studi perlindungan hukum hak cipta seni batik …/studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu...

89
STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK DI KOTA SURAKARTA Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh : WAHYU AGUS KURNIAWATI AS E 0006288 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: donhi

Post on 12-Feb-2018

238 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK DI KOTA SURAKARTA

Penulisan Hukum (Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh :

WAHYU AGUS KURNIAWATI AS E 0006288

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010

Page 2: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberi pengaruh yang

besar terhadap masalah Hak Kekayaan Intelektual. Seiring perjalanan waktu,

ternyata pelanggaran-pelanggaran di bidang hak cipta semakin marak saja.

Beberapa kebudayaan Bangsa Indonesia bahkan diklaim oleh negara lain

misalnya Reog Ponorogo, Tari Pendet Bali dan lainnya. Hal ini memberikan suatu

pukulan yang keras bagi Indonesia untuk lebih memberikan perlindungan

terhadap Hak Kekayaan Intelektual, yang sebenarnya sejalan dengan Misi

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) yaitu memberikan

perlindungan hukum bagi karya-karya intelektual dan menggalakkan peningkatan

karya kreatif dengan menyelenggarakan sistem Hak Kekayaan Intelektual.

Penegakan hukum adalah faktor utama kesuksesan Hak Kekayaan Intelektual.

Banyak sekali produk-produk hukum mengenai Hak Kekayaan Intelektual

yang bermunculan seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun

2000 tentang Varietas Tanaman, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30

Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 31 Tahun 2000 tentang Desain Industri, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 tentang Hak Paten,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Undang-Undang tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah guna

Page 3: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

3

melindungi Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri, yang masing-masing

mempunyai spesifikasi perlindungan yang berbeda-beda.

Masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan konsep Hak Kekayaan

Intelektual yang ada sekarang ini, dikarenakan masyarakat Indonesia justru lebih

senang apabila kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual mereka digunakan oleh

orang lain. Menurut mereka, orang-orang yang menggunakan tersebut menyukai

hasil karyanya sehingga ada suatu kepuasan tersendiri di dalam diri akan hal

tersebut. Hal ini tanpa mempertimbangkan pembayaran sebuah royalti atas

penggunaan barang tersebut. Apabila dibayangkan seseorang yang harus berjuang

dengan daya upaya menciptakan suatu barang dan setelah jadi ternyata

penciptanya tidak dapat menikmati hasil karyanya sebagai akibat adanya

pembajakan maka tentu saja hal itu sangat merugikannya.

Masyarakat kurang mengetahui konsep Hak Kekayaan Intelektual ini,

seperti yang dinyatakan Muhamad Djumhana bahwa pada umumnya masyarakat

kurang mengetahui benar mengenai Hak Kekayaan Intelektual. Bahkan, kalangan

pencipta seperti seniman, desainer, dan juga penemu serta pemilik merek itu

sendiri pun kurang mengetahui, apalagi mengenai kapan dan bagaimana harus

menegakkan atau mempertahankan hak tersebut. Bila pun masyarakat telah

sedikit memahaminya namun pemahamannya masih rancu (Muhamad Djumhana,

2003:1).

Undang-undang mengenai hak cipta telah ada sejak tahun 1912, yaitu

berlakunya Auteurswet 1912, Staatsblad Nomor 600 Tahun 1912 pada tanggal 23

September 1912. Kemudian pada tahun 1913 pemerintah Belanda

menandatangani Konvensi Bern (Perjanjian Internasional tentang Hak Cipta),

sehingga Indonesia dapat turut serta memberlakukan ketentuan-ketentuan dari

Konvensi Bern tersebut. Sumber hukum utama Hak Kekayaan Intelektual di

Indonesia dalam bidang hak cipta adalah berlakunya Undang-Undang Nomor 6

Tahun 1982 yang diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987,

kemudian disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997

yang diundangkan tanggal 17 Mei 1997, dan akhirnya yang terbaru ialah Undang-

Page 4: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

4

Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang mulai berlaku tanggal 27

Juli 2003.

Hampir di seluruh daerah Indonesia memiliki kebudayaan batik yang

beragam dan memiliki khas sendiri-sendiri. Beragam suku bangsa kaya akan hasil

seni tradisional dengan nilai estetika yang tinggi seperti batik tradisional

Pekalongan, Cirebon, Yogyakarta, Surakarta, Jambi, dll. Batik tulis Kota

Surakarta atau juga yang lebih dikenal dengan batik tulis Kota Solo merupakan

karya seni tradisional yang harus memperoleh perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual khususnya hak cipta. Batik merupakan hasil budaya bangsa Indonesia

yang memiliki nilai budaya dan filosofi yang sangat tinggi sehingga jangan

sampai karya seni tradisional ini juga menjadi sasaran empuk pembajakan yang

secara dapat menimbulkan suatu kerugian bagi penciptanya. Seiring dengan

meningkatnya kebutuhan perlindungan dan penghargaan terhadap hak cipta yang

pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka

Pasal 12 Ayat (1) huruf (i) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta menetapkan bahwa dalam undang-undang ini ciptaan yang dilindungi

adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang di dalamnya

mencakup seni batik.

Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata-mata untuk

kepentingan busana saja, tetapi dapat juga dipergunakan untuk elemen interior,

produk cinderamata, media ekspresi, bahkan merambah ke barang-barang mebel.

ciptaan batik pada awalnya merupakan suatu ciptaan khas bangsa Indonesia yang

dibuat secara konvensional. Batik mempunyai nilai seni, baik pada ciptaan motif

maupun gambarnya yang menjadi alasan karya-karya seperti ini memperoleh

perlindungan. Termasuk pula di dalamnya pengertian seni batik yaitu karya

tradisional yang ada di berbagai daerah, misalnya saja seni songket, tenun ikat,

dan lain-lain yang terus dikembangkan.

Upaya melestarikan budaya batik ini sebenarnya oleh pemerintah telah

digalakan melalui berbagai cara untuk menempuhnya, antara lain dengan

mengharuskan pemakaian seragam bermotif batik bagi anak-anak sekolah maupun

Pegawai Negeri pada hari-hari tertentu. Usaha yang dilakukan pemerintah

Page 5: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

5

mengenai keharusan berseragam batik itu walaupun bertujuan baik, namun

sebenarnya agak kurang mengena sebab batik yang dikenakan sebagai pakaian

seragam tersebut hampir selalu merupakan produk pabrik. Selain itu, pemerintah

juga mengupayakan pelestarian batik ini dengan memasukkan kurikulum batik di

sekolah-sekolah khususnya sekolah di Kota Surakarta.

Kota Solo sebagai salah satu barometer perbatikan di Indonesia, ternyata

memiliki kewajiban moral terhadap pelestarian dan pengembangan batik sebagai

seni sekaligus asset ekonomi bangsa apalagi setelah Organisasi Pendidikan,

Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada

tanggal 2 Oktober 2009 melegetimasikan batik sebagai warisan seni dan budaya

bangsa Indonesia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika Wali Kota Surakarta

ini mensosialisasikan penggalakan pelestarian dan pengembangan batik. Dari hal

ini Dinas Pendidikan, Pemuda, Olahraga kota Solo akan memasukkan batik ke

dalam Kurikulum Muatan Lokal Batik yang diajarkan mulai jenjang SD sampai

SMA/SMK di kota Solo (Kuswilo, 2009: 39). Upaya untuk melestarikan seni

batik tidak cukup hanya demikian. Hal yang paling mendasar adalah upaya

memberikan penghargaan berupa perlindungan atas hasil karya intelektualnya

melalui melalui hak cipta. Hal ini penting karena dalam proses menghasilkan

suatu karya seni batik diperlukan sejumlah pengorbanan baik pikiran, tenaga,

biaya, dan waktu (Afrillyanna Purba, 2005:7).

Kota Surakarta yang dikenal dengan Solo Kota Budaya, salah satu

kebudayaan yang paling berkembang adalah dalam industri batik. Di Kota

Surakarta sendiri ada suatu daerah-daerah (kampung) yang sebagian besar

masyarakatnya merupakan perajin industri batik sampai akhirnya daerah tersebut

dijadikan sebagai kampung wisata batik yang sekarang dikenal dengan sebutan

Kampoeng Wisata Batik Koeman dan Kampoeng Wisata Batik Laweyan. Selain

kampung-kampung industri batik, Kota Surakarta juga mempunyai beberapa

perusahaan terkemuka yang bergerak dibidang produksi batik yang sudah dikenal

banyak kalangan.

Banyaknya industri batik yang berkembang di Kota Surakarta, pastinya

seimbang pula dengan berkembangnya ciptaan batik di Kota Surakarta. Apabila

Page 6: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

6

tidak segera mendapatkan perlindungan, dalam hal ini perlindungan hak cipta

terhadap ciptaan batik, ditakutkan ciptaan tersebut akan semakin musnah dan bisa

saja diklaim oleh daerah lain atau orang-orang asing yang lebih mengerti tentang

adanya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terhadap batik. Berdasar uraian di

atas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dan menyusunnya menjadi

sebuah skripsi dengan judul “STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK

CIPTA SENI BATIK DI KOTA SURAKARTA’’.

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang

penting karena diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam

membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan

sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota

Surakarta?

2. Apakah yang menjadi kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum hak

cipta seni batik di Kota Surakarta?

C. Tujuan Penelitian

Setiap penelitian harus memiliki tujuan yang jelas agar tepat mengenai

sasaran yang dikehendaki dan dapat pula memberikan arah dalam pelaksanaan

penelitian tersebut. Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis melalui penelitian

ini adalah :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta seni batik

di Kota Surakarta.

b. Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pelaksanaan perlindungan

hukum hak cipta seni batik di Kota Surakarta.

Page 7: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

7

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh data dan informasi secara jelas dan lengkap sebagai

bahan penyusunan skripsi sebagai prasyarat guna menyelesaikan studi

dalam meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Unversitas

Sebelas Maret Surakarta.

b. Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dibidang

Hukum Perdata terkait dengan Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya

dan pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota

Surakarta pada khususnya.

c. Memberikan manfaat bagi penulis dan masyarakat pada umumnya.

D. Manfaat Penelitian

Dalam suatu penelitian pasti ada manfaat yang diharapkan dapat tercapai.

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Penulis berharap dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dalam bidang

Hukum Perdata pada masalah Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya dan

pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota Surakarta pada

khususnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan masukan atau sumbangan pemikiran kepada pihak-pihak

terkait dengan masalah penelitian ini pada umumnya dan para pencipta

seni batik agar semakin berkembang.

b. Untuk memberikan pemikiran alternatif yang diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan informasi dalam kaitannya dengan pelaksanaan

perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota Surakarta.

c. Agar dapat meningkatkan pengetahuan tentang masalah-masalah dan

lingkup yang dikaji dalam penelitian ini.

E. Metode Penelitian

Page 8: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

8

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang sangat penting bagi

pengembangan ilmu dan bagi pemecahan suatu masalah. Metodologi penelitian

merupakan cara utama untuk memperoleh data secara lengkap dan dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah, sehingga tujuan dari penelitian dapat

tercapai. Metodologi penelitian juga merupakan cara atau langkah sebagai

pedoman untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang suatu gejala

atau merupakan suatu cara untuk memahami obyek yang menjadi sasaran dari

ilmu pengetahuan yang bersangkutan.

Istilah “metodologi” berasal dari kata “metode” yang berarti “jalan ke”;

namun demikian, menurut kebiasaan metode dirumuskan, dengan kemungkinan-

kemungkinan, sebagai berikut:

1. Suatu tipe pemikiran yang dipergunakan dalam penelitian dan penilaian.

2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan.

3. Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur

(Soerjono Soekanto, 2007 : 5).

Sesuai dengan tujuan penelitian sebagai suatu prasarat menyelesaikan

studi dalam meraih gelar Sarjana Hukum, maka penelitiannya merupakan

penelitian hukum. Penelitian hukum adalah suatu kegiatan, yang didasarklan pada

metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala tertentu, dengan jalan menganalisanya dengan

mengadakan pemeriksaan secara mendalam terhadap fakta hukum untuk

kemudian mengusahakan pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang

timbul di dalam gejala yang bersangkutan. Dengan demikian dapat kita lihat

bahwa metedologi penelitian memanglah penting. Beberapa hal yang menyangkut

metode penelitian dalam penelitian ini diuraikan penulis sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian Hukum

Mengacu pada perumusan masalah, maka penelitian ini termasuk

dalam jenis metode penelitian hukum empiris atau sosiologis. “Pada penelitian

hukum empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder,

kemudian dilanjutkan pada data primer di lapangan, atau terhadap

masyarakat” (Soerjono Soekanto, 2007:52). Dalam hal ini, peneliti

Page 9: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

9

memberikan gambaran dan menguraikan tentang studi perlindungan hukum

hak cipta seni batik di Kota Surakarta.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat deskriptif. Menurut

Soerjono Soekanto, penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksudkan

untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau

gejala-gejala lainnya. Maksud dari penelitian deskriptif adalah terutama untuk

mempertegas hipotesa-hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat

teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2007 : 10).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan

mendasarkan pada data-data yang dinyatakan oleh resonden secara tertulis

atau lisan, dan juga perilakunya yang nyata, yang diteliti dan dipelajari

sebagai sesuatu yang utuh (Soerjono Soekanto, 2007 : 250).

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data adalah hasil dari penelitian, baik berupa fakta-fakta atau angka-

angka yang dapat dijadikan bahan untuk dijadikan suatu sumber informasi,

sedangkan informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu

keperluan. Jenis dan sumber data yang dipergunakan penulis dalam penelitian

ini adalah :

a. Data Primer.

Data primer adalah data atau fakta atau keterangan yang diperoleh secara

langsung dari sumber pertama, atau melalui penelitian di lapangan, yaitu

berupa wawancara (interview). Dalam penelitian ini diperoleh dengan

melakukan wawancara dengan Kepala Bidang Perindustrian Dinas

Page 10: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

10

Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, Ketua Forum Pengembang

Kampoeng Wisata Batik Kaoeman, Ketua Forum Pengembang Kampoeng

Wisata Batik Laweyan, dan beberapa orang perwakilan pengusaha batik

yang ada di Kampoeng Wisata Batik Kaoeman dan Kampoeng Wisata

Batik Laweyan. Wawancara ini dilakukan oleh peneliti guna menunjang

penyajian dan analisis data.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data atau fakta atau keterangan yang digunakan oleh

seseorang yang secara tidak langsung dari lapangan. Data ini diperoleh

dari peraturan perundang-undangan, dokumen atau arsip, bahan pustaka,

laporan, internet, jurnal, makalah dan sebagainya yang terkait dengan

penelitian ini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan teknik untuk mengumpulkan

data dari salah satu atau beberapa sumber data yang ditentukan untuk

memperoleh data-data primer dan sekunder yang lengkap dan relevan. Teknik

pengumpulan data tersebut adalah meliputi hal berikut :

a. Data Primer

1) Wawancara (interview)

Penulis terjun langsung ke lokasi penelitian dengan tujuan memperoleh

data yang valid dan lengkap dengan cara mengadakan wawancara.

Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan

informasi yang digali dari sumber data langsung melalui percakapan

atau tanya jawab. Untuk mempermudah perolehan informasi, penulis

membuat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan dan

tersusun dalam bentuk interview guide.

Adapun dalam penentuan responden, dapat diperoleh dengan cara

pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, dimana peneliti

cenderung memilih informant yang dianggap tahu dan dapat dipercaya

untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya

Page 11: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

11

secara dalam (HB. Sutopo, 1988 : 22). Penelitian selanjutnya

menggunakan snow ball sampling yaitu peneliti pertama-tama datang

pada seseorang yang menururt pengetahuannya dapat dipakai sebagai

“key informant”, tetapi setelah berbicara secara cukup, informant

tersebut menunjukkan subyek lain yang dipandang mengetahui lebih

banyak masalahnya sehingga peneliti menunjuknya sebagai informant

baru, dan demikian pula seterusnya berganti informant berikutnya

yang dianggap lebih dalam pula, sehingga data yang diperolehnya

semakin banyak, lengkap, dan mendalam (HB. Sutopo, 1988 : 22).

2) Observasi

Observasi merupakan pengamatan terhadap obyek yang diteliti.

Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung

di lapangan. Jenis Observasi yang dipakai pada penelitian ini observasi

non partisipan dimana peneliti tidak berpartisipasi terhadap segala

kegiatan yang terdapat di tempat penelitian.

b. Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder dengan menggunakan studi

kepustakaan, yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur, peraturan

perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian terdahulu,

dan bahan kepustakaan lain yang digunakan sebagai acuan penulis yang

tentunya berkaitan dengan masalah yang diteliti.

6. Teknik Analisis Data dan Model Analisis

Langkah yang dilakukan setelah memperoleh data adalah menganalisis

data tersebut. Analisis data mempunyai kedudukan penting dalam penelitian

guna mencapai tujuan penelitian. Data yang diperoleh tersebut akan diproses

dan dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga didapat suatu kesimpulan yang

merupakan hasil akhir dari penelitian.

Adapun model analisis yang digunakan penulis adalah analisa

kualitatif model interaktif (interactive model of analysis) yaitu dilakukan

dengan cara interaksi, baik antara komponennya, maupun dengan proses

Page 12: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

12

pengumpulan data, dalam proses yang berbentuk siklus. Dalam bentuk ini,

peneliti tetap bergerak diantara tiga komponen analisis dengan proses

pengumpulan data selama kegiatan pengumpulan data berlangsung. Sesudah

pengumpulan data berakhir, peneliti bergerak diantara tiga komponen

analisisnya dengan menggunakan waktu yang masih tersisa bagi penelitiannya

(H. B. Soetopo, 2002 : 94-95)

Untuk lebih jelasnya, tehnik analisa data kualitatif dengan model

interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut:

Bagan I : Interactive Model Of Analysis

Keterangan :

a. Reduksi Data

Dalam reduksi data peneliti diharuskan memeriksa semua data yang

diperoleh, apakah sudah lengkap, runtun atau masih diperlukan informasi

tambahan sebagai pelengkap dalam penyususnan nantinya. Setelah semua

data atau informsi sudah terkumpul lengkap, kemudian penulis melakukan

proses pemilihan/seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dari data-data

sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir penelitian dapat dilakukan.

b. Penyajian Data

Dengan penyajian data, peneliti akan mudah memahami apa yang sedang

terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisa atau

mengambil tindakan yang berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari

penyajian data tersebut dalam bentuk narasi yang memungkinkan

Pengumpulan Data

Reduksi Data Sajian Data

Penarikan Kesimpulan

Page 13: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

13

kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada

rumusan masalah sehingga dapat menjawab permasalahan-permasalahan

yang akan diteliti.

c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi

Dalam pengumpulan data peneliti harus sudah memahami arti berbagai hal

yang ditemui, dengan melakukan pencatatan-pencatatan, peraturan-

peraturan, pola-pola, pertanyaan-pertanyaan, atau konfigurasi-konfigurasi

yang mungkin, arahan sebab akibat dan berbagai proposisi kesimpulan

yang diverifikasi.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

Penulisan Hukum yang sesuai dengan aturan baru dalam Penulisan Hukum, maka

penulis menyiapkan suatu sistematika dalam Penulisan Hukum ini. Adapun

sistematika Penulisan Hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yang tiap-tiap bab

terbagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman

terhadap keseluruhan hasil penelitian ini. Sistematika Penulisan Hukum tersebut

adalah sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan

Bab pertama ini, diuraikan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Dalam bab ini, dimulai dari kerangka teori yang akan menguraikan

tentang teori-teori yang berhubungan dengan masalah yang akan

diteliti. Kerangka teori terdiri atas tinjauan tentang hak kekayaan

intelektual yang meliputi uraian pengertian hak kekayaan

intelektual, dasar teoritik pembenar atas perlindungan hak kekayaan

intelektual, prinsip hak kekayaan intelektual, hak kekayaan

Page 14: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

14

intelektual sebagai bagian dari hukum benda, pemanfaatan hak

kekayaan intelektual, kemudian tinjauan tentang Hak Cipta yang

meliputi ketentuan hak cipta dalam sejarah dan ruang lingkup hak

cipta, yang terdiri dari : 1). istilah, hak-hak terkait, dan prinsip-

prinsip hak cipta, 2). obyek hak cipta, 3). sifat-sifat hak cipta, 4).

pendaftaran dan pembatalan hak cipta, 5). pengalihan hak cipta,

kemudian tinjauan tentang pengetahuan tradisional yang terdiri

dari pengertian dan ruang lingkup pengetahuan tradisional,

perlindungan hukum hak cipta atas folklore dan pengetahuan

tradisional, pentingnya perlindungan pengetahuan tradisional di

indonesia dan permasalahannya, tujuan perlindungan pengetahuan

tradisional, tinjauan tentang penegakan hukum hak cipta yang

meliputi penegakan hukum pada umumnya, dan penegakan hukum

hak cipta, dan kemudian tinjauan tentang batik yang meliputi

pengertian, perkembangan batik di Indonesia, macam batik dan

proses singkat pembuatan batik, serta batik tradisional di Kota

Surakarta. Setelah kerangka teori dilanjutkan dengan kerangka

pemikiran.

BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini, penulis menguraikan mengenai hasil penelitian yang

diperoleh di lapangan dan pembahasannya yang dihubungkan dengan

fakta dan data dari kepustakaan mengenai pelaksanaan perlindungan

hukum hak cipta seni batik di Kota Surakarta dan kendala dalam

pelaksanaan perlindungan terhadap seni batik di Kota Surakarta.

BAB IV : Penutup

Pada bab ini, penulis menguraikan mengenai simpulan dan saran

terkait hasil penelitian yang telah dilakukan penulis.

Page 15: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1 Tinjauan tentang Hak Kekayaan Intelektual

a. Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan

dari Intellectual Property Right yang dideskripsikan sebagai hak atas

kekayaan yang timbul karena kemampuan intelektual manusia. Istilah Hak

Kekayaan Intelektual bukanlah satu-satunya terjemahan dari kata

Intellectual Property Right. Beberapa terjemahan lainnya adalah Hak Atas

Kepemilikan Intelektual (HAKI), Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

“Dalam literatur hukum Anglo Saxon, istilah hukum tersebut terbagi

menjadi dua yakni: Hak Milik Intelektual dan Hak Kekayaan Intelektual.

Kata tersebut memang dapat diartikan sebagai kekayaan, dapat juga

sebagai milik” (Abulkadir Muhammad, 2001:1).

Perbedaan-perbedaan istilah tersebut sebenarnya hanya berbeda

dalam kata namun mempunyai makna yang sama, untuk memudahkan

dalam pengambilan istilah, maka penulis mengambil istilah Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) di mana pengambilan istilah ini sejalah dengan

ketentuan yang berlaku dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual.

Pendapat Dicky R. Munaf dalam buku Budi Agus Riswandi

menyatakan bahwa HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa,

cipta manusia karena lahir dari kemampuan intelektualitas manusia dan

merupakan hasil kegiataan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia

yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya,

yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan

manusia juga mempunyai nilai ekonomis (Budi Agus Riswandi, 2009: 3).

Page 16: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

16

“Secara substansi, pengertian Hak Kekayaan Intelektual dapat

dideskripsikan sebagai hak atas kekayaan intelektual yang timbul dan lahir

karena kemampuan intelektual manusia” (Afrillyanna Purba, 2005:13).

HKI tersebut dapat dikatakan sebagai hak eksklusif, yakni hak yang

semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak

lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Hak

hukum di mana dengan hak hukum tersebut dimaksudkan untuk

memberikan perlindungan hukum terhadap hasil kresi dan karya

intelektual manusia dalam bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan

sastra yang mempunyai manfaat ekonomi.

b. Dasar Teoritik Pembenaran atas Perlindungan Hak Kekayayaan Intelektual

Perlindungan HKI itu sangat penting, hal ini juga dibenarkan oleh

pendapat Soejono Dirjosisworo yang menyatakan penciptaan HKI

membutuhkan banyak waktu di samping bakat, pekerjaan, dan juga uang

untuk membiayainya. Di bidang kesusastraan, paten, merek dagang, juga

dalam teknologi baru seperti perangkat lunak untuk komputer,

bioteknologi, dan chips sudah jelas bahwa perlindungan tertentu sangat

dibutuhkan. Apabila tidak ada perlindungan atas kreativitas intelektual

yang berlaku di bidang seni, industri, dan pengetahuan ini, maka tiap

orang dapat meniru dan membuat copy secara bebas serta memproduksi

tanpa batas (Soejono Dirjosisworo, 2000:3).

“Perlindungan HKI pada dasarnya didasarkan kepada beberapa

alasan pembenar. Alasan pembenar ini didasarkan pada suatu pendekatan

teoritik. Adapun beberapa alasan pembenar terhadap perlindungan Hak

Kekayaan Intelektual adalah”:

1) Bahwa kepada pencipta di bidang ilmu pengetahuan seni dan sastra,

atau pun penemu di bidang teknologi baru baik berupa rahasia dagang,

hak cipta maupun paten, harus diberikan suatu penghargaan dan

pengakuan serta perlindungan hukum atas keberhasilan upayanya

dalam melahirkan karya baru itu.

14

Page 17: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

17

2) Berbeda dalam rahasia dagang pada bidang HKI lain seperti halnya

paten pada dasarnya bersifat terbuka, artinya penemuannya harus

menguraikan atau membeberkan penemuannya dengan jelas dan

terinci sebagai salah satu syarat pendaftaran paten. Keadaan ini

potensial menimbulkan resiko karena orang lain dapat belajar atau

melaksanakan penemuan tersebut secara tanpa hak, oleh karena itu

sebagai imbalannya kepada penemu diberikan hak khusus (ekslusif)

untuk dalam jangka waktu tertentu melakukan ekspoitasi atas

penemuannya, sehingga setiap pelanggaran atas hal itu dapat dituntut

baik secara perdata maupun pidana.

3) Bahwa HKI yang merupakan hasil ciptaan atau penemuan bersifat

permulaan yang belum didaftarakan sebagai paten misalnya, membuka

kemungkinan kepada pihak lain untuk dapat mengetahui atau

mengembangkan lebih lanjut penemuan yang dihasilkan oleh penemu

tadi secara diam-diam. Oleh karenanya, penemuan-penemuan

mendasar yang belum terdaftar atau dipublikasikan itu pun harus

dilindungi, meskipun belum dapat memperoleh perlindungan di bawah

hukum paten, hak cipta dan desain, tetapi dapat dikategorikan sebagai

rahasia dagang

(Budi Agus Riwandi, 2009: 4-5).

Dasar pembenar seperti yang telah diuraikan di atas semakin

mempertegas akan arti penting terhadap perlindungna HKI. Dengan

adanya perlindungan terhadap HKI, maka ada jaminan kepada masyarakat

untuk menghargai hak inisiatif dan reaksi serta memberikan perlindungan

akan hasil karya ciptanya. Semakin tinggi penghargaan negara terhadap

HKI, maka masa depan suatu bangsa juga akan lebih baik (Dewi

Sulistyaningsih, 2008: 3-4).

c. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual

“Prinsip utama HKI, yaitu bahwa hasil kreasi dari pekerjaan

dengan memakai kemampuan intelektualnya tersebut, maka pribadi yang

Page 18: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

18

menghasilkannya mendapatkan kepemilikannya berupa hak alamiah

(natural)” (Muhammad Djumhana, 2003: 24). Hal ini merupakan

keeksklusifan dari pencipta. Pada tingkatan paling tinggi dari hubungan

kepemilikan, hukum bertindak lebih jauh dan menjamin bagi setiap

manusia penguasaan dan penikmatan eksklusif atas benda atau ciptaannya

tersebut dengan bantuan negara, yakni melalui sistem HKI yang

berdasarkan prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut:

1) Prinsip Keadilan (the principle of natural justice)

Wajar apabila para pencipta suatu karya cipta, atau orang yang dapat

membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya dapat memperoleh

imbalan. Imbalan disini dapat berupa imbalan materi maupun bukan

materi.

2) Prinsip Ekonomi (the economic argument)

Prinsip ini berkait erat dengan prinsip keadilan, setelah seseorang tadi

mendapatkan imbalan sangatlah wajar apabila hal tersebut digunakan

sebagai menunjang kehidupannya di dalam masyarakat sesuai dengan

sifat ekonomis manusia.

3) Prinsip Kebudayaan (the culture argument)

Karya manusia pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkan

hidup, selanjutnya dari karya itu akan timbul pula suatu gerak hidup

yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan demikian

pertumbuhan dan perkembangan karya manusia sangat besar artinya

bagi peningkatan taraf kehidupan, peradapan, dan martabat manusia.

4) Prinsip Sosial (the social argument)

Pemberian perlindungan hukum dari negara tidak boleh semata-mata

digunakan untuk memenuhi kepentingan perseorangan, akan tetapi

harus memenuhi kepentingan seluruh masyarakat

(Afrillyanna Purba, 2005: 14).

d. Hak Kekayaan Intelektual Sebagai Bagian dari Hukum benda

Page 19: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

19

Apabila HKI kita telusuri sebenarnya merupakan salah satu bagian

dari benda, yaitu benda tidak berwujud (immateriil). Perlu kita ketahui

benda dalam kerangka hukum perdata dapat diklasifikasikan benda

berwujud yang telah ditentukan dalam Pasal 503 KUH Perdata dan benda

tidak berwujud yang telah ditentukan dalam Pasal 499 KUH Perdata yang

disebut hak. HKI ini merupakan suatu hak. Untuk itu perlu kita lihat

batasan benda yang ditemukan oleh Pasal 499 KUH Perdata (Abdulkadir

Muhammad, 2007; 3). “Apabila hak kebendaan tersebut dihubungkan

dengan Pasal 56 dengan Pasal 73 UUHC 2002, tampak sekali kalau hak

cipta itu bagian daripada hak kebendaan, yang merupakan hak mutlak

serta bersifat mengikuti ciptaannya, walaupun tidak mendapatkan

perlindungan hukum di negara lain” (Rahmadi Usman, 2003:81).

Pembenaran penggolongan hak tersebut ke dalam hukum harta

benda dapat dilihat dari hak kepemilikan hasil intelektual. Hak

kepemilikan ini sangat abstrak dibandingkan dengan hak kepemilikan

benda yang terlihat, tetapi hak-hak tersebut mendekati hak-hak benda, dan

juga kedua hak tersebut bersifat hak mutlak. Selanjutnya dapat

dianalogikan bahwa setelah benda yang tidak berwujud itu keluar dari

pikiran manusia, maka menjelma dalam suatu ciptaan ilmu pengetahuan,

seni, dan sastra. Hasil tersebut dapat dimanfaatkan dan di reproduksi yang

nantinya menjadi sumber keuntungan.

Pada dasarnya HKI dapat dikategorikan ke dalam dua bagian,

yaitu:

1) Hak Cipta, yang terdiri dari hak cipta dan hak yang berkaitan dengan

hak cipta.

2) Hak Kekayaan Perindustrian yang terdiri dari :

(a) Paten (patent)

(b) Merek Dagang (trade mark)

(c) Desain Industri (Industrial Design).

Bidang-bidang HKI yang telah diatur dalam hukum Indonesia meliputi:

Hak Cipta, Merek, Paten, Rahasia Dagang, Desain Tata Letak Sirkuit

Page 20: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

20

Terpadu, Desain Produk Industri, dan Perlindungan Varietas Tanaman

(Alfriyanna Purba, 2005: 16).

“According to the World Intellectual Property Organization

(WIPO),intellectual property (IP) is a term that refers to“creations of the

mind:inventions,literary and artistic works, and symbols, names, images,

and designs used in commerce. WIPO divides IP into two

categories:industrial property (patents, trademarks, and industrial

designs) and copyright (literary,artistic,creative,and aesthetic works)”

yang artinya menurut World Intellectual Property Organization (WIPO),

HKI adalah istilah yang mengacu pada “Kreasi pikiran: penemuan, sastra

dan karya artistik, dan simbol, nama, gambar, dan desain yang digunakan

dalam perdagangan. WIPO membagi HKI menjadi dua kategori: kekayaan

industri (paten, merek dagang, dan industri desain) dan hak cipta (Sastra,

seni, kreatif, dan estetika bekerja)” (Matthew Dames. 2009: 18).

e. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual

Pasal 570 KUH Perdata disebutkan Hak milik adalah hak untuk

menikmati kegunaaan sesuatu benda dengan leluasa dan untuk berbuat

bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak

bersalahan dengan Undang-undang, atau peraturan umum yang ditetapkan

oleh sesuatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak

mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tidak

mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan

umum berdasarkan atas ketentuan Undang-undang dan dengan

pembayaran ganti rugi.

Ketentuan Pasal 570 KUH Perdata tersebut kita bisa menarik

kesimpulan bahwa setiap hak milik mempunyai unsur:

1) Kemampuan untuk menikmati atas benda atau hak yang menjadi objek

hak milik tersebut.

Page 21: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

21

2) Kemampuan untuk mengawasinya atau menguasai benda yang

menjadi objek hak milik itu, yaitu misalnya untuk mengalihkan hak

milik itu kepada orang lain atau memusnahkannya.

Walaupun demikian, pengaturan hukum di sini memberikan pembatasan

kepada pemiliknya untuk menikmati maupun menguasai atas benda, atau

hak yang merupakan miliknya tersebut. Setiap pengaturan Hak Kekayaan

Intelektual selalu memuat pembatasan terhadap penguasaan atau

penggunaan tersebut, baik secara:

1) Batas-batas yang diadakan oleh peraturan perundang-undangan

Misalnya dalam perundang-undangan hak cipta; hak cipta hanya

berlaku terhadap ciptaan-ciptaan yang telah ditentukan dalam Undang-

undang dan tidak berlaku terhadap ciptaan diluar tersebut; hak cipta

dibatasi oleh masa berlakunya.

2) Batas-batas tata kesusilaan dan ketertiban umum

Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa HKI tidak boleh bertentangan

dengan kesusilaan dan ketertiban umum termasuk pula penggunaan

tanda yang bertentangan dengan agama atau menyerupai nama Allah

dan Rasul-nya.

3) Pencabutan hak milik untuk kepentingan masyarakat, asal saja

pencabutan hak milik itu dilakukan berdasarkan Undang-undang dan

dengan pembayaran ganti rugi yang layak.

Perlindungan HKI yang kuat selain memberikan kepastian hukum,

juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi,

sosial budaya, bahkan segi pertahanan keamanan pun bisa meraih manfaat

dari adanya perlindungan HKI ini. Secara garis besarnya kita dapat

melihat beberapa keuntungan dan manfaat yang dapat diharapkan dengan

adanya perlindungan HKI secara ekonomi, yaitu antara lain:

1) Perlindungan HKI yang kuat dapat memberikan dorongan untuk

meningkatkan landasan teknologi nasional guna memungkinkan

pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

Page 22: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

22

2) Pemberian perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual

pada dasarnya dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim

yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta atau

menemukan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3) Pemberian perlindungan hukum terhadap HKI bukan saja merupakan

pengakuan negara terhadap hasil karya dan karsa manusia, melainkan

juga merupakan penciptaan suasana yang sehat untuk menarik

penanaman modal asing, serta memperlancar perdagangan

internasional.

2. Tinjauan tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta

a. Ketentuan Hak Cipta di Indonesia dalam Sejarah

Indonesia pertama kali mengenal hak cipta pada tahun 1912, yaitu

pada masa Hindia Belanda. Berdasarkan Pasal 131 dan 163 I.S., hukum

yang berlaku di Negeri Belanda yang juga diberlakukan di Indonesia

berdasarkan asas konkordansi. Undang-undang Hak Cipta saat itu adalah

Auterswet 1912, yang pada saat itu istilah yang digunakan adalah hak

pengarang/hak pencipta (author right) yang hanya menggambarkan hak

untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta (Afrillyanna

Purba, 2005: 16).

“Auterwet 1912 ini sangat ketinggalan zaman, sehingga di dalam

praktik akibatnya mengalami kejanggalan-kejanggalan, dirasakan

merugikan kepentingan pihak-pihak yang hidupnya bergantung di bidang

hak cipta. Boleh dikata Autesswet 1912 ini tidak sesuai dengan keadaan

masyarakat kita. Sehingga dibutuhkan sekali untuk penggantian Undang-

undang hak cipta yang baru” (Rahmadi Usman, 2003: 57). Sejak Negeri

Belanda menandatangani naskah Konvensi Bern pada tanggal 1 April

1913, maka sebagai negara jajahannya, Indonesia diikutsertakan dalam

Konvensi tersebut sebagaimana disebutkan dalam Staatblad Tahun 1914

Nomor 797. Konvensi inilah yang kemudian berlaku di Negara Indonesia

Page 23: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

23

sebagai jajahan Belanda dalam hubungannya dengan dunia internasional

khususnya mengenai hak pengarang (hak cipta).

Guna mempertegas perlindungan hak cipta dan menyempurnakan

hukum yang berlaku, maka telah beberapa kali diajukan Rancangan

Undang-undang baru tentang hak cipta yaitu pada tahun 1958, 1966, dan

1971, tetapi tidak berhasil menjadi Undang-undang Hak Cipta sendiri.

Pada tahun 1982 dikeluarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982

tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC 1982). Undang-undang ini

sekaligus mencabut Auterswet 1912 yang dimaksudkan untuk mendorong

dan melindungi penciptaan, menyebarluaskan hasil kebudayaan di bidang

ilmu, seni, dan sastra, serta mempercepat pertumbuhan pencerdasan

bangsa.

Undang-undang perlindungan atas pencipta ini dianggap kurang

memadai dibandingkan dengan negara lain. Selanjutnya pada tahun 1987,

UUHC 1882 yang disempurnakan dengan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1987 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun

1982 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC 1987).

Penyempurnaan ini dimaksudkan untuk menumbuhkan iklim yang lebih

baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu

pengetahuan, seni, dan sastra.

Penyempurnaan berikutnya adalah pada tahun 1997 dengan

berlakunya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta

(selanjutnya disebut UUHC 1997). Penyempurnaan ini diperlukan

sehubungan perkembangan kehidupan yang berlangsung cepat, terutama di

bidang perekonomian tingkat nasional dan internasional yang menuntut

pemberian perlindungan yang lebih efektif terhadap hak cipta. Selain itu

juga karena penerimaan dan keikutsertaan Indonesia di dalam Persetujuan

TRIPs yang merupakan bagian dari Agreement establishing the World

Trade Organizatoin.

Akhirnya pada tahun 2002, Undang-undang Hak Cipta yang baru

telah diundangkan dengan mencabut dan menggantikan UUHC 1997.

Page 24: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

24

Undang-undang ini memuat perubahan-perubahan yang disesuaikan

dengan TRIPs dan penyempurnaan beberapa hal yang perlu untuk

memberi perlindungan bagi karya-karya intelektual di bidang hak cipta,

termasuk upaya untuk memajukan perkembangan karya intelektual yang

berasal dari keanekaragaman seni dan budaya tradisional Indonesia

(Afrillyanna Purba, 2005: 18). Undang-undang ini berlaku sampai

sekarang yakni Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

yang untuk selanjutnya Undang-undang ini dikenal dengan singkatan

UUHC 2002.

“Throughout its history, copyrightlaw and policy have been

created by and have served commercial interests. But this should be

neither surprising nor particularly controversial. Copyright began as a

privilege for publishers to protect their works from being copied without

proper authorization” yang artinya: Sepanjang sejarahnya, hukum hak

cipta dan kebijakannya telah dibuat oleh dan telah melayani komersial

kepentingan. Tapi ini harus tidak mengherankan atau menjadi

kontroversial. Hak Cipta dimulai sebagai suatu kehormatan bagi penerbit

untuk melindungi karya mereka dari penjiplakan tanpa otorisasi yang tepat

(Matthew Dames. 2010: 18).

b. Ruang Lingkup Hak Cipta

1) Istilah, Hak-Hak Terkait, dan Prinsip-Prinsip Hak Cipta

Sumber utama untuk mengetahui tentang hak cipta itu

merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum

positif hak cipta) yakni UUHC 2002 sebagaimana yang telah kita

ketahui sebelumnya. Dalam Undang-undang ini ditemukan pengertian

dari hak cipta itu sendiri, yakni dalam Pasal 1 ayat (1) “Hak cipta

adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan ijin

untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku“.

Page 25: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

25

Unsur-unsur hak cipta dari definisi tersebut adalah sebagai

berikut:

a) Hak esklusif

Hak yang semata-mata diperuntukkan bagi pemegangnya

sehingga tidak ada pihak lain yang boleh memanfaatkan hak

tersebut tanpa izin pemegangnya.

b) Pencipta, sebagai mana diatur dalam Pasal 1 ayat (2) UUHC 2002

Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang secara bersama-

sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan

kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau

keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat

pribadi.

c) Pengumuman, sebagai mana diatur dalam Pasal 1 ayat (5) UUHC

2002:

Pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,

pengedaran, atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan

alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan

cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar, atau

dilihat orang lain.

d) Perbanyakan, sebagai mana diatur dalam Pasal 1 ayat (6) UUHC

2002:

Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu ciptaan, baik

secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial

dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak

sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau

temporer.

Berdasarkan pengertian di atas, maka hak cipta dapat

didefinisikan sebagai sebagai suatu hak monopoli untuk

Page 26: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

26

memberbanyak atau mengumumkan ciptaan yang dimiliki oleh

pencipta atau pemegang hak cipta lainnya yang dalam

implementasinya memperhatikan pada peraturan perUndang-

undangan yang berlaku.

Bila ditelusuri secara mendalam hak cipta ini dapat dibedakan menjadi dua jenis hak, yakni hak moral dan hak ekonomi. Hak moral adalah hak-hak yang melindungi kepentingan pribadi si pencipta. Konsep hak moral ini berasal dari sistem hukum kontinental, yaitu Prancis. Menurut konsep hukum kontinental; hak pengarang yang terbagi menjadi hak ekonomi untuk mendapatkan keuntungan yang bernilai ekonomi seperti uang, dan moral yang menyangkut perlindungan atas reputasi si pencipta (Budi Agus Riswandi, 2004:3).

Hak ekonomi itu sendiri masih bersifat umum, sehingga hak

ekonomi tersebut meliputi:

a) Hak Reproduksi atau Penggandaan

Hak pencipta untuk menggandakan ciptaannya, dilakukan secara

tradisional maupun melalui peralatan modern. Hak reproduksi ini

juga mencakup perubahan bentuk ciptaan suatu ke ciptaan

lainnya, misalnya rekaman musik, pertunjukan drama, juga

pembuatan duplikasi dalam rekaman suara dan film. UUHC

menggunakan istilah hak perbanyakan.

b) Hak Adaptasi

Hak untuk mengadakan adaptasi, dapat berupa penerjemahan dari

bahasa satu ke bahasa yang lainnya, aransemen musik, dramatisasi

dari nondramatik, mengubah menjadi cerita fiksi dari karangan

nonfiksi, atau sebaliknya. Hak ini diatur dalam Konvensi Berne

maupun Konvensi Universal (Universal Copyright Convension)

c) Hak Distribusi

Hak distribusi adalah hak yang dimiliki pencipta untuk

menyebarkan kepada masyarakat setiap hasil ciptaanya.

Penyebaran tersebut dapat berupa bentuk penjualan, penyewaan,

atau bentuk lain yang maksudnya agar ciptaan tersebut dikenal

Page 27: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

27

oleh masyarakat. UUHC menggunakan istilah hak

mengumumkan.

d) Hak Penampilan atau Performance Right

Hak untuk menyajikan kuliah, pidato, khotbah, baik melalui visual

atau apresiasi suara, dan tampilan lain tersebut. Setiap orang atau

badan yang menampilkan, atau mempertunjukan sesuatu karya

cipta, harus meminta izin dari si pemilik hak permorfing tersebut.

e) Hak Penyiaran atau Brodcasting Right

Hak untuk menyiarkan bentuknya berupa mentransmisikan suatu

ciptaan oleh peralatan kabel. Hak penyiaran ini contohnya

penyiaran ulang.

f) Hak Program Kabel

Hak ini hampir sama dengan penyiaran hanya saja

menstrasmisikan melalui kabel. Badan penyiaran televisi

mempunyai suatu studio tertentu, dari sana disiarkan program-

program melalui kabel kepada pesawat pelanggan.

g) Droit de Suite

Droit de Suite adalah hak penciptaan, hak penciptaan ini bukanlah

penciptaan bisa, namun penciptaan yang mempunyai sifat hak

kebendaan.

h) Hak Pinjam Masyarakat

Hak ini dimiliki oleh pencipta yang karyanya tersimpan di

perpustakaan, yaitu dia berhak atas suatu pembayaran dari pihak

tertentu karena karya yang diciptakannya sering dipinjam oleh

masyarakat dari perpustakaan milik pemerintah tersebut.

(Budi Agus Riswandi, 2005: 5-7).

Berdasar hal tersebut hak ekonomi dapat dimiliki oleh

pencipta satu atau lebih dari hak ekonomi tersebut. Hak-hak tersebut

juga dapat dimiliki oleh seseorang ataupun oleh badan hukum. Hal ini

seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 6 UUHC 2002:

Page 28: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

28

Jika suatu ciptaan terdiri atas beberapa bagian tersendiri yang diciptakan dua orang atau lebih, yang dianggap sebagai Pencipta ialah orang yang memimpin serta mengawasi penyelesaian seluruh ciptaan ini, atau dalam hal tidak ada orang tersebut, yang dianggap sebagai Pencipta adalah orang yang menghimpunnya dengan tidak mengurangi Hak Cipta masing-masing atas bagiaan ciptaannya itu.

Tidak semua ciptaan mendapatkan hak cipta. Adapun ciptaan

yang dapat dilindungi harus memperhatikan prinsip-prinsip dasar hak

cipta, yakni:

a) Hak cipta yang dilindungi adalah hak yang telah berwujud dan

asli. Hal ini yang melahirkan dua sub, yaitu:

(1) Suatu ciptaan harus memiliki keaslian (orisinil).

(2) Suatu ciptaan, mempunyai hak cipta jika ciptaan yang

bersangkutan diwujudkan dalam bentuk tertulis atau bentuk

material yang lain.

b) Hak cipta yang timbul dengan sendirinya (otomatis).

c) Suatu ciptaan tidak perlu diumumkan untuk memperoleh hak

cipta, karena baik ciptaan yang diumumkan atau tidak dapat

memperoleh hak cipta.

d) Hak cipta harus suatu ciptaan merupakan suatu hak yang diakui

hukum yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari

penguasaan fisik suatu ciptaan

(Afrillyanna Purba. 2005: 22).

2) Obyek Hak Cipta

Obyek dari Hak Cipta itu sendiri telah diatur dalam Pasal 12

ayat (1) UUHC 2002 yang berbunyi sebagai berikut:

Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: a. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya

tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan

itu; c. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan;

Page 29: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

29

d. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan

pantomim; f. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni

ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan.

g. Arsitektur; h. Peta i. Seni batik; j. Fotografi; k. Sinematografi l. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya

lain dari hasil pengalihwujudan.

Ciptaan tersebut adalah penciptaan yang diketahui sedangkan

hak cipta atas ciptaan yang penciptanya tidak diketahui diatur dalam

Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) UUHC 2002 yang menyatakan:

(1) Negara memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya nasional lainnya.

(2) Negara memegang Hak Cipta atas folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milki bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi dan karya seni lainnya.

UUHC 2002 selain mengatur apa saja yang dapat

dikategorikan sebagai hak cipta, juga menentukan beberapa ciptaan

yang tidak dapat dilindungi, yang termuat dalam Pasal 13, antara lain:

a. Hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara; b. Peraturan perUndang-undangan; c. Pidato kenegaraan atau pidato Pejabat Pemerintah; d. Putusan pengadilan atau penetapan hakim; atau e. Keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis

lainnya.

3) Sifat-sifat Hak Cipta

ciptaan-ciptaan yang memiliki hak cipta tersebut, mempunyai

sifat-sifat sebagai berikut:

a) Hak cipta adalah hak khusus

Diartikan sebagai hak khusus karena hak cipta hanya diberikan

kepada pencipta atau pemilik/pemegang hak dan orang lain

Page 30: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

30

dilarang menggunakannya kecuali atas izin pencipta selaku

pemiliki hak.

b) Hak cipta berkaitan dengan kepentingan umum

Hak cipta mempunyai hak khusus namun demikian ada batasan-

batasan yang harus memperhatikan kepentingan masyarakat yang

juga turut memanfaatkan ciptaan seseorang.

c) Hak cipta dapat beralih maupun dialihkan

Hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2) UUHC 2002.

Pada intinya hak hipta dapat beralih atau dialihkan, baik

seluruhnya maupun sebagian karena: pewarisan, hibah, wasiat,

perjanjian tertulis, atau sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh

peraturan perUndang-undangan.

d) Hak cipta dapat dibagi atau diperinci

Berdasarkan praktik-praktik pelaksanaan hak cipta, maka hak

cipta dibatasi:

(1) Waktu, misalnya lama produksi suatu barang sekian tahun;

(2) Jumlah, misalnya jumlah produksi barang sekian unit dalam

satu tahun;

(3) Geografis, contohnya sampul kaset yang bertuliskan “For Sale

in Indonesia Only”.

(Suyud Margono dan Amir Angkasa, 2002: 20-21).

Ciptaan yang dapat dimasukkan dalam hak cipta, memiliki

sifat-sifat seperti yang dijelaskan tersebut, sedangkan ciptaan yang

tidak ada hak cipta nya tidak memiliki sifat-sifat tersebut.

4) Pendaftaran dan Pembatalan Hak Cipta

Sistem deklaratif adalah sistem yang dianut oleh UUHC 2002.

Artinya, pendaftaran itu tidak menerbitkan hak, tetapi hanya

memberikan anggapan bahwa pihak yang ciptaannya terdaftar itu

Page 31: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

31

adalah pihak yang berhak atas Ciptaaan tersebut dan sebagai pemiliki

asli dari ciptaan terdaftar. Menurut sistem deklaratif, orang yang

pertama kali mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai Pencipta yang

mempunyai hak cipta.

Fungsi pendafttaran hanya untuk memudahkan pembuktian

bahwa pihak yang mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai pencipta

sampai dapat dibuktikan bahwa yang mendaftarkan ciptaan itu bukan

pencipta yang sebenarnya. Pendaftaran bukan suatu keharusan dan

bukan jaminan kepastian hukum atas ciptaan Terdaftar karena masih

dapat digugat oleh pihak yang berhak sebenarnya. Hal ini berbeda

dengan karya intelektual lain yang mempersyaratkan dalam perolehan

haknya melalui proses pendaftaran.

Pendaftaran hak cipta akan memberikan manfaat bagi si

pendaftar. Manfaatnya pendaftar tersebut dianggap sebagai pencipta,

sampai ada pihak lain yang dapat membuktikan sebaliknya di

pengadilan. Pendaftar menikmati perlindungan hukum sampai adanya

putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan

bahwa pihak lain (bukan pendaftar) yang menjadi pencipta. Direktorat

Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI), atau melalui

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Ibu Kota

Propinsi. Adapun syarat-syarat yang perlu dilengkapi adalah sebagai

berikut:

a) Permohonan pendaftaran ciptaan diajukan dengan cara mengisi

formulir yang disediakan untuk itu dalam bahasa Indonesia dan

diketik rangkap 2.

b) Pemohon wajib melampirkan:

(1) Surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui

kuasa;

(2) Contoh ciptaan dengan ketentuan yang telah ditentukan.

c) Salinan resmi akta pendirian badan hukum atau fotocopinya yang

dilegalisasi notaris, apabila pemohon badan hukum;

Page 32: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

32

d) Fotocopy kartu tanda penduduk; dan

e) Membayar biaya pendaftaran.

Pembatalan terhadap ciptaan terdaftar diatur dalam UUHC

2002 yaitu dalam Pasal 42, menurut ketentuan Pasal tersebut, dalam

hal ciptaan didaftar menurut Pasal 37 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal

39, pihak lain menurut Pasal 2 berhak atas hak cipta dapat

mengajukan gugatan pembatalan melalui Pengadilan Niaga.

Ketentuan Pasal 42 ini berkenaan dengan hubungan hukum yang

timbul karena Undang-undang, yaitu hubungan hukum antara

Pendaftar dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual.

Pendaftar harus memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan UUHC

2002. Apabila pendaftar tidak mengetahui kewajibannya, pihak yang

berhak dapat mengajukan gugatan pembatalan kepada Pengadilan

Niaga yang berwenang terhadap hukum pendaftaran ciptaan itu. Tidak

memenuhi kewajiban Undang-undang adalah sebab, sedangkan

gugatan pembatalan adalah akibat.

5) Pengalihan Hak Cipta

Hak cipta sebagai benda bergerak yang immateriil merupakan

bagian dari kekayaan seseorang, maka hak cipta dapat beralih atau

dialihkan, baik seluruhnya ataupun sebagian. Cara beralih atau

mengalihkan hak cipta diatur dalam Pasal 3 UUHC 2002 ayat (2), hak

cipta adalah kekayaan intelektual yang dianggap sebagai benda

bergerak tidak berwujud. Sebagai benda kekayaan, secara hukum,

adapun dalam Pasal tersebut menyebutkan;

Hak cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruhnya maupun sebagian kepada pihak lain karena: a. Pewarisan b. Hibah c. Wasiat d. Perjanjian Tertulis e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perUndang-

undangan.

Page 33: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

33

Hak cipta tidak dapat beralih atau dialihkan secara lisan, tetapi

harus dilakukan secara tertulis, baik dengan maupun tanpa akta

notaris. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-

undangan, misalnya pengalihan yang disebabkan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hakim tetap.

Pengalihan hak cipta didasari oleh motif ekonomi, yaitu

keinginan untuk memperoleh manfaat ekonomi atau keuntungan

secara komersial. Pencipta mengalihkan hak cipta dengan tujuan

mendapatkan royalti, sedangkan penerima selaku pemegang hak cipta

bertujuan memperoleh keuntungan ekonomi dari penjualan ciptaan

yang dihasilkan dari hak cipta tersebut. Pengalihan hak cipta, menurut

ketentuan Pasal 26 ayat (1) UUHC 2002, hak cipta suatu ciptaan telah

ada di tangan pencipta selama kepada pembeli ciptaan itu tidak

diserahkan seluruh hak cipta dari pencipta itu. Ketentuan ini

menegaskan berlakunya asas kemanunggalan hak cipta dengan

penciptanya.

Pengalihan hak apa pun dasarnya, apabila hak tersebut telah

didaftarkan, maka pengalihan hak tersebut dicatatkan dalam daftar

umum ciptaan. Pendaftaran dapat dimohonkan secara tertulis oleh

kedua belah pihak atau dari penerima hak. Pencatatan pengalihan hak

tersebut diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik

Indonesia (Muhamad Djumhana, 2003: 87).

3. Tinjauan tentang Pengetahuan Tradisional

a. Pengertian dan Ruang Lingkup Pengetahuan Pengetahuan Tradisional

Pengertian yang baku mengenai pengetahuan tradisional

(tradisional knowledge) sebenarnya tidak ada. Menurut WIPO,

pengetahuan tradisional merujuk pada berbagai pengetahuan yang sangat

luas, dan tidak terbatas merujuk pada suatu bidang tertentu, Pemisahan

pengetahuan tradisional dari pengetahuan yang lain dan membuatnya

Page 34: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

34

sebagai “tradisional” adalah keterkaitannya dengan komunitas lokal

tertentu. Pengetahuan tradisional diciptakan, dipertahankan, digunakan

dan dilindungi dalam lingkaran tradisional. Istilah “tradisional” berarti

“diturunkan dari generasi ke generasi” dan dalam hal pengetahuan

tradisional biasanya merujuk pada pengetahuan yang diakumulasikan

masyarakat dalam proses pengamalan yang panjang dalam suatu lokasi

tertentu (Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi, 2008: 35).

Tidak banyak orang yang tahu dan tidak mudah untuk menjelaskan dalam sebuah kalimat apa yang dimaksud dengan pengetahuan tradisional. Perbedaan karakteristik dan bentuk-bentuk dari pengetahuan tradisional antara tempat yang satu dengan yang lain, antara kebudayaan yang satu dengan yang lain, tidak memungkinkan untuk dirangkum dalam sebuah kalimat yang dapat diterima baik secara hukum ataupun teknis oleh seluruh pihak. Hingga saat ini, terminologi pengetahuan tradisional yang digunakan secara luas di seluruh dunia, merupakan salah satu upaya untuk memudahkan dalam penyebutan mengenai suatu hal yang sama, yaitu segala sesuatu yang terkait dengan bentuk-bentuk tradisional baik itu suatu kegiatan ataupun hasil suatu karya yang biasanya didasarkan pada suatu kebudayaan tertentu (http://www.lkht.net/index.php?option=com_ content&view=article&id=62:pengetahuan-tradisional&catid=1:hki-telematika&Itemid=37> [17 Maret 2010 pukul 14.00]).

Seringkali pengetahuan tradisional merupakan pengetahuan yang

penting terhadap identitas dari suatu komunitas, jadi pengetahuan

tradisional sesungguhnya dihasilkan dan dipelihara secara turun-temurun

oleh penduduk asli atau suatu komunitas lokal di suatu negara. Kerajinan

pahat, kerajinan ukir, ataupun motif batik, hanya merupakan sebagian

kecil dari pengetahuan tradisional. Sebenarnya, banyak benda-benda atau

apa yang kita lakukan sehari-hari termasuk ke dalam pengetahuan

tradisional yang tidak kita sadari. Adapun ruang lingkup dari pengetahuan

tradional ini sangatlah banyak sekali.

Lingkup dan kategori-kategori pengetahuan tradisional mencakup

pengetahuan, pertanian, pengetahuan ilmiah, pengetahuan teknis,

pengetahuan ekologis, pengetahuan medis (termasuk obat-obatan dan

tindakan medis yang terkait), pengetahuan yang terkait dengan

keanekaragaman hayati, ekspresi cerita rakyat dalam bentuk musik, tarian,

Page 35: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

35

nyanyian, kerajianan tangan, desain, cerita-cerita dan karya seni, unsur-

unsur bahasa seperti: nama-nama, indikasi geografis, dan simbol-simbol,

serta benda-benda budaya yang dapat bergerak. Sedangkan yang tidak

termasuk dalam lingkup pengetahuan tradisional adalah item-item yang

tidak disebabkan oleh kegiatan intelektual dalam bidang-bidang industri,

ilmiah/pengetahuan, kesusastraan atau bidang artistik seperti fosil

manusia, bahasa secara umum, “warisan” dalam pengertian luas

(Afrillyanna Purba, 2005: 37-38).

b. Perlindungan Hukum Hak Cipta atas Folklore dan Pengetahuan

Tradisional

Perlindungan hukum yang diberikan untuk folklore dan

pengetahuan tradisional, dalam ketentuan UUHC 2002 secara tersirat telah

diatur. Pengaturan tersebut dalam Pasal 10 UUHC 2002 yang berjudul

“Hak cipta atas ciptaan yang penciptanya Tidak Diketahui”, menetapkan:

(1). Negara memegang hak cipta atas karya peninggalan, prasejaarah, sejarah, dan benda nasional lainnya.

(2). Negara memegang hak cipta atas Folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi miliki bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda, babad, lagu, kerajianan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya.

(3). Untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan tersebut pada ayat (2), orang yang bukan warga negara Indonesia harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari instansi yang terkait dalam masalah tersebut.

(4). Ketentuan lebih lanjut mengenai hak cipta yang dipegang oleh Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 10 tersebut sebenarnya telah berupaya memberikan jalan

keluar dengan mengatakan bahwa negara “yang mewakili” kepentingan

rakyatnya (dalam hal ini; masyarakat tradisional di Indonesia) sebagai

pemegang hak cipta. Apabila pihak asing memanfaatkan karya budaya/

pengetahuan tradisionalnya tanpa mengindahkan kepentingan Indonesia

akan bermasalah dengan Negara Indonesia. Hal ini sebagai salah satu

bahwa pengetahuan tradisional telah dilindungi di Negara Indonesia.

Page 36: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

36

Jangka waktu perlindungan tersebut ditetapkan pula dalam UUHC

2002 pada Pasal 31 ayat 1a “Hak cipta atas Folklore dan hasil kebudayaan

rakyat yang menjadi milik bersama, perlindungannya berlaku tanpa batas

waktu”. Pasal-Pasal ini merupakan Pasal-Pasal yang terdapat dalam

UUHC 2002 untuk melidungi folklore dan pengatahuan tradisional.

Ketentuan tersebut hanya diatur sebatas siapa pemegang hak dan bagaimana bila orang asing akan memperbanyak atau mempergunakan ciptaan yang haknya dipegang negara. Ketentuan tersebut belum secara rinci mengatur tentang norma apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh orang asing. Termasuk kesulitan dalam menentukan hukum acara perdata dan pidana bagi orang asing di luar wilayah RI yang dianggap melanggar ketentuan tersebut (Arif Syamsudin. 2008: 18).

c. Pentingnya Perlindungan Pengetahuan Tradisional di Indonesia dan

Permasalahannya

Topik pembahasan konsep pengetahuan tradisional (traditional

knowledge), sumber daya genetika (genetic resources), serta ekspresi

budaya lokal (expression of folklore). Negara-negara berkembang

termasuk Indonesia sangat prihatin terhadap hal ini, bahkan badan

internasional seperti WIPO (General Assemblies tahun 2000) telah

membentuk team untuk mempelajari dan mengembangkan ketiga bidang

di atas dalam kaitan dengan perlindungan karya intelektual. Beberapa

kasus populer misalnya menyangkut masalah penggunaan kunyit

(turmeric) sebagai obat (India) yang dipatenkan di AS, paten atas

Brotowali di Jepang atau juga ayahuasca di daerah Amazon, yang juga

dipatenkan di AS (A. Zen Umar Purba. 2002.: 1).

Berdasarkan hal tersebut secara tersirat menggambarkan bahwa

Pengetahuan tradisional itu menjadi sangat penting termasuk di Indonesia,

setidak-tidaknya karena tiga alasan yaitu: (1) adanya potensi keuntungan

ekonomis yang dihasilkan dari pemanfaatan pengetahuan tradidional, (2)

keadilan dalam sistem perdagangan dunia, dan (3) perlunya perlindungan

masyarakat lokal (Agus Sardjono, 2006: 2).

Page 37: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

37

1). Alasan Pertama, Indonesia yang memiliki potensi sumber daya hayati

dan pengetahuan tradisional terkait, ternyata belum menikmatai secara

ekonomi atas hasil dari pemanfaatan sumber daya tersebut. Indonesia

yang Notabene merupakan “lumbung” dari keanekaragaman hayati

yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan obat justru tidak

menikmati keuntungan ekonomi dari kekayaan hayati tersebut.

2). Alasan kedua, dalam perdagangan internasional, khususnya yang

berkenaan dengan aspek Hak Kekayaan intelektual (HKI), Indonesia

berada di bawah tekanan negara-negara maju karena harus

melaksanakan TRIPs agreement sebagai salah satu kesepakatan di

dalam rezim World Trade Organisasion (WTO). Di sisi lain negara-

negara maju enggan untuk mempertimbangkan kekayaan intelektual

masyarakat lokal dalam belum pengetahuan tradisional.

3). Alasan Ketiga, Pemerintah Indonesia perlu memberikan perlindungan

bagi hak masyarakat lokal berkenaan dengan pengetahuan tradisional

mereka mengingat masyarakat sendiri tidak menyadari bahwa

pengetahuan tradisional, antara lain di bidang obat-obatan memiliki

nilai ekonomis.

Pengetahuan tradisional memang penting untuk mendapatkan suatu

perlindungan hukum, namun dalam perkembangannya pengetahuan

tradisional ini juga membawa suatu yang dapat dibagi ke dalam dua

permasalahan utama yakni perlindungan yang mempertahankan

pengetahuan tradisional atau ketentuan yang menjamin itu tidak akan

sukses diperoleh oleh HKI melalui ketentuan pengetahuan tradisional

yang konvensional dan perlindungan yang mempertahankan pengetahuan

tradisional akan sukses dengan menggunakan mekanisme hukum

tradisonal, dan HKI.

d. Tujuan Perlindungan Pengetahuan Tradisional

Karya cipta yang termasuk dalam pengetahuan tradisional ini

dipegang oleh negara. Apabila pengakuan terhadap suatu karya intelektual

Page 38: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

38

maupun perlindungan terhadap karya tradisional dianut sistem

kepemilikan yang bersifat individu (private property) sebagaimana

karakter dari perlindungan HKI maka tentunya akan ditemukan kesulitan-

kesulitan. Jadi sudahlah tepat perlindungan bagi karya yang telah ada lama

dan tidak diketahui penciptanya dijadikan sebagai kara pengetahuan

tradisional yang dipegang oleh Negara.

“Karya tersebut yang dimaksukan dalam pengetahuan tradisional

dapat bertujuan utama sebagai upaya pencegahan konflik berkepanjangan

dalam hal klaim hak kepemilikan yang dapat timbul di Indonesia yang

plural”(http://www.lkht.net/index.php?option=com_content&view=article

&id=72:perlindungan-hki-bagi-traditional-knowledge&catid=1:hki-

telematika&Itemid=37> [17 Maret 2010 pukul 14.30]). Karya

pengetahuan traditional ini juga bertujuan untuk kesejahteraan bangsa

Indonesia, yaitu kearah negara yang akan memberdayakan atau

membangun masyarakatnya yang sebagian masih miskin, maupun

menerapkan cara hidup yang tradisional dalam kondisi modernisasi,

globalisasi yang sudah tak terbendung.

4. Tinjauan tentang Penegakan Hukum Hak Cipta

a. Penegakan Hukum pada Umumnya

“Manusia tidak mungkin dapat bertahan hidup tanpa

bermasyarakat. Dalam bermasyarakat diperlukan keteraturan dan

ketertiban sebagai syarat fundamental. Bahwa keteraturan dan ketertiban

merupakan tujuan utama dari hukum, maka manusia dan hukum

merupakan pengertian yang tidak dapat dipisahkan” (Hendarman Supandi,

2008:1). Negara Indonesia adalah negara hukum (rechtsaat), bukan

merupakan negara yang berdasarkan kekuasaan (machstaat). Sejak awal

kemerdekaan, Negara Indonesia ini dikelola berdasarkan hukum. Semua

dalam kegiatan bermasyarakat, kegiatan berusaha, kegiatan berbangsa dan

kegiatan bernegara serta seluruh perbuatan hukum lainnya di negara ini

harus dilakukan dan tunduk kepada hukum positif yang berlaku dan setiap

Page 39: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

39

pelanggaran terhadapnya haruslah dikenakan sanksi sesuai dengan hukum

yang berlaku pula.

Penegakan hukum merupakan pusat dari seluruh “aktivitas kehidupan” hukum yang dimulai dari perencanaan hukum, pembentukan hukum, penegakan hukum dan evaluasi hukum. Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan interaksi antara berbagai perilaku manusia yang mewakili kepentingan-kepentingan yang berbeda dalam bingkai aturan yang telah disepakati bersama. Oleh karena itu, penegakan hukum tidak dapat semata-mata dianggap sebagai proses menerapkan hukum sebagaimana pendapat kaum legalistik. Namun proses penegakan hukum mempunyai dimensi yang lebih luas daripada pendapat tersebut, karena dalam penegakan hukum akan melibatkan dimensi perilaku manusia. Dengan pemahaman tersebut maka kita dapat mengetahui bahwa problem-problem hukum yang akan selalu menonjol adalah problema “law in action” bukan pada “law in the books” (Zudan Arif Fakrulloh. 2005:22-23).

Suatu penegakan hukum, sesuai kerangka Friedmann, hukum harus

diartikan sebagai suatu isi hukum (content of law), tata laksana hukum

(structure of law) dan budaya hukum (culture of law). Sehingga,

penegakan hukum tidak saja dilakukan melalui perundang-undangan,

namun juga bagaimana memberdayakan aparat dan fasilitas hukum dan

juga yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana menciptakan budaya

hukum masyarakat yang kondusif untuk penegakan hukum

(http://herususetyo.multiply.com/journal/item/9> [25 Maret 2010 pukul

19.15]).

Penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto sebenarnya terletak

pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor

yang mempengaruhi berfungsinya kaedah hukum dalam masyarakat yaitu:

1). Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi pada Undang-undang

saja.

2). Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun

menerapkan hukum.

3). Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

4). Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku

atau diterapkan.

Page 40: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

40

5). Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, oleh karena

merupakan esensi dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur

daripada efektivitas penegakan hukum. Dengan demikian, maka kelima

faktor tersebut akan dibahas lebih lanjut dengan mengetengahkan contoh-

contoh yang diambil dari kehidupan masyarakat Indonesia (Soerjono

Soekanto, 1983: 6).

Faktor kebudayaan terkait dengan faktor masyarakat, di mana

faktor kebudayaan merupakan bagian atau sub sistem dari masyarakat.

Menurut Lawrence M. Friedman Sebagai suatu sistem maka hukum

mencakup struktur, subtansi, dan kebudayaan. Suatu sistem dalam

kebudayaan hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari

hukum yang berlaku, nilai-nilai mengenai apa yang dianggap baik

sehingga dianuti dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari. Adapun

nilai yang berperanan dalam hukum adalah nilai ketertiban dan nilai

ketentraman. Nilai inilah yang nantinya berpengaruh lebih pada penegakan

hukum (Soerjono Soekanto, 1983: 45).

b. Penegakan Hukum Hak Cipta

Disadari atau tidak, di Indonesia marak sekali terjadinya

pelanggaran-pelanggaran hak cipta mulai dari pembajakan buku,

pembajakan kaset, pembajakan software, peniruan motif batik dan

pelanggaran-pelanggaran hak cipta lainnya. Kemajuan teknologi yang kini

terus berkembang dirasakan turut mempermudah terjadinya pelanggaran-

pelanggaran hak cipta. Meskipun Indonesia telah mempunyai perangkat

hukum di bidang hak cipta yakni yang berlaku sampai saat ini UUHC

2002, akan tetapi rasanya penegakan hukum atas pelanggaran hak cipta ini

masih dirasakan sulit dicapai dan sepertinya permasalahan ini di Indonesia

akan tetap terjadi, serta sulit dituntaskan.

Page 41: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

41

Penegakan hukum terletak pada beberapa faktor yang

mempengaruhinya. Faktor hukumnya sendiri, dalam hal ini dibatasi

melalui UUHC 2002 yang mulai berlaku pada 29 Juli 2003 yang mengatur

segala sesuatu mengenai hak cipta sampai dengan sanksi dari pelanggaran

hak cipta. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum, penegak hukum merupakan golongan

panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai kemampuan-

kemampuan tertentu sesuai dengan aspirasi masyarakat. “Penegak hukum

di Indonesia terdiri dari Polisi, Jaksa, Hakim, dan advokat yang

kebanyakan akhir-akhir ini menjadi sorotan kurang professional, tidak

konsisten menjalankan etika profesi, dan gampang tergoda hal-hal yang

bersifat materi” (Otto Hasibuan, 2008: 252).

Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum

dalam hukum hak cipta ini. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu,

maka tidak mungkin penegakan hukum akan berjalan dengan lancar.

Sarana atau fasilitas tersebut antara lain, mencakup tenaga manusia yang

berpendidikan dan trampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,

keuangan yang cukup, dan seterusnya. Faktor ini dirasakan masih kurang,

salah satunya dibatasinya kantor yang melayani hak cipa pada Dirjen HKI

di Jakarta dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

wilayah propinsi merupakan suatu hambatan tersendiri dalam penegakan

hukum, di mana para pencipta maupun pemegang hak cipta di kota yang

jauh dari kantor tersebut khususnya enggan untuk mendaftarkan

ciptaannya terkait dengan penambahan biaya transportasi pendaftaran.

Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut

berlaku atau diterapkan. Masyarakat di Indonesia cenderung lebih memilih

barang-barang yang bajakan karena sesuatu hal, misalnya saja barang

bajakan dilihat dari sisi ekonomi cenderung lebih murah bahkan terpaut

jauh dengan harga barang yang asli atau original, dan barang bajakan atau

misalnya kaset atau CD bajakan lebih mudah didapat karena hampir di

setiap daerah selalu ada pedagang bajakan.

Page 42: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

42

Pemahaman masyarakat Indonesia terhadap hak cipta khususnya

dan HKI umumnya masih sangat rendah, terbukti bahwa kebanyakan

orang tidak merasa bersalah menjual maupun membeli produk hasil

bajakan. Penjualan buku bajakan, kaset atau CD bajakan mungkin banyak

yang sadar perbuatan dilarang hukum. Akan tetapi, tidak demikian halnya

dengan para pembeli. Langsung atau tidak langsung, banyaknya peminat

barang bajakan itulah yang membuat maraknya produksi dan penjualan

barang bajakan. Kalau saja masyarakat sadar nilai sebuah ciptaan sehingga

merasa bersalah jika membeli barang bajakan, hal itu sangat efektif

menekan bahkan mungkin menghentikan ekploitasi ciptaan orang lain oleh

orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri (Otto Hasibuan, 2008:

255).

Faktor kebudayaan di mana erat kaitannya masalah kultur

(kebudayaan) adalah masalah paradigma (cara pandang) masyarakat

terhadap kejahatan hak cipta itu sendiri. Realitas menunjukkan bahwa

masyarakat kita umumnya tidak memandang kejahatan hak cipta sebagai

kejahatan, berbeda dengan masyarakat memandang kejahatan pencurian.

Cara pandang masyarakat mengenai penegakan hukum hak cipta itu dirasa

sangat kurang, malahan seperti yang disebutkan diatas banyak orang yang

membeli barang bajakan. Masyarakat memandang bahwa kejahatan hak

cipta tidak terlalu buruk (Otto Hasibuan, 2008: 257-258).

Kelima faktor tersebut saling berkaitan karena merupakan esensi

dari penegakan hukum, juga merupakan tolak ukur daripada efektivitas

penegakan hukum. Apabila kita lihat dari kenyataan faktor-faktor tersebut

penegakan hukum mengenai hak cipta ini masih rendah sekali, bahkan hal

tersebut menghambat penegakan hukum hak cipta di Indonesia.

5. Tinjauan tentang Batik

a. Pengertian

Pengertian batik menurut Santoso Doellah adalah sehelai wastra,

yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga

Page 43: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

43

digunakan dalam matra tradisional beragam hias pola batik tertentu yang

pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam “lilin

batik” sebagai bahan perintang warna. Dengan demikian, suatu wastra

dapat disebut batik bila mengandung dua unsur pokok: teknik celup rintang

yang menggunakan lilin sebagai perintang warna dan pola yang beragam

hias khas batik (Santosa Doellah, 2002: 10).

Seni batik pada dasarnya merupakan seni lukis dengan bahan kain,

canthing dan malam ‘sebangsa cairan lilin’. Canthing biasanya berbentuk

seperti mangkuk kecil dengan tangki (pegangan) terbuat dari kayu atau

bambu dan bermoncong satu atau lebih. Canthing yang bermoncong satu

untuk membuat garis, titik atau cerek, sedangkan canthing yang

bermoncong beberapa (dapat sampai tujuh) dipakai untuk membuat hiasan

berupa kumpulan titik-titik.

Kata batik berasal dari bahasa Jawa “ambatik” atau “a-mba-tik”

atau mbatik. Kata “mbat” disebut juga ngembat artinya melontarkan/

melempar, sedangkan “tik” berarti kecil, sehingga batik dapat diartikan

segala melontarkan titik berkali-kali pada sehelai kain. Keahlian tersebut

merupakan pengungkapan atau ekspresi ide-ide dan pemikiran estetika serta

penciptaan keindahan dalam menghias kain mori. “Pengertian batik yaitu

gambaran atau hiasan pada kain yang pengerjaannya melalui proses

penutupan dengan bahan lilin atau malam yang kemudian dicelup atau

diberi warna” (Moch Najib Imanullah dkk. 2005:1234). Sementara menurut

Hamzuri, batik diartikan sebagai lukisan atau gambar pada mori yang

dibuat dengan menggunakan alat bernama canting (Afrillyanna Purba,

2005: 45).

Pembuataannya batik dibutuhkan ketekunan, keuletan, kecermatan,

dan keahlian untuk menghasilkan sebuah motif batik yang beraneka ragam.

Motif yang dihasilkan tanpa corak khusus ragam hias batik yang sangat

dipengaruhi dan erat hubungannya dengan faktor-faktor seperti letak

geografis, alam sekitar, adat-istiadat, tradisis agama, kepercayaan, dan tata

Page 44: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

44

penghidupan masyarakat daerah yang bersangkutan. Ekspresi dari

pembuatan batik inilah yang menyebabkan batik menjadi suatu seni.

b. Perkembangan Batik di Indonesia

Asal mula perkembangan batik di Indonesia banyak menimbulkan

perdebatan. Ada sebagian pihak yang menyetujui bahwa batik memang

berasal dari Indonesia, tetapi ada juga beberapa pihak yang tidak

menyetujuinya. Pihak yang setuju mengatakan bahwa batik di Indonesia

adalah suatu bentuk kesenian yang berdiri sendiri dan tidak ada hubungan

dengan batik yang berkembang di negara lain. Cara pembuatan maupun

corak-corak dan cara hiasan yang ada pada batik Indonesia tidak

mempunyai kemiripan dengan cara pembuatan batik asing. Sementara

pihak yang tidak setuju dengan pendapat bahwa batik berasal dari Indonesia

mengemukakan bahwa batik dibawa sejak nenek moyang kita ketika

melakukan perpindahan penduduk, atau mungkin juga diperkenalkan

kepada nenek moyang kita oleh kaum pendatang. Itulah sebabnya cara

pembuatan dan penghiasan batik tidak hanya dikenal di Indonesia, tetapi

juga ada di Thailand, India, Jepang, Srilangka, dan Malaysia (Afrillyanna

Purba, 2005: 46).

Terlepas dari kedua pendapat tersebut, sesungguhnya batik memiliki

latar belakang yang kuat dengan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala

bidang dan bentuk kebudayaan serta kehidupan sehari-hari. Batik di

Indoensia terus mengalami perubahan seiring dengan pengaruh dan

perkembangan zaman. Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan

perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah

Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada

masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan

Yogyakarta. Kesenian batik di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan

Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya.

Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia

dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII.

Page 45: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

45

Batik secara historis berasal dari zaman nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam sejarah perkembangannya batik mengalami perkembangan, yaitu dari corak-corak lukisan binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya. Selanjutnya melalui penggabungan corak lukisan dengan seni dekorasi pakaian, muncul seni batik tulis seperti yang kita kenal sekarang ini (http://www. batikmarkets.com/batik.php> [20 Februari 2010 pukul 16.00]).

Kesenian batik merupakan kesenian gambar di atas kain untuk

pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia

zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja

dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh

karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian

batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya

masing-masing. Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat

dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah

tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya

hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang

digemari, baik wanita maupun pria. Bahkan kain putih yang dipergunakan

waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

Batik Indonesia ternyata mampu mendorong semangat para seniman

batik untuk berkarya cipta sekaligus mampu menguatkan rasa “ikut

memiliki“ warisan budaya leluhur tersebut bagi berbagai suku bangsa di

Indonesia karena ragam hias pakaian adat mereka juga ikut tampil dalam

pola batik Indonesia. Pola-pola baru bermunculan, masing-masing dengan

ciri, gaya, dan warna yang tiada duanya (Santosa Doellah, 2002: 212).

Dinamika perkembangan batik mengalihkan perhatian konsumen

batik, masyarakat beralih ke tekstil motif batik, sedang kaum borjuis

Indonesia memakai kain batik halus (batik tulis) untuk keperluan acara

resmi maupun pesta-pesta resmi. Dinamika tersebut akan membawa batik

tulis (batik canting) ke singgasananya yang eksklusif (Dharsono. 2009:1).

Page 46: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

46

c. Jenis Batik

Seperti yang dikatakan diatas bahwa batik dibedakan menjadi batik

tradisional dan batik modern, pembagian dari ke dua jenis tersebut adalah

sebagai berikut:

1) Batik tulis

Batik tulis adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik

menggunakan tangan. Pembuatan batik jenis ini memakan waktu

kurang lebih 2-3 bulan. Pada batik tulis ini sukar sekali dijumpai pola

ulang yang dikerjakan persis sama, pasti ada selintas yang berbeda.

Hal ini bisa menjadi suatu kelebihan.

2) Batik Modern

a) Batik cap adalah kain yang dihias dengan teksture dan corak batik

yang dibentuk dengan cap (biasanya terbuat dari tembaga). Proses

pembuatan batik jenis ini membutuhkan waktu yang singkat yakni

kurang lebih 2-3 hari. Kelemahan dari batik cap ini adalah motif

yang dibuat terbatas.

b) Batik Kombinasi, merupakan kombinasi antara tulis dan cap dibuat

dalam rangka mengurangi kelemahan-kelemahan yang terdapat

pada produk cap. Proses pembuatannya memerlukan persiapan yang

rumit terutama dalam penggabungan motif yang ditulis dan motif

capnya.

c) Tekstil Motif Batik, Kain batik jenis ini tumbuh dalam rangka

memenuhi kebutuhan batik yang cukup besar dan tidak dapat

dipenuhi secara industri batik biasa, sehingga diproduksi oleh

industri tekstil dengan menggunakan motif batik sebagai desain

tekstilnya.

(Alfrillyanna Purba, 2005 : 50-51).

d. Proses Pembuatan Batik Tradisional

Page 47: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

47

Pembuatan batik Tradisional tidaklah mudah. Pembuatan batik

membutuhkan proses yang sangat panjang sekali. Proses membatik adalah

rangkaian aktifitas yang dilakukan dalam membuat batik, mulai dari

menyiapkan kain dasar (polos) sampai menjadi kain batik yang siap

digunakan sesuai keperluan. Proses pembuatan batik tersebut adalah

sebagai berikut:

1). Kemplong, kain dibasahi dan dipukuli dengan pemukul kayu supaya

lunak sehingga malam dapat menempel kuat dan rata. Adapun bahan

yang digunakan adalah primis, mori, promisima, sutera, atau bahan lain

yang terbuat dari bahan alam agar malam bisa melekat kuat.

2). Mola, adalah membuat pola ragam hias di atas kain putih (mori) dengan

pensil. Adapun caranya adalah ragam hias batik yang dibuat di atas

kertas tembus pandang diletakkan di atas meja kaca yang di bawahnya

diberi lampu. Kemudian, kain mori diletakkan di atas kertas yang telah

terpola itu sehingga tinggal menggambar motif batik sesuai dengan pola

batik di bawahnya dengan pensil.

3). Ngengreng, adalah membatik kontur menurut pola dasar ragam hiasnya.

Ngengreng dilakukan dengan menggunakan canting dan mengikuti

pola-pola yang digambarkan dengan pensil. Fungsinya adalah sebagai

dasar peletakan isen-isen yang merupakan ciri khas ragam hias batik.

4). Nembok, adalah proses menutup bidang yang mempunyai ukuran besar

atau bidang rata berupa blok-blok. Caranya dengan menutup bagian

yang telah dicolet agar tidak terkena warna saat pencelupan.

5). Nyolet, adalah teknik menghasilkan warna-warna tanpa melalui proses

pencelupan. Biasanya menghasilkan warna-warna mencolok seperti

merah, kuning, hijau, biru, oranya, dan ungu untuk mengimbangi warna

pencelupan yang cenderung berwarna pastel. Caranya dengan mewarnai

kain batik dengan zat warna dan kuas.

6). Malam, berfungsi sebagai penutup bagian dari kain agar tidak tertimpa

warna saat proses pewarnaan. Bahan terdiri dari campuran gondorukem,

“mata kucing”, paraffin, lilin lebah, dan lemak.

Page 48: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

48

7). Mendel, adalah pewarnaan dengan zat warna alam yang terbuat dari

nila (indigo) yang biasanya dilakukan selama dua hari atau lebih untuk

menghasilkan warna yang lebih matang. Caranya ialah pohon tom

dipilah, diproses, dan diramu menjadi nila berupa cairan berwarna biru

tua. Teknik pencelupan dengan sistem ini mayoritas telah ditinggalkan

perajin dan beralih ke zat warna sintesis.

8). Ngerok, adalah mengelupas malam atau lilin yang menempel di kain

setelah mendel yang dilakukan dengan logam tipis tetapi tajam.

Tujuannya untuk pewarnaan selanjutnya pada bidang yang terkelupas

bisa terkena warna cokelat, sedangkan bidang biru akan menjadi hitam

karena percampuran warna cokelat dan biru.

9). Nyoga, adalah pewarnaan tradisional kedua setelah mendel dengan

menggunakan bahan baku beberapa kulit kayu yang menghasilkan

warna cokelat cemerlang. Kualitas warnanya dapat bertahan sampai

ratusan tahun. Perusahaan batik yang memakai soga sudah langka saat

ini.

10). Ngorod, adalah proses melepas malam yang telah digunakan untuk

membatik atau menutup permukaan kain supaya tidak terkena warna

dengan cara direbus. Tujuannya adalah selain kain cepat menjadi

bersih, ngorod juga digunakan sebagai proses finishing untuk

mematikan warna. Agar warna kain lebih matang dan tidak luntur,

perebusan saat nglorod diberi soda abu.

11). Angin-angin/pengeringan, meniriskan sisa zat warna yang berada di

dalam kain setelah dibilas dengan air dan kering tanpa terkena sinar

matahari. Biasanya dilakukan setelah pencelupan warna pertama dan

kedua untuk menghilangkan zat warna yang masih ada di dalam kain

basah

(Sultani. “Batik, Warisan Tradisional yang Mendunia”. Kompas, 20 Maret

2010).

e. Batik Tradisional di Kota Surakarta

Page 49: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

49

Pewarisan budaya khususnya yang berkenaan dengan pewarisan

budaya batik ini, apa yang diperoleh dari generasi terdahulu akan

senantiasa mendapatkan sentuhan-sentuhan baru dari mana pun asal

gagasannya. Ide dari luar komunitas (masyarakat) dapat berkenaan dengan

desain, bahan maupun teknik, dan terhadap berbagai bentuk masukan dari

luar itu dapat dilakukan adopsi sepenuhnya atau dengan adaptasi dan

modifikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat. Proses

pembuatannya yang rumit dan terkadang disertai dengan serangkaian ritual

khusus, juga mengandung filosofi tinggi yang terungkap dari motifnya.

Batik di Kota Surakarta memiliki nilai filosofi, nilai inilah yang menjadi

pembeda dengan batik-batik di kota lain.

Para pencipta ragam hias batik pada zaman dahulu tidak hanya menciptakan sesuatu yang hanya indah dipandang mata saja, tetapi mereka juga memberi makna atau arti, yang erat hubungannya dengan falsafah hidup yang mereka hayati. Mereka menciptakan sesuatu ragam hias dengan pesan dan harapan yang tulus dan luhur semoga akan membawa kebaikan serta kebahagiaan bagi si pemakai. Ini semua dilukiskan secara simbolis Hal ini merupakan cirri khas ragam hias batik dari daerah Solo (Nian S. Djoemana, 1986: 10).

Ragam hias di Kota Surakarta bersifat simbolis yang erat

hubungannya dengan falsafah hindu Jawa antara lain:

1) Sawat atau Lar, yang melambangkan mahkota atau penguasa tinggi

2) Meru melambangkan gunung atau tanah (bumi)

3) Naga melambangkan air, yang juga disebut tula atau banyu.

4) Burung melambangkan angin atau dunia atas.

Ragam hias ini nantinya akan tertuang pada motif-motif batik, yang juga

memiliki lambang atau makna didalamnya.

Perkembangan masa kini sebenarnya juga membawa suatu

perkembangan batik di Kota Surakarta. Perkembangan-perkembangan

tersebut dapat dilihat dari sisi cara pembuatan ataupun motifnya.

Perkembangan tersebut tidaklah mudah untuk membuat suatu motif baru,

perkembangan disini biasanya hanya suatu kreasi-kreasi dari batik yang

Page 50: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

50

telah ada sebelumnya. Berdasarkan sejarahnya yang tidak dapat dipisahkan

dari budaya dan kehidupan sehari-sehari masyarakat, maka batik memiliki

kandungan makna filosofis tersendiri dalam setiap motifnya. Motif batik di

Kota Surakarta mengandung makna filosofis sebagai berikut :

1). Kedudukan sosial si pemakai

Motif batik yang ada hubungannya dengan kedudukan sosial seseorang

umpamanya, antara lain adalah batik dengan motif batik Parang Rusak

Barong, Sawat, dan Kawung. Batik dengan motif ini hanya boleh

dipakai oleh raja-raja beserta keluarga dekatnya. Motif ini merupakan

ragam hias larangan, karena hanya orang tertentu yang boleh

memakainya, namun dewasa ini motif larangan telah menjadi milik

masyarakat umum.

2). Pada kesempatan atau peristiwa mana kain batik ini dipakai atau

dipergunakan tergantung diri makna atau arti dan harapan yang

terkandung pada ragam hias tersebut.

a) Motif Sido Mukti, yang dipakai pengantin wanita dan pria pada

upacara perkawinan dinamakan Sawitan (pasangan). Sido berarti

terus-menerus, dan mukti berarti hidup dalam berkecukupan dan

kebahagiaan. Dapat disimpulkan bahwa motif ini melambangkan

harapan dan masa depan yang baik, penuh kebahagiaan yang kekal

untuk kedua mempelai dan juga sebagai lambing cinta yang

bersemi. Selain motif ini ada juga motif Sido Asih, Sido Mulyo, dan

Sido Luhur. Ada juga Motif Ratu Ratih dan Semen Rama, yang

melambangakan kesetiaan istri pada suami

b) Motif Truntum, yang dipakai oleh orang tua pengantin yang berarti

menuntun. Memiliki makna sebagai orang tua yang berniat akan

menuntun kedua mempelai memasuki hidup baru. Untuk motif ini

dikenal juga motif Sido Wirasat.

Page 51: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

51

c) Motif Satria Manah, yang dipakai oleh wali pengantin pria ketika

meminang, yang memiliki filosofi satria memanah sudah tentu

selalu mengenai sasarannya, dengan harapan agar keluarga sang

wanita dapat menerimanya.

d) Motif Semen Rante, yang bisa dipakai pihak keluarga wanita yang

akan menyambut lamaran. Filosofi dari motif ini adalah lambing

ikatan yang kokoh dan kuat.

e) Motif Madu Bronto, motif batik yang diberikan pada saat seserahan

yang dapat diartikan asmara yang manis bagaikan madu.

f) Motif Parang Kusuma, motif batik yang digunakan wanita pada saat

pertunangan yang berarti bunga yang telah mekar, bisa juga

menggunakan parang cantle.

g) Motif Pamiluto, yang digunakan ibu pada saat anak perempuannya

bertunangan. Makna dari motif ini adalah harapan Ibu agar

pasangan dara dan pria tersebut tidak terpisahkan. Bisa juga

menggunakan motif Sekar Jagad.

h) Serta motif-motif lain.

(Nian S. Djoemana, 1986: 11-15).

Batik akan selalu menandai setiap peristiwa penting dalam

kehidupan manusia Jawa sejak lahir hingga ajal tiba.

(http://www.javabatik.org/artikel_3.html> [21 Februari 2010 pukul

09.30]).

B. Kerangka Pemikiran

Pokok masalah ini adalah mengenai perlindungan hukum hak cipta

terhadap karya seni batik. Diawali dari adanya Obyek yang dilindungi oleh hak

cipta banyak sekali menurut Pasal 12 Undang-Undang nomor 19 Tahun 2002

tentang Hak Cipta (UUHC 2002), salah satunya adalah Seni Batik. Obyek Hak

cipta itu sendiri tentunya ada suatu tujuan dari perlindungan hak cipta itu sendiri.

Adapun perlindungan hukum hak cipta itu memiliki tujuan yaitu untuk

Page 52: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

52

mendapatkan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya dan juga untuk memudahkan

pembuktian bila terjadi sengketa. Melihat dari studi yang peneliti lakukan, perlu

adanya suatu perlindungan terhadap pencipta seni batik.

Untuk mengetahui pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap

karya seni batik tersebut dapat dilihat dari implementasi di Kota Surakarta itu

sendiri yang dapat dilihat dari dua sudut, yakni :

1. Bahwa pengusaha batik telah mengetahui bahwa batik telah dilindungi melalui

pengetahuan tradisional dan atau telah mendaftarkan karya cipta pribadinya.

2. Bahwa pengusaha batik belum mengetahui bahwa batik telah dilindungi

melalui pengetahuan tradisional dan belum mendaftarkan karya cipta

pribadinya.

Pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta di Kota Surakarta tersebut

belum tentu dapat berjalan lancar seperti yang diharapkan. Pelaksanaan

perlindungan hukum hak cipta terhadap karya seni batik di Kota Surakarta

pastinya menemukan suatu kendala-kendala. Dari kendala itu, nantinya dapat

ditemukan suatu solusi sebagai masukan untuk mewujudkan tujuan dari hak cipta

itu sendiri. Adapun untuk bagan kerangka pemikiran adalah sebagai berikut:

Perlindungan Hukum Hak Cipta Karya Seni Batik (Pasal 12 UUHC 2002)

Implementasi di Kota Surakarta

Telah Mengetahui bahwa batik telah dilindungi melalui pengetahuan tradisional

Telah mendaftarkan karya cipta pribadinya.

Tujuan Mendapatkan hak

eksklusif atau Pemegang hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya.

Untuk memudahkan pembuktian bila terjadi sengketa.

Belum Mengetahui bahwa batik telah dilindungi melalui pengetahuan tradisional

Belum mendaftarkan karya cipta pribadinya.

Page 53: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

53

Bagan II. Kerangka Pemikiran

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Perkembangan Batik Di Surakarta

1. Gambaran Umum Kota Surakarta

Surakarta sebuah kota di Jawa tengah yang masih lekat sekali dengan

budaya Jawa dengan slogan “Solo the Spirit of Java” yang diharapkan bisa

membangun citra Kota Solo sebagai pusat kebudayaan Jawa. Tidak hanya

slogan tersebut yang bertebaran di Kota Surakarta, tapi juga julukan “Solo

Kutho Budoyo” bahkan “Solo Kota Batik”. Kota Surakarta memiliki luas

wilayah 44,04 Km2 terbagi menjadi 5 (lima) kecamatan. Kecamatan yang

mempunyai luas wilayah paling besar yaitu Kecamatan Banjarsari (14,81 km2)

sedangkan kecamatan yang mempunyai luas paling kecil yaitu Kecamatan

Serengan. Wilayah kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi

terdapat di Kecamatan Pasar Kliwon (915.418 jiwa/km2) dan terendah terdapat

pada Kecamatan Laweyan (10.127 jiwa/km2). Kecamatan-kecamatan ini

berbatasan langsung dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali

di sebelah utara, Kabupaten Sukoharjo di sebelah selatan, Kabupaten

Sukoharjo dan Kabupaten Karanganyar di sebelah barat dan timur. Posisi Kota

Surakarta berada pada jalur strategis lalu lintas ekonomi perdagangan maupun

kepariwisataan di antara Jogyakarta-Solo-Semarang (Joglo Semar)– Surabaya-

Bali (http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil. php?ia=3372#> [20

Maret 2010 pukul 10.30]).

Page 54: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

54

Kondisi ekonomi di Kota Surakarta pada sektor pertanian tidak bisa

berbicara banyak. Kebutuhan sektor ini harus bergantung pada daerah lain di

sekitarnya. Selanjutnya yang memberikan sumbangan terbesar adalah sektor

perdagangan, hotel dan restoran, ketiga adalah sektor bangunan, pada tahun

2008 ini masing-masing memberikan sumbangan sebersar 25,12%, dan

14,44%. Sektor pertambangan/penggalian dan pertanian merupakan sektor

yang memberikan sumbangan terkecil yakni hanya sebesar 0,04 % dan 0, 66

%.

Tabel 1. Struktur Ekonomi Surakarta Tahun 2003-2008 Atas Dasar Harga Berlaku (persen).

No Sektor Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008

1. Pertanian 0,07 0,07 0,06 0,06 0,06 0,06

2. Pertambangan 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04

3. Industri 28,63 28,10 26,42 25,11 24,34 23,27

4. Listrik, Gas & Air 2,63 2,70 2,59 2,69 2,69 2,57

5. Bangunan 12,80 12,68 12,89 13,07 13,38 14,44

6. Perdagangan,

Hotel & Restoran 22,67 22,96 23,82 24,35 24,78 25,12

7. Komunikasi 10,79 10,83 11,52 11,78 11,61 11,20

8. Keuangan 10,73 11,14 11,43 11,26 11,06 10,93

9. Jasa-Jasa 11,62 11,48 11,23 11,64 12,04 12,38

TOTAL 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : Produk Domestik Regional Bruto Kota Surakarta Tahun 2008 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta

Perkembangan pendapatan perkapita di Kota Surakarta atas dasar

harga berlaku, menunjukkan adanya peningkatan dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2000 pendapatan per-kapita masih mencapai angka sebesar

5.336.870,05 rupiah, tahun 2008 pendapatan per-kapita ini mengalami

kenaikan yakni sudah menjadi 13.220.433, 14 rupiah atau naik sebesaar 12,63

persen dari tahun 2007. Permasalahan yang berkaitan dengan sosial yang

52

Page 55: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

55

dihadapi Kota Surakarta adalah masalah mengenai perumahan, agama,

kriminal, bencana alam, dan sebagainya.

Kota Surakarta sebagai kota tua bekas ibukota Kerajaan Surakarta

Hadiningrat. Kota Surakarta kaya akan peninggalan budaya yang

adiluhung baik yang berujud artefak seperti bangunan cagar budaya,

Sosiofak seperti tradisi Sekaten dan Kirab Pusaka Kraton setiap satu

Syura maupun Metafak seperti laku spiritual berjaga malam (“lek-lekan”)

dan tradisi upacara daur hidup. Bahkan untuk beberapa unsur budaya

tertentu seperti Bahasa Jawa telah memperkaya khasanah bahasa

Indonesia, dan seni tari serta seni ngadisalira juga telah diapresiasi oleh

masyarakat Indonesia secara luas sehingga telah memberi andil besar

dalam pembentukan jati diri bangsa.

Kota Surakarta yang dulunya sebagai ibukota Kerajaan pastinya

pernah mengenal pembagian kalangan. Kalangan orang Jawa di Surakarta,

pembagian klasik seperti wong cilik (orang kecil) dan priyayi, masyarakat

Kota Surakarta tidak lagi menerapkan konsep ini dalam kehidupan masyarakat

sekarang. Orang Jawa di Kota Surakarta masih mengakui adanya lapisan

sosial keturunan ningrat di masa lampau, namun masyarakat tidak lagi

menempatkan kaum ningrat ini pada posisi sosial atas seperti sosial masa

lampau.

2. Perkembangan Industri Batik di Kota Surakarta

Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Mangkunegaran

menjadikan Kota Surakarta sebagai poros sejarah, seni, budaya, yang memiliki

nilai jual. Nilai jual ini termanifestasi melalui bangunan kuno, tradisi kerajaan

yang terpelihara, dan karya seni yang menakjubkan, tatanan penduduk

setempat yang tidak lepas dari sentuhan-sentuhan kultural dan spiritual

keraton yang semakin menambah daya tarik. Kota Surakarta dikenal sebagai

salah satu inti Kebudayaan Jawa karena secara tradisional merupakan salah

satu pusat politik dan pengembangan Tradisi Jawa. Kemakmuran wilayah ini

sejak abad ke-19 mendorong berkembangnya berbagai literatur Berbahasa

Page 56: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

56

Jawa, tarian, seni boga, busana, arsitektur, dan bermacam-macam ekspresi

budaya lainnya (http://id.wikipedia.org/wiki/Batik> [20 Februari 2010 pukul

16.00]). Salah satu tradisi yang berlangsung turun temurun dan semakin

mengangkat nama daerah ini adalah membatik.

Seni dan pembatikan di Kota Surakarta menjadikan daerah ini menjadi

salah satu pusat batik di Indonesia. Kota Surakarta bertekad terus menjaga dan

melestarikan budaya jawa. Kota Surakarta memang merupakan salah satu

tempat wisata batik terkenal di Indonesia. Batik itu sendiri adalah salah satu

produk kota dan telah menjadi Icon kota. Batik Kota Surakarta terkenal

dengan corak dan pola tradisionalnya batik dalam proses cap maupun dalam

batik tulisnya. Bahan-bahan yang dipergunakan untuk pewarnaan masih tetap

banyak memakai bahan-bahan dalam negeri seperti soga Jawa yang sudah

terkenal sejak dari dahulu. Polanya tetap antara lain terkenal dengan Sidomukti

dan Sidoluhur.

Tradisi membatik yang menjadi ciri khas Kota Surakarta sampai hari

ini masih diteruskan dari generasi ke generasi. Tidak heran kemasyuran Kota

Surakarta sebagai salah satu kota produsen batik sudah terkenal hingga ke

mancanegara hingga Australia, Canada, China, Colombia, Prancis, German,

Greece, Jepang, Korea, New Zeland, Singapore, Spanyol, Amerika Serikat.

Tabel 2. Ekspor Komoditi Batik Kota Surakarta Tahun 2009

NO NAMA NEGARA VOLUME ( KG ) NILAI FOB ( US $ )

1 AUSTRALIA 1,590.43 30,827.97 2 CANADA 6,658.33 87,989.80 3 CHINA 2,666.00 18,602.40 4 COLOMBIA 265.00 5,128.75 5 FRANCE 2,493.00 35,041.77 6 GERMANY 317.00 3,573.35 7 GREECE 226.00 1,022.91

8 JAPAN

8.00 1,508.96

9 KOREA

204.00 2,254.98 10 NEW ZEALAND 444.40 7,464.95 11 SINGAPORE 9,456.46 204,549.50

Page 57: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

57

12 SPAIN 193.86 4,361.06 13 U. K 1,046.00 11,887.48

14 U. S. A 274,965.77 5,073,020.11

JUMLAH 300,534.25 5,487,233.99 Sumber : Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta

Sejarah batik di Kota Surakarta sangatlah panjang dan mempunyai

suatu perkembangan yang pesat. Perkembanghan industri batik di Surakarta

pada awalnya para pengrajin maupun pengusaha batik kebanyakan berasal dari

daerah Laweyan dan Kauman yang dikenal sebagai kampoeng wisata batik.

Mereka menjajakan dagangannya disekitar rumah-rumah mereka. Namun

lama-kelamaan tempat penjualannya berkembang menjadi sebuah komunitas

pengrajin dan tempat perdagangan.

Industri Batik merupakan salah satu komoditi unggulan di Kota Surakarta. Batik telah lama menyatu pada keseharian hidup masyarakat Kota Surakarta sejak jaman dahulu hingga sekarang. Sebagai Kota Budaya di mana terdapat dua pusat kebudayaan yakni Kraton Kasunanan dan Kraton Mangkunegaran yang mengawal keberlangsungan kebudayaan jawa, Kota Surakarta tetap menjadi pusat industri batik di Jawa Tengah. Beberapa sentra batik di Kecamatan Laweyan dan Kecamatan Pasar Kliwon menjadi bukti bahwa industri ini semakin hari semakin eksis. Sentra-sentra industri batik ini yang menjadi salah satu pendukung keberadaan Pasar Klewer sebagai pusat perdagangan pakaian di Jawa Tengah bagian Selatan. (http://www.umkm-Surakartaraya.com /node/993> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Industri batik di Kota Surakarta yang kian pesat tersebut batik menjadi

satu di antara sumber pemasukan daerah. Bahkan, di saat krisis ekonomi

ataupun saat Kota Surakarta tercabik-cabik kerusuhan Mei 1998, industri batik

menjadi pilar penyelamat ekonomi. Sejauh ini, uang yang didulang dari

produk batik mencapai Rp 8 miliar per bulan yang didapat dari 160 industri

batik di Surakarta dengan 70 persen pasar domestik dan 30 persen ekspor.

Sebelum krisis ekonomi, sekitar 40 persen industri batik masih memfokuskan

diri memproduksi batik tulis (http://www.batiklaksmi.com/artikel%20

batik%2032.htm> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Page 58: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

58

Begitu perkembangan batik di Kota Surakarta tersebut tidak terlepas

juga dengan pasang surut, yang dapat kita lihat dari masa ke masa, adalah

sebagai berikut:

a. Setelah Proklamasi, perkembangan batik di sini sebenarnya menurun

dikarenakan fungsi keraton berkurang yang berpengaruh pada

perkembangan batik juga.

b. Tahun 1970-an, Batik mulai berkembang kembali namun batik yang

berkembang disini sebagai batik printing.

c. Tahun 1980-an, Batik makin berkembang dan pada saat itu batik yang

kebanyakan muncul adalah batik sutra.

d. Tahun 1990-an, Batik-batik dengan harga terjangkau dan murah

meningkatkan perkembangan batik yang cukup pesat.

e. Tahun 2000-an, Batik berkembang sangat pesat dimana tidak terlepas dari

rasa Nasionalisme masyarakat Indonesia setelah beberapa waktu banyak

sekali masalah pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual Indonesia yang

diakui oleh Negara Lain.

(Hasil Wawancara dengan Gunawan Setiawan, Ketua Forum Pengembang

Kampoeng Wisata Batik Kaoeman, 4 Maret 2010 10.00).

Pesatnya perkembangan batik di Kota Surakarta saat ini sangat

menggembirakan. Banyak sekali upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah

dalam perkembangan batik di Kota Surakarta ini, dan banyak segala pihak

yang merespon positif. Menurut dinas perindustrian dan perdagangan indutri

batik menjadi salah satu industri inti di Kota Surakarta dan industri batik ini

menjadi produk yang paling menonjol bagi Kota Surakarta. Kota Surakarta

memiliki banyak kawasan industri batik yang sebenarnya tersebar di Kota

Surakarta, namun yang terkenal dan terbanyak adalah Kampung Laweyan dan

Kauman, sehingga akhirnya ke dua daerah ini dijadikan sebagai Kampoeng

Wisata Batik.

Laweyan adalah salah satu sentral batik di Kota Surakarta. Laweyan

terletak di Kecamatan Laweyan yang terletak di daerah Jalan Dr. Radjiman.

Tentunya ada banyak sekali sejarah yang tertinggal di kampung ini hingga

Page 59: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

59

menjadikannya sebagai icon batik Kota Surakarta. Batik merupakan hasil

karya seni tradisional yang banyak ditekuni masyarakat Laweyan. Sampai saat

ini ada 57 pengusaha batik yang berkembang di wilayah ini.

Batik di Laweyan telah berkembang sejak abad ke-19 dan waktu itu

kampung ini sudah dikenal sebagai kampung batik. Itulah sebabnya kampung

Laweyan pernah dikenal sebagai kampung juragan batik yang mencapai

kejayaannya di era tahun 70-an. Di sinilah tempat berdirinya Syarekat Dagang

Islam, asosiasi dagang pertama yang didirikan oleh para produsen dan

pedagang batik pribumi, pada tahun 1912. Di kawasan ini pula, mereka

memang menunjukkan kejayaannya dengan berlomba membangun rumah

besar yang mewah dengan arsitektur cantik dan unik yang menjadi daya

tariknya. Menelusuri lorong-lorong sempit di antara tembok tinggi rumah-

rumah kuno ini sangat mengasyikkan,seolah berjalan di antara monumen

sejarah kejayaan pedagang batik tempo dulu, tapi sayangnya satu per satu

bangunan kuno yang berarsitektur cantik, hancur digempur zaman, digantikan

ruko atau bangunan komersial baru yang arsitekturnya sama sekali tidak jelas

(http://solobatik.athost.net/sejarah.php> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Selain Laweyan, Kauman juga merupakan sentra industri batik di Kota

Surakarta. Kampoeng Wisata Batik Kaoeman ini bersebelahan dengan Masjid

Agung tidak jauh dari Pasar Klewer tepatnya di Kelurahan Kauman,

Kecamatan Pasar Kliwon, Surakarta. Kelurahan ini berdiri di atas areal tanah

seluas 20.10 hektar. Untuk menjangkaunya harus melewati jalan-jalan sempit

yang diapit bangunan-bangunan Jawa kuno bergaya Eropa. Hingga saat ini

pengusaha di kampung ini berkembang menjadi 54 pengusaha batik.

Kampung Kauman berdiri setelah Pemerintahan Keraton Kartosuro

pindah ke Desa Solo yang kemudian berubah nama menjadi Kasunanan.

Sesuai namanya, Kauman merupakan tempat para kaum ulama tinggal. Pada

awalnya, motif batik yang dihasilkan para pengrajin berasal dari motif khas

keraton. Batik yang diproduksi masyarakat Kauman pada awalnya merupakan

batik-batik pesanan para abdi dalem kasunanan. Seiring berjalannya waktu,

motif batik pun berkembang. Batik yang dahulunya hanya didominasi warna

Page 60: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

60

cokelat, merah, kuning dan hitam, kini mulai hadir beraneka warna, akhirnya

batik di Kampoeng Wisata Batik Kaoeman ini akhirnya diperdagangkan

secara umum. Kawasan ini sebenarnya tidak berdeda jauh dengan kawasan

Laweyan, namun sedikit perbedaannya bahwa di Kampoeng Wisata Batik

Kaoeman ini cenderung lebih modern dibandingkan dengan Kampoeng

Wisata Batik Laweyan. Hal ini dapat pula dipengaruhi karena kawasan

Kampoeng Wisata Batik Koeman lebih dekat dengan pusat kota, dengan kata

lain bahwa letaknya lebih strategis karena lebih dekat dengan keramaian kota

(http://solobatik.athost.net/batik_kauman.php> [20 Maret 2010 pukul 10.30]).

Dua kawasan tersebut telah dijadikan sebagai Kampoeng Wisata Batik,

dan masing-masing terus dikembangakan salah satunya oleh Forum

Pengembang Kampoengnya masing-masing khususnya dan pada umumnya

dibina dan dikembangkan seperti kawasan lain yakni oleh Dinas Perindustrian

dan Perdagangan Kota Surakarta Sub Dinas Perindustrian. Banyaknya batik di

wilayah Kota Surakarta ini sudah selayaknya apabila mendapatkan upaya-

upaya perlidungan hukum.

B. Pelaksanaan Perlindungan Hukum Hak Cipta Seni Batik di Kota

Surakarta

1. Hasil Penelitian

Berdasar observasi penulis dalam penelitian yang dilakukan di Kota

Surakarta mengenai perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota

Surakarta, maka penulis mendapatkan informasi mengenai perkembangan

batik di Kota Surakarta dan wilayah-wilayah yang menjadi pusat batik di

Kota Surakarta. Setelah mendapatkan wilayah-wilayah tersebut, maka penulis

membatasi lokasi penelitian di wilayah pusat batik di Kota Surakarta dan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta yang memiliki

kewenangan mengembangkan industri di Kota Surakarta. Hal tersebut

Page 61: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

61

dilakukan untuk mengetahui perkembangan batik di Kota Surakarta dan

mengetahui perlindungan hukum hak cipta di lokasi penelitian.

Kota Surakarta dikenal sebagai kota budaya, banyak sekali budaya-

budaya tradisional yang masih berkembang di Kota Surakarta, salah satunya

adalah batik. Di mana hasil dari observasi yang dilakukan penulis, maka

dapat diketahui bahwa di Kota Surakarta memiliki dua kampung yang

menjadi pusat batik di Kota Surakarta yang dijadikan sebagai Kampoeng

wisata batik. Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Perindustrian dan

Perdagangan terus melakukan meningkatan-peningkatan industri batik di

Kota Surakarta.

Untuk melengkapi data di dalam penulisan hukum ini, maka penulis

mengadakan penelitian dengan jalan melakukan wawancara dengan Kepala

Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta

sebagai wakil pemerintah Kota Surakarta, terkait industri batik di Kota

Surakarta yang telah menjadi kewenangan dinas ini. Selain wawancara

tersebut, penulis juga melakukan wawancara dengan beberapa pengusaha

batik. Banyaknya pengusaha batik di Kota Surakarta, terbatasnya waktu,

biaya, dan tenaga, maka penulis hanya mengambil responden yang dianggap

dapat mewakilinya yakni beberapa pengusaha batik dan Ketua Forum

Pengembang Kampoeng Batik baik Laweyan maupun Kauman.

Pengusaha batik yang tersebar di Kota Surakarta dapat dikatakan

banyak sekali karena menurut data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan

Kota Surakarta menyatakan bahwa Pengusaha Batik di Surakarta lebih

banyak dari pada pengusaha yang bergerak di bidang industri yang lain,

bahkan industri batik dijadikan sebagai salah satu industri inti di Surakarta.

Begitu pula menurut hasil penelitian bahwa batik di Surakarta banyak sekali

itupun masih ada yang belum terdaftar dalam dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kota Surakarta. Dari banyaknya batik di Surakarta itu ternyata

tidak semua memproduksi batik sendiri sebagai karya pribadi, namun hanya

ada beberapa saja. Pengusaha batik yang memproduksi batik sendiri dan

Page 62: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

62

mempunyai karya cipta pribadi tidak mendaftarkan motif batiknya ke dalam

perlindungan hukum hak cipta.

Jumlah pengusaha batik di dua Kampoeng Wisata Batik tersebut

menunjukkan telah mencapai ratusan pengusaha batik yang masih bertahan

hingga saat ini. Di Kampoeng Wisata Batik Laweyan sendiri menurut data

terakhir dari Dinas perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta ada 57

pengusaha batik, sedangkan di Kampoeng Wisata Batik Kaoeman terdapat 54

pengusaha batik. Batik disini tergolong sebagai home industri.

Perusahaan batik yang ada di Kota Surakarta kebanyakan tergolong

perusahaan menengah ke bawah, meskipun demikian tetap harus

mendapatkan perhatian dan perlindungan dari pemerintah karena batik di

Kota Surakarta telah menjadi salah satu asset perekonomian di Kota

Surakarta sendiri. Batik mempunyai asset perekonomian yang tinggi dan

sangat potensial sekali serta memiliki prospek yang cerah ke depannya. Hal

ini dikarenakan bahwa produk batik di Kota Surakarta telah menjangkau

pemasaran ke berbagai negara di antaranya Australia, Canada, China,

Colombia, Prancis, German, Greece, Jepang, Korea, New Zeland, Singapore,

Spanyol, dan Amerika Serikat sehingga batik secara tidak langsung

mempunyai sumbangsih kepada pemerintah melalui sumbangan devisa

ataupun melalui pajak.

Perkembangan batik yang pesat ini akhirnya memunculkan suatu

campur tangan pemerintah dalam industri batik. Campur tangan tersebut

bukan dengan memberikan modal, namun membina kemampuan indutri agar

semakin meningkat dan dapat bersaing dengan industri batik yang lain.

Dalam rangka peningkatan batik di Kota Surakarta ini “langkah-langkah yang

diambil oleh dinas perindustrian dan perdagangan khususnya pada sub bagian

perindustrian adalah dengan cara mengadakan beberapa pelatihan,

memberikan peralatan dan promosi. Pelatihan disini misalnya dengan adanya

pelatihan manajemen, maupun pelatihan kewirausahaan. Dilakukannya

beberapa pameran batik baik di Kota Surakarta sampai dengan luar kota salah

satunya adalah pameran yang ditempatkan pada pusat batik nusantara di

Page 63: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

63

Jakarta Thamrin City sebagai ajang promosi, juga memberikan peralatan-

peralatan kepada pengusaha batik. Selain hal tersebut yang paling penting

adalah memberikan perlindungan hukum” (Hasil wawancara dengan Sri

Wahyuni, Kepala Bidang Perindustrian, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan Kota Surakarta, Senin 29 Maret 10.30).

Upaya pemerintah Kota Surakarta dalam perlindungan hukum secara

umum dan perlindungan hukum hak cipta pada khususnya terhadap seni batik

di Surakarta ini dilaksanakan dengan cara mendaftarkan motif-motif batik

Kota Surakarta ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI). Motif

tersebut diambil dari beberapa pengusaha batik di Kota Surakarta.

Kewenangan pendaftaran hak cipta sebenarnya melalui Ditjen HKI atau

melalui perwakilan di Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)

tingkat propinsi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan di sini hanya

memberikan fasilitas pendaftaran hak cipta seni batik untuk diteruskan

kepada Ditjen HKI, adapun pengajuan pendaftaran ini pun atas nama Kota

Surakarta.

Upaya ini telah terlaksana beberapa waktu yang lalu, pemerintah

Kota Surakarta melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan

pendaftaran secara kolektif agar seni batik di Surakarta dapat didaftarakan

hak cipta ke Ditjen HKI. Dari pendafttaran tersebut pada tahap pertama yakni

pada tahun 2004 ada 214 motif batik dan tahap kedua pada tahun 2006 ada

200 motif batik. Motif tersebut didaftarkan pemerintah Kota Surakarta. Dari

hasil pendaftaran tersebut sebagian ditolak dengan alasan bahwa batik yang

didaftarkan tidak diketahui penciptanya atau dengan kata lain batik tersebut

merupakan batik sebagai hasil kebudayaan rakyat. Walaupun demikian masih

ada yang mendapatkan sertifikat Hak Cipta sebanyak 10 karya seni batik.

Hasil tersebut atas nama Kota Surakarta bukan sebagai kepemilikan pribadi

(Hasil wawancara dengan Sri Wahyuni, Kepala Bidang Perindustrian, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, Senin 29 Maret 10.30).

Walaupun demikian patut dibanggakan peran dari Pemerintah Kota Surakarta

dalam hal memberikan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik di

Page 64: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

64

Kota Surakarta dan ini semua juga tidak terlepas dari respon positif dari

semua pihak yang terkait dalam hal perbatikan di Surakarta serta masyarakat

sendiri.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada pengusaha batik

mengenai perlindungan hukum hak cipta. Para pengusaha batik

membutuhkan suatu perlindungan, bahkan dari semua responden yang

diwawancarai penulis menyatakan bahwa batik perlu sekali untuk dilindungi

melalui hak cipta, bahkan menurut salah satu responden yakni Gunawan

Setiawan, sebagai Ketua Forum Pengembang Kampoeng Wisata Batik

Kaoeman pada 4 Maret 2010 pukul 10.00 mengungkapan: “Batik harus

dilindungi menurut hukum dan penting sekali perlindungan hukum tersebut

karena batik merupakan karya cipta”. Namun sayangnya masih banyak yang

belum memaknai hak cipta itu sendiri, sekalipun mereka membutuhkan suatu

perlindungan tapi mereka senang apabila motif batik mereka ditiru oranglain,

yang mereka jadikan patokan pastinya orang lain dapat menilai membedakan

keaslinya dengan kualitas yang ada bukan karena ciptaannya. Sekalipun

mereka mengatakan tidak apa-apa dijiplak oleh oranglain, mereka tidak mau

dijiplak oleh negara lain. Menurut wawancara dengan Ibu Siti Aminah dari

Batik Farel pada 4 Februari 2010 pukul 11.30, mengungkapkan: “Batik itu

perlu diberikan suatu perlindungan hukum agar tidak diakui oleh negara

lain”. Hal ini dikarenakan masyarakat Indonesia yang cenderung sosial.

Hasil karya cipta manusia berupa batik tradisional ini cenderung

merupakan hasil karya suatu komunitas masyarakat tertentu dan jarang sekali

hasil karya individu (perorangan). Ini juga dikarenakan mereka cenderung

memegang teguh tatanan tradisional, yaitu bahwa seseorang yang ingin

sukses dalam hidupnya, ia harus dapat mencapai satu kesatuan hidup atau

rasa manunggal. Berdasarkan hasil wawancara pun, semua pengusaha batik

mengaku tidak pernah ada sengketa mengenai motif-motif batik. “Sadar

sendiri-sendiri”, tutur Ibu Siti Aminah dari Batik Farel pada 4 Februari 2010

pukul 11.30. Ada juga yang menyatakan bahwa: “belum pernah ada sengketa

mengenai motif batik, karena semua punya pemasaran sendiri-sendiri, dan

Page 65: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

65

juga menurut pilihan konsumen saja”, tutur Bapak Adi dari Batik Yunani.

Responden mengetahui sekali bahwa batik merupakan karya seni turun-

temurun yang dilindungi pemerintah melalui pengetahuan tradisional.

Beberapa pengusaha batik ada yang memiliki motif yang dibuatnya

sendiri, namun karena beberapa pertimbangan-pertimbangan terkait dengan

pendaftaran, mereka tidak mau mendaftarkan ciptaanya yang disebabkan oleh

beberapa hal. Anehnya walaupun mereka enggan mendaftarkan tapi mereka

juga merasa kecewa apabila motifnya tersebut ditiru atau dijiplak oleh pihak

lain. Pengaturan perlindungan hak cipta pada umumnya dan khususnya batik

memang tidak ada suatu kewajiban untuk mendaftarkan ciptaannya, tapi

alangkah lebih baik apabila didaftarkan untuk mempermudah proses

pembuktian apabila ada suatu permasalahan atau sengketa di kemudian hari.

Dalam kenyataannya di tempat penelitian yakni di Kota Surakarta, belum ada

yang mendaftarkan karya seni batiknya melalui karya cipta pribadi.

Masyarakat menyadari bahwa batik yang bukan merupakan hasil

motif pribadinya atau dengan kata lain motif batik sebagai pengetahuan

tradisional telah dilindungi oleh Pemerintah, bahkan batik di Indonesia telah

diakui sebagai pusaka dunia oleh United Nations Educational, Scientific and

Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan

Kebudayaan PBB (UNESCO). Pengakuan ini secara tidak langsung juga

berdampak positif dalam perkembangan batik di Kota Surakarta.

2. Pembahasan

Salah satu agenda penting dari WTO adalah Agreement on Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights Including Trade in

Counterfeit Goods. Kesepakatan ini akhirnya melahirkan TRIPs (Trade

Related Aspect of Intellectual Property Rights) yang bertujuan untuk

meningkatkan perlindungan di bidang HKI dari pembajakan atas suatu karya

kreatif dan inovatif seseorang/kelompok orang, baik di bidang sastra, seni,

teknologi dan karya ilmiah. Perlindungan mengandung arti pada bentuk

perlindungan hukum yang tertuang di dalam hukum hak cipta. Perlindungan

Page 66: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

66

hukum terhadap hak cipta merupakan suatu sistem hukum yang terdiri dari

unsur-unsur sistem, dan menurut penelitian kelima unsur tersebut telah

terpenuhi, yakni sebagai berikut:

a. Pertama, subyek perlindungan.

Subyek yang dimaksud adalah pihak pemilik atau pemegang hak cipta,

aparat penegak hukum, pejabat pendaftaran dan pelanggar hukum,

berdasarkan penelitian adalah sebagai berikut: pemilik atau pemegang hak

cipta yakni pengusaha batik itu sendiri, adanya aparat penegak hukum dari

pihak kepolisian sebagai tempat pengaduan, adanya pejabat pendaftar

yakni Ditjen HKI yang dapat melalui Departemen Hukum dan Hak Asasi

Manusia wilayah propinsi bahkan di lokasi penelitian untuk

mempermudah pendaftaran pemerintah Kota Surakarta melakukan

pendaftaran secara kolektif

b. Kedua, obyek perlindungan.

Obyek yang dimaksud adalah semua jenis hak cipta yang diatur dalam

undang-undang yakni dalam Pasal 12 ayat (1) UUHC 2002. Dalam kajian

yang diteliti penulis adalah seni batik, seni batik merupakan salah satu

obyek yang mendapatkan perlindungan hukum melalui hak cipta.

c. Ketiga, pendaftaran perlindungan.

Hak cipta yang dilindungi hanya yang sudah terdaftar dan dibuktikan pula

dengan adanya sertifikat pendaftaran, kecuali apabila undang-undang

mengatur lain. Berdasarkan penelitian ada motif-motif seni batik dapat

didaftarkan hak cipta nya.

d. Keempat, jangka waktu.

Jangka waktu adalah adanya hak cipta dilindungi oleh undang-undang hak

cipta, yakni selama hidup ditambah 50 tahun setelah pencipta meninggal

dunia. Dalam hal ini termasuk jangka waktu untuk obyek seni batik. Di

sisi lain seni batik yang masuk dalam pengetahuan tradisional juga

dilindungi dalam jangka waktu yang tidak ditentukan.

e. Kelima, tindakan hukum perlindungan.

Page 67: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

67

Apabila terbukti terjadi pelanggaran hak cipta, maka pelanggar harus

dihukum, baik secara perdata maupun pidana. Dalam hal kasus

penjiplakan motif-motif sebenarnya ada, namun oleh pengusaha batik

dianggap sebagai hal yang wajar padahal seharusnya mendapatkan

perlindungan.

Berdasarkan pemenuhan unsur-unsur dari perlindungan hukum tersebut

sudah selayaknya apabila seni batik di Kota Surakarta ini mendapatkan

perlindungan hukum khususnya melalui hak cipta.

Obyek Hak Cipta yang dituangkan dalam UUHC 2002 dalam Pasal

12 ayat (1) UUHC 2002 yang berbunyi sebagai berikut:

alam Undang-Undang ini obyek dari hak cipta adalah ciptaan. Ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: m. Buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang

diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; n. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; o. Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu

pengetahuan; p. Lagu atau musik dengan atau tanpa teks; q. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan

pantomim; r. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni

kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan. s. Arsitektur; t. Peta u. Seni batik; v. Fotografi; w. Sinematografi; x. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari

hasil pengalihwujudan.

Berdasarkan UUHC 2002 seni batik merupakan salah satu obyek

yang bisa mendapatkan perlindungan hukum hak cipta. Perlindungan hukum

tersebut sebenarnya telah dimulai dalam UUHC 1987 hingga UUHC 2002.

Sekalipun seni batik di Indonesia telah mendapat perlindungan sejak UUHC

1987, namun hal ini tidak berarti bahwa para pencipta seni batik telah

memanfaatkan UUHC 2002 dalam upaya mendapatkan perlindungan bagi

hasil karya cipta batiknya. Di Kota Surakarta ini masih banyak pencipta seni

Page 68: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

68

batik yang tidak mengetahui UUHC 2002, atau hanya pernah mendengar saja

yang nantinya mereka memberi definisi yang sangat sempit sekali. Hal ini

terjadi khususnya pada pengusaha batik di tingkat menengah ke bawah di

Kota Surakarta. Para Pengusaha Batik di Kota Surakarta ini kebanyakan

belum memahami betapa pentingnya hak cipta batik bagi mereka.

“Pengaturan perlindungan terhadap seni batik tradisional baru

terdapat pada UUHC 2002. Di dalam ketentuan yang baru ini, meskipun tidak

disebutkan secara tegas, namun perlindungan diberikan terhadap seni batik

yang dibuat secara tradisional. Tidak ada ketentuan bahwa seni batik itu

harus tradisional dan bukan tradisional” (Afrillyana Purba, 2005: 85-86).

Unsur yang ditekankan dalam UUHC 2002 adalah pembuatan seni batik

secara tradisional sehingga batik di sini dapat sebagai karya cipta pribadi

maupun batik sebagai pengetahuan tradisional.

Batik harus memperoleh perlindungan HKI dan khususnya melalui

Hak Cipta, karena batik merupakan hasil budaya bangsa Indonesia yang

memiliki nilai budaya dan filosofi yang sangat tinggi penemuan baru

pencipta bukan pekerjaan dalam waktu singkat, ia membutuhkan waktu lama

dan biaya besar sehingga wajar jika hasil cipta tersebut harus dilindungi

jangan sampai karya seni tradisional ini juga menjadi sasaran empuk

pembajakan, yang dapat menimbulkan suatu kerugian bagi Penciptanya,

begitu pula seni batik di Kota Surakarta.

Hasil ciptaan batik merupakan hasil setiap karya pencipta dalam

bentuk khas yang menguntungkan dari segi materil, moril dan reputasi

seseorang atau kelompok orang yang menghasilkan ciptaan berdasarkan kerja

keras melalui pengamatan, kajian dan penelitian secara terus menerus. Sudah

sewajarnya, hasil ciptaan batik harus dapat dilindungi hukum dari setiap

bentuk pelanggaran hak cipta. la sebenarnya merupakan suatu perbuatan

tidak terpuji dan tercela bahkan tidak bermoral oleh orang-orang tidak

bertanggungjawab yang melakukannya.

Prinsip perlindungan hak cipta sesuai dengan Pasal 2 UUHC 2002

yaitu menganut sistem deklaratif. Artinya, pendaftaran itu tidak menerbitkan

Page 69: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

69

hak, tetapi hanya memberikan anggapan bahwa pihak yang Ciptaannya

terdaftar itu adalah pihak yang berhak atas Ciptaaan tersebut dan sebagai

pemilik asli dari Ciptaan terdaftar. Menurut sistem deklaratif, orang yang

pertama kali mendaftarkan ciptaan dianggap sebagai Pencipta yang

mempunyai Hak Cipta sehingga di sini perlindungan berlaku tidak didasarkan

pada prinsip pendaftaran dan persyaratan resmi yang diajukan oleh suatu

negara. Ciptaan yang diumumkan oleh penciptaanya secara otomatis

mendapatkan perlindungan hukum dari peraturan perundang-undangan di

bidang HKI melalui Hak Cipta itu sendiri, tetapi akan lebih baik apabila

ciptaan tersebut didaftrakan karena ciptaan yang didaftarkan dapat

menjadikan alat bukti secara autentik sehingga perlindungan hukum juga

dapat dirasakan secara nyata. Di Kota Surakarta hampir semua responden

dari pengusaha batik tidak mendafttarkan karya cipta seni batiknya, kecuali

yang mengikuti pendaftaran kolektif yang telah diupayakan pemerintah Kota

Surakarta.

Berdasarkan hal tersebut maka tidak salah apabila para pengusaha

batik di Kota Surakarta tidak mendaftarkan karya pribadinya ke dalam daftar

ciptaan di Ditjen HKI. Hal ini juga tidak mengurangi perlindungan hukum

yang seharusnya pengusaha batik di Kota Surakarta dapatkan karena memang

dalam pengaturan hak cipta di Indonesia tidak mengharuskan adanya suatu

pendaftaran. Perlindungan hak cipta seni batik terhadap karya pribadi

mungkin belum begitu terasa, karena di Kota Surakarta sendiri belum pernah

ada suatu perselisihan atau permasalahan yang menyangkut hak cipta batik

itu sendiri.

Bentuk perlindungan hukum sebuah karya cipta seni batik yang

diperoleh akibat dari pendaftaran hak cipta, antara lain sebagai berikut:

a. Pencipta maupun pemegang hak cipta seni batik akan mendapatkan

kepastian hukum mengenai hak cipta seni batik dalam arti mendapatkan

pengakuan hak atau ciptaannya bagi pencipta atau pemegang hak cipta

seni batik tersebut, kepastian hukum terhadap karya seni batik yang

Page 70: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

70

didaftarakan bukan hanya menyangkut kepastian hukum terhadap karya

seni batik yang didaftarkan.

b. Memberikan kedudukan lebih kuat apabila terjadi sengketa daripada

pencipta atau pemegang hak yang tidak mendaftarakan hak ciptanya guna

mempermudah proses pembuktian apabila ada suatu permasalahan atau

sengketa. Hasil dari pendaftaran tersebut berupa sertifikat dari Ditjen

HKI. Sertifikat inilah yang nantinya dapat menyakinkan dan membantah

pihak lawan.

Apabila hak cipta tersebut didaftarkan oleh orang lain yang mendapatkan

pengalihan hak dari pencipta aslinya maka orang tersebut hanya memperoleh

hak ekonominya saja, sedangkan hak moral untuk diakui sebagai pencipta

asli tetap dipegang oleh pencipta aslinya walaupun tanpa adanya pendaftaran

hak cipta ke Ditjen HKI.

Ketentuan UUHC 2002 juga mengatur mengenai Hak Cipta atas

ciptaan yang penciptanya tidak diketahui, hal tersebut tercantum dalam Pasal

10 ayat 2. Penjelasan Pasal 10 ayat 2 UUHC 2002 ini menyatakan bahwa

dalam rangka melindungi folklore dan hasil kebudayaan rakyat lain,

Pemerintah dapat mencegah adanya monopoli atau komersialisasi serta

tindakan yang merusak atau pemanfaatan komersial tanpa seizin negara

Republik Indonesia sebagai pemegang hak cipta. Ketentuan ini dimaksudkan

untuk menghindari tindakan pihak asing yang dapat merusak nilai

kebudayaan tersebut.

Batik sebagai pengetahuan tradisional secara tidak langsung semakin

diakui seiring dengan pengakuan batik sebagai pusaka dunia oleh United

Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau Organisasi

Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB atau yang lebih kita

kenal dengan UNESCO pada tanggal 2 Oktober 2009 kemarin. Pengakuan

UNESCO itu diberikan terutama karena penilaian terhadap keragaman motif

batik yang penuh makna filosofi mendalam. Di samping itu pemerintah dan

rakyat Indonesia juga dinilai telah melakukan berbagai langkah nyata untuk

lindungi dan melestarikan warisan budaya itu secara turun menurun

Page 71: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

71

(http://www.detiknews.com/read/2009/09/07/181258/1198580/10/unesco-

akui-batik-milik-indonesia> [25 Maret 2010 pukul 19.30]). Secara tidak

langsung hal ini hampir sama dengan bahwa batik sebagai pengetahuan

tradisional telah diakui dunia, pengakuan UNESCO ini dapat dijadikan bukti

apabila nantinya ada pengklaiman batik oleh negara lain.

Pertimbangan dalam memberikan kebebasan menggunakan hak

ciptanya kepada pencipta atau pemegang hak cipta, undang-undang

menentukan pula adanya pembatasan terhadap penggunaan hak cipta itu.

Pembatasan ini dimaksudkan agar para pencipta dalam kegiatan kreatif dan

inovatifnya tidak melanggar norma-norrna atau asas kepatutan yang berlaku

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara dan dapat mewujudkan

keadilan dalam bermasyarakat. Untuk memperoleh keuntungan ekonomis

bagi para pencipta atau pemegang hak cipta guna dapat dinikmati oleh

masyarakat luas itu merupakan suatu kebebasan sehingga dibutuhkan suatu

pembatasan penggunaan hak cipta dapat dibagi dalam tiga hal yakni tidak

boleh melanggar kesusilaan dan ketertiban umum, tidak boleh melanggar

fungsi sosial hak cipta, dan pembatasan dalam hal pemberian lisensi yang

wajib.

Hakikatnya hak cipta batik ini sebenarnya memberikan perlindungan

bagi si pencipta untuk menikmati secara materiil jernih payahnya dari karya

cipta tersebut. Benda hasil karya cipta dianggap sebagai benda bergerak yang

dapat diperjualbelikan, diwariskan, dan dihibahkan. Batik yang termasuk

sebagai pengetahuan tradisional mendapatkan perlindungan agar karya cipta

seni batik milik Indonesia yang menjadi warisan budaya bangsa ini tidak

dimiliki/ditiru oleh negara lain. Seandainya negara lain ada yang ingin

meniru maka harus membayar royalti kepada pemerintah Negara Indonesia

yang nantinya dapat menjadi salah satu sumber devisa negara. Perlindungan

hukum hak cipta batik sebagai pengetahuan tradisional para pengusaha batik

di Kota Surakarta sudah mengetahuinya.

Bentuk perlindungan hukum melalui UUHC 2002 ini sendiri terdiri

dari dua bentuk, yakni perlindungan hukum preventif dan refresif.

Page 72: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

72

a. Perlindungan hukum preventif adalah upaya-upaya pencegahan secara

hukum agar tidak terjadi pelanggaran hukum hak cipta atas batik,

sedangkan perlindungan hukum diartikan suatu tindakan hukum yang

dapat dilakukan untuk melindungi hak cipta atas batik yang sedang dan

atau telah dilanggar. Dalam hal perlindungan hukum preventif hak cipta

atas karya batik sebenarnya ada dua cara yang dapat dilakukan, yakni:

1). Melalui pendaftaran karya batik ke Direktorat Jenderal HKI di

Jakarta. Pendaftaran hak cipta disini yang akan diakhiri dengan

pemberian sertifikat hak cipta merupakan suatu alat pembuktian bila

ada sengketa hak cipta dikemudian hari. Di sinilah fungsi pendaftaran

hak cipta sebagai upaya perlindungan hukum preventif.

2). Lisensi merupakan instrumen kedua dalam memberikan perlindungan

hukum preventif hak cipta atas karya batik. Lisensi sendiri

mengandung arti izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau

pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan

dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkait lainnya

dengan persyaratan tertentu. Dengan memberikan lisensi ini maka

sangat jelas pemegang hak cipta tidak dirugikan.

b. Perlindungan hukum refresif hak cipta atas batik menurut UUHC 2002 ada

dua cara, yakni dengan gugatan atau tuntutan hukum. Gugatan disini

adalah gugatan dalam proses Perdata termasuk didalamnya Alternatif

Penyelesaian Sengketa dan Arbitrase, sedangkan gugatan merupakan

tuntutan hukum dalam proses Pidana.

1). Dimuatnya hak-hak pencipta atau pemegang hak cipta untuk

mengajukan gugatan perdata ke pengadilan niaga dan apa yang dapat

dimintakan dalam gugatan (petitum) merupakan wujud perlindungan

hukum bagi pencipta atau pemegang hak cipta pada umumnya dan

khususnya terhadap hak cipta atas batik dari pelanggaran-pelanggaran

yang bersifat perdata terhadap hak cipta. Meskipun tanpa pengaturan

secara khusus, gugatan semacam itu dapat diajukan ke pengadilan

negeri dengan menggunakan Pasal 1365 KUHPer. Namun karena kini

Page 73: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

73

telah ditentukan secara khusus maka sengketa perdata mengenai hak

cipta berdasarkan hukum hak cipta menjadi kewenangan pengadilan

niaga semata.

2). Dalam UUHC 2002 dimuat pula hukum pidana, baik hukum pidana

materiil maupun hukum pidana formil. Ada dua Pasal hukum pidana

materiil dan satu Pasal hukum pidana formil. Tindak Pidana hak cipta

ditempatkan dalam Pasal 72 yang terdiri atas sembilan rumusan yang

dimuat pada masing-masing ayat. Sementara itu, Pasal 73 memuat

tentang sistem penjatuhan pidana khususnya perampasan barang.

Tindak Pidana hak cipta dibentuk untuk melindungi kepentingan

hukum pencipta atas inspirasinya yang melahirkan hak cipta dari

perbuatan-perbuatan orang lain yang menyerang kepentingan hukum

yang timbul dari hak cipta. Khususnya melindungi kepentingan

hukum dalam hal kepemilikan dan menggunakan hak cipta oleh

pencipta atau pemegang hak cipta. Sementara hukum pidana formil

hanya ada satu Pasal, yakni Pasal 71 tentang Penyidikan.

Pada UUHC yang lama, suatu pelanggran hak cipta dikategorikan sebagai “delik biasa” yang berarti bahwa penanganan terhadap pelanggaran hak cipta dapat dilakukan oleh penyidik atau aparat penegak hukum tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari masyarakat atau pencipta/ pemegang hak cipta. Berdasarkan sistem “delik biasa”, suatu kasus pelanggaran hak cipta dapat segera ditangani oleh penyidik/aparat penegak hukum sehingga kerugian yang timbul dapat dicegah seminimal mungkin. Namun demikian dalam perkembangan selanjutnya, kategori delik pada UUHC yang baru mengalami perubahan sehingga berdasarkan ketentuan UUHC 2002, pelanggaran suatu hak cipta dikategorikan sebagai “delik aduan” (Afrillayanna Purba, 2005: 88).

Delik aduan artinya, penyelidikan dan penyidikan oleh pihak

kepolisian bersama instansi terkait atau tuntutan sanksi pidana dapat

dilakukan oleh penuntut umum atas dasar pengaduan dari plhak-pihak yang

dirugikan, baik para pencipta, pemegang izin, warga masyarakat sebagai

konsumen ataupun negara sebagai penenima pajak. Delik aduan ini adalah

dalam bentuk delik aduan mutlak, yakni peristiwa pidana yang hanya dapat

dituntut bila ada pengaduan. Perubahan ini sebagai upaya pemerintah

Page 74: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

74

mengajak masyarakat untuk menghargai dan menghormati HKI mengingat

masalah pelanggaran hak cipta telah menjadi bisnis ilegal yang merugikan

para pencipta dan pemasukan pajak/devisa negara di samping masyarakat

internasional menuding Indonesia sebagai “surga” bagi para pembajak.

Dalam UUHC 2002 pelaku pelanggaran hak cipta dapat dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/ atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Sebenarnya ketentuan pidana yang ditetapkan dalam UUHC 2002 cukup sesuai apabila diterapkan pada para pelaku pelanggaran hak cipta, khususnya pada karya seni batik. Adapun yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta snei batik adalah tindakan peniruan atau penjiplakan motif. Apabila terjadi kasus pelanggaran hak cipta seni batik, maka gugatan dapat diajukan kepada Ketua Pengadilan Niaga (afrillyanna Purba, 2005: 98).

Permasalahan atau sengketa Hak Cipta mengenai seni batik ini jarang

sekali terjadi kasus pelanggaran hak cipta pada seni batik tradisional, bahkan

di lokasi penelitian tidak ada sengketa mengenai batik pelanggaran hak cipta

itu sendiri. Hal tersebut sebenarnya dikarenakan pemahaman hak cipta yang

masih rendah sehingga tindakan peniruan atau penjiplakan motif tidak

dianggap sebagai suatu tindak pidana melainkan dianggap sebagai suatu hal

yang biasa dan bukan merupakan pelanggaran. Mereka hanya berfikir bahwa

masyarakat dapat menilai melalui kualitas yang dicipta.

Perlindungan hal ini tentunya merupakan perlindungan hukum yang

diberikan terhadap batik sebagai karya cipta pribadi sedangkan perlindungan

hukum terhadap batik sebagai pengetahuan tradisional adalah agar warisan

budaya kita tidak dapat diklaim oleh negara lain, selain itu juga untuk

mendokumentasikan warisan budaya tersebut agar memudahkan

pengidentifikasian komunitas mana yang berhak mengakuinya untuk

menghindari sengketa penguasaan atau pemilikan yang mungkin timbul di

antara individu atau kelompok masyarakat tertentu. Lebih jauh, bahwa

perlindungan hak cipta pada umumnya dan batik pada khususnya tersebut

tujuannya tidak lain adalah untuk kepentingan ekonomis yaitu kesejahteraan

Page 75: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

75

masyarakat secara pribadi maupun kesejahteraan ekonomi Bangsa Indonesia

itu sendiri.

Jangka waktu yang diberikan oleh UUHC 2002 antara obyek yang

satu dengan yang lain memiliki jangka waktu perlindungan yang berbeda.

Perlindungan hak cipta batik ini diatur dalam Pasal 29 ayat 2 UUHC 2002

mengenai batasan-batasan jangka waktu perlindungannya. Adapun

perlindungan tersebut selama hidup pencipta ditambah dengan 50 (lima

puluh) tahun setelah penciptanya meninggal dunia. Jangka waktu yang cukup

panjang ini dapat dikatakan telah memadai. Dianggap bahwa dalam jangka

waktu selama itu para pencipta/pembatik atau yang memegang hak ciptaan

tersebut telah dapat menikmati karya ciptaannya yakni dengan menikmati

manfaatnya secara ekonomi terhadap karya ciptaanya.

Jangka waktu perlindungan tersebut diberikan bagi seni batik yang

merupakan sebagai karya cipta pribadi sedangkan bagi seni batik sebagai

pengetahuan tradisional, misalnya motif-motif tradisional seperti Sido Mukti,

Truntum dan motif tradisional yang lain tidak memiliki jangka waktu

perlindungan. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa batik-batik tradisional

seperti itu diciptakan dan dihasilkan secara turun temurun oleh masyarakat

Indonesia sehingga diperkirakan perhitungan jangka waktu perlindungan atau

dapat dikatakan jangka waktu perlindungan untuk batik tersebut adalah tanpa

batas. Hal ini berarti bahwa negara menjadi wakil bagi seluruh masyarakat

Indonesia dalam menguasai kekayaan tradisional yang ada sehingga setiap

masyarakat Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk menciptakan

ataupun memanfaatkan secara bebas motif batik sebagai pengetahuan

tradisional tersebut.

Selama jangka waktu yang diberikan tersebut, para pencipta atau pun

yang memegang hak cipta atas seni batik ini dapat menikmati hak eksklusif.

Hak eksklusif tersebut menurut penjelasan UUHC 2002 adalah hak semata-

mata diperuntukkan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak lain yang

boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya. Tentunya

penggunaan hak eksklusif tersebut digunakan secara wajar.

Page 76: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

76

Perlindungan Hukum Hak Cipta terhadap batik di Kota Surakarta ini

dapat dikatakan belum maksimal. Hal ini dapat terlihat dari beberapa hal:

yang pertama, dimana para pengusaha batik sebenarnya telah mengetahui

bahwa batik telah dilindungi melalui pengetahuan tradisional, walaupun para

responden belum memahami konsep pengetahuan tradisional ini mereka

paling tidak mengerti bahwa batik ini merupakan warisan dari generasi ke

generasi yang harusnya di lindungi. Kedua, para pengusaha batik belum

mendaftarkan karya cipta pribadinya. Berdasarkan pendaftaran kolektif yang

dilakukan oleh Pemerintah Kota Surakarta sendiri pun dapat dikatakan masih

belum maksimal. Dikatakan belum maksimal karena dari sekitar 415 motif

yang didatarkan secara kolektif dalam 2 tahap tersebut sebagaian besar motif

dari satu perusahaan batik, sehingga pendaftaran yang dilakukan kolektif

tersebut belum dapat dikatakan mewakili pendaftaran dari beberapa

pengusaha batik di Kota Surakarta.

Selama ini menunjukkan bahwa pada umumnya pengusaha batik

kurang mengetahui benar tentang HKI. Budaya timur berbeda dengan budaya

barat yang lebih individualis, yang sangat membutuhkan suatu perlindungan

terhadap karya seninya. Harusnya masyarakat Indonesia juga sadar betapa

pentingnya perlindungan karya seni yang diciptakannya mengingat segala

penciptaannya juga tidak mudah.

C. Kendala-kendala dalam Pelaksanaan Perlindungan Hukum Hak Cipta

Seni Batik di Kota Surakarta

1. Hasil Penelitian

Berdasar observasi penulis dalam penelitian yang dilakukan di Kota

Surakarta mengenai perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota

Surakarta dapat diketahui kendala-kendala yang timbul dalam penegakan

perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik di Kota Surakarta. Hasil

wawancara dengan beberapa pengusaha batik yang merupakan salah satu

Page 77: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

77

subyek dalam hak cipta yang seharusnya mendapatkan perlindungan terhadap

hak cipta batik ini sebagian besar masih belum memahami pentingnya hak

cipta bagi mereka sendiri. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal yang menjadi

alasan bagi mereka. Masalah prosedur yang mereka rasakan apabila para

pengusaha batik ini melakukan pendaftaran hak cipta terhadap seni batik yang

mereka miliki sendiri, padahal menurut Pemerintah Kota Surakarta melalui

Dinas Perindustrian dan Perdagangan “tidak kurang-kurang untuk

memberikan sosialisasi mengenai pendaftaran hak cipta seni batik ini ” (Hasil

wawancara dengan Sri Wahyuni, Kepala Bidang Perindustrian, Dinas

Perindustrian dan Perdagangan Kota Surakarta, Senin 9 Maret 01.00).

Beberapa kendala yang terjadi di Kota Surakarta ini sebenarnya juga

karena Pengaturan UUHC 2002 itu sendiri yakni menyangkut prinsip

deklaratifnya, yang tidak mewajibkan pendaftaran hak cipta. Hak cipta

dilindungi secara otomatis setelah pengumuman dilakukan pertama kali. Hal

ini juga memungkinkan munculnya perasaan yang enggan bagi pencipta

ataupun pemegang hak cipta untuk mendaftarkan karya ciptanya terutama

karya cipta seni batik di Kota Surakarta ini. Kendala yang timbul dalam

pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik di Kota

Surakarta tersebut merupakan kendala dalam hal batik sebagai karya cipta

pribadi terutama mengenai masalah pendaftarannya, yang seharusnya menjadi

hak para pengusaha batik namun justru tidak dimanfaatkan secara maksimal.

Berdasarkan hasil wawancara dari pengusaha batik yang memiliki

motif batik pribadi menurutnya: “Saya belum mendaftarkan motif batik saya

melalui hak cipta, karena pendaftaran hak cipta tersebut memakan waktu yang

lama dan biaya yang mahal, menurut manajemen keuangan mendingan

uangnya untuk menambah modal daripada mendaftarkan hak cipta yang

nantinya juga belum tentu mendapatkan sertifikasi” (Hasil Wawancara dengan

Gunawan Setiawan, Ketua Forum Pengembang Kampoeng Wisata Batik

Kaoeman, 4 Maret 2010 10.00). Hal ini juga disebutkan oleh Adi, dari Batik

Yunani pada 4 Februari 2010 pada pukul 10.00: “Belum mendaftarkan, karena

Page 78: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

78

belum konsen ke pendaftaran hak cipta, karena saya masih mengandalkan sisi

provit terlebih dahulu dan pendaftaran hak cipta biayanya mahal”.

Beberapa hal tersebut merupakan kendala dalam pelaksanaan

perlindungan hukum hak cipta seni batik di Kota Surakarta. Kendala tersebut

dapat diidentifikasi sebagai faktor internal dan eksternal. Faktor eksternalnya

adalah pemahaman pengusaha batik yang lemah terhadap subtansi UUHC

2002 misalnya mengenai tarif pendaftaran, sehingga mereka tidak

mendaftarkan karya cipta seni batik nya dan juga ditemukannya sikap masa

bodoh para pengusaha batik apabila ada suatu penjiplakan, Sedangkan faktor

internalnya adalah dari pengaturan UUHC 2002 itu sendiri. Perlindungan

hukum batik sebagai penegetahuan tradisional tidak ada kendala, apalagi dapat

kita ketahui bahwa batik kini telah ada pengakuan batik, bahwa batik sebagai

pusaka dunia.

2. Pembahasan

Pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik

memiliki manfaat yang besar bagi penciptanya. Walaupun memang tidak ada

suatu kewajiban untuk mendaftarkan ciptaannya namun alangkah baiknya jika

dilakukan suatu pendaftaran hak cipta atas seni batik agar memperoleh

perlindungan hukum yang pasti. Seperti kita contohkan jika terjadi suatu

sengketa, apabila telah didaftarkan maka pembuktian akan lebih mudah karena

pencipta dapat memberikan bukti otentik berupa tanda hak cipta itu sendiri.

Pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik di Kota

Surakarta khususnya, tidaklah mudah apalagi dalam bidang pendaftaran batik

sebagai karya cipta pribadi. Banyak sekali kendala-kendala yang dihadapi

dalam penegakan ini. Kendala-kendala tersebut dapat diidentifikasi dan atau

dilihat dari faktor internal maupun eksternal. Adapun faktor tersebut dapat

penulis jelaskan sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Page 79: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

79

Faktor internal adalah kendala-kendala yang muncul dari pihak

pengusaha batik di Kota Surakarta sendiri, adapun kendala-kendala

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Pemahaman yang lemah pengusaha batik di Kota Surakarta terhadap

substansi UUHC 2002

2) Adanya sikap masa bodoh atau membiarkan atas penjiplakan/peniruan

motif yang dimiliki para pengusaha batik itu sendiri dan sikap sosial

kebudayaan masyarakat di Kota Surakarta

Di antara pengusaha batik di Kota Surakarta itu tidak

mempermasalahkan pendaftaran hak cipta ataupun upaya untuk

melakukan tindakan sehubungan dengan penjiplakan dan peniruan motif

batik di antara mereka. Kasus peniruan atau penjiplakan motif yang terjadi

di kalangan pembatik dianggap sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu

dibesar-besarkan. Dapat kita lihat dalam penjualan-penjualan batik dalam

waktu tertentu motif yang dikeluarkan biasanya hampir mirip karena

merupakan trend pada saat itu. Hal ini terjadi karena masyarakat yang

kurang memahami hak cipta khususnya dan HKI umumnya.

Pandangan masyarakat pada umumnya dan masyarakat Kota

Surakarta pada khususnya yang senang apabila adanya suatu penjiplakan

motif batiknya, karena adanya pemikiran bahwa motif saya diminati

banyak orang itu yang pertama. Selanjutnya pemikiran pendek masyarakat

yakni yang penting mereka mendapatkan keuntungan/laba dari penjualan

ciptaannya tanpa memikirkan sisi yang lain, karena memang pembuatan

atau produksi dalam masa sekarang ini di Kota Surakarta saat ini

digunakan sebagai perdagangan untuk menyokong pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari pengusaha batik di Kota Surakarta ini dengan kata lain

sebagai mata pencahariannya.

Adanya kebiasaan yang berlaku umum di kalangan pembatik

(khususnya di kalangan pembatik pada tingkat menengah ke bawah) untuk

saling meniru atau menjiplak motif di antara sesama pengusaha batik

karena mereka selalu mengutaman motif-motif yang lagi trend di pasaran.

Page 80: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

80

Sistem kebudayaan pun turut mendukung belum dimanfaatkannya UUHC

2002, dimana ciri khas sikap masyarakat Indonesia sikap toleransi dan

kebiasaan gotong-royong yang terdapat pada masyarakat, sehingga apabila

suatu motif yang telah dibuat kemudian ditiruan dijiplak oleh pihak lain,

maka pencipta motif tersebut justru akan merasa senang karena dapat

membantu orang lain. Budaya ini sangat terkait dengan salah satu faktor

yang mempengaruhi penegakan hukum yakni “masalah paradigma (cara

pandang) masyarakat terhadap kejahatan hak cipta itu sendiri” (Otto

Hasibuan, 2008: 257).

Hal ini memang menjadi alasan tersendiri di Indonesia, karena di

negara Indonesia khususnya Kota Surakarta yang masih memegang

tatanan budaya ini masih senang hidup secara bersama-sama ataupun

budaya gotong royong yang masih kental sekali. Hal ini berbeda dengan

kebudayaan negara lain Negara Barat terutama, yang lebih individualis

sehingga eksistensi hak cipta di negara sana memang benar-benar

dibutuhkan bagi pencipta. Walaupun seperti itu tidak dapat menyimpulkan

bahwa hak cipta itu tidak penting disini, karena ada juga batik-batik di

Kota Surakarta ini yang didaftarkan melalui Hak Cipta.

Adanya pengakuan beberapa masyarakat yang menganggap

mahalnya pendaftaran hak cipta, menurut penulis sebenarnya ini tidak

tepat. Menurut tarif pendaftaran hak cipta yang telah ditetapkan, tidaklah

mahal apabila dibandingkan dengan bentuk perlindungan yang

pencipta/pemegang hak cipta dapatkan. Menurut analisa penulis

kemahalan pendaftaran tersebut bukan terletak pada tarif pendaftaran

namun karena transportasi dan akomodasi yang mahal karena pendaftaran

dilakukan di Ditjen HKI Jakarta atau di Departemen Hukum dan Hak

Asasi Manusia propinsi yang dirasa jauh dari Kota Surakarta sehingga

menambah beban dari pendaftaran.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang menjadi kendala berasal

dari luar pengusaha batik di Kota Surakarta itu sendiri. Adapun faktor

Page 81: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

81

eksternal yang paling nampak adalah mengenai pengaturan UUHC 2002

ini sendiri yakni mengenai sifat deklaratif yang digunakan, dan juga

mengenai prosedur-prosedur menganai pendaftaran hak cipta.

Apabila kita lihat dari sisi UUHC 2002 sendiri, dengan sistem

pendaftaran yang bersifat deklaratif juga menjadi faktor pendukung para

pencipta seni batik tidak mendaftarkan hasil karya cipta batiknya. Hak

cipta timbul secara otomatis setelah ide pencipta dituangkan dalam suatu

karya cipta yang berwujud. Ini berarti bahwa suatu ciptaan, baik yang

terdaftar maupun tidak terdaftar, akan tetap dilindungi oleh UUHC 2002.

Pendaftaran tidak merupakan bukti pemilikan suatu Hak Cipta.

Pendaftaran Hak Cipta akan bermanfaat untuk membuktikan kebenaran

pihak yang dianggap sebagai pencipta yang sebenarnya apabila terjadi

sengketa kasus di pengadilan. Padahal dalam hal ini belum tentu ada suatu

sengketa.

Di samping itu, belum tersedia secara memadai sarana dan pra

sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum hak cipta

terhadap seni batik di wilayah Kota Surakarta ini sendiri. Mengingat

pengusaha batik yang ada di Kota Surakarta ini sebagian besar pengusaha

kecil, sedangkan pendaftaran dilakukan di Ditjen HKI di Jakarta atau di

Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia wilayah Propinsi Jawa

Tengah (Semarang) maka keadaan ini menjadi kendala juga bagi

pengusaha batik yang secara ekonomi berakibat menambah beban biaya

dalam pendaftarannya. Semuanya berkaitan erat dengan manajemen dari

perusahaan batik tersebut, karena batik di Kota Surakarta sekarang tidak

hanya digunakan untuk kepentingan tertentu melainkan untuk mencari

keuntungan dari perdagangan batik itu sendiri. Singkatnya dapat

dikatakan bahwa sarana dan fasilitas pendaftaran hak cipta yang ada masih

kurang.

Atas dasar kondisi pelaksanaan hukum hak cipta di Kota Surakarta

yang memiliki kendala yang cukup kompleks baik menurut faktor secara

internal maupun eksternal, harusnya ada suatu langkah untuk memperkuat

Page 82: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

82

budaya hukum pengusaha batik di Kota Surakarta agar UUHC 2002 dapat

dilaksanakan pelaksanaan hukum yang lebih efektif. Baik langkah untuk

menghadapi faktor internal maupun eksternal tersebut. Adapun langkah-

langkah yang dapat dicapai menurut pemikiran penulis untuk mengatasi

hambatan tersebut secara umum adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengatasi hambatan dalam faktor internal, dapat:

1). Memberikan sosialisasi kepada para pengusaha Batik di Kota Surakarta

untuk meningkatkan kesadaran hukum dan arti pentingnya hak cipta

yang menjadi hak mereka yang selama ini tidak mereka rasakan, yakni

dengan cara menjabarkan yang lebih tegas dan luas mengenai HKI pada

umumnya dan hak cipta pada khususnya sehingga dapat memacu tekad

pengusaha batik di Kota Surakarta untuk mempercayai perangkat

hukum di Indonesia sehingga para kalangan pengusaha batik

berkeinginan untuk mendaftarkan karya cipta seni batiknya melalui hak

cipta.

2). Memberdayakan pengusaha batik untuk menunjang/mendukung

kebeberadaan dalam pelaksanaan UUHC 2002, kondisi ini dapat dipacu

dengan adanya bentuk penyadaran-penyadaran mengenai arti penting

pendaftaran hak cipta terhadap karya seni batiknya, dalam arti

mengenai perlindungan hukum yang didapatkannya serta keuntungan

atas pendaftaran hak ciptanya dan memberikan pengertian-pengertian

apabila tidak didaftarkannya karya cipta seni batiknya. Apabila para

pengusaha batik menyadari hal ini, maka dapat memacu pengusaha

batik untuk mendukung keberadaan dari UUHC 2002 ini sendiri.

Memberdayagunakan pengusaha batik ini dapat melibatkan Pemerintah

Kota dan Perguruan Tinggi yang ada agar lebih maksimal.

b. Untuk mengatasi hambatan dalam faktor eksternal, dapat:

Melakukan pembenahan-pembenahan di dalam pengaturan UUHC itu

sendiri, baik mengenai sifatnya maupun prosedur-prosedurnya, yang dapat

dilakukan dengan cara penyederhanaan birokrasi pendaftaran dengan

membuka kantor perwakilan di setiap kota dan instutisi peradilan niaga di

Page 83: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

83

setiap pemerintah kota. Melalui hal ini, kemungkinan besar para

pengusaha batik dapat memperhitungkan kembali sisi keuntungan dan

kerugian antara biaya pendaftaran dan perlindungan yang mereka

dapatkan, yang nantinya dapat menjadi pemicu para pengusaha batik di

Kota Surakarta mendaftarkan karya cipta batiknya.

Apabila tercapai langkah-langkah ini, dimungkinkan kendala yang

terjadi baik kendala berupa faktor eksternal maupun kendala internal dapat

diminimkan dan nantinya dapat memaksimalkan pelaksanaan perlindungan

hukum di Kota Surakarta khususnya di bidang perlindungan hukum hak cipta.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis paparkan

pada bab sebelumnya yang mengacu pada rumusan masalah, maka penulis

menyimpulkan sebagai berikut:

1. Pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik di Kota

Surakarta belum maksimal. Hal ini dikaitkan dengan beberapa pandangan para

pelaku usaha di bidang batik bahwa seni batik sebagai pengetahuan tradisional

mendapatkan perlindungan hak cipta yang dipegang oleh pemerintah, namun

di sisi lain ternyata batik sebagai karya cipta pribadi di Kota Surakarta ini

belum ada yang didaftarkan karena beberapa faktor. Pemerintah Kota

Surakarta melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan beserta segala pihak

yang terkait sebenarnya telah mengupayakan pendaftaran Hak Cipta Seni

Batik secara kolektif agar mendapatkan suatu perlindungan yang autentik atas

karya seni batik tersebut, dan itupun hanya mendapatkan 10 sertifikasi atas

nama Pemerintah Kota Surakarta. Sebenarnya perlindungan hukum hak cipta

Page 84: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

84

seni batik ini didapatkan langsung pada saat diumumkan pertama kali, namun

demikian pendaftaran ini penting yang nantinya dijadikan sebagai pembuktian

autentik atas karya seni batik tersebut.

2. Kendala dalam pelaksanaan perlindungan hukum hak cipta terhadap seni batik

di Surakarta adalah: pertama, faktor Internal adalah faktor-faktor yang muncul

dari pihak pengusaha batik di Kota Surakarta sendiri, adapun faktor-faktor

tersebut adalah pemahaman yang lemah pengusaha batik di Kota Surakarta

terhadap substansi UUHC 2002 dan adanya sikap masa bodoh atau

membiarkan atas penjiplakan/peniruan motif yang dimiliki para pengusaha

batik itu sendiri dan sikap sosial kebudayaan masyarakat di Kota Surakarta.

Kemudian faktor kedua, faktor eksternal adalah faktor-faktor yang menjadi

kendala berasal dari luar pengusaha batik di Kota Surakarta itu sendiri.

Adapun faktor eksternal yang paling nampak adalah mengenai pengaturan

UUHC 2002 ini sendiri yakni mengenai sifat deklaratif yang digunakan, dan

juga mengenai prosedur-prosedur menganai pendaftaran hak cipta.

B. Saran

Pada bagian terakhir ini, beberapa saran dengan harapan saran ini dapat

menjadi bahan pertimbangan bagi pihak yang terkait. Adapun saran tersebut

antara lain :

1. Dirjen HKI perlu lebih mendayagunakan tugas dan wewenangnya dengan cara

membuka kantor pelayanan di setiap perwakilan kota, untuk memudahkan

pendaftaran karena pendaftaran di Ibu Kota ataupun Ibu Kota Propinsi dirasa

masih terlalu jauh dan membutuhkan biaya yang lebih besar. Apabila tidak

dilakukan pembukaan kantor perwakilan maka para pengusaha batik masih

tetap enggan untuk mendaftarkan karya cipta batiknya, dikarenakan tempat

pendaftaran yang jauh sehingga membutuhkan biaya akomodasi yang relatif

tinggi dan hal tersebut menyebabkan beban pendaftaran yang semakin tinggi

pula.

Page 85: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

85

2. Pemerintah Kota Surakarta perlu melakukan upaya dalam pengembangan

batik di Kota Surakarta ini melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota

Surakarta agar batik di Kota Surakarta semakin berkembang. Hal ini terkait

dengan pengakuan batik sebagai pusaka dunia oleh UNESCO. Apabila tidak

dilakukan upaya tersebut, maka batik di Indonesia pada umumnya dan batik di

Kota Surakarta pada khususnya ini dikhawatirkan akan semakin mengalami

kemunduran, dan bisa saja pengakuan tersebut dapat dicabut. Selain itu, dapat

pula melakukan sosialisasi mengenai pentingnya HKI pada umumnya dan hak

cipta pada khususnya, menjelaskan mengenai keuntungan pendaftaran, dari

hal ini dapat memacu para pengusaha batik untuk mendaftarkan ciptaannya ke

dalam perlindungan hukum hak cipta dan juga melakukan upaya pendaftaran

Hak Cipta secara kolektif seperti beberapa waktu yang lalu secara rutin, agar

batik terus berkembang dan perlindungan hukum hak cipta semakin dapat

dirasakan oleh segala pihak yang berhubungan dengan perbatikan.

3. Pengrajin Batik perlu mengubah pola pemikiran yang kurang tepat mengenai

hak cipta itu sendiri, sehingga para pengusaha batik merasakan betapa

pentingnya perlindungan hukum hak cipta terhadap karya cipta yang telah

diciptakannya dan akhirnya mendaftarkan karya cipta batiknya melalui hak

cipta. Pengusaha batik juga dapat merasakan arti pentingnya perlindungan

hukum hak cipta yang mereka dapatkan dengan cara mendaftarkan ciptaannya

sebagai upaya pencegahan adanya pelanggaran-pelanggaran hukum mengenai

hak cipta batik khususnya, karena dengan pendaftaran tersebut dapat dijadikan

sebagai bukti autentik bila nantinya terjadi suatu permasalahan. Jika pola

pemikiran para pengusaha batik tetap seperti ini maka tidak akan ada

kemajuan yang berarti dalam perlindungan hukum yang seharusnya mereka

terima.

4. Masyarakat perlu melestarikan karya cipta batik, terutama batik sebagai

pengetahuan tradisional yang dimiliki warga negara Indonesia agar tidak

diakui oleh negara lain dan masyarakat sebagai konsumen hendaknya

membeli/menggunakan karya cipta batik yang asli agar dapat mengurangi

kejahatan berupa penjiplakkan atau peniruan motif batik, adanya

Page 86: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

86

pemberdayaan masyarakat di bidang Hak Kekayaan intelektual yang

melibatkan Pemerintah Kota Surakarta dan Perguruan Tinggi agar masyarakat

Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kota Surakarta pada khususnya

dapat menghargai karya cipta orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. 2007. Kajian Hukum Ekonomi Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Citra Aditya.

Afrillyanna Purba. 2005. TRIPs-WTO & Hukum HKI Indonesia Kajian Perlindungan Hak Cipta Seni Batik Tradisional Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Agus Sardjono. 2006. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional. Bandung: Alumni.

Anonim. 2006. Kitab Undang-Undang HKI (Hak Kekayaan Intelektul). Bandung: Fokus Media.

______. Batik Tulis Surakarta Terancam Punah. http://www.batik laksmi.com/artikel%20batik%2032.htm>. [20 Februari 2010 pukul 16.00].

______. Kampung Batik kauman. http://solobatik.athost.net/batik_kauman.php> [20 Maret 2010 pukul 10.30].

______. Kampung Batik Laweyan. http://solobatik.athost.net/sejarah.php> [20 Maret 2010 pukul 10.30].

______. Sejarah Batik Indonesia. http://www.batikmarkets.com/batik.php> [3 Oktober 2009 pukul 17.00].

______. Produk Unggulan Kota Surakarta. http://www.umkmSurakartaraya. com/node/993> [20 Februari 2010 pukul 16.00].

Page 87: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

87

______. http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=3372#> [20 Maret 2010 pukul 10.30].

______. http://id.wikipedia.org/wiki/Batik> [20 Februari 2010 pukul 16.00].

Arif Syamsudin. 2008. “Antara Pelestarian dan Perlindungan Ekspresi Budaya Tradisional/Pengetahuan Tradisional dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual”. Media HKI, Vol. V No. 4.

A. Zen Umar Purba. 2002. “Peta Mutakhir Hak Kekayaan Intelektual Indonesia”. Makalah Disampaikan pada acara Orientasi Kepailitan bagi para Hakim Agung, diselenggarakan oleh Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Jakarta 29 Januari 2002.

Budi Agus Riswandi. 2009. Hak Cipta Di Internet Aspek Hukum Dan Permasalahannya Di Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press.

Dharsono. 2009. “Batik Karya agung Bangsa Indonesia”. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional Solo Membatik Dunia, pada tanggal 31 Oktober 2009 di Solo.

Dewi Sulistianingsih. 2008. “Arti Penting HKI Bagi Kehidupan Manusia”. Pancadecta, Vol 2 No. 1.

HB. Sutopo. 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar-dasar Teoritis dan Praktis. Surakarta: Sebelas Maret University Press.

______. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif : Dalam Teori Terapannya dalam Penelitian. Surakarta : Sebelas Maret University Press.

Hendarman Supandji. “Penegakkan Hukum dan Upaya Membangun Kepercayaan Masyarakat pada sistem Hukum Nasional”. Makalah disampaikan pada Seminar dan Temu Hukum Nasional IX dengan tema Membangun Hukum Nasional yang Demokrasi dalam Tatanan Masyarakat yang Berbudaya dan Cerdas Hukum, pada tanggal 20-22 November 2008 di Hotel Haytt Regensi Yogyakarta.

Heru Susetyo. Penegakan Hukum yang Menciptakan Keadilan. http://herususetyo.multiply.com/journal/item/9> [25 Maret 2010 pukul 19.15].

Luhur Hertanto. UNESCO Akui Batik Milik Indonesia.(http://www.detiknews. com/read/2009/09/07/181258/1198580/10/unesco-akui-batik-milik-indonesia> [25 Maret 2010 pukul 19.30]).

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

85

Page 88: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

88

Kuswilono. 2009. Kurikulum Muatan Lokal Batik, Mengapa Tidak?. Pesta Buku Solo 2009 Buku Untuk Semua, semua Butuh Buku. Surakarta: Ikatan Penerbit Indonesia Jawa Tengah.

Matthew Dames. “Intellectual Property Why Copyright Isn’t Property”. Information Today. February 2009.

______. .”Intellectual Property Citizens Now Are Copyright Stakeholders”. Information Today. February 2010.

Moch Najib Imanullah dkk. 2005. “Problematika Hak Kekayaan Intelektual (HKI) pada Kerajinan Batik Kayu”. Majalah Hukum Yustisia. Nomor 68. Surakarta: Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret.

Muhammad Ahkam Subroto dan Suprapedi. 2008. Pengenalan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) Konsep Dasar Kekayaan Intelektual untuk Pertumbuhan Inovasi. Jakarta: Indeks.

Muhammad Djumhana. 2003. Hal Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya.

Nian S. Djoemena. 1986. Ungkapan Sehelai Batik (Its Mystery and Meaning). Jakarta: Djambatan.

Otto Hasibuan. 2008. Hak Cipta Di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society. Bandung: Alumni.

______.2008. “Perlindungan hak Cipta Di Era Digitalisasi Ditinjau Dari sudut

Legalitas Fokus Pembahasan Hak Cipta lagu. Media HKI, Vol. V No. 2.

Rahmadi Usman. 2003. Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni.

Ranggalawe Suryasaladin. Masalah Perlindungan Haki Bagi Traditional Knowledge. http://www.lkht.net/index.php?option=com_content&view= article&id=72:perlindungan-hki-bagi-traditionalknowledge&catid=1: hki-telematika&Itemid=37> [17 Maret 2010 pukul 14.00].

Santoso Doellah. 2002. Batik Pengaruh Zaman dan Lingkungan. Solo: Danar Hadi.

Seojono Dirjosisworo. 2000. Hukum Perusahaan Mengenai Hak Atas Kekayaan Intelektual (Hak Cipta, Hak Paten, Hak Merek). Bandung: Mandar Maju.

Page 89: STUDI PERLINDUNGAN HUKUM HAK CIPTA SENI BATIK …/Studi... · pembajakan maka tentu saja hal itu ... Perkembangan bentuk dan fungsi batik tidak semata ... maka yang diteliti pada

89

Soerjono Soekanto. 1983. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Raja grafindo Persada.

______. 2007. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sthefanny Avonina. Apa yang dimaksud dengan Pengetahuan Tradisional?. http://www.lkht.net/index.php?option=com_content&view=article&id=62:pengetahuan-tradisional&catid=1:hki-telematika&Itemid=37> [17 Maret 2010 pukul 14.30].

Sultani. “Batik, Warisan Tradisional yang Mendunia”. Kompas, 20 Maret 2010.

Suryo S Negoro. Meneropong "Makna Spiritual Batik Jawa". http://www.javabatik.org/artikel_3.html> [18 Maret 2010 pukul 17.15].

Suyud Margono dan Amir Angkasa. 2002. Komersialisasi Aset intelektual Aspek Hukum Bisnis. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta.

Zudan Arif Fakrulloh. 2005. “Penegakan Hukum sebagai Peluang Menciptakan Keadilan”. Jurisprudence, Vol. 2, No. 1.