tafsir ulama nusantara tentang …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...tafsir...

126
TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih Pemimpin Nonmuslim dalam Al-Qur’an) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Oleh: Siti Rodiah 1113034000003 PROGRAM STUDI ILMU QUR'AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H/2017 M

Upload: dangdan

Post on 20-Mar-2019

248 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG

KEPEMIMPINAN NONMUSLIM

(Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih Pemimpin Nonmuslim

dalam Al-Qur’an)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Agama (S.Ag)

Oleh:

Siti Rodiah

1113034000003

PROGRAM STUDI ILMU QUR'AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan kesadaran dan tanggung jawab yang besar terhadap

pengembangan keilmuan, saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan

untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar

starata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah

saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil

karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya

orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku

di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 07 Agustus 2017

Siti Rodiah

Page 3: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG

KEPEMIMPINAN NONMUSLIM

(Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih Pemimpin Nonmuslim

dalam Al-Qur’an)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

Oleh

Siti Rodiah NIM: 1113034000003

Pembimbing,

Dr. Abd. Moqsith, M.A. NIP. 19710607200501 1 002

PROGRAM STUDI ILMU QUR'AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 4: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih
Page 5: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

i

ABSTRAK

SITI RODIAH

Tafsir Ulama Nusantara Tentang Kepemimpinan Nonmuslim

Hubungan muslim dan nonmuslim kerap diwarnai dengan

isu-isu negatif, salah satunya soal pengangkatan pemimpin

nonmuslim. Banyaknya ayat al-Qur'an yang melarang umat muslim

mengangkat pemimpin nonmuslim, seringkali dianggap sebagai

larangan yang bersifat mutlak oleh berbagai kalangan. Akan tetapi,

secara eksplisit al-Qur'an juga memuat beberapa ayat yang

menjelaskan sejauh mana pelarangan dan kebolehan mengangkat

pemimpin nonmuslim sebagai kepala negara. Oleh karena itu, untuk

memberi pandangan mendalam mengenai pemimpin nonmuslim

khususnya di Indonesia, maka penulis mengangkat tema tafsir ulama

Nusantara tentang kepemimpinan nonmuslim yang meliputi QS. Ali

Imran[3]: 28; QS. An-Nisa [4]: 144; dan QS. al-Maidah [5]: 51.

Adapun tafsir Nusantara yang dijadikan rujukan utama dalam

penelitian ini adalah Tafsīr Marāh Labīd karya Syeikh

Nawawi;Tafsīr al-Nūr karya Hasbi al-Shiddieqy; Tafsīr al-Azhar

karya Buya Hamka; dan Tafsir al-Misbāh karya M. Quraish Shihab.

Penelitian ini ingin mengetahui penafsiran ulama Nusantara

tentang kepemimpinan nonmuslim dalam al-Qur'an, yang dilakukan

melalui metode Analisis deskriptif, yakni suatu upaya

mendeskripsikan penafsiran ulama Nusantara tentang kepemimpinan

nonmuslim, kemudian dianalisis dan dicari korelasi dan

kontekstualisasinya di era sekarang ini.

Melalui pembacaan dari sumber utama penelitian, dapat

diketahui bahwa ada kesamaan persepsi antara Syeikh Nawawi,

Hasbi al-Shiddieqy dan Buya Hamka terkait pengangkatan

pemimpin nonmuslim. Mereka menegaskan bahwa sampai kapan

pun umat Islam tidak boleh menjadikan nonmuslim sebagai auliyā'

(sahabat, teman karib, pemimpin), karena mereka berpotensi

menyesatkan umat muslim.

Namun, pendapat berbeda justru datang dari M. Quraish

Shihab, yang secara eksplisit menyatakan bahwa larangan ini hanya

ditujukan kepada nonmuslim yang memiliki sifat buruk sebagaimana

yang dikecam dalam al-Qur'an. Adapun nonmuslim yang adil dan

memiliki kemampuan untuk memimpin bangsanya menjadi lebih

baik, maka tidak ada larangan menjadikannya seorang pemimpin.

Meski demikian, M. Quraish Shihab menegaskan bahwa lebih baik

umat Islam mengutamakan pemimpin dari kalangan muslim.

Page 6: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

ii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan semesta alam atas segala

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul "Tafsir Ulama Nusantara Tentang

Kepemimpinan Nonmuslim".

Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

Nabi Muhammad saw., keluarganya, para sahabatnya, tabi' tabi'in,

dan kita sebagai umatnya semoga mendapatkan curahan syafaatnya

di hari akhir nanti.

Terima kasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang ikut

andil dalam penulisan skripsi ini, terutama kepada dosen

pembimbing yang tak pernah lelah memberikan arahan dan

bimbingannya kepada penulis untuk dapat memberikan hasil

penelitian terbaik. Maka dari itu, penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada berbagai pihak di antaranya sebagai berikut:

1. Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, MA., sebagai Rektor

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu menjadi

inspirasi bagi mahasiswa untuk dapat menjadi intelektual

muslim yang berkualitas seperti beliau.

2. Bapak Prof. Masri Mansoer, MA. Selaku Dekan Fakultas

Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu

Page 7: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

iii

3. berupaya untuk menyediakan fasilitas terbaik bagi

mahasiswa Fakultas Ushuluddin.

4. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA. Selaku Ketua Jurusan

Ilmu al-Qur'an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin. Dra. Banun

Binaningrum, M.Pd. Selaku sekretaris Jurusan Ilmu al-Qur'an

dan Tafsir Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta.

5. Bapak Dr. Abd. Moqsith Ghazali, MA. Selaku Dosen

Pembimbing yang sudah banyak meluangkan waktunya

untuk memberi ilmu, arahan, dan masukan kepada penulis,

sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis

memohon maaf jika selama masa bimbingan skripsi telah

banyak merepotkan dan melakukan kesalahan baik yang

disengaja maupun tidak disengaja. Semoga ilmu yang bapak

berikan dapat bermanfaat bagi penulis.

6. Seluruh Dosen Fakultas Ushuluddin, yang telah membagikan

ilmu dan pengalamannya kepada penulis, semoga ilmu yang

didapat menjadi bekal untuk masa depan, dan semoga seluruh

Dosen mendapat pahala kebaikan dari Allah swt.

7. Pimpinan dan seluruh staf perpustakaan utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Ushuluddin,

Pusat Studi al-Qur'an, yang telah banyak membantu dalam

menyediakan referensi-referensi disaat penulis menyusun

skripsi ini.

Page 8: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

iv

8. Kedua orang tua tercinta, yang tak pernah lelah memanjatkan

doa untuk kemudahan urusan anak-anaknya, jasanya tak akan

pernah terbalas sepanjang masa. Ibunda Oom dan ayahanda

Encep Dedi, terima kasih atas segala do'a, nasehat, semangat

dan semuanya yang telah diberikan kepada penulis, yang

benar-benar penulis rasakan keberkahannya hingga saat ini.

Semoga emak dan apa panjang umur, selalu dalam kesehatan,

dan berada dalam lindungan Allah swt.

9. Kepada semua keluarga, kerabat, adinda Siti Khalidah,

Dimas Andrean, dan Siti Nadiyah al-Musfiroh, yang selalu

memberikan dukungan dan keceriaan dalam keluarga.

10. Kepada KH. Akhmad Sodiq, MA. Selaku Pimpinan Ma'had

al-Jami'ah. Bunda Nailil Huda, MA. Selaku pengasuh Ma'had

Syarifah Muda'im UIN Jakarta yang tak pernah lelah

membimbing kami menuju jalan yang yang diridhai-Nya.

Juga tak lupa kepada seluruh Musyrif/Musyrifah, para staff

dan pegawai yang telah banyak memberikan pengabdiannya

untuk Ma'had al-Jami'ah.

11. Kepada seluruh Mudabbir/Mudabbiroh, para pengurus dan

aktivis Ma'had al-Jami'ah yang selalu semangat dalam

membangun Ma'had al-Jami'ah menjadi lebih baik.

Khususnya kepada rekan Mudabbiroh senior (Nurhasanah,

Page 9: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

v

Novi Novera, dan Humaira az-Zahra) yang selalu

mendukung dan menginspirasi saya.

12. Kepada teman-teman jurusan Tafsir Hadits 2013, khususnya

kepada teman-teman "Atha" (Anak Tafsir Hadits A) yang

telah menjadi keluarga kedua dan selalu memberikan

dukungan dan bantuannya kepada penulis. Semoga kita

semua dapat menjadi generasi yang berguna bagi nusa,

bangsa, agama dan negara.

13. Kepada roommate kamar 105 A Ma'had UIN Jakarta (Martha

Alfiani, Yaza, Hana, Endah Ratnasari, Dini Ayu Cahyani,

Dian Pratiwi, Nasyiatul Lailly Noer Dini, dan Nurin

Amanillah) yang selalu memberikan keceriaan dan

kenyamanan selama tinggal di Ma'had Putri UIN Jakarta.

14. Kepada semua teman-teman peneriman Beasiswa Bidik Misi

yang selalu meninspirasi penulis melalui prestasi-prestasi

yang diraihnya.

15. Kepada adik-adik di Rumah Baca Dungus Biuk (Rubadubi)

sebagai salah satu penyemangat penulis untuk terus

mengabdi pada bangsa ini.

16. Kepada rekan-rekan Hmpsf Farmasi dan Dema FKIK UIN

Jakarta yang telah membantu saya dalam mengabdi di

kampung Dungus Biuk. Semoga semua kebaikan kalian

mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah swt.

Page 10: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

vi

17. Kepada semua kyai, ustadz, guru, kerabat, saudara, sahabat,

dan semua pihak yang telah membantu dan mendoakan

penulis dalam menyusun skripsi ini. Mohon maaf tidak bisa

disebutkan namanya satu persatu, penulis mengucapkan

terima kasih dan semoga kebaikan yang telah diberikan

kepada penulis, bernilai kebaikan di sisi Allah swt.

Jakarta, Agustus 2017

Siti Rodiah

Page 11: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................ vii

PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................. ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................. 10

C. Tujuan dan Manfaat penelitian .................................. 11

D. Tinjauan Pustaka .......................................................... 12

E. Metode Penelitian .......................................................... 14

F. Sistematika Penulisan .......................................................... 16

BAB II PEMIMPIN DALAM AL-QUR’AN

A. Definisi Pemimpin .......................................................... 18

B. Istilah Pemimpin di dalam al-Qur‟an ................................. 20

1. Khalīfah ........................................................................... 20

2. Imām ...................................................................... 23

3. Ulu al-Amri .......................................................... 25

4. Auliyā’ ...................................................................... 27

5. Sulthān .......................................................................28

6. Malik .......................................................................29

C. Urgensi Pemimpin dalam Al-Qur'an .................................. 32

D. Kriteria Pemimpin Ideal dalam al-Qur‟an ...................... 33

BAB III NON MUSLIM DALAM AL-QUR’AN

E. Nonmuslim dan Istilahnya di dalam al-Qur‟an .......... 49

a. Ahl al-Kitāb .......................................................... 49

b. Yahudi ...................................................................... 50

c. Nasrani ...................................................................... 54

d. Kafir ........................................................................... 55

F. Relasi Muslim dan Nonmuslim dalam al-Qur‟an .......... 57

Page 12: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

viii

G. Kesetaraan Hak-hak Nonmuslim dalam al-Qur'an .......... 69

BAB IV ANALISIS AYAT-AYAT LARANGAN MEMILIH

PEMIMPIN NONMUSLIM DALAM AL-QUR'AN

A. Tafsir QS. Ali Imran[3]: 28 .............................................. 78

B. Tafsir QS. an-Nisa [4]: 144 .............................................. 89

C. Tafsir QS. al-Maidah [5]: 51 .............................................. 93

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................... 101

B. Saran-Saran .................................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA .........................................................103

Page 13: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

ix

PEDOMAN TRANSLITERASI

Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam

aksara latin:

HURUF ARAB HURUF LATIN KETERANGAN

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

ẖ h dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d de د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

ṣ es dengan titik di bawah ص

ḍ de dengan titik di bawah ض

ṭ te dengan titik di bawah ط

ẓ zet dengan titik di bawah ظ

koma terbalik di atas hadap kanan ´ ع

gh ge dan ha غ

f ef ف

q ki ق

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

apostrof ` ء

y ye ي

Page 14: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

x

Vokal

Vokal dalam bahasa arab, seperti vokal bahasa Indonesia,

terlebih dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau

diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah

sebagai berikut:

TANDA VOKAL ARAB TANDA VOKAL LATIN KETERANGAN

ai a dan i ي

au a dan u و

Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam

bahasa Arab dilambangkan dengan harakat huruf, yaitu:

Kata Sandang

Kata sandang, yang dalam sistem aksara arab dilambangkan

dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik

diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-

rijāl, al-dīwān bukan ad-dīwān.

Syaddah (Tasydīd)

Syaddah atau tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab

dilambangkan dengan sebuah tanda ( ), dalam alih aksara ini

dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandengkan huruf

yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku

jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata

sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata

tidak ditulis aḏ-ḏarūrah melainkan al-ḏarūrah, demikian الضرورة

seterusnya.

TANDA VOKAL ARAB TANDA VOKAL

LATIN KETERANGAN

ā a dengan garis di atas ئ ا

ī i dengan garis di atas ئ

ū u dengan garis di atas وئ

Page 15: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

xi

Ta Marbūṯah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbūṯah

terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut

dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal

yang sama juga

berlaku jika ta marbūṯah tersebut diikuti oleh kata sifat (na't) (lihat

contoh 2). Namun, jika huruf ta marbūṯah tersebut diikuti kata

benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/.

Contoh:

NO KATA ARAB ALIH AKSARA

ṭarīqah طرقة 1

al-Jāmi'ah al-Islāmiyyah الجامعة اإلسالمة 2

waẖdat al-wujūd وحدة الوجود 3

Page 16: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya manusia adalah khalifah (pemimpin) yang

memiliki tugas dan tanggungjawab yang besar. Ia diberi amanah oleh

Allah swt. untuk memakmurkan kehidupan di bumi ini. Karena amat

mulianya manusia sebagai pengemban amanah, akhirnya ia diberi

kedudukan sebagai wakil Allah (khalīfatullah).1 Sebagaimana firman

Allah swt. dalam Al-Qur‟an:

قالوا أتعل فيها من ي فسد وإذ قال ربك للملئكة إني جاعل ف الرض خليفة

س لك ماء ونن نسبيح بمدك ون قدي .قال إني أعلم ما ل ت علمون فيها ويسفك الدي"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,

'aku hendak menjadikan khalifah di bumi.' Mereka berkata,

'Apakah engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan

menumpahkan darah disana, sedangkan kami bertasbih memuji-

Mu dan menyucikan nama-Mu?' Dia berfirman, “Sungguh, aku

mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (al-Baqarah[2]: 30)

Ayat ini menunjukkan tentang fungsi utama manusia, yaitu

sebagai khalīfah di muka bumi yang bertugas untuk memperbaiki dan

meninggalkan perbuatan yang merusak.2 Akan tetapi, malaikat tidak

setuju atas pemilihan manusia sebagai khalīfah, karena manusia adalah

1 Rohmat Syariffudin, Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an, Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo Semarang: 2016, h. 2. 2 Al-Qurṭūbī, Tafsīr Al-Qurṭūbī. Penerjemah Ahmad Faturrohman (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2010), h. 608.

Page 17: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

2

penyebab dari kerusakan yang terjadi di muka bumi. Sedangkan

malaikat adalah makhluk yang selalu taat kepada-Nya.

Namun, Allah berusaha untuk mengeluarkan malaikat dari

perasaan banyak ibadah, tasbih dan mengagungkan Allah swt,

kemudian mengembalikan mereka pada kedudukan mereka yang

sebenarnya. Allah swt. berfirman,

اسجدوا لدم... ... "Sujudlah kamu kepada Adam." (QS. Thāhā [20]: 116).

Allah lebih mengetahui bahwa orang-orang yang dijadikan-Nya

khalīfah di bumi ini terdiri dari nabi-nabi, para ulama dan ahli

ketaatan. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang tidak diketahui

oleh makhluk-Nya.3

Amanah khalīfah ini awalnya pernah ditawarkan kepada langit,

bumi, dan gunung-gunung. Namun, semuanya menolak karena

khawatir akan mengkhianati amanah tersebut. Allah swt berfirman:

ماوات والرض والبال فأب ي أن يملن ها وأشفقن م ها إنا عرضنا المانة على الس ن

نسان إنو كان ظلوما جهول وحلها ال"Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada

langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan

untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan

mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.

Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh."

(QS:Al-Ahzab [33]: 72).

3 Al-Qurṭūbī, Tafsīr Al-Qurṭūbī, h. 614.

Page 18: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

3

Muqātil bin Hayyān sebagaimana dikutip Ibnu Katsīr dalam

tafsirnya Tafsīr al-Qur'ān al-'Aẓīm menjelaskan bahwa dalam ayat ini

Allah swt berusaha mengembankan amanah kepada makhluk-Nya4,

mulai dari langit, bumi, dan gunung-gunung, semuanya akan diberikan

ampunan dan surga jika siap mengemban amanah tersebut.5 Namun

semuanya menolak, kecuali Nabi Adam as6 yang bersedia

menerimanya.7

Dari Nabi Adam as, amanah kepemimpinan terus berlanjut

kepada keturunan dan cucu-cucunya. Sehingga sampai saat ini

kepemimpinan merupakan sunnatullah yang terus berlaku di bumi ini.8

Rasulullah saw. menegaskan bahwa kepemimpinan merupakan

suatu keniscayaan yang harus ada meskipun dalam batas dan wilayah

yang sangat kecil, bahkan dalam sebuah perjalanan sekalipun,

sebagaimana dijelaskan dalam hadits berikut:

حممد بن عجلن عن أب سلمة حدثنا علي بن بر حدثنا حامت بن إمساعيل حدثنا

عن أب ىري رة أن رسول اهلل قال إذا كان ثلثة ف سفر ف لي ؤمروا أحدىم قال نافع ف قلنا

رنا. لب سلمة فأنت أمي

4Amanah yang dimaksud adalah ketaatan kepada Allah swt, yaitu wajib

melaksanakan segala perintah Allah, dan tidak boleh menyalahi-Nya. 5 Ibnu Katsīr, Tafsīr al-Qur' ān al-'Aẓīm (Yaman: Maktabah aulād al-Syaikh

li al-Turāts), Jilid 11, h. 252.

6 Raihan “Konsep Kepemimpinan di dalam Masyarakat Islam”, Jurnal al-

Bayan, Vol. 22, No. 31, Januari-Juni 2015 h. 15. 7 Kementrian Agama RI, Tafsir Ilmi: Penciptaan Manusia dalam Perspektif

al-Qur’an dan Sains (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia 2012), h. 3

8 Raihan “Konsep Kepemimpinan di dalam Masyarakat Islam”, h. 16.

Page 19: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

4

Dari Abu Sa‟id dan Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw.

bersabda: "Apabila ada tiga orang berpergian bersama-sama,

maka hendaklah mereka memilih seseorang diantara mereka

untuk menjadi pemimpin rombongan." (HR. Abu Daud)9

Hadits di atas mengisyaratkan bahwa dalam perjalanan yang

dilakukan oleh tiga orang saja perlu ada pemimpin, apalagi dalam

komunitas yang jumlahnya lebih besar.10

Melalui hadits ini, dapat diketahui bahwa pemimpin adalah

unsur fundamental tertinggi dalam bangunan masyarakat Islam. Ia

ibarat kepala dari anggota tubuh seseorang, sehingga ia memiliki peran

yang strategis dalam pengaturan pola dan gerakan11

, untuk mencapai

tujuan yang dicita-citakan. Sebagaimana ungkapan Ali bin Abi Thalib

yang menyatakan bahwa:

“Suatu urusan meskipun benar, tetapi tidak dikelola secara

profesional akan mudah dikalahkan oleh kebatilan yang

dikelola secara baik dan profesional”.

Dari ungkapan di atas, dapat disimpulkan bahwa tatanan hidup

manusia tidak dapat teratur, jika tidak ada yang memimpin setiap

langkah dan kegiatannya.12

Oleh karena itu, keberadaan pemimpin

sangat diperlukan untuk menjamin keselamatan jiwa dan hak rakyat,

9 Lihat Hadits No. 3, Bab tentang sunah membentuk rombongan dan

memilih seseorang diantara mereka sebagai pemimpinnya, dalam Muslich Shabih,

Terjemah Riyadus Shalihin Jilid 2, (Semarang: Karya Toha Putra, 2004), h. 41.

10

Raihan “Konsep Kepemimpinan di dalam Masyarakat Islam”, h. 16.

11

Muhammad Dian Supyan, “Kepemimpinan Islam dalam Tafsir al-

Mishbāh Karya M. Quraish Shihab” (Skripsi S1 Fakultas Dakwah, UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta: 2013), h. 4.

12

Raihan “Konsep Kepemimpinan di dalam Masyarakat Islam”, h. 16

Page 20: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

5

serta menjamin berlakunya perintah Allah, karena amanah seorang

pemimpin adalah untuk memakmurkan kehidupan di bumi.13

Namun, dewasa ini kita seringkali melihat pergolakan disetiap

pemilihan pemimpin, karena adanya perbedaan teologis antara calon

pemimpin dengan mayoritas masyarakat yang akan dipimpin,

sebagaimana yang terjadi pada pemilihan cagub-cawagub DKI Jakarta

periode 2017-2022 beberapa waktu lalu.

Pemilukada DKI Jakarta sempat mengundang simpatik semua

kalangan, dimana agama lagi-lagi dijadikan kendaraan politik, untuk

bisa memenangkan egoisme diri sendiri. Seperti maraknya fenomena

fatwa larangan memilih pemimpin nonmuslim, mulai dari kalangan

penyanyi, politisi, da'i, bahkan kyai seringkali memberikan statemen

demikian di lingkungan masyarakat.

Persoalan ini kemudian dikejutkan dengan berbagai aksi

demonstrasi dari ormas Islam di Jakarta, karena tidak ingin dipimpin

oleh seorang nonmuslim. Padahal, UUD 1945 pasal 6 alinea 1

menyatakan “Presiden ialah orang Indonesia asli”. Sehingga telah jelas

bahwa semua orang Indonesia memiliki hak yang sama untuk menjadi

pemimpin di Indonesia, tak terkecuali nonmuslim.

Namun, umat Islam sepertinya sudah terlanjur berparadigma

bahwa setiap orang yang berada di luar Islam, seperti Yahudi dan

13 Rohmat Syarifuddin, “Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam al-

Qur‟an” (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Humaniora, UIN Walisongo semarang,

2016), h. 2.

Page 21: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

6

Nasrani dianggap sebagai kafir dan halal darahnya untuk dibunuh.

Seakan manusia ingin menjadi Tuhan dengan cara menghukumi dan

melabeli orang lain dengan sebutan kafir.

Anggapan ini memang tidak bisa disalahkan sepenuhnya, karena

al-Qur'an mengatakan demikian, di antaranya dalam QS. al-Mā'idah

[5]: 51 dan 57; al-Mumtahanah [60]: 1; Āli Imrān [3]: 28; 100,118; al-

Mujādilah [58]: 22; al-Nisā' [4]: 141, 144; al-Anfāl [8]: 73; al-Taubah

[9]: 8 dan 71.14

Pemimpin nonmuslim sebetulnya merupakan masalah klasik

yang selalu mengundang perdebatan, khususnya di kalangan umat

muslim. Sebagian ulama menganggap bahwa nonmuslim tidak boleh

diangkat sebagai pemimpin umat Islam karena beberapa ayat dalam al-

Qur'an yang menyatakan demikian.

Sedangkan, sebagian lainnya memandang bahwa esensi

perdebatan bukan terletak pada latar belakang agama, namun yang

terpenting adalah: apakah seorang pemimpin mampu memperoleh

kesejahteraan dan keadilan untuk masyarakat yang notebene

merupakan perintah al-Qur'an dan hadits Nabi saw?.

Menurut al-Zamakhsyarī, dilarangnya umat Islam memilih

pemimpin nonmuslim menjadi hal yang logis. Mengingat orang-orang

kafir adalah musuh umat Islam, dan pada prinsipnya tak akan pernah

14 Abu Thalib Khalik, “Pemimpin Non-muslim Dalam Perspektif Ibnu

Taimiyah”, Jurnal Studi Keislaman, Vol. 14, No. 1, tahun 2014, h. 60

Page 22: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

7

mungkin bagi seseorang untuk mengangkat musuhnya sebagai

pemimpin. Jika umat Islam mengangkat orang kafir sebagai

pemimpinnya, maka mereka seolah memandang bahwa jalan yang

ditempuh oleh orang-orang kafir itu baik. Padahal ini tidak boleh

terjadi, sebab dengan meridhai kekafiran berarti ia telah menjadi

kafir.15

Berbeda dengan pernyataan di atas, kelompok kedua justru

menawarkan ijtihad politik baru yang mendukung presiden nonmuslim.

Beberapa di antaranya adalah: Mahmoud Mohammad Thaha, Abdullah

Ahmed al-Na'im, Thariq al-Bishri, Muhammad Sa'id al-'Asymāwī dan

Ibnu Taimiyah.

Menurut Mahmud Thaha sebagaimana dikutip oleh Mujar Ibnu

Syarif mengatakan, bahwa dalam negara mayoritas muslim,

nonmuslim juga memiliki persamaan hak dan status sebagaimana umat

Islam, termasuk hak untuk menjadi pemimpin negara.16

Senada dengan pendapat di atas, Ibnu Taimiyah menegaskan

bahwa, “jika kebutuhannya untuk mengalahkan kemafsadatan lebih

banyak, maka yang berjiwa religiuslah yang dipilih. Sedangkan, jika

kebutuhannya untuk menyelesaikan kasus-kasus yang pelik jauh lebih

15 Al-Zamakhsyari, Al-Kasysyāf ’an Haqā’iq al-Tanzil wa ‘Uyun al-'Aqawil

fi Wujuh al-Ta’wil (Mesir: Syirkah Maktabah wa Mathba‟ah Mustafa al-Babi al-Habi

wa Auladuh, 1392 H/1972 M), II/422 16

Mujar Ibnu Syarif, Presiden Nonmuslim di Negara Muslim: Tinjauan dari

Perspektif Politik Islam dan Relevansinya dalam Konteks Indonesia (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan, 2006), h. 140.

Page 23: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

8

banyak, maka orang berilmu yang dipilih meskipun ia fasik.17

Selagi ia

dapat bersikap adil dan mensejahterakan rakyatnya, maka itu jauh lebih

baik dibandingkan dengan memilih pemimpin muslim yang religius,

namun dapat menyengsarakan rakyatnya.18

Perdebatan di atas tidak terlepas dari kehadiran al-Qur'an

sebagai petunjuk manusia, yang tidak membatasinya kepada etnis dan

generasi tertentu, sehingga ayat-ayatnya secara otomatis menimbulkan

ragam penafsiran. Dari generasi ke generasi, umat Islam terus berusaha

memahami kandungan al-Qur'an dan menyampaikan kembali hasil

pemahaman tersebut dalam berbagai karya tafsir dengan tujuan agar

dijadikan rujukan bagi umat Islam.19

Namun, rujukan tafsir al-Qur'an yang digunakan masyarakat

seringkali mengadopsi penafsiran-penafsiran dari luar.20

Padahal,

kondisi sosio historis Nusantara mempunyai perkembangan tersendiri

dalam proses menafsirkan al-Qur'an, yang berbeda dengan negara-

negara berpenduduk muslim lainnya.21

Hal ini memberi dorongan kepada para mufasir di Nusantara

untuk mencari kandungan makna ayat yang dimaksud dengan bertitik

17

Ibnu Taimiyah, Kebijaksanaan Politik Nabi saw. Penerjemah Muhammad

Munawir az-Zahidi (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), h. 16. 18

Abu Thalib Khalik, "Pemimpin Nonmuslim Dalam Perspektif Ibnu

Taimiyah", Jurnal Studi Keislaman, h. 61. 19

Taufikurrahman, "Kajian Tafsir di Indonesia", Mutawātir: Jurnal

Keilmuan Tafsir Hadits, Vol. 2, Nomor 1, Juni 2012, h. 2. 20

Achyar Zein, "Urgensi Penafsiran Al-Qur'an Yang Bercorak Indonesia",

h. 33. 21

Taufikurrahman, "Kajian Tafsir di Indonesia", h. 2.

Page 24: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

9

tolak pada keyakinan bahwa al-Qur'an adalah sumber petunjuk.22

Sehingga lahir literatur tafsir dari tangan ulama Nusantara, dengan

keragaman teknik penulisan, corak dan bahasa yang di pakai.23

Dalam perkembangannya, literatur tafsir Nusantara cukup

banyak ditulis dengan bahasa Indonesia dan aksara latin. Sebab, tidak

semua muslim Nusantara mahir berbahasa Arab.24

Meski demikian, masih ada ulama Nusantara yang menulis

karya tafsirnya dengan bahasa dan aksara Arab, dan nampaknya masih

tetap hidup di Indonesia, terutama di kalangan pesantren. Karya-karya

tafsir Indonesia ini diyakini cukup relevan untuk menjawab berbagai

masalah dalam aspek kehidupan, termasuk soal perdebatan fatwa

pemimpin nonmuslim yang telah disampaikan di awal pembahasan.

Tafsir Nusantara dipilih karena dalam penulisannya, para

mufasir seringkali menjadikan ayat-ayat al-Qur'an untuk

menanggulangi fenomena yang terjadi dalam kehidupan masyarakat

(adabi ijtima'i) pada saat ditulisnya tafsir tersebut, sehingga hasil

penelitian ini dapat menjadi jawaban dari skeptisisme masyarakat

terhadap fatwa memilih pemimpin nonmuslim.

22

Achyar Zein, "Urgensi Penafsiran Al-Qur'an Yang Bercorak Indonesia"

Jurnal Miqot: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Vol. XXXVI. No. 1 (Januari-Juni 2012),

h. 24. 23

Andi Miswar, "Tafsir al-Qur'an al-Majīd al-Nūr Karya T.M. Hasbi al-

Shiddieqy: (Corak Tafsir berdasarkan Perkembangan Kebudayaan Islam Nusantara)",

Jurnal Adabiyah Vol. XV, No. 1 2015, h. 83. 24

Andi Miswar, "Tafsir al-Qur'an al-Majīd al-Nūr Karya T.M. Hasbi al-

Shiddieqy", h. 84.

Page 25: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

10

Selain itu, sebaiknya tidak dilupakan bahwa karya-karya Islam

di penghujung abad 19 berdiri pada permulaan reformasi besar yang

mulai mengambil bentuk Islam Indonesia sejak permulaan abad ke-20

sehingga dapat membantu menjelaskan wacana Islam dominan yang

ada di Indonesia modern.25

Dalam hal ini, tafsir Nusantara yang dijadikan rujukan adalah:

Tafsir Marāh Labīd karya Syeikh Nawawi al-Bantani, Tafsir al-Nūr

karya Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, dan

Tafsir al-Misbāh karya M. Quraish Shihab.

Supaya penelitian ini memiliki arah dan objek yang jelas serta

sistematis, maka penulis memberi judul: "Tafsir Ulama Nusantara

Tentang Kepemimpinan Nonmuslim (Telaah Ayat-ayat Larangan

Memilih Pemimpin Nonmuslim dalam Al-Qur‟an)."

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat luasnya ruang lingkup objek kajian, maka dalam

skripsi ini penulis membatasi permasalahan pada penafsiran ulama

nusantara tentang kepemimpinan nonmuslim dalam QS. Ali Imran[3]:

28; QS. al-Nisa [4]: 144; dan QS. al-Maidah [5]: 51 yang dikhususkan

pada term auliyā'.

Nonmuslim yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

seseorang yang memeluk agama selain Islam, seperti Yahudi, Nasrani,

25

Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al-Qur’an: Hubungan

Antaragama Menurut Syeikh Nawawi Banten (Bandung: Mizan, 2004), h. xii.

Page 26: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

11

Shabi'i, Hindu, Buhdha, Sinto, Kong Hu Cu, dan lain-lain. Sedangkan

yang dimaksud pemimpin adalah pemimpin negara/ wilayah tertentu.

Adapun maksud dari 'Nusantara' dalam penelitian ini adalah

seluruh wilayah kepulauan Indonesia yang membentang dari sabang

sampai papua.26

Tafsir Nusantara dipilih karena memiliki ciri khas dan

keunggulan tersendiri dalam khazanah tafsir al-Qur‟an. Selain karena

penggunaan huruf latin, penjelasan yang disampaikan dalam tafsirnya

mudah dipahami oleh umat Islam khususnya di Indonesia. Selain itu,

Penelitian ini juga sekaligus menunjukkan betapa pentingnya

penelaahan produk-produk warisan Islam Nusantara.27

Selanjutnya, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

"Bagaimana penafsiran ulama Nusantara terhadap ayat-ayat larangan

memilih pemimpin nonmuslim dalam al-Qur'an?."

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Maksud tujuan yang ingin dicapai dari penulisan skripsi "Tafsir

Ulama Nusantara Tentang Kepemimpinan Nonmuslim (Telaah Ayat-

ayat Larangan Memilih Pemimpin Nonmuslim Dalam Al-Qur‟an)"

adalah sebagai berikut:

a. Menerangkan istilah-istilah pemimpin dalam al-Qur‟an

b. Memaparkan karakter pemimpin yang Ideal dalam Islam

26

Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta:

Pusat Bahasa, 2008), h. 1009. 27

Asep Muhammad Iqbal, Yahudi & Nasrani dalam al-Qur’an: Hubungan

Antaragama Menurut Syeikh Nawawi Banten (Bandung: Mizan, 2004), h. xii.

Page 27: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

12

c. Menjelaskan istilah nonmuslim dalam al-Qur‟an

d. Menjelaskan relasi muslim dan nonmuslim dalam al-Qur‟an

e. Menjelaskan kesetaraan hak-hak nonmuslim dalam al-Qur'an

f. Menguraikan penafsiran ulama Nusantara dalam QS. Ali Imran[3]:

28; QS. An-Nisa [4]: 144; dan QS. al-Maidah [5]: 51.

Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana penafsiran ulama Nusantara tentang

larangan memilih pemimpin nonmuslim dalam al-Qur'an.

2. Secara teoritis, penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan dan

penelitian lebih lanjut tentang larangan memilih pemimpin

nonmuslim dalam al-Qur‟an.

D. Tinjauan Pustaka

Penulis telah menemukan beberapa karya tulis yang berkaitan

dengan kepemimpinan nonmuslim dalam bentuk artikel, jurnal ilmiah

dan skripsi, di antaranya sebagai berikut:

Pertama, jurnal yang berjudul "Pemimpin Nonmuslim Dalam

Perspektif Ibnu Taimiyah" karya Abu Tholib Khalik yang merupakan

dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, jurnal ini

memaparkan perdebatan melawan argumen Ibnu Taimiyah yang

menyatakan bolehnya memilih pemimpin nonmuslim.

Kedua, jurnal karya M. Suryadinata yang merupakan dosen

Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan judul:

"Kepemimpinan Nonmuslim Dalam al-Qur‟an: analisis terhadap

Page 28: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

13

penafsiran FPI mengenai ayat pemimpin nonmuslim "karya ini

berusaha memaparkan pandangan FPI (Front Pembela Islam) terhadap

kepemimpinan nonmuslim di wilayah mayoritas muslim.

Ketiga, skripsi karya Rohmat Syariffudin yang merupakan

mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan

Kalijaga Yogyakartra, dengan judul: "Pengangkatan Pemimpin

Nonmuslim Dalam Al-Qur‟an (Studi Penafsiran M. Quraish Shihab

dalam Tafsīr al-Miṣbāh)." Dalam tulisannya, peneliti berusaha

memaparkan penafsiran M. Quraish Shihab tentang kepemimpinan

nonmuslim.

Keempat, skripsi karya Wahyu Naldi yang merupakan

mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan

Kalijaga Yogyakartra, dengan judul: "Penafsiran Terhadap Ayat-Ayat

Larangan Memilih Pemimpin Nonmuslim Dalam Al-Qur‟an (studi

komparasi antara M. Quraish Shihab dan Sayyid Quthb)." Dalam

penelitian ini, penulis menjelaskan penafsiran antara M. Quraish

Shihab dan Sayyid Quthb terhadap kata tabayyun dalam al-Qur‟an.

Kelima, skripsi karya Muhammad Dian Supyan mahasiswa

Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan Judul :

"Kepemimpinan Islam Dalam Tafsir Al-Misbah Karya M. Quraish

Shihab". Dalam skripsinya, penulis berusaha memaparkan penjelasan

M. Quraish Shihab mengenai Kepemimpinan Islam.

Page 29: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

14

Keenam, buku karya Mujar Ibnu Syarif, yang berjudul:

"Presiden Non Muslim Di Negara Muslim: Tinjauan Dari Perspektif

Politik Islam dan Relevansinya dalam konteks Indonesia." Buku ini

memaparkan perdebatan tentang pemimpin nonmuslim di negara

mayoritas muslim yang juga dikaitkan dengan fakta sejarah dan politik

Islam.

Dari daftar penelitian dan kajian pustaka diatas, belum

ditemukan karya yang secara khusus membahas pemimpin nonmuslim

dari sudut pandang ulama Nusantara. Sehingga penelitian yang

dilakukan penulis kali ini menjadi sangat penting, karena dapat

menjadi jawaban dari skeptisisme masyarakat Indonesia terkait fatwa

memilih pemimpin nonmuslim.

E. Metode Penelitian

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode

penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah library research, yaitu usaha untuk

memperoleh data dalam kepustakaan. Melalui penelitian terhadap

buku-buku bacaan yang berkaitan dengan permasalahan yang

dibahas dalam skripsi ini.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi

tafsir, yaitu dengan menelaah penafsiran ulama Nusantara terhadap

masalah yang diteliti.

Page 30: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

15

2. Metode Pengumpulan Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab tafsir

karya ulama Nusantara yang meliputi: Tafsir Marāh Labīd karya

Syeikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H/1897 M) 28

, Tafsir al-Nūr

karya Hasbi al-Shiddieqy (w. 1975)29

, Tafsir al-Azhar Karya Buya

Hamka (w. 1981 M)30

, dan Tafsir al-Miṣbāh Karya M. Quraish

Shihab.31

Kitab Tafsir tersebut digunakan sebagai kitab primer karena

sangat relevan dengan judul yang diangkat atau diteliti. Sehingga

28

Tafsīr Marāh Labīd karya Syeikh Nawawi al-Bantani (w. 1314 H/1897 M)

yang ditulis atas desakan koleganya pada tahun 1884 dan diterbitkan pada tahun

1888. Dilihat dari segi penamaan kitab tafsirnya, nampaknya Nawawi berambisi

untuk memberikan identitas Qur'an bagi masyarakat muslim yang kuat

mempertahankan khazanah tradisionalnya. Dikutip dari karya Taufikurrahman,

"Kajian Tafsir di Indonesia", Muttawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis,Vol. 2, No.

1 (Juni: 2012), h. 10-11. 29

Hasbi al-Shiddieqy berhasil menulis tafsir pertama yang paling lengkap

dalam bahasa Indonesia, yaitu Tafsīr al-Nūr (1970). Motivasi penulisan Tafsīr al-Nūr

ditujukan kepada para peminat tafsir yang belum menguasai bahasa Arab, sehingga

penyusunannya dibuat lebih sederhana agar menuntun para pembacanya untuk

memahami al-Qur'an dengan baik. Dikutip dari karya Andi Miswar, "Tafsir al-Qur'an

al-Majid (al-Nur) Karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy (Corak Tafsir berdasarkan

Perkembangan Kebudayaan Islam Nusantara)", Jurnal Adabiyah, Vol. XV, No. 1,

tahun 2015, h. 86. 30

Mulai tahun 1962, Hamka menyampaikan kajian tafsir ini di masjid al-

Azhar Jakarta, dan terus berlanjut hingga pada januari 1964, akhirnya Hamka

ditangkap oleh penguasa orde lama karena dianggap berkhianat pada Negara.

Penahanan selama dua tahun di penjara ternyata membuat Hamka dapat

menyelesaikan penulisan tafsirnya. Tafsir ini ditulis menggunakan metode analitis

atau tahlili, dalam bentuk pemikiran yang sarat dengan berbagai pesan pembaharuan

dan ide-ide kritis yang menggugah pembaca supaya bangkit memperbaiki umat Islam

dari segala aspeknya. Dikutip dari karya Taufikurrahman, "Kajian Tafsir di

Indonesia", Muttawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis,Vol. 2, No. 1 (Juni: 2012), h.

17. 31

Tafsir al-Mishbāh diterbitkan pertama kali tahun 2000 oleh Lentera Hati

Jakarta. Quraish Shihab lebih bersifat dinamis dalam menafsirkan ayat-ayat al-

Qur'an, dengan tetap memperhatikan kesesuaian dari maksud dan tujuan ayat itu

sendiri. Dikutip dari karya Taufikurrahman, "Kajian Tafsir di Indonesia",

Muttawatir: Jurnal Keilmuan Tafsir Hadis,Vol. 2, No. 1 (Juni: 2012), h. 22-24.

Page 31: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

16

diharapkan agar penelitian ini dapat diselesaikan secara fokus dan

mendalam, serta dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder dalam penelitian ini didapatkan dari

artikel, jurnal ilmiah, buku-buku yang berkaitan, dan internet yang

di dalamnya memuat informasi tentang masalah dalam skripsi ini.

3. Metode Analisa Data

Metode analisis kritis adalah metode deskriptif yang disertai

dengan analisis kritis. Objek penelitian analisis kritis adalah

mendeskripsikan, membahas, dan mengkritik gagasan primer yang

kemudian dipadukan dengan gagasan primer lainnya dalam upaya

melakukan perbandingan.32

Alinea baru dalam analisis data ini juga menggunakan metode

berfikir deduktif dan induktif. Deduktif yaitu mengambil

kesimpulan dari hal-hal yang umum kemudian ditarik pada hal-hal

yang khusus, sedangkan induktif yaitu mengambil kesimpulan dari

hal-hal yang khusus kemudian ditarik pada hal-hal yang umum.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika ini disusun sebagai gambaran pokok dari

pembahasan skripsi, sehingga dapat memudahkan pembaca dalam

32 Rohmat Syarifuddin, "Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim Dalam Al-

Qur‟an: Studi Penafsiran M. Quraish Shihab dalam Tafsīr al-Miṣbāh" (Skripsi S1

UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta: 2016) h. 13.

Page 32: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

17

memahami dan mencerna masalah-masalah yang akan dibahas, sebagai

berikut:

Bab I pendahuluan, dalam bab ini akan dibahas latar belakang,

kajian pustaka, batasan dan rumusan masalah, tujuan penulisan,

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II pemimpin dalam al-Qur'an, dalam bab ini akan

dijelaskan mengenai definisi pemimpin, istilah-istilah pemimpin dalam

al-qur‟an, tujuan kepemimpinan dalam al-qur‟an, dan kriteria

pemimpin yang ideal dalam al-qur‟an.

Bab III nonmuslim dalam al-Qur'an, dalam bab ini akan

dijelaskan nonmuslim dan istilahnya di dalam al-qur‟an, relasi muslim

dan nonmuslim dalam al-qur‟an, dan kesetaraan hak-hak nonmuslim

dalam al-qur'an.

Bab IV tafsir ulama Nusantara tentang kepemimpinan

nonmuslim, dalam bab ini akan dianalisis ayat-ayat larangan memilih

pemimpin nonmuslim dalam tafsir ulama Nusantara yang meliputi:

QS. Ali Imran [3]: 28; QS. an-Nisa [4]: 144, dan QS. al-Maidah [5]:

51.

Bab V penutup, dalam bab ini akan diuraikan kesimpulan dan

saran-saran yang menjadi respon konkret atas rumusan masalah dalam

penelitian. Sehingga semua problem yang muncul dalam penelitian ini

dapat terjawab dengan jelas dan bisa bermanfaat baik secara akademik,

sosial maupun praktis.

Page 33: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

18

BAB II

PEMIMPIN DALAM AL-QUR’AN

A. Definisi Pemimpin

Pemimpin berasal dari kata 'pimpin' (dalam bahasa Inggris

lead) yang berarti bimbing dan tuntun. Setelah ditambah awalan 'pe'

menjadi pemimpin atau leader yang berarti tokoh dan orang yang

menuntun.1

Secara etimologi pemimpin adalah orang yang mampu

memengaruhi serta membujuk pihak lain agar melakukan tindakan

pencapaian tujuan bersama, sehingga yang bersangkutan menjadi awal

struktur dan pusat proses kelompok.2

Adapun secara terminologi banyak ditemukan definisi tentang

pemimpin. Ralph M. Stogdil sebagaimana dikutip oleh Surahman

Amin menyebutkan beberapa definisi tentang pemimpin, yakni: (1)

sebagai kepribadian yang berakibat; (2) sebagai seni menciptakan

kesepakatan; (3) sebagai kemampuan memengaruhi; (4) sebagai

tindakan perilaku; (5) suatu bujukan; (6) sebagai suatu hubungan

kekuasaan; dan (7) sebagai sarana penciptaan tujuan. Pemimpin juga

diterjemahkan sebagai orang yang membuat konsep relasi (relation

1 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta:

PT. Gramedia Pustaka, 1976), h. 351.

2 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Ba-hasa Indonesia, Edisi

III Cet. II (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h 874.

Page 34: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

19

concept), disebut sebagai pemimpin bila ada relasi dengan orang lain.

Jika tidak ada pengikut, maka tidak disebut pemimpin.3

Pemimpin akan diminta pertanggungjawaban atas

kepemimpinannya. Seluruh makhluk di bumi adalah hamba-hamba

Allah, dan para pemimpin adalah wakil-Nya yang bertugas untuk

mengelola, mengatur, dan mengurus jiwa-jiwa mereka.4

Istilah pemimpin dan kepemimpinan merupakan kesatuan yang

sulit dipisahkan, dalam bahasa Inggris pemimpin disebut leader,

sedangkan kepemimpinan disebut leadership. Kata pemimpin dan

kepemimpinan menjadi satu kesatuan kata yang mempunyai

keterkaitan baik dari segi kata maupun makna.

Secara etimologi, kepemimpinan berarti daya memimpin,

kualitas seorang pemimpin atau tindakan dalam memimpin itu sendiri.

Sedangkan menurut penulis, kepemimpinan adalah sikap atau gaya

dalam memimpin.

Adapun secara terminologi, terdapat beberapa definisi

mengenai kepemimpinan, yaitu upaya mentranformasikan potensi yang

terpendam untuk menjadi kenyataan; kepemimpinan adalah tindakan

dalam mengarahkan dan memimpin pekerjaan anggota kelompok; dan

3Surahman Amin dan Ferry Muhammadsyah Siregar, "Pemimpin dan

Kepemimpinan Dalam al-Qur'an", h. 27-28. 4 Ibnu Taimiyah, Kebijaksanaan Politik Nabi Saw, h. 6-8.

Page 35: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

20

merupakan proses pengarahan terhadap kegiatan-kegiatan sekelompok

anggota yang tugasnya saling berkaitan.5

Kepemimpinan ortodoks yang ditegakkan setelah Nabi wafat

dipandang oleh ahli-ahli hukum, teolog, dan ahli politik muslim

sebagai manifestasi ideal dari bentuk pemerintahan Islam.6

Selain mengacu pada manifestasi tersebut, parameter suksesnya

kepemimpinan dalam Islam juga dinilai dari sejauh mana implementasi

amanah kekuasaan yang dijalankan secara profesional oleh seorang

pemimpin.7

B. Istilah Pemimpin di Dalam al-Qur’an

Kata pemimpin dalam al-Qur'an memiliki beberapa istilah

sebagai berikut:

1. Khalīfah (خليفة)

Khalīfah berasal dari kata khalf ( ف ل خ ) yang berarti pengelola,

penguasa8, atau di belakang.

9 Disebut khalīfah karena yang

menggantikan selalu berada di belakang atau datang di belakang

5 Muhammad Dian Supyan, Kepemimpinan Islam Dalam Tafsir al-Mishbāh

Karya M. Quraish Shihab, h. 15-16. 6 Qomaruddin Khan, Pemikiran Ibnu Taimiyah. Penerjemah Anas Mahyudin

(Bandung: Penerbit Pusaka, 1983), h. 120. 7 A.F. Djunaedi, “Filosofi dan Etika Kepemimpinan Dalam Islam”, Jurnal

al-Mawarid, Edisi XIII, Tahun 2005, h 55. 8 Deni Hamdani Firdaus, Kamus al-Qur'an: Cara Mudah Mencari Makna

dalam al-Qur'an (Purwakarta: Pustaka Ancala, 2007), h. 190. 9 Sahabuddin, ed., Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2007), Cet. 1, h. 451.

Page 36: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

21

sesudah yang digantikannya.10

Arti ini dapat dilihat di dalam QS. al-

Baqarah [2]: 255 sebagai berikut:

ماوات وما ل تأخذه سنة ول ن وم اللو ل إلو إل ىو الي القيوم لو ما ف الس

ي علم ما ب ي أيديهم وما من ذا الذي يشفع عنده إل بإذنو ف الرض

خلفهم"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia

Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-

Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa

yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafa´at

di sisi Allah tanpa izin-Nya? Allah mengetahui apa-apa yang di

hadapan mereka dan di belakang mereka…"

Akar kata tersebut membentuk beberapa kata jadian, yaitu:

khalafa (menggantikan); khalf (pergantian, generasi penerus atau

sesudah); khalīfah (wakil atau pengganti); khulafā' (bentuk jamak

dari khalifah); khawalif (tertinggal); khilāf (bertolak belakang);

khilfah (bergantian); khallafa (meninggalkan); khālafa (menyalahi

seseorang); akhlafa (gagal atau mengingkari janji); takhallafa

(tidak ikut menyertai); ikhtalafa (berlainan); dan istakhlafa

(menunjuk seseorang sebagai pengganti).11

Secara literal, Khalīfah berarti orang yang mewakili orang

sebelumnya, sebagaimana dalam sebuah riwayat dikisahkan:

"Ada seorang arab baduy bertanya kepada Abu Bakar ra,

Apakah anda adalah khalifah Rasulullah saw? Abu bakar

10

. Syauqi Dhaif, al-Mu'jam al-Wasith (Kairo: Maktabah al-Syuruq al-

Dauliyah, 2004), h. 251. 11

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan

Konsep-konsep Kunci (Jakarta: Paramadina, 1996), h. 347-348.

Page 37: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

22

menjawab, bukan. Orang itu bertanya lagi, lalu siapakah

anda?, Abu Bakar menjawab: saya adalah khalifah setelah

Rasulullah saw."

Dalam Pada dasarnya Abu Bakar mengetahui bahwa ia adalah

khalīfah yang menduduki posisi Nabi Muhammad saw sebagai

kepala negara. Akan tetapi dalam semua aspek, ia tidak bisa

menggantikan Nabi saw, misalnya dari sisi kenabian.12

Pengertian khalīfah juga dikenal "wakil Tuhan" di bumi, yang

mengandung dua makna. Pertama, jabatan sultan atau kepala

negara. Kedua, sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna.13

Term khalīfah dalam al-Qur‟an disebut pada dua konteks.

Pertama, pembicaraan tentang Nabi Adam as dalam QS. al-

Baqarah [2]: 30. Ayat ini menunjukkan peran manusia sebagai

khalīfah di bumi yang bertugas memakmurkannya sesuai dengan

konsep yang ditentukan Allah. Kedua, dalam konteks pembicaraan

nabi Daud as dalam QS. Shād [38]: 26. Ayat ini menunjukkan

bahwa nabi Daud menjadi khalīfah yang diberi tugas untuk

mengelola wilayah yang terbatas.

Dari kedua ayat tersebut, dapat dipahami bahwa kata khalīfah

dalam al-Qur‟an menunjuk kepada siapa saja yang diberi

kekuasaan untuk mengelola suatu wilayah di bumi14

, dan orang

12

Syamsuddin Ramadlan, Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah

(Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), Cet. 1, h. 2. 13

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur'an, h. 346. 14

M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid 2

(Jakarta: Lentera Hati, 2007), h 452.

Page 38: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

23

yang memegang kekuasaan sesuai dengan norma-norma dan

hukum Tuhan, maka dengan sendirinya ia menjadi khalīfah.15

Khalīfah bertugas untuk menegakkan aturan-aturan Allah swt

di wilayah Daulah Islamiyah atas seluruh umat, serta mengemban

dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.16

Allah telah mengisyaratkan suatu konsep tentang manusia,

yakni sebagai khalīfah Tuhan yang bertugas mengelola bumi secara

bertanggung jawab, dengan mempergunakan akal yang telah

dianugerahkan Allah kepadanya.17

2. Imām (إمام)

Kata Imām merupakan bentuk kata dari akar kata ( م أ م ؤ , ) yang

berarti „pergi menuju, bermaksud kepada, dan menyengaja‟.

Menurut Ali al-Salus dalam bukunya menyatakan bahwa “Imām

artinya pemimpin seperti ketua atau yang lainnya, baik dia

memberikan petunjuk atau menyesatkan”.18

Ibn Faris dalam Maqāyis al-Lughah menyebutkan bahwa kata

imām memiliki dua makna dasar, yaitu setiap orang yang diikuti

jejaknya, dan orang yang didahulukan urusannya.19

15

Rohmat Syariffudin, "Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an" (Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN Walisongo Semarang,

2016), h. 18. 16

Syamsuddin Ramadlan, Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah

(Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), Cet. 1, h. 5. 17

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur'an, h. 364. 18

Ali as-Salus, Imāmah dan Khilafah Dalam Tinjauan Syar’i. Penerjemah

Asmuni Solihan Zamakhsyari (Jakarta: Gema Insani, 1997), h 15. 19

Abi Husain Ahmad bin Faris bin Zakariya, Mu'jam Maqayis al-Lughah

Juz al-Awal (Beirut: Darul Fikri, 1979), h. 23.

Page 39: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

24

Syauqi Dhaif dan Ibnu Manẓur dalam masing-masing kitabnya,

mendefinisikan imām dengan makna yang hampir sama, yaitu

orang yang diikuti oleh suatu kaum, baik ia pemimpin atau pun

bukan20

, baik yang menuju jalan lurus maupun sesat21

, Allah swt

berfirman dalam QS. Al-Isrā‟ [17]:71

فمن أوت كتابو بيمينو فأولئك ي قرءون كتاب هم ول ي وم ندعو كل أناس بإمامهم

يظلمون فتيل."(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat

dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab

amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca

kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun."

Sedangkan, Thabathaba‟i sebagaimana dikutip oleh Quraish

Shihab menyatakan bahwa makna imām dalam ayat di atas adalah

kitab yang dijadikan pedoman seperti taurat, injil, zabur dan al-

Qur‟an.22

Sesuai dengan penjelasan di atas, Thahir Ahmad al-Zāwī dalam

kitab Mukhtār al-Qāmūs menerjemahkan Imām sebagai kitab suci

al-Qur'ān, Nabi Muhammad saw, serta pemerintah yang dihargai

dan dapat membawa perdamaian atau kemashlahatan.23

20

Syauqi Dhaif, al-Mu'jam al-Wasith, h. 27. 21

Ibnu Mandzūr al-Ifrīqī, Lisān al-'Arāb, (Saudi Arabia: Wizārah al-Syu'ūni

al-Islāmiyyah wa al-Auqāf wa al-Da'wah wa al-Irsyād, t.t.), Juz 14, h. 287. 22

Sahabuddin, ed., Ensiklopedia al-Qur’an, h 350. 23

Al-Thahir Ahmad al-Zāwī, Mukhtār al-Qāmūs: Murātibi 'alā tharīqati

Mukhtāral-Shihāh wa al-Misbāh al-Munīr (Libya: al-Dār al-'Arabiyyah li al-Kitāb,

t.t.), h. 30.

Page 40: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

25

Berdasarkan makna imām yang telah dijelaskan sebelumnya,

dapat disimpulkan bahwa term imām lebih dikonotasikan sebagai

orang yang menempati kedudukan untuk menggantikan tugas nabi

dalam memelihara agama dan mengendalikan dunia24

.

3. Ūlī al-amri (أولى األمر)

Kata ūli (أولى) berarti 'pemilik' dan kata al-amri berarti perintah

atau tuntunan melakukan sesuatu, dan keadaan atau urusan'. Dari

kedua kata ini, dapat diterjemahkan menjadi 'pemilik urusan' dan

'pemilik kekuasaan' atau orang-orang yang berwenang mengurus

urusan kaum muslimin.25

Al-Baghawi (w. 516 H) menjelaskan bahwa ūlī al-amri adalah

seseorang yang ahli di bidang agama26

, atau ulama yang

mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada umat manusia.27

Muhammad Abduh sebagaimana dikutip oleh Mujar Ibnu

Syarif berpendapat bahwa ūlī al-amri adalah Ahlu al-halli wa al-

'aqd, yakni orang-orang yang mempunyai pengaruh di kalangan

masyarakat, semisal panglima perang, ulama, para pemimpin

negara, dan tokoh-tokoh bangsa.28

24Abu Hasan al-Mawardi, al-Ahkām al-Sulthāniyyah wa al-wilāyah al-

Diniyah, (Mesir: Mustafa al-asab al-halibt, t.t), Cet. III, h 5. 25

Deni Hamdani Firdaus, Kamus al-Qur'an: Cara Mudah Mencari Makna

dalam al-Qur'an, h. 361. 26

Syauqi Dhaif, al-Mu'jam al-Wasith, h. 26 27

Imam al-Baghāwī, Tafsīr al-Baghawī: Ma'ālim al-Tanzil, Jilid 2 (Riyadh:

Daar Thaibah: 1989), Juz 5, h. 239. 28

Mujar Ibnu Syarif, Presiden Nonmuslim di Negara Muslim, h. 23.

Page 41: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

26

Sedangkan, ahlu al-hallī wa al-'aqdi' dalam turāts fikih

dimaknai sebagai tempat rujukan para khalifah dalam perkara-

perkara rakyat, dan mereka mempunyai hak untuk memilih atau

menobatkan khalifah juga menghentikannya. Hal ini menunjukkan

bahwa kelompok ahlu al-hallī wa al-'aqdi' merupakan lembaga

legislatif.29

Lain halnya dengan Sayyid Quthb yang menafsirkan term ūlī

al-amri sebagai pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya,

Juga mengesakan Allah swt sebagai pemilik kedaulatan hukum dan

pembuat syariat bagi seluruh manusia, menerima hukum hanya

dari-Nya, serta mengembalikan segala urusan hanya kepada Allah

swt.30

Penafsiran di atas sesuai dengan kata amr yang memiliki ragam

makna, yaitu bisa diterjemahkan dengan perintah (sebagai perintah

Tuhan), urusan (manusia atau Tuhan), keputusan (oleh Tuhan atau

manusia), kepastian (yang ditentukan oleh Tuhan), bahkan

diartikan sebagai tugas, misi, kewajiban dan kepemimpinan.31

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ūlī

al-amri adalah orang-orang yang diperintahkan untuk

29

Fariq Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 78-79. 30

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Ẓilal al-Qur'an, Jilid 2. Penerjemah: As'ad Yasin,

Abdul Aziz Salim Basyarahil, dan Muchotob Hamzah (Jakarta: Gema Insani, 2000),

h. 399. 31

M. Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur'an, h. 466.

Page 42: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

27

melaksanakan hukum dan perintah Tuhan dalam mengatur

masyarakat dan mewajibkan mereka untuk mentaatinya.32

Keabsahan kekuasaan ūlī al-amri mengandung makna bahwa

hukum-hukum dan kebijakan politik yang mereka putuskan,

bersifat mengikat seluruh rakyat. Sehingga ada dua hukum yang

berlaku dalam negara, yaitu hukum Allah (Syariat) dan Hukum

negara yang bersumber dari keputusan ūlī al-amri .33

4. Auliyā' ( ءآي ل و أ )

Kata auliyā' adalah bentuk jamak dari kata waliy ( ( ل و , yang

maknanya adalah orang yang mencintai, sahabat dekat, penolong34

,

penguasa segala sesuatu, orang yang ahli agama35

, orang-orang

yang dekat dengan Allah, orang-orang beriman dan bertakwa yang

disebut wali-wali Allah, sebagaimana firman-Nya dalam QS.

Yunus [10]: 62-63:

قون. أل إن أولياء اللو ل خوف عليهم ول ىم يزنون. الذين آمنوا وكانوا ي ت "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada

kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka

bersedih hati. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka

selalu bertakwa."

Auliyā' dalam ayat di atas dimaknai dengan wali-wali Allah,

yaitu orang-orang yang benar-benar beriman dan bertakwa. Mereka

32

Sayid Mujtaba Musawi Lari, Imam Penerus Nabi Muhammad Saw:

Tinjauan Historis, Teologis dan Filosofis, h. 141. 33

Sahabuddin, ed., Ensiklopedia al-Qur’an, h. 1031. 34

Al-Thahir Ahmad al-Zāwī, Mukhtār al-Qāmūs: Murātibi 'alā tharīqati

Mukhtāral-Shihāh wa al-Misbāh al-Munīr , h. 270. 35

Imam Ibn Mandzur al-Ifriqī, Lisān al-'Arab, Juz 20, h. 271.

Page 43: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

28

(wali-wali Allah) tidak akan merasa takut dan bersedih, karena

mereka meyakini bahwa Allah selalu menyertainya dalam semua

urusan dan perbuatannya, baik ketika bergerak maupun ketika

diam.36

Sebaliknya, Quraish Shihab bersikap lebih dinamis dalam

menafsirkan makna auliyā'. Ia membagi setiap makna dalam

konteks yang berbeda-beda, sebagai berikut: Jika tujuannya dalam

konteks ketakwaan dan pertolongan, maka auliyā' adalah penolong.

Apabila dalam konteks pergaulan dan kasih sayang, auliyā' adalah

ketertarikan jiwa, dan jika dalam konteks ketaatan, auliyā' adalah

seseorang yang berkuasa dan harus diaati ketetapannya.37

Jika dikaitkan dengan konteks ketaatan, maka makna ini

mengindikasikan bahwa sebaiknya yang menjadi pemimpin suatu

kaum dipilih dari orang yang benar-benar beriman dan bertakwa.

Dengan begitu, ia akan menjadi pemimpin yang tangguh dan taat

atas perintah Allah dan Rasul-Nya, serta harus ditaati ketetapannya

sebagai seorang pemimpin.

5. Sulthān

Kata sulthān (سلطان) berasal dari huruf sin, lam, dan tha (س ل ط)

yang secara literal bermakna 'kekuatan dan paksaan'. Kekuatan

dan paksaan ini dapat dimiliki seseorang karena pengaruh, wibawa,

36

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Ẓilal al-Qur'an, Jilid VI, h. 144. 37

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh; Pesan, Kesan dan Keserasian al-

Qur'an vol. 2 (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 151.

Page 44: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

29

dan kemampuan menyampaikan sesuatu secara lisan sehingga

dapat memaksa orang lain mengikuti dan menerima keinginannya.

Karena itu, orang yang memiliki kemampuan menyampaikan ide

secara fasih dan argumentasi yang akurat disebut as-salīth (السلظ).38

Penggunaan kata sulthān dalam al-Qur'an, disamping mengacu

pada kekuatan dan kekuasaan, baik fisik maupun mental, juga

mengacu pada pembuktian kebenaran sesuatu, seperti dalam QS.

al-Naml [27]: 21, mengenai berita yang dibawa oleh burung hud-

hud kepada Nabi Sulaiman. Pembuktian kebenaran tersebut,

mencakup argumentasi yang rasional dan empiris.

Istilah sulthān juga berkaitan dengan kekuasaan raja, istilah ini

tumbuh dan berkembang ketika negara-negara di dunia

menggunakan sistem monarki absolut, seperti kerajaan Saudi

Arabia. Dalam sejarah Islam, kata sulthān berkembang dari istilah

khilafah Islam yang bermarkas di Damaskus maupun di Baghdad,

masing-masing memiliki legitimasi sebagai khilafah39

.

6. Malik

Kata Malik terdiri dari huruf mīm, lām, dan kāf (م، ل، ك) yang

berarti ikatan dan penguatan, kekuatan dan keshahihan.40

38

M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata, Jilid 2,

h. 927. 39

Khairunnas Jamal dan Kadarusman, "Terminologi Pemimpin dalam al-

Qur'an", Jurnal An-Nida': Jurnal Pemikiran Islam, Vol. 39, No. 1 (Januari-Juni,

2014), h. 125. 40

M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid 3, h.

572.

Page 45: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

30

Dari akar kata tersebut, terbentuk kata kerja malaka-yamliku

yang berarti kewenangan untuk memiliki sesuatu. Jadi term malik

bisa diartikan seseorang yang mempunyai kewenangan untuk

memerintah dan melarang sesuatu dalam kaitannya dengan

pemerintahan. Tegasnya, term malik adalah nama bagi setiap orang

yang memiliki kemampuan di bidang politik dan pemerintah.41

Malik biasanya mengandung arti raja adalah yang menguasai

dan menangani perintah, larangan, anugerah, dan pencabutan.

Maka dari itu, kerajaan biasanya terarah kepada manusia dan tidak

kepada barang atau yang sifatnya tidak dapat menerima perintah

dan larangan.42

Kata malik terulang sebanyak lima kali dalam al-Qur'an, dua di

antaranya dirangkaikan dengan kata "hak" yang berarti pasti dan

sempurna, yakni firman Allah QS. Thāhā [20]: 114 dan al-

Mu'minun [23]: 122. Maksudnya ialah hanya kerajaan Allah yang

sempurna dan hak. Berupa kerajaan langit dan bumi:

ن هما وعنده علم ماوات والرض وما ب ي اعة وإليو وت بارك الذي لو ملك الس الس ت رجعون

"Dan Maha Suci Tuhan Yang mempunyai kerajaan langit dan

bumi; dan apa yang ada di antara keduanya; dan di sisi-Nya-lah

pengetahuan tentang hari kiamat dan hanya kepada-Nya-lah

kamu dikembalikan." (QS. Al-Zukhruf [43]: 85).

41

Khairunnas Jamal dan Kadarusman, "Terminologi Pemimpin dalam al-

Qur'an", h. 125. 42

M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid 3, h.

572.

Page 46: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

31

Allah juga pemilik kerajaan di akhirat dan dunia (QS. al-

Baqarah [2]: 247; QS. Āli Imrān [3]: 26; QS. al-An'am [6]: 73; dan

QS. al-Hajj [22]: 56). Namun, berbeda dengan kerajaan di hari

kemudian, kekuasaan dan kerajaan-Nya di dunia ini tidak dapat

dirasakan oleh semua makhluk. Oleh karena itu, ada di antara

manusia yang membangkang, bahkan sampai mengaku sebagai

Tuhan.43

Ada perbedaan antara lafaz Malik yang berarti raja, dan Mālik

yang berarti pemilik. Seorang pemilik belum tentu raja, sebaliknya

pemilikan seorang raja biasanya melebihi dari Mālik, dan Allah

adalah raja sekaligus pemilik, hal ini terlihat jelas dalam QS. Āli

Imrān [3]: 26 berikut:

تشاء وت نزع الملك من تشاء وتعز من قل اللهم مالك الملك ت ؤت الملك من ر تشاء وتذل من تشاء .إنك على كلي شيء قدير بيدك الي

"Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan,

Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki

dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki.

Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau

hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah

segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas

segala sesuatu." (QS:Ali Imran [3]: 26).

Kepemilikan Allah berbeda dengan kepemilikan

makhluk/manusia. Allah swt. mempunyai wewenang penuh untuk

melakukan apa saja terhadap apa yang dimiliki-Nya.

43

M. Quraish Shihab, Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid 3, h.

573.

Page 47: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

32

C. Urgensi Kepemimpinan dalam Al-Qur'an

Perlu diketahui bahwa memimpin umat manusia adalah

tergolong kewajiban agama yang bernilai besar. Bahkan agama tidak

bisa ditegakkan kecuali dengannya. Maka, mengangkat kepala negara

yang akan mengelola negara, memimpinnya, dan mengurus segala

permasalahan rakyatnya, sangat urgen dilakukan.44

Adalah tidak

mungkin, suatu negara berdiri tanpa penguasa yang akan melindungi

rakyatnya dari gangguan dan bahaya, baik yang timbul di antara

mereka sendiri atau pun yang datang dari luar.45

Menurut Qamaruddin Khan, eksistensi seorang pemimpin

sangat dibutuhkan untuk melindungi agama Allah, negara, dan

rakyatnya.46

Untuk itu, pemimpin harus bijak dalam mengendalikan

urusan-urusan kenegaraan, karena ia berkewajiban mewujudkan

kemaslahatan serta menjauhkan rakyat dari kerusakan dan keburukan

yang akan menimpa.47

Kemaslahatan yang harus diwujudkan, adalah kemaslahatan

primer (dārurī) yang bermuara pada kebutuhan dasar manusia

(maqāshidusy-syari'ah) yang mencakup lima hal, yaitu terjaganya

kehidupan beragama (al-dīn), terpeliharanya jiwa dan kehidupan

44

Ibnu Taimiyah, Kebijaksanaan Politik Nabi Saw, h. 158-159. 45

Munawir Syadzali, Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan

Pemikiran (Jakarta: UI Press, 1990), h. 46. 46

Qamaruddin Khan, Pemikiran Politik Ibnu Taimiyah, h. 138. 47

Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Leadership & Manajemen

Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager (Jakarta: Tazkia Publishing,

2011), jilid 5, Cet. 2, h. 155.

Page 48: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

33

manusia (al-nafs), terjaminnya kegiatan berpikir dan berkreasi (al-

'aql), terpenuhinya kebutuhan materi (al-māl), dan keberlangsungan

meneruskan keturunan (al-nasl).48

Dengan demikian, setiap aktivitas manusia yang dapat merusak

kelima kebutuhan dasar manusia di atas adalah terlarang, karena

termasuk tindakan destruktif (fasād) yang bertentangan dengan

maṣlaḥah.49

D. Kriteria Pemimpin Ideal dalam Al-Qur’an

Al-Qur'an merupakan otoritas tertinggi dalam Islam dan

sumber utama hukum Islam50

, termasuk hukum-hukum yang mengatur

soal kepemimpinan. Meskipun, al-Qur'an tidak menjelaskan secara

rinci mengenai siapa yang harus diangkat sebagai pemimpin.

Namun, mengangkat seorang pemimpin untuk mengelola

negara, mengurus pemerintahan dan memimpin rakyat adalah penting

untuk dilakukan. Karena tidak mungkin suatu negara berdiri tanpa

penguasa yang melindungi warga-warganya dari gangguan dan

bahaya.51

Memandang sedemikian pentingnya eksistensi seorang

pemimpin, Ibnu Taimiyah menyatakan sebagai berikut, "enam puluh

48

Muchlis M. Hanafi (ed.), Tafsir al-Qur’an Tematik: Hukum, Keadilan dan

Hak Asasi Manusia, h. 11. 49

Muchlis M. Hanafi (ed.), Tafsir al-Qur’an Tematik: Hukum, Keadilan dan

Hak Asasi Manusia, h. 12. 50

TM. Dhani Iqbal, ed., Toleransi dan Perkauman (T.tp.: Perkumpulan

Lentera Timur, 2014), h. 161. 51

Rohmat Syarifuddin, Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an, h. 3.

Page 49: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

34

tahun di bawah pemerintahan imam (pemimpin) yang zalim, lebih baik

dari pada satu malam tanpa seorang pemimpin."52

Berdasarkan pernyataan di atas, maka sepatutnya setiap negara

memiliki pemimpin demi tercapainya kemaslahatan bagi seluruh umat.

Untuk mencapai kemaslahatan tersebut, calon pemimpin harus

memenuhi beberapa kriteria idelal yang dalam hal ini telah dirumuskan

oleh Muchlis Hanafi sebagai berikut:53

1. Beriman dan Bertakwa

Pemimpin negara haruslah seseorang yang beriman dan

bertakwa, agar dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya selalu

didasarkan iman dan takwa. Dengan demikian, ia diharapkan

mendapat taufik dan hidayah dari Allah dalam mengatasi berbagai

kesulitan yang dihadapi dalam memimpin rakyatnya.

Allah swt sudah memberikan panduan dalam QS. Āli Imrān

[3]: 28.

لك ف ليس مؤمني ل ي تخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون ال ومن ي فعل ذ

هم ت قاة قوا من ركم اللو ن فسو من اللو ف شيء إل أن ت ت وإل اللو ويذي

.المصي "Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir

menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.

Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari

52

Ibnu Taimiyah, al-Siyāsah al-Syar'iyah fi Islāh al-Ra'iy Wa al-Ra'iyyah

(Riyadh: Wizārat al-Syu'ūni al-Islāmiyah, 1418), h. 91. 53

Muchlis Hanafi, ed., Tafsir al-Qur’an Tematik: al-Qur’an dan

Kenegaraan, h. 191.

Page 50: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

35

pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari

sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan

kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah

kembali(mu)."

Ayat di atas menjelaskan bahwa umat Islam dilarang

menjadikan orang kafir (orang yang tidak beriman dan bertakwa)

sebagai pemimpin. Sebab, yang demikian ini akan merugikan

mereka sendiri, baik dalam urusan agama, maupun kepentingan

rakyatnya. Hal ini terutama jika kepentingan orang kafir lebih

diutamakan daripada kepentingan kaum muslim sendiri, sehingga

membantu tersebar luasnya kekafiran.54

Itulah sebabnya umat Islam harus memilih pemimpin yang

beriman dan bertakwa agar tidak menimbulkan kemadharatan bagi

bangsa dan negara. Larangan ini juga mencakup seorang muslim

yang aktifitasnya bertentangan dengan tujuan ajaran Islam.55

2. Sehat Jasmani dan Memiliki Kecakapan

Seorang pemimpin negara harus memiliki kesehatan jasmani

maupun rohani, dalam hal sempurna anggota fisiknya, tidak ada

kecacatan anggota tubuh dan memiliki panca indera yang berfungsi

dengan baik.56

Allah swt berfirman dalam QS. al-Baqarah[2]: 247

54

Departemen Agama RI, Al-Qur'an dan Tafsirnya (Jakarta: Lembaga

Percetakan Al-Qur'an Depag RI, 2009), cet. 3, Jilid I, h. 487. 55

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Jilid II, h 59. 56

Al-Mawardi, al-Ahkām al-Sulthāniyah wa al-Wilāyah al-Dīniyyah, h. 6.

Page 51: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

36

هم إن اللو قد ب عث لكم طالوت ملكا قالوا أن يكون لو الملك وقال لم نبي

نا ونن أحق بالملك منو ول ي ؤت سعة من المال فاه قال إن اللو اصط علي

واللو واسع واللو ي ؤت ملكو من يشاء عليكم وزاده بسطة ف العلم والسم

عليم."Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya

Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka

menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami

lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang

diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi

(mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu

dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang

perkasa". Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang

dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi

Maha Mengetahui."

Ayat di atas menegaskan bahwa Allah memilih Tālūt menjadi

raja karena Allah telah menganugerahkan kepadanya ilmu yang

luas dan tubuh yang kuat, sehingga ia mampu memimpin Banī

Israīl. Pada sisi yang lain, "Allah memberikan pemerintahan

(kekuasaan) kepada siapa yang dikehendaki-Nya." Maka, Allah lah

pemilik kekuasaan itu, dialah yang memberlakukannya, dan dia

memilih siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya.57

Secara eksplisit, ayat di atas menunjukkan bahwa syarat untuk

menjadi komandan pasukan ialah ketangguhan melawan musuh,

mengetahui strategi perang dan sehat secara jasmani.58

57

Sayyid Quthb, Tafsīr Fī al-Ẓilal al-Qur'an, h. 58

Ali Asgar Nusrati, Sistem Politik Islam: Sebuah Pengantar (Jakarta: Nur

al-Huda, 2015), penerjemah: Musa Mouzawir, h. 369.

Page 52: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

37

Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa, pemimpin yang kuat

fisiknya haruslah diutamakan sekalipun ia fasik. Daripada orang

yang lemah dan tak bersemangat, sekalipun ia orang kepercayaan.59

Sebagaimana pernah ditanyakan kepada Imam Ahmad bin

Hanbal tentang dua orang laki-laki yang akan memimpin

peperangan, satu di antaranya kuat tapi fasik, dan yang lain saleh

tetapi lemah;

"Di bawah komando siapa ia akan berperang? Maka beliau

menjawab: Adapun orang fasik tetapi kuat, maka kekuatannya

itu berguna bagi kaum muslimin, sedang kefasikannya adalah

atas tanggungan dirinya sendiri; dan orang shaleh tetapi

lemah, maka kesalehannya berguna bagi dirinya sendiri, dan

kelemahannya menimbulkan hal yang tidak baik bagi kaum

muslimin; maka beliau akan ikut berperang bersama pimpinan

komando yang kuat fisiknya, meskipun ia fasik.

Andaikata seorang itu tidak fasik, maka dia pun lebih baik

untuk memegang komando perang daripada keterangan di atas.

Itulah sebabnya Nabi Muhammad saw lebih suka mengangkat

Khalid bin Walid untuk memegang komando peperangan sejak ia

masuk Islam. Sebagaimana Nabi saw bersabda:

. )الديث(إن خالدا سيف سلو اهلل 6على المشركي"Sesungguhnya Khalid adalah pedang Allah yang terhunus

atas kaum musyrikin."

59

Ibnu Taimiyah, Al-Siyāsah al-Syar'iyyah fī Ishlāh al-Rā'iy wa al-

Ra'iyyah, h. 15. 60

Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal (Riyadh: Bait al-Afkār al-

Dauliyah Li al-Nasyr wa al-Tauzī', 1998), jilid 4: hadits ke-16939, h. 1207.

Page 53: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

38

Padahal, Khalid bin Walid kadang melakukan sesuatu yang

tidak disukai oleh Nabi saw. hingga suatu ketika Nabi mengangkat

kedua tangannya ke atas langit seraya berdo'a:

6. )رواه البخاري(د ال خ ل ع ا ف م ك ي ل إ أ ر ب أ ني إ م ه الل "Ya Allah, sesungguhnya aku serahkan kepada-Mu atas apa

yang telah diperbuat oleh Khalid."

Adapun Abu Dzār ra lebih amanah dan lebih benar daripada

Khalid bin Walid. Akan tetapi, ia tidak memiliki kemampuan untuk

memimpin, sebagaimana keterangan yang telah disebutkan Nabi

saw. berikut ini :

، إني أر يا أباعن أب ذر أن رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال فا، ذر اك ضعي

، و رن على اث ن ي )رواه ل ت ولي مال يتيم.وإني أحب لك ما أحب لن فسى ل تأم

6مسلم(.

"Dari Abi Dzar, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Hai

Abu Dzar, saya melihatmu lemah dan aku menginginkan

untukmu apa yang aku inginkan untuk diriku. Janganlah

engkau menjadi pemimpin untuk dua orang dan jangan menjadi

wali yang menjaga harta anak yatim." (H.R. Muslim).

Jelaslah bahwa Nabi saw melarang Abu Dzār untuk memegang

kendali pimpinan karena Nabi melihatnya seorang yang lemah63

,

61

Al-Bukhāri, Shahīh al-Bukhārī,(64) kitāb al-Maghāzī,(58) Bāb ba'atsa al-

Nabiyyu Shalallahu 'alaihi wa sallam Khālidun bin al-Walīd ilā Banī Jadzīmah, h.

1181. 62

Abu al-Hasan Muslim bin al-Hajjāj al-Naisābūrī, Shahih Muslim (Riyadh:

Dār Ṭoyibah Li al-Nasyr wa al-Tauzī', 2006), h. 885. 63

Ibnu Taimiyah, Al-Siyāsah al-Syar'iyyah fī Ishlāh al-Rā'iy wa al-

Ra'iyyah, h. 16.

Page 54: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

39

baik lemah jiwa, badan dan kondisi. Dalam konteks ini Abu Dzār

menurut penilaian rasul saw seolah tidak memiliki kemampuan

untuk memimpin, karena ia tidak tegas, tidak cermat dan tidak

cakap.64

Bahkan untuk memimpin dua orang saja, ia tidak mampu.

Jabatan pemimpin memang sepatutnya diberikan kepada orang

yang cakap, yaitu orang yang memiliki kemampuan untuk

memimpin, cerdas, cekatan dan juga inovatif dalam mewujudkan

solusi untuk mengatasi problematika yang dihadapi rakyatnya.65

Oleh sebab itu, pemimpin diharuskan memiliki pengetahuan

politik, tata negara, ekonomi, dan lain-lain. Untuk mendukung

kelancaran tugasnya menjalankan roda pemerintahan.66

Kecakapan menjadi relevan untuk diangkat sebagai syarat bagi

pemimpin.67

Sehingga menjadi sebuah kewajiban seorang

pemimpin (pembesar) untuk meneliti lebih dulu siapa-siapa yang

berhak memikul jabatan pemimpin, karena haruslah orang yang

betul-betul cakap (patut) yang dipilih dalam bidang tersebut.68

اعة. قيل يا رسول اهلل: وما إضاعت ها؟ قال: إذا عت المانة، إن تظر الس إذا ضي ي

اعة. )رواه البخارى(. وسد المر إل غي أىلو فان تظر الس"Apabila amanah telah disia-siakan, maka tunggulah

kehancuran. Sahabat bertanya: bagaimana menyia-

64

Enizar, "Pemimpin Dalam Perspektif Islam", h. 156. 65

Mujar Ibnu Syarif, Presiden Nonmuslim di Negara Muslim, h. 46. 66

Muchlis M. Hanafi, ed., Al-Qur'an dan Kenegaraan, h. 197. 67

Ali Asgar Nusrati, Sistem Politik Islam, h. 368. 68

Ibnu Taimiyah, Al-siyāsah al-Syar'iyyah fī Ishlāh al-Rā'iy wa al-Ra'iyyah,

h. 15.

Page 55: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

40

nyiakannya? Rasulullah menjawab: "Apabila suatu jabatan

diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah

kiamat kehancurannya". (HR. Bukhari).

Umat Islam harus lebih dulu mempertimbangkan kecakapan

dan kelayakan calon pemimpin, sebelum memberikan kewenangan

untuk memimpin.69

Sehingga pemimpin yang terpilih adalah

seseorang yang menduduki jabatan dengan haknya, dan dapat

berlaku adil dalam pandangan Allah swt sesuai dengan

kemampuannya, karena dengan begitu berarti ia telah mendapatkan

petunjuk dari Allah swt.70

3. Adil dan Profesional

Kriteria berikutnya adalah komitmen kepada nilai keadilan.71

Adil berasal dari kata 'ain, dal dan lam, ('adala) yang berarti

"persamaan, lurus, tidak berat sebelah, kepatutan, dan kandungan

yang sama.72

Kata adil juga berasal dari bentuk masdar 'adl yang

berarti lurus atau sama.

Adapun dalam kamus besar bahasa Indonesia kata 'adil'

diartikan dengan: (1) tidak berat sebelah (2) berpihak kepada

69

Ali Asgar Nusrati, Sistem Politik Islam, h. 369. 70

Ibnu Taimiyah, Al-siyāsah al-Syar'iyyah fī Ishlāh al-Rā'iy wa al-Ra'iyyah,

h. 24. 71

Ali Asgar Nusrati, Sistem Politik Islam, h. 365. 72

Muchlis M. Hanafi, ed., Etika Berkeluarga, Bermasyarakat dan

Berpolitik, h. 189.

Page 56: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

41

kebenaran, (3) sepatutnya atau tidak sewenang-wenang.73

Arti ini

sesuai dengan firman Allah swt dalam al-Qur'an:

.... أن تكموا بالعدل وإذا حكمتم ب ي الناس ..."... Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia

hendaknya kamu menetapkannya dengan adil..." (QS. an-Nisā'

[4]: 58).

Ayat di atas menjelaskan bahwa seorang pemimpin negara

harus lah memiliki sikap yang adil, yaitu bersikap lurus dan tidak

berat sebelah dalam menentukan suatu kebijakan atau hukum.

Bersifat adil berarti jujur dalam perkataan, amanah

(terpercaya), menjaga diri dari hal-hal yang haram, menjauhi segala

perbuatan dosa, jauh dari keragu-raguan, dapat menahan diri dalam

waktu senang maupun waktu marah dan menjaga sikap santunnya

dalam agama dan dunia. Apabila seseorang telah bersikap adil,

maka boleh diterima kesaksiannya dan sah memberikan kekuasaan

padanya.74

Nabi Muhammad saw telah mencontohkan prilaku adil dalam

kehidupannya. Ia tidak pernah membeda-bedakan manusia dalam

perlakuannya secara pribadi ketika di Mekah, maupun dalam

kedudukannya sebagai kepala negara di Madinah.75

Beliau

73

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 7. 74

Imam al-Mawardi, al-Ahkām al-Sulthāniyah, h. 84. 75

Afzalur Rahman, Muhammad sebagai Pemimpin Militer ), penerjemah:

Muhammad Hasyim Assagaf (Jakarta: YAPI, 1990), h. 72.

Page 57: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

42

memutuskan setiap perkara atas dasar persamaan dan keadilan,

sebagaimana firman Allah dalam QS. an-Nisa [4]: 135:76

يا أي ها الذين آمنوا كونوا ق وامي بالقسط شهداء للو ولو على أن فسكم أو

فل ت تبعوا الوى أن إن يكن غنيا أو فقيا فاللو أول بما الوالدين والق ربي

وإن ت لووا أو ت عرضوا فإن اللو كان با ت عملون خبيا. ت عدلوا

"Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang

benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah

biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum

kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu

kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika

kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi

saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui

segala apa yang kamu kerjakan."

Adil adalah akhlak yang paling utama. Jika seseorang tidak

bersikap adil, maka tidak sah kekuasaannya dan tidak boleh

diterima kesaksiannya.77

Selama keadilan dapat ditegakkan, maka keseimbangan

kehidupan dunia akan terpelihara dan terjaga dengan baik.78

4. Bertanggung jawab dan Amanah

Amanah memiliki pengertian khusus dan pengertian umum.

Amanah dalam arti khusus adalah pengembalian benda atau

lainnya kepada orang yang memberikan amanah. Sedangkan

amanah dalam arti umum adalah menyembunyikan rahasia, ikhlas

76

Nabilah Lubis, ed., Ensiklopedia Nabi Muhammad Saw. Sebagai

Pemimpin, (Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2011), Cet.1, h. 44. 77

Farid Abdul Khalik, Fikih Politik Islam (Jakarta: Amzah, 2005),

penerjemah: Faturrahman A. Hamid, h. 113. 78

Muchlis M. Hanafi, ed., Al-Qur'an dan Kenegaraan, h. 202-203.

Page 58: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

43

dalam memberikan nasihat dan menyampaikan sesuatu yang

dititipkan kepadanya.79

Allah berfirman dalam al-Qur'an:

إن اللو يأمركم أن ت ؤدوا المانات إل أىلها وإذا حكمتم ب ي الناس أن تكموا

ا يعظكم بو بالعدل يعا بصيا. إن اللو نعم إن اللو كان مس"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)

apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu

menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi

pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya

Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.". QS. an-

Nisā' [4]:58

Ayat di atas mewajibkan kepada setiap muslim baik pimpinan

Negara, para pejabat atau lainnya, agar melaksanakannya dengan

jujur dan amanah, karena kelak akan dipertanggungjawabkan di

hadapan Allah swt.80

Seorang pemimpin haruslah orang-orang yang amanah, agar

dapat diberikan tanggung jawab dengan rasa aman dan tanpa

adanya keraguan.81

Berkenaan dengan hal tersebut, al-Māwardī

mengatakan bahwa ada beberapa kewajiban yang harus dijalankan

oleh pemimpin negara, yaitu:82

Memelihara agama Allah;

Menjalankan hukum-hukum diantara orang yang berselisih;

79

Syafii Antonio, Ensiklopedia & Manajemen Muhammad Saw. "The Super

Leader Super Manager": Kepemimpinan dan Pengembangan Diri, h. 234. 80

Muchlis M. Hanafi (ed.), Al-Qur'an dan Kenegaraan, h. 206. 81

Abu al-A'la al-Maudūdi, Khilafah dan kerajaan. Penerjemah: Muhammad

al-Baqir (Bandung: Mizan, 1996), Cet. VI, h. 72. 82

Al-Māwardi, al-Ahkam al-Sulthāniyah, h. 15-16.

Page 59: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

44

Menjaga keamanan dalam negeri;

Menegakkan hudūd (hukum pidana);

Memperkuat pertahanan keamanan negara;

Mengelola keuangan negara;

Menentukan belanja negara (APBN);

Mengangkat pejabat negara berdasarkan kejujuran dan

keadilan;

mengelola urusan kenegaraan secara umum

Semua kewajiban yang telah disebutkan merupakan tanggung

jawab pemimpin negara yang dalam pelaksanaannya juga

memerlukan sifat amanah dari seorang pemimpin.

Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa kepemimpinan,

khususnya dalam masyarakat Islam adalah amanah Allah yang

diberikan kepada manusia. Karena amanah tersebut, seorang

pemimpin harus mampu menempatkan diri sebagai pengemban

risalah kebenaran dengan memberikan uswatun hasanah (suri

tauladan yang baik) terhadap masyarakat yang dipimpinnya.83

5. Berani dan Tegas

Keberanian merupakan karakter yang harus dimiliki sosok

pemimpin, sehingga karakter pengecut dan penakut tentu menjadi

sangat tercela bagi pemimpin. Sebagaimana perkataan Imam Ali

bin Abi Thalib: "kerentanan penguasa lebih buruk bagi rakyat

83

Raihan, "Konsep Kepemimpinan dalam masyarakat Islam", h. 25.

Page 60: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

45

daripada kezalimannya."

Jika tanggung jawab pemimpin

diserahkan kepada mukmin yang memiliki keberanian, maka

pembangunan akan sesuai dengan yang dicita-citakan.84

Pemimpin negara harus memiliki keberanian untuk melindungi

wilayah kekuasaannya dan mempertahankannya dari serangan

musuh. Karena baik buruknya nasib suatu umat tergantung pada

keberanian pemimpin dalam mengambil sebuah keputusan.85

Pemimpin yang tegas dan berani sangat diperlukan untuk

memperhatikan kelicikan ulah pihak luar dan mampu membedakan

mana prinsip, strategik, dan tehnik dalam urusan pemerintahan.86

6. Mampu Bermusyawarah

Secara etimologi musyawarah berasal dari akar kata syūra yang

bermakna pokok mengambil sesuatu, menampakkan, menawarkan

sesuatu, menjelaskan, menyatakan atau mengajukan, dan

mengambil sesuatu.87

Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata tersebut pada mulanya

bermakna dasar mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini

kemudian berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang

diambil atau dikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat. Dalam

al-Qur'an kata Syawarā dengan segala perubahannya terulang

84

Syahrin Harahap, Islam Dinamis, h. 97. 85

Ali Asgar Nusrati, Sistem Politik Islam, h. 371. 86

AM. Saefuddin, Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim (Jakarta: Gema

Insani Press, 1996), h. 147. 87

Muhammad Syafi'i Antonio, Ensiklopedia Leadership & Manajemen

Muhammad saw, h. 24.

Page 61: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

46

sebanyak empat kali; Asyārat, syāwīr, syūrā, dan tasyāwur.88

Berkenaan dengan musyawarah ini, disebutkan secara tegas dalam

QS. Āli 'Imrān [3]:159:

ظا غليظ القلب لن فضوا من حولك ولو كنت ف فبما رحة من اللو لنت لم

هم واست غفر لم وشاورىم ف المر ل على اللو فاعف عن فإذا عزمت ف ت وك

لي. ب المت وكي إن اللو ي

"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah

lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi

berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari

sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah

ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka

dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan

tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya."

Menurut suatu riwayat, ayat ini diturunkan setelah kegagalan

kaum muslimin dalam perang uhud. Dijelaskan, ketika itu sebagian

sahabat ada yang melanggar perintah Rasulullah saw, sehingga

kaum muslimin mengalami kekalahan. Meskipun demikian, Nabi

Muhammad saw sama sekali tidak mencela para sahabatnya dan

tetap bermusyawarah dengan mereka dalam menentukan strategi

peperangan selanjutnya.89

Musyawarah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

ajaran agama Islam dan tradisi yang dicontohkan oleh Rasulullah

88

Muchlis M. Hanafi (ed.), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan

Berpolitik, h. 41. 89

Muhammad Syafii Antonio, Ensiklopedia Leadership & Manajemen

Muhammad saw, h. 27.

Page 62: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

47

saw. Jika muncul satu persoalan, para sahabat lebih dulu melihat

bagaimana cara Nabi memutuskan. Jika tidak diperoleh, lalu

dimusyawarahkan.

Umar pun berbuat demikian, dilihatnya dulu cara Nabi

menentukan sebuah hukum. Jika tidak ada, maka dilihatnya cara

Abu Bakar memutuskan suatu perkara hukum.90

Sebagaimana

dijelaskan dalam hadits berikut:

ن أحد أكث ر مشورة لصحابو من رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم. )رواه يك ل

.عن أب ىريرة("Tidak ada seorang pun yang paling banyak bermusyawarah

dengan para sahabatnya selain Rasulullah saw."

Allah swt memerintahkan musyawarah kepada Nabi-Nya

untuk mengikat hati para sahabatnya, agar yang datang kemudian

dapat menirunya, yakni supaya mereka mengambil keputusan

bersama dalam masalah peperangan dan perkara-perkara yang

muncul. Karena dalam hal yang seperti itu, Nabi saw

mengutamakan musyawarah.91

Syura adalah fondasi bagi sistem sosial.92

Oleh karena itu,

mayoritas ulama dan pakar undang-undang konstitusional

90

Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam (Jakarta: Gema Insani, 2015), h. 25. 91

Ibnu Taimiyah, Al-siyāsah al-Syar'iyyah fī Ishlāh al-Rā'iy wa al-Ra'iyyah,

h. 224. 92

Taufiq Muhammad al-Syawi, Demokrasi atau Syura. Penerjemah:

Djamaluddin, Z.S (Depok: Gema Insani, 2013), h. 25.

Page 63: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

48

meletakkan "musyawarah" sebagai kewajiban dan prinsip yang

pokok.93

Para pemimpin tidak boleh melakukan syura atas dasar tipu

muslihat. Karena jika ia mengkhianati amanahnya, berarti ia telah

membangkang terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya.94

Melihat betapa pentingnya musyawarah dalam kehidupan

masyarakat95

, maka setiap penguasa wajib bermusyawarah dalam

segala hal, baik yang berkenaan dengan urusan agama maupun

umum.96

93

Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 35. 94

Farid Abdul Khaliq, Fikih Politik Islam, h. 64. 95

Abdul Qadir Djaelani, Mewujudkan Masyarakat Sejahtera dan Damai, h.

609-610. 96

M. Saripuddin, "Perspektif Kepemimpinan dalam Islam", Jurnal Tajdid,

Vol. XI, No. 2, 2012, h. 336.

Page 64: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

49

BAB III

NONMUSLIM DALAM AL-QUR'AN

A. Nonmuslim dan Istilahnya dalam al-Qur’an

Sudah menjadi sunnatullah bahwa manusia di dunia ini majemuk

(plural), baik suku, bangsa, maupun agama.1

Sebagai agama universal,

Islam juga mengakui keberagaman ini, seperti keberadaan nonmuslim

yang istilah-istilahnya telah diabadikan dalam al-Qur'an sebagai

berikut:

a. Ahlul Kitāb

Ahlul kitāb terdiri dari dua, yaitu ahlu berarti keluarga atau

kerabat dekat, dan kitāb menunjuk kepada makna lembaran atau

buku. Jadi ahlul kitāb dapat diartikan sebagai komunitas yang

diturunkannya suatu kitab.2 Sedangkan para ulama mendefinisakan

ahlul kitāb dengan makna sebuah komunitas atau kelompok yang

telah memiliki kitab suci sebelum diturunkannya al-Qur'an.3

Term ahlul kitāb dalam al-Qur'an disebut sebanyak 30 kali,

yaitu dalam QS. al-Baqarah [2]: 105 dan 109; QS. Ali Imrān [3]:

64, 65, 69, 70, 71, 72, 75, 98, 99, 110, 113 dan 119; QS. an-Nisā'

1 Surahman Hidayat, Islam, Pluralisme dan Perdamaian (Jakarta: Fikr,

1998), h. v. 2 Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman al-Qur'an dan Hadits, h.

176. 3 Nasaruddin Umar, Deradikalisasi Pemahaman al-Qur'an dan h. 177.

Page 65: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

50

[4]: 123, 153, 159, 171; QS. al-Māidah [5]: 15, 19, 59, 65, 68, 77;

QS. al-Ankabūt [29]: 46; QS. al-Ahzāb [33]: 26; QS. al-Hadīd

[57]: 29; QS.al-Hasyr [59]: 2 dan 11; QS. al-Bayyinah [98]: 1 dan

6.4

Istilah yang berkembang untuk ahlul kitāb biasanya menunjuk

kepada komunitas Yahudi dan Nasrani (Kristen), demikian pula

yang dimaksud dalam al-Qur'an dan Hadits. Namun menurut

sebagian ulama, ahlul kitāb juga mencakup agama dan

kepercayaan lainnya, seperti Majusi5 dan Shabi'in (sabian).

6

b. Yahudi

Yahudi adalah salah satu agama samawi yang ada 2000 tahun

lalu sebelum datangnya Islam. Kitab sucinya adalah taurat yang

diturunkan kepada Nabi Musa a.s. Kata "Yahudi" diambil dari

nama keturunan nabi Ya'qub a.s. yang bernama "Yahuda", Banī

Isrā'īl yang berbangsa Yahuda disebut Yahudi.7 Istilah Yahudi

juga diambil dari perkataan Nabi Musa a.s.: innā hudnā ilaika,

yang berarti raja'a yarji'u (kembali).8 Allah swt berfirman:

4 Tim Penyusun, Ensiklopedi al-Qur'an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya

(Jakarta: Yayasan Bimantara, 1997), h. 6. 5 Para penyembah api.

6 Rohmat Syariffudin, Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an, h. 33. 7 Rizem Aizid, Al-Qur'an Mengungkap Tentang Yahudi (Yogyakarta: Diva

Press, 2015), h. 7. 8 Rukman Abdul Rahman Said, "Hubungan Islam dan Yahudi dalam

Lintasan Sejarah", Jurnal al-Asas, Vol. III, No. 1, April 2015, h. 47.

Page 66: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

51

ن يا حسنة وف الخرة إنا ذه الد قال عذاب أصيب إليك هدناواكتب لنا ف ى

قون وي ؤتون الزكاة ورحت وسعت كل شيء بو من أشاء فسأكتب ها للذين ي ت

والذين ىم بآياتنا ي ؤمنون."Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di

akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada

Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada

siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala

sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-

orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang

yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. al-A'raf [7]: 156)

Lafaz innā hudnā ilaika adalah permohonan taubat nabi Musa

kepada Allah swt, yang artinya "sesungguhnya kami kembali

(bertobat) kepada-Mu". Lafaz hudnā yang berarti "tobat atau

kembali" kemudian diadopsi oleh umat nabi Musa menjadi

Yahudi.9 Nama ini adalah yang paling populer dalam literatur

barat.

Ibrānī (al-'Ibraniyyun) dan Isrā'īl juga merupakan nama lain

dari umat Yahudi. Ibrānī yang berasal dari kata 'abara yang berarti

"menyebrang" atau senantiasa berpindah-pindah dari satu tempat

ke tempat lainnya. Sedangkan Isrā'īl merujuk pada Ya'qub a.s. yang

bernama Isrā'īl, karena itu mereka dikenal dengan Bani Isrā'īl atau

anak keturunan Ya'qub a.s.10

Namun, orang Yahudi sendiri lebih senang dengan sebutan

"Israel" (Isrā'īl). Bagi mereka, tidak mudah untuk menentukan

9 Al-Thabari, Tafsir al-Thabari, Jilid 12, h. 608.

10 Rukman Abdul Rahman Said, "Hubungan Islam dan Yahudi dalam

Lintasan Sejarah", h. 48.

Page 67: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

52

siapa yang disebut Yahudi. Karena istilah Yahudi merujuk kepada

bangsa sekaligus agama yang biasanya ditujukan kepada bangsa

Yahudi atau Israel. Dalam perjanjian lama, istilah ini bahkan

menunjuk kepada rakyat kerajaan Judah yang dikontraskan dengan

nonyahudi.11

Yahudi dan Islam mempunyai latar belakang yang sama, yaitu

menganut keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa melalui garis

panjang kenabian. Umat Yahudi dan umat Islam sama-sama

percaya kepada Nabi Ibrahim a.s. atau Abraham dalam sebutan

mereka.

Hubungan antara Islam dan Yahudi pada masa Rasulullah saw

dan sahabatnya berlangsung secara toleran. Islam memandang

agama Yahudi sebagai agama samawi. Islam juga mengakui Tuhan

Yahudi, Tuhan Nabi Ibrahim a.s., Ismail a.s., Ishaq a.s., Ya'qub

a.s., dan Musa a.s., serta mengakui bahwa zabur dan taurat adalah

wahyu Tuhan.

Islam hanya menentang fundamentalisme Yahudi yang ditandai

lahirnya kaum zionis, dengan paham bahwa tanah palestina adalah

tanah keberkatan yang satu-satunya dihadirkan untuk anak-anak

Tuhan.12

11

Adian Husaini, Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam (Jakarta:

Gema Insani, 2004), h. 19. 12

A.M. Hendropriyono, Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam

(Jakarta: PT Kompas Media, 2009), Cet. 1, h. 161.

Page 68: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

53

Visi zionisme adalah mengubah Palestina menjadi Negara

Yahudi dengan cara machiavelli yaitu mengabaikan segala

pertimbangan, termasuk moral. Ketidakadilan dan kezaliman yang

dilakukan zionisme begitu rumit dan majemuk. Sehingga belum

ada cara untuk menghentikannya sampai saat ini.13

Dewasa ini umat muslim bahkan disuguhi pemandangan yang

memilukan di Palestina. Semua orang yang tidak berdosa menjadi

korban kekejaman zionis dalam misinya untuk mendirikan negara

di tanah Palestina.14

Pernyataan di atas seolah membenarkan keterangan al-Qur'an

yang menggambarkan bangsa Yahudi sebagai bangsa yang

sombong dan senang melakukan kerusakan di bumi. Sekalipun di

antara mereka terdapat manusia pilihan karena keimanan dan

ketakwaannya, seperti Nabi Musa a.s., Harun a.s., Daud a.s.,

Sulaiman a.s., Yahya a.s., Isa a.s., Yakub a.s., dan Yusuf a.s.15

Watak dan sifat kejam mereka ini tidak akan berhenti meski

telah mati. Bahkan setelah hampir musnah pada masa Fir'aun, kini

mereka justru menjadi kekuatan adikuasa yang kejam di dunia.16

13

Rukman Abdul Rahman Said, "Hubungan Islam dan Yahudi dalam

Lintasan Sejarah", h. 59. 14

Rizem Aizid, Al-Qur'an Mengungkap Tentang Yahudi, h. 10. 15

Zulfahmi, "Analisis hadits Tentang Bangsa Yahudi: Suatu Kajian dengan

Pendekatan Kritik Hadits," Jurnal al-Risālah Vol. 15, No. 2, Nopember 2015, h.150. 16

Rizem Aizid, Al-Qur'an Mengungkap Tentang Yahudi, h. 7.

Page 69: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

54

c. Nasrani

Nasrani adalah sebutan bagi seseorang yang menganut agama

Nasrani, yaitu agama yang mengikuti Isa almasih a.s.17

Nama lain

dari agama Nasrani adalah Kristen atau disebut juga dengan Christ

yang berarti Isa al-Masih.18

Pada awalnya pengikut Nabi Isa a.s. melaksanakan agama yang

benar, meskipun Isa a.s. telah diangkat ke surga. Mereka tetap

menghadap kiblat ketika shalat dan melaksanakan puasa ramadhan.

Namun, orang Naṣrāni kemudian dianggap telah melampaui batas

karena meyakini bahwa Isa yang suci adalah putra Tuhan, dan

Tuhan adalah salah satu dari trinitas yang diberikan sifat yang tak

layak bagi-Nya.

Meski begitu, umat Nasrani dikatakan paling besar rasa

cintanya kepada orang Islam, jika dibandingkan dengan umat

Yahudi. Umat Nasrani memiliki keramahtamahan dan kelembutan

hati kepada orang Islam.19

Selain itu, mereka memiliki minat yang

besar kepada ilmu dan amal, serta penyingkirannya dari hawa

nafsu.20

17

Syauqi Dhaif, al-Mu'jam al-Wasith, h. 925. 18

John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, h. 113. 19

Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur'an: Hubungan

antaragama menurut Syeikh Nawawi al-Bantani, h. 121. 20

Syu'bah Asa, Dalam Cahaya al-Qur'an: Tafsir Ayat-ayat Politik (Jakarta:

PT. Gramedia, 2000), h. 30.

Page 70: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

55

d. Kafir

Kata kafir merupakan isim fa'il (kata pelaku) dari kafara-

yakfuru-kufr, yang dengannya disebut 525 kali dalam al-Qur'an.

Secara etimologi, kafir adalah orang yang tidak percaya Allah dan

Rasul-Nya.21

Sedangkan, Ibnu Manẓur dalam lisān al 'Ārab,

mengatakan bahwa kafir memiliki arti yang multimakna, yaitu hal

yang bertentangan dengan iman kepada Allah, maksiat, tidak

mensyukuri nikmat Allah, menutup hati, melakukan

pembangkangan, perlawanan dan kemunafikan.22

Jadi, kafir (isim

fā'il) bermakna orang yang menyembunyikan atau mengingkari

kebenaran.

Adapun dalam terminologi kultural, kafir adalah orang yang

menentang, menolak kebenaran Allah swt yang disampaikan oleh

Rasul-Nya.23

Dalam hal ini, kafir juga menjadi lawan kata dari

syakir (orang yang bersyukur) atau merujuk pada orang-orang yang

mengingkari nikmat Allah.24

Secara umum, kafir tidak hanya berlaku pada penganut agama

nonmuslim, tetapi kepada siapapun yang melakukan maksiat, tidak

mensyukuri nikmat, menutup hati, melakukan pembangkangan dan

21

Tim Penyusun Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa

Indonesia, h. 615. 22

Ibnu Manẓūr al-Ifrīqī, Lisan al-'arāb, Juz 6, h. 459. 23

Hafirudin Cawidu, Konsep Kufur Dalam al-Qur'an: Suatu Kajian

Teologis Dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 7. 24

Tim Penulis Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) IDEA Fakultas

Ushuluddin IAIN Walisongo, "Idea: Diskursus Transformasi Intelektual", edisi 32

(September 2012): h. 8.

Page 71: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

56

kemunafikan, sehingga umat Islam pun bisa saja dikatakan kafir

jika melakukan perbuatan-perbuatan tercela di atas.25

Lebih dari itu, para koruptor juga dapat dikatakan kafir, negara

yang membiarkan rakyatnya dalam kebodohan adalah negara yang

beramah tamah dengan kekafiran, karena tidak menghargai

martabat manusia, dan negara yang menutup diri dan tidak

menghargai hak-hak rakyatnya, berarti mengkafirkan diri sendiri.26

Selanjutnya, Quraish Shihab menegaskan bahwa orang-orang

kafir tidak berpikir dan berusaha untuk menemukan kebenaran.

Mereka justru menutup mata di hadapan kebenaran, supaya tidak

melihat dan mendengar. Mereka itu bagaikan hewan yang memiliki

mata, telinga, dan lidah, namun mereka tidak berpikir, dari itulah

mereka tidak dapat mengerti kebenaran. Begitulah sifat orang kafir;

tuli, bisu, buta27

, sehingga mereka tidak mengerti.

Allah swt. berfirman dalam QS. al-Baqarah [2]: 6-7

ختم اللو على . إن الذين كفروا سواء عليهم أأنذرت هم أم ل ت نذرىم ل ي ؤمنون

ولم عذاب عظيم. وعلى أبصارىم غشاوة ق لوبم وعلى مسعهم "Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka,

kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka

tidak juga akan beriman. Allah telah mengunci-mati hati dan

25

Tim Penulis LPM IDEA IAIN Walisongo, "Idea: Diskursus Transformasi

Intelektual", h. 11. 26

Hasil wawancara Tim Penulis LPM IDEA IAIN Walisongo dengan

pendeta Gunarto, S. Th yang merupakan dosen di STT ABDIEL Ungaran dalam

Majalah "Idea: Diskursus Transformasi Intelektual", h. 19. 27

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Vol. 1, h. 460-461.

Page 72: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

57

pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup. Dan

bagi mereka siksa yang amat berat."

Menurut al-Zamaksyari ayat ini menjelaskan bahwa orang-

orang kafir seperti Abu Lahab dan Abu Jahal, dan yang serupa

dengan mereka28

, akan sama saja perbuatannya baik setelah mereka

mendapatkan peringatan ataupun tidak.29

Orang-orang kafir tidak akan memahami ayat-ayat al-Qur'an

yang mereka dengar dan tidak dapat mengambil pelajaran dari

kebesaran Allah yang mereka lihat di permukaan bumi, dan pada

diri mereka sendiri.30 Oleh karena itu, mereka akan mendapatkan

siksaan yang sangat pedih selama-lamanya.

B. Relasi Muslim dan Nonmuslim dalam al-Qur’an

Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, adat

istiadat, dan agama yang merupakan realitas primodial serta

menunjukkan betapa pentingnya tingkat kemajemukan sosial-budaya

di Indonesia.31

Perkembangan sejarah dan kebudayaan Indonesia juga tak bisa

dilepaskan dari sentuhan dan pengaruh agama-agama yang ada dan

berkembang di berbagai daerah. Kehadiran agama-agama besar seperti

Hindu, Budha, Islam dan Nasrani memberikan warna tersendiri bagi

28

Sa'd bin Abdu al-Rahmān al-hushayyin, Mahdzab Tafsīr al-Jalālain, h. 3. 29

Al-Zamakhsyarī, al-Kasyāf 'an haqā'iq ghawāmidh al-Tanzīl wa 'Uyūn al-

Aqāwīl Fī Wujūhi al-Ta'wil, h. 162. 30

Akmaldin Noor dan Aa Fuad Mukhlish, Al-Qur'an Tematis: Allah SWT

dan Kepercayaan Manusia (Jakarta: Yayasan SIMAQ, 2010), Cet. 2, h. 177. 31

Komaruddin Hidayat, Agama Punya Seribu Nyawa (Jakarta: Noura books,

2012), h. 219.

Page 73: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

58

kemajemukan agama di Indonesia.32

Hal ini sebagaimana digambarkan

dalam QS. al-Hujurāt [49]: 13 yang menegaskan bahwa manusia

diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar mereka saling

mengenal dan menghargai. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa

sikap Islam terhadap pluralisme agama sejatinya berdiri di atas prinsip

kesejajaran, toleransi dan saling melengkapi.

Pluralisme bukanlah penyamaan agama, namun lebih kepada

pemahaman atas legitimasi setiap agama yang berbeda dengan Islam.

Melalui sikap menghargai dan memahami orang lain yang berbeda

agama, maka akan melahirkan toleransi dan kasih sayang yang kuat

sesama manusia, demi terciptanya kerukunan dalam kebinekaan.33

Sebagaimana firman Allah dalam QS. al-Māidah [5]: 48:

قا لما ب ي يديو من الكتاب ومهيمنا عليو فاحكم وأن زلنا إليك الكتاب بالقي مصدي

ن هم با أن زل اللو ا جاءك من القي ب ي لكل جعلنا منكم ول ت تبع أىواءىم عم

هاجا لوكم ف ما آتاكم شرعة ومن ة واحدة ولكن ليب ولو شاء اللو لعلكم أم

رات يعا ف ي نبيئكم با كنتم فيو تتلفون إل اللو مر فاستبقوا الي .جعكم ج"Dan kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan

membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya,

yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian

terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara

mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu

mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran

32

Ali Maschan Moesa, Memahami Nahdlatul Ulama: Urgensi Besar

Membangun Kembali Jembatan Putus (Surabaya: Pesantren Luhur al-Husna, 2010),

h. 73. 33

Abdul Rahman I. Marasabessy, "Al-Qur'an dan Pluralitas: Membangun

Kehidupan Masyarakat yang Majemuk", Jurnal MIQOT : Jurnal Ilmu-ilmu

Keislaman (Juli-Desember 2012), h. 226-227.

Page 74: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

59

yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara

kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya

Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat

(saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-

Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.

Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu

diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu

perselisihkan itu."

Fakhruddin al-Razi menyatakan bahwa berdasarkan ayat di

atas, Allah swt. tidak menjadikan manusia terhimpun dalam satu

syariah, tetapi Ia berkehendak menjadikannya beragam dalam berbagai

wadah syariah; Injil, Taurat, dan al-Qur'an, untuk menguji siapa di

antara mereka yang tulus melaksanakan ajaran agama dan tidak

melalaikannya.34

Dari uraian ini, al-Qur'an telah menetapkan prinsip

kebebasan beragama agar para penganutnya yang beragam dapat hidup

berdampingan, aman, damai, dan sejahtera.35

Bertolak dari kebebasan beragama ini pula, Khalifah Umar bin

Khattab memberikan jaminan keamanan bagi penduduk Baitul Maqdis

yang beragama Kristen. "Bagi mereka jaminan keamanan atas

kehidupan, gereja-gereja dan salib-salib mereka. Mereka tidak boleh

diganggu dan ditekan karena alasan agama dan keyakinan yang mereka

anut." Demikian kebijakan dan jaminan Umar bin Khatthab bagi umat

nonmuslim dalam negara Islam.36

34

Fakhr Al-din al-Razi Muhammad bin Umar al-Razi, al-Tafsīr al-Kabīr

(Beirut: Dar kutub al-'ilmiyah, 2000), Jilid 12, h. 12. 35

Syahrullah Iskandar (ed.), Kekerasan Atas Nama Agama, h. 168. 36

Syahrullah Iskandar (ed.), Kekerasan Atas Nama Agama, h. 178.

Page 75: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

60

Shalāhuddīn al-Ayyūbī juga berhasil mencerminkan moralitas

Islam dalam upayanya memahami perbedaan untuk menciptakan

kerukunan pasca pembebasan al-Quds tahun 1187 M.

Shalāhuddīn memberi pasukan salib kebebasan untuk hidup.

Selain itu, ia juga memberi bekal perjalanan pulang bagi tentara salib

yang tidak mampu. Bahkan, Shalāhuddīn tidak menyentuh tempat-

tempat suci mereka dan memerintahkan umat Islam agar menghormati

dan memelihara toleransi di hadapan umat Kristen.37

Tindakan yang diambil Shalāhuddīn di atas, sesuai dengan al-

Qur'an yang menganjurkan persaudaraan bukan hanya kepada sesama

muslim, namun juga kepada nonmuslim38

, untuk menciptakan

kedamaian (Assalām) sebagai misi semua agama yang telah diajarkan

oleh para Nabi39

, termasuk Nabi Muhammad saw. yang diutus untuk

mencerminkan akhlak al-Qur'an yang mulia.40

Melalui risalahnya,

Nabi saw. bertugas memberi kabar gembira dan peringatan kepada

seluruh umat manusia untuk menciptakan kedamaian dan keselamatan

di muka bumi ini. Oleh karena itu, ajaran yang dibawa oleh Nabi

Muhammad adalah hal-hal yang menjungjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan sekaligus menjaga harkat dan martabat manusia.

37

Mahmud Hamdi Zaqzuq, Reposisi Islam di Era Globalisasi, h. 127-128. 38

Muchlis M. Hanafi (ed.), Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan

Berpolitik, h. 71. 39

Surahman Hidayat, Islam Pluralisme & Perdamaian, h. vii 40

Mujar Ibnu Syarif, Moderasi Islam: Menangkal Radikal berbasis Agama

(Tangerang: Pusat Studi al-Qur'an, 2013), h. 273.

Page 76: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

61

Salah satu nilai-nilai kemanusiaan yang beliau jaga adalah

jaminan kebebasan beragama. Sebagaimana yang diriwayatkan Abū

Dāwūd dan Ibnu Hibbān dalam sebuah hadits yang bersumber dari

sahabat 'Abd Allāh ibn 'Abbās juga al-Tahawi dan al-Bayhaqī. Dari

Sa'īd ibn Jubayr, bahwa ada seorang perempuan yang tidak memiliki

anak, kemudian ia bersumpah jika di kemudian hari ia dikaruniai

seorang anak, maka ia akan menjadikan anaknya menganut agama

Yahudi. Setelah beberapa waktu kemudian, para sahabat bertanya

kepada Nabi saw. berkenaan dengan anak-anak saudara mereka yang

masih beragama Yahudi, Nabi pun terdiam, kemudian turunlah ayat lā

ikrāha fi al-dīn (al-Baqarah [2]: 256). Lalu Nabi saw. menjawab:

"Biarkan keluarga kalian memilih, jika mereka memilih kalian, maka

mereka termasuk kalian (Islam). Jika mereka memilih tetap, maka

mereka bagian dari mereka (Yahudi)".41

Peristiwa ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw.

adalah seorang pemimpin agama yang tidak pernah memaksakan

kehendaknya untuk mengajak orang lain memeluk agama yang

dibawanya. Bahkan Nabi menjamin kebebasan beragama dan

melaksanakan ibadahnya masing-masing.

Namun, betapa pun mulianya akhlak dan perbuatan Nabi saw.

tetap saja ada orang yang tidak menyambut kedatangannya dengan

41

Abū Dāwūd, Sunan Abī Dāwūd (Beirut: Dār Ibn Hazm, 1997), juz 3, h.

92.

Page 77: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

62

baik, bahkan mereka menolak dakwah beliau. Sebagaimana yang

digambarkan dalam QS. al-Baqarah [2]: 120 berikut:

ت تبع ملت هم قل إن ىدى اللو ىو الدى ولن ت رضى عنك الي هود ول النصارى حتما لك من اللو من ول ول ولئن ات ب عت أىواءىم ب عد الذي جاءك من العلم

.نصي "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada

kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:

"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)".

Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka

setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi

menjadi pelindung dan penolong bagimu."

Imam al-Suyuthi mengutip dari sahabat Ibnu 'Abbas, yang

menyatakan bahwa ayat tersebut turun berkaitan dengan masalah

pemindahan arah kiblat dalam shalat yang mengarah ke Ka'bah. Kaum

Yahudi di Madinah dan Nasrani (Najran) menanggapinya dengan sinis,

karena mereka berharap agar kaum muslim mengarahkan shalat ke

arah kiblat mereka42

, sehingga umat muslim terkesan meniru dan

mencontoh praktek-praktek Yahudi sebagaimana yang mereka

inginkan.

Menurut Ibnu Katsīr, hal itu dilakukan oleh Yahudi dan

Nasrani karena mereka tidak akan rela menerima seruan Nabi

Muhammad saw.43

, sebelum ia mengikuti ajaran mereka, karena

42

Al-Suyuthi, Lubāb al-Nuqūl Fī Asbāb al-Nuzūl, dalam Hamisyah Tafsir

Jalālain (Beirut: Dār al-Fikr, tth.), h. 22. 43

Ibnu katsīr al-Dimsyaqi, Tafsīr al-Qur'ān al-'Adzīm (Yaman: Maktabah

Aulād al-Syaikh Li al-Turāts, 2000) Jilid 2, h. 44.

Page 78: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

63

mereka takut akan kehilangan kekuasaan dan pengaruh di lingkungan

masyarakat.44

Padahal, Yahudi dan Nasrani seharusnya lebih dulu beriman

kepada Nabi saw., karena mereka telah mengetahui kebenarannya

berdasarkan keterangan kitab-kitab suci mereka yang telah

menyampaikan kabar kedatangan Nabi akhir zaman.45

Namun sebaliknya, mereka justru mengingkarinya.46

Keingkaran Yahudi dan Nasrani ini menyebabkan munculnya

peringatan dan kecaman dari ayat-ayat al-Qur'an terhadap mereka, di

antaranya adalah firman Allah swt. dalam QS. an-Nisā' [4]: 54

نا آل إب راىيم الكتاب اللو من فضلو أم يسدون الناس على ما آتاىم ف قد آت ي

ناىم ملكا عظيما .والكمة وآت ي "Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad)

lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?

Sesungguhnya kami telah memberikan kitab dan hikmah

kepada keluarga Ibrahim, dan kami telah memberikan

kepadanya kerajaan yang besar.

Dalam ayat ini Allah swt. mencela Yahudi, yang telah

menyampaikan omong kosong kepada kaum musyrik dari kalangan

penyembah berhala, bahwa orang-orang yang musyrik lebih mendapat

petunjuk dan lebih benar jalannya daripada Muhammad dan

sahabatnya. Padahal mereka menyadari bahwa perkataannya hanyalah

44

Rifqi Muhammad Fatkhi, "Interaksi Nabi Muhammad dengan Yahudi

dan Kristen", Jurnal Refleksi, Vol. 13, no. 3 (Oktober 2012: h. 349). 45

M. Thalib, 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur'an, h. 17. 46

Rizem Aizid, Al-Qur'an Mengungkap Tentang Yahudi, h. 107.

Page 79: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

64

kebohongan. Perbuatan mereka hanyalah karena rasa dengki kepada

Muhammad saw., keluarga dan sahabatnya atas karunia yang Allah

telah berikan, yaitu berupa kenabian.47

Kedengkian kaum Yahudi dan Nasrani terhadap umat Islam

merujuk pada sejarah masyarakat Madinah sebelum kedatangan Nabi

saw. Pada masa itu Yahudi dan Nasrani adalah agama mayoritas yang

memegang kitab, karenanya lebih terpelajar, dan berada di depan.

Sementara orang Arab yang menjadi penduduk asli penyembah berhala

maupun penganut sisa-sisa agama nabi Ibrahim, praktis berada di

belakang. Kelompok ahlul kitab di Madinah tidak ingin kondisi ini

berubah, persis seperti kemajuan yang terjadi pada kalangan pemuka

musyrik Arab di Mekah dalam menghadapi kebangkitan Islam di

sana.48

Oleh karena itu, Yahudi dan Nasrani selalu menggunakan

berbagai cara untuk menghalang-halangi mereka dari jalan Allah.

Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imrān [3]: 99.

غون ها عوجا وأن تم شهداء ون عن سبيل اللو من آمن ت ب قل يا أىل الكتاب ل تصد

ا ت عملون .وما اللو بغافل عمKatakanlah: "Hai ahlul kitāb, mengapa kamu menghalang-

halangi dari jalan Allah orang-orang yang telah beriman, kamu

menghendakinya menjadi bengkok, padahal kamu

menyaksikan?". Allah sekali-kali tidak lalai dari apa yang kamu

kerjakan.

47

Abu Ja'far Muhammad bin Jarir al-Thabari, Tafsir ath-Thabari, jilid 7, h.

219. 48

Akmaldin Noor dan Aa Fuad Mukhlish, Al-Qur'an Tematis: Allah SWT dan

Kepercayaan Manusia, h. 24.

Page 80: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

65

Menurut Hamka, dari ayat ini dapat diketahui bahwa Yahudi

dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepada Islam49

, sebelum umat

Islam tunduk kepada ajarannya.50

Dari berbagai kecaman inilah, muncul pandangan buruk

terhadap golongan nonmuslim. Padahal, penelusuran terhadap ayat-

ayat al-Qur'an menyatakan bahwa tidak semua orang Yahudi dan

Nasrani menentang Nabi Muhammad saw., karena di antara mereka

juga terdapat orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan.51

Isyarat ini dapat ditemukan dalam QS. al-Mā'idah [5]: 59

نا وما أنزل من ق بل قل يا أىل الكتاب ىل ت نقمون منا إل أن آمنا باللو وما أنزل إلي

.وأن أكث ركم فاسقون Katakanlah: "Hai Ahlul Kitab, apakah kamu memandang kami

salah, hanya lantaran kami beriman kepada Allah, kepada apa

yang diturunkan kepada kami dan kepada apa yang diturunkan

sebelumnya, sedang kebanyakan di antara kamu benar-benar

orang-orang yang fasik?

Ungkapan yang menjadi indikasi dalam ayat di atas adalah

"kebanyakan di antara ahlul kitab adalah orang-orang fasik". Secara

kebahasaan, ungkapan banyak dalam ayat tersebut berarti tidak semua

ahlul kitab bersikap memusuhi umat muslim.52

Dari penjelasan inilah, dapat dimengerti penegasan QS. Āli

Imrān [3]: 113-115 sebagai berikut:

49

Hamka, Tafsir al-Azhar,Juz 6, h. 278. 50

Abdurrahman Wahid, Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat

Negara Demokrasi (Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi, 2011), h. 137. 51

Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur'an, h. 131. 52

M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an (Bandung: Mizan, 1996), h. 354.

Page 81: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

66

لون آيات اللو آناء الليل وىم يسجدون سوا سواء لي ة قائمة ي ت .من أىل الكتاب أم

هون عن المنكر ويسارعون ف ي ؤمنون باللو والي وم الخر ويأمرون بالمعروف وي ن

رات واللو عليم وما ي فعلوا من خي ف لن يكفروه وأولئك من الصالي.الي

بالمتقي."(113)Mereka itu tidak sama; di antara ahlul kitab itu ada

golongan yang berlaku lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah

pada beberapa waktu di malam hari, sedang mereka juga

bersujud (sembahyang). (114) Mereka beriman kepada Allah

dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma´ruf,

dan mencegah dari yang munkar dan bersegera kepada

(mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu termasuk orang-

orang yang saleh. (115) Dan apa saja kebajikan yang mereka

kerjakan, maka sekali-kali mereka tidak dihalangi (menenerima

pahala)nya; dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang

bertakwa." (Q.S. Āli Imrān [3]: 113-115).

Para mufasir berbeda pendapat menyangkut ayat ini. Kelompok

pertama, menyatakan bahwa yang dimaksud dengan ummah qā'imah

(kelompok yang lurus), adalah orang-orang saleh yang berhak atas

ridha dan pujian-Nya53

, yaitu segolongan ahlul kitab yang telah masuk

Islam, di antaranya adalah Abdullah bin Salam, Tsa'labah bin Sa'id,

Usaid bin Ubaid, dan lain-lain.54

Kelompok kedua, memahami ayat tersebut berbicara tentang

kelompok ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) yang belum masuk Islam,

karena kata sujud tidak harus diartikan shalat, tetapi juga dapat

diartikan tunduk dan patuh. Mereka termasuk golongan orang-orang

53

Asep Muhammad Iqbal, Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur'an, h. 132. 54

Syahrullah Iskandar (ed.), Kekerasan Atas Nama Agama, h. 211.

Page 82: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

67

yang saleh dalam kehidupan dunia ini karena memelihara nilai-nilai

yang luhur.55

Terlepas dari apakah mereka sudah masuk Islam atau belum,

al-Qur'an telah jelas menyatakan bahwa di antara ahlul kitab tidak

semua bersikap sama untuk ikut berkonspirasi memusuhi umat Islam.56

Karena sebagian ahlul kitab juga terdapat golongan orang-orang

beriman yang selalu bersegera dalam berbuat kebaikan.

Perbedaan sikap di antara mereka ahli kitab yang beriman dan

yang kafir juga dapat terlihat dalam QS. Āli Imrān [3]: 75:

هم من إن تأمنو بدينار ل ي ؤديه ومن أىل الكتاب من إن تأمنو بقنطار ي ؤديه إليك ومن ييي سبيل وي قولون إليك إل ما دمت عليو قائما نا ف المي لك بأن هم قالوا ليس علي ذ

على اللو الكذب وىم ي علمون "Di antara Ahli kitab ada orang yang jika kamu

mempercayakan kepadanya harta yang banyak,

dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang

yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak

dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu

menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan:

"tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka

berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui."

Sayyid Quthb menyatakan bahwa di antara ahlul kitab juga

terdapat orang-orang yang dapat dipercaya, yaitu mereka tidak mau

memakan hak orang lain, walaupun itu menggiurkan.57

Allah swt.

berfirman dalam QS. al-Baqarah [2]: 62:

55

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, vol. II, h. 178. 56

Syahrullah Iskandar (ed.), Kekerasan Atas Nama Agama, h. 201-202. 57

Sayyid Quthb, Fī Zhilal al-Qur'an, Jilid II, h. 246.

Page 83: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

68

الخر وعمل إن الذين آمنوا والذين ىادوا والنصارى والصابئي من آمن باللو والي وم

م ول خوف عليهم ول ىم يزنون .صالا ف لهم أجرىم عند ربي"Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi,

orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja

diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari

kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala

dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan

tidak (pula) mereka bersedih hati." (QS. al-Baqarah [2]: 62)

Dari ayat ini dapat diketahui bahwa golongan ahlul kitab yang

beriman, yaitu berlaku lurus, membaca ayat-ayat Allah pada beberapa

waktu di malam hari, melaksanakan shalat malam (tahajjud), beriman

kepada Allah dan hari akhir, menyuruh kepada kebajikan dan melarang

keburukan, serta berlomba-lomba dalam menjalankan perintah yang

wajib maupun sunnah58

, maka mereka akan mendapat jaminan pahala

dan pertolongan dari Allah swt.

Dengan demikian, sikap seorang muslim yang memandang

buruk seluruh golongan nonmuslim, dan meyakini bahwa tidak ada

kebaikan dalam diri mereka, maka pendapat ini tidak dapat dibenarkan.

Karena sebagian mereka juga ada yang beriman kepada Allah dan hari

akhir.

Di sinilah terlihat objektivitas dan keadilan al-Qur'an dalam

menjelaskan kondisi ahlul kitab yang dahulu dihadapi oleh umat

muslim, dan juga boleh jadi yang dihadapi oleh mereka dewasa ini.

Beberapa gambaran permusuhan ahlul kitab terhadap Islam dan kaum

58

Al-Thabari, Tafsir ath-Thabari, jilid 5, h. 747.

Page 84: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

69

muslim, tipu daya mereka yang keji terhadap umat Muhammad saw.

serta niat buruk mereka terhadap jamaah muslim, sama sekali tidak

mempengaruhi al-Qur'an untuk mengungkapkan kebaikan sebagian

mereka, sekalipun sedang memaparkan perdebatan dan konfrontasi.59

C. Kesetaraan Hak-hak Nonmuslim dalam Al-Qur'an

Di era globalisasi saat ini, HAM (Hak Asasi Manusia)

merupakan suatu isu yang menjadi perhatian dan agenda yang sangat

penting, salah satunya dalam dunia Islam. Isu HAM bahkan menjadi

faktor pertimbangan kebijakan luar negeri setiap negara.

HAM adalah bagian dari hakekat kemanusiaan yang paling

fundamental. Secara historis, ide tentang HAM berasal dari gagasan

hak-hak alami. Sedangkan, di dunia Barat ide tentang HAM

merupakan hasil perjuangan kelas sosial yang menuntut tegaknya nilai-

nilai dasar kebebasan dan persamaan.60

Ide-ide di atas, sesuai dengan apa yang Allah firmankan dalam

QS. al-Isrā' [17]: 70 berikut ini:

على ولقد كرمنا بن آدم وحلناىم ف الب ري والبحر ورزق ناىم من الطييبات وفضلناىم

.كثي من خلقنا ت فضيل "Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam,

Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri

mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka

dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk

yang telah kami ciptakan."

59

Sayyid Quthb, Fī Zhilal al-Qur'an, Jilid II, h. 246. 60

Said Agil Husin al-Munawar, Al-Qur'an: Membangun Tradisi Kesalehan

Hakiki (Tangerang: Ciputat Press, 2005), h. 296.

Page 85: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

70

Sebagaimana disampaikan dalam ayat di atas, Allah swt. telah

menjadikan anak adam mulia dengan akalnya, yang membedakannya

dengan makhluk lain di bumi. Allah juga memberi mereka rezeki

melaui makanan yang beragam di bumi baik dari jenis hewan maupun

tumbuhan.61

Secara fitrah (natural) manusia memiliki kemuliaan (karamah)

harus dilindungi62

, dihormati, serta tidak boleh dilanggar, ataupun

dihilangkan.63

Oleh karena itu, manusia hendaknya memahami

keanekaragaman sebagai kerukunan dan bukan permusuhan, terlebih

peperangan.

Hadirnya perbedaan antara satu sama lain, semata-mata

menunjukkan kekuasaan Allah dalam menciptakan manusia, tanpa

adanya diskriminasi sosial dan superioritas wilayah. Oleh karena itu,

slavery/servitude atau penghambaan diri tidak boleh dilakukan oleh

siapapun dan kepada siapapun, meskipun oleh orang yang merasa

sangat berkuasa (superior) kepada orang yang lemah (inferior), karena

prilaku ini telah melanggar hak-hak asasi manusia.64

61

Imam Syaikh Muhammad Thāhir Ibnu 'Āsyūr, Tafsīr al-Tahrīr wa al-

Tanwīr (Tunisia: Jami'i Huqūqi al-Thab'i Mahfūdzati Li al-Dāri al-Tūnisiyati Li al-

Nasyr, 1984) Juz 15, h. 165-166. 62

Masykuri Abdillah, "Islam dan Hak Asasi Manusia: Penegakan dan

Problem HAM di Indonesia, Jurnal MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman, Vol.

XXXVIII. No. 2 (Juli-Desember 2014), h. 379. 63

Rusmin Tumanggor, Sosiologi dalam Perspektif Islam (Ciputat: UIN

Jakarta Press, 2004), h. 112. 64

Murni Djamal, Pramono Ubeid Thantowi (ed.), Kesetaraan Hak-hak

nonmuslim dalam perspektif al-Qur'an dan Hadits, (Jakarta: CSRC UIN Jakarta,

2004), Cet. 2, h. 5-7.

Page 86: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

71

Hak-hak asasi ini juga menjadi tanggung jawab negara untuk

melindungi seluruh rakyatnya dari segala pelanggaran ataupun

penindasan, berupa diskriminasi antar suku, bahasa, terlebih agama.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunitas nonmuslim juga

memiliki hak-hak asasi yang sama, dan harus dilindungi oleh negara

serta dihormati semua orang meskipun mereka hidup di negara

mayoritas muslim seperti di Indonesia.

Indonesia adalah negara yang majemuk dari suku bangsanya.

Hal ini menjadi gambaran nyata adanya heterogenitas budaya.

Demikian pula dari segi keagamaannya, walaupun Islam adalah agama

yang dianut mayoritas penduduknya, namun terdapat pula komunitas

agama-agama lain seperti Protestan, Katolik, Hindu, dan Budha yang

hak-haknya juga dilindungi oleh negara ini.65

Pemerintah Indonesia bahkan menerapkan kebijakan "trilogi

kerukunan agama" sebagai upaya untuk meminimalisasi diskriminasi

agama. Dalam trilogi itu disebutkan; pertama, toleransi antar penganut

suatu agama tertentu; kedua, toleransi antar penganut agama yang

berbeda; dan ketiga, toleransi antar penganut agama dengan

pemerintah. Landasan dari trilogi kerukunan agama ini lahir dari

kesadaran akan adanya pluralitas agama di Indonesia.66

65

Karlina Helmanita, Pluralisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia Ke

Arah Dialog Lintas Agama (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2004), Cet. 2, h. 4. 66

Karlina Helmanita, Pluralisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia Ke

Arah Dialog Lintas Agama, h. 35.

Page 87: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

72

Lalu, bagaimanakah Islam memperlakukan masyarakat

nonmuslim dalam kehidupan bermasyarakat, dan seberapa jauhkah

hak-hak kesetaraan mereka yang diberikan oleh al-Qur'an?. Dengan

kata lain, apakah agama Islam memiliki konsep dan doktrin yang kuat

serta bersifat universal dalam melindungi HAM, seperti hak politik dan

advokasi bagi nonmuslim?. Mungkinkah kelompok nonmuslim di

negara mayoritas muslim seperti di Indonesia akan ditindas oleh

negara dan dikucilkan oleh masyarakatnya?, sehingga mereka merasa

sebagai kelas dua.67

Jean Claude Vatin sebagaimana dikutip oleh Sukron Kamil

mengatakan bahwa prinsip-prinsip dasar mengenai persamaan,

kemerdekaan, dan penghormatan terhadap sesama manusia telah

dikukuhkan Islam pada tahap awal, sehingga dunia Islam telah

mendahului dunia Barat beberapa abad.68

Islam juga selalu

memerintahkan pemeluknya untuk membangun hubungan yang baik

dengan pemeluk agama lain, serta mendorong mereka untuk saling

bekerjasama dalam bidang muamalah berdasarkan prinsip keadilan dan

toleransi.69

67

Murni Djamal, Kesetaraan Hak-hak Nonmuslim dalam Perspektif Al-

Qur'an dan Hadits, h. 1-2. 68

Sukron Kamil, Al-Qur'an-Hadits dan Demokrasi: Analisis Penafsiran dan

Praktiknya (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2004), cet. II, h. 36. 69

Bagus Purnomo, "Toleransi Religius Antara Prularisme dan Pluralitas

Agama dalam Perspektif Al-Qur'an", SUHUF: Jurnal Kajian al-Qur'an, Vol. 6, No.

1, 2013, h. 83.

Page 88: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

73

Sebagaimana Nabi Muhammad saw. yang telah berhasil

menciptakan hubungan baik antara umat muslim dan nonmuslim,

melalui kesepakatan Madinah (piagam Madinah) bersama suku-suku

Yahudi pada tahun pertama Hijriyah. Kesepakatan ini berhasil

menciptakan perdamaian di kota Madinah, sekaligus mengangkat

posisi mereka setara dengan kaum muslimin dalam hal perlindungan

hak-hak asasi manusia. Begitu pula, kesepakatan antara Nabi

Muhammad saw. dengan kelompok Kristen (Najran) pada tahun 10

Hijriyah/631 Masehi yang berlaku efektif sampai masa wafatnya

Rasulullah saw. Selain itu, ia memberikan kekuasaan otonomi wilayah

dan kekuasaan yang mengatur pemerintahan sendiri bagi kelompok

Kristen. Mereka aman di bawah perlindungan muslim selama mereka

mentaati perjanjian. Pada saat yang sama pemerintah muslim pun akan

mengambil tindakan yang keras terhadap kelompok muslim yang

melanggar dan mengganggu ketentraman minoritas nonmuslim.70

Lebih dari itu, Islam tidak hanya melindungi hak kesetaraan

antara nonmuslim dengan masyarakat muslim, melainkan juga hak-hak

asasi manusia lainnya yang meliputi: hak hidup, hak untuk dihargai,

hak mendapatkan kesehatan dan pendidikan yang baik, hak

mengemukakan pendapat dan kebebasan beragama, hak mendapatkan

70

Murni Djamal, Kesetaraan Hak-hak nonmuslim dalam perspektif al-Qur'an

dan Hadits, h. 24.

Page 89: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

74

kekayaan dan kehormatan, dan hak-hak publik yang dewasa ini sedang

ramai diperbincangkan.71

Dalam Islam tidak ada larangan kerjasama hak-hak publik

khususnya politik antara kaum muslim dan nonmuslim. Hal ini

sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khalifah terdahulu, di

antaranya adalah para penguasa Dinasti Abbasiyah yang banyak

menjadikan orang-orang Persia-Majusi sebagai wazir (perdana

menteri), seperti keluarga Barmak. Selanjutnya, penguasa-penguasa

Islam di Spanyol telah berhasil menjadikan Spanyol untuk tiga agama

dan "satu tempat tidur" bagi orang-orang Yahudi, Kristen, dan Islam

dalam membangun peradaban yang gemilang. Demikian pula, Bait al-

Hikmah sebagi lembaga penerjemahan dan penelitian nasional Dinasti

Abbasiyah pada masa al-Ma'mun dipimpin juga oleh Hunain bin Ishaq

yang berlatar belakang Kristiani.72

Namun, perlu diketahui bahwa menurut Sayyid Quthb, contoh-

contoh di atas tidak berlaku dalam mengangkat nonmuslim sebagai

pemimpin umat Islam. Menurutnya, toleransi Islam kepada nonmuslim

khususnya ahlul kitab adalah satu hal. Sedangkan menjadikan mereka

sebagai pemimpin yang diberikan loyalitasnya adalah hal lain73

, yang

tidak bisa disamakan dengan hubungan toleransi dalam pertemanan.

71

Muhammad Amara, Islam and Human Rights: Requisite Necessities rather

than the Right (ISESCO, Rabat, 1996), h. 134. 72

Sukron Kamil, Al-Qur'an-Hadits dan Demokrasi: Analisis Penafsiran dan

Praktiknya (Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2004), cet. II, h. 31. 73

Sayyid Quthb, Tafsīr Fī Zhilalil Qur'ān, Jilid III, h. 547.

Page 90: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

75

Hal ini tergambar dari negara-negara mayoritas Muslim yang

ada di dunia, semisal Tunisia, al-Jaza‟ir, Mesir, Suriah, Bangladesh,

Iran, Yordania, dan Malaysia, yang sama-sama menetapkan aturan

bahwa calon pemimpin harus beragama Islam. Karena itu, di negara-

negara tersebut, nonmuslim tidak dapat menjadi presiden. Hanya

sebagian kecil saja diantara negara-negara meyoritas Muslim yang

disamping membolehkan juga pernah dipimpin oleh presiden

nonmuslim. Dalam konteks ini, ada 3 negara yang dapat ditunjuk

sebagai contohnya, yaitu: Nigeria, Senegal, dan Libanon.74

Secara teoritis, tampak sekali bahwa semangat syari'ah Islam

pada awalnya adalah bersifat melindungi dan memberikan hak-hak

nonmuslim. Namun, dewasa ini yang seringkali terjadi justru

penyimpangan, yang mengaburkan makna serta semangat yang

dikandung syari'ah itu sendiri. Dalam kapasitasnya sebagai nonmuslim,

kendati mereka diperbolehkan beribadah sesuai keyakinannya dan

diperbolehkan menerapkan hukum keluarganya. Namun, dalam urusan

politik, mereka tidak diperkenankan menjadi pemimpin politik dan

anggota majelis permusyawaratan. Sehingga semua urusan politik

dipegang oleh umat muslim. 75

74

Mujar Ibnu Syarif, “Memilih Presiden non-muslim di Negara Muslim dalam

Perspektif Hukum Islam”, dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 1, Nomor 1, November

(2008), h. 91 75

Rohmat Syarifuddin, "Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an", h. 79.

Page 91: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

76

Berbeda halnya di Indonesia, meski menjadi negara mayoritas

muslim terbesar di dunia yang menganut paham demokrasi, dalam

konstitusinya justru tidak mensyaratkan presiden harus seorang

muslim. Ini artinya, jabatan presiden terbuka bagi siapa saja termasuk

nonmuslim.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam UUD 1945 pasal 6 alinea

1, yang menyatakan bahwa “Presiden ialah orang Indonesia asli”.

Sehingga, kelompok nonmuslim yang merupakan warga negara

Indonesia juga memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam

pemerintahan. Dengan demikian, tindakan yang menomorduakan

kelompok nonmuslim adalah problematik. Alasannya, karena dalam

konsep negara bangsa, semua warga negara mempunyai hak dan

kewajiban yang sama, tanpa dibedakan berdasarkan agama.76

Selain itu, menomor duakan golongan nonmuslim tersebut juga

menjadi problem dalam konteks hak-hak sipil yang diakui oleh hukum

internasional yang melarang adanya diskriminasi berdasarkan agama.

Sebagaimana dijelaskan pada pasal 2 DUHAM (Deklarasi Universal

tentang HAM) dan pasal 26 Konvenan Internasional tentang hak-hak

sipil dan politik, dan yang lebih baru lagi adalah "the Declaration on

the Elimination of All Formns of Intolerance and of Discrimination

76

Rohmat Syarifuddin, "Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an", h. 81.

Page 92: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

77

Based on Religion or Belief" yang telah dideklarasikan pada sidang

umum PBB pada tanggal 25 November 1981.77

Meski demikian, Amin Rais berpendapat bahwa sebagaimana

kebebasan berbicara, beragama, bebas berkehendak, bebas dari

ketakutan dan seterusnya yang dijamin sepenuhnya dalam Islam, maka

hak-hak nonmuslim untuk menduduki jabatan-jabatan pemerintahan

lainnya juga diakui. Akan tetapi, Islam tidak memberikan hak kepada

nonmuslim untuk menjadi kepala negara. Perbedaan ini, menurutnya

hanya menunjukkan bahwa Islam tidak munafik, sebagaimana negara-

negara demokrasi barat yang mempersamakan secara konstitusi, tetapi

tidak dalam kenyataan. Karenanya Islam memberlakukan syarat secara

de jure dan de facto bahwa kepala negara harus merupakan anggota

dari mayoritas.78

Selain itu, perlu dipahami juga bahwa undang-undang di atas

secara tekstual mengandung kontradiksi dengan beberapa ayat-ayat al-

Qur'an yang telah dengan jelas melarang orang-orang mukmin

menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin. Karenanya, dalam rangka

mencari jalan keluar dari perdebatan ini, penelaahan terhadap ayat-ayat

tersebut sangatlah diperlukan, sebagaimana yang akan dibahas pada

bab selanjutnya.

77

Sukron Kamil, Chaidar S, Syariah Islam, h. 81. 78

Sukron Kamil, Chaidar S, Syariah Islam, h. 82.

Page 93: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

78

BAB IV

ANALISIS AYAT-AYAT LARANGAN MEMILIH PEMIMPIN

NONMUSLIM DALAM AL-QUR'AN

Dewasa ini, hukum memilih pemimpin nonmuslim masih

menjadi perdebatan di negara-negara mayoritas muslim, khususnya di

Indonesia. Perdebatan ini tidak lepas dari perbedaan sudut pandang

para mufasir dalam memahami ayat-ayat al-Qur'an, sehingga

melahirkan ragam penafsiran tentang kepemimpinan nonmuslim. Oleh

karena itu, dalam bab ini penulis akan menganalisis larangan memilih

pemimpin nonmuslim dalam al-Qur'an berdasarkan perspektif mufassir

Nusantara.

A. Tafsir QS. Ali Imran[3]: 28

لك ف ليس من ل ي تخذ المؤمنون الكافرين أولياء من دون المؤمني ومن ي فعل ذ

هم اللو ف شيء إل قوا من ركم اللو ن فسو ت قاة أن ت ت .وإل اللو المصي ويذي"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir

menjadi wali (pemimpin)1 dengan meninggalkan orang-orang

mukmin. Barangsiapa berbuat demikian, niscaya ia tidak dengan

Allah sedikit pun, kecuali menghindar dari sesuatu yang kamu

takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri

(siksa)Nya. Dan hanya kepada Allah tempat kembali (segala

sesuatu)."

Sabab nuzul ayat ini menurut Hamka berdasarkan pada riwayat

yang dikeluarkan Ibnu Ishaq, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abi Hatim, bahwa

1 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003), Juz III, h. 203.

Page 94: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

79

Ibnu Abbas berkata: "Al Hajjaj bin 'Amr mengikat janji setia kawan

dengan Ka'ab bin al-Asyraf2, Ibnu Abi Haqiq dan Qais bin Zaid.

Ketiga orang ini telah bermaksud jahat, yaitu hendak mengganggu

kaum Anshar. Lalu, al-Hajjaj kemudian ditegur oleh Rifa'ah bin al-

Mundzir, Abdullah bin Jubair dan Sa'ad bin Khatamah, supaya mereka

menjauhi orang-orang Yahudi tersebut, supaya agama mereka jangan

sampai difitnah oleh orang-orang Yahudi.3 Akan tetapi, orang yang

diberi peringatan itu tidak memperdulikannya." Karena peristiwa inilah

turun ayat tersebut.

Dari riwayat di atas, dapat diketahui bahwa latar belakang

turunnya ayat ini adalah karena terjadinya persekongkolan antara orang

Islam dengan kaum Yahudi untuk melakukan kejahatan terhadap

orang-orang mukmin. Sehingga ayat ini sepatutnya tidak diberlakukan

untuk seluruh golongan nonmuslim, khususnya yang tidak berbuat

jahat kepada umat mukmin.

Namun, realitas yang terjadi di masyarakat justru sebaliknya.

Mereka seringkali menjadikan ayat ini sebagai argumen atau dalil

untuk menolak kepemimpinan nonmuslim secara mutlak di wilayah

mayoritas muslim. Bahkan, melalui ayat ini sebagian ulama bersikukuh

menolak kepemimpinan nonmuslim, seperti halnya Buya Hamka.

2 Seorang pemuka Yahudi yang terkenal sebagai penafsir.

3 Hamka, Tafsir al-Azhar (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985), juz III, h. 205

Page 95: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

80

Menurut Hamka, berdasarkan ayat ini umat mukmin tidak

boleh sekali-kali menjadikan seseorang dari golongan kafir sebagai

auliyā' dalam konteks pemimpin atau sahabat dekat. Beliau

menegaskan bahwa term kafir dalam ayat di atas bermakna orang yang

tidak percaya kepada Tuhan, sehingga jika ia dijadikan sebagai

pemimpin, maka orang mukmin akan dibawanya menyembah thagut.4

Sedangkan jika dia dijadikan sahabat, maka orang mukmin akan

diajaknya kepada jalan yang sesat, menyuruh berbuat jahat, dan

mencegah berbuat baik. Oleh sebab itu, Hamka memperingatkan umat

Islam untuk selalu waspada, dan menggunakan segala daya upaya

untuk menangkis kesesatan mereka.5

Pemaknaan term kafir dalam ayat ini sangat mempengaruhi

argumen dari para mufasir. Penolakan Hamka terhadap kepemimpinan

nonmuslim juga dirasa wajar, karena ia memahami term kafir sebagai

orang yang tidak percaya kepada Tuhan. Sehingga bagaimana jadinya

seseorang yang angkuh, dan tidak mau tunduk kepada Tuhan, justru

diangkat menjadi pemimpin. Makna ini tidak keliru, karena al-Qur'an

menggunakan kata "kafir" dalam berbagai bentuknya untuk banyak arti

yang puncaknya adalah pengingkaran terhadap wujud atau keesaan

Allah swt., disusul keengganan melaksanakan perintah atau menjauhi

4 Thagut diterjemahkan sebagai lāta, 'uzza, syaithan, dan segala sesembahan

selain Allah swt. dikutip dari al-Thahir Ahmad al-Zāwī, Mukhtār al-Qāmūs, h. 284. 5 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz III, h. 205-207.

Page 96: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

81

larangan-Nya walau tidak mengingkari wujud dan keesaan-Nya,

sampai kepada tidak mensyukuri nikmat-Nya, yakni kikir.6

Atas dasar itu, walaupun ayat ini turun dalam konteks melarang

orang-orang beriman menjadikan orang Yahudi atau Nasrani sebagai

pemimpin yang diberi wewenang menangani urusan orang-orang

beriman, tetapi larangan ini juga mencakup orang muslim yang

melakukan aktifitas yang bertentangan dengan tujuan ajaran Islam.

Larangan ini adalah karena kegiatan mereka secara lahiriyah

bersahabat, menolong, dan membela umat Islam, tetapi pada

hakikatnya dengan halus mereka menggunting dalam lipatan.7 Karena

itu, "janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir

menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin."8

Menurut Quraish Shihab, "jika memang keadaan nonmuslim

sebagaimana diuraikan pada ayat-ayat lalu, maka apakah wajar

mengangkat musuh-musuhNya sebagai wali yang diserahi wewenang

mengurus urusan umat muslim? Tentu saja tidak wajar!" Tidak wajar

mendekat kepada orang-orang yang menolak menjadikan kitab suci

sebagai rujukan hukum seperti orang-orang Yahudi yang telah dikecam

dalam al-Qur'an. Selain itu, orang-orang mukmin menjadikan orang-

orang kafir demikian, maka berarti orang mukmin dalam keadaan

lemah. Sedangkan Allah swt. tidak menyukai hamba yang lemah.

6 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, vol. 2, h. 59.

7 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, vol. 2, h. 59.

8 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, vol. 2, h. 58.

Page 97: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

82

Maka dari itu, jangan jadikan mereka penolong, kecuali jika ada

kemaslahatan kaum muslim dari pertolongan itu, atau paling sedikit

tidak ada kerugian yang dapat menimpa kaum muslim dari pertolongan

tersebut.9

Namun, redaksi Quraish Shihab yang mengatakan, "jika

memang keadaan nonmuslim sebagaimana yang telah diuraikan pada

ayat-ayat yang lalu" seolah mengindikasikan bahwa larangan dalam

ayat ini adalah bersyarat, yakni hanya berlaku jika kondisi nonmuslim

sebagaimana dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya yang berupa

kecaman terhadap sifat buruk mereka, sehingga dapat disimpulkan

bahwa jika kondisnya tidak demikian, maka tidak ada larangan

mengangkat nonmuslim menjadi pemimpin. Senada dengan ungkapan

Gus Dur yang tidak setuju dengan penggunaan QS. Ali Imrān: 28

yang dijadikan dasar untuk menolak kepemimpinan nonmuslim.

Alasannya karena term auliyā' dalam ayat ini memiliki makna yang

beragam, dan menurut Gus Dur makna umarā' (penguasa) bukanlah

makna yang tepat untuk disandingkan dengan ayat tersebut.10

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa turunnya peringatan ini

juga karena adanya kekhawatiran terhadap umat mukmin, yang apabila

berbuat demikian, maka ia akan membuka rahasia-rahasia agama

Islam, serta mendahulukan kemaslahatan orang kafir daripada

9 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh, vol. 2, h. 59.

10 Sukron Kamil, Islam dan Demokrasi, h. 71-71.

Page 98: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

83

kemaslahatan umat muslim. Sebagaimana gambaran masa lalu yang

dilakukan Abu Lahab pada saat perang Badar, dimana ia memberikan

bantuan berupa harta yang sangat banyak kepada kaum musyrik

Quraisy yang berangkat untuk memerangi Nabi saw. di Badar.11

Perbuatan tersebut amat jauh dari sikap keimanan dan

pertolongan Allah swt. yang seharusnya melekat pada diri setiap orang

beriman12

, sehingga Allah melarang umat Islam bersikap loyal

terhadap nonmuslim yang telah nyata memusuhi, memerangi, dan

berusaha menghapuskan Islam. Karena sikap loyal memiliki hubungan

dengan kesetiaan dan dukungan. Maka sekali-kali janganlah

menjadikan mereka sebagai auliyā'. Bahkan menurut Syeikh Nawawi,

larangan ini harus dilakukan secara zahir maupun batin dan diterapkan

dalam segala hal.13

Namun, umat Islam tetap dianjurkan berbuat baik kepada orang

Yahudi dan Nasrani yang berperangai baik dalam hal bermasyarakat.

Allah swt. berfirman dalam QS. al-Mumtahanah [60]: 8:

ين ول يرجوكم من دياركم أن ت ب روى هاكم اللو عن الذين ل ي قاتلوكم ف الدي م ل ي ن

ب المقسطي وت قسطوا إليهم .إن اللو ي"Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil

terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama

dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya

Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil."

11

Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXVIII, h. 107. 12

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,vol. 2 h. 60. 13

Syeikh Nawawi al-Bantani, Tafsīr Marāh Labīd, jilid 1, h. 94.

Page 99: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

84

Melalui ayat ini, dengan tegas Allah swt. menganjurkan umat

muslim berbuat baik, bergaul dengan cara yang baik, berlaku adil dan

jujur terhadap golongan nonmuslim. Selama mereka tidak memusuhi,

memerangi dan mengusir umat Islam dari kampung halamannya, maka

kita juga harus berbuat adil kepada mereka, sama halnya dengan

berbuat baik kepada tetangga sesama muslim, seperti mengantarkan

makanan yang enak kepada mereka.14

Hamka menegaskan bahwa surat al-Mumtahanah [60]: 8 di atas

adalah "muhkamah", artinya berlaku untuk selama-lamanya, dan tidak

dimansukhkan. Dengan demikian, dalam segala zaman hendaklah

orang mukmin berbuat baik dan bersikap adil serta jujur kepada

nonmuslim yang tidak melakukan kejahatan terhadap orang mukmin

dan tidak mengusirnya dari kampung halaman. Karena seorang muslim

diwajibkan menunjukkan budi Islam yang tinggi.15

Selanjutnya, Allah swt. memberi pengecualian16

, bahwa

larangan menjadikan kafir sebagai auliyā' berlaku dalam seluruh

situasi dan kondisi, kecuali dalam siasat memelihara diri guna

menghindar dari ancaman pembunuhan atau sesuatu yang ditakuti dari

mereka yang disebut taqiyyah.17

Praktek taqiyyah dapat dilihat dan dipahami melalui riwayat

Al-Hasan, bahwa Musailamah al-Kadzāb menggertak dua orang laki-

14 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXVIII, h. 105.

15 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz XXVIII, h. 106.

16 M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,vol. 2 h. 60.

17 Syeikh Nawawi al-Bantani, Tafsīr Marāh Labīd, jilid 1, h. 94.

Page 100: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

85

laki dari kalangan sahabat nabi saw. Musailamah berkata kepada salah

seorang di antara keduanya: "apakah kamu bersaksi bahwa nabi

Muhammad adalah utusan Allah?, dia menjawab: iya (sebanyak tiga

kali). Kemudian ia bertanya lagi: apakah kamu bersaksi bahwa aku

adalah rasul Allah?, dan laki-laki itu menjawab: 'iya', kemudian pergi

dengan selamat.18

Tetapi seorang sahabat lain dibunuh, karena ketika

diberikan pertanyaan yang sama, dia menjawab: 'saya tuli'. Tentu saja

bukan tuli sungguhan. Dengan jawaban itu, maksudnya dia tidak mau

mengakui Musailamah itu seorang rasul.19

Ketika dua peristiwa tersebut dilaporkan kepada Nabi saw.,

beliau pun berkata: "orang (sahabat) yang dibunuh itu telah kembali

kepada Allah dengan keyakinan dan kepercayaan (yang hak). Adapun

orang yang selamat, dia mempergunakan kelonggaran yang diberikan

oleh Allah, dan tidak ada hukuman baginya."

Dari peristiwa di atas, dapat diketahui bahwa taqiyyah adalah

bersikap lunak dan lemah lembut kepada musuh yang lebih kuat dalam

suatu ketundukan20

yang hanya diikrarkan melalui lisan saja,

sedangkan hatinya tetap beriman kepada Allah swt. Praktek ini hanya

dilakukan dalam kondisi mendapat tekanan dan ancaman pembunuhan

dari lawan.

18

Syeikh Nawawi al-Bantani, Tafsīr Marāh Labīd, jilid 1, h. 94 19

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, Jilid I, h. 568. 20

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz III, h. 207.

Page 101: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

86

M. Quraish Shihab menegaskan bahwa praktek taqiyyah hanya

dibenarkan bagi seorang muslim yang tidak dapat keluar dari wilayah

yang tidak memberinya kebebasan untuk melaksanakan ajaran agama,

dimana jiwanya dan sesuatu yang amat berharga terancam baginya.

Maka, dalam kondisi seperti ini, ia dibenarkan untuk tetap berada

dalam wilayah itu dan berpura-pura mengikuti kehendak yang

mengancamnya, dengan tetap berusaha mencari jalan keluar.

Sedangkan bersikap loyal kepada orang-orang kafir adalah hal yang

berbeda dengan taqiyyah. Karena taqiyyah termasuk ke dalam rukhṣah

(keringanan) dari Allah swt. meski demikian, akan lebih baik jika

menolak hal itu dan memilih untuk keluar dari wilayah tersebut.21

Sebagaimana pendapat Hasbi al-Shiddieqy yang menyatakan

bahwa kelonggaran dan kelapangan taqiyyah adalah hal-hal darurat

yang bukan merupakan pokok agama. Karena itu, wajib bagi para

muslim untuk berhijrah (berpindah) dari tempat dimana mereka tidak

bisa menegakkan agama dan perlu memelihara agama dengan cara

menyelamatkan diri.22

Ungkapan di atas berdasar pada firman Allah, Sesungguhnya

orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya

diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan

bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab: "Adalah kami orang-orang

21

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 2, h. 61 22

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, Jilid I, h. 569.

Page 102: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

87

yang tertindas di negeri (Mekah)". Para malaikat berkata: "Bukankah

bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?".

Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu

seburuk-buruk tempat kembali, kecuali mereka yang tertindas baik

laki-laki atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya

upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah)." (QS. al-Nisā' [4]:

97-98).

Hamka bahkan menganjurkan orang mukmin memilih larangan

pertama dibandingkan dengan taqiyyah, yaitu tetap tidak menjadikan

orang kafir sebagai auliyā' sampai pada saat yang terakhir, seorang

mukmin harus tetap melawan mereka, walaupun dalam hati.23

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa larangan

menjadikan nonmuslim (kafir) sebagai auliyā' terjadi karena adanya

kekhawatiran dari munculnya mafsadat yang disebabkan oleh

golongan nonmuslim terhadap umat Islam. Sebagaimana potret umat

nonmuslim dewasa ini, yang dengan terang-terangan memusuhi,

mengusir, dan membunuh umat Islam seperti yang terjadi di Palestina

hingga muslim Rohingnya di Myanmar.

Selain itu, larangan ini juga dipengaruhi oleh kondisi sosial

pada saat ayat tersebut diturunkan, dimana maraknya pengkhianatan

yang terjadi pada saat peperangan melawan orang-orang kafir,

23

Hamka, Tafsir al-Azhar Juz III, h. 207.

Page 103: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

88

sehingga mana mungkin dalam kondisi seperti ini, seorang mukmin

menjadikan musuhnya sebagai auliyā'.

Meski demikian, ayat ini tidak menjadi larangan untuk berkasih

sayang dengan orang-orang kafir yang tidak suka berhubungan dengan

kitabullah dan tidak menata kehidupannya, serta mendukung mereka

dengan tindakan nyata bukan termasuk taqiyyah.24

Akhirnya, kepada setiap orang, baik yang beriman tetapi

menjadikan orang kafir sebagai auliyā', maupun orang-orang kafir

yang mengancam orang-orang beriman, demikian juga yang

bertaqiyyah bukan pada tempatnya, kepada mereka lah penutup ayat

ini ditujukan, "Allah memperingatkan kamu dari diri-Nya", yakni dari

siksa-Nya.25

Allah menyebut kata diri-Nya di sini dengan maksud untuk

memberitahu bahwa dalam berteman dengan orang kafir harus tetap

memiliki sikap waspada. Jangan sampai kita terperosok ke dalam

perangkapnya, yang akhirnya menjatuhkan kita pada siksa Allah, dan

tidak bisa dipatahkan oleh seorang pun.

Pernyataan Allah ini menjadi ancaman besar bagi mereka yang

memberikan pertolongan dan bantuan kepada musuh-musuh Allah.26

Ayat ini juga menekankan bahwa siksa tersebut sungguh berat dan

pedih. Seakan-akan ayat ini menyatakan bahwa yang menangani hal ini

24

Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur'ān, Jilid 2, h. 226. 25

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 2, h. 61. 26

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, Jilid I, h. 569.

Page 104: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

89

adalah Allah sendiri secara langsung, tidak mendelegasikannya kepada

yang lain. Ini tidak sulit karena hanya kepada Allah tempat kembali

segala sesuatu.27

B. Tafsir QS. an-Nisa [4]: 144

أتريدون أن تعلوا يا أي ها الذين آمنوا ل ت تخذوا الكافرين أولياء من دون المؤمني

.للو عليكم سلطانا مبينا"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil

orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-

orang mukmin. Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata

bagi Allah (untuk menyiksamu)?"

Setelah jelas apa yang harus dihindari, termasuk menghindari

orang-orang kafir dalam konteks menjadikan mereka sebagai auliyā',

kini melalui ayat ini Allah menyeru kepada semua yang mengaku

beriman: "Hai orang-orang yang (mengaku) beriman, baik pengakuan

yang benar maupun yang bohong, janganlah kamu menjadikan orang-

orang kafir sebagai auliyā', dengan meninggalkan persahabatan dan

pembelaan orang-orang mukmin. Maukah kamu mengadakan alasan

yang nyata bagi Allah untuk menyiksamu atau bukti yang jelas bahwa

kamu benar-benar bukan orang-orang beriman? Sungguh hal yang

27

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 2, h. 61.

Page 105: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

90

demikian tidak sejalan dengan keimanan kamu, tidak juga dengan

nilai-nilai ajaran Islam yang kamu anut.28

Sama halnya dengan uraian di atas, ayat ini juga mengandung

term auliyā' yang memiliki makna sama dengan pembahasan

sebelumnya. Hanya saja menurut al-Qurthubi ayat ini memiliki dua

maf'ul (objek), yaitu "janganlah kalian menjadikan orang-orang kafir

sebagai orang yang mempunyai kedudukan yang khusus di hati kalian

dan menjadikan mereka pemimpin kalian."29

Kedudukan khusus yang dimaksud dalam ayat ini adalah

menjadikan orang-orang kafir sebagai teman akrab tempat menyimpan

rahasia, pembela, dan pelindung, terlebih menjadikannya pemimpin

umat muslim dengan meninggalkan orang-orang mukmin.

Menurut Hamka, larangan ini bukanlah tanpa dasar, melainkan

karena orang kafir adalah orang-orang yang ingkar kepada Tuhan.

Sehingga keingkarannya akan menyebabkan rencana pimpinan mereka

tidak tentu arah. Jika demikian, maka niscaya kamu yang menjadi

teman akrab mereka atau yang menjadikan mereka pemimpin akan

mendapat celaka.30

Berbeda halnya dengan Hamka, Syeikh Nawawi berpendapat

bahwa term kafir dalam ayat di atas bermakna kaum Yahudi. Ia

menyatakan bahwa janganlah orang-orang beriman memilih seorang

28

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 2, h. 602. 29

Imam Al-Qurṭūbī, Tafsīr Al-Qurṭūbī, jilid 5, h. 1008. 30

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid V, h. 333.

Page 106: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

91

Yahudi sebagai auliyā' dengan dalih tidak adanya orang muslim yang

mampu menjadi pemimpin.31

Pendapat Syeikh Nawawi sejatinya dapat dibenarkan,

mengingat banyaknya kecaman ayat-ayat al-Qur'an terhadap kaum

Yahudi, karena sikap mereka yang arogan, jahat, dan sangat memusuhi

umat Islam32

. Sehingga atas dasar inilah, Nawawi menafsirkan term

kafir dalam ayat di atas sebagai orang-orang dari kalangan Yahudi.

Jika demikian, maka memberi pertolongan kepada kafir, baik

dengan ucapan ataupun perbuatan, hasilnya justru akan mendatangkan

kemudaratan bagi umat muslim, baik perorangan ataupun lembaga,

lebih-lebih yang merugikan agama.33

Selanjutnya, perlu diperhatikan bahwa ayat di atas

menggunakan kata (أتردون) aturīdūn atau "maukah kamu", redaksi yang

dipilih adalah "maukah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi

Allah", dan bukan redaksi "apakah kamu menjadikan." Hal ini menurut

Quraish Shihab adalah untuk menekankan betapa buruknya perbuatan

tersebut. Baru pada tingkat “mau” saja telah dikecam, apalagi jika

benar-benar menjadikannya sebagai auliyā'.34

Ayat ini merupakan kecaman keras bagi yang menjadikan

orang-orang kafir sebagai auliyā', namun bukan larangan untuk

bergaul secara harmonis dengan kalangan nonmuslim, atau bahkan

31

Nawawi al-Bantani, Tafsīr Marāh Labīd, jilid 1, h. 181. 32

Syahrullah Iskandar (ed.), Kekerasan Atas Nama Agama, h. 207. 33

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, jilid 1, h. 983. 34

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 2, h. 603.

Page 107: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

92

memberi bantuan kemanusiaan untuk mereka. Allah swt. bahkan

membolehkan umat muslim bersedekah kepada nonmuslim, dan

menjanjikan ganjaran untuk yang bersedekah. Sebagaimana firman-

Nya dalam QS. al-Baqarah [2]: 272 berikut:

وما ت نفقوا من خي فلن فسكم ليس عليك ىداىم ولكن اللو ي هدي من يشاء وما ت نفقوا من خي ي وف إليكم وأن تم ل تظلمون وما ت نفقون إل ابتغاء وجو اللو

"Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat

petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk

(memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja

harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan allah), maka

pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu

membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan

Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan,

niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang

kamu sedikitpun tidak akan dianiaya (dirugikan)."

Dalam ayat ini, Quraish Shihab menafsirkan bahwa bukanlah

kewajiban Nabi Muhammad saw., menjadikan mereka mendapat

petunjuk. Akan tetapi, Allah lah yang memberi petunjuk kepada yang

dikehendaki-Nya. Jika demikian, jangan jadikan bantuan apapun

sebagai cara untuk membujuk, menggiring, atau memaksa orang lain

untuk memeluk agama Islam. Jangan pula jadikan perbedaan agama

sebagai alasan atau penghalang untuk tidak memberi bantuan kepada

siapapun yang membutuhkan, dan bagi siapa saja yang menafkahkan

hartanya, baginya pahala dari Allah swt., selama ia tulus dan berusaha

mendapatkan ridha illahi.35

35

Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 2, h. 602-603.

Page 108: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

93

Akhirnya datanglah pertanyaan dari Tuhan, "apakah kamu

ingin Allah menjadikan atas kamu kekuasaan yang nyata (untuk

menyiksamu)?". Dalam redaksi ini terdapat kata sulthān yang berarti

kekuasaan. Artinya, karena pimpinan suatu umat Islam diserahkan oleh

orang Islam sendiri kepada orang kafir, maka timbullah kekacauan dan

keruntuhan kaum muslim itu sendiri. Dalam hal ini tentu Tuhan akan

memakai kekuasaan-Nya untuk menjatuhkan azab dan siksaan kepada

orang mukmin yang berbuat demikian. Apakah itu yang

diinginkannya?.36

Sebab itu, orang yang beriman tidaklah akan menyerahkan

pimpinan kepada orang kafir, atau pun kepada orang munafik. Karena

yang dapat berbuat demikian adalah orang munafik pula.

C. Tafsir QS. al-Maidah [5]: 51

ومن ب عضهم أولياء ب عض يا أي ها الذين آمنوا ل ت تخذوا الي هود والنصارى أولياء

هم م منكم فإنو من .إن اللو ل ي هدي القوم الظالمي ي ت ول"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil

orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-

pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi

sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil

mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu

termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi

petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

36

Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid V, h. 429.

Page 109: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

94

Ada beberapa riwayat yang menerangkan latar belakang

turunnya ayat tersebut. Salah satunya adalah yang dikutip oleh Hasbi

al-Shiddieqy dari riwayat Ibn Abi Syaibah dan Ibn Jarir dari Athiyah

ibn Sa'ad, ujarnya: "Ubadah ibn Shamit dari golongan Khazraj

bertengkar dengan Abdullah ibn Ubai ibn Salul. Ubadah berkata:

"Saya mempunyai beberapa kawan dari golongan Yahudi yang banyak

jumlahnya dan keras syaukahnya. Saya melepaskan diri dan berjanji

setia kepada mereka dan tidak ada yang saya harapkan pertolongannya,

selain dari Allah swt.' Mendengar hal itu, Abdullah bin Ubai berkata:

"Saya tidak mau melepaskan diri dari bersumpah setia dengan bangsa

Yahudi, karena saya takut akan timbul bencana yang memerlukan

pertolongan mereka." Maka, Rasulullah saw. berkata kepada Abdullah

bin Ubay: "Perasaan yang terkandung dalam hati mengenai hubungan

orang-orang Yahudi dengan Ubadah biarlah untuk kamu saja, bukan

untuk orang lain." Berkenaan dengan hal ini, akhirnya Allah swt.

menurunkan QS. al-Maidah ayat 51 di atas. 37

Syeikh Nawawi al-Bantani mengatakan bahwa berdasarkan

sabab nuzul di atas, orang-orang beriman dilarang memberikan

kepercayaan, meminta pertolongan dan hidup bermasyarakat dengan

penuh cinta bersama golongan nonmuslim.38

Sebagaimana Hasbi al-

Shiddieqy yang berpendapat bahwa orang-orang beriman sebetulnya

37

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, jilid 2, h. 1110-1101. 38

Syeikh Nawawi al-Bantani, Tafsīr Marāh Labīd, jilid 1, h. 208.

Page 110: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

95

benar-benar tidak layak mengerjakan apa yang dilarang oleh Allah,

yaitu menjadikan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani

sebagai penolong yang erat. Seperti memberikan kasih sayangnya

kepada mereka, berjanji setia dan membuka rahasia agama Islam

kepada mereka.39

Siapa saja yang menjadikan mereka demikian

dengan mengesampingkan Allah, rasul-Nya, dan orang-orang mukmin,

maka dia termasuk golongan mereka dalam memerangi Allah, Rasul,

dan kaum mukmin.40

Hal ini sebagaimana dalam riwayat dari Abdul Humaid, bahwa

sahabat Rasulullah saw. yang terkenal, yaitu Hudzaifah bin Yaman

pernah berkata:

رع ش ي ل و ى ا و ي ان ر ص ن و ا أ ي د و ه ي ن و ك ي ن أ م دك ح أ ق ت ي ل و “Hati-hati tiap-tiap orang diantara kamu, bahwa dia telah menjadi

Yahudi atau Nasrani, sedang dia tidak merasa.”

Lalu dibacanya ayat al-Maidah ayat 51, yaitu jika seseorang

telah menjadikan Yahudi dan nasrani sebagai pemimpin, maka dia

telah termasuk ke dalam agama pemimpin yang diangkatnya.41

Kemudian untuk memperteguh disiplin, menyisihkan mana

kawan mana lawan, Hamka menegaskan bahwa melalui ayat ini Allah

melarang orang-orang beriman untuk menjadikan orang dari kalangan

Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin umat muslim.42

39

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, jilid 2, h. 1097. 40

Al-Thabari, Jami' al-Bayan, Juz IV, h. 615. 41

Hamka, Tafsir al-Azhar jiid Juz IV, hlm. 276 42

Hamka, Tafsir al-Azhar jiid Juz IV, hlm. 278.

Page 111: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

96

Karena Yahudi dan Nasrani merupakan dua golongan yang menentang

Allah dan Rasul-Nya, sehingga mereka menjadi musuh Allah dan

Rasul-Nya. Oleh sebab itu, seorang mukmin yang menjadikan Yahudi

atau Nasrani sebagai auliyā, maka ia menjadi bagian dari mereka,

yakni menjadi sahabat mereka, dan akan masuk neraka sama halnya

seperti mereka.43

Dengan demikian, sepatutnya seorang mukmin tidak

menjadikan Yahudi ataupun Nasrani sebagai auliyā'/waliy dengan

mengabaikan orang-orang mukmin, karena tindakan tersebut dianggap

sebagai persekongkolan muslim dengan kelompok nonmuslim untuk

memusuhi kaum mukmin.44

Namun, apakah pandangan di atas dapat sepenuhnya dipahami

secara mutlak, seperti yang terjadi dewasa ini? Dan dapatkah

disimpulkan bahwa siapa saja yang bekerjasama dengan nonmuslim

tersebut tidak boleh dijadikan pemimpin atau teman dekat?.

Jika kesimpulan yang diambil adalah demikian, maka tentu saja

logika lanjutannya memang yang bekerjasama dengan mereka adalah

bagian darinya. Akan tetapi, sebagaimana telah disampaikan di awal,

bahwa tidak ada larangan bagi umat mukmin untuk berbuat baik dan

bekerjasama dengan nonmuslim yang tidak mendatangkan

kemafsadatan.

43

Imam Al-Qurṭūbī, Tafsīr Al-Qurṭūbī, jilid 6, h. 520. 44

Syahrullah Iskandar (ed.), Kekerasan Atas Nama Agama, h. 190.

Page 112: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

97

Selain itu, dalam hal ini M. Quraish Shihab nampaknya

memiliki pandangan yang berbeda dengan mufasir Nusantara lainnya.

Yaitu sebelum menafsirkan QS. al-Mā'idah [5]: 51, beliau

mendahuluinya dengan kata "Jika keadaan orang-orang Yahudi dan

Nasrani atau siapa pun seperti yang dilukiskan oleh ayat-ayat yang

lalu, maka janganlah mengambil mereka sebagai auliyā’".45

Secara

tersirat, redaksi ini seolah mengajak para pembaca untuk mengetahui

lebih dulu sifat-sifat buruk kedua golongan tersebut yang dikecam

dalam al-Qur'an.

Beberapa sifat buruk golongan nonmuslim yang dikecam al-

Qur'an adalah orang-orang kalangan ahlul kitab selalu berupaya untuk

mengalihkan umat Islam dari agamanya, seperti sifat hasad/dengki

mereka, melalui firman Allah swt. dalam (QS. an-Nisā' [4]: 54);

selanjutnya, mereka memperolok-olok agama Islam dan menghina

kesuciannya, salah satunya adalah pelecehan mereka terhadap adzan

yang dikumandangkan umat Islam (QS. al-Mā'idah [5]: 120); dan

apabila mereka mendapat kemenangan terhadap umat muslim, mereka

tidak memelihara hubungan kekerabatan dan tidak pula perjanjian (QS.

al-Taubah [9]: 8); dan lain-lain.

Selain itu, pergulatan sejarah yang kelam antara umat muslim

dan nonmulim, terutama saat terjadi pengkhinatan kaum Yahudi

terhadap Nabi Muhammad di Madinah, dukungan kaum Nasrani

45

M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbāh,Vol. 3, Cet. 1, h. 122.

Page 113: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

98

terhadap tentara Salib dalam perang salib (1097-1291 M), dan

belakangan munculnya kolonialisme Barat terhadap dunia Islam pada

masa modern, juga menjadi alasan kuat dari larangan menjadikan

mereka sebagai auliyā'.

Setelah mengetahui sebagian sifat-sifat nonmuslim yang

dikecam al-Qur'an di atas, M. Quraish Shihab menyatakan, "Jika

keadaan orang-orang Yahudi dan Nasrani atau siapa pun seperti yang

dilukiskan oleh ayat-ayat yang lalu..." mengindikasikan bahwa

larangan menjadikan nonmuslim sebagai pemimpin/auliyā' adalah

larangan yang bersyarat. Sebagaimana ungkapan beliau sebelum

menafsirkan QS. al-Mā'idah ayat 57, "Kini kembali dipertegas

larangan mengangkat nonmuslim menjadi auliyā', tetapi disertai

dengan alasan larangan tersebut."

Menurut M. Quraish Shihab, sebagian orang bahkan ulama,

tidak menyadari bahwa kecaman dan sifat-sifat buruk yang

disandangkan kepada nonmuslim hanya tertuju kepada sebagian dari

mereka, sehingga banyak kalangan yang menduganya bersifat mutlak,

yakni berlaku bagi semua nonmuslim.46

Padahal, sebagaimana yang

telah dijelaskan dalam bab III, bahwa al-Qur'an juga memberikan

pujian dan penghargaan bagi kalangan nonmuslim yang beriman dan

bersifat baik kepada umat muslim. Lebih lanjut, Quraish Shihab

mengatakan;

46

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab, h. 320.

Page 114: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

99

"Disebabkan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri inilah muncul

kecaman itu. Karenanya, kecaman tersebut tidak berlaku bagi

mereka yang tidak memiliki sifat dan ciri demikian, meski

berasal dari keturunan Ishaq (Yahudi). Sebaliknya, siapapun

yang memiliki sifat-sifat demikian, baik dari keturunan Ishaq

maupun Nabi lain, entah menganut ajaran Yudisme maupun

Islam semuanya wajar untuk dikecam."47

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa larangan ini hanya

berlaku bagi orang nonmuslim yang dapat merusak kemaslahatan umat

Islam seperti yang telah digambarkan di atas. Karena menjadikan

mereka sebagai pemimpin berarti meletakkan perwalian bukan pada

tempatnya, dan juga dipandang sebagai orang yang zalim, sehingga

Allah tidak akan menunjuki orang tersebut kepada kebajikan.48

Adapun nonmuslim yang berperangai baik dan tidak

menimbulkan kemafsadatan bagi umat mukmin, maka tidak ada

larangan untuk menjadikannya pemimpin. Karena kepemimpinan

adalah amanah yang harus diserahkan kepada orang-orang yang

sanggup mengembannya meskipun ia nonmuslim. Sebagaimana yang

dikutip oleh Quraish Shihab, bahwa Rasulullah saw. bersabda:

"apabila amanat disia-siakan, maka nantikanlah kehancuran." Ketika

ditanya: "bagaimana menyia-nyiakannya?" Beliau menjawab: "yaitu

apabila wewenang pengelolaan diserahkan kepada yang tidak

mampu."49

Maka tidak salah bila Nabi menolak Abu Dzar ketika

47

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab, h. 319. 48

Hasbi al-Shiddieqy, Tafsir al-Qur'anul Majid an-Nur, jilid 2, h. 1099. 49

M. Quraish Shihab, M. Quraish Shihab Menjawab, h. 319.

Page 115: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

100

meminta suatu jabatan, karena Nabi saw. tahu bahwa Abu Dzar adalah

orang yang lemah dalam memegang suatu jabatan.

Sebab itulah, sebagai negara bangsa yang tidak mengambil

syariah Islam menjadi dasar negara. Maka, memilih pemimpin

nonmuslim tidak dilarang di negara ini, selama ia mampu dalam

mengemban amanah kepemimpinan. Namun, hendaknya tetap

memprioritaskan orang beriman yang mumpuni dalam mengemban

amanah kepemimpinan.50

50

M. Quraih Shihab, Tafsir al-Mishbāh, Vol. II, h. 73.

Page 116: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

101

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, disimpulkan bahwa dalam

menafsirkan QS. Āli-Imrān[3]: 28; al-Nisā [4]: 144; dan al-Māidah [5]:

51, Hasbi al-Shiddieqy, Syeikh Nawawi, dan Buya Hamka cenderung

tekstual dalam memahami larangan menjadikan nonmuslim sebagai

auliyā'. Hal ini terlihat melalui pendapatnya bahwa orang-orang

mukmin yang mengangkat orang kafir sebagai pemimpin dianggap

telah keluar dari barisan Islam dan terlepas dari pertolongan Allah swt.

Alasannya karena ada kekhawatiran kepada orang kafir yang

dapat mendatangkan kemudaratan, kerusakan, dan kehancuran terhdap

agama Islam. Pendapat ini juga dipengaruhi oleh kondisi sosial pada

saat mufassir di atas menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an, dimana masih

maraknya penjajahan dari hindia-belanda di Indonesia yang juga

membawa misi kristenisasi. Selain itu, pemaknaan "kafir" dari para

mufassir juga mempengaruhi hasil penafsiran, dimana mereka yang

dianggap sebagai orang yang tidak percaya kepada Tuhan, sehingga

bagaimana mungkin orang yang tidak percaya kepada Tuhan diangkat

menjadi pemimpin?.

Berbeda halnya dengan pendapat di atas, M. Quraish Shihab

justru bersikap toleran dan lebih kontekstual dalam menafsirkan ayat di

Page 117: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

102

atas. Secara tersirat beliau menegaskan bahwa larangan memilih

pemimpin nonmuslim dalam al-Qur'an hanya ditujukan kepada

golongan Yahudi, Nasrani, dan orang-orang kafir yang memiliki

perangai buruk, sebagaimana yang telah dikecam dalam al-Qur'an.

Dengan demikian, nonmuslim yang tidak memiliki sifat seperti ini,

tidak ada larangan menjadikannya pemimpin negara. Namun, alangkah

lebih baik jika mengutamakan orang mukmin.

Selanjutnya, keempat mufasir di atas sepakat memberikan

pengecualian kepada mukmin yang terancam keselamatan jiwanya

untuk bertaqiyyah. Meski demikian, Hamka tetap menganjurkan orang

mukmin untuk tidak bertaqiyyah, karena bagaimana pun sulitnya,

perlawanan terhadap orang kafir itu lebih baik daripada bertaqiyyah.

B. Saran-saran

1. Penulis berharap agar pembaca memahami hukum memilih

pemimpin nonmuslim dari sudut pandang ulama Nusantara, yang

sedikit banyaknya dipengaruhi konteks sosial dan budaya

Indonesia.

2. Penulis juga berharap agar masyarakat selalu bersikap kritis

terhadap permasalahan yang terjadi dewasa ini, sehingga lebih

objektif dalam memahami suatu masalah.

Page 118: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

103

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri. "Islam dan Hak Asasi Manusia: Penegakan dan

Problem HAM di Indonesia, Jurnal MIQOT: Jurnal Ilmu-ilmu

Keislaman, vol. XXXVIII. no. 2 (Juli-Desember 2014), h. 379.

Abdullah, Taufik dan Karim, Rusli. Metodologi Penelitian Agama,

Suatu Pengantar. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004.

Ahmad, Abi Husain. Mu'jam Maqayis al-Lughah Juz al-Awal. Beirut:

Darul Fikri, 1979.

Aizid, Rizem. Al-Qur'an Mengungkap Tentang Yahudi. Yogyakarta:

Diva Press, 2015.

Amara, Muhammad. Islam and Human Rights: Requisite Necessities

rather than the Right. Rabat: ISESCO, 1996.

Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Tangerang: Mazhab Ciputat,

2013.

Antonio, Muhammad Syafii. Ensiklopedia Leadership & Manajemen

Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager. Jakarta:

Tazkia Publishing, 2011.

Asa, Syu'bah. Dalam Cahaya al-Qur'an: Tafsir Ayat-ayat Sosial

Politik. Jakarta: PT Gramedia, 2000.

Al-Syāwi, Taufiq Muhammad. Demokrasi atau Syura. Depok: Gema

Insani, 2013.

Āsyūr, Imam Syaikh Muhammad Thāhir Ibnu. Tafsīr al-Tahrīr wa al-

Tanwīr. Tunisia: Jami'i Huqūqi al-Thab'i Mahfūdzati Li al-Dāri

al-Tūnisiyati Li al-Nasyr, 1984.

Al-Baghāwī, Imam. Tafsīr al-Baghawī: Ma'ālim al-Tanzil. Riyadh:

Daar Thaibah: 1989.

Bantani, al, Syeikh Nawawi, Tafsir Marah Labid. T.tp.: Daar al-Kutub

al-Islamiyah, t.th.

Boland, B.J. Pergumulan Islam di Indonesia. penerjemah: Safroedin

Bahar. Jakarta: Grafiti Pers, 1985.

Page 119: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

104

Cawidu, Hafirudin . Konsep Kufur Dalam al-Qur'an: Suatu Kajian

Teologis Dengan Pendekatan Tafsir Tematik. Jakarta: Bulan

Bintang, 1991.

Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Tafsirnya. Jakarta: Lembaga

Percetakan al-Qur'an Depag RI, 2009.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Edisi III Cet. II. Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Al-Dimsyaqi, Ibnu katsīr. Tafsīr al-Qur'ān al-'Adzīm. Yaman:

Maktabah Aulād al-Syaikh Li al-Turāts, 2000.

Djaelani, Abdul Qadir. Mewujudkan Masyarakat Sejahtera dan

Damai, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1997.

Djamal, Murni. Kesetaraan hak-hak nonmuslim dalam perspektif al-

Qur'an dan hadits. Jakarta: CSRS UIN Jakarta, 2004.

Djunaedi, A. F. "Filosofi dan Etika Kepemimpinan dalam Islam."

Jurnal al-Mawarid Edisi XIII, 2015.

Echols, John, dan Shadily, Hassan. An English-Indonesian Dictionary,

Cet. XXV. Jakarta: PT. Gramedia, 2003.

Effendy, Bachtiar. Jalan Tengah Politik Islam. Jakarta: Ushul Press,

2005.

Firdaus, Deni Hamdani. Kamus al-Qur'an: Cara Mudah Mencari

Makna dalam al-Qur'an. Purwakarta: Pustaka Ancala, 2007.

Hamka, Keadilan Sosial dalam Islam. Jakarta: Gema Insani, 2015.

Hamka, Tafsir al-Azhar. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985.

Hanafi, Muchlis. Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Kenegaraan: Tafsir al-

Qu’an Tematik. Jakarta: Lajnah Pentashihan al-Qur‟an, 2011.

Hanbal, Ahmad bin. Musnad Ahmad bin Hanbal. Riyadh: Bait al-

Afkār al-Dauliyah Li al-Nasyr wa al-Tauzī', 1998.

Harahap, Syahrin. Islam Dinamis: menegakkan nilai-nilai ajaran al-

Qur'an dalam kehidupan modern di Indonesia. Yogyakarta:

PT. Tiara Wacana Yogya, 1997.

Page 120: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

105

Helmanita, Karlina. Pluralisme dan Inklusivisme Islam di Indonesia

Ke Arah Dialog Lintas Agama. Jakarta: CSRC UIN Jakarta,

2004.

Hendropriyono, A.M. Terorisme Fundamentalis Kristen, Yahudi,

Islam. Jakarta: PT Kompas Media, 2009.

Hidayat, Komaruddin . Agama Punya Seribu Nyawa. Jakarta: Noura

books, 2012.

Hidayat, Surahman , Islam Pluralisme & Perdamaian. Jakarta: Fikr,

2008.

Husaini, Adian. Tinjauan Historis Konflik Yahudi, Kristen, Islam.

Jakarta: Gema Insani, 2004.

Ibnu Taimiyah, al-Siyāsah al-Syar'iyah fi Islāh al-Ra'iy Wa al-

Ra'iyyah. Riyadh: Wizārat al-Syu'ūni al-Islāmiyah, 1418.

Al-Ifrīqī, Ibnu Mandzūr. Lisān al-'Arāb. Saudi Arabia: Wizārah al-

Syu'ūni al-Islāmiyyah wa al-Auqāf wa al-Da'wah wa al-Irsyād,

t.t.

Ilham, "Respons Kelompok Muslim Terhadap Kepemimpinan

Nonmuslim: Studi Kasus di Kelurahan Lenteng Agung."

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2015.

Iqbal, Asep Muhammad. Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur'an:

Hubungan antaragama menurut Syeikh Nawawi al-Bantani.

Bandung: PT. Mizan Publika, 2004.

Iqbal, TM. Dhani, ed. Toleransi dan Perkauman. T.tp: Perkumpulan

Lentera Timur, 2014.

Kamil, Sukron. Al-Qur'an-Hadits dan Demokrasi: Analisis Penafsiran

dan Praktiknya. Jakarta: CSRC UIN Jakarta, 2004.

Kamil, Sukron. Pemikiran Politik Islam Tematik: Agama dan Negara,

Demokrasi, Civil Siciety, Syariah dan HAM, Fundamentalisme,

dan Antikorupsi. Jakarta: Kencana, 2013.

Karim, Abdul. Islam dan Kemerdekaan Indonesia: Membongkar

Marginalisasi Peranan Islam Dalam Perjuangan Kemerdekaan

RI. Yogyakarta: Nuansa Aksara, 2005.

Page 121: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

106

Katsīr, Ismā‟īl bin „Umar. Tafsir al-Qur’anil ‘Azim. Beirut:Dārul Fikr,

1998.

Kementrian agama RI. Tafsir al-Qur’an Tematik: al-Qur’an dan

Kenegaraan. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur‟an.

2011.

Khalik, Farid Abdul. Fikih Politik Islam. Penerjemah: Faturrahman A.

Hamid. Jakarta: Amzah, 2005.

Khan, Qomaruddin. Pemikiran Ibnu Taimiyah. Penerjemah Anas

Mahyudin. Bandung: Penerbit Pusaka, 1983.

Lari, Sayid Mujtaba Musawi. Imam Penerus Nabi Muhammad Saw:

Tinjauan Historis, Teologis dan Filosofis. Jakarta: PT. Lentera

Basritama, 2004.

Lubis, Nabilah, ed. Ensiklopedia Nabi Muhammad Saw. Sebagai

Pemimpin. Jakarta: PT. Ikrar Mandiriabadi, 2011.

Ma‟arif, Ahmad Syafi‟i. Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan

Kemanusiaan: sebuah Refleksi Sejara. Bandung: PT Mizan

Pustaka, 2009.

Marasabessy, Abdul Rahman I. "Al-Qur'an dan Pluralitas: Membangun

Kehidupan Masyarakat yang Majemuk." Jurnal MIQOT :

Jurnal Ilmu-ilmu Keislaman (Juli-Desember 2012): h. 226-227.

Al-Maudūdi, Abu al-A'la. Khilafah dan Kerajaan (Terjemah),

Bandung: Mizan, 1996.

Al-Mawardi, Abu Hasan. Al-Ahkām al-Sulthāniyah wa al-Wilāyah al-

Dīniyyah Beirut: Daar al-kutub al-'ilmiyah, 1971.

Al-Munawar, Said Agil Husin. Al-Qur'an: Membangun Tradisi

Kesalehan Hakiki. Tangerang: Ciputat Press, 2005.

Noor, Akmaldin, dan Mukhlish, Aa Fuad. Al-Qur'an Tematis: Allah

SWT dan Kepercayaan Manusia. Jakarta: Yayasan SIMAQ,

2010.

Nusrati, Ali Asgar. Sistem Politik Islam: Sebuah Pengantar, Jakarta:

Nur al-Huda, 2015.

Page 122: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

107

Pasha, Abdurrahman Azzam. Konsepsi Perdamaian Islam. Jakarta: PT.

Karya Unipress, 1985.

Purnomo, Bagus. "Toleransi Religius Antara Prularisme dan Pluralitas

Agama dalam Perspektif Al-Qur'an", Jurnal SUHUF: Jurnal

Kajian al-Qur'an, vol. 6, no. 1 (2013): h. 83.

Qardhawi, Yusuf. Sunnah Rasul, Sumber Ilmu Pengetahuan dan

Peradaban. Penerjemah: Abdul Hayyi al-Kattanie dan abdul

Zulfikar. Jakarta: Gema Insani Press, 1988.

Quthb, Sayyid. Tafsir Fi Ẓilal al-Qur'an. Penerjemah: As'ad Yasin,

Abdul Aziz Salim Basyarahil dan Muchotob Hamzah. Jakarta:

Gema Insani, 2000.

Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al-Qur'an: Tafsir Sosial Berdasarkan

Konsep-konsep Kunci. Jakarta: Paramadina, 1996.

Rahman, Afzalur. Muhammad sebagai Pemimpin Militer. Penerjemah:

Muhammad Hasyim Assagaf. Jakarta: YAPI, 1990.

Ramadlan, Syamsuddin. Menegakkan Kembali Khilafah Islamiyah.

Jakarta: Pustaka Panjimas, 2003.

Al-Razi, Fakhr Al-din al-Razi Muhammad bin Umar. Al-Tafsīr al-

Kabīr. Beirut: Dar kutub al-'ilmiyah, 2000.

Rif'atul Hasanah, Kerukunan Umat Beragama, Magelang: PKBM

Ngudi Ilmu, 2014.

Saefuddin, A.M. Ijtihad Politik Cendekiawan Muslim. Jakarta: Gema

Insani Press, 1996.

Said, Rukman Abdul Rahman. "Hubungan Islam dan Yahudi dalam

Lintasan Sejarah," Jurnal al-Asas, vol. III, no. 1 (April 2015):

h. 47.

Salus, Ali. Imāmah dan Khilafah Dalam Tinjauan Syar’i. Penerjemah,

Asmuni Solihan Zamakhsyari. Jakarta: Gema Insani, 1997.

Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi. Tafsir al-Qur'anul Majid an-

Nur. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, 2000.

Shihab, Quraish. Secercah Cahaya Ilahi: Hidup Bersama al-Qur’an.

Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007.

Page 123: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

108

Shihab, Quraish. Ensiklopedia al-Qur’an: Kajian Kosa Kata Jilid 2.

Jakarta: Lentera Hati, 2007.

Shihab, Quraish. Tafsir al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Supyan, Muhammad Dian. "Kepemimpinan Islam Dalam Tafsir Al-

Misbah Karya M. Quraish Shihab." Skripsi S1 fakultas Dakwah

UIN Kalijaga Yogyakarta, 2013.

Suyuthi, Jalal al-Dīn. Al-Durru al-Mantsūr Fī al-Tafsīr bi al-Ma'tsūr.

Mesir: Markaz li al-Buhūts wa al-Dirāsāt al-'Arabiyah wa al-

Islāmiyah, 2003.

Syadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara Ajaran, Sejarah dan

Pemikiran. Jakarta: UI Press, 1990.

Syarif, Mujar Ibnu . Moderasi Islam: Menangkal Radikal berbasis

Agama. Tangerang: Pusat Studi al-Qur'an, 2013.

Syarif, Mujar Ibnu. Presiden nonmuslim di Negara muslim: Tinjauan

dari perspektif politik Islam dan relevansinya dalam konteks

Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2006.

Syarifuddin, Rohmat. "Pengangkatan Pemimpin Nonmuslim dalam Al-

Qur'an." Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Humaniora UIN

Walisongo Semarang, 2016.

Syauqi, al-Mu'jam al-Wasith. Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyah,

2004.

Al-Syawi, Taufiq Muhammad. Demokrasi atau Syura. Penerjemah:

Djamaluddin, Z.S. Depok: Gema Insani, 2013.

Taimiyah, Ibnu. Al-Siyasah al-Syar'iyyah fī Ishlāh al-Rā'iy wa al-

Ra'iyyah. Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1989.

Tantāwi, Muhammad Sayyed. al-Tafsir al-Wasit li al-Qur’an al-

Karīm. Kairo: Dār Nahdah, 1997.

Al-Thabari, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir. Tafsir al-Thabari.

Penerjemah Abdul Somad. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Thalib, Muhammad. 76 Karakter Yahudi Dalam Al-Qur'an. Solo: CV.

Pustaka Mantiq, 1992.

Page 124: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

109

Tim Penulis Lembaga Penerbitan Mahasiswa (LPM) IDEA Fakultas

Ushuluddin IAIN Walisongo, "Idea: Diskursus Transformasi

Intelektual", edisi 32 (September 2012): h. 8.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1996.

Tumanggor, Rusmin. Sosiologi Dalam Perspektif Islam. Ciputat: UIN

Jakarta Press, 2004.

Umar, Nasaruddin. Deradikalisasi Pemahaman al-Qur'an dan Hadits.

Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014.

Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama

Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta: Yayasan Abad

Demokrasi, 2011.

Zakariya, Abi Husain Ahmad bin Faris. Mu'jam Maqayis al-Lughah

Juz al-Awal. Beirut: Darul Fikri, 1979.

Zaqzuq, Mahmud Hamdi. Reposisi Islam di Era Globalisasi.

Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2004.

Al-Zāwī, Thahir Ahmad. Mukhtār al-Qāmūs: Murātibi 'alā tharīqati

Mukhtāral-Shihāh wa al-Misbāh al-Munīr. Libya: al-Dār al-

'Arabiyyah li al-Kitāb, t.t.

Zulfahmi, "Analisis hadits Tentang Bangsa Yahudi: Suatu Kajian

dengan Pendekatan Kritik Hadits." Jurnal al-Risālah, vol. 15,

no. 2 (Nopember 2015) h.150.

Page 125: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

Curiculum Vitae

DATA PRIBADI

Nama Lengkap : Siti Rodiah

Agama : Islam

No. HP : 085718615196

Email : [email protected]/

[email protected]/

Tempat tanggal lahir : Bogor, 15 Agustus 1995

Alamat sesuai KTP : Kp. Dungus Biuk Rt.002/005

Desa Babakan Kec. Tenjo

Kab. Bogor

Alamat tinggal sekarang : Asrama Putri UIN Jakarta, Jln. Ibnu Taimiya IV

Nomor 163, Pisangan, Ciputat- Tangerang Selatan

Banten.

RIWAYAT PENDIDIKAN

2000-2001 : DKM (TPA) Assulaha, Cieurih-Tasikmalaya

2001-2003 : MI Assulaha Cieurih, Kab. Cibeureum-Tasikmalaya

2003-2007 : SDN Babakan 04 Tenjo-Kab. Bogor

2007-2010 : Pon-Pes Al-Ihsan Parung Panjang-Kab. Bogor

2010-2013 : Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 5 Bogor

2013-sekarang : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

PENGALAMAN ORGANISASI DAN KOMUNITAS

2007 - 2009 : Palang Merah Remaja (PMR) jabatan sebagai Divisi Kesehatan

2007 – 2009 : Sekretaris OSIS Mts Al-Ihsan

2010 - 2013 : Ketua Umum Ekstrakulikuler Kaligrafi MAN 5 Bogor

2014 - 2015 : Organisasi Mahasantri Ma’had Putri UIN Jakarta sebagai Ketua

2013 – 2016 : UKM HIQMA sebagai pengurus Divisi PO (Project Officer)

2015 – 2017 : Mudabbirah Ma’had dan Asrama Putri UIN Jakarta - Bid.

Kemahasantrian

2015 : Volunteer Dompet Dhuafa (Bidang Food Adventure)

2015 : Volunteer di Daarul Quran (Qurban dan Aqiqah)

2013 – sekarang : Kepala Yayasan Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPQ) Daarul Iman.

Desa Babakan, Kec. Tenjo-Kab.Bogor

2013 – sekarang : Pendiri Rumah Baca Dungus Biuk (RuBaDuBi)

Page 126: TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/36879...TAFSIR ULAMA NUSANTARA TENTANG KEPEMIMPINAN NONMUSLIM (Telaah Ayat-ayat Larangan Memilih

2015 – sekarang : Ikatan Santri Pecinta Perdamaian (CSRC UIN Jakarta)

2016 – sekarang : Ikatan Volunteer Narasumber RuBi (Ruang Berbagi Ilmu) Halmahera

Utara-Maluku Utara. 2016

2016- sekarang : Komunitas Rubadubi (Rumah Baca Dungus Biuk) sebagai ketua.

2017- sekarang : Creative Tim Komunitas Arsa Regional Bogor

PRESTASI YANG PERNAH DIRAIH:

1. Juara 1 Lomba Fahmil Qur’an Parungpanjang-Bogor

2. Juara III Ceramah Agama MAN 5 Bogor 2013

3. Juara III Ceramah Agama Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2015

4. Menjadi Relawan Narasumber terpilih di RuBi (Ruang Berbagi Ilmu) Yayasan

Indonesia Mengajar di Halmahera Utara-Maluku Utara 2016

5. Menjadi Relawan Pengajar di Pedalaman Aceh Tengah dalam Kegiatan Traveling and

Teaching #4 1000 Guru Atjeh pada tahun 2016

6. Menjadi Praktivist di Event Hidden Park Taman Tebet selama 1 Bulan di tahun 2016

7. Peraih SAA (Student Achievements AwardA) UIN Jakarta, kategori III (Menjadi

Pembicara tingkat Nasional) 2016.

8. Peraih PMA (Pengabdian Masyarakat Award) PPM-LP2M UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta 2016.

9. Relawan Inspirator Kelas Inspirasi Kapuas-Kalimantan Tengah, 09 Maret 2017.

10. Peserta terpilih Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) Kemenko Maritim Rute Nusa

Tenggara Barat, 17-24 September 2017