subsidi bbm

4
Subsidi BBM: Kedok Menipu Rakyat Ala Rezim Neoliberal Antek Asing -by: Rahayu- Pernyataan Megawati, yang mendukung rencana menaikkan harga BBM dengan alasan untuk menekan defisit APBN, menunjukkan sikap inkonsistensi dan pragmatisme ketua Parpol yang mengklaim partai wong cilik. Dukungan terhadap kenaikan harga BMM sekaligus membuktikan rezim baru Jokowi tunduk kepada Barat. Bank Dunia sendiri sudah mewanti-wanti pemenang pemilu harus menaikkan BBM. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan, Bank Dunia ingin agar pemerintahan yang baru bisa mengurangi subsidi BBM yang nilainya sekitar Rp 246 triliun. Seperti yang diberitakan detikfinance (21/7/2014), Direktur Bank Dunia untuk Indonesia ini mengatakan, subsidi BBM yang besar ini telah membuat anggaran negara tertekan, dan defisit makin tinggi.“Tidak terlalu penting siapa yang menang, yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM,” ujar Chaves di Energy Building, Jakarta, Senin (21/7/2014). Disamping itu, alasan yang dikemukakan bahwa kenaikan BBM merupakan solusi untuk menyelamatkan APBN dan mengurangi defisit APBN jelas tidak tepat. Sekaligus menunjukkan tidak berpihak kepada ‘wong cilik’. Pasalnya kebijakan tersebut dapat dipastikan akan mengakibatkan penderitaan masyarakat semakin berat. Apalagi saat ini pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik dan juga berencana menaikkan harga LPG 12 kg. Di sisi lain, masih sangat banyak opsi lain yang dapat ditempuh pemerintah, tanpa harus mengurangi apa yang disebut pemerintah sebagai belanja subsidi BBM. Demi Rakyat, Subsidi Dihapus? Kenaikan BBM selalu diikuti dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan naiknya tarif angkutan umum. Akibatnya, daya beli masyarakat berkurang atau terjadi inflasi. Kenaikan BBM juga akan membangkrutkan industri kecil dan menengah. Dampaknya adalah terjadinya PHK. Bisa dipastikan, kenaikan BBM justru meningkatkan jumlah rakyat miskin. Karena itulah setiap rencana kenaikan BBM selalu diikuti dengan janji Pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi rakyat miskin yang terkena dampak kenaikan BBM. Kompensasi bisa dalam bentuk bantuan tunai langsung atau janji mengalihkan anggaran subsidi untuk peningkatan belanja infrastruktur yang diklaim bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun, itu semua sebenarnya hanya kebohongan yang selalu di ulang-ulang. Faktanya sebenarnya, setiap kenaikan BBM berdampak pada peningkatan jumlah orang miskin dan pengangguran. Pada awal tahun 2006 (setahun setelah kenaikan harga BBM 30% pada tahun 2005), misalnya, jumlah orang miskin melonjak menjadi 39,05 juta (17,75%). Artinya, program BLT yang digelontorkan saat itu tidak berhasil menekan dampak kenaikan harga BBM. Begitu juga tahun 2013. Menurut Menteri Perencaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, jumlah orang miskin baru mencapai 4 juta jiwa. (Kompas.com, 27/5/2013). Menaikkan harga BBM adalah cara paling mudah bagi pemerintah untuk “menyelamatkan” APBN. Tak peduli bahwa cara termudah itu menyengsarakan rakyat. 1

Upload: surahmanahmad

Post on 16-Dec-2015

218 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

subsidi BBM

TRANSCRIPT

Subsidi BBM: Kedok Menipu Rakyat Ala Rezim Neoliberal Antek Asing-by: Rahayu-

Pernyataan Megawati, yang mendukung rencana menaikkan harga BBM dengan alasan untuk menekan defisit APBN, menunjukkan sikap inkonsistensi dan pragmatisme ketua Parpol yang mengklaim partai wong cilik. Dukungan terhadap kenaikan harga BMM sekaligus membuktikan rezim baru Jokowi tunduk kepada Barat.Bank Dunia sendiri sudah mewanti-wanti pemenang pemilu harus menaikkan BBM. Direktur Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo A. Chaves mengatakan, Bank Dunia ingin agar pemerintahan yang baru bisa mengurangi subsidi BBM yang nilainya sekitar Rp 246 triliun.Seperti yang diberitakan detikfinance (21/7/2014), Direktur Bank Dunia untuk Indonesia ini mengatakan, subsidi BBM yang besar ini telah membuat anggaran negara tertekan, dan defisit makin tinggi.Tidak terlalu penting siapa yang menang, yang diperhatikan adalah bagaimana mereka yang terpilih menerapkan kebijakan. Salah satunya, siapa nantinya yang berani mengurangi subsidi BBM, ujar Chaves di Energy Building, Jakarta, Senin (21/7/2014).Disamping itu, alasan yang dikemukakan bahwa kenaikan BBM merupakan solusi untuk menyelamatkan APBN dan mengurangi defisit APBN jelas tidak tepat. Sekaligus menunjukkan tidak berpihak kepada wong cilik. Pasalnya kebijakan tersebut dapat dipastikan akan mengakibatkan penderitaan masyarakat semakin berat.Apalagi saat ini pemerintah sudah menaikkan tarif dasar listrik dan juga berencana menaikkan harga LPG 12 kg.Di sisi lain, masih sangat banyak opsi lain yang dapat ditempuh pemerintah,tanpa harus mengurangi apa yang disebut pemerintah sebagai belanja subsidi BBM.Demi Rakyat, Subsidi Dihapus?Kenaikan BBM selalu diikuti dengan kenaikan harga bahan kebutuhan pokok dan naiknya tarif angkutan umum. Akibatnya, daya beli masyarakat berkurang atau terjadi inflasi. Kenaikan BBM juga akan membangkrutkan industri kecil dan menengah. Dampaknya adalah terjadinya PHK. Bisa dipastikan, kenaikan BBM justru meningkatkan jumlah rakyat miskin.Karena itulah setiap rencana kenaikan BBM selalu diikuti dengan janji Pemerintah untuk memberikan kompensasi bagi rakyat miskin yang terkena dampak kenaikan BBM. Kompensasi bisa dalam bentuk bantuan tunai langsung atau janji mengalihkan anggaran subsidi untuk peningkatan belanja infrastruktur yang diklaim bisa meningkatkan kesejahteraan rakyat.Namun, itu semua sebenarnya hanya kebohongan yang selalu di ulang-ulang. Faktanya sebenarnya, setiap kenaikan BBM berdampak pada peningkatan jumlah orang miskin dan pengangguran. Pada awal tahun 2006 (setahun setelah kenaikan harga BBM 30% pada tahun 2005), misalnya, jumlah orang miskin melonjak menjadi 39,05 juta (17,75%). Artinya, program BLT yang digelontorkan saat itu tidak berhasil menekan dampak kenaikan harga BBM. Begitu juga tahun 2013. Menurut Menteri Perencaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana, akibat kenaikan harga BBM bersubsidi, jumlah orang miskin baru mencapai 4 juta jiwa. (Kompas.com, 27/5/2013).Menaikkan harga BBM adalah cara paling mudah bagi pemerintah untuk menyelamatkan APBN. Tak peduli bahwa cara termudah itu menyengsarakan rakyat. Padahal masih ada cara lain, semisal meningkatkan efisiensi anggaran di setiap kementrian dan badan atau lembaga negara, mengurangi pemborosan, menutup kebocoran anggaran, menyikat habis mafia minyak, dan menghentikan pengalokasian subsidi bunga obligasi rekap yang mencapai Rp 60 triliun per tahun sampai tahun 2033, dsb.Selama ini banyak anggaran yang boros. Sekedar cotoh, biaya rapat kabinet pemerintahan SBY sangat mahal. Menurut Deputi Sekretaris Kabinet Djatmiko, biaya untuk setiap rapat kabinet bisa mencapai Rp 20 juta, bahkan ada rapat yang bisa menelan biaya hingga Rp 1 miliar. Sehingga total anggaran yang dihabiskan pemerintahan SBY untuk rapat saja sepanjang tahun 2012 mencapai Rp 20 miliar.Jika subsidi untuk rakyat dianggap salah sasaran, nyatanya banyak subsidi diberikan kepada para pemilik modal tapi tidak pernah dipermasalahkan. Contoh kecil, dana sebesar Rp 7,355 triliun sudah dikucurkan sejak tahun 2007 untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Di APBN-P 2013 (pasal 9) dianggarkan tambahan subsidi sebesar Rp 155 miliar untuk penanggulangan lumpur Lapindo. Bahkan untuk tahun anggaran 2014, Komisi V DPR RI sudah menyetujui anggaran untuk Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) sebesar Rp 845,1 miliar, seperti ajuan dalam pagu Rencana Kerja Pemerintah (RKP) (kompas.com, 20/6). Memang semua itu untuk menolong korban bencana lumpur di Sidoarjo. Semestinya perusahaan dan pemiliknya yang harus menanggungnya. Namun, perusahaan dan pemiliknya lolos begitu saja dari jerat hukum dan tanggung jawab, apalagi sejak Mahkamah Konstitusi memutuskan musibah lumpur itu sebagai bencana alam pada tahun 2012.Salah satu alasan yang juga sering muncul ketika Pemerintah akan menaikkan BBM adalah pernyataan bahwa subsidi akan dialihkan untuk pendidikan dan kesehatan. Padahal sejak masa Pemerintahan SBY saja sudah tiga kali terjadi kenaikan BBM, yakni dimulai waktu harga BBM bersubsidi Rp 2100 naik menjadi Rp 2500, lalu dari Rp 2500 menjadi Rp 4500 pada tahun 2005, kemudian puncaknya pada tahun 2007 harga BBM bersubsidi bersubsidi menjadi Rp 6000. Ironisnya, biaya pendidikan dan kesehatan tetap mahal, tidak mampu menjangkau seluruh rakyat miskin.Benarkah Subsidi BBM ?Kwik Kian Gie mantan anggota kabinet gotong-royong bentukan Megawati mengungkap akal-akalan subsidi BBM. Kepada masyarakat diberikan gambaran bahwa setiap kali harga minyak mentah di pasar internasional meningkat, dengan sendirinya pemerintah harus mengeluarkan uang ekstra, dengan istilah untuk membayar subsidi BBM yang membengkak. Harga minyak mentah di pasar internasional selalu meningkat. Sebabnya karena minyak mentah adalah fosil yang tidak terbarui (not renewable). Setiap kali minyak mentah diangkat ke permukaan bumi, persediaan minyak di dalam perut bumi berkurang. Pemakaian (konsumsi) minyak bumi sebagai bahan baku BBM meningkat terus, sehingga permintaan yang meningkat terus berlangsung bersamaan dengan berkurangnya cadangan minyak di dalam perut bumi. Hal ini membuat bahwa permintaan senantiasa meningkat sedangkan berbarengan dengan itu, penawarannya senantiasa menyusut.Sejak lama para pemimpin dan cendekiawan Indonesia berhasil di-brainwash dengan sebuah doktrin yang mengatakan : Semua minyak mentah yang dibutuhkan oleh penduduk Indonesia harus dinilai dengan harga internasional, walaupun kita mempunyai minyak mentah sendiri. Dengan kata lain, bangsa Indonesia yang mempunyai minyak harus membayar minyak ini dengan harga internasional.Harga BBM yang dikenakan pada rakyat Indonesia tidak selalu sama dengan ekuivalen harga minyak mentahnya. Bilamana harga BBM lebih rendah dibandingkan dengan ekuivalen harga minyak mentahnya di pasar internasional, dikatakan bahwa pemerintah merugi, memberi subsidi untuk perbedaan harga ini. Lantas dikatakan bahwa subsidi sama dengan uang tunai yang harus dikeluarkan oleh pemerintah, sedangkan pemerintah tidak memilikinya. Maka APBN akan jebol, dan untuk menghindarinya, harga BBM harus dinaikkan.Pikiran tersebut adalah pikiran yang sesat, ditinjau dari sudut teori kalkulasi harga pokok dengan metode apapun juga. Penyesatannya dapat dituangkan dalam angka-angka yang sebagai berikut:Harga bensin premium yang Rp. 4.500 per liter sekarang ini ekuivalen dengan harga minyak mentah sebesar US$ 69,50 per barrel. Harga yang berlaku US$ 105 per barrel. Lantas dikatakan bahwa pemerintah merugi US$ 35,50 per barrel. Dalam rupiah, pemerintah merugi sebesar US$ 35,50 x Rp. 9.000 = Rp. 319.500 per barrel. Ini sama dengan Rp. 2009, 43 per liter (Rp. 319.500 : 159). Karena konsumsi BBM Indonesia sebanyak 63 milyar liter per tahun, dikatakan bahwa kerugiannya 63 milyar x Rp. 2009,43 = Rp. 126,59 trilyun per tahun. Maka kalau harga bensin premium dipertahankan sebesar Rp. 4.500 per liter, pemerintah merugi atau memberi subsidi sebesar Rp. 126,59 trilyun. Uang ini tidak dimiliki, sehingga APBN akan jebol. Pikiran yang didasarkan atas perhitungan di atas sangat menyesatkan, karena sama sekali tidak memperhitungkan kenyataan bahwa bangsa Indonesia memiliki minyak mentah sendiri di dalam perut buminya.

Sempurnakan Liberalisasi Migas Demi AsingAmat nyata bahwa keputusan kenaikan harga BBM selain tak sesuai aspirasi para politisi partai pengusungnya, juga jelas tidak demi rakyat. Lantas demi siapa?Bank Dunia dan para ekonom kapitalis tak pernah kenal lelah. Mereka terus-menerus menyerang kebijakan subsidi BBM. Berbagai dalih mereka kemukakan. Tujuannya agar kenaikan BBM diterima oleh rakyat. Mereka bahkan selalu mengatakan demi kepentingan rakyat atau untuk kesejahteraan rakyat saat akan menaikkan BBM.Sungguh ironis, penghapusan subsidi atau kenaikan harga BBM terus dilakukan ini meski merugikan dan menyengsarakan sebagian besar rakyat. Lalu sebenarnya untuk kepentingan siapa penghapusan subsidi BBM tersebut?Sejak masa pemerintahan Orde Baru hingga pemerintahan SBY, IMF dan World Bank terus memberikan utang baik dalam bentuk utang proyek maupun dana segar. Utang proyek adalah utang dalam bentuk fasilitas berbelanja barang dan jasa secara kredit. Adapun utang yang berupa dana segar dari World Bank hanya diberikan dengan skema SAP (Struktural Adjustment Project). Pencairan SAP ini mensyaratkan Pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan yang mengarah pada kebijakan untuk:1. Mengurangi peran Pemerintah dalam menyediakan barang publik seperti listrik maupun pelayanan umum seperti pendidikan dan kesehatan.2. Memberikan keleluasaan pada pemilik modal untuk mengelola barang publik dan pelayanan umum sebagaimana mengelola perusahaan yang bertujuan mengejar dan menumpuk keuntungan.Karena itu dapat dimengerti jika arah kebijakan Pemerintah akan condong ke pasar, yakni pada kepentingan para pemilik modal, bukan condong ke rakyat.Sejak Tahun 2008, Organisasi Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi (OECD) sudah mengejar-ngejar Pemerintah Indonesia agar memastikan penghapusan subsidi BBM. Pada 1 November 2010, Sekjend OECD, Angel Gurria, menemui sejumlah pejabat tinggi Indonesia, termasuk Wapres Boediono dan Menkeu waktu itu, Agus Martowardoyo. OECD menyakinkan Pemerintah Indonesia agar segera menghapus subsidi BBM dan listrik hingga 2014.Maka dari itu, kenaikan BBM sebenarnya tidak ada kaitannya dengan defisit anggaran, fiskal yang tidak sehat maupun naiknya harga minyak mentah dunia, sehingga pemerintah harus mengurangi/menghilangkan subsidi. Semua itu hanya dijadikan alat atau momentum untuk menutupi alasan sebenarnya, yaitu liberalisasi secara menyeluruh di bidang migas dan energi, tentu saja untuk kepentingan asing. Hal itu pernah ditegaskan oleh Purnomo Yusgiantoro, menteri ESDM kala itu, Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk. (Kompas, 14 Mei 2003).Harus Dikelola Sesuai Syariah Sistem demokrasi dan kapitalisme melahirkan kebijakan penguasa dan politisi tidak demi rakyat dan mengabaikan aspirasi rakyat. Kebijakan lebih demi kepentingan elit, pemilik modal, dan kapitalis asing.Sungguh beda dengan sistem Islam dengan syariahnya dalam bingkai sistem khilafah islamiyah. Negara dan penguasa berkewajiban memelihara kepentingan rakyat dan menjamin kehidupan rakyat tanpa diskriminasi apapun. Seluruh rakyat berhak dapat pelayanan negara. Sementara kekayaan umum seperti migas, akan tetap jadi milik umum. Negara mengelolanya mewakili rakyat dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan mereka.Minyak dan gas (migas) serta sumberdaya alam (SDA) lainnya yang melimpah dalam pandangan Islam merupakan milik umum. Pengelolaannya harus diserahkan kepada negara untuk kesejahteraan rakyat. Tambang migas itu tidak boleh dikuasai swasta apalagi pihak asing. Rasul saw. bersabda: Kaum Muslim berserikat dalam tiga hal: padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).Karena itu, kebijakan kapitalistik, yakni liberalisasi migas baik di sektor hilir (termasuk kebijakan harganya) maupun di sektor hulu yang sangat menentukan jumlah produksi migas, juga kebijakan zalim dan khianat serupa harus segera dihentikan. Sebagai gantinya, migas dan SDA lainnya harus dikelola sesuai syariah. Jalannya hanya satu, melalui penerapan syariah Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah ar-Rasyidah ala minhaj an-nubuwah. Saat itulah SDA dan migas akan menjadi berkah yang menyejahterakan seluruh rakyat. WalLh alam bi ash-shawb.

3