struktur modal

Upload: tria-arini-febrianti

Post on 10-Oct-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

resume

TRANSCRIPT

NAMA: TRI ARINI FEBRIANTI

NIM

: 2013230896

PPAk 23

STRUKTUR MODAL

A. PENGARUH UTANG TERHADAP RETURN DAN RISIKOStruktur modal menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antara risiko dan tingkat pengembalian (return). Penambahan hutang akan memperbesar risiko perusahaan, tapi akan memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan (expected return). Risiko yang makin tinggi akibat besarnya hutang cenderung akan menurunkan harga saham, tapi meningkatnya expected return diharapkan akan meningkatkan harga saham pula. Dari sini muncul konsep struktur modal optimal, yaitu struktur modal yang mengoptimalkan keseimbangan antara risiko dan pengembalian sehingga memaksimumkan harga saham.Risiko yang dihadapi oleh perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan tentang struktur modal. Ada dua kategori risiko, yaitu:

a. Risiko BisnisRisiko bisnis adalah ketidakpastian yang berkaitan dengan proyeksi tingkat pengembalian atas aktiva (ROA) atau atas ekuitas (ROE) dengan asumsi perusahaan tidak menggunakan hutang.b. Risiko FinansialRisiko keuangan ini adalah tambahan risiko yang ditanggung oleh pemegang saham sebagai akibat penggunaan leverage keuangan. Artinya jika makin besar penggunaan sekuritas yang berbiaya tetap dengan prosentase bunga tertentu (hutang dan saham preferen), maka pemegang saham biasa akan menanggung seluruh risiko bisnis, sehingga risiko terhadap turunnya nilai saham ditanggung oleh pemegang saham akan berlipat dua jika dibandingkan kondisi awal.Satu hal penting yg perlu diperhatikan dalam penggunaan hutang adalah: penggunaan hutang akan meningkatkan ROE hanya jika tingkat keuntungan pada aktiva (diukur dg EBIT / Total aktiva) lebih besar dari biaya modal (biaya hutang).

B. STATIC TRADE OFF 1. Modigliani-Miller (MM) Theory

a. Teori MM tanpa pajakTeori struktur modal modern yang pertama adalah teori Modigliani dan Miller (teori MM). Mereka berpendapat bahwa struktur modal tidak relevan atau tidak mempengaruhi nilai perusahaan. MM mengajukan beberapa asumsi untuk membangun teori mereka (Brigham dan Houston, 2001, p.31) yaitu:a. tidak terdapat agency cost.

b. tidak ada pajak.

c. investor dapat berhutang dengan tingkat suku bunga yang sama dengan perusahaan.

d. investor mempunyai informasi yang sama seperti manajemen mengenai prospek perusahaan di masa depan.e. tidak ada biaya kebangkrutan

f. Earning Before Interest and Taxes (EBIT) tidak dipengaruhi oleh penggunaan dari hutang.

g. para investor adalah price-takers.

h.jika terjadi kebangkrutan maka aset dapat dijual pada harga pasar (market value).

Dengan asumsi-asumsi tersebut, MM mengajukan dua preposisi yang dikenal sebagai preposisi MM tanpa pajak.

Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah struktur modal dari suatu perusahaan tidak relevan, perubahan struktur modal tidak mempengaruhi nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC) perusahaan akan tetap sama tidak dipengaruhi oleh bagaimana perusahaan memadukan hutang dan modal untuk membiayai perusahaan.

Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat apabila perusahaan melakukan atau mencari pinjaman dari pihak luar. Risk of the equity bergantung pada resiko dari operasional perusahaan (business risk) dan tingkat hutang perusahaan (financial risk).

Brealey, Myers dan Marcus (1999) menyimpulkan dari teori MM tanpa pajak ini yaitu tidak membedakan antara perusahaan berhutang atau pemegang saham berhutang pada saat kondisi tanpa pajak dan pasar yang sempurna. Nilai perusahaan tidak bergantung pada struktur modalnya. Dengan kata lain, manajer keuangan tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan merubah proporsi debt dan equity yang digunakan untuk membiayai perusahaan.

b. Teori MM dengan pajak

Teori MM tanpa pajak dianggap tidak realistis dan kemudian MM memasukkan faktor pajak ke dalam teorinya. Pajak dibayarkan kepada pemerintah, yang berarti merupakan aliran kas keluar. Hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, karena bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Dalam teori MM dengan pajak ini terdapat dua preposisi yaitu:

Preposisi I: nilai dari perusahaan yang berhutang sama dengan nilai dari perusahaan yang tidak berhutang ditambah dengan penghematan pajak karena bunga hutang. Implikasi dari preposisi I ini adalah pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan dan MM menyatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen hutang.

Preposisi II: biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.

Teori MM tersebut sangat kontroversial. Implikasi teori tersebut adalah perusahaan sebaiknya menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Dalam praktiknya, tidak ada perusahaan yang mempunyai hutang sebesar itu, karena semakin tinggi tingkat hutang suatu perusahaan, akan semakin tinggi juga kemungkinan kebangkrutannya. Inilah yang melatarbelakangi teori MM mengatakan agar perusahaan menggunakan hutang sebanyak-banyaknya, karena MM mengabaikan biaya kebangkrutan.

2. Trade-off Theory

Menurut trade-off teory yang diungkapkan oleh Myers (2001), Perusahaan akan berhutang sampai pada tingkat hutang tertentu, dimana penghematan pajak (tax shields) dari tambahan hutang sama dengan biaya kesulitan keuangan (financial distress) (p.81). Biaya kesulitan keuangan (Financial distress) adalah biaya kebangkrutan (bankruptcy costs) atau reorganization, dan biaya keagenan (agency costs) yang meningkat akibat dari turunnya kredibilitas suatu perusahaan.

Trade-off theory dalam menentukan struktur modal yang optimal memasukkan beberapa faktor antara lain pajak, biaya keagenan (agency costs) dan biaya kesulitan keuangan (financial distress) tetapi tetap mempertahankan asumsi efisiensi pasar dan symmetric information sebagai imbangan dan manfaat penggunaan hutang. Tingkat hutang yang optimal tercapai ketika penghematan pajak (tax shields) mencapai jumlah yang maksimal terhadap biaya kesulitan keuangan (costs of financial distress). Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan berpikir dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal. Perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi tentu akan berusaha mengurangi pajaknya dengan cara meningkatkan rasio hutangnya, sehingga tambahan hutang tersebut akan mengurangi pajak. Dalam kenyataannya jarang manajer keuangan yang berpikir demikian. Donaldson (1961) melakukan pengamatan terhadap perilaku struktur modal perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi cenderung rasio hutangnya rendah. Hal ini berlawanan dengan pendapat trade-off theory. Trade-off theory tidak dapat menjelaskan korelasi negatif antara tingkat profitabilitas dan rasio hutang.Struktur modal optimal dapat diperoleh dengan adanya keseimbangan antara keuntungan tax shield dengan financial distress dan agency cost, karena penggunaan leverage, atau terjadi trade-off antara benefit dengan biaya. Financial distress terjadi jika perusahaan mengalami kesulitan dalam melunasi kewajiban hutangnya sehingga perusahaan terancam kebangkrutan. Oleh karena itu financial distress perlu diperhitungkan karena mengurangi nilai perusahaan. Model ini juga menarik, karena adanya pendapat bahwa perusahaan yang tidak menggunakan leverage dengan perusahaan yang menggunakan leverage 100% (extrim) adalah buruk, sedangkan keputusan yang terbaik adalah diantaranya.Seiring dengan perkembangan waktu, para ahli membuktikan bahwa trade off model bukanlah semata-mata teori struktur modal yang paling sempurna, karena dalam keputusan struktur modal perlu juga dipertimbangkan perilaku pembelanjaan perusahaan.

3. Agency Cost TheoryAgency theory menyatakan bahwa dalam menentukan struktur modal perlu pula dipertimbangkan biaya yang ditimbulkan dengan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik dengan pihak manajemen perusahaan. Berdasarkan teori ini, struktur modal berpengaruh positif terhadap kemungkinan kebangkrutan, nilai lebih arus kas, nilai likuidasi, target take over, dan reputasi manager. Struktur modal berpengaruh lebih besar bagi pemberi hutang, sehingga biaya hutang menjadi lebih besar juga. Biaya hutang yang besar tersebut merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga sifatnya tetap, biaya yang tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi yang benar.

Teori tersebut menegaskan bahwa struktur keuangan dipengaruhi oleh insentif dan perilaku dari pembuat keputusan (pihak manajemen). Jensen dan Meckling mengemukakan adanya dua potensi konflik, yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur, dan konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen.

1. Konflik antara Pemegang Saham dengan Kreditur

Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali hutangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba yang banyak. Cara perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan investasi pada proyek-proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil, kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi bila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat dari ketidak-mampuan pemegang saham memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang (debt agency cost), dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru (seperti capital rationing).

2. Konflik antara Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen

Pihak manajemen tidak selalu bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham, tetapi agak mengarah kepada kepentingan dirinya sendiri. Akibatnya, pemegang saham menanggung biaya keagenan ekuitas (equity agency cost) untuk memantau kegiatan pihak manajemen. Salah satu biaya keagenan adalah kompensasi bagi akuntan publik untuk mengaudit perusahaan.

C. TEORI PECKING ORDERMenurut Myers (1984), pecking order theory menyatakan bahwa Perusahaan dengan tingkat profitabilitas yang tinggi justru tingkat hutangnya rendah, dikarenakan perusahaan yang profitabilitasnya tinggi memiliki sumber dana internal yang berlimpah. Dalam pecking order theory ini tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik perusahaan mempunyai urut-urutan preferensi (hierarki) dalam penggunaan dana. Menurut pecking order theory dikutip oleh Smart, Megginson, dan Gitman (2004, p.458-459), terdapat skenario urutan (hierarki) dalam memilih sumber pendanaan, yaitu:

a. perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.b. Jika pendanaan eksternal diperlukan, maka perusahaan akan memilih pertama kali mulai dari sekuritas yang paling aman, yaitu hutang yang paling rendah risikonya, turun ke hutang yang lebih berisiko, sekuritas hybrid seperti obligasi konversi, saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.c. Terdapat kebijakan deviden yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran deviden yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besarnya perusahaan tersebut untung atau rugi.d. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan deviden yang konstan dan fluktuasi dari tingkat keuntungan, serta kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia.Pecking order theory tidak mengindikasikan target struktur modal. Pecking order theory menjelaskan urut-urutan pendanaan. Manajer keuangan tidak memperhitungkan tingkat hutang yang optimal. Kebutuhan dana ditentukan oleh kebutuhan investasi. Pecking order theory ini dapat menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang kecil.Dalam kenyataannya, terdapat perusahaan-perusahaan yang dalam menggunakan dana untuk kebutuhan investasinya tidak sesuai seperti skenario urutan (hierarki) yang disebutkan dalam pecking order theory. Penelitian yang dilakukan oleh Singh dan Hamid (1992) dan Singh (1995) menyatakan bahwa Perusahaan-perusahaan di negara berkembang lebih memilih untuk menerbitkan ekuitas daripada berhutang dalam membiayai perusahaannya. Hal ini berlawanan dengan pecking order theory yang menyatakan bahwa perusahaan akan memilih untuk menerbitkan hutang terlebih dahulu daripada menerbitkan saham pada saat membutuhkan pendanaan eksternal.D. TEORI SIGNALING

Signalling merupakan kegiatan pendanaan manajer dipercaya merefleksikan nilai dari saham perusahaan. Pada umumnya pendanaan dengan hutang dianggap sebagai signal positif sehingga manajer percaya bahwa saham undervalued Sebagai contoh anggap manajer menemukan adanya kesempatan investasi yang menguntungkan memerlukan adanya tambahan pendanaan. Manajer percaya bahwa prospek perusahaan ke depannya sangat bagus yang diindikasikan dengan harga saham perusahaan sekarang. Dalam hal ini akan menguntungkan bagi para stockholder untuk menggunakan hutang dibandingkan dengan menerbitkan saham. Karena dengan penggunaan hutang ini dianggap sebagai signal positif . Sedangkan adanya penerbitan saham dianggap sebagai signal negatif sehingga manajemen percaya bahwa saham overvalued. Hal ini mengakibatkan harga saham akan menurun, underwriting cost (menerbitkan saham) tinggi sehingga pendanaan dengan penerbitan saham baru sangat mahal dibandingkan dengan penggunaan hutang.Teori ini dikembangkan oleh Ross (1979). Ross menyarankan perusahaan dengan leverage yang besar dapat dipakai manajer sebagai signal yang optimis akan masa depan perusahan. Teori signalling ini muncul karena adanya permasalahan asimetris informasi. Karena kondisi asimetris informasi ada dari waktu ke waktu, perusahaan harus menjaga kapasitas cadangan pinjaman dengan menjaga tingkat pinjaman yang rendah. Adanya cadangan ini memungkinkan manajer untuk mengambil keuntungan dari kesempatan investasi tanpa harus menjual saham pada harga rendah. Dengan demikian akan mengirimkan signal yang sangat mempengaruhi harga saham.

Adanya asumsi bahwa pasar keuangan tidak merefleksikan semua informasi khususnya informasi yang belum tersedia di publik, maka memungkinkan bagi manajer untuk memilih dalam penggunaan kebijakan pendanaan untuk menyampaikan informasi ke pasar. Manajer sebagai pihak dalam yang memiliki akses informasi tentang ekspektasi aliran kas perusahaan, akan memilih signal yang tidak terlalu ambigus tentang masa depan perusahaan jika mereka memiliki insentif yang tepat. Myers dan Mjluf (1984) juga membuat model signalling yang merupakan kombinasi dari keputusan investasi dan keputusan pendanaan. Manajer lebih baik dari siapapapun, diasumsikan mengetahui nilai sebenarnya perusahaan di masa depan. Disamping itu, manajer juga diasumsikan bertindak sesuai dengan kepentingan dari pemegang saham lama yaitu orang memiliki saham di perusahaan ketika keputusan diambil. Pemegang saham lama ini juga diasumsikan pasif atau tidak melakukan apapun untuk mengubah portofolio mereka. Untuk lebih mudah,maka kita asumsikan tingkat bunga adalah nol, dan tidak ada pajak, biaya transaksi, atau pasar tidak sempurna.

E. MODEL MARKET TIMINGTeori yang diungkapkan oleh Baker dan Wurgler (2002) ini mengemukakan bahwa Perusahaan-perusahaan akan menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan akan membeli kembali equity pada saat market value rendah (p.1) Praktik inilah yang kemudian disebut sebagai equity market timing.Tujuan dari melakukan equity market timing ini adalah untuk mengeksploitasi fluktuasi sementara yang terjadi pada cost of equity terhadap cost of other forms of capital.Menurut Baker dan Wurgler (2002), Struktur modal adalah hasil kumulatif dari usaha melakukan equity market timing di masa lalu (p.3). Baker dan Wurgler menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat hutang rendah adalah perusahaan yang menerbitkan equity pada saat market value tinggi dan perusahaan dengan tingkat hutang tinggi adalah perusahaan yang menerbitkan equity pada saat market value rendah. Baker dan Wurgler menggunakan market-to-book ratio, yang umumnya digunakan sebagai proxy untuk mengukur kesempatan investasi, namun dalam teorinya market-to-book ratio juga digunakan untuk melihat apakah nilai suatu ekuitas itu overvalued atau undervalued. Baker dan Wurgler membangun suatu model variabel yaitu external finance weighted-average market-to-book ratio. Variabel ini adalah rata-rata tertimbang dari market-to-book ratio suatu perusahaan di masa lampau. Variabel ini digunakan oleh Baker dan Wurgler untuk melihat usaha dari suatu perusahaan dalam melakukan equity market timing.Ada dua versi dari model market timing yang mengikuti hasil penelitian Baker dan Wurgler. Yang pertama adalah versi dinamis dari Myers dan Majluf (1984) mengenai informasi asimetris yang mengasumsikan rasional manajer dan investor. Versi yang kedua dari model market timing melibatkan para investor atau manajer yang tidak rasional dan persepsi dari mispricing. Para manajer akan menerbitkan equity saat mereka yakin bahwa cost of equity rendah dan membeli kembali equity saat cost of equity tinggi. Market-to-book diketahui secara umum berkorelasi negatif dengan future equity returns, dan nilai ekstrem dari market-to-book dikaitkan dengan ekpektasi-ekspektasi yang ekstrem dari investor, sesuai dengan penelitian dari La Porta (1996), La Porta et al. (1997), Frankel dan Lee (1998), dan Schleifer (2000). Apabila manajer mencoba untuk mengeksploitasi terlalu jauh (ekstrem) ekspektasi-ekspektasi dari investor, net equity issues akan berkorelasi positif dengan market-to-book. Apabila tidak terdapat struktur modal yang optimal, manajer tidak perlu mengganti keputusan-keputusan pendanaannya pada saat perusahaan telah dinilai dengan benar dan cost of equity terlihat normal, hal ini menunggu fluktuasi-fluktuasi sementara yang terjadi pada market-to-book mempunyai efek yang tetap pada leverage.ReferensiRoss, Stephen A.; Westerfield, Randolph W.; Jordan, Bradford D. Alih bahasa : Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine. 2009. Pengantar Keuangan Perusahaan. Buku 1. Edisi 8. Jakarta : Salemba Empat.Page | 5