teknik pem ben tuk an

10
Teknik Pembentukan Kelompok Binaan Penyuluh Agama Oleh Drs. H. Nawawi. N, M.Pd.I Widyaiswara Madya Balai Diklat Keagamaan Palembang A. Pendahuluan Penyuluh Agama adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui bahasa agama. Bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan yang menjadi tugas pokok penyuluh agama meliputi 4 (empat) unsur kegiatan ialah: Persiapan bimbingan atau penyuluhan; Pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan; Pelayanan konsultasi agama dan pembangunan. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan Di samping persyaratan formal, setiap penyuluh agama harus memiliki persepsi dan wawasan pengetahuan yang akurat tentang fungsi dan peranan yang mesti dijalankannya di tengah masyarakat. Persepsi dan wawasan dimaksud harus dibangun dengan dilandasi sepenuhnya oleh konsistensi penghayatan dan pengamalan ajaran agama serta sikap peduli terhadap problema yang aktual di dalam masyarakat. Setiap penyuluh agama juga dituntut agar memiliki mutu integritas kepribadian dan akhlak yang dapat dijadikan teladan di tengah masyarakat. Mohammad Natsir dalam bukunya Fiqhud Dakwah mengatakan, "Sudah banyak alat-alat modern yang dapat meringankan pekerjaan mubaligh (juru dakwah). Suara dapat disambung dengan mikrofon, disimpan dan digandakan; mimbar dapat disambung dengan pentas. Teknik dan retorika bisa ditambah melalui kuliah, seminar, perpustakaan dan di pasar buku. Semuanya dapat diperkaya dan didaya ciptakan oleh mubaligh sendiri. Akan tetapi, perkembangan jiwa pribadi, mental set-up seorang mubaligh (juru dakwah), tak ada alat-alat modern yang dapat melengkapinya, kecuali hanyalah dengan usaha dan latihan diri sendiri." Pada dasarnya tugas fungsional penyuluh agama adalah bersifat mandiri, Namun dalam rangka kelancaran dan keberhasilan tugasnya, seorang penyuluh agama harus melakukan sinergi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak, instansi dan lembaga yang memiliki keterkaitan secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan penyuluhan agama. Kelompok sasaran adalah bagian tidak terpisahkan dari pencapaian tujuan bimbingan dan penyuluhan pada masyarakat yang dilakukan oleh penyuluh agama. Oleh karena itu, kelompok sasaran menurut sudut pandang tugas seorang penyuluh agama itu harus ada, karena tanpa kelompok sasaran seorang penyuluh agama dalam melaksanakan tugas tanpa target dan tujuan yang jelas sehingga apa yang telah dilaksanakan tidak akan membawakan hasil yang telah ditetapkan. Kelompok sasaran berdasarkan kenyataan di tengah masyarakat ada yang sudah terbentuk dan ada pula yang belum terbentuk. Bagi kelompok sasaran yang sudah terbentuk akan memudahkan seorang penyuluh agama memberikan bimbingan dan penyuluhan, tetapi apabila kelompok sasaran tersebut sudah ada pengelelolanya atau penyuluhnya, maka perlu dibentuk kelompok sasaran yang lain, selanjutnya dijadikan kelompok Binaan. Dalam ketentuan bahwa bagi penyuluh agama yang bertugas di wilayah yang padat penduduk harus mempunyai kelompok binaan sebanyak 20 kelompok ,

Upload: dwi-chandra

Post on 25-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Pembentukan

TRANSCRIPT

  • Teknik Pembentukan Kelompok Binaan Penyuluh Agama

    Oleh Drs. H. Nawawi. N, M.Pd.I

    Widyaiswara Madya

    Balai Diklat Keagamaan Palembang

    A. Pendahuluan

    Penyuluh Agama adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung

    jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk

    melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui

    bahasa agama. Bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan yang

    menjadi tugas pokok penyuluh agama meliputi 4 (empat) unsur kegiatan ialah:

    Persiapan bimbingan atau penyuluhan; Pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan;

    Pelayanan konsultasi agama dan pembangunan. Pemantauan, evaluasi dan

    pelaporan hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan

    Di samping persyaratan formal, setiap penyuluh agama harus memiliki

    persepsi dan wawasan pengetahuan yang akurat tentang fungsi dan peranan yang

    mesti dijalankannya di tengah masyarakat. Persepsi dan wawasan dimaksud harus

    dibangun dengan dilandasi sepenuhnya oleh konsistensi penghayatan dan

    pengamalan ajaran agama serta sikap peduli terhadap problema yang aktual di

    dalam masyarakat.

    Setiap penyuluh agama juga dituntut agar memiliki mutu integritas

    kepribadian dan akhlak yang dapat dijadikan teladan di tengah masyarakat.

    Mohammad Natsir dalam bukunya Fiqhud Dakwah mengatakan, "Sudah banyak

    alat-alat modern yang dapat meringankan pekerjaan mubaligh (juru dakwah).

    Suara dapat disambung dengan mikrofon, disimpan dan digandakan; mimbar

    dapat disambung dengan pentas. Teknik dan retorika bisa ditambah melalui

    kuliah, seminar, perpustakaan dan di pasar buku. Semuanya dapat diperkaya dan

    didaya ciptakan oleh mubaligh sendiri. Akan tetapi, perkembangan jiwa pribadi,

    mental set-up seorang mubaligh (juru dakwah), tak ada alat-alat modern yang

    dapat melengkapinya, kecuali hanyalah dengan usaha dan latihan diri sendiri."

    Pada dasarnya tugas fungsional penyuluh agama adalah bersifat mandiri,

    Namun dalam rangka kelancaran dan keberhasilan tugasnya, seorang penyuluh

    agama harus melakukan sinergi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak,

    instansi dan lembaga yang memiliki keterkaitan secara langsung ataupun tidak

    langsung dengan kegiatan penyuluhan agama.

    Kelompok sasaran adalah bagian tidak terpisahkan dari pencapaian tujuan

    bimbingan dan penyuluhan pada masyarakat yang dilakukan oleh penyuluh

    agama. Oleh karena itu, kelompok sasaran menurut sudut pandang tugas seorang

    penyuluh agama itu harus ada, karena tanpa kelompok sasaran seorang penyuluh

    agama dalam melaksanakan tugas tanpa target dan tujuan yang jelas sehingga apa

    yang telah dilaksanakan tidak akan membawakan hasil yang telah ditetapkan.

    Kelompok sasaran berdasarkan kenyataan di tengah masyarakat ada yang

    sudah terbentuk dan ada pula yang belum terbentuk. Bagi kelompok sasaran yang

    sudah terbentuk akan memudahkan seorang penyuluh agama memberikan

    bimbingan dan penyuluhan, tetapi apabila kelompok sasaran tersebut sudah ada

    pengelelolanya atau penyuluhnya, maka perlu dibentuk kelompok sasaran yang

    lain, selanjutnya dijadikan kelompok Binaan.

    Dalam ketentuan bahwa bagi penyuluh agama yang bertugas di wilayah yang

    padat penduduk harus mempunyai kelompok binaan sebanyak 20 kelompok ,

  • sedangkan di daerah pedesaan yang penduduknya jarang dan sedikit, jumlah

    kelompok binaannya sebanyak 10 kelompok, kenyataan yang ada di lapangan

    dalam Kota Palembang rata-rata penyuluh agama membina 4-5 kelompok binaan,

    terdiri dari Majelis Taklim, Taman Pendidikan al-Quran dan Rumah Ibadan

    termasuk dalamnya remaja masjid, selama ini kelompok binaan itu di bawah

    naungan dan wilayah binaan Bidang Penamas/ Bidang Penerangan Agama Islam.

    B. Teknik Pembentukan Kelompok Binaan

    1. Tahap Persiapan. Penyuluh agama terlebih dahulu mengadakan observasi atau studi lapangan

    di lingkungan masyarakat yang menjadi objek sasaran penyuluhan agama

    Islam. Selanjutnya penyuluh agama mengumpulkan data dan informasi yang

    berkaitan dengan kelompok masyarakat yang menjadi objek sasaran

    penyuluhan. Data dan informasi yang penting diketahui ialah jumlah

    penduduk, agama, mata pencaharian, tokoh-tokoh masyarakat, ulama dan

    kecenderungan masyarakat tersebut terhadap agama dan kegiatan keagamaan.

    Setelah data dan informasi terkumpul dan dipelajari secara cermat maka

    penyuluh agama melakukan langkah pendekatan personal kepada unsur

    masyarakat yang memiliki pengaruh di lingkungannya. Tujuan pendekatan

    adalah untuk meyakinkan mereka terhadap manfaat pembinaan keagamaan

    secara teratur dan intensif melalui pembentukan kelompok sasaran (binaan)

    penyuluhan agama Islam.

    Sebagai contoh, untuk pembentukan kelompok pengajian pemuda, pendekatan

    dilakukan terhadap organisasi pemuda, organisasi olah raga atau remaja

    masjid di lingkungan masyarakat tersebut. Setelah langkah pendekatan

    membawa hasil yang positif, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan

    pertemuan untuk membentuk kelompok pengajian pemuda.

    2. Tahap Pembentukan.

    Langkah pembentukan kelompok pengajian pemuda dimulai dengan

    menetapkan susunan pengurus, nama kelompok pengajian jika diperlukan,

    tempat dan frekuensi kegiatan, dan dukungan pendanaan.

    Dalam penentuan pengurus sebaiknya penyuluh agama hanya sebagai

    fasilitator, sedangkan pimpinan pengurusnya diserahkan kepada para pemuda

    sendiri sehingga tidak timbul kesan bahwa kelompok pengajian yang dibentuk

    itu membawa misi dari luar. Kelompok pengajian yang dibentuk harus

    dirasakan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat setempat, dikelola oleh,

    dari dan untuk kepentingan mereka sendiri. Kelompok pengajian pemuda yang

    baru itu dibentuk bukan bersifat sementara, tetapi dirancang dan dibina untuk

    jangka waktu yang tidak terbatas.

    Seorang penyuluh agama dapat datang dan pergi karena tugasnya, tetapi

    kelompok sasaran yang dibinanya adalah untuk jangka waktu yang panjang.

    Dengan penyampaian dakwah agama secara monoton. Jiwa pemuda yang

    kritis dan labil harus dibimbing dan digembleng dengan sentuhan dakwah

    seorang penyuluh agama yang cerdas dan simpatik.

    Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk kelengkapan organisasi

    bagi kelompok sasaran (binaan) segera ditetapkan visi dan misi yang

    diterangkan di bawah ini.

    Tahap berikutnya setelah penyuluh Agama Islam berhasil membentuk

    kelompok binaan dalam suatu organisasi, baik itu organisasi yang sederhana

    maupun organisasi yang rapi adalah menetapkan visi organisasi/kelompok

  • binaan. Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana kelompok binaan

    harus dibawa agar tetap eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu

    gambaran yang menantang.

    Tujuan Penetapan Visi Kelompok Binaan antara lain: Menggambarkan

    apa yang ingin dicapai oleh kelompok sasaran (binaan). Memberikan arah dan

    tujuan strategi yang jelas. Dapat menimbulkan perekat dan pengatur dari

    berbagai gagasan strategi; Berorientasi terhadap masa depan;

    Menimbulkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan kelompok sasaran

    (binaan); Memberikan kepastian kesinambungan kepemimpinan kelompok

    sasaran (binaan).

    Selanjutnya penetapan misi kelompok, misi merupakan masa depan

    organisasi yaitu bagaimana organisasi ada. Misi harus dapat menjawab

    beberapa pertanyaan yaitu: Mengapa organisasi ada dan apa tujuannya? Apa

    yang unik dan berbeda dari organisasi? Apa yang kelihatannya akan

    berbeda mengenai kegiatan organisasi pada 3 sampai dengan 5 tahun

    mendatang?; Siapa customer kita?; Apa produk organisasi kita?; Apa yang

    menjadi perhatian kita mengenai agama dan perekonomian umat yang

    mendasar ?; Apa kepercayaan, nilai, aspirasi dan prioritas filosofi kita.

    Langkah-langkah dalam perumusan misi dimaksud dapat ditempuh

    sebagai berikut:

    a. Seorang ditetapkan untuk menghimpun hasrat aspirasi dan keinginan yang

    dihadapi organisasi. Kesan atau masukan tersebut bisa datang dari luar

    organisasi.

    b. Kelompok atau tim pengkaji semua unsur yang terkait dengan organisasi

    seperti ulama, pemuka masyarakat, generasi muda, kelompok profesi,

    LSM keagamaan, media. Kelompok di atas merupakan pihak-pihak yang

    terkait dengan organisasi pemerintah.

    c. Sesudah diadakan pengkajian mengenai pihak yang terkait, tiap anggota

    mengisi formulir misi dengan rumusan masing-masing. Kemudian diikuti

    dengan diskusi kelompok tentang misi yang ditulis masing-masing anggota

    sehingga menghasilkan rumusan bersama yang jelas.

    d. Hasil rumusan ini sudah berbentuk rencana misi dan dikembalikan kepada

    tiap anggota kelompok untuk didiskusikan. Hasilnya disusun dalam bentuk

    rumusan misi yang telah disepakati kelompok.

    3. Tahap Konsolidasi.

    Setelah kelompok pengajian pemuda resmi terbentuk, maka penyuluh

    agama memfasilitasi penyusunan agenda kegiatan, pemilihan tema pengajian

    yang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta serta inventarisasi anggota

    pengajian. Keanggotaan pengajian terdiri dari anggota tetap dan anggota lepas.

    Dalam rangka konsolidasi maka keberadaan kelompok pengajian pemuda

    perlu disosialisasikan dan dikomunikasikan sejak dini kepada segenap unsur

    dan lapisan masyarakat agar mereka memberi support (dukungan). Kelompok

    pengajian yang dibentuk bukanlah kelompok yang tertutup dan ekslusif, tetapi

    kelompok yang terbuka.

    Sasaran/ Binaan Penyuluh Agama

    Sasaran penyuluhan agama Islam dalam masyarakat Indonesia

    kontemporer (Pedoman Penyuluh Agama, Departemen Agama, 2001) terdiri

    dari:

  • a. Kelompok sasaran masyarakat umum, terdiri dari: Masyarakat pedesaan

    dan Masyarakat transmigrasi

    b. Masyarakat perkotaan terdiri dari:

    Komplek Perumahan, Real Estate, Asrama, Daerah pemukiman baru,

    Masyarakat pasar, Masyarakat daerah rawan Karyawan instansi

    pemerintah/swasta tingkat Kabupaten/Propinsi, Masyarakat industri,

    Masyarakat sekitar kawasan industri

    c. Kelompok Sasaran Masyarakat khusus, terdiri dari:

    1). Cendekiawan, meliputi kelompok binaan Pegawai/karyawan instansi

    pemerintah, Kelompok profesi, Kampus/masyarakat akademis,

    Masyarakat peneliti serta para ahli

    2). Generasi muda terdiri dari kelompok binaan: Remaja Masjid, Karang

    Taruna Pramuka

    3). Lembaga Pendidikan Masyarakat (LPM), terdiri dari kelompok binaan:

    Majelis Taklim; Pondok Pesantren; TPA/TKA

    4). Binaan Khusus, terdiri dari kelompok binaan: Panti Rehabilitasi/

    Pondok, Sosial, Rumah Sakit, Masyarakat gelandangan dan pengemis,

    Lokalisasi Wanita Tuna Susila (WTS) dan Lembaga Pemasyarakatan

    (LP)

    5). Daerah Terpencil, terdiri dari kelompok binaan: Masyarakat Daerah

    Terpencil Komunitas Adat Terpencil.

    d. Lembaga Keagamaan Khusus

    1). Majelis Taklim

    a). Dasar, Pengertian dan Sejarah

    Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem

    Pendidikan Nasional pada bagian Pendidikan Non Formal ditetapkan

    Majelis Taklim sebagai Lembaga Resmi dan Satuan Pendidikan Non

    Formal bercirikan Agama Islam. Oleh karena itu Departemen Agama RI

    pada tahun 2004 telah menerbitkan Pedoman Bimbingan Majelis Taklim.

    Hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia

    Indosesia seutuhnya. Untuk mencapai manusia Indosesia seutuhnya

    diperlukan Dakwah dan pembangunan. antara dakwah dan pembangunan

    berfungsi komplementer, keduanya saling mengisi untuk membentuk

    manusia Indonesia seutuhnya. Sesuai dengan perkembangan masyarakat

    maka pelaksanaan dakwah saat mi harus dilakukan dengan berlapis-lapis

    untuk segmen masyarakat.

    Salah satu sarana pokok dalam menyampaikan dakwah adalah

    melalui Majelis Taklim. Saat ini Majelis Taklim telah tunibuh menjadi

    lembaga yang handal sebagai sarana internalisasi nilai-nilai agama kepada

    masyarakat.

    Majelis Taklim adalah lembaga Pendikan Islam non formal yang

    memiliki kurikulum tersendiri, diselengarakan secara berkala, teratur dan

    diikuti oleh jamaah yang relatif banyak. Tujuan Majelis Taklim untuk membina dan mengembangkan

    hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah SWT; antara

    sesama manusia dan antara manusia dengan lingkunannya dalam rangka

    membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.

    Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam

    walaupun tidak disebut Majelis Taklim. Namun pengajian Nabi

    Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi dirumah

  • sahabat Arkam bin Abil Arqam RA. dizaman Makkah, dapat dianggap

    majelis taklim menurut pengertian sekarang. Setelah terang-terangan

    pengajian seperti itu terus berkembang ditempat-tempat lainnya yang

    diselengarakan secara terbuka.

    Peranan Majelis Taklim Dalam Kehidupan Umat

    Keberadaan majelis taklim dalam era globalisasi sangat penting

    terutama dalam menangkal dampak negatif dan globalisasi tersendiri.

    Tetapi untuk menjaga eksistensi majelis taklim itu sendiri, majelis taklim

    harus memanfaatkan dampak positif globalisasi tersebut.

    Keberadaan majelis taklim menjadi sangat penting karena ia berada

    ditengah-tengah masyarakat dan masyarakat adalah salah satu dari tiga

    lingkungan pendidikan di samping rumah tangga dan sekolah.

    Jadi majelis taklim yang berada ditengah-tengah masyarakat

    merupakan salah satu benteng terpenting dalam menghadapi pengaruh

    negatif yang terjadi dalam masyarakat akibat globalisasi.

    Kedudukan majelis taklim sebagai lembaga pendidikan non formal

    menjadi penting antara lain kalau berfungsi:

    1). Membina dan mengembangkan Agama Islam dalam rangka

    membentuk masyarakat yang taqwa kepada Allah Yang Maha Esa.

    2). Sebagai taman rekreasi rohani, karena diselenggarakan dengan serius

    tapi santai.

    3). Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidup suburkan dakwah

    Islamiah.

    4). Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama, umara dan

    umat.

    5). Sebagai media penyampai gagasan moderenisasi yang bermanfaat bagi

    pembangunan umat.

    Materi Dakwah

    1). Ilmu Al Quran Yaitu kemampuan membaca dengan fasih. Oleh karena berpidato selalu

    membaca ayat Al Quran atau Hadits, maka kemampuan membaca dengan benar menjadi syarat mutlak seorang guru.

    2). Ilmu Agama

    Yaitu kemampuan menguasai ilmu fiqh. tauhid atau akhlak. Ilmu-ilmu

    tersebut menjadi bahan berpidato. Luas sempitnya uraian, sangat

    bergantung pada ilmu yang dikuasainya.

    3). Pengetahuan Umum

    Kemampuan menguasai pengetahuan umum memberikan wawasan dan

    bahan untuk keberhasilan berpidato. Bobot pidatonya relevan dengan

    masalah aktual, relevan dengan masalah yang dihadapi pendengar.

    4). Penguasaan Teknik dan Sistematika Pidato

    Kemampuan ini mempengaruhi penampilan muballigh/muballighah

    berpidato. isi pidatonya menjadi mudah difahami dan menarik pendengar.

    Penguasaan aspek-aspek tersebut diatas akan menentukan tingkat kepopuleran

    muballigh juga akan lebih memantapkan keberadaan majelis Taklim yang

    dipimpin oleh guru/para muballigh tersebut.

  • 2. Taman Pendidikan Al-Quran.

    a. Pengajian Anak-Anak.

    Pengajian anak-anak inierupakan kegiatan pendidikan agama untuk

    melengkapi pendidikan agama di sekolah. Kegiatan tersebut

    dimaksudkan untuk membimbing anak-anak agar mampu membaca Al-

    Quran dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan baik.

    b. Pengajian Remaja.

    Untuk mengisi waktu di luar waktu belajar di sekoah perlu

    diselenggarakan pengajian remaja (usia antara 15-20 tahun) Tujuannya

    adalah untuk memperdalam ajaran againa Islam secara teori dan praktek.

    Pengajian ditekankan pada membaca dan memahami Al-Quran, mempelajri akidah, syariah dan akhlak serta masalah-masalah

    kemasyarakatan.

    3. Pembinaan Rumah Ibadah

    Rumah ibadah seperti masjid, mushalla atau langgar adalah suatu tempat

    untuk melaksanakan kegiatan ibadah, baik ibadah mahdhah seperti shalat,

    tadarus Al Quran maupun ibadah sosial seperti pendidikan, koperasi dan sebagainya.

    a. Pembinaan Idarah (Pengorganisasian).

    Untuk mengelola masjid dengan baik diperluan adanya pengurus

    sekurang-kurangnya terdiri dan ketua, sekretaris, Bendahara. seksi imarah

    yang mencakup peribadatan, pendidikan dan kegiatan kemasyarakatan

    dan seksi riayah yang mencakup bidang pemeliharaan sarana fisik, perlengkapan dan pertamanan.

    Salah satu tugas pengurus adalah mengelola administrasi masjid atau

    mushalla, yaitu seksi idarah.

    Hal-hal yang perlu diadministrasikan adalah

    1). Jamaah.

    Administrasi jamaah masjid tidak mudah diterapkan bagi masjid

    yang dikunjungi 50-100 jamaah, apabila masjid tersebut berada di pusat

    kota. yang sebagian jamaahnya sering berganti-ganti. Walaupun begitu

    pengurus masjid dapat membedakan tentang adanya jamaah tetap dan

    jamaah tidak tetap.

    Jamaah tetap ialah. mereka yang tinggal di sekitar masjid dan

    secara tetap, baik dalam shalat rawatib atau hanya shalat jumat selalu datang di masjid. Untuk administrasi jamaah ini perlu adanya satu buku

    yang memuat nama dan data anggota jamaah serta data kehadiran jamaah.

    2). Surat Menyurat.

    Suatu masjid tentu pernah menerima surat atau juga mengirim surat atau

    membalas surat. Kalau pengurus masjid semakin aktif, sebagai

    akibatnya jumlah surat akan makin banyak. Surat yang banyak perlu

    dicatat sebaik mungkin agar memudahkan mencarinya.

    3). Jurnal Masjid.

    Jurnal niasjid ini ia1ah ikhtisar kegiatan masjid, baik oleh

    pimpinan, bidang-bidang atau siapa saja di dalam pengurus masjid.

    Kemanfaatannya ialah sebagai suatu rekaman kegiatan untuk bahan

  • evaluasi atau penilaian di kemudian hari. Jurnal juga berguna untuk

    menyusun laporan bagi pengurus masjid.

    4). Khatib

    Untuk pengaturan khatib diperlukan: a. Daftar khatib. b. Tema

    khutbah.

    5). Keuangan.

    b. Pembinaan Imarah (Kemakmuran).

    Pernbinaan penbadatan dalam suatu masjid perlu diperhatikan

    masalah shalat fardhu, shalat Jumat, shalat Sunat, Tadarus Al Quran dan lain-lain.

    1). Shalat Fardhu.

    Dalam hal shalat fardhu agar diperhatikan

    a). Menyiapkan muadzin dan imam shalat lima waktu. b). Adzan setiap

    waktu. c). Mengadakan shalat berjamaah. d). Membagikan buku pedoman shalat.

    2). Shalat Jum`at

    a). Sarana.

    Menjelang shalat Jumat disiapkan tikar, karpet atau permadani, membersihkan mihrab, mimbar, menyediakan sejadah bagi imam.;

    membersihkan tempat wudhu dan wc, mengecek alat-alat elektronik

    seperti pengeras suara dan alat perekam.

    b). Khatib.

    Pemberitahuan khatib dilakukan seminggu sebelumnya, sesuai

    dengan jadwal yang sudah disepakati dengan khatib yang bersangkutan.

    Hal tersebut dimaksud agar dapat di cari penggantinya apabila khatib yatg

    bersangkutan berhalangan. Penyusunan daftar khatib sebaiknya

    direncanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang, misalnya untuk

    satu kuartal atau bahkan untuk masa satu tahun. Pengumuman-

    pengumuman yang dianggap penting untuk diumumkan kepada jamaah disampaikan sebelum khatib naik mimbar.

    c). Jamaah. Jamaah diatur dalam shaf-shaf yang rapat dan lurus. Hendaknya shaf

    tersebut sudah diatur sebelum khutbah Jumat/ shalat dimulai. Anak-anak diatur di belakang orang tua. Hendaknya ada petugas khusus untuk

    mengatur/mengawasi anak-anak tersebut sehingga mereka tidak gaduh.

    d). Imam dan Muadzin.

    Imam dan muadzin hendaknya orang yang fasih bacaannya. bagus

    suaranya dan mempunyai akhlak yang baik.

    3). Shalat Sunnat.

    Dalam hal ini diatur terlaksananya:

    a). Shalat sunnat rawatib, qabliyah dan badiyah. b). Shalat tarawih yang biasa dilakukan ada dua macam, yaitu 8 rakaat

    ditambah 3 rakaat witir atau 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir.

    Apabila suatu masjid atau mushalla terdapat dua macan pengikut

    tarawih tersebut, sebaiknya ada dua imam dan dua pembaca shalawat;

    yang satu untuk mereka yang shalat tarwih 8 rakaat dan yang lainnya

    untuk mereka yang shalat shalat tarawih 20 rakaat.

    Caranya sebagai berikut : pada mulanya jamaah shalat bersama-

    sama sampai dengan rakaat ke delapan. Bagi yang melaksanakan shalat

    tarawih 8 rakaat, mereka meneruskan dengan shalat witir 3 rakaat.

  • Sementara itu, yang akan melasanakan shalat tarawih 20 rakaat dapat

    meneruskan setelah shalat witir kelompok pertama selesai. Demikianlah

    yang selama ini dilaksanakan di masjid-masjid.

    4). Tadarus Al Quran. Tadarus Al Quran umumnya diadakan pada bulan Ramadhan. Di luar bulan Ramadhan, masjid dan mushalla juga . harusnya perlu diramaikan

    dengan Tadarus Al-Quran, paling tidak sekali seminggu setiap malam Jumat.

    4. Lembaga Penerangan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A)

    Dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 513

    Tahun 2003 Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga

    Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A)

    Organisasi LP2A berasaskan Islam dan Pancasila. Sedangkan Tujuan

    LP2A adalah terwujudnya masyarakat Islam yang mampu melaksanakan

    ajaran Islam dengan baik dan benar, aktif dalam wadah Negara Kesatuan

    Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar

    1945.

    Dalam upaya mencapai tujuan tersebut LP2A mempunyai usaha-usaha

    sebagai berikut :

    a. menyelenggarakan dan membina pendidikan agama Islam di masyarakat;

    b. menyelenggarakan dakwah pada kelompok masyarakat khusus;

    c. membina, mengkoordinasikan dan memberdayakan penyuluh agama Islam

    baik fungsional maupun honorer; -

    d. membina dan menyelenggarakan perpustakaan dan seni budaya yang

    bernafaskan Islam;

    e. menyelenggarakan dan mendorong usaha pembangunan dan

    pengembangan ekonoini masyarakat/umat.

    LP2A Mempunyai susunan organisasi : LP2A Pusat; Provinsi;

    Kabupaten/Kota; Kecamatan; dan Desa/Lurah. Pengurus LP2A Kecamatan

    diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan

    Agama Kecamatan Pengurus LP2A Kecamatan. Pengurus LP2A Kecamatan

    terdiri dan: Penasehat, Pembina, Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris,

    Bendahara dan Bagian-bagian sesuai dengan kebutuhan. Camat dan

    Ketua MUI Kecamatan karena jabatannya Penasehat LP2A Kecamatan, serta

    Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Badan I Dinas Kantor

    Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan dan Suku Dinas Pendidikan Kecamatan

    karena jabatannya adalah Pembina LP2A Kecamatan. Ketua LP2A Kecamatan

    adalah Penyuluh Agama Islam/Pemuka Agama Islam. Sekretaris LP2A

    Kecamatan adalah Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat

    Kantor Urusan Agama Kecamatan/Pemuka Agama Islam. Anggota Pengurus

    lainnya dapat ditunjuk dan Cendikiawan dan Pemuka Agama Islam

    serta Pejabat Pemerintah dan LSM Keagamaan Tingkat Kecamatan.

    Pengurus LP2A Desa/Kelurahan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua

    LP2A Kecamatan atas usul Kepala Desa/Lurah. Pengurus LP2A Desa

    /Kelurahan terdiri dan: Penasehat, Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota-

    anggota. Kepala Desa/Lurah dan Ketua MUI Kelurahan karena jabatannya

    adalah Penasehat LP2A Desa/Kelurahan, sedangkan Ketua LP2A

    Desa/Kelurahan adalah Penyuluh Agama Islam/Pemuka Agama Islam.

  • Anggota Pengurus lainnya dapat ditunjuk dan Pemuka Agama Islam atau

    karyawan yang berdomisili di Desa/Keurahan. LP2A mempunyal hubungan

    organisasi yang bersifat vertikal. Kepengurusan LP2A Tingkat Pusat sampai

    dengan Tingkat Kecamatan dilengkapi dengan

    a. Bagian Pendidikan Masyarakat Desa; /

    b. Bagian Pendidikan Masyarakat Khusus;

    c. Bagian Pendidikan Agama;

    d. Bagian Perpustakaan dan Tamaddun;

    e. Bagian Usaha dan Pengembangan ekonoini;

    f. Bagian Sekretariat.

    5. Forum Komunikasi Lembaga Dakwah ( FKLD )

    Untuk memantapkan komunikasi Lembaga-lembaga Dakwah terutama

    dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang terus berubah, maka

    kehadiran Forum Komunikasi menjadi strategis. Forum tersebut sebagai

    sarana untuk memungkinkan terjadiriya saling tukar fikiran, tukar pengalaman

    dan kerjasama untuk mengembangkan pelaksanaan dakwah yang sebaik-

    baiknya. Melalui tukar pengalaman yang teratur dalam forum konsultasi

    tersebut diharapkan dapat tercipta persamaan persepsi mengenai

    masalahrnasalah yang dihadapi serta ditemukan konsepsi-konsepsi kegiatan

    untuk mengatasinya. Adanya wadah komunikasi dan konsultasi lembaga-

    lembaga dakwah itu juga akan menyederhariakan hubungan dan mekanisme

    konsultasi antara Lembaga-lembaga Dakwah dengan aparatur pemerintah yang

    terkait. Disinilah arti penting kehadiran Forum Komunikasi Lembaga Dakwah

    (FKLD).

    Keberadaan Forum Komunikasi Lembaga Dakwah (FKLD) adalah juga

    sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang secara jelas

    menyebutkan antara lain Mengingat pentingnya organisasi kemasyarakatan sehingga pengaturadan pembinaan perlu diarahkan kepada pencapaian dua

    sasaran pokok yaitu Pertama, terwujudnya organisasi kemasyarakatan yang mampu memberikan

    pendidikan kepada masyarakat ke arah makin mantapnya kesadaran kehidupan

    bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tumbuhnya gairah dan dorongan

    yang kuat pada manusia dan masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam

    pembangunan nasional.

    Kedua, terwujudnya organisasi kemasyarakatan yang mandiri dan mampu

    berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berorganisasi guna

    menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional.

    Forum Komunikasi Lembaga Dakwah dapat didayagunakan sebagai wahana

    untuk membangun persepsi yang sama terhadap berbagai permasalahan

    dakwah dan wadah yang berfungsi sebagai filter pengamanan yang ampuh.

    Kehadiran FKLD dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi dan

    kerjasama antar Lembaga Dakwah dan antara Lembaga Dakwah dengan

    pemerintah. FKLD dibentuk di tingkat Pusat dan di seluruh propinsi.

    Pembentukan FKLD diarahkan semata-mata untuk lebih mengefektifkan

    kegiatan dakwah khususnya dan pembangunan bangsa pada umumnya. Forum

    ini tidak merupakan induk dari organisasi Lembaga Dakwah yang ada. Oleh

    karena itu FKLD diarahkan bukan untuk mematikan atau membatasi ruang

    gerak kegiatan Lembaga Dakwah yang sudah berjalan selama ini tetapi justeru

    membantu pelaksanaan program-program Lembaga Dakwah.

  • Pengelolaan FKLD di tingkat Pusat ditangani oleh Lembaga-lembaga

    Dakwah di tingkat Pusat. Adapun di tingkat propinsi dibentuk dan dikelola

    oleh Lembaga-lembaga Dakwah yang ada di propinsi yang bersangkutan.

    Tidak ada garis komando antara FKLD di tingkat Pusat dengan FKLD di

    tingkat daerah, yang ada hanya hubungan yang bersifat koordinatif.

    Fungsi Forum Komunikasi Lembaga Dakwah di tingkat Pusat dan

    Daerah adalah sebagai berikut

    1. Fungsi konsultatif, yakni sebagai forum untuk saling membina dan

    membimbing ke arah pengembangan dakwah yang berkualitas.

    2. Fungsi komunikatif, yakni sebagai forum untuk membina saling pengertian

    dan kepercayaan guna memupuk ukhuwah Islamiah dan persaudaraan

    sesama Lembaga Dakwah khususnya umat Islam pada umumnya.

    3. Fungsi edukatif, yakni sebagai forum untuk tukar menukar informasi

    mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan dakwah, sekaligus

    mengembangkan sistem informasi dakwah.