tempe daya simpan

73
EVALUASI SENYAWA FENOLIK ( Asam Ferulat dan Asam p-Kumarat ) PADA BIJI, KECAMBAH DAN TEMPE KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata) Oleh WIDIA NINGSIH F34103044 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: hadi-yusuf-faturochman

Post on 28-Oct-2015

114 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tentang daya tahan tempe

TRANSCRIPT

Page 1: tempe daya simpan

EVALUASI SENYAWA FENOLIK ( Asam Ferulat dan

Asam p-Kumarat ) PADA BIJI, KECAMBAH DAN TEMPE

KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata)

Oleh

WIDIA NINGSIH

F34103044

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: tempe daya simpan

P EVALUASI SENYAWA FENOLIK ( Asam Ferulat dan Asam

p-Kumarat ) PADA BIJI, KECAMBAH DAN TEMPE

KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

WIDIA NINGSIH

F34103044

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

38

Page 3: tempe daya simpan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR EVALUASI SENYAWA FENOLIK ( Asam Ferulat dan Asam p-

Kumarat ) PADA BIJI, KECAMBAH DAN TEMPE KACANG TUNGGAK (Vigna unguiculata)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

WIDIA NINGSIH

F34103044

Dilahirkan pada tanggal 12 September 1985 Di Bogor

Tanggal lulus: 27 September 2007

Menyetujui, Bogor, September 2007

Ir. Muslich, MSi Ir. Endang Yuli Purwani, Msi Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

39

Page 4: tempe daya simpan

Widia Ningsih. F34103044. Evaluasi Senyawa Fenolik (Asam Ferulat dan Asam P-Kumarat) Pada Biji, Kecambah dan Tempe Kacang Tunggak (Vigna unguiculata). Di bawah bimbingan : Muslich dan Endang Yuli Purwani. 2007.

RINGKASAN

Kacang tunggak (Vigna unguiculata) dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku tempe. Kacang ini mengandung senyawa fenolik diantaranya tanin, asam ferulat dan asam p-kumarat. Senyawa fenolik berperan sebagai zat antioksidan, namun adapula yang memiliki sifat antinutrisi. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data perubahan komposisi kimia dan senyawa fenolik selama proses perkecambahan dan fermentasi, serta menganalisa kelayakan finansial dari pembuatan tempe kacang tunggak.

Dalam menentukan jumlah senyawa fenolik pada kacang tunggak dilakukan analisa total fenol (Becker dan Siddhuraju, 2006). Senyawa fenolik seperti tanin dianalisa menurut metode AOAC (1984), sedangkan senyawa fenolik lainnya seperti asam ferulat dan asam p-kumarat dianalisa menggunakan metode yang dilakukan Duenas et al. (2005). Analisa aktifitas antioksidan pada bahan digunakan metode yang dilakukan Blois (1958).

Komposisi kimia, terutama protein meningkat sebesar 26.56 persen pada kecambah dan 66.70 persen pada hasil fermentasi (tempe). Kandungan senyawa fenol pada kacang tunggak berkurang sebesar 21.47 persen selama proses perkecambahan dan 18.62 persen pada tempe. Sementara itu, kandungan senyawa tanin menurun 22.45 persen pada kecambah dan 32.89 persen pada tempe. Senyawa fenolik lainnya yang diidentifikasi ialah asam p-kumarat dan asam ferulat. Asam p-kumarat ditemukan pada kacang tunggak dan kecambahnya, sedangkan pada tempe ditemukan kandungan senyawa asam p-kumarat dan asam ferulat..

Aktifitas antioksidan pada tempe jauh lebih besar (nilai IC50 = 28.05) dibandingkan dengan kecambah (nilai IC50 = 42.64) atau kacang tunggak (nilai IC50 = 46.51). Aktifitas antioksidan pada kacang tunggak meningkat sebesar 8.32 persen pada proses perkecambahan dan 39.69 persen pada proses fermentasi.

Bila dibandingkan dengan kacang kedelai, kacang tunggak mengandung lemak yang rendah, tetapi kaya akan karbohidrat. Pada tempe kacang tunggak ditemukan kandungan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan tempe kedelai.

40

Page 5: tempe daya simpan

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Bogor tanggal 12 September 1985

dengan nama lengkap Widia Ningsih. Penulis adalah anak

kedua dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Suharmon

dan Ibu Yusmalidar. Penulis mengawali jenjang

pendidikannya di SDN Malabar I Bogor pada tahun 1991-

1997, dilanjutkan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTPN 3

Bogor pada tahun 1997-2000 serta SMUN 1 Bogor pada tahun 2000-2003. Penulis lulus seleksi masuk IPB pada tahun 2003 melalui Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar di Departemen Teknologi Industri

Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian – Institut Pertanian Bogor (Fateta – IPB)

dengan nomor induk F34103044. Di bangku perkuliahan, selain kegiatan

akademis, penulis juga turut aktif mengikuti berbagai kegiatan non akademi,

diantaranya aktif dalam kepengurusan Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri

(HIMALOGIN) periode 2005-2006. Dalam periode kepengurusan tersebut,

penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan serta menjabat sebagai Kepala

Departemen Kesekretariatan. Penulis melakukan Praktek Lapang di PT Ades

Waters Indonesia, Tbk dengan topik Mempelajari Aspek Pengendalian Mutu dan

Teknologi Pengolahan Air di PT Ades Waters Indonesia, Tbk. Sebagai tugas

akhir, penulis melakukan penelitian dengan tema “Evaluasi Senyawa Fenolik (

Asam Ferulat dan Asam P-Kumarat ) Pada Biji, Kecambah dan Tempe Kacang

Tunggak (Vigna unguiculata)” di bawah bimbingan Ir. Muslich, MSi dan Ir.

Endang Yuli Purwani, MSi.

41

Page 6: tempe daya simpan

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karuniaNya,

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun

berdasarkan hasil penelitian di Laboratorium Penelitian Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Pasca Panen Pertanian berlokasi di Bogor, Jawa Barat. Selain itu,

penulis pun mengumpulkan data-data dari berbagai publikasi ilmiah.

Dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini penulis tidak akan berhasil

tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ir. Muslich, MSi., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan

arahan dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Ir. Endang Yuli Purwani, MSi., selaku dosen pembimbing yang telah

membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Dr. Ir. M. Yani, M. Eng, selaku dosen penguji dalam ujian skripsi penulis

yang telah banyak memberikan saran demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Iceu Agustinisari, STP., yang telah banyak memberikan saran dan arahan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Orang Tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan dan perhatian

kepada penulis.

6. Seluruh mahasiswa TIN dan civitas Himalogin, khususnya mahasiswa TIN 40

atas persahabatan indah yang terjalin selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga kritik

dan saran dari seluruh pihak sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat

memberikan informasi yang bermanfaat.

Bogor, September 2007

Penulis

42

Page 7: tempe daya simpan

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................... iii

DAFTAR ISI ............................................................................................. iv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ vii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii

I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3

A. KACANG TUNGGAK ..................................................................... 3

B. PERKECAMBAHAN ....................................................................... 4

C. PERAGIAN ....................................................................................... 6

D. ANTIOKSIDAN ................................................................................ 6

E. SENYAWA FENOLIK ...................................................................... 13

F. TANIN ................................................................................................ 15

G. DPPH (1,1-DIFENIL-2-PIKRILHIDRAZIL) .................................... 17

III. METODOLOGI ......................................................................................... 18

A. BAHAN DAN ALAT ........................................................................ 18

B. METODE ........................................................................................... 18

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 21

A. KACANG TUNGGAK UTUH, KECAMBAH DAN TEMPE KACANG TUNGGAK ....................................................... 21

1. Penampilan ................................................................................. 21

2. Komposisi Kimia ........................................................................ 22

43

Page 8: tempe daya simpan

3. Total Fenol ................................................................................... 25

4. Tanin ........................................................................................... 26

5. Senyawa Fenolik Lainnya............................................................. 27

6. Aktifitas Antioksidan …………………………………………... 28 B. PERBANDINGAN KOMPOSISI KIMIA KACANG TUNGGAK

DAN KACANG KEDELAI ............................................................ 30

C. ANALISIS FINANSIAL INDUSTRI TEMPE KACANG TUNGGAK .................................................................. 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 32

A. KESIMPULAN ................................................................................ 32

B. SARAN ............................................................................................ 32

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 34

LAMPIRAN ............................................................................................. 38

44

Page 9: tempe daya simpan

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kacang tunggak ................................................................... 3

Gambar 2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida ........................................................ 10 Gambar 3. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi ....................................................... 10 Gambar 4. Contoh senyawa fenilpropanoid ........................................ 15

Gambar 5. Struktur molekul DPPH ..................................................... 17

Gambar 6. Kacang tunggak yang digunakan pada penelitian ............. 20

Gambar 7. Kecambah dan tempe kacang tunggak .............................. 20

Gambar 8. Konsentrasi asam p-kumarat dan asam ferulat pada kacang tunggak utuh, kecambah dan tempe kacang tunggak ....................................................... 28

45

Page 10: tempe daya simpan

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia kacang tunggak ( per 100 g ) ............................ 4

Tabel 2. Contoh antioksidan untuk produk pangan di beberapa negara ..... 12

Tabel 3. Kelas terpenting senyawa fenolik pada tanaman .......................... 14

Tabel 4. Komposisi kimia kacang tunggak, kecambah dan tempe kacang tunggak ( basis kering ) .................................. 22 Tabel 5. Total fenol kacang tunggak, kecambah dan tempe ...................... 25 Tabel 6. Kadar tanin kacang tunggak, kecambah dan tempe ..................... 26

Tabel 7. Nilai IC50 pada kacang tunggak, kecambah dan tempe .............. 29

Tabel 8. Perbandingan komposisi kacang tunggak, kacang kedelai, tempe kacang tunggak dan tempe kedelai .................................... 30

46

Page 11: tempe daya simpan

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan kecambah kacang tunggak ............. 38

Lampiran 2. Diagram alir pembuatan tempe kacang tunggak .................. 39

Lampiran 3. Prosedur analisis kacang tunggak, kecambah dan tempe kacang tunggak .......................................................... 42 Lampiran 4. Komposisi kimia kacang tunggak, kecambah dan tempe kacang tunggak ......................................................... 48 Lampiran 5. Hasil uji t kadar abu, lemak, protein, serat kasar dan karbohidrat ................................................ 49 Lampiran 6. Total fenol pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan fermentasi .......................................... 52 Lampiran 7. Hasil uji t total fenol ........................................................... 53 Lampiran 8. Kadar tanin pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan fermentasi .......................................... 54 Lampiran 9. Hasil uji t kadar tanin .......................................................... 55 Lampiran 10. Kromatogram HPLC pada kacang tunggak ........................ 56

Lampiran 11. Kromatogram HPLC pada kecambah kacang tunggak ....... 57

Lampiran 12. Kromatogram HPLC pada tempe kacang tunggak ............. 58

Lampiran 13. Aktifitas antioksidan pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan fermentasi .................... 59 Lampiran 14. Hasil uji t aktifitas antioksidan .......................................... 60

Lampiran 15. Analisis kelayakan finansial tempe kacang tunggak ......... 61

47

Page 12: tempe daya simpan

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, salah satunya adalah

jenis kacang-kacangan, seperti kacang kedelai, kacang tunggak, kacang hijau,

kacang tanah dan kacang gude. Kacang kedelai sudah banyak dimanfaatkan

masyarakat sebagai bahan baku pembuatan tempe. Saat ini pasokan kacang

kedelai masih dibantu oleh kacang kedelai impor. Pada tahun 2002, kebutuhan

kedelai dalam negeri mencapai 1.8 juta ton. Dalam hal ini produktifitas dalam

negeri hanya mampu memenuhi 40 persen kebutuhan tersebut yaitu sekitar

0.67 juta ton, dan 60 persen kebutuhan kedelai dalam negeri dipenuhi dengan

mengimpor kedelai sebesar 1.13 juta ton (BPS, 2002). Oleh karena itu,

dibutuhkan sumber kacang-kacangan lain yang dapat dijadikan substitusi

kedelai sebagai bahan baku tempe.

Diantara kacang-kacangan yang telah disebutkan, kacang tunggak

memiliki peluang yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku

tempe. Kacang tunggak mampu tumbuh di lahan marjinal seperti tanah

masam, tahan terhadap kekeringan dan serangan hama penyakit

(Kasno et al. 1991). Selain itu, plasma nutfah kacang tunggak pun tersedia

dalam jumlah cukup banyak, yaitu 112 aksesi di bank gen Indonesia dan

17 diantaranya telah dievaluasi karakteristiknya (Kurniawan, 2004).

Kacang tunggak mengandung senyawa fenolik diantaranya tanin, asam

ferulat dan asam p-kumarat. Sebagian senyawa fenolik berperan sebagai zat

antioksidan, namun adapula yang memiliki sifat antinutrisi. Kandungan

senyawa fenolik dipengaruhi oleh jenis bahan maupun proses pengolahan.

Saat ini, informasi tentang kandungan senyawa fenolik di dalam kacang

tunggak dan perubahannya akibat proses pengolahan masih terbatas.

Terdapat beberapa jenis proses pengolahan yang dapat mengubah

komposisi senyawa kimia pada kacang. Sebagai contoh, proses fermentasi

yang mampu memperbaiki nilai nutrisi dari kacang-kacangan karena dapat

menurunkan konsentrasi senyawa antinutrisi dan meningkatkan konsentrasi

senyawa aktif seperti fenolik.

48

Page 13: tempe daya simpan

Senyawa fenolik merupakan senyawa antioksidan alami yang terdapat

dalam bentuk senyawa aktif dalam makanan. Senyawa fenolik dapat

mencegah berbagai jenis penyakit, seperti kanker dan jantung koroner.

Senyawa ini pun berperan sebagai faktor pelindung terhadap bahaya oksidasi

pada tubuh manusia.

Kacang-kacangan mengandung senyawa fenolik dalam beberapa bentuk.

Senyawa fenolik yang terdapat dalam kacang-kacangan antara lain asam

hidroksibenzoat, asam hidroksisinamat baik dalam bentuk bebas maupun

terikat, flavonoids terutama flavan-3-ols, flavonols dan flavones yang terdapat

dalam bentuk glikosida (Becker dan Siddhuraju, 2006).

Tempe kacang tunggak mengandung beberapa jenis senyawa fenolik,

seperti ferrulic acid dan p-coumaric acid atau yang biasa disebut dengan asam

ferulat dan asam p-kumarat. Adapun senyawa fenolik yang disebutkan

merupakan senyawa yang terkandung lebih banyak dalam kacang tunggak

(Cai et al., 2003). Menurut Duenas (2005), senyawa fenolik seperti asam

ferulat dan asam p-kumarat merupakan senyawa antioksidan alami yang

terdapat di dalam tanaman dan dapat berperan sebagai komponen aktif dalam

mencegah dan menghambat pertumbuhan kanker. Komponen tersebut

dinyatakan meningkat selama proses fermentasi oleh Lactobacillus sp.

Proses pengolahan seperti perkecambahan dan fermentasi dapat mengubah

komposisi senyawa fenolik. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk

mengetahui perubahan senyawa fenolik pada kacang tunggak selama proses

perkecambahan dan fermentasi.

B. TUJUAN

1. mendapatkan komposisi kimia kacang tunggak dan perubahannya selama

proses perkecambahan dan fermentasi

2. mendapatkan data perubahan senyawa fenolik ( asam ferulat dan asam

p-kumarat ) pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan

fermentasi

3. mendapatkan perbandingan nilai gizi tempe kacang tunggak serta tempe

kacang kedelai

49

Page 14: tempe daya simpan

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. KACANG TUNGGAK

Kacang tunggak merupakan tanaman setahun yang tumbuh merambat,

panjangnya sampai 2.5 m, buahnya berbentuk polong dengan panjang

rata-rata antara 7.5-45 cm. Biji kacang tunggak berbentuk bulat panjang,

berwarna merah tua, hitam atau putih dan mempunyai kelekukan di tengahnya

( Andarwulan dan Hariyadi, 2005 ). Penampakan kacang tunggak dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Kacang tunggak

Kacang tunggak berasal dari Afrika, walaupun belum dapat dipastikan di

mana tanaman ini dibudidayakan. Umumnya kacang ini tersebar luas di

seluruh wilayah tropik (30oLU – 30oLS), terutama di Afrika. Selain di Afrika,

kacang tunggak juga ada di Asia terutama India, Bangladesh dan Asia

Tenggara, serta Oceania. Kacang tunggak telah menjadi bahan pangan sejak

zaman purba. Di Afrika, kacang ini merupakan polong-polongan pangan yang

disenangi dan dikonsumsi dalam tiga bentuk dasar, yaitu dikukus,

dimasak dalam bentuk sayur, dikupas dan ditumbuk dalam bentuk tepung

( Singh et al. 1997 ). Komposisi kimia kacang tunggak dapat dilihat pada

Tabel 1.

50

Page 15: tempe daya simpan

Tabel 1. Komposisi kimia kacang tunggak ( per 100 g ) Komponen Satuan Jumlah Air g 11.00 Protein g 22.9 Lemak g 1.40 Karbohidrat g 61.6 Kalsium mg 77.00 Fosfor mg 449.00 Besi mg 6.50 Vitamin A RE 4.00 Vitamin C mg 2.00 Vitamin B1 mg 0.92

Sumber : Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI (1990)

B. PERKECAMBAHAN

Kecambah atau taoge adalah jenis sayuran hasil olahan dari kacang kedelai,

kacang hijau atau kacang tunggak. Kacang-kacang tersebut sengaja dibuat

bertunas dengan cara direndam selama semalam lalu ditiriskan selama

beberapa hari dalam satu wadah berlubang kemudian ditutup rapat

(Novary, 1999).

Proses perkecambahan disebut pula proses germinasi pada biji. Menurut

Bewley dan Black (1983), germinasi biji merupakan satu fase dalam proses

pertumbuhan dari pembuahan sel telur menjadi tanaman tua. Germinasi

dimulai dengan penyerapan air oleh biji (imbibisi) dan berakhir dengan

dimulainya elongasi oleh sumbu embrio, biasanya menjadi bulu akar.

Kecambah muncul karena hipokotil (bagian kecambah di bawah buku

kotiledon) yang memanjang sehingga mendorong kotiledon ke permukaan dan

titik tumbuh mulai tumbuh. Tingkat awal dari perkecambahan biji, melibatkan

pemecahan cadangan makanan pada biji dan digunakan untuk pertumbuhan

akar dan batang (Taylorson, 1984).

Germinasi meningkatkan daya cerna nutrisi karena perkecambahan

merupakan proses katabolis yang menyediakan zat gizi yang penting untuk

pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisa dari zat gizi cadangan yang

terdapat dalam biji. Secara umum, selama germinasi terjadi peningkatan zat-

zat nutrisi terutama setelah munculnya buluh akar yaitu setelah 24-48 jam

perkecambahan (Andarwulan dan Hariyadi, 2005).

51

Page 16: tempe daya simpan

Menurut Rubenstein et al. (1987), pada saat germinasi 12 jam pertama,

aktifitas biji lebih ke arah pertumbuhan, sedangkan pada germinasi 12 jam

sampai 48 jam, aktifitas biji lebih ke arah produksi fenolik. Hal ini dapat

terjadi karena biosintesis senyawa fenolik berada pada jalur yang sama dengan

biosintesis hormon pengatur tumbuhan yaitu auksin. Auksin merupakan

hormon yang terlibat dalam mengontrol pertumbuhan batang, akar, absisi

daun dan buah, dan aktifitas fisiologis lainnya bagi tanaman.

Proses perkecambahan dimulai dengan pengambilan air dengan cepat yang

mengakibatkan jaringan biji mengembang dan merentangnya kulit biji.

Pengambilan air diikuti dengan keluarnya panas yang mencirikan hilangnya

energi kinetik akibat diambilnya molekul air. Bila hidrasi dari sel-sel itu

berlangsung, kekuatan-kekuatan osmosis mulai bekerja dalam proses

masuknya air. Hidrasi jaringan ada hubungannya dengan mulai meningkatnya

aktivitas metabolisme yang pertama terjadi dalam akar embrio

(Taylorson, 1984).

Aktifnya proses metabolisme dari respirasi pada awal perkecambahan tidak

hanya menyangkut substrat respirasi glukosa di dalam embrio tetapi juga

aktifitas dari enzim yang merupakan katalisator biologi yang sangat penting.

Enzim-enzim itu adalah protein dan aktifitasnya distimulir oleh adanya air

yang membasahi embrio (Rubenstein, 1979).

Karbohidrat sebagai bahan persediaan makanan dirombak oleh enzim

alfa-amilase dan beta-amilase yang bekerja saling mengisi. Alfa-amilase

memecah pati menjadi dekstrin, sedangkan beta-amilase memecah dekstrin

menjadi maltosa. Pada akhirnya, maltosa akan diubah menjadi glukosa dan

fruktosa ( Andarwulan dan Hariyadi, 2005 ).

Selama proses berkecambah, kandungan glukosa dan fruktosa meningkat

sepuluh kali lipat. Kadar sukrosa meningkat dua kali lipat, tapi galaktosa

menghilang. Adanya gkukosa dan fruktosa menyebabkan tauge terasa enak

dan manis ( Andarwulan dan Hariyadi, 2005 ).

Biji cerealia terdiri dari embrio dan endosperm. Di dalam endosperm

terdapat massa pati (starch) yang dikelilingi oleh suatu lapisan "aleuron",

sedangkan embrio itu sendiri merupakan suatu bagian hidup yang suatu saat

52

Page 17: tempe daya simpan

akan menjadi dewasa. Pertumbuhan embrio selama perkecambahan

bergantung pada persiapan bahan makanan yang berada di dalam endosperm.

Untuk keperluan kelangsungan hidup embrio maka terjadilah penguraian

secara enzimatik yaitu terjadi perubahan pati menjadi gula yang selanjutnya

ditranslokasikan ke embrio sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya.

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa gibberelline berperan penting dalam

proses aktivitas amilase. Hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan

Giberelin A yang mengakibatkan aktivitas amilase meningkat

(Taylorson, 1984).

Kecambah banyak mengandung protein, kalsium, fosfor serta sedikit Fe

namun miskin vitamin A dan vitamin C. Untuk setiap 100 g bahan, kecambah

kedelai mengandung energi sebesar 67 kal, kecambah kacang hijau sebesar 23

kal dan kacang tunggak sebesar 35 kal (Novary, 1999).

C. PERAGIAN

Fermentasi atau proses peragian pada tempe merupakan proses terpenting

dalam pembuatan tempe. Kapang Rhizopus sp. berperan penting dalam

fermentasi tersebut, walaupun mungkin terdapat mikroba lain tetapi tidak

menunjukkan aktifitas nyata ( Whitaker, 1978 ).

Lebih lanjut DeMan (1989) menerangkan sifat-sifat beberapa kapang yang

digunakan untuk membuat tempe :

1. Rhizopus oligosporus

Rhizopus oligosporus adalah jenis kapang yang banyak digunakan

untuk membuat tempe, baik di Indonesia maupun di Amerika Utara.

Kapang ini memiliki aktifitas protease dan lipase yang kuat (sangat ideal

untuk memecah protein dan lemak kedelai) dibandingkan dengan kapang

tempe lainnya. Namun, kapang ini memiliki aktifitas amilase yang lemah

(sangat cocok untuk memproduksi tempe dari biji-bijian atau campuran

biji dengan kedelai).

53

Page 18: tempe daya simpan

2. Rhizopus oryzae

Spesies ini memiliki aktifitas amilase yang kuat sehingga kurang baik

untuk membuat tempe karena enzim ini memecah pati dai biji-bijian

menjadi gula sederhana yang kemudian akan mengalami fermentasi

menjadi asam organik yang menghasilkan aroma yang tidak diinginkan

dan warna yang gelap. Tetapi karena memiliki sifat aktifitas protease yang

kedua tertinggi, kapang ini dapat digunakan untuk membuat tempe kedelai

yang baik bila dikombinasikan dengan Rhizopus oligosporus.

3. Rhizopus arrhizus

Rhizopus arrhizus memiliki sifat amilase yang kedua tertinggi setelah

Rhizopus oryzae. Kapang ini banyak digunakan untuk membuat tempe

kedelai di Jawa Timur dan secara luas digunakan untuk membuat tempe

Malang, bersifat lambat matang dan warna putihnya tetap terjaga dalam

waktu lama setelah tempe dipanen.

4. Rhizopus stolonifer

Kapang ini menghasilkan sangat sedikit amilase, bahkan tidak

menghasilkan amilase setelah 138 jam fermentasi. Sifat ini membuat

kapang ini cocok untuk membuat tempe kedelai atau biji-bijian. Tetapi

kapang ini juga memiliki sifat protease yang lemah sehingga membatasi

kemampuannya untuk memecah protein.

Berdasarkan penelitian Hermana et al. (1996), penggunaan kultur murni

pada pembuatan tempe memberikan hasil yang kurang memuaskan, yaitu

pertumbuhan kapang lambat dan tempe yang dihasilkan berbau tidak enak.

Pada penggunaan kultur murni dengan cara inokulasi langsung, kapang akan

beradaptasi terlebih dahulu sehingga pertumbuhan kapang menjadi lambat,

serta dapat menyebabkan rendahnya penghambatan bakteri gram positif dan

menimbulkan bau yang tidak enak.

Untuk membuat tempe yang bermutu baik dan agak tahan lama, harus

diperhatikan sanitasi dan kemurnian inokulumnya. Di samping itu, suhu

fermentasi juga perlu diperhatikan. Apabila fermentasi dilakukan pada suhu

37oC, R. oligosporus akan tumbuh sangat cepat. Kapang ini sangat bersifat

proteolitik sehingga pH tempe akan naik dengan cepat dari pH 4.5 menjadi

54

Page 19: tempe daya simpan

pH 7. Akibatnya akan timbul bau amonia setelah fermentasi berlangsung

selama 30 jam (Whitaker, 1978).

Proses fermentasi mengurangi beberapa senyawa antinutrisi. Asam fitat

turun lebih dari 50 persen pada proses pembuatan tempe kedelai maupun non

kedelai (Sutardi et al. 1983 dan Damardjati et al. 1996 ). Asam fitat banyak

ditemukan pada serealia dan kacang-kacangan. Di dalam bahan makanan

asam fitat membentuk kompleks dengan mineral-mineral penting dan atau

dengan protein. Banyak dari kompleks tersebut tidak larut dan tidak tersedia

secara biologis bagi tubuh pada kondisi fisiologis tertentu. Umumnya

penelitian pada makhluk hidup memperlihatkan bahwa asam fitat

menghambat bioavailabilitas zat besi makanan karena terbentuknya kompleks.

Semakin tinggi kandungan fitat dalam bahan makanan, semakin sedikit

jumlah zat besi yang dapat diserap tubuh (Sutardi, 1993)

Kandungan zat antinutrisi lain pada kacang tunggak seperti tanin juga

berkurang bahkan hilang selama proses pembuatan tempe. Proses

penghilangan kulit, perendaman, pemasakan dan fermentasi dapat

menurunkan tanin dari 2.23 mg katekin ekuivalen/g menjadi 0 persen. Pada

tripsin inhibitor terjadi penurunan 86.09 persen. Pada fermentasi dengan R.

Oligosporus dapat menghilangkan kandungan tripsin inhibitor menjadi

0 persen (Egounlety dan Worth, 2003).

Menurut Karta (1990), tempe dapat digunakan sebagai bahan penyusun

makanan (food ingredient) dalam bentuk tepung tempe, untuk memperkaya

nilai gizi makanan, seperti protein dan serat. Penelitian yang dilakukan

Mardiah (1994) menunjukkan bahwa tepung tempe kedelai memiliki kadar

protein kasar sebesar 48 persen, kadar lemak kasar 24.7 persen, serat kasar

2.58 persen, kadar air 8.7 persen, kadar abu 2.3 persen dan karbohidrat 13.5

persen. Dalam proses fermentasi, asam palmitat dan asam linoleat sedikit

mengalami penurunan, sedangkan kenaikan terjadi pada asam oleat dan

linolenat (asam linolenat tidak terdapat pada kedelai). Asam lemak tidak jenuh

mempunyai efek penurunan terhadap kandungan kolesterol serum, sehingga

dapat menetralkan efek negatif sterol di dalam tubuh.

55

Page 20: tempe daya simpan

D. ANTIOKSIDAN

Antioksidan adalah komponen yang mampu menghambat proses oksidasi,

yaitu proses yang dapat menyebabkan kerusakan dan ketengikan

(Brown, 2000). Aktivitas penghambatan antioksidan dalam reaksi oksidasi

berdasarkan keseimbangan reaksi oksidasi reduksi (R*) dan membentuk

molekul yang tidak reaktif (RH) dan dengan demikian reaksi berantai

pembentukan radikal bebas dapat dihentikan (Belitz, 1984).

Radikal bebas atau senyawa oksigen reaktif (Reactive Oxygen Species,

ROS) didefinisikan sebagai suatu atom atau molekul atau senyawa yang

mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Contohnya

superoksida (O2*), hidroksil (OH-*), thiil (RS*), dan nitrit oksida (NO*). Tanda

( * ) menunjukkan adanya satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan,

sehingga mempunyai kecenderungan menarik elektron dari molekul lain,

akibatnya radikal bebas menjadi sangat reaktif dan dapat menyebabkan

kerusakan atau kematian sel (Zakaria, 1996).

Belitz (1984) menambahkan antioksidan sangat beragam jenisnya.

Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok, yaitu

antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi

kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami).

Diantara beberapa contoh antioksidan sintetik yang diizinkan untuk

makanan, ada lima antioksidan yang penggunaannya meluas dan menyebar

diseluruh dunia, yaitu Butil Hidroksi Anisol (BHA), Butil Hidroksi Toluen

(BHT), propil galat, Tert-Butil Hidroksi Quinon (TBHQ) dan tokoferol.

Antioksidan tersebut merupakan antioksidan alami yang telah diproduksi

secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck, 1991).

Sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi

pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi

atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi utama tersebut

sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat memberikan

atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida (R*, ROO*) atau mengubahnya

ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A*) tersebut

memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua

56

Page 21: tempe daya simpan

merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju

autooksidasi dengan berbagai mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai

autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk lebih stabil

(Gordon,1990).

Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada

lipida dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan

minyak. Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap

inisiasi maupun propagasi (Gambar 2). Radikal-radikal antioksidan (A*) yang

terbentuk pada reaksi tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup

energi untuk dapat bereaksi dengan molekul lipida lain membentuk radikal

lipida baru (Gordon, 1990). Menurut Hamilton (1983), radikal-radikal

antioksidan dapat saling bereaksi membentuk produk non radikal.

Inisiasi : R* + AH RH + A*

Radikal lipida

Propagasi : ROO* + AH ROOH + A*

Gambar 2. Reaksi penghambatan antioksidan primer terhadap radikal lipida (Gordon 1990).

Besar konsentrasi antioksidan yang ditambahkan dapat berpengaruh pada

laju oksidasi. Pada konsentrasi tinggi, aktivitas antioksidan grup fenolik

sering lenyap bahkan antioksidan tersebut menjadi prooksidan (Gambar 3).

Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidasi tergantung pada struktur

antioksidan, kondisi dan sample yang akan diuji.

AH + O2 A* + HOO*

AH + ROOH RO* + H2O + A*

Gambar 3. Antioksidan bertindak sebagai prooksidan pada konsentrasi tinggi (Gordon 1990).

57

Page 22: tempe daya simpan

Hamilton (1983) menyatakan bahwa penghambatan oksidasi lipida oleh

antioksidan melalui lebih dari satu mekanisme tergantung pada kondisi reaksi

dan sistem makanan. Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan

tersebut yaitu (a) pemberian hidrogen, (b) pemberian elektron,

(c) penambahan lipida pada cincin aromatik antioksidan, (d) pembentukan

kompleks antara lipida dan cincin aromatik antioksidan. Studi lebih lanjut

mengamati bahwa ketika atom hidrogen labil pada suatu antioksidan tertentu

diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi tidak efektif. Hal ini

menunjukkan bahwa mekanisme penghambatan dengan pemberian hidrogen

lebih baik dibanding pemberian elektron. Beberapa peneliti percaya bahwa

pemberian hidrogen atau elektron merupakan mekanisme utama, sementara

pembentukan kompleks antara antioksidan dengan rantai lipida adalah reaksi

sekunder (Gordon, 1990).

Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan esternya,

sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan

antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis

sehingga menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan

sekunder ini bekerja dengan satu atau lebih mekanisme berikut (a)

memberikan suasana asam pada medium (sistem makanan), (b) meregenerasi

antioksidan utama, (c) mengkelat atau mendeaktifkan kontaminan logam

prooksidan, (d) menangkap oksigen. (e) mengikat singlet oksigen dan

mengubahnya ke bentuk triplet oksigen (Gordon, 1990).

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari (a) senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan,

(b) senyawa antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses

pengolahan, (c) senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan

ditambahkan ke makanan sebagai bahan tambahan pangan (Pratt,1992).

Kebanyakan senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami adalah

berasal dari tumbuhan. Kingdom tumbuhan, Angiospermae memiliki kira-kira

250.000 sampai 300.000 spesies dan dari jumlah ini kurang lebih 400 spesies

yang telah dikenal dapat menjadi bahan pangan manusia. Isolasi antioksidan

alami telah dilakukan dari tumbuhan yang dapat dimakan, tetapi tidak selalu

58

Page 23: tempe daya simpan

dari bagian yang dapat dimakan. Antioksidan alami tersebar di beberapa

bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun, buah, bunga, biji,

dan serbuk sari (Pratt,1992).

Tabel 2. Contoh antioksidan untuk produk pangan di beberapa negara

Amerika Serikat Kanada EEC**

Senyawa fenolik Butil Hidroksi Anisol (BHA) BHA BHA Butil Hidroksi Toluen (BHT) BHT BHT Tert Butil Hidroksi Quinon (TBHQ) Propil galat Propil galat Trihidroksibutiropenon Tokoferol Dodesil galat Propil galat Oktil galat Tokoferol Tokoferol 4-hidroksimetil-2,6-ditertier butilfenol Asam dan ester Diauril tiopropionat Asam askorbat Asam askorbat Asam tiodipropionat Askorbil palmitat Askorbil palmitat Askorbil stearat Kasium askorbat Asam sitrat Sodium askorbat Lesitin sitrat Monogliserida sitrat Monoisopropil sitrat Asam tartarat

*Buck (1991) **European Economic Community

Menurut Pratt dan Hudson (1990) serta Shahidi dan Naczk (1950),

senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau

polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat,

kumarin, tokoferol, dan asam-asam organik polifungsional. Ditambahkan oleh

Pratt (1992), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi

flavon,flavonol, isoflavon, kateksin, flavonol dan kalkon. Sementara turunan

asam sinamat meliputi asam kafeat, asam ferulat, asam klorogenat, dan lain-

lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini adalah multifungsional dan

dapat beraksi sebagai (a) pereduksi, (b) penangkap radikal bebas,

(c) pengkelat logam, (d) peredam terbentuknya singlet oksigen.

Ada banyak bahan pangan yang dapat menjadi sumber antioksidan alami,

seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa, biji-bijian, serealia, buah-

buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan pangan ini

59

Page 24: tempe daya simpan

mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti asam-

asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid, tanin,

peptida, melanoidin, produk-produk reduksi, dan asam-asam organik lain

(Pratt,1992).

Secara umum, menurut Coppen (1983), antioksidan diharapkan memiliki

ciri-ciri sebagai berikut (a) aman dalam penggunaan, (b) tidak memberi

aroma, bau, dan warna pada produk, (c) efektif pada konsentrasi rendah,

(d) tahan terhadap proses pengolahan produk (berkemampuan antioksidan

yang baik), (e) tersedia dengan harga yang murah. Ciri keempat merupakan

hal yang sangat penting karena sebagian proses pengolahan menggunakan

suhu tinggi. Suhu tinggi akan merusak lipida dan stabilitas antioksidan yang

ditambahkan sebagai bahan tambahan pangan. Kemampuan bertahan

antioksidan terhadap proses pengolahan sangat diperlukan untuk dapat

melindungi produk akhir.

Sebagaimana suatu benda pada umumnya, antioksidan juga memiliki

keterbatasan-keterbatasan. Keterbatasan tersebut meliputi (a) antioksidan tidak

dapat memperbaiki flavor lipida yang berkualitas rendah, (b) antioksidan tidak

dapat memperbaiki lipida yang sudah tengik, (c) antioksidan tidak dapat

mencegah kerusakan hidrolisis, maupun kerusakan mikroba (Coppen, 1983).

E. SENYAWA FENOLIK

Senyawa fenolik terdiri atas molekul-molekul besar dengan beragam

struktur, karakteristik utamanya adalah adanya cincin aromatik yang memiliki

gugus hidroksil. Kebanyakan senyawa fenolik termasuk ke dalam kelompok

flavonoid ( Pratt dan Hudson, 1990).

Produk yang mula-mula terbentuk pada biosintesis senyawa fenolik adalah

shikimat. Fenol bersifat asam, karena sifat gugus –OH yang mudah

melepaskan diri. Karakteristik lainnya adalah kemampuan membentuk

senyawa kelat dengan logam, mudah teroksidasi dan membentuk polimer

yang menimbulkan warna gelap. Timbulnya warna gelap pada bagian

tumbuhan yang terpotong atau mati disebabkan oleh reaksi ini, hal ini

sekaligus menghambat pertumbuhan tanaman. Di antara turunan fenilpropanol

yang berbobot molekul rendah, terdapat golongan coumarin, asam sinamat,

60

Page 25: tempe daya simpan

asam sinapinat, alkohol coniveril dan sebagainya. Zat-zat tersebut beserta

turunannya juga merupakan senyawa perantara dalam biosintesis lignin

( Pratt dan Hudson, 1990).

Fenilpropanoid adalah senyawa fenol alam yang mempunyai cincin

aromatik dengan rantai samping terdiri atas tiga atom karbon. Secara

biosintesis senyawa ini turunan asam amino protein aromatik, yaitu

fenilalanina dan fenolpropanoid, dapat mengandung satu C6 – C3 atau lebih.

Yang paling tersebar luas ialah asam hidroksisinamat (Harborne, 1980).

Tabel 3. Kelas terpenting senyawa fenolik pada tanaman Kelas Terpenting Senyawa Fenolik Pada Tanaman

Jumlah atom C Kerangka Dasar Kelas 6 C6 simple phenols, benzoquinones 7 C6 - C1 phenolic acids 8 C6 - C2 acetophenone, phenylacetic acid 9 C6 - C3 hydroxycinnamic acid, polypropene,

coumarin, isocoumarin 10 C6 - C4 naphtoquinone 13 C6 - C1 - C6 xanthone 14 C6 - C2 - C6 stilbene, anthrachinone 15 C6 - C3 - C6 flavonoids, isoflavonoids 18 (C6 - C3)2 lignans, neolignans 30 (C6 - C3 - C6)2 biflavonoids n (C6 - C3)n

(C6)n (C6 - C3 - C6)n

lignins catecholmelanine (condensed tannins)

(Harborne, 1980)

Empat macam asam hidroksisinamat terdapat umum dalam tumbuhan,

yaitu asam ferulat, sinapat, kafeat, dan p-kumarat. Asam hidroksisinamat

biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai ester dan dapat diperoleh dengan

hasil baik dengan cara hidrolisis basa lemah, karena dengan hidrolisis asam

panas, bahan akan hilang akibat dekarboksilasi menjadi hidroksistirena yang

bersesuaian. Berikut ini beberapa contoh senyawa fenilpropanoid

(Harborne, 1980) :

61

Page 26: tempe daya simpan

R=H, Asam Ferulat

Asam p-kumarat

Gambar 4. Contoh senyawa fenilpropanoid (Harborne, 1980)

Menurut Duenas et al. (2004), senyawa fenolik yang teridentifikasi pada

biji kacang tunggak, yaitu gallic acid, trans-p-coumaroylaldaric acid,

protocatechuic acid, trans-feruloyaldaric acid, p-hydroxybenzoic acid,

vanillic acid,, trans-p-coumaric acid, trans-feruloyl-methilaldaric acid, cis-p-

coumaric acid, quercetin diglycoside, trans-ferulic acid, myricetin 3-O-

glucoside, cis-ferulic acid, quercetin 3-O-galactoside, quercetin 3-O-

Glucoside dan quercetin feruloyl-diglycosides.

F. TANIN

Tanin merupakan senyawa polifenol yang kompleks yang dapat meracuni

patogen (Staples dan Toenniessen, 1981). Tanin adalah senyawa polifenol

yang dapat larut dalam air, gliserol, metanol, hidroalkoholik dan propilena

glikol, tetapi tidak larut dalam benzena, kloroform, eter, petroleum eter dan

karbon disulfida (Butler dan Rogler, 1982).

Pada umumnya tanin terdapat pada setiap tanaman yang letak dan

jumlahnya berbeda tergantung pada jenis tanaman, umur dan organ-organ dari

tanaman itu sendiri. Perbedaan bagian sel juga menentukan, misalnya pada

buah lebih banyak mengandung tanin daripada bagian tanaman lainnya

Tanin terdapat pada tanaman berpembuluh. Dalam angiospermae terdapat

khusus dalam jaringan kayu (Staples dan Toenniessen, 1981).

Tanin umumnya berasal dari senyawa-senyawa fenol alam yang memiliki

kemampuan untuk mengendapkan protein dengan membentuk kopolimer

62

Page 27: tempe daya simpan

mantap yang larut dalam air dan dapat mengubah kulit hewan mentah menjadi

siap pakai karena kemampuannya menyambung ikatan silang protein. Sifat

fisik dan kimia tanin lainnya adalah mempunyai rasa sepat sehingga ternak

selalu menghindar dari tanaman yang mengandung tanin. Tanin juga bersifat

sebagai antibakteri dan astringent atau mampu menciutkan dinding usus yang

rusak karena asam atau bakteri. (Staples dan Toenniessen, 1981).

Polifenol seperti tanin dalam teh, kopi dan sayuran tertentu, mengikat besi

heme membentuk kompleks besi-tanat yang tidak larut sehingga zat besi tidak

dapat diserap dengan baik. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa terjadi

penurunan drastis dalam hal penyerapan zat besi (sekitar 60 persen) ketika

makanan dikonsumsi bersama secangkir teh (200-250 ml)

(Hilyatuzzahroh, 2006).

Menurut teori warna, struktur tanin dengan ikatan rangkap dua yang

terkonjugasi pada polifenol sebagai kromofor (pengemban warna) dan adanya

gugus (OH) sebagai auksokrom (pengikat warna) dapat menyebabkan warna

coklat. Senyawa tanin dapat dipakai sebagai antimikroba (bakteri dan virus)

karena memiliki gugus pirogalol dan gugus galoil, sedangkan sifat

penghambatan terhadap racun ditentukan oleh struktur tersier persenyawaan

gugus katekol atau pirogalol dengan gugus galoil-nya

(Staples dan Toenniessen, 1981).

Kristal tanin berwarna putih-kuning sampai coklat muda dan bila terkena

sinar matahari akan teroksidasi menjadi coklat tua. Asam tanin bila

dipanaskan sampai 212oC akan terurai menjadi pirogalol dan CO2

(Hilyatuzzahroh, 2006). Tanin membentuk endapan dengan garam logam

seperti besi, kromat, alumunium dan timah. Peristiwa ini digunakan dalam

industri pembuatan tinta, cat dan pewarna kain. Selain itu, tanin juga

merupakan senyawa growth inhibitor, sehingga banyak mikroorganisme

dihambat pertumbuhannya (Butler dan Rogler, 1982).

63

Page 28: tempe daya simpan

G. DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil)

Penentuan aktifitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH

(1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Senyawa DPPH adalah radikal bebas yang stabil

dalam larutan dalam metanol serta memiliki serapan yang kuat pada panjang

gelombang 517 nm dalam bentuk teroksidasi. Senyawa ini mampu menerima

elektron atau radikal hidrogen dari senyawa lain sehingga membentuk

molekul diamagnetik yang stabil. Berikut ini struktur molekul DPPH

(Blois 1958) :

NO2

NO2

NO2N N

Gambar 5. Struktur molekul DPPH (www.springerlink.com)

Metode DPPH dipilih karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya

sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya memerlukan sedikit contoh.

Senyawa antioksidan akan bereaksi dengan radikal DPPH melalui mekanisme

penyumbangan atom hidrogen yang menyebabkan terjadinya peluruhan warna

DPPH dari ungu menjadi kuning yang diukur pada panjang gelombang

517 nm (Blois 1958).

64

Page 29: tempe daya simpan

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini ialah kacang tunggak

lokal dan ragi tempe. Untuk analisa kimia, bahan-bahan yang digunakan

terdiri dari pereaksi Folin-Denis / Folin-Ciocalteau, larutan Na2CO3 jenuh,

larutan Na2CO3 20 persen, asam tanat, aseton, metanol, HCl, H2SO4 pekat,

selenium, NaOH 30 persen, NaOH 3.25 persen, H2SO4 1.25 persen, heksana,

indikator metil merah dan bromocresol green, dan asam borat 2 persen. Pada

penelitian ini pun digunakan kertas saring Whatman.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu freeze dryer, rotary

evaporator, soxlet, shaker incubator, pendingin tegak, inkubator, alat

destilasi, labu kjeldahl, labu lemak dan alat penggiling. Selain itu digunakan

pula spektrofotometer UV-Vis Shimidzu 2000 dan High Performance Liquid

Chromatography (HPLC)-Waters.

B. METODE

1. Pembuatan Kecambah Kacang Tunggak

Proses pembuatan kecambah kacang tunggak terdiri dari

perendaman, penyebaran dan penyemprotan. Setelah terbentuk kecambah,

dilakukan proses pengupasan kulit. Untuk mengawetkan sampel dilakukan

proses pengeringan dan penggilingan.

Kacang tunggak sebanyak 100 g dipisahkan dari kotorannya,

kemudian direndam dalam air selama empat hingga lima jam. Kacang

tunggak yang telah direndam dikecambahkan selama ± 24 jam. Proses

perkecambahan dilakukan dengan menyebarkan kacang tunggak di atas

kain belacu basah dan ditutup pula dengan kain yang sama. Selama proses

perkecambahan, sesekali dilakukan penyemprotan air agar kondisi tetap

lembab. Setelah itu, kecambah dipisahkan kulitnya lalu dikeringkan

menggunakan freeze dryer. Proses pembuatan kecambah dapat dilihat

pada Lampiran 1.

65

Page 30: tempe daya simpan

2. Pembuatan Tempe Kacang Tunggak

Proses pembuatan tempe kacang tunggak terdiri dari pengupasan

kulit, perendaman, perebusan, pengukusan dan peragian. Untuk

mengawetkan sampel dilakukan proses pengeringan dan penggilingan.

Kacang tunggak sebanyak 100 g dipisahkan kulitnya. Metode

pemisahan kulit dapat dilakukan melalui metode manual maupun metode

menggunakan mesin. Pada penelitian ini digunakan metode manual.

Sebelum dipisahkan kulitnya, kacang tunggak direndam selama tujuh

hingga delapan jam. Kacang tunggak yang sudah direndam dapat langsung

dipisahkan kulitnya dengan tangan. Jika pemisahan kulit dilakukan

dengan mesin maka kacang tunggak harus dikeringkan dulu dibawah sinar

matahari selama ± dua hari.

Kacang tunggak yang telah dikupas direndam kembali selama

empat hingga lima jam, lalu direbus hingga mendidih selama 10 menit,

kemudian direndam semalam. Setelah itu, kacang tunggak dikukus selama

30 menit, lalu diberi ragi komersial sebanyak 1 persen dari bobot kacang.

Kacang dimasukkan ke dalam plastik jenis PE (Poly Etilene) yang telah

dilubangi, kemudian kacang diratakan dengan ketebalan ± 1 cm.

Selanjutnya dilakukan proses fermentasi pada suhu ruang selama 24 jam.

Tempe yang dihasilkan dipotong kecil-kecil berbentuk dadu, lalu diblansir

dengan uap panas selama dua hingga tiga menit. Tempe didinginkan, lalu

dikeringkan dengan freeze dryer. Diagram alir pembuatan tempe kacang

tunggak dapat dilihat pada Lampiran 2.

3. Analisis Kimia

Kacang tunggak utuh, kecambah dan tempe kacang tunggak yang

sudah kering dihaluskan dengan mesin penggiling, kemudian contoh

dianalisa untuk menetapkan kadar abu, lemak, protein, serat kasar dan

karbohidrat. Metode analisa diuraikan pada Lampiran 3.

Total senyawa fenol dianalisis menurut metode yang dilakukan

Becker dan Siddhuraju (2006). Kandungan senyawa tanin dianalisis

menurut metode AOAC (1984), sedangkan kandungan senyawa fenol

66

Page 31: tempe daya simpan

lainnya dianalisis menurut Duenas et al. (2005). Sifat fungsional yang

dianalisa ialah aktifitas antioksidan yang dilakukan berdasarkan metode

yang diuji oleh Blois (1958).

4. Pengolahan Data

Data yang diperoleh (proksimat, total fenol, kadar tanin, aktifitas

antioksidan) dihitung rata-rata dan simpangan bakunya. Uji t dilakukan

untuk menentukan signifikansi perbedaan rata-rata.

67

Page 32: tempe daya simpan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KACANG TUNGGAK UTUH, KECAMBAH DAN TEMPE KACANG TUNGGAK

1. Penampilan

Kacang tunggak yang diteliti memiliki warna kulit coklat kemerahan

dan berukuran kecil. Bentuk dan ukuran kacang tunggak dapat dilihat

pada Gambar 6.

Gambar 6. Kacang tunggak yang digunakan pada penelitian

Kacang tunggak yang telah melalui proses perkecambahan dan

fermentasi memiliki memiliki tekstur yang berbeda dengan kacang

tunggak utuh. Produk hasil olahan kacang tunggak tersebut memiliki

tekstur lebih lunak dibandingkan dengan kacang tunggak utuh.

Penampilan kecambah dan tempe kacang tunggak dapat dilihat pada

Gambar 7.

Gambar 7. Kecambah dan tempe kacang tunggak

68

Page 33: tempe daya simpan

Tempe kacang tunggak berwarna putih. Warna ini disebabkan oleh

adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji. Selain itu, tempe

memiliki tekstur yang lebih lunak dan lebih kompak dibandingkan dengan

kacang tunggak, karena kapang tempe mencerna matriks di antara sel-sel

biji kacang tunggak dan menghasilkan miselia-miselia jamur yang

menghubungkan antara biji-biji kacang tersebut.

2. Komposisi Kimia

Pada penelitian ini, proses pengeringan yang digunakan untuk

mengawetkan sampel yaitu metode pengeringan beku (freeze drying).

Pengeringan beku digunakan dengan tujuan meminimalkan resiko

kerusakan komponen kimia dan senyawa fenolik pada bahan yang akan

dianalisa.

Berdasarkan kandungan gizinya, kecambah dan tempe kacang

tunggak mengandung zat gizi yang lebih baik dibandingkan dengan

kacang tunggak utuh. Komposisi kimia kacang tunggak utuh, kecambah

dan tempe kacang tunggak dicantumkan dalam Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi kimia kacang tunggak, kecambah dan tempe kacang tunggak ( basis kering )

Komponen Satuan Kacang Tunggak

Kecambah Kacang Tunggak

Tempe Kacang Tunggak

Abu % 3.53 4.82 1.03 Lemak % 1.43 1.72 2.49 Protein % 19.02 26.64 33.02 Serat Kasar % 6.86 1.69 3.78 Karbohidrat % 60.64 52.88 53.2

Kadar abu pada kacang tunggak utuh dan kecambah memiliki nilai

yang beda nyata (p<0.05). Proses perkecambahan pada kacang tunggak

meningkatkan kadar abu sebesar 36.54 persen.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Andarwulan dan Hariyadi

(2005), tepung kecambah dengan kulit mengandung kadar abu yang lebih

besar dibandingkan tepung kecambah tanpa kulit. Tepung kecambah

69

Page 34: tempe daya simpan

dengan kulit memiliki kadar abu sebesar 3.6 persen, sedangkan tepung

kecambah tanpa kulit mengandung abu sebesar 3.75 persen. Hal ini

menunjukkan bahwa kandungan mineral banyak tersimpan dalam lembaga

biji.

Kadar abu pada tempe kacang tunggak memiliki nilai yang beda

nyata dengan kadar abu kacang tunggak utuh (p<0.05). Menurunnya kadar

abu pada tempe kacang tunggak diduga disebabkan oleh mikroorganisme

yang mengkonsumsi mineral dalam kacang tunggak. Pada tempe, kadar

abu berkurang sebesar 70.82 persen. Kapang tempe dapat menghasilkan

enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat (yang mengikat beberapa

mineral) menjadi fosfor dan inositol. Dengan terurainya asam fitat,

mineral-mineral tertentu (seperti besi, kalsium, magnesium, dan zink)

menjadi lebih tersedia untuk dimanfaatkan tubuh.

Kecambah dan tempe kacang tunggak masing-masing mengandung

lemak sebesar 1.72 persen dan 2.49 persen. Kandungan lemak pada

kecambah tidak berbeda nyata dengan kandungan lemak pada kacang

tunggak utuh (p>0.05). Sementara itu, kandungan lemak pada tempe

memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kandungan lemak pada kacang

tunggak utuh (p<0.05). Pada tempe, kandungan lemak meningkat sebesar

74.13 persen.

Berdasarkan kandungan protein, dapat dilihat bahwa tempe memiliki

kandungan gizi yang lebih tinggi. Kandungan protein pada kecambah dan

tempe kacang tunggak memiliki nilai yang beda nyata dengan kandungan

protein pada kacang tunggak utuh (p<0.05). Peningkatan kandungan

protein pada tempe mencapai 73.61 persen dan 40.06 persen pada

kecambah kacang tunggak.

Proses perkecambahan dan fermentasi mampu menurunkan

kandungan serat kasar pada kacang tunggak. Menurunnya kandungan

serat kasar ini, salah satunya disebabkan oleh proses pengupasan kulit.

Menurut Andarwulan dan Hariyadi (2005), komponen yang dominan pada

kulit kacang tunggak adalah senyawa polisakarida (serat makanan).

70

Page 35: tempe daya simpan

Kandungan serat kasar pada kacang tunggak utuh memiliki nilai

yang berbeda nyata dengan kandungan serat kasar pada kecambah

maupun tempe kacang tunggak (p<0.05). Adapun penurunan kandungan

serat kasar pada kecambah sebesar 75.36 persen, sedangkan proses

fermentasi mampu menurunkan serat kasar sebesar 44.98 persen.

Kandungan serat pada tempe diduga dapat berasal pula dari massa kapang

yang membentuk miselium.

Kandungan karbohidrat pada kacng tunggak utuh memiliki nilai

yang beda nyata dengan kandungan karbohidrat pada kecambah dan

tempe kacang tunggak (p<0.05). Kandungan karbohidrat yang tinggi pada

kacang tunggak (60.64 persen) menurun selama proses perkecambahan

dan fermentasi. Penurunan yang terjadi rata-rata sebesar

12 persen. Kecambah kacang tunggak mengandung karbohidrat sebesar

52.88 persen, sedangkan tempe mengandung karbohidrat sebesar 53.20

persen. Kedua nilai ini tidak berbeda nyata (p>0.05). Walaupun terjadi

penurunan, namun jumlah karbohidrat pada kecambah dan tempe kacang

tunggak masih dapat dikatakan tinggi.

Perkecambahan atau germinasi meningkatkan daya cerna karena

selama proses perkecambahan terjadi proses katabolis yang menyediakan

zat gizi penting untuk pertumbuhan tanaman melalui reaksi hidrolisis dari

zat gizi cadangan yang terdapat di dalam biji. Melalui germinasi, nilai

daya cerna kacang-kacangan akan meningkat, sehingga waktu pemasakan

atau pengolahan pun menjadi lebih singkat.

Proses fermentasi meningkatkan nilai nutrisi pada kacang tunggak.

Hal ini disebabkan oleh kerja mikroorganisme yang mensintesis protein

dan lemak menjadi senyawa-senyawa sederhana yang mudah dicerna.

Mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi ini ialah

Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae. Kedua kapang ini

menghasilkan enzim lipase, protease dan amilase.

71

Page 36: tempe daya simpan

3. Total Fenol

Kacang tunggak mengandung senyawa fenolik yang berfungsi

sebagai antioksidan. Senyawa fenolik dapat mengalami perubahan selama

proses pengolahan, antara lain proses perkecambahan dan fermentasi.

Hasil analisa total fenol pada kacang tunggak, kecambah dan

tempe ditampilkan pada Tabel 5. Data selengkapnya tersaji dalam

Lampiran 6. Total fenol ini menunjukkan kandungan senyawa fenolik

secara keseluruhan pada kacang tunggak dan berhubungan dengan

aktifitas antioksidan pada bahan.

Tabel 5. Total fenol kacang tunggak, kecambah dan tempe Jenis Sampel Total Fenol (%)

Kacang Tunggak 10.85 Kecambah Kacang Tunggak 8.52 Tempe Kacang Tunggak 8.83

Total fenol pada kacang tunggak utuh sebesar 10.85 persen. Hasil

ini masih lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan

Duenas et al. (2005). Penelitian tersebut menghasilkan total fenol sebesar

13.27 persen untuk kacang tunggak yang memiliki warna cokelat gelap.

Total fenol mengalami perubahan seiring dengan proses

pengolahan pada kacang tunggak. Kandungan senyawa fenol pada kacang

tunggak memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kandungan senyawa

fenol pada kecambah dan tempe kacang tunggak (p<0.05).

Berkurangnya senyawa fenol pada kecambah dan tempe kacang

tunggak diduga karena sebagian senyawa fenol hilang akibat dari proses

perendaman, pencucian dan pengupasan kulit. Hal ini disebabkan senyawa

fenol merupakan senyawa yang larut dalam air (Harborne, 1985). Selain

itu, menurunnya total fenol pada kecambah pun dapat disebabkan fenol

yang terbentuk mulai diubah menjadi lignin. Lignin bersama-sama dengan

selulosa dan polisakarida lainnya merupakan bahan penguat pada dinding

sel tertentu dari tumbuhan tinggi. Senyawa fenolik sendiri adalah

prekursor untuk sintesis lignin.

72

Page 37: tempe daya simpan

Total fenol pada tempe tidak berbeda nyata dengan kecambah

(p>0.05). Hal ini menunjukkan bahwa proses perkecambahan maupun

fermentasi menghasilkan perubahan senyawa fenolik yang hampir sama

pada kacang tunggak.

Senyawa fenolik diproduksi oleh sel-sel pada kacang tunggak

disebabkan oleh gangguan dari lingkungan. Sel-sel tersebut menghasilkan

senyawa fenolik sebagai bentuk pertahanan, sehingga semakin besar

gangguan maka semakin banyak pula senyawa fenolik yang dihasilkan.

Peristiwa ini disebut juga sebagai proses elisitasi

(Salisbury dan Ross, 1995).

4. Tanin

Salah satu senyawa fenolik yang terkandung dalam kacang

tunggak ialah tanin. Tanin merupakan senyawa polifenol yang

keberadaannya dapat mengganggu penyerapan nutrisi lain, sehingga

disebut pula sebagai senyawa antinutrisi.

Hasil analisa kadar tanin pada kacang tunggak, kecambah dan

tempe ditampilkan pada Tabel 6. Data selengkapnya dapat dilihat pada

Lampiran 8. Kadar tanin pada kacang tunggak utuh memiliki nilai yang

beda nyata dengan kadar tanin pada kecambah dan tempe kacang tunggak.

Tabel 6. Kadar tanin kacang tunggak, kecambah dan tempe Jenis Sampel Kadar Tanin (%)

Kacang Tunggak 0.383 Kecambah Kacang Tunggak 0.297 Tempe Kacang Tunggak 0.257

Kacang tunggak mengandung tanin sebesar 0.383 persen. Hasil ini

tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan Duenas et al. (2005).

Duenas et al. (2005) melaporkan kadar tanin pada kacang tunggak yang

berwarna cokelat gelap yaitu sebesar 0.4 persen.

73

Page 38: tempe daya simpan

Kadar tanin pada kacang tunggak utuh memiliki nilai yang

berbeda nyata dengan kadar tanin pada kecambah maupun tempe kacang

tunggak (p<0.05). Sementara itu, kadar tanin pada kecambah ternyata

tidak memiliki nilai yang beda nyata dengan kadar tanin pada tempe

kacang tunggak (p>0.05).

Proses perkecambahan menurunkan kadar tanin sebesar

22.45 persen, sedangkan kadar tanin pada proses fermentasi berkurang

sebesar 32.89 persen. Hilangnya sebagian tanin pada kecambah dan tempe

dapat disebabkan oleh proses perendaman, pencucian dan pengupasan

kulit.

Penurunan kadar tanin ini sangat baik, karena tanin dapat

mempengaruhi rasa dan aroma pada produk. Bahan yang mengandung

banyak tanin akan memiliki rasa sepat. Selain itu, keberadaan tanin pun

harus dikurangi karena dapat membentuk senyawa kompleks dengan besi

sehingga menghambat penyerapan zat besi pada tubuh

(Staples dan Toenniessen, 1981).

5. Senyawa Fenolik Lainnya

Senyawa fenolik yang diuji pada penelitian ini ialah asam ferulat

dan asam p-kumarat. Kedua senyawa tersebut merupakan golongan

fenilpropanoid. Setelah dilakukan analisa menggunakan HPLC, diperoleh

keberadaan asam p-kumarat pada kacang tunggak, kecambah dan tempe,

sedangkan asam ferulat hanya ditemukan pada tempe saja.

Tidak terdeteksinya asam ferulat pada kacang tunggak dan

kecambah kacang tunggak dapat disebabkan oleh konsentrasinya yang

kecil. Konsentrasi asam p-kumarat pada kacang tunggak dan kecambah

serta konsentrasi asam p-kumarat dan asam ferulat pada tempe dapat

dilihat pada Gambar 8.

74

Page 39: tempe daya simpan

129.8

163.3

52.17

10.13

020406080

100120140160180

KacangTunggak Utuh

Kecambah Tempe

Sampel

Kon

sent

rasi

(ppm

)Asam p-kumaratAsam ferulat

Gambar 8. Konsentrasi asam p-kumarat dan asam ferulat pada kacang tunggak utuh, kecambah dan tempe kacang tunggak

Kacang tunggak mengandung asam p-kumarat sebesar 129.8 ppm.

Kecambah kacang tunggak mengandung asam p-kumarat sebesar 163.3

ppm, sedangkan tempe kacang tunggak mengandung asam p-kumarat

sebesar 52.17 ppm. Asam ferulat hanya terdeteksi pada tempe kacang

tunggak dengan konsentrasi 10.13 ppm.

Asam ferulat yang terkandung dalam tempe mampu menurunkan

tekanan darah dan kandungan glukosa darah (Ardiansyah, 2004). Senyawa

fenilpropanoid lainnya yaitu asam p-kumarat mampu melemahkan zat

nitrosamine yang menjadi salah satu zat penyebab kanker yang mungkin

terdapat dalam makanan (www.mediasehat.com)

6. Aktifitas Antioksidan

Aktifitas antioksidan dinyatakan dengan nilai IC50. Nilai ini

menunjukkan konsentrasi contoh yang diperlukan untuk menghambat

50 persen aktifitas radikal bebas. Semakin tinggi nilai IC50 maka semakin

rendah aktifitas antioksidannya.

Berdasarkan hasil analisa diperoleh nilai IC50 pada kacang tunggak,

kecambah dan tempe yang terdapat dalam Tabel 7. Data selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 13.

75

Page 40: tempe daya simpan

Tabel 7. Nilai IC50 pada kacang tunggak, kecambah dan tempe Jenis Sampel IC50 ( μg/ml)

Kacang Tunggak Utuh 46.51 Kecambah Kacang Tunggak 42.64 Tempe Kacang Tunggak 28.05

Apabila dibandingkan dengan aktifitas antioksidan BHT

(Butylated Hydroxy Toluena), aktifitas antioksidan kacang tunggak masih

lebih rendah. Menurut Hanani et al. (2005), aktifitas antioksidan pada

BHT dengan metode DPPH menghasilkan nilai IC50 sebesar 3.81 μg/ml.

Aktifitas antioksidan pada kacang tunggak utuh memiliki nilai

yang beda nyata dengan aktifitas antioksidan pada kecambah dan tempe

kacang tunggak (p<0.05). Berdasarkan tabel dapat diperoleh bahwa telah

terjadi peningkatan aktifitas antioksidan pada biji kacang tunggak selama

proses perkecambahan dan fermentasi. Hal ini dapat dilihat dari semakin

rendahnya nilai IC50 pada kecambah dan tempe. Ketiga jenis bahan

memiliki aktifitas antioksidan yang tergolong kuat, karena memiliki nilai

IC50 kurang dari 200 (Blois, 1958).

Aktifitas antioksidan pada kacang tunggak selama proses

perkecambahan meningkat sebesar 8.32 persen, sedangkan proses

fermentasi mampu meningkatkan aktifitas antioksidan sebesar 39.69

persen. Tingginya aktifitas antioksidan pada produk fermentasi didukung

pula oleh tingginya total fenol.

Proses perkecambahan dan fermentasi merupakan suatu proses

elisitasi, yaitu proses pembentukan fitoaleksin sebagai sistem pertahanan

pada tanaman karena adanya gangguan berupa air dan mikroorganisme.

Fitoaleksin tersebut merupakan salah satu turunan fenol. Sistem

pertahanan dari tumbuhan ini dapat dilihat dari meningkatnya produksi

komponen fenolik melalui lintasan fenilpropanoid. Komponen fenolik ini

merupakan kerangka dasar senyawa yang memiliki aktifitas antioksidan

(Salisbury dan Ross, 1995).

76

Page 41: tempe daya simpan

B. PERBANDINGAN KOMPOSISI KIMIA KACANG TUNGGAK DAN KACANG KEDELAI

1. Komposisi kimia

Bila dibandingkan dengan kacang kedelai sebagai bahan baku tempe,

kacang tunggak memiliki kandungan karbohidrat lebih tinggi. Pada

kacang kedelai diperoleh kandungan lemak yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kacang tunggak.

Tempe kacang tunggak memiliki nilai nutrisi yang tidak kalah dengan

tempe kedelai. Salah satu keunggulan tempe kacang tunggak ini adalah

kandungan lemaknya yang rendah dan kandungan karbohidrat yang tinggi

bila dibandingkan dengan tempe kedelai. Berikut ini perbandingan nilai

nutrisi antara tempe kacang tunggak dengan tempe kedelai :

Tabel 8. Perbandingan komposisi kacang tunggak, kacang kedelai, tempe kacang tunggak dan tempe kedelai (per 100 g bahan)

Komponen Satuan Kacang Tunggak Kedelai Tempe Kacang Tunggak*)

Tempe Kedelai*)

Abu % 3.53 6.1 1.03 3.6 Protein % 19.02 46.2 33.02 46.5 Lemak % 1.43 19.1 2.49 19.7

Serat Kasar % 6.86 3.7 3.78 7.2 Karbohidrat % 60.64 28.2 53.2 30.2

*) Sumber : Hermana, et al. (1996)

C. ANALISIS FINANSIAL INDUSTRI TEMPE KACANG TUNGGAK

Secara umum, proses pembuatan tempe kacang tunggak dapat dilanjutkan

hingga ke industri kecil menengah. Hal ini didasarkan pada keberadaan bahan

baku yang banyak terdapat di dalam negeri dan proses pembuatannya pun

hampir sama dengan proses pembuatan tempe kedelai.

Perajin tempe kedelai tidak akan menemukan kesulitan dalam membuat

tempe kacang tunggak. Namun, harga bahan baku yang lebih tinggi masih

menjadi bahan pertimbangan. Hal ini tentu saja akan menyebabkan tingginya

harga jual tempe kacang tunggak.

77

Page 42: tempe daya simpan

Biaya bahan baku yang tinggi masih dapat diimbangi dengan rendahnya

biaya operasional. Pada industri tempe kacang tunggak, perajin tidak

membutuhkan alat pengupas kulit, karena sudah tersedia kacang tunggak tanpa

kulit dari petani.

Harga kacang tunggak lebih tinggi sekitar 40 persen dibandingkan dengan

kacang kedelai. Namun, produk tempe kacang tunggak dapat menurunkan

perbedaannya tersebut. Harga jual tempe kacang tunggak lebih tinggi sekitar 17

persen dibandingkan dengan harga jual tempe kedelai.

Berdasarkan analisa finansial, diperoleh perbandingan B/C (Benefit/Cost)

pada pembuatan tempe kacang tunggak yaitu 0.2 (Purwani, et al. 2007).

Analisis kelayakan kelayakan secara sederhana tersaji dalam Lampiran 15.

Hal di atas menunjukkan bahwa industri tempe kacang tunggak tersebut

masih belum layak, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap dilanjutkan.

Industri tempe kacang tunggak dapat dikembangkan di Indonesia, tetapi

diperlukan komitmen pemerintah untuk melakukan upaya peningkatan

produktifitas kacang tunggak. Dengan demikian, harga kacang tunggak pun

dapat bersaing dengan kacang kedelai.

78

Page 43: tempe daya simpan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Kacang tunggak banyak mengandung karbohidrat dan protein. Kandungan

karbohidrat dan protein pada kacang tunggak masing-masing mencapai 60.64

persen dan 19.02 persen. Pada proses perkecambahan, zat nutrisi protein

meningkat sebanyak 40.06 persen, sedangkan produk fermentasi kacang

tunggak (tempe) mampu meningkatkan zat nutrisi protein sebanyak 73.61

persen.

Kandungan senyawa fenolik pada kacang tunggak menurun sebesar 21.47

pada proses perkecambahan dan 18.62 persen pada proses fermentasi.

Kandungan senyawa tanin mengalami penurunan selama proses

perkecambahan dan fermentasi. Pada proses perkecambahan, kadar tanin

berkurang sebesar 22.45 persen, sedangkan proses fermentasi menurunkan

kadar tanin sebesar 32.89 persen. Senyawa fenolik lainnya, yaitu asam p-

kumarat ditemukan pada kacang tunggak dan kecambahnya, sedangkan pada

tempe ditemukan asam p-kumarat dan asam ferulat. Sementara itu, aktifitas

antioksidan pada kacang tunggak meningkat sebesar 8.32 persen pada proses

perkecambahan dan 39.69 persen pada proses fermentasi.

Bila dibandingkan dengan kacang kedelai, kacang tunggak mengandung

lemak yang rendah, tetapi kaya akan karbohidrat. Kandungan protein tempe

kedelai lebih tinggi dibandingkan dengan tempe kacang tunggak.

B. SARAN

Senyawa antioksidan yang terkandung dalam kacang tunggak masih

sangat beragam jenisnya. Dengan demikian, masih dibutuhkan penelitian lebih

lanjut dalam menelaah keseluruhan senyawa antioksidan baik pada kacang

tunggak, kecambah maupun hasil fermentasinya.

79

Page 44: tempe daya simpan

Berdasarkan kandungan senyawa fenoliknya, kacang tunggak memiliki

potensi untuk dikembangkan sebagai bahan baku tempe, namun pemanfaatan

kacang tunggak sebagai bahan baku tempe masih belum dikenal oleh

masyarakat. Oleh sebab itu, dibutuhkan komitmen pemerintah untuk

melakukan upaya divesifikasi pangan.

80

Page 45: tempe daya simpan

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Methodes of Analysis. Association of Official. Analytical Chemist Inc., Virginia

Andarwulan, N dan P. Hariyadi. 2005. Optimasi Produksi Antioksidan pada

Proses Perkecambahan Biji-Bijian dan Divesifikasi Produk Pangan Fungsional dari Kecambah yang Dihasilkan. Laporan Penelitian. IPB, Bogor.

Ardiansyah. 2004. Sehat Dengan Mengkonsumsi Bekatul Artikel Iptek - Bidang

Biologi, Pangan, dan Kesehatan. www. beritaiptek.com (13-08-2007/14.30)

Becker, K dan P. Siddhuraju. 2006. The Antioxidant and Free Radical Scavenging

Activities of Processed Cowpea (Vigna unguiculata (L) Walp.) Seed Extracts. Food Chemistry 101 (2007):10-19.

Belitz, H.D. 1984. Food Chemistry. Springer Verlag, New York. Bewley ,J.D dan M. Balack. 1983. Physiology and Biochemistry of Seeds.

Springer-Verlag. New York Blois, M.S. 1958. Antioxidant Determination by The Use of A Stable Free

Radical. Nature 181:1199-1200. Brown, A. 2000. Understanding Food : Principles and Preparation. Wadsworth

Thomson Learning, USA. BPS. 2002. Badan Pusat Statistik. Jakarta Buck , D.F. 1991. Antioxidants. Didalam: J. Smith, editor. Food Additive User’s

Handbook. Blackie Academic & Profesional. Glasgow-UK. Butler L.G dan T.C Rogler. 1982. Biochemical Mechanism of The Natinutrional

Effect of Tannins. Di dalam : Harborne J.B The Flavonoids Advanced in Research. Chapman and Hall. London.

Cai, R., L.R Hacler dan K.H Jalaluddin. 2003. High Performance Liquid

Chromatography Determination of Phenolic Constituens in 17 Varieties of Cowpeas. J. Agric. Food Chem. 51 :1623-1627

Coppen, P.P 1983. The use of antioxidant. Di dalam: J.C. Allen dan R.J Hamilton,

editor. Rancidity in Foods. Applied Science Publishers, London. Damardjati, D. dan S. Widowati. 1995. Prospek Pengembangan Kacang Gude di

Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian IV(3) :53-59

81

Page 46: tempe daya simpan

DeMAn, J.M. 1989. Kimia Makanan. Penerbit ITB. Bandung. Duenas, Montserrat, D. Fernandez, T. Hernandez, I. Estrella dan R. Munoz. 2005.

Bioactive Phenolic Compounds of Cowpeas ( Vigna sinensis L). Modification by Fermentation with Natural Microflora and With Lactobacillus plantarum ATCC 14917. J Sci Food Agric 85:297-304.

Direktorat Gizi. 1990. Daftar Komposisi Makanan. Departemen Kesehatan RI,

Jakarta. Egounlety, M. Dan O.C. Aworth. 2003. Effect of Soaking, Dehulling, Cooking

and Fermentation With Rhizopus oligosporus on The Oligosaccharides, Trypsin Inhibitor, Phytic Acid and Tannins of Soybean (Glycine max Merr.), Cowpea (Vigna unguiculata L.Walp) and Grounbbean (Macrotyloma geocarpa Harms). J Food Engineering. 56 : 249-254

Gordon, M.H 1990. The Mechanism of Antioxidants Action In Vitro. Di dalam:

B.J.F. Hudson, editor. Food Antioxidants. Elsivier Applied Science, London.

Hamilton, R.J. 1983. The Chemistry Of Rancidity In Foods. Di dalam: J.C. Allen

dan R.J. Hamilton, editor. Rancidity in Foods. Applied science Publishers, London.

Hanani, E, A. Mun’im dan R. Sekarini. 2005. Identifikasi Senyawa Antioksidan

dalam Spons Callyspongia sp dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. 2(3):127-133.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia. ITB. Bandung. Hermana, M. K dan D. Karyadi. 1996. Health Significance of Tempeh for Human

Nutrition. Proceedings of the 2nd International Soybean Processing and Utilization Conference. January 8-13. Funny Publishing Limited Partnership, Bangkok Thailand.

Hilyatuzzahroh. 2006. Korelasi Kadar Tanin Pada Produk Teh Komersial dengan

Aktivitasnya Sebagai Senyawa Antibakteri EPEC K1-1. Skripsi. FMIPA-IPB. Bogor.

Karta, S.K. 1990 The Market Prospective for Tempeh in The Year 2000. ASA

Technical Buletin vol 13. Kasno, A., Trustinah dan T. Adisarwanto. 1991. Kacang Tunggak : Tanaman yang

Mudah Dibudidayakan, Toleran terhadap kekeringan dan Mempunyai Prospek Sebagai Alternatif Pemenuh Kebutuhan Akan Kacang-kacangan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian XIII (1) : 6-7.

82

Page 47: tempe daya simpan

Kurniawan. 2004. Katalog Data Paspor Plasma Nutfah Tanaman Pangan. Balai Besar Litbang Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian. Bogor.

Mardiah. 1992. Mempelajari Sifat Fungsional dan Nilai Gizi Tepung Tempe serta

Pengembangan Produk Olahannya Sebagai Makanan Tambahan Bagi Anak. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian-IPB. Bogor.

Novary, E. 1999. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Penebar Swadaya.

Jakarta. Pratt, D.E dan B.J.F Hudson. 1990. Natural Antioxidant Not Exploited

Commercially. Di dalam Food antioxidant. Hudson, B.J.F (ed) Elsevier Applied science, London.

Pratt, D.E. 1992. Natural Antioxidants From Plant Material. Di dalam : M.T.

Huang, C.T. Ho, dan C.Y. Lee, editor. Phenolic Compounds in Food and Their Effects on Health H. American Society, Washington DC.

Purwani, E.Y., W. Haliza, I. Agustinisari, Triyantini, H. Setianto dan E. Savitri.

2007. Pemanfaatan Kacang-kacangan untuk Produk Tempe. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta

Rubenstein, I., R.L Philips, C. E dan B.G Gengenbech (edt). 1979. The Plant

Seed Development, Preservation and Germination. Academic Press. New York.

Salisbury, F., dan Cleon W. Ross. 1995. Fisiologis Tumbuhan Jilid 2. Penerbit

ITB, Bandung. Singh, B.B., D.R Mohan Raj, K.E. Dashiell, dan L.E.N. Jackai. 1997. Advances

in Cowpea Research. Copublication of International Institute of Tropical Agriculture (IITA) and Japan International Research Center of Agricultural Sciences (JIRCAS). Nigeria.

SNI. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. Badan Standardisasi Nasional.

Jakarta. Staples, R.C dan G.H Toenniessen. 1981. Plant Disease Control. John Wiley. New

York. Shahidi, F. dan M. Naczk. 1995. Food Phenolics. Technomic pub. Co. Inc.

Lancester-Basel. Sutardi, Tranggono dan Hartuti. 1993. Aktifitas Fitase Pada Tahap-tahap

Pembuatan Tempe Kara Benguk, Kara Putih dan Gude Menggunakan Inokulum Rhizopus oligosporus NRRL 2710. Agritech 13(3) :1-5.

83

Page 48: tempe daya simpan

Taylorson, B.R (edt). 1984. Recent Advance in The Developmnet and Germination of Seeds. Plenum Press. New York.

Whitaker, J.R. 1978. Biochemical Changes Occuring During The Fermentation of

High Protein Foods. Food Technology 175. Zakaria, F.R. 1996.Sintesis Senyawa Radikal dan Elektrofil dalam dan Oleh

Komponen Pangan. Di dalam : Prosiding Seminar Senyawa Radikal dan Sistem Pangan : Reaksi Biomolekuler, Dampak terhadap Kesehatan dan Penangkalan. Kerjasama PSPG IPB dan Kedutaan Besar Perancis, Jakarta.

www.mediasehat.com. 14-08-2007. (14:30) (www.springerlink.com). 14-08-2007. (15.00)

84

Page 49: tempe daya simpan

85

Page 50: tempe daya simpan

Lampiran 1. Diagram alir pembuatan kecambah kacang tunggak

Kecambah bebas kulit

Kecambah kacang tunggak

Kecambah kering beku

Ditiriskan dan dikecambahkan selama 24 jam

Pengeringan menggunakan freeze dryer

Penggilingan menggunakan mesin

Pemisahan kulit biji dari kecambah

Direndam selama 4-5 jam

Kacang tunggak yang sudah dipisahkan dari kotorannya

Tepung kecambah kering beku

Kulit kacang tunggak

Analisa

86

Page 51: tempe daya simpan

Lampiran 2. Diagram alir pembuatan tempe kacang tunggak

Kacang tunggak yang sudah dipisahkan dari kotorannya

Direndam selama 7-8 jam

Kacang tunggak tanpa kulit

Dikupas kulit dengan mesin

Dikeringkan sinar matahari selama 2 hari

Kulit kacang tunggak

Direndam selama 4-5 jam

Direbus sampai mendidih (± 10 menit)

Direndam semalam

Dicuci bersih

A

87

Page 52: tempe daya simpan

A

Dikukus selama 30 menit

Ditiriskan dan didinginkan

Ditimbang sebanyak 100 gram

Diberi ragi tempe 1% dari berat kacang

Diaduk rata lalu dibungkus dengan

plastik berlubang

Tempe dipotong

Tempe

Dibiarkan dalam suhu ruang selama ± 24 jam

A

88

Page 53: tempe daya simpan

Dikeringkan dengan freeze dryer

Diblansir dengan uap

Digiling dengan mesin

Tepung tempe

A

Analisa

89

Page 54: tempe daya simpan

Lampiran 3. Prosedur analisis kacang tunggak, kecambah dan tempe kacang tunggak

1. Kadar Air ( SNI 01-2891-1992)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven biasa.

Sebanyak 3 gram sampel dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang

telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu

105oC – 110oC hingga berat konstan.

% 100 X W1

W2- W1 (%)Air Kadar =

W1 = berat sampel sebelum dikeringkan (gram)

W2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram)

2. Kadar Abu ( SNI 01-2891-1992)

Pengukuran kadar abu dilakukan dengan tanur. Sebanyak 5 gram

sampel yang sudah dihancurkan dimasukkan ke dalam cawan porselen.

Sampel didestruksi terlebih dahulu hingga terbentuk arang. Setelah itu,

sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550oC – 600oC sampai

terbentuk abu dan tercapai berat konstan.

% 100 X C

B -A (%)Abu Kadar =

A = berat cawan + abu (gram)

B = berat cawan (gram)

C = berat sampel (gram)

90

Page 55: tempe daya simpan

3. Kadar Lemak ( SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 2 gram sampel dibungkus dengan kertas saring

berbentuk tabung yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu

diekstraksi dengan pelarut heksana dalam peralatan soxhlet selama 6 jam.

Sampel yang masih dalam tabung kertas saring hasil ekstraksi diuapkan

dengan cara diangin-anginkan. Setelah itu dikeringkan dalam oven selama

1 jam, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang.

% 100 X C

B -A (%)Lemak Kadar =

A = Bobot kertas saring + sampel sebelum diuji kadar lemak (gram)

B = Bobot kertas saring + sampel setelah diuji kadar lemak (gram)

C = Bobot sampel awal (gram)

4. Kadar Protein ( SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 0,1 gram sampel ditimbang, kemudian ditambahkan

katalis Selenium dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai

bening (hijau). Selanjutnya didinginkan dan ditera dengan akuades hingga

100 ml, kemudian didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 30 persen

sebanyak 5 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan asam borat

2 persen yang ditambahkan indikator metil red dan bromocresol green.

Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan HCl 0,01 N.

1000contoh x gram14,007 x HCl N x fp x ))contoh - blanko ( titrasiml ( N TotalPersen =

fp = faktor pengenceran

Kadar Protein (%) = Persen total N x faktor konversi

91

Page 56: tempe daya simpan

5. Serat Kasar ( SNI 01-2891-1992) 5. Serat Kasar ( SNI 01-2891-1992)

Sebanyak 2-4 g contoh ditimbang. Contoh dihilangkan lemaknya

dengan cara soxlet atau dengan cara mengaduk di dalam pelarut organik

sebanyak tiga kali. Contoh dikeringkan dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml. Sebanyak 50 ml larutan H2SO4 1.25 persen

ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Lalu dididihkan selama 30 menit

dengan menggunakan pendingin tegak.

Sebanyak 2-4 g contoh ditimbang. Contoh dihilangkan lemaknya

dengan cara soxlet atau dengan cara mengaduk di dalam pelarut organik

sebanyak tiga kali. Contoh dikeringkan dan dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 500 ml. Sebanyak 50 ml larutan H2SO4 1.25 persen

ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Lalu dididihkan selama 30 menit

dengan menggunakan pendingin tegak.

Setelah itu, sebanyak 50 ml larutan NaOH 3.25 persen

ditambahkan, lalu dididihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan

panas, contoh disaring dengan penyaring vakum yang berisi kertas saring

tak berabu Whatman yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

Endapan yang terdapat dalam kertas saring dicuci berturut-turut dengan

H2SO4 1.25 persen panas, air panas dan etanol 95 persen. Setelah itu,

kertas saring diangkat dan dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah

diketahui bobotnya. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC, lalu

didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Bila ternyata serat kasar

lebih besar dari satu, maka kertas saring diabukan beserta isinya kemudian

ditimbang sampai bobot tetap.

Setelah itu, sebanyak 50 ml larutan NaOH 3.25 persen

ditambahkan, lalu dididihkan kembali selama 30 menit. Dalam keadaan

panas, contoh disaring dengan penyaring vakum yang berisi kertas saring

tak berabu Whatman yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

Endapan yang terdapat dalam kertas saring dicuci berturut-turut dengan

H2SO4 1.25 persen panas, air panas dan etanol 95 persen. Setelah itu,

kertas saring diangkat dan dimasukkan ke dalam kotak timbang yang telah

diketahui bobotnya. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC, lalu

didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Bila ternyata serat kasar

lebih besar dari satu, maka kertas saring diabukan beserta isinya kemudian

ditimbang sampai bobot tetap.

% 100 X A

B (%)kasar Serat = % 100 X A

B (%)kasar Serat =

Jika serat kasar > 1 % : Jika serat kasar > 1 % :

% 100 X B-A

C (%)kasar Serat =

A = bobot contoh (gram) A = bobot contoh (gram)

B = bobot endapan dalam kertas saring (gram) B = bobot endapan dalam kertas saring (gram)

C = bobot abu (gram) C = bobot abu (gram)

92 92

Page 57: tempe daya simpan

6. Kadar Karbohidrat (Carbohydrate by Difference)

% karbohidrat = 100 % - (% protein + % lemak + % kadar air +

% kadar abu)

7. Kadar Tanin (AOAC,1984)

Persiapan kurva standar

Larutan standar dibuat dengan melarutkan 100 mg asam tanat ke

dalam 100 ml air suling, kocok dan diencerkan sampai satu liter ( 1 ml =

0.1 mg asam tanat ), dibuat larutan segar setiap analisis. Ditambahkan 2

ml pereaksi Folin-Denis ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi 50-70

ml air suling, kemudian dipipet 0.3, 0.6, 0.9, 1.2 dan 1.5 ml larutan standar

asam tanat lalu ditambahkan 5 ml larutan Na2CO3 jenuh ke dalam masing-

masing labu dan tepatkan hingga 100 ml dengan air suling. Setelah itu

dikocok dan dibiarkan selama 40 menit, kemudian diukur absorbansinya

pada panjang gelombang 725 nm dengan dibuat kurva standar.

Pengukuran contoh

Contoh yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 2 g dan

dimasukkan ke dalam labu didih 500 ml, lalu ditambahkan 350 ml air

suling dan direfluks selama tiga jam kemudian didinginkan. Setelah itu

dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 500 ml dan ditepatkan

dengan air suling. Lalu disaring kemudian dipipet 2 ml filtrat ke dalam

labu takar 100 ml dan ditambahkan 2 ml pereaksi Folin-Denis serta 5 ml

Na2CO3 jenuh. Setelah ditepatkan lalu dibiarkan selama 40 menit,

kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm.

93

Page 58: tempe daya simpan

8. Total Fenol (Becker dan Siddhuraju, 2006)

Ektraksi Pelarut

Sebanyak 10 g contoh diaduk dengan 100 ml aseton 70 persen

pada suhu 25oC selama 24 jam dan disaring menggunakan kertas saring

Whatman. Residu yang diperolah diekstrak kembali dengan 50 ml aseton

70 persen selama tiga jam. Larutan yang dihasilkan disatukan dan

dievaporasi vakum pada suhu 40oC, kemudian sisa air dihilangkan dengan

metode pengeringan beku.

Pengukuran contoh

Ekstrak contoh dimasukkan ke dalam tabung skala dan ditepatkan

volumenya hingga 1 ml dengan air suling. Setelah itu ditambahkan 0.5 ml

pereaksi Folin-Ciocalteau : air (1 : 1 v/v) dan 2.5 ml larutan Na2CO3

20 persen ke masing-masing tabung. Setelah divorteks, tabung disimpan

pada ruang gelap selama 40 menit dan diukur absorbansinya pada panjang

gelombang 725 nm. Kurva standar dibuat menggunakan asam tanat.

5. Aktivitas Antiosidan

Pembuatan Ekstrak (Hanani et al., 2005)

Bahan sejumlah 10 g dimaserasi selama enam jam dalam 100 ml

aseton, sambil sekali-kali dikocok. Lapisan aseton dipisahkan, kemudian

maserasi diulang dengan cara yang sama sampai filtrat aseton tidak

berwarna. Residu dimaserasi lebih lanjut menggunakan metanol 100 ml

dengan cara yang sama, ulangi sampai lapisan metanol tidak berwarna.

Filtrat yang diperoleh disatukan, diuapkan menggunakan rotary

evaporator sampai diperoleh ekstrak kental.

94

Page 59: tempe daya simpan

95

Uji aktivitas antioksidan metode DPPH (Blois,1958)

Ekstrak dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam berbagai

konsentrasi ( 10, 30, 50 dan 70 ppm). Masing-masing dimasukkan ke

dalam tabung reaksi. Ke dalam tiap tabung reaksi ditambahkan 500µl

larutan DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) 1mM dalam metanol. Volume

dicukupkan sampai 5 ml, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 30

menit, selanjutnya serapannya diukur pada panjang gelombang 515 nm.

Sebagai kontrol positif, dan untuk pembanding digunakan vitamin C

(konsentrasi 2, 3, 4 dan 5 ppm) dan BHT (konsentrasi 2, 4, 6 dan 8 ppm).

Nilai IC50 dihitung masing-masing dengan menggunakan rumus

persamaan regresi.

6. Penentuan Senyawa Fenolik Metode High Performance Liquid

Chromatography (HPLC) ( Duenas et.al., 2005)

Sebanyak 10 g contoh dimaserasi dengan 3 x 80 ml larutan

metanol-HCl (1o/oo) : air (80:20 v/v), kemudian diekstraksi kembali

dengan dietil eter dan etil asetat masing-masing sebanyak 3 kali. Larutan

yang diperoleh disatukan dan dikeringkan menggunakan Na2SO4 dan

dievaporasi dengan kondisi vakum. Lalu residu dilarutkan pada sedikit

metanol : air (1 : 1 v/v). Sampel disaring menggunakan kertas saring

selulosa asetat 0.45 μm, kemudian dianalisa menggunakan High

Performance Liquid Chromatography (HPLC)-Waters. Adapun

spesifikasi HPLC yang digunakan, yaitu :

- Detektor UV Visible

- No. Seri 2487 dual λ absorbance

- Kolom C18

- Panjang gelombang 254 nm

- Laju alir 0.5 ml/menit

- Pompa 515

Page 60: tempe daya simpan

96

Replikasi SimpanganJenis Sampel Komponen kimia (%) 1 2 3 Rata-rata Baku

KoefisienVarian

Abu 3.45 3.49 3.65 3.53 0.11 0.03 Lemak 1.4 1.38 1.5 1.43 0.06 0.04 Protein 18.96 18.76 19.35 19.02 0.30 0.02 Serat Kasar 7.13 7.01 6.44 6.86 0.37 0.05

Kacang Tunggak

Karbohidrat 60.53 60.89 60.5 60.64 0.22 0.00 Abu 4.8 4.69 4.98 4.82 0.15 0.03 Lemak 1.67 1.81 1.68 1.72 0.08 0.05 Protein 26.95 25.79 27.19 26.64 0.75 0.03 Serat Kasar 1.52 1.83 1.73 1.69 0.16 0.09

Kecambah Kacang Tunggak

Karbohidrat 52.63 53.97 52.04 52.88 0.99 0.02 Abu 0.99 1.03 1.08 1.03 0.05 0.04 Lemak 2.33 2.69 2.47 2.49 0.18 0.07 Protein 32.62 32.92 33.52 33.02 0.46 0.01 Serat Kasar 4.27 3.51 3.55 3.78 0.43 0.11

Tempe Kacang Tunggak

Karbohidrat 53.12 53.43 53.06 53.2 0.20 0.00

Lampiran 4. Komposisi kimia kacang tunggak, kecambah dan tempe kacang tunggak

Page 61: tempe daya simpan

Lampiran 5. Hasil uji t kadar abu, lemak, protein, serat kasar dan karbohidrat

a. Kadar Abu Kacang Tunggak Utuh, Kecambah, Tempe Kacang Tunggak

Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 3.5300 0.1058 0.0611 C2 3 4.8233 0.1464 0.0845 Difference 3 -1.2933 0.0814 0.0470 95% CI for mean difference: (-1.4957, -1.0910) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -27.50 P-Value = 0.001 Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 3.5300 0.1058 0.0611 C3 3 1.0333 0.0451 0.0260 Difference 3 2.4967 0.0635 0.0367 95% CI for mean difference: (2.3389, 2.6544) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 68.09 P-Value = 0.000

b. Kadar Lemak Kacang Tunggak Utuh, Kecambah, Tempe Kacang Tunggak

Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 1.4267 0.0643 0.0371 C2 3 1.7200 0.0781 0.0451 Difference 3 -0.2933 0.1266 0.0731 95% CI for mean difference: (-0.6079, 0.0212) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -4.01 P-Value = 0.057 Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 1.427 0.064 0.037 C3 3 2.497 0.181 0.105 Difference 3 -1.070 0.209 0.121 95% CI for mean difference: (-1.589, -0.551) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -8.88 P-Value = 0.012

97

Page 62: tempe daya simpan

c. Kadar Protein Kacang Tunggak Utuh, Kecambah, Tempe Kacang Tunggak

Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 19.023 0.300 0.173 C2 3 26.643 0.749 0.432 Difference 3 -7.620 0.516 0.298 95% CI for mean difference: (-8.903, -6.337) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -25.56 P-Value = 0.002 Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 19.023 0.300 0.173 C3 3 33.020 0.458 0.265 Difference 3 -13.997 0.292 0.168 95% CI for mean difference: (-14.721, -13.272) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -83.14 P-Value = 0.000

d. Kadar Serat Kasar Kacang Tunggak Utuh, Kecambah, Tempe Kacang Tunggak

Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 6.860 0.369 0.213 C2 3 1.693 0.158 0.091 Difference 3 5.167 0.450 0.260 95% CI for mean difference: (4.048, 6.285) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 19.88 P-Value = 0.003 Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 6.860 0.369 0.213 C3 3 3.777 0.428 0.247 Difference 3 3.083 0.361 0.209 95% CI for mean difference: (2.186, 3.980) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 14.79 P-Value = 0.005

98

Page 63: tempe daya simpan

99

e. Kadar Karbohidrat Kacang Tunggak Utuh, Kecambah, Tempe Kacang Tunggak

Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 60.640 0.217 0.125 C2 3 52.880 0.989 0.571 Difference 3 7.760 0.779 0.450 95% CI for mean difference: (5.824, 9.696) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 17.24 P-Value = 0.003

Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 60.640 0.217 0.125 C3 3 53.203 0.199 0.115 Difference 3 7.4367 0.0252 0.0145 95% CI for mean difference: (7.3742, 7.4992) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 511.83 P-Value = 0.000

Paired T for C2 - C3 N Mean StDev SE Mean C2 3 52.880 0.989 0.571 C3 3 53.203 0.199 0.115 Difference 3 -0.323 0.793 0.458 95% CI for mean difference: (-2.294, 1.647) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -0.71 P-Value = 0.55

Page 64: tempe daya simpan

Total Fenol (%) Replikasi Jenis Sampel

1 2 3 Rata-rata Simpangan

Baku Koefisien Varian

Kacang Tunggak 10.48 10.26 11.8 10.85 0.83 0.08 Kecambah Kacang Tunggak 8.44 8.64 8.49 8.52 0.10 0.01 Tempe Kacang Tunggak 8.54 8.62 9.34 8.83 0.44 0.05

100

Lampiran 6. Total fenol pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan fermentasi

Page 65: tempe daya simpan

101

Lampiran 7. Hasil uji t total fenol Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 10.847 0.833 0.481 C2 3 8.523 0.104 0.060 Difference 3 2.323 0.880 0.508 95% CI for mean difference: (0.138, 4.509) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 4.57 P-Value = 0.045 Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 10.847 0.833 0.481 C3 3 8.833 0.441 0.254 Difference 3 2.013 0.415 0.240 95% CI for mean difference: (0.983, 3.044) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 8.41 P-Value = 0.014 Paired T for C2 - C3 N Mean StDev SE Mean C2 3 8.523 0.104 0.060 C3 3 8.833 0.441 0.254 Difference 3 -0.310 0.471 0.272 95% CI for mean difference: (-1.481, 0.861) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = -1.14 P-Value = 0.373

Page 66: tempe daya simpan

Kadar Tanin (%) Replikasi Jenis Sampel

1 2 3 Rata-rata Simpangan

Baku Koefisien Varian

Kacang Tunggak 0.39 0.38 0.38 0.383 0.01 0.02 Kecambah Kacang Tunggak 0.3 0.3 0.29 0.297 0.01 0.02 Tempe Kacang Tunggak 0.24 0.27 0.26 0.257 0.02 0.06

102

Lampiran 8. Kadar tanin pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan fermentasi

Page 67: tempe daya simpan

Lampiran 9. Hasil uji t kadar tanin Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 0.38333 0.00577 0.00333 C2 3 0.29667 0.00577 0.00333 Difference 3 0.08667 0.00577 0.00333 95% CI for mean difference: (0.07232, 0.10101) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 26.00 P-Value = 0.001

Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 0.38333 0.00577 0.00333 C3 3 0.25667 0.01528 0.00882 Difference 3 0.1267 0.0208 0.0120 95% CI for mean difference: (0.0750, 0.1784) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 10.54 P-Value = 0.009

Paired T for C2 - C3 N Mean StDev SE Mean C2 3 0.29667 0.00577 0.00333 C3 3 0.25667 0.01528 0.00882 Difference 3 0.0400 0.0173 0.0100 95% CI for mean difference: (-0.0030, 0.0830) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 4.00 P-Value = 0.057

103

Page 68: tempe daya simpan

Lampiran 10. Kromatogram High Performance Liquid Chromatography (HPLC) pada kacang tunggak

Asam p-kumarat

104

Page 69: tempe daya simpan

Lampiran 11. Kromatogram High Performance Liquid Chromatography (HPLC) pada kecambah kacang tunggak

Asam p-kumarat

105

Page 70: tempe daya simpan

106

Lampiran 12. Kromatogram High Performance Liquid Chromatography (HPLC) pada tempe kacang tunggak

a. Asam p-kumarat

b. Asam ferulat

Page 71: tempe daya simpan

Replikasi 1 2 3

Konsentrasi Aktivitas IC50 Konsentrasi Aktivitas IC50 Konsentrasi Aktivitas IC50Jenis Sampel

(μg/ml) Peredaman

(%) ( μg/ml) ( μg/ml) Peredaman

(%) ( μg/ml) ( μg/ml) Peredaman

(%) ( μg/ml)

Rata- rata

Simpangan Baku

Koefisien Varian

10 15.4 46.99 10 16.2 46.3 10 15.7 46.23 46.51 0.42 0.01 30 28.5 30 28.3 30 29.3 50 53.8 50 54.9 50 54.8

Kacang Tunggak

70 83.6 70 87.6 70 85.8 10 11.8 42.18 10 21.3 43.67 10 20.3 42.08 42.64 0.89 0.02 30 35.8 30 37.4 30 37.2 50 59.1 50 55.8 50 58.4

Kecambah Kacang Tunggak

70 89.1 70 90.1 70 89.2 10 25.4 27.85 10 26.4 27.8 10 25.8 28.5 28.05 0.39 0.01 30 52.8 30 52.9 30 51.9 50 74.1 50 76.2 50 75.6

Tempe Kacang Tunggak

70 91.3 70 98.1 70 96.5

59

Lampiran 13. Aktifitas antioksidan pada kacang tunggak selama proses perkecambahan dan fermentasi

Page 72: tempe daya simpan

Lampiran 14. Hasil uji t aktifitas antioksidan Paired T-Test and CI: C1, C2 Paired T for C1 - C2 N Mean StDev SE Mean C1 3 46.507 0.420 0.243 C2 3 42.643 0.891 0.514 Difference 3 3.863 1.118 0.645 95% CI for mean difference: (1.086, 6.640) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 5.99 P-Value = 0.027

Paired T-Test and CI: C1, C3 Paired T for C1 - C3 N Mean StDev SE Mean C1 3 46.507 0.420 0.243 C3 3 28.050 0.391 0.225 Difference 3 18.457 0.706 0.408 95% CI for mean difference: (16.703, 20.210) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 45.28 P-Value = 0.000 Paired T-Test and CI: C2, C3 Paired T for C2 - C3 N Mean StDev SE Mean C2 3 42.643 0.891 0.514 C3 3 28.050 0.391 0.225 Difference 3 14.593 1.167 0.674 95% CI for mean difference: (11.693, 17.494) T-Test of mean difference = 0 (vs not = 0): T-Value = 21.65 P-Value = 0.002

60

Page 73: tempe daya simpan

Lampiran 15. Analisis finansial tempe kacang tunggak (Purwani, et al. 2007).

Tempe Kacang Tunggak Harga (Rp) Komponen

Satuan Volume Satuan Total

Biaya Investasi Bangunan lengkap dengan rak m2 20 1 000 000 20 000 000 perendam dan tungku Pompa dan rak-rak fermentasi paket 1 1 000 000 1 000 000 Mesin pengupas unit Total Investasi 21 000 000 Biaya Operasional Biaya Tetap Penyusutan mesin 20% / tahun paket 1 4 200 000 4 200 000 Upah HOK 350 15 000 5 250 000 Transportasi pemasaran hari 350 30 000 10 500 000 Biaya tidak tetap Kacang tunggak kg 17500 6 200 108 500 000 Utilitas hari 350 1 000 350 000 kemasan pak 3150 2 000 6 300 000 Ragi pak 0.5 7 000 3 500 Kayu bakar hari 350 2 500 875 000 Total Biaya Operasional 135 978 500 Penerimaan Penjualan tempe bungkus 175000 932 163 100 000 Keuntungan 27 121 500 Perbandingan B/C 0.2 Perbandingan R/C 1.2

61