studi formulasi strategi bersaing jasa pendidikan …digilib.unila.ac.id/55101/3/3. tesis full tanpa...

105
STUDI FORMULASI STRATEGI BERSAING JASA PENDIDIKAN PADA RARA DIASA FASHION COURSE LAMPUNG TAHUN 2018 (Tesis) Oleh Rara Diasa PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEM FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 29-Feb-2020

18 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STUDI FORMULASI STRATEGI BERSAING JASA PENDIDIKAN

PADA RARA DIASA FASHION COURSE LAMPUNG TAHUN 2018

(Tesis)

Oleh

Rara Diasa

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Studi Formulasi Strategi Bersaing Jasa Pendidikan Pada Rara Diasa Fashion

Course Tahun 2018

Oleh

Rara Diasa Djajataruna

Rara Diasa Fashion Course yang merupakan perusahaan yang menawarkan jasa

pendidikan dan pelatihan keterampilan Fashion, memiliki keharusan dalam

mengembangankan perencanaan strategi pemasaran guna meningkatkan volume

penjualan dan memenangkan persaingan pasar. Rumusan masalah dalam

penulisan thesis ini adalah (1) Visi, Misi dan Nilai seperti apa yang tepat yang

akan dijalankan oleh Rara Diasa Fashion Course?, (2) Kekuatan dan kelemahan

apa yang dimiliki oleh Rara Diasa Fashion Course? (3) Peluang dan ancaman apa

yang dihadapi oleh Rara Diasa Fashion Course ? (4) Dimana posisi Rara Diasa

Fashion Course dalam Matriks Internal dan Eksternal saat ini dan masa

mendatang ? (5) Bagaimana strategi bersaing diformulasikan dengan tepat pada

Rara Diasa Fashion Course untuk memiliki competitive advantage? Penelitian ini

dilakukan dengan menganalisa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis meliputi

tahapan pemasukan data, transfer data, editing data, pengolahan data dan

interpretasi data, dilanjutkan dengan analisis Internal Eksternal Matrix, SWOT

dan Grand Strategy Matrix, serta Quantitative Strategic Planning Matrix sebagai

perumusan dan penetapan prioritas strategi pada Rara Diasa Fashion Course.

Hasil penelitian ini menunjukan usulan strategi bersaing Rara Diasa Fashion

Course yang didapat dari Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix adalah

mengutamakan Strategi Intensif; Pengembangan Produk dan Penetrasi Pasar.

Kata Kunci: Strategi Bersaing, Grand Strategy Matrix, SWOT, Internal and

External Factor Analysis.

Study of Formulation of Competitive Strategies for Educational Services at

Rara Diasa Fashion Course Year 2018

By

Rara Diasa

Rara Diasa Fashion Course is a company that offers Fashion skills education and

training services, has a necessity in developing marketing strategy planning to

increase sales volume and win market competition. The formulation of the

problems in writing this thesis are (1) What kind of vision, mission and values

will be carried out by Rara Diasa Fashion Course ?, (2) What strengths and

weaknesses do Rara Diasa Fashion Course have? (3) What opportunities and

threats do Rara Diasa Fashion Course face? (4) Where is Rara Diasa Fashion

Course position in the current and future Internal and External Matrices? (5) How

is the competitive strategy formulated appropriately in Rara Diasa Fashion Course

to have a competitive advantage? This research was conducted by analyzing

quantitatively and qualitatively. The analysis includes the stages of data entry,

data transfer, data editing, data processing and data interpretation, followed by

Internal External Matrix analysis, SWOT and Grand Strategy Matrix, and

Quantitative Strategic Planning Matrix as formulation and priority setting

strategies for Rara Diasa Fashion Course. The results of this study show the

proposed competitive strategy of Rara Diasa Fashion Course obtained from

Quantitative Strategic Planning Matrix Analysis is to prioritize Intensive Strategy;

Product Development and Market Penetration.

Keywords: Competing Strategies, Grand Strategy Matrix, SWOT, Internal

and External Factor Analysis.

STUDI FORMULASI STRATEGI BERSAING JASA PENDIDIKAN

PADA RARA DIASA FASHION COURSE LAMPUNG TAHUN 2018

Oleh

Rara Diasa

(Tesis)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER MANAJEMEN

Pada

Program Pascasarjana Magister Manajemem

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER MANAJEMEM

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pringsewu, Lampung, pada tanggal 15 Januari 1990, anak pertama dari

Bapak Iqbal Hilal, M.Pd dan Ibu Elfantina.

Pendidikan taman kanak-kanak (TK) Ikip Malang diselesaikan pada tahun 1996, Sekolah

Dasar (SD) di SD Negeri 1 Merak Batin Lampung Selatan (1996-2002), Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di SMP Al-Kautsar Bandar Lampung (2002-2005), Sekolah Menengah Atas

(SMA) di SMA Negeri 2 Bandar Lampung (2005-2008), dan S1 di Universitas Telkom

Bandung Fakultas Bisnis dan Informatika Jurusan Manajemen Bisnis Telekomunikasi dan

Informatika (2008-2012).

Penulis pernah bekerja di PT. Yayasan Kesehatan Telkom Indonesia dari tahun 2012-2013,

pernah bekerja sebagai Dosen Kontrak di Universitas Teknokrat Indonesia dan LP3I Bandar

Lampung pada atahun 2013-2014, kemudian mulai usaha sendiri di Rara Diasa Fashion

Course sejak 2015 sampai sekarang.

MOTO HIDUP

“Dan tidaklah Allah mengubah takdir suatu kaum, namun kaum itu sendiri yang

mengubahnya”

Kupersembahkan tesis ini kepada :

Ayahanda Iqbal Hilal, M.Pd dan Ibunda Elfantina atas segala cinta dan kasih sayang yang

begitu tulus dan ikhlas, serta doa yang tiada henti dipanjatkan hanya untuk keberhasilan

ananda.

Seluruh jajaran Manajemen dan Siswa di Rara Diasa Fashion Course atas dukungan,

motivasi, masukan serta pandangan-pandangan baru yang terus menerus diberikan.

Serta Almamaterku tercinta.

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya tesis ini dapat

diselesaikan. Tesis dengan judul “Studi Formulasi Strategi Bersaing Jasa Pendidikan Pada

Rara Diasa Fashion Course Tahun 2018” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Manajemen di Universitas Lampung.

Penulis menyadadari tanpa bantuan dan motivasi dari berbagai pihak, penulis tidak akan

dapat menyelesaikan tesis ini. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin berterimakasih

kepada :

1. Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, Universita Lampung dan selaku pembimbing I dalam penyusunan tesis ini

atas bimbingan, saran dan pengarahann yang diberikan.

2. Dr. Ernie Hendrawaty, S.E, M. Si.,selaku Ketua Program Pasca Sarjana Magister

Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung, dan selaku

penguji II atas motivasi dan pengarahannya dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Dr. Mahrinasari MS, S.E, M.Sc., selaku pembimbing II atas bimbingan dan

pengarahannya dalam menyelesaikan tesis ini.

4. Dr. Dorothy Rouly, S.E., M.Si., selaku penguji I atas masukan dan

pengarahannya dalam menyelesaikan tesis ini.

5. Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A., selaku penguji III atas pengarahannya dalam

menyelesaikan tesis ini.

6. Seluruh Dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat selama

penulis menempuh kegiatan belajar di Magister Manajemen Universitas

Lampung.

7. Mba Wanti yang telah penuh kesabaran dan kebaikan hati dalam membantu

proses penyelesaian tesis ini.

8. Jajaran Menejemen dan Seluruh Siswa Rara Diasa Fashion Course yang telah

memberikan motivasi dan semangatnya dalam mendukung penulis menyelesaikan

tesis ini.

9. Seluruh Rekan Magister Manajemen Bisnis Universitas Lampung Angkatan

2014, atas kenangan manis selama menempuh perjalanan Magister Manajemen

selama ini. Semoga sukses selalu.

10. semua pihak yang terlibat dan tidak dapat disebutkan satu-satu, semoga amal dan

perbuatan mereka mendapat balasan dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini, oleh karena ini

penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penelitian yang

akan datang.

Akhir kata penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak.

Bandar Lampung, 21 Desember 2018

Rara Diasa Djajataruna

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 14

C. Tujuan Penelitian 14

D. Kegunaan Penelitian 15

II. TINJAUAN PUSTAKA 16

A. Konsep Jasa 16

B. Manajemen Strategi 19

C. Proses Manajemen Strategi 20

D. Tahapan Formulasi Strategi 22

E. Formulasi Strategi 28

F. Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan 41

G. Penelitian Terdahulu 68

H. Kerangka Pemikiran Operasional 73

III. METODE PENELITIAN 75

A. Lokasi Dan Waktu Penelitian 75

B. Pengumpulan Data 75

C. Pengolahan Dan Analisis Data 80

D. Proses Perumusan Alternatif Strategi 80

IV. HASIL PENELITIAN 84

A. Lingkungan Rara Diasa Fashion Course 84

B. Matrix External Factor Evaluation 115

C. Matrix Internal Factor Evaluation 117

D. Matrix Swot 120

E. Matrix Grand Strategy 121

F. Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix 124

V. KESIMPULAN DAN SARAN 130

A. KESIMPULAN 130

a. Visi, Misi Dan Nilai 130

b. Kekuatan Dan Kelemahan 131

c. Peluang Dan Ancaman 132

d. Matrix External Internal 132

e. Usulan Strategi Bersaing 132

B. SARAN 132

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 2

Gambar 1.2 3

Gambar 1.3 4

Gambar 1.4 8

Gambar 2.1 27

Gambar 2.2 32

Gambar 2.3 33

Gambar 2.4 33

Gambar 2.5 34

Gambar 2.6 34

Gambar 2.7 36

Gambar 2.8 39

Gambar 2.9 40

Gambar 2.10 73

Gambar 3.1 82

Gambar 4.1 119

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 11

Tabel 1.2 12

Tabel 2.1 68

Tabel 4.1 90

Tabel 4.2 91

Tabel 4.3 115

Tabel 4.4 117

Tabel 4.5 120

Tabel 4.6 125

Tabel 4.7 126

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan usaha jasa pendidikan khususnya lembaga kursus berjalan relatif

cepat. Hal ini membuat persaingan antar pelaku usaha semakin ketat, sehingga

menuntut para pelaku usaha untuk mampu kompeten dalam persaingan yang ada.

Pernyataan ini sejalan dengan pemikiran Huang (2010) bahwa kompetisi ditingkat

pendidikan tinggi sangat besar karena terdapat jumlah penawaran jasa pendidikan

yang lebih banyak dibanding jumlah permintaan terhadap jasa pendidikan tersebut.

Sehingga, para manajer dari perusahaan jasa pendidikan tersebut harus dapat

menemukan strategi yang tepat agar memiliki kemampuan bersaing.

Strategi pemasaran jasa pendidikan adalah logika pemasaran dimana perusahaan

berharap untuk menciptakan nilai pelanggan dan mencapai hubungan yang

menguntungkan sehingga dapat bersaing (Kotler dan Armstrong, 2006: 58). Oleh

karena itu, perlu menerapkan berbagai strategi bersaing. Salah satu strategi bersaing

adalah dengan menformulasikan strategi pemasaran yang tepat dan unggul dalam

persaingan untuk merebut pangsa pasar. Strategi pemasaran jasa pendidikan perlu

diformulasi agar kegiatan lembaga pendidikan dapat memberi layanan atau

menyampaikan jasa pendidikan kepada mahasiswa dengan cara yang memuaskan

(Alma, 2008:31).

2

Rara Diasa Fashion Course merupakan perusahaan rintisan yang telah beroperasional

sejak bulan Januari 2015, menawarkan jasa pendidikan dan pelatihan keterampilan

tangan dan Fashion. Sebagai perusahaan yang baru berdiri, Rara Diasa Fashion

Course memiliki keharusan dalam mengembangankan perencanaan strategi

pemasaran guna meningkatkan volume penjualan dan memenangkan persaingan

pasar. Gambar 1.1 berikut dibawah menunjukan data persaingan dalam industri

pendidikan keterampilan di Lampung, baik yang serupa maupun tidak serupa.

Gambar 1.1 digambarkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat berbagai lembaga

kursus dengan total jumlah keseluruhannya adalah 490 lembaga kursus. Sebanyak

111 lembaga kursus menawarkan program serupa dengan program yang ada pada

Rara Diasa Fashion Course. Sebanyak 100 lembaga kursus menyediakan jasa

pelatihan menjahit, dan sebanyak 11 lembaga kursus menyediakan jasa pelatihan

desain grafis. Sisanya adalah lembaga kursus yang menawarkan program lainnya.

0

50

100

150

200

250

300

350

400

Serupa Subtitutif

MenjahitDesign Grafis

Gambar 1.1Data Persaingan terhadap Perusahaan Serupa dan Subtitutif

3

Dalam hal ini Rara Diasa Fashion Course bermain dalam pasar oligopoli dimana

jumlah persaingan jasa serupa tidak begitu banyak.

Di Lampung, lembaga kursus yang menyediakan layanan jasa keterampilan menjahit

sebanyak 100 lembaga. Namun lembaga kursus yang menyediakan jasa pelatihan

keterampilan fashion design di Lampung adalah Rara Diasa Fashion Course. Dalam

hal ini, Rara Diasa Fashion Course bermain pada pasar monopoli karena tidak

memiliki pesaing dengan jasa yang serupa. Gambar 1.2 berikut menunjukan data

jumlah pendaftar Rara Diasa Fashion Course periode Maret 2015 – Maret 2016.

Gambar 1.2 menunjukan bahwa terjadi perkembangan rata-rata jumlah pendaftaran

sejak bulan tahun 2015 hingga bulan Juli tahun 2018. Dimana sebanyak 45 Siswa

mendaftarkan diri pada Maret sampai Desember tahun 2015, dengan rata-rata

sebanyak 5 pendaftar setiap bulan. Tahun 2016 mengalami peningkatan yaitu sebesar

58 siswa mendaftarkan dirinya pada tahun 2016, dengan jumlah rata-rata pendaftar

perbulan sebanyak 5-6 peserta. Selama tahun 2017, jumlah pendaftar meningkat

sebesar hampir 20% yaitu sebanyak 67 pendaftar. Pada semester 1 tahun 2018, telah

01020304050607080

2015 2016 2017 Jan-Jul2018

Jumlah Pendaftar 2015 - Semester 1 2018

Jumlah Pendaftar

Sumber : Data Internal Unit Marketing Rara Diasa Fashion Course, 1 Agustus 2018

Gambar 1.2Data Jumlah Pendaftar Rara Diasa Fashion Course Tahun 2015-2018

4

terjadi 49 jumlah pendaftaran. Angka ini menunjukan peningkatan sebesar lebih dari

40% semester pertama pada tahun 2017.

Dilihat dari data peningkatan jumlah pendaftar tersebut menunjukan bahwa terdapat

peluang yang sangat besar bagi Rara Diasa Fashion Course untuk terus menjalankan

kegiatan bisnis jasanya, sehingga memerlukan strategi bisnis yang tepat, khususnya

pada formalisasi strategi pemasaran guna mendapatkan pengguna jasa sesuai target

rata-rata pendaftar setiap bulan sebanyak 6 pendaftar dan diharapkan naik 20% setiap

tahun.

Fenomena ini menunjukan bahwa Rara Diasa Fashion Course masih bisa melakukan

kegiatan pemasaran serta memerlukan rumusan strategi pemasaran yang tepat agar

jumlah tersebut dapat terus meningkat. Perumusan strategi dapat dilakukan melalui

tahapan seperti pemikiran Porter (2008), yang dapat dilihat pada Gambar 1.4.

Gambar 1.3Bagan Strategy Formulation Porter (2008: 53,57,62-63)

5

Sebagai perusahaan rintisan yang telah berjalan sejak tahun 2015, Rara Diasa Fashion

Course belum memiliki Visi, Misi dan Nilai Perusahaan sehingga perusahaan belum

dapat menetukan secara jelas kemana arah perusahaan tersebut akan di jalankan

dikemudian hari. Dalam bagan formulasi strategi Porter (2008) menjelaskan bahwa

setelah menetapkan tujuan dan nilai perusahaan, langkah selanjutnya yang harus

dilakukan adalah menganalisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan.

Umar (2008) menjelaskan, lingkungan ekternal merupakan suatu proses yang

dilakukan oleh perencanaan strategi untuk memantau sektor lingkungan dalam

menentukan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kekuatan ekternal dapat dibagi

menjadi dua yaitu : lingkungan makro dan lingkungan industri. Menurut David

(2004) mengelompokkan lingkungan umum meliputi lima segmen yang terdiri dari :

1. Lingkungan Makro

Lingkungan makro merupakan situasi dan kondisi yang berada di luar perusahaan

yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Lingkungan tersebut memberikan perusahaan peluang (opportunity) dan ancaman

(threat). Lingkungan eksternal makro terdiri atas faktor ekonomi, sosial budaya,

politik dan kebijakan pemerintah, teknologi serta demografi.

a. Faktor Ekonomi

Umar (2008) menjelaskan, kondisi ekonomi suatu daerah atau Negara dapat

mempengaruhi iklim bisnis suatu perusahaan. Beberapa faktor kunci yang perlu

diperhatikan dalam menganalisis ekonomi suatu daerah atau Negara adalah : siklus

6

bisnis, ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga harga produk dan

jasa, produktivitas, dan tenaga kerja. Faktor Sosial, Budaya, Demografi dan

Lingkungan

Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan mencakup keyakinan,

nilai, sikap, opini yang berkembang dan gaya hidup dari orang-orang di lingkungan

eksternal perusahaan. Perusahaan juga harus dapat memperhatikan tentang hal-hal

yang menyangkut faktor demografi diantaranya adalah ukuran populasi, distribusi

geografi (Lokasi atau jalur distribusi sampai ke agen-agen), pencampuran etnis serta

distribusi pendapatan.

Menurut data yang penulis ambil dari portal online BPS Provinsi Lampung, terdapat

peningkatan penduduk Lampung setiap tahun sebesar 1% dengan sebaran sebanyak

15 wilayah kota dan kabupaten. Pada tahun 2010 Lampung memiliki 7.634.005 jiwa

penduduk, dan bertambah menjadi 8.117.268 pada akhir tahun 2015. Data ini

membenarkan peluang bagi Rara Diasa Fashion Course dalam melaksanakan kegiatan

pemasaran sehingga jumlah pendaftar diharapkan akan terus bertambah.

b. Faktor Politik dan Kebijakan Pemerintah

Arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para

pengusaha untuk menjalankan usaha. Beberapa hal yang perlu di perhatikan dari

faktor politik agar bisnis dapat berkembang dengan baik adalah Undang-Undang

tentang lingkungan dan perburuhan, Peraturan tentang perdagangan luar negeri,

7

stabilitas pemerintahan, Peraturan tentang keamanan dan kesehatan kerja, dan sistem

perpajakan (Umar, 2008).

Pajak usaha sebagai salah satu regulasi yang harus ditaati oleh Rara Diasa Fashion

Course bernilai 1% dari total bruto penjualan. Kondisi ini merujuk pada regulasi

umum dari Dirjen Pajak Indonesia. Kemudian regulasi pemerintah tentang UMK juga

perlu ditaati oleh Rara Diasa Fashion Course.

c. Faktor Teknologi

Untuk menghindari keusangan dan meningkatkan inovasi suatu perusahaan maka

harus disadari akan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi industrinya.

Adaptasi teknologi yang kreatif dapat memiliki dampak terhadap perencanaan

perusahaan melalui pengembangan proses produksi dan pemasaran produk suatu

perusahaan.

Saat ini Rara Diasa Fashion Course menjalankan pemasarannya dengan

menggunakan sosial media yang memanfaatkan kemajuan teknologi smartphone.

Belum terdapat kebijakan lain yang dijalan dalam perusahaan terkait teknologi.

d. Pesaing

Intensitas persaingan cenderung meningkat kalau jumlah pesaing bertambah sebagai

atribut yang setara dalam ukuran dan kemampuan (David, 2004). Strategi yang

dijalankan oleh salah satu perusahaan dapat berhasil hanya sejauh strategi itu

menyediakan keunggulan bersaing atas strategi yang dijalankan oleh perusahaan

8

pesaing. Persaingan ini terjadi karena satu atau lebih pesaing melihat peluang untuk

memperbaiki posisi.

Rara Diasa Fashion Course bermain pada pasar monopoli dalam bisnis penyedia jasa

pendidikan keterampilan fashion design di Lampung. Bentuk kemampuan bersaing

tidak diukur dengan berkompetisi dengan penyedia jasa pendidikan keterampilan

fashion design, namun dengan menyediakan layanan terbaik sehingga Rara Diasa

Fashion Course tetapi menjadi yang nomor 1 (satu) di Lampung.

2. Lingkungan Industri

Aspek lingkungan industri akan lebih mengarah pada aspek persaingan di mana

perusahaan berada. Faktor- faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan, seperti

ancaman pada perusahaan dan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan termasuk

kondisi persaingan industri tersebut meliputi pendatang baru, produk pengganti,

pembeli, pemasok dan pesaing seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.6.

Gambar 1.4Model Lima Kekuatan Porter (2008)

9

Pendatang baru tidak mudah memasuki pasar jasa pendidikan, dikarenakan

membutuhkan biaya dan modal yang relatif besar. Ancaman produk pengganti bagi

Rara Diasa Fashion Course merupakan perusahaan yang menawarkan jasa pendidikan

keterampilan lain seperti pendidikan keterampilan perkantoran, tata-boga, rias, serta

kertrampilan ilmu komputer. Sedangkan kekuatan tawar pemasok relatif tinggi karena

Rara Diasa Fashion Course membutuhkan guru-guru yang berkompeten dalam

bidang fashion sehingga dapat memberikan nilai yang tinggi bagi konsumen.

Terakhir, kekuatan tawar pembeli relatif rendah dikarenakan Rara Diasa Fashion

Course masih merupakan penyedia layanan pendidikan keterampilan fashion satu-

satunya di Lampung yang menyediakan program fashion design, pattern magic serta

Fashion Entrepreneurship.

Lingkungan internal merupakan suatu kondisi yang ada di dalam suatu perusahaan.

Analisis internal adalah proses perencanaan strategi menentukan letak kekuatan dan

kelemahan suatu perusahaan. Lingkungan internal menurut David (2004) merupakan

kekuatan dan kelemahan perusahaan pada area fungsional bisnis, termasuk

manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan

pengembangan, dan sistem informasi manajemen. Dalam menganalisis lingkungan

internal dalam suatu organisasi bisnis, terdapat beberapa unsur yang dianalisis, yaitu

diantaranya :

10

1. Struktur Organisasi Perusahaan

Struktur organisasi perusahaan merupakan pola hubungan di dalam perusahaan atau

bentuk formal peraturan dan hubungan antar orang sehingga setiap pekerja dapat

diarahkan dalam mencapai tujuan dan misi perusahaan. Rara Diasa Fashion Course

belum memiliki struktur organisasi perusahaan dalam bentuk formal.

2. Budaya Perusahaan

Budaya perusahaan adalah sekumpulan kepercayaan, harapan dan nilai yang

dipahami serta dilaksanakan oleh tiap-tiap anggota perusahaan dan akan membentuk

perilaku orang-orang di dalam perusahaan tersebut. Rara Diasa Fashion Course belum

memiliki budaya perusahaan sendiri.

3. Sumber Daya Perusahaan

Sumberdaya perusahaan adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh

perusahaan guna mendukung perkembangan perusahaan, diantaranya sumberdaya

manusia, sumberdaya produksi, sumberdaya keuangan, aktifitas atau program

pemasaran serta penelitian dan pengembangan.

Pada Rara Diasa Fashion Course, terdapat beberapa klasifikasi produk berupa

program pelatihan yang dikelompokan berdasarkan tingkatan dan jumlah materi

beserta biaya:

11

Sumber : Data Internal Rara Diasa Fashion Course

Tabel 1.1Klasifikasi Program Pelatihan Rara Diasa Fashion Course

12

Jenis Paket Produk Lama Belajar Biaya (dalam

Rupiah)

Fashion Basic Fashion Design

Pattern Making – Sewing

3 bulan 3.250.000

Fashion Entrepreneur Fashion Design

Pattern Making – Sewing

Fashion Entrepreneurship

4 bulan 4.500.000

Fashion Plus Fashion Design

Pattern Making – Sewing

Fashion Entrepreneurship

Magic Pattern & Dress

Making

6 bulan 6.500.000

Sumber : Data Internal Rara Diasa Fashion Course

Tabel 1.2Produk Rara Diasa Fashion Course

13

Lokasi Rara Diasa Fashion Course bertempat di Jalan Pulau Buru No 25. Wayhalim

Permai, Bandar Lampung. Dimana lokasi tersebut berada dalam komplek perumahan

yang cukup strategis dan mudah diakses oleh peserta maupun calon peserta.

Kegiatan komunikasi pemasaran produk Rara Diasa Fashion Course dilakukan secara

online dengan menggunakan bantuan media sosial, seperti Instagram, Path, BBM

serta Facebook dengan jadwal tayang setiap hari secara konsisten. Aktivitas

komunikasi pemasaran lain hanya berbentuk pemberian bonus peralatan belajar bila

mendaftar pada paket tertentu. Sumber daya manusia sebagai tenaga kerja yang

bekerja di Rara Diasa Fashion Course berjumlah 2 (dua) orang yang masing-masing

merupakan Guru dari kelas Fashion serta kelas rajut. Rara Diasa Fashion Course

belum memiliki tenaga administrasi, ataupun jajaran manajemen lainnya dalam

menjalankan kegiatan bisnisnya.

Fasilitas yang digunakan oleh Rara Diasa Fashion Course berupa gedung yang

disewa selama 2 (dua) tahun, bangku dan meja belajar, kipas angin, papan tulis,

mesin jahit dan obras, serta perlengkapan praktek jahit lainnya. Terakhir, proses

pelaksanaan kegiatan dilakukan di dalam kelas di mana siswa menghadiri pertemuan

dalam mengerjakan materi-materi serta kegiatan praktek yang sudah terjadwal.

Berdasarkan analisis data yang diperoleh tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul “STUDI FORMULASI STRATEGI BERSAING

LEMBAGA PENDIDIKAN JASA PADA RARA DIASA FASHION COURSE

LAMPUNG”.

14

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut :

1. Visi, Misi dan Nilai seperti apa yang tepat yang akan dijalankan oleh Rara Diasa

Fashion Course?

2. Kekuatan dan kelemahan apa yang dimiliki oleh Rara Diasa Fashion Course?

3. Peluang dan ancaman apa yang dihadapi oleh Rara Diasa Fashion Course ?

4. Dimana posisi Rara Diasa Fashion Course dalam Matriks Internal dan Eksternal

saat ini dan masa mendatang ?

5. Bagaimana strategi bersaing diformulasikan dengan tepat pada Rara Diasa Fashion

Course untuk memiliki competitive advantage?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah dikemukakan

maka tujuan penelitian adalah :

1. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang Visi, Misi dan Nilai Perusahaan

pada Rara Diasa Fashion Course.

2. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang Kekuatan dan kelemahan apa yang

dimiliki oleh Rara Diasa Fashion Course.

3. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang peluang dan ancaman apa yang

dihadapi oleh Rara Diasa Fashion Course.

4. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang posisi Rara Diasa Fashion Course

dalam Matriks Internal dan Eksternal saat ini dan masa mendatang.

15

5. Untuk mengetahui strategi bersaing dan implikasinya terhadap pemasaran Rara

Diasa Fashion Course untuk meningkatkan volume siswa yang melakukan

pendaftaran.

D. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Kegunaan Akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas dan menambah wawasan dan

pengetahuan serta referensi tentang strategi pemasaran jasa pendidikan bagi

akademisi.

2. Kegunaan Manajemen Perusahaan

Memberikan sumbangan pemikiran kepada Rara Diasa Fashion Course tentang

usulan rancangan strategi pemasaran sebagai alat keunggulan bersaing.

3. Kegunaan Bagi Pengguna

Menjadi sumber informasi dan referensi yang berguna sebagai dasar pemikiran

ataupun sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak pengguna yang

berkepentingan dan tertarik terhadap bahasan ini.

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Jasa

Kotler (2012, 214) mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kinerja yang

dapat ditawarkan satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud

dan mengakibatkan kepemilikan sesuatu. Produk jasa bias terkait atu tidak terkait

dengan produk fisik. Karakteristik pokok pada jasa yang membedakannya dengan

barang di bagi menjadi empat. Keempat karakteristik tersebut meliputi :

1. Tidak berwujud (Intangible)

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, diraba, dicium, atau didengar

sebelum dibeli. Jasa berbeda dengan barang, jika barang merupakan suatu objek, alat

atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance) atau usaha. Jasa

hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Meskipun sebagian jasa dapat

berkaitan dan didukung oleh produk fisik, tetapi pelanggan hanya menggunakan,

memanfaatkan, atau menyewa jasa yang dibelinya.

2. Tidak dapat dipisahkan (Inseparability)

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa

biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara

bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus

17

dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil atau income dari jasa tersebut.

Kunci keberhasilan bisnis jasa ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan dan

pengembangan karyawannya.

3. Keberagaman (Variability)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya

banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis tergantung pada siapa, kapan, dan dimana

jasa tersebut dihasilkan. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang

tinggi dan sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan

untuk memilih jasa penyedia jasa. Penyedia jasa dapat menggunakan tiga pendakatan

dalam pengendalian kualitas, yaitu :

a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik.

b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa (service-performance process).

Dengan jalan menyiapkan suatu cetak biru (blue print) jasa yang menggambarkan

peristiwa atau event dan proses jasa dalam suatu diagram alur, dengan tujuan untuk

mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa

tersebut.

c. Memantau kepuasan pelanggan melalui sistem saran dan keluhan. Survei

pelanggan dan comparison shopping, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat

dideteksi dan dikoreksi

4. Tidak tahan lama (Perishability)

18

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dalam kasus

tertentu, jasa dapat disimpan yaitu dalam bentuk pemesanan, peningkatan permintaan

akan suatu jasa pada saat permintaan sepi dan penundaan penyampaian jasa.

Pada sisi lain Kotler (2003, 429), membagi klasifikasi produk menjadi lima, yaitu

sebagai berikut :

1. Barang berwujud murni yaitu penawaran yang terdiri dari barang berwujud, tidak

ada jasa yang menyertainya. Contoh : garam, gula, merica, sabun, pasta gigi.

2. Barang berwujud disertai layanan yaitu penawaran berupa barang berwujud yang

disertai dengan satu atau beberapa jenis jasa untuk meningkatkan daya tarik

konsumen. Contoh : perusahaan dealer mobil tidak hanya menjual produknya saja

tetapi disertai jasa pendukung dari awal, proses dan sesudah produk tersebut terjual.

3. Campuran yaitu penawaran terdiri barang dan jasa dalam proporsi yang sama.

Contoh : orang datang ke restoran untuk mendapatkan makanan dan pelayanan yang

diberikan.

4. Jasa utama yang disertai barang dan jasa tambahan yaitu penawaran terdiri dari

jasa utama yang disertai dengan jasa tambahan atau barang pendukung. Contoh :

penumpang pesawat terbang membeli jasa transportasi udara.

5. Jasa murni yaitu penawaran hanya terdiri dari jasa. Contoh : psikiater, guru,

laundry, psikolog.

19

B. Manajemen Strategi

Manajemen strategi merupakan istilah yang banyak digunakan untuk

menggambarkan proses keputusan yang merupakan fokus pembahasan ini. Menurut

Umar (2008, 8), manajemen strategis adalah seni dan ilmu untuk pembuatan

(formulating), penerapan (implementing) dan evaluasi (evaluating) keputusan-

keputusan antarfungsi yang memungkinkan sebuah organisasi mencapai di masa yang

akan datang. Perencanaan strategis lebih terfokus pada bagaimana manajemen puncak

menentukan visi, misi, falsafah dan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan

perusahaan dalam jangka panjang.

Rencana manajemen strategi untuk perusahaan ialah suatu rencana jangka panjang

yang didasarkan pada analisis dan diagnosis lingkungan internal dan eksternal yang

selanjutnya memformulasikan hasil analisis tersebut menjadi sebuah keputusan

strategi yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan akhir. Keputusan ini

mencakup ruang lingkup bisnis, produk dan pasar yang harus dilayani, fungsi-fungsi

yang harus dilaksanakan dan kebijakan utama yang diperlukan untuk mengatur

pelaksanaan keputusan untuk mencapai sasaran. Kebijakan menunjukkan bagaimana

sumber harus dialokasikan dan bagaimana tugas yang diberikan dalam organisasi

harus dilaksanakan sehingga manajer tingkat fungsional dapat melaksanakan strategi

itu dengan sebaik-baiknya.

David (2004) mendefinisikan manajemen strategis merupakan ilmu tentang

perumusan dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang memungkinkan

20

organisasi mencapai tujuannya. Menajemen strategis terfokus pada upaya

memadukan menajemen pemasaran, keuangan/akuntansi, peoduksi penelitian dan

pengembangan, dan sistem informasi untuk mencapai keberhasilan dalam organisasi.

Tujuan manajemen strategi adalah memanfaatkan dan menciptakan peluang-peluang

baru dan berbeda di masa mendatang.

C. Proses Manajemen Strategi

Proses manajemen strategis adalah suatu paket komitmen. Keputusan dan langkah

yang diharapkan bagi sebuah perusahaan untuk memiliki daya saing strategis dan

menghasilkan keuntungan. Proses manajemen strategi bersifat dinamis. Input yang

relavan serta akurat yang berasal dari analisis lingkungan internal maupun eksternal

perusahaan diperlukan untuk merumuskan strategi yang efektif dan efisien serta

penerapannya. Langkah strategis yang efektif dan efisien merupakan syarat untuk

mencapai penampakan strategis dari daya saing strategis yang diharapkan

(Hoskisson, el, 1997).

Proses manajemen startegi merupakan alur dimana penyusunan strategi menentukan

sasaran dan menyusun startegi. Proses manajemen strategi menurut David (2004)

terdiri dari tiga tahap :

1. Formulasi strategi

Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi dan misi, mengidentifikasikan

peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan

internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang, membuat sejumlah strategi

21

alternatif, dan memilih strategi yang akan dilaksanakan. Keputusan formulasi strategi

mengikat organisasi terhadap produk, pasar, sumberdaya dan teknoloi yang spesifik

untuk periode waktu yang panjang.

2. Pelaksanaan Strategi

Tahapan implementasi strategi merupakan tahap yang relatif paling rumit karena

dalam implementasi strategi melibatkan seluruh individu dalam organisasi. Tahapan

ini membutuhkan disiplin pribadi, komitmen dan pengorbanan setiap individu yang

terlibat. Suksesnya implementasi strategi terletak pada kemampuan manajer untuk

memotivasi karyawan. Strategi yang telah diformulasikan tetapi tidak

diimplementasikan dengan baik tidak memiliki arti apapun. Kemampuan

interpersonal sangat dibutuhkan dalam tahap implementasi strategi ini. Aktivitas ini

memperngaruhi semua karyawan dan manajer dalam organisasi.

3. Evaluasi Strategi

Evaluasi stretegi merupakan tahap akhir dalam manajemen strategi. Evaluasi strategi

adalah cara pertama untuk memperoleh informasi. Strategi dapat diubah sewaktu-

waktu karena faktor-faktor internal dan eksternal yang selalu berubah. Tiga kegiatan

pokok dalam evaluasi strategi adalah (1) mengkaji ulang faktor-faktor ekternal dan

internal yang menjasi landasan perumusan strategi yang diterpakan sekarang, (2)

mengukur kinerja, dan (3) melakukan tindakan korektif. Evaluasi strategis perlu

dilakukan karena keberhasilan saat ini merupakan jaminan untuk keberhasilan di

waktu yang akan datang.

22

Secara umum, Purwanto (2008) menuliskan penentuan strategi yang tepat bagi

perusahaan dimulai dengan mengenali peluang dan ancaman yang terkandung dalam

lingkungan ekternal serta memahami kekuatan dan kelemahan pada aspek internal

perusahaan. Dengan demikian, perusahaan mampu bersaing dan mencapai tujuan

secara efektif dan efisien.

D. Tahapan Formulasi Strategi

Dalam tahap penyusunan strategi, perusahaan perlu menetapkan Visi dan Misi

perusahaan, serta menganalisis lingkungan bisnis perusahaan. Lingkungan bisnis

dapat dibagi menjadi dua, yaitu : lingkungan eksternal dan lingkungan internal.

1. Penyusunan Visi dan Misi Perusahaan

Berdasarkan pendapat dari Wibisono (2006, 43), Visi merupakan rangkaian kalimat

yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin

dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan pernyataan want

to be dari organisasi atau perusahaan. Visi adalah cara pandang jauh ke depan

kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi adalah

suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh

organisasi. Organisasi atau perusahaan membutuhkan visi yang dapat digunakan

sebagai:

a. Penyatuan tujuan, arah dan sasaran perusahaan.

b. Dasar untuk pemanfaatan dan alokasi sumber daya serta pengendaliannya.

c. Pembentukan dan pembangunan budaya perusahaan (corporate culture).

23

Menurut Wibisono (2006, 43) Visi yang baik memiliki kriteria sebagai berikut:

a. Menyatakan cita-cita/keinginan perusahaan di masa depan.

b. Singkat, jelas, fokus dan merupakan standard of excellence.

c. Realistis dan sesuai dengan kompetensi organisasi.

d. Atraktif dan mampu menginspirasikn komitmen serta antusiasme.

e. Mudah diingat dan dimengerti seluruh karyawan.

f. Dapat ditelusuri tingkat kepercayaanya.

Menurut Wibisono (2006, 46) Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan

tujuan atau alasan eksistensi organisasi, yang memuat apa yang disediakan oleh

perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa. Pengertian misi

adalah tujuan dan alasan yang memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian

tujuan. Misi pada dasarnya hanya bukan usaha formal untuk memperjelas apa yang

dikehendaki, namun misi merupakan tahapan aksi yang akan dilaksanakan dari visi

yang telah ada, guna mencapai suatu tujuan.

Menururt Wibisono (2006, 47) Tahap-tahap penyusunan Misi yang umumnya

dilakukan oleh perusahaan atau organisasi adalah:

a. Melakukan proses brainstorming dengan mensejajarkan beberapa kata yang

menggambarkan organisasi.

b. Penyusunan prioritas dan pemfokusan pada kata-kata yang paling penting.

c. Mengkombinasikan kata-kata yang telah dipilih menjadi kalimat atau paragraph

yang menggambarkan misi perusahaan.

24

d. Mengedit kata-kata sampai terdengar benar.

2. Analisis Lingkungan Ekternal

Umar (2008, 76) menjelaskan, lingkungan eksternal merupakan suatu proses yang

dilakukan oleh perencanaan strategi untuk memantau sektor lingkungan dalam

menentukan peluang dan ancaman bagi perusahaan.

Kekuatan ekternal dapat dibagi menjadi dua yaitu : lingkungan makro dan lingkungan

industri.

a. Lingkungan Makro

Lingkungan makro merupakan situasi dan kondisi yang berada di luar perusahaan

yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.

Lingkungan tersebut memberikan perusahaan peluang (opportunity) dan ancaman

(threat). Lingkungan eksternal makro terdiri atas faktor ekonomi, sosial budaya,

politik dan kebijakan pemerintah, teknologi serta demografi.

i. Faktor Ekonomi

Umar (2008, 78) menjelaskan, kondisi ekonomi suatu daerah atau Negara dapat

mempengaruhi iklim bisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi ekonomi,

semakin buruk pula iklim berbisnis. Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan

dalam menganalisis ekonomi suatu daerah atau Negara adalah : siklus bisnis,

25

ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga produk dan jasa,

produktivitas, dan tenaga kerja.

ii. Faktor Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan

Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan mencakup keyakinan,

nilai, sikap, opini yang berkembang dan gaya hidup dari orang-orang di lingkungan

eksternal perusahaan. Faktor-faktor ini biasanya dikembangkan dari kondisi kultural,

ekologis, pendidikan dan kondisi etnis. Seandainya faktor sosial berubah maka

permintaan untuk berbagai produk dan aktivitas juga turut mengalami perubahan.

Perusahaan juga harus dapat memperhatikan tentang hal-hal yang menyangkut faktor

demografi diantaranya adalah ukuran populasi, distribusi geografi (Lokasi/jalur

distribusi sampai ke agen-agen), pencampuran etnis serta distribusi pendapatan.

iii. Faktor Politik dan Kebijakan Pemerintah

Arah, kebijakan dan stabilitas politik pemerintah menjadi faktor penting bagi para

pengusaha untuk menjalankan usaha. Beberapa hal yang perlu di perhatikan dari

faktor politik agar bisnis dapat berkembang dengan baik adalah Undang-Undang

tentang lingkungan dan perburuhan, Peraturan tentang perdagangan luar negeri,

stabilitas pemerintahan, Peraturan tentang keamanan dan kesehatan kerja, dan sistem

perpajakan.

26

iv. Faktor Teknologi

Untuk menghindari keusangan dan meningkatkan inovasi suatu perusahaan maka

harus disadari akan perubahan teknologi yang dapat mempengaruhi industrinya.

Adaptasi teknologi yang kreatif dapat memiliki dampak terhadap perencanaan

perusahaan melalui pengembangan proses produksi dan pemasaran produk suatu

perusahaan.

v. Pesaing

Intensitas persaingan cenderung meningkat kalau jumlah pesaing bertambah karena

perusahaan yang bersaing menjadi setara dalam ukuran dan kemampuan. Strategi

yang dijalankan oleh salah satu perusahaan dapat berhasil hanya sejauh strategi itu

menyediakan keunggulan bersaing atas strategi yang dijalankan oleh perusahaan

pesaing. Persaingan ini terjadi karena satu atau lebih pesaing melihat peluang untuk

memperbaiki posisi.

b. Lingkungan Industri

Aspek lingkungan industri akan lebih mengarah pada aspek persaingan di mana

perusahaan berada. Faktor- faktor yang mempengaruhi kondisi persaingan, seperti

ancaman pada perusahaan dan kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan termasuk

kondisi persaingan industri tersebut meliputi pendatang baru, produk pengganti,

pembeli, pemasok dan pesaing seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

27

Model Lima Kekuatan Porter (Porter, 2013:9)

3. Analisis Lingkungan Internal

Lingkungan internal merupakan suatu kondisi yang ada di dalam suatu perusahaan.

Analisis internal adalah proses perencanaan strategi menentukan letak kekuatan dan

kelemahan suatu perusahaan. Lingkungan Internal menurut Kotler (2012, 49) adalah

satu hal penting untuk menemukan peluang yang menarik, dan dapat mengambil

keuntungan dari hal tersebut. Setiap bisnis perlu untuk mengevaluasi kekuatan dan

kelemahan internal.

Menurut David (2009, 176) dalam menganalisis lingkungan internal ada beberapa

unsur yang dianalisis, yaitu diantaranya :

a. Struktur Organisasi Perusahaan

Gambar 2.1

28

Struktur organisasi perusahaan merupakan pola hubungan di dalam perusahaan atau

bentuk formal peraturan dan hubungan antar orang sehingga setiap pekerja dapat

diarahkan dalam mencapai tujuan dan misi perusahaan.

b. Budaya Perusahaan

Budaya perusahaan adalah sekumpulan kepercayaan, harapan dan nilai yang

dipahami serta dilaksanakan oleh tiap-tiap anggota perusahaan dan akan membentuk

perilaku orang-orang di dalam perusahaan tersebut.

c. Sumber Daya Perusahaan

Sumber daya perusahaan adalah segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh

perusahaan guna mendukung perkembangan perusahaan, diantaranya sumberdaya

manusia, sumberdaya produksi, sumberdaya keuangan, pemasaran serta penelitian

dan pengembangan.

E. Formulai Strategi

Aplikasi untuk menentukan strategi utama berdasarkan konsep David (2010, 324)

dilakukan melalui pemakaian beberapa matriks dengan tiga tahap pelaksanaan, yaitu :

tahap pengumpulan data input (The Input Stage), tahap pemanduan (The Matching

Stage), dan tahap penetapan strategi (The Decision Stage).

1. Tahap 1 dari kerangka perumusan terdiri dari Matriks Evaluasi Faktor Eksternal

(External Factor Evaluation – EFE), Matriks Evaluasi Faktor Internal (Internal

Factor Evaluation – IFE), dan Matiks profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix –

29

CPM). Tahap ini disebut Tahap Input (Input Stage), berisi informasi input dasar yang

dibutuhkan untuk merumuskan strategi.

2. Tahap 2, yaitu Tahap Pencocokan (Matching Stage), berfokus pada penciptaan

strategi alternatif yang masuk akal dengan memperhatikan faktor-faktor eksternal dan

internal utama. Teknik tahap ini meliputi Kekuatan-Kelemahan-Peluang-Ancaman

(Strengths-Weakness-Opportunities-Threats-SWOT) Matriks Posisi Strategis dan

Evaluasi Tindakan (Strategic Position and Action Evaluation – Space), Matriks

Boston Consulting Group (BCG), Matriks Internal-Eksternal (Internal Eksternal-IE),

dan Matriks Strategi Besar (Grand Strategy Matrix).

3. Tahap 3, yaitu Tahap Keputusan (Decision Stage), melibatkan satu teknik saja,

Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matrix-

QSPM). Mengevaluasi strategi-strategi alternatif yang diindentifikasi dalam Tahap 2.

QSPM menunjukan daya tarik relatif berbagai strategi alternatif dan dengan

demikian, memberikan objektif bagi pemilihan strategi alternatif.

a. Matriks External Factor Evaluation (EFE) dan Matriks Internal Factor Evaluation

(IFE)

Matriks EFE merupakan sebuah daftar yang membuat serangkaian faktor strategis

eksternal yang terdiri atas peluang dan ancaman. kelebihan alat analisis matriks EFE

adalah agar para penyususun strategi dapat merangkum dan mengevaluasi informasi

ekonomi, sosial, demografi, lingkungan dan budaya, pilitik, hukum dan

30

pemerintahan, serta teknologi dan lingkungan industri (David, 2004). Langkah-

langkah dalam penyusunan pengembangan matriks EFE adalah sebagai berikut :

i. Buatlah daftar faktor-faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses audit

ekternal, terdiri peluang dan ancaman yang mempengaruhi perusahaan dan

industrinya.

ii. Tentukan bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (amat

penting). Bobot menunjukkan kepentingan relatif dari faktor tersebut agar berhasil

dalam industri. Peluang sering mendapat bobot lebih besar daripada ancaman. Tetapi,

ancaman dapat mendapatkan bobot tinggi, jika berat atau sangat mengancam.

iii. Tentukan rating setiap critical success factor antara 1 sampai 4, dimana:

1 = respon jelek

2 = respon rata-rta

3 = respon di atas rata-rata

4 = respon luar biasa

Peringkat didasarkan atas keadaan perusahaan, sedangkan bobot pada langkah 2

didasarkan pada industri. Peluang maupun ancaman dapat memperoleh peringkat 1, 2,

3 dan 4.

iv. Kalikan bobot nilai dengan nilai peringkat untuk mendapatkan skor semua critical

success factors.

31

v. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai.

Skor total 4,0 mengidentifikasi bahwa organisasi merespon dengan cara yang luar

biasa terhadap peluang- peluang dan ancaman-ancaman di pasar industinya.

Sementara, skor total 1,0 menunjukkan bahwa organisasi tidak memanfaatkan peluag-

peluang dan ancaman-ancaman ekternal.

Gambar 2.2 Matrix IFE

Menurut Umar (2008), data dan informasi aspek internal perusahaan dapat digali dari

beberapa fungsional perusahaan, misalnya dari aspek manajemen, keuangan, SDM,

pemasaran, sistem informasi, dan produksi/operasi. Sedangkan menurut David (2010,

230), matriks IFE digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan

berkaitan dengan kekuataan dan kelemahan yang dianggap penting, khususnya dalam

bidang fungsional. Matriks ini juga menjasi landasan untuk mengidentifikasi dan

mengevaluasi hubungan antar bidang. Dalam membuat matriks ini dibutuhkan

penilaian yang bersifat intuitif. Tahapan kerja yang harus dilakukan antara lain:

32

i. Buatlah daftar faktor-faktor internal yang diidentifikasi dalam proses audit internal,

terdiri kekuatan dan kelemahan.

ii. Tentukan bobot pada setiap faktor dari 0,0 (tidak penting) sampai 1,0 (terpenting).

Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,0. Nilai bobot dicari dan dihitung berdasarkan

rata-rata industrinya.

iii. Tentukan rating setiap critical success factor antara 1 sampai 4, di mana:

1 = kelemahan besar

2 = kelemahan kecil

3 = kekuatan besar

4 = kekuatan kecil

Rating mengacu pada kondisi perusahaan, sedangkan bobot mengacu pada industri

dimana perusahaan berada.

i. Kalikan bobot nilai dengan nilai rating-nya untuk menentukan nialai yang

dibobotkan untuk setiap variabel.

ii. Jumlahkan semua skor untuk mendapatkan skor total bagi perusahaan yang dinilai.

Nilai rata-rata adalah 2,5. Jika nilai di bawah 2,5 menandakan bahwa secara internal,

perusahaan adalah lemah. Sedangkan jika nilai berada di atas 2,5 menandakan posisi

internal kuat. Sama halnya dengan matriks EFE. Matriks IFE terdiri dari cukup

banyak faktor. Jumlah faktor-faktornya tidak berdampak pada jumlah bobot karena

selalu berjumlah 1,0.

33

Gambar 2.3 Matrix EFE

Kinnear dan Taylor dalam Dudiagunoviani, 2009 menjelaskan Penentuan bobot

setiap variabel dilakukan dengan cara penilaian bobot faktor strategis eksternal dan

internal organisasi kepada informan yang telah dipilih, yang mengetahui betul kondisi

dan permasalahan pada suatu organisasi. Penentuan bobot untuk matriks IFE dan

matriks EFE dilakukan dengan menggunakan metode Paired Comparison Scale.

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap

jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

dimana : A = bobot variabel ke-i i

n = jumlah variabel

i = 1,2,3,...,n

X= nilai variabel ke-i

Total bobot yang diberikan harus sama dengan 1,0. Pembobot ini kemudian

ditempatkan pada kolom kedua matrik IFE-EFE. Metode tersebut digunakan untuk

34

memberikan penilaian setiap faktor penentu eksternal dan internal. Paired

Comparison Scale merupakan metode yang digunakan untuk mengukur relative

importance. Pembobotan yang dilakukan menggambarkan relatif beberapa objek.

David (2004) menjabarkan pembobot setiap variabel ditentukan dengan

menggunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah:

1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertical.

2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertical.

3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertical.

Gambar 2.5 Penilaian Bobot Faktor Strategis Eksternal Organisasi

Gambar 2.6 Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal Organisasi

35

b. Matriks External Internal (IE)

Gabungan kedua matriks IFE dan EFE menghasilkan matriks eksternal-internal yang

berisikan Sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti

dari matriks-matriks IFE dan EFE. Tujuan penggunaan matriks ini adalah untuk

memperoleh strategi bisnis di tingkat korporat yang lebih detail. Diagram tersebut

dapat mengidentifikasi sembilan strategi perusahaan, tetapi pada prinsipnya ke

sembilan sel itu dapat dikelompokkan menjadi tiga strategi utama, yakni :

i. Sel I, II dan IV disebut strategi Tumbuh dan Membangun. Strategi yang cocok

adalah Strategi Intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan

produk) atau strategi integratif (integrasi ke belakang, integrasi ke depan dan integrasi

horisontal).

ii. Sel III, V dan VII disebut strategi Pertahankan dan Pelihara. Penetrasi pasar dan

pengembangan produk merupakan dua strategi yang banyak dilakukan apabila

perusahaan berada dalam sel ini.

iii. Sel VI, VIII dan IX disebut strategi Panen dan Divestasi. Nilai-nilai IFE

dikelompokkan ke dalam Tinggi (3,0-4,0). Sedang (2,0-2,99) dan Rendah (1,00-

1,99). Adapun nilai-nilai EFE dikelompokkan dalam Kuat (3,0-4,0), Rata-rata (2,0-

2,99) dan Lemah (1,0-1,99) Bentuk matriks IE (Internal Evaluation) serta

hubungannya dengan EFE dan IFE dapat dilihat pada Gambar 2.7.

36

Gambar 2.7

Matriks IE (David, 2004)

b. Strengths – Weaknesses – Opportunities - Threats (SWOT)

Setelah menganalisis dengan matriks IFE dan EFE maka dilakukan berbagai

kombinasi dengan menggunakan matriks SWOT. Matriks SWOT memiliki kelebihan

dan kelemahan diantaranya :

a. Strategi dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan.

b. Tidak ada batas jumlah strategi yang dapat diperiksa atau dievaluasi.

c. Membutuhkan ketelitian dalam memadukan faktor-faktor eksternal dan internal

yang terkait dalam proses keputusan (David, 2004).

Matriks ini merupakan matching tool yang penting untuk membantu para manajer

mengembangkan empat tipe strategi (Purwanto, 2008). Keempat tipe strategi yang

dimaksud adalah:

37

Strategi SO (Strengths Opportunities) adalah strategi yang digunakan perusahaan

dengan memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki/Strengths (S)

untuk memanfaatkan berbagai peluang/ Opportunities (O).

Strategi WO (Weaknesses Opportunities) adalah strategi yang digunakan perusahaan

dengan seoptimal mungkin meminimalisir kelemahan/ Weaknesses (W) yang ada

untuk memanfaatkan peluang/ Opportunities (O).

Strategi ST (Strengths Threats) adalah strategi yang digunakan perusahaan dengan

memanfaatkan atau mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki/Strengths (S) untuk

mengurangi berbagai ancaman/ Threats (T) yang mungkin melingkupi perusahaan.

Strategi WT (Weaknesses Threats) adalah strategi yang digunakan perusahaan untuk

mengurangi kelemahan/ Weaknesses (W) dalam rangka meminimalisir atau

menghindari ancaman/ Threats (T).

External Factor Evaluatiaon (EFE) digunakan untuk mempermudah teknik analisis

lingkungan eksternal dalam SWOT. Sedangkan analisis lingkungan internal akan

memberikan gambaran tentang keunggulan dan kelemahan (SW) dari perusahaan.

Internal Factor Evaluation (IFE) digunakan untuk mempermudah teknik analisis

lingkungan internal dalam SWOT. Langkah-langkah rinci dalam membuat SWOT

adalah sebagai berikut :

38

i. Buatlah daftar peluang signifikan eksternal perusahaan.

ii. Buatlah daftar ancaman signifikan ekternal perusahaan.

iii. Buat daftar kekuatan signifikan internal perusahaan.

iv. Buat daftar kelemahan signifikan internal perusahaan.

v. Cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan peluang-peluang eksternal dan catat

hasilnya dalam sel SO strategi.

vi. Cocokkan kelemahan-kelemahan internal dan peluang-peluang eksternal dan catat

hasilnya dalam sel WO strategi.

vii. Cocokkan kekuatan-kekuatan internal dan ancaman-ancama eksternal dan catat

hasilnya dalam sel ST strategi.

vii. Cocokkan kelemahan-kelemahan internal dan ancaman ancaman eksternal dan

catat hasilnya dalam sel WT strategi.

Matriks SWOT dapat dilihat pada gambar 2.8 di bawah ini

Gambar 2.8

39

David (2009, 206) menjelakan bahwa analisis SWOT didasarkan pada logika yang

dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun

secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman

(Threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan

pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian

perencana strategis (Strategic Planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis

perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang saat ini.

Hal tersebut disebut dengan analisis situasi.

c. Matriks Grand Strategy

Sebagai tambahan dari Matriks SWOT, Matriks Grand Strategy telah menjadi model

popular dalam memformulasikan strategi alternatif . Menurut David (2001, 2018 ).

Matriks Grand Strategy dibuat berdasarkan situasi bisnis yang didefinisikan dalam 2

faktor: pertumbuhan pasar pada umumnya dan posisi saing perusahaan di pasar

tersebut. Dari kedua faktor tersebut, suatu bisnis dapat dikategorikan dalam salah satu

dari keempat kuadran yang ada: (I) posisi saing yang kuat di dalam pasar yang

pertumbuhannya cepat, (II) posisi saing lemah di dalam pasar yang pertumbuhannya

cepat, (III) posisi saing lemah di dalam pasar yang pertumbuhannya lambat, atau (IV)

posisi saing kuat di dalam pasar yang pertumbuhannya lambat. Masing-masing

kuadran mengusulkan sekumpulan kemungkinan dalam pemilihan strategi grand.

40

Gambar 2.9

Matrix Grand Strategy, David (2001, 218)

Manager strategi yang memiliki bisnis di kuadran III dan mengharapkan

pertumbuhan lambat pasar yang berkelanjutan dan posisi saing yang lemah biasanya

akan mencoba untuk menurunkan komitmen sumber daya mereka dalam bisnis ini

(retrenchment). Alternatif lain dalam kuadaran III yaitu diversifikasi, divestiture, atau

likuidasi. Bisnis di kuadran IV memiliki kekuatan untuk memperluas ke area yang

lebih menjanjikan pertumbuhan. Bisnis seperti ini memiliki karakteristik level arus

kas yang tinggi dan kebutuhan pertumbuhan internal yang terbatas sehingga mereka

berada dalam posisi sangat tepat untuk melakukan diversifikasi.

F. Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan

41

a. Pengertian Pemasaran Jasa Pendidikan

Penggunaan istilah pemasaran pada saat ini sudah sangat berkembang disegala sektor

kegiatan termasuk pada lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan pada hakekatnya

bertujuan memberi layanan. Pemasaran dalam bidang pendidikan menghasilkan

kepuasan peserta didik serta kesejahteraan stakeholders lembaga pendidikan dalam

jangka panjang sebagai kunci untuk memperoleh profit. Hal ini berlaku bagi lembaga

pendidikan yang bergerak dibidang industri jasa pendidikan maupun industri jasa non

pendidikan.

Alma (2008:31) menjelaskan bahwa : “Pemasaran jasa pendidikan adalah kegiatan

lembaga pendidikan memberi layanan atau menyampaikan jasa pendidikan kepada

siswa dengan cara yang memuaskan”. Sedangkan Kotler & Fox (Lupiyoadi,

2006:145) berpendapat bahwa : “Marketing is the analysis, planning, implementation

and control of carefully formulated program designed to bring about voluntary

exchange of value with target markets to achieve institutional objectives. offers to

meet the targer markets need and designed and using effective pricing,

communication, and distribution to inform, motivate and service these market”.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran jasa pendidikan

pada dasarnya merupakan kegiatan lembaga pendidikan menganalisis, merencanakan,

mengimplemantasikan, dan mengontrol program yang telah diformulasikan

sehingga memuaskan siswa.

42

b. Konsep Pemasaran dalam Jasa Pendidikan

Menurut Alma (2005:46-51) ada beberapa tahap pengembangan konsep marketing

yang digunakan dalam menghadapi persaingan yaitu:

i. Konsep produksi : konsep ini berpandangan bahwa perusahaan membuat produksi

sebanyak-banyaknya. Dengan produksi missal ini akan diperoleh efisiensi dalam

pemakaian input dan efisiensi dalam proses produksi.

ii. Konsep produk : konsep ini berlaku sudah sejak lama, pada saat produsen berada

pada posisi kuat. Produsen menghasilkan produk yang sangat baik menurut ukuran

atau selera produsen sendiri, bukan menurut kehendak konsumen, konsumen

demikian banyaknya, sehingga selera merekapun sangat bervariasi.

iii. Konsep penjualan : pengusaha yang menganut konsep penjualan (selling concept)

berpendapat bahwa yang penting, produsen menghasilkan produk, kemudian produk

itu dijual ke pasar dengan menggunakan promosi secara besar-besaran.

iv. Konsep marketing (marketing concept) : konsep marketing ini menyatakan bahwa

produsen, jangan memperhatikan diri sendiri, jangan melihat selera sendiri, tapi

lihatlah, carilah apa dan bagaimana selera konsumen.

v. Konsep Responsibility = Konsep Societal = Konsep Kemasyarakatan : konsep ini

menyatakan bahwa dunia perusahaan harus bertanggung jawab pada masyarakat

terhadap segala perilaku bisnisnya.

c. Karakteristik Jasa Pendidikan

43

Pada dasarnya jasa pendidikan adalah sesuatu yang diberikan oleh satu pihak

kepada pihak lain yang sifatnya tidak berwujud dan tidak memiliki dampak

perpindahan hak milik. Hal ini sangat erat kaitannya dengan program

pemasarannya. Jasa Pendidikan menurut Ratih Hurriyati (dalam Buchari Alma,

2008:173-174) secara umum memiliki karakteristik utama, yaitu:

Tidak Berwujud (Intangibibility), jasa tidak berwujud seperti produk fisik, yang

menyebabkan pengguna jasa pendidikan tidak dapat melihat, mencium, mendengar,

dan merasakan hasilnya sebelum mereka mengkonsumsinya (menjadi subsistem

lembaga pendidikan).

Tidak Terpisah (Inseparability), jasa pendidikan tidak dapat dipisahkan dari

sumbernya, yaitu lembaga pendidikan yang menyediakan jasa tersebut. Artinya,

jasa pendidikan dihasilkan dan dikonsumsi secara serempak (simultan) pada waktu

yang sama.

Bervariasi (Variability), jasa bersifat sangat variabel karena merupakan

nonsatndarized out-put, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung

pada siapa, kapan, dan dimana jasa tersebut dihasilkan.

Perishability, jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

Sedangkan Lupiyoadi (2006:145) memiliki pendapat mengenai empat karakteristik

jasa pendidikan yaitu:

44

1. Perguruan Tinggi termasuk ke dalam jasa murni, dimana pemberian jasa yang

dilakukan didukung alat kerja atau sarana pendukung semata. Contoh: ruangan

kelas, kursi, meja, buku – buku dan sebagainya.

2. Jasa yang diberikan membutuhkan kehadiran pengguna jasa (siswa), yang dalam

hal ini siswa yang mendatangi lembaga pendidikan tersebut untuk mendapatkan

jasa yang diinginkan.

3. Penerima jasanya adalah orang, jadi merupakan pemberian jasa berbasis orang

atau disebut sistem kontak tinggi (high contact system) yaitu hubungan antara

pemberi jasa dengan pelanggan tinggi.

4. Hubungan dengan siswa berdasarkan hubungan keanggotaan (member

relationship), dimana siswa telah menjadi anggota lembaga pendidikan tertentu).

d. Dimensi Bauran Pemasaran Jasa Pendidikan

Fungsi pemasaran dalam pendidikan adalah untuk membentuk citra baik terhadap

lembaga pendidikan dalam rangka menarik minat sejumlah calon siswa, maka

lembaga pendidikan, menggunakan atau mengembangkan berbagai upaya strategi

yang dikenal dengan upaya strategi bauran pemasaran (Alma, 2008 :372). Kotler

(Hurriyati, 2008:47) mengemukakan definisi bauran pemasaran (marketing mix),

“Marketing mix is the set of marketing tools that t he firm uses to pursue its

marketing objective in the target market.”

45

Bauran pemasaran adalah sekumpulan alat pemasaran (marketing mix) yang dapat

digunakan oleh perguruan tinggi untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar

sasaran. Menurut Kotler dan Armstrong (2006:43) bahwa definisi bauran

pemasaran, “The marketing mix is the set controllable, tactical marketing tools that

the firms blend to produce the response it wants in the target market”

Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran taktis dan terkontrol

yang dipadukan untuk menghasilkan respon pasar sasaran. Zeithaml dan Bitner

(Hurriyati, 2008:48) mengemukakan definisi bauran pemasaran “Marketing mix

defined as the elements an organizations controls that can be used to satisfy or

communicate with customer.”

Menurut Alma (2005:115-120) elemen-elemen strategi bauran pemasaran jasa

pendidikan terdiri atas tujuh P yaitu empat P tradisional dan tiga P dalam pemasaran

jasa, tujuh P tersebut adalah sebagai berikut:

P1 = Product (produk)

Produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta,

dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau

keinginan pasar yang bersangkutan, (Fandy Tjiptono, 2008 : 95).

Produk ini merupakan hal yang paling mendasar yang akan menjadi pertimbangan

preferensi pilihan bagicalon. Bauran produk dalam strategi ini dapat berupa

diferensiasi produk akan memberikan dampak terhadap kesempatan lapangan kerja

dan menimbulkan citra terhadap nama universitas (Alma, 2005:115).

46

Dalam hal ini strategi bauran produk diterjemahkan dalam variabel strategi

akademikdan strategi sosio cultural yang keduanya memperlihatkan hubungan

korelatif positif terhadap daya tarik calon siswa. Elemen produklainnya yang cukup

berpengaruh juga disamping produk bidang akademik, iasalah produk yang membuat

layanan pendidikan lebih bervariasi, seperti adanya kegiatan olahraga, kesenian,

keagamaan, kursus-kursus.

P2 = Price (Harga)

Harga adalah satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya)

yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang

dan atau jasa (Fandy Tjiptono 2008;151). Menurut Monroe (2005) menyatakan

bahwa harga merupakan pengorbanan ekonomis yang dilakukan pelanggan untuk

memperoleh produk atau jasa.

Elemen ini berjalan sejajar dengan mutu produk. Apabila mutu produkbaik,maka

calon siswa berani membayar lebih tinggi. Bila SPP dinaikan apakah minat masuk PT

berkurang? Tidak sepanjang SPP tersebut masih dirasa dalam batas keterjangkauan

siswa. Akan tetapi ada perguruan tinggi yang menetapkan SPP tinggi sekali,

peminatnya tetap banyak. Ini disebabkan karena situasi kelangkaan penyedia jasa

pendidikan yang bermutu (sekurang-kurangnya menurut persepsi konsumen), melihat

siapa dibelakang pengelola jasa pendidikan tersebut. Malahan pernah ada perguruan

tinggi baru muncul denganharga sudah tinggi, dan peminatnya besar. Hal ini

merupakan taktik “skimming price” yang terkenal dalam marketing, diimbangi

dengan bayangan mutu meyakinkan.

47

Skimming price berati memasang harga setinggi-tingginya pada saat mulai

dipasarkan. Tentu dengan suatu jaminan bahwa produk yang ditawarkan memang

berkualitas tinggi, sehingga tidak mengecewakan konsumennya. Dalam dunia

pendidikan kita harga yang harus dibayar siswa berbagai jenisnya antara lain, uang

SPP = Sumbangan Pembiayaan Pendidikan, uang laboratorium, uang kuliah kerja,

uang ujian, tentamen dan sebagianya. Banyak sekali istilah dalam bahasa inggris dari

uang yang dibayarkan oleh seseorang untuk membeli jasa, misalnya istilah RENT

untuk sewa rumah, TUITION untuk jasa pendidikan, FEE untuk jasa dokter, FARE

untuk jasa taxi, bus, pesawat terbang, INTEREST untuk bunga pinjaman, TOLL untuk

jasa pengguna jalan tol, PREMIUM untuk jasa asuransi, HONORARIUM untuk jasa

ekstra dosen, guru, SALLARY untuk gaji pegawai, WAGE untuk upah buru,

COMMISSION untuk perantara dagang, PAJAK untuk penggunaan fasilitas negara

dan sebagainya (Alma, 2005:117).

P3 = Place (Tempat)

Definisi menurut Philip Kotler mengenai distribusi adalah : “The various the

company undertakes to make the product accessible and available to target

customer”. Berbagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk membuat produknya

mudah diperoleh dan tersedia untuk konsumen sasaran.

Menurut Alma, Pada umumnya para pimpinan Perguruan Tinggi Swasta sependapat

bahwa lokasi letak Perguruan Tinggi Swasta yang mudah dicapai kendaran umum,

cukup berperan sebagai bahan pertimbangan calon siswa untuk memasuki Perguruan

Tinggi Swasta. Demikian pula para siswa menyatakan bahwa lokasi suatu Perguruan

48

Tinggi Swasta turut menentukan pilihan mereka, mereka menyenangi lokasi di kota

dan yang mudah dicapai kendaraan umum, atau ada fasilitas alat transportasi dari

lmbaga, atau bis umum yang disediakan oleh pemerintah daerah.

P4 = Promotion (Promosi)

Promosi adalah kegiatan mengkomunikasikan informasi dari penjual kepada

konsumen atau pihak lain dalam saluran penjualan untuk mempengaruhi sikap dan

perilaku. Melalui periklanan suatu perusahaan mengarahkan komunikasi persuasif

pada pembeli sasaran dan masyarakat melalui media-media yang disebut dengan

media massa seperti Koran, majalah, tabloid, radio, televise dan direct mail (Baker,

2000:7).

Pada bagian lain lebih rinci, elemen ini sudah banyak dibahas, yang kesimpulannya

ialah promisi berlebihan mempunyai hubungan korelatif negatif terhadap daya tarik

peminat. Dan ternyata Perguruan Tinggi Swasta kuat melaksanakan promosi lebih

rendah daripada Perguruan Tinggi Swasta lemah (Alma, 2005:159).

P5 = People (Orang)

People, menyakut peilaku unsur pimpinan dan karyawan/tenaga edukatif pada

Perguruan Tinggi Swasta, sebagai service provider. Pada umumnya pimpinan

Perguruan Tinggi Swasta berpendapat sangat setuju bahwa tokoh ilmuwan yangs

ebaiknya menjadi Rektor/Pembantu Rektor, dan sebagai pengurus yayasan diangkat

tokoh masyarakat. Degan demikian strategi memilih siapa pimpinan yang akan

diangkat, tidak diragukan lagi peranannya dalam mengangkat citra, serta

meningkatkan jumlah peminat pada suatu Perguruan Tinggi Swasta.

49

Diungkapkapkan oleh Zeitthaml dan Bitner (Alma, 2007:118); people All human

actors who play a part in service delivery and thus influence the buyer’s perceptions,

namely the firm’s personel, the customer, and other customers in the service

environment.

Jadi dalam unsur people ini teermasuk semua orang, bukan hanya pimpinan saja,

yang terlibat dalam penyampaian jasa sehingga mempengaruhi persepsi konsumen.

Orang yang mneyediakan jasa atau contactperson adalah elemen sangat penting.

Bahwa dalam jasa tertentu seperti konsultan, konseling, guru-dosen, dan tenaga

profesional lainnya yang langsung berhubungan dengan jasa, dikatakan “the provider

is the service” dia itu merupakan jasa.

Oleh sebab itu sangat penting dilakukan internal marketing di samping eksternal

marketing seperti diuraikan dalam segitiga pemasaran jasa. Ada tiga elemen penting

dalam segi tiga tersebut yaitu the company = lembaga, the customers dan the

providers = karyawan. Dalam tiga elemen segi tiga ini harus ada kerjasama harmonis,

agar mencapai sukses dalam pemasaran yaitu melakui eksternal, internal dan

interactive marketing. Semua mereka harus komit dengan janji.

Eksternal marketing = making promises, tugasnya membuat, memberikan janji

kepada konsumen, antara lain berupa dosen-dosen adalah dosen yang berkualisfikasi

terbaik, kerjasama dengan PT ternama, akan diberikan beasiswa, dijamin lulus tepat

pada waktunya, fasilitas lab. Praktikum tersedia lengkap dan sebagainya.

50

Internal marketing tugasnya enabling promises. Tugas karyawan ialan berusahan

agar apa yang telah dijanjikan oleh lembaga dapat terpengaruh. Untuk itu karyawan

harus meliliki skill, ability, tools, dan motivasi yang tinggi dalam melayani siswa.

Bagi manajemen ini harus menjadi pusat perhatian, karyawan harus dipaskan terlebih

dahulu sebelum dia dapat memuaskan siswa. Sebab hal ini saling berkaitan. Lembaga

perlu mengadakan penataran, pelatihan, baik dalam bentuk keterampilan kerja,

ataupun dalam bentuk keterampilan kerja, ataupun dalam bentuk penampilan pribadi

dengan segala perilaku, watak dan tempramennya.

Intecrative marrketing = keeping promises. Dalam interaksi antara karyawan dengan

konsumen maka perlu dijaga, diingat apa-apa yang telah dijanjikan kepada calon

konsumen. Jangan sampai janji dilanggar, jangan sampai menjadi isapan jempol

belaka, tak ada buktinya. Jika ini terjadi, maka akan muncul kekecewaan luar biasa

dari konsumen, dan akan berakibat fatal terhadap lembaga pendidikannya.

P6 = Physical Evidence (Bukti Fisik)

Bukti fisik dan yang mewakili (Physical Evidence and Presentation). Bukti fisik yang

dimiliki oleh penyedia jasa yang ditujukan kepada konsumen sebagai usulan nilai

tambah konsumen (Kotler, 2007:209).

Apa yang dimaksudkan dengan physical evidence ialah seperti dinyatakan oleh

Zeithaml and Bitner (Alma, 2005:119) yaitu : Phisical is the environment in which

the service is delivered and where the firm and customer interact, and any tangible

components that facilititate performance or comunication of the service.

51

Jadi ini merupakan sarana fisik, lingkungan terjadinya penyampaian jasa, antara

produsen dan konsumen berinteraksi dan setian komponen lainnya yang

memfaislitasi penampilan jasa yang ditawarkan.

Pada sebuah lembaga pendidikan tentu merupakan physical evidence ini adalah

gedung/bangunan, dan segala sarana dan fasilitas yang terdapat di dalamnya.

Termasuk pula bentuk desain interior dan eksterior dari gedung-gedung yang terdapat

di dalam kampusnya. Performance dari sebuah lembaga pendidikan, jika dikaji lebih

jauh tentu akan sangat luas, apabila kita memandangnya dari sudut pandang bisnis

akan termasuk dalam eksterior: desain eksterior , lapangan parkir, rambu-rambu di

dalam kampus, taman, kebun-kebun yang asri terpelihara, kebersihan dan sebaginya.

Dari segi interio: desain interios, tataruang, parabot, peralatan, ventilasi, sirkulasi

udara/AC dan sebagainya. Di samping itu ada tampilan-tamilan lain yang juga

menarik yyaitu alat tulis menulis, logo, barang cetakan, kop surat, amplop, map,

ijazah, buku pedoman, agenda pakaian seragam, internet dan sebagainya.

P7 = Proccess (Proses)

Dengan proses dimaksudkan oleh Zeithaml and Biitner (Alma, 2005:120) : Process is

the actual procedures, mechanism and flow of activities by which the service is

delivered – the service delivery and operating systems.Proses adalah suatu metode

pengoperasian atau serangkaian tindakan yang diperlukan untuk menyajikan produk

dan layanan yang baik kepada pelanggan (Lovelock dan Wright 2002:13).

Dalam hal ini perlu diperlihatkan dan ditingkatkan selalu bagaimana proses yang

terjadi dalam penyaluran jasa dari produsen sampai ke konsumen. Pada lembaga

52

pendidikan tentu ini menyangkut produk utamanya ialah proses belajar mengajar, dari

dosen ke siswa. Apakah kualitas jasa atau perkuliahan yang diberikan oleh dosen

cukup bermutu ditinjau dari sudut penilaian mahaisswa. Sebenarnya apakah siswa

cukup mempu menilai bagaimana penampilan dan penugasan bahan dari para

dosennya.

Jika dianalogikan dengan usaha bisnis maka pelanggan jasa akan mempersepsikan

system penyerahan jasa sebagai bagian dari jasa itu sendiri. Oleh sebab itu

manajemen dari lembaga pendidikan harus memperhatikan kualitas guru-dosen yang

sangat menunjang keberhasilan pemasaran dan kepuasan terhadap siswa.Kedalam

proses ini tercakup berbagai komponen jadual, tugas, mekanisme, rutinitas,

keterlibatan karyawan, keterlibatan konsumen, orang tua dan sebagainya (Alma,

2005:118).

Demikian pula dari segi produsen proses ini sangat terkait dengan usur People.

People melaksanakan proses. People harus memiliki lima sifat dominant yaitu

reability = kemampuan memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan dan akurat,

responsiveness = kemampuan memberikan jasa layanan yang cepat, dan tanggap atas

keluhan yang disampaikan secara resmi ataupun berupa keluhan-keluhan, assurance

= memberi keyakinan dan kepercayaan kepada mahsaiswa, emphaty = ada kepedulian

dan konsen terhadap siswa sebagai konsumen, dan tangible yaitu penampilan fasilitas

fisik, peralatan dan berbagai media pengajaran yang cukup berperan dalam proses

belajar mengajar (Alma, 2005:119).

53

Proses penyampaian jasa ini sangat signifikan dalam menunjang keberhasilan

pemasaran dan jasa pendidikan dan memberikan kepuasan kepada siswa. Para siswa

tentu saja ada yang tidak puas dengan proses yang terjadi di perguruan tiggi.

Keluhan-keluhan in harus dimonitori dan segera diatasi. Penanganan keluhan yang

baik, akan memberikan peluang untuk mengubah seorang siswa yang tidak puas

menjadi siswa yang sangat puas. Siswa yang merasa puas setelah mereka tamat, akan

menjadi instrumene penyokokong lembaga dan turut aktif mempromosikan lembaga

pendidikan tersebut ke masyrakat luas (Alma, 2005:119).

Manfaat dari mengatasi keluhan yang terjadi terhadap siswa ialah (Alma, 2005:120):

a. Lembaga pendidikan memperoleh kesempatan untuk memperbaiki hubungannya

dengan siswa dari tidak baik menjadi baik.

b. Lembaga bisa terhindar dari pemberitahuan negatif baik di masa media, ataupun

berita dari mulut ke mulut/rumor.

c. Lembaga bisa melakukan instropeksi, hal apa saja yang perlu dibenahi oleh

manajemen dalam rangka meningkatkan servis.

Lembaga dapat memberikan motivasi ataupun pengalaman kepada karyawan dan

tenaga edukatif bagaimanan meningkatkan kualitas layanan, baik layanan yang

dtampak maupun yang tidak tampak. Artinya layanan yang berhdapan tatap muka

dengan siswa maupun proses layanan di balakang meja.

G. Strategi Bersaing

54

a. Strategi Generik Porter

Dalam analisanya tentang strategi bersaing (competitive strategy atau disebut

juga Porter’s Five Forces) suatu perusahaan, Michael A. Porter mengintrodusir 3

jenis strategi generik, yaitu: Keunggulan Biaya (Cost Leadership), Pembedaan

Produk (Differentiation), dan Focus.

1. Strategi Biaya Rendah (cost leadership)

Strategi Biaya Rendah (cost leadership) menekankan pada upaya memproduksi

produk standar (sama dalam segala aspek) dengan biaya per unit yang sangat rendah.

Produk ini (barang maupun jasa) biasanya ditujukan kepada konsumen yang relatif

mudah terpengaruh oleh pergeseran harga (price sensitive) atau menggunakan harga

sebagai faktor penentu keputusan. Dari sisi perilaku pelanggan, strategi jenis ini amat

sesuai dengan kebutuhan pelanggan yang termasuk dalam kategori perilaku low-

involvement, ketika konsumen tidak (terlalu) peduli terhadap perbedaan merek,

(relatif) tidak membutuhkan pembedaan produk, atau jika terdapat sejumlah besar

konsumen memiliki kekuatan tawar-menawar yang signifikan.

Terutama dalam pasar komoditi, strategi ini tidak hanya membuat perusahaan mampu

bertahan terhadap persaingan harga yang terjadi tetapi juga dapat menjadi pemimpin

pasar (market leader) dalam menentukan harga dan memastikan tingkat keuntungan

pasar yang tinggi (di atas rata-rata) dan stabil melalui cara-cara yang agresif dalam

efisiensi dan kefektifan biaya. Sumber dari keefektifan biaya (cost effectiveness) ini

bervariasi. Termasuk di dalamnya adalah pemanfaatan skala ekonomi (economies of

55

scale), investasi dalam teknologi yang terbaik, sharing biaya dan pengetahuan dalam

internal organisasi, dampak kurva pembelajaran dan pengalaman (learning and

experience curve), optimasi kapasitas utilitas, dan akses yang baik terhadap bahan

baku atau saluran distribusi. Pada prinsipnya, alasan utama pelaksanaan strategi

integrasi ke hulu (backward integration), ke hilir (forward integration), maupun ke

samping (horizontal integration) adalah untuk memperoleh berbagai keuntungan dari

strategi biaya rendah ini. Biasanya strategi ini dijalankan beriringan dengan strategi

diferensiasi.

Untuk dapat menjalankan strategi biaya rendah, sebuah perusahaan harus mampu

memenuhi persyaratan di dua bidang, yaitu: sumber daya (resources) dan organisasi.

Strategi ini hanya mungkin dijalankan jika dimiliki beberapa keunggulan di bidang

sumber daya perusahaan, yaitu: kuat akan modal, trampil pada rekayasa proses

(process engineering), pengawasan yang ketat, mudah diproduksi, serta biaya

distribusi dan promosi rendah. Sedangkan dari bidang organisasi, perusahaan harus

memiliki: kemampuan mengendalikan biaya dengan ketat, informasi pengendalian

yang baik, insentif berdasarkan target (alokasi insentif berbasis hasil). (Umar, 1999).

2. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)

Strategi Pembedaan Produk (differentiation), mendorong perusahaan untuk sanggup

menemukan keunikan tersendiri dalam pasar yang jadi sasarannya. Keunikan produk

(barang atau jasa) yang dikedepankan ini memungkinkan suatu perusahaan untuk

menarik minat sebesar-besarnya dari konsumen potensialnya. Cara pembedaan

56

produk bervariasi dari pasar ke pasar, tetapi berkaitan dengan sifat dan atribut fisik

suatu produk atau pengalaman kepuasan (secara nyata maupun psikologis) yang

didapat oleh konsumen dari produk tersebut. Berbagai kemudahan pemeliharaan,

features tambahan, fleksibilitas, kenyamanan dan berbagai hal lainnya yang sulit

ditiru lawan merupakan sedikit contoh dari diferensiasi. Strategi jenis ini biasa

ditujukan kepada para konsumen potensial yang relatif tidak mengutamakan harga

dalam pengambilan keputusannya (price insensitive).

Perlu diperhatikan bahwa terdapat berbagai tingkatan diferensiasi. Diferensiasi tidak

memberikan jaminan terhadap keunggulan kompetitif, terutama jika produk-produk

standar yang beredar telah (relatif) memenuhi kebutuhan konsumen atau jika

kompetitor/pesaing dapat melakukan peniruan dengan cepat.

Resiko lainnya dari strategi ini adalah jika perbedaan atau keunikan yang ditawarkan

produk tersebut ternyata tidak dihargai (dianggap biasa) oleh konsumen. Jika hal ini

terjadi, maka pesaing yang menawarkan produk standar dengan strategi biaya rendah

akan sangat mudah merebut pasar. Oleh karenanya, dalam strategi jenis ini, kekuatan

departemen Penelitian dan Pengembangan sangatlah berperan.

Pada umumnya strategi biaya rendah dan pembedaan produk diterapkan perusahaan

dalam rangka mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage) terhadap para

pesaingnya pada semua pasar.

Secara umum, terdapat dua bidang syarat yang harus dipenuhi ketika perusahaan

memutuskan untuk memanfaatkan strategi ini, yaitu: bidang sumber daya (resources)

57

dan bidang organisasi. Dari sisi sumber daya perusahaan, maka untuk menerapkan

strategi ini dibutuhkan kekuatan-kekuatan yang tinggi dalam hal: pemasaran produk,

kreativitas dan bakat, perekayasaan produk (product engineering), riset pasar,

reputasi perusahaan, distribusi, dan ketrampilan kerja. Sedangkan dari sisi organisasi,

perusahaan harus kuat dan mampu untuk melakukan: koordinasi antar fungsi

manajemen yang terkait, merekrut tenaga yang berkemampuan tinggi, dan mengukur

insentif yang subyektif di samping yang obyektif. (Umar, 1999)

3. Strategi Fokus (focus)

Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu

segmen pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani

kebutuhan konsumen yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan

keputusannya untuk membeli relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam

pelaksanaannya – terutama pada perusahaan skala menengah dan besar –, strategi

fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua strategi generik lainnya: strategi biaya

rendah atau strategi pembedaan karakteristik produk. Strategi ini biasa digunakan

oleh pemasok “niche market” (segmen khusus/khas dalam suatu pasar tertentu;

disebut pula sebagai ceruk pasar) untuk memenuhi kebutuhan suatu produk — barang

dan jasa — khusus.

Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup (market

size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu diperhatikan oleh

pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak tertarik untuk

58

bergerak pada ceruk tersebut). Strategi ini akan menjadi lebih efektif jika konsumen

membutuhkan suatu kekhasan tertentu yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing.

Biasanya perusahaan yang bergerak dengan strategi ini lebih berkonsentrasi pada

suatu kelompok pasar tertentu (niche market), wilayah geografis tertentu, atau produk

— barang atau jasa — tertentu dengan kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen

secara baik, excellent delivery.

b. Strategi Generik Glueck

Glueck meyakini bahwa strategi perusahaan pada dasarnya dapat dikategorikan ke

dalam empat strategi generik, yaitu: strategi stabilitas (stability), ekspansi

(expansion), penciutan (retrenchment), dan kombinasi (combination) dari ketiganya.

(Umar, 1999).

1. Strategi Stabilitas (stability)

Pada prinsipnya, strategi ini menekankan pada tidak bertambahnya produk, pasar dan

fungsi-fungsi perusahaan karena berusaha untuk meningkatkan efisiensi di segala

bidang dalam rangka meningkatkan kinerja dan keuntungan. Strategi ini relatif rendah

resiko dan biasanya dilakukan untuk produk yang tengah berada pada posisi

matang/dewasa (maturity).

2. Strategi Ekspansi (expansion)

Strategi ekspansi menekankan pada penambahan atau perluasan produk, pasar dan

fungsi dalam perusahaan sehingga aktivitas perusahaan meningkat. Tetapi selain

59

keuntungan yang ingin diraih lebih besar, strategi ini juga mengandung resiko

kegagalan yang tidak kecil.

3. Strategi Penciutan (retrenchment)

Strategi penciutan dimaksudkan untuk melakukan pengurangan atas pasar maupun

fungsi-fungsi dalam perusahaan yang memiliki aliran keuangan (cash-flow) negatif.

Biasanya strategi ini diterapkan pada perusahaan yang berada pada tahap menurun

(decline).

4. Strategi Kombinasi (combination)

Oleh karena berbagai perubahan eksternal seringkali hadir secara tidak seragam (dan

bahkan terkadang sulit diduga) terhadap berbagai lini produk (product line) yang

dihasilkan suatu perusahaan seperti daur hidup produk (product life cycle) yang tidak

seragam, maka perusahaan tersebut dapat saja melakukan kombinasi atas ketiga jenis

strategi di atas secara bersama.

c. Strategi Utama

Secara garis besar, terdapat 4 kelompok strategi utama dengan 14 tipe turunannya.

Keempatbelas tipe strategi tersebut adalah sebagai berikut (Lihat David, 1998; Porter

1980 dan 1985):

1. Integration Strategies

60

Tiga jenis strategi, yaitu forward, backward, dan horizontal seringkali disebut sebagai

strategi-strategi vertical integration. Namun, tidak jarang yang memaksudkan

integrasi vertikal sebagai hanya integrasi forward dan backward saja.

a. Forward Integration

Integrasi ke hilir melibatkan upaya untuk memperoleh kepemilikan (saham

perusahaan) lebih besar atau meningkatkan kontrol terhadap para distributor dan

peritel. Salah satu bentuk/cara efektif untuk melakukan strategi ini adalah waralaba

(franchising). Begitu banyak perusahaan berminat di bidang ini sebagai upaya untuk

mendistribusikan produknya (barang maupun jasa). Salah satu alasan terbesar

hadirnya bentuk waralaba ini adalah realita bahwa model ini sebetulnya merupakan

upaya untuk membagi biaya dan peluang kepada banyak pihak.

b. Backward Integration

Integrasi ke hulu merupakan suatu strategi yang mengupayakan kepemilikan atau

meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pemasok. Hal ini dibutuhkan karena baik

produsen maupun peritel selalu membeli bahan baku dari perusahaan pemasok.

Strategi ini menjadi menarik terutama ketika perusahaan pemasok yang saat ini ada

ternyata tidak dapat diandalkan (unreliable), terlalu mahal, atau tidak dapat

memenuhi kebutuhan perusahaan. Langkah ini dapat disebut sebagai upaya

“mengamankan” jalur pasokan perusahaan terhadap kebutuhan dalam rangka proses

produksinya

61

c. Horizontal Integration

Strategi integrasi ke samping merupakan strategi yang dilakukan dalam bentuk

membeli atau meningkatkan kontrol terhadap perusahaan pesaing. Salah satu

kecenderungan paling signifikan dalam kompetisi perusahaan saat ini adalah

meningkatnya upaya untuk melakukan integrasi ke samping sebagai suatu strategi

pertumbuhan. Merjer, akusisi, dan pengambilalihan perusahaan yang sedang bersaing

memberikan peluang terjadinya skala ekonomi (economies of scale) serta mendorong

terjadinya transfer sumber daya dan kompetensi perusahaan. Dalam artikelnya,

Kenneth Davidson (Davidson, 1987) mengungkap bahwa merjer di antara perusahaan

yang tidak bergerak di bidang yang sama merupakan suatu kesalahan. Tetapi merjer

yang terjadi pada perusahaan yang sedang bersaing langsung (direct competitors)

memberikan peluang yang besar untuk menyatukan potensi agar menjadi lebih

efektif, efisien, dan kompetitif.

2. Intensive Strategies

Kelompok strategi ini disebut sebagai intensive strategies, karena mensyaratkan

berbagai upaya yang intensif untuk meningkatkan posisi kompetitif perusahaan

dengan produk yang ada. Kelompok strategi ini meliputi tiga strategi, yaitu:

a. Market Penetration

Strategi penetrasi pasar berusaha untuk meningkatkan pangsa pasar untuk produk

atau layanan yang ada saat ini di dalam pasar yang ada saat ini melalui upaya-upaya

pemasaran yang lebih besar. Strategi ini umum diterapkan baik sendiri maupun

62

sebagai kombinasi dengan strategi lainnya. Termasuk di dalam penetrasi pasar adalah

meningkatan jumlah tenaga penjualan, peningkatan pembelanjaan iklan, penawaran

barang-barang promosi secara ekstensif (besar-besaran), atau peningkatan upaya-

upaya publisitas.

b. Market Development

Pengembangan pasar melibatkan upaya-upaya untuk mengenalkan produk atau

layanan yang ada saat ini kepada berbagai wilayah geografis baru. Globalisasi dan

iklim perkembangan pasar internasional semakin kondusif untuk strategi ini. Hal ini

dibutuhkan karena tidak jarang persaingan yang demikian ketat pada suatu pasar

tertentu menyebabkan pengalihan perhatian kepada pasar yang baru merupakan solusi

agar perusahaan tidak tersingkir dari arena bisnisnya.

Namun demikian, perlu dicermati bahwa pada wilayah-wilayah tertentu masuknya

pemain baru yang besar akan menimbulkan pergesaran equilibrium persaingan bisnis

yang ada. Oleh karenanya, tidak jarang para pemain besar akan mengalami tantangan

dari para pemain lokal sehingga terpaksa harus melakukan berbagai konsesi yang

dapat diterima.

c. Product Development

Pengembangan produk yang berusaha meningkatkan penjualan melalui perbaikan

atau modifikasi produk atau layanan yang ada saat ini. Biasanya strategi

pengembangan produk tercermin pada biaya penelitan dan pengembangan (Research

and Development) yang besar. Beberapa industri yang sangat didominasi oleh

63

aktivitas R&D adalah otomotif, komputer, dan farmasi. Pada industri yang berbasis

R&D seperti ini, setiap keterlambatan untuk meluncurkan sesuatu yang baru akan

berarti perusahaan tersebut berpeluang kehilangan posisi kompetitifnya. Dan oleh

karenanya, aktivitas R&D menjadi tidak pernah berhenti untuk menghasilkan suatu

perbaikan yang terus-menerus (continuous improvement).

3. Diversification Strategies

Dari waktu ke waktu semakin sedikit perusahaan yang melakukan diversifikasi usaha,

justru karena kompleksitas persoalan yang dimunculkan oleh strategi ini. Suatu

kelompok usaha yang bergerak pada sektor yang beragam tentunya sangatlah sulit

dikelola. Pada dekade 1960-an dan 1970-an, strategi diversifikasi menjadi populer

karena setiap perusahaan berusaha semaksimal mungkin agar tidak tergantung hanya

pada satu jenis usaha saja. Tetapi konsep pemikiran tersebut mulai surut sejak dekade

1980-an. Pada prinsipnya kecenderungan baru tersebut dimotori oleh keinginan untuk

menjadi lebih baik dan tidak bergerak terlalu jauh dari basis kompetensi utama (core

competence) setiap perusahaan.

Namun demikian, hal tersebut bukan berarti strategi diversifikasi sudah benar-benar

hilang. Masih cukup banyak pula perusahaan yang berhasil dengan strategi ini,

terutama bagi perusahaan yang bergerak di wilayah bisnis yang mengalami

kecenderungan menurun (decline).

64

a. Concentric Diversification

Diversifikasi terkonsentrasi merupakan suatu strategi yang menghasilkan produk atau

layanan baru tetapi berhubungan/terkait dengan yang telah ada.

b. Horizontal Diversification

Jika suatu perusahaan menerapkan strategi yang menambah produk atau layanan baru

yang tidak berhubungan/terkait dengan yang telah ada, tetapi ditujukan kepada pasar/

konsumen yang telah ada disebut sebagai diversifikasi horizontal.

c. Conglomerate Diversification

Ketika suatu perusahaan menambah suatu produk atau layanan baru yang tidak

terkait/ berhubungan dengan yang sekarang ada, maka strategi tersebut disebut

sebagai diversifikasi konglomerat. Pada beberapa kasus terjadi bahwa strategi ini

dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan melalui aktivitas memecah

perusahaan yang telah dibeli atau menjual kembali salah satu atau lebih devisinya.

4. Defensive Strategies

Pada prinsipnya, strategi defensif ditujukan untuk mempertahankan eksistensi

perusahaan dari semakin ketatnya persaingan bisnis dan berbagai ketidakpastian

eksternal yang sulit (terkadang tidak mungkin) dikontrol dan diprediksi. Strategi

defensif seringpula dikenal sebagai survival strategy, yang cenderung terjadi dalam

suasana krisis ekonomi.

65

a. Joint Venture

Joint Venture, biasa disingkat JV, merupakan strategi yang sangat populer. Strategi

ini muncul ketika dua atau lebih perusahaan membentuk suatu kerjasama atau

konsorsium dalam rangka memanfaatkan peluang yang ada secara bersama-sama.

Strategi ini masuk dalam kategori strategi defensif karena perusahaan yang

melakukan JV tidak berminat untuk bekerja/ mengambil resiko sendiri. Tidak jarang,

pihak-pihak yang bermaksud melakukan kerjasama tersebut membentuk suatu

perusahaan baru dengan tujuan menjalankan kerjasama yang dimaksud. JV bisa

terjadi dalam berbagai bentuk seperti R&D, jaringan dan sistem distribusi,

kesepakatan linsensi, kesepakatan produksi, juga upaya untuk mengajukan penawaran

bersama agar dapat memenangkan suatu tender.

JV dan kesepakatan kerjasama banyak digunakan secara luas karena kemampuannya

untuk meningkatkan komunikasi dan jaringan kerja, untuk melakukan operasi secara

global, serta untuk menurunkan resiko. Bahkan kesepakatan kerjasama antar

perusahaan yang sedang bersaing secara langsung juga terjadi. Biasanya kesepakatan

kerjasama ini merupakan jembatan untuk mensinergikan keunggulan kompetitif di

bidang masing-masing, baik itu teknologi, distribusi, riset dasar, maupun kapasitas

produksi.

b. Retrenchment

Strategi penciutan dilakukan ketika organisasi mengelompok kembali melalui reduksi

biaya dan aset dalam upaya membalikkan proses penurunan penjualan dan laba

66

perusahaan. Strategi ini terkadang dikenal sebagai strategi turnaround atau

reorganizational. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memperkokoh keunggulan

yang membedakan (distinctive competences) yang dimiliki perusahaan. Pada masa

strategi ini dijalankan, operasi perusahaan berjalan dengan sumber daya (terutama

dana) yang terbatas dan akan berada pada kondisi penuh tekanan dari berbagai pihak

seperti pemilik saham, pegawai, dan media.

Strategi penciutan dapat berbentuk penjualan aset untuk memperoleh dana tunai,

pemangkasan lini produk (product line), menutup bisnis yang kurang menguntungkan

atau yang tidak termasuk core competence perusahaan, otomasi proses, pengurangan

jumlah pegawai, dan penerapan sistem kontrol pengeluaran biaya. Pengurangan

kapasitas produksi berbagai perusahaan selama krisis moneter di Indonesia dapat

diangkat sebagai contoh. Demikian pula dengan kebijakan PHK maupun pemulangan

tenaga kerja asing demi menjaga keberlangsungan bisnis selama krisis.

c. Divestiture

Menjual sebuah divisi usaha atau bagian dari organisasi perusahaan disebut sebagai

strategi divestasi. Seringkali strategi divestasi dilakukan dalam rangka memperoleh

dana segar bagi kepentingan investasi atau akuisisi strategik lebih lanjut atau di

bidang lain yang lebih prospektif. Divestasi bisa pula merupakan bagian dari

keseluruhan strategi penciutan untuk membersihkan/menyingkirkan berbagai bisnis

yang tidak menguntungkan, yang membutuhkan terlalu banyak modal, atau bagian

yang tidak sepenuhnya sesuai dengan aktivitas perusahaan.

67

Strategi divestasi menjadi populer ketika perusahaan berupaya untuk kembali dalam

core competence-nya serta mengurangi komleksitas diversifikasinya agar lebih

terkelola dengan baik.

d. Liquidation

Strategi likuidasi dapat diidentifikasi ketika perusahaan melakukan penjualan seluruh

asetnya secara bagian per bagian untuk menghasilkan dana tunai. Likuidasi biasanya

dipahami sebagai pengakuan atas kekalahan dan cenderung — secara emosional —

sulit dijalani. Namun demikian, bisa dimengerti bahwa lebih baik menghentikan

operasi daripada mengalami kerugian yang lebih besar.

e. Combination

Strategi kombinasi adalah perpaduan antara dua atau lebih strategi yang dijalankan

secara simultan. Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa strategi kombinasi harus

dioperasikan secara sangat hati-hati karena jika terlalu dalam dalam membawa resiko

yang lebih besar. Tidak ada perusahaan yang dapat menerapkan semua strategi secara

bersamaan meskipun semuanya ditujukan utnuk memberikan keuntungan pada

perusahaan. Oleh karenanya, di tengah sulitnya penentuan yang diambil, skala

prioritas yang baik dan tepat perlu dibangun. Hal ini dibutuhkan karena sumber daya

yang dimiliki perusahaan tentunya memiliki keterbatasan tertentu. Prioritas sangat

dibutuhkan, karena dalam penerapan strategi kombinasi akan berarti pula terjadinya

penyebaran sumber daya dan kemampuan yang mungkin akan terbaca oleh

68

kompetitor sehingga mereka dapat mengambil langkah-langkah yang justru

membahayakan posisi perusahaan.

H. Penelitian Terdahulu

Tabel 2.7

No. Penelitian

1

Peneliti Elaheh Enteshari Najaf Abadi

Institusi

PendidikanIslamic Azad University

Tempat Penelitian Iran

Bidang Studi Manajemen Strategi

JudulStrategic Planning Model Formulation Based on

Balanced Score Card: A Case Study

Variabel

Penelitian

Variabel Bebas : Lingkungan Internal dan

Eksternal (X)

Variabel Terikat : SWOT (Y)

Pendekatan dan

Analisis

Studi deskriptif dengan teknik analisis SWOT

dan BSC

Kesimpulan

Penelitian

Performasi finansial bergantung terhadap

kepuasan atau ketidak puasan pelanggan.

Persamaan

Penelitian

Penggunaan variabel lingkungan eskternal dan

internal serta formulasi strategi menggunakan

analissis SWOT dalam penelitian

Perbedaan

Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat analisis

tambahan mengggunakan metode Balanced

69

Scorecard.

2

Peneliti Refni Sartika (2011)

Institusi

PendidikanInstitut Manajemen Telkom

Tempat Penelitian Bandung

Bidang Studi Manajemen Pemasaran

Judul

Pengaruh Bauran Jasa terhadap Nilai Pelanggan

(Studi pada Bengkel Mobil 88 di Jalan

Gegerkalong Hilir Bandung)

Variabel

Penelitian

Bauran Pemasaran Jasa (product, price, place,

promotion, poeple, process, physical evidence)

Pendekatan dan

AnalisisTeknik analisis jalur (path analysis)

Kesimpulan

Penelitian

Diketahui terdapat pengaruh secara simultan dari

variable 7P terhadap nilai pelanggan bengkel

mobil 88

Persamaan

Penelitian

Penggunaan variabel bauran pemasaran jasa

terhadap nilai pelanggan dan teknik analisis

menggunakan teknik analisis jalur

Perbedaan

Penelitian

Penelitian ini menggunakan bengkel mobil

sebagai objek studi sedangkan penelitian penulis

memakai jasa pendidikan sebagai objek yang

diteliti.

70

3

Peneliti KADEK DEWI FADMAWATI (2011)

Institusi

PendidikanUNIVERSITAS UDAYANA

Tempat Penelitian Denpasar

Bidang Studi Strategi Perusahaan

Judul

REFORMULASI STRATEGI PEMASARAN

UNTUK MENINGKATKAN OCCUPANCY

ROOM RATE

DI HOTEL FOUR SEASONS RESORT

JIMBARAN BALI

Variabel

Penelitian

Variabel Bebas : lingkungan eksternal dan

internal (X)

Variabel terikat : SWOT (Y)

Pendekatan dan

AnalisisStudi formulasi strategi dengan analisis SWOT

Kesimpulan

Penelitian

Berdasarkan indikator variabel yang menjadi

kekuatan dan peluang Four Seasons Resort

Jimbaran Bali di masa mendatang, maka strategi

pemasaran yang memadai diterapkan adalah

strategi intensif dengan penetrasi pasar yaitu

melakukan pemasaran ke pasar yang lebih luas

seperti ke Australia, Asia, dan Timur Tengah

Persamaan Penggunaan variabel lingkungan eskternal dan

71

Penelitian internal serta formulasi strategi menggunakan

analissis SWOT dalam penelitian

Perbedaan

PenelitianObjek yang diteliti merupakan Jasa Hotel

4

Peneliti Dedik Fatkul Anwar (2014)

Institusi

Pendidikan

Tempat Penelitian Yogyakarta

Bidang Studi Manajemen Strategi

Judul

Strategi Pmeasaran Jasa Pendidikan Dalam

Meningkatkan Peminat Layanan Pendidikan di

Madrasah Muallimin Muhammadiyah

Yogyakarta

Variabel

Penelitian

Variabel Bebas : Bauran Pemasaran Jasa (X)

Variabel Terikat : SWOT (Y)

Pendekatan dan

AnalisisMiles dan Huberman, analisis sintetis

Kesimpulan

Penelitian

Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan yang akan

dilakukan Mualimin menggunakan 2 (dua) cara

1. Pemasaran Langsung dan 2. Pemsaran Tidak

Langsung

Persamaan

PenelitianPenggunaan analisis SWOT

Perbedaan

Penelitian

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data

sintesis

72

5

Ratih Puspitorini

Yekti Ambarkahi

(2007) Ratih Puspitorini Yekti Ambarkahi (2007)

Pendekatan dan

Analisis

Faktor Bauran Pemasaran Jasa Yang

Dipertimbangkan Mahasiswa Dalam Memilih

Kuliah Di Politeknik Negeri Jember

Kesimpulan

Penelitian

Terdapat delapan factor yang mempenmgaruhi

mahasiswa dalam memililh kuliah di Politeknik

Negeri Jember, yaitu : factor lokasi, promosi,

harga, proses, produk, aktivitas mahasiswa,

personil, dan bukti fisik.

Persamaan

Penelitian

Penggunaan variabel bauran pemasaran jasa

sebagai variabel bebas dalam penelitian

Perbedaan

Penelitian

Penggunanaan model analisis, dimana penelitian

terdahulu menggunanan model analisis faktor

dan regresi linier, sedangkan penelitian yang

akan dilakukan menggunakan model kualitatif

73

I. Kerangka Pemikiran Operasional

Penelitian diawali dengan pengenalan Rara Diasa Fashion Course mengikuti alur

yang terdapat pada Gambar 2.10, akan mengahasilkan gambaran umum lingkungan

perusahaan yang terbagi menjadi dua klasifikasi, yaitu lingkungan internal dan

lingkungan eksternal. Hasil dari pengumpulan data dari kedua faktor tersebut, analisis

Alternatif Strategi RDFC

Proses Pengambilan Keputusan denganMenggunakan QSPM

Alternatif Strategi Terbaik Untuk RDFC

Matriks IFE

Matriks IE dan Matriks SWOT

Matriks EFE

BauranPemasaran Jasa

7P

Lingkungan Makro:- Demografis- Ekonomi- Sosial Teknonoli- Politik- Pesaing

Lingkungan Industri:- Pesaing Baru- Kekuatan Pemasok- Kekuatan Pembeli- Produk Pengganti- Intensitas Pesaing

Lingkungan Internal Lingkungan Eksternal

Rara Diasa Fashion Course

Lingkungan Perusahaan

Visi, Misi dan Nilai Perusahaan

74

dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data dan informasi eksternal

mengenai lingkungan eksternal, mencakup analisis lingkungan makro dan lingkungan

industri.

Setelah menganalisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal, peneliti dapat

melajutkan dengan merumuskan strategi melalui tahap kedua dengan melakukan

pencocokan terhadap matriks Internal External (IE) untuk mendapatkan strategi

tingkat korporat yang terinci. Pada tahap ini diperkuat dengan matriks SWOT :

Kekuatan (S), Kelemahan (W). Peluang (O), dan Ancaman (T) untuk mendapatkan

alternatif-alternatif strategi pada UKM. Tahap terakhir adalah perumusan keputusan

menggunakan Grand Strategy Matrix untuk menentukan dan memilih strategi

terbaikdan tepat bagi Rara Diasa Fashion Course.

75

III. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Juli 2018 pada Rara Diasa Fashion Course,

perusahaan yang bergerak pada bidang pelayanan jasa pendidikan keterampilan yang

berlokasi di Jalan Pulau Buru No 25, Wayhalim Permai, Bandar Lampung.

B. Pengumpulan Data

Data–data primer dalam penelitian diperoleh melalui wawancara kapada pihak-pihak

terkait sebagai responden, serta pengamatan langsung ke lapangan (observasi). Data –

data sekunder diperoleh dari studi pustaka, literatur-literatur terkait, data-data atau

informasi dari perusahaan, internet, dan jurnal.

Data-data yang dibutuhkan meliputi beberapa hal, antara lain :

1. Gambaran umum perusahaan, serta sejarah Rara Diasa Fashion Course.

2. Data yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner pihak internal

Rara Diasa Fashion Course.

4. Data-data penunjang lainnya yang berkaitan dengan bahan penelitian dan proses

pengolahan data dan informasi yang didapat selama pengamatan.

Data internal yang dibutuhkan antara lain:

76

a. Gambaran Umum UKM

i. Nama, sejarah, perkembangan dan keadaaan umum UKM.

ii. Visi, misi dan tujuan UKM.

iii. Nama pendiri dan jumlah anggota awal UKM.

iv. Struktur organisasi UKM beserta tugas dan tanggungjawabnya.

v. Tingkat keterampilan karyawan.

vi. Tingkat pendidikan karyawan.

vii. Jumlah karyawan.

viii. Pelayanan yang dilakukan oleh UKM.

ix. Intensif yang diberikan untuk memotivasi karyawan.

x. Pelatihan-pelatihan yang pernah diikuti.

b. Keuangan

i. Sumber dan jumlah modal awal UKM.

ii. Perkembangan modal hingga sekarang.

iii. Kondisi keuangan UKM.

iv. Sistem manajemen keuangan UKM.

v. Biaya-biaya.

c. Produksi dan Operasi

77

i. Proses produksi.

ii. Luas lahan.

iii. Sarana dan prasarana produksi di bengkel (workshop).

iv. Bahan baku.

v. Tenaga kerja.

vi. Kapasitas sarana dan prasarana.

vii. Perkembangan teknologi yang dimiliki.

viii. Pengawasan produksi.

ix. Kualitas produk yang dihasilkan.

d. Pemasaran

i. Jenis produk yang dihasilkan beserta dengan harga pada masing-masing produk

yang dihasilkan.

ii. Jumlah penjualan produk setiap periode (perbulan atau pertahun).

iii. Kemampuan mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai pasar.

iv. Saluran distribusi.

v. Daerah pemasaran.

vi. Strategi penetapan harga dan fleksibilitas penetapan harga.

e. Promosi penjualan dan periklanan.

78

i. Pengembangan produk-jasa atau pasar baru.

ii. Variasi produk.

Jenis data yang dikumpulkan untuk melakukan analisis faktor lingkungan eksternal

adalah :

a. Sosial, Budaya, dan Demografi

i. Budaya daerah sekitar atas pemilihan kursus.

ii. Tanggung jawab sosial UKM terhadap angggota dan masyarakat sekitar.

iii. Jumlah penduduk.

b. Ekonomi

i. Keadaan perekonomian secara umum.

ii .Tingkat pendapatan masyarakat.

ii. Perkembangan tingkat harga produk.

iii. Perkembangan tingkat bahan baku.

f. Politik dan Kebijakan Pemerintah

i. Stabilitas politik dan keamanan.

ii. Perundang-undangan serta peraturan dalam perdagangan.

iii. Kebijakan pemerintah.

g. Teknologi

i. Perkembangan teknologi produksi.

79

ii. Perkembangan teknologi informasi.

iii. Biaya aplikasi teknologi.

h. Pelanggan

i. Loyalitas pelanggan terhadap produk perusahaan.

ii. Harga yang diterima pelanggan.

iii. Kualitas produk yang dibeli pelanggan.

iv. Kekuatan tawar menawar pelanggan.

i. Pesaing

i. Adanya produk substitusi.

ii. Jumlah pesaing.

iii. Kekuatan pesaing.

iv. Kelemahan pesaing.

v. Sasaran dan strategi pesaing.

j. Pemasok

i. Jumlah pemasok.

ii. Kemampuan pemasok memenuhi bahan baku.

iii. Keberadaan pemasok lain.

iv. Kekuatan tawar menawar pemasok.

80

v. Lokasi pemasok.

vi. Bentuk kerjasama.

C. Pengolahan dan Analisis Data

Proses perumusan alternatif strategi melalui tiga tahap yaitu : 1) Tahap pengumpulan

data (Input Stage); 2) Tahap analisis (Matching Stage); dan 3) Tahap pengambilan

keputusan (Decision Stage).

Penelitian ini dilakukan dengan menganalisa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis

meliputi tahapan pemasukan data, transfer data, editing data, pengolahan data dan

interpretasi data, dilanjutkan dengan analisis SWOT dan Grand Strategy Matrix,

sebagai perumusan dan penetapan prioritas strategi pada Rara Diasa Fashion Course.

D. Proses Perumusan Alternatif Strategi

a. Pengumpulan Data

Tahap ini data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal.

Penjelasan mengenai data eksternal dan internal telah disebutkan pada bab tinjauan

Pustaka. Hal pertama yang dilakukan dalam tahap ini adalah menetapkan visi, misi

dan tujuan organisasi, selanjutnya dilakukan identifikasi data internal dan eksternal

perusahaan/organisasi (UKM).

81

Data yang teridentifikasi dalam pengamatan lapangan, dirangkum dalam suatu

matriks, yaitu: External Factor Evaluation (EFE) dan Internal Factor Evaluation

(IFE) dimana data-data tersebut merupakan faktor strategis. Matriks EFE digunakan

untuk mengetahui peluang terbesar dan terkecil yang dimiliki perusahaan dan

ancaman terbesar maupun ancaman yang tidak mempengaruhi perusahaan, sedangkan

matriks IFE digunakan untuk mengetahui kekuatan paling besar dan terkecil yang

dimiliki maupun kelemahan terbesar dan terkecil yang dimiliki prusahaan.

Setelah diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada pada

perusahaan maka kita dapat mengetahui bagaimana efektivitas strategi yang

dilakukan oleh perusahaan selama ini juga dapat menentukan strategi yang dapat

memanfaatkan faktor internal dan eksternal yang ada sehingga dapat lebih

meningkatkan usaha.

b. Tahap Analisis

David (2004) menjelaskan setelah mengumpulkan semua informasi yang berpengaruh

terhadap kelangsungan perusahaan, tahap selanjutnya adalah memanfaatkan semua

informasi tersebut dalam model-model kuantitatif untuk menganalsis perumusan

strategi. Model-model yang dapat digunakan sebagai alat analisis adalah matriks

SWOT (Strength, Weakness, Opprtunities, Threats).

Penelitian dilakukan untuk mendeskripsikan gambaran umum perusahaan, visi, misi,

dan tujuan jangka panjang perusahaan, strategi yang telah dikembangkan perusahaan,

serta data-data yang terkait dengan pemasaran, keuangan, dan produksi. Informasi

82

dari analisis deskriptif disajikan dalam bentuk tabulasi maupun matriks sesuai dengan

hasil pengamatan yang diperoleh, dapat dilihat pada Gambar 3.1.

c. Pengambilan Keputusan

Alat analisis yang dapat digunakan pada tahap akhir ini adalah Grand Strategy Matrix

dan Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Setelah berhasil

mengembangkan sejumlah alternatif strategi, perusahaan harus mampu mengevaluasi

KuisionerWawancara

Data PrimerGambaran UmumUKM dan data

sekunder

Mulai

Menentukan Masalah danTujuan

Mempelajari Keadaan Umum UKM dan Studi

Pustaka

PengumpulanData

Pengolahan Data denganSWOT dan Grand Strategy

Strategi Bersaing

selesai

sesuai

Gambar 3.1

Diagram Alir Penelitian (David, 2004)

83

dan kemudian memilih strategi terbaik, yang paling cocok dengan kondisi internal

perusahaan serta lingkungan eksternal.

130

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah di lakukan, maka dihasilkan simpulan

sebagai berikut :

1. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang Visi, Misi, dan Nilai

Perusahaan pada Rara Diasa Fashion Course sebagai berikut :

Visi RDFC

“Menjadi Lembaga Pendidikan Entrepreneurship yang berperan aktif mencetak

Entrepreneur lewat pelatihan fashion, keterampilan, seni dan Wirausaha yang secara

berkala disesuaikan dengan kebutuhan zaman”

Misi RDFC

1. Menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan Entrepreneurship

berbasis Keterampilan, fashion dan Seni

2. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan Entrepreneurship,

keterampilan, fashion dan seni yang selalu di sesuaikan dengan kebutuhan zaman

131

3. Memanfaatkan ilmu pengetahuan Entrepreneurship, keterampilan, fashion

dan seni untuk mencetak Entrepreneur dan ikut membantu menyejahterakan bangsa

Indonesia

Nilai Perusahaan (corporate value) antara lain :

a. Menyediakan materi belajar yang berkualitas.

b. Menyediakan tenaga pengajar yang berkualitas yang memiliki latar belakang

yang sesuai.

c. Memberikan pelayanan yang ramah, bersedia mendengarkan keinginan

peserta didik terhadap kualitas belajar maupun pelayanan, dan memberikan yang

terbaik untuk memenuhi keinginan tersebut.

d. Senantiasa melakukan update terhadap sistem pembelajaran, baik materi

pembelajaran maupun layanan atau sarana dan prasarana, agar RDFC selalu memiliki

kompetisi unggul dibidang jasa pendidikan keterampilan.

2. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang Kekuatan dan kelemahan apa

yang dimiliki oleh Rara Diasa Fashion Course sebagai berikut :

a. Rara Diasa Fashon Course memiliki kelebihan pada Program nya yang

berbeda, lebih lengkap dan inovatif

b. Memiliki guru yang memahami seluk beluk keterampilan fashion serta

menguasai ilmu entrepreneurship.

3. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang peluang dan ancaman apa

yang dihadapi oleh Rara Diasa Fashion Course.

132

- Rara Diasa Fashion Course memiliki sarana dan prasana yang kurang lengkap

- Lokasi kurang dapat diakses secara mudah

4. Mengetahui dan memberikan deskripsi tentang posisi Rara Diasa Fashion

Course dalam Matriks Internal dan Eksternal saat ini dan masa mendatang sebagai

berikut :

Pada Matriks Internal Eksternal, RDFC berada pada Sel I, dengan nilai EFE sebesar

3.16 dan nilai IFE sebesar 3.44. Pada sel ini RDFC dianjurkan untuk menerapkan

alternatif Strategi Intensif dan Strategi Integrasi.

Pada matrix Grand Strategy, RDFC berposisi pada kuadran I. Usulan strategi kuadran

I adalah : Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, Pengembangan Produk, Integrasi

Vertikal dan Horisontal, serta Diversifikasi Terkait.

5. Usulan strategi bersaing Rara Diasa Fashion Course yang didapat dari

Analisis Quantitative Strategic Planning Matrix adalah mengutamakan Strategi

Intensif; Pengembangan Produk dan Penetrasi Pasar.

B. Saran

1. Saran Bagi Perusahaan

a. Rara Diasa disarankan untuk mengambil strategi instensif dalam

mengembangkan produknya dengan memperkuat program serta kualitas guru,

memperbaiki sarana dan prasarana- baik dalam proses belajar mengajar atau dalam

kegiatan pelayanan purna jual

b. Melakukan aktifitas pemasaran dengan intensif.

133

2. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya

Penelitian ini memfokuskan pada tahap formulasi strategi bersaing dengan

menggunakan berbagai alat analisis formulasi strategi.

a. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan penelitian pada tahap penerapan

strategi dan evaluasi strategi bersaing.

b. Peneliti selanjutnya dapat menghubungkan faktor lain dengan formulasi strategi,

misal kualitas layanan jasa pendidikan.

c. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan variabel formulasi strategi dengan

menggunakan teori strategi pemasaran yang lain, misal strategi bersaing dalam

pemasaran online.

DAFTAR PUSTAKA

Aini, Ike S. (2009). Pengaruh Customer Value Terhadap Loyalitas Pelanggan Kartu Axis (StudiKasus Mahasiswa S-1 Keperawatan FK USU). Skripsi Sarjana Pada Universitas SumatraUtara. Medan : tidak diterbitkan.

Alma, Buchari. (2005). Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan. Bandung : Alfabeta.

Alma, Buchari. (2008). Manajemen Corporate dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan,Bandung: CV. Alfabeta.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: RinekaCipta.

David, R Fred. (2012). Strategic Management Concepts & Cases. Pearson Academic; 14thedition

Diab, Balqis. (2009). Analisis Pengaruh Nilai Pelanggan Dan Citra Merek Terhadap KepuasanPelanggan Dalam Meningkatkan Retensi Pelanggan (Studi Kasus Pada Gies BatikPekalongan). Tesis Pascasarjana Pada Universitas Diponegoro. Semarang : tidakditerbitkan.

Sari , Evi Thelia. (2006). Peranan Customer Value Dalam Mempertahankan KeunggulanBersaing Pada Restoran Cepat Saji. 2(2), 68-75. Jurnal Manajemen Perhotelan.

Gaffar, Vanessa. (2007). CRM dan MPR Hotel (Cutomer Relationship Management andMarketing Public Relations), Bandung : Alfabeta.

Hurriyati, Ratih. (2008). Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen, Bandung: CV. Alfabeta.

Kotler, Philip. (2006). Manajemen Pemasaran, Jakarta: Prehallindo.

Kotler, Philip dan Armstrong, Gary. (2006). Principles of Marketing. 11th Edition, New Jersey :Pearson Prentice Hall.

Lupiyoadi, Rambat dan A.Hamdani (2006). Manajemen Pemasaran Jasa, Edisi. Kedua, Jakarta :Salemba Empat.

Martono, Nanang. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif, Cetakan Ke-1, Jakarta : PT.RAJAGRAFINDO PERSADA.

Widyawati, Nurul. (2008). Pengaruh Kepercayaan dan Komitmen serta Bauran Pemasaran jasaTerhadap Loyalitas Konsumen di Hotel Zakiah Meda.. Jurnal Ekuitas, 12(1), 72-93.

Ambarkahi, Ratih Puspitorini Yekti. (2007). Faktor Bauran Pemasaran Jasa YangDipertimbangkan Mahasiswa Dalam Memilih Kuliah Di Politeknik Negeri Jember.Jurnal Manajemen dan Bisnis,. 1(4), 339-347

Sekaran, Uma. (2007). Research Methods for Business (Metode Penelitian Untuk Bisnis) Buku 1Edisi 4. Jakarta : Salemba Empat.

Dedy, Selmi. (2007). Pengaruh Kualitas Layanan terhadap Nilai Pelanggan KepuasanPelanggan dan Perilaku Pasca Pembelian (Studi pada Pelanggan PT Matahari PutraPrima, Tbk di Jawa Timur.. Diambil Jurnal Aplikasi Manajemen. 5(3), 403-411

Setiowati, Berti. (2007). Analisa Strategi Bauran Pemasaran Pada Perusahaan Jasa FreightForwarding: Rencana, Implementasi, Dan Evaluasi Kebijakan Yang MempengaruhiKinerja Pemasaran. Tesis Pascasarjana Pada Universitas Diponegoro. Semarang : tidakditerbitkan.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Cetakan ke 13, Bandung: Alfabeta.

Ulina, Endang S. (2008). Analisis Pengaruh Strategi Bauran Pemasaran Terhadap KeputusanPengguna Jasa Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Medan. TesisPascasarjana Pada Universitas Sumatra Utara. Medan : tidak diterbitkan.