studi etiologi kejang pada neonatus

14
Jurnal Reading STUDI ETIOLOGI KEJANG PADA NEONATUS Disusun Oleh: Fitri Prawitasari G99122047 Arti Tyagita Kusumawardhani G99122019 Pembimbing: Yulidar Hafidh, dr., Sp. A (K) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK 0

Upload: arti-tyagita-kusumawardhani

Post on 22-Nov-2015

28 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Jurnal Reading

STUDI ETIOLOGI KEJANG PADA NEONATUS

Disusun Oleh:Fitri PrawitasariG99122047Arti Tyagita KusumawardhaniG99122019

Pembimbing:Yulidar Hafidh, dr., Sp. A (K)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAKFAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET/ RSUD DR MOEWARDISURAKARTA2014STUDI ETIOLOGI KEJANG PADA NEONATUS

ABSTRAKObjektif : untuk menentukan insidensi dan etiologi kejang pada neonatus yang dirawat di Hayatabad Medical Complex, Peshawar.Metodologi : penelitian deskriptif ini dilakukan di Hayatabad Medical Complex, Peshawar, Pakistan dari Januari hingga Desember 2011. Selama waktu penelitian, semua neonatus yang dirawat diperiksa dan data kejang pada neonatus dipastikan. Di antara neonatus yang dirawat, terjadinya kejang saat atau selama mereka dirawat dicari penyebabnya. Kasus dengan diagnosis klinis tetanus neonatorum merupakan kriteria ekslusi penelitian ini. Untuk menentukan etiologi kejang, profil metabolik termasuk kadar glukosa darah, kalsium serum, dan kadar sodium, dan pemeriksaan lain yang diperlukan telah dilakukan untuk semua kasus. Proforma dibuat untuk membandingkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan sistemik, dan investigasi yang relevan. Data dimasukkan untuk analisis. Hasil : kejang diobservasi pada 159/1583 (9,95%) dari neonatus yang dirawat dan 55,88% neonatus yang mengalami kejang dalam 72 jam pertama kehidupan. Tipe kejang yang paling sering yang diobservasi pada penelitian ini adalah subtle (39,6%) diikuti tonik (31,4%), klonik (25,10%), dan mioklonik (3,70%). Ensefalopati hipoksik iskemik merupakan penyebab kejang pada neonatus yang paling sering (44%), diikuti dengan hipoglikemia (18,8%), dan hipokalsemi (12,5%). Kasus ensefalopati hipoksik iskemik berhubungan dengan mortalitas yang tinggi (42,85%) sebagaimana bila dibandingkan dengan kasus kejang metabolik. Kesimpulan : kejang pada neonatus ditemukan pada sekitar 10% neonatus yang dirawat dan kejang yang paling sering adalah tipe subtle. Asfiksia merupakan etiologi kejang pada neonatus yang paling sering, kemudian diikuti penyebab metabolik. Kata kunci : kejang, etiologi, neonatus, asfiksia lahir, hipoglikemia, hipokalsemiaPENDAHULUAN Bulan pertama kehidupan merupakan waktu yang berisiko tinggi terjadi kejang dimana merupakan manifestasi kondisi neurologis yang paling sering pada neonatus. Kejang pada neonatus merupakan faktor risiko mayor mortalitas dan disabilitas neurologis yang berikutnya. Di seluruh dunia, 130 juta anak dilahirkan dalam satu tahun dan dari mereka merupakan anak-0anak yang berasd di negara berkembang. Selain 5,3 juta anak yang lahir setiap tahun di Pakistan, mayoritas kematian terjadi pada hari-hari awal kehidupan neonatus. Kelangsungan hidup neonatus selalu meninggalkan problema yang besar di masyarakat. Tingkat mortalitas neonatus di Pakistan sangat tinggi (49/1000 kelahiran) dan merupakan 7% kematian neonatus secara global. Oleh karena itu, mengetahui faktor yang mendasari dan penyakit yang menyebabkan mortalitas neonatus menjadi sangat penting. Kejang pada neonatus merupakan kejadian neurologis yang paling penting yang tidak hanya menyebabkan peningkatan kematian, akan tetapi juga sekuele jangka panjang. Di Pakistan, insidensi kejang pada neonatus yang telah dilaporkan 4,8% pada neonatus yang dirawat di rumah sakit.Pengenalan faktor yang berkontribusi terhadap kejang pada neonatus dapat memudahkan kami untuk mengidentifikasi quantum masalah di lingkaran kita. Lebih lanjut hal ini juga memberikan kesempatan untuk membuat rencana strategi yang efektif untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh kejang pada neonatus. Untuk mengetahui insidensi kejang diantara neonatus yang dirawat dan mengidentifikasi factor penyebab yang sering, sebuah penelitian prospektif dilakukan pada unit neonatal Hayatabad Medical Complex, Peshawar, Pakistan.

METODOLOGIPenelitian deskriptif ini dilakukan di unit neonatal Hayatabad Medical Complex, Peshawar. Semua neonatus yang dirawat dari 1 Januari 2011 hingga 31 Desember 2011, menunjukkan kejang yang terjadi selama mereka diraat di rumah sakit, yang diinvestigasi, khususnya karena sebab kejang. Kasus dengan diagnosis klinis tetanus neonatorum merupakan criteria eksklusi pada penelitian ini. Riwayat penyakit yang lebih rinci termasuk saat masa gestasi, proses persalinan, skor APGAR, dan masalah antenatal didata. Onset kejang dan frekuensi juga dicatat. Kejang diklasifikasikan sebagai subtle, klonik, tonik, atu mioklonik, dan pada deskripsi yang lebih rinci. Persetujuan dari orang tua atau caregiver harus didapatkan dan semua pemeriksaan fisik pada saat terjadinya atau onset kejang dilakukan termasuk penilaian neurologis pada level asfiksia. Data dianalisis dengan SPSS versi 10.Untuk mengetahui etiologi kejang, profil metabolic seperti kadar glukosa darah, kalsium serum, dan kadar sodium dilakukan pada semua kasus. Serum magnesium, analisis gas darah, dan kadar bilirubin dilakukan pada beberapa kasus. Pada kasus dengan suspek septicemia, pemeriksaan lengkap dilakukan termasuk hitung darah lengkap, kultur darah, pmeriksaan LCS dengan kultur. USG kepala dan CT Scan juga dilakukan pada kasus Perdarahan intrakranial (ICH) atau kerusakan post asphyxial brain. EEG dilakukan pada sedikit kasus kejang intraktabel. Untuk kasus yang jarang akibat kesalahan metabolisme, deteksi dini perlu dilakukan yaitu pemeriksaan kadar ammonia, urin keton, dan pengurangan zat dilakukan.

3

UsiaFrekuensi(n= 159)%Usia

< 1 hari4830.18

1-3 hari4125.7

4-7 hari3018.8

> 7 hari4025.15

Tabel I. Distribusi kejang pada neonatus berdasarkan usiaTipe KejangFrekuensi(n= 159)%Usia

Subtle6339.60

Tonik 5031.40

Klonik4025.10

Myoklonik63.70

Tabel II. Tipe kejang pada neonatus

DiagnosisTotal (n=159)Meninggal (n=41)Bertahan (n=118)

Frekuensi%Frekuensi%Frekuensi%

Hypoxic ischemic encephalopathy (n=70; 44.03 %)7044.033073.174033.9

Metabolik (n=50;31.44%)Hipoglikemia3018.87003025.42

Hipokalemia2012.58002016.95

Infeksi (n=25;15.72 %)Piomeningitis1710.6937.311411.86

Septikemia85.0324.8865.08

Lain-lain (n=14; 8.81 %)Perdarahan Intrakranial053.14037.32021.7

Kernicterus042.52024.88021.7

Grup tidak teridentifikasi053.14012.44043.39

Tabel III. Kejang pada neonatal, Faktor Etiologi terhadap hasil (n=159)

HASILDari 1583 neonatus yang dirawat di unit neonatus Hayatabad Medical Complex, Peshawar, 159 (10%) neonatus memenuhi kriteria inklusi. Dari 159 kasus, 90 (56.6%) adalah laki-laki dan 69 (43,4%) adalah perempuan. Empat puluh delapan neonatus (30.18%) memiliki riwayat kejang pertama kali dalam 24 jam kelahiran, 89 (55.97%) memiliki riwayat kejang dalam 72 jam pertama (Tabel I).Jenis kejang yang paling banyak diamati dalam studi ini adalah kejang subtle (39,6%) diikuti oleh tonik (31,4%), (Tabel II). Mayoritas pasien (72.32%) memiliki episode kejang yang multipel dibandingkan orang-orang yang memiliki satu episode (27.68%)Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE) adalah faktor etiologi yang umum (44%) untuk kejang pada neonatal, diikuti oleh penyebab dari faktor metabolik (31,4%), infeksi (15.72%) dan perdarahan intrakranial (3.14%). Diantara faktor metabolik, hipoglikemia adalah faktor paling banyak ditemui untuk kejang yaitu sebanyak 30 kasus (18,8%), dan 20 kasus (12,5%) adalah dari faktor hipokalsemia. Untuk penyebab dari faktor infeksi neonatal dengan sepsis diteukan terdapat 25 kasus (15.72%), dengan bukti-bukti yang mendukung dari sepsis,dan 17 kasus (10.69%) adalah meningitis bakteri.Lebih dari satu faktor etiologi didiagnosis dalam beberapa kasus. Antara penyebab langka, 4 kasus kernicterus. Lima kasus (3.14%) tidak terdiagnosis, meskipun telah melakukan semua tes yang tersedia. Kematian neonatalterjadi dalam 41 kasus (25.8%). Penyebab kematian yang paling sering adalah tingkat kesulitan dalam kelahiran (73.17%), penyebab metabolik (12.2%) dan perdarahan intrakranial (7.3%) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel III.

DISKUSIKejang pada neonatal memiliki sifat unik yang telah terbukti memberi tantangan kepada dokter dan peneliti. Kejang mewakili sinyal neurologis pada periode neonatus. Merupakan penyebab paling sering dari gangguan neurologis pada neonatal.Kejang pada neonatal adalah contoh penting dari usia tertentu pada sindrom kejang. Dibandingkan dengan kejang di usia remaja, kejang neonatal berbeda dalam hal etiology8, manifestasi klinis9, tanda electroencephalographic10, penatalaksanaan11 dan prognosis12. Kejang umum tonik klonik cenderung tidak terjadi selama bulan pertama kehidupan karena otak belum berkembang sempurna. Kejang pada neonatal memiliki klasifikasi khusus. Dikalisifkasikan berdasarkan klinis dari kejang yaitu tonik, klonik, Hyperkinesia dan kejang subtle;kelainan pada EEG; kelainan di otak; lamabangkitan saat pertama kejang. Dalam klasifikasi ini, penyebab umum yang teridentifikasi yaitu Hypoxic ischemic encephalopathy (HIE), infeksi, gangguan metabolisme, anomali perkembangan, dan perdarahan intrakranial (ICH)14.Dalam penelitian ini, 159 kasus yang ditemukan memiliki riwayat kejang. Insidensi sebanyak 9,95% sebanding dengan penelitian lain15,16 mulai dari 1,5 sampai 14%. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Lahore6, diperkirakan bahwa hanya 35-40% dari anak-anak dalam komunitas mungkin telah mengakui ke rumah sakit. Hal ini juga diperhatikan bahwa hingga dua-pertiga dari kematian pada anak-anak dalam kurun waktukurang dari 5 tahun di negara-negara berkembang terjadi di luar rumah sakit dan proporsi ini bahkan mungkin lebih tinggi di kalangan neonatus karena mayoritas lahir di rumah15, 17.Sangat sedikit negara lain di bawah negara-negara maju yang telah berusaha untuk menghitung angka kejadian kejang neonatal. Di Kenya, insiden diperkirakan adalah 14% 19. Demikian pula di Ethiopia, kejadian ditemukan untuk menjadi 13.6%20.Di antara faktor etiologi yang ada, ensefalopati iskemik hipoksia menjadi penyebab paling umum untuk kejang pada neonatal (Tabel-III) dalam populasi berdasarkan studi dilakukan pada California21 dan Canada16 selama periode lima tahun, HIE ditemukan menjadi penyebab paling umum kejang neonatal. Studi lain lokal dari Rindang alabad22 juga telah melaporkan hasil yang sama.Faktor penyebab lainnya yaitu asphyxia juga banyak ditemukan. Termasuk ibu hamil dengan hipertensi, diabetes melitustak terkendali, prolaps dan kompresitali pusar, aspirasi meconium23. Dalam sebagian besar kasus, banyak ditemukan kunjungan antenatal care yang tidak rutin. Biasanya ibu dengan riwayat ketuban pecah dini per vaginum dan perdarahan, dengan bukti fetal distress.Kelompok umum kedua penyebab metabolik termasuk hipoglikemia dan hipokalsemia. Lahir prematur dan asupan makan dini pada neonatal juga menyebabkan hipoglikemia. Sering tercatat pada ibu yang telah mengalami sesar dan bayi tanpa makan di beberapa jam awal kehidupan dapat menyebabkan hipoglikemi. Hipokalsemia ditemukan lebih umum pada bayi prematur sebagai penyebab utama kejang. Infeksi juga ditemukan sebagai diagnosis etiologi pada neonatus dengan kejang.Hampir 16% kasus memiliki bukti infeksi neonatal. Antara 10.69% kasus meningitis dan 5% kasus septikemia. Penelitian lain menunjukkan beberapa perbedaan dengan frekuensi yang berkisar 10-25%.19,20Pecahnya ketuban berkepanjangan dan ibu demam adalah faktor risiko besar untuk neonatal sepsis yang selanjutnya dapat menyebabkan kejang.Penyebab lain dari kejang adalah perdarahan intrakranial dan kernicterus. Dalam 3% kasus, meskipun semua kasus sudah diperiksa, namun penyebab tidak dapat terdeteksi. Proporsi ini bahkan sebanding dengan studi di pusat yang memiliki fasilitasdiagnostik lanjutan.25Dalam penelitian ini, kejang pada neonatal sering ditemukan pada bayi laki-laki daripada perempuan (1.3:1). Temuan ini konsisten dengan studi sebelumnya.16 Demikian pula kejang yang lebih umum (56%) dalam 3 hari pertama kehidupan, dibandingkan dengan 19% kasus di 3-7 hari dan 25% kasus di kelompok usia > 7 hari (Tabel 1). Gabriel et al16 telah melaporkan dalam studi mereka bahwa 70% kejang terjadi di 3 hari pertama dan 83% di minggu pertama kehidupan.Kejang subtle ditemukan dalam penelitian ini (Tabel-II), konsisten dengan studi lain.6,24 Mengenai jenis kejang, beberapa studi lain memiliki hasil yang berbeda dari hasil penelitian ini, seperti kejang umum tonik ditemukan menjadi jenis yang paling umum dalam studi oleh Azam et al24 dan multifokal klonik oleh Malik et al22. Dalam penelitian ini ditemukan kelompok tingkat kematian 25.8% dalam kisaran (18% sampai 63%) dilaporkan dalam studi klinis berdasarkan kejang pada neonatus.19,20 Hypoxic ischemic encephalopathy adalah penyebab paling umum yang ditemukan pada kejang neonatal, diikuti oleh penyebab metabolik dan sepsis. Kemudian juga berkaitan dengankesehatan ibu, pentingnya kunjungan neonatal, tenaga kesehatan yang telatih di RS, awal menyusui dan deteksi dini untuk kasus-kasus untuk mengurangi kejadian kelahiran dengan asphyxia, infeksi dan hipoglikemia. Diperkirakan bahwa morbiditas dan mortalitas dari kejangneonatal dapat dicegah dengan mengambil langkah-langkah subtle. Langkah-langkah yang luas, seperti memastikan pengiriman yang aman, resusitasineonatal yang tepat, pencegahan dan pengobatan dini pada infeksi pada periode neonatus, awal menyusui dan deteksi dinipenyakit dengan arahan awal diperlukan untuk meminimalkan beban.

KESIMPULANKejang neonatal bukanlah gangguan neurologis jarang ditemukan. Kasus yang ditemukan sekitar 10% adalah kejang subtle. Kelahiran dengan asphyxia adalah menjadi penyebab paling umum pada kejang neonatal, diikuti oleh penyebab metabolik. Mortalitas neonatal kejang cukup tinggi pada pasien di penelitian ini.