studi analisis arah kiblat masjid agung sang cipta...

85
STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1) Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : MOHAMAD RAMDHANY N I M : 082 111 083 JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2012

Upload: vanhuong

Post on 18-Mar-2019

230 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STUDI ANALISIS ARAH KIBLAT

MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata 1 (S.1)

Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh :

MOHAMAD RAMDHANY

N I M : 082 111 083

JURUSAN AL-AHWAL ASY-SYAKHSIYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

2012

ii

iii

iv

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

berisi materi yang pernah ditulis oleh orang

lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini

tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang

lain, kecuali informasi yang terdapat dalam

referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 09 Juni 2012

Deklarator

Mohamad Ramdhany

NIM. 082111083

v

ABSTRAK

Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah masjid kuno yang didirikan oleh

Sunan Gunung Jati dan penentu arah kiblatnya adalah Raden Sepat di ketuai oleh

Sunan Kalijaga. Arah kiblat masjid ini dijadikan rujukan bagi masyarakat Cirebon

dan sekitarnya ketika akan mendirikan masjid baru. Penulis mengambil judul

Studi Analisis arah kiblat masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon Jawa Barat

untuk mengetahui arah kiblat masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dan respon

masyarakat Cirebon terhadap pengecekan ini. Penulis menggunakan metode

penelitian lapangan (field research) untuk mengecek kembali arah kiblat masjid

dan metode wawancara (interview) kepada masyarakat Cirebon untuk mengetahui

respon mereka terhadap pengecekan yang penulis lakukan.

Penulis melakukan pengecekan arah kiblat masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon dengan metode azimuth kiblat menggunakan data ephemeris dengan

Mizwala yang teruji keakurasiannya karena data-data diolah secara mekanik.

Metode ini adalah metode yang digunakan Kementrian Agama RI untuk

melakukan pengecekan arah kiblat masjid-masjid yang ada di Indonesia. Penulis

juga menggunakan posisi matahari di jalur Ka’bah / rashdul kiblat untuk

mengecek hasil arah kiblat menggunakan metode azimuth kiblat. Hasil dari

pengecekan arah kiblat masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon adalah kurang ke

utara sebesar 5o 01’49,4’’ untuk shaf asli dan shaf perluasan kurang ke utara

sebesar 6o 30’ 30,5’’ dengan kedua metode tersebut. Penulis wawancara dengan

pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dan masyarakat Cirebon, dan

pengunjung mengenai respon mereka terhadap pengecekan yang telah penulis

lakukan. Pengurus masjid dan masyarakat Cirebon tidak ingin mengubah shaf

shalat dengan alasan menghormati jasa dari Sunan Gunung Jati sedangkan

pengunjung menerima dengan adanya perubahan shaf shalat.

Hasil pembahasan skripsi ini adalah arah kiblat Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon baik shaf asli dan shaf perluasan melenceng dan kurang ke utara. Hasil

wawancara dengan pengurus dan masyarakat Cirebon adalah mereka ingin shaf

shalat masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dirubah dengan alasan agar arah

kiblat Masjid Agung sang Cipta Rasa Cirebon tepat mengarah kiblat sedang

pengujung tidak menerima ketika adanya perubahan shaf shalat karena keawaman

mereka tentang ilmu falak khususnya arah kiblat.

Keyword : Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, akurasi arah kiblat.

vi

M O T T O

Artinya: “Dan dari mana saja kamu ke luar, maka palingkanlah wajahmu ke arah

Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari

Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.”

(QS. Al Baqarah: 149)1

PERSEMBAHAN

1 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung :

Jumanatul Ali Art, 2005, hlm. 23.

vii

Skripsi ini

Saya persembahkan untuk :

Kedua orangtuaku,

Bapakku Sobari, Ibuku Ani Sumarni

Adik-adikku tersayang Nur fitriany, Ikoh Sodiqoh, Afwa Lutfiah

mamang Andi

Keluarga Besar Pondok Pesantren Darul Hikmah Babakan Ciwraingin Cirebon

Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Tugu Semarang

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah sang raja manusia yang maha pengasih dan

penyayang, bahwa atas taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW kekasih Allah sang pemberi syafa’at beserta seluruh keluarga,

sahabat dan para pengikutnya.

Skripsi yang berjudul “Studi Analisis Arah Kiblat Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon”, ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama

Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak

mungkin terlaksana tanpa adanya bantuan baik moral maupun spiritual dari

berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sedalamnya

terutama kepada :

1. DR. Imam Yahya, M. Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang yang telah merestui pembahasan skripsi ini.dan

memberikan fasilitas belajar dari awal hingga akhir.

2. DR. H. Ahmad Izzuddin, M. Ag selaku Dosen Pembimbing I yang telah

bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. H. Khoirul Anwar, M. Ag selaku Pembimbing II atas bimbingan dan

pengarahan yang diberikan dengan sabar dan tulus ikhlas.

4. Ketua Jurusan dan sekretaris jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah serta Para

Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, yang

telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi

5. Kepala Prodi Konsentrasi Ilmu Falak beserta para pengelola atas segala

perhatian, motivasi untuk selalu semangat belajar.

ix

6. Pimpinan Perpustakaan Institut yang telah memberikan izin dan layanan

kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Kedua orang tuaku beserta segenap keluarga, atas segala do’a, perhatian,

dukungan, kelembutan dan curahan kasih sayang yang tidak dapat penulis

ungkapkan dalam untaian kata-kata.

8. Buat adik-adikku, semoga kalian bisa merasakan indah dan nikmatnya

belajar sehingga tidak putus asa dalam belajar dan dapat mencapai gelar

sarjana semua.

9. Mamang Andi yang selalu membantu baik fisik ataupun non fisik, semoga

kelak anak-anak mamang bisa menyusul untuk dapat meraih gelar sarjana.

10. Keluarga Besar Pondok Pesantren Daarun Najaah Jerakah Tugu Semarang

Khususnya kepada KH. Sirodj Khudhori dan Dr. KH. Ahmad Izzuddin,

M.Ag yang telah menularkan banyak ilmunya kepada penulis.

11. DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) Agung Sang Cipta Rasa Cirebon atas

bantuan dan kemudahan yang telah memberikan izin serta kelancaran

dalam proses penelitian arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon.

12. Semua teman-teman di Konsentrasi Ilmu Falak atas segala dukungan dan

persaudaraan yang terjalin.

13. Keluarga "Together 2008". Sebuah inspirasi, tempat bercerita, tempat

berbaur dalam suka-duka. Semua itu tak akan pernah terlupa, kalian adalah

bagian besar dalam hidupku. Akan selalu merindukan kalian.

14. Keluarga penuh pengetahuan “farabi institute” semoga akan selalu

menjadi pusat keilmuan dunia dan akhirat tanpa tendensi dari manapun

kecuali tendensi dari Tuhan.

Harapan dan do’a penulis semoga semua amal kebaikan dan jasa-

jasa dari semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya

skripsi ini diterima Allah SWT. serta mendapatkan balasan yang lebih baik

dan berlipat ganda.

x

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan yang disebabkan keterbatasan kemampuan penulis. Oleh

karena itu penulis mengharap saran dan kritik konstruktif dari pembaca

demi sempurnanya skripsi ini.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan

manfaat nyata bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.

Semarang, 09 Juni 2012

Penulis

Mohamad Ramdhany

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . i

HALAMAN NOTA PEMBIMBING . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii

HALAMAN PENGESAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iii

HALAMAN DEKLARASI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . iv

HALAMAN ABSTRAKS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . v

HALAMAN MOTTO . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vi

HALAMAN PERSEMBAHAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . vii

HALAMAN KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . viii

HALAMAN DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . xi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

B. Pokok Permasalahan . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

C. Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

D. Telaah Pustaka . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10

E. Metode Penelitian . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 12

F. Sistematika Penulisan . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 14

BAB II : KONSEP UMUM TENTANG ARAH KIBLAT

A. Pengertian Kiblat . . . .. . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

1. Pengertian Kiblat menurut bahasa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 16

2. Pengertian Kiblat menurut istilah . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . 19

B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . 20

1. Dasar Hukum dari al-Qur’an . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20

2. Dasar Hukum dari al-Hadits . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

C. Sejarah Kiblat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . 24

D. Macam-macam Metode Penentuan Arah Kiblat . .. . . . . . . . . . . 30

1. Azimuth Kiblat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . 30

2. Rashdul Kiblat . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32

xii

BAB III : GAMBARAN UMUM TENTANG ARAH KIBLAT

MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

A. Gambaran Umum Kota Cirebon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

1. Sejarah Kota Cirebon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

2. Keadaan Geografis Kota Cirebon . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . 41

3. Keadaan Demografis Kota Cirebon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42

4. Keadaan Ekonomi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 43

5. Keadaan Budaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 45

6. Keadaan Sosial Keagamaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 46

B. Gambaran Umum Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon . . . . 46

1. Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon . . . . . . . . . . 46

2. Bangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon . . . . . . . . 49

3. Signifikansi Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

Bagi Umat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 52

C. Arah Kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon . . . . . . . . . 53

BAB IV : ANALISIS TERHADAP PENENTUAN ARAH KIBLAT

MASJID AGUNG CIREBON

A. Arah Kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon . . . . . . . . .55

B. Respon Masyarakat Pasca Pengecekan Arah Kiblat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 59

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64

B. Saran-saran . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 65

C. Penutup . . . . . . .. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 66

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Permasalahan kiblat erat kaitannya dengan letak geografis suatu

tempat, yakni berapa derajat suatu tempat dari khatulistiwa yang lebih di

kenal dengan istilah lintang dan berapa derajat letak suatu tempat dari garis

bujur kota Mekkah1 namun pada faktanya selalu saja terjadi perbedaan antara

penerapan dan juga pemahaman masyarakat terhadap pentingnya arah kiblat

tersebut padahal dalam beberapa dalil syar’i baik berupa Al-Quran ataupun

hadits telah di sebutkan dengan jelas pentingnya arah kiblat yang benar ketika

kita menjalankan ibadah shalat.

Umat Islam sendiri telah bersepakat bahwa menghadap kiblat dalam

shalat merupakan syarat sahnya shalat2, sebagaimana dalil-dalil syar’i yang

ada. Bagi orang-orang di kota Mekkah dan sekitarnya suruhan demikian ini

tidak menjadi persoalan karena dengan mudah mereka dapat melaksanakan

suruhan itu, namun bagi orang-orang yang jauh dari Mekkah tentunya timbul

permasalahan tersendiri, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama tentang

cukup menghadap arahnya saja sekalipun kenyataannya salah, ataukah harus

menghadap ke arah yang sedekat mungkin dengan posisi Ka’bah yang

1 A. Jamil, Ilmu Falak Teori dan Aplikasi Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun (Hisab

Kontemporer). Jakarta : Amzah. 2009, h.109. 2 Ibn Rusyd, Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtashid, Juz I, Beirut : Dar Ibnu,

Ashsahah, 2005, hlm. 92.

1

2

sebenarnya.3 Dalam perkembangan pemikiran Islam khususnya dalam ilmu

fiqh yang notabene merupakan ilmu yang dapat mengetahui tentang hukum-

hukum Islam, para ulama ahli fiqh ini berbeda pendapat antara kewajiban

melihat langsung ainul Ka‟bah dengan hanya melihat atau menghadap kepada

arah dari Ka’bah tersebut.

Ada beberapa perbedaan ulama tentang kewajiban menghadap ke arah

Ka’bah bagi orang yang tidak melihatnya, para ulama telah sepakat bahwa

orang yang shalat dengan melihat Ka’bah, ia wajib menghadap ke fisik

Ka’bah ('Ain al-Ka‟bah). Permasalahannya bagaimana dengan orang yang

yang berada jauh dari Ka’bah dan tidak melihatnya, maka dalam hal ini, para

ulama berbeda pendapat.

Imam Hanafi, Imam Hambali, Imam Maliki dan sebagian kelompok

dari Imamiyah : kiblatnya orang yang jauh adalah arah dimana letaknya

Ka’bah berada, bukan Ka’bah itu sendiri. Imam Syafi’i dan sebagian

kelompok dari Imamiyah : Wajib menghadap Ka’bah itu sendiri , baik bagi

orang yang dekat maupun bagi orang yang jauh. Kalau dapat mengetahui arah

Ka’bah itu sendiri secara pasti (tepat), maka ia harus menghadapinya kearah

tersebut. Tapi bila tidak, cukup dengan perkiraan saja. Yang jelas bahwa

orang yang jauh pasti tidak dapat membuktikan kebenaran pendapat ini

dengan tepat, karena ia merupakan perintah yang mustahil untuk

3 Muhyidin Khazin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana Pustaka, 2004,

Cet. III, h. 47.

3

dilakukannya selama bentuk bumi ini bulat. Maka dari itu, kiblat bagi orang

yang jauh harus menghadap ke arahnya, bukan kepada Ka’bah itu sendiri.4

Dari pendapat para ulama ahli fiqh, dapat penulis implementasikan apa

yang telah di wajibkan tersebut yakni menghadap kiblat ketika shalat, tentu

dalam setiap pengetahuan baik itu pengetahuan umum ataupun pengetahuan

agama ketika mencari sesuatu, dalam hal ini mencari arah kiblat pada saat

hendak menjalankan ibadah shalat, tentu memerlukan alat analisis yang siap

memenuhi kebutuhan tersebut, jika dalam hal ini khususnya bagi mereka yang

berada jauh dari Ka’bah maka akan kesulitan dalam menentukan arah kiblat

menuju Ka’bah, tapi dengan adanya kesulitan tersebut jangan sampai

membuat putus asa dan menyerah untuk terus mencari ilmu agar dapat

menyelesaikan atau paling tidak meminimalisir kesulitan itu. Maka perlu ilmu

yang dapat membantu khususnya dalam menentukan arah kiblat tempat shalat

baik di masjid ataupun musala, yakni dengan pendekatan ilmu falak, karena

melalui ilmu falak ini akan dapat lebih yakin dalam menentukan arah kiblat

yang lebih akurat, dalam ilmu falak ini selain dapat menentukan arah kiblat

dengan lebih yakin dan akurat juga dapat mengetahui awal waktu shalat yang

tepat, menentukan awal bulan qamariyah dan juga dapat menghitung

terjadinya gerhana baik gerhana bulan maupun gerhana matahari.

4 Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh Lima Mazhab : Ja‟fari, Hanafi, Maliki, Syafi‟I,

penerjemah, Masykur A.B., Muhammad Idrus Al-Kaff, dari al-Fiqh „ala-Madzahib al-Khamsah,

Jakarta : Penerbit Lentera, 2007, cet VI., hal 77.

4

Salah satu dari kebutuhan inilah penulis ingin menerapkan pada

masjid yang sangat bersejarah di Indonesia khususnya di kota Cirebon yakni

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, karena masjid ini merupakan pusat

dari kereligiusan kota Cirebon sehingga wajib Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon ini dapat benar-benar menghadap kiblat.

Sejarah masjid ini sendiri berawal dari masa ketika Cirebon di pimpin

oleh syeh Syarif Hidayatullah atau yang biasa di sebut dengan Sunan Gunung

Jati, di mana Sunan Gunung Jati ini merupakan cucu dari raja besar yang

pernah berkuasa di tanah pajajaran yakni pangeran prabu Siliwangi, Sunan

Gunung Jati merupakan anak dari Syarifah Mudzaim dan merupakan

keturunan raja dari Mesir5.

Dalam menjalankan roda pemerintahan kerajaan Cirebon Sunan

Gunung Jati senantiasa berdasar pada apa yang telah ia dalami dari ilmu

agama Islam karena selain sebagai raja ia merupakan salah satu dari anggota

Walisongo yang notabene mengemban tugas untuk mendakwahkan agama

Islam di pulau jawa pada khususnya, sehingga dalam perjalanannya yang

sangat berliku dalam menjalani pemerintahan Cirebon Sunan Gunung Jati

tetap berpegang teguh pada al-Quran dan al-Hadits, hal ini dapat kita lihat dari

track record yang di berikan oleh sang Sunan khususnya bagi masyarakat

Cirebon. Dalam mengemban amanat rakyat Sunan Gunung Jati selalu

5 Ahmad Hamam Rochani, Babad Cirebon, Cirebon : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,

2008, cet I, h. 90.

5

memihak terhadap kepentingan rakyat dan agamanya, bahkan di awal

pemerintahannya ia memiliki tiga visi yang mulia dalam mengembangkan

kerajaan Cirebon yakni :

1. Memasukan nilai-nilai Islam melalui budaya yang telah ada dan

berkembang di masyarakat Cirebon.

2. Membuat wadah atau tempat bagi masyarakat yang berbentuk kerajaan

dan bernafaskan dengan nilai-nilai Islami.

3. Membuat tempat yang menjadi pusat kegiatan bagi masyarakat

khususnya kegiatan keagamaan yakni dengan mendirikan Masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon6.

Setelah ketiga visi itu terselesaikan barulah sang Sunan Gunung Jati

merasa lega dan meninggalkan semuanya yang di titipkan bagi para penerus

raja Cirebon dan bagi masyarakatnya. Dalam salah satu pesannya Sunan

Gunung Jati sangat menitikberatkan pada fakir miskin dan masjid yakni :“isun

nitip tajug lan fakir miskin”7 yang artinya : “ saya titipkan masjid dan fakir

miskin”.

Dari ketiga visi tersebut semuanya berkembang pesat hingga saat ini

sama halnya dengan visi yang ketiga yakni pembuatan Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon, masjid ini dari dahulu hingga sekarang masih merupakan

6 Ibid

7 Pesan ini disampaikan Sunan Gunung Jati sebelum ia wafat. Lihat Amman N. Wahju,

Sajarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah Kuningan), Bandung:

PUSTAKA, 2010, hal. 79

6

tempat yang sering di pakai dan merupakan pusat dari aktifitas kereligiusan

agama Islam khususnya di kota Cirebon.

Mengenai pembangunan masjid ini telah penulis telusuri adanya

perbedaan yakni tahun 1480 dan 1489, seperti pada buku Babad Tanah

Sunda/Babad Cirebon karangan P.S. sulendraningrat yang mengatakan bahwa

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon di bangun pada tahun 1489 hal ini di

dasarkan pada perhitungan sangkalan di bangunnya masjid agung sang cipta

rasa ialah : mungal = 1 mangil = 1 mungup = 1 jemblung = 2 gateling = 1 asu

= 1 jadi 111 121 = 41 di balik angkanya menjadi 1411 sakakala/ 1489 masehi,

dan seperti yang di dukung oleh Ahmad Hamam Rochani terhadap P.S.

Sulendraningrat dalam bukunya Babad Cirebon yang mendasarkan pada tahun

perhitungan pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon ini pada

tahun 1489 M8.

Selanjutnya ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa Masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon ini di bangun pada tahun 1480 seperti yang

di kemukakan oleh Abdul Baqir Zein dalam bukunya masjid-masjid

bersejarah di Indonesia yang menyatakan bahwa masjid agung sang cipta rasa

ini di bangun pada tahun 14809 dan di ikuti pula oleh pendapat dari R.H.

Unang Sunardjo, SH. ia mengatakan dalam bukunya meninjau sepintas

panggung sejarah pemerintahan kerajaan cirebon 1479-1809 bahwa

8 Ahmad Hamam Rochani, Op.cit. h. 187..

9 Abdul Baqir Zein, Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia, Jakarta : Gema Insani Pres, 1999,

h.170.

7

bangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dibangun atau didirikan

oleh Sunan Gunung Jati ( Susuhunan Gunung Jati ) dibantu oleh Sunan

Kalijaga, Sunan Bonang, Sunan Drajat, dan Sunan Kudus dengan arsitek

Raden Sepat dari Demak pada tahun 148010

.

Berdasarkan pengamatan penulis penyebab dari perbedaan yang terjadi

mengenai tahun dibangun atau didirikannya Masjid Agung Sang Cipta Rasa

ini yaitu terletak pada metode perhitungan dan tanggal yang di pakai dari

masing-masing sejarawan tersebut saperti yang telah penulis paparkan di atas,

bahwa pembangunan masjid agung ini terjadi pada tahun 1480 itu lebih

dominan menggunakan penanggalan masehi sehingga jatuh pada tahun 1480.

Sedangkan yang berpendapat pada tahun 1489 itu lebih dominan

menggunakan perhitungan yang didasarkan pada perhitungan kalender jawa

kuno yang berlaku hanya di kalangan kerajaan Cirebon kemudian

dikonversikan ke penanggalan masehi.

Terlepas dari perbedaan pendapat di atas, terdapat pula beberapa

keunikan serta kelebihan dari Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon lainnya

yakni berupa adzan pitu, adzan yang di lakukan oleh 7 orang muadzin secara

bersamaan dan biasanya adzan ini dilakukan pada waktu-waktu tertentu.

Keunikan lainnya adalah tidak adanya memolo masjid yang wajib ada di

setiap atap masjid. Keunikan itu berasal dari sejarah yang pada awalnya

10

Unang Sunardjo, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan Cirebon

1479-1809, Bandung : Tarsito, 1983, h. 66.

8

masjid ini memiliki memolo namun karena adanya kejadian yang di luar

logika, memolo masjid ini terbang atau terlempar sampai ke Masjid Agung

Banten. Buktinya bisa kita lihat hingga saat ini di Masjid Agung Banten yang

memiliki dua memolo, satu milik Masjid Agung Banten dan yang ke dua

milik Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon juga pernah dijadikan sebagai

tempat eksekusi bagi salah satu tokoh sufi terkenal pada masa itu yakni Syekh

Siti Jenar yang di berikan sanksi oleh dewan Walisongo.

Sebagaimana ketika mendirikan Masjid Agung Demak, dewan

Walisongo berdebat ketika akan menentukan arah kiblat Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon. Perdebatan itu berakhir setelah Sunan Kalijaga

mengambil alih semua persoalan, jadi untuk masalah kiblat di serahkan

sepenuhnya pada Sunan Kalijaga11

dengan dibantu oleh Raden Sepat, seorang

arsitek yang berasal dari majapahit, Raden Sepat membuat ruang utama di

dalam masjid dengan luas 400 meter dan kemudian meluruskan atau

mengarahkan tempat pengimaman ke arah kiblat dengan tingkat kemiringan

300

ke arah barat laut12

.

Dari data sejarah di atas dapat diketahui betapa pentingnya keberadaan

masjid tersebut khususnya di kota Cirebon. Oleh karena itu seperti yang telah

dibahas sebelumnya tentang penting dan wajibnya arah kiblat untuk

11

Ahmad Hamam Rochani. Op.cit. h. 189. 12

http://www.scribd.com/doc/44822346/masjid-di-indonesia tanggal 12 september 2011 jam

20.00 WIB.

9

melakukan ibadah shalat maka penulis berharap dapat mengecek akurasi arah

kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon agar dapat lebih memberikan

kemantapan dalam beribadah khususnya bagi umat Islam Cirebon.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan di atas maka dapat

dikemukakan beberapa rumusan masalah yang akan di bahas dalam skripsi

ini.

Rumusan masalah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah akurasi arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon?

2. Bagaimanakah respon masyarakat Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon pasca pengecekan arah kiblat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain :

1. Untuk mengetahui arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon.

2. Untuk mengetahui respon masyarakat, dalam penelitian ini

penulis memberikan batasan terhadap tokoh masyarakat yang

10

ada di sekitar Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon pasca

pengecekan arah kiblat.

D. Telaah Pustaka

Berdasarkan penelusuran penulis, tidak ditemukan tulisan secara

spesifik dan mendetail yang membahas metode penentuan arah kiblat Masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Akan tetapi ada beberapa skripsi ataupun

tulisan yang berhubungan dengan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

Penulis menemukan beberapa tulisan dan karya ilmiah yang relevan

dengan penelitian ini, yaitu, Artikel yang berjudul Perlu Meluruskan Arah

Kiblat Masjid13

karya Ahmad Izzuddin dalam kolom "wacana" Suara

Merdeka. Artikel tersebut adalah sebuah tanggapan terhadap tulisan Totok

Roesmanto dengan melihat realita masyarakat dengan banyak ditemukannya

masjid dan musala-musala yang arah kiblatnya berbeda.

Skripsi Ismail Khudhori tahun 2005, S.I Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo, Semarang berjudul “Studi Tentang Pengecekan Arah Kiblat

Masjid Agung Surakarta”, membahas arah kiblat Masjid Agung Surakarta

yang telah ada dan arah kiblat yang seharusnya bagi Masjid Agung Surakarta.

Skripsi Iwan Kuswidi tahun 2003, S.I Fakultas Syari’ah UIN Sunan

Kalijaga, Yogyakarta berjudul “ Aplikasi Trigonometri dalam Penentuan

13 Ahmad Izzuddin, Perlu Meluruskan Arah Kiblat Masjid, Kolom "WACANA" Suara

Merdeka, Selasa, tanggal 27 Juni 2003.

11

Arah Kiblat”. Skripsi ini menjelaskan tentang perhitungan arah kiblat dengan

menggunakan ilmu ukur segitiga bola (spherical trigonometry). Rumus-rumus

tersebut kemudian diaplikasikan dalam penentuan arah kiblat.

Skripsi Erfan Widiantoro tahun 2008, S.I Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang yang berjudul “Studi Analisis tentang Sistem Penentuan

Arah Kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta”.membahas

mengenai penentuan arah kiblat Masjid Besar Mataram Kotagede Yogyakarta

dilihat dari segi historis dan kemudian di analisis seberapa besar tingkat

keakurasiannya.

Skripsi Hasna Tuddar Putri yang berjudul “Pergulatan Mitos Dan

Sains Dalam Penentuan Arah Kiblat ( Studi Kasus Pelurusan Arah Kiblat

Mesjid Agung Demak) membahas bagaimana fiqih kiblat yang di pakai pada

masjid tersebut dan bagaimana masyarakat mensikapi antara mitos dan sains

pada penentuan arah kiblat masjid tersebut.

Skripsi Siti Muslifah yang berjudul “Sejarah Metode Penentuan Arah

Kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso Jawa Timur” membahas sejarah

metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa Bondowoso dan

tingkat akurasi metode penentuan arah kiblat Masjid Agung At Taqwa

Bondowoso dalam setiap pengukuran.

Skripsi Achmad Jaelani yang berjudul “Akurasi Arah Kiblat Masjid

Agung Sunan Ampel Surabaya Jawa Timur”, membahas tentang akurasi arah

12

kiblat masjid Agung Sunan Ampel beserta respon masyarakat terhadap hasil

pengecekan tersebut.

Karya-karya tulisan dari para ahli falak tersebut memang tidak secara

spesifik membahas tentang arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon, namun demikian di dalamnya terdapat pembahasan arah kiblat yang

merupakan bagian tak terpisahkan dari pembahasan skripsi ini.

E. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini kita menggunakan metode sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Dalam tulisan ini peneliti menggunakan jenis penelitian

lapangan14

untuk meneliti arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon saat ini sebagai latar belakang dari judul skripsi yang akan

dibahas.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Dalam penelitian skripsi ini penulis memperoleh data

primer dari hasil perhitungan arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta

Rasa Cirebon dan buku-buku yang berkaitan dengan Masjid

14

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Ed. I, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, Cet.

10, 1997, hlm. 22.

13

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, seperti buku yang di buat oleh

Unang Sunardjo, ”Meninjau Sepintas Panggung Sejarah

Pemerintahan Kerajaan Cirebon 1479-1809”, dan buku yang di

buat oleh Abdul Baqir Zein, “Masjid-Masjid Bersejarah Di

Indonesia”. Serta buku karangan Amman N. Wahju, “Sajarah

Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah

Kuningan)”.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari hasil wawancara, beberapa

dokumen seperti : buku-buku, artikel-artikel, karya ilmiah.15

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian

ini dilakukan pengamatan langsung (observasi)16

dengan pengukuran

kembali arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

menggunakan mizwala serta GPS untuk mengetahui lintang dan bujur

tempat. Selain itu penulis melakukan kajian-kajian terhadap

dokumen/catatan baik dari ahli falak maupun dari ahli sejarah

khususnya tentang Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang berkaitan

dengan permasalahan dalam skripsi ini, penulis juga melakukan

15

Lihat Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta : PT.

Rineka Cipta, Cet. XII, 2002, hlm. 107. 16

Sumadi Suryabrata, Op. Cit., hlm. 17.

14

wawancara (interview)17

kepada pihak-pihak yang berkompeten

memberikan informasi untuk skripsi ini. Dan pihak-pihak tersebut

diantaranya adalah pihak pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon.

4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul, data kemudian di olah dan dilakukan

analisis data. Data yang terkumpul kemudian dipelajari dan dilakukan

analisis data. Dalam menganalisis data kita menggunakan tehnik

analisis verifikasi dengan cara menguji kembali arah kiblat Masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon saat ini dengan metode-metode

penentuan arah kiblat klasik seperti : mizwala untuk menentukan arah

kiblat serta GPS untuk mengetahui lintang dan bujur tempat.

F. Sistematika Penulisan

Secara garis besar kitaan skripsi ini terdiri atas 5 bab, dimana dalam

setiap bab terdapat sub bab permasalahan yaitu :

Bab pertama meliputi latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan

manfaat penelitian, kerangka teoritik, kajian pustaka, metode penelitian dan

sistematika penulisan.

17

Suharsini Arikunto, Op. Cit., hlm. 202.

15

Bab kedua dalam bab ini terdapat berbagai sub pembahasan

diantaranya tentang pengertian kiblat, dasar hukum menghadap kiblat, sejarah

kiblat dan macam-macam metode penentuan arah kiblat.

Bab ketiga gambaran umum tentang arah kiblat Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon. Bab ini mencakup berbagai hal diantaranya gambaran

umum kota Cirebon tentang keadaan geografis, monografis, demografis,

ekonomi, budaya dan sosial keagamaan kota Cirebon. sejarah dan bangunan

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, signifikansi Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon bagi umat Islam dan penentuan arah kiblat Masjid Agung

Sang Cipta Rasa Cirebon.

Bab keempat meliputi analisis terhadap sistem penentuan arah kiblat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

Bab kelima meliputi kesimpulan, saran-saran dan penutup.

16

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta

: PT. Rineka Cipta, Cet. XII, 2002.

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Muhamad, Tengku, Mutiara Hadits 3, Semarang :

Pustaka Riski Putra, 2003, cet. I.

Azhari, Susiknan, llmu Falak, Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2007, cet.

II.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur‟an dan Terjemahnya,

Bandung : Jumanatul Ali Art, 2005.

Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah dan Solusi

Permasalahannya), Semarang : Kamala Grafika, 2006.

, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo Press, 2010.

, Perlu Meluruskan Arah Kiblat Masjid, Kolom "WACANA" Suara

Merdeka, 2003.

Jamil, A, Ilmu Falak Teori dan Aplikasi Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal Tahun

(Hisab Kontemporer). Jakarta : Amzah. 2009.

Khazin, Muhyidin, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana

Pustaka, 2004, Cet. III.

Mughniyah, Jawad, Muhammad, Fiqh Lima Mazhab : Ja‟fari, Hanafi, Maliki,

Syafi‟I, penerjemah, Masykur A.B., Muhammad Idrus Al-

Kaff, dari al-Fiqh „ala-Madzahib al-Khamsah, Jakarta :

Penerbit Lentera, 2007, cet VI.

Rochani, Hamam, Ahmad Babad Cirebon, Cirebon : Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata, 2008, cet I.

Rusyd, Ibn, Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtashid, Juz I, Beirut : Dar Ibnu,

Ashsahah, 2005.

17

Sunardjo, Unang, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan

Cirebon 1479-1809, Bandung : Tarsito, 1983.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Ed. I, Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, Cet. 10, 1997.

Wahju, N. Amman Sajarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati

(Naskah Kuningan), Bandung: PUSTAKA, 2010.

Zain, Abdul Baqir, Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia, cet. I, Jakarta :

Gema Insani Press, 1999.

WEBSITE

http://www.scribd.com/doc/44822346/masjid-di-indonesia tanggal 12 september

2011 jam 20.00 WIB.

16

BAB II

ARAH KIBLAT

A. Pengertian Kiblat

1. Pengertian Kiblat Menurut Bahasa

Dalam Kamus Ilmiah Populer kiblat diartikan sebagai arah hadap

(Ka‟bah).1 Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kiblat adalah arah

yang dijadikan patokan untuk hadapan shalat, arah yang tepat pada

jurusan Ka‟bah, jurusan mata angin, penjuru, dan sebagainya.2 Sedangkan

dalam Kamus Ilmu Falak karangan Muhyiddin Khazin kiblat adalah arah

Ka‟bah di Mekkah yang harus dituju oleh orang yang sedang melakukan

shalat, sehingga semua gerakan shalat, baik ketika berdiri, ruku‟ maupun

sujud senantiasa berimpit dengan arah itu.3 Di dalam Al-Quran sendiri

kiblat memiliki beberapa arti, yaitu :4

a. Kiblat Memiliki Arti Arah

Kata kiblat yang memiliki arti arah terdapat dalam QS. Al-

Baqarah : 142.

1 Windy Novia, Kamus Ilmiah Populer, WIPRESS, 2009, cet. I, hal. 250.

2 Kamisa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya : Kartika, 1997, cet. I, hal. 314.

3 Muhyiddin Khazin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta : Buana Pustaka, 2005, cet. I, hal. 67.

4 Ahmad Izzuddin, Op. Cit., hal 19.

17

“Orang-orang yang kurang akalnyadiantara manusia akan berkata:

"Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya

(Baitul Maqdis) yang dahulu mereka Telah berkiblat kepadanya?"

Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; dia memberi

petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus".

(QS. Al-Baqarah : 142)5

Pada surah QS. Al-Baqarah ayat 143 :

“Dan demikian (pula) kami Telah menjadikan kamu (umat Islam),

umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas

(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi

atas (perbuatan) kamu. dan kami tidak menetapkan kiblat yang

menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar kami mengetahui

(supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang

membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,

kecuali bagi orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah;

dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya

Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (

QS. Al-Baqarah ayat : 143)6

5 Departemen Agama Republik Indonesia. Loc. Cit.

6 Ibid, hal. 22.

18

Pada surah QS. Al-Baqarah ayat 144 :

“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit,

Maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu

sukai. palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana

saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan

Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-

Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke

Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-

kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”( QS. Al-Baqarah

ayat : 144)7

Pada surah QS. Al-Baqarah ayat 145 :

“Dan Sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang

(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil),

semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu,

dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian

merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. dan

Sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah

datang ilmu kepadamu, Sesungguhnya kamu -kalau begitu-

7 Ibid.

19

termasuk golongan orang-orang yang zalim.”( QS. Al-Baqarah

ayat : 145)8

b. Kiblat Memiliki Arti Tempat Shalat

Allah Swt berfirman dalam QS. Yunus : 87.

“Dan kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: "Ambillah

olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat

tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu

tempat shalat dan Dirikanlah olehmu sembahyang serta

gembirakanlah orang-orang yang beriman". (QS. Yunus : 87)9

2. Pengertian Kiblat Menurut Istilah

Kiblat menurut istilah adalah arah yang dihadap oleh muslim

ketika melaksanakan shalat, yakni arah menuju Ka‟bah di Mekkah.

Sebelumnya, kiblat shalat adalah kea rah Masjid Al-Aqsa di Yerussalem

tetapi pada tahun kedua hijriyah terjadi perubahan arah kiblat.10

Menurut Slamet Hambali kiblat adalah arah menuju Ka‟bah

(Baitullah) melalui jalur paling terdekat, dan menjadi keharusan bagi

setiap orang muslim untuk menghadap ke arah tersebut pada saat

melaksanakan ibadah shalat, di manapun berada di belahan dunia ini.11

8 Ibid.

9 Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hal. 218.

10 Susiknan Azhari, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, cet. II,

hal. 174. 11

Slamet Hambali, Ilmu Falak 1 (Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat Seluruh

Dunia, Semarang : Program Pascasarjana IAIN Walisongo Semarang, cet. I, hal. 167.

20

Setelah kita mengkaji tentang pengertian kiblat menurut bahasa

dan istilah maka dapat kita ketahui bahwa sebenarnya arah kiblat adalah

arah kita menuju ka‟bah dengan titik koordinat yang tepat dan

akurat.sehingga kita tidak akan melenceng dari arah tersebut karena

sesuai dengan koordiant bumi yang kita miliki.

B. Dasar Hukum Menghadap Kiblat

1. Dasar Hukum Dari Al-Quran

a. QS. Al-Baqarah : 144

“Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka

sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.

palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu

berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang

(Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang

mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari

Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka

kerjakan.” (Al-Baqarah : 144)12

12

Departemen Agama Republik Indonesia, Loc. Cit.

21

b. QS. Al-Baqarah : 149

“Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka palingkanlah

wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-

benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak

lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah : 149)13

c. QS. Al-Baqarah : 150

“Dan dari mana saja kamu (keluar), Maka palingkanlah wajahmu ke

arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu (sekalian) berada, Maka

palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia

atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka

janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja).

dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu

mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah : 150)14

13

Ibid. hal. 23 14

Ibid

22

2. Dasar Hukum Dari Al-Hadis

a. Kewajiban Menghadap Kiblat Ketika Shalat

15

Artinya : dari Abu Hurairah – dalam suatu hadits yang akan disebut

nanti- ia berkata : telah bersabda Nabi saw. : “apabila kamu berdiri

hendak shalat, maka sempurnakanlah wudlu‟, lalu menghadaplah ke

kiblat lalu bertakbirlah”.

16

Artinya : dan dari Ibnu Umar, ia berkata : ketika orang-orang berada di

Quba – waktu shalat shubuh- tiba-tiba ada seseorang datang kepada

mereka, lalu ia berkata : sesungguhnya Nabi saw. Pada malam hari ini

telah diturunkan kepadanya ayat Al-Qur‟an, dan sesungguh ia

diperintah untuk menghadap kiblat, oleh karena itu menghadaplah ke

kiblat, sedang muka-muka mereka waktu itu menghadap ke Syam,

kemudian mereka memutar ke jurusan Ka‟bah.

15

Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-

Bukhari, Shahih al-Bukhari, Juz. I, Beirut : Dar al-Kutubil „Ilmiyyah,t.t, hlm.130. 16

Ibid, hlm. 130-131.

23

17

Artinya : dan dari Anas, sesungguhnya Rasulullah saw. Pernah shalat

menghadap ke jurusan Baitul Maqdis, lalu turunlah ayat : “sungguh

kami mengetahui berbolak-baliknya mukamu ke langit, oleh karena

itu-sekarang-kami memalingkan kamu ke satu kiblat yang pasti kamu

rela, maka hadapkanlah mukamu ke jurusan Masjidil Haram”.

Kemudian seorang laki-laki dari Bani Salamah berjalan – sedang

mereka semua dalam keadaan ruku‟ dalam shalat shubuh- dan mereka

shalat satu rakaat. Lalu ia menyeru : ketahuilah, sesungguhnya kiblat

telah dipindahkan. Lalu mereka berpaling sebagaimana keadaan

mereka ke jurusan kiblat.

Hadis-hadis di atas menunjukkan kewajiban bagi seluruh umat

Muslim untuk menghadap kiblat (Ka‟bah) dan menjadi ijma‟ seluruh umat

Muslim kecuali dalam keadaan tidak mampu seperti dalam peperangan,

ketakutan dan lain sebagainya.18

b. Menghadap Arah Ka‟bah

19

Artinya : dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi saw. Telah

bersabda : “arah antara timur dan barat adalah kiblat”

17

Muslim, Shahih Muslim, Juz. I, Beirut : Darul Kutubil „Ilmiyyah, t.t., hlm. 214. 18

Mu‟ammal Hamidy, Imron AM, Umar Fanany BA., Terjemahan Nailul Authar Himpunan

Hadits- Hadits Hukum, Surabaya :PT. Bina Ilmu, 1991, jilid 2, halm. 477-478. 19

Muslim, Op. Cit, hlm 214-215.

24

20

Artinya : dan sabda Nabi saw. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu

Ayyub : “tetapi menghadaplah ke timur dan barat”ini menguatkan di atas.

21

Artinya : Baitullah adalah kiblatnya orang yang berada di Masjidil

Haram, sedang Masjidil Haram adalah kiblat bagi penduduk

Makkah, dan Makkah adalah kiblat bagi penduduk dunia dari

ummatku di barat dan di timur.

Hadis-hadis di atas menganjurkan untuk berkiblat ke arah bendanya bagi

orang yang tidak dapat melihat langsung ke Ka‟bah.

C. Sejarah Kiblat

Ka‟bah merupakan pusat peribadatan kaum muslimin yang ada di

seluruh dunia. Di masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail as, Mekkah digunakan

untuk membangun sebuah rumah ibadah. Bangunan ini merupakan rumah

ibadah yang pertama dibangun. Orang yang pertama kali membuat daun pintu

Ka‟bah dan menutupinya dengan kain adalah Raja Tubba‟ dari Dinasti

20

Ibid, hlm. 217. 21

Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-

Bukhari, Op. Cit., hlm. 133.

25

Himyar di Najran. Setelah Nabi Ismail as wafat pemeliharaan Ka‟bah

sepenuhnya dipegang oleh keturunan, lalu Bani Jurhum selama 100 tahun

kemudian dilanjutkan oleh Bani Khuza‟ah yang memperkenalkan berhala.

Selanjutnya pemeliharaan Ka‟bah dipegang oleh kabilah-kabilah Quraisy

yang merupakan generasi penerus garis keturunan Nabi Ismail.22

Banyak

kejadian ataupun musibah yang melanda Ka‟bah, contohnya seperti rencana

penghancuran Ka‟bah dengan pasukan gajah yang dipimpin oleh Abrahah,

cerita ini termaktub dalam Al-Quran. Allah Swt berfirman :

“Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu Telah bertindak

terhadap tentara bergajah. Bukankah dia Telah menjadikan tipu daya mereka

(untuk menghancurkan Ka'bah) itu sia-sia. Dan dia mengirimkan kapada

mereka burung yang berbondong-bondong. Yang melempari mereka dengan

batu (berasal) dari tanah yang terbakar. Lalu dia menjadikan mereka seperti

daun-daun yang dimakan (ulat).”23

Kemudian ketika Nabi Saw berusia kurang lebih 35 tahun, kota

Mekkah ditimpa bencana air bah yang sangat hebatnya. Ka‟bah yang selama

200 tahun terakhir tidak pernah mengalami kerusakan dan tidak pernah

diperbaiki lagi, tenggelam dan kemudian roboh oleh air yang besar itu.

22

Susiknan Azhari, Op. Cit., hal. 42. 23

Departemen Agama Republik Indonesia, Op. Cit., hal. 601.

26

Menurut riwayat, kaum Quraisy sesungguhnya sudah agak lama memikirkan

hendak memperbaiki Ka‟bah, karena keadaan dindingnya sudah agak tua dan

lapuk, dan tidak mempunyai atap. Akan tetapi, karena kehebatan Ka‟bah

dalam pandangan mereka, maka mereka itu umumnya takut dan tidak berani

melanjutkan tujuan mereka hendak memperbaikinya. Mereka takut kalau-

kalau dapat kemurkaan dan kutukan dari Tuhan jika mereka campur tangan

mengadakan perubahan bangunan Ka‟bah atau mengadakan perbaikan dan

mengadakan pembokaran atasnya.24

Walid bin Mughirah, sebagai ketua pejabat pemeliharaan Ka‟bah

ketika itu, akhirnya maju dan memberanikan diri membongkar dinding yang

terletak di bagian Rukun Yamani. Hasil pekerjaan Walid ini ditunggu oleh

mereka yang hendak ikut serta meperbaiki Ka‟bah, karena mereka masih

ragu-ragu dan khawatir juga. Setelah keesokan harinya Walid bin Mughirah

tidak mendapat kecelakaan apa-apa sebagai akibat dari pekerjaannya tadi,

barulah mereka serentak melanjutkan pembongkaran itu.25

Untuk menjaga agar tidak timbul perselisihan di antara mereka dalam

mengerjakan pembongkaran dan perbaikan Ka‟bah itu, oleh Walid bin

Mughirah dan disetujui juga oleh mereka, pekerjaan itu dibagi beberapa

tempat untuk setiap kabilah Quraisy. Misalnya, yang mengerjakan di sebelah

24

Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jakarta : Gema Insani Press, 2001,

cet. I, hal. 94. 25

Ibid, hal. 95.

27

pintu Ka‟bah di serahkan kepada Bani Abdi Manaf dan Bani Zuhrah, yang

mengerjakan diantara Rukun Yamani diserahkan kepada Bani Makhzum dan

beberapa kabilah Quraisy, demikian seterusnya.

Dengan pembagian seperti itu, setiap kabilah Quraisy merasa telah

ikut mendapat bagian mengerjakan pekerjaan yang suci dan mulia itu, dan

mereka bekerja dengan sungguh-sungguh, tidak ada seorangpun di antara

pembesar-pembesar Quraisy yang tidak ikut serta.

Namun permasalahan muncul ketika tahap peletakan Hajar Aswad,

terjadi perselisihan diantara para pemimpin kabilah dan pembesar Quraisy,

siapakah yang paling pantas untuk meletakkan batu tersebut. Setiap mereka

ingin dan merasa berhak bahwa dialah yang seharusnya meletakkan Hajar

Aswad itu di tempatnya. Perselisihan mereka itu terjadi dari perselisihan

mulut sampai menjadi pertengkaran hebat, yang hampir-hampir membawa

pertumpahan darah.26

Rupanya ketika itu Allah Swt berkehendak akan menunjukkan kepada

mereka seorang yang akan ditetapkan dan diangkat menjadi pemimpin umat.

Atas izin Allah, sebelum terjadi pertumpahan darah, muncullah seorang dari

bangsawan Quraisy yang tertua dan paling berpengaruh, bernama Huzaifah

bin Mughirah. Dia mengusulkan agar perkara ini diserahkan kepada seorang

hakim yang adil, yang kamu pilih sendiri di antara kamu sekalian. Adapun

26

Ibid, hal. 96.

28

cara memilih hakimnya yaitu dengan melihat pada keesokan harinya siapa

yang lebih dulu masuk ke dalam Masjidil Hara mini melalui pintu Bani

Syaibah, maka dialah yang harus diserahi untuk meutus perkara ini

Usul dari Huzaifah bin Mughirah itu segeradisetujui oleh mereka.

Pada saat itu Muhammad ada dalam pertemuan itu juga, tetapi beliau diam.

Keesokan harinya orang melihat bahwa Muhammadlah yang lebih dahulu

masuk ke dalam Masjidil Haram melalui pintu Bani Syaibah. Akhirnya

mereka bersepakat bahwa orang yang berhak meletakkan Hajar Aswad di

tempatnya semula adalah Muhammad (Al-Amin).

Jalan yang beliau ambil untuk memecahkan perkara tersebut yaitu

dengan menghamparkan sehelai kain, lalu Hajar Aswad diletakkan di atas dan

tengah-tengahnya. Kemudian mereka diminta supaya bersama-sama dan

beramai-ramai memegang dan mengangkat tepi kain itu ke tempat Hajar

Aswad itu akan diletakkan. Setelah itu Hajar Aswad diambil oleh Muhammad

dan diletakkannya pada tempatnya semula. Akhirnya mereka semua merasa

puas atas keputusan yang dilakukan oleh Muhammad.27

Di masa Rasulullah Saw pada awalnya perintah shalat itu sebenarnya

menghadap ke Baitul Maqdis di Palestina. Tetapi Rasulullah saw selalu

berusaha agar shalat tetap menghadap ke Ka‟bah yaitu dengan cara

mengambil posisi di sebelah selatan Ka‟bah kemudian menghadap ke utara,

27

Ibid, hal. 97.

29

sehingga selain menghadap Baitul Maqdis beliau juga tetap menghadap

Ka‟bah.

Kesulitan terjadi setelah Rasulullah tiba di Madinah, yaitu kesulitan

untuk menghadap ke dua tempat yang berlawanan arah. Rasulullah saw sangat

mengharapkan supaya Allah memerintahnya menghadap ke arah Ka‟bah,

karena sebenarnya Ka‟bahlah kiblat Nabi Ibrahim as. Tapi Nabi tidak

langsung memohon perpindahan arah kiblat tersebut, beliau hanya mengharap

datangnya perintah Allah.

Dari perintah perpindahan arah kiblat kita dapat mengambil beberapa

hikmah yaitu :

1. Agar selalu ingat kepada kedua pendiri Ka‟bah yaitu Nabi Ibrahim dan

Nabi Ismail as, serta menanam benih cinta kepada Nabi Muhammad Saw,

dan untuk member peringatan bahwa Allah Swt sangat mencintai Rasul-

Nya.

2. Untuk menumbuhkan rasa persatuan kepada seluruh umat muslim di

dunia, yaitu dengan menjadikan Ka‟bah sebagai tumpuan kita dalam

shalat. Sehingga umat muslim di dunia terhindar dari berselisih paham

dalam beribadah kepada Allah.28

28

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 2, Semarang : PT.

Pustaka Rizki Putra, cet. III, hal. 388.

30

D. Macam-macam Metode Penentuan Arah Kiblat

Metode yang sering digunakan untuk menentukan arah kiblat ada 2

macam, yaitu :

1. Azimuth Kiblat

Azimuth kiblat adalah busur lingkaran horizon atau ufuk dihitung

dari titik utara ke arah timur searah perputaran jarum jam sampai dengan

titik kiblat. Titik utara azimuthnya 00, titik timur azimuthnya 90

0, titik

selatan azimuthnya 1800 dan titik barat azimuthnya 270

0.29

Untuk menentukan azimuth kiblat diperlukan beberapa data, yaitu :30

a. Lintang Tempat (Ardhul Balad)

Lintang tempat adalah jarak dari daerah yang kita kehendaki

sampai dengan khatulistiwa diukur sepanjang garis bujur. Khatulistiwa

adalah lintang 00 dan titik kutub bumi adalah lintang 90

0. Jadi nilai

lintang berkisar antara 00 sampai dengan 90

0. Di sebelah selatan

khatulistiwa disebut Lintang Selatan (LS) dengan tanda negative (-)

dan di sebelah utara khatulistiwa disebut Lintang Utara (LU) diberi

tanda positif (+).

29

Slamet Hambali, Ilmu Falak 1, Op. Cit., hal. 183 30

Ahmad Izzuddin, Op. Cit., hal. 28.

31

b. Bujur Tempat (Thulul Balad)

Bujur tempat adalah jarak dari tempat yang dikehendaki ke

garis bujur yang melalui kota Greenwich dekat London, berada di

sebelah barat kota Greenwich sampai 1800 disebut Bujur Barat (BB)

dan di sebelah timur kota Greenwich sampai 1800 disebut Bujur Timur

(BT).

c. Lintang dan Bujur Kota Mekkah

Di dalam buku Almanak Hisab Rukyat halaman 91 disebutkan

Ka‟bah berada pada BT 390 50

‟ dengan lintang + 21

0 25

‟. Pada tahun

1994, Nabhan Masputra melaksanakan ibadah haji dengan membawa

Global Position System (GPS)31

, diperoleh bujur Ka‟bah 390 49

‟ 40

dan lintang Ka‟bah 210 25

‟ 14.7

”. Disamping itu, Ahmad Izzuddin

telah melakukan pengukuran titik koordinat Makkah, didapat data

lintang Makkah adalah 210 25

‟ 21.17

” dan bujur Makkah adalah 39

0

49‟ 34.56

”32

Sedangkan jika menggunakan Google Earth dan cursor

diletakkan tepat di tengah-tengah Ka‟bah maka akan memperoleh BT

Ka‟bah 390 49

‟ 34.33

” dan lintang Ka‟bah + 21

0 25

‟ 21.04

”.

31

Global Position System adalah alat ukur koordinat dengan menggunakan satelit yang dapat

mengetahui posisi lintang, bujur, ketinggian tempat, jarak, dan lain-lain.

32

Tepatnya ketika melaksanakn ibadah haji pada hari Selasa 4 Desember 2007 pukul 13.45

s/d 14.30 menggunakan GPSmap Garmin 76CS dengan sinyal 6 s/d 7 satelit. Lihat Ahmad Izzuddin,

Menentukan Arah KIblat Praktis, Semarang: Walisongo Press, 2010. 83-84.

32

2. Rashdul Kiblat33

Kesempatan yang sangat tepat untuk mengetahui secara persis

arah kiblat adalah saat posisi matahari berada tepat di atas Ka‟bah. Posisi

matahari tepat berada di atas Ka‟bah akan terjadi ketika lintang Ka‟bah

sama dengan deklinasi matahari, pada saat itu matahari berkulminasi tepat

berada di atas Ka‟bah. Dengan demikian arah jatuhnya bayangan benda

yang terkena cahaya matahari itu adalah arah kiblat.34

Di dalam penentuan arah kiblat, sepertinya cara ini yang paling

sederhana karena tidak perlu menggunakan alat yang canggih dan mahal.

Cukup dengan menunggu bayangan dimana matahari tepat berada di atas

Ka‟bah. Dalam satu tahun bisa ditemukan dua kali posisi matahari di atas

Ka‟bah, yaitu pada tanggal :

a. 27 atau 28 Mei pukul 11. 57 LMT dan

b. 15 atau 16 Juli pukul 12. 06 LMT

Apabila waktu Mekkah (LMT) dikonversi menjadi waktu

Indonesia bagian barat (WIB) maka harus ditambah dengan 4 jam 21

33

Rashdul Qiblah adalah ketentuan waktu dimana bayangan benda yang terkena sinar matahari

menunjuk ke arah kiblat. Tanggal tersebut adalah 27 atau 28 Mei dan 15 atau 16 Juli, karena pada

tanggal-tanggal tersebut dan jam yang ditentukan matahari tepat berada di atas Ka‟bah. 34

Susiknan Azhari, Op. Cit., hal. 53.

33

menit sama dengan pukul 16. 18 WIB (untuk tanggal 27 atau 28 Mei) dan

pukul 16. 27 (untuk tanggal 15 atau 16 Juli).35

Cara ini dapat dilakukan selama masih bisa melihat matahari,

sehingga pengukuran menggunakan metode ini juga memiliki kekurangan

yaitu bayangan benda yang yang sangat pendek, kabur dan redup,

dikarenakan waktu yang digunakan metode ini adalah sore hari.

35

Susiknan Azhari, Op. Cit., hal. 54.

34

BAB III

ARAH KIBLAT

MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

A. Gambaran Kota Cirebon

1. Sejarah Kota Cirebon

Asal kota Cirebon ialah pada abad ke 14 di pantai utara Jawa Barat

ada desa nelayan kecil yang bernama Muara Jati yang terletak di lereng

bukit Amparan Jati. Muara Jati adalah pelabuhan nelayan kecil. Penguasa

kerajaan Galuh yang ibu kotanya Rajagaluh menempatkan seorang sebagai

pengurus pelabuhan atau syahbandar Ki Gedeng Tapa. Pelabuhan Muara

Jati banyak di singgahi kapal-kapal dagang dari luar di antaranya kapal

Cina yang datang untuk berniaga dengan penduduk setempat, yang di

perdagangkannya adalah garam, hasil pertanian dan terasi.1

Ki Gendeng Alang-alang mendirikan sebuah pemukiman di

lemahwungkuk yang letaknya kurang lebih 5 km ke arah Selatan dari

Muara Jati. Karena banyak saudagar dan pedangan asing juga dari daerah-

daerah lain yang bermukim dan menetap maka daerah itu di namakan

Caruban yang berarti campuran kemudian berganti Cerbon kemudian

menjadi Cirebon hingga sekarang2.

1 Ahmad Hamam Rochani, Babad Cirebon, Cirebon : dinas kebudayaan dan pariwisata,

2008, cet I, h. 100.

2 Ibid. hlm. 101.

35

Raja Pajajaran Prabu Siliwanggi mengangkat Ki Gede Alang-alang

sebagai kepala pemukiman baru ini dengan gelar Kuwu Cerbon.

Daerahnya yang ada di bawah pengawasan Kuwu itu dibatasi oleh Kali

Cipamali di sebelah Timur, Cigugur (Kuningan) di sebelah Selatan,

pengunungan Kromong di sebelah Barat dan Junti (Indramayu) di sebelah

Utara3.

Setelah Ki Gedeng Alang-alang wafat kemudian digantikan oleh

menantunya yang bernama Walangsungsang putra Prabu Siliwanggi dari

Pajajaran. Walangsungsang ditunjuk dan diangkat sebagai Adipati Carbon

dengan gelar Cakrabumi. Kewajibannya adalah membawa upeti kepada

Raja di ibukota Rajagaluh yang berbentuk hasil bumi, akan tetapi setelah

merasa kuat meniadakan pengiriman upeti, akibatnya Raja mengirim bala

tentara, tetapi Cakrabumi berhasil mempertahankannya4.

Kemudian Cakrabumi memproklamasikan kemerdekaannya dan

mendirikan kerajaan Cirebon dengan mamakai gelar Cakrabuana. Karena

Cakrabuana telah memeluk agama Islam dan pemerintahannya telah

menandai mulainya kerajaan Islam Cirebon, tetapi masih tetap ada

hubungan dengan kerajaan Hindu Pajajaran.

Semenjak itu pelabuhan kecil Muara Jati menjadi besar, karena

bertambahnya lalu lintas dari dan ke arah pedalaman, menjual hasil

setempat sejauh daerah pedalaman Asia Tengara. Dari sinilah awal

3 Ibid. hlm. 103.

4 Ibid. hlm. 105.

36

berangkat nama Cirebon hingga menjadi kota besar sampai sekarang ini.

pangeran Cakra Buana kemudian membangun Keraton Pakungwati sekitar

Tahun 1430 M, yang letaknya sekarang di dalam Komplek Keraton

Kasepuhan Cirebon5.

Sumber-sumber naskah tentang Cirebon yang disusun oleh para

keturunan kesultanan dan para pujangga kraton umumnya berasal dari

akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18. Dari sumber naskah setempat,

yang dianggap tertua adalah naskah yang ditulis oleh Pangeran

Wangsakerta. Selain sumber setempat, terdapat pula sumber-sumber asing.

Yang dianggap tertua berasal dari catatan Tome Pires -mengunjungi

Cirebon pada tahun 1513-yang berjudul Suma Oriental6.

Mengenai nama Cirebon terdapat dua pendapat. Babad setempat,

seperti Nagarakertabumi (ditulis oleh Pangeran Wangsakerta), Purwaka

Caruban Nagari (ditulis oleh Pangeran Arya Cerbon pada tahun 1720), dan

Babad Cirebon (ditulis oleh Ki Martasiah pada akhir abad ke-1

menyebutkan bahwa kota Cirebon berasal dari kata ci dan rebon (udang

kecil). Nama tersebut berkaitan dengan kegiatan para nelayan di Muara

Jati, Dukuh Pasambangan, yaitu membuat terasi dari udang kecil (rebon).

Adapun versi lain yang diambil dari Nagarakertabhumi menyatakan bahwa

5 http://silihasih.blog.com/sejarah-cirebon/ tanggal 25 April 25, 2012 jam 13.00 WIB.

6 Ibid.

37

kata cirebon adalah perkembangan kata caruban yang berasal dari istilah

sarumban yang berarti pusat percampuran penduduk7.

Di Pasambangan terdapat sebuah pesantren yang bernama Gunung

Jati yang dipimpin oleh Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati). Di

pesantren inilah Pangeran Walangsungsang (putra raja Pajajaran, Prabu

Siliwangi) dan adiknya, Nyai Rara Santang, pertama kali mendapat

pendidikan agama Islam8.

Pada awal abad ke-16, Cirebon masih di bawah kekuasaan Pakuan

Pajajaran. Pangeran Walangsungsang ditempatkan oleh raja Pajajaran

sebagai juru labuhan di Cirebon. Ia bergelar Cakrabumi. Setelah cukup

kuat, Walangsungsang memproklamasikan kemerdekaan Cirebon dan

bergelar Cakrabuana. Ketika pemerintahannya telah kuat,

Walangsungsang dan Nyai Rara Santang melaksanakan ibadah haji ke

Makkah. Sepulang dari Makkah ia memindahkan pusat kerajaannya ke

Lemahwungkuk. Di sanalah kemudian didirikan keraton baru yang

dinamakannya Pakungwati.

Sumber-sumber setempat menganggap pendiri Cirebon adalah

Walangsungsang, namun orang yang berhasil meningkatkan statusnya

menjadi sebuah kesultanan adalah Syarif Hidayatullah yang oleh Babad

Cirebon dikatakan identik dengan Sunan Gunung Jati (Wali Songo).

Sumber ini juga mengatakan bahwa Sunan Gunung Jati adalah keponakan

7 Ibid

8 Ahmad Hamam Rochani, Op. Cit. h. 106.

38

dan pengganti Pangeran Cakrabuana. Dialah pendiri dinasti raja-raja

Cirebon dan kemudian juga Banten.

Setelah Cirebon resmi berdiri sebagai sebuah kerajaan Islam,

Sunan Gunung Jati berusaha mempengaruhi kerajaan Pajajaran yang

belum menganut agama Islam. Ia mengembangkan agama ke daerah-

daerah lain di Jawa Barat. setelah Sunan Gunung Jati wafat (menurut

Negarakertabhumi dan Purwaka Caruban Nagari tahun 1568), dia

digantikan oleh cucunya yang terkenal dengan gelar Pangeran Ratu atau

Panembahan Ratu. Pada masa pemerintahannya, Cirebon berada di bawah

pengaruh Mataram. Kendati demikian, hubungan kedua kesultanan itu

selalu berada dalam suasana perdamaian. Kesultanan Cirebon tidak pernah

mengadakan perlawanan terhadap Mataram. Pada tahun 1590, raja

Mataram, Panembahan Senapati, membantu para pemimpin agama dan

raja Cirebon untuk memperkuat tembok yang mengelilingi kota Cirebon.

Mataram menganggap raja-raja Cirebon sebagai keturunan orang suci

karena Cirebon lebih dahulu menerima Islam. Pada tahun 1636

Panembahan Ratu berkunjung ke Mataram sebagai penghormatan kepada

Sultan Agung yang telah menguasai sebagian pulau Jawa9.

Panembahan Ratu wafat pada tahun 1650 dan digantikan oleh

putranya yang bergelar Panembahan Girilaya. Keutuhan Cirebon sebagai

satu kerajaan hanya sampai pada masa Pnembahan Girilaya (1650-1662).

9 Amman N. Wahju, Sajarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati (Naskah

Kuningan), Bandung: PUSTAKA, 2010, hal 89.

39

Sepeninggalnya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah

oleh dua putranya, Martawijaya (Panembahan Sepuh) dan Kartawijaya

(Panembahan Anom). Panembahan Sepuh memimpin kesultanan

Kasepuhan dengan gelar Syamsuddin, sementara Panembahan Anom

memimpin Kesultanan Kanoman dengan gelar Badruddin. Saudara

mereka, Wangsakerta, mendapat tanah seribu cacah (ukuran tanah sesuai

dengan jumlah rumah tangga yang merupakan sumber tenaga)10

.

Perpecahan tersebut menyebabkan kedudukan Kesultanan Cirebon

menjadi lemah sehingga pada tahun 1681 kedua kesultanan menjadi

proteksi VOC. Bahkan pada waktu Panembahan Sepuh meninggal dunia

(1697), terjadi perebutan kekuasaan di antara kedua putranya. Keadaan

demikian mengakibatkan kedudukan VOC semakin kokoh. Dalam

Perjanjian Kertasura 1705 antara Mataram dan VOC disebutkan bahwa

Cirebon berada di bawah pengawasan langsung VOC11

.

Walaupun demikian kemunduran politik itu ternyata sama sekali

tidak mengurangi wibawa Cirebon sebagai pusat keagamaan di Jawa

Barat. Peranan historis keagamaan yang dijalankan Sunan Gunung Jati tak

pernah hilang dalam kenangan masyarakat. Pendidikan keagamaan di

Cirebon terus berkembang. Pada abad ke-17 dan ke-18 di keraton-keraton

Cirebon berkembang kegiatan-kegiatan sastra yang sangat memikat

perhatian. Hal ini antara lain terbukti dari kegiatan karang-mengarang

10 Ibid, hlm. 90.

11

Ibid, hlm. 93.

40

suluk, nyanyian keagamaan Islam yang bercorak mistik. Di samping itu,

pesantren-pesantren yang pada masa awal Islam berkembang di daerah

pesisir pulau Jawa hanya bertahan di Cirebon; selebihnya mengalami

kemunduran atau pindah ke pedalaman12

.

Keraton para keturunan Sunan Gunung Jati tetap dipertahankan di

bawah kekuasaan dan pengaruh pemerintah Hindia Belanda. Kesultanan

itu bahkan masih dipertahankan sampai sekarang. Meskipun tidak

memiliki pemerintahan administratif, mereka tetap meneruskan tradisi

Kesultanan Cirebon. Misalnya, melaksanakan Panjang Jimat (peringatan

Maulid Nabi Muhammad Saw) dan memelihara makam leluhurnya Sunan

Gunung Jati13

.

Adapun Silsilah Sultan Keraton Keceribonan adalah sebagai

berikut :

1. Pangeran Pasarean

2. Pangeran di Jati Carbon

3. Panembahan Ratu Pangeran di Pati Anom Carbon

4. Pangeran di Pati Anom Carbon

5. Panembahan Girilaya

6. Sultan Moh Badridini Kanoman

7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman

12 http://farid.ohlog.com/sejarah-cirebon.oh64204.html tanggal 25 April 2012 jam 13.00

WIB. 13

Ibid.

41

8. Sultan Anom Alimudin

9. Sultan Anom Moh Kaerudin

10. Sultan Carbon Kaeribonan

11. Pangeran Raja Madenda

12. Pangeran Raja Denda Wijaya

13. Pangeran Raharja Madenda

14. Pangeran Raja Madenda

15. Pangeran Sidek Arjaningrat

16. Pangeran Harkat Nata Diningrat

17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat

18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga14

2. Kondisi Geografis Kota Cirebon

Cirebon adalah kota dengan posisi geografis yang sangat strategis,

karena dilintasi jalur utara jawa yang mempertemukan arus lalu lintas dari

Jakarta, bandung dan kota-kota priangan timur kearah jawa tengah

maupun sebaliknya yang dilintasi jalur kereta api dan jalan tol Jakarta

Cirebon. kabupaten Cirebon berada pada 1080 40’ BT- 108

0 48’ BT dan 6

0

30’ LS – 70 00’ LS pada ketinggian 0 – 300 meter diatas permukaan laut

dengan panjang garis pantai 54 km dan terletak dibagian timur wilayah

provinsi jawa barat dengan batas-batas administrasi sebagai berikut :

- Sebelah utara : kabupaten indramayu, kota Cirebon, laut jawa.

- Sebelah selatan ; kabupaten kuningan

14 Ibid

42

- Sebelah timur : kabupaten brebes ( propinsi jawa tengah )

- Sebelah barat : kabupaten majalengka15

Ibu kota kabupaten Cirebon adalah kota sumber, yang ditetapkan

berdasarkan peraturan daerah kabupaten Cirebon nomor 33 tahun 1979.

Kota sumber terletak sekitar 12 km kearah barat daya dari kota Cirebon,

dan memiliki aksebilitas relatif tinggi karena didukung jaringan jalan yang

menghubungkan dengan kota Cirebon, kabupaten majalengka, serta

kabupaten kuningan16

.

3. Kondisi Demografis Kota Cirebon

Menurut hasil Suseda Jawa Barat Tahun 2010 jumlah penduduk

Kota Cirebon telah mencapai jumlah 298 ribu jiwa. Dengan komposisi

penduduk laki-laki sekitar 145 ribu jiwa dan perempuan sekitar 153 ribu

jiwa, dan ratio jenis kelamin sekitar 94,8517

.

Penduduk Kota Cirebon tersebar di lima kecamatan, kecamatan

yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan

Pekalipan sebesar 21,5 ribu jiwa/km², terpadat kedua adalah Kecamatan

Kejaksan 11,8 ribu jiwa/km², kemudian Kecamatan Kesambi 8,8 ribu

15 Selayang Pandang Keberadaan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Dan Keluarga

Berencana Kabupaten Cirebon, hal. 4

16 Ibid.

17

Ibid .

43

jiwa/km², Kecamatan Lemahwungkuk 8,45 ribu jiwa/km², dan kepadatan

terendah terdapat di Kecamatan Harjamukti hampir 5,48 ribu jiwa/km² 18

.

4. Kondisi Ekonomi Kota Cirebon

Perekonomi Kota Cirebon dipengaruhi oleh letak geografis yang

strategis dan karakteristik sumber daya alam sehingga struktur

perekonomiannya didominasi oleh sektor industri pengolahan, sektor

perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi

serta sektor jasa. Tomé Pires dalam Suma Orientalnya sekitar tahun 1513

menyebutkan Cirebon merupakan salah satu sentra perdagangan di Pulau

Jawa. Setelah Cirebon diambil alih oleh pemerintah Hindia-Belanda, pada

tahun 1859, pelabuhan Cirebon ditetapkan sebagai transit barang ekspor-

impor dan pusat pengendalian politik untuk kawasan di pedalaman Jawa19

.

Sampai tahun 2001 kontribusi perekonomian untuk Kota Cirebon

adalah industri pengolahan (41,32%), kemudian diikuti oleh sektor

perdagangan, hotel dan restoran (29,8%), sektor pengangkutan dan

komunikasi (13,56%), sektor jasa-jasa (6,06%). Sedangkan sektor lainnya

18

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon#penduduk tanggal 25 April 2012 jam 13.00

WIB.

19 Selayang Pandang Keberadaan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Dan Keluarga

Berencana Kabupaten Cirebon, hal. 7.

44

(9,26%) meliputi sektor pertambangan, pertanian, bangunan, listrik, dan

gas rata-rata 2-3%20

.

Salah satu wujud usaha di sektor informal adalah pedagang kaki

lima, Kota Cirebon yang sering menjadi sasaran urbanisasi memiliki

jumlah PKL yang cukup signifikan pada setiap tahunnya. Fenomena ini di

satu sisi menggembirakan karena menunjukan dinamika ekonomi akar

rumput, tapi di sisi lain jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan

persoalan yang serius di sektor ketertiban dan tata ruang21

.

Perusahaan rokok multinasional, British American Tobacco

(BAT), merupakan salah satu produsen rokok yang pernah berdiri di Kota

Cirebon. Namun pada tahun 2010, guna mengefisiensikan produksinya,

merelokasi pabrik di Kota Cirebon ke Kota Malang22

.

Kota Cirebon memiliki 12 kompleks ruko, 13 bangunan plaza dan

mall serta 12 pasar tradisional. kota Cirebon memiliki beberapa pusat

perbelanjaan di antaranya Cirebon Mall daerah Kota Tua (BAT) di Jalan

Syarief Abdurahman, CSB Mall (Cirebon Super Block) berlokasi di pusat

Kota Cirebon Jalan DR. Cipto Mangunkusumo dengan luas 6.2 ha, Grage

Mall bertempat di Jalan Tentara Pelajar, Giant Hypermarket terletak di

sekitar area Stadion Bima Jalan Brigjen Dharsono (By-Pass), Plaza Yogya

Siliwangi di Jalan Siliwangi, Plaza Yogya Grand Center di Jalan

20 Ibid, hlm 15.

21

Ibid, hlm. 17.

22 Ibid, hlm. 20.

45

Karanggetas, Rajawali Trade Center (RTC), Pusat Grosir Cirebon (PGC),

Asia Plaza, Surya Plaza, Carrefour SuperStore, Gunung Sari Trade Center

(GTC), Balong Indah Plaza dan Plaza Index "Ace Hardware"23

.

5. Keadaan seni dan budaya kota Cirebon

Kebudayaan yang melekat pada masyarakat Kota Cirebon

merupakan perpaduan berbagai budaya yang datang dan membentuk ciri

khas tersendiri. Hal ini dapat dilihat dari beberapa pertunjukan khas

masyarakat Cirebon antara lain Tarling, Tari Topeng Cirebon, Sintren,

Kesenian Gembyung dan Sandiwara Cirebonan24

.

Kota ini juga memiliki beberapa kerajinan tangan di antaranya

Topeng Cirebon, Lukisan Kaca, Bunga Rotan dan Batik. salah satu ciri

khas batik asal Cirebon yang tidak ditemui di tempat lain adalah motif

Mega Mendung, yaitu motif berbentuk seperti awan bergumpal-gumpal

yang biasanya membentuk bingkai pada gambar utama25

.

Motif Mega Mendung adalah ciptaan Pangeran Cakrabuana (1452-

1479), yang hingga kini masih kerap digunakan. Motif tersebut didapat

23 Ibid, hlm. 25.

24

Ibid, hlm. 30.

25 Ibid, hlm. 34.

46

dari pengaruh keraton-keraton di Cirebon. Karena pada awalnya, seni

batik Cirebon hanya dikenal di kalangan keraton. Sekarang dicirebon,

batik motif mega mendung telah banyak digunakan berbagai kalangan.

Selain itu terdapat juga motif-motif batik yang disesuaikan dengan ciri

khas penduduk pesisir26

.

6. Keadaan sosial keagamaan kota Cirebon.

Masyarakat Cirebon memiliki berbagai macam agama yang di anut

dalam kehidupan sehari-hari, namun dari berbagai macam agama itu

agama islamlah merupakan agama mayoritas yang di peluk oleh

masyarakat Cirebon27

.

B. Gambaran Umum Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

1. Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

Sejarah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon berawal dari

masa dimana pada saat itu dalam kurun waktu yang penuh kedamaian,

pembangunan di nagari cirebon terus di tingkatkan. program-program

kegiatan pemerintahan berjalan lancar tanpa gangguan. Sebagaimana

lazimnya pada masa itu,, maka setelah di carikan waktunya yang tepat

susuhunan jati ( syarif hidayatullah ) mengeluarkan keputusan untuk

26 Ibid, hlm. 40.

27

Ibid, hlm. 45.

47

membangun sebuah masjid yang besar sebagaimana halnya di

demak28

.

Susuhunan Jati mengirimkan utusan, baik ke Demak maupun

ke Ampel untuk mendapatkan tanggapan dan juga bantuan tenaga ahli

serta do’a restu dari para Walisongo sepulau Jawa. atas maksud

Susuhunan tersebut, maka Raden Fatah mengirimkan tenaga ahlinya

yaitu Raden Sepat bangsawan asal majapahit seorang arsitek terkenal

pada masa itu dengan dua ratus orang pembantunya. bersama

rombongan dengan Raden Sepat juga ikut serta Sunan Kalijaga dan

Sunan Bonang. Beberapa waktu berselang datang menyusul para Wali

lainnya. Dalam pelaksanaan pembanguanan masjid agung itu maka

yang menjadi pimpinan pelaksanaannya adalah Sunan Kalijaga. Sunan

Kalijaga ini terkenal dengan kemampuannya karena kekuatan magis

yang di milikinya membuat tiang “soko guru” dari tatal ( serpihan

kayu ) yang hanya di ikat oleh tali-tali yang di buat dari rerumputan,

yang sampai sekarang bisa di lihat di Masjid Agung Demak, dan di

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Dengan system kerja gotong

royong oleh masyarakat Cirebon yang diikuti pula oleh para wali maka

masjid agung di Cirebon ini dapat di selesaikan dalam waktu yang

relatif singkat29

.

28 Unang Sunardjo, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan

Cirebon 1479-1809, Bandung : Tarsito, 1983, h. 74-75.

29 Ibid.

48

Setelah selesai seluruhnya pada sekitar tahun 1480 maka

diberilah nama masjid agung itu dengan nama Sang Cipta Rasa artinya

Sang berarti pembuat atau penguasa dan Cipta berarti sebuah hasil

ciptaan dari sang pencipta dan arti Rasa adalah perasaan jadi Sang

Cipta Rasa adalah sebuah ciptaan dari sang penguasa yang lebih

menunjukan pada perasaan. Namun dalam sejarah lain di katakana

bahwa setelah memiliki tempat tinggal sebagai dalem ageng kemudian

Sunan Gunung Jati berkeinginan membangun masjid agung dan

menjadikannya sebagai pusaka keraton Cirebon. Sunan Gunung Jati

minta ijin uwaknya yang juga mertuanya, bahwa istana pakungwati

akan di bangun menjadi sebuah masjid agung. Pangeran cakrabuana

tidak keberatan, dan putra siliwangi ini justru menjadi pimpinan para

gegedheng untuk mengumplkan kayu-kayu terbaik yang ada di tanah

Cirebon. Sunan Rangga nama lain dari pangeran cakrabuana telah

mengumpulkan banyak tukang yang jumlahnya tidak kurang dari 100

orang30

.

Pangeran Sulaeman Sulendraningrat memberi catatan bahwa

pembangunan di keraton Cirebon terus berlangsung, mulai

pembangunan istana kerajaan Cirebon dan juga Masjid Agung Sang

Cipta Rasa di bawah pimpinan Sunan Kalijaga dengan beberapa

arsitek dari majapahit yang telah masuk islam seperti Raden Sepat dan

30

Ibid

49

Ki Gede Trepas. Ahli sejarah Cirebon ini memberi catatan bahwa

pristiwa tersebut terjadi pada tahun 1489 masehi31

.

Sunan Gunung Jati memerintahkan kepada Datuk Abdul Kahfi

agar segera mengirim surat ke raja Nurullah, raja Mesir, yang tidak

lain adik sunan sendiri. Raja Nurullah diminta sumbangannya untuk

mengirim kayu Mesir yang baik mutunya, dan akan dijadikan sakaguru

masjid agung Cirebon32

.

Naskah mertasinga kemudian memberi catatan, bahwa empat

tiang penyangga yang disebut sokoguru itu, satu buah dari raja mesir,

satu buah dari Dathuk Abdul Kahfi, dan satu buah lagi dari Syeikh

Bentong yang dibawa dari surandil, pasai.

2. Bangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

Secara arsitektur, masjid ini bercorak seperti candi Hindu. Hal

ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan lingkungan sekitar di mana

agama dan budaya Hindu masih kental di Cirebon saat abad 15 itu.

bagian pondasi bangunan terdiri dari batu bata merah yang disusun

rapi dengan tiang penopang dari kayu jati. "Batu bata ini didatangkan

langsung dari Timur Tengah," kata salah satu pengurus Masjid Agung

Sang Cipta Rasa, Djumani33

.

Secara umum, masjid ini terdiri dari 2 bagian ruangan salat,

luar dan dalam atau ruangan utama. Bagian luar berbentuk seperti teras

31 Ahmad Hamam Rochani,Op. Cit., h. 186-187.

32

Ibid

33 http://liburs.com/obyek-wisata/bandung-dan-jawa-barat/597-masjid-agung-sang-cipta-

rasa-cirebon.html. tanggal 30 April 2012 jam 08.00 WIB.

50

keraton/kesultanan. Bangunan ini tidak terasa aneh, karena Cirebon

memiliki dua kesultanan yaitu Kanoman dan Kasepuhan. di bagian

luar masjid nampak berdiri tiang-tiang penyangga dari kayu jati

berwarna coklat kehitaman. Bahkan satu tiang kayu jati yang ditanam

oleh Sunan Kalijaga masih kokoh berdiri sampai sekarang. "Karena

sudah tua, tiang-tiang yang lain direhab pada tahun 1978," ungkap

Djumani34

.

Sedangkan untuk bagian dalam/utama, bangunan ini berbentuk

kubus menyerupai Ka'bah Mekkah. Kubus ini memiliki 9 pintu masuk

yang ukurannya berbeda-beda. 1 Pintu utama di bagian timur, 4 pintu

kecil dan 4 pintu berukuran sedang di bagian samping. tinggi dan lebar

pintu samping tidak lebih berukuran 150 x 25 cm. Sehingga siapapun

yang hendak masuk ke dalam harus membungkukan badan.

"Maknanya kalau masuk rumah Allah tak ada yang boleh sombong

dengan menegakkan badan," imbuhnya35

.

Pada bagian mihrab masjid, pengunjung dapat melihat ukiran

berbentuk bunga teratai yang dibuat oleh Sunan Kalijaga. Selain itu, di

bagian mihrab juga terdapat tiga buah ubin bertanda khusus yang

melambangkan tiga ajaran pokok agama, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.

Konon, ubin tersebut dipasang oleh Sunan Gunung Djati, Sunan

Bonang, dan Sunan Kalijaga pada awal berdirinya masjid.

34 Ibid.

35

Amman N. Wahju, Op. Cit. .105.

51

Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-

zam atau banyu cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang,

terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk

mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini

juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang. didalam

komplek Masjid Agung ini juga terdapat makam bagi mereka yang

berjasa kepada masjid, diantaranya adalah makam Kuwu Sangkan.

Sementara itu, pintu utama masjid berupa pintu kayu dengan

bagian kusen berhias ukiran dengan bentukan tiang di sisi kiri dan

kanan pintu berhias ornamen kaligrafi. Pintu utama tempat salat ini

hampir tidak pernah dibuka, kecuali pada saat Sholat Id atau pada

waktu perayaan Maulid Nabi Muhammad.

Jika masuk ke dalam masjid, kita akan melihat tempat salat

khusus bagi Sultan Kanoman dan Kasepuhan. Tempat itu berbentuk

persegi berukuran 2,5 x 2,5 meter dikelilingi kayu, mirip sebuah

kandang. Konon, tempat tersebut dibuat karena saat Sultan salat selalu

dikerubungi rakyat Cirebon. "Untuk khusyu (salatnya), kedua Sultan

diberi pembatas ini," jelasnya sambil menunjuk tempat privat kedua

Sultan36

.

Pada hari-hari biasa, pengunjung masuk dari pintu kecil

disamping yang jika melewatinya kita harus menunduk karena lubang

pintu yang pendek. Ini juga mengandung filosofi bahwa kita harus

36 Ibid.

52

merendahkan diri ketika berada di masjid. Bagian mihrabnya terbuat

dari batu putih, seperti batu palimanan dan berukir motif bunga teratai.

Bentuknya merupakan adaptasi dari ragam hias arsitektur Hindu yang

sebelumnya berkembang di Pulau Jawa sebelum agama Islam datang

ke negeri ini.

Bagian mimbar juga berukir hiasan sulur-suluran, dan pada

kakinya ada bentuk seperti kepala macan, mengingatkan pada kejayaan

jaman Prabu Siliwangi, jaman sebelum Kesultanan Cirebon menjadi

pusat penyebaran Islam di Jawa Barat. konstruksi Soko Gurunya

berjumlah 12 buah, menyangga atap utama yang berbentuk limasan

susun tiga. Satu dengan yang lain dihubungkan dengan balok-balok

melintang dan masing-masing ikatannya menggunakan pasak.

Di ruang sholat utama ini terdapat 9 buah pintu, 1 pintu utama

di bagian timur, 4 pintu kecil dan 4 pintu berukuran sedang. Dinding

bagian depan berupa bata putih dengan hiasan ukiran kaligrafi

berjumlah 9 di sebelah kiri dan 9 di sebelah kanan, melambangkan 9

wali penyebar agama Islam di Jawa. pintu utamanya berupa pintu kayu

dengan bagian kusen berhias ukiran dengan bentukan tiang di sisi kiri

dan kanan pintu yang berhias ornamen kaligrafi dan ukiran sulur-

suluran.

Sementara, pada bagian luar masjid ini dikelilingi pagar

berbentuk candi khas hindu. Pagar tersebut terbuat dari susunan batu

53

bata merah. Di sebelah utara masjid, terdapat 2 buah bak air mirip

gentong besar yang sering digunakan Sultan sebagai tempat wudhu37

.

3. Signifikansi Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon Bagi Umat.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon adalah masjid jami’

sekaligus merupakan masjid Keraton Cirebon. Sebagai masjid jami’

fungsi utama Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon adalah sebagai

pusat peribadatan bagi umat Islam khususnya bagi masyarakat kota

Cirebon. Hal ini di tunjang dengan letak Masjid Agung Sang Cipta

Rasa Cirebon yang strategis yakni di dekat keraton.

Dan sebagai masjid keraton, Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon tentu mempunyai hubungan erat dengan keraton, misalnya

bentuk arsitekturnya yang bercorak tradisional Jawa dengan diselingi

oleh arsitektur dari agama Hindu Budha. Di samping itu Masjid Agung

Sang Cipta Rasa Cirebon juga dilengkapi dengan keperluan khusus

untuk raja dan upacara-upacara besar keraton seperti acara pajang

jimat dan lain-lain.

Kedua hal tersebut menggambarkan signifikansi Masjid Agung

Sang Cipta Rasa bagi masyarakat Cirebon dan pihak keraton

khususnya sebagai pusat peribadatan bagi umat Islam kota cirebon.

Dan sekaligus sebagai pusat perkembangan pendidikan maupun

kebudayaan yang di adakan di Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon.

37

http://ramadan.detik.com/read/2009/09/11/154017/1201678/627/melongok-masjid-

agung-sang-cipta-rasa-di-cirebon tanggal 30 April 2012 jam 08.00 WIB.

54

C. Arah Kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

Seperti yang penulis terangkan di atas bahwa penentuan arah kiblat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dilakukan pada masa pertama kali

pembangnan masjid itu. Pengukuran dilakukan oleh Raden Sepat sebagai

arsiteknya dan dipimpin oleh Sunan Kalijaga.

Arah kiblat masjid agung ini adalah 300

dari titik barat ke utara38

.

banyak faktor mempengaruhi kemelencengan arah kiblat tersebut, baik

dari faktor kesalahan manusia ataupun dari sarana dan prasana serta

metode yang digunakan.

Meskipun demikian apresiasi positif patut diberikan pada para

tokoh dalam pembangunan Masjid Agung sang Cipta Rasa saat itu.

Bahkan mereka mampu menentukan arah kiblat Masjid Agung tersebut.

38

http://www.scribd.com/doc/44822346/masjid-di-indonesia diakses pada tanggal 12

september 2011 jam 20.00 WIB.

55

BAB IV

ANALISIS TERHADAP PENENTUAN ARAH KIBLAT MASJID

AGUNG SANG CIPTA RASA CIREBON

A. Pengecekan Arah Kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

Dalam menganalisa arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon,

penulis menggunakan Mizwala sebagai alat untuk mengukur arah kiblat Masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dan menggunakan GPS (Global Positioning

System) untuk menentukan Lintang dan Bujur Tempat Masjid Agung Sang Cipta

Rasa Cirebon. Sehingga dapat diketahui Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

memiliki :

Azimuth Kiblat : 2940 52

’ 24,2

Lintang Tempat : 60 43

’ 5,42

” LS

Bujur Tempat : 1080 34

’ 3,21

” BT

Penulis menganalisa arah kiblat masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

saat ini tidak akurat karena pada jaman dahulu masih menggunakan alat yang

sederhana, adapun langkah-langkah perhitungan yang penulis lakukan yakni

dengan metode azimuth kiblat menggunakan data ephemeris untuk melakukan

pengecekan arah kiblat masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon pada 10 Mei 2012

jam 10 : 00 : 00 WIB.

Penulis mengecek kembali dengan posisi Matahari di jalur Ka’bah /

rashdul kiblat untuk pembuktian terhadap hasil pengecekan dengan Mizwala.

56

Penulis menganalisa hasil arah kiblat dengan menggunakan data ephemeris

dengan Mizwala dan perhitungan posisi Matahari di jalur Ka’bah / rashdul kiblat

adalah sama. Kedua metode tersebut membuktikan arah kiblat pada shaf asli

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon melenceng sebesar 50 01’ 49,4’’ dan

shaf perluasan 60 30’ 30,5’’.

Arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon harus dirubah arah

kiblatnya karena metode yang digunakan adalah metode dari pengembangan

hasil keilmuan dan teknologi yang semakin canggih pada saat ini. Perubahan

arah kiblat dikarenakan pengecekan ulang dengan alat yang lebih canggih dari

alat dahulu Arah kiblat masjid melenceng sebesar 50 01’ 49,4’’ untuk shaf asli

dan shaf perluasan sebesar 60 30’ 30,5’’. Dapat diambil kesimpulan

kemelencengan arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon adalah 50

01’

49.4” untuk shaf asli dan shaf perluasan sebesar 6

0 30’ 30,5’’.

57

Gambar I1

Gambar II2

Di bagian dalam masjid ( pengimaman ) :

Gambar III3

1 Mizwala yakni alat yang digunakan penulis untuk mengukur arah kiblat Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon

2 Penulis saat melakukan pengukuran arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

3 Mihrab Masjid Agung Sang Cipta Rasa.

58

Gambar IV4

Penulis dapat memaklumi dengan adanya kemelencengan pada arah

kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, mengingat Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon merupakan salah satu Masjid Tua yang sudah berumur 500

tahun lebih dan pada waktu itu belum ada alat dan teknologi yang canggih untuk

mengukur arah kiblatnya. Jadi, penulis berkesimpulan bahwasanya arah kiblat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon melenceng dan harus diluruskan sesuai

dengan arah kiblat yang tepat.

4 Penulis saat melakukan pengukuran langsung di Mihrab Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon.

59

B. Respon Masyarakat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon Pasca

Pengecekan Arah Kiblat.

Gambar V5

Untuk mengetahui tentang respon masyarakat, dalam hal ini penulis

membatasi masyarakat kepada tokoh masyarakat yang ada di sekitar Masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon pasca pengecekan arah kiblat Masjid Agung

Sang Cipta Rasa Cirebon, maka penulis melakukan wawancara kepada :

1. Ketua pengurus DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) sekaligus tokoh

masyarakat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, yakni Drs. KH. Hasan.

Dalam wawancara ia memberikan apresiasi dengan dilakukannya pengecekan

kembali terhadap arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, ia

merasa kalau pemerhati ilmu falak khususnya di kota Cirebon itu sudah jarang

5 Persiapan melakukan wawancara bersama jamaah masjid pasca pengukuran arah kiblat.

60

sekali6. Dan Penulis memberikan apresiasi yang tinggi kepada bapak Drs.

KH. Hasan karena telah menerima data-data pengecekan arah kiblat yang

telah dilakukan oleh penulis walaupun tidak ingin mengubah arah kiblat dan

tetap menggunakan arah kiblat semula sebagai bentuk penghormatan bagi

para tokoh yang menyebarkan agama Islam di daerah Cirebon terutama Sunan

Gunung Jati. Penulis menyarankan agar bapak Drs. KH. Hasan beserta para

pengurus Masjid Agung Sang Cipta Rasa yang memiliki wewenang menerima

perubahan untuk mendapatkan arah kiblat yang dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah

2. Penulis juga melakukan wawancara dengan H. Azhari selaku tokoh masyarkat

yang lain di sekitar Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. Dalam

wawancara ia menyampaikan bahwa pada zaman dahulu alat dan teknologi

yang digunakan juga tidak secanggih sekarang yang digunakan penulis. Ia

memaklumi kalau terjadi kemelencengan, itu hal yang wajar.7

Ia juga tidak menyangkal kalau arah kiblat di Indonesia khususnya di

kota Cirebon adalah menghadap ke barat sedikit serong ke utara, lebih

tepatnya ke arah barat laut. Tapi untuk menghadap tepat 100 % ke arah

Ka’bah itu juga merupakan hal yang sulit dikarenakan bentuk bumi yang

bundar. Jadi ia berkesimpulan bahwasanya semuanya dikembalikan lagi

kepada niat. Ketika kita shalat maka niat harus ditujukan karena Allah Swt

6 Wawancara bersama ketua sekaligus imam Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon KH.

Hasan. 7 Wawancara dengan sekretaris DKM H. Azhari tanggal 10 Mei 2012 jam 09:00 WIB.

61

semata, masalah arah tidak terlalu menjadi masalah, apalagi untuk menghadap

100% ke arah Ka’bah, itu merupakan hal yang sulit.8

Respon dari tokoh masyarakat sekaligus tokoh pemuda Masjid yang

lain yakni ustad Marzuki mengatakan mungkin refrensi untuk menentukan

arah kiblat yang ada pada zaman sekarang berasal dari zaman dahulu, tetapi

menggunakan teknologi yang berbeda. Jadi mungkin itu yang menyebabkan

terjadinya selisih kemelencengan yang didapat sekarang.9

Penulis menyimpulkan dari wawancara terhadap tokoh masyarakat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon yang meliputi : KH. Drs. Hasan, H.

Azhari dan ustad Marzuki. Pada dasarnya arah kiblat masjid kuno apalagi

yang didirikan oleh tokoh masyarakat dapat dibenarkan arah kiblatnya ketika

terjadi kesalahan, jika tidak di benarkan arah kiblatnya dan tetap dibiarkan

melenceng maka tidak sah shalatnya, karena arah kiblat adalah salah satu

syarat sah shalat.

Persoalannya kemudian tidak menjadi selesai dengan hanya memberi

tahu, baik kepada pengurus masjid, tokoh masyarakat atau masyarakat umum,

sebab “kebenaran” tersebut belum tentu diterima begitu saja oleh masyarakat.

Dan hal ini membutuhkan proses, cara dan pendekatan yang dapat diterima

oleh mereka. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut,

diperlukan manajemen yang baik dalam memanfaatkan potensi yang ada

8 ibid

9 Wawancara bersama jamaah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

62

sehingga dapat disediakan data yang akurat, berdasar ilmu dan syari’ah yang

dapat dijadikan acuan untuk kesempurnaan ibadah.

Keberhasilan dalam penentuan dan penerapan arah kiblat sangat

dipengaruhi oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas, anggaran yang

besar, peralatan yang memadai, metode yang tepat serta sosialisasi yang baik.

meskipun semua hal tersebut telah di miliki, juga belum tentu menjanjikan

hasil yang optimal tanpa dilakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi

yang baik.

Dalam hal ini diperlukan adanya koordinasi antara pihak-pihak yang

berkompeten dalam bidang penentuan arah kiblat ini. Menjadikan penentuan

arah kiblat ini sebagai masalah bersama yang juga harus dicarikan solusi

bersama-sama pula. permasalahan di masyarakat, dimana terjadi arah kiblat

yang tidak tepat dapat disebabkan oleh kurang berjalannya fungsi-fungsi

manajemen di kalangan pihak-pihak terkait atau karena tidak optimalnya

pemanfaatan potensi yang ada di masyarakat.

Kesadaran masyarakat Cirebon sendirilah yang dibutuhkan untuk

terbuka dan menerima fakta yang ada. Kesalahan menentukan arah kiblat akan

terjadi ketika alat yang digunakan masih sederhana dan tidak bisa dielakkan

adanya koreksi ulang arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

ketika dilakukan pengecekan dengan metode yang berkembang sesuai dengan

kemajuan keilmuan dan alat yang canggih karena teknologi yang semakin

canggih pada era saat ini.

63

Perubahan shaf shalat pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

sangat diperlukan untuk mendapatkan arah yang benar dalam menghadap ke

Ka’bah. Perubahan ini akan perlahan-lahan mendorong masyarakat Cirebon

beserta seluruh jamaah yang melakukan ibadah shalat sesuai dengan

perubahan shaf shalat karena pada dasarnya secara perlahan-lahan manusia

mengalami perkembangan baik dalam segi fisik serta keilmuan.

Perubahan ini akan berjalan lancar dan berhasil ketika masyarakat

Cirebon menerima dengan adanya perubahan pengukuran arah kiblat dengan

cara yang lebih akurat sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Cara

ini tidak akan berhasil ketika masyarakat Cirebon tidak menerima dan

membuka cakrawala perkembangan ilmu pengetahuan yang memunculkan

metode yang akurat untuk menentukan arah kiblat dalam menghadap Ka’bah.

Masyarakat Cirebon dan para jamaah akan selamanya kurang akurat dalam

menghadap Ka’bah ketika tidak dilakukan perubahan arah kiblat masjid

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.

64

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis dari beberapa bab terdahulu,

maka penulis menyimpulkan sebagai jawaban dari berbagai pokok-pokok

permasalahan sebagai berikut :

1. Arah kiblat Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon tidak akurat.

Arah kiblat masjid melenceng sebesar 50 01’ 49,4’’ untuk shaf asli

dan shaf perluasan melenceng sebesar 60 30’ 30,5’’ sehingga dapat

disimpulkan arah kiblat semuanya baik shaf asli dan perluasan

melenceng. Penulis menyimpulkan kemelencengan arah kiblat

tidak akurat dan seyogyanya shaf masjid di rubah agar memberikan

keyakinan yang matang kepada para jamaah bahwa arah kiblat

masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon benar dan dapat

dipertanggungjawabkan karena diukur dengan alat Mizwala yang

dapat di pertanggungjawabkan tingkat akurasinya.

2. Hasil wawancara terhadap masyarakat, yakni tokoh masyarakat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon yang meliputi : KH. Drs.

Hasan, H. Azhari dan ustad Marzuki selaku tokoh masyarakat

Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon pada dasarnya arah kiblat

masjid kuno apalagi yang didirikan oleh tokoh masyarakat dapat

dibenarkan arah kiblatnya ketika terjadi kesalahan, jika tidak di

benarkan arah kiblatnya dan tetap dibiarkan melenceng maka tidak

65

sah shalatnya, karena arah kiblat adalah salah satu syarat sah

shalat. Kesadaran dari masyarakat Cirebon sendiri yang

dibutuhkan untuk terbuka dan menerima bahwa arah kiblat masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon melenceng, dengan metode dan

alat pengukuran yang akurat sesuai dengan perkembangan

keilmuan dan teknologi pada era saat ini. Arah kiblat masjid

Agung Sang Cipta Rasa Cirebon selamanya tidak akan akurat

ketika masyarakatnya serta pengurus masjid tidak menerima dan

terbuka dengan kebenaran yang ada padahal suatu masyarakat akan

berkembang ketika mereka mengikuti perkembangan jaman dan

terbuka serta menerima realita yang ada walaupun pada dasarnya

kebenaran tersebut tidak sesuai dengan apa yang kita rasakan dan

pikirkan.

B. Saran-Saran

1. Pengurus masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon seharusnya bersedia

untuk mengubah shaf masjid 50 01’ 49,4’’ ke utara untuk shaf asli dan

60 30’ 30,5’’ ke utara untuk shaf perluasan untuk menambah yakin

Masyarakat Cirebon dan para pengunjung terhadap arah kiblat yang

mereka shalati benar dan jika tidak ingin mengubah shaf shalat

seharusnya ada informasi kepada Masyarakat Cirebon dan para

pengunjung bahwa arah masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

melenceng.

66

2. Pemerintah mengerahkan atau merekomendasikan Kementrian Agama

untuk mengecek kembali arah kiblat masjid-masjid yang ada terutama

masjid yang didalamnya dibangun oleh orang-orang penting karena

jika orang yang tidak memiliki jabatan melakukan pengukuran maka

kebanyakan hasil pengukurannya dianggap sebagai angin lalu.

3. Masjid-masjid khususnya Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon

yang dijadikan acuan masjid-masjid di sekitarnya termasuk dalam

penentuan arah kiblat, hendaknya dilakukan pengecekan kembali

untuk menghindari kesalahan dalam penentuan arah kiblat masjid-

masjid di sekitarnya.

4. Ilmu Falak termasuk penentuan arah kiblat di dalamnya merupakan

salah satu ilmu yang langka karena tidak banyak orang yang

mempelajari dan menguasainya, oleh karena itu hendaknya ilmu ini

tetap di jaga eksistensinya dengan melakukan pengembangan dan

pembelajaran baik bersifat personal maupun institusi pendidikan

formal seperti IAIN maupun informal seperti pondok pesantren karena

telah kita ketahui bersama bahwa ilmu ini memiliki peranan sangat

penting terhadap syari’at agama Islam.

C. Penutup

Syukur alhamdulillah kepada Allah SWT. Penulis ucapkan sebagai

ungkapan rasa syukur karena telah menyelesaikan skripsi ini. Meskipun

telah berupaya dengan optimal, penulis yakin masih ada kekurangan dan

kelemahan didalam skripsi ini dari berbagai sisi, akan tetapi penulis

67

berdo’a dan berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis

khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Atas saran dan kritik konstruktif untuk kebaikan dan kesempurnaan

tulisan ini, penulis ucapkan terima kasih.

Wallahu a’lam bish shawab.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Jakarta:

PT. Rineka Cipta, Cet. XII, 2002.

Azhari, Susiknan, Ensiklopedia Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet.

II, 2008.

Al-Bukhari, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari,

Juz. I, Beirut : Dar al-Kutubil ‘Ilmiyyah,t.t.

Chalil, Moenawar, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jakarta: Gema Insani

Press, Cet. I, 2001.

Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung :

Jumanatul Ali Art, 2005.

Hambali, Slamet, Ilmu Falak 1 (Penentuan Awal Waktu Shalat & Arah Kiblat

Seluruh Dunia, Semarang : Program Pascasarjana IAIN Walisongo

Semarang, Cet. I, t.t.

Hamidy, Mu’ammal, Imron AM, Umar Fanany BA., Terjemahan Nailul Authar

Himpunan Hadits- Hadits Hukum, jilid 2, Surabaya :PT. Bina Ilmu,

1991.

Izzuddin, Ahmad, Ilmu Falak Praktis (Metode Hisab-Rukyah Praktis dan Solusi

Permasalahannya), Semarang: Komala Grafika, 2006.

______________, Menentukan Arah Kiblat Praktis, Semarang: Walisongo Press,

2010.

_______________, Perlu Meluruskan Arah Kiblat Masjid, Kolom "WACANA"

Suara Merdeka, Selasa, tanggal 27 Juni 2003.

Jamil, A., Ilmu Falak Teori dan Aplikasi Arah Qiblat, Awal Waktu, dan Awal

Tahun (Hisab Kontemporer). Jakarta: Amzah. 2009.

Kamisa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Surabaya: Kartika, Cet. I, 1997.

Khazin, Muhyiddin, Kamus Ilmu Falak, Yogyakarta : Buana Pustaka, Cet. I,

2005.

________________, Ilmu Falak Dalam Teori dan Praktik, Yogyakarta: Buana

Pustaka, Cet. III, 2004.

Mughniyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab : Ja’fari, Hanafi, Maliki,

Syafi’I, penerjemah, Masykur A.B., Muhammad Idrus Al-Kaff,

dari al-Fiqh ‘ala-Madzahib al-Khamsah, Jakarta: Penerbit Lentera,

Cet V, 2007.

Novia, Windy, Kamus Ilmiah Populer, WIPRESS, Cet. I, 2009.

Rochani, Ahmad Hamam, Babad Cirebon, Cirebon: Dinas Kebudayaan dan

Pariwisata, Cet I, 2008.

Rusyd, Ibn, Bidayah al-Mujtahid Wa Nihayah al-Muqtashid, Juz I, Beirut: Dar

Ibnu, Ashsahah, 2005.

Selayang Pandang Keberadaan Dinas Kependudukan, Catatan Sipil, Dan Keluarga

Berencana Kabupaten Cirebon.

Shiddieqy, Muhammad Hasbi Teungku, Mutiara Hadits 3 Shalat, edisi II,

Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra, Cet. I, 2003.

Sunardjo, Unang, Meninjau Sepintas Panggung Sejarah Pemerintahan Kerajaan

Cirebon 1479-1809, Bandung: Tarsito, 1983.

Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Ed. I, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, Cet. 10, 1997.

Wahju, Amman N, Sajarah Wali Syekh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati

(Naskah Kuningan), Bandung: PUSTAKA, 2010.

Zein, Abdul Baqir, Masjid-Masjid Bersejarah Di Indonesia, Jakarta: Gema Insani

Pres, 1999.

Wawancara dengan Drs. KH. Hasan Muhyiddin (Ketua DKM Masjid Agung Sang

Cipta Rasa Cirebon)

Wawancara dengan H. Azhari (Sekretaris DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon)

Wawancara dengan ustad Marzuki (Ketua DKM Masjid Agung Sang Cipta Rasa

Cirebon)

http://farid.ohlog.com/sejarah-cirebon.oh64204.html diakses pada tanggal 25

April 2012 jam 13.00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Cirebon#penduduk diakses pada tanggal 25

April 2012 jam 13.00 WIB.

http://liburs.com/obyek-wisata/bandung-dan-jawa-barat/597-masjid-agung-sang-

cipta-rasa-cirebon.html. tanggal 30 April 2012 jam 08.00 WIB.

http://ramadan.detik.com/read/2009/09/11/154017/1201678/627/melongok-

masjid-agung-sang-cipta-rasa-di-cirebon tanggal 30 April 2012 jam

08.00 WIB.

http://silihasih.blog.com/sejarah-cirebon/ tanggal 25 April 25, 2012 jam 13.00

WIB.

http://www.scribd.com/doc/44822346/masjid-di-indonesia diakses pada tanggal

12 september 2011 jam 20.00 WIB.

http://www.scribd.com/doc/44822346/masjid-di-indonesia tanggal 12 september

2011 jam 20.00 WIB.

DAFTAR RIWAYAT PENDIDIKAN

Nama Lengkap : Mohamad Ramdhany, S.H.I

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Majalengka, 25 April 1989

Agama : Islam

Alamat Asal : Desa Bantarwaru RT/RW 007/008 No.888 Kecamatan

Ligung Kabupaten Majalengka.

Alamat Sekarang : PP. Daarun Najaah Jl. Stasiun No. 275 Jerakah Tugu

Semarang

Telepon : 085723116649

Pendidikan Formal : - SDN Bantarwaru I , lulus tahun 2002.

- MTsN Babakan Ciwaringin Cirebon, lulus tahun 2005.

- MAN MODEL Babakan Ciwaringin Cirebon, lulus

tahun 2008.

- IAIN Walisongo Semarang Fakultas Syari’ah lulus

tahun 2012.

Pendidikan Non Formal : - Madrasah Diniyah Bantarwaru lulus tahun 2002.

- PP. Mambaul Amanah tahun 1999-2002

- PP. Daar El-Hikmah Babakan Ciwaringin Cirebon

(2002 – 2008).

- PP. Daar Najaah Jerakah Tugu Semarang (2001 –

2012).

Pengalaman-pengalaman : - Rois Am ( Ketua Umum ) MBD (Majelis Bimbingan

Dakwah ) MAN Model Babakan (2006-2007).

- Ketua ( Lurah ) PONPES PP. Daar El-Hikmah

Babakan Ciwaringin Cirebon ( 2007- 2008 ).

Demikian riwayat pendidikan ini di buat dengan sebenarnya untuk menjadi maklum

dan periksa adanya.

Semarang, Juli 2012

Mohamad Ramdhany