tentang warna

14
1. Sejarah Warna Warna telah diteliti dan digunakan lebih dari 2000 tahun sepanjang sejarah. Banyak peradaban di dunia yang telah bereksperimen dengan warna. Sampai saat ini pun, masih kita pelajari seberapa pentingnya warna di dalam kehidupan kita. Bangsa Mesir kuno tercatat telah menggunakan warna untuk penyembuhan. Mereka menyembah matahari, berpikir bahwa tanpa adanya cahaya tidak akan ada kehidupan. Mereka melihat alam dan mengaplikasikannya terhadap aspek kehidupan mereka. Mereka mengaplikasikan warna hijau pada kuil-kuil yang ada, seperti rumput yang kemudian tumbuh di sepanjang Sungai Nil. Biru juga merupakan warna yang sangat penting untuk orang Mesir kuno, yakni warna langit. Mereka membangun kuil untuk penyembuhan dan menggunakan permata atau kristal yang dilalui sinar matahari. Pada kuil tersebut terdapat berbagai kamar dengan warna yang berbeda-beda. Pada masa kini, metode ini dapat dikaitkan dengan terapi cahaya/warna. Pengetahuan dan pemahaman mengenai kekuatan dari warna cahaya hampir saja hilang ketika di kemudian hari, orang-orang Yunani menganggap bahwa warna adalah sains saja. Hippocrates membuang sisi metafisika dari warna dan berkonsentrasi hanya pada aspek ilmiah. Untungnya, pengetahuan dan filosofi warna diwariskan turun temurun oleh beberapa orang.

Upload: jonathan-febrianto

Post on 30-Jan-2016

217 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

psikologi persepsi

TRANSCRIPT

Page 1: Tentang warna

1. Sejarah Warna

Warna telah diteliti dan digunakan lebih dari 2000 tahun sepanjang sejarah.  Banyak peradaban

di dunia yang telah bereksperimen dengan warna. Sampai saat ini pun, masih kita pelajari

seberapa pentingnya warna di dalam kehidupan kita.

Bangsa Mesir kuno tercatat telah menggunakan warna untuk penyembuhan. Mereka menyembah

matahari, berpikir bahwa tanpa adanya cahaya tidak akan ada kehidupan. Mereka melihat alam

dan mengaplikasikannya terhadap aspek kehidupan mereka. Mereka mengaplikasikan warna

hijau pada kuil-kuil yang ada, seperti rumput yang kemudian tumbuh di sepanjang Sungai Nil.

Biru juga merupakan warna yang sangat penting untuk orang Mesir kuno, yakni warna langit.

Mereka membangun kuil untuk penyembuhan dan menggunakan permata atau kristal yang

dilalui sinar matahari. Pada kuil tersebut terdapat berbagai kamar dengan warna yang berbeda-

beda. Pada masa kini, metode ini dapat dikaitkan dengan terapi cahaya/warna.

Pengetahuan dan pemahaman mengenai kekuatan dari warna cahaya hampir saja hilang ketika di

kemudian hari, orang-orang Yunani menganggap bahwa warna adalah sains saja. Hippocrates

membuang sisi metafisika dari warna dan berkonsentrasi hanya pada aspek ilmiah. Untungnya,

pengetahuan dan filosofi warna diwariskan turun temurun oleh beberapa orang.

Beberapa penelitian awal dan teori tentang cahaya dilakukan oleh Aristoteles. Dia menemukan

bahwa dengan mencampurkan dua warna, akan menghasilkan warna ketiga. Dia mencampurkan

warna kuning dan biru, dan menghasilkan warna hijau. Plato dan Phytagoras juga mempelajari

cahaya.

Selama Abad Pertengahan, Paracelsus memperkenalkan kembali pengetahuan dan filosofi warna

dengan menggunakan kekuatan sinar warna untuk penyembuhan bersama dengan musik dan

herbal. Sayangnya, karyanya diejek di Eropa. Sebagian manuskripnya dibakar, namun sekarang,

orang-orang mengakuinya sebagai dokter terbesar dan penyembuh pada zamannya. 

Isaac Newton, seorang pionir pada bidang warna, mulai mempelajari warna ketika ia berusia 23

tahun pada tahun 1666 dan mengembangkan lingkaran warna Newton yang memberikan

Page 2: Tentang warna

wawasan mengenai warna komplementer dan pencampuran warna aditif. Newton menyadari

bahwa beberapa warna seperti magenta dan ungu tidak bisa dihasilkan dalam spektrum warna.

Salah satu kontribusi Newton adalah ide bahwa cahaya putih adalah cahaya yang mengandung

semua panjang gelombang dari spektrum yang bisa dilihat. Dia mendemonstrasikan fakta ini

dengan eksperimen dispersi cahaya menggunakan prisma kaca dimana ketika cahaya keluar dari

prisma tersebut, warnanya tidak putih tetapi terdapat tujuh warna : merah, oranye, kuning, hijau,

biru, indigo, dan violet.

Gambar 1.1 Efek dispersi cahaya

Sumber : http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/hbase/vision/imgvis/scol2.gif

Thomas Young berspekulasi pada 1802 bahwa terdapat 3 tipe reseptor warna yang berbeda pada

mata yakni merah, hijau, dan biru. Hal ini bermanfaat dalam pencocokan berbagai warna visual

dengan pencampuran warna. Ide ini dikembangkan secara lebih kuantitatif oleh Hermann von

Helmholtz yang kemudian biasa disebut sebagai teori Young-Helmholtz.

Page 3: Tentang warna

2. Penelitian Warna Biru

Setelah heboh dengan adanya gaun berwarna biru – hitam yang mengguncang dunia internet

beberapa waktu lalu, topik persepsi warna terus memasuki pikiran orang – orang. Kevin Loria

dari Business Insider Australia mencoba untuk mencari sejarah mengenai persepsi manusia

tentang warna biru. Investigasi dari Loria meliputi asal usul warna biru, dan menyatakan bahwa

persepsi tidak eksis sebelum ada kata untuk mendeskripsikan hal tersebut.

Sekitar 150 tahun yang lalu, seorang mantan Perdana Menteri Inggris, William Gladstone,

mempelajari The Odyssey, sebuah puisi epik Yunani karya Homer dan menyadari bahwa puisi

tersebut memiliki deskripsi yang tidak biasa mengenai warna. Sebagai contoh, madu

dideskripsikan berwarna hijau, sedangkan besi dideskripsikan berwarna violet. Namun, warna

biru tidak disebut. Investigasi serupa ke beberapa teks kuno dan beberapa bahasa lainnya juga

tidak menyebut warna biru sama sekali. Faktanya, warna biru tidak pernah disebut hingga 4500

tahun yang lalu.

Gambar 2.2 Puisi Epik The Odyssey of Homer

Jules Davidoff, professor neuropsikologi, pergi ke Namibia untuk melakukan eksperimen dengan

suku Himba. Bahasa mereka tidak memiliki kata yang jelas untuk warna biru, dan ketika ditanya

Page 4: Tentang warna

untuk memilih sebuah kotak biru diantara kelompok kotak hijau, mereka mengalami kesulitan

besar.

Gambar 2.3 Persepsi warna kotak biru

Sumber gambar : http://www.iflscience.com/sites/www.iflscience.com/files/blog/%5Bnid%5D/

blue1_0.jpg

Namun, bahasa mereka menjadi jauh lebih deskriptif ketika membahas tentang warna hijau.

Seperti tampak sebagai kotak biru terlihat untuk kita pada gambar di atas, orang Himba dapat

mendeteksi mana kotak hijau pada gambar di bawah yang berbeda dengan kotak hijau lainnya.

Page 5: Tentang warna

Gambar 2.4 Persepsi warna kotak hijau

Sumber gambar : http://www.iflscience.com/sites/www.iflscience.com/files/blog/%5Bnid%5D/

blue2_0.jpg

Di bawah ini merupakan gambar yang menunjukkan kepada kita mana kotak hijau yang berbeda.

Ketika kita telah melihat sesuatu yang seharusnya berbeda, akan menjadi lebih mudah untuk

kembali dan melihat perbedaan pada gambar di atas.

Gambar 2.5 Kotak hijau yang berbeda

Sumber gambar : http://www.iflscience.com/sites/www.iflscience.com/files/blog/%5Bnid%5D/

blue3.jpg

Page 6: Tentang warna

Karena warna hanya ada ketika dirasakan oleh seorang individu, maka menjadi sulit untuk secara

definitif mengatakan apa yang nenek moyang kita lihat dan tidak lihat. Terdapat beberapa

kemungkinan seperti mereka benar – benar buta warna, tidak memiliki kosakata untuk

mengartikulasikan apa yang mereka lihat, atau otak mereka tidak dapat melihat biru sebagai

warna yang berbeda dari warna lain.

3. Fenomena Suasana Hati dan Persepsi Warna

Setiap manusia tentu memiliki perasaan sedih yang lahir sebagai respon atas apa yang sedang dialaminya. Kecewa, putus asa, bahkan patah hati sekalipun bisa membuat Anda merasa feeling blue –istilah yang diterjemahkan untuk mengungkapkan perasaan sendu.

Bukan hanya sekadar metafora, makna feeling blue yang berkaitan dengan perasaan sendu ini juga telah dibuktikan oleh sebuah penelitian. Dimana, penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Association for Psychological Science ini mengaitkan hubungan antara emosi terhadap persepsi seseorang dalam melihat warna.

Berdasarkan laporan Science Daily (2/9/2015), secara khusus, peneliti menemukan bahwa peserta yang diinduksi merasa sedih, kurang akurat dalam mengidentifikasi warna biru-kuning daripada mereka yang merasa senang atau dalam keadaan emosional netral.

"Hasil penelitian kami menunjukkan suasana hati dan emosi yang dapat mempengaruhi bagaimana kita melihat dunia di sekitar kita," kata Christopher Thorstenson dari University of Rochester, peneliti psikologi sekaligus penulis utama penelitian tersebut.

"Pekerjaan kami untuk kemajuan studi persepsi dengan menunjukkan bahwa kesedihan khusus mengganggu proses visual basic yang terlibat dalam mempersepsikan warna."

Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa emosi dapat mempengaruhi berbagai proses visual, dan beberapa pekerjaan bahkan telah menunjukkan hubungan antara perasaan depresi dan mengurangi sensitivitas terhadap kontras visual. 

Karena sensitivitas kontras adalah proses visual dasar yang terlibat dalam mempersepsikan warna, Thorstenson dan co-penulis Adam Pazda dan Andrew Elliot bertanya-tanya apakah mungkin ada hubungan tertentu antara kesedihan dan kemampuan kita untuk melihat warna.

Page 7: Tentang warna

"Kami sudah sangat akrab dengan seberapa sering orang menggunakan istilah untuk menggambarkan fenomena warna umum, seperti suasana hati, bahkan ketika konsep-konsep ini tampak tidak berhubungan," kata Thorstenson. 

Para peneliti kemudian melakukan eksperimennya pada 127 peserta dengan latarbelakang pendidikan sarjana untuk menonton klip film yang emosional dan kemudian menyelesaikan tugas penilaian visual. 

Para peserta secara acak ditugaskan untuk menonton klip film animasi dimaksudkan untuk menginduksi kesedihan atau klip standup comedy dimaksudkan untuk menginduksi hiburan. Efek emosional dari dua klip telah divalidasi dan para peneliti menegaskan bahwa mereka menghasilkan emosi yang dimaksudkan untuk peserta dalam penelitian ini.

Setelah menonton klip video, para peserta kemudian menunjukkan 48 berturut-turut, potongan kecil (patch) warna yang disaturasikan dan diminta untuk menunjukkan apakah setiap patch berwarna merah, kuning, hijau, atau biru.

Photo Credit : Sasipixel/Fotolia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta yang menonton klip video dengan nuansa kesedihan, kurang akurat dalam mengidentifikasi warna daripada peserta yang menonton klip lucu, tapi hanya untuk patch warna yang pada biru-kuning axis. Namun mereka tidak menunjukkan adanya perbedaan dalam akurasi untuk warna pada merah-hijau axis.

Selanjutnya, penelitian kedua dengan 130 peserta undergrad menunjukkan efek yang sama dibandingkan dengan klip film yang netral. Dimana, peserta yang menonton klip

Page 8: Tentang warna

sedih kurang akurat dalam mengidentifikasi warna pada spektrum biru-kuning daripada mereka yang menonton dengan tema yang netral. Temuan menunjukkan bahwa kesedihan secara khusus bertanggung jawab atas perbedaan persepsi warna.

"Kami terkejut dengan bagaimana spesifik efek itu, warna yang hanya terganggu sepanjang spektrum biru-kuning," kata Thorstenson.

"Kami tidak memprediksi temuan spesifik ini, meskipun mungkin memberi kita petunjuk untuk neurotransmitter."

Para peneliti mencatat bahwa pekerjaan sebelumnya telah secara khusus terkait persepsi warna pada sumbu biru-kuning dengan dopamin neurotransmitter.

Thorstenson menunjukkan bahwa grafik penelitian wilayah baru ini memerlukan tindak lanjut penelitian untuk memahami hubungan antara emosi dan persepsi warna.

“Ini adalah pekerjaan baru dan kita membutuhkan waktu untuk menentukan ketahanan dan generalisasi dari fenomena ini sebelum membuat hubungannya secara praktik.”

4. Persepsi Warna Terjadi Pada Otak

Gambar pertama dari retina manusia yang hidup menimbulkan kejutan tentang bagaimana kita

mempersepsikan dunia. Peneliti dari Universitas Rochester telah menemukan bahwa kerucut

yang sensitif terhadap warna pada retina manusia berbeda antara satu individu dengan yang lain

hingga 40 kali lipat namun orang – orang terlihat mempersepsikan warna dengan cara yang

sama. Penemuan dari jurnal Neuroscience mengatakan persepsi terhadap warna dikontrol lebih

banyak oleh otak dibandingkan oleh mata.

David Williams, profesor optik medis dan direktur dari Center for Visual Science sangat terkejut

dengan hasil penelitiannya. William dan tim risetnya yang dipimpin oleh Heidi Hofer, asisten

professor pada Universitas Houston, menggunakan sistem berbasis laser yang memetakan

topografi dari mata bagian dalam dengan detail. Teknologi tersebut bernama optik adaptif,

biasanya digunakan oleh astronom pada teleskop untuk mengkompensasi cahaya bintang yang

terlihat kabur akibat efek atmosfer.

Melihat langsung retina yang hidup memungkinkan peneliti untuk menyinarkan cahaya langsung

ke mata untuk melihat panjang gelombang seperti apa yang dicerminkan dan diserap oleh setiap

Page 9: Tentang warna

kerucut, dan dengan warna apa kerucut tersebut responsif. Selain itu, teknik ini memungkinkan

ilmuwan untuk mengambil lebih dari seribu gambar kerucut dalam satu waktu yang memberikan

tampilan komposisi dan distribusi dari kerucut warna yang belum pernah terjadi sebelumnya

pada mata dari manusia yang hidup dengan struktur retina yang bervariasi.

Setiap subjek diminta untuk menyetel warna dari sebuah piringan cahaya untuk menghasilkan

cahaya kuning murni yang tidak berwarna kuning kemerahan atau kehijauan. Hampir semua

orang memilih panjang gelombang yang sama, kuning, menunjukkan konsensus yang jelas

bagaimana mereka mempersepsikan kuning. Setelah Williams menatap mata mereka, dia terkejut

melihat bahwa jumlah dari kerucut yang mendeteksi merah, hijau, dan kuning terkadang tersebar

di seluruh retina dan kadang hampir tidak ada. Perbedaan tersebut melampau rasio 40:1, namun

semua relawan rupanya melihat warna kuning yang sama.

Percobaan awal menunjukkan bahwa setiap orang yang diuji memiliki pengalaman warna yang

sama meskipun terdapat perbedaan yang besar dalam ujung depan sistem visual mereka. Hal ini

menunjukkan suatu jenis normalisasi atau mekanisme kalibrasi otomatis yang terdapat pada otak

untuk menyeimbangkan warna, tidak peduli alat yang digunakan.

Pada eksperimen lainnya, William dan teman postdoctoralnya, Yasuki Yamauchi, bekerja sama

dengan para peneliti dari Medical College of Wisconsin. Mereka memberikan beberapa orang

lensa kontak berwarna untuk dipakai selama 4 jam sehari. Ketika memakai lensa kontak, orang –

orang cenderung untuk merasakan seperti mereka tidak memakai lensa kontak tersebut, seperti

ketika orang – orang memakai kacamata hitam yang cenderung untuk melihat warna secara

“benar” setelah beberapa menit pemakaian. Penglihatan warna normal relawan mulai berubah

setelah beberapa minggu pemakaian lensa kontak. Bahkan ketika tidak menggunakan lensa

kontak, mereka mulai memilih warna kuning murni yang memiliki panjang gelombang berbeda

dibanding sebelum mereka memakai lensa kontak.

Seiring waktu, persepsi natural dari warna kuning dapat berubah. Hal ini membuktikan bahwa

kalibrator dari persepsi warna bersifat internal dan otomatis. Eksperimen tersebut menunjukkan

bahwa warna didefinisikan oleh pengalaman di dunia, dan karena kita berbagi dunia yang sama,

kita memiliki definisi yang sama tentang warna.

Page 10: Tentang warna

Referensi

http://www.colourtherapyhealing.com/colour/colour_history.php (diakses pada 25 November

2015 pukul 15.31 WIB)

http://hyperphysics.phy-astr.gsu.edu/hbase/vision/colhist.html (diakses pada 25 November 2015

pukul 15.32 WIB)

http://www.iflscience.com/brain/when-did-humans-start-see-color-blue (diakses pada 25

November pukul 16.02 WIB)

http://lifestyle.analisadaily.com/read/feeling-blue-fenomena-suasana-hati-dan-persepsi-warna/

170297/2015/09/13

http://www.rochester.edu/news/show.php?id=2299 (diakses pada 28 November 2015 pukul

19.30 WIB)