teknik pem ben tuk an
DESCRIPTION
PembentukanTRANSCRIPT
-
Teknik Pembentukan Kelompok Binaan Penyuluh Agama
Oleh Drs. H. Nawawi. N, M.Pd.I
Widyaiswara Madya
Balai Diklat Keagamaan Palembang
A. Pendahuluan
Penyuluh Agama adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan melalui
bahasa agama. Bimbingan atau penyuluhan agama dan pembangunan yang
menjadi tugas pokok penyuluh agama meliputi 4 (empat) unsur kegiatan ialah:
Persiapan bimbingan atau penyuluhan; Pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan;
Pelayanan konsultasi agama dan pembangunan. Pemantauan, evaluasi dan
pelaporan hasil pelaksanaan bimbingan atau penyuluhan
Di samping persyaratan formal, setiap penyuluh agama harus memiliki
persepsi dan wawasan pengetahuan yang akurat tentang fungsi dan peranan yang
mesti dijalankannya di tengah masyarakat. Persepsi dan wawasan dimaksud harus
dibangun dengan dilandasi sepenuhnya oleh konsistensi penghayatan dan
pengamalan ajaran agama serta sikap peduli terhadap problema yang aktual di
dalam masyarakat.
Setiap penyuluh agama juga dituntut agar memiliki mutu integritas
kepribadian dan akhlak yang dapat dijadikan teladan di tengah masyarakat.
Mohammad Natsir dalam bukunya Fiqhud Dakwah mengatakan, "Sudah banyak
alat-alat modern yang dapat meringankan pekerjaan mubaligh (juru dakwah).
Suara dapat disambung dengan mikrofon, disimpan dan digandakan; mimbar
dapat disambung dengan pentas. Teknik dan retorika bisa ditambah melalui
kuliah, seminar, perpustakaan dan di pasar buku. Semuanya dapat diperkaya dan
didaya ciptakan oleh mubaligh sendiri. Akan tetapi, perkembangan jiwa pribadi,
mental set-up seorang mubaligh (juru dakwah), tak ada alat-alat modern yang
dapat melengkapinya, kecuali hanyalah dengan usaha dan latihan diri sendiri."
Pada dasarnya tugas fungsional penyuluh agama adalah bersifat mandiri,
Namun dalam rangka kelancaran dan keberhasilan tugasnya, seorang penyuluh
agama harus melakukan sinergi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak,
instansi dan lembaga yang memiliki keterkaitan secara langsung ataupun tidak
langsung dengan kegiatan penyuluhan agama.
Kelompok sasaran adalah bagian tidak terpisahkan dari pencapaian tujuan
bimbingan dan penyuluhan pada masyarakat yang dilakukan oleh penyuluh
agama. Oleh karena itu, kelompok sasaran menurut sudut pandang tugas seorang
penyuluh agama itu harus ada, karena tanpa kelompok sasaran seorang penyuluh
agama dalam melaksanakan tugas tanpa target dan tujuan yang jelas sehingga apa
yang telah dilaksanakan tidak akan membawakan hasil yang telah ditetapkan.
Kelompok sasaran berdasarkan kenyataan di tengah masyarakat ada yang
sudah terbentuk dan ada pula yang belum terbentuk. Bagi kelompok sasaran yang
sudah terbentuk akan memudahkan seorang penyuluh agama memberikan
bimbingan dan penyuluhan, tetapi apabila kelompok sasaran tersebut sudah ada
pengelelolanya atau penyuluhnya, maka perlu dibentuk kelompok sasaran yang
lain, selanjutnya dijadikan kelompok Binaan.
Dalam ketentuan bahwa bagi penyuluh agama yang bertugas di wilayah yang
padat penduduk harus mempunyai kelompok binaan sebanyak 20 kelompok ,
-
sedangkan di daerah pedesaan yang penduduknya jarang dan sedikit, jumlah
kelompok binaannya sebanyak 10 kelompok, kenyataan yang ada di lapangan
dalam Kota Palembang rata-rata penyuluh agama membina 4-5 kelompok binaan,
terdiri dari Majelis Taklim, Taman Pendidikan al-Quran dan Rumah Ibadan
termasuk dalamnya remaja masjid, selama ini kelompok binaan itu di bawah
naungan dan wilayah binaan Bidang Penamas/ Bidang Penerangan Agama Islam.
B. Teknik Pembentukan Kelompok Binaan
1. Tahap Persiapan. Penyuluh agama terlebih dahulu mengadakan observasi atau studi lapangan
di lingkungan masyarakat yang menjadi objek sasaran penyuluhan agama
Islam. Selanjutnya penyuluh agama mengumpulkan data dan informasi yang
berkaitan dengan kelompok masyarakat yang menjadi objek sasaran
penyuluhan. Data dan informasi yang penting diketahui ialah jumlah
penduduk, agama, mata pencaharian, tokoh-tokoh masyarakat, ulama dan
kecenderungan masyarakat tersebut terhadap agama dan kegiatan keagamaan.
Setelah data dan informasi terkumpul dan dipelajari secara cermat maka
penyuluh agama melakukan langkah pendekatan personal kepada unsur
masyarakat yang memiliki pengaruh di lingkungannya. Tujuan pendekatan
adalah untuk meyakinkan mereka terhadap manfaat pembinaan keagamaan
secara teratur dan intensif melalui pembentukan kelompok sasaran (binaan)
penyuluhan agama Islam.
Sebagai contoh, untuk pembentukan kelompok pengajian pemuda, pendekatan
dilakukan terhadap organisasi pemuda, organisasi olah raga atau remaja
masjid di lingkungan masyarakat tersebut. Setelah langkah pendekatan
membawa hasil yang positif, maka langkah selanjutnya adalah mengadakan
pertemuan untuk membentuk kelompok pengajian pemuda.
2. Tahap Pembentukan.
Langkah pembentukan kelompok pengajian pemuda dimulai dengan
menetapkan susunan pengurus, nama kelompok pengajian jika diperlukan,
tempat dan frekuensi kegiatan, dan dukungan pendanaan.
Dalam penentuan pengurus sebaiknya penyuluh agama hanya sebagai
fasilitator, sedangkan pimpinan pengurusnya diserahkan kepada para pemuda
sendiri sehingga tidak timbul kesan bahwa kelompok pengajian yang dibentuk
itu membawa misi dari luar. Kelompok pengajian yang dibentuk harus
dirasakan sebagai bagian dari kehidupan masyarakat setempat, dikelola oleh,
dari dan untuk kepentingan mereka sendiri. Kelompok pengajian pemuda yang
baru itu dibentuk bukan bersifat sementara, tetapi dirancang dan dibina untuk
jangka waktu yang tidak terbatas.
Seorang penyuluh agama dapat datang dan pergi karena tugasnya, tetapi
kelompok sasaran yang dibinanya adalah untuk jangka waktu yang panjang.
Dengan penyampaian dakwah agama secara monoton. Jiwa pemuda yang
kritis dan labil harus dibimbing dan digembleng dengan sentuhan dakwah
seorang penyuluh agama yang cerdas dan simpatik.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka untuk kelengkapan organisasi
bagi kelompok sasaran (binaan) segera ditetapkan visi dan misi yang
diterangkan di bawah ini.
Tahap berikutnya setelah penyuluh Agama Islam berhasil membentuk
kelompok binaan dalam suatu organisasi, baik itu organisasi yang sederhana
maupun organisasi yang rapi adalah menetapkan visi organisasi/kelompok
-
binaan. Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana kelompok binaan
harus dibawa agar tetap eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah suatu
gambaran yang menantang.
Tujuan Penetapan Visi Kelompok Binaan antara lain: Menggambarkan
apa yang ingin dicapai oleh kelompok sasaran (binaan). Memberikan arah dan
tujuan strategi yang jelas. Dapat menimbulkan perekat dan pengatur dari
berbagai gagasan strategi; Berorientasi terhadap masa depan;
Menimbulkan komitmen seluruh jajaran dalam lingkungan kelompok sasaran
(binaan); Memberikan kepastian kesinambungan kepemimpinan kelompok
sasaran (binaan).
Selanjutnya penetapan misi kelompok, misi merupakan masa depan
organisasi yaitu bagaimana organisasi ada. Misi harus dapat menjawab
beberapa pertanyaan yaitu: Mengapa organisasi ada dan apa tujuannya? Apa
yang unik dan berbeda dari organisasi? Apa yang kelihatannya akan
berbeda mengenai kegiatan organisasi pada 3 sampai dengan 5 tahun
mendatang?; Siapa customer kita?; Apa produk organisasi kita?; Apa yang
menjadi perhatian kita mengenai agama dan perekonomian umat yang
mendasar ?; Apa kepercayaan, nilai, aspirasi dan prioritas filosofi kita.
Langkah-langkah dalam perumusan misi dimaksud dapat ditempuh
sebagai berikut:
a. Seorang ditetapkan untuk menghimpun hasrat aspirasi dan keinginan yang
dihadapi organisasi. Kesan atau masukan tersebut bisa datang dari luar
organisasi.
b. Kelompok atau tim pengkaji semua unsur yang terkait dengan organisasi
seperti ulama, pemuka masyarakat, generasi muda, kelompok profesi,
LSM keagamaan, media. Kelompok di atas merupakan pihak-pihak yang
terkait dengan organisasi pemerintah.
c. Sesudah diadakan pengkajian mengenai pihak yang terkait, tiap anggota
mengisi formulir misi dengan rumusan masing-masing. Kemudian diikuti
dengan diskusi kelompok tentang misi yang ditulis masing-masing anggota
sehingga menghasilkan rumusan bersama yang jelas.
d. Hasil rumusan ini sudah berbentuk rencana misi dan dikembalikan kepada
tiap anggota kelompok untuk didiskusikan. Hasilnya disusun dalam bentuk
rumusan misi yang telah disepakati kelompok.
3. Tahap Konsolidasi.
Setelah kelompok pengajian pemuda resmi terbentuk, maka penyuluh
agama memfasilitasi penyusunan agenda kegiatan, pemilihan tema pengajian
yang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta serta inventarisasi anggota
pengajian. Keanggotaan pengajian terdiri dari anggota tetap dan anggota lepas.
Dalam rangka konsolidasi maka keberadaan kelompok pengajian pemuda
perlu disosialisasikan dan dikomunikasikan sejak dini kepada segenap unsur
dan lapisan masyarakat agar mereka memberi support (dukungan). Kelompok
pengajian yang dibentuk bukanlah kelompok yang tertutup dan ekslusif, tetapi
kelompok yang terbuka.
Sasaran/ Binaan Penyuluh Agama
Sasaran penyuluhan agama Islam dalam masyarakat Indonesia
kontemporer (Pedoman Penyuluh Agama, Departemen Agama, 2001) terdiri
dari:
-
a. Kelompok sasaran masyarakat umum, terdiri dari: Masyarakat pedesaan
dan Masyarakat transmigrasi
b. Masyarakat perkotaan terdiri dari:
Komplek Perumahan, Real Estate, Asrama, Daerah pemukiman baru,
Masyarakat pasar, Masyarakat daerah rawan Karyawan instansi
pemerintah/swasta tingkat Kabupaten/Propinsi, Masyarakat industri,
Masyarakat sekitar kawasan industri
c. Kelompok Sasaran Masyarakat khusus, terdiri dari:
1). Cendekiawan, meliputi kelompok binaan Pegawai/karyawan instansi
pemerintah, Kelompok profesi, Kampus/masyarakat akademis,
Masyarakat peneliti serta para ahli
2). Generasi muda terdiri dari kelompok binaan: Remaja Masjid, Karang
Taruna Pramuka
3). Lembaga Pendidikan Masyarakat (LPM), terdiri dari kelompok binaan:
Majelis Taklim; Pondok Pesantren; TPA/TKA
4). Binaan Khusus, terdiri dari kelompok binaan: Panti Rehabilitasi/
Pondok, Sosial, Rumah Sakit, Masyarakat gelandangan dan pengemis,
Lokalisasi Wanita Tuna Susila (WTS) dan Lembaga Pemasyarakatan
(LP)
5). Daerah Terpencil, terdiri dari kelompok binaan: Masyarakat Daerah
Terpencil Komunitas Adat Terpencil.
d. Lembaga Keagamaan Khusus
1). Majelis Taklim
a). Dasar, Pengertian dan Sejarah
Dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem
Pendidikan Nasional pada bagian Pendidikan Non Formal ditetapkan
Majelis Taklim sebagai Lembaga Resmi dan Satuan Pendidikan Non
Formal bercirikan Agama Islam. Oleh karena itu Departemen Agama RI
pada tahun 2004 telah menerbitkan Pedoman Bimbingan Majelis Taklim.
Hakekat pembangunan Nasional adalah pembangunan manusia
Indosesia seutuhnya. Untuk mencapai manusia Indosesia seutuhnya
diperlukan Dakwah dan pembangunan. antara dakwah dan pembangunan
berfungsi komplementer, keduanya saling mengisi untuk membentuk
manusia Indonesia seutuhnya. Sesuai dengan perkembangan masyarakat
maka pelaksanaan dakwah saat mi harus dilakukan dengan berlapis-lapis
untuk segmen masyarakat.
Salah satu sarana pokok dalam menyampaikan dakwah adalah
melalui Majelis Taklim. Saat ini Majelis Taklim telah tunibuh menjadi
lembaga yang handal sebagai sarana internalisasi nilai-nilai agama kepada
masyarakat.
Majelis Taklim adalah lembaga Pendikan Islam non formal yang
memiliki kurikulum tersendiri, diselengarakan secara berkala, teratur dan
diikuti oleh jamaah yang relatif banyak. Tujuan Majelis Taklim untuk membina dan mengembangkan
hubungan yang santun dan serasi antara manusia dan Allah SWT; antara
sesama manusia dan antara manusia dengan lingkunannya dalam rangka
membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Majelis Taklim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam
walaupun tidak disebut Majelis Taklim. Namun pengajian Nabi
Muhammad SAW yang berlangsung secara sembunyi-sembunyi dirumah
-
sahabat Arkam bin Abil Arqam RA. dizaman Makkah, dapat dianggap
majelis taklim menurut pengertian sekarang. Setelah terang-terangan
pengajian seperti itu terus berkembang ditempat-tempat lainnya yang
diselengarakan secara terbuka.
Peranan Majelis Taklim Dalam Kehidupan Umat
Keberadaan majelis taklim dalam era globalisasi sangat penting
terutama dalam menangkal dampak negatif dan globalisasi tersendiri.
Tetapi untuk menjaga eksistensi majelis taklim itu sendiri, majelis taklim
harus memanfaatkan dampak positif globalisasi tersebut.
Keberadaan majelis taklim menjadi sangat penting karena ia berada
ditengah-tengah masyarakat dan masyarakat adalah salah satu dari tiga
lingkungan pendidikan di samping rumah tangga dan sekolah.
Jadi majelis taklim yang berada ditengah-tengah masyarakat
merupakan salah satu benteng terpenting dalam menghadapi pengaruh
negatif yang terjadi dalam masyarakat akibat globalisasi.
Kedudukan majelis taklim sebagai lembaga pendidikan non formal
menjadi penting antara lain kalau berfungsi:
1). Membina dan mengembangkan Agama Islam dalam rangka
membentuk masyarakat yang taqwa kepada Allah Yang Maha Esa.
2). Sebagai taman rekreasi rohani, karena diselenggarakan dengan serius
tapi santai.
3). Sebagai ajang silaturrahmi yang dapat menghidup suburkan dakwah
Islamiah.
4). Sebagai sarana dialog berkesinambungan antara ulama, umara dan
umat.
5). Sebagai media penyampai gagasan moderenisasi yang bermanfaat bagi
pembangunan umat.
Materi Dakwah
1). Ilmu Al Quran Yaitu kemampuan membaca dengan fasih. Oleh karena berpidato selalu
membaca ayat Al Quran atau Hadits, maka kemampuan membaca dengan benar menjadi syarat mutlak seorang guru.
2). Ilmu Agama
Yaitu kemampuan menguasai ilmu fiqh. tauhid atau akhlak. Ilmu-ilmu
tersebut menjadi bahan berpidato. Luas sempitnya uraian, sangat
bergantung pada ilmu yang dikuasainya.
3). Pengetahuan Umum
Kemampuan menguasai pengetahuan umum memberikan wawasan dan
bahan untuk keberhasilan berpidato. Bobot pidatonya relevan dengan
masalah aktual, relevan dengan masalah yang dihadapi pendengar.
4). Penguasaan Teknik dan Sistematika Pidato
Kemampuan ini mempengaruhi penampilan muballigh/muballighah
berpidato. isi pidatonya menjadi mudah difahami dan menarik pendengar.
Penguasaan aspek-aspek tersebut diatas akan menentukan tingkat kepopuleran
muballigh juga akan lebih memantapkan keberadaan majelis Taklim yang
dipimpin oleh guru/para muballigh tersebut.
-
2. Taman Pendidikan Al-Quran.
a. Pengajian Anak-Anak.
Pengajian anak-anak inierupakan kegiatan pendidikan agama untuk
melengkapi pendidikan agama di sekolah. Kegiatan tersebut
dimaksudkan untuk membimbing anak-anak agar mampu membaca Al-
Quran dan menghayati ajaran-ajaran agama dengan baik.
b. Pengajian Remaja.
Untuk mengisi waktu di luar waktu belajar di sekoah perlu
diselenggarakan pengajian remaja (usia antara 15-20 tahun) Tujuannya
adalah untuk memperdalam ajaran againa Islam secara teori dan praktek.
Pengajian ditekankan pada membaca dan memahami Al-Quran, mempelajri akidah, syariah dan akhlak serta masalah-masalah
kemasyarakatan.
3. Pembinaan Rumah Ibadah
Rumah ibadah seperti masjid, mushalla atau langgar adalah suatu tempat
untuk melaksanakan kegiatan ibadah, baik ibadah mahdhah seperti shalat,
tadarus Al Quran maupun ibadah sosial seperti pendidikan, koperasi dan sebagainya.
a. Pembinaan Idarah (Pengorganisasian).
Untuk mengelola masjid dengan baik diperluan adanya pengurus
sekurang-kurangnya terdiri dan ketua, sekretaris, Bendahara. seksi imarah
yang mencakup peribadatan, pendidikan dan kegiatan kemasyarakatan
dan seksi riayah yang mencakup bidang pemeliharaan sarana fisik, perlengkapan dan pertamanan.
Salah satu tugas pengurus adalah mengelola administrasi masjid atau
mushalla, yaitu seksi idarah.
Hal-hal yang perlu diadministrasikan adalah
1). Jamaah.
Administrasi jamaah masjid tidak mudah diterapkan bagi masjid
yang dikunjungi 50-100 jamaah, apabila masjid tersebut berada di pusat
kota. yang sebagian jamaahnya sering berganti-ganti. Walaupun begitu
pengurus masjid dapat membedakan tentang adanya jamaah tetap dan
jamaah tidak tetap.
Jamaah tetap ialah. mereka yang tinggal di sekitar masjid dan
secara tetap, baik dalam shalat rawatib atau hanya shalat jumat selalu datang di masjid. Untuk administrasi jamaah ini perlu adanya satu buku
yang memuat nama dan data anggota jamaah serta data kehadiran jamaah.
2). Surat Menyurat.
Suatu masjid tentu pernah menerima surat atau juga mengirim surat atau
membalas surat. Kalau pengurus masjid semakin aktif, sebagai
akibatnya jumlah surat akan makin banyak. Surat yang banyak perlu
dicatat sebaik mungkin agar memudahkan mencarinya.
3). Jurnal Masjid.
Jurnal niasjid ini ia1ah ikhtisar kegiatan masjid, baik oleh
pimpinan, bidang-bidang atau siapa saja di dalam pengurus masjid.
Kemanfaatannya ialah sebagai suatu rekaman kegiatan untuk bahan
-
evaluasi atau penilaian di kemudian hari. Jurnal juga berguna untuk
menyusun laporan bagi pengurus masjid.
4). Khatib
Untuk pengaturan khatib diperlukan: a. Daftar khatib. b. Tema
khutbah.
5). Keuangan.
b. Pembinaan Imarah (Kemakmuran).
Pernbinaan penbadatan dalam suatu masjid perlu diperhatikan
masalah shalat fardhu, shalat Jumat, shalat Sunat, Tadarus Al Quran dan lain-lain.
1). Shalat Fardhu.
Dalam hal shalat fardhu agar diperhatikan
a). Menyiapkan muadzin dan imam shalat lima waktu. b). Adzan setiap
waktu. c). Mengadakan shalat berjamaah. d). Membagikan buku pedoman shalat.
2). Shalat Jum`at
a). Sarana.
Menjelang shalat Jumat disiapkan tikar, karpet atau permadani, membersihkan mihrab, mimbar, menyediakan sejadah bagi imam.;
membersihkan tempat wudhu dan wc, mengecek alat-alat elektronik
seperti pengeras suara dan alat perekam.
b). Khatib.
Pemberitahuan khatib dilakukan seminggu sebelumnya, sesuai
dengan jadwal yang sudah disepakati dengan khatib yang bersangkutan.
Hal tersebut dimaksud agar dapat di cari penggantinya apabila khatib yatg
bersangkutan berhalangan. Penyusunan daftar khatib sebaiknya
direncanakan dalam jangka waktu yang cukup panjang, misalnya untuk
satu kuartal atau bahkan untuk masa satu tahun. Pengumuman-
pengumuman yang dianggap penting untuk diumumkan kepada jamaah disampaikan sebelum khatib naik mimbar.
c). Jamaah. Jamaah diatur dalam shaf-shaf yang rapat dan lurus. Hendaknya shaf
tersebut sudah diatur sebelum khutbah Jumat/ shalat dimulai. Anak-anak diatur di belakang orang tua. Hendaknya ada petugas khusus untuk
mengatur/mengawasi anak-anak tersebut sehingga mereka tidak gaduh.
d). Imam dan Muadzin.
Imam dan muadzin hendaknya orang yang fasih bacaannya. bagus
suaranya dan mempunyai akhlak yang baik.
3). Shalat Sunnat.
Dalam hal ini diatur terlaksananya:
a). Shalat sunnat rawatib, qabliyah dan badiyah. b). Shalat tarawih yang biasa dilakukan ada dua macam, yaitu 8 rakaat
ditambah 3 rakaat witir atau 20 rakaat ditambah 3 rakaat witir.
Apabila suatu masjid atau mushalla terdapat dua macan pengikut
tarawih tersebut, sebaiknya ada dua imam dan dua pembaca shalawat;
yang satu untuk mereka yang shalat tarwih 8 rakaat dan yang lainnya
untuk mereka yang shalat shalat tarawih 20 rakaat.
Caranya sebagai berikut : pada mulanya jamaah shalat bersama-
sama sampai dengan rakaat ke delapan. Bagi yang melaksanakan shalat
tarawih 8 rakaat, mereka meneruskan dengan shalat witir 3 rakaat.
-
Sementara itu, yang akan melasanakan shalat tarawih 20 rakaat dapat
meneruskan setelah shalat witir kelompok pertama selesai. Demikianlah
yang selama ini dilaksanakan di masjid-masjid.
4). Tadarus Al Quran. Tadarus Al Quran umumnya diadakan pada bulan Ramadhan. Di luar bulan Ramadhan, masjid dan mushalla juga . harusnya perlu diramaikan
dengan Tadarus Al-Quran, paling tidak sekali seminggu setiap malam Jumat.
4. Lembaga Penerangan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A)
Dalam Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 513
Tahun 2003 Tentang Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga
Lembaga Pendidikan dan Pengamalan Agama Islam (LP2A)
Organisasi LP2A berasaskan Islam dan Pancasila. Sedangkan Tujuan
LP2A adalah terwujudnya masyarakat Islam yang mampu melaksanakan
ajaran Islam dengan baik dan benar, aktif dalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar
1945.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut LP2A mempunyai usaha-usaha
sebagai berikut :
a. menyelenggarakan dan membina pendidikan agama Islam di masyarakat;
b. menyelenggarakan dakwah pada kelompok masyarakat khusus;
c. membina, mengkoordinasikan dan memberdayakan penyuluh agama Islam
baik fungsional maupun honorer; -
d. membina dan menyelenggarakan perpustakaan dan seni budaya yang
bernafaskan Islam;
e. menyelenggarakan dan mendorong usaha pembangunan dan
pengembangan ekonoini masyarakat/umat.
LP2A Mempunyai susunan organisasi : LP2A Pusat; Provinsi;
Kabupaten/Kota; Kecamatan; dan Desa/Lurah. Pengurus LP2A Kecamatan
diangkat dan diberhentikan oleh Camat atas usul Kepala Kantor Urusan
Agama Kecamatan Pengurus LP2A Kecamatan. Pengurus LP2A Kecamatan
terdiri dan: Penasehat, Pembina, Ketua dan Wakil Ketua, Sekretaris,
Bendahara dan Bagian-bagian sesuai dengan kebutuhan. Camat dan
Ketua MUI Kecamatan karena jabatannya Penasehat LP2A Kecamatan, serta
Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Badan I Dinas Kantor
Pemberdayaan Masyarakat Kecamatan dan Suku Dinas Pendidikan Kecamatan
karena jabatannya adalah Pembina LP2A Kecamatan. Ketua LP2A Kecamatan
adalah Penyuluh Agama Islam/Pemuka Agama Islam. Sekretaris LP2A
Kecamatan adalah Pengawas Pendidikan Agama Islam pada Masyarakat
Kantor Urusan Agama Kecamatan/Pemuka Agama Islam. Anggota Pengurus
lainnya dapat ditunjuk dan Cendikiawan dan Pemuka Agama Islam
serta Pejabat Pemerintah dan LSM Keagamaan Tingkat Kecamatan.
Pengurus LP2A Desa/Kelurahan diangkat dan diberhentikan oleh Ketua
LP2A Kecamatan atas usul Kepala Desa/Lurah. Pengurus LP2A Desa
/Kelurahan terdiri dan: Penasehat, Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota-
anggota. Kepala Desa/Lurah dan Ketua MUI Kelurahan karena jabatannya
adalah Penasehat LP2A Desa/Kelurahan, sedangkan Ketua LP2A
Desa/Kelurahan adalah Penyuluh Agama Islam/Pemuka Agama Islam.
-
Anggota Pengurus lainnya dapat ditunjuk dan Pemuka Agama Islam atau
karyawan yang berdomisili di Desa/Keurahan. LP2A mempunyal hubungan
organisasi yang bersifat vertikal. Kepengurusan LP2A Tingkat Pusat sampai
dengan Tingkat Kecamatan dilengkapi dengan
a. Bagian Pendidikan Masyarakat Desa; /
b. Bagian Pendidikan Masyarakat Khusus;
c. Bagian Pendidikan Agama;
d. Bagian Perpustakaan dan Tamaddun;
e. Bagian Usaha dan Pengembangan ekonoini;
f. Bagian Sekretariat.
5. Forum Komunikasi Lembaga Dakwah ( FKLD )
Untuk memantapkan komunikasi Lembaga-lembaga Dakwah terutama
dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang terus berubah, maka
kehadiran Forum Komunikasi menjadi strategis. Forum tersebut sebagai
sarana untuk memungkinkan terjadiriya saling tukar fikiran, tukar pengalaman
dan kerjasama untuk mengembangkan pelaksanaan dakwah yang sebaik-
baiknya. Melalui tukar pengalaman yang teratur dalam forum konsultasi
tersebut diharapkan dapat tercipta persamaan persepsi mengenai
masalahrnasalah yang dihadapi serta ditemukan konsepsi-konsepsi kegiatan
untuk mengatasinya. Adanya wadah komunikasi dan konsultasi lembaga-
lembaga dakwah itu juga akan menyederhariakan hubungan dan mekanisme
konsultasi antara Lembaga-lembaga Dakwah dengan aparatur pemerintah yang
terkait. Disinilah arti penting kehadiran Forum Komunikasi Lembaga Dakwah
(FKLD).
Keberadaan Forum Komunikasi Lembaga Dakwah (FKLD) adalah juga
sejalan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 yang secara jelas
menyebutkan antara lain Mengingat pentingnya organisasi kemasyarakatan sehingga pengaturadan pembinaan perlu diarahkan kepada pencapaian dua
sasaran pokok yaitu Pertama, terwujudnya organisasi kemasyarakatan yang mampu memberikan
pendidikan kepada masyarakat ke arah makin mantapnya kesadaran kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, tumbuhnya gairah dan dorongan
yang kuat pada manusia dan masyarakat untuk ikut serta secara aktif dalam
pembangunan nasional.
Kedua, terwujudnya organisasi kemasyarakatan yang mandiri dan mampu
berperan secara berdaya guna sebagai sarana untuk berorganisasi guna
menyalurkan aspirasinya dalam pembangunan nasional.
Forum Komunikasi Lembaga Dakwah dapat didayagunakan sebagai wahana
untuk membangun persepsi yang sama terhadap berbagai permasalahan
dakwah dan wadah yang berfungsi sebagai filter pengamanan yang ampuh.
Kehadiran FKLD dimaksudkan untuk meningkatkan koordinasi dan
kerjasama antar Lembaga Dakwah dan antara Lembaga Dakwah dengan
pemerintah. FKLD dibentuk di tingkat Pusat dan di seluruh propinsi.
Pembentukan FKLD diarahkan semata-mata untuk lebih mengefektifkan
kegiatan dakwah khususnya dan pembangunan bangsa pada umumnya. Forum
ini tidak merupakan induk dari organisasi Lembaga Dakwah yang ada. Oleh
karena itu FKLD diarahkan bukan untuk mematikan atau membatasi ruang
gerak kegiatan Lembaga Dakwah yang sudah berjalan selama ini tetapi justeru
membantu pelaksanaan program-program Lembaga Dakwah.
-
Pengelolaan FKLD di tingkat Pusat ditangani oleh Lembaga-lembaga
Dakwah di tingkat Pusat. Adapun di tingkat propinsi dibentuk dan dikelola
oleh Lembaga-lembaga Dakwah yang ada di propinsi yang bersangkutan.
Tidak ada garis komando antara FKLD di tingkat Pusat dengan FKLD di
tingkat daerah, yang ada hanya hubungan yang bersifat koordinatif.
Fungsi Forum Komunikasi Lembaga Dakwah di tingkat Pusat dan
Daerah adalah sebagai berikut
1. Fungsi konsultatif, yakni sebagai forum untuk saling membina dan
membimbing ke arah pengembangan dakwah yang berkualitas.
2. Fungsi komunikatif, yakni sebagai forum untuk membina saling pengertian
dan kepercayaan guna memupuk ukhuwah Islamiah dan persaudaraan
sesama Lembaga Dakwah khususnya umat Islam pada umumnya.
3. Fungsi edukatif, yakni sebagai forum untuk tukar menukar informasi
mengenai masalah-masalah yang berkaitan dengan dakwah, sekaligus
mengembangkan sistem informasi dakwah.