tbc searching
DESCRIPTION
jbTRANSCRIPT
id.shvoong.com › Kedokteran & Kesehatan 16.31 wib
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1741116-penyakit/.
Penyakit TBC
Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin,
atau kaya) dan dimana saja. Setiap tahunnya, Indonesia bertambah dengan
seperempat juta kasus baru TBC dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahunnya
disebabkan oleh TBC. Bahkan, Indonesia adalah negara ketiga terbesar dengan
masalah TBC di dunia. Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada
tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2
– 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan
oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000
kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan
kasus baru. Penyebab Penyakit TBC Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri
ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga
untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit
TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP). Bakteri
Mikobakterium tuberkulosa Cara Penularan Penyakit TBC Penyakit TBC biasanya
menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang
dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi
umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan
terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak (terutama pada
orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh
darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi
hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan,
tulang, kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang
paling sering terkena yaitu paru-paru. Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil
menginfeksi paru-paru, maka dengan segera akan tumbuh koloni bakteri yang
berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian reaksi imunologis bakteri
TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di sekeliling bakteri itu
oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat jaringan di sekitarnya
menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant (istirahat). Bentuk-
bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada pemeriksaan
foto rontgen. Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan
sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah
ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi
sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan
sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif terinfeksi TBC.
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk
yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping
itu daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan
faktor yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.Diterbitkan di: Januari 082008
www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57 – 16.35 wib
TUBERKULOSIS
Latar belakang
Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8
juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara
berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan
pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya
epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih
banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan
keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk
dunia telah terinfeksi kuman TB.
Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan
saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab
kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua
golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 ? 1982 telah dilakukan survey
prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar
puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintahd an swasta, praktek swasta dan
sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan
175.000 per tahun.
Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari
kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan penderita TB Paru dengan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) -atau pengawasan langsung menelan obat
jangka pendek/setiap hari- baru mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS
(1969-1994) cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%.
Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan
telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug
resistance (MDR).
Definisi :
Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis), sebagian besar kuman TB menyerang Paru, tetapi dapat juga mengenai
organ tubuh lainnya.
Kuman Tuberkulosis :
Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh
karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan
tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.
Cara Penularan :
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman
dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui
sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian
tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila
hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya
menghirup udara tersebut.
Resiko Penularan :
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap
cukup tinggi dan berfariasi antara 1 ? 2 %. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun
diantara 1000 penduduk, 10 (sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi
tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari
keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000
penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus) penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita
adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TB adalah
daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
Riwayat terjadinya Tuberkulosis
Infeksi Primer :
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup
sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus
berjalan sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di Paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru,
saluran linfe akan membawa kuma TB ke kelenjar linfe disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai
kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4 ? 6
minggu.
Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi
positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan
kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman,
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6
bulan.
Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB) :
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer,
misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
Komplikasi Pada Penderita Tuberkulosis :
Komplikasi berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena
syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas.
Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
Bronkiectasis dan Fibrosis pada paru.
Pneumotoraks spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah sakit.
Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan luas yang telah sembuh (BTA negatif) masih bisa
mengalami batuk darah. Keadaan ini seringkali dikelirukan dengan kasus kambuh. Pada kasus seperti ini,
pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan simptomatis. Bila
perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit spesialistik.
Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati :
Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 % akan sembuh
sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai ?kasus Kronik? yang tetap menular (WHO
1996).
Pengaruh Infeksi HIV :
Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular Immunity), sehingga
jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah
bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB
akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
Gejala - gejala Tuberkulosis
Gejala Umum :
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 (tiga) minggu atau lebih.
Gejala Lain Yang Sering Dijumpai :
Dahak bercampur darah.
Batuk darah.
Sesak napas dan rasa nyeri dada.
Badan lemah, nafsu makan menurun, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat
malam walaupun tanpa kegiatan, demam meriang lebih dari sebulan.
Penemuan pederita Tuberkulosis (TB)
Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Penemuan penderita TB dilakukan secara Pasif, artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan
pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan. Penemuan secara pasif tersebut
didukung dengan penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk
meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita. Cara ini biasa dikenal dengan sebutan Passive
Promotive Case Finding
Selain itu, semua kontak penderita TB paru BTA positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat
tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian.Semua tersangka penderita
harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut, yaitu sewaktu ? pagi ? sewaktu
(SPS).
Penemuan Penderita Tuberkulosis Pada Anak.
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar diagnosis
tuberkulosis anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.
Diagnosis Tuberkulosis (TB)
Diagnosis Tuberkulosis Pada Orang Dewasa.
Diagnosis TB paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan
dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga SPS BTA
hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau
pemeriksaan spesimen SPS diulang.
Kalau hasil rontgen mendukung TB, maka penderita diidagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil rontgen tidak mendukung TB, maka pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Apabila fasilitas memungkinkan, maka dapat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya biakan.
Bila tiga spesimen dahak negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya kotrimoksasol atau
Amoksisilin) selama 1 ? 2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TB,
ulangi pemeriksaan dahak SPS :
Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TB BTA positif.
Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TB.
- Bila hasil rontgen mendukung TB, diagnosis sebagai penderita TB BTA negatif rontgen positif.
- Bila hasil ropntgen tidak mendukung TB, penderita tersebut bukan TB.
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen, penderita dapat dirujuk untuk difoto rontgen dada.
ALUR DIAGNOSIS TUBERKULOSIS PARU PADA ORANG DEWASA
Di Indonesia, pada saat ini, uji tuberkulin tidak mempunyai arti dalam menentukan diagnosis TB pada
orang dewasa, sebab sebagian besar masyarakat sudah terinfeksi dengan Mycobacterium Tuberculosis
Karena tingginya prevalensi TB. Suatu uji tuberkulin positif hanya menunjukkan bahwa yang
bersangkutan pernah terpapar dengan Mycobacterium Tuberculosis . Dilain pihak, hasil uji tuberkulin
dapat negatif meskipun orang tersebut menderita tuberkulosis. Misalnya pada penderita HIV / AIDS,
malnutrisi berat, TB milier dan Morbili.
Refleksi Hari TBC Sedunia
Setiap tanggal 24 Maret diperingati sebagai hari Tuberkulosis (TBC) sedunia. Tahun ini peringatan hari
TBC sedunia bertemakan "Every Breath Counts, Stop TB Now!". Tema ini menekankan pada kata
"breath" yang tidak hanya berarti pernapasan, tetapi juga merupakan pusat dari segala aktivitas
manusia. Sehingga, rusaknya "breath" karena TBC akan mengakibatkan rusaknya segala aktivitas
manusia. Tema ini sekali lagi mengingatkan kita akan bahaya TBC dan urgensi pemberantasannya.
Dalam rangka memperingati hari TBC ini juga dilakukan "2nd Stop TBC Partners", forum dan kampanye
Stop TBC untuk 2004-2005 yang diselenggarakan di New Delhi.
Pembunuh massal
Tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa bakteri mycobacterium tuberculosis yang menyebabkan TBC
adalah bekteri pembunuh massal. WHO memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap
tahunnya. Antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliar manusia akan terinfeksi. Dengan kata
lain pertambahan jumlah infeksi lebih dari 56 juta tiap tahunnya. Biasanya 5-10 persen di antara infeksi
berkembang menjadi penyakit, dan 40 persen di antara yang berkembang menjadi penyakit berakhir
dengan kematian.
Jika dihitung, pertambahan jumlah pasien TBC akan bertambah sekitar 2,8-5,6 juta setiap tahun, dan 1,1-
2,2 juta jiwa meninggal setiap tahun karena TBC. Perkiraan WHO, yakni 2 juta jiwa meninggal tiap tahun,
adalah berdasarkan perhitungan ini. Angka ini adalah angka yang besar, karena 2-4 orang terinfeksi
setiap detik, dan hampir 4 orang setiap menit meninggal karena TBC ini. Kecepatan penyebaran TBC
bisa meningkat lagi sesuai dengan peningkatan penyebaran HIV/AIDS dan munculnya bakteri TBC yang
resisten terhadap obat.
Selain itu migrasi manusia juga mempercepat penyebaran TBC. Di Amerika Serikat, hampir 40 persen
dari penderita TBC adalah orang yang lahir di luar negeri. Mereka imigrasi ke Amerika dan menjadi
sumber penyebaran TBC. Begitu juga dengan meningkatnya jumlah pengungsi akibat perang dengan
lingkungan yang tidak sehat sehingga memudahkan penyebaran TBC. Diperkirakan sebanyak 50 persen
dari pengungsi di dunia berpeluang terinfeksi TBC.
Di kawasan Asia Tenggara, data WHO (http:www.whosea.org) menunjukan bahwa TBC membunuh
sekitar 2.000 jiwa setiap hari. Dan sekitar 40 persen dari kasus TBC di dunia berada di kawasan Asia
Tenggara. Dua di antara tiga negara dengan jumlah penderita TBC terbesar di dunia, yaitu India dan
Indonesia, berada di wilayah ini. Indonesia berada di bawah India, dengan jumlah penderita terbanyak di
dunia, diikuti Cina di peringkat kedua.
Dibandingkan dengan penyakit menular lainnya, TBC juga menjadi pembunuh nomor satu di kawasan ini,
di mana jumlahnya 2-3 kali jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS yang berada di peringkat
kedua. Sementara itu, penyakit tropis seperti demam berdarah dengue (DBD) tidak sampai
sepersepuluhnya. Kita bisa membayangkan betapa seriusnya masalah TBC ini.
Karena itu, perlu kita sadari kembali bahwa TBC adalah penyakit yang sangat perlu mendapat perhatian
untuk ditanggulangi. Karena bakteri mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara
pada saat pasien TBC batuk atau bersin, bahkan pada saat meludah dan berbicara. Satu penderita bisa
menyebarkan bakteri TBC ke 10-15 orang dalam satu tahun.
Berdasarkan data Rumah Sakit "Prof DR Sulianti Saroso" (http:www.infeksi.com), di Indonesia tiap tahun
terdapat 583 ribu kasus dan 140 ribu di antaranya meninggal dunia. Jika dihitung, setiap hari 425 orang
meninggal akibat TBC di Indonesia. Kalau 1 orang pasien bisa menularkan ke 10 orang, pada tahun
berikutnya jumlah yang tertular adalah 5,8 juta orang. Karena itu, jelaslah bahwa TBC adalah pembunuh
massal yang harus diberantas.
Terapi TBC
Karena yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC itu sendiri, pengontrolan efektif TBC
mengurangi pasien TBC tersebut. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi penderita TBC
saat ini, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi penyembuhan TBC
jangka pendek dengan pengawasan langsung atau dikenal dengan istilah DOTS (Directly Observed
Treatment Shortcourse Chemotherapy). Dalam strategi ini ada tiga tahapan penting, yaitu mendeteksi
pasien, melakukan pengobatan, dan melakukan pengawasan langsung.
Deteksi atau diagnosa pasien sangat penting karena pasien yang lepas dari deteksi akan menjadi
sumber penyebaran TBC berikutnya. Seseorang yang batuk lebih dari 3 minggu bisa diduga mengidap
TBC. Orang ini kemudian harus didiagnosa dan dikonfirmasikan terinfeksi kuman TBC atau tidak. Sampai
saat ini, diagnosa yang akurat adalah dengan menggunakan mikroskop. Diagnosa dengan sinar-X kurang
spesifik, sedangkan diagnosa secara molekular seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) belum bisa
diterapkan.
Jika pasien telah diidentifikasi mengidap TBC, dokter akan memberikan obat dengan komposisi dan dosis
sesuai dengan kondisi pasien tersebut. Adapun obat TBC yang biasanya digunakan adalah isoniazid,
rifampicin, pyrazinamide, streptomycin, dan ethambutol. Untuk menghindari munculnya bakteri TBC
yang resisten, biasanya diberikan obat yang terdiri dari kombinasi 3-4 macam obat ini.
Dokter atau tenaga kesehatan kemudian mengawasi proses peminuman obat serta perkembangan
pasien. Ini sangat penting karena ada kecendrungan pasien berhenti minum obat karena gejalanya telah
hilang. Setelah minum obat TBC biasanya gejala TBC bisa hilang dalam waktu 2-4 minggu. Walaupun
demikian, untuk benar-benar sembuh dari TBC diharuskan untuk mengkonsumsi obat minimal selama 6
bulan. Efek negatif yang muncul jika kita berhenti minum obat adalah munculnya kuman TBC yang
resisten terhadap obat. Jika ini terjadi, dan kuman tersebut menyebar, pengendalian TBC akan semakin
sulit dilaksanakan.
DOTS adalah strategi yang paling efektif untuk menangani pasien TBC saat ini, dengan tingkat
kesembuhan bahkan sampai 95 persen. DOTS diperkenalkan sejak tahun 1991 dan sekitar 10 juta pasien
telah menerima perlakuan DOTS ini. Di Indonesia sendiri DOTS diperkenalkan pada tahun 1995 dengan
tingkat kesembuhan 87 persen pada tahun 2000 (http:www.who.int). Angka ini melebihi target WHO,
yaitu 85 persen, tapi sangat disayangkan bahwa tingkat deteksi kasus baru di Indonesia masih rendah.
Berdasarkan data WHO, untuk tahun 2001, tingkat deteksi hanya 21 persen, jauh di bawah target WHO,
70 persen. Karena itu, usaha untuk medeteksi kasus baru perlu lebih ditingkatkan lagi.
Imunisasi
Pengontrolan TBC yang kedua adalah imunisasi. Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap
penyaki TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG terbuat dari bakteri M tuberculosis strain
Bacillus Calmette-Guerin (BCG). Bakteri ini menyebabkan TBC pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin
ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri M tuberculosis yang hidup (live vaccine), karenanya bisa
berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa mengindus antibodi seumur hidup. Selain itu,
pemberian dua atau tiga kali tidak berpengaruh. Karena itu, vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali
seumur hidup. Di Indonesia, diberikan sebelum berumur dua bulan.
Imunisasi TBC ini tidak sepenuhnya melindungi kita dari serangan TBC. Tingkat efektivitas vaksin ini
berkisar antara 70-80 persen. Karena itu, walaupun telah menerima vaksin, kita masih harus waspada
terhadap serangan TBC ini. Karena efektivitas vaksin ini tidak sempurna, secara global ada dua pendapat
tentang imunisasi TBC ini. Pendapat pertama adalah tidak perlu imunisasi. Amerika Serikat adalah salah
satu di antaranya. Amerika Serikat tidak melakukan vaksinasi BCG, tetapi mereka menjaga ketat
terhadap orang atau kelompok yang berisiko tinggi serta melakukan diagnosa terhadap mereka. Pasien
yang terdeteksi akan langsung diobati. Sistem deteksi dan diagnosa yang rapi inilah yang menjadi kunci
pengontorlan TBC di AS.
Pendapat yang kedua adalah perlunya imunisasi. Karena tingkat efektivitasnya 70-80 persen, sebagian
besar rakyat bisa dilindungi dari infeksi kuman TBC. Negara-negara Eropa dan Jepang adalah negara
yang menganggap perlunya imunisasi. Bahkan Jepang telah memutuskan untuk melakukan vaksinasi
BCG terhadap semua bayi yang lahir tanpa melakukan tes Tuberculin, tes yang dilakukan untuk
mendeteksi ada-tidaknya antibodi yang dihasikan oleh infeksi kuman TBC. Jika hasil tes positif, dianggap
telah terinfeksi TBC dan tidak akan diberikan vaksin. Karena jarangnya kasus TBC di Jepang, dianggap
semua anak tidak terinfeksi kuman TBC, sehingga diputuskan bahwa tes Tuberculin tidak perlu lagi
dilaksanakan.
Bagaimana dengan Indonesia? Karena Indonesia adalah negara yang besar dengan jumlah penduduk
yang banyak, agaknya masih perlu melaksanakan vaksinasi BCG ini. Dengan melaksanakan vaksinasi ini,
jumlah kasus dugaan (suspected cases) jauh akan berkurang, sehingga memudahkan kita untuk
mendeteksi pasien TBC, untuk selanjutnya dilakukan terapi DOTS untuk pasien yang terdeteksi. Kedua
pendekatan, yaitu vaksinasi dan terapi perlu dilakukan untuk memberantas TBC dari bumi Indonesia.
: Andi Utama (Peneliti Puslit Bioteknologi-LIPI dan Pemerhati Masalah Kesehatan)
PERANGI TBC :
10 HAL TENTANG TBC DAN PENANGGULANGANNYA.
10 FAKTA PENTING MENGENAI SITUASI TBC DI INDONESIA
Tiap tahun terdapat 583.000 kasus TBC di Indonesia
Secara nasional, TBC ?membunuh? kira-kira 140.000 orang setiap tahun
Setiap hari 425 orang meninggal akibat TBC di Indonesia.
Indonesia merupakan ?penyumbang? kasus TBC ke-3 di Dunia, setelah RRC dan India.
Tingkat resiko untuk terserang TBC di Indonesia berkisar antara 1,7 % - 4,4 % ( menurut data 1972-
1987 ).
Sekitar ¾ pasien TBC di Indonesia tergolong dalam usia produktif.
Tahun 1995, pemerintah Indonesia mulai mengadopsi starategi DOTS (Directly Observed Tratment Short-
Course) untuk menanggulangi TBC.
Tahun 1996, obat TBC di Puskesmas diberikan dalam bentuk Kombipak.
Tahun 1999 merupakan dimulainya era penting dalam penanggulangan TBC di Indonesia, karena
dibentuknya GERDUNAS-TBC (Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TBC) yang merupakan wujut
nyata kemitraan dengan berbagai sektor yang terkait dalam penanggulangan TBC di Indoensia.
Penelitian ekonomi kesehatan di Indonesia menemukan bahwa jika pengobatan dapat diterapkan secara
dini, setiap US$ 1 yang untuk program penanggulangan TBC, maka akan dapat menghemat US$ 55
dalam waktu 20 tahun.
10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC
Tiap tahun selalu terdapat peningkatan jumlah penderita TBC yang tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya.
TBC membunuh lebih banyak kaum muda dan wanita dibandingkan penyakit menular lainnya.
Terdapat sekitar 2 sampai 3 juta orang meninggal akibat TBC setiap tahun. Sesungguhnya setiap
kematian akibat TBC itu bisa dihindari.
Setiap detik, ada 1 orang yang meninggal akibat tertular TBC.
Setiap 4 detik, ada yang sakit akibat tertular TBC.
Setiap tahun. 1 % dari seluruh populasi di seluruh dunia terjangkit oleh penyakit TBC.
Sepertiga dari jumlah penduduk di dunia ini sudah tertular oleh kuman TBC (walaupun) belum terjangkit
oleh penyakitnya.
Penderita TBC yang tidak berobat dapat menularkan pentakit kepada sekitar 10 ? 15 orang dalam jangka
waktu 1 tahun.
Seperti halnya flu, kuman TBC menyebar di udara pada saat seseorang yang menderita TBC batuk dan
bersin, meludah atau berbicara.
Kuman TBC biasanya menyerang paru-paru.
10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PERPINDAHAN PENDUDUK
Sekitar 50 % dari jumlah pengungsi di seluruh dunia kemungkinan telah tertular TBC, Setiap tahunnya,
lebih dari 17.000 orang pengungsi menderita sakit akibat TBC.
Populasi pengungsi menghadapi peningkatan masalah akibat TBC; jumlah pengungsi dan pelarian di
seluruh dunia telah berlipat 9 kali selama 20 tahun terakhir.
Penderita TBC yang tidak dirawat dapat menyebarkan penyakitnya secara cepat, terutama di lingkungan
penampungan dan kamp pengungsi, Amatlah sulit memberikan perawatan TBC bagi penduduk yang
berpindah-pindah.
WHO merekomendasikan bahwa TBC harus menjadi prioritas utama, sesegera mungkin setelah fase
darurat bagi para pengungsi itu berlalu.
Turisme, perjalanan antar-negara dan migrasi menunjang terjadinya penyebaran kuman TBC.
Di banyak negara industri maju, paling tidak setengah dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang-
orang yang lahir di negara lain.
Di Amerika Serikat, 1/3 dari jumlah kasus TBC, ditemukan pada orang yang tempat kelahirannya bukan
di AS
Jumlah kasus TBC di AS diantara orang-orang yanglahirnya bukan di AS, senantiasa meningkat setiap
tahun.
Kaum gelandangan di negara maju merupakan golongan yang resiko tertular TBC-nya semakin
meningkat.
Pada tahun 1995, dilaporkan bahwa hampir 30 % dari populasi gelandangan di San Francisco (AS) dan
sekitar 25 % dari populasi gelandangan di London (Inggris) telah tertular oleh kuman TBC ? jauh lebih
tinggi daripada rata-rata nasional di kedua negara tersebut.
10 FAKTA PENTING MENGENAI TBC & PEREMPUAN
TBC merupakan penyakit menular paling ganas yang menyerang dan membunuh kaum perempuan.
Lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TBC. 1 juta diantaranya akan meninggal
dan 2,5 juta akan segera menderita penyakit tersebut pada tahun ini, Perempuan yang menderita TBC
ini berusia antara 15 ? 44 tahun.
TBC merupakan penyakit pembunuh yang paling mematikan bagi perempuan muda usia.
TBC memiliki andil sekitar 9 % dari kematian berusia 15-44 tahun, dibandingkan penyebab kematian
lainnya (akibat perang:4%,HIV:3%,dan penyakit jantung:3 % ).
Perempuan dalam usia reproduksi lebih rentan terhadap TBC dan lebih mungkin terjangkit oleh penyakit
TBC dibandingkan pria dari kelompok usia yang sama.
Wanita pada kelompok usia reproduksi juga beresiko lebih tinggi terhadap penuaran HIV.
Di sebagian negara Afrika, jumlah perempuan yang terjangkit TBC lebih besar dibandingkan jumlah
penderita pria.
TBC menyebabkan jumlah kematian lebih besar bagi wanita dibandingkan kematian akibat melahirkan.
Di beberapa bagian dunia, stigma atau rasa malu akibat TBC menyebabkan terjadinya isolasi, pengucilan
dan perceraian bagi kaum wanita.
Di beberapa bagian dunia, pergerakan kaum perempuan sedang mengusahakan adanya upaya lebih baik
penanggulangan penyakit TBC.
APAKAH DOTS ITU ?
DOTS atau kependekan dari Directly Observed Treatment, Short-course adalah strategi penyembuhan
TBC jangka pendek dengan pengawasan secara langsung.
Dengan menggunakan startegi DOTS, maka proses penyembuhan TBC dapat secara cepat.
DOTS menekankan pentingnya pengawasan terhadap penderita TBC agar menelan obatnya secara
teratur sesuai ketentuan sampai dinyatakan sembuh.
Strategi DOTS memberikan angka kesembuhan yang tinggi, bisa sampai 95 %. Startegi DOTS
direkomendasikan oleh WHO secara global untuk menanggulangi TBC.
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen, yaitu :
o Adanya komitmen politis dari pemerintah untuk bersungguh-sungguh menanggulangi TBC.
o Diagnosis penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis
o Pengobatan TBC dengan paduan obat anti-TBC jangka pendek, diawasi secara langsung oleh PMO
(Pengawas Menelan Obat).
o Tersedianya paduan obat anti-TBC jangka pendek secara konsisten.
o Pencatatan dan pelaporan mengenai penderita TBC sesuai standar.
Bank dunia menyatakan strategi DOTS merupakan strategi kesehatan yang paling ?cost effective?.
Bangladesh : Dengan strategi DOTS, angka kesembuhan mampu mencapai sekitar 80 %.
Maldives : Angka kesembuhan mencapai angka sekitar 85 % berkat strategi DOTS.
Nepal : Setelah menggunakan DOTS, angka kesembuhan mencapai 85 % - sebelumnya hanya mencapai
50 %.
RRC : Tingkat kesembuhan mencapai 90 % dengan DOTS.
Tanggal dibuat : 22/03/2005 . 08:32Revisi terakhir : 03/02/2007 . 12:23Kategori : PENYAKIT Halaman pernah dibaca 176845 kali
www.tbindonesia.or.id/tbnew/epidemiologi...indonesia/.../2 - 16.37 wib
Epidemiologi TBC di IndonesiaSurvei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 – 0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan prevalensi, insidensi dan kematian akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua data yang tersedia, seperti pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit, lama waktu sakit, proporsi kasus BTA positif, jumlah pasien yang mendapat pengobatan dan yang tidak mendapat pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka kematian dan demografi.
Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah dilaksanakan oleh National Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja sama dengan National Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses penyelesaian. Survei ini mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak dari 20.000 rumah tangga di 30 propinsi. Studi ini akan memberikan data terbaru yang dapat digunakan untuk memperbarui estimasi insidensi dan prevalensi, sehingga diperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai masalah TBC.
Dari data tahun 1997-2004 [Attachment: Tabel Identifikasi Kasus 1997-2004 dan Tingkat Pelaporan 1995 – 2000] terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000 penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TBC secara perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun), meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64 tahun. [Attachment : Age Specific Notification Rate 2004]
Kekebalan Obat Ganda (Multi Drug Resistance/MDR)Meskipun saat ini data mengenai kekebalan obat ganda/MDR di Indonesia belum tersedia, namun telah disiapkan sebuah survei untuk dilaksanakan pada akhir tahun 2005. Data mengenai hal ini dianggap penting karena beberapa alasan:
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat pemantau dan indikator program yang amat penting.
Berdasarkan data dari beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai 20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif. Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin menimbulkan kekebalan obat.
Karena belum adanya jaringan laboratorium nasional dengan standar dan kualitas yang memadai, generalisasi dan kualitas dari data yang tersedia tidak dapat ditentukan.
http://berita.liputan6.com/sosbud/200603/119882/class='vidico' 16.53 wib
Liputan6.com, Jakarta: Departemen Kesehatan mencatat kasus tuberkulosis (TBC) menjadi 583 ribu
atau sebanyak 400 per hari. Sementara penderita yang tewas mencapai 25 persen atau 140 ribu orang.
Indonesia menempati urutan ketiga jumlah penderita TBC terbanyak, setelah India dan Cina. Demikian
terungkap saat peringatan hari penyakit TBC sedunia di Jakarta (24/3).
Namun dalam empat tahun terakhir, Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, angka kesembuhan para
penderita TBC di Indonesia mencapai angka 85 persen. Sebab, setelah tahun 2001, program
penanggulangan penyakit yang disebabkan kuman mycobacterium tuberculosis ini menunjukkan angka
yang sangat memuaskan, seperti dalam hal pengawasan, kualitas, dan penemuan kasus.
Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari mengaku, pihaknya masih banyak mengalami kendala dalam
penanganan penyakit TBC. Salah satunya adalah kurang tersedianya layanan pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas) di sejumlah daerah terpencil. Kondisi ini membuat penderita TBC tak tersentuh
tim medis. Sementara jenis kuman TBC sangat mudah menular walau hanya dengan media udara.
Gejala seseorang yang terkena TBC adalah batuk disertai dahak dan berdarah selama tiga pekan lebih.
Sesak napas, nyeri dada, dan demam lebih dari satu bulan. Berkeringat di malam hari, meski tidak
melakukan kegiatan. Adapun pencegahan penyakit ini di antaranya dengan makan bergizi, istirahat cukup,
tak merokok, menjemur kasur agar tak lembab, dan membuka jendela saat pagi hingga sore.
Salah satu contoh penderita TBC adalah Rinto. Dia sudah bertahun-tahun menderita penyakit menular ini.
Bahkan penyakit yang dideritanya sudah masuk stadium dua. Rinto mengaku malu dan malas minum
obat. Alhasil penyakit yang menggerogoti tubuhnya tidak kunjung sembuh. Namun dia sadar dan akhirnya
sering berobat ke Puskesmas Jatinegara. Kesehatan Rinto pun mengalami perkembangan berarti.
Rasa malu mengidap TBC tidak hanya dialami Rinto. Dokter Lily Setiawati, tim medis Puskesmas
Jatinegara mengatakan, sulitnya mencegah penyebaran penyakit ini adalah rasa malu yang dialami
pasien TBC terhadap lingkungan mereka. Penderita juga sering menganggap remeh penyakit ini. Kini,
tambah Lily, ada 114 pasien yang dirawat. Jumlah ini bertambah 30 orang setiap bulannya.(JUM/Tim
Liputan 6 SCTV)
www.waspada.co.id/index.php?option=com...tbc... 16.59 wib
Meski kini kematian manusia akibat penyakit tuberkulosis (TBC) telah menurun ketimbang pada 1990, namun penyakit ini masih membunuh 1,3 juta orang/tahun di seluruh dunia. Bagaimana dengan Indonesia?
TBC juga menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Jumlah kasus baru TBC setiap tahun masih 528.000, sebanyak 91.000 kasus di antaranya berakibat kematian.
"Cakupan penemuan kasus baru sekarang 71%, tingkat keberhasilan pengobatan 88,4%. Itu sudah melampaui target global, tapi tetap akan ditingkatkan," kata kata Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih saat membuka seminar tentang TBC, di Jakarta, Rabu (24/3), dalam memperingati Hari TBC Sedunia.
Ia menjelaskan, Indonesia adalah negara pertama di Asia Tenggara yang berhasil mencapai target penemuan kasus dan keberhasilan pengobatan global. "Namun masalahnya masih besar. Penyakit ini juga berkembang, bakteri penyebabnya berubah, kita harus bergerak lebih cepat dan menghentikannya," ujarnya.
Pemerintah Indonesia berusaha menurunkan angka kejadian penyakit TBC menjadi 222 kasus per 100.000 penduduk pada 2015 sesuai target Tujuan Pembangunan Millenium (Millenium Development Goals/MDGs). Untuk mencapai target tersebut pemerintah menerapkan strategi pengobatan jangka pendek dengan pengawasan langsung (DOTS).
Strategi itu antara lain meliputi komitmen politik berkesinambungan untuk mengerahkan sumber daya bagi upaya pemberantasan TBC, diagnosis TB berkualitas, penyediaan obat anti-TBC (OAT), pengobatan OAT dengan pengawasan, serta pencatatan dan pelaporan kasus sesuai standar.
Menurut dia, saat ini 98% puskesmas sudah menerapkan strategi DOTS yang bisa diakses penderita TBC.
Namun, menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, rumah sakit yang menerapkan strategi DOTS baru sekitar 37%.
Padahal, kata Pejabat Sementara Perwakilan Badan Kesehatan Dunia (WHO) di Indonesia Stephan Jost, rumah sakit juga memegang peran kunci dalam upaya penanggulangan TBC nasional.
Oleh karena itu, menteri kesehatan mengatakan, pemerintah akan meningkatkan keterlibatan rumah sakit, termasuk rumah sakit swasta dan dokter praktik swasta dalam pelaksanaan strategi DOTS.
"Untuk dokter praktik swasta, kami akan menghubungi Ikatan Dokter Indonesia supaya mereka menyebarluaskan paket informasi mengenai TBC," katanya.
Kementerian Kesehatan juga sudah meminta Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) memasukkan materi tentang pemberantasan TBC dan strategi DOTS dalam kurikulum pendidikan kedokteran.
Ia menjelaskan pula bahwa pemerintah juga akan terus meningkatkan temuan kasus TBC dan keberhasilan pengobatan TBC untuk memberantas penyakit menular yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis itu.
Sementara dalam kesempatan yang sama, Direktur USAID Indonesia Walter North mengatakan, "Meskipun pengobatan telah hadir lebih dari setengah abad lalu, TBC tetap menjadi salah satu dari penyebab penderitaan manusia dan terus mempengaruhi kesehatan serta kesejahteraan puluhan ribu warga Indonesia. Hari ini kita diingatkan bahwa TBC masih ada di mana-mana," katanya.
Indonesia berada di urutan ketiga di dunia, dengan 535.000 kasus TBC. Sejak 2000, program pengendalian TBC di Indonesia telah berhasil mencapai target global mengidentifikasi dan merawat setidaknya 70% dari jumlah kasus yang diperkirakan. Dan pada saat itu USAID telah memberikan bantuan US$1 miliar untuk sejumlah program pemberantasan TBC di seluruh dunia.
Pemerintah AS berkomitmen bekerja sama dengan Indonesia memerangi penyakit menular ini. Di Indonesia, USAID mendukung program TBCAP (Tuberculosis Control Assistance Program) yang memfokuskan diri melakukan diagnosa, perawatan serta peringatan tentang kasus-kasus TBC, secara tepat dan dini sesuai garis-garis besar nasional dan rekomendasi WHO.(dat08/i)
http://www.anneahira.com/pencegahan-penyakit/tbc.htm 17.06
Tuberkulosis (TBC)Oleh: AsianBrain.com Content Team
Penyakit Tuberkulosis (TBC) merupakan penyakit menahun/kronis (berlangsung lama) dan
menular. Penyakit ini dapat diderita oleh setiap orang, tetapi paling sering menyerang orang-
orang yang berusia antara 15 – 35 tahun, terutama mereka yang bertubuh lemah, kurang gizi
atau yang tinggal satu rumah dan berdesak-desakan bersama penderita TBC.
Lingkungan yang lembap, gelap dan tidak memiliki ventilasi memberikan andil besar bagi
seseorang terjangkit TBC.
Penyakit TBC paru-paru dapat disembuhkan. Namun karena kekurangpekaan si penderita
dan kurangnya informasi berkaitan cara pencegahan dan pengobatan TBC, kematian pun tak
jarang terjadi. Oleh karena itu dibutuhkan tindakan dini untuk mencegah dan mengobati
penyakit TBC.