teori belajar
DESCRIPTION
macam-macam teori belajarTRANSCRIPT
Macam-macam Teori Belajar
Dalam psikologi dan pendidikan , pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan’s pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Macam-macam Teori Belajar
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu: teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme. Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun atau membangun ide-ide baru atau konsep.
1. Teori belajar Behaviorisme
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Belajar kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan teori kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan
pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti ber
sifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua konsep.
Teori Belajar Gestaltstalt
Seiring dengan Kohler dan Koffka, Max Wertheimer merupakan salah satu pendukung utama Teori Gestalt yang menekankan tingkat tinggi proses kognitif di tengah-tengah behaviorisme. Fokus teori Gestalt adalah ide tentang “pengelompokan”, yaitu, karakteristik stimulus menyebabkan kita struktur atau menafsirkan bidang visual atau masalah dengan cara tertentu (Wertheimer, 1922).
Faktor utama yang menentukan pengelompokan atau prinsip organisasi adalah:
1. kedekatan elemen cenderung dikelompokkan bersama menurut kedekatan mereka 2. kesamaan item serupa dalam beberapa hal cenderung dikelompokkan bersama3. penutupan item dikelompokkan bersama-sama jika mereka cenderung untuk
menyelesaikan beberapa entitas4. kesederhanaan butir akan diatur dalam angka sederhana berdasarkan simetri,
keteraturan, dan halus. Faktor-faktor ini disebut hukum organisasi.
Werthiemer (1959) memberikan interpretasi Gestalt memecahkan masalah episode ilmuwan terkenal (misalnya, Galileo, Einstein) serta anak-anak yang disajikan dengan masalah matematika.
Akhmad Sudrajat menguraikan beberapa Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
1. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.
2. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.
4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.
PENGERTIAN BELAJAR DAN MACAM-MACAM TEORI BELAJAR
Dalam interaksi tersebut akan terjadi sebuah proses pembelajaran, pembelajaran secara umum didefinisikan sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, dan lingkungan pengaruh dan pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan pengetahuan satu, keterampilan, nilai, dan pandangan dunia (Illeris, 2000; Ormorod, 1995).
Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh perbuatan belajar, para ahli teori
belajar berusaha merumuskan pengertian belajar. Di bawah ini dikutip beberapa batasan
belajar, agar dapat menjadi bahan pemikiran dan renungan mengenai pengertian belajar yang
berlangsung di kelas.
Belajar proses perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu
yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, di mana
perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon
pembawaan, pemaksaan, atau kondisi sementara (seperti lelah, mabuk, perangsang dan
sebagainya).
Menurut Morgan (Gino, 1988: 5) menyatakan bahwa belajar adalah merupakan salah
satu yang relatif tetap dari tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa belajar adalah usaha sadar yang dilakukan manusia melalui
pengalaman dan latihan untuk memperoleh kemampuan baru dan merupakan perubahan
tingkah laku yang relatif tetap, sebagai akibat dari latihan. Menurut Hilgard (Suryabrata,
2001:232) menyatakan belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja,
yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perbuatan yang
ditimbulkan oleh lainnya.
Selanjutnya menurut Gerow (1989:168) mengemukakan bahwa “Learning is
demonstrated by a relatively permanent change in behavior that occurs as the result of
practice or experience”.
Belajar adalah ditunjukkan oleh perubahan yang relatif tetap dalam perilaku yang
terjadi karena adanya latihan dan pengalaman-pengalaman. Kemudian menurut Bower (1987:
150) “Learning is a cognitive process”.
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat diidentifikasi
beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :
1. Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu
dapat mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan
mengarah kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu tidak harus segera nampak
setelah proses belajar tetapi dapat nampak di kesempatan yang akan datang.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu pada pokoknya adalah
didapatkannya kecakapan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian baik fisik maupun phisikis.
Ada tiga kategori utama atau kerangka filosofis mengenai teori-teori belajar, yaitu:
teori belajar behaviorisme, teori belajar kognitivisme, dan teori belajar konstruktivisme.
Teori belajar behaviorisme hanya berfokus pada aspek objektif diamati pembelajaran. Teori
kognitif melihat melampaui perilaku untuk menjelaskan pembelajaran berbasis otak. Dan
pandangan konstruktivisme belajar sebagai sebuah proses di mana pelajar aktif membangun
atau membangun ide-ide baru atau konsep.
1.Teori Behavioristik
Teori behavioristik adalah sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif.
Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan
menghilang bila dikenai hukuman.
2. Teori Kognitivisme
Teori belajar kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori
perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif
bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya
mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang
baru dengan pengetahuan yang telah ada.
Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama
terhadap belajar.Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep
sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan.
3. Teori Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu
bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian dari Teori Belajar Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan teori
behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik
antara stimulus dan respon, sedangkan teori kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai
kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada
pengetahuannya sesuai dengan pengalamannya.
Dengan demikian, pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti
guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Adapun
pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap
individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama
tersimpan/diingat dalam setiap individu.
Adapun tujuan dari teori ini adalah sebagai berikut:
1. Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyaannya.
3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara
lengkap.
4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
5. Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori
perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Misalnya, pada tahap sensori
motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah
menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga informasi
tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988:133). Pengertian tentang akomodasi yang lain
adalah proses mental yang meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan
baru atau memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu
(Suparno, 1996: 7).
Konstruktivis ini dikritik oleh Vygotsky, yang menyatakan bahwa siswa dalam
mengkonstruksi suatu konsep perlu memperhatikan lingkungan sosial. Konstruktivisme ini
oleh Vygotsky disebut konstruktivisme sosial (Taylor, 1993; Wilson, Teslow dan
Taylor,1993; Atwel, Bleicher & Cooper, 1998).
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan scaffolding. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan jarak
antara tingkat perkembangan sesungguhnya yang didefinisikan sebagai kemampuan
pemecahan masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan potensial yang didefinisikan
sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui
kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu.
Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap
awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk
mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya (Slavin,
1997). Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan
memecahkan masalah.
Pendekatan yang mengacu pada konstruktivisme sosial (filsafat konstruktivis sosial)
disebut pendekatan konstruktivis sosial. Filsafat konstruktivis sosial memandang kebenaran
matematika tidak bersifat absolut dan mengidentifikasi matematika sebagai hasil dari
pemecahan masalah dan pengajuan masalah (problem posing) oleh manusia (Ernest, 1991).
2. Ciri-Ciri Pembelajaran Secara Konstuktivisme
Adapun ciri-ciri pembelajaran secara kontruktivisme adalah:
1. Memberi peluang kepada murid membina pengetahuan baru melalui penglibatan
dalam dunia sebenarnya.
2. Menggalakkan soal/idea yang dimulakan oleh murid dan menggunakannya sebagai
panduan merancang pengajaran.
3. Menyokong pembelajaran secara koperatif mengambil kira sikap dan pembawaan
murid.
4. Mengambil kira dapatan kajian bagaimana murid belajar sesuatu ide.
5. Menggalakkan & menerima daya usaha & autonomi murid.
6. Menggalakkan murid bertanya dan berdialog dengan murid & guru.
7. Menganggap pembelajaran sebagai suatu proses yang sama penting dengan hasil
pembelajaran.
8. Menggalakkan proses inkuiri murid melalui kajian dan eksperimen.
3. Prinsip-Prinsip Konstruktivisme
Secara garis besar, prinsip-prinsip Konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah:
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri.
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar.
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah.
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi
berjalan lancar.
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa.
6. Struktur pembalajaran seputar konsep utama pentingnya sebuah pertanyaan.
7. Mmencari dan menilai pendapat siswa.
8. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa. Seorang guru dapat membantu
proses ini dengan cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan
sangat relevan bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan
atau menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan
menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga
kepada siswa yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai
tingkat penemuan.
4. Hakikat Anak Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung
pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang
keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan (Poedjiadi, 1999: 61). Dari
pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada
tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan
kematangan intelektual anak berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut
pandangan konstruktivisme.
Driver dan Bell (dalam Susan, Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan
karakteristik sebagai berikut:
1. Siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan.
2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa.
3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara personal.
4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan situasi
kelas.
5. Kurikulum bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber.
Pandangan tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif. Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan
dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai
dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun
secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pembelajar dengan faktor ekstern
atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku. Berikut adalah tiga dalil
pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual atau tahap
perkembangan kognitif atau biasa jugaa disebut tahap perkembagan mental. Ruseffendi
(1988: 133) mengemukakan: ”Perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap
beruntun yang selalu terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan
mengalami urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama, tahap-tahap tersebut
didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi mental (pengurutan, pengekalan,
pengelompokan, pembuatan hipotesis dan penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya
tingkah laku intelektual, dan gerak melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh
keseimbangan (equilibration), proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi
antara pengalaman (asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi)”
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi
dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah
diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang (Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan
lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara
aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak
(Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang
dihadapi.
2. Kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan
memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-hari
3. Peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi
yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
5. Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar Konstruktivisme
Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu
saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori belajar konstruktivisme
sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan secara
bermakna. Kedua adalah pentingya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian
secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang
diterima.
Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan
pembelajaran, yaitu:
1. Siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki
2. Pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti
3. Strategi siswa lebih bernilai
4. Siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20)
mengajukan beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
1. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa
sendiri.
2. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga
menjadi lebih kreatif dan imajinatif.
3. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru.
4. Memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa.
5. Mendorong siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
6. Menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang
mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa
dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas
apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih
diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan
akomodasi.
2.6 Kelebihan Dan Kelemahan Teori Konstruktivistik
· Kelebihan
1. Berfikir : Dalam proses membina pengetahuan baru, murid berfikir untuk menyelesaikan
masalah, menjana idea dan membuat keputusan.
2. Faham : Oleh ksrana murid terlibat secara langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka
akan lebih faham dan boleh mengapliksikannya dalam semua situasi.
3. Ingat : Oleh karana murid terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama
semua konsep. Yakin Murid melalui pendekatan ini membina sendiri kefahaman mereka.
Justru mereka lebih yakin menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam situasi baru.
4. Kemahiran sosial : Kemahiran sosial diperolehi apabila berinteraksi dengan rakan dan guru
dalam membina pengetahuan baru.
5. Seronok : Oleh kerana mereka terlibat secara terus, mereka faham, ingat, yakin dan
berinteraksi dengan sihat, maka mereka akan berasa seronok belajar dalam membina
pengetahuan baru.
· Kelemahan
Dalam bahasan kekurangan atau kelemahan ini mungkin bisa kita lihat dalam proses
belajarnya dimana peran guru sebagai pendidik sepertinya kurang begitu mendukung.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teori kontruktivisme adalah sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Salah satu teori atau pandangan
yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori
perkembangan mental Piaget yang merupakan bagian dari teori kognitif juga. Piaget
menegaskan bahwa penekanan teori kontruktivisme pada proses untuk menemukan teori atau
pengetahuan yang dibangun dari realitas lapangan. Peran guru dalam pembelajaran menurut
teori kontruktivisme adalah sebagai fasilitator atau moderator. Pandangan tentang anak dari
kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang dikembangkan dari teori belajar kognitif
Piaget menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan
kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya.
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi
dengan lingkungan sosial maupun fisik. bahwa pembelajaran yang mengacu kepada teori
belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan
pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan
dan dilakukan oleh guru.
Teori konstruktivisme pada dasarnya menekankan pembinaan konsep yang asas
sebelum konsep itu dibangunkan dan kemudiannya diaplikasikan apabila diperlukan .
DAFTAR RUJUKAN
Budianto. 2010. Teori Belajar dan Implikasi dalam Pembelajaran, (Online),
(http://edukasi.kompasiana.com/2010/05/09/teori-belajar-dan-implikasinya-dalam-
pembelajarn), diakses 7 Februari 2012.
Nanang wahid. 2009. Teori Belajar Konstruktisme, (Online), (http://209.85.175.132/search?
q=cache:57Ip5H6 1RWsJ:one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/teori-belajar-
konstruktivisme +teori+belajar+bermakna&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id&client=firefox-a),
di akses 7 Februari 2012.
Rochmad. 2009. Bermakna, (Online), (http://209.85.175.132/search?q=cache:l5
Mxjna6c1UJ:rochmad-unnes.blogspot.com/2008/02/tinjauan-filsafat-dan-psikologi.html
+4.+Pembelajaran+matematika+berdasarkan+filosofi+kons truktivistik&hl=id&ct=clnk
&cd=1&gl=id), diakses 7 Februari 2011.
Suratno J. 2010. Konstruktivisme, (Online), (Jokosuratno's Blog Just another WordPress.com
weblog), diakses 7 Februari 2012.
Tanpa nama. 2010. Teori Konstruktivisme, Analisis, dan Perkembangannya, (Online),
(http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2072099-teori-belajar-analisis-dan-
perkembangannya/#ixzz1NoL82pK3), diakses 7 Februari 2012.
Tanpa nama. 2011. Konstruktivisme, (Online), (Copyright dias [email protected]), diakses 7
Februari 2012.
Tanpa nama. 2011. Konstruktivisme, (Online), (http://dias.student.umm.ac.id/2010/01/29/isi/),
diakses 7 Februari 2012.
Tanpa nama. 2011. Pertumbuhan dan Perkembangan, (Online),
(http://www.contohmakalah.co.cc/2011/05/pertumbuhan-dan-perkembangan-terhadap.html),
diakses 7 Februari 2012.
Tanpa nama. 2011. Aplikasi Konstruktivistik, (Online),
(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._MATEMATIKA/194507161976031-
CORNELIS_JACOB/APLIKASI_PENDEKATAN_KONSTRUKTIVIS_(PPMasy).pdf),
diakses 7 Februari 2012.
Tanpa nama. 2012. Konstruktivisme, (Online), (Pranata, http://puslit.petra.ac.id/journals/interior/.),
diakses 7 Februari 2012.
Zainul. 2010. Teori Belajar Konstruktivistik, (Online), (ifzanul.blogspot.com/2010/.../teori-belajar-
konstruktivistik.html - Cached - Similar), diakses 7 Februari 2012.
PIAGET DAN TEORINYA
PIAGET DAN TEORINYA
I. PENDAHULUAN
Teori kognitif dari Jean Piaget ini masih tetap diperbincangkan dan diacu dalam
bidang pendidikan. Teori ini mulai banyak dibicarakan lagi kira-kira permulaan tahun
1960-an. Pengertian kognisi sebenarnya meliputi aspek-aspek struktur intelek yang
digunakan untuk mengetahui sesuatu. Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif
bukan hanya hasil kematangan organisme, bukan pula pengaruh lingkungan semata,
melainkan hasil interaksi diantara keduanya.
Menurut Piaget, perkembangan kognitif mempunyai empat aspek, yaitu 1)
kematangan, sebagai hasil perkembangan susunan syaraf; 2) pengalaman, yaitu hubungan
timbal balik antara orgnisme dengan dunianya; 3) interaksi social, yaitu pengaruh-
pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, dan 4)
ekullibrasi, yaitu adanya kemampuan atau system mengatur dalam diri organisme agar dia
selalu mempau mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri terhadap
lingkungannya.
System yang mengatur dari dalam mempunyai dua factor, yaitu skema dan
adaptasi. Skema berhubungan dengan pola tingkah laku yang teratur yang diperhatikan
oleh organisma yang merupakan akumulasi dari tingkah laku yang sederhana hingga yang
kompleks. Sedangkan adaptasi adalah fungsi penyesuaian terhadap lingkungan yang
terdiri atas proses asimilasi dan akomodasi.
Piaget mengemukakan penahapan dalam perkembangan intelektual anak yang
dibagi ke dalam empat periode, yaitu :
Periode sensori-motor ( 0 – 2,0 tahun )
Periode pra-operasional (2,0 – 7,0 tahun )
Periode operasional konkret ( 7,0 – 11,0 tahun )
Periode opersional formal ( 11,0 – dewasa )
Piaget memperoleh gelar Ph.D dalam biologi pada umur 21, ia kemudian tertarik pada
psikologi dan mempelajari anak-anak abnormal di salah satu rumah sakit di Paris. Pada
periode hidupnya, Piaget semakin tertarik pada logika anak dan metode berpikir yang
berbeda-beda yang digunakan anak dalam menjawab peertanyaan pada usia yang berbeda
pula. Selanutnya Piaget bekerja melakukan penelitian selama kurang lebih 40 tahun. Studinya
dipusatkan pada persepsi anak dalam pemahamannya mengenai alam/benda, jumlah, waktu,
perpindahan, ruang, dan geometri. Ia menganalisis operasi-operasi mental yang digunakan
oleh anak, cara berpikir simbolis dan logika mereka.
II. PERMASALAHAN
Apa pokok-pokok pikiran teori perkembanggan kognitif menurut Piaget dan bagaimana
implikasi teori Piaget dalam pendidikan ?
III. PEMBAHASAN
A. Pokok-pokok pikiran Piaget mengenai teori kognitif dan perkembangannya
Tujuan teori Piaget adalah untuk menjelaskan mekanisme dan proses perkembangan
intelektual sejak masa bayi dan kemudian masa kanak-kanak yang berkembang menjadi
seorang individu yang dapat bernalar dan berpikir menggunakan hipotesis-hipotesis.
Piaget menyimpulkan dari penelitiannya bahwa organisme bukanlah agen yang
pasif dalam perkembangan genetik. Perubahan genetic bukan peristiwa yang menuju
kelangsungan hidup suatu organisme melainkan adanya adaptasi terhadap lingkungannya
dan adanya interaksi antara organisme dan lingkungannya. Dalam responnya organisme
mengubah kondisi lngkungan, membangun struktur biologi tertentu yang ia perlukan
untuk tetap bisa memoertahankan hidupnya.perkembangan kognitif yang dikembangkan
Piaget banyak dipengaruhi oleh pendidikan awal Piaget dalam bidang biologi. Dari hasil
penelitiannya dalam bidang biologi. Ia sampai pada suatu keyakinan bahwa suatu
organisme hidup dan lahir dengan dua kecenderunngan yang fundamental, yaitu
kecenderunag untuk :
1. beradaptasi
2. organisasi ( tindakan penataan )
untuk memahami proses-proses penataan dan adaptasi terdapat empat konsep dasar, yaitu
sebagai berikut :
1. Skema
istilah skema atau skemata yang diberikan oleh Piaget untuk dapat menjelaskan
mengapa seseorang memberikan respon terhadap suatu stimulus dan untuk menjelaskan
banyak hal yang berhubungan dengan ingatan.
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan oleh manusia untuk mengadaptasi
diri terhadap lingkungan dan menata lingkungan ini secara intelektual.
Adaptasi terdiri atas proses yang saling mengisi antara asimilasi dan akomodasi
2. Asimilasi
asimilasi itu suatu proses kognitif, dengan asimilasi seseorang mengintegrasikan bahan-bahan
persepsi atau stimulus ke dalam skema yan ada atau tingkah laku yang ada. Asimilasi
berlangsung setiap saat. Seseorang tidak hanya memperoses satu stimulis saja, melainkan
memproses banyak stimulus. Secara teoritis, asimilasi tidak menghasilkan perubahan
skemata, tetapi asimilasi mempnagruhi pertumbuhan skemata. Dengan demikian asimilasi
adalah bagian dari proses kognitif, denga proses itu individu secara kognitif megadaptsi diri
terhadap lingkungan dan menata lingkungan itu.
3. Akomodasi
Akomodasi dapat diartikan sebagai penciptaan skemata baru atau pengubahan skemata lama.
Asimilasi dan akomodasi terjadi sama-sama saling mengisi pada setiap individu yang
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses ini perlu untuk pertumbuhan dan
perkembangann kognitif. Antara asimilasi dan akomodasi harus ada keserasian dan disebut
oleh Piaget adalah keseimbangan.
Untuk keperluan pegkonseptualisasian pertumbuhan kognitif /perkembangan
intelektual Piaget membagi perkemabngan ini ke dalam 4 periode yaitu :
Periode Sensori motor (0-2,0 tahun)
Pada periode ini tingksh laku anak bersifat motorik dan anak menggunakan system penginderaan untuk mengenal lingkungannya untu mengenal obyek.
Periode Pra operasional (2,0-7,0 tahun)
Pada periode ini anak bisa melakukan sesuatu sebagai hasil meniru atau mengamati
sesuatu model tingkah laku dan mampu melakukan simbolisasi.
Periode konkret (7,0-11,0 tahun)
Pada periode ini anak sudah mampu menggunakan operasi. Pemikiran anak tidak lagi
didominasi oleh persepsi, sebab anak mampu memecahkan masalah secara logis.
Periode operasi formal (11,0-dewasa)
Periode operasi fomal merupakan tingkat puncak perkembangan struktur kognitif,
anak remaja mampu berpikir logis untuk semua jenis masalah hipotesis, masalah
verbal, dan ia dapat menggunakan penalaran ilmiah dan dapat menerima pandangan
orang lain.
Piaget mengeukakan bahwa ada 4 aspek yang besar yang ada hubungnnya dengan
perkembangan kognitif :
a. Pendewasaaan/kematangan, merupakan pengembanagn dari susunan syaraf.
b. Pengalaman fisis, anak harus mempunyai pengalaman dengan benda-benda dan
stimulus-stimulusdalam lingkungan tempat ia beraksi terhadap benda-benda itu.
c. Interaksi social, adalah pertukaran ide antara individu dengan individu
d. Keseimbangan, adalah suatu system pengaturan sendiri yang bekerja untuk
menyelesaikan peranan pendewasaan, penglaman fisis, dan interksi social.
B. Implikasi teori Piaget dalam pendidikan
Teori Piaget membahas kognitif atau intelektual. Dan perkembangan intelektual erat
hubungannya dengan belajar, sehhingga perkembangan intelektual ini dapat dijadkan
landasan untuk memahami belajar.
Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi akibat
adanya pengalaman dan sifatnya relatif tetap. Teori Piaget mengenai terjadinya belajar
didasari atas 4 konsep dasar, yaitu skema, asimilasi, akomodasi dan keseimbangan. Piaget
memandang belajar itu sebagai tindakan kognitif, yaitu tindakan yang menyangkut
pikiran. Tindakan kognitif menyangkut tindakan penataan dan pengadaptasian terhadap
lingkungan.
Piaget menginterpretasikan perkembangan kognitif dengan menggunakan diagram
berikut :
Berdasarkan diagram tersebut dimulai dengan meninjau anak yang sudah memiliki
pengalaman yang khas, yang berarti anak sudah memiliki sejumlah skemata yang khas. Pada
suatu keadaan seimbang sesaat ketika ia berhadapan dengan stimulus (bisa berupa benda,
peristiwa, gagasan) pada pikiran anak terjadi pemilahan melalalui memorinya. Dalam memori
anak terdapat 2 kemungkuinan yang dapat terjadi yaitu :
Terdapat kesesuaian sempurna antara stimulus dengan skema yang sudah ada
dalam pikiran anak
Terdapat kecocokan yang tidak sempurna, antara stimulus dengan skema yang ada
dalam pikiran anak.
Kedua hal itu merupakan kejadian ssimilasi.
Menurut diagram, kejadian kesesuaian yang sempurna itu merupakan penguatan terhadap
skema yang sudah ada. Stimulus yang baru (datang) tidak sepenuhnya dapat diasimilasikan
ke dalam skemata yang ada. Di sini terjadi semacam gangguan mental atau ketidakpuasan
mental seperti keingintahuan, kepedulian, kebingungan, kekesalan, dsb. Dalam keadaaan
tidak seimbang ini anak mempunyai 2 pilihan :
Melepaskan diri dari proses belajar dan mengabaikan stimulus atau menyerah dan
tidak berbuat aa-apa (jalan buntu)
Memberi tanggapan terhadap stimulus baru itu baik berupa tanggapan secara fisik
maupun mental. Bila ini dilakukan anak mengubah pandangannya atau skemanya
sebagai akibat dari tindakan mental yang dilakukannya terhadap stimulus itu. Peritiwa
ini disebut akomodasi.
IV. KESIMPULAN
Terori Piaget mengenai perkembangan kognitif mendenisikan kembali intelegensi,
pengetahuan, dan hubungan dengan lingkungannya.
Perkembangan kognitif mempunyai 4 aspek yaitu kematangan, pengalaman, interaksi
social, dan ekuilibrasi
Menurut Piaget setiap organisme hidup cenderung untuk melakukan adaptasi dan
organisasi. Dalam proses adaptasi dan organisasi rerdapat 4 konsep dasar yaitu skema,
asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi
Skema adalah struktur kognitif yang digunakan organisme untuk mengadaptasi diri
terhadap lingkungannya dan menata lingkungan itu secara intelektual.
Asimilasi adalh proses yang digunakan seseorang untuk mengintegrasikan bahan
persepsi baru atau stimuklus baru ke dalam skemata atai pola perilaku yang sudah
ada.
Daftar pustaka :
Dahar Ranta Willis Pof. Dr.M.SC.1989. teori-teori belajar.
Jakarta : Erlangga
..2000. kumpulan-nahan diklat nasional guru biologi SMU.
Bandung : Pusat pengembangan penataran guru IPA