tentang ovop

4
OVOP Dalam Mengembangkan Desa Minggu, 25 Desember 2011 | 22.12 WIB | oleh Lurah DMC ARTIKEL LAIN Masalah Perdesaan dan RUU Desa RUU Desa dan Ancaman Terhadap Demokrasi Perkampuangan Surga, Karya Kepala Desa Widjono Jangan Bangga Negeri Kolam Susu… Krusial Masa Depan Desa Syahid Mulyono : Perbincangan seputar desa dan pembangunan desa di negara kita, telah teramat sering kita dengar sejak kita baru mengenal huruf. Dari obrolan warung kopi di lingkungan terkecil tempat kita tinggal sampai seminar di hotel mewah dengan harga jutaan per malam. Telah berpuluh atau mungkin telah beratus kali rapat, seminar maupun workshop membahas pembangunan desa, hasilnya angka berbicara bahwa di Indonesia jumlah total desa sebanyak 11.258 desa ( data tahun 2005) masih termasuk desa tertinggal atau sekitar 45 % dari total 76.411 desa yang ada. Angka ini belum beranjak signifikan sejak 20 tahun lalu. Bagaimana bisa terjadi begini? Banyak pakar berbicara. Itu semua karena salah urus, atau salah pendekatan atau salah strategi atau karena faktor lain lagi. Belakangan, pemerintah getol mengkapanyekan pembangunan desa dengan pendekatan Satu Desa Satu Produk atau One Village One

Upload: dafiaty

Post on 31-Jul-2015

46 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: tentang ovop

OVOP Dalam Mengembangkan DesaMinggu, 25 Desember 2011 | 22.12 WIB | oleh Lurah DMC

ARTIKEL LAIN

Masalah Perdesaan dan RUU Desa RUU Desa dan Ancaman Terhadap Demokrasi Perkampuangan Surga, Karya Kepala Desa Widjono Jangan Bangga Negeri Kolam Susu… Krusial Masa Depan Desa

Syahid Mulyono : Perbincangan seputar desa dan pembangunan desa di negara kita, telah teramat sering kita dengar sejak kita baru mengenal huruf.  Dari obrolan warung kopi di lingkungan terkecil tempat kita tinggal sampai seminar di hotel mewah dengan harga jutaan per malam. Telah berpuluh atau mungkin telah beratus kali rapat, seminar maupun workshop membahas pembangunan desa, hasilnya angka berbicara bahwa di Indonesia jumlah total desa sebanyak 11.258 desa ( data tahun 2005) masih termasuk desa tertinggal atau sekitar 45 % dari total 76.411 desa yang ada. Angka ini belum beranjak signifikan sejak 20  tahun lalu.  Bagaimana bisa terjadi begini? Banyak pakar berbicara. Itu semua karena salah urus, atau salah pendekatan atau salah strategi atau karena faktor lain lagi.

Belakangan, pemerintah getol mengkapanyekan pembangunan desa dengan pendekatan Satu Desa Satu Produk atau One Village One Product (OVOP), sebuah konsep dan pendekatan pembangunan desa yang diimpor dari Jepang. Konsep dan pendekatan pembangunan desa ini awalnya dikembangkan di perfektur Oita oleh Prof Dr. Morihiko Hiramatsu dengan produknya jamur Shitake dan disana model ini dikenal dengan nama Isson Ipin.  Satu desa diarahkan hanya mengembangkan satu jenis produk yang merupakan unggulan desa tersebut dan dikerjakan oleh banyak orang di desa tersebut sehingga jika digabungkan pemasarannya mencapai volume bisnis yang memadai bahkan untuk skala ekspor. Konsep ini sebelum masuk Indonesia telah lebih dulu di adopsi oleh Thailand di zaman pemerintahaan Thaksin Sinawat dan dikenal dengan nama One Thambon One Product (OTOP) dan juga dikembangkan di Taiwan, bahkan di China.  Di

Page 2: tentang ovop

Indonesia, pendekatan ini telah digunakan oleh Kementerian Koperasi dan Kementerian Perindustrian dan Perdagangan dengan pada komoditas hortikultura dan kerajinan, contohnya di Jogyakarta untuk produk perak.

Konsep ini menarik dan sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indoensia dalam rangka pembangunan desa. Ada beberapa ciri khusus pendekatan pembangunan model OVOP ini yaitu ;

1. Harus terintegrasi dalam satu kesatuan wilayah yang mudah terhubung sesamanya dan dengan dunia luar atau dalam satu tata ruang yang jelas.

2. Produk yang dikembangkan mesti memiliki keunikan dan kekhasan tertentu.3. Produk yang dikembangkan sejenis atau relatif sejenis.4. Produk yang dikembangkan adalah produk unggulan daerah yang memiliki pasar yang

jelas dan

Hanya saja, untuk mengembangkan konsep ini, mesti dipenuhi sejumlah syarat yaitu ; 1). Infrastruktur harus bagus, baik infrastruktur jalan, jembatan, maupun komunikasi. 2). Pemilihan produk harus tepat sesuai dengan permintaan pasar, 3). Pembinaan berkelanjutan dan intensif tidak setengah-setengah dan sambil lalu. Hal itu perlu dilakukan mengingat adanya sejumlah kelemahan dan kendala pada pola pendekatan OVOP yaitu ; 1). Satu daerah hanya bisa menonjolkan satu produk yang harus menjadi fokusnya, padahal bisa jadi di desa tersebut ada juga potensi produk lain yang bisa dikembangkan. 2) Hanya ada satu jenis kegiatan agribisnis yaitu budidaya atau bentuk lain yang disepakati yang dapat dilakukan dengan pertimbangan fokus kegiatan usaha. 3). Masih tetap membutuhkan sentuhan program lain untuk mengembangkan program OVOP ini sehigga sulit menyebutnya sebagai kegiatan OVOP murni. 4) Mudah mengalami ketergantungan bisnis dengan subsektor lain .

Walaupun ada kelembahannya, tetapi pendekatan OVOP ini tetap sangat layak untuk direkokendasikan sebagai model pengembangan mengingat sejumlah kelebihan yang dimiliki, yaitu ;

1. Menjadi wahana pengikatan perokonomian daerah dan revitalisasi pembangunan daerah.

2. Menjadi metode efektif membendung arus urbanisasi ke kota.3. Menciptakan sentra kawasan pengembangan produk.4. Memudahkan pola pembinaan usaha dan pengembangan wilayah.5. Menjadi kawasan wisata pembangunan yang menarik.

Beberapa hal yang mesti diperhatikan bila pendekatan OVOP ini akan diterapkan dalam programnya, antara lain ;

1. Produk yang dikembangkan harus berorientasi pasar yang terus berkembang. Apabila produk yang dipilih tidak memiliki potensi pasar dan tidak berorientasi pasar maka penerapan model ini sangat berpeluang gagal.

2. Produk tersebut harus berbasis kompetensi lokal, maksudnya didukung oleh SDM lokal yang ada serta didukung oleh ketersediaan SDM yang memadai. Apabila produk yang

Page 3: tentang ovop

dihasilkan tidak berbasis pada kompetensi lokal, baik ketersediaan SDM maupun bahan bakunya, maka produk yang dihasilkan akan sangat tidak aman, tidak kompetitif dan rawan krisis.

3. Memiliki keunikan tersendiri sehingga bisa menjadi produk yang khas di daerah tersebut. Sifat keunikan yang harus dimiliki oleh produk yang akan dikembangkan sebagai produk unggulan, haruslah bersifat uniq dan beda, sehingga tidak dengan mudah ditiru oleh daerah lain.

4. Fasilitas dan prasarana umum harus bagus. Apabila prasarana umum yang ada tidak bagus dan tidak memadai, maka akan sangat menghambat peluang pengembangan produk ini. Karena ketika produk ini mau dikembangkan makan tentu akhirnya dibutuhkan fasilitas umum yang memadai seperti hotel, dan lain lain sehingga tamu yang akan berinteraksi .

Adalah anggota dewan pakar PP RPDN, Staff ahli di Departemen Pertanian Republik Indonesia aktif dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarkat, tinggal di Bogor