat ruang tersebut dapat

berupa manfaat ekonomi, sosial, dan atau manfaat lingkungan yang timbul akibat pemanfaatan ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang;

Memperoleh hak penggantian dengan harga yang layak atas perubahan kondisi yang dalamnya sebagai akibat dari pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

B. Tata Cara Peran Serta Masyarakat Peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang wilayah Nasional dilaksanakan dengan pemberian

saran, pertimbangan, pendapat, tanggapan, keberatan, masukan terhadap informasi tentang arah pengembangan, potensi dan masalah serta rancangan Rencana Tata Ruang Wilayah. Peran serta masyarakat ini dilakukan secara lisan atau tertulis kepada Menteri.

Peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang wilayah Nasional dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Menteri

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Nasional termasuk kawasan tertentu disampaikan secara lisan atau tertulis kepada Menteri.

C. Bentuk dan Peran Serta Masyarakat Yang Dibutuhkan Dalam Penataan Ruang Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, bahasa, dan kebudayaan dan di tiap daerah mempunyai adat-istiadat serta ciri-ciri yang berlainan pula. Dengan adanya perbedaan tersebut maka bentuk peran serta atau partisipasi masyarakat tiap daerah dalam penataan ruang akan tidak sama, namun kiat yang terkandung dalam keikutsertaannya dapat dikatakan sama yaitu mensukseskan pembangunan daerah maupun nasional.Peran serta masyarakat itu sangat tergantung pada situasi dan kondisi yang berbeda karena keadaan alam, kemampuan berpikir dan budaya hidupnya. Menurut Dusseldorp, dalam ‘Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi’ (Slamet Y., Universitas Sebelas Maret), partisipasi masyarakat dapat digolongkan dalam berbagai bentuk sebagai berikut:

TABEL V.1PERENCANAAN, PEMANFAATAN DAN PENGENDALIAN TATA RUANG

Rencana Perencanaan Pemanfaatan PengendalianRencana Tata Ruang Wilayah

Memberikan masuk- an terhadap arah

Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara

Pengawasan thd pemanfaatan ruang

BAB V

Page 2: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

Rencana Perencanaan Pemanfaatan PengendalianKota pembangunan

Mengidentifikasi potensi & masalah pembangunan

Memberi masukan dalam rumusan perencanaan

Memberi informasi, saran, pertimbang- an atau pendapat dalam penyusunan strategi pelaksana-an

Mengajukan keberatan terhadap RTRW Kabupaten/ Kota.

Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan

Bantuan tenaga ahli

berdasarkan perundang-undangan

Bantuan pemikiran/ pertimbangan bagi wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang di perkotaan dan perdesaan

Menyelenggarakan kegiatan pembangun-an

Konsolidasi peman-faatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya

Perubahan/konversi pemanfaatan

Memberi masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang

Menjaga, memelihara & meningkatkan keles tarian lingkungan.

wilayah Kabupaten/ Kota. Memberikan

informasi/laporan pemanfaatan ruang

Bantuan pemikiran/ pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang & peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Rencana Rinci Tata Ruang Kota

Memberikan kejelasan hak atas ruang kawasan

Memberikan infor-masi, saran, pertim-bangan/pendapat dalam penyusunan rencana pemanfaatan ruang

Memberi tanggapan thd rancangan rencana rinci tata ruang kawasan

Kerjasama dalam penelitian & peng-embangan

Bantuan tenaga ahli Bantuan dana

Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara

Bantuan pemikiran dan pertimbangan

Menyelenggarakan kegiatan pembangun- an

Konsolidasi peman-faatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain utk mencapai pemanfaat-an ruang kawasan yang berkualitas

Perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dgn rencana rinci tata ruang kawasan

Pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik

Menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan

Pengawasan thd pemanfaatan ruang kawasan, termasuk pemberian informasi /laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan

Bantuan pemikiran/ pertimbangan untuk penertiban dalam kegiatan pemanfaatan ruang kawasan & peningkat-an kualitas pemanfaat an ruang kawasan

Partisipasi Bebas, yaitu partisipasi yang dapat terjadi bila individu atau sekelompok masyarakat melibatkan diri dalam kegiatan tersebut secara sukarela dengan penuh kesadaran. Partisipasi bebas dapat dibagi dalam 2 (dua) sub-kategori, yaitu:1. Partisipasi spontan, yaitu suatu partisipasi yang didasarkan pada keyakinan dan kebenaran tanpa adanya

pengaruh dari orang lain.2. Partisipasi terbujuk, yaitu bila seseorang tergerak untuk berpartisipasi karena adanya pihak lain yang

menggerakkannya baik melalui sosialisasi atau pun engaruh sehingga secra sukarela ikut beraktivitas dalam suatu kelompok tertentu. Pihak yang mempengaruhi atau menggerakkan dapat berasal dari aparat pemerintah, pimpinan suatu agama, atau ketua adat dan lembaga lainnya.

Partisipasi Terpaksa, yaitu partisipasi yang muncul karena adanya hal-hal yang membatasi ataupun karena situasi dan kondisi.1. Partisipasi terpaksa karena adanya peraturan yang mengikat (aturan hukum). Dalam rangka menjaga

ketertiban umum maka setiap orang dibatasi ruang geraknya karena apabila terjadi suatu pelanggaran norma hukum dapat dikenakan sanksi hukum.

2. Partisipasi terpaksa karena situasi dan kondisi adalah keterlibatan seseorang untuk berpartisipasi karena sudah tidak ada upaya lain. Partisipasi ini dapat bersifat negatif atau positif tergantung dari situasi dan kondisi.

Dalam rangka menumbuhkan langkah kegiatan agar masyarakat dapat berperan serta dalam pembanguan secara aktif, maka para petugas lapangan harus dapat menggali dan menangkap aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Mereka harus dapat memanfaatkan-nya sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan ataupun pelaksanaannya. Peran serta masyarakat tersebut dapat terdiri dari: Partisipasi para ilmuwan, dapat berupa hasil seminar, lokakarya, dan diskusi yang membahas tata ruang. Partisipasi para pengusaha, dapat berupa saran-saran tentang efektivitas pemanfaatan lokasi maupun bantuan

fasilitas. Partisipasi para praktisi hukum: dapat berupa saran pencegahan atau penyelesaian permasalahan. Masyarakat umum. Pada umumnya masyarakat yang langsung terlibat atau terkena tata ruang tidak bereaksi

apapun dan mereka hanya berprinsip tidak dirugikan, namun tidak menutup kemungkinan munculnya beberapa

Page 3: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

pemuka masyarakat yang secara aktif memberikan saran, pertimbangan dan pendapat yang positif serta mengikuti perkembangan selanjutnya.

Untuk menjamin kelancaran pembangunan maka partisipasi semua pihak tersebut di atas kiranya sangat diperlukan baik dalam bentuk partisipasi bebas, spontan maupun terbujuk.

5.1.2 Perencanaan Advokasi dan Peran Serta MasyarakatPeranan dari para advokasi planner adalah untuk memfasilitasi partisipasi dari si miskin dan memberi keyakinan pada mereka bahwa masukan dari mereka turut diperhitungkan dalma penseleksian alternatif. Kelompok miskin tidak cukup mampu untuk merencanakan sesuatu untuk mereka sendiri dikarenakan mereka tidak mempunyai keahlian yang diperlukan serta waktu dan energi yang memadai (Edelston dan Kolodner, 1968). Dalam hal ini para perencana mencari jalan keluar untuk menolong kelompok yang terpinggirkan dengan asumsi dan dedikasi yang sama dengan profesi-profesi masyarakat lainnya. Kode etik dari lembaga Amerika untuk institut certified planners mengarahkan para perencana utnuk berusaha memberi kepada warga negara kesempatan untuk ikut menikmati hasil-hasil pembangunan dari hasil rencana dan program pembangunan. Partisipasi haruslah cukup luas untuk memasukkan orang-orang yang kurang diperhitungkan/berpengaruh dalam organisasi formal. Perencana harus berusaha memperluas pilihan dan kesempatan untuk seluruh masyarakat (WACHS, 1985, Hal.339).Pada prakteknya advokasi tidaklah mudah dicapai. Terdapat beberapa kendala, diantaranya: Pembiayaan untuk perencanaan advokasi tidak selalu tersedia. Sukarelawan mempunyai waktu yang terbatas dalam mengerjakan pekerjaan advokasinya. Hubungan antara tenaga ahli dan klien yang diperlukan untuk advokasi planning tidaklah mudah dicapai karena

profesi ini masih belum memasyarakat alias belum banyak diketahui umum. Seorang miskin bisa minta advokasi secara individual kepada para pengacara. Tetapi isue-isue perencanaan

memerlukan aksi kolektif, yang berarti kaum yang terpinggirkan ini harus terorganisir, dan segala keperluan ini tidak mudah untuk dimengerti bahkan oleh perencana yang menginginkan partisipasi mereka.

Issue perencanaan ditulis dalam bahasa yang kompleks dan abstrak. Karenanya adalah hal biasa bagi para perencana advokasi bekerja sebagai sukarelawan untuk menseleksi kasus-kasus yang akan mereka tangani dan perencanaan advokasi dapat dengan mudah menjadi nama dari suatu aktivitas sebagai suatu kepentingan politik dari para perencananya.

Ketika suatu komunitas dari kelompok masyarakat menjadi terorganisir mereka dapat saja meminta jasa dari para perencana. Tetapi ini dapat menjadi hubungan klien-tenaga ahli yang konvensional dan istilah advokasi menjadi tidak sesuai lagi.

A. Keberhasilan Perencanaan AdvokasiAspek perencanaan advokasi yang tidak berhasil adalah bila dipandang dari definisi dan istilah. Karena telah lebih dari tigapuluh tahun perencanaan advokasi telah diintegrasikan dalam bentuk planning education dan berlangsung terus hingga sekarang dalam bentuk neighbourhood planning, community development dan equity planning. Pada kenyataannya, advocacy planning telah berhasil dalam menjamin suatu kelompok profesional yang merupakan anggota kelompok kultur yang dominan untuk menghubungkan kelompok kaya dan kelompok miskin, antara pusat kultur dan orang luar yang bekerja untuk dan di dalam komunitas.Advocacy planning mengizinkan perencana untuk berpartisipasi dalam pembentukan identitas masyarakat dalam kelompok dimana mereka bekerja, dan berhasil menghadapi institusi inti dengan melawan rencana komprehensif dari pilar sejarahnya, memperluas fokus dari profesi diluar perencanaan fisik, dan mempromosikan alternatif pembentukan komisi perencanaan yang independen.Sebagai akademisi di bidang perencanaan John Forrester menyatakan Advocay planning secara nyata memberikan mandat atau kewenangan kepada perencana untuk mempromosikan sesuatu lebih dari jaminan dengan konsesi minimal yang tidak terarah atau memanipulasi partisipasi warga. Perencana harus memahami perannya sebagai profesional yang mempunyai kompetensi secara teknis dapat menjadi penengah untuk setiap perbedaan pandangan, menjadi penghubung antar kelompok yang saling berhubungan, dan melakukan negosiasi untuk melindungi berbagai kepentingan publik.

B. Metodologi Perencanaan AdvokasiMetodologi yang dapat digunakan oleh perencana advokasi adalah berdasarkan pada pengalaman-pengalaman masa lalu dengan oposisi masyarakat terhadap masalah yang ada, dan tidak seperti definisi sesungguhnya dari advocacy planning, pendekatannya tidak mengamanatkan pengembangan suatu alternative plan. Enam langkah utama dalam metodologi atau pendekatan bagi advocacy planning adalah : Pengenalan terhadap Permasalahan

Dalam suatu permasalahan dalam masyarakat, perencana advokasi mulai terlibat ketika diminta atau diundang oleh masyarakat. Planner dapat menjadi seorang public neighborhood planner, seorang university funded community development planner, atau seorang advocacy planner dalam aspek lainnya. Pada tahapan ini masalah yang disampaikan pada planner dan masalah pendanaan telah terjamin (nampaknya masalah pendanaan tidak berasal dari masyarakat, tetapi sebaliknya harus didapat dari sumber lain seperti organisasi lingkungan nasional, organisasi pengembangan masyarakat setempat, atau suatu universitas atau perwakilan badan pemerintah yang terkait).Tugas-tugas dan batasan-batasan dari seorang advocacy planner serta harapan-harapan (harus dikembangkan sejauh mungkin, mengingat kemungkinannya yang cenderung berubah) harus juga ditetapkan terlebih dahulu.

Penelitian

Page 4: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

Menerapkan aksesibilitasnya terhadap informasi proyek, database, dan studi kasus, advocacy planner kemudian harus meneliti dasar-dasar dari permasalahan yang ada, termasuk parameter-parameter dari fasilitas lingkungan yang diusulkan maupun yang sudah ada dan para developer/operatornya, kemungkinan untuk membangun/ menggunakannya sama sekali, peraturan penzoningan yang mempengaruhi masyarakat, hak-hak legal dan politik masyarakat, studi kasus-kasus dari permasalahan sejenis dalam masyarakat dan aspek-aspek lain yang mempengaruhi lokais, masyarakat, dan area-area lainnya yang terpengaruhi.

Taktik PengorganisasianKebanyakan keberhasilan dari grassroots efforts untuk mengatasi masalahnya sendiri dapat dicapai berkat jenis dan kecepatan taktik pengorganisasian kelompok-kelompok masyarakat. Advocacy planner harus memahami taktik-taktik pengorganisasian untuk membawa perhatian ketidakadilan, termasuk protes publik, demonstrasi, petisi-petisi, lobi-lobi, laporan-laporan dan penemuan fakta-fakta serta dengar pendapat untuk mendidik masyarakat dan mengintensifkan debat publik. Lokakarya masyarakat dan forum-forum setempat dapat juga berperan untuk tetap menjaga agar masyarakat selalu mendapat informasi sementara melibatkan para stakeholder lainnya. Penentuan waktu, lokasi dan intensitas dari taktik-taktik tersebut dapat terbukti menjadi sangat penting dalam meyakinkan lainnya bahwa masyarakat berada pada posisi yang benar. Advocacy planner bertanggung jawab untuk memastikan bahwa taktik-taktik tersebut dipergunakan dan keterlibatan masyarakat tersebut dapat dipompa dan dipertahankan. Bagaimanapun juga advocay planner tidak bekerja sendiri, sehingga usahanya harus berupa kolaborasi langsung dengan para pemimpin masyarakat dan/atau organisasi masyarakat.

Keterlibatan PolitisPenting bagi masyarakat untuk menarget pemerintah lokal, wilayah atau federal untuk suatu pengaruh baik yang langsung maupun yang tidak langsung dalam menetapkan dan menjalankan keputusan-keputusan. Misalnya di Chicago 10th Ward, organisasi masyarakat menghubungi US Army Corps of Engineers dalam bentuk petisi untuk pemberlakuan ijin untuk mengolah wetlands, melobi anggota dewan kota untuk turun tangan. Tekanan politik dari masyarakat dapat menghentikan kasus-kasus yang ada yang sedang terjadi maupun yang akan terjadi, dan memaksa pemerintah untuk meloloskan peraturan atau perundang-undangan yang dapat menjamin tidak terulangnya aktivitas serupa di masa yang akan datang.Akhirnya ketidakadilan dapat diangkat ke tingkat dimana ia menjadi suatu isu yang dapat mempengaruhi para pemilih. Atau dengan kata lain, pemecahan masalah secara efisien dan equitable dapat diadopsi oleh seorang kandidat walikota yang kemudian memenangkan pemilihan karena mendukung masyarakat. Atas usahanya itu ia telah mendapatkan dukungan masyarakat luas.

Negosiasi dan LitigasiApabila suatu masalah telah menarik perhatian publik, developer/operator dari fasilitas yang bersangkutan merasa bahwa oposisi masyarakat tidak akan menyerah. Ada 2 (dua) kemungkinan pemecahan: pertama, pihak fasilitas dapat menyetujui untuk bertemu masyarakat untuk mengusahakan jalan tengah pemecahan masalah. Kedua, jika pihak fasilitas tidak akan bernegosiasi atau negosiasi gagal, langkah logis berikutnya dan yang sering kali ditempuh dalam grassroots efforts adalah litigasi (pengadilan).

Advocacy planner dapat membantu masyarakat dalam kedua pemecahan tersebut. Ia dapat berperan sebagai fasilitator atau mediator antara masyarakat dan pihak fasilitas. Dan planner dapat melakukan penelitian atas kepentingan masyarakat selama proses litigasi, berperan sebagai seorang fasilitator bilamana diperlukan.

DokumentasiMengesampingkan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian yang akan terjadi, atau bahkan keduanya gagal dan proses kembali ke langkah 2 dan 3, penelitian dan taktik pengorganisasian, sangat penting bagi advocacy planner untuk mengambil manfaat/ keuntungan dari pengalaman yang terdokumentasikan, dan memungkinkan mereka untuk membangun acuan dasar yang dapat menangani ketidakadilan sosial dan lingkungan lainnya.

5.2 Pedoman Pelaksanaan Penataan RuangPelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Majalaya sampai tahun 2010 berpedoman pada prinsip birokrasi keterbukaan, partisipasi masyarakat serta pertanggungjawaban kepada masyarakat. Pelaksaan penataan ruang dan pemanfaatan sumberdaya dalam wilayah perencanaan mengacu pada beberapa peraturan yang mengarah pada prinsip Otonomi Daerah. Peraturan yang menjadi pedoman dalam penataan ruang di Kota Majalaya antara lain : Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Pelaksanaan rencana tata ruang melalui pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dapat diatur melalui beberapa aspek pengendalian antara lain pembentukan sistem kelembagaan pemerintahan kota, sistem pembiayaan pembangunan dan pembakuan prosedur perijinan pembangunan dan pemanfaatan ruang termasuk aspek koordinasi dalam pelaksanaannya. Penetapan aspek-aspek administrasi pembangunan tersebut untuk menjaga agar rencana yang telah disusun/ditetapkan dapat terwujud dengan simpangan yang seminimal mungkin. Penyusunan pedoman pelaksanaan mengacu pada peraturan yang ada dan permasalahan yang diidentifikasi dari hasil evaluasi rencana tata ruang yang lama.

5.2.1 Pedoman Sistem Kelembagaan Tata Ruang

Page 5: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

Evaluasi terhadap rencana tata ruang yang lama menunjukkan bahwa kegagalan pelaksanaan rencana lebih disebabkan oleh kelemahan perencanaan dan pelaksanaan kelembagaan pengendalian pembangunan. Permasalahan pelaksanaan rencana tata ruang di Kota Majalaya Kabupaten Bandung berakar dari kurangnya koordinasi dalam pelaksanaan serta tidak konsistennya Pemerintah Daerah melaksanakan rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang Kota Majalaya tahun 2010 membutuhkan sistem dan kelengkapan kelembagaan pengendalian pembagunan yang koordinatif dan sesuai dengan kebutuhan serta peraturan yang ada. Sistem kelembagaan pelaksanaan tata ruang Kota Majalaya mengacu pada bentuk dan sifat administatif Kota Majalaya.

Bentuk dan status Kota Majalaya berdasarkan UU No. 22 Tahun1999 adalah termasuk dalam bentuk Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian administrasi dari sistem pemerintahan daerah kabupaten. Kota Majalaya merupakan kawasan perkotaan yang terbentuk dari hasil kegiatan industri yang dominan. Penataan pembangunan Kota Majalaya berdasarkan Undang Undang Pemerintahan Daerah harus dilakukan oleh suatu badan khusus yang disebut Badan Pengelolaan Pembangunan. Badan Pengelolaan Pembanguan Kota Majalaya merupakan badan yang dibentuk dan bertanggungjawab kepada Kepala Daerah Kabupaten Bandung.

Badan pengelola pembangunan dapat difungsikan sebagai koordinator pembangunan kota, penyaluran aspirasi swasta dan masyarakat serta pengawasan pelaksanaan rencana tata ruang yang telah ada. Kedudukan Badan Pengelola Pembangunan Kota Majalaya dapat ditempatkan di bawah institusi kantor kecamatan, namun bertanggungjawab langsung kepada Bupati. Badan ini terdiri dari gabungan perwakilan instansi pemerintahan daerah dan instansi vertikal serta BUMN yang berkaitan dengan pembangunan kota secara langsung. Jumlah anggota badan pengelolaan pembangunan sebaiknya diupayakan tidak terlalu besar dan lebih menitikberatkan pada personil yang mampu menangani pembangunan pada sektor-sektor utama pembangunan Kota Majalaya seperti permukiman dan prasarana serta sarana pelayanan perkotaaan/wilayah, perdagangan, industri, pariwisata dan transportasi.

Dalam penyelenggaraan pembangunan kawasan perkotaan, pemerintah daerah perlu mengikutsertakan masyarakat dan pihak swasta. Pengikutsertaan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan perkotaan, mencakup partisipasi dan aspirasi dalam kegiatan perencanaan, pelaksanaan dan pemilikan. Beban pemerintah daerah dan badan pengelola pembangunan dalam pengendalian pemanfaatan lahan dan pemeliharaan aset pembangunan akan berkurang apabila partisipasi masyarakat dan swasta dapat dioptimalkan. Langkah yang dapat dilakukan adalah pemerintah daerah memfasilitasi pembentukan Forum Perkotaan atau Forum Kota Majalaya yang merupakan perwakilan masyarakat.

Rencana pengembangan sistem kelembagaan dalam pengelolaan pembangunan Kota Majalaya yang harus dilakukan (Gambar 5.1) adalah :a. Pembentukan Badan Pengelola Pembangunan Kota Majalaya yang berfungsi sebagai wakil pemerintahan daerah di

kecamatan untuk melaksanakan fungsi koordinasi dan pengawasan pembangunan serta penghubung antara kebutuhan masyarakat/swasta dan pemerintah daerah.

b. Pembentukan Forum Kota Majalaya, terdiri dari perwakilan berbagai unsur masyarakat dan pihak swasta yang bermukim di kota untuk menjadi perwakilan aspirasi masyarakat dan membantu pemerintah daerah dalam pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Kota Majalaya.

c. Pembentukan Badan Perwakilan Desa yang berfungsi mengayomi kehidupan sosial masyarakat desa, penyalur aspirasi masyarakat dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa serta menetapkan peraturan-peraturan dalam pembangunan desa.

d. Pengoptimalan kerja Satuan Polisi Pamong Praja dalam pengawasan pelaksanaan pengawasan dan penindakan atas pelanggaran peraturan daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Majalaya tahun 2005 - 2010.

e. Pemerintah daerah harus menetapkan tugas dan wewenang masing-masing instansi yang telah ada serta yang akan dibentuk dalam pelaksanaan pengelolaan pembangunan Kota Majalaya .

Alternatif lain yang dapat dilakukan sebelum alternatif di atas dapat diwujudkan adalah dengan cara memaksimalkan peran pengaturan yang ada pada Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya Kabupaten Bandung dengan penanganan terhadap :a. Penegasan fungsi, tugas dan wewenang Dinas Pekerjaan Umum dalam Pelaksanaan Rencana Detail Tata Ruang

Kota Majalaya yang telah disusun.b. Penentuan sistem koordinasi antar instansi dalam pembangunan dan pelaksanaan rencana kota.c. Perbaikan sistem koordinasi serta penyederhanaan dalam sistem birokrasi perijinan yang lebih mendayagunakan

rencana tata ruang yang telah ditetapkan.d. Pelimpahan tugas pengawasan dan penindakan pada satu instansi yang sama (seperti Dinas PU) disertai peraturan

perundangan yang tegas dan memiliki kekuatan hukum.

GAMBAR 5.1BAGAN ALTERNATIF SISTEM KELEMBANGAAN PENGELOLAAN PEMBANGUNAN KOTA MAJALAYA

Page 6: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten Bandung

Forum Kota Majalaya

Badan Perwakilan Desa

Bupati Kepala Daerah Kabupaten

Bandung

Camat Majalaya Tuan

Kepala Desa

Instansi Pemerintahan Daerah Instansi VertikalBUMD dan BUMN terkait

Badan Pengelolaan Pembangunan Kota

Majalaya

Perangkat DesaMasyarakat Swasta

2

3

6

62

2

3

3

6

6

6

4

4

4

1 = Jalur Penyampaian Aspirasi2 = Fungsi Pengawasan 3 = Jalur Konsultasi4 = Jalur Koordinasi5 = Partisipasi6 = Garis Instruksi

Penekanan 2 (dua) alternatif dalam pengembangan aspek kelembagaan Kota Majalaya tahun 2000 - 2010 adalah pada peningkatan sistem koordinasi antar instansi pelaksana pembangunan dan pembenahan sistem pengawasan dan penindakan terhadap penyimpangan rencana tata ruang. Pengembangan sistem kelembagaan tersebut di atas sangat tergantung dari kesungguhan dan kesadaran pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan yang berdimensi kerakyatan dan memiliki kesadaran hukum. Tanpa adanya kesadaran tersebut, maka rencana detail tata ruang yang telah disusun akan mengalami simpangan sebagaimana Rencana Umum Tata Ruang Kota Majalaya Tahun 1994 yang lalu.

5.2.2 Pembiayaan PembangunanPembiayaan pembangunan kota bersumber dari 2 (dua) jenis pendapatan untuk pembangunan yaitu dari Sumber Pendapatan Daerah dan Sumber Pendapatan Desa.Sumber pendapatan daerah, berasal dari:e. Pendapatan Asli Daerah (PAD), terdiri dari:

- Hasil pajak daerah- Hasil retribusi daerah- Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan alam daerah- Lain-lain pendapatan daerah yang sah.

f. Dana Perimbangan, terdiri dari :- Bagian dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu 90% dari penerimaan pajak ditambah dana perimbangan hasil

PBB dari Pemerintah.- Bagian Bea Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu 80% dari penerimaan pajak ditambah dana perimbangan hasil

bea dari pemerintah.- Penerimaan dari pengolahan sumberdaya alam.

g. Dana Alokasi Umum h. Dana Alokasi Khusus

Keberhasilan pelaksanaan sistem kelembagaan secara sistematis dan koordinatif dapat mendukung upaya efisiensi pengeluaran dana pembangunan dan optimalisasi sumber-sumber pendapatan. Sumber pendapatan daerah yang dapat ditingkatkan dari hasil Pendapatan Asli Daerah sekaligus untuk pembangunan Kota Majalaya adalah sektor Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Hak atas Tanah serta berbagai jenis pajak dan retribusi lainnya. Retribusi dapat diperoleh dari pembangunan pasar, rumah sakit dan angkutan umum, sedangkan perkembangan kota merupakan potensi pendapatan perusahaan milik daerah. Pembagunan sarana, prasarana dan aspek lainnya di Kota Majalaya dalam jangka panjang tidak dapat hanya mengandalkan keuangan dari pendapatan daerah namun harus mengandalkan dana pembangunan

Page 7: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

yang diperoleh dari sumber pendapatan desa dan partisipasi dan swadaya masyarakat dalam pembangunan. Potensi pengembangan sumber alternatif tersebut sangat besar bila ditunjang dengan pengoptimalan fungsi pelayanan dan penyaluran aspirasi masyarakat.Pengembangan pembiayaan pembangunan secara ‘Buttom up’ dan bersifat swadaya desa dalam jangka panjang dapat dilakukan dengan mempersiapkan pengolahan sumber pendapatan yang dimiliki desa. Sumber pendapatan desa tersebut berasal dari :i. Pendapatan asli desa :

- Hasil usaha desa- Hasil kekayaan desa- Hasil swadaya dan partisipasi- Hasil gotong royong- Sumber-sumber asli desa lainnya.

j. Bantuan Pemerintah Kabupatenk. Bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Provinsil. Sumbangan dari pihak ketigam. Pinjaman desa

5.2.3 Pengendalian Perijinan PembangunanPengendalian perijinan merupakan implementasi langsung dari pengendalian pemanfaatan ruang kota. Sektor perijinan harus diatur dengan seksama untuk meminimalkan penyimpang- an pembanguan di Kota Majalaya. Arahan pengembangan sistem perijinan yang dapat dilakukan dalam pembangunan Kota Majalaya antara lain :n. Penentuan badan koordinasi perijinan yang dapat mengakomodir seluruh kebutuhan pembangunan secara cepat

dan tepat.o. Peraturan daerah tentang rencana detail tata ruang kota harus memiliki ketentuan sangsi atas pelanggaran

peraturan baik oleh masyarakat, swasta maupun pihak pemerintahan daerah.p. Pelaksanaan sosialisasi rencana tata ruang dan tugas dan wewenang pengendalian perijinan kepada seluruh

instansi yang terkait yang dikoordinir oleh pemerintah daerah melalui badan khusus.q. Pelaksanaan sosilalisasi tenrtang peraturan daerah mengenai sempadan bangunan, sempadan jalan, sempadan

sungai dan rencana jalan.

Rencana pengembangan sistem kelembagaan harus diikuti dengan penentuan sistem perijinan pembangunan yang mengarah pada pelaksanaan koordinasi yang dapat menjamin pelaksanaan rencana tata ruang. Pengendalian perijinan harus mengikutsertakan Bappeda Kabupaten Bandung ataupun Badan Pengelola Pembangunan (BPP) Kota Majalaya. Pemilihan instansi koordinator berpatokan pada pelaksana perencanaan kota, yaitu Dinas Pekerjaan Umum Daerah, namun koordinasi dapat dilimpahkan kepada BPP Kota Majalaya melalui penempatan unsur Dinas Pekerjaan Umum Daerah dan Bappeda sebagai pimpinan Badan Pengelola Pembangunan. Badan tersebut harus difungsikan sebagai badan koordinasi dalam proses perijinan yang dikeluarkan instansi pemerintah daerah kabupaten seperti ijin mendirikan bangunan, Fatwa ijin lokasi, penerbitan sertifikat hak atas lahan, ijin usaha dan sebagainya. Peningkatan fungsi Bappeda maupun BPP mengacu pada tugas dan wewenang masing-masing instansi penataan ruang kota yang ditetapkan kepala daerah kabupaten. Alternatif pengembangan sistem perijinan pembangunan di Kota Majalaya dapat dilihat pada Gambar 5.2.

Koordinasi antar instansi dalam suatu sistem kelembagaan dan perijinan yang telah diatur akan sangat sulit ditegakkan bila peraturan daerah tentang rencana tata ruang tidak disertai sanksi hukum atas pelanggaran rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Sanksi tersebut harus bersifat adil dan jelas terhadap seluruh pihak yang terlibat antara lain, masyarakat, swasta, pemerintah maupun lembaga/individu lainnya. Hal ini penting dilakukan untuk menegakkan kesadaran hukum dalam pelaksanaan UU No 24/1992 Pasal 5 Ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berkewajiban mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan”. Upaya penciptaan dan kesadaran penegakan hukum memerlukan dukungan sosialisasi rencana dan perundangan yang ada kepada masyarakat luas.

5.2.4 Prioritas PembangunanPelaksanaan rencana tata ruang pada hakekatnya merupakan pelaksanaan program pembangunan kota yang sesuai dengan arahan yang telah dirumuskan. Perwujudan rencana-rencana yang ada membutuhkan implemantasi berupa program-program pembangunan yang dapat dilaksanakan selama masa perencanaan sepuluh tahun. Penyusunan program pembangunan selain harus dapat mengakomodir seluruh sektor perencanaan juga harus mampu mencapai tujuan dan sasaran penataan ruang yang disesuaikan dengan keterbatasan pembiayaan dan kemampuan sumberdaya yang ada pada pemerintah daerah. Atas dasar tujuan dan keterbatasan yang ada maka pembangunan kota menurut rencana tata ruang harus dilakukan menurut tingkat kepentingan pembangunan atau ‘skala prioritas faktor pembangunan’. Keseluruhan program pembangunan tidak dapat dikerjakan secara bersamaan waktunya sehingga prioritas pembangunan dapat menjadi landasan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dalam penyusunan rencana pembangun-an lima tahun daerah (Repelitada) dan rencana pembangunan tahunan daerah (Repetada).Penentuan prioritas pembangunan didasarkan atas pemikiran dan pertimbangan terhadap skala prioritas pengembangan yang terdiri dari:r. Prioritas pengembangan wilayah kota.s. Prioritas pengembangan sektor kegiatant. Prioritas pengembangan fasilitas dan utilitas.

Page 8: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

Dasar-dasar dalam penentuan prioritas pembangunan didasarkan pada beberapa faktor pertimbangan antara lain :a. Tingkat ketimpangan antara skenario rencana pengembangan yang telah ditetapkan dengan kondisi eksisting yang

telah ada.b. Kualitas permasalahan yang terjadi serta dampak positif dan negatif yang dapat ditimbulkan dari ada atau tidaknya

pembangunan.c. Hubungan yang serasi antara konsep rencana dan program dan kemampuan keuangan pemerintah daerah agar

pelaksanaan pembangunan dapat berjalan secara lancar, efisien dan efektif.d. Kesesuaian antara pembangunan sektoral dengan kebijaksanaan pengembangan bagian wilayah kota.e. Keseimbangan antara percepatan pertumbuhan fisik kota, peningkatan ekonomi dan prinsip keseimbangan

lingkungan fisik dan sosial kemasyarakatan.

Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disusun prioritas pembangunan Kota Majalaya dalam 3 (tiga) aspek skala prioritas.

A. Prioritas Pengembangan Wilayah KotaPelaksanaan pembangunan dalam masa perencanaan diarahkan pada pengembangan wilayah yang belum berkembang, namun memiliki potensi nilai-nilai pengembangan kota yang luas. Urutan skala prioritas pengembangan wilayah perencanaan dapat dikelompok-kan sebagai berikut :1. Prioritas Pengembangan I meliputi pelaksanaan dari rencana yang telah ditetapkan pada masing-masing blok BWK

meliputi penataan baru dan pembangunan.2. Prioritas Pengembangan II meliputi kawasan pengembangan permukiman baru di Blok BWK C2, Blok BWK B1, Blok

BWK B2 dan Blok BWK A4.

3. Prioritas pengembangan III adalah pengembangan pada wilayah prioritas I dilakukan melalui pembangunan fasilitas

dan infrastruktur yang telah ditetapkan, yaitu pengembangan jaringan jalan, studi kelayakan terminal dan pasar, pembangunan terminal, pembangunan dan penataan pasar, pengaturan dan penataan arus lalu lintas terutama angkutan umum, dan studi kelayakan pengembangan rel kereta api apakah akan diaktifkan kembali atau tidaknya jaringan rel kereta api yang telah ada, karena pada umumnya jaringan rel kereta api sudah berubah fungsi dan perlunya menginventasisai aset - aset PT. KAI, pembentukan ruang terbuka hijau dan daerah konservasi serta fasilitas yang dibutuhkan sesuai dengan proyeksi. Pengembangan pada wilayah prioritas II melalui penataan lingkungan dan perbaikan infrastruktur, pengendalian perubahan fungsi lahan pertanian, pengendalian perubahan fungsi jaringan rel kerta api menjadi bangunan atau jalan apabila di masa yang akan datang jaringan rel kerta api tersebut difungsikan, danpembangunan fasilitas sosial skala kecamatan seperti rumah sakit, pembangunan jalan-jalan baru minimal pembebasan lahan terlebih dahulu dan peningkatan kualitas jalan.

Page 9: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

B. Prioritas Pengembangan Sektor KegiatanPrioritas pengembangan sektor kegiatan diarahkan pada perwujudan fungsi kota secara optimal dan menyeluruh. Pengembangan sektor kegiatan memerlukan dukungan pengembangan yang serasi dari pembangunan fasilitas dan utilitas. Pengembangan sektor kegiatan kota dapat dilakukan sesuai skala prioritas sebagai berikut :

1. Prioritas pengembangan kegiatan I pada sektor transportasi.2. Prioritas pengembangan kegiatan II pada sektor pemerintahan, permukiman, perdagangan dan jasa, serta

pelayanan umum dan sosial tingkat kota dan lokal;3. Prioritas pengembangan III pada sektor industri.

Prioritas pertama dalam diarahkan pada upaya mendukung pengembangan kedudukan Kota Majalaya sebagai pusat pertumbuhan dan pelayanan regional dalam perannya sebagai Ibukota Majalaya. Prioritas kedua diarahkan untuk meningkatkan struktur kegiatan ekonomi yang diawali dengan kelancaran moda pergerakan dan keseimbangannya. Prioritas ketiga adalah menyiapkan lokasi industri yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan ekonomi serta menggali potensi yang ada.

C. Prioritas Pengembangan Sarana dan PrasaranaPrioritas pengembangan ini didasarkan pada 2 (dua) aspek prioritas wilayah dan sektor kegiatan. Pengembangan sarana dan prasarana dikelompokkan menjadi :1. Prioritas pengembangan I meliputi pengembangan fasilitas yang mendukung prioritas pengembangan sektor kegiatan

pertama dan yang mendukung kegiatan permukiman perkotaan dan konservasi lingkungan, yaitu :a. Fasilitas perdagangan dan jasa, perhubungan, seperti pembangunan terminal, pasar dan ruang terbuka sebagai

kenyamanan dan rekreasi dan pemerintahan di Blok BWK A1, Blok BWK A2, Blok BWK A3, dan Blok BWK B2.b. Peningkatan kualitas jalan, lebar badan jalan dan pembangunan jalan baru dan penyiapan lahan terminal

angkutan umum.c. Peningkatan jaringan utilitas di masing-masing Blok BWK.

2. Prioritas pengembangan II meliputi pengembangan fasilitas yang mendukung prioritas aksesibilitas dan perekonomian kota, antara lain pembukaan jaringan jalan baru, peningkatan mutu kondisi jalan, dan pelebaran badan jalan, studi kelayakan jaringan rel kereta api yang di masa yang akan datang bermanfaat untuk peningkatan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan industri.

3. Prioritas pengembangan III meliputi penyediaan sarana pendukung kegiatan permukiman perkotaan, antara lain fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, taman, lapangan olah raga, kuburan di masing-masing Blok BWK, termasuk prioritas pengembangan ini pengembangan jumlah dan rute angkutan umum.

D. Tahapan Pelaksanaan Pembangunan KotaPelaksanaan pembangunan unsur-unsur rencana tata ruang direncanakan secara bertahap sesuai masa pembangunan jangka menengah daerah dalam jangka lima tahunan rencana. Pelaksanaan pembangunan tiap sektor pembangunan dilakukan dalam setiap masa satu tahun anggaran yang jenis pembangunannya disesuaikan dengan anggaran yang tersedia atau dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung. Pelaksanaan program pembangunan tahunan ini mengacu pada pokok-pokok program lima tahunan. Penyusunan program pembangunan dalam tahapan-tahapan tersebut berdasarkan permasalahan, potensi pengembangan dan skala prioritas pembangunan yang ada sesuai dengan konsep pengembangan tata ruang kota, yaitu:A. Tahap I (pertama) tahun anggaran 2001 - 2005

1. Penyusunan Peraturan Daerah Kabupaten Bandung tentang Rencana Detail Tata Ruang Kota Majalaya Tahun 2000 - 2010.

2. Sosialisasi RDTR Kota Majalaya kepada seluruh instansi pemerintahan daerah dan instansi vertikal serta kepada seluruh lapisan masyarakat secara terbuka sesuai asas penataan ruang.

3. Penyusunan petunjuk pelaksanaan peraturan daerah mengenai RDTR Kota Majalaya termasuk perangkat pendukung susunan kelembagaan administrasi pengelolaan kota dan sistem perijinan pembangunan. Penyiapan dan penataan lokasi pengembangan pelayanan umum seperti pasar, terminal, pemerintahan,

ruang terbuka hijau, dan fasilitas pendukung; Penertiban kawasan sempadan sungai, kereta api dan jaringan listrik tegangan tinggi dari segala kegiatan; Pembangunan dan perbaikan jaringan drainase; Pembangunan rencanan jalan baru yang telah ditetapkan pada bab sebelumnya minimal pembebasan

lahan yang sesuai dengan lebar yang ditetapkan serta pemeliharaan, perbaikan dan peningkatan mutu jaringan jalan;

Penyiapan lahan untuk rencana pembangunan terminal; Peningkatan kemampuan produksi dan peningkatan pelayanan jaringan distribusi air bersih, listrik, dan

telepon; Penataan lingkungan permukiman terutama konsolidasi lahan permukiman yang padat dan kumuh, serta

penataan dan renovasi fisik bangunan dan lingkungan; Pelaksanaan monitoring dan evaluasi selama masa pembangunan. Menginventarisasi aset-aset milik KAI.

B. Tahap II (kedua) tahun anggaran 2006 - 2010 Melanjutkan pekerjaan-pekerjaan yang belum selesai pada tahap I; Penyediaan sarana pendukung kegiatan permukiman perkotaan, antara lain fasilitas pendidikan dan

peribadatan, taman, lapangan olah raga di tiap lingkungan permukiman serta kuburan dan fasilitas hiburan seperti yang direncanakan;

Pembangunan fasilitas pendidikan, peribadatan dan lapangan olahraga tingkat kota serta fasilitas sosial lainnya untuk memenuhi kebutuhan akibat pertambahan penduduk kota;

Page 10: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

Pengembangan sistem transportasi meliputi jaringan jalan, terminal, dan pengembangan jaringan angkutan umum;

Pembangunan terminal angkutan umum dan pasar; Pembangunan lingkungan industri di Blok BWK C1 serta penyediaan fasilitas dan prasarana pendukung bagi

pembangunan lokasi industri tersebut; Monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana; Perlu dilakukan studi kelayakan dalam pengembangan rel kereta api.

5.3 Fleksibilitas dan Perubahan Penggunaan Lahan5.3.1 Fleksibilitas Penggunaan LahanRencana penggunaan lahan atau lazim disebut peruntukan lahan telah ditentukan lokasinya. Pada setiap bagian dari wilayah kota telah direncanakan peruntukan agar tercapai tujuan dari rencana kota itu sendiri. Peruntukan lahan tersebut selain harus jelas untuk setiap lokasi tetapi juga harus memiliki sifat yang fleksibel agar dapat mengantisipasi perkembangan yang seringkali terjadi begitu cepat. Fleksibilitas peruntukan tanah tidak dimaksudkan untuk melegalkan penggunaan yang tidak sesuai namun ditujukan agar kebutuhan para pelaku pembangunan dapat diakomodasikan tanpa perlu diadakan perubahan peruntukan untuk setiap kasus.Fleksibilitas penggunaan lahan adalah penggunaan lahan lain yang masih dapat ditoleransi untuk suatu kawasan yang telah ditentukan peruntukannya. Dengan kata lain adalah penggunaan yang masih diperkenankan berlokasi pada suatu wilayah selain peruntukan yang sudah ditetapkan. Ada 3 (tiga) jenis fleksibilitas penggunaan lahan, yaitu suatu pemanfaatan masih diperkenankan untuk berlokasi di kawasan yang bukan peruntukkannya, atau masih diperkenankan namun dengan persyaratan, atau tidak diperkenankan sama sekali.Untuk yang masih diperkenankan dengan persyaratan, maka persyaratan-persyaratan tersebut adalah :

Rumah tempat tinggal yang sudah lama umur bangunannya, bila berlokasi bukan di kawasan perumahan tetapi di kawasan bangunan umum, bangunan khusus, perdagangan, atau pusat pelayanan, maka masih dapat diberikan izin namun terbatas hanya untuk renovasi atau rehabilitasi.

Rumah bentuk kopel dan deret pada peruntukan industri masih diperkenankan dengan syarat perumahan tersebut untuk mendukung kawasan industri yang ada (diperuntukkan bagi pekerja industri) dengan luas lahan total perumahan maksimal 5 (lima) % dari luas kawasan indutri.

Rumah deret pada peruntukan perumahan type C (rumah kecil) masih diperkenankan dengan syarat lebar bangunan minimal 8 (delapan) meter dengan jumlah deret maksimal 10 (sepuluh) deret.

Rumah type maissonete/villa masih diperkenankan pada perumahan type A (rumah besar) dengan syarat lebar bangunan minimal 12 (dua belas) meter, pada perumahan type B (rumah sedang) dengan syarat lebar bangunan minimal 9 (sembilan) meter, pada perumahan type C (rumah kecil) dengan syarat lebar bangunan minimal 6 (enam) meter.

Rumah susun/apartemen/flat minimal 4 (empat) lantai. Untuk kawasan perumahan yang dibangun oleh pengembang dengan luas lebih besar dari 5 (lima) Ha dapat

dibangun fasilitas perdagangan dengan luas maksimal 5 (lima) % dari luas perumahan. Untuk kawasan industri yang dibangun oleh Pengembang dapat dilengkapi dengan fasilitas kesehatan dan

perdagangan untuk mendukung kebutuhan pekerja dengan total luas lahan maksimal 10 % dari luas kawasan industri yang bersangkutan.

Ruang terbuka dan jalur hijau dapat dibangun kantor pemerintah yang bersifat pelayanan umum dan fasilitas pelayanan sosial lainnya serta bangunan-bangunan yang berfungsi menunjang ruang terbuka hijau dan jalur hijau dengan ketentuan KDB maksimal 40 (empat puluh) %.

Kantor dan hotel/penginapan masih diperkenankan pada perumahan type A dan bangunan khusus dengan syarat bersifat bangunan tunggal dengan GSB samping dan belakang minimal 3 (tiga) meter.

Kantor pada peruntukan industri masih diperkenankan dengan syarat kantor tersebut berkaitan dengan kegiatan industri atau pergudangan.

Untuk tanah-tanah dengan dimensi lebar yang tidak mencukupi persayaratan dan tidak dimungkinkan perluasan akibat wilayah sekitarnya telah terbangun, maka dimungkinkan untuk diberikan izin dengan lebar tanah yang ada sesuai dengan peruntukan.

Penentuan pola penggunaan lahan pada peruntukan perumahan yang termasuk blok-blok besar, masih dimungkinkan penggunaan tanah lainnya yang menunjang fungsi perumahan.

5.3.2 Perubahan Penggunaan LahanPerubahan peruntukan dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah setelah melalui pertimbangan yang matang. Perubahan peruntukan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) jenis yaitu sebagai berikut : Perubahan peruntukan yang diusulkan dan dilakukan oleh Pemerintah Daerah sendiri. Perubahan peruntukan

semacam ini tidak dikenakan retribusi perubahan peruntukan bagi permohonan KSB/KRP yang berlokasi pada kawasan yang dirubah peruntukan-nya.

Perubahan peruntukan yang diajukan oleh pihak ketiga (masyarakat). Perubahan peruntukan ini dikenakan retribusi sesuai ketentuan yang berlaku.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan disebutkan bahwa : Setiap perubahan pemanfaatan lahan harus mendapat ijin tertulis dari Kepala Daerah. Bagi perubahan pemanfaatan terhadap lahan yang strategis dan berdampak penting, ijin perubahan hanya dapat

diberikan setelah mendapat rekomendasi dari tim penilai dan sesudah itu dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Yang dimaksud dengan lahan strategis dan berdampak penting adalah perubahan pemanfaatan

Windows 95, 01/03/-1,
Page 11: TEORI-PERAN  MASYARAKAT

lahan perkotaan pada blok-blok yang besar, yaitu blok yang minimal dibatasi jalan kolektor utama dan menimbulkan dampak yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan keamanan sekitarnya.

Penerapan untuk wilayah perencanaan adalah bahwa perubahan peruntukan harus mengikuti ketentuan sebagai berikut : Setiap perubahan peruntukan tanah harus mendapat persetujuan tertulis dari Kepala Daerah Kabupaten Bandung. Bagi perubahan peruntukan tanah pada lokasi yang strategis dan berdampak penting, ijin perubahan peruntukan

tanah dapat diberikan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bandung.

Lokasi yang strategis dan berdampak penting adalah : Lahan perkotaan pada blok-blok yang besar yaitu blok yang minimal dibatasi oleh jalan kolektor utama dengan

luas lebih besar dari 4 (empat) Hektar. Perubahan peruntukan tanah pada jalan arteri primer dan sekunder serta jalan protokol dengan luas lebih besar

dari 1.000 m2 antara lain seperti Jalan Raya Laswi Ciparay - Majalaya, Jalan Majalaya - Rancaekek, Jalan Majalaya - Cicalengka, dan Jalan Majalaya - Ibun, serta jalan-jalan lainnya yang akan ditetapkan oleh Tim Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kabupaten Bandung.

Perubahan peruntukan tanah dari jalur hijau/taman menjadi peruntukan lainnya yang luasnya diatas 1.000 m2.Perubahan peruntukan menjadi industri /gudang.