suksesi nagara
DESCRIPTION
BukuTRANSCRIPT
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .....................................................................................21.2. Rumusan Masalah................................................................................21.3. Tujuan Penulisan..................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Suksesi Negara...................................................................42.2. Bentuk – bentuk suksesi negara...........................................................42.3. Proses terjadi suksesi negara...............................................................52.4. Akibat hukum dari suksesi negara........................................................52.5. Suksesi negara di Indonesia................................................................10
BAB III PENUTUPAN
3.1. Kesimpulan.........................................................................................11
Daftar pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia Internasional, setiap negara saling mengadakan kerjasama antar negara
atau negara dengan organisasi negara. Dari hubungan antar negara dengan negara atau
negara dengan organisasi negara tentunya saling mengikatkan diri antara satu dengan yang
lain melalui suatu kesepakatan atau perjanjian. Mereka juga saling membantu antara satu
dengan yang lain misalnya dalam pemberian bantuan bencana alam di suatu negara atau
pemberian pinjaman keuangan bagi negara yang membutuhkan. Apabila suatu negara
mengalami konflik yang menimbulkan pecahnya negara itu maka akan berdampak pada
perjanjian dan pemberian pinjamandari negara induk yang mengalami perpecahan. Apakah
perjanjian dan pemberian pinjaman itu beralih pada salah satu dari negara yang terpecah
atau menjadi tanggung jawab bersama negara baik yang lama atau negara baru?
Dalam hukum internasional perpecahan negara dikenal dengan istilah suksesi negara
dan suksesi pemerintahan namun dalam hal ini akan dibahas mengenai suksesi negara
karena suksesi pemerintahan merupakan masalah dalam suatu negara. Saat terjadi suksesi
pemerintahan, hukum internasional hanya menetapkan bahwa yang berlaku adalah prinsip
kontinuitas negara. Pergantian pemimpin atau pemerintah, perubahan sistem
pemerintahan bahkan perubahan nama dan bentuk negara tidak mempengaruhi hak dan
kewajiban suatu negara selama subjeknya masih yang itu juga. Suksesi negara disebut
sebagai peralihan hak atau pergantian kedaulatan dari predecessor state (digantikan)
kepada successor state (menggantikan) dalam hal kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu
wilayah dalam hubungan internasional. Yang menjadi masalah dengan terjadi suksesi
negara, keseluruhan hak dan kewajiban negara yang lama atau negara yang digantikan
otomatis beralih kepada negara yang baru atau negara yang mengganti.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu suksesi negara
2. Apa saja bentuk suksesi negara
3. Bagaimana Proses terjadinya suksesi negara
2
4. Apa akibat hukum dari suksesi negara
5. Bagaimana suksesi di Indonesia
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan pengertian suksesi negara
2. Menjelaskan bentuk – bentuk dari suksesi negara
3. Menjelaskan proses terjadinya suksesi negara
4. Menjelaskan akibat hukum dari suksesi negara
5. Menjelaskan suksesi negara yang terjadi di Indonesia
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian suksesi negara
Kata suksesi negara berasal dari kata state succession atau succession of state, yang
artinya adalah pergantian kedaulatan pada suatu wilayah. pergantian kedaulatan yang di
maksud adalah pergantian dari predecessor state (negara yang digantikan) kepada successor
state (negara yang menggantikan) dalam hal kedaulatan (tanggung jawab) atas suatu
wilayah dalam hubungan internasional.
Suksesi negara harus dibedakan dengan suksesi pemerintah. Manakala terjadi
suksesi atau pergantian pemerintah hukum internasional hanya menetapkan bahwa yang
berlaku adalah prinsip kontinuitas negara. Pergantian pemimpin atau pemerintah,
perubahan sistem pemerintahan bahkan perubahan nama dan bentuk negara tidak akan
mempengaruhi hak dan kewajiban suatu negara selama subjeknya masih tetap yang itu
juga. Contohya perubahan nama Birma menjadi Myanmar tidak menghapuskan semua hak
dan kewajiban yag dibuat negara ini dalam hubungan internasional.
2.2 Bentuk – bentuk suksesi negara
Dalam praktik, suksesi negara dapat di bedakan menjadi dua yaitu:
1. Suksesi Universal
Pada bentuk ini tidak ada lagi international identity dari suatu negara (predecessor
state) karena seluruh wilayahnya hilang. Cotohnya Columbia terpecah menjadi tiga
negara merdeka yaitu Venezuela, Equador, serta New Granada pada tahun 1832.
2. Suksesi Parsial
Pada bentuk ini negara predecessornya masih eksis, tetapi sebagian wilayahnya
memisahkan diri menjadi negara merdeka ataupun bergabung dengan negara lain.
Contohnya yaitu hilangnya Timor-Timor dari wilayah NKRI membentuk negara Timor
Leste pada tahun 1999. Negara Indonesia sebagai predecessor state masih tetap ada,
yang terjadi adalah bahwa Indonesia kehilangan sebagian wilayahnya.
4
2.3 Proses terjadi suksesi
Menurut O’Brien suksesi dapat terjadi apabila:
a) Bagian dari negara A bergabung dengan negara B atau menjadi tergabung ke dalam
beberapa negara X, Y, dan Z
b) Bagian dari negara A menjadi satu negara baru
c) Seluruh wilayah dari negara X menjadi bagian dari negara Y
d) Seluruh wilayah negara A terbagi menjadi beberapa negara baru Y, X, dan Z
e) Keseluruhan bagian dari negara X membentuk dasar bagi beberapa negara baru yang
berdaulat
2.4 Akibat hukum dari suksesi negara
1. Akibat hukum suksesi negara terhadap perjanjian
Aspek terpenting dari suksesi negara adalah pengaruh pergantian kedaulatan
terhadap hak – hak dan kewajiban yang muncul dari suatu perjanjian. Secara umum pasal
17 juga 24 Konvensi Wina 1978 menetapkan bahwa perjanjian tidak beralih pada sukresor
kecuali di tentukan lain dalam devolution agreement. Ketentuan ini sejalan dengan pasal 34
Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional yang terkenal dengan prinsip “pacta
tertiis nec nocunt nec procent” bahwa perjanjian tidak menimbulkan hak dan kewajiban
kepada pihak ke-3 tanpa persetujuannya. Dengan demikian, doktrin clean slate yang
diperjuangkan oleh kelompok newly independent state pada dasarnya tidaklah
bertentangan dengan hukum internasional. Negara baru bisa melakukan pick and choose
terhadap perjanjian yang dibuat oleh predecessor.
Untuk perjanjian yang berkaitan dengan wilayah atau disebut dispositive treaty harus
selalu beralih pada suksesor. Masuk dalam kategori perjanjian dispositive adalah perjanjian
perbatasan dan servitude treaty. Tidak dapat diganggu gugatnya perjanjian perbatasan
sebenarnya juga sudah dinyatakan dalam pasal 26 ayat (2) Konvensi Wina 1969 yang dikenal
sebagai rebus sic stantibus principle. Penggunaaan doktrin rebus sic stantibus harus
memenuhi syarat – syarat sebagai berikut:
5
1. Perubahan suatu keadaan tidak ada pada waktu pembentukan perjanjian
2. Perubahan tersebut adalah perihal suatu keadaan yang fundamental bagi perjanjian
tersebut
3. Perubahan tersebut tidak dapat diramalkan sebelumnya oleh para pihak
4. Keadaan yang berubah merupakan dasar yang penting atas mana diberikan
persetujuan terkaitnya negara peserta
5. Akibat perubahan tersebut harus radikal, sehingga merubah luas lingkup kewajiban
yang harus dilaksanakan menurut perjanjian itu.
Alasan menempatkan perjanjian perbatasan internasional dalam kedudukan posisi
tersendiri yang sangat kuat sehingga tidak dipengaruhi oleh alasan perubahan keadaan
(rebus sic stantibus) bahwa upaya mengakhiri perjanjian perbatasan dapat mengancam
perdamaian, membahayakan prinsip integrasi teritorial sebagaimana diatur dalama pasal 2
ayat (4) piagam PBB yang dipandang sebagai prinsip fundamental dalam hubungan
internasional. Suksesi negara juga berkaitan dengan HAM Internasional. Bahwa perjanjia
HAM berbeda dengan perjanjian – perjanjian lain. Hal ini karena perjanjian HAM tidak
mengatur masalah hubungan antar negara, tetapi mengatur masalah hubungan antar
standar minimum perlindungan terhadap manusia di suatu wilayah. Di samping perjanjian
dispositif dalam hukum internasional juga dikenal perjanjian politik atau sering juga disebut
sebagai personal treaties. Contoh perjanjian ini adalah extradition treaty, navigation treaty,
friendship treaty, investment guarantee treaty, dan lain – lain. Prinsip umum yang berlaku
untuk kelompok perjanjian ini adalah tidak beralih pada suksesor kecuali diatur lain oleh
para pihaknya. Dalam perjanjian yang isinya semata – mata merupakan kodifikasi dari
prinsip – prinsip yang sudah dikenal dalam hukum kebiasaan internasional maka negara
suksesor akan terikat pada prinsip – prinsip tersebut seperti negara lain.
2.Akibat hukum suksesi negara terhadap public property rights
Prinsip – prinsip suksesi negara dalam kaitannya dengan public property atau state
property dikembangkan oleh hukum kebiasaan internasional yang selanjutnya di kodifikasi
dalam Konvensi Wina 1983 tentang state property, arsip dan hutang. Prinsip umum secara
luas dalam hukum kebiasaan internasional adalah bahwa state property akan beralih pada
suksesor. Ini berarti tidak ada kewajiban hukum pihak suksesor untuk mengembalikan
6
ataupun membayar ganti rugi aset – aset milik pemerintah lama. Ini diatur dalam hukum
konvensional maupun hukum kebiasaan internasional. Misalnya Indonesia tidak membayar
ganti rugi kepada Belanda pasca kemerdekaan, singapura tidak membayar ganti rugi kepada
Malaysia pasca berpisahnya Singapura dari federasi Malaysia.
Secara umum dikatakan bahwa state property adalah property yang ada di bawah
kepemilikan langsung atau tidak langsung dari lembaga – lembaga eksekutif, legislatif, atau
yudikatif negara berdasarkan hukum nasional negara predecessor. Para ahli ukum
internasional sependapat bahwa yang dimaksud state property dapat berwujud gedung dan
tanah milik negara, alat – alat transportasi milik negara, pelabuhan – pelabuhan dan lain
sebagainya. State property tersebut di bedakan menjadi benda bergerak dan tidak bergerak.
Menyangkut benda tidak bergerak yang ada di wilayah yang beralih, prinsip umum yang
berlaku adalah property itu akan beralih pada suksesor. Apabila benda tidak bergerak
berada di luar wilayah yang beralih maka dianggap tetap milik predecessor, seandainya
negara ini tetap eksis, meskipun prinsip ini dapat dimodifikasi. Tetapi, bila predecessornya
tidak ada lagi maka praktik negara menunjukkan property tersebut akan dibagi antara
negara - negara suksesor yang ada.
3. Akibat hukum suksesi negara terhadap privat property
privat property yang dimaksud menyangkut harta benda juga milik perseorangan atau
perusahaan yang bukan milik negara berdasarkan hukum nasional predecessor. Para ahli
hukum internasional sepakat bahwa privat property ini harus dihormati atau dilindungi oleh
predecessor state serta tidak dipengaruhi secara otomatis oleh suksesi negara yang terjadi.
Dengan kata lain, prinsip umum yang berlaku adalah sepanjang tidak ditentukan lain dalam
perjanjian peralihannya maka privat property tidak beralih pada suksesor. Dengan demikian
bila suksesor ingin mengambil alih benda tersebut harus dengan memberikan kompensasi
pada pemiliknya, individu maupun perusahaan.
4. Akibat hukum suksesi negara terhadap arsip negara
Prinsip umum yang berlaku untuk arsip yang berkaitan dengan wilayah yang akan
beralih pada suksesornya. Pasal 21 Konfensi Wina 1983 menetapkan bahwa arsip dari
negara predecessor beralih pada suksesor pada saat terjadinya suksesi. Dalam hal tidak ada
7
perjanjian maka beralihnya arsip tersebut tanpakompensasi. Selanjutnya Konvensi Wina
1983 juga mewajibkan predecessor membantu proses penemuan dan pengembalian arsip –
arsip yang berkaitan dengan wilayah bekas jajahannya dalam kaitannya dengan newly
independent state case. Berdasarkan perjanjian perdamaian Itali 1947, Itali diwajibkan
mengembalikan semua arsip dan historical material yang berasal dari Etiophia setelah
oktober 1935.
5.Akibat hukum suksesi negara terhadap utang negara
Masalah hutang negara adalah masalah yang paling sensitif dalam kasus terjadinya
suksesi negara karena pada umumnya menyangkut kewajiban pembayaran utang yang
cukup besar dari predecessor pada negara ketiga. Utang negara menurut Konvensi Wina
1983 adalah sangat sulit memperoleh keseragaman penyelesaian masalah utang negara
dalam tiap – tiap kasus suksesi negara. Sebagai conroh setelah pemisahan Texas dari Mexico
1840, pembayaran ex gratia dilakukan. Kasus ini dipengaruhi pendapat yang sedang
berkembang saat itu bahwa suksesorhanya memiliki kewajiban moral (ex gratia) terhadap
kewajiban pembayaran utang tersebut. Starke berpendapat sudah selayaknya jika negara
pengganti setelah memperoleh manfaat utang – utang karena pengambilan wilayah, juga
harus bertanggung jawab atas utang negara predecessor-nya.
Dalam upaya menciptakan keseragam demi kepastian hukum, Konvesi Wina 1983
melalui pasal 36 menyatakan bahwa suksesi negara tidak mempengaruhi hak dan kewajiban
kreditor. Pada umumya utang negara dapat dibagi menjadi utang pemerintah pusat dan
pemerintah daerah (local debt) dan penyelesaian utang dilakukan melalui perjanjian khusus
dalam perjanjian peralihan. Dalam kondisi tidak ada perjanjian khusus dan predecessor
masih eksis, praktik negara menunjukkan bahwa predecessor tetap bertanggung jawab.
Menyangkut utang daerah dan daerah itu melepaskan diri maka suksesor wajib membayar
utang tersebut. Pasal 37 masalah utang diselesaikan melalui pembagian yang proporsional
tergantung kesepakan para pihak. Menyangkut newly independent state case pasal 38
menyatakan tidak ada utang negara predecessor yang beralih pada suksesor.
8
6.Akibat hukum suksesi negara terhadap kewarganegaraan
Brownlie menegaskan bahwa kewarganegaraan akan berubah ketika terjadi peralihan
kedaulatan atau suksesi negara. Untuk memperkuat praktik setelah perjanjian Versailess
1919 menunjukkan negara – negara yang baru terbentuk mendasarkan kewarganegaraan
berdasarkan pada tempat kelahiran juga tempat tinggal sehari – hari kecuali ada penolakan
untuk itu. Dengan demikian, warga dari predecessor yang tinggal diwilayah suksesor dapat
memperoleh kewarganegaraan suksesor sepanjang mereka tidak menyatakan penolakan.
Bila negara predecessor masih eksis sering membuat aturan dalam hukum nasionalnya yang
menyatakan waganya yang ada di wilayah yang memisahkan diri tetap berhak atas
kewarganegaraan predecessor. Sehingga penduduk bisa memilih kewarganegaraan yang
diinginkan apakah tetap predecessor atau berganti suksesor.
7. Akibat hukum suksesi negara terhadap keanggotaan pada organisasi internasional
Terpecanya Uni soviet membentuk tiga negara Baltik, Georgia dan 11 negara lainnya.
Yang mana 11 negara ini membentuk perserikatan negara – negara merdeka pada 21
desember 1991. Sebelum terpecahnya Uni Soviet, Bylorusia dan Ukraina telah membentuk
federasi dengan Uni Soviet. Saat pembentukan PBB dengan kepiawaian diplomasinya Uni
Soviet berhasil mengajukan kedua negara itu memperoleh kursi sebagai anggota PBB. Kedua
“negara” ini mendapat hak dan kedudukan yang sama dengan anggota PBB yang lain.
Berbeda dengan negara Republik Federal lainnya yang bukan anggota PBB. Setelah terjadi
suksesi negara di mana Uni Soviet sebagai predecessor sudah tidak ada lagi, Republik Rusia
diakui sebagai pewaris yang sah dari Uni Soviet. Akhirnya Rusia mewarisi kursi Uni Soviet
sebagai anggota tetap dewan keamanan PBB. Bylorusia dan Ukraina juga tetap bisa
melanjutkan keanggotaannyadi PBB. Adapun 3 negara Baltik dan 9 negara lainnya harus
mendaftar diri sebagai anggota PBB.
8. Akibat hukum suksesi negara terhadap claims in tort dan delict
Prinsip yang umum berlaku dalam masalah ini bahwa suksesor dipandang tidak
berkewajiban untuk menerima tanggung jawab akibat tort atau delik yang dilakukan oleh
predecessor-nya, baik dalam kasus suksesi negara karena penaklukan ataupun berintegrasi
secara sukarela.
9
2.5 Suksesi negara di Indonesia
Sejarah menunjukkan bahwa beberapa kali Indonesia menghadapi peristiwa suksesi
negara. Suksesi negara yang pertama adalah kemerdekaan indonesia dari pemerintah
kolonial Belanda, sehingga Indonesia dapat tergabung dalam kelompok newly independent
state menurut Konvensi Wina 1978 dan 1983 tentang suksesi negara. Kedua adalah
diserahkannya Irian Barat oleh Belanda pada Indonesia melalui proses referendum di bawah
pengawasan PBB. Ketiga adalah lepasnya Timor – Timor sebagai provinsi ke-27 membentuk
negara baru yang merdeka.
Berkaitan dengan suksesi pertama, meskipun telah memproklamasikan kemerdekaann
pada 17 Agustus 1945, baru pada tahun 1949 melalui Perjanjian Konferensi Meja Bundar
(KMB) Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan secara resmi dari Belanda. Perjanjian
KMB dilengkapi dengan perjanjian peralihan. Pasal 5 perjanjian KMB mengatur mengenai
kedudukan perjanjian internasional yang dibuat Belanda dalam hubungannya dengan
Republik Indonesia Serikat (RIS). Surat Departemen Luar Negeri RI Nomor 12727, 19
Desember 1972 perihal “partisipasi RI pada perjanjian – perjanjian yang dibuat oleh
Nederland dan dinyatakan berlaku untuk Hindia Belanda” semakian menegaskan bahwa
perjanjian yang dibuat predecessor tidak otomatis beralih pada Indonesia sebagai
suksesornya.
Lepasnya Timor – Timor sebagai provinsi Indonesia yang ke-27 menjadi negara baru
yang merdeka merupakan kasus suksesi negra di Indonesia yang juga sangat menarik untuk
dibahas. Sebagaimana diketahui hasil jajak pendapat 30 Agustus 1999 menunjukkan bahwa
78,5% warga Timor Timor menghendaki kemerdekaan. Denga demikian, sejak 4 September
1999 Timor Timor bukan menjadi bagian wilayah Indonesia lagi. UNTAET atas nama PBB
menyerahkan kedaulatan Timor Leste pada tanggal 26 mei 2002 pukul 00.00 kepada bangsa
Timor Leste yang diwakili oleh Presiden Xanana Gusmano. Peristiwa ini menandakan
terjadinya suksesi negara yang mengandung implikasi yuridis bagi aset Indonesia uang
berada di Timor Leste dalam posisi Ex post facto.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Suksesi negara berarti perpindahan tanggungjawab dari suatu negara kepada negara lain
dalam kaitannya dengan praktek hubungan internasional dari wilayah tersebut.Istilah
suksesi mengimplikasikan akan adanya suatu perpindahan kekuasaan dari kelompok yang
pertama kepada yang kedua.Kontroversi yang kerap muncul adalah apakah dalam hal terjadi
suksesi akan berlaku sebagaimana layaknya hukum waris. Dalam suksesi negara ada 2
bentuk yaitu bentuk universal yang dimana pada bentuk ini suatu negara kehilangan seluruh
wilayahnya dan parsial yang dimana negara yang digantikan masih eksis tetapi sebagian
wilayahnya memisahkan diri. Suksesi pada suatu negara dapat menimbulkan berbagai
akibat salah satunya akibat terhadap kewarganegaraan, bahwa kewarganegaraan seseorang
yang tinggal di wilayah suksesor dapat memperoleh kewarganegaraan suksesor sepanjang
mereka tidak menyatakan penolakan. Dan apabila negara predecessor masih eksis,
penduduknya bisa memilih kewarganegaraan yang diinginkan. Apakah ingin predecessor
atau berganti suksesor.
11
DAFTAR PUSTAKA
Sefriani, S.H.,M.HUM., Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2014
Jawahir, Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung: PT
Refika Aditama, 2006
12