studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

64
STUDI LANDSKAP HUTAN DESA DALAM MENDUKUNG FUNGSI LINDUNG (STUDI KASUS HUTAN DESA PATTANETEANG KAB.BANTAENG) N A U F AL M 111 06 016 PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2011

Upload: naufal-achmad

Post on 18-Jul-2015

385 views

Category:

Environment


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

STUDI LANDSKAP HUTAN DESA DALAM MENDUKUNG FUNGSI LINDUNG

(STUDI KASUS HUTAN DESA PATTANETEANG KAB.BANTAENG)

N A U F AL M 111 06 016

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2011

Page 2: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

ii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : STUDI LANDSKAP HUTAN DESA DALAM

MENDUKUNG FUNGSI LINDUNG (STUDI KASUS HUTAN DESA PATTANETEANG KAB.BANTAENG)

Nama : Naufal Nim : M 111 06 016 Program Studi : Manajemen Hutan

Skripsi ini Dibuat sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Program Studi Manajemen Hutan

Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin

Menyetujui,

Komisi Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Prof. Dr. Ir. H. Supratman, MP Dr. Ir. H. Anwar Umar, M.S NIP. 19700918199702 1001 Nip. 19500724198003 1002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin

Ir. Budirman Bachtiar, MS NIP. 19580626 198601 1 001 Tanggal Lulus : 2011

Page 3: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

iii

ABSTRAK

Naufal (M 111 06 016) Studi Landskap Hutan Desa Dalam Mendukung Fungsi Lindung (Studi Kasus Hutan Desa Pattaneteang Kab.Bantaeng), dibawah bimbingan Supratman dan Anwar Umar

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi landskap hutan desa di Desa Pattaneteang dari faktor sosial serta melakukan penataan Landskap Hutan Desa yang sesuai dengan tujuan pengelolaan Hutan Lindung. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model Landskap untuk pemanfaatan areal hutan desa dengan mempertimbangkan aspek hutan dalam mendukung fungsi lindung. Agar tercipta pengelolaan Hutan Desa secara berkelanjutan dan lestari

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 pada Hutan Desa Pattaneteang di Desa Pattaneteang Kecamatan Birengere Kabupaten Bantaeng. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis. Untuk mengetahui faktor-faktor pembentuk landskap Hutan Desa digunakan analisis deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1)Faktor-faktor yang mempengaruhi penutupan Landskap saat ini adalah : Keterbatasan lahan, system pengelolaan, status lahan, ekonomi, dan penutupan awal sebelum warga masuk kedalam Hutan Desa. (2)Mental Model Pengelolaan lahan : a.Masyrakat yang berkebun dibawah tegakan, b. Masyarakat yang berkebun diareal kritis. (3)Penutupan Areal Hutan Desa : a.Hutan Alam yang dimaksdukan pada penelitan ini adalah areal yang vegetasinya masih alami dan pada areal ini umur pohon rata-rata diatas 40 tahunan. Jenis vegetasi yang biasa dijumpai pada areal ini adalah Albisia, galatiri, Damar laki, Damar Gana, Lutuh, Lossongg dan Balanteh. b. Hutan Campuran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Hutan Alam yang disebutkan di atas dan dimanfaatkan oleh warga. Pemanfaatan itu berupa menanam kopi dibawah tegakan, tanpa menebang pohon – pohon yang telah ada dalam hutan tersebut. Pada areal ini tumbuhan kopi rata-rata sudah berumur 10 tahunan. c. Monokultur Kopi yang dimaksukan dalam penelitian ini adalah areal yang tanamannya didominasi kopi dan tumbuhan kayu atau pohon yang digunakan sebagai pohon penaung. Kopi tersebut masih berumur >10 tahunan. Tumbuhan penaungnya seperti Nangka, Jambu batu, Alpokat, Albisia, Kaleandra, Cembang, Mangga, dan Galitiri. Pada areal ini tumbuhan kopi rata sudah berumur 6 tahunan. (4)Sistem Agroforestri, Tanaman Penutup tanah, dan Rorak perlu diterapkan pada monokultur kopi. Sehingga lapisan strata lebih banyak dan system perakaran hutan yang dalam, serta adanya serasah tanaman yang menutupi permukaan tanah akan lebih baik untuk menjaga fungsi Hidrologi dan Erosi sesuai tujuan Fungsi Lindung

Page 4: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

iv

KATA PENGANTAR

Salam Sejahtera…

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

limpahan Berkat dan Kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Studi Landskap Hutan Desa Dalam Mendukung Fungsi

Lindung (Studi Kasus Hutan Desa Pattaneteang Kabupaten Bantaeng)”.

Begitu banyak doa, dukungan, dan perhatian yang penulis dapatkan selama

penyusunan skripsi ini berlangsung, sehingga segala hambatan yang ada dapat

terlewati dan dapat dihadapi dengan penuh sukacita. Oleh karena itu, dengan

penuh kerendahan hati, penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Supratman, MP dan Bapak Dr. H. Anwar Umar,

M.S sebagai dosen pembimbing yang telah banyak mencurahkan tenaga dan

pikirannya, meluangkan waktunya yang begitu berharga untuk memberi

bimbingan dan pengarahan dengan baik, dan memberikan dukungan serta

motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Amran Achmad, M. Sc, Dr.Ir. H. Usman Arsyad,

M.S, dan Gusmiaty, S.P, MP sebagai dosen penguji yang telah meluangkan

waktunya dan banyak memberi masukan, koreksi serta arahan sehingga

skripsi ini dapat terselesaikan dengan lebih baik.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Muh. Restu, M.Si selaku dekan Fakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin. Bapak Ir. Budirman Bachtiar, MS selaku Ketua

Jurusan Manajemen Hutan.

4. Bapak Ir. Abd. Rasyid Kalu, MS selaku Penasehat Akademik (PA) yang

telah banyak memberi bimbingan, arahan dan kemudahan kepada penulis

dalam menyelesaikan studi.

5. Secara khusus penghargaan, rasa hormat dan rasa terima kasih yang tak

terhingga ku persembahkan kepada kedua orang tua ku tercinta: Asmin

Dunggio dan Adam Achmad yang telah membesarkan, mendidik dan

Page 5: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

v

mendoakan dengan segala kasih sayang dan perhatian beliau selama ini, serta

kerja keras sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di Fakultas

Kehutanan.

6. Sahabat-sahabat terbaikku: Muh.Azhrul Hidayat, Taufik, Muh.Warkah,

A.Didit Haryadi, Muh.Anshari, Haeruddin, dan Muh. Ramadhan Tefu.

Terima kasih atas segala bantuan, semangat, dan motivasinya selama ini.

Kalian selamanya akan menjadi sahabat yang terbaik. Kenangan akan

kebersamaan selama menempuh pendidikan dibangku kuliah tak akan lekang

oleh waktu, saat ini sampai selamanya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Untuk

itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis

harapkan. Kiranya skripsi ini dapat bermanfaat serta dapat menjadi salah satu

bahan informasi pengetahuan bagi pembaca sekalian.

Makassar, Desember 2010

Penulis

Page 6: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... ii

ABSTRAK .................................................................................................................. iii

KATA PENGANTAR ................................................................................................ iv

DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL ....................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................... xii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................... 1

B. Tujuan dan Kegunaan .............................................................. 4

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landskap ................................................................................... 5

B. Mental Model ......................................................................... 5

C. Hutan Lindung ....................................................................... 6

D. Pengelolaan Hutan Lindung .................................................... 7

E. Hutan Desa ............................................................................. 7

F. Hak Pengelolaan Hutan Desa .................................................. 8

G. Pemanfaatan Areal.................................................................. 11

H. Pengorganisasian & Kelembagaan .......................................... 11

I. Bumdes .................................................................................. 12

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ................................................................ 13

B. Alat dan Bahan ...................................................................... 13

Page 7: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

vii

C. Teknik Pengambilan Sampel .................................................. 14

1. Populasi & Sampel ............................................................. 14

2. Teknik Pengumpulan Data .................................................. 14

3. Jenis Data ........................................................................... 15

4. Analisis Data ...................................................................... 15

5. Konsep Oprasional ............................................................. 16

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Letak Dan Luas ...................................................................... 18

B. Topografi Wilayah ................................................................. 19

C. Penggunaan Lahan Dan Jenis Tanah ...................................... 20

D. Kependudukan ........................................................................ 22

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Landskap Hutan Desa Pattaneteang ............ 23

1. Luas Areal ...................................................................... 23

2. Topografi ........................................................................ 23

3. Jenis Tanah…………… …………………………………. 25

4. Curah Hujan .................................................................... 26

5. Penutupan Lahan ............................................................. 28

6. Pemanfaatan Areal Kerja...………………………………. 32

7. Daerah Aliran Sungai ...................................................... 34

B. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Landskap ........................ 36

1. Faktor Sosial ..................................................................... 36

2. Faktor Ekonomi ............................................................... 38

Penataan Landskap Hutan Desa Untuk Fungsi Lindung ........... 40

1. Fungsi Tata Air ................................................................... 40

2. Tehnik Pengendalian Erosi ................................................. 42

a. Lahan Hutan Campuran Kopi …………..………………. 42

b. Lahan Monokultur Kopi ………………………………... 44

Page 8: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

viii

VI. PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................... 50

B. Saran ........................................................................................ 51

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 52

LAMPIRAN.............................................................................................. 54

Page 9: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

ix

DAFTAR GAMBAR

No Teks

Halaman

1. Peta Administrasi Desa Pattanenteang………………….………. 19

2. Peta Klas Lereng Desa Pattaneteang…………………………….. 24

3. Peta Curah Hujan Desa Pattaneteang.............................................. 27 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel................................................... 30 5. Profil Desa Pattaneteang................................................................. 30 6. Profil Desa Pattanetang................................................................... 31 7. Batas Sub Das Salo Maesa.............................................................. 35 8. Skema Rorak................................................................................... 44 9. Tanaman Penutup Tanah................................................................. 46 10. Penerapan Skema Rorak & Tanaman Penutup Tanah..................... 47

Page 10: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

x

DAFTAR TABEL

No Teks

Halaman

1. Tabel Luas Klas Lereng Desa Pattanetang………………………......

29

2. Tabel Jenis Tanah Dalam Luasan…………………………………....

21

3. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga Desa Pattanetang …………………………….…….…………………………………..

22

4. Tabel Luas Klas Lereng Desa Pattaneteang.......................................... 23

5. Tabel Curah Hujan Desa Pattanetang .................................................. 26

6. Tabel Luas Penutupan Hutan Desa……….………………................ 28

Page 11: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No Teks

Halaman

1. Daftar nama pemilik lahan yang berada pada areal Hutan Desa Pattaneteang ......................................................................................

54

2. Data Responden Penelitian……………………………………..…… 56

3. si Tally Sheet.......................................................................................... 57

4. Kuisioner.........…………………………………………….…….…..

58

Page 12: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan

untuk kesejahteraan desa. Hutan desa dibentuk atas pertimbangan pemberdayaan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, serta untuk mewujudkan

pengelolaan hutan yang adil dan lestari. Pembentukan Hutan Desa diawali dari

usulan penetapan areal kerja hutan desa oleh Bupati/walikota kepada Menteri

Kehutanan berdasarkan permohonan kepala desa. Permohonan kepala desa

tersebut dilampiri peta dengan skala minimal 1:50.000 dan deskripsi kondisi

kawasan hutan antara lain fungsi hutan, topografi, dan potensi. Apabila areal kerja

hutan telah memperoleh penetapan dari Menteri Kehutanan, selanjutnya kepala

desa mensosialisasikan kepada masyarakat dan kemudian membentuk Lembaga

Desa yang akan mengelola areal kerja hutan desa yang telah ditetapkan tersebut.

Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan

desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang belum dibebani hak

pengelolaan atau ijin pemanfaatan dan berada dalam wilayah administrasi desa

yang bersangkutan. Kriteria tersebut berdasarkan rekomendasi dari Kepala KPH

atau kepala dinas kabupaten/kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di

bidang kehutanan. Hak pengelolaan hutan desa ini diberikan untuk jangka waktu

paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang. Evaluasi akan dilakukan paling

lama setiap 5 tahun sekali oleh pemberi hak.

Para pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa pada kawasan hutan lindung

dan hutan produksi berhak memanfaatkan kawasan antara lain melalui kegiatan

Page 13: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

2

usaha budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya

lebah, penangkaran satwa liar, atau budidaya hijauan makanan ternak. Masyarakat

juga dapat melakukan kegiatan di bidang jasa lingkungan meliputi pemanfaatan

jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan keanekaragaman

hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau penyerapan dan atau

penyimpanan karbon.

Hasil hutan bukan kayu yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang Hak

Pengelolaan Hutan Desa antara lain rotan, madu, getah, buah, jamur, atau sarang

walet, meliputi penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan,

dan pemasaran hasil. Untuk mengatur pengelolaan hutan desa, pemerintah dalam

hal ini Departemen Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan

Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.

Kabupaten Bantaeng memiliki kekayaan sumberdaya hutan yang relatif

kecil dibanding kabupaten lain di Sulawesi Selatan, yakni hanya 0,3% dari total

kawasan hutan Sulawesi Selatan. Namun demikian, kawasan hutan tersebut sangat

strategis karena dari sekitar 6.222 ha luas kawasan hutan Kabupaten Bantaeng,

terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.773 ha atau sekitar 44,6%, yang

mempunyai fungsi hidroorologis penting bagi masyarakat Kabupaten Bantaeng

dan kabupaten lain di sekitarnya. Sebagian besar (54,4%) kawasan hutan

mengalami degradasi yang sangat berat. Konversi kawasan hutan menjadi lahan

budidaya pertanian dan perkebunan rakyat merupakan pemicu utama terjadinya

degradasi. Pada saat ini terdapat 1.518 KK penduduk miskin yang melakukan

aktivitas perladangan di dalam kawasan hutan dengan luas lahan garapan 2.138 ha

Page 14: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

3

atau rata-rata seluas 1,4 ha/KK. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat

ketergantungan msyarakat atas lahan kawasan hutan.

Pada tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Bantaeng melaksanakan Program

Pembangunan Hutan Desa sebagai salah satu alternatif solusi untuk mengatasi

permasalahan pembangunan kehutanan. Pada tahap awal, program ini

dilaksanakan pada dua desa dan satu kelurahan di Kelompok Hutan Tompobulu

yaitu, Desa Labbo, Desa Pattaneteang, dan Kelurahan Campaga. Luas kawasan

hutan yang kritis di ketiga desa tersebut sebesar 398 ha atau sebesar 56,6% dari

704 ha total kawasan hutan, terdapat 320 KK (30%) yang melakukan aktivitas

usahatani kebun kopi di dalam kawasan hutan, dengan luas kebun kopi sebesar

165 ha. Produktivitas kebun kopi tersebut relatif rendah yaitu sebesar 0,518

ton/ha/tahun untuk jenis robusta dan sebesar 0,489 ton/ha/tahun untuk jenis

Arabica. Masyarakat juga telah mengembangkan budidaya tanaman markisa pada

lahan-lahan di luar kawasan hutan, dan tanaman tersebut berpotensi untuk

dikembangkan di dalam kawasan hutan melalui pengembangan pola-pola

agroforestry.

Permasalahan saat ini adalah untuk melakukan model pengelolaan yang baik

dengan mempertimbangkan fungsi hutan lindung, tata air, pengelolaan yang

berkelanjutan yang diperbenturkan akan kebutahan hidup masyarakat yang

bergantung pada Hutan Desa. Untuk itu diperlukan studi pembuatan landskap

hutan desa agar model pengelolaan nantinya akan mempertimbangkan aspek

fungsi lindung tanpa mengabaikan sosial ekonomi untuk meningkatkan

kesejahteraannya masyarakat.

Page 15: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

4

Lanskap Kehutanan sendiri adalah seni mengatur hutan untuk mendapatkan

sebanyak mungkin manfaat yang membutuhkan dua atau lebih jenis produksi

barang yang diinginkan, dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan

secara berkelanjutan (Boyce 1995). Dengan demikian hadirnya studi landskap

kehutanan dinilai dapat menjawab permasalahan diatas. Ketika kawasan hutan

yang telah kritis ditanami kopi yang dinilai tidak produktif, selain itu masyarakat

telah mendapatkan hak pemanfaatan sedangkan fungsi lindung hutan semakin

terancam maka dibutuhkan suatu model pengelolan yang baru untuk mengatur

semua itu.

B. Tujuan dan Kegunaan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui :

1. Mengetahui faktor-faktor sosial yang mempengaruhi landskap hutan desa di

Desa Pattaneteang Kabupaten Bantaeng.

2. Melakukan penataan Landskap Hutan Desa yang sesuai dengan tujuan

pengelolaan hutan lindung.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi model landskap untuk

pemanfaatan areal hutan desa, dengan mempertimbangkan aspek hutan dalam

mendukung fungi lindung. Agar tercipta pengelolaan hutan desa secara

berkelanjutan dan lestari.

Page 16: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landskap

Lanskap Kehutanan adalah seni mengatur hutan untuk mendapatkan

sebanyak mungkin manfaat yang membutuhkan dua atau lebih jenis produksi

barang yang diinginkan, dengan mempertimbangkan aspek kelestarian hutan

secara berkebelanjutan (Boyce 1995).

Landskap Ekologi adalah ilmu meningkatkan hubungan antara pola spasial

dan proses ekologis pada skala besar dan tingkat organisasi. (Wu & Hobbs 2002).

Forman dan Godron (1986) mendefinisikan lanskap sebagai "lahan heterogen

terdiri dari ekosistem yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lain dalam

suatu areal."

Landskap meliputi gambaran-gambaran yang nampak dari suatu lahan,

termasuk element-element biofisik (bentuk lahan), air, element-element hidup

(penutupan lahan), elemant-element manusia (penggunaan lahan bagunan &

struktur) dan element yang dapat berubah seperti iklim dan cuaca (Calder 1981)

B. Mental Model

Mental model adalah gambaran pola realitas kehidupan yang ada dalam

pikiran seseorang. Penjelasan mengenai proses berpikir seseorang tentang

bagaimana sesuatu bekerja didunia nyata. Cara untuk menggambarkan proses

aktifitas manusia untuk memecahkan masalah penalaran deduktif (Boyce 1995).

Mental Model Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi,

keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul. Mental model

memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi

Page 17: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

6

yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik

dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental

model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok,

dan organisasi (Senge.P dkk ,1999)

C. Hutan Lindung

Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan (Departemen Kehutanan,1999). Hutan

lindung (protection forest) adalah suatu kawasan hutan yang telah ditetapkan oleh

pemerintah atau kelompok masyarakat tertentu untuk dilindungi, agar fungsi-

fungsi ekologisnya --terutama menyangkut tata air dan kesuburan tanah-- tetap

dapat berjalan dan dinikmati manfaatnya oleh masyarakat di sekitarnya. Undang-

undang RI no 41/1999 tentang Kehutanan menyebutkan.

“Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai

perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah

banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara

kesuburan tanah.“

Dari pengertian di atas tersirat bahwa hutan lindung dapat ditetapkan di wilayah

hulu sungai (termasuk pegunungan di sekitarnya) sebagai wilayah tangkapan

hujan (catchment area), di sepanjang aliran sungai bilamana dianggap perlu, di

tepi-tepi pantai (misalnya pada hutan bakau), dan tempat-tempat lain sesuai fungsi

yang diharapkan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Hutan_lindung)

Page 18: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

7

D. Penglolaan Hutan Lindung

Pengelolaan hutan lindung dimaksud meliputi kegiatan : tata hutan dan

penyusunan rencana pengelolaan hutan lindung, pemanfaatan dan penggunaan

kawasan hutan lindung, rehabilitasi dan reklamasi hutan lindung, dan

perlindungan hutan dan konservasi alam di hutan lindung (Departemen

Kehutanan,1999).

E. Hutan Desa

Menurut San Afri Awang, Pengertian hutan desa dapat dilihat dan beberapa

sisi pandang antara lain:

1. Di lihat dari aspek teritorial, hutan desa adalah hutan yang masuk dalam

wilayah adininistrasi sebuah desa definitif, dan ditetapkan oleh

kesepakatan masyarakat.

2. Di lihat dari aspek status, hutan desa adalah kawasan hutan negara yang

terletak pada wilayah adininistrasi desa tertentu, dan ditetapkan oleh

pemerintah sebagai hutan desa.

3. Di lihat dari aspek pengelolaan, hutan desa adalah kawasan hutan inilik

rakyat dan inilik pemerintah yang terdapat dalam satu wilayah adininstrasi

desa tertentu, dan ditetapkan secara bersama-sama antara pemerintah

daerah dan pemerintah sebagai hutan desa yang dikelola oleh organisasi

masyarakat desa.

Hutan Desa merupakan salah satu skim kebijakan pemberdayaan masyarakat

di dalam pengelolaan hutan. Hutan desa sebagaimana disebutkan di dalam

Permenhut No. P.49/Menhut-II/2008 adalah hutan negara yang dikelola oleh desa

Page 19: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

8

dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa. Penyelenggaraan hutan desa

dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui

lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari dengan

tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan

(P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa).

2. Hak Pengelolaan Hutan Desa

Mengacu pada penjelasan UU 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya pada

penjelasan pasal 5, hutan desa adalah hutan negara yang dimanfaatkan oleh desa

untuk kesejahteraan masyarakat desa. Selanjutnya di dalam PP 6/2007 tentang

Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, hutan desa didefinisikan

sebagai hutan negara yang belum dibebani izin atau hak yang dikelola oleh desa

dan untuk kesejahteraan desa (Departemen Kehutanan,1999).

Pemberian akses pengelolaan hutan desa lebih lanjut dituangkan dalam

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2008, tentang Hutan Desa,

yang ditetapkan pada 28 Agustus 2008. Kawasan hutan yang dapat ditetapkan

sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang

belum dibebani hak pengelolaan atau ijin pemanfaatan dan berada dalam wilayah

administrasi desa yang bersangkutan (P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa.)

Para pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa pada kawasan hutan lindung dan

hutan produksi berhak memanfaatkan kawasan antara lain melalui kegiatan usaha

budidaya tanaman obat, budidaya tanaman hias, budidaya jamur, budidaya lebah,

penangkaran satwa liar, atau budidaya hijauan makanan ternak (P.49/Menhut-

II/2008 tentang Hutan Desa.)

Page 20: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

9

Masyarakat juga dapat melakukan kegiatan di bidang jasa lingkungan meliputi

pemanfaatan jasa aliran air, pemanfaatan air, wisata alam, perlindungan

keanekaragaman hayati, penyelamatan dan perlindungan lingkungan, atau

penyerapan dan atau penyimpanan karbon. Hasil hutan bukan kayu yang dapat

dimanfaatkan oleh pemegang Hak Pengelolaan Hutan Desa antara lain rotan,

madu, getah, buah, jamur, atau sarang walet, meliputi penanaman, pemanenan,

pengayaan, pemeliharaan, pengamanan, dan pemasaran hasil (P.49/Menhut-

II/2008 tentang Hutan Desa.).

3. Pengelolaan Hutan Desa

Dari hutan desa ini, masyarakat dapat memanfaatkan hasil hutan kayu dan

bukan kayu yang ada dalam kawasan selain memanfaatkan jasa lingkungan.

Namun untuk hutan yang berstatus lindung, masyarakat tidak dapat

memanfaatkan kayunya. Untuk pemanfaatan hasil hutan kayu juga tetap mengacu

pada aturan yang ada. Masyarakat juga dapat melakukan aktivitas budidaya

tanaman atau penangkaran satwa (Heri Mustari, 2009)

Hutan desa ini merupakan sebuah bentuk perubahan tata kelola hutan yang

dilaksanakan untuk kelestarian hutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

di sekitar hutan. Perlu juga dipahami bahwa hak pengelolaan yang diberikan ini

bukan merupakan kepemilikan atas kawasan hutan dan pengelolaannya juga harus

memerhatikan kaidah-kaidah pengelolaan hutan lestari. Hutan desa tentunya akan

lebih melihat hutan dan masyarakat yang hidup di sekitarnya selama ratusan tahun

sebagai satu kesatuan yang mampu mewujudkan hutan lestari sebagaimana yang

diharapkan (Heri Mustari, 2009)

Page 21: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

10

Menururut Mustari ada Tiga paradigma atau cara pandang pengelolaan hutan

tersebut bisa dijelaskan sebagai berikut:

1. Paradigma pengelolaan hutan dan sumber daya alam untuk kepentingan

kelestarian (Ecofasis).

Dengan cara pandang seperti ini, pengelolaan hutan lestari masih

terjebak pada pemahaman yang sempit tentang pengelolaan hutan dimana

masyarakat adalah bagian terpisah dari hutan. Hutan dianggap sebagai

kawasan suci yang tidak boleh dijamah masyarakat, walaupun masyarakat

tersebut telah ratusan tahun tinggal dikawasan hutan yang dianggap suci.

Masyarakat tidak punya hak untuk mengelola sumber daya alam yang

sebenarnya sangat dekat dengan mereka dan bahkan dapat

menyejahterakan.

2. Paradigma yang lebih berorientasi pada pengelolaan hutan dan sumber

daya alam untuk kepentingan ekonomi (Ecodevelopmentalis).

Dengan cara pandang seperti inilah sejak puluhan tahun lalu,

pemerintah memberikan hak kelola hutan pada pemodal sehingga yang

muncul kemudian adalah praktek eksploitasi yang berdampak pada

deforestasi massal terhadap sumber daya hutan yang ada di Indonesia.

Cara pandang ini juga tidak memberikan dampak pembangunan yang

berkelanjutan, masyarakat hanya menjadi penonton di wilayahnya sendiri,

bencana alam pun tak terelakkan lagi. Hal ini sangat terlihat pada

runtuhnya industri perkayuan yang dahulu dianggap sebagai salah satu

penopang pembangunan di Indonesia.

Page 22: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

11

3. Paradigma yang lebih berorientasi pada bagaimana hutan dan sumberdaya

alam yang ada di dalamnya bisa diakses masyarakat dengan tujuan untuk

mensejahterakan masyarakat di sekitar hutan (ecopopulis).

Pemerintah kemudian mencoba mengambil jalan baru dengan

kebijakan hutan desa. Ini merupakan bentuk pengejawantahan dari cara

pandang yang ketiga karena memperhatikan deforestasi dan bencana

ekologis yang terjadi sementara masyarakat hanya bisa merasakan dampak

tanpa bisa mengakses pemanfaatan hutan tersebut.

4. Pemanfatan Areal

Hutan desa merupakan pengelolaan hutan negara dengan melibatkan

masyarakat lokal sebagai aktor utama. Pada prakteknya, lahan di hutan negara

tersebut diserahkan kepada rakyat yang akan mengelola hutan tersebut dengan

perjanjian diantara dua belah pihak. Dalam pembagian areal garapan ini mesti

dilakukan secara adil sehingga tidak akan menimbulkan gejolak diantara para

petani hutan yang menggarap lahan tersebut. Keadilan serupa ini juga mesti

ditegakkan ketika menentukan pembagian hasil keuntungan pengolahan hutan

antara negara dengan rakyat melalui suatu perundingan terbuka dan partisipatif

diantara negara sebagai pemilik lahan dengan masyarakat lokal sebagai penggarap

lahan tersebut (Yuwono, 2010).

5. Pengorganisasian dan Kelembagaan

a. Masyarakat Desa Hutan

Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu

tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang

Page 23: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

12

disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Berdasarkan pada

tipologinya, masyarakat desa hutan adalah masyarakat yang mendiami wilayah

yang berada di sekitar atau di dalam hutan dan mata pencaharian/pekerjaan

masyarakatnya tergantung pada interaksi terhadap hutan (Awang dkk, 2008).

6. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Badan usaha ini sesungguhnya telah

diamanatkan di dalam UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(bahkan oleh undang-undang sebelumnya, UU 22/1999) dan Peraturan Pemerintah

(PP) no. 71 Tahun 2005 Tentang Desa. Pendirian badan usaha tersebut harus

disertai dengan upaya penguatan kapasitas dan didukung oleh kebijakan daerah

(Kabupaten/Kota) yang memfasilitasi dan melindungi usaha ini dari ancaman

persaingan para pemodal besar. Mengingat badan usaha ini merupakan lembaga

ekonomi baru yang beroperasi di pedesaan dan masih membutuhkan landasan

yang kuat untuk tumbuh dan berkembang. Pembangun landasan bagi pendirian

BUMDes adalah Pemerintah (PKDSP, 2007).

Page 24: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

13

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan yaitu bulan Juli sampai Agustus

tahun 2010 pada hutan desa ,di Desa Pattaneteang, Kecamatan Birengere

Kabupaten Bantaeng.

B. Alat dan Bahan

1. Kamera untuk mendokumentasikan objek penting yang terkait dengan

penelitian

2. Alat tulis menulis untuk mencatat data-data yang diperoleh di Lapangan

3. Kompas.

4. Meteran Roll.

5. GPS

6. Peta Hutan Desa Pattaneteang Kabupaten Bantaeng

7. Penutupan Lahan.

8. Peta Kelerengan

9. Peta Intensitas Curah Hujan

10. Peta Jenis Tanah

Page 25: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

14

C. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengumpulan dilakukan dengan metode propusive sampling, yaitu

pengambilan sampel dilakukan dengan berdasarkan keriteria-kriteria tertentu

seperti status lahan, dan perbedaan vegetasi pada tiap lahan.

1. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi penelitan adalah seluruh areal hutan desa di desa Pattaneteang.

Populasi sasaran adalah rumah tangga dan areal hutan desa yang dikelola oleh

setiap rumah tangga.

b. Sampel

Sampel penelitian adalah setiap rumah tangga pengelola areal hutan desa yang

memiliki lahan pada areal tersebut.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui pengukuran, pengamatan, wawancara

dan telaah dokumentasi berbagai sumber, seperti laporan hasil penelitian, laporan

dari instansi-instansi terkait atau yang terkait dengan tujuan penelitian.

Pengukuran dilakukan untuk mengumpulkan datakondisi biofisik setiap unit

landskap. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui kondisi umum landskap.

Wawancara dilakukan untuk mengumpulkan data sosial ekonomi masyarakat

yang mempunyai lahan didalam Hutan Desa Pattaneteang.

Page 26: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

15

3. Jenis Data

a. Data Primer

Data primer terdiri atas :

1) Kodisi biofisik Landskap Hutan Desa meliputi luas, kelerengan,

penutupan vegetasi, ketinggian muka laut, jenis tanah, daerah aliran

sungai, curah hujan dan jarak dari pusat desa.

2) Kondisi umum landskap yang meliputi, jenis tanaman, struktur,

tindakan-tindakan konservasi, dan preskripif pengelolaan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari faktor yang mempengaruhi

Landskap Hutan Desa, yaitu sejarah dan system pengelolaan, status lahan,

produktifitas komoditas yang ditanam, .

4. Analisis Data

Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara kuantitatif dan

deskriftif sebagi berikut :

1. Analisis Kuantatif

Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) beberapa

data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan digunakan

sebagai unit analisis. Pada setiap unit analisis tersebut dilakukan analisis terhadap

data atributnya yang tak lain adalah data tabular, sehingga analisisnya disebut juga

analisis tabular/attribut. Hasil analisis tabular selanjutnya dikaitkan dengan data

spasialnya untuk menghasilkan data spasial yang mengambarkan pembentuk unit

landskap.

Page 27: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

16

2. Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif yang digunakan adalah “Analisis Mental Model”

untuk mengetahui sejarah dan faktor-faktor pembentuk unit ladskap Hutan Desa

Pattaneteang

5 . Konsep Operasional

a. Lanskap Kehutanan adalah seni mengatur hutan untuk mendapatkan

sebanyak mungkin manfaat yang membutuhkan dua atau lebih jenis

produksi barang yang diinginkan, dengan mempertimbangkan aspek

kelestarian hutan secara berkelanjutan.

b. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan.

c. Hutan Desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan

untuk kesejahteraan desa. Hutan desa dibentuk atas pertimbangan

pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, serta untuk

mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan lestari.

d. Mental Model adalah gambaran pola realitas kehidupan yang ada dalam

pikiran seseorang. Penjelesan mengenai proses berpikir seseorang tentang

bagaimana sesuatu bekerja di dunia nyata. Cara untuk menggambarkan

proses manusia melalui untuk memecahkan masalah penalaran deduktif.

e. Analisis spasial dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay)

beberapa data spasial untuk menghasilkan unit pemetaan baru yang akan

digunakan sebagai unit analisis.

Page 28: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

17

f. Analisis spasial adalah analisis yang dilakukan dengan

menumpangsusunkan (overlay) beberapa data spasial untuk menghasilkan

unit pemetaan baru yang akan digunakan sebagai unit analisis.

g. Analisis deskriptif adalah metode-metode yang berkaitan dengan

pengumpulan dan penyajian suatu informasi berupa keterangan dan yang

menggambarkan suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna.

h. Analisis vegetasi adalah metode yang bertujuan untuk mengetahui struktur

dan komposisi vegetasi komunitas hutan dan hubungannya dengan

lingkungan tempat tumbuh.

Page 29: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

18

BAB IV. KEADAAN UMUM WILAYAH DESA PATTANETEANG

A. Letak Dan Luas

Desa Pattaneteang secara administratif termasuk dalam wilayah

Kecamatan Tompobulu, Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Letak

wilayah Desa ini berjarak 28 km dari ibu kota Kabupaten dan 146 km dari ibu

kota Provinsi Sulawesi Selatan.

Luas wilayah Desa Pattaneteang 1.161.5 ha. Desa ini terbagi atas tiga

Dusun yaitu, Bungeng, Katabung, dan Biring’Ere (Gambar 1). Desa Pattaneteang

mempunyai batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ulu Ere’,Kabupaten Bantaeng.

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, Kecamatan

Gantarangkidang.

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Labbo, Kecamatan Tompobulu,

Kabupaten Bantaeng.

d. Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba, Kecamatan

Gangking.

Letak Geografi Desa Pattaneneang adalah 119o58’00” - 119 o 59’20”.

Bujur Timur dan 05 o 22’40” - 05 o 24’20” Lintang Selatan, dengan ketinggian

antara 650 – 1700 meter dari permukaan laut.

Page 30: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

19

Gambar 1. Peta Administrasi Desa Pattaneteang

B. Topografi Wilayah

Dari hasil overlay peta klas lereng Banteang dengan peta batas Desa maka

didapatkan sebaran kelas lereng yaitu klas lereng sangat curam dan agak curam.

Hasil analisis peta diketahui sebagian besar (82,95%) areal Desa Pattaneteang

termasuk klas lereng sangat curam (kelerengan > 45%). Areal tersebut berada

pada bagian Barat Desa Pattaneteang sedangkan areal dengan kelerengan agak

curam berada pada bagian Timur Desa Pattaneteang. Informasi luasan masing-

masing klas lereng dapat dilihat pada Table 3.

Page 31: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

20

Tabel 3. Luas Kelas Lereng Desa Pattaneteang

No Klas Lereng

Sebaran Klas Lereng

Total Wilayah Desa Areal Kerja Hutan Desa

Luas (ha) % Luas(ha) %

1 Sangat Curam 963.5 82.95 339.2 100

2 Agak Curam 198 17.05 - -

TOTAL 1161.5 100 339.2 100

Sedangkan pada Areal kerja Hutan Desa Pattaneteang keseluruhannya

berada di kelas lereng sangat curam atau sebesar 35.2% dari kelas lereng sangat

curam dari Desa Pattaneteang.

C. Penggunaan Lahan Dan Jenis Tanah

1. Pengguanaan Lahan

Penggunaan lahan di Desa Pattaneteang terdiri dari Areal perkebunan yang

didominiasi kebun kopi dan cengkeh. Hutan Lindung seluas 339,2 ha atau sama

dengan 29,20% dari totol keseluruhan Desa Pataneteang, Adapun penggunaan

lain seperti areal pemukiman, dan semak belukar.

2. Tanah

Dari hasil overlay peta jenis tanah Kab.Bantaeng dan batas administrasi

Desa Pattanetang, dapat dijelaskan secara makro bahwa jenis tanah pada Desa

Pattanetang terdiri dari dua yaitu Andosol dan Latosol. Masing-masing luasan

dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 32: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

21

Tabel 1. Jenis Tanah dalam Luasan

No. Jenis Tanah Luas (Ha) Persentase

1 Andosol 1021 87.90%

2 Latosol 140.5 12.09%

Tabel 1 jenis menunjukan tanah Latosol yang paling sedikit dijumpai di

Desa Pattaneteang, jenis tanah ini tersebar merata pada bagian paling Selatan

Desa ini dan menutupi 12.10 % dari total luas wilayah Desa Pattaneteang.

Sedangkan jenis tanah Andosol sebesar 87.90% atau seluas 1021 ha yang tersebar

merata di daerah bagian Barat Desa ini. Hal ini menandakan jenis tanah pada

seluruh Areal Hutan Desa Pattaneteang adalah jenis tanah Andosol.

3. Keadaan Iklim

Untuk melihat keadaan iklm Desa Pattanetang secara umum maka harusla

dilihat dari letak geografi Kabupaten Bantaeng yang strategis memiliki alam tiga

dimensi, yakni bukit pegunungan, lembah dataran dan pesisir pantai. Dengan dua

musim dan perubahan iklim setiap tahunnya yang dikenal di daerah ini dengan

nama musim barat antara bulan Oktober sampai dengan bulan Maret dan musim

timur antara bulan April sampai bulan September.

Iklim di daerah ini tergolong iklim tropis basah dengan curah hujan rata-rata

setiap bulan 140,5 mm dengan jumlah hari hujan berkisar 153 hari pada tahun

2008. Musim hujan dengan angin barat jatuh pada bulan Oktober sampai

September.

Page 33: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

22

D. Kependudukan

Jumlah keseluruhan penduduk Desa Pattaneteang adalah sebanyak 1846

jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 514 kepala keluarga. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Penduduk dan Jumlah Kepala Keluarga, Desa Pattaneteang

No. Lingkungan Jumlah

Penduduk (jiwa)

Jumlah Kepala

Keluarga (KK)

1 Bungeng 586 184

2 Panrangngaji 644 171

3 Bioring’ ere 616 159

Jumlah 1846 514

Sumber : Kantor Desa Pattaneteang, 2009.

Pada Dusun Bungeng terdapat 586 jumlah penduduk dari 184 Kepala

Keluarga yang ada pada Desa Pattaneteang, di dusun inilah penduduk yang paling

sedikit dibanding dua dusun lainnya. Jumlah penduduk pada dusun ini, terdiri dari

298 laki-laki dan 288 perempuan . Pekerjaan penduduknya dominan berkebun dan

bertani.

Dusun Panrangngaji terdapat 644 jumlah penduduk dari 171 Kepala

Keluarga yang ada pada Desa Pattaneteang. Penduduk dusun ini terdiri 337 laki-

laki dan 307 perempuan dari total keseluruhan. Sedangkan di Dusun BiringEre

terdapat 616 jumlah penduduk dari 159 Kepala Keluarga dan terdiri dari 316 laki-

laki dan 159 perempuan. Pekerjaan penduduknya dominan berkebun dan bertani.

Page 34: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Umum Landskap Hutan Desa Pattaneteang

1. Luas Areal

Luas areal keseluruhan Desa Pattaneteang adalah 1161.5 ha dan luas Hutan

Desa Pattaneteang adalah 339,2 ha. Ini berarti luas Hutan Desa Pattaneteang

sebesar 29,20% dari luas total Desa Pattaneteang.

2. Topografi

a. Kelerengan

Dari hasil overlay peta klas lereng Kabupaten Banteang dengan peta batas

Desa Pattaneteang maka didapatkan sebaran kelas lereng Hutan Desa tersebut

pada Gambar 2. Hasil analisis peta diketahui sebagian besar (82,95%) areal

Desa Pattaneteang termasuk klas lereng sangat curam (kelerengan >40%).

Areal tersebut berada pada bagian Barat Desa Pattaneteang sedangkan areal

dengan kelerengan agak curam berada pada bagian Timur Desa Pattaneteang.

Informasi luasan masing-masing kelas lereng dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Kelas Lereng Desa Pattaneteang

No Klas Lereng

Sebaran Klas Lereng

Total Wilayah Desa Areal Kerja Hutan Desa

Luas (ha) % Luas(ha) %

1 Sangat Curam 963.5 82.95 339.2 100

2 Agak Curam 198 17.05 - -

TOTAL 1161.5 100 339.2 100

Page 35: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

24

Sedangkan pada areal kerja Hutan Desa Pattaneteang keseluruhannya

berada di kelas lereng sangat curam (Gambar 2) atau sebesar 35.2% dari kelas

lereng sangat curam yang ada di Desa Pattaneteang.

Gambar 2. Peta Kelas Lereng Desa Pattaneteang

b. Ketinggian Muka Laut

Ketinggian dari muka laut Desa Pattaneteang yang paling rendah adalah

ketinggian 725 mdpl (berada di areal pemukiman) dan daerah yang paling

tinggi sampai pada ketiggian 1750 mdpl (berada dalam Hutan Desa

Pattaneteang). Sedangkan Areal Hutan Desa Pattaneteang sendiri paling

rendah berada pada ketiggian 1150 mdpl sampai 1750 mdpl.

Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa kelas lereng yang sangat curam akan

mempengatuhi Sungai Salo Maesa dan Sungai Salo Kalambung karena

keduanya mempunyai Hulu Sungai didaerah yang lebih tinggi dan Klas

lereng sangat curam, Sedangkan Sungai Balang Bialo yang membagi dua

Page 36: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

25

Hutan Desa Pattanetang mempunyai hulu sungai di kecamatan Elu Ere’

dengan puncak ketinggian mencapai 2500 mdpl. Sedangkan Sungai Salo

Maesa mempunyai puncak ketinggian mencapai 1600 mdpl dan dihilir 450

mdpl. Dan Sungai Salo Kalambung mempunyai puncak tertinggi di hulu

mencapai 1067 mdpl dan di hilil 700 mdpl panjang aliran sungai ini dari hulu

ke hilir kurang lebih 4 km.

3. Jenis Tanah

Dari hasil overlay peta jenis tanah Kab.Bantaeng dan areal desa dan

hutan Desa Pattanetang, dapat dijelaskan secara makro bahwa jenis tanah

pada hutan desa dan Desa Pattanetang umumnya sama yang tergolong dalam

jenis tanah andosol.

Tanah jenis ini biasanya subur dan bertekstur gembur hingga seperti

lempung, bahkan di beberapa tempat bertekstur debu. Sehingga petani

menyukainya karena mudah dalam pengolahan. Sangat ringan dicangkul dan

pori-pori tanahnya memudahkan sirkulasi udara masuk ke akar tanaman.

Karena mengandung unsur hara sedang hingga rendah (N,P dan K) maka,

kebanyakan petani memanfaatkan jenis tanah andosol untuk fungsi

perkebunan seperti teh, kopi, pinus dll.

Walaupun memiliki banyak kelebihan, namun tanah andosol juga

memiliki banyak kelemahan. Kelemahan tanah Andosol adalah, karena

strukturnya yang gembur dan rapuh, sehingga tanah jenis ini sangat mudah

terseret air hujan, angin dan erosi. Karena itu, petani banyak menyiasatinya

dengan menggunakan sistem tanam berteras. Di antara sela-sela teras

Page 37: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

26

bertingkat itu biasanya ditanami rumput atau juga tanaman keras penguat

teras. Dengan berbagai cara tersebut, tingkat erosi dapat dikurangi secara

signifikan, dan petani dapat tetap memanfaatkannya secara maksimal.

Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa tanah andosol memiliki

kelemahan karena strukturnya yang gembur dan rapuh, maka dilakukan

tindakan-tindakan untuk mencegah terjadinya erosi.

4. Curah Hujan

Data yang didapatkan dari Subdin Pengairan Kabupaten Bantaeng Tahun

2007. Jika dilihat curah hujan Desa Pattaneteang relatif tinggi pada bulan

Oktober – Maret, sedangkan pada bulan April – September curah hujan relatif

rendah (Tabel 5)

Tabel 5. Tabel Curah Hujan Desa Pattanetang

Page 38: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

27

Umumnya Hujan di sebagian besar wilayah Indonesia dipengaruhi oleh

angin muson. Angin muson dari barat membawa banyak uap air sehingga

terjadi musim hujan (oktober-maret). Angin muson dari timur mengandung

sedikit uap air sehingga terjadi musim kering pada bulan april-september.

(http://id.answers.yahoo.com/question/index?id=20100318055456AA2Ba6g)

Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan pada Tabel 5 dapat dilihat

bahwa bulan Oktober – Maret dominan curah hujan tinggi, yang berbeda

dengan bulan April – September curah hujan dominan rendah.

Sebaran dari curah hujan tersebut dapat dilihat dari hasil overlay peta

curah hujan secara makro Kab.Bantaeng dengan peta administrasi Desa

Pattanetang maka didapatkan dua intensitas curah hujan secara makro pada

Desa Pattaneteang dapat dilihat pada Gambar 3. Hal ini menggabarkan bahwa

hampir semua kondisi Desa Pattaneteang mempunyai curah hujan 1100-

2100mm/thn (curah hujan tinngi) dan sebagian kecil yang berada pada daerah

agak curam < 1100mm/thn (curah hujan menegah)

(Gambar 3. Peta Curah Hujan Desa Pattaneteang)

Page 39: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

28

5. Penutupan Lahan

Hasil observasi dilapangan dapat diketahui penutupan lahan pada areal

kerja Hutan Desa Pattaneteang terdiri dari Hutan Alam, Hutan Campuran

dan Monokultur Kopi, luas penutupan lahan tersebut dapat dilihat pada

Tabel 6, sedangkan penyebarannya dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 6. Luas Penutupan Hutan Desa No. Penutupan Luas (Ha) Persen Penutupan

1 Hutan Alam 174.5 51.44%

2 Hutan Campuran 135 39.7%

3 Monokultur Kopi 29.7 8.75%

TOTAL 339.2 100%

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa penutupan lahan pada Hutan Desa

Pattaneteang didominasi oleh Hutan Alam melebih setengah dari areal

kawasan tersebut atau sebesar 51,44%, sedangkan hutan campuran seluas

135 ha, penutupan lahan sebesar 39,7% dari luas total keseluruhan Hutan

Desa Pattanetang. Penutupan lahan yang paling sedikit sebesar 29,7 ha atau

8,75% adalah monokultur kopi. Deskirpsi pada masing-masing areal

penutupan Hutan Desa tersebut sebagai berikut

a. Hutan Alam

Hutan Alam yang dimaksdukan pada penelitan ini adalah areal yang

vegetasinya masih alami dan pada areal ini umur pohon > 40 tahun.

Vegetasi yang biasa dijumpai pada areal ini adalah Albisia, galatiri,

Damar laki, Damar Gana, Lutuh, Lossongg dan Balanteh.

Page 40: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

29

b. Hutan Campuran

Hutan Campuran yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah Hutan

Alam yang disebutkan di atas dan dimanfaatkan oleh warga.

Pemanfaatan itu berupa menanam kopi dibawah tegakan, tanpa

menebang pohon – pohon yang telah ada dalam hutan tersebut. Pada

areal ini tumbuhan kopi rata-rata sudah berumur 10 tahunan. Data

tersebut dari hasil pengambilan sampel di lapangan (Gambar 4)

c. Monokultur Kopi

Monokultur Kopi yang dimaksukan dalam penelitian ini adalah areal

yang tanamannya dominan kopi dan tumbuhan kayu atau pohon yang

digunakan sebagai penaung masih berumur rata masih berumur 10

tahunan. Tumbuhan penaungnya seperti Nangka, Jambu batu, Alpokat,

Albisia, Kaleandra, Cembang, Mangga, dan Galitiri. Pada areal ini

tumbuhan kopi rata sudah berumur 6 tahunan. Data tersebut dari hasil

pengambilan sampel dilapangan (Gambar 4)

Page 41: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

30

Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

Dari hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa penutupan lahan

Hutan Alam (174.5 ha) pada areal Hutan Desa Pattanetang berjarak kurang lebih

3,7 sampai 4,1 km dari pemukiman terdekat. Pada Hutan Campuran (135 ha)

pada areal Hutan Desa Pattaneteang berjarak kurang lebih 3,1 sampai 3,7 km dari

lokasi pemukiman terdekat. Sedangkan pada Monokultur kopi berjarak pada 2

sampai 3,1 km dari lokasi pemukiman terdekat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 5 & 6.

Gambar 5. Profil Desa Pattaneteang

Page 42: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

31

Gambar 6. Profil Desa Pattaneteang

Dari Gambar 5 & 6, dapat dijelaskan bahwa areal penutupan lahan Hutan

Alam berada diketinggian 1650 – 1775 dengan jarak ± 3.7km lebih, dari

pemukiman terdekat, Hutan Campuran berada pada ketinggian 1600 – 1650zmdpl

dan berjarak ± 3,1km dari pemukiman terdekat. Sedangkan Monokultur Kopi

berjarak ± 2km dari pemukiman terdekat dengan ketinggian 1450 – 1600mdl. Hal

ini mengidentifikasikan bahwa sungai-sungai yang melalui warga atau yang

dimanfaaatkan oleh warga dan hulu sungai tersebut berada dalam Areal Hutan

Desa maka akan ini akan berdampak pada kuantitas dan kontinyuitas air yang

megalir di aliran sungai tersebut terhadap kondisi yang berada di Hulu Sungai,

baik itu kondisi penutupan lahan, kelerengan, dan faktor curah hujan.

Page 43: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

32

6. Pemanfaatan Areal Kerja Hutan Desa

Dari hasil wawancara kepada 9 responden yang memiliki lahan pada

Areal Hutan Desa Pattaneteang diketahui bentuk pemanfaatan areal kerja

Hutan Desa sebagai berikut :

a. Pemanfaatan ruang tumbuh di bawah tegakan

Pemanfaatan ruang tumbuh dibawah tegakan, dimulai pada tahun 1999

karena keterbatasan lahan. Masyarakat setempat beberapa kali melakukan

pertemuan dengan Dinas Kehutanan Kab.Bantaeng untuk memanfaatkan

ruang tumbuh dibawah tegakan Hutan Lindung (pada saat ini termasuk areal

kerja Hutan Desa).

Dari hasil pertemuan tersebut disepakati bahwa masyarakat boleh

memanfaatkan areal Hutan Lindung tetapi tidak boleh menebang. Melalu

kesepakatan tersebut masyarakat masuk berkebun dalam Hutan Lindung

dengan menanam kopi dibawah tegakan. Pada saat ini masyarakat juga

menanam markisa didalam Hutan Lindung.

Karena masyarakat tidak diperbolehkan menebang, maka mereka hanya

memanfaatkan ruang tumbuh dibawah tegakan untuk menanam kopi

diselah-selah pohon Albisia, Galitiri, Damar, Lutuh, Lossong dan Balanteh.

Aktifitas masyarakat memanfaatkan ruang tumbuh tersebut telah

membentuk penutupan Hutan Campuran pada saat ini.

b. Pemanfaatan Areal Kritis di dalam Kawasan Hutan.

Hal yang berbeda dilihat pada lahan kritis yang berada pada Hutan Desa

Pattaneteang. Pada tahun 2000 – 2001 awal masyarakat memanfaatkan

Page 44: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

33

lahan tersebut ditumbuhi alang-alang dan beberapa kayu cembang yaitu

salah satu jenis kayu yang pertumbuhannya kerdil dengan ukuran diameter

batang rata-rata 10 cm.

Masyarakat memanfaatkan areal kritis tersebut dimulai dengan

melakukan pembersihan lahan, kemudian ditanami tanaman jagung sambil

menanam pohon penanung kopi. Jenis-jenisnya seperti Nangka, Jambu batu,

Alpokat, Albisia, Kaleandra, Cembang, Mangga, dan Galitiri. Setelah

tanaman penaung tersebut berumur diatas 2 atau 3 tahun, masyarakat

kemudian mengganti tanaman jagung tersebut dengan tanaman kopi. Hal ini

kemudian merubah tutupan vegetasi yang dahulunya dominan alang-alang

menjadi monokultur kopi. Lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada

Gambar 4.

7. Daerah Aliran Sungai

a. Sub DAS Biang Bialo

Sub Das Balang Bialo mempunyai hulu di Kecamatan Ulu Ere Kabupaten

Bantaeng dengan puncak ketinggian mencapai 2500 mdpl. Daerah aliran

sungai ini membelah Hutan Desa Pattaneteang menjadi dua dan sekaligus

menjadi batas administrasi antara Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten

Bulukumba. Dapat dilihat pada Gambar 7 Sub Das yang berada pada Desa

Pattaneteang.

b. Sub DAS Salo Kalambung

Sub Das Salo Kalambung mempunyai puncak tertinggi di hulu mencapai

1067 mpdl dan di hilir 700mdl panjang aliran sungai ini dari hulu ke hilir

Page 45: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

34

kurang lebih 4 km. Hulu sungai terdapat di Areal Desa Pattaneteang yang dekat

dengan pemukiman dan hilir sungai berada pada sungai Salo Bialo yang

menjadi batas administrasi antara Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten

Bulukumba.

c. Sub DAS Salo Maesa

Sub DAS Salo Maesa adalah Sub DAS yang hulu sungainya berada

pada areal lokasi penelitian, hulu sungainya terdapat pada Hutan Desa

Pattanetang. Dari hasil analisis yang dilakukan maka didapatkan luas total

batas Sub DAS Salo Mesa adalah 756 ha yang berada dalam dua kawasan

administrasi yaitu Desa Pattaneteang dan Desa Labbo.

Luas total batas Sub DAS Salo Mesa yang berada dalam kawasan

Hutan Desa Pattaneteang 47.2 ha yang menutupi 2 jenis penutupan vegetasi

masing-masing hutan campuran 20.1 ha dan hutan monokultur kopi 27.1

ha. (Gambar 7) Luas Batas Das Salo Mesa yang berada dalam Hutan Desa

Pattaneteang 3.56% dari jumlah keseluruhan. Hal ini dapat diartikan bahwa

Sub Das Salo Mesa akan mempengaruhi debit air, baik itu ketersediaan air

dan kontinyunitas air, setidaknya lebih dari 3.56% ketersediaan air disungai

tersebut.

Sub DAS Salo Maesa mempunyai hulu di Hutan Desa Pattaneteang,

panjang sungai ini sampai ke pemukiman terdekat ± 3.6km , dengan panjang

sungai dari Hulu ke Hilir ± 8km lebih. Penutupan lahan pada Hutan Desa di

areal hulu sungai adalah Monokultur Kopi dan Hutan Campuran. Areal

yang dilalui sungai sampai di pemukiman penduduk setelah Hutan Desa

Page 46: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

35

penutupannya dominan perkebunan kopi dan sisanya adalah perkebunan

cengkeh. Dihulu puncak ketinggian mencapai 1600mdpl dan dihilir

450mdpl.

Gambar 7. Gambar Batas Sub DAS Salo Maesa

B. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Landskap

Berdasarkan hasil observasi di lapangan dapat diketahui bahwa ada beberapa

faktor yang mempengaruhi terbentuk landskap Hutan Desa Pattaneteang ialah :

1. Faktor Sosial

a. Mental Model Pengelolaan Lahan

Dari hasil wawancara terhadap 9 responden dapat diketahui bahwa Mental

model masyarakat yang terbangun dalam dua kondisi vegetasi yang berbeda

pada saat masyarakat mulai masuk dalam kawasan Hutan Desa. Yaitu dimana

satu kodisi lahan yang masih banyak ditemukan pohon – pohon yang berumur

40-60 tahun dan kondisi penutupan masih bagus, dan di kondisi lahan lain

Page 47: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

36

tidak banyak ditemukan pohon-pohon melainkan alang-alng. Hal inilah yang

kemudian membentuk secara sendirinya membentuk mental model

masyarakat bagaimana sistem pengelolaan lahan pada dua kondisi berbeda

tersebut dapat dilaksanakan, berdasarkan pengetahuan yang masyarakat dapat

dari orang terdahulunya ataupun dari pengalamnnanya langsung dilapangan.

Hal inilah yang menyebabkan kondisi vegetasi sekarang berbeda. Kondisi

pada saat sekarang berbeda dapat dilihat dari bagaiman masyarakat tersebut

melakukan system pengelolaan.

Masyarakat yang berkebun di bawah tegakan

Awal mula masuknya warga pada area hutan desa untuk berkebun pada

lahan yang bervegetasi lebat masyarakat tidak diperbolehkan menebang

pohon –pohon yang telah ada, ini dikarenakan salah satu kesepakatan yang

terjadi pada tahun 2000 yang menyebabakan masyarakat diperbolehkan

mengelolah kawasan tersebut adalah larangan menebang pohon. Jadi pada

awal aktifitas masyarakat masuk berkebun dalam hutan desa dimulai

dengan pembersihan lahan yang berada dilantai hutan, dan kemudian

ditanami dengan kopi, kebanyakan masyrakat juga menanam markisa

pada saat itu. Karena masyarakat tidak diperbolehkan menebang maka

masyarakat hanya memanfaatkan kopi diselah-selah pohon yang telah ada.

Hal ini lah yang membuat tutupan vegetasi tersebut menjadi hutan

campuran pada saat ini. Untuk melihat model hutan campuran yang

memanfaatkan lahan dibawah tegakan untuk menanam kopi ada pada

Gambar 5 & 6.

Page 48: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

37

Masyarakat yang berkebun di areal kritis

Hal yang berbeda dilihat pada lahan yang tidak bervegetasi pada awal

mula masyarakat masuk untuk berkebun diareal hutan desa. Di daerah ini

yang ada hanya ditumbuhi alang-alang dan beberapa kayu cembang yang

batangnya hanya sampai seukuran betis dan kemudian mati. Aktifitas

masyrakat pertamakali melakukan pembersihan lahan, dan kemudian

menanami jagung sambil menanam pohon penanung untuk persiapan

penaung kopi. Barulah sekitar 2 atau 3 tahun pada saat pohon penaung

tersebut besar, masyarakat kemudian mengganti tanaman jagung tersebut

dengan tanaman kopi. Hal ini kemudian merubah tutupan vegetasi yang

dahulunya alang-alang menjadi monokultur kopi.

b. Status Lahan

Faktor status lahan juga sangat besar berpengaruh terhadap aktifitas

masyarakat di kawasan hutan lindung tersebut. Dimulai pada zaman

penjajahan pada tahun 1940an warga mengangap kawasan hutan lindung

tersebut dimiliki oleh Belanda, yang pada saat itu menjajah Indonesia. Hal

tersebut ditandai dengan pemasangan batas – batas yang di buat oleh

Belanda pada saat itu. Sehingga warga tidak ada yang memasuki kawasan

tersebut

Setelah kemerdekaan dan pada tahun 1960an tidak ada yang

melakukan aktifitas pada kawasan tersebut karena masyarakat juga masih

trauma dan belum ada kepastian status lahan tersebut, barulah pada tahun

1989 yang pada saat itu Kepala Dinas Kehutanan melakukan pemasangan

Page 49: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

38

tapal batas kawasan lindung, yang artinya masyarakat, jelas tidak boleh

melakukan aktifitas didalamnya. Pada tahun 2000 lah baru ada

kesepakatan – kesepakatan yang terjadi sehingga masyarakat

diperbolehkan mengelola kawasan lindung tersebut dan bahakan sampai

setatus kepemilikan lahan wajib pajak (SPPT).

Disinilah kegiatan yang paling aktif dilakukan didalam hutan lindung

oleh masyarakat pada tahun 2000-2001 karena status lahan yang telah

miliki sebagai wajib pajak.

2. Faktor Ekonomi

a. Keterbatasan lahan

Berdasarkan hasil wawancara dari 9 responden dapat dilihat bahwa salah

satu alasan mengapa warga masuk dan berkeinginan mengelolah kawasan

lindung pada saat itu adalah masalah keterbatasan lahan di sekitar areal

pemukiman warga. Karena pada sekitar tahun 1990an areal disekitar

pemukiman warga sudah padat akan kebun – kebun yang kebanyakan

ditanami kopi dan cengkeh. Belum lagi ditambah dengan jumlah penduduk

semakin tahun semakin banyak, hal ini lah yang mengakibatkan perambahan

sampai hutan desa pattaneteang, disinilah pertama kali warga masuk dalam

dan mengelolah lahan (pada tahun 2000) yang mana areal tersebut adalah

Kawasan Hutan Lindung.

b. Rasio lahan & jumlah kependudukan

Faktor ekonomi juga yang menyebabkan masuknya perambahan kedalam

hutan desa pattaneteang. Di desa pattaneteang yang mayoritas penduduknya

Page 50: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

39

bekerja sebagai petani dan berkebun, ditambah lagi dengan pendidikan yang

tidak memadahi. Maka akan melihat lahan dan hutan adalah salah satunya

sumber pengahasilan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Jarak tanam 2 x 2 meter dan setiap pohon rata-rata menghasilkan 3 liter

Luas Lahan Per KK =���� ��ℎ�� �� ��������ℎ

�����ℎ ��

=19.66 ℎ�

79 �� = 0.25ℎ�/��

Jarak tanam kopi 2 x 2 meter = 2500 pohon/ha

= 625 pohon/kk

Rata – rata jumlah orang dalam 1 kk adalah 5 orang maka perorang

akan dihidupi dari lahan tersebut 125 pohon/orang x 3 liter

(produksi/pohon) = 375 liter/orang.

Harga jual kopi tersebut 1 liter = Rp. 5.000 jadi 375liter/orang x

Rp.5000 akan menghasilkan Rp.1.875.000/orang/tahun.

C. Penataan Landskap Hutan Desa Untuk Fungsi Lindung

Penataan Landskap untuk tujuan fungsi lindung dapat dilihat dari sejauh

mana fungsi hidrologi dan fungsi erosi dapat berperan dalam kehidupan dan

keberlangsung hutan dan sekitar Hutan Desa Pattaneteang.

Untuk mendukung fungsi hidrologi tersebut dapat dilihat pada uraian

deskripsi umum Landskap Hutan Desa Pattaneteang, bahwa terdapat tiga daerah

aliran sungai yaitu DAS yaitu Biang Bialo, Salo Kalambung dan Salo Maesa.

DAS Salo Maesa adalah daerah aliran sungai yang hulu sungainya terdapat

pada lokasi penelitian dan daerah aliran sungai ini berdampak sampai ke

Page 51: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

40

pemukiman warga. Hal inilah yang menjadi beberapa alasan daerah aliran sungai

Salo Maesa menjadi fokus penelitian dari ketiga daerah aliran sungai lainnya.

1) Fungsi Pengaturan Tata Air (Sub DAS Salo Maesa)

Luas total batas Sub DAS Salo Mesa adalah 756 ha yang berada dalam

dua kawasan administrasi yaitu Desa Pattaneteang dan Desa Labbo. Luas total

batas Sub DAS Salo Mesa yang berada dalam kawasan Hutan Desa

Pattaneteang 47,2 ha yang menutupi 2 jenis penutupan vegetasi masing-masing

hutan campuran 20,1 ha dan hutan monokultur kopi 27,1 ha. (Gambar 6) Luas

Batas Sub Das Salo Mesa yang berada dalam Hutan Desa Pattaneteang 3,56%

dari jumlah keseluruhan. Hal ini dapat diartikan bahwa Das Salo Mesa akan

mempengaruhi debit air, baik itu ketersediaan air dan kontinyunitas air,

setidaknya lebih dari 3,56% ketersediaan air disungai tersebut.

Sub DAS Salo Maesa mempunyai hulu di Hutan Desa Pattaneteang,

panjang sungai ini sampai ke pemukiman terdekat ± 3,6km , dengan panjang

sungai dari Hulu ke Hilir ± 8 km lebih. Penutupan lahan pada Hutan Desa di

areal hulu sungai adalah Monokultur Kopi dan Hutan Campuran. Areal yang

dilalui sungai sampai di pemukiman penduduk setelah Hutan Desa

penutupannya dominan perkebunan kopi dan sisanya adalah perkebunan

cengkeh. Dihulu puncak ketinggian mencapai 1600 mdpl dan dihilir 450 mdpl.

Menurut Sihite (2005), Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi

kebun kopi menunjukan adanya pertambahan nilai koefisien aliran permukaan

Ini berarti perubahan penggunaan lahan akan menyebabkan jumlah air yang

menjadi aliran langsung ke sungai akan bertambah, khususnya pada musim

Page 52: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

41

hujan. Faktor kekerasan permukaan, serasah yang lebih banyak dan system

perakaran yang lebih dalam menyebabkan kecepakatan aliran permukaan akan

lebih rendah dan akan memperbesar peluang terjadi infiltrasi ke dalam tanah.

Faktor ini juga menjadi salah satu penyebab besar atau kecilnya jumlah air

hujan yang akan langsung memasuki sungai.

Hal ini menunjukan bahwa Fungsi hidrologi dapat lebih baik di Hutan

campuran lebih baik daripada monokultur kopi karena di hutan campuran

lapisan strata lebih banyak, serasah dan system perakarannya juga lebih baik

sehingga akan lebih rendah dan akan memperbesar peluang infiltrasi kedalam

tanah.

Perubahan kondisi tanah sesudah alih fungsi hutan adalah penyebab

utama terjadinya perubahan fungsi DAS. Sistem Agroforestri berbasis kopi

dapat mengembalikan kelestarian fungsi hidrologi (Farida, 2004).

2) Tehnik Pengendalian Erosi

Secara garis besar, teknik pengendalian erosi dibedakan menjadi dua, yaitu

teknik konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah

semua perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk

mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan

tanah secara berkelanjutan.

Pada prinsipnya konservasi mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu

diikuti oleh cara vegetatif, yaitu penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa

tanaman/tumbuhan (misalnya mulsa dan pupuk hijau), serta penerapan pola tanam

Page 53: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

42

yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun. Adapun Upaya yang

dilakukan pada dua kondisi penutupan lahan :

a. Pada Lahan Hutan campuran kopi, dimana umur kopi berumur 10

tahun.

Menggunakan Tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah adalah

tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari

ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk memperbaiki sifat kimia

dan sifat fisik tanah.

Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya

perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan

tanah, (2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan

daun mati yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi

kandungan air tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut

menyebabkan berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi

jumlah serta kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke

dalam tanah, sehingga mengurangi erosi.

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup

tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi

syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya

dengan biji, (b) mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan

kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat

tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang

tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi

Page 54: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

43

terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan

kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah

diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim

atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi

tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan

seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.

b. Pada Penutupan Lahan Monokultur kopi, dimana umur kopi tersebut 5

tahunan

Pembuatan Rorak. Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan

air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan

untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah

yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai

tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.

Dimensi rorak yang disarankan sangat bervariasi, misalnya kedalaman

60 cm, lebar 50 cm, dan panjang berkisar antara 50-200 cm. Panjang rorak

dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu

rorak dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak

horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m

pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih

disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut

lainnya yang akan ditampung.

Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau

serasah tanaman. Agar rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahan-

Page 55: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

44

bahan yang masuk ke rorak perlu diangkat ke luar atau dibuat rorak yang

baru.

Pedoman Konservasi Tanah dan Air yang diterbitkan oleh Tim

Peneliti BP2TPDAS IBB Departemen Kehutanan (2002)

merekomendasikan pembuatan rorak dengan persyaratan teknis:

a) Ukuran panjang 1 – 2 meter, lebar 25-50cm dan dalam 20 – 30 cm.

b) Rorak dapat diisi dengan mulsa untuk mengurangi sedimentasi dan

meningkatkan kesuburan tanah.

c) Pembuatan rorak mengakibatkan pengurangan luas lahan olah sebesar

3 – 10%

d) Rorak buntu dapat dibuat pada bagian lereng atas dari tanaman

e) Sedimen yang tertampung dalam rorak buntu

Gambar 7. Skema rorak

Penerapan Sistem Agroforestry perlu diterapkan pada areal ini sehingga

lapisan strata lebih banyak dan system perakaran hutan yang dalam, serta

adanya serasah tanaman yang menutupi permukaan tanah akan lebih baik

untuk menjaga fungsi Hidrologi dan Erosi sesuai tujuan Fungsi Lindung

tanpa menyepelekan kebutuhan ekonomi masyarakat. System Agrogorestri

Page 56: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

45

ini dapat dilakukan dengan menanam tanaman-tanaman buah-buahan

(MPTS) dan kopi sebagai tanaman bawahnya. Jauh lebih baik dibanding

tanaman kayu-kayuan yang mungkin akan menyebabkan keinginan untuk

menebang nantinya. Hal ini dilakukan untuk menambah lapisan strata.

Menggunakan Tanaman penutup tanah. Tanaman penutup tanah pada

gambar 8 adalah tumbuhan atau tanaman yang khusus ditanam untuk

melindungi tanah dari ancaman kerusakan oleh erosi dan / atau untuk

memperbaiki sifat kimia dan sifat fisik tanah.

Tanaman penutup tanah berperan: (1) menahan atau mengurangi daya

perusak butir-butir hujan yang jatuh dan aliran air di atas permukaan tanah,

(2) menambah bahan organik tanah melalui batang, ranting dan daun mati

yang jatuh, dan (3) melakukan transpirasi, yang mengurangi kandungan air

tanah. Peranan tanaman penutup tanah tersebut menyebabkan

berkurangnya kekuatan dispersi air hujan, mengurangi jumlah serta

kecepatan aliran permukaan dan memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah,

sehingga mengurangi erosi.

Tumbuhan atau tanaman yang sesuai untuk digunakan sebagai penutup

tanah dan digunakan dalam sistem pergiliran tanaman harus memenuhi

syarat-syarat (Osche et al, 1961): (a) mudah diperbanyak, sebaiknya

dengan biji, (b) mempunyai sistem perakaran yang tidak menimbulkan

kompetisi berat bagi tanaman pokok, tetapi mempunyai sifat pengikat

tanah yang baik dan tidak mensyaratkan tingkat kesuburan tanah yang

tinggi, (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun, (d) toleransi

Page 57: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

46

terhadap pemangkasan, (e) resisten terhadap gulma, penyakit dan

kekeringan, (f) mampu menekan pertumbuhan gulma, (g) mudah

diberantas jika tanah akan digunakan untuk penanaman tanaman semusim

atau tanaman pokok lainnya, (h) sesuai dengan kegunaan untuk reklamasi

tanah, dan (i) tidak mempunyai sifat-sifat yang tidak menyenangkan

seperti duri dan sulur-sulur yang membelit.

Gambar 8. Tanaman Penutup Tanah

1. Penataan Landskap Hutan Desa Pattaneteang

Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahawa kodisi Hutan campuran

yang berada dalam Hutan Desa Pattaneteang jauh lebih baik dalam berperan

menjaga fungsi hidrologi dan erosi dari pada monokultur kopi. Tetapi kebutuhan

masyarakat akan lahan yang digunakan menanam kopi juga patut dipikirkan

karena menyangkut masalah hidup menghidupi.

Perubahan kondisi tanah sesudah alih fungsi hutan adalah penyebab utama

terjadinya perubahan fungsi DAS. Sistem Agroforestri berbasis kopi dapat

mengembalikan kelestarian fungsi hidrologi (Farida, 2004).

Sistem Agroforestri atau sama dengan skema pada Hutan Campuran perlu

diterapkan pada monokultur kopi. Sehingga lapisan strata lebih banyak dan

system perakaran hutan yang dalam, serta adanya serasah tanaman yang menutupi

Page 58: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

47

permukaan tanah akan lebih baik untuk menjaga fungsi Hidrologi dan Erosi sesuai

tujuan Fungsi Lindung tanpa menyepelekan kebutuhan ekonomi masyarakat.

Gambar 9. Penerapan Skema Rorak & Tanaman Penutup Tanah

2. Pencapaian Solusi Alternatif Penataan

Landskap Fungsi Lindung

Setelah ada solusi penataan landskap dalam mendukung fungsi lindung

seperti yang telah dijelaskan pada bagian II.Alternatif Solusi Penataan Landskap

Fungsi Lindung, maka perlulah dipikirkan bagaimana hal tersebut dapat berjalan

sesuai dengan apa yang diharapkan. Dari sembilan sampel yang telah dijadikan

sebagai responden (quisener terlampir) dapat diambil beberapa poin penting yang

mempengaruhi pola pikir yang terbangun (Mental Model) dalam masyarakat

Page 59: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

48

tersebut sehingga membentuk tutupan vegetasi sekarang ini baik didalam hutan

desa adalah sebagai berikut :

Sebagian warga tidak mempunyai pengetahuan lain tentang tanaman yang

akan ditanam selain kopi untuk mendapatkan nilai ekonominya.

Pengaruh tradisi yang melekat untuk menanam kopi yang dilakukan secara

turun-temurun. Hal ini dapat ditunjukan karena sebagian warga tidak tahu

apa dan mengapa alasan mereka pertama kali menanam kopi, mereka

kebanyakan hanya ikut pada orang tua yang pada saat itu juga menanam

kopi.

Masuknya warga ke dalam Hutan Desa untuk berkebun bukan saja karena

keterbatasan lahan garapan, tetapi status kepemilikan. Karena pada tahun

2000-2001 tepatnya warga mulai berani menggarap setelah memiliki status

yang mereka anggap status kepemilikan yaitu adanya SPPT (Surat

Pemberitauan Pajak Terutang).

Sebagian warga juga ingin menanam tanam tumbuhan bawah lainnya seperti

jahe dan talas tetapi pengetahuan dan keterampilan untuk membudidayakan

tanaman tersebut tidak ada, begitu pula dengan pasar juga bibit yang tidak

ada.

Warga tersebut juga ingin menanam tanaman buah-buahan, tapi terkendala

pada bibit, pengetahuan dan keterampilan tentang apa yang baik ditanam

didaerah tersebut.

Dari beberapa poin diatas maka dapat dikerucutkan bahwa perlu adanya

sosialiasi dan kerjasama dari beberapa stakeholder untuk merubah pola pikir baik

Page 60: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

49

itu tetang menanam tanaman lain selain kopi, ataupun pola agroforesty dengan

tanaman buah-bahan untuk mendukung fungsi lindung. Hal tersbut pastinya tidak

hanya sampai sosialiasi ataupun penyuluhan tapi perlu juga kegiatan action lain

seperti bantuan bibit MPTS, distribusi ke pasar, pengetahuan nilai ekonomi yang

lebih baik sampai bantuan pendampingan dilapangan oleh Tim Ahli tentang hal

tersebut.

Page 61: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

50

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis yang telah dilakukan pada studi

penelitain Landskap Hutan Desa Pattaneteang dalam mendukung fungsi lindung,

dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Sistem Agroforestri, Tanaman Penutup tanah, dan Rorak perlu diterapkan

pada monokultur kopi. Sehingga lapisan strata lebih banyak dan system

perakaran hutan yang dalam, serta adanya serasah tanaman yang menutupi

permukaan tanah akan lebih baik untuk menjaga fungsi Hidrologi dan Erosi

sesuai tujuan Fungsi Lindung

2. Perlu adanya sosialiasi dan kerjasama dari beberapa stakeholder untuk

merubah pola pikir baik itu tetang menanam tanaman lain selain kopi,

ataupun pola agroforesty dengan tanaman buah-bahan untuk mendukung

fungsi lindung. Hal tersbut pastinya tidak hanya sampai sosialiasi ataupun

penyuluhan tapi perlu juga kegiatan action lain seperti bantuan bibit MPTS

(Multile Purpose Trees Seeds) , distribusi ke pasar, pengetahuan nilai

ekonomi yang lebih baik sampai bantuan pendampingan dilapangan oleh

Tim Ahli tentang hal tersebut.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi penutupan Landskap saat ini adalah :

Keterbatasan lahan, system pengelolaan, status lahan, ekonomi, dan

penutupan awal sebelum warga masuk kedalam Hutan Desa.

Page 62: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

51

B. Saran

Penelitian ini merupakan gambaran secara umum, diperlukan lagi peneltian-

penelitiah secara khusus, baik itu dari aspek ekologi, vegetasi, tanah, DAS, dan

Aspek sosial yang dikaji lebih mendalam.

Page 63: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

52

DAFTAR PUSTAKA

Awang, S.A., Widayanti, W, T., Himmah, B., Astuti, A., Septiana, R, M., Solehudin., Novenanto, A., 2008, Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Prima, Jakarta.

Boyce, S. G., 1995, Landskap Forestry, John Wiley & Sons INC, USA . Calder, W.,1981, Beyond the View - our changing landscapes. Inkata Press,

Melbourne. Jackson, J.B., 1986, The vernacular landscape, in Penning-Rowsell, E.C. & D. Lowenthal, Landscape Meanings and Values, Allen & Unwin, London, p 65 - 79. James, P.E., 1934

Departemen Kehutann Repulik Indonesia, UU 41/1999 tentang Kehutanan. Farida., 2004, Role of agroforestry in maintenance of hydrological functions in

water catchement areas, World Agroforestry Centre - ICRAF, SEA Regional Office.

Mustari , H., 2008, Hutan Desa, Pengakuan Hak Kelola Rakyat, Lembaga Genawan., Jakarta.

Pusat Kajian Dinamika Sistem Pembangunan (PKDSP)., 2007, Panduan Pendirian Dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa, Universitas Brawijaya.

PP 6/2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.49/Menhut-II/2008, tentang Hutan Desa,

2008.

Senge, P., Kleiner, A., Roberts, C., Ross, R., Roth, G. and Smith, B. (1999) The Dance of Change: The Challenges of Sustaining Momentum in Learning Organizations, New York: Doubleday/Currency).

Sihite, J., Penilaian Ekonomi Perubahan Penggunaan Lahan:Studi Kasis Di Sub-DAS Besai - Das Tulang Bawang, Lampung, Prosiding Multifungsi Pertanian 2005, Universitas Trisakti Jakarta

Wu, J. dan R. Hobbs (Dunia Ketiga). 2007. 2007. Key Topics in Landskap

Ecology. Cambridge University Press, Cambridge. Cambridge University Press, Cambridge.

Yuwono, G, D.,. Masyarakat Lokal, Negara, dan Hutan Desa. Diakses tanggal 13

Nopember 2010. (http://www.kabarindonesia.com /berita.php ?pil=4&jd=Lomba+Tulis+YP HL%3A+Partisipasi+Masyarakat+Desa+ Secara+Optimal+Dalam+Pelestarian+Hutan+Dengan+Mengelola+Hutan+Desa&dn=20081030071458)

Page 64: Studi landskap hutan desa pattaneteang kabupaten bantaeng

53

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100318055456AA2Ba6g

http://id.answers.yahoo.com/question/index?id=20100318055456AA2Ba6g http://www.worldagroforestrycentre.org/sea/Publications/files/workingpaper/WP0

029-04.PDF http://www.infed.org/thinkers/senge.htm

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100318055456AA2Ba6g