teknologi tepat guna dalam penanggulangan bencana

19
AGUSNI ADAM DIANA PUTRI BUDIMAN LISKANARIA SUNARYONO WIWIN TRI OKTAVIA YATINI

Upload: eko-pastia-mukti-skep-ns

Post on 20-Jan-2016

166 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

Teknologi Tepat Guna Dalam Penanggulangan Bencana

TRANSCRIPT

AGUSNI ADAM DIANA

PUTRIBUDIMAN

LISKANARIASUNARYONO

WIWIN TRI OKTAVIA

YATINI

Gunung berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai suatu  sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada saat meletus.

a.    Stratovolcano Tersusun dari batuan hasil letusan dengan tipe letusan berubah-ubah sehingga

dapat menghasilkan susunan yang berlapis-lapis dari beberapa jenis batuan, sehingga membentuk suatu kerucut besar (raksasa), kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, karena letusan terjadi sudah beberapa ratus kali. Gunung Merapi merupakan jenis ini.

b. PerisaiTersusun dari batuan aliran lava yang pada saat diendapkan masih cair, sehingga tidak sempat membentuk suatu kerucut yang tinggi (curam), bentuknya akan berlereng landai, dan susunannya terdiri dari batuan yang bersifat basaltik. Contoh bentuk gunung berapi ini terdapat di kepulauan Hawai.

c. Cinder ConeMerupakan gunung berapi yang abu dan pecahan kecil batuan vulkanik menyebar di sekeliling gunung. Sebagian besar gunung jenis ini membentuk mangkuk di puncaknya. Jarang yang tingginya di atas 500 meter dari tanah di sekitarnya. 

 d. Kaldera

Gunung berapi jenis ini terbentuk dari ledakan yang sangat kuat yang melempar ujung atas gunung sehingga membentuk cekungan. Gunung Bromo merupakan jenis ini.

a. Gunung api Tipe A

b. Gunung api Tipe B

c. Gunung api Tipe C

Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar (magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan- rekahan mendekati permukaan bumi.

1.    Memantau kegiatan gunungapi secara menerus. 2.    Menyediakan peta geologi, Peta rawasan kawan

bencana (KRB), peta zona resiko 3.     Sosialisiasi bahaya letusan gunungapi kepada

masyarakat 4.    Meningkatkan sumberdaya manusia dan

pendukungnya 5.    Membangun tanggul penahan lahar 6.    Hindari tempat-tempat yang memiliki

kecenderungan untuk dialiri lava dan atau lahar 7.    Perkenalkan struktur bangunan tahan api.

 

MENGENALI KEJADIAN GUNUNG MELETUS DENGAN GEOFON :Geofon merupakan alat pemantau gerakan atau pergeseran tanah yang mengonversikannya menjadi tegangan listrik. Gerakan yang telah menjadi tegangan listrik tersebut bida direkam. Geofon mengukur gelombang di permukaan bumi yang frekuensinya lebih tinggi sekitar 1 hertz.

atas kiri Semua kabel harus dipastikan terpasang dengan benar, baik untuk ke stacker

di palu dan LCD serta dari geofon. atas kanan ini LCD yang dipakai.bawah pukulan

dilakukan pada sumber.

kiri Inilah geofon khusus seismik refraksi untuk mencatat gelombang P.atas kanan Semua alat yang

digunakan untuk penyelidikan seismik refraksi.

Hasil dari proses pada alat secara langsung yang hanya terbatas pada gambaran lapisan saja, tetapi tidak memiliki interpretasinya

Hasil proses terminated karena adanya anomali pembacaan terhadap hasil seismik refraksi yang terekam. atas kanan Penjelasan langsung hasil seismik refraksi kembali oleh dosen mata kuliah. Kebetulan juga ada peserta kursus dari luar Bandung untuk seismik refraksi ini.

 Memebentuk tim gerak cepat Meningkatkan pemantauan dan

pengamatan dengan didukung oleh penambahan peralatan yang memadai•

Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan alur dan frekuensi pelaporan sesuai dengankebutuhan•

Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur

Meningkatkan pemantauan dan pengamatan dengan didukung oleh penambahan peralatan yang memadai

Meningkatkan pelaporan tingkat kegiatan alur dan frekuensi pelaporan sesuai dengankebutuhan•

Memberikan rekomendasi kepada pemerintah setempat sesuai prosedur c. Penanganan setelah terjadi letusan• menginventarisir data, mencakup sebaran dan volume hasil letusan• Mengidentifikasi daerah yang terancam bencana• Mmemberikan saran penanggulangan bencana• Memberikan penataan kawasan jangka pendek dan jangka panjang• Memperbaiki fasilitas pemantauan yang rusak • Menurunkan status kegiatan, bila keadaan sudah menurun• Melanjutkan pemantauan secara berkesinambungan.

Banjir. Daerah-daerah yang sudah biasa mengalami banjir di musim hujan seyogyanya agar mulai berwaspada menghadapi keatangan banjir ini. Meskipun demikian, kawasan-kawasan yang dalam kegiatan pembangunan menyebabkan perubahan drainase perlu juga waspada. Terkait masalah banjir ini, prediksi curah hujan dari BMKG penting untuk dicermati. Pada tingkat nasional atau daerah, seyogyanya instansi yang bertanggungjawab menangani masalah bencana alam memiliki peta daerah banjir untuk seluruh kawasan di Indonesia dan mengatahui kapan biasanya banjir itu terjadi di kawasan-kawasan yang dipetakan itu.

Tanah longsor atau gerakan tanah. Bencana ini selain berkaitan

Bencana alam yang dapat terjadi berkaitan dengan tiupan angin musim barat adalah:

Gelombang tinggi. Daerah-daerah atau segmen-segmen pantai yang terbuka dari arah barat atau dari arah datangnya angin perlu berwaspada. Tiupan angin yang kencang dapat menimbulkan gelombang tinggi, apalagi bila terjadi bersamaan waktunya dengan kondisi laut yang sedang pasang.

Erosi pantai. Erosi pantai berkaitan dengan kondisi gelombang, dengan demikian erosi pantai terjadi musiman. Segmen-segmen pantai yang terbuka dari arah barat perlu waspada terhadap erosi pantai karena sekarang ini adalah saatnya erosi itu terjadi.

Angin puting beliung. Angin ini adalah angin lokal yang bersifat merusak. Di daerah-daerah tertentu karena kondisi lingkungannya bisa terbentuk angin-angin lokal yang terjadi pada musim-musim tertentu.

Teknologi tepat guna yang sangat sederhana ini akan diperkenalkan kepada masyarakat luas untuk mengantisipasi jatuhnya korban akibat banjir dan tanah longsor

dikemukakan Wisnu Widjaya, anggota tim asistensi teknis mitigasi bencana alam dan aplikasi rekayasa forensik KMNRT, BPPT sebagaimana yang di tulis Republika

Menurut Wisnu, prinsipnya sederhana saja. Curah hujan yang turun di suatu daerah biasanya di ukur dalam skala milimeter. Ini tentunya berhubungan dengan luasan tertentu di mana air hujantercurah. Semakin besar angka yang ditunjukkan, berarti semakin deras curah hujan tersebu

Penakar hujan manual yang dipakai BMKG adalah standar WMO (PBB nya BMKG Dunia)yang disebut dengan Penakar Hujan Observatory (PH Obs) atau di kalangan teman‐temanpertanian dan pengairan biasa disebut ombrometer.PH Obs ini merupakan jejaring alat ukur cuaca terbanyak di indonesia

Tujuan akhir pengukuran curah hujan adalah tinggi air yang tertampung, bukan

volumenya. Hujan yang turun jika diasumsikan menyebar merata, homogen dan

menjatuhi wadah (kaleng) dengan penampang yang berbeda akan memiliki tinggi yang

sama dengan catatan faktor menguap, mengalir dan meresap dianggap tidak ada.

Menjadi suatu masalah akhirnya ketika kaleng yang terisi air tadi akan diukur tingginya,

karena tidak mungkin memasukkan penggaris kedalamnya dan terukur tingginya dengan

tepat dalam satuan mm. “Kesalahan” pasti sering terjadi karena kesalahan parallax

pembacaan skala mm, atau kaleng dan penggaris tidak pada permukaan yang rata

ditambah lagi pengamat yang tidak teliti. Untuk itulah perlu kemudahan dalam

mengukur untuk menghindari banyak kesalahan tersebut.

sains.kompas.com http://www.biskom.web.id/2010/12/27/

sistem-peringatan-dini-bencana-alam-dari-konsep-ke-tindakan.bwi

[iii] http://www.menlh.go.id/antisipasi-bencana-banjir-longsor-2012-di-indonesia/