studi kasus konsultasi publik dalam penyusunan ruu a public

68

Upload: vuongkien

Post on 24-Jan-2017

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public
Page 2: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

Koleksi DokumenProyek Pesisir1997 - 2003

Kutipan: Knight, M. dan S. Tighe, (editor) 2003. Koleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997-2003;Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island,USA. (5 Seri, 30 Buku, 14 CR-ROM).

Page 3: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

2

elama lebih dari 30 tahun terakhir, telah terdapat ratusan program —baik internasional,nasional maupun regional— yang diprakarsai oleh pemerintah, serta berbagaiorganisasi dan kelompok masyarakat di seluruh dunia, dalam upaya menatakelolaekosistem pesisir dan laut dunia secara lebih efektif. USAID (The United States Agency

for International Development) merupakan salah satu perintis dalam kerja sama dengan negara-negara berkembang untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem wilayah pesisir sejak tahun 1985.

Berdasarkan pengalamannya tersebut, pada tahun 1996, USAID memprakarsai ProyekPengelolaan Sumberdaya Pesisir (Coastal Resources Management Project—CRMP) atau dikenalsebagai Proyek Pesisir, sebagai bagian dari program Pengelolaan Sumberdaya Alam (NaturalResources Management Program). Program ini direncanakan dan diimplementasikan melalui kerjasama dengan Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(BAPPENAS), dan dengan dukungan Coastal Resources Center University of Rhode Island (CRC/URI) di Amerika Serikat. Kemitraan USAID dengan CRC/URI merupakan kerja sama yang amatpenting dalam penyelenggaraan program-program pengelolaan sumberdaya pesisir di berbagainegara yang didukung oleh USAID selama hampir dua dasawarsa. CRC/URI mendisain danmengimplementasikan program-program lapangan jangka panjang yang bertujuan membangunkapasitas menata-kelola wilayah pesisir yang efektif di tingkat lokal dan nasional. Lembaga inijuga melaksanakan analisis dan berbagi pengalaman tentang pembelajaran yang diperoleh daridan melalui proyek-proyek lapangan, lewat program-program pelatihan, publikasi, dan partisipasidi forum-forum internasional.

Ketika CRC/URI memulai aktivitasnya di Indonesia sebagai mitra USAID dalam programpengelolaan sumberdaya pesisirnya (CRMP, atau dikenal dengan Proyek Pesisir), telah adabeberapa program pengelolaan pesisir dan kelautan yang sedang berjalan. Program-programtersebut umumnya merupakan proyek besar, sebagian kecil di antaranya telah mencapai tahapimplementasi. CRC/URI mendisain Proyek Pesisir untuk lebih berorientasi pada implementasidalam mempromosikan pengelolaan wilayah pesisir dan tujuan-tujuan strategis USAID, sepertipengembangan ekonomi dan keamanan pangan, perlindungan kesehatan masyarakat, pencegahankonflik, demokrasi partisipatoris, dan perlindungan kelestarian lingkungan melalui pengelolaansumberdaya pesisir dan air.

Kegiatan Proyek Pesisir menempatkan Indonesia di garis depan pengembangan model baru danpeningkatan informasi baru yang bermanfaat bagi Indonesia sendiri dan negara-negara lain didunia dalam hal pengelolaan sumberdaya pesisir. Sebagai negara keempat terbesar di dunia,dengan kurang lebih 60 persen dari 230 juta penduduknya tinggal di dalam radius 50 kilometerdari pesisir, Indonesia secara sempurna berada pada posisi untuk mempengaruhi danmemformulasikan strategi-strategi pengembangan pengelolaan pesisir negara-negara berkembangdi seluruh dunia. Indonesia juga merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari17.500 pulau, 81.000 kilometer garis pantai, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5,8 juta

S

Koleksi Proyek Pesisir–Kata Pengantar

Page 4: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

3

ver the past 30 years, there have been hundreds of international, national and sub-national programs initiated by government, organizations and citizen groups thatattempted to more effectively govern the world’s coastal and marine ecosystems.Among these efforts, the U.S. Agency for International Development (USAID) has

been a pioneer since 1985 in working with developing countries to improve the management oftheir coastal ecosystem to benefit coastal people and their environment.

Building on its experience, as part of its Natural Resources Management Program, USAID initi-ated planning for the Indonesia Coastal Resources Management Project (CRMP, or Proyek Pesisir)in 1996. This program was planned and implemented in cooperation with the Government ofIndonesia through its National Development Planning Agency (BAPPENAS) and with the supportof the Coastal Resources Center at the University of Rhode Island (CRC/URI) in the United States.USAID’s partnership with CRC/URI has been central to the delivery of coastal resources manage-ment programs to numerous USAID-supported countries for almost two decades. CRC/URI de-signs and implements long-term field programs that work to build the local and national capacity toeffectively practice coastal governance. It also carries out analyses and shares experiences drawnfrom within and across field projects. These lessons learned are disseminated worldwide throughtraining programs, publications and participation in global forums.

When CRC/URI initiated work in Indonesia as a partner with USAID in its international CoastalResources Management Program, there were numerous marine and coastal programs alreadyongoing. These were typically large planning projects; few projects had moved forward into “on-the-ground” implementation. CRC/URI designed Indonesia’s CRMP to be “implementation ori-ented” in promoting coastal governance and the USAID strategic goals of economic developmentand food security, protection of human health, prevention of conflicts, participatory democracy andenvironmental protection through integrated management of coasts and water resources.

The CRMP put Indonesia in the forefront of developing new models and generating new informa-tion useful in Indonesia, and in other countries around the world, for managing coastal resources.Being the fourth largest country in the world, with approximately 60 percent of its 230 millionpeople living within 50 kilometers of the coast, Indonesia is perfectly positioned to influence andshape the coastal management development strategies of other developing countries around theworld. It is the world’s largest archipelago state, with 17,500 islands, 81,000 kilometers of coast-line, and an Exclusive Economic Zone covering 5.8 million square kilometers of sea –more thanthree times its land area. Indonesia is also the richest country in the world in terms of marine bio-

CRMP/Indonesia Collection–Preface

O

Page 5: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

4

kilometer laut persegi -lebih tiga kali luas daratannya. Indonesia menjadi negara terkaya di duniadalam hal keragaman hayati (biodiversity). Sumber daya pesisir dan laut Indonesia memiliki artipenting bagi dunia inernasional, mengingat spesies flora dan fauna yang ditemukan di perairantropis Indonesia lebih banyak daripada kawasan manapun di dunia. Sekitar 24 persen dari produksiekonomi nasional berasal dari industri-industri berbasis wilayah pesisir, termasuk produksi gasdan minyak, penangkapan ikan, pariwisata, dan transportasi. Beragam ekosistem laut dan pesisiryang ada menyediakan sumberdaya lestari bagi sebagian besar rakyat Indonesia. Hasil-hasillautnya mencukupi lebih dari 60 persen rata-rata kebutuhan bahan protein penduduk secaranasional, dan hampir 90 persen di sebagian desa pesisir. Masyarakat nelayan pedesaan cenderungmenjadi bagian dari kelompok masyarakat termiskin akibat eksploitasi berlebihan, degradasisumberdaya, serta ketidakmampuan dan kegagalan mereka memanfaatkan sumberdaya pesisirsecara berkelanjutan.

Di bawah bimbingan CRC/URI, Proyek Pesisir, yang berkantor pusat di Jakarta, bekerja samaerat dengan para pengguna sumberdaya, masyarakat, industri, LSM, kelompok-kelompok ilmiah,dan seluruh jajaran pemerintahan. Program-program lapangan difokuskan di Sulawesi Utara,Kalimantan Timur, dan Provinsi Lampung (sebelah selatan Sumatera) ditambah Provinsi Papuapada masa akhir proyek. Selain itu, dikembangkan pula pusat pembelajaran pada Pusat KajianSumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) di Institut Pertanian Bogor (IPB), sebagai perguruantinggi yang menjadi mitra implementasi Proyek Pesisir dan merupakan fasil itator dalampengembangan Jaringan Universitas Pesisir Indonesia (INCUNE).

Komponen program CRMP yang begitu banyak dikembangkan dalam 3 (tiga) lingkup strategipencapaian tujuan proyek. Pertama, kerangka kerja yang mendukung upaya-upaya pengelolaanberkelanjutan, telah dikembangkan. Kemudian, ketika proyek-proyek percontohan telah rampung,p en g alam an -p en g alam an d an telad an b ai k d ar i keg iata n -keg ia tan ter seb u td id oku men tasikan dan d ilemb ag akan dalam p emerin tah an, sebagai lembaga yangbertanggung jawab dalam jangka panjang untuk melanjutkan hasil yang sudah ada sekaligusmenambah lokasi baru. Kegiatan ini dilakukan lewat kombinasi perangkat hukum, panduan,dan pelatihan. Kedua, Departemen Kelautan dan Perikanan yang baru berdiri didukung untukmengembangkan peraturan perundangan dan panduan pengelolaan wilayah pesisir nasionaluntuk peng elolaan pesis ir terpadu yang terdesent ralisasi. Pengembangan peraturanperundangan ini dilakukan melalui suatu proses konsultasi publik yang partisipatif, terbuka danmelembaga, yang berupaya mengintegrasikan inisiatif-inisiatif pengelolaan wilayah pesisir secaravertikal dan horisontal. Ketiga, proyek ini mengakui dan berupaya memperkuat peran khas yangdijalankan oleh perguruan tinggi dalam mengisi kesenjangan kapasitas pengelolaan wilayahpesisir.

Strategi-strategi tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip:• Partisipasi luas dari berbagai pemangku kepentingan (stakeholders) dan pemberdayaan mereka

dalam pengambilan keputusan• Koordinasi efektif berbagai sektor, antara masyarakat, dunia usaha, dan LSM pada berbagai

tingkatan• Penitikberatan pada pengelolaan yang terdesentralisasi dan kesesuaian antara pengelolaan/

pengaturan di tingkat lokal dan nasional• Komitmen untuk menciptakan dan memperkuat kapasitas organisasi dan sumberdaya

manusia untuk pengelolaan pesisir terpadu yang berkelanjutan• Pembuatan kebijakan yang lebih baik yang berbasis informasi dan ilmu pengetahuan

Di Sulawesi Utara, fokus awal Proyek Pesisir terletak pada pengembangan praktik-praktik terbaikpengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat, termasuk pembuatan dan implementasi rencanadaerah perlindungan laut (DPL), daerah perlindungan mangrove (DPM), dan pengelolaan pesisirtingkat desa, serta pemantauan hasil-hasil proyek dan kondisi wilayah pesisir. Untuk melembagakankegiatan-kegiatan yang sukses ini, dan dalam rangka memanfaatkan aturan otonomi daerah yangbaru diberlakukan, Proyek Pesisir membantu penyusunan peraturan pengelolaan wilayah pesisir,baik berupa Peraturan Desa, Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten, maupun Perda Provinsi. Selainitu, dikembangkan pula perangkat informasi sebagai alat bagi pengelolaan wilayah pesisir, sepertipembuatan atlas wilayah pesisir. Dalam kurun waktu 18 bulan terakhir, kegiatan perluasan pro-gram (scaling up) juga telah berhasil diimplementasikan di 25 desa pesisir di Kecamatan Likupang

Page 6: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

5

diversity. Indonesia’s coastal and marine resources are of international importance with more plantand animal species found in Indonesia’s waters than in any other region of the world. Approxi-mately 24 percent of national economic output is from coastal-based industries such as oil andgas production, fishing, tourism and transportation. Coastal and marine ecosystems provide sub-sistence resources for many Indonesians, with marine products comprising on average more than60 percent of the protein intake by people, and nearly 90 percent in some coastal villages. Ruralcoastal communities tend to be among the poorest because of overexploitation and degradationof resources resulting from their inability to sustainably and successfully plan for and manage theircoastal resources.

Under the guidance of CRC/URI, the Jakarta-based CRMP worked closely with resource users,the community, industry, non-governmental organizations, academic groups and all levels of gov-ernment. Field programs were focused in North Sulawesi, East Kalimantan, and Lampung Prov-ince in South Sumatra, with an additional site in Papua in the last year of the project. In addition, alearning center, the Center for Coastal and Marine Resources Studies, was established at BogorAgricultural Institute, a CRMP implementation partner and facilitator in developing the eleven-member Indonesia Coastal University Network (INCUNE).

The many components of the CRMP program were developed around three strategies for achiev-ing the project’s goals. First, enabling frameworks for sustained management efforts were devel-oped. Then, as pilot projects were completed, experiences and good practices were docu-mented and institutionalized within government, which has the long-term responsibility to bothsustain existing sites and launch additional ones. This was done through a combination of legalinstruments, guidebooks and training. Second, the new Ministry of Marine Affairs and Fisher-ies (MMAF) was supported to develop a national coastal management law and guidelines fordecentralized integrated coastal management (ICM) in a widely participatory, transparent andnow institutionalized public consultative process that attempted to vertically and horizontally inte-grate coastal management initiatives. Finally, the project recognized and worked to strengthenthe unique role that universities play in fi l l ing the capacity gap for coastal management.

The strategies were based on several important principles:• Broad stakeholder partic ipation and empowerment in decision making• Effective coordination among sectors, between public, private and non-governmental entities

across multiple scales• Emphasis on decentralized governance and compatibility between local and national govern-

ance• Commitment to creating and strengthening human and organizational capacity for sustain-

able ICM• Informed and science-based decis ion making

In North Sulawesi, the early CRMP focus was on developing community-based ICM best prac-tices including creating and implementing marine sanctuaries, mangrove sanctuaries and village-level coastal management plans, and monitoring project results and coastal conditions. In order toinstitutionalize the resulting best practices, and to take advantage of new decentralized authori-ties, the CRMP expanded activities to include the development of village, district and provincialcoastal management laws and information tools such as a coastal atlas. In the last 18 months ofthe project, a scaling-up program was successfully implemented that applied community-basedICM lessons learned from four original village pilot sites to Likupang sub-district (kecamatan) with25 coastal villages. By the end of the project, Minahasa district was home to 25 community coralreef sanctuaries, five mangrove sanctuaries and thirteen localized coastal management plans. In

Page 7: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

6

Barat dan Timur. Perluasan program ini dilakukan dengan mempraktikkan berbagai hasilpembelajaran mengenai pengelolaan pesisir terpadu berbasis masyarakat dari 4 lokasi percontohanawal (Blongko, Bentenan, Tumbak, dan Talise). Pada akhir proyek, Kabupaten Minahasa telahmemiliki 25 DPL, 5 DPM, dan 13 rencana pengelolaan pesisir tingkat desa yang telah siapdijalankan. Sulawesi Utara juga telah ditetapkan sebagai pusat regional untuk Program KemitraanBahari berbasis perguruan tinggi, yang disponsori oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dandifasilitasi oleh Proyek Pesisir.

Di Kalimantan Timur, fokus dasar Proyek Pesisir adalah pengenalan model pengelolaan pesisirberbasis Daerah Aliran Sungai (DAS), yang menitikberatkan pada rencana pengelolaan terpaduTeluk Balikpapan dan DAS-nya. Teluk Balikpapan merupakan pintu gerbang bisnis dan industriProvinsi Kalimantan Timur. Rencana Pengelolaaan Teluk Balikpapan (RPTB) berbasis DAS yangbersifat interyurisdiksi ini merupakan yang pertama kalinya di Indonesia dan menghasilkan sebuahmodel untuk dapat diaplikasikan oleh pemerintah daerah lainnya. Rencana pengelolaan tersebut,yang dirampungkan dengan melibatkan partisipasi dan konsultasi masyarakat lokal secara luas,dalam implementasinya telah berhasil menghentikan konversi lahan mangrove untuk budidayaudang di sebuah daerah delta, terbentuknya kelompok kerja (pokja) terpadu antarinstansi untukmasalah erosi dan mangrove, terbentuknya sebuah Organisasi Non Pemerintah (Ornop) berbasismasyarakat yang pro aktif, dan jaringan Ornop yang didanai oleh sektor swasta yang berfokuspada isu-isu masyarakat pesisir. Selain itu, telah terbentuk Badan Pengelola Teluk Balikpapan,yang dipimpin langsung oleh Gubernur Kalimantan Timur berikut 3 Bupati (Penajam Paser Utara,Pasir, dan Kutai Kartanegara), dan Walikota Balikpapan. Seluruh kepala daerah tersebut, bersamadengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, ikut menandatangani Rencana Pengelolaan TelukBalikpapan tersebut. Rencana Pengelolaan Teluk Balikpapan ini telah mendorong pemerintahdaerah lain untuk memulai program-program serupa. Kalimantan Timur juga telah ditetapkansebagai pusat regional untuk Program Kemitraan Bahari berbasis perguruan tinggi, yang disponsorioleh Departemen Kelautan dan Perikanan, dan difasilitasi oleh Proyek Pesisir.

Di Lampung , kegiatan Proyek Pesisir berfokus pada proses penyusunan rencana dan pengelolaanstrategis provinsi secara partisipatif. Upaya ini menghasilkan Atlas Sumberdaya Pesisir Lampung,yang untuk pertama kalinya menggambarkan kualitas dan kondisi sumberdaya alam suatu provinsimelalui kombinasi perolehan informasi terkini dan masukan dari 270 stakeholders setempat, serta60 organisasi pemerintah dan non pemerintah. Atlas tersebut menyediakan landasan bagipengembangan sebuah rencana strategis pesisir dan progam di Lampung, dan saranapembelajaran bagi Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB, yang telahmenangani program pengelolaan pesisir di Lampung. Sebagai contoh kegiatan pelaksanaan awaltingkat lokal dari Rencana Strategis Pesisir Provinsi Lampung, dua kegiatan berbasis masyarakattelah berhasil diimplementasikan.Satu berlokasi di Pematang Pasir, dengan titik berat pada praktikbudidaya perairan yang berkelanjutan, dan yang lainnya berlokasi di Pulau Sebesi di Teluk Lampung,dengan fokus pada pembentukan dan pengelolaan daerah perlindungan laut (DPL). Model AtlasSumberdaya Pesisir Lampung tersebut belakangan telah direplikasi oleh setidaknya 9 (sembilan)provinsi lainnya di Indonesia dengan menggunakan anggaran provinsi masing-masing.

Di Papua, pada tahun terakhir Proyek Pesisir, sebuah atlas pesisir untuk kawasan Teluk Bintuni -yang disusun berdasarkan penyusunan Atlas Lampung-telah diproduksi Kawasan ini merupakandaerah yang lingkungannya sangat penting, yang tengah berada pada tahap awal aktivitaspembangunan besar-besaran. Teluk Bintuni berlokasi pada sebuah kabupaten baru yang memilikisumberdaya alam melimpah, termasuk cadangan gas alam yang sangat besar, serta merupakandaerah yang diperkirakan memiliki paparan mangrove terbesar di Asia Tenggara. Prosespenyusunan atlas sumberdaya pesisir kawasan Teluk Bintuni ini dilaksanakan melalui kerja samadengan Ornop lokal, perusahaan minyak BP, dan Universitas Negeri Papua (UNIPA). Kegiatan inimengawali sebuah proses perencanaan partisipatif dan pengelolaan pesisir terpadu, yangmengarah kepada mekanisme-mekanisme perencanaan partisipatif untuk sumberdaya pesisir dikawasan tersebut. Para mitra-mitra lokal telah menunjukkan ketertarikan untuk menggunakanAtlas Teluk Bintuni sebagai rujukan awal (starting point) dalam mengembangkan ‘praktik-praktikterbaik’ mereka sendiri, misalnya pengelolaan pesisir berbasis masyarakat dan pengelolaan telukberbasis DAS bagi Teluk Bintuni.

Page 8: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

7

the last few months, due to its significant capacity in coastal management, North Sulawesi wasinaugurated as a founding regional center for the new national university-based Sea PartnershipProgram sponsored by the MMAF and facilitated by the CRMP.

In East Kalimantan, the principal CRMP focus was on introducing a model for watershed-basedcoastal management focusing on developing an integrated coastal management plan for BalikpapanBay and its watershed. Balikpapan Bay is the commercial and industrial hub of East KalimantanProvince. The resulting inter-jurisdictional watershed-based Balikpapan Bay Management Plan(BBMP) was the first of its kind in Indonesia and provides a model for other regional governments.The BBMP, completed with extensive local participation and consultation, has already resulted ina moratorium on shrimp mariculture in one delta region, the creation of mangrove and erosioninterdepartmental working groups, a new proactive community-based NGO and a NGO-networksupported by private sector funding that is focused on coastal community issues. The BBMP alsoresulted in the formation of the Balikpapan Bay Management Council, chaired by the ProvincialGovernor and including the heads of three districts (Panajam Paser Utara, Pasir and KutaiKartengara), the Mayor of the City of Balikpapan and the Minister of Marine Affairs and Fisheries,who were all co-signatories to the BBMP. The BBMP has already stimulated other regional gov-ernments to start on similar programs. In the last few months, East Kalimantan was also inaugu-rated as a founding regional center for the new national university-based Sea Partnership Pro-gram sponsored by the MMAF and facilitated by the CRMP.

In Lampung, the CRMP focused on establishing a participatory provincial strategic planning andmanagement process. This resulted in the ground-breaking Lampung Coastal Resources Atlas,which defines for the first time the extent and condition of the province’s natural resources througha combination of existing information and the input of over 270 local stakeholders and 60 govern-ment and non-government organizations. The atlas provided the foundation for the developmentof a Lampung coastal strategic plan and the program served as a learning site for Bogor Agricul-tural Institute’s Center for Coastal and Marine Resources Studies that has since adopted themanagement of the Lampung coastal program. As a demonstration of early local actions under theLampung Province Coastal Strategic Plan, two community-based initiatives - one in PematangPasir with an emphasis on sustainable aquaculture good practice, and the other on Sebesi Islandin Lampung Bay focused on marine sanctuary development and management - were implemented.The atlas model was later replicated by at least nine other provinces using only provincial govern-ment funds.

In Papua, in the final year of Proyek Pesisir, a coastal atlas based upon the Lampung atlas formatwas produced for Bintuni Bay, an environmentally important area that is in the early stages ofmajor development activities. Bintuni Bay is located within the newly formed Bintuni District that isrich in natural resources, including extensive natural gas reserves, and perhaps the largest con-tiguous stand of mangroves in Southeast Asia. The atlas development process was implementedin cooperation with local NGOs, the petroleum industry (BP) and the University of Papua andbegan a process of participatory planning and integrated coastal management that is leading tomechanisms of participatory planning for the coastal resources in the area. Local partners haveexpressed their interest in using the Bintuni Bay atlas as a starting point for developing their ownset of “best practices” such as community-based coastal management and multi-stakeholder,watershed-based bay management for Bintuni Bay.

Page 9: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

8

Pengembangan Universitas merupakan aspek penting dari kegiatan Proyek Pesisir dalammengembangkan pusat keunggulan pengelolaan pesisir melalui sistem Perguruan Tinggi di Indo-nesia, dan memanfaatkan pusat ini untuk membangun kapasitas universitas-universitas lain diIndonesia. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Laut (PKSPL) yang dikembangkan di InstitutPertanian Bogor (IPB) telah dipilih sebagai mira utama, mengingat posisinya sebagai institusipengelolaan sumberdaya alam utama di Indonesia. Selain mengelola Lampung sebagai daerahkajian, PKSPL-IPB mendirikan perpustakaan sebagai referensi pengelolaan pesisir terpadunasional, yang terbuka bagi para mahasiswa dan kalangan profesional, serta menyediakan layananpeminjaman perpustakaan antaruniversitas untuk berbagai perguruan tinggi di Indonesia (situsweb: http://www.indomarine.or.id). PKSPL-IPB telah memprakarsai lokakarya tahunan pembelajaranpengelolaan pesisir terpadu, penerbitan jurnal pesisir nasional, serta bekerja sama dengan ProyekPesisir mengadakan Konferensi Nasional (KONAS) Pengelolaan Pesisir Terpadu, yang kini menjadiajang utama bagi pertukaran informasi dan studi kasus pengelolaan pesisir terpadu di Indonesia.Kegiatan dua tahunan tersebut dihadiri 600 peserta domestik dan internasional. Berdasarkanpengalaman positif dengan IPB dan PKSPL tersebut, telah dibentuk sebuah jaringan universitasyang menangani masalah pengelolaan pesisir yaitu INCUNE (Indonesian Coastal UniversitiesNetwork), yang beranggotakan 11 universitas. Jaringan ini menyatukan universitas-universitas diwilayah pesisir di seluruh Indonesia, yang dibentuk dengan tujuan untuk pertukaran informasi,riset, dan pengembangan kapasitas, dengan PKSPL-IPB berperan sebagai sekretariat. SelainINCUNE, Proyek Pesisir juga memegang peranan penting dalam mengembangkan ProgramKemitraan Bahari (PKB) di Indonesia, mengambil contoh keberhasilan Program Kemitraan Bahari(Sea Grant College Program) di Amerika Serikat. Program ini mencoba mengembangkan kegiatanpenjangkauan, pendidikan, kebijakan, dan riset terapan wilayah pesisir di berbagai universitaspenting di kawasan pesisir Indonesia. Program Kemitraan Bahari menghubungkan universitas didaerah dengan pemerintah setempat melalui isu-isu yang menyentuh kepentingan pemerintahlokal dan masyarakat, serta berupaya mengatasi kesenjangan dalam kapasitas perorangan dankelembagaan di daerah.

Proyek Pesisir mengembangkan usaha-usaha di tingkat nasional untuk memanfaatkan peluang-peluang baru yang muncul, seiring diberlakukannya Undang-Undang tentang Otonomi Daerah.Pada periode 2000-2003, Proyek Pesisir bekerja sama dengan Departemen Kelautan danPerikanan, BAPPENAS, instansi nasional lainnya, pemerintah daerah, lembaga swadayamasyarakat (LSM), dan perguruan tinggi dalam menyusun rancangan undang-undang pengelolaanwilayah pesisir (RUU PWP). Rancangan undang-undang ini merupakan salah satu rancanganundang-undang yang disusun secara partisipatif dan transparan sepanjang sejarah Indonesia.Saat ini RUU tersebut sedang dipertimbangkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). RUU disusunberbasis insentif dan bertujuan untuk mendukung pemerintah daerah, LSM, dan masyarakat lokaldalam memperoleh hak-hak mereka yang berkaitan dengan isu-isu desentralisasi daerah dalampengelolaan pesisir. Dukungan lain yang diberikan Proyek Pesisir kepada Departemen Kelautandan Perikanan adalah upaya mengembangkan kapasitas dari para staf, perencanaan strategis,dan dibentuknya program baru yang bersifat desentralistik seperti Program Kemitraan Bahari.

Koleksi dokumen dan bahan bacaan ini bertujuan untuk mendokumentasikan pengalaman-pengalaman Proyek Pesisir dalam mengelola wilayah pesisir, memberikan kesempatan yang lebihluas kepada publik untuk mengaksesnya, serta untuk mentransfer dokumen tersebut kepada seluruhmitra, rekan kerja, dan sahabat-sahabat Proyek Pesisir di Indonesia. Produk utama dari koleksi iniadalah Pembelajaran dari Dunia Pengelolaan Pesis ir di Indonesia, yang dibuat dalam bentukCompact Disc-Read Only Memory (CD-ROM), berisikan gambaran umum mengenai Proyek Pesisirdan produk-produk penting yang dihasilkannya. Adapun Koleksi Proyek Pesisir ini terbagi kedalam5 tema, yaitu:

• Seri Reformasi Hukum, berisikan pengalaman dan panduan Proyek Pesisir tentang prosespenyusunan rancangan undang-undang/peraturan kabupaten, provinsi, dan nasional yangberbasis masyarakat, serta kebijakan tentang pengelolaan pesisir dan batas laut

• Seri Pengelolaan Wilayah Pesis ir Regional, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukanProyek Pesisir mengenai Perencanaan dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), profilatlas dan geografis pesisir Lampung, Balikpapan, Sulawesi Utara, dan Papua

Page 10: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

9

University development was an important aspect of the CRMP, and the marine center at BogorAgricultural Institute, the premier natural resources management institution in Indonesia, was itsprimary partner, and was used to develop capacity in other universities. In addition to managingthe Lampung site, the Center for Coastal and Marine Resources Studies established a nationalICM reference library that is open to students and professionals, and provides an inter-universitylibrary loan service for other universities in Indonesia (Website: http://www.indomarine.or.id). TheCenter initiated an annual ICM learning workshop, a national peered-reviewed coastal journal andworked with the CRMP to establish a national coastal conference that is now the main venue forexchange of information and case studies on ICM in Indonesia, drawing over 600 Indonesian andinternational participants to its bi-annual meeting. Building from the positive experience with Bogorand its marine center, an Indonesia-wide network of 11 universities (INCUNE) was developed thattied together key coastal universities across the nation for information exchange, academic re-search and capacity development, with the Center for Coastal and Marine Resources Studiesserving as the secretariat. In addition to INCUNE, the CRMP was instrumental in developing thenew Indonesia Sea Partnership Program, modeled after the highly successful U.S. Sea GrantCollege Program, that seeks to develop coastal outreach, education, policy and applied researchactivities in key regional coastal universities. This program, sponsored by MMAF, connects re-gional universities with local governments and other stakeholders through issues that resonatewith local government and citizens, and addresses the gap of human and institutional capacity inthe regions.

National level efforts expanded to take advantage of new opportunities offered by new laws onregional autonomy. From 2000 to 2003, the CRMP worked closely with the Ministry of MarineAffairs and Fisheries, the National Development Planning Agency (BAPPENAS), other nationalagencies, regional government partners, NGOs and universities to develop a new national coastalmanagement law. The National Parliament is now considering this law, developed through one ofthe most participatory and transparent processes of law development in the history of Indonesia.The draft law is incentive-based and focuses on encouraging local governments, NGOs and citi-zens to assume their full range of coastal management authority under decentralization on issuesof local and more-than-local significance. Other support was provided to the MMAF in developingtheir own organization and staff, in strategic planning, and in creating new decentralized programssuch as the Sea Partnership Program.

The collection of CRMP materials and resources contained herein was produced to document andmake accessible to a broader audience the more recent and significant portion of the CRMP’sconsiderable coastal management experience, and especially to facilitate its transfer to our Indo-nesian counterparts, colleagues and friends. The major product is Learning From the World ofCoastal Management in Indonesia , a CD-ROM that provides an overview of the CRMP (ProyekPesisir) and its major products. The collection is organized into five series related to generalthemes. These are:

• Coastal Legal Reform Series, which includes the experience and guidance from the CRMPregarding the development of community-based, district, provincial and national laws and poli-cies on coastal management and on marine boundaries

• Regional Coastal Management Series, which includes the experience, guidance and refer-ences from the CRMP regarding watershed planning and management, and the geographicaland map profiles from Lampung, Balikpapan, North Sulawesi and Papua

Page 11: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

10

• Seri Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat, berisikan pengalaman dan panduanProyek Pesisir dan desa-desa percontohannya di Sulawesi Utara mengenai keberhasilankegiatan, serta proses pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pesisir

• Seri Perguruan Tinggi, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukan Proyek Pesisir danPKSPL-IPB mengenai peranan dan keberhasilan perguruan tinggi dalam pengelolaan pesisir

• Seri Pemantauan Pesis ir, berisikan pengalaman, panduan, dan rujukan Proyek Pesisirmengenai pemantauan sumberdaya pesisir oleh masyarakat dan pemangku kepentingan,khususnya pengalaman dari Sulawesi Utara

Kelima seri ini berisikan berbagai Studi Kasus, Buku Panduan, Contoh-contoh , dan Katalogdalam bentuk hardcopy dan softcopy (CD-ROM), tergantung isi setiap topik dan pengalaman dariproyek. Material dari seri-seri ini ditampilkan dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris.Sedianya, sebagian besar dokumen akan tersedia baik dalam Bahasa Indonesia maupun Inggris.Namun karena keterbatasan waktu, hingga saat koleksi ini dipublikasikan, belum semua dokumendapat ditampilkan dalam dua bahasa tersebut. Masing-masing dokumen dalam tiap seri berbeda,tetapi fungsinya saling mendukung satu sama lain, yaitu:

• Studi Kasus, mendokumentasikan pengalaman Proyek Pesisir, dibuat secara kronologis padahampir semua kasus, dilengkapi dengan pembahasan dan komentar mengenai proses danalasan terjadinya berbagai hal yang dilakukan. Dokumen ini biasanya berisikan rekomendasi-rekomendasi umum dan pembelajaran, dan sebaiknya menjadi dokumen yang dibaca terlebihdahulu pada tiap seri yang disebutkan di atas, agar pembaca memahami topik yang disampaikan.

• Panduan, memberikan panduan mengenai proses kegiatan kepada para praktisi yang akanmereplikasi atau mengadopsi kegiatan-kegiatan yang berhasil dikembangkan Proyek Pesisir.Mereka akan merujuk pada Studi Kasus dan Contoh-contoh, dan sebaiknya dibaca setelahdokumen Studi Kasus atau Contoh-contoh.

• Contoh-contoh, berisikan pencetakan ulang atau sebuah kompilasi dari material-material terpilihyang dihasilkan atau dikumpulkan oleh proyek untuk suatu daerah tematik tertentu. Dalamdokumen ini terdapat pendahuluan ringkas dari setiap contoh-contoh yang ada serta sumberberikut fungsi dan perannya dalam kelima seri yang ada. Dokumen ini terutama digunakansebagai rujukan bagi para praktisi, serta digunakan bersama-sama dengan dokumen StudiKasus dan Panduan, sehingga hendaknya dibaca setelah dokumen lainnya.

• Katalog, berisikan daftar atau data yang dihasilkan pada daerah tematik dan telah disertakanke dalam CD-ROM .

• CD-ROM, berisikan file elektronik dalam format aslinya, yang berfungsi mendukung dokumen-dokumen lainya seperti diuraikan di atas. Isi CD-ROM tersebut bervariasi tiap seri, dan ditentukanoleh penyunting masing-masing seri, sesuai kebutuhan.

Beberapa dokumen dari Koleksi Dokumen Proyek Pesisir ini dapat diakses melalui internet disitus Coastal Resources Center (http://www.crc.uri.edu), PKSPL-IPB (http://www.indomarine.or.id),dan Proyek Pesisir (http://www.pesisir.or.id).

Pengantar ini tentunya belum memberikan gambaran detil mengenai seluruh kegiatan, pekerjaan,dan produk-produk yang dihasilkan Proyek Pesisir selama tujuh tahun programnya. Karena itu,kami mempersilakan pembaca untuk dapat lebih memahami seluruh komponen dari koleksidokumen ini, sembari berharap bahwa koleksi ini dapat bermanfaat bagi para manajer pesisir,praktisi, ilmuwan, LSM, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam meneruskan model-model dankerangka kerja yang telah dikembangkan oleh Proyek Pesisir dan mitra-mitranya. Kami amatoptimis mengenai masa depan pengelolaan pesisir di Indonesia, dan bangga atas kerja samayang baik yang telah terjalin dengan seluruh pihak selama program ini berlangsung. Kami jugagembira dan bangga atas diterbitkannya Koleksi Dokumen Proyek Pesisir ini.

Page 12: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

11

• Community-Based Coastal Resource Management Series, which includes the experience,and guidance from the CRMP and its North Sulawesi villages regarding best practices and theprocess for engaging communities in coastal stewardship

• Coastal University Series, which includes the experience, guidance and references from theCRMP and the Center for Coastal and Marine Resources Studies regarding the role and ac-complishments of universities in coastal management

• Coastal Monitoring Series, which includes the experience, guidance and references from theCRMP regarding community and stakeholder monitoring of coastal resources, primarily fromthe North Sulawesi experience

These five series contain various Case Studies, Guidebooks, Examples and Catalogues inhard copy and in CD-ROM format, depending on the content of the topic and experience of theproject. They are reproduced in either the English or Indonesian language. Most of the materials inthis set will ultimately be available in both languages but cross-translation on some documentswas not complete at the time of publishing this set. The individual components serve different, butcomplementary, functions:

• Case Studies document the CRMP experience, chronologically in most cases, with some dis-cussion and comments on how or why things occurred as they did. They usually contain gen-eral recommendations or lessons learned, and should be read first in the series to orient thereader to the topic.

• Guidebooks are “How-to” guidance for practitioners who wish to replicate or adapt the bestpractices developed in the CRMP. They will refer to both the Case Studies and the Examples,so should be read second or third in the series.

• Examples are either exact reprints of key documents, or a compilation of selected materialsproduced by the project for the thematic area. There is a brief introduction before each exampleas to its source and role in the series, but they serve primarily as a reference to the practitioner,to be used with the Case Studies or Guidebooks, and so should be read second or third in theseries.

• Catalogues include either lists or data produced by the project in the thematic area and havebeen included on the CD-ROMs.

• CD-ROMs include the electronic files in their original format that support many of the otherdocuments described above. The content of the CD-ROMs varies from series to series, andwas determined by the individual series editors as relevant.

Several of the documents produced in this collection of the CRMP experiences are also availableon the Internet at either the Coastal Resources Center website (http://www.crc.uri.edu), the BogorAgricultural Institute website (http://www.indomarine.or.id) and the Proyek Pesisir website (http://www.pesisir.or.id).

This preface cannot include a detailed description of all activities, work, products and outcomesthat were achieved during the seven-year CRMP program and reflected in this collection. Weencourage you to become familiar with all the components of the collection, and sincerely hope itproves to be useful to coastal managers, practitioners, scientists, NGOs and others engaged infurthering the best practices and frameworks developed by the USAID/BAPPENAS CRMP and itscounterparts. We are optimistic about the future of coastal management in Indonesia, and havebeen proud to work together during the CRMP, and in the creation of this collection of CRMP(Proyek Pesisir) products.

Page 13: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

12

Dalam kesempatan ini, kami ingin menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruhmitra di Indonesia, Amerika Serikat, dan negara-negara lainnya, yang telah memberikan dukungan,komitmen, semangat, dan kerja keras mereka dalam membantu menyukseskan Proyek Pesisir dansegenap kegiatannya selama 7 tahun terakhir. Tanpa partisipasi, keberanian untuk mencoba hal yangbaru, dan kemauan untuk bekerja bahu-membahu -baik dari pihak pemerintah, LSM, universitas,masyarakat, dunia usaha, para ahli, dan lembaga donor-’keluarga besar’ pengelolaan pesisir Indone-sia tentu tidak akan mencapai kemajuan pesat seperti yang ada sekarang ini.

Dr. An ne Patterson Maurice KnightDirektur Chief of PartyKantor Pengelolaan Sumber Daya Alam Proyek PesisirU.S. Agency for International Development/ Coastal Resources CenterIndonesia (USAID) University of Rhode Island

Dr. Widi A. Pratikto Dr. Dedi M.M. RiyadiDirektur Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Deputi Menteri Negara PerencanaanDepartemen Kelautan dan Perikanan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENASRepublik Indonesia Bidang Sumberdaya Alam dan

Lingkungan Hidup

25 Agustus 2003

Page 14: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

13

We would like to acknowledge and extend our deepest appreciation to all of our partners in Indo-nesia, the USA and other countries who have contributed their support, commitment, passion andeffort to the success of CRMP and its activities over the last seven years. Without your participa-tion, courage to try something new, and willingness to work together –government, NGOs, univer-sities, communities, private sector, experts and donors– the Indonesian coastal family could nothave grown so much stronger so quickly.

Dr. An ne Patterson Maurice KnightDirector Chief of PartyOffice of Natural Resources Management Indonesia Coastal ResourcesU.S. Agency for International Management ProjectDevelopment/ Indonesia Coastal Resources Center

University of Rhode Island

Dr. Widi A. Pratikto Dr. Dedi M.M. RiyadiDirector General for Coasts and Deputy Minister/Deputy Chairman forSmall Island Affairs Natural Resources and EnvironmentIndonesia Ministry of Marine Affairs Indonesia National Developmentand Fisheries Planning Agency

August 25, 2003

Page 15: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

14

DAFTAR KOLEKSI DOKUMEN PROYEK PESISIR 1997 - 2003CONTENT OF CRMP COLLECTION 1997 - 2003

Yang tercetask tebal adalah dokumen yang tersedia sesuai bahasanyaBold print indicates the language of the document

PEMBELAJARAN DARI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DI INDONESIALEARNING FROM THE WORLD OF COASTAL MANAGEMENT IN INDONESIA

1. CD-ROM Latar Belakang Informasi dan Produk-produk Andalan Proyek PesisirCD-ROM Background Information and Principle Products of CRMP

SERI REFORMASI HUKUMCOASTAL LEGAL REFORM SERIES

1. Studi Kasus Penyusunan RUU Pengelolaan Wilayah PesisirCase Study Developing a National Law on Coastal Management

2. Studi Kasus Penyusunan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya WIlayahPesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

Case Study Developing a District Law in Minahasa on Community-BasedIntegrated Coastal Management

3. Studi Kasus Batas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka-Belitung

Case Study The Marine Boundary Between the Provinces of South Sumatera andBangka-Bilitung

4. Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUUCase Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

5. Panduan Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah MenurutUndang-Undang No.22/1999

Guidebook Establishing Marine Boundaries under Regional Authority Pursuant toNational Law No. 22/1999

6. Contoh Proses Penyusunan Peraturan Perundangan PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir

Example The Process of Developing Coastal Resource Management Laws

7. Contoh Dokumen-dokumen Pendukung dari Peraturan PerundanganPengelolaan WIlayah Pesisir

Example Example from Development of Coastal Management Laws

8. CD-ROM Dokumen-dokumen Pilihan dalam Peraturan PerundanganPengelolaan Wilayah Pesisir

CD-ROM Selected Documents from the Development of Coastal ManagementLaws

9. CD-ROM Pengesahan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir Terpadu Berbasis Masyarakat

CD-ROM Enactment of a District Law in Minahasa on Community-Based Inte-grated Coastal Management

Page 16: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

15

SERI PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAERAHREGIONAL COASTAL MANAGEMENT SERIES

1. Panduan Penyusunan Atlas Sumberdaya Wilayah PesisirGuidebook Developing A Coastal Resources Atlas

2. Contoh Program Pengelolaan WIlayah Pesisir di LampungExample Lampung Coastal Management Program

3. Contoh Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk Balikpapan dan Peta-peta Pilihan

Example Balikpapan Bay Integrated Management Strategic Plan and Volumeof Maps

4. Contoh Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir PilihanExample Selected Compilation of Coastal Resources Atlases

5. CD-ROM Rencana Strategis Pengelolaan Terpadu Teluk BalikpapanCD-ROM Balikpapan Bay Integrated Management Strategic Plan

6. Katalog Database SIG dari Atlas Lampung (Edisi Terbatas, dengan 2 CD)Catalogue Lampung Atlas GIS Database (Limited Edition, with 2 CDs)

7. Katalog Database SIG dari Atlas Minahasa, Manado dan Bitung (EdisiTerbatas, dengan 2 CD)

Catalogue Minahasa, Manado and Bintung Atlas GIS Database (with 2 CDs)(Limited Edition, with 2 CDs)

8. Katalog Database SIG dari Atlas Teluk Bintuni (Edisi Terbatas, dengan 2 CD)Catalogue Bintuni Bay Atlas GIS Database (Limited Edition,with 2 CDs)

9. Katalog Database SIG dari Teluk Balikpapan (Edisi Terbatas, dengan 1CD)Catalogue Balikpapan Bay GIS Database (Limited Edition, with 1 CDs)

SERI PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR BERBASIS MASYARAKATCOMMUNITY-BASED COASTAL RESOURCES MANAGEMENT SERIES

1. Studi Kasus Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat diSulawesi Utara

Case Study Community Based Coastal Resources Management in North Sulawesi

2. Panduan Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis MasyarakatGuidebook Community Based Coastal Resources Management

3. Panduan Pembentukan dan Pengelolaan Daerah Perlindungan Laut BerbasisMasyarakat

Guidebook Developing and Managing Community-Based Marine Sanctuaries

4. Panduan Pembersihan Bintang Laut BerduriGuidebook Crown of Thorns Clean-Ups

5. Contoh Dokumen dari Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir BerbasisMasyarakat di Sulawesi Utara

Example Documents from Community-Based Coastal Resources Managementin North Sulawesi

6. CD-ROM Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Berbasis MasyarakatCD-ROM Community-Based Coastal Resources Management

Page 17: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

16

SERI PERGURUAN TINGGI KELAUTANCOASTAL UNIVERSITY SERIES

1. Studi Kasus Pengembangan Program Kemitraan Bahari di IndonesiaCase Study Developing the Indonesian Sea Partnership Program

2. Contoh Pencapaian oleh Proyek Pesisir PKSPL-IPB dan INCUNE (1996-2003)Example Proyek Pesisir’s Achievements in Bogor Agricultural Institute’s Center

for Coastal and Marine Resources Studies and the Indonesian CoastalUniversity Network (1996-2003)

3. Contoh Kurikulum dan Agenda Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya WilayahPesisir Terpadu

Example Curriculum and Agenda from Integrated Coastal ResourcesManagement Training

4. Katalog Abstrak “Jurnal Pesisir dan Lautan” (1998-2003)Catalogue Abstracts from “Pesisir dan Lautan Journal” (1998-2003)

5. CD-ROM Dokumen Perguruan Tinggi KelautanCD ROM Coastal University Materials

SERI PEMANTAUAN WILAYAH PESISIRCOASTAL MONITORING SERIES

1. Studi Kasus Pengembangan Program Pemantauan Wilayah Pesisir oleh ParaPemangku Kepentingan di Sulawesi Utara

Case Study Developing a Stakeholder-Operating Coastal Monitoring Program inNorth Sulawesi

2. Panduan Pemantauan Terumbu Karang dalam rangka PengelolaanGuidebook Coral Reef Monitoring for Management (from Philippine Guidebook)

3. Panduan Metode Pemantauan Wilayah Pesisir oleh FORPPELA, jilid 1Guidebook FORPPELA Coastal Monitoring Methods, Version 1

4. Panduan Pemantaun Terumbu Karang Berbasis Masyarakat dengan MetodeManta Tow

Guidebook Community-Based Monitoring of Coral Reefs using the Manta TowMethod

5. Contoh Program Pemantauan oleh Para Pemangku Kepentingan di SulawesiUtara Tahun Pertrama, Hasil-hasil FORPPELA 2002 (dengan 1 CD)

Example Year One of North Sulawesi’s Stakeholder-Operated Monitoring Pro-gram, FORPPELA 2002 Results (with 1 CD-ROM)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:For more information:

Coastal Resource Center CRMPUniversity of Rhode island Ratu Plaza Building, lt 18Narragansett, Rhode Island 02882, USA Jl. Jenderal Sudirman Kav. 9Phone: 1 401 879 7224 Jakarta 10270, IndonesiaWebsite: http//www.crc.uri.edu Phone: (021) 720 9596

Website: http//www.pesisir.or.id

Page 18: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

i

Studi KasusKonsultasi Publik dalamPenyusunan RancanganUndang-Undang

Tim Penyusun:Irwandi IdrisM. Eko RudiantoSapta PutraRaja PasaribuSyofyan HasanAndreas D. PatriaAdi WiyanaJason Patl isAhmad HuseinWilson SiahaanKun S. Hidayat

Seri Reformasi HukumKoleksi Dokumen Proyek Pesisir 1997 - 2003

Page 19: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

ii

Studi KasusKonsultasi Publik dalam PenyusunanRancangan Undang-Undang

Tim Penyusun:Irwandi IdrisM. Eko RudiantoSapta PutraRaja PasaribuSyofyan HasanAndreas D. PatriaAdi WiyanaJason PatlisAhmad HuseinWilson SiahaanKun S. Hidayat

Kutipan : Idris, I ., M.E. Rudianto, S. Putra, R. Pasaribu, S. Hasan, A.D. Patria, A. Wiyana, J.Patlis, A. Husein, W. Siahaan, K.S. Hidayat. 2003. Studi Kasus Konsultasi Publikdalam Penyusunan Rancangan Undang-Undang, dalam Koleksi Dokumen ProyekPesisir 1997-2003, Seri Reformasi Hukum, M. Knight, S. Tighe (editor), CoastalResources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island, USA

Dicetak di Jakarta, Indonesia 2003

Dokumen ini tersusun berkat kerja sama yang baik antara Departemen Kelautan dan Perikanan dan paramitra, di antaranya United States for International Development (USAID) melalui Proyek Pesisir, YayasanKeanekaragaman Hayati (KEHATI ), Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), International MarineAlliance (IMA), Jaring PELA, Yayasan TELAPAK, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI ),Indonesian Center for Environmental Laws (ICEL), dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkansatu per satu.

Dana untuk persiapan dan pencetakan dokumen ini disediakan oleh USAID bagian dari USAID/BAPPENAS Program Pengelolaan Sumberdaya A lam (NRM) USAID/CRC-URI Proyek Pesisir Jakarta.

Keterangan rinci tentang publikasi Proyek Pesisir bisa diperoleh melalui www.pesisir.or.idKeterangan rinci tentang publikasi NRM bisa diperoleh melalui www.nrm.or.idKeterangan rinci tentang publikasi CRC bisa diperoleh melalui www.crc.uri.edu

Foto Cover : Tantyo BangunTata letak : Pasus Legowo, Yayak M. Saat

Page 20: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

iii

Daftar Isi

Pengantar vRingkasan viii

1. Pendahuluan 1

2. Mengapa Perlu Konsultasi Publik 3A. Pengertian Konsultasi Publik 4B. Peran Serta Pemangku Kepentingan (Stakeholders) 4C. Arti Peran Serta Publik dalam Proses Pembuatan RUU 5

3. Identifikasi Pihak yang Perlu Berperan Serta dalam Konsultasi Publik 6

4. Mengembangkan Strategi Konsultasi Publik Tiga Jalur 9A. Jalur Resmi 9B. Jalur Kolaborator/Konstituen 10C. Jalur Media Massa 12

5. Organisasi Pelaksanaan 14

6. Mekanisme Integrasi Masukan Publik dalam Penyusunan RUU;Jalur Protokol dan Komunikasi 15A. Komunikasi Internal Jalur Formal 15B. Komunikasi Antar Jalur 15C. Mekanisme Pendokumentasian 15D. Sistem Penyajian Informasi dan Media 16

Lampiran 1.Susunan Keanggotaan Tim Kecil Penyusunan Rancangan Undang-UndangPengelolaan Wilayah Pesisir 17

Page 21: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

iv

Page 22: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

v

eri Reformasi Hukum ini menampilkan gambaran perkembangan kumulatifdalam reformasi hukum dan tata pamong dalam pengelolaan wilayah pesisirdi Indonesia, yang telah dilakukan sejak tahun 1997 sampai 2003. Selamakurun waktu tersebut, Proyek Pesisir, bekerja sama dengan BAPPENAS,Departemen Kelautan dan Perikanan R.I., dan pemerintah Provinsi Lampung,

Sulawesi Utara, dan Kalimantan Timur dalam mendorong reformasi hukum dengan segalaaktivitasnya. Kerja sama juga dijalin antara lain dengan Pemerintah Kota Balikpapan,Kabupaten Penajam Paser Utara, Pasir, dan Minahasa.

Proyek Pesisir telah memfasilitasi daerah dalam membidani pembentukan beberapaperaturan daerah untuk memformalkan pengelolaan daerah perlindungan laut diwilayahnya masing-masing. Proyek Pesisir juga memfasilitasi Kabupaten Minahasa dalaminisiatif mengembangkan dan melahirkan Peraturan Daerah (Perda) tentang PengelolaanSumberdaya Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Proyek Pesisir jugamemfasilitasi Provinsi Sulawesi Utara dalam mengembangkan dan melahirkan peraturandaerah yang lebih mengarah pada isu pengelolaan wilayah pesisir yang lebih luas ditingkat provinsi. Di Kalimantan Timur, Proyek Pesisir memfasilitasi Kabupaten PenajamPaser Utara dan Kota Balikpapan delam penyusunan Peraturan Daerah tentangpenatakelolaan pesisir. Selain itu, Proyek Pesisir membantu Departemen Kelautan danPerikanan RI untuk mengembangkan kebijakan nasional dalam pengelolaan wilayahpesisir dan pulau-pulau kecil, yang merupakan hal pertama kalinya di Indonesia.

Reformasi hukum sesungguhnya bukan hanya terletak pada perbaikan secara substantifsuatu produk kebijakan publik, melainkan lebih jauh lagi proses yang harus dilalui dalampembentukan suatu kebijakan publik. Hal tersebut berlaku mulai dari pengenalan konsep,penyusunan, konsultasi, pengesahan, sosialisasi, hingga implementasinya. Padadasarnya, suatu kebijakan publik yang ideal adalah hasil representasi kepentingan seluruhpihak yang tergantung di dalamnya. Dengan demikian, reformasi hukum dalam prosespembentukan dan kelahiran kebijakan publik di bidang pengelolaan wilayah pesisir selaludiupayakan agar memenuhi prinsip transparasi, luas, dan inklusif, serta pembangunankonsensus dari pihak yang tergantung pada keberadaan wilayah pesisir.

Proyek Pesisir memfasilitasi lembaga pemerintah, baik lokal maupun nasional untukmendukung penyusunan peraturan perundangan pengelolaan wilayah pesisir. Sebagaigambaran, dengan Departemen Kelautan dan Perikanan RI, Proyek Pesisir memfasilitasidiskusi terbentuknya strategi tiga jalur konsultasi publik. Strategi ini lahir dari hasilkolaborasi dengan lembaga non pemerintah, sebagai upaya mendorong mekanismepenyusunan kebijakan publik yang ideal. Sehingga di masa yang akan datang nanti,pendekatan tiga jalur konsultasi publik dapat terus disempurnakan dalam upayamembentuk kebijakan publik yang ideal. Di samping itu, sebagai contoh lain, ProyekPesisir memfasilitasi DPRD Minahasa untuk merancang kerangka hukum dalam

Pengantar

S

Page 23: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

vi

pengelolaan wilayah pesisir terpadu berbasis masyarakat, yang saat ini menjadi modelbagi daerah lain untuk mengembangkannya.

Seri Reformasi Hukum ini berisi buku panduan, studi kasus, dan contoh-contoh yangmenunjukkan kinerja Proyek Pesisir dalam mendukung reformasi hukum dalampengelolaan wilayah pesisir. Sebagian besar dokumen yang ada disajikan dalam bahasaIndonesia, meskipun terdapat rencana untuk menerjemahkan bagian-bagian tertentu yangmungkin relevan untuk kalangan yang lebih luas di tingkat internasional. Dokumen-dokumen ini hendaknya dibaca bertalian satu dengan lainnya. Masing-masing dokumenjuga saling mengacu antara satu sama lain. Dalam konteks yang lebih luas, dokumen inijuga sebaiknya ditinjau dengan isu lainnya dalam 4 (empat) koleksi Dokumen ProyekPesisir lainnya yang sama-sama diterbitkan. Adapun isi Seri Reformasi ini secara lengkapadalah:

1. Studi Kasus: Penyusunan RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir (dalam bahasa Inggris).2. Studi Kasus: Penyusunan Perda Minahasa Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir

Terpadu Berbasis Masyarakat (dalam bahasa Inggris).3. Studi Kasus: Batas Wilayah Laut Provinsi Sumatera Selatan Dan Provinsi Bangka-

Belitung.4. Studi Kasus: Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU (tersedia dalam bahasa

Indonesia dan Inggris).5. Panduan Penentuan Batas Wilayah Laut Kewenangan Daerah Menurut Undang-

Undang No. 22/1999.6. Contoh: Proses Penyusunan Peraturan Perundangan Pengelolaan Sumberdaya

Wilayah Pesisir (dalam bahasa Inggris).7. Contoh: Dokumen-Dokumen Pendukung dari Peraturan Perundangan Pengelolaan

Wilayah Pesisir.8. CD-ROM: Dokumen-Dokumen Pilihan dalam Peraturan Perundangan Pengelolaan

Wilayah Pesisir9. CD-ROM: Pengesahan Perda Minahasa Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu

Berbasis Masyarakat.

Keseluruhan dokumen ini menawarkan materi pendidikan berikut ilustrasinya. Studi kasus,misalnya, menampilkan gambaran deskriptif kegiatan yang telah dilakukan oleh ProyekPesisir. Panduan mengambil pendekatan perspektif untuk kegiatan mendatang,membangun dengan berdasarkan pengalaman Proyek Pesisir. Keping CD dan Contohdokumen peraturan perundangan pengelolaan wilayah pesisir menawarkan kompilasidari berbagai material, tidak hanya produk perundangan, melainkan juga dokumen kerja,notulensi konsultasi publik, dan dokumen lain yang mendukung proses penyusunanperaturan perundangan tersebut.

Lebih dari itu, seri ini juga menampilkan beberapa proses penyusunan produk hukumtersebut, catatan hasil konsultasi publik, dan contoh-contoh pembelajaran lainnya, sebagaibukti bahwa reformasi hukum yang dilakukan merupakan suatu proses yang hidup,interaktif, dan akan terus berkembang. Seri Reformasi Hukum Pengelolaan Wilayah Pesisirini dapat memberikan pelajaran penting di masa mendatang, baik bagi keberlanjutanreformasi hukum dalam desentralisasi pengelolaan wilayah pesisir, maupun sebagai modelbagi kebijakan publik dan perundangan lainnya dalam pengelolaan sumberdaya alam.

•••

Page 24: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

vii

Studi kasus penyusunan strategi konsultasi publik untuk perancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir ini membahas hal-hal berikut: (a) alasan-alasan pentingnya menyusun suatu strategi konsultasi publik yang bersifatmenyeluruh (holistic) untuk perancangan suatu undang-undang yang akanmengatur pengelolaan sumberdaya pesisir di Indonesia; (b) strategi konsultasi

publik tiga jalur yang dikembangkan oleh tim penyusun dan diadopsi oleh DepartemenKelautan dan Perikanan, yakni jalur formal, jalur konsituten/informal, dan jalur mediamassa; (c) organisasi pelaksanaan strategi konsultasi publik tersebut; dan (d) mekanismeintegrasi masukan publik dalam penyusunan rancangan undang-undang - jalur danprotokol komunikasi.

Strategi konsultasi publik yang disusun untuk perancangan undang-undang pengelolaanwilayah pesisir diadaptasi dari strategi konsultasi publik yang telah disusun terlebih dahuluuntuk perancangan undang-undang pengelolaan sumber daya alam. Beberapa anggotatim penyusun rancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir adalah juga anggotatim penyusun rancangan undang-undang pengelolaan sumber daya alam. Masukan-masukan diperoleh secara langsung dari para anggota ini dan dari bahan-bahan tertulisyang sudah tersedia. Dengan masukan-masukan dan bahan-bahan tersebut disusunlahstrategi konsultasi publik rancangan undang-undang wilayah pesisir, dengan berbagaipenyesuain yang diperlukan.

Kami berharap studi kasus ini akan memberikan manfaat untuk para pembuat kebijakandan seluruh pembaca yang mengemban tanggung jawab untuk menyusun dan membuatkebijakan publik. Strategi konsultasi publik yang didisain dan dilaksanakan untukperancangan undang-undang pengelolaan wilayah pesisir berkeinginan untuk menciptakansuatu proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang memenuhi kaidah-kaidahgood governance, di antaranya adalah: (a) melibatkan semua pemangku kepentinganterkait (inclusiveness); (b) bersifat terbuka atau transparan (openness/transparency); dan(c) bertanggung gugat (accountable). Dengan proses seperti itu, kami berharap produkakhir yang dihasilkan, yaitu undang-undang, akan dapat dengan mudah dan efektifditerapkan di tengah-tengah masyarakat, karena undang-undang yang dibuat denganproses seperti itu diharapkan memenuhi aspek-aspek berikut: (a) cita-cita pemenuhanrasa keadilan untuk seluruh masyarakat — memenuhi unsur filosofis dari suatu undang-undang; (b) aspirasi dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat — memenuhi unsur sosiologisdari suatu undang-undang; dan (c) penghargaan yang tinggi terhadap supremasi dankepastian hukum — memenuhi unsur yuridis dari suatu undang-undang.

Tim Reformasi Hukum Proyek PesisirIrwandi IdrisM. Eko RudiantoSapta PutraRaja Pasar ibuSyofyan HasanAndreas D. PatriaAdi WiyanaJason PatlisAhmad HuseinWilson SiahaanKun S. Hidayat

Page 25: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

viii

enteri Kelautan dan Perikanan membentuk Panitia Perumus untuk menyusunNaskah Akademik dan Rancangan Undang-Undang Pengelolaan WilayahPesisir (RUU PWP) pada bulan Desember 2000. Penyusunan Undang-Undang ini bertujuan untuk:

a. Mencegah kerusakan lebih lanjut sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil yangdisebabkan oleh berbagai kegiatan pembangunan, dan meningkatkan hasilpembangunan bagi kemaslahatan masyarakat dengan memperhatikan kelestariansumberdaya alamnya.

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil yang sebagianbesar masih berada dalam kondisi kemiskinan akibat produktivitas sumberdaya yangsemakin menurun dan laju kerusakan lingkungan yang semakin meningkat.

c. Mengatasi permasalahan ketidakjelasan kepemilikan dan pengusahaan sumberdayapesisir dan pulau-pulau kecil, serta permasalahan ketidakpastian hukum yangmelindungi masyarakat dan dunia usaha.

d. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai salahsatu sektor riil yang potensial dan belum tergarap dengan optimal agar negara ini segeramampu keluar dari krisis multidimensi.

Adalah suatu keharusan untuk melakukan konsultasi publik secara memadai dalam setiappembuatan peraturan perundangan, karena konsultasi publik merupakan suatu prosesyang sangat penting yang memberikan berbagai manfaat, di antaranya adalah: (i)memberikan informasi kepada publik tentang akan dibuatnya suatu peraturan perundanganbaru – meningkatkan kesadaran masyarakat; (ii) memberikan masukan dan umpan balikdari masyarakat kepada pemerintah dan lembaga legislatif – meningkatkan mutukeputusan yang diambil; (iii) proses konsultasi bisa menghindari, atau paling tidakmengurangi, potensi konflik antarpemangku kepentingan; (iv) produk aturan hukum yangdihasilkan melalui konsultasi publik yang memadai akan lebih bertanggung-gugat(accountable); dan (v) produk aturan hukum yang dihasilkan melalui konsultasi publiksecara luas akan memiliki kesempatan lebih besar untuk dapat diimplementasikan secaralebih efektif.

Dengan alasan-alasan di atas, disusunlah strategi konsultasi publik tiga jalur untukperancangan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir. Jalur pertama adalah jalurformal (jalur resmi), yaitu Tim Kecil yang dibentuk oleh DKP, bekerjasama dengan mitraterkait, melakukan konsultasi-konsultasi publik nasional dan regional untuk menjaringmasukan-masukan dari publik. Jalur kedua adalah jalur informal atau jalur konstituen,yaitu jalur yang bisa dimanfaatkan oleh kontituen apapun termasuk ORNOP, perguruantinggi, dunia usaha, tokoh masyarakat, dan partai politik untuk membantu melaksanakankonsultasi publik di antara anggota masyarakat di seluruh Indonesia. Proses ini bisaberjalan selama beberapa bulan. Jalur terakhir adalah jalur media massa untukmeningkatkan kesadaran masyarakat melalui televisi, media cetak, dan radio. Ketigajalur ini berjalan secara paralel, saling melengkapi dan saling memberikan umpan balik.

M

Ringkasan

Page 26: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

1

ada tanggal 19 Desember 2000, Menteri Kelautan dan Perikanan membentukpanitia penyusunan (selanjutnya disebut Tim Kecil) Naskah Akademik (NA)dan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Wilayah Pesisir. Susunankeanggotaan Tim Kecil telah mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan.Susunan Tim Kecil saat ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penyusunan NA dan RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan merupakan upaya untukmencapai tujuan berikut:a. Mencegah kerusakan lebih lanjut sumberdaya pesisir yang disebabkan oleh berbagai

kegiatan pembangunan, dan meningkatkan hasil pembangunan bagi kemaslahatanmasyarakat dengan memperhatikan kelestarian sumberdaya alamnya.

b. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir sebagian besar masih berada dalamkondisi kemiskinan akibat produktivitas sumberdaya yang semakin menurun dan lajukerusakan lingkungan yang semakin meningkat.

c. Mengatasi permasalahan ketidakjelasan kepemilikan dan pengusahaan sumberdayapesisir serta permasalahan ketidakpastian hukum yang melindungi masyarakat dandunia usaha.

d. Mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya pesisir sebagai salah satu sektor riil yangpotensial dan belum tergarap dengan optimal agar negara ini segera mampu keluardari krisis multidimensi.

Naskah Akademik diselesaikan oleh Tim Kecil (yang terdiri dari unsur perguruan tinggi,organisasi nonpemerintah, dan pemerintah) pada bulan Nopember 2001, atau hampirsatu tahun setelah Tim Kecil dibentuk oleh Menteri. Draft awal dan draft akhir NAdikonsultasikan secara publik di tiga wilayah, yaitu Sulawesi Utara, Kalimantan Timur,dan Lampung. NA juga dikonsultasikan lewat dunia maya melalui internet. Sebelumditerbitkan dalam bentuk final, draft akhir NA dikaji oleh Tim Pakar di Jakarta.

NA merupakan kajian komprehensif mengenai kondisi dan status sumberdaya pesisir diIndonesia dan peraturan perundangan yang mengaturnya, dan membahas prinsip-prinsipdan tujuan undang-undang (UU) yang akan dilahirkan, serta mekanisme yang perlu diatur.NA mengetengahkan pilihan-pilihan pemecahan berbagai persoalan pengelolaan wilayahpesisir dan memberikan alasan-alasan untuk pilihan-pilihan yang direkomendasikan.Terakhhir, NA memuat ringkasan dari komentar dan masukan-masukan yang diperolehmelalui konsultasi publik dan Internet. NA dapat di-“download” dari situs web DepartemenKelautan dan Perikanan (DKP), dan dapat diperoleh dalam bentuk CD-ROM atau “hard-copy” dari Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, DKP.

1Pendahuluan

P

Page 27: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

2

Setelah NA diserahkan ke Sekretariat Negara (Setneg) dan Setneg memberikan lampuhijau kepada DKP untuk memulai penyusunan RUU pada awal tahun 2002, penyusunanmateri RUU segera dimulai. Tim Kecil dapat menyelesaikan preliminiary draft pertamadengan segera dan hasilnya telah dikonsultasikan secara publik, di antaranya: (a)Konsultasi Hotel Millenium (Kebon Sirih) I selama dua hari pada tanggal 1-2 April 2002yang menghadirkan para penggiat dan penggagas dari berbagai kelompok organisasinonpemerintah (ORNOP) baik lokal, nasional, maupun internasional, yang mempunyaikepentingan terhadap pengelolaan sumberdaya pesisir; (b) Konsultasi Kebon Sirih II padatanggal 8 April 2002 yang dihadiri oleh peserta dari dunia usaha, yang memiliki ruanggerak di seluruh wilayah pesisir dan perairan nusantara; (c) Konsultasi Lembang pada10–12 April 2002 yang dihadiri oleh perwakilan–perwakilan ORNOP, dunia usaha, sertaPemerintah dan Pemerintah Daerah; dan (d) Konsultasi Sulawesi Utara secara informalantara lain dengan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, organisasi nonpemerintah,DPRD Kabupaten Minahasa, dan masyarakat Desa Talise; (e) Konsultasi Bali pada tanggal20 Mei 2002 yang dihadiri oleh unsur Pemerintah, Pemerintah Daerah, anggota DPR,anggota DPRD dari 5 (lima) daerah, kalangan akademisi, ORNOP, dan dunia usaha.Notulensi dari setiap pertemuan dapat di-“download” dari situs web DKP atau diperolehdalam bentuk CD-ROM atau “hardcopy” dari Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-PulauKecil.

Untuk proses ke depan hingga disahkannya RUU ini, DKP sebagai pemrakarsa RUUmerasa perlu untuk bekerjasama dengan banyak mitra, antara lain Yayasan KEHATI,Yayasan AMAN, Yayasan Telapak, IMA, dan USAID melalui Proyek Pesisir guna menyusunsuatu strategi konsultasi publik agar komentar dan masukan dari publik dapat dijaringsecara lebih sistematis dan komprehensif.

Page 28: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

3

dalah suatu keharusan untuk melakukan konsultasi publik secara memadaidalam setiap pembuatan peraturan perundangan, karena konsultasi publikmerupakan suatu proses yang sangat penting yang memberikan berbagaimanfaat, di antaranya adalah: (1) memberikan informasi kepada publik tentangakan dibuatnya suatu peraturan perundangan baru – meningkatkan kesadaran

masyarakat; (2) memberikan masukan dan umpan balik dari masyarakat kepadapemerintah dan lembaga legislatif – meningkatkan mutu keputusan yang diambil; (3)proses konsultasi bisa menghindari, atau paling tidak mengurangi, potensi konflik antarpemangku kepentingan; (4) produk aturan hukum yang dihasilkan melalui konsultasi publikyang memadai akan lebih bertanggung-gugat (accountable); dan (5) produk aturan hukumyang dihasilkan melalui konsultasi publik secara luas akan memiliki kesempatan lebihbesar untuk dapat diimplementasikan secara lebih efektif.

Di Indonesia, konsultasi publik merupakan sebuah hal yang diamanatkan dalam prosespenyusunan RUU. Meskipun demikian, penyelenggaraan konsultasi publik tersebut belumdiatur secara memadai oleh peraturan perundangan yang ada. Sampai saat ini, belumada pengaturan yang baku tentang penyelenggaraan konsultasi publik dalam penyusunanUU sehingga prosesnya masih perlu dibangun.

Pada masa Orde Baru, acuan pihak pemerintah dalam pembentukan undang-undangmerujuk kepada Inpres No. 15 Tahun 1970. Pada masa pasca Orde Baru diterbitkanKeppres No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Mempersiapkan RUU. Dalam erareformasi yang sangat diwarnai upaya demokratisasi, semua acuan dalam prosespembentukan undang-undang tersebut dirasakan tidak cukup lagi memberikan ruangbagi konsultasi publik, terutama karena:a. Otoritas bertumpu pada pihak Pemerintah tanpa adanya keharusan bagi pelibatan

masyarakat;b. DPR dianggap sepenuhnya merepresentasikan masyarakat luas.

Memang terdapat kasus-kasus aspirasi masyarakat yang disalurkan melalui pihakPemerintah maupun DPR, namun hal itu dilakukan secara sukarela dan bersifat insidentalbelaka — tanpa adanya rujukan hukum positif yang mengharuskan penyelenggaraankonsultasi publik dalam pembentukan undang-undang. Referensi bagi pelibatanmasyarakat antara lain adalah PP No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak danKewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.

Dengan latar belakang seperti itulah, DKP sebagai pemrakarsa UU merasa perlu untukbekerjasama dengan para mitra guna menyusun strategi konsultasi publik khusus untukRUU ini agar bisa menampung aspirasi dan mengakomodasi kepentingan seluruh

2Mengapa Perlu Konsultasi Publik

A

Page 29: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

4

pemangku kepentingan (stakeholders) yang bergerak di wilayah pesisir, dab membantumengawal proses penyusunan dan pengesahan RUU dari awal hingga akhir. Dengandemikian diharapkan produk akhir dari proses ini adalah UU yang benar-benar merupakankonsensus nasional untuk pengelolaan sumberdaya pesisir yang berkelanjutan danberkeadilan.

Strategi konsultasi publik yang dibangun harus merupakan pendekatan yang bersifatholistik yang menekankan pentingnya kemitraan (partnership), berorientasi kepada hasilnyata yang ingin dicapai di lapangan, serta mampu menciptakan ‘rasa memiliki’ dari parapemangku kepentingan terhadap aturan hukum yang disepakati. Siapa pun tidak akanbisa menjawab permasalahan pengelolaan sumberdaya sendiri-sendiri karenapermasalahan sumberdaya pesisir adalah permasalahan bersama yang hanya bisadipecahkan secara bersama pula. Dengan demikian, suatu kemitraan dan partisipasiyang aktif dan efektif perlu dibangun dari kalangan pemerintah, organisasi non pemerintah,perguruan tinggi, masyarakat lokal, dan dunia usaha, melalui sebuah proses konsultasiyang intensif. Lewat proses ini, kita akan dapat memahami bahwa sebuah aturan hukumpada dasarnya adalah formulasi kesepakatan masyarakat demokratis untuk mengaturkepentingan bersama.

A. Pengertian Konsultasi Publik

Konsultasi publik adalah suatu mekanisme peran serta yang memadukan berbagaiaspirasi. Kegiatan ini merupakan suatu cara agar berbagai kelompok sosial ekonomidalam suatu sektor atau daerah diberdayakan dan dapat mengembangkankemampuannya untuk memainkan peran yang aktif dan dinamis dalam prosespengambilan keputusan dan perumusan kebijakan pembangunan atau aturan hukumyang secara langsung atau tidak langsung akan berpengaruh kepada kehidupan mereka.Di samping itu, masyarakat dapat ikut mengawasi dan mengevaluasi alternatif tindakanyang bisa dilakukan dalam rangka pengelolaan sumberdaya alam secara berkelanjutandan berkeadilan. (Proposal KEHATI untuk konsultasi publik RUU PSDA).

Agar konsultasi publik memperoleh hasil yang diharapkan, beberapa hal penting mestidipenuhi. Pertama, publik atau masyarakat harus memiliki akses kepada para pembuatkeputusan. Kedua, publik harus memiliki kesempatan memadai untuk berperan-sertadalam pembuatan keputusan atau aturan hukum. Publik harus merasa bebas untukmemberikan komentar dan masukan-masukan mereka secara aktif dan murni (genuine)dalam keseluruhan proses pengambilan keputusan. Ketiga, para pembuat keputusanatau inisiator peraturan perundangan harus bersedia untuk belajar dari masyarakat. Merekaharus memberikan tanggapan secara memadai terhadap komentar dan masukan daripublik. Terhadap masukan-masukan publik yang tidak bisa diakomodasikan dalam aturanhukum yang dibuat, para pembuat keputusan hendaknya memberikan penjelasan-penjelasan secukupnya kepada publik. Keempat, hasil dari setiap proses konsultasi publikharus didokumentasikan secara cermat dalam bentuk notulensi konsultasi publik. Notulensikonsultasi publik ini merupakan dokumen publik (public record) yang menggambarkansuatu proses yang bertanggung-gugat (accountable process).

B. Peran Serta Pemangku Kepentingan (Stakeholders)

Dalam konteks RUU Pengelolaan Pesisir, pengembangan proses konsultasi publik tersebut

Page 30: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

5

perlu dilakukan secara bersama. Artinya, selain para pemrakarsa RUU, proses penyusunanstrategi konsultasi publik RUU ini harus pula melibatkan para pemangku kepentinganterkait yang berkepentingan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir secara luas.Pemerintah dan DPR, selaku pihak yang memegang otoritas konstitusional dalampembuatan UU, harus menyediakan ruang yang memadai kepada publik untuk berperanserta dalam proses perancangan UU lewat sebuah proses konsultasi yang transparandan efektif.

C. Arti Peran Serta Publik dalam Proses Penyusunan RUU

Sejalan dengan upaya menciptakan tata-kelola pemerintahan yang bagus (good gover-nance) di Indonesia, proses penyusunan RUU Wilayah Pesisir hendaknya memenuhikaidah-kaidah yang akan membantu terciptanya good governance tersebut, di antaranyaadalah: (a) melibatkan semua pemangku kepentingan terkait (inklusif); (b) bersifat terbukaatau transparan; dan (c) bertanggung-gugat (accountable).

UU Pengelolaan Wilayah Pesisir harus merupakan kesepakatan pengaturan yangdiputuskan oleh para pemangku kepentingan. Hanya dengan cara demikianlah diperolehlegitimasi publik yang sebenarnya, sehingga UU yang dihasilkan benar-benar dapatdiimplementasikan di lapangan. Apabila proses pelibatan publik tidak dilakukan secaramemadai, dikhawatirkan UU yang dihasilkan akan mengundang resistensi dari masyarakatluas serta terjadinya konflik antaraturan hukum, antarlembaga (sektoral), danantarkompetensi (di lapangan).

Proses pelibatan publik secara memadai dalam perancangan UU Pengelolaan WilayahPesisir akan membantu terwujudnya produk aturan hukum berupa UU yang memenuhitiga unsur sekaligus, yakni unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis. UU yang dihasilkanakan berlandaskan pada: (a) cita-cita pemenuhan rasa keadilan—sehingga memenuhiunsur filosofis dari suatu UU; (b) aspirasi dan nilai-nilai sosial budaya masyarakat—sehingga memenuhi unsur sosiologis dari suatu UU; dan (c) penghargaan yang tinggiterhadap supremasi dan kepastian hukum—sehingga memenuhi unsur yuridis dari suatuUU.

Page 31: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

6

erikut adalah pihak-pihak dari unsur pemerintah, organisasi nonpemerintah,dunia usaha, perguruan tinggi, media massa, dan pimpinan organisasi massa,yang telah teridentif ikasi sebagai pemangku kepentingan dan perluberpartisipasi dalam konsultasi publik RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir. Tidaktertutup kemungkinan masih ada pihak penting lainnya yang belum

teridentifikasi sampai saat ini. Daftar di bawah masih bisa berkembang apabila kelakpihak-pihak lain yang perlu untuk berpartisipasi dalam proses konsultasi publik RUU initeridentifikasi .

Pemerintah• Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah (DPOD)• Departemen Keuangan• Departemen Kehutanan• Departemen Kelautan dan Perikanan• Departemen Pertambangan• Departemen Pertanian• Departemen Perhubungan• Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah• Departemen Kehakiman dan HAM• Kementerian Lingkungan Hidup• Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet• Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut• Kejaksaan• Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)• Badan Pertanahan Nasional (BPN)• Badan Koordinasi Survei Pertanahan Nasional (Bakosurtanal)• Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi (BPPT)• Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Pemerintah Daer ah• Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota (yang memiliki pesisir)• Perwakilan instansi pusat di daerah• Asosiasi Gubernur• Asosiasi Bupati/Walikotamadya

3Identifikasi Pihak yang PerluBerperan Serta dalam KonsultasiPublik

B

Page 32: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

7

DPR• Komisi III• Fraksi-fraksi

DPRD (Propinsi, Kabupaten/Kotamadya)• Komisi terkait dengan Sumber Daya Alam/SDA (setara dengan Komisi-Komisi DPR di

atas)• Sekretariat Dewan

Organisasi Masa/Masyarakat• Tokoh informal• Para opinion makers• Tokoh adat• Tokoh agama• Ahli SDA lokal

Perguruan Tinggi• Pusat Studi Lingkungan• Fakultas yang terkait dengan SDA• Organisasi mahasiswa peduli lingkungan dan SDA

Pakar• Pakar dari perguruan tinggi maupun yang bukan• Kelompok keilmuan terkait dengan SDA (sosiologi, tenurial, dll)

Kelompok Profesi• Asosiasi terkait dengan SDA• Kelompok buruh• Dunia usaha (di bidang yang terkait dengan SDA, baik skala kecil, menengah maupun

besar, domestik maupun asing)

Pegiat Ornop dan Jaringan• Lingkungan• HAM• Petani• Perempuan• Masyarakat adat• Buah-kebun (SDA)

Kalangan Pers• Media cetak• Media elektronik• Internet• Kolumnis (selaku opinion maker)

Page 33: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

8

Pihak-Pihak Lain• Lembaga penelitian (lokal/nasional dan internasional)• Kelompok ormas dan kepemudaan• Organisasi keagamaan• Pihak-pihak lain yang kelak teridentifikasi sebagai pihak yang harus dilibatkan dalam

perancangan UU wilayah pesisir.

Page 34: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

9

erdapat berbagai kepentingan yang terkait dengan sumberdaya pesisir danpulau-pulau kecil. Ada kepentingan yang sejalan dengan prinsip pengelolaandan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan, namun ada pula yanghanya mengutamakan keuntungan maksimal jangka pendek pemanfaatansumberdaya tanpa mempertimbangkan kelestariannya. Agar produk akhir UU

yang disahkan memenuhi prinsip pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya pesisirsecara berkelanjutan, keseluruhan proses penyusunan dan pengesahan UU ini perludikawal secara ketat oleh para pemangku kepentingan beserta konstituennya dari awalhingga akhir.

Dengan alasan tersebut di atas, perlu diciptakan strategi komunikasi dan konsultasi publikmultijalur, yakni jalur resmi, jalur kolaborator/konstituen, dan jalur media massa. Ketigajalur komunikasi dan konsultasi publik ini diharapkan dapat berjalan dengan baik dansaling mengisi dan melengkapi, sehingga produk akhir UU Pengelolaan Wilayah Pesisirakan menjadi produk hukum yang dapat berperan secara signifikan dalam pemanfaatansecara lestari sumberdaya pesisir dan kelautan di negeri ini.

Pada akhir tahun kalender 2002, draft RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir diharapkantelah selesai dan siap disampaikan ke DPR. Untuk mencapai target tersebut, perludiadakan konsultasi publik secara intensif dari saat ini hingga akhir tahun kalender 2002.

A. Jalur Resmi

Yang dimaksud jalur resmi di sini adalah jalur penyusunan RUU yang mengikuti peraturanperundangan yang sudah ada. Jalur ini dimulai dengan penyusunan draft NaskahAkademik dan diikuti penyusunan RUU oleh Tim Kecil yang dibentuk oleh DKP, yanganggotanya mewakili berbagai unsur termasuk pemerintah, perguruan tinggi, organisasinonpemerintah, dan dunia usaha. Partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan (unsurpemerintah, perguruan tinggi, organisasi nonpemerintah, parpol dan DPRD, organisasimasyarakat, dan dunia usaha) tidak terbatas pada diskusi intensif di dalam Tim Kecil,namun juga dalam konsultasi-konsultasi publik nasional dan regional yang diadakan untukmenjaring masukan-masukan dari publik.

Untuk proses ke depan, melalui jalur ini akan diadakan satu seri konsultasiantardepartemen di Jakarta dan konsultasi regional di 12 (dua belas) wilayah sertakonsultasi dengan DPR. Konsultasi publik di wilayah-wilayah tersebut diharapkan bisamemperoleh masukan yang mewakili aspirasi lokal di seluruh Indonesia. Adapun kriteriayang menjadi pertimbangan dalam pemilihan lokasi pelaksanaan konsultasi publik meliputi:

4Mengembangkan Strategi

Konsultasi Publik Tiga Jalur

T

Page 35: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

10

• Daerah yang memiliki banyak kekayaan sumberdaya pesisir• Frekwensi terjadinya dan tingkat keseriusan konflik kepentingan antarpihak dalam

pemanfaatan sumberdaya pesisir• Tingkat ancaman kerusakan sumberdaya pesisir dan lautan• Kapasitas lembaga lokal/jaringan pendukung pelaksana konsultasi publik yang

sumberdaya pesisir dan lautannya memadai• Solid tidaknya forum pemangku kepentingan yang ada di tempat tersebut

Penyelenggaraan konsultasi publik melalui jalur resmi dikoordinasikan oleh Tim KecilDKP dan dibiayai dengan dana yang tersedia untuk penyusunan RUU ini. Pelaksanaankonsutasi publik regional dibantu oleh Panitia Daerah yang terdiri dari unsur Pemda,perguruan tinggi, dan ORNOP. Selain itu ada tiga konsultasi publik tingkat regional yangpelaksanaannya akan dibantu oleh Indonesian Coastal University Network (INCUNE),yaitu konsultasi publik di Bogor untuk wilayah Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta,konsultasi publik di Surabaya untuk wilayah Jawa Timur, dan konsultasi publik di Padanguntuk wilayah Sumatera Barat. Berikut adalah jadwal tentatif pelaksanaan konsultasi publiklewat jalur resmi.

Jadwal Tentatif Konsultasi Publik RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir Melalui Jalur Resmi

B. Jalur Kolaborator/Konstituen

Selain melalui jalur formal, konsultasi publik RUU juga akan dilakukan secara paraleloleh kolaborator/konstituen yang memiliki kepedulian terhadap wilayah pesisir. Adabeberapa institusi/jaringan, yang secara logis karena kepentingannya, mestinya tertarikuntuk melakukan konsultasi publik di dalam jaringannya atau konstituennya sendiri.Konsultasi publik melalui jalur ini diprakarsai oleh para kolaborator dan mereka dapatmenghimpun dana sendiri. Tim Kecil akan menyediakan materi dan narasumber yangdiperlukan. Peserta konsultasi publik yang diselenggarakan oleh kolaborator ini adalahkonstituen atau kelompok para kolaborator. Materi yang dibahas kemungkinan dibatasi

Konsultasi Regional- Lampung- Balikpapan- Semarang- Manado- Makasar- Mataram- Medan- Pont ianak- Biak- Surabaya- Bogor- Padang

Konsultasi Antar-Dep- Antar-Dep 1- Antar-Dep 2- Antar-Dep 3- Antar-Dep 4

Tim KecilTim KecilTim KecilTim KecilTim Kecil

Tim KecilTim KecilTim KecilTim KecilINCUNEINCUNEINCUNE

Tim KecilTim KecilTim Kecil

Kordinasi Juli Agustus Sept. Okt.

Page 36: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

11

pada materi-materi yang relevan terhadap kepentingan mereka sendiri. Konsultasi publiklewat jalur ini dapat dilakukan hingga proses pembahasan akhir RUU sebelum RUUtersebut disahkan menjadi UU.

Konstituen/kolaborator yang telah teridentifikasi oleh Tim Kecil adalah sebagaiberikut:

Pemerintah• Pemerintah Daerah• Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI)• Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI)• Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPI)• Dewan Maritim Indonesia (DMI)

Organisasi Non Pemerintah (ORNOP)• Aliansi Masyarakan Adat Nusantara (AMAN)• KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan)• Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)• JARING PELA• Aliansi Pemantau Kebijakan Sumberdaya Alam (APKSA)• Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)• Yayasan Keaneragaman Hayati (KEHATI)• Bina Nelayan• International Marine Alliance (IMA)• Indonesian Network of Coastal Management (INCOM)• TOGEAN

Asosiasi• Indonesian Marine Journalists Association (IMJA)• Asosiasi Koral Kerang dan Ikan-hias Indonesia (AKKII)• Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI)• Asosiasi Budidaya Ikan Indonesia (ASBUDI)• Komunikasi Wartawan Kelautan dan Perikanan (KOMUNIKAN)

Perguruan Tinggi• ndonesian Coastal University Network (INCUNE)

Parpol• Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)• Partai Golongan Karya (Golkar)• Partai Persatuan Pembangunan (PPP)• Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)• Partai Amanat Nasional (PAN)• Partai Keadilan (PK)

Di antara para kolaborator potensial yang telah teridentif ikasi di atas, beberapa telahmenyatakan minat untuk melakukan konsultasi publik lewat jalur ini. Tabel di bawah

Page 37: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

12

menampilkan kolaborator yang telah menyatakan minat untuk melakukan konsultasi publikberikut jadwal konsultasi publik yang akan mereka lakukan dalam waktu dekat. Masihbanyak institusi/jaringan lain yang mungkin sekali akan tertarik melakukan hal yang sama.Untuk itu Tim Kecil akan mengadakan pendekatan untuk memperoleh komitmen merekamenyelenggarakan konsultasi publik lewat jalur ini bagi konstituen mereka. MenteriKelautan dan Perikanan juga akan mengirim surat kepada mereka untuk bekerja samadalam melakukan konsultasi publik RUU. Naskah ini akan disebarluaskan kepada merekasemua. Bagi pihak-pihak yang tertarik dipersilakan menghubungi Direktur Bina Pesisir,Departemen Kelautan dan Perikanan.

C. Jalur Media M assa

Media massa, baik cetak maupun elektronik, hendaknya mengambil berperan pentingdalam konsultasi publik penyusunan RUU Wilayah Pesisir. Pihak pemrakarsa RUU dapatmenyampaikan berbagai informasi mengenai RUU ini melaui media massa. Pemrakarsaperlu meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai permasalahan-permasalahanwilayah pesisir dan alasan mengapa diperlukan UU baru yang khusus mengaturpengelolaan wilayah pesisir. Para pemangku kepentingan wilayah pesisir dan kelautanjuga dapat menyampaikan opini mengenai RUU melalui jalur ini. Namun tidak kalahpentingnya, pihak media masa sendiri dirangsang untuk berperan aktif dan proaktif dalammemberikan masukan bagi penyusunan RUU.

Berbagai alternatif jalur media massa akan diambil untuk membantu melakukan konsultasipublik secara luas. Alternatif yang telah teridentifikasi adalah sebagai berikut:

Forum tatap muka (formal maupun informal – mengikuti KP regional dan nasional), seperti:• Seminar• Diskusi• Lokakarya/Rapat Kerja (instansi dan interdepartemen)• Public Meeting/Public Hearing• Temu kampung

Jadwal Tentatif Konsultasi Publik melalui Jalur Kolaborator/Konstituen

Yayasan Aman- Sum-Tim- Sum-Bar- Sul-Teng- Sul-Tra- Mal-Tra- Y Warpn- Lombok- FloresJar ing Pela- Aceh- JambiYayasan KEHATI- Biak- Kalsel- Surabaya

Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Page 38: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

13

Media massa• Cetak: iklan layanan masyarakat, suplemen, berita/artikel, dsb• Elektronik: televisi dan radio (berupa: ad-lips, news, features, talkshow , jajak pendapat,

dsb.)• Internet: web dan mailing list (termasuk jajak pendapat on-line)

Media khusus (untuk kampanye/diseminasi), seperti:• Brosur, leaflet, booklet , poster, dsb• Korespondensi (pos, faksimili, e-mail)

Aktivitas lainnya• Lobby (kunjungan)• Press release dan press conference (mengikuti KP regional dan nasional)• Interview (terhadap key peoples/groups)• Menyebarkan kuesioner untuk survei, angket, dll.

Berikut adalah jadwal tentatif sosialisasi/konsultasi publik melalui jalur media massayang telah direncanakan oleh Tim Kecil.

Jadwal Tentatif Konsultasi Publik/Sosialisasi RUU melalui Jalur Media Massa

Media Cetak- konp pers- iklan layan- supplemen- artikel adv- artikel opini- kunjungan-poster, brosMedia Elek tronik- ad-lips- berita- feature- talkshowInternet- website- Mailing list

Juli Agustus September

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Page 39: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

14

erencanaan strategi konsultasi publik tiga jalur dikoordinasikan oleh Tim Keciltingkat nasional yang terdiri atas dua subtim, yakni Subtim Komunikasi danKonsultasi, dan Subtim Penyusun materi RUU. Subtim Komunikasi danKonsultasi bertugas mengelola arus informasi antartiga jalur konsultasi publikdan dan arus informasi internal jalur formal. Subtim Penyusun, yang menerima

masukan dan umpan balik dari Subtim Komunikasi dan Konsultasi serta dari pihaklain, mengadakan revisi draft RUU satu bulan sekali. Dalam penyelenggaraankonsultasi publik, Tim Kecil akan banyak dibantu oleh berbagai mitra baik di tingkatnasional maupun lokal, terutama oleh Pemerintah Daerah, ORNOP tingkat nasionaldan lokal, serta perguruan tinggi. Berikut organisasi pelaksanaan strategi konsultasi:

5Organisasi Pelaksanaan

POrganisasi Penyelenggara Konsultasi Publik RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir

Page 40: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

15

A. Komunikasi I nternal Jalur Formal

ekretariat Tim Kecil bertanggung jawab atas pendokumentasian komentar danmasukan yang diperoleh malalui jalur formal dari konsultasi publik yangdilakukan di tingkat regional, nasional, maupun konsultasi antardepartemen.Pendokumentasian komentar dan masukan dari jalur ini perlu dilakukan secaracermat agar dapat dimanfaatkan oleh Tim Kecil untuk merevisi draft RUU.

Dalam hal konsultasi publik yang dilakukan di t ingkat nasional dan konsultasiantardepartemen, Sekretariat Tim Kecil bertanggung jawab secara langsung dalampenyusunan notulensi konsultasi. Dalam hal konsultasi publik yang dilaksanakan di tingkatregional, Sekretariat Tim Kecil akan dibantu oleh Panitia Pelaksana Daerah dalammenyusun notulensi konsultasi publik. Seluruh notulensi konsultasi publik lewat jalur formalakan disampaikan oleh Sekretariat Tim Kecil kepada Tim Kecil secara reguler minimalsebulan sekali.

B. Komunikasi Antar Jalur

Para kolaborator konsultasi publik yang melakukan konsultasi publik dengan konstituennyamasing-masing, selain diharapkan untuk melakukan konsultasi publik dengan dana yangdihimpun sendiri, juga diharapkan untuk merumuskan hasil konsultasi publiknya dalambentuk notulensi konsultasi publik. Para kolaborator diharapkan untuk menyampaikannotulensi konsultasi publik ini kepada Sekretariat Tim Kecil yang selanjutnya akanmenyampaikannya kepada Tim Kecil. Dalam hal masukan yang datang dari individu ataukelompok di luar kegiatan konsultasi publik (termasuk masukan yang disampaikan lewatmedia massa), tanggung jawab pendokumentasiannya ada pada Sekretariat Tim Kecil.

C. Mekanisme Pendokumentasian

Mekanisme pendokumentasian menempatkan Sekretariat Tim Kecil sebagai sentra alurkomunikasi baik dari jalur internal maupun eksternal. Sekretariat Tim Kecil berperanmenerima, mengkompilasi, meneruskan, dan atau menyajikan hasil dokumentasi kepadapihak-pihak yang berwenang (Tim Kecil dan/atau Pusat Informasi DKP - Pusinfo DKP).

Dalam hal kegiatan konsultasi publik regional, peran pendokumentasian konsultasi publikada di tangan Panitia Pelaksana Daerah melalui Sekretariat yang bersangkutan atauperangkat lain yang ditunjuk khusus oleh Panitia Pelaksana Daerah. Dalam hal kegiatan

6Mekanisme Integrasi Masukan

Publik dalam Penyusunan RUU;Jalur dan Protokol Komunikasi

S

Page 41: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

16

konsultasi publik yang dilakukan para kolaborator untuk konstituennya, peranpendokumentasian dilakukan melalui Sekretariat lembaga/kolaborator yang mengadakankonsultasi atau perangkat lain yang ditunjuk khusus oleh lembaga tersebut. Hasilpendokumentasian tersebut seluruhnya diteruskan kepada Sekretariat Tim Kecil. Masukandari individu dan kelompok di luar kegiatan konsultasi publik dapat diteruskan langsungkepada Sekretariat Tim Kecil.

Seluruh bentuk dokumentasi dari masukan dan komentar yang disebutkan di atas dibuatdalam bentuk dokumen hard copy. Penggunaan fasilitas seperti faksimili dan e-maildimungkinkan untuk pemberitahuan awal atau keperluan mendesak, namun dengan syaratdokumen hard copy yang dimaksud tetap harus dikirimkan kemudian.

D. Sistem Penyaj ian Informasi dan Media

Untuk memudahkan pendataan, kompilasi, dan penyusunan pendokumentasian,dibutuhkan sebuah sistem penyajian baku bagi setiap jalur komunikasi. Dokumentasidan informasi dari konsultasi antardepartemen, konsultasi publik nasional dan regional,baik yang dilakukan lewat jalur formal maupun kolaborator hendaknya mencakup butir-butir sebagai berikut: a) Nama Kegiatan; b) Waktu dan Tempat Kegiatan; c) PelaksanaKegiatan; d) Jumlah Peserta Pria dan Wanita; e) Jadwal Acara; f) Pembicara; g) NotulensiKonsultasi Per Komisi; dan h) Notulensi berikut Daftar Komentar dan Masukan HasilKonsultasi. Lembar dokumen tersebut ditandangani oleh Sekretariat Tim Kecil (dalamhal konsultasi nasional dan antardepartemen), atau Panitia Pelaksana Daerah (dalamhal konsultasi regional), atau Ketua Panitia atau Lembaga kolaborator yang mengadakankonsultasi.

Berbagai masukan dari masing-masing jalur konsultasi publik akan dihimpun olehSekreketariat Tim Kecil. Sekretariat Tim Kecil akan menyampaikan masukan-masukanini kepada Tim Kecil dan Tim Kecil akan mengadakan pertemuan minimal sebulan sekaliuntuk membahas masukan-masukan ini. Diperkirakan akan ada masukan-masukan yangdapat diakomodasi ke dalam RUU, namun juga ada masukan-masukan yang t idak dapatdimasukkan ke dalam RUU.

Draft RUU yang direvisi setiap bulan akan disajikan/di-upload dalam situs web DKP. Tidakmenutup kemungkinan, penyajian masukan dan komentar secara regular itu dilakukanlewat media siaran pers atau kegiatan publik lainnya yang transparan.

Page 42: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

17

Lampiran 1

Page 43: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

i

Case StudyA Public Consultation Strategyfor Developing National Laws

Team of Editors:Irwandi IdrisM. Eko RudiantoSapta PutraRaja PasaribuSyofyan HasanAndreas D. PatriaAdi WiyanaJason Patl isAhmad HuseinWilson SiahaanKun S. Hidayat

Coastal Legal Reform SeriesCoastal Resources Management Program Collections 1997 - 2003

Page 44: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

ii

Case StudyA Public Consultation Strategyfor Developing National Laws

Team of Editors:Irwandi IdrisM. Eko RudiantoSapta PutraRaja PasaribuSyofyan HasanAndreas D. PatriaAdi WiyanaJason PatlisAhmad HuseinWilson SiahaanKun S. Hidayat

Citation : Idris, I ., M.E. Rudianto, S. Putra, R. Pasaribu, S. Hasan, A.D. Patria, A. Wiyana, J.Patlis, A. Husein, W. Siahaan, K.S. Hidayat. 2003. Case Study A PublicConsultation Strategy for Developing National Laws, dalam Koleksi DokumenProyek Pesisir 1997-2003, Seri Reformasi Hukum, M. Knight, S. Tighe (editor),Coastal Resources Center, University of Rhode Island, Narragansett, Rhode Island,USA.

Printed in Jakarta, Indonesia 2003

This publication was possible due to the good cooperation between the Ministry of Marine Affairs andFisheries and its partners, including the United States Agency for International Development (USAID)through the Coastal Resources Management Project (CRMP) or Proyek Pesisir, the Biodiversity Foundation(Yayasan Keaneragaman Hayati – KEHATI ), the National All iance of Traditional Communities (AliansiMasyarakat Adat Nusantara – AMAN), International Marine A lliance (IMA), Coastal and Marine AffairsNetwork (JARING PELA), TELAPAK, Environmental Forum of Indonesia (Wahana Lingkungan HidupIndonesia – WALHI), Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), and other parties that are too manyto mention but that sti l l played an important role.

Funding for the preparation of this document was provided by the Coastal Resources Management Projectof the USAID-BAPPENAS Natural Resources Management Program.

More details on publication of Proyek Pesisir can be found at www.pesisir .or.idMore details on publication of NRM can be found at www.nrm.or.idMore details on publication of CRC can be found at www.crc.uri. edu.

Cover Photo : Tantyo BangunLayout : Pasus Legowo, Yayak M. Saat

Page 45: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

iii

Table of Contents

Preface vExecutive Summary viii

1. Introduction 1

2. The Importance of Public Consultation 3A. What Public Consultation? 4B. Participation of Stakeholders in Developing A Public 4

Consultation StrategyC. Public Participation in the Law Making Process 4

3. Identification of Stakeholders 6

4. Developing A Three-Track Public Consultation Strategy 9A. The Formal Track 9B. The Constituency Track 10C. The Mass Media Track 11

5. Implementation of the Strategy 13

6. Mechanism for Integrating Inputs into the Law,Communication Channels, and Protocols 14A. Formal Internal Communication Channel 14B. External Communication Channel 14C. Documentation Mechanism 14D. Information Presentation and Media System 15

7. Conclusion 16

Page 46: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

iv

Page 47: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

v

he materials in this Law Reform Series represent part of a cumulative effort inlaw reform and governance in coastal management in Indonesia from 1997-2003. Over these seven years, the United States Agency for InternationalDevelopment (USAID) provided funds to support the Coastal ResourcesManagement Project (CRMP) in a cooperative program with the Indonesia

National Development Planning Agency (BAPPENAS), the Ministry of Marine Affairs andFisheries (MMAF), and regional governments in the Provinces of Lampung, EastKalimantan and North Sulawesi, the City of Balikpapan, and the Districts of PenajamPaser Utara, Pasir and Minahasa, among others. Through this cooperative program, theCRMP engaged in law reform in a variety of ways that integrated lessons learned fromeach part of the program to inform the evolution of new legal and enabling frameworks.

Law itself is one of the foundations of society, and it shapes the behavior and activities ofits citizens. In order to sustain and institutionalize the concepts and activities of coastalmanagement and good governance, the CRMP sought to internalize these concepts andactivities into the fabric of society is through its legal system. Transparent and participatorylegal reform ensures the legitimacy of laws and, as a result, increases the chance of theirimplementation.

Law reform in Indonesia has assumed even greater importance in light of the revolutionin governance that has swept the country since 1998. A series of statutes in 1999 laid theseeds for a democratic form of government and at the same time shifted significantmanagement authority from the central government to regional governments.Governments at all levels –central, provincial, district and village– are developing newlaws and entirely new paradigms of thought to address these two trends. While thechallenges to draft new laws in a new setting are most daunting, the rewards andopportunities are most profound. In Indonesia new laws now are being written that willestablish the legal framework for many years to come.

Especially in the area of coastal management, governance and law reform have seenrapid and profound changes in recent years. The establishment of a new ministry withinthe central government –the Ministry of Marine Affairs and Fisheries– and the establishmentof regional marine jurisdictions for provincial and district governments, create uniqueopportunities to develop new laws and policies regarding coastal management that canhave lasting impacts within the country.

When one thinks of examples of law reform, one may think of the laws themselves.However, law reform is more a process than a product. It is not only the substance of newlaws that is important. Equally important is the process through which laws are conceived,drafted, socialized, enacted and finally implemented. When done in a transparent,participatory and inclusive manner, this process facilitates an evolution in thought as to

Preface

T

Page 48: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

vi

how government and civil society interact with one another in mutual governance. This isthe meaning of true law reform.

The CRMP invested significant resources into law reform at all levels of government andwithin all segments of society. This effort focused on two aspects of law reform: theprocess of developing and implementing new laws as well as the content of the laws.The CRMP helped create new paradigms for public consultations, drafting and negotiating,outreach and public relations that are now serving as models for a range of activities in avariety of regions across Indonesia. In addition, the CRMP helped enact a series of lawsthat have been landmarks in terms of natural resources management in Indonesia.

The CRMP assisted in the enactment of laws at each level of government, includingvillage ordinances, district and provincial laws and a national law that is still pending. Itassisted villages in Lampung and North Sulawesi to develop ordinances for formalizingthe management of their marine protected areas and, more generally, managing theircoastal resources. It assisted the District of Minahasa to develop and enact a law onintegrated community-based coastal management that empowers and guides the districtgovernment as well as villages to undertake new coastal management initiatives. TheCRMP worked with the Province of North Sulawesi through Sam Ratulangi University todevelop and enact a law on coastal management focusing on broader provincial issues.In East Kalimantan, it is engaged with the District of Penajam Paser Utara and the City ofBalikpapan in developing laws for coastal resources governance. The CRMP also assistedthe Ministry of Marine Affairs and Fisheries to draft a law creating a national verticallynested coastal governance system that also encourages horizontal coordination in theregions. On the verge of enactment, this draft law, with the process through which it wasdeveloped, is the first of its kind in Indonesia’s history.

Taken individually, each effort represents a successful example of law being developed ina collaborative, participatory and transparent manner. Each one represents a law that isspecifically tailored to the needs of the jurisdiction for which it is written. Taken collectively,these laws represent something much greater, however. They represent a comprehensive,cohesive approach to law reform that reaches into all aspects of coastal management, atruly integrated, nested system of governance that flows in three directions: from bottomto top, top to bottom and horizontally across the sectors and stakeholders. These effortsalso represent law reform as a living, iterative process that is continually being refinedand improved.

The documents in this series illustrate the breadth and depth of the CRMP’s efforts in lawreform. This Series includes guidebooks, case studies and examples that address notonly the text of enacted laws and regulations, but also the working documents consistingof studies, drafts, minutes of meetings, consultations, press releases, brochures, and soon, which underscore the basic fact that law reform is an interactive, evolving process.

The documents are presented in either Indonesian or English languages, and sometimesin both. Ultimately, most documents will be available in Indonesian. However, at the timeof printing, the translations of some documents were not available. The documents andCDs included in the Series are:1. Case Study: Developing a National Law on Coastal Management2. Case Study: Developing a District Law in Minahasa on Community-Based Integrated

Coastal Management3. Case Study: The Marine Boundary Between the Provinces of South Sumatra and

Bangka-Belitung

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

Page 49: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

vii

T

4. Case Study: A Public Consultation Strategy for Developing National Laws5. Guidebook: Determining Marine Boundaries under Regional Authority Pursuant to

National Law No. 22/19996. Example: The Process of Developing Coastal Resources Management Laws7. Example: Examples from the Development of Coastal Management Laws8. CD-ROM: Selected Documents from the Development of Coastal Management Laws9. CD-ROM: Enactment of a District Law in Minahasa on Community-Based Integrated

Coastal Resources Management

These documents should be read in conjunction with one another, and contain cross-references to each other. In particular, the CD of Selected Documents contains many ofthe supporting documents that were developed or used by the CRMP and its counterparts.The materials in this series represent not only successful models for coastal managementin a decentralized Indonesia, but also models for management of other natural resources,in other governance systems, and in other countries. The issues discussed and challengesfaced in these efforts apply in many other contexts and it is hoped that their availability inthis set will maximize their value.

***

he materials in this case study on developing a national public consultationstrategy for the national coastal resources management law is a translation ofStudi Kasus Konsultasi Publik dalam – Penyusunan Rancangan Undang-Undang published by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries in July 2002.This document served as the guide for development the public consultations

strategy for the draft law. As a result, the material presented here is written in a mannercontemporaneous with that process – it is a prospective, rather than retrospective, docu-ment. Some materials from the Indonesian version have been omitted and additionalmaterials added. The last Chapter is a new addition which did not exist in the Indonesianversion. A detailed chronology of the consultation process appears in the Case Study onDeveloping the National Law on Coastal Management, also published as part of the CRMPLegal Reform Series.

This case study on developing a national public consultation strategy for the nationalcoastal resources management law discusses: (a) the need for a holistic public consultationstrategy in developing a national law for managing Indonesia’s coastal resources; (b) theconcept of a three-track public consultation strategy, including the formal track, theconstituency track, and the mass media track; (c) the implementation of that strategy;and (d) the mechanism for integrating inputs into the law — communication channels andprotocols.

The public consultation strategy was adapted from that of the natural resource managementlaw. Indeed, a number of proponents of the natural resource management law are alsomembers of the Committee of the coastal resource management law. Inputs were receiveddirectly from these members as well as from written documents regarding the publicconsultation strategy of the natural resource management law.

We hope that this case study will be useful for policy makers and readers assumingresponsibilities to develop national or regional/local public policies. The public consultationstrategy that was designed and implemented for the national coastal resource managementlaw was aimed to accomplish a planning and decision-making process that is open/transparent, inclusive, and accountable. With such a process, we expect that the final

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

Page 50: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

viii

legal product, the law, will be effectively enforcable in the society because it meets thefollowing aspects: (a) fairness or justice among the general public—meeting thephilosophical aspect of a law; (b) aspirations and social and cultural values of the public—meeting the sociological aspect of a law; and (c) appropriate appreciation of legalsupremacy—meeting the juridical aspect of a law.

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

Page 51: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

ix

he Minister of Marine Affairs and Fisheries formed a Committee to develop anAcademic Paper and a Draft National Coastal Resources Management Lawin December 2000 to achieve the following objectives:

a. Prevent further destruction of coastal resources in Indonesia caused by developmentand other activities,

b. Improve the well-being of coastal populations, most of whom are below the poverty lineas a result of reduced productivity of resources and increased pace of environmentaldestruction,

c. Address ambiguities of ownership and management of coastal resources, and ad-dress use conflicts among communities and the private sector,

d. Optimise sustainable coastal resource management to help respond to multi-dimen-sional socio-economic issues.

A comprehensive public consultation process can have significant benefits in the devel-opment of the national coastal resources management law. Specifically, (1) it givesinformation from the government to the general public concerning a plan to develop anew law – increasing public awareness; (2) it gives inputs and feedbacks from the publicto the government and legislative body (parliament) – improving the quality of decisionsmade; (3) it helps avoid, or at least reduce, potential for conflicts among stakeholders; (4)it improves accountability in the development of the law; and (5) it improves the likelihoodthat the law will be enforced and implemented in a more effective manner.

With the above-mentioned rationale, a three-track public consultation strategy for thenational coastal resources management law was developed and implemented, with theassistance of the USAID-funded Coastal Resources Management Project (CRMP), alsoknown as Proyek Pesisir. The first track is the formal one, in which the Committee metwith members of other government agencies, regional representatives and the public toinform them of the initiative and to seek comments. The second track is a more informalconsultation process, in which the NGOs and other constituents, such as universities,businesses, community leaders, political parties, helped coordinate public meetings amongcommunity members throughout Indonesia. This process is expected to go for severalmonths. The last track is a mass media campaign to raise public awareness throughtelevision, print and radio. The three parallel tracks should be complementary and providefeedback to each other.

T

Executive Summary

Page 52: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

1

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

he Minister of Marine Affairs and Fisheries formed a Committee to develop anAcademic Paper and a Draft National Coastal Resources Management Law inDecember 2000 to achieve the following objectives:

a. Prevent further destruction of coastal resources in Indonesia caused by developmentand other activities,

b. Improve the well-being of coastal populations, most of whom are below the poverty lineas a result of reduced productivity of resources and increased pace of environmentaldestruction,

c. Address ambiguities of ownership and management of coastal resources, and ad-dress use conflicts among communities and the private sector,

d. Optimise sustainable coastal resource management to help respond to multi-dimen-sional socio-economic issues.

The Committee (whose members include representatives from government, non-govern-ment, and higher education institutions) undertook an effort to develop an Academic Paper.The Paper is a requirement for developing a new statute, and should explain thebackground, need and contents of the new law. The Paper produced by the Committeeis notable for the extensive outreach that has surrounded it, in terms of consultationsprior to its completion, and in terms of dissemination after its completion. The Paper waspublished after a series of consultations and workshops that led to a first draft, and thenanother round of consultations and workshops that led to the second, final draft inNovember 2001. The consultations and workshops were undertaken nationally andregionally in the provinces of Lampung, East Kalimantan, and North Sulawesi. The Paperhas been widely circulated, with CD-ROM and online access (www.dkp.go.id). Hardcopieshave been distributed to more than 20 provinces and 50 districts, as well as approximately15 ministry offices in the central government.

In addition to the process, the Paper is also notable for its contents. It offers thoroughanalysis of coastal resources and management in Indonesia, and is considered to be oneof the most comprehensive Papers ever prepared for a new national law. More importantly,it discusses the components of the draft law, and offers a consideration of alternativesand recommended actions. It further summarizes the comments received during theworkshops, consultations and internet discussions. In this regard, the Paper is a trueinsight into the government’s deliberations on the new law. It provides a model exampleof ‘ sunshine in government,’ i.e., decision-making that is not secretive or hidden, butopen to the light of scrutiny.

After the Academic Paper was submitted to the State Secretariat (Setneg) and Setneggave its informal agreement to proceed with development of the law, the Committee

1Introduction

T

Page 53: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

2

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

established by the Minister of Marine Affairs and Fisheries began to develop the materialcontents of the national coastal resources management law. The Committee completed apreliminary first draft of the law April 2002. A series of public consultations were undertaken,including: (a) a two-day public consultation in Hotel Millennium (Kebon Sirih, April 1-2,2002) inviting activists and experts from local, national, and international NGO communitiesthat are concerned with and active in addressing coastal and marine issues; (b) a one-day public consultation in Hotel Millennium (Kebon Sirih, April 8, 2002) inviting leadersand representatives from the private sector who have investments in coastal and marineareas in the country; (c) a three-day public consultation in Lembang (April 10–12, 2002)inviting representatives from government (national and local) and non-governmentorganizations, and the private sector; and (d) informal public consultations in North Sulawesiwith the School of Law of Sam Ratulangi University, with local NGOs, the Parliament ofKabupaten Minahasa, and the local community of Desa Talise.

Conscious of moving too fast in drafting the new national coastal resources managementlaw, and of the importance in undertaking sufficient public consultations, the Proyek Pesisirteam members assisted the Ministry of Marine Affairs and Fishery to develop an appropriatepublic consultation strategy for the development and completion of the draft law. Therewas a need to have a holistic public consultation strategy that met the following objectives:(1) help accommodate aspirations and interests of all coastal and marine resource stake-holders; (2) emphasize the importance of partnership oriented towards effectiveenforcement and achievement at the field level; and (3) provide all levels of the society abroad, open opportunity to participate in and to safeguard the process from the beginninguntil the formal enactment of the law, so that there grows a strong “sense of ownership” ofthe law as a legal binding national consensus concerning sustainable and fair coastalmanagement among all stakeholders. No individual stakeholder is capable of addressingall coastal management problems and issues on its own because coastal managementproblems are so immense, and thus must be addressed in a collaborative manner.Therefore, it is imperative to develop a partnership where every member from thegovernment, non-government, and higher education organizations, the local communities,as well as the private sector is encouraged to participate in an active and effective manner.Only through an open/transparent and inclusive process that the Ministry could be able tounderstand that a legal document is basically a formulation of a consensus amongmembers of a democratic society to protect the interests of all.

Page 54: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

3

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

comprehensive public consultation process can have significant benefits inthe development of the national coastal resources management law.Specifically, (1) it gives information from the government to the general publicconcerning a plan to develop a new law – increasing public awareness; (2) itgives inputs and feedbacks from the public to the government and legislative

body (parliament) – improving the quality of decisions made; (3) it helps avoid, or at leastreduce, potential for conflicts among stakeholders; (4) it improves accountability in thedevelopment of the law; and (5) it improves the likelihood that the law will be enforcedand implemented in a more effective manner.

In Indonesia, public consultation is required in a general and very vague manner in theprocess of making a new law. However, the technical implementation of public consultationhas not been sufficiently regulated in any of the existing laws or regulations. Up to thistime, there are no standardized regulations concerning how to conduct public consultationsin developing a new law. Therefore, the process and procedure need to be developed.During the New Order government, the basis for developing a new law was PresidentialInstruction (Instruksi Presiden - Inpres) No. 15 of 1970. A reference for involving thepublic could also be found in Government Regulation (Peraturan Pemerintah - PP) No.69 of 1996 concerning the implementation of rights and responsibilities, and forms andprocedures of public participation in spatial planning. During the post-New Order era, thegovernment issued a Presidential Order (Keputusan Presiden - Keppres) No.188 of 1998concerning procedures for developing a draft law.

More recently, however, during the Reform Era, the general lack of regulation is heavilycriticized. Specifically, critics believe that the lawmaking process does not provide sufficientroom for the public to participate in the development of the law. Critics hold that thisdeficiency is due to the fact that (a) authority lies on the government without any obligationto involve the public in a meaningful way, and (b) the Parliament (DPR) is considered tofully represent the interests of the general public, which is not necessarily true. Althoughthere are instances in which the government and DPR respond to public aspirations,these instances do not occur frequently, and take place on a voluntary basis without anylegal requirement to conduct public consultations in lawmaking.

With the above mentioned background, the CRMP (Proyek Pesisir) collaborated veryclosely with the Ministry of Marine Affairs and Fisheries to develop a public consultationstrategy, inviting inputs from various NGOs, including: the Indonesian BiodiversityFoundation (KEHATI), the National Alliance of Customary Peoples (AMAN), the Coastaland Marine Network (Jaring PELA), the Indonesian Center for Environmental Law (ICEL),and other non-government organizations. This purpose of this strategy was to ensurethat needs and aspirations from all levels of the general public could be accommodatedand that the public would be proactive in participating in and safeguarding the processfrom the beginning until the passing of the law.

2The Importance of Public

Consultantion

A

Page 55: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

4

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

A. What is Public Consultation?

Public consultation is a means to empower the public, particularly groups within a specificsector or region, in an active and dynamic manner in decision-making that directly orindirectly affects their lives. In addition, stakeholders can take part in monitoring andevaluating the implementation of activities towards sustainable and equitable coastalresources management. An important component of public consultation is that initiatorsof laws and policies, as well as other government decision-makers, can learn from thepublic. The public should have open opportunities to express their opinions and contributeto a decision-making process in an active and dynamic manner.

In order that public consultations obtain the intended results, there are a number of re-quirements that need to be met. First, the public must have an access to decision makers.Second, the public must have sufficient opportunities to participate in decisions or lawmaking. The public must feel free to provide any comments and inputs in an active andgenuine manner during the decision-making process. Third, decision-makers and initiatorsof new laws must be willing to learn from the public. They should provide sufficient responseto the comments and inputs from the public. They should also provide sufficient explanationto the public on public inputs that could not be accommodated in a law that is beingdeveloped. Fourth, all processes and results of a public consultation must be carefullyand accurately documented in the form of minutes of public consultation as part of thepublic record, demonstrating an accountable process.

B. Participation of Stakeholders in Developing A Public ConsultationStrategy

In the context of the national coastal management law in Indonesia, the development of apublic consultation strategy should be done in a collaborative manner. This means that,besides the initiators of the law, other relevant coastal management stakeholders shouldtake part in developing the public consultation strategy. The government and legislativebody (DPR), as formal institutions that hold the authority to produce laws, should createsufficient opportunit ies for the public to participate in lawmaking through a transparentand effective public consultation process.

C. Public Participation in the Law Making Process

The process for developing a new law should abide by the principles that are associatedwith good governance, including: (a) inclusiveness (inclusion of all relevant stakeholdersin the process; (b) transparency or openness; and (c) accountability. The national coastalresources management law should constitute a legal product that is developed and agreedupon collaboratively among all stakeholders. Only in this way could there be real publiclegitimacy of the law, with effective implementation and enforcement at the grassrootslevel. I f public consultations are not undertaken appropriately and sufficiently, there is asignificant risk that the law produced will invite resistance from the public as well asconflicts among existing laws and institutions.

Sufficient transparent and inclusive public consultation of the national coastal resourcemanagement law will help form a law that has greater potential to be effectively enforced

Page 56: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

5

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

at the field-level because it meets the three important aspects of a law, namely: (a) fairnessor justice among the general public— the philosophical aspect of a law; (b) aspirationsand social and cultural values of the public— the sociological aspect of a law; and (c) highappreciation of legal supremacy—juridical aspect of a law.

Page 57: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

6

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

elow is a list of coastal resource stakeholders from government, non-governmentorganizations, the private sector, higher education institutions, and otherorganizations that have been identified as important stakeholders to participatein the development and enactment of the national coastal resourcesmanagement law. Additional stakeholders will be added as they are identified.

Government• Department of Home Affairs and Regional Autonomy (Departemen Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah)• Department of Finance (Departemen Keuangan)• Department of Forestry (Departemen Kehutanan)• Department of Marine Affairs and Fisheries (Departemen Kelautan dan Perikanan)• Department of Mining (Departemen Pertambangan)• Department of Agriculture (Departemen Pertanian)• Department of Transportation (Departemen Perhubungan)• Department of Settlement and Regional Infrastructure (Departemen Pemukiman dan

Prasarana Wilayah)• Department of Justice and Human Rights (Departemen Kehakiman dan HAM)• State Ministry of Environment (Kementerian Lingkungan Hidup)• State/Cabinet Secretariat (Sekretariat Negara/Sekretariat Kabinet)• Indonesian Navy (Tentara Nasional Indonesia – TNI – Angkatan Laut)• General Attorney (Kejaksaan)• National Development Planning Board (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

– Bappenas)• National Land Agency (Badan Pertanahan Nasional – BPN)• National Agency for Surveys and Mapping (Badan Koordinasi Survei Pertanahan

Nasional – Bakosurtanal)• Agency for the Application and Development of Technologies (Badan Pengkajian dan

Pengembangan Teknologi – BPPT)• Research Sciences Institute of Indonesia (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia –

LIPI)

Regional Government• Provincial, District/Municipal Governments• Central Government Institutions at the local level• Association of Provincial Governments• Associations of District and Municipal Governments

3Identification of Stakeholders

B

Page 58: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

7

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

Parliament (DPR)• Commission III• Fractions

Local Parliament (Provincial, Distr ict/Municipal DPRD)• Relevant commissions on natural/coastal resources• Secretariat of DPRDs• Association of Provincial Parliaments• Association of District and Municipal Parliaments

Mass/Community Organizations• Informal leaders• Opinion makers• Traditional/Customary leaders• Religious leaders• Local natural/coastal resource persons

Higher Education Institutions• Environmental Study Centers• Schools/Departments covering natural resource studies• Student Organizations concerned with environmental and natural resource issues

Experts and Scholars• Experts from higher education and other institutions• Experts of relevant sciences (sociology, tenure affairs, etc.)

Professional Groups• Associations concerned with natural resources• Labor groups• Private sector companies connected with natural resources (small, medium, and large

scale firms; domestic and foreign investments)

Non-government and NGO Network Activists• Environment• Human Rights• Farmers• Women• Traditional/Customary Communities• Natural Resources

The Press• Print media• Electronic media• Internet• Columnists (as opinion makers)

Page 59: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

8

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

TNI/Polr i• Formal Units (lembaga/kesatuan formal)• Informal networks (jaringan informal/per angkatan)• National Defence Institute (Lemhanas)

Other Organizations• Research institutions (local, national, and international)• Community and youth organizations• Religious Organizations• Other organizations that might be identified later

Page 60: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

9

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

here are many interests in coastal resources. There are stakeholders whoseinterests are consistent with the principles of sustainable integrated coastalresources management, but there are other stakeholders whose interests aremerely to obtain short-term benefits with no need to ensure long-termsustainable management of the resources. In order that the final legal product,

i. e., the law that is passed and concurred by the legislative and executive bodies, meetsthe principles of sustainable integrated coastal resource management, the entire processof developing the law must be closely managed by stakeholders.

With the above-mentioned rationale, a three-track public consultation strategy for thenational coastal management law was developed. The first track is the formal one, inwhich the Committee will meet with members of other government agencies, regionalrepresentatives and the public and will seek comments. The second track is a more informalconsultation process, in which the NGOs and other constituents, such as universities,businesses, community leaders, and political parties, will help coordinate public meetingsamong community members throughout Indonesia. This process is expected to for continueseveral months. The last track is a mass media campaign to raise public awarenessthrough television, print and radio. The three parallel tracks should be complementaryand providing feedbacks to each other.

A. The Formal Track

The formal track of public consultation for the national coastal resources managementlaw is the fulfilment of the requirements for law development and consultation in accordancewith the existing laws and regulations. It begins with the development of an AcademicPaper and is followed with the drafting of the law itself by a small multi-stakeholderCommittee established by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries. The Ministry takesthe lead in carrying out and coordinating public consultations within this track, collaboratingwith local governments and local non-governmental organizations and universities. Publicconsultations under this track are conducted nationally as well as regionally. Regionalpublic consultations are undertaken in numerous regions in the country. The criteria forselection of sites for public consultations include:• Regions with abundant coastal resources;• Frequency and level of seriousness of conflicts among stakeholders upon manage-

ment and use of coastal resources;• Level of threats towards coastal resources;• Capacity of local institutions and/or networks supporting the conduct of public consul-

tations in the regions; and• Solidity of local stakeholder forum in the regions.

4Developing A Three-Track Public

Consultation Strategy

T

Page 61: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

10

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

A total of 12 consultations in this formal tract were held in 10 provinces throughoutIndonesia, and reached approximately 1,100 participants. In addition to this, throughother projects managed by the Ministry of Marine Affairs, several hundred regionalgovernment staff across 15 provinces and 43 districts were also involved in indirectconsultations and outreach.

B. The Constituency Track

Under the constituency track of public consultations, collaborators who have interests inmanaging coastal resources in a sustainable manner are expected to undertake publicconsultations on behalf of their constituencies. The multi-stakeholder Committee couldprovide materials and other services, but the collaborators themselves should take thelead. In undertaking public consultations, they are expected to use their own funds, or toconduct fund-raising on their own. The collaborators are also free to choose the sectionsof the draft law for public consultations in accordance with the interests of theirconstituencies. There are institutions and/or networks identified as potential collaboratorsfor conducting public consultations under this track, because logically these institutions/networks should have significant interests in coastal resource management. TheCommittee established by the Ministry is to contact these institutions and networks ofinstitutions for possible collaborative public consultations under this track. The institutions/networks identified include:

Government• Local Governments• Association of District Governments of Indonesia (Asosiasi Pemerintah Kabupaten

Seluruh Indonesia – APKASI)• Association of Municipality Governments of Indonesia (Asosiasi Pemerintah Kota

Seluruh Indonesia – APEKSI)• Association of Provincial Governments of Indonesia (Asosiasi Pemerintah Provinsi

Seluruh Indonesia – APPI)• Maritime Council of Indonesia (Dewan Maritim Indonesia – DMI)

Non-Government Organizations (NGOs)• National Alliance of Traditional Communities (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara –

AMAN)• Model Farmers and Fishermen Network (Kontak Tani Nelayan Andalan – KTNA)• Fishermen Organization of Indonesia (Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia – HNSI)• Coastal and Marine Affairs Network (JARING PELA)• Alliance of Natural Resource Policies Monitors (Aliansi Pemantau Kebijakan

Sumberdaya Alam – APKSA)• Environmental Forum of Indonesia (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia – WALHI)• Biodiversity Foundation (Yayasan Keaneragaman Hayati – KEHATI)• Fishermen Development (Bina Nelayan)• International Marine Alliance (IMA)• Indonesian Network of Coastal Management (INCOM)• TOGEAN

Page 62: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

11

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

Associations• Indonesian Marine Journalists Association (IMJA)• Association for Corals, Clams, and Decorative Fish of Indonesia (Asosiasi Koral Kerang

dan Ikan-hias Indonesia – AKKII)• Association of Pearls Culture of Indonesia (Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia –

ASBUMI)• Association of Fish Culture of Indonesia (Asosiasi Budidaya Ikan Indonesia –ASBUDI)• Communication Forum of Marine and Fishery Journalists (Komunikasi Wartawan

Kelautan dan Perikanan – KOMUNIKAN)

Higher Education Institutions• Indonesian Coastal Universities Network (INCUNE)

Polit ical Parties• Indonesian Democratic Party/Struggle (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan – PDIP)• Functional Group Party (Partai Golongan Karya – Golkar)• United Development Party (Partai Persatuan Pembangunan – PPP)• National Awakening Party (Partai Kebangkitan Bangsa – PKB)• National Mandate Party (Partai Amanat Nasional – PAN)• Justice Party (Partai Keadilan – PK)

C. The Mass Media Tr ack

Both electronic and print mass media are expected to take an important role in promotingpublic consultations for the national coastal resources management law. The mass mediacan publicize the development of the law and mention individual consultations in a particularregional market. The mass media are encouraged to take an active and proactive role inchannelling information and in obtaining feedback from the public for improvement of thedraft national law. A number of alternative actions through the mass media will be taken tosupport public consultations on a broader scale. The alternative actions identified includethe following:

n Face-to-face Forum (formal and informal – in conjunction with national and regionalpublic consultations) such as:

• Seminars• Discussions• Workshops (institutions and inter-departments)• Public Meetings/Public Hearings• Community Meetings

n Mass Media• Print: public advertisements, supplements, news/articles, etc.• Electronic: television and radio (ad-libs, news, features, talk show, polling, etc.)• Internet: web and mailing list (including on-line polling)

Page 63: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

12

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

n Special Media (for campaign/dissemination), such as:• Brochures, leaflets, booklets, posters, etc.• Correspondences (post, facsimile, e-mail)

n Other Activities• Lobbies• Press releases and press conferences• Interviews (of key peoples/groups)• Surveys through questionnaires, etc.

Page 64: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

13

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

he national mult i-stakeholder Committee coordinates the planning andimplementation of the three-track public consultation strategy. Thecommunication and public consultation sub-committee manages informationflows among the three tracks, and information flows within the formal track ofpublic consultations. The law drafting sub-committee receives inputs and

feedbacks from the communication and consultation sub-team, and from other sources,and revises drafts of the law on a monthly basis. In undertaking public consultations, themulti-stakeholder Committee is supported by its partners at the national and regionallevels, especially local governments, national and local non-government organizations,and higher education institutions. The following diagram describes the organizationalstructure of the implementation of the three-track public consultation strategy. A sched-ule of public consultations is in Attachment I.

5Implementation of The Strategy

T

Page 65: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

14

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

A. Formal Internal Communication Channel

he secretariat of the multi-stakeholder Committee is responsible for thedocumentation of all comments and inputs obtained through the formal trackof public consultations at the national and regional levels, including the inter-departmental consultations. The documentation of all comments and inputswithin this track need to be undertaken as accurately as possible so that they

could be utilized by the Committee to revise the draft of the law. In the case of nationallevel public consultations and inter-departmental consultations, the secretariat of the multi-stakeholder committee is directly responsible for writing the minutes of meetings. In thecase of regional-level public consultations, the secretariat is supported by the regionalimplementation committees in preparing minutes of meetings. The secretariat will submitall minutes of public consultations through this track to the Committee on a monthly basis.

B. External Communication Channel

All collaborators of public consultations who undertake public consultations for their con-stituencies are expected to do the public consultations with funds raised on their own,and to document the results of public consultations in the form of minutes. They areexpected to send the minutes to the secretariat who will then submit them to the Committee.Comments and inputs from individuals and groups outside the public consultationmechanism will be documented by the secretariat for use by the Committee.

C. Documentation Mechanism

The secretariat of the multi-stakeholder committee plays a central role in documentingpublic consultations processes and results through both internal and externalcommunication channels. The secretariat receives, compiles, and disseminates or presentspublic consultation documents to appropriated parties, including the multi-stakeholdercommittee as well as the Ministry’s information center. In the case of regional publicconsultations, all documentation work is the responsibility of the local organizing committee.In the case of public consultations undertaken by collaborators for their exclusiveconstituencies, all documentation work is the responsibility of the collaborators themselves.All documented results should be submitted to the secretariat of the multi-stakeholder

6Mechanism for Integrating InputsInto The Law, CommunicationChannels and Protocols

T

Page 66: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

15

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

committee. Inputs from individuals and groups outside of these two tracks could bechannelled directly to the secretariat of the multi-stakeholder Committee. Documentsand other forms of comments can be submitted in person, by mail, email or fax.

D. Information Presentation and Media System

It is necessary to create a standardized system of documentation for all tracks of publicconsultations in order to facilitate inventory, compilation, and the preparation of documents.All documents from inter-departmental consultations, national and regional public con-sultations, via both formal and constituency tracks, should cover the following points: a)name of activity; b) place and time of activity; c) organizer of activity; d) number ofparticipants by gender; e) agenda; f) speakers; g) minutes per commission or group; andh) minutes supported with lists of comments and inputs from the public consultations. Thedocuments should be signed by the secretariat of the multi-stakeholder committee, thelocal organizing committee, or the collaborating organization as appropriate.

The secretariat of the multi-stakeholder committee will receive all inputs and forwardthem to the committee who will hold a meeting on a monthly basis to discuss these inputsand other matters. It is expected that inputs could be incorporated into the following draftof the law, but there might be inputs that could not be incorporated into the draft. Therevised draft of the law will be circulated at subsequent meetings and consultations, madeavailable on request, up-loaded on the Ministry’s website, and presented through othermedia.

Page 67: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public

16

Case Study A Public Consultation Strategy for Developing National Laws

rom the chapters above, there are at least four innovations and lessons learnedthat could be underlined in connection with the development of a national coastalresources management law. They are as follows:

1. There are 5 (five) representatives from the NGO community and 1 (one) representa-tive from the private sector who become members of the drafting Committee. Theybecome “watchdogs” for the entire process of developing the national coastal resourcesmanagement law. Although not all of these members were present in every Committeemeeting, there was always at least one NGO representative present in a Committeemeeting. Besides participating in internal Committee meetings, they also participatedin inter-departmental meetings and regional and national public consultations. Thiswas a serious attempt by the initiators of the national coastal resources managementlaw to develop and adopt a transparent and inclusive process and mechanism fordeveloping the law.

2. A number of NGO representatives from the national and regional level participated inthe development of the public consultation strategy. In fact, the NGOs played a majorrole in it. A lot of lessons were learned from KEHATI and AMAN who took an active rolein developing and executing the public consultation strategy for the development of anAcademic Draft of the natural resource management law.

3. There have been 12 public consultations undertaken regionally and nationally to date.There might be additional regional public consultations undertaken at a later date inother places in the country. The extensive consultation process is additional evidencethat the Ministry is serious in adopting an open and inclusive process for lawdevelopment, especially considering that this kind of process is not specifically requiredby existing laws and regulations.

4. Finally, the constituency track of the public consultation strategy provides an openopportunity to stakeholders or stakeholder groups to conduct their own publicconsultations for their constituencies. For this kind of public consultation, the stakeholdersor stakeholder groups are free to conduct fund raising, and to choose any parts of thedraft national coastal management law for their internal public consultations.

7Conclusion

F

Page 68: Studi Kasus Konsultasi Publik dalam Penyusunan RUU A Public