tektonik regional jawa
TRANSCRIPT
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 1/7
Tektonik Regional Jawa Barat
Filed under: Tektonik — Arie @ 9:46 am
Tags: ciletuh, formasi ciletuh, geologi, Regional, subduction zone, sukabumi, tektonik jawa
barat, tektonik regional
Pendahuluan
Geologi Jawa Barat merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki daya tarik
tersendiri. Aktifitas geologi yang telah berlangsung selama berjuta-juta tahun di wilayah ini
menghasilkan berbagai jenis batuan mulai dari batuan sedimen, batuan beku (ekstrusif dan
intrusif) dan batuan metamorfik dengan umur yang beragam. Akibat proses tektonik yang terus berlangsung hingga saat ini, seluruh batuan tersebut telah mengalami pengangkatan, pelipatan
dan pensesaran.
Dari sudut pandang ilmu kebumian, daerah Jawa Barat sangat menarik untuk dipelajari karena
geologi daerah ini dikontrol oleh hasil aktifitas tumbukan dua lempeng yang berbeda jenis.Lempeng yang pertama berada di bagian utara berkomposisi granitis yang selanjutnya
dinamakan sebagai Lempeng Benua Eurasia, selanjutnya lempeng yang kedua berada di selatan
berkomposisi basaltis yang selanjutnya dinamakan sebagai Lempeng Samudra Hindia-Australia.Kedua lempeng ini saling bertumbukan yang mengakibatkan Lempeng Samudra menunjam di
bawah Lempeng Benua. Zona tumbukan ( subduction zone), membentuk morfologi menyerupai
lembah curam yang dinamakan sebagai palung laut (trench). Di dalam palung ini terakumulasi berbagai jenis batuan terdiri atas batuan sedimen laut dalam ( Pelagic sediment ), batuan
metamorfik (batuan ubahan) dan batuan beku berkomposisi basa hingga ultra basa (ofiolit ).
Percampuran berbagai jenis batuan di dalam palung ini dinamakan sebagai batuan bancuh(batuan campur aduk) atau dkenal sebagai batuan melange.
Jejak-jejak aktifitas tumbukan lempeng masa lampau (paleosubduk) dapat dilihat di daerah
Ciletuh, Sukabumi. Di daerah ini tersingkap batuan “melange Ciletuh” yang berumur Kapur dan
merupakan salah satu batuan tertua di Jawa yang dapat diamati di permukaan. Daerah lain diJawa yang juga memiliki batuan sama adalah daerah Karangsambung di Kebumen, Jawa tengah
dan Pegunungan Jiwo di Bayat, Jogyakarta.
Fisiografi Regional
Aktifitas geologi Jawa Barat menghasilkan beberapa zona fisiografi yang satu sama lain dapat
dibedakan berdasarkan morfologi, petrologi dan struktur geologinya. Van Bemmelen (1949),
membagi daerah Jawa Barat ke dalam 4 besar zona fisiografi, masing-masing dari utara keselatan adalah Zona Dataran Pantai Jakarta, Zona Bogor, Zona Bandung dan Zona Pegunungan
Selatan..
Zona Dataran Pantai Jakarta menempati bagian utara Jawa membentang barat-timur mulai dariSerang, Jakarta, Subang, Indramayu hingga Cirebon. Darah ini bermorfologi pedataran dengan
batuan penyusun terdiri atas aluvium sungai/pantai dan endapan gunungapi muda.
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 2/7
Zona Bogor menempati bagian selatan Zona Dataran Pantai Jakarta, membentang mulai dari
Tangerang, Bogor, Purwakarta, Sumedang, Majalengka dan Kuningan. Zona Bogor umumnya
bermorfologi perbukitan yang memanjang barat-timur dengan lebar maksimum sekitar 40 km.Batuan penyusun terdiri atas batuan sedimen Tersier dan batuan beku baik intrusif maupun
ekstrusif. Morfologi perbukitan terjal disusun oleh batuan beku intrusif, seperti yang ditemukan
di komplek Pegunungan Sanggabuana, Purwakarta. Van Bemmelen (1949), menamakanmorfologi perbukitannya sebagai antiklinorium kuat yang disertai oleh pensesaran.
Zona Bandung yang letaknya di bagian selatan Zona Bogor, memiliki lebar antara 20 km hingga
40 km, membentang mulai dari Pelabuhanratu, menerus ke timur melalui Cianjur, Bandung
hingga Kuningan. Sebagian besar Zona Bandung bermorfologi perbukitan curam yangdipisahkan oleh beberapa lembah yang cukup luas. Van Bemmelen (1949) menamakan lembah
tersebut sebagai depresi diantara gunung yang prosesnya diakibatkan oleh tektonik (intermontane
depression). Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogenyang ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik yang
kuat, batuan tersebut membentuk struktur lipatan besar yang disertai oleh pensesaran. Zona
Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (van Bemmelen, 1949).
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek, (1946),
menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah
Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan bagiandari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran tinggi (pletau) Zona Pegunungan
Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai
Plateau Jampang.
Pola Sesar
Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra indraja (citra landsat) daerah Jawa Barat,diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga merupakan hasil proses
pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utara-selatan, timurlaut-baratdaya
dan baratlaut-tenggara. Secara regional struktur sesar berarah timurlaut-baratdaya dikelompokansebagai Pola Meratus, sesar berarah utara-selatan dikelompokan sebagai Pola Sunda dan sesar
berarah barat-timur dikelompokan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah barat-timur
umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi.
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur regional
yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan Sesar Lembang.
Ketiga sesar tersebut untuk pertamakalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen (1949) dandiduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari Teluk
Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung
Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang. Secarakeseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar mendatar hingga
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 3/7
oblique (miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola
Meratus.
Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di Kadipaten-Majalengka
(Bemmelen, 1949). Bentangan jalur sesar Baribis dipandang berbeda oleh peneliti lainnya.Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar naik Baribis menerus ke arah tenggara melalui
kelurusan Lembah Sungai Citanduy, sedangkan oleh Simandjuntak (1986), ditafsirkan meneruske arah timur hingga menerus ke daerah Kendeng (Jawa Timur). Penulis terakhir ini
menamakannya sebagai “Baribis-Kendeng Fault Zone”. Secara tektonik sesar Baribis mewakili
umur paling muda di Jawa, yaitu pembentukannya terjadi pada periode Plio-Plistosen.Selanjutnya oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola Jawa.
Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang sepanjang kurang lebih 30 km
dengan arah barat-timur. Sesar ini berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok bagian utara
relatif turun membentuk morfologi pedataran (pedataran Lembang). Van Bemmelen (1949),
mengkaitkan pembentukan sesar Lembang dengan aktifitas Gunung Sunda (G. Tanggubanprahumerupakan sisa-sisa dari Gunung Sunda), dengan demikian struktur sesar ini berumur relatif
muda yaitu Plistosen.
Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola Sunda umumnya berkembang di utara Jawa (LautJawa). Sesar ini termasuk kelompok sesar tua yang memotong batuan dasar (basement) dan
merupakan pengontrol dari pembentukan cekungan Paleogen di Jawa Barat.
Mekanisme pembentukan struktur geologi Jawa Barat terjadi secara simultan di bawah pengaruh
aktifitas tumbukan lempeng Hindia-Australia dengan lempeng Eurasia yang beralangsung sejak Zaman Kapur hingga sekarang. Posisi jalur tumbukan (subduction zone) dalam kurun waktu
tersebut telah mengalami beberapa kali perubahan. Pada awalnya subduksi purba (paleosubduk)terjadi pada umur Kapur, dimana posisinya berada pada poros tengah Jawa sekarang. Jalurnyasubduksinya berarah relatif barat-timur melalui daerah Ciletuh-Sukabumi, Jawa Barat menerus
ke timur memotong daerah Karangsambung-Kebumen, Jawa Tengah. Jalur paleosubduk ini
selanjutnya menerus ke Laut Jawa hingga mencapai Meratus, Kalimantan Timur (Katili, 1973).Penulis ini menarik jalur paleosubduk berdasarkan pada singkapan melange yang tersingkap di
Ciletuh (Sukabumi), Karangsambung (Kebumen) dan Meratus (Kalimantan Timur). Berdasarkan
penanggalan radioaktif yang dialkukan terhadap beberapa contoh batuan melange, diketahuiumur batuannya adalah Kapur.
Peristiwa subduksi Kapur diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan endapan gunungapi
berumur Eosen. Di Jawa Barat, endapan gunungapi Eosen diwakili oleh Formasi Jatibarang dan
Formasi Cikotok. Formasi Jatibarang menempati bagian utara Jawa dan pada saat ini sebarannya berada di bawah permukaan, sedangkan Formasi Cikotok tersingkap di daerah Bayah dan
sekitarnya.
Jalur gunungapi (vulcanic arc) yang umurnya lebih muda dari dua formasi tersebut di atas adalah
Formasi Jampang. Formasi ini berumur Miosen yang ditemukan di Jawa Barat bagian selatan.
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 4/7
Dengan demikian dapat ditafsirkan telah terjadi pergeseran jalur subduksi dari utara ke arah
selatan.
Untuk ketiga kalinya, jalur subduksi ini berubah lagi. Pada saat sekarang, posisi jalur subduksi berada Samudra Hindia dengan arah relatif barat-timur. Kedudukan jalur subduksi ini
menghasilkan aktifitas magmatik berupa pemunculan sejumlah gunungapi aktif. Beberapagunungapi aktif yang berkaitan dengan aktifitas subduksi tersebut, antara lain G. Salak, G. Gede,
G. Malabar, G. Tanggubanprahu dan G. Ciremai.
Walaupun posisi jalur subduksi berubah-ubah, namun jalur subduksinya relatif sama, yaitu
berarah barat-timur. Posisi tumbukan ini selanjutnya menghasilkan sistem tegasan (gaya) berarah
utara-selatan.
Aktifitas tumbukan lempeng di Jawa Barat, menghasilkan sistem tegasan (gaya) berarah utara-selatan.
TEKTONIK DAERAH CILETUH
Ciletuh yang secara adminstratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi memiliki
geologi yang unik. Di daerah ini tersingkap batuan campur aduk (mélange) yang berumur Kapur
dan batuan sediment berumur Paleogen. Kelompok batuan Pra-Tersier merupakan satuan batuantertua yang tersingkap di permukaan daratan Pulau Jawa. Di Pulau Jawa sendiri ada tiga lokasi
yang memiliki singkapan batuan tertua, yaitu di daerah Ciletuh ( Sukabumi-Jawa Barat), daerah
Karangsambung (Kebumen-Jawa Tengah) dan di daerah Bayat (Klaten, Yogyakarta).
Yang unik dari singkapan batuan Pra-Tersier di daerah Ciletuh adalah seluruh singkapan
batuannya berada di dalam suatu lembah besar menyerupai amphiteather dengan bentuk tapal
kuda yang terbuka ke arah Samudra Hindia.
Morfologi lembah Ciletuh dibatasi oleh dataran tinggi Jampang ( Plateau Jampang ) dengankemiringan lereng yang sangat terjal hingga mendekati vertikal. Di atas dataran tinggi ini, kita
dapat menikmati pemandangan lembah Ciletuh yang indah dengan latar belakang Samudra
Hindia dengan pulau-pulau kecil di sekitar pantainya.
Di dalam lembah Ciletuh, kita dapat melihat rangkaian bukit-bukit kecil dan bukit soliter (berdirisendiri) yang batuannya disusun oleh batuan Pra-Tersier dan sedimen Paleogen. Beberapa
morfologi bukit yang dapat dengan jelas dilihat dari daerah tinggian ini, antara lain Pr. Beas dan
Gunung Badak.
Batuan Pra-Tersier disusun oleh batuan beku basa dan ultra basa, terdiri atas gabro dan peridotit,sedangkan batuan berumur sedimen Paleogen terdiri atas batupasir greywacke, tuf, batupasir
kuarsa dan konglomerat. Kelompok batuan Pra-Tersier dan Paleogen juga sebagai penyusun
utama di Pulau Mandra, Pulau Kunti, Pulau Manuk dan pulau-pulau kecil lainnya yang berada disekitar pantai Ciletuh.
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 5/7
Secara stratigrafi batuan Pra-Tersier dan Paleogen di dalam di lembah Ciletuh ditindih secara
tidak selaras oleh Formasi Jampang yang berumur Miosen. Batuan Formasi Jampang terdiri atas
breksi vulkanik, lava dan tuf, dengan kemiringan perlapisan batuan kurang dari 15°. Selanjutnyasecara regional Formasi Jampang membentuk morfologi dataran tinggi yang luas ( plateau
Jampang ) dan merupakan pembatas lembah Ciletuh.
Dari hasil penafsiran citra landsat dan pengukuran bidang struktur di lapangan, diketahui struktur
geologi daerah Ciletuh terdiri atas struktur lipatan dan sesar. Struktur lipatan terdiri atas antiklindan sinklin, sedangkan struktur sesar terdiri atas sesar mendatar, sesar naik dan sesar oblique
(sesar miring).
Besar sudut kemiringan bidang perlapisan batuan sedimen Paleogen umumnya berkisar antara
20° hingga 40°. Struktur lipatan umumnya berarah barat-timur hingga timurlaut-baratdaya.Struktur lipatan ini terbentuk akibat gaya-gaya kompresional dengan sistem tegasan berarah
utara-selatan.
Struktur sesar daerah Ciletuh juga terbentuk akibat gaya-gaya kompresional berarah utara-selatan. Struktur sesar ini memotong batuan mulai dari umur Pra-Tersier hingga Neogen.
Penyebaran satuan batuan di dalam lembah Ciletuh, umumnya dikontrol oleh struktur sesar. Dari
hasil intrepretasi citra landsat dan data lapangan, diketahui bahwa struktur sesarnya berjenis
sesar naik, sesar mendatar dan sesar miring (oblique). Umumnya sesar tersebut berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara dan timurlaut-baratdaya.
Sejarah Geologi Ciletuh
Daerah Ciletuh pada saat ini terletak pada lingkungan tektonik busur vulkanik dari sistem
tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Hindia Australia. Lempeng Eurasia bersifat
granitis (dinamakan juga sebagai lempeng benua) sedangkan Lempeng Hindia-Australia bersifat basaltis (dinamakan juga sebagai lempeng samudra). Posisi jalur tumbukan kedua lempeng
berada di Samudra Hindia.
Dari waktu ke waktu, posisi jalur tumbukan dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisigeologinya pada saat itu. Pada Zaman Kapur, posisi jalur tumbukan berada di daerah Ciletuh
sekarang. Akibat dari pertemuan kedua lempeng tersebut, daerah Ciletuh pada saat itu berada di
lingkungan laut dalam. Morfologi dasar laut yang dibentuk oleh aktifitas tumbukan kedualempeng tersebut menyerupai parit atau palung curam (trench) yang memanjang dengan arah
barat-timur.
Di dalam palung (zona tumbukan) terakumulasi sedimen laut dalam (sediment pelagic) berupalapisan lempung dan batugamping klastik. Disamping itu, di dalam zona tumbukan terjadi proses percampuran batuan yang mekanismenya dapat terjadi secara tektonik dan sedimenter.
Batuan campur aduk (batuan bancuh) dinamakan pula sebagai melange, batuannya terdiri atas
batuan beku, batuan metamorfik dan batuan sedimen. Apabila proses percampuran batuannya
akibat tektonik dinamakan sebagai “melange tektonik” dan apabila prosesnya akibat sedimentasimaka dinamakan sebagai “melange sedimenter” atau olistostrom. Di dalam lembah Ciletuh,
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 6/7
batuan melange terdiri atas batuan basa dan ultra basa (Ofiolit ), seperti peridotit, serpentinit,
gabro dan basalt.
Batuan melange Ciletuh selanjutnya ditutupi secara tidak selaras oleh batuan sedimen FormasiCiletuh. Formasi Ciletuh terdiri atas metasedimen, breksi dan greywacke. Di dalam lembah
Ciletuh, satuan batuan tersebut dapat dijumpai di daerah bermorfologi bergelombang dan di beberapa daerah sekitar pantai.
Daerah Ciletuh yang semula berupa cekungan pada akhirnya penuh dengan isian sedimen(Formasi Ciletuh) dan pada saat yang bersamaan tektonik pengangkatan terus belangsung.
Akibat proses geologi ini, daerah Ciletuh untuk pertama kalinya berubah menjadi daratan.
Morfologi daratan Ciletuh pada saat itu terdiri atas perbukitan (tinggian) dan lembah (rendahan).
Bentuk morfologi tersebut dikontrol oleh sesar-sesar normal yang diakibatkan oleh tektonik regangan.
Pada bagian rendahan mulai terakumulasi sediment sungai, terdiri atas lapisan pasir kuarsa dankonglomerat. Satuan batuan tersebut pada akhirnya dinamakan sebagai Formasi Bayah
(Martodjojo, 1984). Selanjutnya tektonik regangan ini makin intensif sehingga sebaransedimennya makin luas dan tebal serta dibeberapa tempat sudah mulai terbentuk sedimen di
lingkungan transisi dan delta.
Tektonik regangan yang terjadi pada saat itu, mengawali pembentukan cekungan (selanjutnya
dinamakan sebagai Cekungan Bogor) dan pada tahap selanjutnya, daerah Ciletuh kembalitenggelam menjadi lautan. Secara tektonik daerah Ciletuh pada saat itu berada di lingkungan
Cekungan Belakang Busur.
Ciletuh kembali menjadi daratan pada kala Plio-Plistosen. Pada saat itu tektonik kompresi diJawa berlangsung secara besar-besaran. Seluruh batuan di dalam Cekungan Bogor mengalami pengangkatan, perlipatan dan pensesaran yang menyebabkan sebagian besar Cekungan Bogor
menjadi daratan. Secara tektonik daerah Ciletuh pada saat itu berada di lingkungan Busur
Gunungapi (Vulcanic arc) dan kondisi tersebut bertahan hingga sekarang.
Mekanisme Tersingkapnya Batuan-Pra Tersier Ciletuh
Batuan Pra-Tersier Ciletuh yang tersingkap di dalam lembah Ciletuh, menempati elevasi mulai 0
hingga 50 m di atas permukaan laut. Pada batas lembah-lembahnya, batuan tua ini ditutupi oleh
Formasi Jampang yang umurnya lebih muda (Miosen).
Dilihat dari sejarah geologinya, batuan Pra-Tersier Ciletuh merupakan batuan tertua yangterletak di bagian paling bawah dari urutan stratigrafinya. Selanjutnya batuan tua ini ditutupi oleh
batuan sedimen yang umurnya lebih muda dengan tebal mencapai ribuan meter.
Pada saat ini, batuan Pra-Tersier telah tersingkap ke permukaan dengan berbagai macam proses
geologi. Proses tektonik merupakan mekanisme utama yang menggerakan batuan dari posisi
8/3/2019 Tektonik Regional Jawa
http://slidepdf.com/reader/full/tektonik-regional-jawa 7/7
bawah ke permukaan (pengangkatan). Proses pengangkatan dapat terjadi melalui mekanisme
pembentukan struktur lipatan dan sesar naik.
Jalur sesar naik daerah Ciletuh dan sekitarnya umumnya relatif lurus dan berarah barat-timur,sedangkan sebaran batuan tua yang berada di lembah Ciletuh dibatasi oleh batas-batas
lembahnya yang melingkar. Dengan demikian harus ada mekanisme lainnya yang menyebabkan batuan tua tersebut tersingkap ke permukaan.
Morfologi lembah membusur dengan bentuk setengah lingkaran (bentuk tapal kuda) biasanyaterjadi akibat longsoran. Dengan mengacu kepada model tersebut maka di daerah Ciletuh pernah
terjadi peristiwa longsor besar yang menyebabkan masa batuan Formasi Jampang bergerak ke
arah laut (Bentuk lembah Ciletuh membusur dan terbuka ke arah laut). Selanjutnya akibat
peristiwa longsoran besar ini, tersingkaplah batuan tua di permukaan.