tatalaksana serebral palsy

6
Tatalaksana Menurut Krigger (2006) tujuan dari manajemen cerebral palsy bukan untuk menyembuhkan atau untuk mencapai keadaan normal tetapi untuk meningkatkan fungsionalitas, meningkatkan kemampuan, & mempertahankan kesehatan dalam hal pergerakan, perkembangan kognitif, interaksi sosial, dan kemandirian. Hasil klinis terbaik didapatkan dari manajemen intensif awal. Program pengobatan meliputi terapi fisik dan perilaku, perawatan farmakologis dan bedah, alat bantu mekanik, dan pengelolaan kondisi medis yang terkait. Peningkatan kemampuan fisik, pekerjaan, kemampuan berbicara, dan terapi perilaku bertujuan untuk meningkatkan pasien interaksi dan pengasuh sambil memberikan dukungan keluarga. A. Terapi fisik Studi menunjukkan bahwa latihan resistif dapat bermanfaat dalam memperkuat otot ketika kelemahan otot menyebabkan suatu disfungsi. Sebuah program pelatihan kekuatan progresif 10 minggu untuk orang dewasa yang memiliki cerebral palsy dengan spastic diplegia difokuskan pada ekstremitas bawah memiliki hasil kekuatan otot, kecepatan berjalan, dan fungsi motorik kasar meningkat,dan ketika berdiri dan berjalan terlihat berkurangnya spasisitas, sehingga dianjurkan untuk anak dengan cerebral palsy mengikuti fisioterapi 2-4 hari per minggu selama periode empat minggu dengan waktu istirahat berdurasi delapan minggu. B. Farmakologi

Upload: wydhy-nugraha

Post on 18-Dec-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

tugas

TRANSCRIPT

TatalaksanaMenurut Krigger (2006) tujuan dari manajemen cerebral palsy bukan untuk menyembuhkan atau untuk mencapai keadaan normal tetapi untuk meningkatkan fungsionalitas, meningkatkan kemampuan, & mempertahankan kesehatan dalam hal pergerakan, perkembangan kognitif, interaksi sosial, dan kemandirian. Hasil klinis terbaik didapatkan dari manajemen intensif awal. Program pengobatan meliputi terapi fisik dan perilaku, perawatan farmakologis dan bedah, alat bantu mekanik, dan pengelolaan kondisi medis yang terkait. Peningkatan kemampuan fisik, pekerjaan, kemampuan berbicara, dan terapi perilaku bertujuan untuk meningkatkan pasien interaksi dan pengasuh sambil memberikan dukungan keluarga.A. Terapi fisikStudi menunjukkan bahwa latihan resistif dapat bermanfaat dalam memperkuat otot ketika kelemahan otot menyebabkan suatu disfungsi. Sebuah program pelatihan kekuatan progresif 10 minggu untuk orang dewasa yang memiliki cerebral palsy dengan spastic diplegia difokuskan pada ekstremitas bawah memiliki hasil kekuatan otot, kecepatan berjalan, dan fungsi motorik kasar meningkat,dan ketika berdiri dan berjalan terlihat berkurangnya spasisitas, sehingga dianjurkan untuk anak dengan cerebral palsy mengikuti fisioterapi 2-4 hari per minggu selama periode empat minggu dengan waktu istirahat berdurasi delapan minggu.

B. FarmakologiBotulinum toxin (botox), adalah formulasi dari toksin botulinum tipe A, yang berasal dari bakteri Clostridium botulinum. Bakteri ini menghasilkan protein yang menghalangi pengeluaran asetilkolin dan melemaskan otot-otot. beberapa penelitian telah mendukung penggunaan jenis toksin botulinum A dipengobatan spastisitas selama berjalan, tetapi kajian literatur tidak menemukan bukti kuat apakah untuk mendukung atau menolak penggunaannya untuk pengobatan spastisitas kaki pada pasien dengan cerebral palsy. preferensi pasien adalah keputusan terbaik.Baclofen (Lioresal), Hasil Ringkasan melaporkan bukti yang terbatas untuk mengurangi spastisitas pada ekstremitas bawah, dengan efek yang tidak jelas untuk ekstremitas atas. Komplikasi terapi termasuk mengantuk, hipotonia, sakit kepala, mual, muntah, infeksi, kebocoran cairan serebrospinal, dan aktivitas kejang. Meskipun komplikasi medis ini umum untuk terlihat, fungsi dan kemampuan pasien tampaknya terbukti membaik. Pemberian baclofen intratekal secara terus menerus pada anak-anak dengan fungsional gross motoric tingkat IV dan V, menyebabkan hilangnya rasa sakit yang hebat beserta kejangnya, dan peningkatan kualitas tidur, kemandirian, dan kemudahan perawatan.C. PembedahanRhizotomy selektif punggung adalah prosedur yang dimaksudkan untuk meminimalkan atau menghilangkan spastisitas secara selektif, dengan memotong rootlets dorsal segmen tulang belakang L1 ke S2. Pasca operasi, dapat memiliki efek disfungsi proprioseptif, kandung kemih atau usus, ditandai hipotonia berkepanjangan, nyeri punggung terus-menerus, atau kelainan bentuk tulang belakang.Ketidakseimbangan otot yang disebabkan oleh spastisitas dapat menyebabkan dislokasi total panggul. Insiden dislokasi panggul pada anak-anak dengan cerebral palsy telah dilaporkan setinggi 59 persen. Pilihan pengobatan bedah termasuk bracing abduksi noninvasif, pelepasan jaringan lunak, rekonstruksi femoral mayor dan / atau osteotomies panggul, dan prosedur penyelamatan seperti reseksi proksimal femoralis. Prosedur bedah umum untuk panggul sublusasi adalah osteotomy proksimal femur dengan kombinasi rilis jaringan lunak yang sesuai. Tindakan bedah untuk subluksasi unilateral tampaknya efektif dalam mengurangi dan menstabilkan panggul spastic tanpa menyebabkan ketidakstabilan di panggul kontralateral, oblikuitas panggul, ataupun scoliosis. Setelah pembedahan, pasien bergerak dalam gips spica panggul selama minimal enam minggu. Efek samping yang dilaporkan termasuk ulkus dekubitus dan fraktur ekstremitas bawah pada saat pelepasan gips.Orthoses biasanya digunakan bersamaan dengan terapi fisik, pemebrian toksin botulinum tipe A, baclofen, dan bedah saraf atau bedah ortopedi untuk mencegah pergerakan sendi yang tidak benar.

D. Tindakan tambahanSerta untuk menangani beberapa komplikasi dari cerebral palsy dapat mengikuti table berikut:Tabel: Komplikasi serta penanganan Cerebral Palsy (Krigger K.W. 2006)Sumber: Krigger K.W. 2006. Cerebral Palsy: An Overview. American Academy of Family Physicians: Kentucky, 93-99. Available from: http://www.aafp.org/afp/2006/0101/p91.pdf [Accessed at: 03 Mei 2015]