suntingan teks naskah sejarah keris kr.7 – nr

16
1 Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR.381 Siti Rosiyah, Karsono H Saputra Prodi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, 16424, Depok E-mail: [email protected] Abstrak Skripsi ini menyajikan deskripsi dan suntingan teks naskah sejarah keris koleksi FSUI berkode KR.7 –NR.381 serta terdapat analisis makna pamor. Teks di tulis menggunakan bahasa dan aksara Jawa yang di salin Pigeaud pada Agustus 1939 di Yogyakarta. Teks berbentuk prosa ini menceritakan tentang sejarah raja-raja yang pertama kali membuat keris dengan dhapur dan jenis pamor tertentu. Metode penelitian filologi yang digunakan adalah metode intuitif. Suntingan teks dilakukan dengan menerapkan metode edisi standar (metode kritis) dengan melakukan perbaikan teks yang dilengkapi dengan ringkasan cerita dan pedoman alihaksara. Kata kunci: Naskah Sejarah Keris, manuskrip, Raja-raja Jawa, Dhapur, Pamor. Edited text of Naskah History Keris KR.7 – NR.381 Abstract Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

1

Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR.381

Siti Rosiyah, Karsono H Saputra

Prodi Sastra Daerah untuk Sastra Jawa, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia,

16424, Depok

E-mail: [email protected]

Abstrak

Skripsi ini menyajikan deskripsi dan suntingan teks naskah sejarah keris koleksi FSUI berkode

KR.7 –NR.381 serta terdapat analisis makna pamor. Teks di tulis menggunakan bahasa dan aksara

Jawa yang di salin Pigeaud pada Agustus 1939 di Yogyakarta. Teks berbentuk prosa ini

menceritakan tentang sejarah raja-raja yang pertama kali membuat keris dengan dhapur dan jenis

pamor tertentu. Metode penelitian filologi yang digunakan adalah metode intuitif. Suntingan teks

dilakukan dengan menerapkan metode edisi standar (metode kritis) dengan melakukan perbaikan

teks yang dilengkapi dengan ringkasan cerita dan pedoman alihaksara.

Kata kunci: Naskah Sejarah Keris, manuskrip, Raja-raja Jawa, Dhapur, Pamor.

Edited text of Naskah History Keris KR.7 – NR.381

Abstract

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 2: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

2

This undergraduate bachelor thesis presents description and text editing on the history of keris

owned by FS UI coded KR.7 –NR.381. This writing also presents the analysis of (pamor). Texts

were written in the language and alphabet of Javanese copied by Pigeaud in the year of 1939 in

Yogyakarta. This prose shaped text tells about the history of the king who the first made a keris

with certain dhapur and pamor. Philological research method that used in this research were

intuitive method. Text editing were conducted by applying standard edition method (critical

method) by doing text refinement that completed by summary of the story and guidelines

translation.

Key words: Sejarah Keris Script, manuscript, Kings of Java, Keris, Pamor.

Pendahuluan

Hubungan kebudayaan dalam perkembangan masa lampau dengan masa

kini saling terkait satu sama lain. Kebudayaan yang sekarang ini ada di Indonesia

pada dasarnya merupakan warisan leluhur nenek moyang Indonesia yang hingga

saat ini harus tetap dilestarikan. Kebudayaan selalu berkembang dari waktu ke

waktu sejalan dengan perkembangan kebudayaan dan berubahnya sistem sosial.

Adanya perubahan kebudayaan dalam hal fisik, maka alangkah baiknya suatu

kebudayaan tersebut dapat tersimpan secara tertulis atau terdokumentasi. Hal itu

bertujuan agar generasi saat ini dapat mempelajari bagaimana kebudayaan masa

lalu yang dijadikan landasan untuk menghasilkan suatu inovasi. Karsono (2011:

23) mengatakan bahwa dokumentasi menjadi bagian pembelajaran terhadap

kebudayaan masa lalu yang seringkali melahirkan inspirasi untuk inovasi.

Budaya berarti sebuah pemikiran, adat istiadat atau akal budi (Tim

penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia). Budaya seolah diidentikkan dengan

kegiatan nenek moyang di masa lalu. Tradisi merupakan budaya yang senantiasa

dilakukan sampai pada zaman sekarang. Sejak zaman dahulu manusia Jawa telah

mengenal dua tradisi, yakni tradisi lisan dan tradisi tulis. Tradisi tersebut dapat

diungkap dari adanya sejarah asal-usul dari apa yang akan kita teliti atau yang

ingin diketahui.

Naskah Jawa mengandung isi yang sangat kaya. Kekayaan itu ditunjukkan

dari aneka aspek kehidupan yang dikemukakan dalam teksnya, misalnya masalah

politik, sosial, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa dan sastra. Dilihat dari sifat

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 3: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

3

pengungkapannya dapat dikatakan bahwa kebanyakan isi teks mengacu pada

sifat-sifat historis, didaktis, religius, dan belletri (Baried, 1985: 4). Hubungan

antara naskah dan tradisi tulis sangat erat kaitannya, yaitu bahwa suatu wilayah

jika sudah ada tradisi tulis, maka pasti dengan sendirinya terdapat suatu hal yang

dianggap penting secara otomatis akan didokumentasikan, seperti halnya naskah.

Naskah Sejarah Keris sebagai bahan penelitian hanya ditemukan pada

Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid 3-A Fakultas Sastra Universitas

Indonesia, dengan kode naskah KR.7/NR.381. Naskah tersebut berbahasa Jawa,

ditulis dengan aksara Jawa di atas kertas Eropa dengan ukuran kertas 11 cm, dan

berbentuk prosa. Naskah tersebut sudah di mikrofilmkan dengan kode rol 241.

Naskah terdiri dari 73 halaman yang setiap halaman berisi 18 baris, dan ukuran

naskahnya 21,3 cm x 16 cm.

Pada cover pertama naskah tertulis Sejarah Keris, namun pada kelopak

atau halaman selanjutnya terdapat tulisan“pratelanipun para nata ingkang awit

yasa dadamel sarta namaning empu” (senjata para raja dari masa ke masa

beserta nama empu pembuatnya). Menurut keterangan katalog, pada mulanya

naskah ini berjudul Pratelanipun para nata ingkang awit yasa dadamel sarta

namaning empu, namun menurut penyalin judul tersebut terlalu panjang, sehingga

penyalin mengganti judul menjadi naskah Sejarah Keris. Hal tersebut dilakukan

karena memang isi naskah mengenai sejarah raja-raja yang pertama kali membuat

keris dengan dhapur tertentu. Terdapat juga keterangan titimangsa yang

ditunjukkan dengan sengkalan (diikuti angka tahun) untuk tiap-tiap pembuatan

keris dan dhapur. Di samping terdapat daftar dhapur dan pamor keris, pada

bagian akhir teks terdapat keterangan gambar, tetapi gambar yang dimaksud tidak

ada, sehingga ruang yang tersedia untuk gambar keris tetap kosong, dan gambar

hanya terdapat pada halaman 33 yang menunjukan gambar Dhapur Lar ngatap.

Menurut kolofon1, naskah ini mulai disalin pada bulan Juli 1895, tetapi di

mana dan kapan penyalinan dilaksanakan tidak dijelaskan. Naskah ini diperoleh

Pigeaud dari Sinu Mundisura di Yogyakarta, pada bulan Agustus 1939.

1Kolofonadalah“catatantambahan”diakhirteksyangdidalamnyaberisiketerangandaninformasimengenaiseluk-belukpenyalinan,antaralainsiapayangmenyalin,atasperintahsiapa,kapanpenyalinandilakukan,dantempatpenyalinan.

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 4: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

4

Keterangan lebih rinci untuk pembuatan dan penyalinannya hingga saat ini belum

dapat diketahui, karena memang dalam naskah tersebut tidak disebutkan.

Naskah Sejarah Keris kemungkinan masih ada hubungannya dengan

naskah yang berjudul “Bab Dhapuring Keris” dengan kode naskah KR.1 yang

terdapat pada katalog FSUI. Dilihat dari deskripsi naskah bab dhapuring keris

yang menjelaskan mengenai jenis dhapuring keris, dalam naskah sejarah keris

pun sedikit membahas tentang dhapuring keris. Setelah ditelusuri, isi dari kedua

naskah tersebut berbeda. Hal itu dapat diketahui setelah peneliti melihat

keterangan melalui katalog bahwa naskah bab dhapuring keris tersebut hanyalah

membahas beberapa dhapur keris pada zamannya, sedangkan naskah Sejarah

Keris berisi raja-raja yang pertama kali membuat keris dengan dhapur tertentu,

serta dilengkapi dengan nama-nama pamor.

Metode Penelitian

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh peneliti pada Direktori

Naskah Nusantara tidak ditemukan adanya naskah sekorpus2 naskah Sejarah

Keris, maka peneliti menganggap bahwa naskah Sejarah Keris merupakan naskah

tunggal, sehingga peneliti secara langsung menentukan metode intuitif sebagai

metode kerja yang digunakan dalam penggarapan naskah Sejarah Keris

sebagaimana dikemukakan oleh Karsono H Saputra dalam bukunya Pengantar

Filologi Jawa (2011). Metode intuitif adalah metode yang dikhususkan untuk

naskah yang dianggap tunggal. Syarat penggunaan metode intuitif adalah hanya

ada satu-satunya naskah yang mengandung teks yang digarap sehingga tidak ada

teks pembanding dan tidak ada teks yang dapat dibandingkan

Menurut pendapat Karsono, (2011: 98), untuk metode suntingan teks edisi

teks naskah tunggal, terdapat 2 asas, yakni edisi standar3 dan edisi diplomatik4

2Korpusadalahnaskah-naskahyangmemilikijudulyangsama,bisajugajudulyangberbedanamunmengandungisiteksyangsama(Karsono,2008:83).3Edisistandaradalahpengalihaksaraandenganpenyesuaiantandaberikutsistemnyakedalamsistemsebagaimanayangberlakusesuaidenganaksarayangdiinginkan.Alihaksaradenganasasstandartidakhanyafokuskepadapenggantianaksara(lambang)dariaksaraaslinyakeaksara

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 5: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

5

atau edisi fotografis. Sesuai dengan tujuan awal filolog yaitu menjadikan teks agar

dapat dibaca oleh masyarakat umum, oleh karena itu dalam langkah kerja

alihaksara ini peneliti menggunakan edisi standar, karena agar lebih tepat dalam

mencapai tujuan utamanya. Selain itu, para peneliti pemula lebih mudah dalam

memahami langkah kerja dengan menggunakan edisi standar, yaitu dengan

aksara-aksara yang biasa digunakan. Peneliti menggunakan edisi standar, karena

memang apa yang diketahui dan dipelajari selama ini adalah teks yang biasa

gunakan, sehingga peneliti mudah dalam memahami juga bertujuan agar pembaca

lebih cepat menangkap apa yang dimaksud oleh penulis. Dalam

pertanggungjawaban alihaksara ini peneliti sama sekali tidak mengubah apa yang

ada dalam naskah.

Sesuai dengan edisi yang digunakan dalam penyuntingan yakni edisi

standar maka pertanggungjawaban alih aksara pada naskah naskah Sejarah Keris

akan disesuaikan dengan aturan yang terdapat pada Baoesastra Djawa (1939)

karangan Poerwadarminta dan Bausastra Jawa (2011) terbitan Balai Bahasa

Yogyakarta serta menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Jawa Huruf Latin

yang Disempurnakan (Balai Bahasa Yogyakarta, 2011). Aturan-aturan penulisan

kata berbahasa Jawa dalam buku tersebut adalah sebagai berikut:

1. Penulisan pĕpĕt dalam transliterasi, akan ditulis dengan /e/, sedangkan

taling ditulis dengan dua kemungkinan, yaitu /é/ dan /è/ (sesuai

konteks kata).

2. Penulisan reduplikasi diberikan tanda hubung (-), contoh: warni-warni

(hal. 19, 22), alu-alu (hal. 22), awrat-awrat (hal. 22) dan sebagainya.

3. Huruf kapital, pada aksara Jawa terdapat aksara murda yakni aksara

yang melambangkan huruf kapital. Aksara murda pada aksara Jawa

adalah aksara na, ka, ta, sa, pa, nya, ga, ba. Aksara murda digunakan sasarannya,tetapijugamenyesuaikandengansistemyangberlakuyangdisesuaikandenganaksarasumberkeaksarayangdiinginkanpeneliti(aksarasasaran).4edisidiplomatikadalahsistempengalihaksaraanyanghanyamelakukanpengubahandarilambangsumberkelambangsasarantanpamengubahsistemyangberlakupadaaksarasasaran.Haliniberartibahwasatulambangdiwakilidengansatulambangyanglain.

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 6: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

6

untuk menulis nama gelar, nama diri, nama geografi, nama lembaga

pemerintahan, dan nama lembaga berbadan hukum yang biasanya

ditulis di depan katadan menggunakan huruf kapital. Contoh:

Sri Paduka

4. Konsonan rangkap dialihaksarakan menjadi satu konsonan saja.

Karena memang pada dasarnya hanya satu konsonan saja sesuai

dengan aturan atau ejaan yang disempurnakan. Contohnya:

sogokkan => sogokan

pejettan => pejetan

Dalam penyuntingan naskah Sejarah Keris KR.7 – NR.381, penulis

menggunakan tanda-tanda tertentu untuk memberikan kritik terhadap teks naskah

tersebut. Tanda-tanda yang digunakan antara lain:

1. Tanda-tanda yang digunakan pada suntingan teks:

a. Tanda (...) digunakan untuk keterangan/pergantian halaman pada

naskah.

b. Tanda //...// digunakan untuk keterangan pergantian cerita (ganti

kisah raja).

c. Tanda [...] digunakan untuk penambahan huruf yang hilang.

Terdapat pada halaman 32 (put[r]anipun).

2. Tanda yang menunjukkan angka yang terletak di tengah adalah

keterangan yang menunjukkan sebuah bab.

3. Tanda titik (.)

- Tanda titik dipakai pada akhir kalimat. Contoh:

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 7: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

7

Ing ngandhap punika pratelanipun para nata ingkang awit yasa

dedamel sarta namaning empu ingkang anggarap sakathahing

dhuwung yasa dalem.

- Tanda titik dipakai dibelakang angka atau huruf di dalam suatu

daftar. Contoh:

1. Dhuwung dhapur Larngatap......

2. Dhuwung dhapur Pasopati.....

4. Tanda Koma (,)

- Tanda koma dipakai diantara unsur-unsur di dalam suatu perincian.

Contoh:

.............awrat-awrat boten dipunwangun kadosta: ingkang warni

gada, tapra, lori...

- Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan dan

keterangan aposisi. Contoh:

Dhapur Kalamisani, punika lepas mawi sogokan kekalih ing

ngajeng.....

5. Tanda Titik Dua (:)

- Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang

memerlukan pemerian. Contoh:

Ingkang damel anama Empu Isakadi, kala taun Jawi anglepasi

sang kala : 216.

Kemudian, berikut metode penelitian untuk analisis makna pamor:

Penelitian ini merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis

makna pamor bagi masyarakat Jawa. Data yang digunakan adalah jenis pamor

yang terdapat pada suntingan naskah Sejarah Keris. Peneliti mendeskripsikan

nama pamor dari akar kata yang telah dicari maknanya, kemudian dianalisis

sesuai dengan makna denotatif dan konotatif serta disesuaikan pula dengan arti

yang ada di kamus. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori makna

yang dikemukakan oleh Ogden & Richards (1952: 11) dalam bukunya F.X

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 8: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

8

Rahyono yang berjudul Studi Makna (2014: 67). Dalam teorinya, menggambarkan

hubungan antara ketiga elemen makna dalam bentuk segitiga seperti pada gambar

berikut:

thought or reference

correct symbolises adeque refers to

(a casual relation) (other casual relations)

Symbol ---------------------------referent

Symbol adalah elemen linguistik, yakni kata, kalimat, dsb; referent adalah obyek

atau benda yang ada di dunia pengalaman (dunia nyata); thought atau reference

adalah konsep atau makna. Berdasarkan uraian teori yang dikemukakan oleh

Ogden & Richards (1952: 11) maka peneliti akan menganalisis makna pamor

dengan menggunakan teori segitiga semiotik, serta menyesuaikan dengan arti

yang ada di dalam Baoesastra Djawa karangan Poerwodarminta (1939).

Berikut tahap atau langkah kerja dalam analisis data pada penelitian

ini:

1. Tahap penyediaan data

Berdasarkan data yang ada, yaitu data tertulis atau terlampir maka

langkah awal yang dilakukan peneliti adalah dengan mencatat dan

mendaftar semua kata yang ada kemudian dibuat tabel .

2. Tahap analisis data

Dalam menganalisis makna pamor yang datanya berupa kata

perkata, maka peneliti menggunakan analisa berdasarkan makna

padanan dari nama-nama pamornya kemudian menerapkan teori

segitiga semiotik yang disesuaikan pula dengan Baoesastra Djawa

karangan Poerwadarminta (1939). Kemudian alat yang digunakan

berupa analisa makna dari kata sasaran yang disajikan dengan tabel

dari masing-masing kelompok makna.

3. Tahap Penyajian hasil analisis data

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 9: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

9

Pada tahap penyajian hasil analisis data, peneliti mengelompokkan

jenis pamor berdasarkan angsarnya. Hal tersebut sesuai teori yang

dikemukakan oleh Yuwono Sri Suwito dalam buku Kajian Koleksi

Keris (2014: 29) yang mengungkapkan bahwa pamor wirasat

adalah pamor yang mempunyai bentuk, nama dan khasiat tertentu.

Selanjutnya, peneliti memberikan pendapatnya melalui analisa

yang telah dilakukan, serta menyertakan opini dari beberapa ahli

keris, sebagai penguat pendapat peneliti.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian yang di capai oleh penulis adalah suntingan teks naskah

Sejarah Keris KR.7 – NR.38. Berikut ini adalah kutipan pada bait akhir yang

berisi bab pamoring keris yang digunakan pula sebagai bahan penelitian pada

analisis pamor bagi masyarakat Jawa.

Bab Pamoring dhuwung

Sawarnine pamor dhuwung ingkang boten narajang lalandhap, punika

cinastan prayogi sakathahing dhuwung boten tamtu pamoripun. Awit saestuning

manut sakarsanipun ingkang yasa bab sae utawi awoning asaripun dhuwung,

punika pinanggih wonten ingkang andarbeni, inggih punika ingkang kasorahaken

ing ngajeng. Menggah gambaring dhuwung ing wingking punika namung

amretelakaken kawujudan tuwin namaning pamor, kadosta:

1. Dhapur dhuwung Pasopati, pamor Wos Wutah

2. Dhapur dhuwung Jalak dingding, pamor Blarak Ngirid

3. Dhapur dhuwung Carita, pamor Wengkon

(25)

4. Dhapur dhuwung Tilam upih, pamor Bendha Sagada

5. Dhapur dhuwung Kala misani, pamor Tambal

6. Dhapur dhuwung Pandhawa, pamor Adeg tiga

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 10: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

10

7. Dhapur dhuwung Sampanir, pamor Ron gendhuru

8. Dhapur dhuwung lara siduwa, pamor Kenanga Ginubah

9. Dhapur dhuwung Sarang soka, pamor Sekar Pala

10. Dhapur dhuwung kebo lajer, pamor Lawes Tukel

11. Dhapur dhuwung Panji sekar, pamor Katiga Warna

12. Dhapur dhuwung Panji sinom, pamor Ombak Mas

13. Dhapur dhuwung Bethok, pamor Sekar Lampes

14. Dhapur dhuwung Balet, pamor Adeg Sapu

15. Dhapur dhuwung trojol, pamor Sekar Blimbing

16. Dhapur dhuwung Parungsari, pamor Walang Sinuduk

17. Dhapur dhuwung Bima krodha, pamor Sulur Ringin

18. Dhapur dhuwung urubing dilah, pamor Ujung Gunung

19. Dhapur dhuwung Cengkrong, pamor Pandhan Binethot

20. Dhapur dhuwung Tilam sari, pamor Batu Lapak

21. Dhapur dhuwung Kracan, pamor Pudhak Sategal

(26)

22. Dhapur dhuwung Bango dholok, pamor Genndhagan

23. Dhapur dhuwung Megan lara, pamor Udan Mas

24. Dhapur dhuwung Krena tinandhing, pamor Ombaking Toya

Pembahasan

Setelah penulis melakukan penyuntingan, pada naskah Sejarah Keris KR.7

– NR.381 terdapat beberapa kesalahan penulisan, seperti adanya ketidaksesuaian

pada huruf kapital, terdapat konsonan yang rangkap dan tidak komitmen pada saat

penulisan. Seperti contoh pada kata sogokkan atau pejettan (konsonan rangkap)

ataupun kesalahan yang lain.

Selanjutnya, sesuai data yang digunakan yaitu macam-macam pamor yang

terdapat pada suntingan naskah Sejarah Keris yang terletak pada bagian “bab

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 11: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

11

pamoring keris”, maka penulis menyantumkan satu pembahasan sebagai contoh

atau perwakilan dari ke-24 pamor.

Pamor Wos Wutah

Makna leksem wos pada masyarakat Jawa adalah “padi yang telah

terkelupas kulitnya (yang menjadi nasi setelah di tanak)”. Orang Inggris

menyebutnya rice. Serta pandangan masyarakat Jawa yang hingga kini

menganggap beras adalah suatu kebutuhan yang sangat diutamakan untuk

kelangsungan hidupnya sebagai asupan makanan. Adapun wutah adalah “suatu

keadaan tumpah atau mengalir ke-”, tumpah dalam hal ini karena melebihi

tempatnya.

Apabila kedua leksem tersebut digabung maka menjadi wos wutah

“padi/beras yang tumpah” artinya padi atau beras tersebut sangat banyak sehingga

tumpah dan mengalir ke tempat-tempat lain. Dengan kata lain, kondisi yang

demikian menandakan suatu keadaan makmur yang ditandai dengan adanya padi

yang sangat banyak dan melimpah ruah. Artinya, wos wutah memiliki makna

kemakmuran. Hal tersebut didukung dengan pemikiran masyarakat Jawa yang

melambangkan beras sebagai simbol kemakmuran seseorang.

Symbol Referent Thought or reference

Wos Beras Padi yang terkelupas

kulitnya

Wutah Tumpah/melebihi Keadaan tumpah/mengalir

ke-

Dari tabel tersebut dapat diketahui wos sebagai suatu symbol secara

langsung akan memberikan suatu pemikiran bahwa thought or referencenya

adalah padi yang telah terkelupas kulitnya yang kemudian dijadikan untuk

memenuhi kebutuhannya. Adapun wutah, thought or referencenya adalah keadaan

tumpah atau mengalir ke-. Selanjutnya antara makna atau konsep wos dan wutah

tersebut digabung sehingga terjadi kondisi dimana beras tumpah melimpah, dan

tumpah disini karena terlalu banyak dan melebihi ruang yang ada. Hal tersebut

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 12: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

12

dalam pandangan masyarakat Jawa, bahwa orang yang mempunyai beras yang

melimpah ruah berarti hidupnya makmur. Hal itu dapat dikatakan karena pada

hakikatnya, beras bagi masyarakat Jawa merupakan kebutuhan pokok dan simbol

kemakmuran.

Kesimpulan

Naskah berjudul Sejarah Keris merupakan naskah koleksi Perpustakaan

Pusat Universitas Indonesia dengan kode naskah KR.7 – NR. 381 pada katalog

Naskah-naskah Nusantara Jilid 3A-B suntingan T.E Behrend dan Titik Pudjiastuti

(1997). Naskah ini mempunyai ketebalan 73 halaman, akan tetapi terdapat

beberapa halaman yang kosong. Terdapat pula sampul dalam yang di dalamnya

bertuliskan “Pratelanipun para nata ingkang awit yasa dadamel sarta namaning

Empu, berdasarkan keterangan pada katalog, tulisan tersebut merupakan judul,

namun karena terlalu panjang, kemudian diganti menjadi naskah Sejarah Keris.

Kondisi tulisan atau huruf di dalam naskah masih cukup mudah untuk

dapat dibaca. Ejaan yang ada dalam naskah terkadang tidak konsisten, terdapat

perangkapan konsonan dan vokal. Akan tetapi, masih cukup dapat dimengerti oleh

peneliti. Ada beberapa masalah keberaksaan, seperti terdapat konsonan rangkap

pada beberapa kata, contohnya pejettan dan sogokkan. Kemudian dalam penulisan

nomer halaman, terdapat penulisan rangkap, yaitu dengan menggunakan angka

dan aksara Jawa. Pada penulisan nomor dengan angka, dimulai dengan angka 3 di

halaman awal, sedang penulisan menggunakan aksara Jawa di mulai dengan

nomer 1 (urut). Selanjutnya, terdapat unsur magis pada teks naskah Sejarah Keris

ini terdapat pada bab pamoring keris, dalam bab tersebut tertera daftar nama

pamor yang pada masa itu dibuat oleh para Empu.

Berdasarkan analisis semantis yang telah dilakukan dengan menggunakan

teori makna yang dikemukakan oleh Ogden & Richards (1952: 11) dalam

bukunya F.X Rahyono (2014: 67) yang berjudul Studi Makna. dapat ditemukan

makna yang terkandung di dalam pamor keris tersebut. Dalam pemaknaannya,

langkah awal yang dilakukan peneliti adalah dengan mencatat dan mendafar

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 13: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

13

daftar kosa katanya kemudian di cari makna dari masing-masing kata dengan

menggunakan Baoesastra Djawa karangan Poerwadarminta (1939) dan Kamus

Lengkap Jawa-Indonesia (2009). Setelah itu, dianalisis sesuai arti kata dan bentuk

dari pamor tersebut, sehingga terdapat kaitan antara kata yang satu dengan kata

yang lain.

Makna dari pamor tersebut dihubung-hubungkan dengan kebiasaan yang

dilakukan masyarakat Jawa, sehingga kebanyakan menggunakan kata kiasan.

Seperti halnya wos wutah, bahwa bagi masyarakat Jawa wos atau beras

merupakan kebutuhan yang sangat penting untuk kelanjutan hidupnya, kemudian

kata wutah yang berarti melebihi tempatnya (atau serba kecukupan bahkan hingga

lebih). Dari pengertian dan makna kedua kata tersebut dapat disimpulkan bahwa

orang yang memiliki keris dengan pamor wos wutah diharapkan mempunyai

rezeqi yang berlimpah atau mempunyai simbol kemakmuran. Pengetahuan

masyarakat Jawa mengenai keris, khususnya pamor beserta khasiat dan tuahnya

dapat dijadikan sebagai bahan referensi dalam memahami unsur-unsur

kebudayaan Jawa.

Daftar Pustaka

Buku:

Baried, Siti Baroroh, dkk. (1985). Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Bloomfield, Leonard. (1957). Language. London: George Allen&Unwin.

Buanadjaya, B.S. (1998). Keris Nusantara (Pamor, nuansa estetis Pesona

esoteteris). Jakarta: CV Aneka Solo.

--------------, B.S. (1988). Keris Pusaka (nilai historis – metafisis). Jakarta: CV

Aneka Solo.

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 14: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

14

Budiastra, Putu dkk. (1992). Keris Koleksi Museum Negeri Propinsi Bali. Bali:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal

Kebudayaan.

Dinas Kebudayaan DIY. (2014). Kajian Koleksi Keris. Yogyakarta: Museum

Negeri Sonobudoyo Yogyakarta.

Doyodipuro, Ki Hudoyo. (1997). Keris (Daya Magic-Manfaat-Tuah-Misteri).

Semarang: Dahara Prize.

F.X. Rahyono. (2009). Studi Makna. Jakarta: Penaku.

Hamzuri, Drs. (1984). Keris. Jakarta: Djambatan.

Harsrinuksmo, Bambang. (1988). Ensiklopedi Budaya Nasional. Jakarta: Cipta

Adi pustaka.

Ikram, Achadiati. (1997). Filologi Nusantara. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya.

Kementrian Pendidikan Nasional. (2011). Pedoman umum Ejaan Bahasa Jawa

Huruf Latin Yang Disempurnakan. Yogyakarta: Balai Bahasa

Yogyakarta.

Larson, Mildred L. (1989). Penerjemahan Berdasar Makna (Terjemahan Oleh

Kencanawati Taniran). Jakarta: Arcan.

Machali, Rochayah. (2000). Pedoman Bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.

Mas Djomul. (1985). Keris Benda Budaya. Jakarta : Aksara Baru.

Museum Negeri Sonobudoyo. 2014. Kajian Koleksi Keris. Yogyakarta: Dinas

Kebudayaan DIY.

NS, Elis Suryani. (2012). Filologi. Bogor: Ghalia Indonesia.

Padmosoekotjo. (1967). Sarine Basa Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.

Pusat Bahasa. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga). Jakarta:

Balai Pustaka.

Robson, S. O. (1994). Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia. Jakarta: RUL.

Karsono H Saputra. (2008). Pengantar Filologi Jawa. Jakarta: Wedatama Widya

Sastra.

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 15: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

15

Sutrisno Sastro Utomo. (2009). Kamus Lengkap Jawa-Indonesia. Yogyakarta:

Kanisius.

Poerbatjaraka. Hadidjaja, Tardjan. (1952). Kepustakaan Djawi. Jakarta:

Djambatan.

Ragil, Pamungkas. (2007). Mengenal Keris (Senjata “Magis” Masyarakat Jawa.

Jakarta: Narasi.

Syaifuddin Huda, Arief. (2010). Sejarah Keris. Jakarta: DFS Publisher.

Werdisastro, Ilyas. (2009). Keris Kalimasada dan Walisongo. Jakarta: Timpani

Publishing.

Kamus:

Poerwadarminta, W.J.S. (1939). Baoesastra Djawa. Batavia: J.B.Wolters

Uitgevers Maatschappij.

Zoetmulder, P.J. (1995). Kamus Jawa Kuna – Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama.

Tim Balai Bahasa Yogyakarta. (2011). Kamus Bahasa Jawa (Bausastra Jawa).

Yogyakarta: Kanisius.

Katalog:

Behrend, TE. Pudjiastuti, Titik. (1997). Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara

Jilid 3-A Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Website:

digilib.uinsby.ac.id/8991/4/bab%201.pdf diakses pada 18 Juni 2016, pukul 01.00.

simki.unpkediri.ac.id/mahasiswa/file_artikel/2016/11.1.01.02.0001.pdf diakses pada

18 juni 2016, pukul 01.30.

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016

Page 16: Suntingan Teks Naskah Sejarah Keris KR.7 – NR

16

uap.unnes.ac.id/skripsi/abstrak/ppt/keris_sebagai_salah_satu_simbo_3501405058.ppt

diakses pada 18 Juni 2016, pukul 01.55.

lib.unnes.ac.id/2748/1/7163.pdfdiakses pada 18 Juni 2016, pukul 02.13.

Siti Rosiyah ..., Siti Rosiyah, FIB UI, 2016