tb trafik gsm
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sekarang ini hampir semua instrumen telekomunikasi bergerak
menggunakan teknologi yang berbasis selluler. Sistem Telekomunikasi
bergerak berbasis selluler menawarkan kelebihan dibandingkan dengan Sistem
Wireline (jaringan kabel), yaitu mobilitas sehingga pengguna dapat bergerak
kemanapun selama masih dalam cakupan layanan Operator.
Tetapi dalam penerapannya sistem ini juga memiliki keterbatasan –
keterbatasan diantaranya terbatasnya kanal pembicaraan seiring dengan
banyaknya jumlah pelanggan teknologi komunikasi seluler, sehingga
mengakibatkan apa yang disebut dengan block call yang pada tahun baru
kemarin terjadi pada jaringan milik PT Telkomsel. Selain itu masalah
penerimaan sinyal RF (Radio Frekuensi) juga menjadi faktor yang sangat
penting dalam sistem komunikasi Wireless. Rendahnya kualitas level sinyal
penerima ini yang mengakibatkan sering terjadinya kegagalan proses panggilan
atau biasa yang disebut dengan Drop call.
Oleh karena itu perlu dilakukan proses monitoring dan analisa yang
berkelanjutan guna memantau kinerja sistem ini. Dari analisa trafik tersebut
dapat dilihat letak permasalahan yang mengakibatkan buruknya performansi
suatu jaringan Telekomunikasi.
1.2. Batasan Masalah
1. Makalah Tugas Besar ini hanya membatasi permasalahan tentang Trafik
dalam sistim telekomunikasi selluler.
2. Mengatasi permasalahan yang terjadi dalam jaringan komunikasi
khususnya dalam hal penerimaan radio frekuensi.
1.3. Tujuan Penelitian
Menganallisa data trafik beserta parameter – parameter yang ada dalam
sebuah sistem seluler berbasis teknologi GSM guna mengetahui permasalahan
yang ditimbul beserta usulan perbaikan kinerja sistem.
BAB II
SISTEM TELEKOMUNIKASI BERGERAK
2.1. Sistem Radio Panggil
Sistem radio panggil untuk pertama kali menggunakan pengeras
radio di dalam bangunan. Saat ini orang yang ingin dipanggil membawa
pesawat kecil, biasanya mempunyai layar kecil yang dapat menampilkan
pesan yang masuk. Seseorang yang ingin memanggil pengguna pesawat ini
kemudian dapat menelpon perusahaan radio panggil dan memasukkan kode
keamanannya, nomor telepon yang diminta agar dipanggil oleh pemakai
pesawat (pesan pendek lainnya). Kemudian komputer yang menerima
permintaan tersebut mentransmisikannya melalui kabel atau mata rantai radio
ke antena transmisi, baik dengan menyiarkan panggilan secara langsung
(untuk panggilan interlokal). Pada saat pesawat mendeteksi nomor unitnya
pada aliran radio masuk, pesawat akan mengeluarkan suara dan menampilkan
nomor yang dipanggil. Juga mungkin untuk memanggil sekelompok orang
secara bersamaan dengan menggunakan sebuah panggilan telepon.
Gambar 2.1 Bagan Panggilan sistem radio panggil
Sistem radio panggil yang paling modern dapat menghubungkan
langsung ke komputer dan dapat menerima tidak hanya nomor telepon saja,
tetapi juga pesan – pesan yang lebih panjang, kemudian komputer dapat
langsung memproses data begitu ada data yang masuk. Sistem radio panggil
Penelpon Operator SistemRadio Panggil
Stasiun PemancarRadio Panggil
Pengguna SistemRadio Panggil
memiliki sifat bahwa sistem memiliki komunikasi satu arah, dari sebuah
komputer ke sejumlah penerima yang banyak. Tidak ada masalah tentang
siapa yang akan bicara berikutnya, dan tidak ada persaingan diantara pemakai
sistem ini untuk mendapatkan sejumlah kecil saluran, karena ada satu saja
dalam sistem keseluruhan.
Sistem radio panggil memerlukan lebar pita yang kecil karena
masing – masing pesan membutuhkan sebuah pecahan tunggal yang mungkin
hanya 30 byte. Pada laju data seperti ini, saluran satelit 1 Mbps dapat
menangani 240.000 panggilan per menit. Sistem radio panggil lama
beroperasi pada berbagai frekuensi pada pita 150 – 174 MHz. sebagian besar
sistem radio panggil modern beroperasi pada pita frekunsi 930 – 932 MHz.
2.2. Telepon Tanpa Kabel
Telepon tanpa kabel memungkinkan orang untuk berjalan – jalan
disekitar rumahnya sambil menerima telepon. Sistem ini terdiri dari dua
bagian yaitu unit pemancar dan penerima, dan telepon. Unit pemancar dan
penerima memiliki sambungan terminal telepon standar di bagian
belakangnya. Karena itu unit pemancar dan penerima menggunakan radio
berdaya rendah. Umumnya keduanya dapat melakukan komunikasi dalam
jarak 100 sampai 300 meter. Karena telepon kabel yang hanya berharap dapat
melakukan komunikasi dengan unit pemancar dan perima sendiri, maka tidak
diperlukan standarisasi. Sebagai model yang mudah menggunakan frekuensi
yang tetap, yang dipilih oleh pihak pabrik. Jadi dimungkinkan bila suatu saat
telepon kita menggunakan frekuensi yang sama dengan penggunaan yang
lain, maka kita dapat saling mendengar pembicaraan. Untuk jenis telepon ini
sering kali menyebabkan gangguan dengan radio dan televisi.
2.3. Sistem Komunikasi Seluler GSM
Dunia telekomunikasi sekarang ini diramaikan oleh berbagai macam
teknologi seluler. Ada yang memanfaatkan basis analog seperti AMPS
(Advance Mobile Phone System) sampai ke GSM (Global System for Mobile
Communication) dengan menggunakan frekuensi 900 MHz seperti yang kita
gunakan, atau 1800 MHz yang sudah mendunia atau bahkan 1900 MHz
khusus di Amerika Utara.
Konsep seluler untuk perencanaan dalam kota mulai diterapkan
pertama kali di Amerika Serikat tepatnya di Chicago pada tahun 1979. Sistem
yang digunakan saat itu adalah AMPS, sedangkan GSM dengan teknologi
TDMA (Time Division Multiple Acces) berkembang pesat di Eropa.
Sedangkan di Indonesia, sistem telepon bergerak seluler komersial mulai
beroperasi sejak bulan April 1986, sistem yang digunakan NMT-450 (Nordic
Mobile Telephone) dengan wilayah pelayanan Jakarta, Bandung dan rute
yang menghubungkan keduanya melalui Puncak. Sesuai dengan namanya
sistem ini beroperasi pada frekuensi 450 MHz.
Dengan penggunaan sistem seluler ini diharapkan dapat menambah
kapasitas sistem, hal ini dimungkinkan dengan adanya metode pengulangan
frekuensi (Frequency Reuse). Yang dimaksud dengan pengulangan frekuensi
disini adalah beberapa BS (Base Station) yang terpisah pada jarak tertentu
(yang memenuhi signal – to – Interference Ratio tertentu), dapat
menggunakan kanal frekuensi sama.
Sementara ini perkembangan sistem seluler GSM bebasis digital ini
dimulai pada tahun 1982, ketika diadakan ECPT (European Conference of
Posts and Telecommunication Administration). Konferensi tersebut
menghasilkan dua putusan penting, yaitu membentuk suatu tim yang bernama
Group System Mobile untuk merancang suatu standar jaringan seluler yang
akan diterapkan dikawasan Eropa dan merekomendasikan alokasi frekuensi
900 MHz untuk sistem seluler.
2.4. Awal Perkembangan GSM di Indonesia
PT. Telekomunikasi Indonesia sebagai penyelenggara
telekomunikasi terbesar di Indonesia telah mempersiapkan proyek GSM ini
dengan sungguh – sungguh. Sebagai langkah awal pada bulan Agustus 1992,
PT. Telkom mengadakan studi komparasi kebeberapa operator dan
manufactures sistem seluler di Eropa, Amerika dan Hongkong.
Menindak lanjuti langkah sebelumnya, PT. Telkom mengundang
para vendor (Siemens, Alcatel, Ericsson dan AT&T) untuk
mempresentasikan teknologinya kepada tim di Indonesia, dari sini
selanjutnya dapat ditentukan spesifikasi teknis dan struktur dasar GSM yang
akan digunakan. Pemerintah Indonesia menetapkan sistem seluler GSM yang
digunakan karena sistem ini sesuai dengan sistem yang telah ada yaitu
EWSD, NEAX dan 5-SS. Oktober 1993 Batam sebagai proyek GSM di
Indonesia.
Dirjen Postel mengeluarkan ketetapan nomor 4243/Dirjen/1993
tanggal 14 desember 1993 yang menetapkan sistem telepon bergerak seluler
GSM Batam-Bintan dengan memakai swiching dari Siemens dan radio (BSC,
SRB) dari Ericsson. Sebenarnya di Batam pada waktu itu telah beroperasi
sistem telepon kabel bergerak inti multy zone memakai sistem AMPS pada
frekuensi 800 MHz tetapi kurang diminati (dari 500 subcriber hanya 86 yang
terpasang) dan sering mengalami interferensi dengan ETACS Singapura.
2.5. Elemen Sistem Seluler GSM
Ada tiga bagian pokok yang ada dalam sistem GSM yaitu : Mobile
Station (MS), Base Station System (BSS), dan Switching Sub System (SSS).
2.5.1. Mobile Station (MS)
Untuk sistem GSM, MS terdiri dari dua bagian yaitu Mobile
Equipment (ME) dan Subcriber Identity Module (SIM).
1. Mobile Equipment (ME)
ME merupakan perangkat telpon itu sendiri, yang harus digunakan
bersama dengan SIM-card. Pelanggan GSM didasarkan pada kepemilikan
SIM-card ini bukan ME, artinya pemilik SIM-card dapat menggunakan
ME dimana saja tak terbatas hanya ME yang dimilikinya.
2. Subcriber Identity Module (SIM)
Sim-card berfungsi untuk menyimpan data informasi pendukung operasi
sistem GSM berhubungan dengan autentikasi pelanggan. Meskipun
secara fisik kartu ini tidak banyak berbeda dengan kartu magnetik biasa
tetapi sebenarnya ada perbedaan yang mendasar di antara keduanya. Sim-
card termasuk jenis smart-card dimanan didalamnya terdapat
microprocessor, ROM, RAM dan EEPROM. Inilah yang menjadikan Sim-
card tidak saja hanya dapat untuk menyimpan data seperti pada kartu
magnetik tetapi lebih dari itu Sim-card dapat juga melakukan proses
komputasi.
2.5.2. Base Station System (BSS)
Base station ini pada konsep sel yang lebih umum biasanya disebut
juga Cell Site, terdiri dari antenna, controller dan tranceiver. Antena yang
digunakan dengan ketinggian antara 30 meter – 50 meter. Jenis ini sangat
dipengaruhi oleh kondisi alam daerah yang akan dilayani oleh antena
tersebut.
Gambar 2.2 Arsitektur Sistem GSM
Controller atau biasa disebut BSC (Base Station Controller)
digunakan untuk menangani proses panggilan antara MSC dan Mobile
Station, yang meliputi kontrol pemakaian kanal trafik dan kanal signaling
yang disediakan oleh satu atau beberapa SRB (Stasiun Radio Basis). BSC
juga merupakan antar muka MSC dan SRB yang berfungsi antara lain
mengatur mekanisme handover dan kontrol daya. Satu BSC dapat menangani
lebih dari satu SRB.
Transceiver merupakan perangkat yang mencakup suatu daerah
dengan pita frekuensi dan kanal tertentu. SRB atau Transceiver ini
menyediakan antena pemancar dan penerima yang memancarkan dan
menerima gelombang radio yang digunakan untuk berkomunikasi oleh
Mobile Station.
2.5.3. Switching Sub System (SSS)
Ada lima bagian pokok dari SSS yaitu :
1. Mobile Switching Centre (MSC)
MSC atau biasa disebut juga MTSO (Mobile Telephone
Switching Office) merupakan sebuah sentral yang menghubungkan
panggilan antar sesama pelanggan telepon bergerak, maupun antara
pelanggan telepon bergerak dengan pelanggan telepon tetap (fixed
telephone) melalui PSTN (Public Swiching Telephone Network). MSC
dapat mengakses informasi dari ketiga basis data yaitu HLR (Home
Location register) dan AUC (Authentication Centre). Setelah
menggunakan ketiga basis data tersebut, MSC selalu meng-up date ketiga
basis data tersebut dengan informasi terbaru dari status panggilan dan
posisi MS atau pelanggan.
2. Home Location Register (HLR)
Merupakan penyimpan data yang berhubungan dengan pelanggan
yang terdiri dari data dinamis tentang pelanggan yang roaming dan data
statis yang berupa kemampuan akses pelanggan (SLJJ, SLI), nomor
pelanggan, jenis pelayanan dan pelayanan tambahan. HLR menggunakan
data dinamis untuk menentukan route panggilan yang datang kepelanggan
yang dipanggil.
3. Visitor Location Register (VLR)
VLR menyimpan informasi tentang pelanggan yang masuk area
pelayanannya. VLR berisi basis data pelanggan yang dinamik, secara
periodik bertukar data dengan HLR. Hubungan antara kedua basis data ini
memungkinkan MSC untuk men-set up panggilan yang masuk maupun
keluar dalam area pelayanan MSC tersebut. Jika pelanggan memasuki
area pelayanan MSC lain maka data yang disimpan dalam VLR ini akan
dihapus.
4. Authentication Centre (Auc)
Menyimpan data penting untuk diidentifikasi pelanggan guna
keperluan keamanan yang berupa IMSI (International Mobile Subcriber
Identity), Algoritma A3 (Algorithmic Function for Authentication),
Algoritma A8 (Algorithmic Function for Computing Chipering Keys)
dan Ki (Identity Key) yaitu nomor rahasia untuk para meter A3 dan A8.
AuC berfungsi membangkitkan parameter Authentication dengan
Ki dan A3 / A8 yang dibangkitkan Network. Kc (Communication Keys)
yaitu nomor rahasia yang digunakan untuk melindungi data yang
ditransmisikan di udara selama MS berkomunikasi, merupakan salah satu
hasil dari proses Authentikasi ini.
5. Equipment Identity Register (EIR)
Merupakan basis data penyimpanan IMEI (International Mobile
Equipment Identity) dari MS. Ada tiga kategori dalam basis data tersebut
yaitu : daftar putih (White List) artinya pesawat tersebut legal, daftar abu-
abu (Grey List) artinya pesawat tersebut dalam pengamatan karena
dicurigai dan daftar hitam (Black List) artinya pesawat sudah di blok dan
tidak dapat digunakan lagi karena pesawat tersebut ilegal atau curian.
2.5.4. Pengalokasian Frekuensi
Frekuensi yang digunakan untuk GSM adalah :
1. Up link : yaitu mobile transmit ke base receive
890-915 MHz Primary band (P-GSM 900)
2. Down link : yaitu base transmit ke mobile receive
935-960 MHz Primary band (P-GSM 900)
Band frekuensi 25 MHz dibagi menjadi 124 kanal radio. Masing-
masing kanal punya interval 200 KHz untuk up link maupun down link yang
saling berpasangan dan 200 KHz untuk guard band.
2.6. Perambatan Sinyal Pada Komunikasi Bergerak
Guna kepentingan perencanaan secara umum maka lingkungan
perambatan sinyal diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Daerah Rural, yaitu daerah dengan jumlah penduduk masih sedikit dan
perambatan sinyal tidak banyak terhambat atau terpantul.
2. Daerah Sub Urban, yaitu pinggiran kota dengan beberapa penghalang.
3. Daerah Urban, yaitu daerah kota padat dengan bagunan-bangunan
tinggi.
Daerah ini masih dapat dipisahkan lagi menjadi :
1. Non-metropolitan (medium, small city)
2. Metropolitan (large city)
2.6.1. Redaman Ruang Bebas
Redaman ruang bebas terjadi antara pemancar BTS (Base
Tranceiver Station) dan penerima MS (Mobile Station) yang dipisahkan oleh
suatu jarak dan melewati suatu media transmisi isotropik.
2.6.2. Multipath Fading dan Shadowing
Pada sistem radio bergerak, kuat sinyal yang diterima merupakan
gabungan dari beberapa sinyal yang diterima secara langsung atau datang
akibat dari pantulan. Pola lintasan ganda atau multipath.
Sinyal dari BS (base station) ke MS (Mobile station) akan
mengalami variasi pentulan setiap waktu dan jarak dari gedung, pohon atau
pemantulan lain yang berbeda sehingga menyebabkan sinyal akan melalui
banyak lintasan yang diterima berubah-ubah. Fenomena ini disebut fading.
Dua jenis fading yang terjadi di penerima adalah fading cepat (multipath
fading) dan fading lambat (shadowing). Daya terima rata-rata adalah rata-rata
fading cepat pada interval waktu tertentu. Terjadi fading pada sinyal selama
mobil bergerak disebabkan oleh :
1. Fluktusi path loss
Merupakan variasi rata-rata daya lokal yang diterima selama MS
berubah posisi. Fluktuasi ini disebabkan perbedaan lintasan propagasi
antara BS dan MS. Jenis fading ini disebut sebagai fading lambat
(shadowing).
2. Fenomena multipath
Disebabkan karena antena MS yang lebih rendah dari bangunan
sekitarnya. Sinyal dari BS dipantulkan oleh gedung-gedung dan
menghasilkan gelombang-gelombang pantul. Seluruh gelombang pantul
berakumulasi menghasikan variasi yang cepat pada sinyal yang diterima
oleh MS, yang disebut mutipath fading.
3. Fading Cepat
Faktor utama yanng menyebabkan terjadinya fading cepat adalah
karena adanya berbagai macam lintasan gelombang yang dihasilkan oleh
pantul sinyal lokal tetapi bukan disebabkan oleh penghalang alamiah
seperti bukit dan gunung.
BAB III
PROSES PEMANTAUAN TRAFIK DAN PREDIKSI PENERIMAAN LEVEL
SINYAL PADA PROPAGASI SINYAL RADIO MOBILE
Proses pengukuran dan pemantauan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kualitas dari jaringan GSM yang ada, yang lalu ditindak lanjuti dengan optimasi dan
perbaikan layanan yang diberikan kepada pelanggan.
3.1. Dasar Pemantauan dan Pengukuran
Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengamati performansi
jaringan GSM, mulai dari masukan dan keluhan pelanggan, mengamati alarm
sistem yang ada, melakukan drive test, hingga analisa terhadap trafik
jaringan.
Drive test dapat dilakukan secara rutin untuk mengetahui kualitas
layanan suatu daerah, terutama daerah dengan jumlah pelanggan yang besar,
dapat juga setelah suatu rencana frekuensi yang baru diimplementasikan,
ataupun dilakukan secara khusus ditempat-tempat tertentu untuk mengetahui
kualitas layanan serta beberapa parameter yang ada. Selain melalui drive test,
kualitas layanan suatu jaringan juga dapat dilihat dari statistik yang
dihasilkan oleh jaringan. Statistik yang diperoleh dari OMC digunakan untuk
menghasilkan beberapa nilai yang akan diukur untuk dibandingkan dengan
nilai yang diinginkan oleh operator. Cara tersebut merupakan cara yang
paling efektif untuk mengamati performansi jaringan karena hasil
pengukurannya diperoleh dari semua pengguna jaringan. Statistik yang
diperoleh dari hasil test drive, juga menjadi indikator yang berguna untuk
menunjukkan kualitas jaringan, tidak sepenuhnya mengemulasi pengguna
umum jaringan karena hanya berupa sampel kecil dari keseluruhan panggilan
yang terjadi di jaringan. Dengan demikian, statistik yang diperoleh dari
seluruh jaringan melalui OMC merupakan pengukuran yang lebih akurat
untuk menunjukkan kualitas jaringan .
3.2. Pemantauan dan Analisa Trafik
Untuk melakukan analisa trafik sistem GSM, ada beberapa parameter
yang dapat diukur dan dipantau. Pemantauan ini dilakukan oleh NMC, yang
akan menghasilkan database trafik yang masih mentah untuk kemudian
dilakukan beberapa pengukuran dan analisa dasar untuk menghasilkan
database yang telah diolah.
Gambar3.1 Elemen Jaringan NMC&OMC
Parameter hasil pengolahan yang biasa digunakan untuk analisa adalah : Total
Call (Call Attempt), SDCCH Attempt, SDCCH Drop, TCH Attempt, TCH Drop.
3.2.1. Total Call (Call Attempt)
Total call menunjukkan Jumlah total usaha panggilan merupakan
ukuran yang baik untuk menggambarkan demand pelanggan.
3.2.2. SDCCH Attempt
SDCCH Attempt menunjukkan banyaknya panggilan dari call yang
mendapatkan alokasi SDCCH. Bagian dari call Attempt yang tidak termasuk
SDCCH Attempt merupakan bagian dari SDCCH pada suatu saat tertentu,
atau terputusnya hubungan pada saat MS meminta alokasi SDCCH pada
BTS.
3.2.3. SDCCH Drop
SDCCH Drop menunjukkan banyaknya panggilan yang mengalami
drop pada saat proses initialisasi panggilan berlangsung. Ada dua hal utama
yang menyebabkan drop ini terjadi, yaitu SDCCH RF Loss serta terjadinya
SDCCH Congestion yang melebihi waktu yang telah ditentukan, sehingga
MS memutuskan koneksi SDCCH yang terjadi.
3.2.4. TCH Attempt
TCH Attempt menunjukkan panggilan yang telah melewati bagian
SDCCH dengan sempurna. Dari jumlah ini, akan terjadi TCH Block, yaitu
panggilan yang datang diblock sehingga tidak dapat meneruskan panggilan.
TCH block ini terjadi antara lain jika kanal yang tersedia pada sel tersebut
telah digunakan semuanya, atau proses penyambungan ke terminal yang
dipanggil gagal terjadi karena terminal sedang sibuk atau lainnya.
3.2.5. TCH Drop
TCH Drop menunjukkan banyaknya sambungan yang telah berhasil
namun mengalami drop sebelum terjadinya Release Normal (RN). TCH
Drop ini terjadi dikarenakan faktor yaitu akibat TCH RF Loss dan Handover
Failur dan adanya kerusakan pada perangkat.
3.3. Peralatan dan Aplikasi Dalam Analisa Trafik
Dalam penerapannya digunakan beberapa peralatan dan software
untuk memantau performansi jaringan tersebut seperti :
3.3.1. Smart
Merupakan aplikasi yang dapat menyusun laporan tentang
performansi dari suatu sistem telekomunikasi, yang dapat dikonfigurasi
sesuai dengan keinginan operator. Aplikasi ini dikembangkan dalam
beberapa lapis fungsi yang menyediakan beragam level konfigurasi yang
dapat dipilih operator. Berbagai modul yang tersedia dan menawarkan
beragam fungsi yaitu diantaranya : performance database, analysis function,
dan Reporting modules. Selain itu pula dalam aplikasi ini juga terdapat
berbagai tool tambahan yang merupakan kelengkapan tambahan bagi
smart/PAS (Performance Alarm Server), Smart/GDS, Smart/Web.
3.3.2. Planet
Merupakan poduk Metapath Software Internasional (MSI) yang
didesain dan dikembangkan untuk penyediaan perangkat optimasi, desain,
dan perencanaan jaringan RF yang komperhensif dan user friendly untuk
penyediaan jasa wireless. Aplikasi ini dapat melakukan perencanaan site dan
sektor, dari aplikasi ini dapat dilakukan perencanaan batas coverage untuk
masing-masing BTS. Aplikasi ini juga dapat menampilkan hasil drive test.
3.4. Prediksi Level Sinyal Penerima Pada Propagasi Sinyal Penerimaa Pada
Propagasi Sinyal Radio Mobile
Propagasi pada sinyal radio mobil mempunyai sifat yang unik. .
Beberapa ahli telah mengadakan berbagai percobaan untuk mempelajari
karakteristik perambatan gelombang pada sinyal radio bergerak. Percobaan
yang terkenal adalah percobaan Okumura di daerah sekitar Tokyo. Hasil-
hasil percobaan diolah secara statistik untuk mengahasilkan grafik redaman
sinyal rambatan pada daerah urban yang datar dan kurva-kurva koreksi
redaman. Kurva-kurva tersebut kemudian diformulasikan oleh Hata menjadi
rumus-rumus yang mudah dalam pemakaiannya. Rumus-rumus Hata ini
kemudian disempurnakan CCIR untuk memperbaiki kehandalannya.
3.4.1. Metode Hata Okomura
Okomura melakukan percobaan untuk mengetahui karakteristik
redaman pada sinyal radio bergerak sejak tahun 1962 sampai dengan 1965.
Percobaan dilakukan dua tahap, yaitu pada bulan November 1962 sampai
Januari 1963 di daerah sekitar Kanto yang meliputi pusat kota Tokyo. Tahap
kedua dilakukan pada bulan maret sampai juni 1965 yang dilakukan di
daerah bukit. Parameter sistem yang digunakan dalam percobaan :
1. Frekuensi kerja pada daerah VHF dan UHF :
Tahap pertama : 453MHz, 922MHz, 1310MHz dan 1920MHz.
Tahap kedua : 453MHz, 922MHz, 1317MHz dan 1430MHz.
2. Tinggi antena :
Tinggi antena stasiun tetap antara 30 m sampai 1000 m.
Tinggi antena stasiun mobil antara 1 m sampai 10 m.
3. Jarak jangkau pemancar (stasiun tetap) :
Pengukuran dilakukan pada jarak 1 sampai 100 Km dari stasiun tetap.
4. Kondisi daerah perambatan :
Percobaan dilakukan pada tiga jenis daerah (daerah urban, daerah
suburban dan daerah terbuka), baik yang datar maupun yang berbukit.
5. Proses pengumpulan data :
Stasiun tetap diinstalasikan di Tokyo dan Enkai. Statiun bergerak
yang diperlengkapi dengan perlengkapan untuk pengukuran, dioperasikan
menyelusuri jalan raya pada berbagai kondisi observasi.
Sinyal input dari antena stasiun bergerak dihubungkan dengan
pengukuran kuat medan, sedangkan outputnya direkam melalui recorder
simultan. Variasi sinyal sebagai akibat ketidak teraturan permukaan bumi
atau daerah pelayanan menimbulkan dua jenis perubahan, sehingga
pengukuran harus dilakukan sebagai berikut :
a. Perubahan lambat : kecepatan stasiun bergerak 30 Km/Jam,
kecepatan perekam 5mm/detik.
b. Perubahan cepat : kecepatan stasiun bergerak 15 Km/Jam, kecepatan
pita perekam 250 mm/detik.
Dari hasil percobaan Okumura telah dirumuskan oleh Hata.
Perumusan redaman propagasi yang diajukan oleh Hata sangat membantu
dalam memperkirakan level sinyal yang diterima oleh MS (Mobile
Station). Berdasarkan pengolahan matematis dari grafik-grafik hasil
percobaan Okumura, hata memperoleh rumus redaman propagasi pada
daerah urban datar adalah :
(3.1)
dimana :
Faktor koreksi tinggi antena UTB dinyatakan sebagai berikut :
Untuk wilayah kota kecil :
(3.2)
Untuk wilayah kota besar :
(3.3)
Jika perambatan sinyal terjadi didaerah sub urban atau rural, maka
perlu dilakukan koreksi. Berdasarkan pendekatan matematis pada daerah
suburban diperoleh perbaikan sebesar :
(3.4)
Pada daerah rural diperoleh perbaikan sebesar :
(3.5)
Agar lebih teliti dalam perancangan sistem komunikas selular
perlu diadakan penelitian lapangan terhadap besarnya pengaruh redaman
jenis daerah morpo struktur di daerah yang akan dirancang. Hasil
pengamatan atau penelitian lapangan ini dapat digunakan untuk
memberikan koreksi redaman propagasi terhadap daerah urban.
3.4.2. Metode Extended Hata-Okumura
Prumusan Hata berdasarkan peneliti okumura ini telah disempurnakan
lagi oleh CCIR dan dikenal sebagai metode Extended Hata-Okumura.
Metode ini tidak tergantung dengan pata morpografi. Rumusan umum
metode Extended Hata-Okumura menjadi sebagai berikut :
(3.6)
dimana :
= daya output RF (PtB) + penguatan antena BTS (Gt) –
redaman feeder transmisi
3.4.3. Metode Lee
Level sinyal dari BS yang diterima oleh MS pada daerah datar, dapat
dinyatakan sebagai berikut :
(3.7)
dimana :
Sedangkan nilai ditentukan dengan :
(3.8)
dimana :
Setelah faktor koreksi maka diperoleh :
(3.9)
dengan :
= daya terima pada jarak 1 Km dari SRB
= jari-jari sel
= tinggi antena SRB (meter)
= tinggi antena MS (meter)
= penguatan antena SRB
= penguatan antena MS
3.5. Level Penerimaan Sinyal Radio Bergerak
Selama ini hambatan terbesar dalam pelayanan kebutuhan pengguna
seluler adalah penyediaan antena BTS. Antena BTS yang selama ini
digunakan mempunyai keterbatasan secara fisik oleh keadaan alam ditempat
lokasi pengguna seluler dalam melakukan komunikasi, sehingga
menyebabkan sinyal yang diterima oleh pengguna seluler di daerah tertentu
(dengan menggunakan seluler dalam kondisi baik) menjadi lemah atau tidak
ada sinyal. Pertimbangan ini berpengaruh pada proses penempatan antena
BTS dan operasionalnya.
3.5.1. Daya Pemancar MS (Mobile Station)
Pada prinsipnya analisis tentang propagasi sinyal dari MS atau ponsel
ke BTS mempunyai sifat yang sama dengan analisis pada sinyal pancar dari
SRB ke MS. Perbedaannya terletak pada level sensitifitas BTS lebih tinggi
dibandingkan level sensitifitas MS. Ini disebabkan karena MS atau ponsel
mempunyai daya pancar yang relatif lebih rendah dibandingkan daya pancar
BTS. Untuk dapat menerima sinyal tersebut maka dibutuhkan tingkat
sensitifitas pada MS yang tinggi. Disamping perbedaan diatas, perbedaan lain
yaitu adanya penguatan (gain) yang disebabkan teknik diversitas ruang
(penganekaragaman penerimaan) yang digunakan pada penerima BTS,
disamping penguatan dari antena penerima BTS sendiri (17 dB). Diversity
adalah suatu proses memancarkan dan atau menerima sejumlah gelombang
pada saat yang bersamaan dan kemudian menambahkan atau menjumlahkan
semuanya di penerima atau memilih salah satu yang terbaik.
Beberapa jenis diversity adalah :
1. Space diversity, yaitu memasang atau menggunakan dua atau lebih
antena dengan jarak tertentu. Sinyal yang terbaik yang akan diterima,
akhirnya dipilih untuk kemudian diolah di penerima.
2. Frequency Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal informasi yang sama
menggunakan dua buah frekuensi yang berbeda. Frekuensi yang
berbeda mengalami fading yangberbeda pula, sekalipun dipancarkan
atau di terima dengan antena yang sama. Kemudian pemilih akan
memilih mana yang terbaik.
3. Angle Diversity, yaitu mentransmisikan sinyal dengan dua atau lebih
sudut yang berbeda sedikit.
Data teknis GSM (Siemens) menyebutkan bahwa besarnya penguatan akibat
diversitas ini adalah 4 dB, sedangkan sensitifitas antena BTS itu sendiri
adalah -104 dBm. Tujuan dari pembahasan daya pancar MS atau ponsel ini
adalah untuk menentukan MS dengan kelas daya pancar berapa saja yang
dapat beroperasi pada area cakupan suatu SRB pada jarak tertentu.
Daerah propagasi dalam pembahasan daya pancar MS ini dipilih
daerah yang mempunyai angka redaman yang paling tinggi (kondisi
terburuk). Jika dalam kondisi terburuk MS masih bisa beroperasi diharapkan
pada daerah yang berkondisi lebih baik juga dapat berfungsi baik.
Antena BTS pada daerah urban , data yang diperoleh adalah sebagai berikut :
- Sensitifitas terima BTS : -104 dBm
- Daya terima pada jarak 1 Km (Po) untuk daerah urban : -55 dBm
- Tinggi antena SRB : 40 m
- Tinggi antena MS : 1,5 m
- Path Loss Sloope () untuk daerah urban : 43,1 db/dec
- Penguatan oleh diversitas : 4 dB
- Penguatan antena terima SRB : 17 dN
Diperlukan cadangan fading (multipath fading dan shadowing) untuk
daerah urban adalah : 14,2 + 3,8 = 18 dB
r(t) dB = ro(t) dB + x(t) dB
dengan r(t) = sinyal fading
ro(t) = fading cepat
x(t) = fading lambat
Dengan menggunakan persamaan (3.9) maka diperoleh level sinyal
dari SRB yang diterima oleh MS pada daerah datar (Non-Obstruktive area)
yaitu :
(3.10)
Dengan menggunakan daya pancar MS 0,8 Watt (kelas %), pada jarak
r=3,6 Km (sesuai rencana radius sel) juga memasukkan cadangan fading,
diperoleh level daya penerimaan pada BTS adalah : -101,522 dBm. Berarti
kelas tersebut masih dapat beroperasi diarea cakupan BTS ini. Karena MS
dengan kelas 5 (29 dBm) dapat beroperasi, maka MS kelas diatasnya
(1,2,3,4) juga dapat beroperasi diarea ini.
Sedangkan untuk daerah sub-urban dalam hal ini dipilih antena BTS
dengan rencana cakupan terjauh dengan data sebagai berikut :
- Daya terima pada jarak 1 Km (Po) untuk daerah sub-urban adalah : -5
dBm
- Tinggi antena BTS : 40 m
- Tinggi antena MS : 1,5 m
- Part Loss Sloope ()untuk daerah sub-urban : 38,4 dB/dec
- Penguatan oleh diversitas :4 dB
- Penguatan antena terima SRB : 17 dB
- Fading (multipath dan shadowing) daerah sub-urban : 12,5+3,8 = 16,3 dB
Pada jarak r = 8Km (sesuai rencana radius cakupan sel) diperlukan
MS dengan daya 35 dBm atau 3,16 Watt. Ini berarti pada daerah kriotis
(diarea cakupan ter;uar) Ms dengan kelas 3 keatas (1,2,3) masih
dapatberoperasi. Dan pada daerah yang lebih dekat dengan BTS (< 8 Km),
MS dengan daya yang lebih rendah juga dapat dioperasikan.
Tabel 3.1 Tabel Level Penerimaan Sinyal MS
KELASPANCAR
MS
DAYA PANCARMAKSIMAL
(GSM 900)
TIPE PENERIMAAN SINYAL
TOLERANSIUNTUK KONDISI
NORMAL EKSTREM
1
2
3
4
5
20 W (43 dBm)
8 W (39 dBm)
5 W (37 dBm)
2 W (33 dBm)
0,8W (29 dBm)
± 2
± 2
± 2
± 2
± 2
± 2,5
± 2,5
± 2,5
± 2,5
± 2,5
3.5.2. Daya Pancar BTS
Vehiclemounted
Hand-Held
Portable
Peninjauan kondisi transmisi ini untuk masing-masing BTS dan
sektor-sektor area yang dicakup. Redaman difraksi suatu BTS oleh
penghalang hanya diperhitungkan untuk penghalang yang tertinggi. Untuk
daerah yang datar, daya pancaran diasumsikan sama kuat untuk semua arah
pada daerah semarang, yaitu :
Tabel 3.2 Tabel Kelas Daya Pancar BTS
KELAS DAYA PANCARBTS
DAYA PANCARMAKSIMAL SRB (Watt)
1 3202 1603 804 405 206 107 58 2,5
Dari data teknis GSM Technical (Data Siemens) diperoleh :
- Daya yang diterima pada jarak 1 Km dari BTS (Po) = -55 dBm
- Level penerimaan minimum untuk MS (Pr) = -102 dBm
- Prediksi jari-jari sel (r) = 3,6 Km
- Part Lost Sloope () = 43,1 dB/dec
- Gain antena SRB (Gt) = 17 dB
- Tinggi antena SRB (h1) = 40 m
- Gain antena MS = 0 dB (kondisi terburuk)
- Tinggi antena MS (h2) = 1,5 m
- Fading
Long term fading margin = 14,2 dB
Short term fading margin = 3,8 dB
Total fading margin adalah = 18 dB
- Faktor kehilangan (loss) lain yang perlu diperhatikan adalah :
Body loss = 3 dB
Combiner dan duplexes = 3 dB
Loss pada kabel antena BTS = 2 dB
- Redaman akibat uap air dan oksigen
Redaman akibat uap air pada frekuensi sekitar 1 GHz = 4,4.10 -3
dBm/Km, redaman akibat oksigen =5.10-3 dBm/Km, redaman akibat
keduanya = 9,4.10-3 dBm/Km atau 3,38.10-2 dBm untuk panjang lintasan
3,6 Km. Redaman hujan berdasarkan metode CCIR untuk daerah P
(termasuk indonesia) adalah 3.10-4 dBm/Km
Total kehilangan (loss) = 8,035 dB
Tabel 3.3 Tabel Total Redaman
No. JENIS REDAMAN DB1. Body loss 32. Combiner dan Duplexes 33. Loss pada kabel antena SRB 24. Redaman akibat uap air dan oksigen 3,38.10-4
5. Redaman human 1,8.10-3
TOTAL LOSS 8,035
Dengan menggunakan persamaan (3.9) maka akan diperoleh level
sinyal dari BTS yang diterima oleh MS pada daerah datar (non-
Obtructivearea) yaitu :
(3.11)
Jikia dimisalkan kita gunakan pemancar BTS dengan daya kelas 5
(Pt) = 20 W = 43 dBm dan pada daerah datar he = h1maka diperoleh Pr = -
65,487 dBm.
Sedangkan untuk cadangan fading dan kehilangan akibat redaman
human, body loss dan lain-lainnya seperti telah dibicarakan diatas adalah : 18
dB +8,035 dB = 26,035 dB, maka level penerimaan sinyal MS = -65,487-
26,035=-91,522 dBm.
Level penerimaan minimum untuk MS adalah -102 dBm (untuk
Hand-held) dan -104 dBm untuk (Vehicle mounted), karena level penerimaan
daya pada MS lebih tinggi (-91,522) dBm) dari level penerimaan minimum
maka penggunaan antena pemancar SRB untuk daerah datar tanpa
penghalang dengan daya kelas 5 (20 W) bisa direalisasikan.
Jarak pancar maksimum dari BTS yang menggunakan daya kelas 5
(20W) masih dapat diterima oleh MS (level sinyal -102 dBm) ini adalah 6,3
Km. Apabila jarak ini terlalu jauh area cakupan dalam satu wilayahnya
(misalnya 3,6 Km) maka kondisi ini akan mengakibatkan interferensi dengan
SRB lain pada daerah yang menerima daya secara tumpang – tindih
(overlap).
Untuk mengatasi masalah ini maka dilakukan adanya penurunan daya
pancar BTS tranceiver dari kelas 5 (20 W) ke kelas lebih rendah. Dari
perhitungan ternyata diperlukan daya pancar BTS sebesar 2,5 W atau
menggunakan daya kelas 8.
Kondisi sekitar BTS pada daerah urban datar tanpa penghalang
merupakan daerah rata (flat area) sehingga prediksi level penerimaan
tersebut dapat dikatakan berlaku untuk semua area pelayanannya.cakupan
yang ideal adalah yang dapat meliputi semua area pelayanan tanpa adanya
daerah kosong (blankspot) tetapi juga tidak banyak terdapat wilayah tumpang
tindih (overlap) dalam penerimaan daya dari beberapa SRB untuk
menghindari interferensi. Artinya daya yang digunakan oleh sutu SRB harus
sesuai dengan besar radius cakupan yaitu tidak terlalu besar atau tidak terlalu
kecil. Sehingga BTS pada daerah datar tanpa penghalang ini radius
cakupannya yang dikehendaki adalah 3,6 Km maka daya kelas yang sesuai
adalah kelas 8.
BAB IV
ANALISA TRAFIK DAN PENINGKATAN PERFORMANSI JARINGAN
3.6. RACH
RACH (Random Acces Channel) digunakan oleh MS untuk
menjawab pencarian, memanggil kejaringan pada saat memulai panggilan.
3.7. SDCCH
SDDCH terbagi 2 bagian, yaitu :
3.7.1. SDDH Bloking
Bagian ini menunjukkan sel dengan tingkat bloking SDCCH yang
tinggi yang berarti tingkat kesuksesan pengaksesan SDCCH yang rendah
oleh MS pada saat RACH (Random Acces Channel) digunakan oleh MS
untuk meminta SDCCH dari jaringan.
Nilai presentase bloking SDCCH ini diperoleh dari rumus :
keterangan:
SDCCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi
SDCCH dari jumlah seluruh total panggilan.
Dikarenakan bloking ini tidak terjadi sepanjang waktu tetapi hanya terjadi beberapa
hari pemantauan khususnya untuk hari minggu maka penambahan kanal ini
sebenarnya belum perlu dilakukan akan tetapi demi kenyamanan pelanggan maka
perlu dilakukan penambahan kanal untuk meminimalisasi terjadinya bloking.
3.7.2. SDCCH Drop
SDCCH Drop adalah terjadinya kegagalan panggilan yang
dikarenakan kegagalan pada saat proses inisialisasi. Terjadinya SDCCH
Drop ini diakibatkan karena beberapa faktor diantaranya karena adanya
congestion dan juga karena permasalahan penerimaan sinyal.
Nilai presentase SDCCH Drop di dapat dengan rumus :
keterangan:
SDCCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi
SDCCH dari jumlah seluruh total panggilan.
Penyebab terjadinya drop SDCCH ini antara lain adalah akibat
adanya congestion serta RF Loss selama proses call setup berlangsung.
1. SDCCH Drop Akibat Congestion
SDCCH Drop akibat congestion sehingga perlu adanya pengecekan
software perangkat.
2. SDCCH RF Loss
Penyebab utama terjadinya SDCCH Drop adalah karena akibat RF
Loss. RF Loss ini diakibatkan karena beberapa macam faktor diantaranya
cakupan coverage antena BTS kurang maksimal sehingga banyak daerah-
daerah yang tidak tercakup (daerah blank spot). Selain itu RF Loss juga
diakibatkan karena banyaknya daerah yang terjadi overlap atau tumpang
tindih cakupan coveragenya sehingga pada daerah-daerah tersebut terjadi
interverensi yang mengakibatkan terjadinya Drop call.
Gambar 4.1 Perbandingan SDCCH drop akibat SDCCH RF Loss dengan SDCCH
Congestion
3.8. TCH
TCH terbagi 2 bagian, yaitu :
3.8.1. TCH Bloking
TCH Bloking adalah menunjukkan prosentase yang terjadi pada
pengalokasian TCH. Hal ini terjadi karena tidak tersedianya kanal atau
permintaan yang lebih dari kapasitas yang ada. Presentase TCH bloking di
dapat dengan rumus :
keterangan:
TCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi TCH
dari jumlah seluruh total panggilan.
Sebagai misal memiliki tingkat bloking TCH 1.08% jadi bisa
diasumsikan bahwa dari jumlah total permintaan TCH sebanyak 10000
panggilan maka jumlah panggilan yang mengalami bloking adalah 108
panggilan. Hal ini masih dibawah batasan TCH bloking yang telah ditentukan
yaitu 2%. Jadi bisa dikatakan bahwa tidak terdapat permasalahan dalam hal
ketersediaan kanal pembicaraan.
3.8.2. TCH Drop
TCH Drop menunjukkan banyaknya sambungan yang telah berhasil
terjadi tetapi mengalami drop sebelum terjadi release normal. Persentase
TCH Drop dalam sebuah sistem diharapkan juga kurang dari 2%. Nilai
persentase ini didapat dengan menggunakan rumus :
keterangan:
TCH attempt = banyaknya panggilan yang mendapatkan alokasi TCH
dari jumlah seluruh total panggilan.
Statistik drop call terdiri dari 2 buah parameter utama yaitu TCH RF
Loss dan Handover Failure.
1. TCH RF Loss
Terdapat beberapa BTS yang mengalami tingkat RF Loss yang cukup
tinggi. RF Loss ini diakibatkan karena beberapa macam faktor diantaranya
cakupan coverage antena BTS kurang maksimal sehingga banyak daerah-
daerah yang tidak tercakup (daerah blank spot). Selain itu RF Loss juga bisa
diakibatkan karena banyaknya daerah yang terjadi overlap atau tumpang
tindih cakupan coveragenya sehingga pada daerah-daerah tersebut terjadi
interverensi yang mengakibatkan terjadinya drop call. Kegagalan handover
pun cukup memberikan peran terhadap terjadinya drop call yang terjadi.
2. Handover Failure
Handover failure terjadi karena jarak antar sel yang cukup jauh
sehingga mengakibatkan kemungkinan terjadinya handover pun cukup tinggi
karena pada saat MS berada pada kondisi harus melakukan handover, BSS
tidak dapat menmukan BTS yang cukup baik untuk menerima MS atau
bahkan tidak ada BTS lainnya sehingga pada saat proses handover ini sedang
berlangsung akan terjadi dropcall. Jadi dapat disimpulkan masalah utama
terjadinya TCH drop adalah faktor RF Loss seperti yang dijelaskan
sebelumnya RF Loss diakibatkan karena cakupan coverage BTS tidak sesuai
dengan apa yang telah direncanakan. Oleh karena itu perlu adanya
pengecekan ulang (drive test) baik perhitungan luas coverage, prediksi level
sinyal baik yang dipancarkan maupun yang diterima MS, serta penggunaan
kelas daya pancar untuk masing-masing BTS.
Gambar 4.2 Grafik Perbandingan TCH drop akibat TCH RF Loss dengan Handover
Failure
3.9. Perhitungan dan Perbaikan Jarak Pancar Maksimal BTS yang Memiliki
Performansi Buruk
Pada analisa trafik di perlukan adanya perhitungan jarak pancar maksimal
untuk masing-masing daya pemancar yang memiliki permasalahan dalam hal
penerimaan sinyal. Misal, terdapat 11 BTS di wilyah BSC tertentu yang
memiliki performansi kurang baik. Dengan menggunakan persamaan 3.1 dan
3.6 (lihat pada halaman-halaman sebelumnya) yaitu menghitung EIRP, serta
mencari besarnya nilai redaman guna menentukan seberapa jauh jarak
masing-masing BTS.
3.10. Peningkatan Performansi Jaringan Setelah Dilakukan Perubahan Daya
Pancar
Untuk membuktikan perbaikan kerja jaringan maka perlu dilakukan
perhitungan pada 2 kondisi, yaitu kondisi sebelum perbaikan performansi dan
kondisi setelah dilakukan perubahan-perubahan daya pancar. Perlu dilakukan
perhitungan luas daerah cakupan layanan BTS dengan menggunakan
persamaan 2.1 dimana R adalah jarak Pancar BTS.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari serangkaian pembahasan yang telah disajikan pada bab – bab
sebelumnya maka dari Tugas Akhir ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Pada dasarnya untuk pemantauan pengukuran untuk mengamati performansi
sistem seluler berbasis GSM ini dapat dilihat dari :
- Keluhan pelanggan
- Mengamati alarm sistem yang ada
- Melakukan Drive test
- Analisa terhadap trafik jaringan
Selain menggunakan cara diatas, untuk mengamati kualitas layanan suatu
jaringan juga dapat diukur dengan membandingkan Statistik jaringan yang di
peroleh dari OMC. Cara tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk
mengamati performansi.
2. Faktor buruknya performansi suatu sistem seluler saling terkait satu dengan
lainnya. Untuk itu dalam menganalisis performansi GSM tidak bisa
dipisahkan satu dengan lainnya.
3. Permasalahan yang sering terjadi pada sistem ini yaitu keterbatasan kanal,
gangguan pada RF, dan masalah area cakupan.
4. Dalam analisa ini tingkat drop call tinggi hal ini diakibatkan karena masalah
area cakupan, dan bila semua BTS bekerja secara maksimal maka akan
terjadi overlap yang sangat besar antara sitenya sehingga diperlukan
perhitungan daya pancar yang akurat untuk menentukan luas cakupan masing
– masing SRB supaya dapat meminimalisasi terjadinya overlap.
5. Dalam perencanaan luas daerah cakupan pelayanan suatu SRB / BTS harus
mempertimbangkan link budget atau berarti :
- Sinyal dari BTS masih dapat diterima oleh MS pada level daya terima
minimum.
- Sinyal dari MS dengan daya maksimum masih dapat diterima oleh BTS.
6. Untuk mengurangi suatu kawasan yang tidak tercakup oleh gelombang radio
(blankspot) yang masih dalam wilayah cakupan SRB maka dapat diatasi
dengan manambah daya pancar tetapi dengan memperhitungkan SRB – SRB
lainnya agar tidak terjadi overlap, begitu pula sebaliknya.
5.2 SARAN
1. Untuk menjaga kinerja suatu jaringan maka diperlukan proses pengamatan
secara berkala dan periodik, sehingga bila terjadi permasalahan dapat segera
diatasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. ...................., Dasar GSM 900/1800, Divisi Pelatihan Telkom.
2. ...................., GSM Network Planning Switching, Erikson.
3. ...................., GSM Trafik Planning Overview, CommServ Network
Indonesia.
4. Gauzaly Saydom, Sistem Telekomunikasi, Djambatan, 1993.
5. Jhon D. Kraus, Antennas, McGraw – Hill International Edition.
6. Malcolm W. Oliphant, Mattias K.Webber, Segmund M. Redl, An
Introduction to GSM, Artech House Publishers, Boston London.
7. Mertin J. Keverstein, theodore s. Rappapart, Wireless Personal
Communication, Boston Kluever Academic Publishers, 1993.
8. Sunomo, Pengantar Sistem telekomunikasi Nirkabel, Program penulisan
Buku teks DP3M Dirjen Dikti, 2003.
9. Warsito S, Kamus Elektronika, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996.