strategi perencanaan pajak dalam corporate governance dan...
TRANSCRIPT
1513
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
STRATEGI PERENCANAAN PAJAK DALAM TRANSAKSI
STRATEGI PERENCANAAN PAJAK DALAM CORPORATE
GOVERNANCE DAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
Yuli Chomsatu Samrotun
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Batik (UNIBA) Surakarta
Suhendro
Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Batik (UNIBA) Surakarta
ABSTRACT
Corporate governance is a system that aims to manage the company well and properly
as it should with no conflict with applicable law. While Corporate Social Responsibility is a
concept that organizations, especially the company is having a responsibility to customers,
employees, shareholders, communities, and lingkunagn in all operational aspects. Corporate
governance and corporate social responsibility undertaken by a company determines the
amount of related policy effective corporate tax rate. This study aims to examine the effect of
corporate governance characteristics (Independent Commissioner, Audit Committee and
Institutional Shareholder) and Corporate Social Resposibity (CSR) on the Effective Tax Rate
as a proxy of Tax Planning. This research is a quantitative study population is listingdi IDX
manufacturing company during 2011 to 2013. In this study, Corporate Governance (CG) is
measured using a dummy variable that is 1 if the value of the CG index values ≥ 60% and 0 if
the value of the CG index < 60%. For CSR to see the seven categories, namely environmental,
energy, health, and labor safety, labor, etc., products, community involvement, and public.
While Effective Tax Rate is calculated from the income tax expense (current tax expense)
divided by income before taxes. The sampling technique using purposive sampling. From the
data obtained will be analyzed by multiple regression using SPSS version 16. Results showed
that only partially Corporate Governance (Independent Commissioner, Audit Committee and
Institutional Shareholder) a reduction in the Effective Tax Rate. While simultaneously good
Corporate Governance (Independent Commissioner, Audit Committee and Institutional
Shareholder) and Corporate Social Responsibility (CSR) effect on the decrease in the Effective
Tax Rate as a proxy of Tax Planning.\
Keywords : Corporate Governance, Corporate Social Resposibity (CSR), Effective Tax Rate
(ETR)
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai pajak, menjadi topik pembicaraan yang menarik. Ada perbedaan
pandangan antara pemerintah dengan perusahaan mengenai pajak. Pajak dalam konteks
perusahaan merupakan beban yang akan mengurangi jumlah laba bersih. Sebisa mungkin
perusahaan akan berusaha membayar pajak pada tingkat paling minimal. Berbeda dengan
pemerintah yang menganggap pajak sebagai penerimaan negara yang potensial, menjadikan
pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari pajak. Ketika perusahaan mendapatkan
beban pajak yang dirasakan terlalu berat, hal ini akan mendorong manajemen untuk
memanipulasi laba perusahaan.
1514
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Pengurangan beban pajak oleh perusahaan dapat dilakukan salah satu caranya
dengan perencanaan pajak (tax planning). Perencanaan pajak yang efektif dapat melalui
penggunaan tarif pajak efektif (effective tax rate/ETR). Karayan dan Swenson (2007),
mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk mengukur seberapa baik sebuah perusahaan
mengelola pajaknya adalah dengan melihat tarif efektifnya. Effective tax rate (ETR)
merupakan salah satu bentuk perhitungan nilai tarif ideal pajak yang dihitung dalam sebuah
perusahaan, oleh karena itu keberadaan dari effective tax rate (ETR) kemudian menjadi
suatu perhatian yang khusus pada berbagai penelitian karena dapat merangkum efek kumulatif
dari berbagai insentif pajak dan perubahan tarif pajak perusahaan (Lanis et al., 2011).
Corporate Governance (CG) menjadi tuntutan bagi perusahaan, terutama yang
sedang go- publik. Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur hubungan
dewan komisaris, peran dewan direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan
lainnya (Agoes dan Ardana, 2009). Dalam perkembangannya corporate governance
menunjukkan trend yang meningkat, dimana hampir seluruh perusahana telah
menerapkannya. Corporate governance mempunyai tujuan agar tercipta suatu tata kelola
perusahaan yang baik, efektif dan efisien. Hal ini dilakukan agar perusahan dapat terus
berkembang namun tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Perusahaan yang telah menerapkan corporate governance diharapkan menghasilkan kinerja
yang baik dan efisien. Kinerja perusahaan yang baik dapat diukur dengan laba yang diperoleh
perusahaan, laba yang berkualitas adalah laba yang dapat mencerminkan kelanjutan laba
(sustainable earnings) di masa depan.
Hal lain yang kaitannya dengan pencapaian laba perusahaan adalah Corporate Social
Responsibility. Corporate Social Responsibility (CSR) didefinisikan sebagai “'bagaimana
perusahaan memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan dalam cara perusahaan tersebut
beroperasi, memaksimalkan manfaat dan meminimalkan kerugian” (Pemerintah UK dalam
KPMG, 2007). Lanis. Et.al (2011) menjelaskan bahwa CSR dianggap sebagai faktor kunci
dalam keberhasilan dan kelangsungan hidup perusahaan. Akan tetapi, tingkat keterlibatan
perusahaan dalam mengungkapkan CSR adalah tidak wajib. Korporasi yang menjalankan
kewajiban perpajakannya tidak sesuai dengan prinsip CSR, justru akan mengganggu
sustainability dan image korporasi tersebut (Rusydi, 2009).
Pencapaian laba perusahaan tidak luput dari pemilihan keputusan yang tepat dalam
melakukan kegiatan perusahaan, termasuk didalamnya melakukan corporate governance dan
Corporate Social Responsibility (CSR). Kegiatan yang dijalankan perusahaan diharapkan
mampu menentukan kebijakan yang terkait tarif pajak efektif. Ketika suatu perusahan telah
menerapkan corporate governance dan Corporate Social Responsibility (CSR) yang baik
maka akan tercipta kinerja perusahaan yang efektif dan akan berdampak pada keputusan
dalam menentukan kebijakan yang terkait besaran tarif pajak efektif perusahaan.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian : “Apakah Corporate Governance dan
Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap Effective Tax Rate baik secara
partial maupun secara simultan ?”.
1515
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
MANFAAT PENELITIAN
a. Bagi Akademisi dan Peneliti:
1. Memberikan wacana mengenai pengaruh Corporate Governance dan Corporate
Social Responsibility terhadap Effective Tax Rate on- ETR secara teoritis dengan hasil
penelitian.
b. Bagi pemakai laporan keuangan
1. Dengan mengetahui ada tidaknya pengaruh Corporate Governance dan Corporate
Social Responsibility dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan investasi
2. Mengetahui pentingnya pengungkapan Corporate Governance dan Corporate Social
Responsibility.
KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Corporate governance menurut Indonesian Institut for Corporate Governance adalah
suatu struktur, sistem, dan proses yang digunakan oleh organ-organ perusahaan sebagai
upaya untuk memberikan nilai tambah terhadap perusahaan secara berkesinambungan
dalam jangka waktu yang cukup panjang. (Agoes dan Ardana, 2009) mengungkapkan bahwa
Corporate governance dapat berarti sebagai tata kelola yang baik dimana terdapat suatu
sistem yang mengatur hubungan dewan komisaris, dewan direksi, pemegang saham, dan
pemangku kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik dapat disebut juga
sebagai suatu proses yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, cara
pencapaiannya dan penilaian kinerja perusahaan tersebut.
Corporate Social responsibility (CSR) merupakan perwujudan komitmen yang
dibangun oleh perusahaan untuk memberikan kontribusi pada peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat (Maretta, 2013). Definisi CSR yang berlaku saat ini mendukung
bahwa perusahaan harus terlibat dengan para stakeholder untuk penciptaan nilai jangka
panjang. Hal ini bukan berarti bahwa para pemegang saham tidaklah penting, atau
profitabilitas yang tidak penting untuk kesuksesan bisnis. Sebaliknya, agar perusahaan dapat
bertahan dan menguntungkan, maka harus terlibat dengan berbagai stakeholder yang
pandangannya terhadap keberhasilan perusahaan sangat bervariasi (Bichta, 2003). Menurut
Bergstresser, Et.all 2006, CSR adalah tentang bagaimana perusahaan mengelola proses bisnis
untuk menghasilkan dampak positif secara keseluruhan pada masyarakat.
Manajemen pajak adalah menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan usaha
efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas (Anita, 2011). Tujuan manajemen pajak dapat
dicapai melalui fungsi-fungsi manajemen pajak. Fungsi-fungsi manajemen pajak terdiri dari
tax planning, pelaksanaan kewajiban perpajakan dan pengendalian pajak (tax controling). Tarif
pajak efektif (Effective Tax Rate/ETR) dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar
penghematan pajak atau penundaan pajak yang diperoleh. Semakin rendah Effective Tax Rate
(ETR) maka tax planning semakin efektif. Effective Tax Rate (ETR) dihitung sebagai beban
pajak penghasilan dibagi dengan laba sebelum pajak penghasilan (Earning Before Taxes/EBT)
(Wild, dkk, 2001; Rego, 2003; Paprocki dan Schnee, 2005, Halperin dan Sansing, 2005;
Buselink dan Deloof, 2006). Effective Tax Rate (ETR) berguna untuk mengetahui seberapa
besar penghematan pajak atau penundaan pajak yang diperoleh.
1516
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2
Model Penelitian
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian , Populasi dan Sampel
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantatif dengan metode deskriptif.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2011 sampai tahun 2013. Metode pengambilan sampel
menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut:
a) Perusahaan terdaftar sebagai perusahaan terbuka sebelum 1 Januari 2009 yang bergerak
pada sektor industri manufaktur dan menerbitkan laporan keuangan auditan secara
konsisten dan lengkap dari tahun 2011 sampai tahun 2013.
b) Mempublikasikan laporan keuangan auditan dengan tahun buku yang berakhir pada
tanggal 31 Desember
c) Menggunakan mata uang rupiah sebagai mata uang pelaporan
d) Mempunyai Earning Before Tax (EBT) positif dari tahun 2011 sampai tahun 2013 atau
tidak mempunyai saldo kerugian yang belum dikompensasi.
e) Memiliki dan menampilkan data dan informasi lengkap tentang data Corporate
Governance dan Corporate Social Renponsiblity
Corporate Governance:
komisaris independen
komite audit
investor institusional.
Corporate Social
Responsibility
Strategi Perencanaan Pajak :
Effective Tax Rate (ETR) H1
H2
1517
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Variabel Yang Diamati
Penelitian menggunakan variabel independen berupa Corporate Governance. Dan
Corporate Social Renponsiblity. Corporate Governance terdiri atas: komisaris independen,
komite audit dan investor institusional. Sedangkan Corporate Social Responsibility yang
diproksikan ke dalam pengungkapan CSR, menggunakan check list yang mengacu pada
indikator pengungkapan yang digunakan oleh Sembiring (2005) dalam Hashemi (2013) karena
lebih sesuai dengan keadaan perusahaan di Indonesia, dimana pegungkapan CSR-nya masih
bersifat umum dan belum rinci. Indikator ini terdiri atas tujuh kategori, yaitu lingkungan,
energi, kesehatan, dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan
masyarakat, dan umum.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Effective Tax Rate (ETR) yang
merupakan proksi dari perencanaan pajak. Semakin rendah Effective Tax Rate (ETR) maka
perencanaan pajak semakin efektif. dihitung sebagai beban pajak penghasilan dibagi dengan
laba sebelum pajak penghasilan (Earning Before Taxes – EBT).
Tehnik Pengumpulan dan Analisis Data
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Effective Tax Rate (ETR) adalah dihitung dengan cara membagi beban pajak penghasilan
dengan Earning Before Tax (EBT).
b. Karakteristik corporate governanace terdiri dari: komisaris independen, komite audit dan
investor institusional. Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan
anggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain
berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu
perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan. Komite audit diukur dengan
menghitung jumlah anggota komite audit dalam suatu perusahaan.
c. Proporsi Komisaris Independen = Σ Komisaris independen X 100%
Σ Anggota Dewan komisaris
Proporsi Investor Institusional = Σ Saham institusi X 100%
Σ jumlah saham beredar
d. Untuk CRS menggunakan check list yang mengacu pada indikator pengungkapan yang
digunakan oleh Sembiring (2005) karena lebih sesuai dengan keadaan perusahaan di
Indonesia, dimana pegungkapan CSR-nya masih bersifat umum dan belum rinci. Indikator
ini terdiri atas tujuh kategori, yaitu lingkungan, energi, kesehatan, dan keselamatan tenaga
kerja, lain-lain tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum.
Analisis data penelitian meliputi :
a. Analisis Deskriptif , yaitu menganalisis semua variabel secara deskriptif untuk
mendapatkan gambaran tentang sampel. Dengan analisis deskriptif akan diperoleh suatu
gambaran yang jelas terhadap obyek yang diteliti sehingga mudah untuk dimengerti
Analisis deskriptif meliputi penghitungan minimum, maksimum, mean, dan standar
deviasi.
b. Uji Asumsi Klasik, Rumus regresi diturunkan dari asumsi-asumsi tertentu, maka
data yang akan diregresi harus memenuhi asumsi-asumsi regresi untuk
1518
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
mendapatkan nilai estimasi yang akan bersifat BLUE ( Best, Linier, Unbiased dan
Estimator ). Untuk itu perlu diadakan pengujian asumsi klasik yang meliputi 4 uji,
yaitu : (1) Uji Normalitas; (2). Uji Multikolinearitas; (3) Uji Heteroskedastisitas,;
(4) Uji Autokorelasi
c. Analisis RegresiLinier Berganda
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan alat analisis regresi linier berganda dengan
persamaan sebagai berikut:
ETRit = α0 + β1 Corporate Governance + β2 CSR + it
Keterangan:
ETRit = tarif pajak efektif untuk perusahaan i pada tahun t
α = konstanta
β1 CG = Corporate Governance
β2 CSR = CSR
it = koefisien error
Langkah-langkah untuk menguji hipotesis
1. Uji t, menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2006).
2. Uji F, menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model
mempengaruhi secara bersama-sama terhadap variabel dependen ( Gozali, 2006).
3. Uji Koefisien Determinasi ( Adjusted R2), digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. R2 memiliki nilai antara 0-1, semakin
mendekati 1 semakin menunjukkan pengaruh yang semakin kuat, sedangkan semakin
mendekati 0 berarti pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen lemah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Analisis Deskriptif
Hasil analisis deskriptif pada Tabel menunjukkan bahwa seluruh sampel dalam
variabel ETR (n=39) yang mempunyai nilai maksimum 0,5104 dan nilai minimum 0,1809.
Nilai minimum 0,1809 dimiliki oleh ULTJ (PT. Ultrajaya Milk Industry & Trading Company
Tbk.), yang berarti bahwa tax planning yang dilakukan oleh ULTJ (PT. Ultrajaya Milk Industry
& Trading Company Tbk.) paling efektif dibanding perusahaan lain. Rata-rata dari variabel
ETR adalah 0.263400 dengan standart deviasi sebesar 0.0786579. Menurut Santoso, Eko
(2012), jika standar deviasi lebih kecil daripada nilai mean maka variasi data kecil. Karena nilai
standart deviasi ETR lebih kecil daripada nilai mean ETR maka variasi data pada variabel ETR
kecil.
1519
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Tabel 1
Deskripsi Statistik Data Tahun 2011-2013
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ETR 39 .1809 .5104 .263400 .0786579
komisaris
independen 39 .2500 .8000 .394769 .1331523
komite audit 39 3.0000 4.0000 .333333 .4775669
investor institusional 39 .4659 .9720 .714826 .1659528
Csr 39 .2564 .7821 .535826 .1477721
Valid N (listwise) 39
Sumber : Output SPSS
Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Tabel. 2
Uji Normalitas Data Tahun 2011-2013
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 39
Normal Parametersa Mean .0000000
Std. Deviation .06574447
Most Extreme Differences Absolute .170
Positive .170
Negative -.097
Kolmogorov-Smirnov Z 1.060
Asymp. Sig. (2-tailed) .211
a. Test distribution is Normal.
Sumber : Hasil output SPSS
Hasil uji normalitas diatas menunjukkan bahwap nilai signifikansi tidak signifikan
secara statistik pada α = 5% karena nilai signifikansinya berada di atas 0,05 yaitu 0,211.
Sehingga data penelitian dikatakan berdistribusi normal.
1520
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
2) Uji Multikolinearitas
Tabel. 3
Hasil Uji Coefficientsa
Model
Unstandardize
d Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .504 .101 4.998 .000
komisaris
independen -.039 .092 -.066 -.422 .676 .851 1.176
komite audit -.039 .027 -.237 -1.460 .153 .778 1.286
investor institusional .026 .070 .055 .374 .710 .944 1.060
Csr -.212 .087 -.398 -2.437 .020 .772 1.296
a. Dependent Variable: ETR
Sumber : Hasil output SPSS versi 16
Hasil uji multikolinearitas menunjukkan bahwa semua variabel independen
memiliki nilai Variance Inflator Factor (VIF) dibawah 10 dan tolerance value (Nilai
Tol) diatas 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi bebas memiliki masalah
multikolinieritas.
3) Uji Heteroskedastisitas
Tabel .4
Hasil Uji Heteroskedastisitas Data Tahun 2011-2013
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .171 .061 2.814 .008
komisaris independen -.057 .055 -.158 -1.023 .313 .851 1.176
komite audit -.019 .016 -.192 -1.186 .244 .778 1.286
investor institusional .041 .042 .143 .973 .337 .944 1.060
Csr -.129 .052 -.401 -2.472 .119 .772 1.296
a. Dependent Variable: abresid
Sumber : Hasil output SPSS versi 16
1521
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Hasil uji heteroskedastisitas antara variabel dependen (nilai absolute dari
residu/pengganggu) dengan keempat variabel independen menunjukkan nilai signifikan
diatas 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan bebas
heteroskesdasitas.
4) Uji Autokorelasi
Tabel. 5
Hasil Uji Autokorelasi Data Tahun 20011-2013
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .549a .301 .219 .0695043 2.115
a. Predictors: (Constant), csr, investor institusional, komisaris independen, komite audit
b. Dependent Variable: ETR
Sumber : Hasil output SPSS versi 16
Hasil uji autokorelasi dengan menggunakan n=39 dan k=4 diperoleh dl = 1,27 dan
du = 1,72, sehinggga diperoleh nilai 4-du sebesar 2,28. Karena output SPSS
menunjukkan angka 2,115 maka menurut Ghozali (2006), apabila DW terletak antara
du<DW<4-du berarti tidak ada autokorelasi positif atau negative, sehingga kita dapat
menyatakan bahwa tidak ada autokorelasi antara nilai residu/pengganggu model regresi
data, semua nilai residu model regresi tersebut berdiri sendiri dan tidak saling
berpengaruh.
Hasil Uji Hipotesis
Tabel. 6
Hasil Uji Regresi Linier Berganda Data Tahun 2011-2013
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .504 .101 4.998 .000
komisaris
independen -.039 .092 -.066 -.422 .676 .851 1.176
komite audit -.039 .027 -.237 -1.460 .153 .778 1.286
investor
institusional .026 .070 .055 .374 .710 .944 1.060
Csr -.212 .087 -.398 -2.437 .020 .772 1.296
a. Dependent Variable: ETR
Sumber : Hasil output SPSS versi 16
1522
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Berdasarkan hasil uji diatas, hanya variabel independen Corporate Governance yang
menunjukkan nilai signifikan diatas 0,05 yaitu sebesar 0.676 untuk variabel Komisaris
independen, sebesar 0.153 untuk variabel komite audit, sebesar 0.710 untuk variabel investor
institusional dan sebesar 0.537. Sedangkan untuk variabel CSR menunjukkan nilai signifikansi
kurang dari 0,05 yaitu sebesr 0, 020. Dari tabel diatas diperoleh persamaan regresi sebagai
berikut :
ETR = 0.504 - 0.039 CG-komisaris independen - 0.039 CG-komite audit + 0.026
CG-investor institusional - 0.212 CSR +
Dari persamaan tersebut dapat diinterprestasikan sebagai berikut :
a. Konstanta sebesar 0.504 menunjukkan bahwa jika faktor Corporate Governance (komisaris
independen, komite audit, investor institusional) dan CSR konstan maka besarnya ETR akan
turun sebesar 0.504 poin.
b. Koefisien regresi CG-komisaris independen dan CG-komite audit bernilai negatif yaitu -
0,039, hal ini menunjukkan bahwa CG-komisaris independen dan CG-komite audit
mempunyai pengaruh negatif terhadap ETR. Artinya jika CG-komisaris independen dan
CG-komite audit naik 1 poin maka ETR akan turun sebesar 0,039 poin
c. Koefisien regresi CG-investor institusional bernilai positif yaitu 0.026, hal ini menunjukkan
bahwa CG-investor institusional mempunyai pengaruh positif terhadap ETR. Artinya jika
CG-investor institusional naik 1 poin maka ETR akan naik sebesar 0.026 poin.
d. Koefisien regresi CSR bernilai negatif yaitu -0.212, hal ini menunjukkan bahwa CSR
mempunyai pengaruh negatif terhadap ETR. Artinya jika CSR naik 1 poin maka ETR akan
turun sebesar 0.212 poin.
Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial
H1 yang menyatakan bahwa Corporate Governance (komisaris independen, komite audit,
investor institusional) dan CSR berpengaruh parsial terhadap penurunan Effective Tax Rate
(ETR) tidak sepenuhnya diterima. Berdasarkan uji t yang terdapat dalam tabel 6 diatas
diperoleh nilai t hitung untuk variabel Corporate Governance (komisaris independen, komite
audit, investor institusional) masing-masing sebesar -0,422; -1,460; dan 0,374. Karena nilai -t
hitung < -t tabel yaitu -2,026 dan nilai signifikansi diatas 0,05 yaitu masing-masing sebesar
0,676; 0,153; dan 0,710. maka dapat disimpulkan Corporate Governance (komisaris
independen, komite audit, investor institusional) berpengaruh terhadap penurunan ETR .
Sedangkan untuk CSR diperoleh nilai t hitung sebesar -2,237 (-t hitung > -t tabel) dan nilai
signifikansi kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,020 maka dapat disimpulkan CSR tidak
berpengaruh terhadap penurunan ETR .
Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan
H2 yang menyatakan bahwa Corporate Governance (komisaris independen, komite audit,
investor institusional) dan CSR berpengaruh terhadap secara simultan terhadap penurunan
Effective Tax Rate (ETR). Berdasarkan uji F dengan menggunakan SPSS versi 16 diperoleh
data sebagai berikut :
1523
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Tabel. 7
Hasil Uji Anova
ANOVAb
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .071 4 .018 3.667 .014a
Residual .164 34 .005
Total .235 38
a. Predictors: (Constant), csr, investor institusional, komisaris independen, komite audit
b. Dependent Variable: ETR
Sumber : Hasil output SPSS versi 16
Berdasarkan tabel diatas, nilai F hitung adalah sebesar 3,667. Karena F tabel untuk
pada df (4; 34) adalah 2,650, sehingga F hitung > F tabel, dan tingkat signifikan kurang dari
0,05 yaitu sebesar 0,014 maka dapat disumpulkan bahwa Corporate Governance (komisaris
independen, komite audit, investor institusional) dan CSR secara bersama-sama berpengaruh
terhadap penurunan ETR.
Hasil Pengujian Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) yang dihasilkan dari analisis regresi adalah sebagai berikut :
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 .549a .301 .219 .0695043
a. Predictors: (Constant), csr, investor institusional, komisaris independen, komite audit
b. Dependent Variable: ETR
Sumber outpt SPSS
Nilai Adusted R2 sebesar 0.219 yang memiliki arti bahwa keempat variabel bebas hanya
menjelaskan pengaruh terhadap ETR sebesar 21,9%. Dengan demikian ETR hanya dapat
dijelaskan oleh Corporate Governance (komisaris independen, komite audit, investor
institusional) dan CSR sebesar 21,9 % sedangkan 78,1 % sisanya dipengaruhi atau dijelaskan
oleh faktor lain.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya diperoleh kesimpulan bahwa pengujian yang dilakukan secara parsial
menunjukkan bahwa Corporate Governance (komisaris independen, komite audit, investor
institusional) berpengaruh terhadap penurunan Effective Tax Rate (ETR). Sedangkan CSR tidak
berpengaruh terhadap penurunan Effective Tax Rate (ETR). Berdasarkan uji secara simultan
baik Corporate Governance (komisaris independen, komite audit, investor institusional)
1524
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
maupun CSR berpengaruh terhadap penurunan Effective Tax Rate (ETR). Adapun Nilai
Adusted R2 sebesar -21,9 yang memiliki arti bahwa keempat variabel independen hanya
menjelaskan pengaruh terhadap Effective Tax Rate (ETR) sebesar 21,9%. Berarti masih ada
faktor lain yang lebih dominan yang berpengaruh terhadap Effective Tax Rate (ETR).
Berdasarkan kesimpulan dan keterbatasan penelitian yang telah dilakukan diatas,
sehingga saran-saran yang dapat penulis berikan untuk penelitian berikutnya adalah agar
mencari variabel-variabel lain yang mempengaruhi Effective Tax Rate (ETR) selain variabel-
variabel Corporate Governance maupun Corporate Sosial Responsibility (CSR) dalam
penelitian ini, karena variabel- hanya memberikan pengaruh yang kecil terhadap Effective Tax
Rate (ETR), masih ada variabel lain yang lebih berpengaruh. seperti variabel lain tersebut
adalah perbedaan budaya (cultural differences) dan nilai tukar mata uang (exchange rate).
DAFTAR PUSTAKA
Anita Septiani, 2011. Pengaruh Related Party Transact Terhadap Efective Tax Rate. Skripsi
Universitas Islam Batik Surakarta. Tidak dipublikasikan
Bergstresser, Daniel and Thomas Philippon. 2006. CEO Incentives and Earnings management.
Journal of Financial Economics
Dirjen Pajak, Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No. SE-04/PJ.7/1993 Tentang Petunjuk
Penaganan Kasus-Kasus Transfer Pricing Tanggal 9 Maret 1993.
Dahli, L. dan Siregar, V. S. 2008. Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap Kinerja
Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia
pada tahun 2005 dan 2006). Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak.
Hashemi Rodhian Hanum. 2013. Pengaruh Karakteristik Corporate Governance terhadap
Efefective tax rate (ETR). Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis. UNDIP Semarang.
Tidak dipublikasikan.
Jensen, M.C. and W.H. Meckling. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency
Cost, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics .
Keputusan Ketua BAPEPAM No. KEP-06/PM/2000 tanggal 13 Maret 2000 Tentang
Perubahan Peraturan No. VIII G.7 Tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan.
www.bapepamlk.go.id.
Karayan, John E. and Charles W. Swenson. 2007. Strategic Business Tax Planning. New
Jersey: John Wiley & Sons, Inc.
Lanis, Roman and Grant Richardson. 2011. The Effect of Board of Director Composition on
Corporate Tax Aggressiveness. Journal of Accounting and Public Policy .
Maretta Yoehana. 2013. Analisi Pengaruh Corporate Social Responsibility terhadap
Agresivitas Pajak. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis. UNDIP Semarang. Tidak
dipublikasikan.
1525
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
STANDARISASI KELAYAKAN PENERIMA ANGGARAN
BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PADA SEKOLAH
LANJUTAN TINGKAT PERTAMA (SLTP)
Jumaiyah
Prodi Akuntansi, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Selamat Sri Kendal
ABSTRACT
The purpose of this research was to analyze the distribution of School Operational
Assistance (BOS) to date, and to determine eligibility factors of the BOS budget receiver in
public/ private middle high schools (SMP/MTs), as well as determine the BOS recipients
amount of budget. This research describes the real condition and problem solving of the factual
BOS. This research used a qualitative descriptive approach, direct observation conducted
especially to get an overview of the natural conditions (natural setting). The analysis shows
that BOS initiated by the government has occurred not on target generally. Contribution of this
study – first, as a reference for the government in decisions making of BOS policy, second the
government to issue a ministerial regulation on teachers minimum wages to be paid by private
school. Third as a reference for the government about how much the distribution of BOS budget
will be given to public and private schools.
Keywords: accountability, effectiveness, qualitative, standardized.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka
menengah dan jangka panjang. Ketika seseorang pendidikanya lebih tinggi tentunya akan lebih
terasah keterampilanya, potensi masing-masing individu lebih bisa digali sehingga muncul
sebuah kemampuan untuk mandiri, lebih percaya diri atau lebih siap dalam menghadapi
globalisasi. Hal inilah yang membuat pemerintah berpikir bagaimana semua warga Indonesia
bisa sekolah dengan gratis. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15
tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar 9 Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah memberikan
layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan
SMP/MTs serta satuan pendidikan yang sederajat).
Dalam pemberian bantuan operasional sekolah (BOS) yang diberikan kepada lembaga
pendidikan dalam hal ini sekolah tingkat pertama (SLTP) yang menjadi konsen penelitian.
Diketahui bahwa penetapan jumlah anggaran BOS diperuntukan lembaga pendidikan penerima
berbasis data jumlah siswa. Yang tidak ada kualifikasinya antara siswa satu dengan lainnya.
Aspek ekonomi, geografik dan sosial tidak menjadi pertimbangan oleh pemerintah dalam
menentukan jumlah besaran anggaran yang diberikan antara siswa satu dengan lainnya
(disamaratakan). Model menyederhanakan atau menutup mata aspek-aspek tersebut adalah
kebijakan pemerintah untuk memudahkan dalam mendistribusikan anggaran BOS. Akan tetapi
1526
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
dampak dari pendekatan memudahkan (incremental) tersebut yaitu kesenjangan sosial yang
berdampak lahirnya penyakit-penyakit sosial seperti kriminalitas, penggangguran bahkan yang
paling berbahaya disintegrasi kehidupan berbangsa dan bernegara nampak didepan mata.
Prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. seharusnya menjadi landasan pijak dan orientasi untuk tegaknya sistem pemberian
bantuan operasional sekolah yang lebih baik. Namun, Persoalan yang muncul bagaimana
konsep keadilan objektif dalam sistem pemberian bantuan operasional sekolah? apa
kriterianya? Dan berapa anggaran yang layak untuk negeri dan swasta. Sehingga bantuan
operasional sekolah yang menghabiskan 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN) ini tidak sia-sia serta sesuai dengan peruntukannya atau dengan memakai bahasa lain
yaitu harus tepat sasaran.
1.2 Rumusan Masalah
Anggaran yang diberikan oleh pemerintah pada sekolah-sekolah sama besar antara
negeri dan swasta, dinegeri pembiayaan sudah tercukupi oleh dana APBD II yang dipergunakan
untuk biaya operasional sekolah. sementara diswasta dana hanya dari BOS dan iuran siswa
yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan kebutuhan sekolah yang sebenarnya. Hal inilah
yang kemudian menimbulkan banyak pertayaan dalam penelitian ini:
1. Apakah anggaran bantuan operasional sekolah tepat sasaran?
2. Bagaimanakah standarisasi dalam menentukan kelayakan penerima bantuan operasional
sekolah?
3. Berapakah kelayakan jumlah anggaran bantuan operasional untuk sekolah Negeri dan
Swasta?
1.3 Manfaat Penelitian
Adapun kegunaan dalam penelitian ini terdiri dari penggunaan praktis dan kegunaan
teoritis yang akan diuraikan dibawah ini:
1. Kegunaan praktis:
Hasil penelitian dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah Kabupaten dan/atau
Kota, Propinsi maupun pemerintah pusat dalam melakukan perbaikan peraturan
perundang-undangan tentang bantuan operasional sekolah, penentuan jumlah anggaran
yang seharusnya diberikan kepada lembaga berstatus swasta maupun negeri.
2. Kegunaan teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai tambahan referensi fakultas
ekonomi Universitas Diponegoro dan merupakan tambahan informasi bagi pihak-pihak
yang memerlukanya. Sekaligus sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan.
2.1. Telaah Teori dan Konsep Kunci
a. Teori Efektifitas
Menurut (Siagian 2001) memberikan definisi sebagai berikut : “Efektivitas adalah
pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang
dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang
telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi
1527
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
efektivitasnya. Sementara itu Abdurahmat (2003) “Efektivitas adalah pemanfaatan sumber
daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya
untuk menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya. Dari beberapa pendapat para ahli
diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dapat dilaksanakan secara tepat, efektif,
efisien apabila pekerjaan tersebut dilaksanakan dengan tepat sesuai dengan yang telah
direncanakan.
b. Teori Keadilan Distributif
Menurut Aristoteles keadilan di bagi menjadi dua pertama keadilan distributive kedua
kedilan komutatif. Keadilan distributive adalah suatu keadilan yang memberikan kepada setiap
orang didasarkan atas jasa-jasanya atau pembagian menurut haknya masing-masing. Keadilan
distributif berperan dalam hubungan antara masyarakat dengan perorangan. Keadilan komutatif
adalah suatu keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa
masing-masing. Keadilan ini didasarkan pada transaksi (sunallagamata) baik yang sukarela
atau tidak. Keadilan ini terjadi pada lapangan hukum perdata, misalnya dalam perjanjian tukar-
menukar (Ridwan, 1991). Dimaksud keadilan dalam penelitian ini keadilan distributive, dimana
pemerintah seharusnya mendistribusikan kemampuanya dalam membantu masyarakat kurang
mampu untuk pembiayaan sekolah melalui program BOS. Akan kurang bijak apabila
pemerintah menggunakan keadilan komutatif, keadaan ekonomi masyarakat yang sangat
beragam mulai dari sangat miskin sampai yang sangat kaya. Hal inilah yang kemudian
pemerintah harus mengkaji ulang kebijakan selama ini yang menggunakan keadilan komutatif.
Keaadilan yang di kemukakan oleh Aristoteles ini diikuti oleh Rawls dalam Fauzan
dan Prasetyo, (2006). Menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the
principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan
sosial dan ekonomi harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang
paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomis dalam prinsip perbedaan menuju
pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan,
pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity
menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek
kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus.
Dengan demikian, prinsip berbedaan menuntut diaturnya struktur dasar masyarakat
sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal utama kesejahteraan,
pendapatan, otoritas diperuntukkan bagi keuntungan orang-orang yang paling kurang
beruntung. Ini berarti keadilan sosial harus diperjuangkan untuk dua hal: Pertama, melakukan
koreksi dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum lemah dengan
menghadirkan institusi-institusi sosial, ekonomi, dan politik yang memberdayakan. Kedua,
setiap aturan harus memosisikan diri sebagai pemandu untuk mengembangkan kebijakan-
kebijakan untuk mengoreksi ketidak-adilan yang dialami kaum lemah.
c. Konsep Anggaran
Anggaran berasal dari kata-kata budget (Inggris), sebelumnya dari bougette (Perancis)
yang berarti ”sebuah tas kecil”. Anggaran dalam arti luas meliputi jangka waktu anggaran
direncanakan, dilaksanakan dipertanggungjawabkan. Anggaran dalam arti sempit meliputi
rencana penerimaan dan pengeluaran dalam satu tahun saja. Penganggaran (budgeting)
merupakan aktifitas pengalokasian sumberdaya keuangan yang terbatas untuk pembiayaan
belanja organisasi yang cenderung tidak terbatas (Haryanto dan Sahmuddin, 2007). Anggaran
merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana
1528
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
pendapatan, belanja, teransfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun
menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat (SAP, 2010). Anggaran yang dipakai dalam realisasi BOS belum
mencerminkan anggaran kinerja. Untuk itu pemerintah harus mengkaji ulang dengan tujuan
anggaran yang dikeluarkan untuk siswa menjadi anggaran yang lebih tepat sasaran dari
sebelumnya.
a . Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)
Konsep anggaran kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat pada
anggaran tradisional khususnya ketiadaan tolok ukur yang digunakan untuk pengukuran
kinerja. Pendekatan ini didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja dan oleh karena itu
anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan.
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan belanja Negara dalam hal ini
penggunaan dana BOS disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai, bukan dari
bagaimana anggaran itu bisa habis. Secara prinsip anggaran berbasis kinerja adalah anggaran
yang menghubungkan antara pengeluaran dengan hasil yang diinginkan (output dan outcome)
sehingga setiap rupiah yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan kemanfaatanya.
Anggaran berbasis kinerja dirancang untuk menciptakan efisiensi, efektifitas dan akuntabilitas
dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai
dengan perioritas rasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat bermanfaat bagi
pihak yang kurang beruntung serta pihak yang selama ini berjasa dalam mencerdaskan
kehidupan berbangsa yaitu sekolah swasta.
d. Tujuan Dari Penentuan Standarisasi kelayakan penerima BOS
Dari beberapa uraian yang ada dilatar belakang standarisasi kelayakan penerima BOS
sangat penting untuk dilakukan agar mencapai keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Keadilan disini adalah keadilan obyektif, dari keluarga kurang mampu akan mendapatkan
bantuan yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang mampu secara ekonomi. Hal
ini disesuaikan dengan keadaan penerima bantuan operasional sekolah. Seperti yang kita
ketahui selama ini pemberian bantuan operasional sekolah disamaratakan antara keluarga
miskin dengan keluarga yang berasal dari kalangan kaya raya, dari sekolah swasta dengan
sekolah negeri. Seperti yang kita ketahui bersama sekolah negeri secara kemandirian sudah di
tanggung oleh pemerintah, semua guru sudah di gaji pemerintah. Dengan demikian menentukan
standarisasi kelayakan penerima BOS hal yang segera harus dilakukan pemerintah, dengan
tujuan menegakkan keadilan bagi seluruh anak Indonesia secara obyektif, memberi motifasi
anak yang berasal dari keluarga miskin, serta menata tatanan kehidupan keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Ada beberapa faktor penentu standarisasi kelayakan penerima anggaran
bantuan operasional sekolah bagi MTs/SMP terlihat dalam tabel 1.
1529
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
TABEL I
FAKTOR PENENTU STANDARISASI KELAYAKAN PENERIMA BOS PADA
SEKOLAH SMP/MTS STATUS NEGERI DAN SWASTA
Hal Alokasi Anggran BOS Faktor
Berpengaruh Pada Standarisasi
Status
Negeri Swasta
Persentase (%)alokasi BOS Personalia : 15-20 %
Non personalia : 75-80 %
Personalia : 60 %
Non personalia : 40 %
Kebutuhan
Personalia/Karyawan/Pegawai Negeri
Terpenuhitidak membutuhkan
pembiyaan/pengeluran anggaran
Kurang bahkan tidak
terpenuhidibutuhkan
anggaran
pembiyaan/pengeluaran
honoraium
Kebutuhan Non Personalia
Alokasi BOS dapat terkonsentrasikan
pada kebutuhan non personalia lebih
baik/terpenuhipeningkatan SPM &
KBM
Anggaran BOS terpecah untuk
pemenuhan personalia (Honor
pegawai)terhambat
peningkatan SPM & KBM
Kondisi Ekonomi Orang Tua Peserta
Penerima BOS
Miskin, sedang dan kaya tidak
berpengaruh dalam operasional
sekolah.
Miskin, sedang dan kaya
berpengaruh pada operasional
sekolah
Fasilitas/sarana Kecukupan atas perhatian pemerintah Terpenuhi dengan
ketergantungan pada penglola.
2.2. Pengertian Siswa Miskin
Berdasarkan data balai pusat statistik dalam Karding (2008) menyatakan pengertian
siswa miskin adalah siswa yang berasal dari keluarga miskin dengan kriteria orang tua atau
kepala keluarga tidak mempunyai pekerjaan yang menetap, tidak berpenghasilan yang tetap
dan penghasilan tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum 3 kali
sehari dengan jumlah keluarga 4 orang, tempat tinggal dari dinding kayu atau tembok yang
tidak sempurna, lantai masih berupa tanah atau pelesteran, telah mendapatkan kartu raskin,
sedangkan keluarga tidak mampu, mereta telah bekerja tetap akan tetapi penghasilanya kurang
atau tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan tidak mendapatkan
kartu raskin yang dikeluarkan oleh pusat badan statistik setempat dan membawa surat
keterangan tidak mampu dari lurah. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
miskin adalah keluarga yang berasal dari keluarga yang nyata penghasilanya tidak cukup untuk
kehidupan keluarganya, dilihat dari fisik sandang serta papan yang dimilikinya seandanya
dalam artian tidak layak untuk ditempati manusia pada umumnya.
3.1. Metode Penelitian
Menurut Chariri (2009) metodologi adalah asumsi-asumsi tentang bagaimana
seseorang berusaha untuk menyelidiki dan mendapat “pengetahuan” tentang dunia sosial.
Metode penelitian dalam penelitian kualitatif cenderung bersifat diskriptif, Dalam penelitian
kualitatif tidak digunakan istilah “reliabilitas”. Yang dipakai ialah istilah kesesuaian, (fit),
yakni kesesuaian, antara data yang dikumpulkan dengan apa yang sesungguhnya terjadi.
Menurut Moleong (2005) dalam Widiantoro (2010) penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomina tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian
misalnya prilaku, persepsi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dengan cara diskripsi dalam
1530
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiyah. Untuk dapat menjelaskan pemahaman faktor apa
yang menyebabkan timbulnya standarisasi kelayakan bantuan operasional sekolah.
Data kuantitatif yang berbentuk tabel-tabel dan berupa angka-angka yang dikumpulkan
akan ditampilkan dilakukan analisis dan pembahasan secara detail, digunakan untuk analisis
secara keseluruhan sebagai pembuktian bagi fenomina-fenomina yang sedang diteliti, yang
dalam hal ini tentang pelaksanaan program bantuan dana BOS dengan sasaran utama sekolah
menegah pertama baik negeri maupun swasta. Angka angka tersebut akan memudahkan dalam
menjawab semua rumusan masalah dalam penelitian ini.
3.2. Alasan Pemilihan Setting
Penelitian tentang standarisasi kelayakan penerima bantuan operasional sekolah sangat
menarik untuk dilakukan, disebabkan anggaran bantuan operasional sekolah diambilkan dari
sebagian 20% Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ini antara lembaga Negeri dan
Swasta disamakan, antara siswa miskin dengan siswa kaya juga sama. Selain itu BOS yng
diberikan pada sekolah tidak memberi banyak manfaat bagi kesejahtraan guru. Inilah kunci
dari ketidakadilannya, kunci dari ketidak tepat sasaran, yang jelas kebutuhan siswa miskin
dirasa lebih berat ketimbang kebutuhan anak dari kalangan yang mampu. Kualitas pendidikan
harus diutamakan dengan memperhatikan kesejahtraan guru. Selain itu pengawasan terhadap
bantuan operasional sekolah boleh dikatakan tidak ada, karena selama ini dipercayakan kepada
dinas terkait dimana dinas terkait hanya berpedoman pada data yang ada bukan pada kenyataan
dilapangan.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di enam sekolah negeri dan swasta berlokasi di kab.Jepara .
Waktu penelitian dilakukan pada februari tahun 2012- Juni tahun 2013. Data tidak diambil
tahun sebelumnya karena obyek yang akan diteliti bukan sebuah perbandingan dengan tahun
sebelumnya akan tetapi untuk mengetahui seberapa tepat penyaluran BOS selama ini,
mengetahui komponen-komponen atau faktor-faktor kelayakan penerima BOS di SMP/MTs
negeri dan swasta. Serta menggali berapa sebenarnya kebutuhan yang sesungguhya dari
lembaga masing-masing serta kebutuhan dari siswa yang berbeda struktur sosialnya.
3.4. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiono (2013) dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat
penelitian adalah peneliti itu sendiri, akan tetapi dalam penelitian ini juga digunakan beberapa
instrumen lain, yaitu pedoman untuk wawancara dan observasi. Pedoman untuk wawancara dan
observasi yang dibuat khusus pada penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang
gambaran secara umum apakah anggaran BOS sudah tepat sasaran? seberapa besar kebutuhan
sekolah Negeri dan seberapa besar kebutuhan sekolah Swasta?
3.5. Prosedur Pengumpulan Data
Menurut Indriantoro dan Supomo (2001) Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah berupa data primer dan data sekunder, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh secara langsung dari sumber penelitian
yakni dari sumber asli (tidak melalui perantara) yang secara khusus dikumpulkan oleh
peneliti untuk menjawab pertanyaan penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh
1531
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
dengan cara wawancara langsung dengan beberapa Kepala Sekolah, Bendahara Sekolah,
Tata Usaha, Komite Sekolah, Guru, Dewan Guru, Wali Murid, dan Murid
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak
langsung melalui perantara, umumnya berupa bukti atau catatan-catatan. Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini seperti: mengambil dan mengolah data yang sudah ada,
yakni dokumen-dokumen yang dimiliki oleh sekolah, dinas pendidikan dan olahraga seperti
halnya sumber bantuan, struktur sekolah, data mengenai murid dan data penggunaan dana
bantuan operasional sekolah. Selain itu data sekunder dapat diperolah dari data internet
yang berkaitan dengan bantuan operasional sekolah. Data ini digunakan untuk mendukung
data primer.
Lofland (1984) dalam Moleong (2005) dalam Widianto (2009) mengatakan, sumber
data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data
tambahan seperti dokumen-dokumen dan lain-lain. Untuk memperoleh gambaran yang lebih
mendalam, holistik, terhadap standarisasi kelayakan penerima bantuan operasional sekolah,
maka penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
1. Pengamatan atau Observasi lapangan
Marshall (1995) menyatakan bahwa “through observation, the researcher learn about
behavior and the meaning attached those behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang
prilaku dan makna dari prilaku tersebut. Metode ini digunakan untuk mengamati dan mencatat
gajala-gejala yang tampak pada obyek penelitian saat keadaan atau situasi yang alami atau yang
sebenarnya sedang berlangsung. Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan-
perubahan yang terjadi sebelum ada dan sesudah ada BOS.
2. Wawancara
Metode ini dilakukan dengan cara mewawancarai secara langsung dan mendalam
(indepth interview) kepada pihak yang terlibat dan terkait langsung guna mendapatkan
penjelasan pada kondisi dan situasi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini yang menjadi
informan adalah orang-orang yang dianggap memiliki informasi kunci (key informan) yang
dibutuhkan di wilayah penelitian. Sedangkan dalam pengambilan informasi peneliti
menggunakan teknik “snowball” yakni penentuan subjek maupun informan penelitian
berkembang dan bergulir mengikuti informasi atau data yang diperlukan dari informan yang
diwawancarai sebelumnya.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data mengenai berupa dokumen, pedoman BOS,
catatan, buku, majalah dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan berbagai
informasi khususnya untuk melengkapi data yang tidak diperoleh dalam observasi dan
wawancara. Dokumentasi yang dimaksudkan adalah gambaran umum sekolah dari lembaga
Negeri dan Swasta, inventaris sekolah kaitanya dengan SPM sekolah, data laporan keuangan
untuk mengetahui sumber pendapatan dan peruntukanya, data siswa miskin untuk mengetahui
ditingkatan lapangan fasilitas apa saja yang diterima.
3.6. Teknik Analisis
1532
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Menurut Chariri (2007) menyatakan bahwa dalam penelitian kualitatif, analisis data
tidak dapat dipisahkan dari pengumpulan data (data collection). Oleh karena itu, ketika data
mulai terkumpul dari hasil wawancara, dokumentasi,atau observasi, maka data tersebut segera
dianalisis untuk menentukan kebutuhan data berikutnya. Dalam hal ini penelitian tentang
standarisasi kelayakan penerima anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS), pengumpulan
data diawali dari wawancara dengan Kepala Sekolah Negeri dan Swasta tentang standar
kelayakan penerima bantuan operasional sekolah yang diawali dengan pertayaan- pertanyaan
tentang ketepatan sasaran penggunaan BOS, dilanjutkan dengan pertayaan tentang pendapat
sekolah Negeri maupun Swasta tentang standarisasi kelayakan penerima anggaran BOS dan
berapa kelayakan anggaran BOS di sekolah Negeri dan Swasta. dokumentasi sumber
pendapatan dari sekolah yang akan diteliti, kemudian dari data dokumentasi tersebut dianalisis
guna menentukan pengumpulan data berikutnya.Menurut Miles and Huberman (1984) dalam
Sugiono (2010), analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus
menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh. Aktivitas dalam analisis data tersebut, meliputi
data reduction, data display, dan conclusion drawing/verivikation.
4.1. Hasil Penelitian dan Pembahasan
Salah satu prinsip gerakan reformasi dalam pendidikan adalah “pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta
mereka dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pendidikan”. Sejalan dengan prinsip di
atas. Perubahan mendasar menuju paradigma pendidikan masa depan adalah pelaksanaan
pendidikan berbasis sekolah atau madrasah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah. serta
otonomi Perguruan Tinggi pada tingkat pendidikan tinggi. Pembaharuan sistem pendidikan
juga meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan
pendidikan yang dikelola oleh masyarakat. Walaupun penghasupasan diskriminasi dalam
tahap proses serta perbedaan pengelolaan antara pendidikan keagamaan dan pendidikan umum.
4.1.1 Perencanaan Anggaran Sekolah dan Implementasinya
Untuk mendapatkan BOS sekolah tiap awal tahun ajaran baru harus membuat Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) atau lebih popular disebut Rencana
Kegiatan Anggaran Sekolah (RKAS). Sehingga sekolah selalu memiliki komitmen dalam
menyajikan laporan keuangan yang berkualitas. Akan tetapi hal ini hanyalah sebuah formalitas
saja bagi kebanyakan sekolah. kondisi seperti ini dapat dilihat dari peryataan bendahara
sekolah. Bapak AB dalam wawancara.
“tiap awal tahun kita membuat RAPBS karna ini merupakan kewajiban sebagai
permohonan bantuan BOS tahun berikutnya…..yang kami ajak rapat dalam pembuatan
RAPBS ini semua dewan guru serta komite”
peryataan tersebut menunjukan bahwa RAPBS sebuah keharusan untuk mendapatkan BOS.
Akan tetapi berbeda sekali dengan apa yang dikatakan oleh guru disekolah yang sama. RAPBS
tidak pernah diadakan disekolah tersebut bukti tidak adanya RAPBS dapat dilihat dari peryatan
ibu NR.
“apa itu RAPBS?......ah gak ada bahkan gak pernah rapat RAPBS”
Peryataan ini didukung oleh Bapak RM dari sekolah yang sama.
“ gak ada yang namanya RAPBS, kita hanya mengajar, urusan yang kayak gitu
biasanya yang tahu hanya kepala, bendahara sama TU”
1533
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Peryataan diatas menyakinkan bahwa RAPBS hanyalah sebuah formalitas saja yang dibuat oleh
pihak-pihak tertentu yang berkaitan dengan keuangan dan Administrasi sekolah. perilaku ini
mengarah betapa buruknya pengelolaan keuangan sekolah. bantuan yang diberikan oleh
pemerintah tidak di barengi oleh sistem pengendalian intern yang baik. Sehingga sekolah hanya
mengharapkan autput yang baik dengan tidak berangkat pada peroses yang baik. Hasil dari
RAPBS yang hanya melibatkan sebagian tertentu mengakibatkan pada buruknya penggunaan
dana BOS. Peruntukan dana BOS yang sebenarnya seperti pembelian tas, transportasi, serta
seragam untuk siswa dari keluarga kurang mampu terabaikan. Seperti wawancara dengan
Bapak AB yang mengatakan
“ …Bos di gunakan untuk honor guru, kegiatan sekolah, seragam semua anak…..”
dalam petunjuk teknis ada larangan BOS digunakan untuk pembelian seragam hanya untuk
kepentingan peribadi. Sekolah mempunyai kepentingan untuk mendapatkan siswa sebanyak-
banyaknya. Sehingga dapat mengelola BOS lebih banyak seperti peryataan diatas.
Hal yang sama terjadi pada sekolah swasta yang lain. Berikut wawancara dengan kepala
sekolah dengan Bapak BC
“kita membuat RAPBS dan melibatkan semua guru, serta komite sekolah. biasanya
yang paling banyak memakan anggaran pada saat peneriman siswa baru, karna
sekolah ini memberi seragam pada semua siswa yang telah terdaftar”
Bukti adanya penyimpangan terhadap penggunaan BOS terjadi di beberapa sekolah, terutama
pada sekolah yang saling berdekatan. Dari beberapa sekolah yang berhasil diwawancarai yang
memberikan seragam kepada siswanya saling berdekatan dengan sekolah faforit. Berbagai
pendapat diatas menunjukan bahwa Bos yang diberikan oleh pemerintah tidak tepat sasaran,
seragam yang seharusnya diberikan pada anak dari kalangan kurang mampu justru dinikmati
oleh semua siswa dan pada akhirnya anak dari keluarga kurang mampu tidak mendapatkan
haknya. Dalam petunjuk teknis menjelaskan
“membantu siswa miskin (1) pemberian tambahan biaya trasportasi bagi siswa miskin
yang menghadapi persoalan biaya traspot dari dan kesekolah (2) membeli alat
trasportasi sederhana bagi siswa miskin yang akan menjadi barang inventaris sekolah
misalnya sepeda, perahu penyebrangan dll (3) membeli seragam sepatu dan alat tulis
bagi siswa penerima biasiswa siswa miskin (BSM), baik dari pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota dimadrasayah tersebut”
Penjelasan petunjuk teknis tersebut jelas sekali bahwa siswa miskin mempunyai hak atas
fasilitas yang bersal dari anggaran BOS akan tetapi sekolah lebih memilih memberikan fasilitas
yang sama pada semua muridnya. Dan lebih tragisnya lagi BOS ini tidak menyentuh siswa dari
kalangan miskin dikarnakan ada BSM. Berikut petikan wawancara dengan kepala sekolah ZN
“ iuran yang dibebankan pada siswa sebesar Rp. 15.000,- untuk pembelian konsumsi
karna konsumsi tidak boleh diambilkan dari BOS serta untuk perbaikan mebeleir
……kalau siswa dari keluarga kurang mampu sudah ada BSM. Kaitanya dengan BOS
anak yatim piatu tidak di pungut iuran”
Dari penjelasan diatas peneliti berusaha mencari data dari orang tua siswa Ibu YR pemilik toko
dekat sekolahan, anaknya duduk di kelas 9 menjelaskan
“…iuran bulanan sebesar Rp. 25.000,- kalau ujian nasional sebanyak Rp.500.000.”
1534
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Hal senada diutarakan oleh Ibu SR anaknya duduk di kelas 8 mengatakan, ibu ini tinggal
dirumah yang sangat sderhana, lantainya masih berupa tanah, serta pekerjaanya sebagai
penjahid. Mengatakan
“iuran bulanan sebesar Rp.25.000,- mba iuran ujian nasional sebesar Rp.500.000,-….
saya ko tidak dapat bantuan sih mbak berupa keringanan tiap bulan atau bebas SPP,
saya sanpun (sudah) mencoba untuk minta keringan tapi tidak di kasih, karna saya
harus membawa kartu jamkesmas, sementara kulo (saya) kan ga punya”
Peryataan tersebut menunjukan bahwa managemen sekolah tidak menerapkan akuntabilitas
dengan baik menurut Turner and Hulme, (1997) Akuntabilitas adalah keharusan lembaga-
lembaga sektor publik untuk lebih menekan pada pertanggungjawaban horizontal (masyarakat)
bukan hanya pertanggungjawaban vertikal (otoritas yang lebih tinggi). Akuntabilitas ini
merupakan pertanggungjawaban lembaga-lembaga publik untuk menggunakan dana publik
(public money) secara ekonomis, efisien dan efektif, tidak ada pemborosan dan kebocoran dana,
serta korupsi. Akuntabilitas financial ini sangat penting karena menjadi sorotan utama
masyarakat. Dari paparan diatas sekolah ingin menutupi beberapa pendapatan sekolah dari
pihak luar termasuk dari peneliti. Lebih parah lagi terjadi pada sekolah negeri berikut petikan
wawancara dengan kepala sekolah ZN
“yang boleh tahu laporan keuangan sekolah ini (1) Atasan saya (2) BPK”
Hal senada terjadi juga di SMPN yang lain berikut petikan wawancara dengan Ibu SG,
bendahara pengeluaran sekolah
“maaf ya mbak saya disini baru tiga bulan jadi ga tahu laporan yang lalu”
Hasil wawancara tersebut menunjukan ada kehawatiran dari pihak sekolah laporan keuangan
diketahui pihak external. Perlakuan seperti itu jelas melanggar UU No 14 Tahun 2008 tentang
keterbukaan informasi publik pasal 2 yang berbunyi
“setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap penggunaan oleh
informasi publik”
BOS yang digulirkan pemerintah terkesan hanya ingin memudahkan pemerintah dalam peroses
pengangaran. Pendekatan yang digunakan oleh pemerintah dalam penyusunan anggaran
menggunakan pendekatan tradisional. Pendekatan tradisional mempunyai karakteristik seperti
Incrementalism anggaran yang bersifat Incrementalism yaitu: hanya menambah dan
mengurangi jumlah rupiah pada item-item pada anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan
menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambah
pengawasan dana atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam Haryanto dan
Sahmudin, (2008). BOS yang diberikan pemerintah terus mengalami kenaikan tanpa dikaji
ulang apakah BOS yang sudah berjalan dipergunakan secara ekonomis, efektif, dan efisien
dalam mencapai cita-cita tujuan awal dikeluarkanyan BOS. Selain itu BOS juga tidak mengatur
berapa seharusnya honor guru swasta perjamnya? Berapa guru yang yang dibiayai oleh BOS?
Akibatnya yang terjadi sekolah memberi honor guru sangat rendah dan variative antara sekolah
yang satu dengan sekolah yang lainya. Berikut petikan wawancara dengan Kepala sekolah
SMPI beliau mengatakan.
“ BOS diperioritaskan pada Honor guru sisanya kegiatan sekolah seperti semesteran
dan ulangan harian iuran kami pungut atas persetujuan komite sekolah dan
1535
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
kesepakatanya sebesar Rp.30.000,- dan hal ini tidak dilarang dalam petunjuk
teknis…..yang terpenting bagi saya tidak ada siswa keluar dari sekolah ini karna tidak
mampu untuk membayar iuran. Jadi anak miskin bebas tidak membayar iuran dengan
menunjukan surat dari RT, punya kartu jamkesmas, kartu harapan serta hasil survey”
Seorang Ibu bagian TU menyakinkan
“honor guru sampai 90% selebihnya dipakai kegiatan sekolah”
Dari penjelasan bapak kepala sekolah dan ibu kepala TU tersebut peneliti berusaha menggali
data tersebut dari siswa. Berikut petikan wawancara dengan siswa SMPI.
“ia ada mba pungutanya sebesar Rp. 30.000…”
Tidak berhenti dari penjelasan kepala sekolah peneliti berusaha menemui komite sekolah yang
rumahnya tidak jauh dari sekolah tersebut.
“..di SMPI ini memang ada pungutanya yaitu sebesar Rp.30.000…..saya setuju dengan
angka sebesar itu karna saya tahu laporan keuanganya BOS kebanyakan untuk honor
guru”
Berangkat dari hasil wawancara dengan beberapa pejabat sekolah negeri dan swasta
ada temuan bahwa BOS tidak tepat sasaran dalam hal penggunaanya. Adapun ketidaktepatan
itu tidak terlepas dari proses awal yaitu terletak pada pertama RAKS bagi sekolah hanyalah
formalitas saja. Bukan sebuah keharusan untuk mencapai kualitas sekolah. Kedua BOS
menyimpang dari tujuan awal. Pihak sekolah lebih mementingkan kebutuhan operasional yang
lain ketimbang memberikan fasilitas bagi siswa dari keluarga miskin. Semua itu berangkat dari
keluarga kurang mampu sudah ada bantuan siswa miskin (BSM) . ketiga iuran masih
membebani semua murid, pihak sekolah memberi bantuan pada anak miskin atas jusdment
pengelola sekolah bukan atas kenyataan dilapangan. keempat adanya dobel anggaran, dalam
aturan BOS siswa dari keluarga kurang mampu harus diberi perioritas yang lebih dalam
pembiayaan seragam, sepatu, tas, serta transportasi. Dilain pihak pemerintah mengeluarkan
bantuan siswa miskin (BSM), dimana kedua-duanya dengan peruntukan yang sama. Sekolah
berstatus negeri biaya operasional di biayai oleh dua sumber pertama dari APBD II. Kedua dari
BOS, kedua-duanya sama-sama untuk biaya operasional sekolah. serta BOS pendamping. BOS
pendamping ini berasal dari APBD I dan II. Kelima dengan adanya BOS tidak semua sekolah
berfikir untuk mensejahtrakan gurunya. Tidak ada perbedaan sebelum dan sesudah ada BOS.
Sekolah yang terletak di pedesaan masih memberi honor guru sebesar Rp. 15.000,-Rp. 20.000,-
/jam/bulan. Sementara sekolah yang berada di perkotaan memberi honor guru Rp.20.000,-
Rp.25.000./ jam/ bulan . Sebuah honor yang tidak menghargai keilmuan seseorang dalam
memperjuangkan melawan kebodohan/ kebelumcerdasan.
Dari beberapa larangan yang sering dilanggar Membeli pakaian/seragam bagi
guru/siswa. Digunakan untuk rehabilitasi sedang dan berat. Serta membangun gedung/ruangan
baru. Permasalahan yang muncul dalam pengelolaan dana BOS memang sudah banyak
disinyalir di beberapa tempat, namun tentunya juga hal ini tidak bisa digeneralisasikan di semua
tempat dan kondisi penyalahgunaan wewenang tersebut terjadi, namun jika dilihat dari segi
peluang atau kesempatan, banyak sekali peluang yang bisa digunakan oleh oknum untuk bisa
melakukan penyelewengan. Oleh karena itu hal yang paling penting adalah meminimalisir
1536
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
kesempatan dan peluang supaya tidak bisa terjadi dan tidak ada kesempatan oknum untuk
keluar dari aturan yang sudah berlaku. Menghapuskan kebijakan pendidikan yang berbantuan
jelas bukan menjadi solusi, karena memang pada intinya pendidikan adalah kebutuhan primer
yang harus terpenuhi, dan juga Undang-Undang kita telah mengamanatkan untuk memberikan
layanan gratis untuk pendidikan dasar. Oleh karena itu, penghapusan sama sekali kebijakan
BOS bukan merupakan solusi bagi kemelut pengelolaan dana BOS. Namun, setidaknya ada
beberapa langkah yang kemungkinan bisa diambil oleh pemerintah untuk menanggulangi
permasalahan ini diantaranya :
1. Peninjauan Kembali Kebijakan
UUD 1945 menyatakan bahwa pendidikan adalah hak bagi semua warga, terlebih pendidikan
dasar untuk wajib belajar Sembilan tahun menjadi hak utama bagi warga Negara dan Negara
wajib mengusahakan pembiayaannya. Ini menjadi amanat besar dan latar belakang utama
kenapa dana BOS hadir dalam proses pendidikan wajib belajar 9 tahun. Serta perubahan
terhadap petunjuk teknis dalam hal ini penggunaanya harus lebih rinci yang selama ini di pakai
sebagai acuan sekolah dalam melakukan pertanggungjawaban. Pada kenyataannya tidak semua
sekolah dan tidak semua warga Negara membutuhkan dan harus diberi bantuan untuk
pendidikan dasar ini, hal ini terbukti dengan beberapa sekolah yang tidak menerima dana
BOS, tapi tetap memberikan kualitas kepada peserta didiknya.
2. BOS Berkeadilan
Adil bukan berarti sama rata, bisa saja besaran antara yang satu dengan yang lainnya berbeda,
tapi secara teknis dan hakikatnya besaran itu bisa mencukupi serta bisa digunakan secara efektif
dan efisien. Oleh karena itu dana yang berkeadilan sudah saatnya diberlakukan untuk
pengelolaan bantuan pendidikan.
3. Pengwasan yang Efektif dan Efisien
Selama ini pengawasan yang terjadi pada pengelolaan dana BOS cukup pada tataran pelaporan
saja, sedangkan implementasi kenyataan di lapangan masih kurang, pihak pengawas, kantor
dinas atau pemerintah, merasa cukup dengan laporan yang ada diatas kertas saja, padahal jika
dilihat di lapangan, belum tentu sesuai dengan apa yang ada dalam laporan, sehingga disini
benar-benar dibutuhkan pengawasan yang efektif dan efisien untuk menanggulangi
penyalahgunaan wewenang dalam penggunaan dana BOS.
4. Pendampingan Dari Ahli Yang Kompeten
Ahli yang dimaksud orang atau lembaga social yang faham pengelolaan pendidikan, sehingga
pemahaman terhadap pengelolaan pendidikan akan menajdi dasar yang kuat bagi teknis
pelaksanaan pengelolaan dana BOS. Hal ini dikarenakan di sekolah belum ada tenaga
professional yang menangani manajemen sekolah, tenaga yang ada hanyalah lulusan SMA atau
bahkan SMP, sedangkan untuk mengelola dana sebesar ini dibutuhkan beberapa kompetensi
yang utama, disamping tentunya kompetensi manajerial. Pendampingan bisa saja perorangan
yang dibentuk pemerintah untuk ikut mengawal dan menjadi mitra pendamping bagi sekolah.
Hal ini bisa saja menekan penyalahgunaan dan ketidak tepatan penggunaan dana BOS di
sekolah, terlebih lagi di daerah yang kemampuan guru dan tenaga kependidikan lainnya relatif
berbeda dengan sekolah yang yang sudah maju.
1537
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
TABEL II
SOLUSI PROBLEM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH
No BOS Seharusnya Kenyataan diLapangan Solusi
1 Siswa dari keluarga kurang mampu Bebas
Biaya
Awal masuk sekolah siswa mengisi
biodata lengkap tentang diri dan kondisi
orang tua (pekerjaan dan penghasilanya)
Ada pengecekan ditingkatan lapangan
Data diperbaharui setiap satu semester
Siswa berdasarkan pemilik
jamkesmas, kartu raskin
Kondisi dilapangan tidak
semua kalangan kurang
mampu mempunyai kartu
jamkesmas
Jamkesmas, dan raskin
tidak jelas
pembaharuanya
Siswa yang berada
diwilayah keramaian atau
kota malu untuk
mengajukan bebas
biaya(harus mengaku
sebagai orang miskin)
1 Perbaharui UU
tentang BOS
2 Bentuk UU UMR
Pendidikan
3 Pendamping tenaga
ahli
2 Ditetapkan UMR pendidikan Honor guru tidak layak
Rp.15.000-
22.000/jam/bulan
Jadi guru yang
mempunyai beban
mengajar 24 jam
perminggu menerima
honor Rp 450.000-
600.000,- /bulan
3 Setiap atem peruntukan BOS harus di
tetapkan nominalnya
Tidak ada pagu yang tetap
sehingga yang terjadi
dilapangan tetap masih
ada pungutan,
kesejahtraan guru
terabaikan, tidak ada
pembeda antara sebelum
ada BOS dan sesudah ada
BOS.
4 BOS di swasta lebih banyak Sama antara sekolah
negeri dan swasta
4.2.2 Faktor Standarisasi Dalam Menentukan Kelayakan Penerima Bantuan
Operasional Sekolah
Dalam menentukan standarisasi kelayakan penerima BOS tidak terlepas dari
beberapa hal pertama tujuan dari BOS itu sendiri ketika disalurkan jelas manfaatnya.
Kedua ketepatan sasaran BOS dalam artian disini BOS benar-benar diperioritaskan
pada sekolah yang lebih membutuhkanya atau anak bangsa yang lebih memerlukan.
Ketiga BOS bisa memberi kesejahtraan tenaga pendidik. Keempat sebagai mutivasi
bagi peserta didik. Kelima sekolah mampu menerapkan perinsip good governence.
Yang dimaksud dengan standart menurut Purnadi dan Sarjono 1982 Patokan-patokan
1538
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
atau pedoman itulah sebagai kaedah atau norma atau standart. Berikut penuturan guru
negeri maupun swasta Bapak W seorang guru swasta mengungkapkan
“…BOS merupakan bantuan dari pemerintah yang diberikan pada anak lewat
sekolah yang diperuntukan biaya operasional sekolah. di sini ada kata bantuan,
mestinya bantuan ini diberikan pada yang lebih berhak dengan jumlah yang cukup.
Bukan sama. Siswa ada yang miskin ada yang kaya masak dibantu
semua…sebenarnya dibantu semua ga masalah tapi jumlahnya berbeda antara anak
yang satu dengan anak yang lainya”
Ibu N guru swasta mengatakan
“….tujuan pemerintah itu baik agar semua anak Indonesia bisa sekolah dengan biaya
murah, akan tetapi jangan lupa kesejahtraan guru disini harus di perhatikan. Mestinya
BOS untuk swasta lebih besar dibandingkan dengan negeri. Kan negeri sudah tidak
usah mengeluarkan honor untuk guru, TU, keamanaan, sementara diswasta BOS itu
harus dibagi-bagi dengan honor guru, TU, Kemanan, Kebersihan dan biaya lain.
Seharunya dengan adanya BOS guru juga merasakan manfaatnya….gaji guru
sebelum ada BOS dengan sekarang hampir sama aja. Masalahnya Pemerintah tidak
membuat standar honor guru swasta. Sehingga sekolah tidak begitu pusing untuk
mensejahtrakan gurunya.
Hal senada Bapak M (PNS Di swasta)
”...BOS swasta harusnya lebih besar mengigat kebutuhan sekolah swasta lebih besar.
Selama ini BOS diswasta untuk honor yang kurang layak aja sudah memakan
anggaran BOS besar sekali. Bagaimana guru swasta bisa sejahtera, kalau BOS yang
diberikan jumlahya sama.
Atas dasar kenyataan di atas anggaran BOS diberikan pada (1) semua siswa dengan
jumlah nominal yang sama tidak di bedakan antara siswa dari keluarga mampu dengan siswa
dari keluarga kurang mampu Kita tahu semua bahwa kebutuhan siswa dari keluarga kurang
mampu terasa lebih berat karna pendapatan orang tuanya hanya mampu untuk mencukupi
kebutuhan rumahtangganya. (2) BOS tidak memberikan kesejahtraan kepada guru. Dalam
petunjuk teknis maupun dalam sistem pendidikan nasional tidak disebutkan berapa honor guru
perjamnya. (3) antara negeri dan swasta jumlah BOS yang digulirkan oleh pemerintah
jumlahnya sama. Walaupun kebutuhan antara negeri dan swasta berbeda. Di negeri sudah ada
dana operasional yang berasal dari APBD II sementara di swasta sumber pendanaan dari BOS
dan SPP siswa. (4) tidak memberi motivasi siswa maupun orang tua untuk turut memerangi
kebodohan. Munculnya tidak ada motivasi ini berasal dari tidak adanya beban orang tua dalam
melaksanakan pendidikan berupa biaya. Berangkat dari hasil wawancara dan observasi tersebut
BOS tidak banyak memberikan manfaat.
4.2.3 Kelayakan Bantuan Operasional Untuk Sekolah Negeri dan Swasta
Program BOS ke depan bukan hanya berperan untuk mempertahankan Angka
Partisipasi Kasar ( APK), namun harus juga berkontribusi penting untuk peningkatan mutu
pendidikan. Selain itu, dengan biaya satuan BOS yang telah dinaikkan secara signifikan,
program ini akan menjadi pilar utama untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas.
Perubahan kebijakan berkaitan dengan dana BOS antara lain mencakup perubahan biaya
satuan BOS, kebijakan buku murah, perubahan penggunaan dana BOS dan struktur organisasi
1539
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
pelaksanaan BOS. Berikut wawancara dengan bendahara sekolah swasta mengenai pendapatan
sekolah swasta maupun negeri.
“pendapatan sekolah kami dari BOS yang besarnya Rp 58.000-/bulan, BOS
pendamping besarnya Rp.4.900.000,-/tahun, SPP dari siswa Rp.15.000. pendapatan itu
digunakan untuk operasional sekolah seperti gaji guru, proses belajar
mengajar,pemeliharaan sarana prasarana, rehabilitasi, pengadaan sarana prasarana,
kegiatan ekstra kurikuler, daya dan jasa, eeemm tata usaha dan administrasi serta
kebutuhan lainya yang tak terduga.
Penjelasan tersebut di yakinkan oleh seorang guru lainya yang duduk di depan Bapak
bendahara.
“iya mba kegiatan yang paling banyak memakan anggaran itu honor guru dan
pemeliharaan sarana prasarana…..kalau dibandingkan, kebutuhan swasta memang
lebih besar dari sekolah negeri, yang kelihatan aja di negeri gaji dan operasional sudah
ditanggung APBD II, sementara kami harus mengeluarkan semua itu di tambah lagi
kami harus melakukan kegiatan yang lain yang di ambil dari dana BOS jadi kita harus
pintar-pintar mengatur keuangan BOS”
Pendapat dari tokoh masyarakat mengenai BOS antara negeri dan swasta berikut wawancara
dengan pemilik yayasan sosial.
“sajani pemerintah pingin luru gampangi, ikiloh pemerintah konsisten menuntaskan
wajar 9 tahun tak kei BOS kabe kelolao, tapi prakteki masyarakat iku geremeng ledikon
bayar, gerteni sekolah ora bayar….haruse ora podo swasta negeri (sebenarnya
pemerintah pingin cari gampang, ini pemerintah konsisten untuk menuntaskan wajib
belajar 9 tahun saya kasih BOS semua dikelola, tapi prakteknya masyarakat itu ngomel
kalau di suruh bayar, taunya masyarakat sekolah gak bayar ….harusnya gak sama antara
negeri dan swasta”
Wawancara juga dilakukan dengan FLP (forum lintas pelaku) berikut penuturan Bapak LK
“kita tahu semua bahwa swasta ini kebutuhanya lebih banyak kaitanya dengan BOS,
perbedaanya terletak pada gaji guru di negeri gaji sudah tidak mengeluarkan, berbeda
dengan swasta rata-rata 70% untuk biaya guru, tapi yang paling penting bagi saya
supaya tidak ada kecurigaan antara pengelola BOS dengan guru, antara pihak sekolah
dengan masyarakata maka pemerintah harus mengatur honor guru swasta sehingga
jelas berapa persenya dari BOS untuk kesejahtraan guru.
Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa pendapatan sekolah hanya cukup
memenuhi kebutuhan yang sifatnya mendesak taanpa mempertimbangkan kesejahtraan guru.
Untuk itu ada kelayakan penambahan bagi sekolah swasta sebayak 50% dari yang diberikan
pada sekolah negeri.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pada hasil analisis terhadap kondisi yang dijumpai dalam penelitian
seperti yang di bahas dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat ditarik dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara umum BOS yang digulirkan pemerintah pusat dari sejak program dicanangkan
telah terjadi tidak tepat sasaran, ketidaktepatan sasaran berangkat konseptualisasi dari
pemaknaan BOS yang berdampak pada praktek penyalurannya, walaupun dalam
1540
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
praktek dilapangan sekolah telah membuat RAPBS, RAPBS tersebut hanyalah sebuah
ritualitas bahkan terkesan formalitas belaka dengan tujuan pencapaian syarat untuk
pencairan BOS tahun berikutnya. RAPBS yang dibuat oleh sekolah tidak melibatkan
guru yang bersangkutan dan komponen lainnya seperti, pihak komite, wali murid
bahkan pihak swasta dalam hal ini masyarakat peduli pendidikan. Proses berlakunya
seperti diatas menjadi awal/tonggak ketidaktepatan pelaksanan program BOS
2. Meskipun sudah ada komite sekolah peran pengawasan tidak maksimal, hal ini
disebabkan tidak ada pagu yang baku untuk biaya operasional sekolah.
3. Adapun permasalahan yang ditimbulkan akibat dari seragamnya kebijakan pemerintah
dalam pemberian BOS sebagai berikut:
a. Tingginya biaya pendidikan
b. Rendahnya honor guru swasta
c. Masih rendahnya kualitas pendidikan
5 Adapun kelayakan jumlah BOS swasta 50% nya lebih banyak dari sekolah yang
berstatus negeri. Pada sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai APBN lewat
APBD II. Sementara diswasta murni dari BOS, dan sumbagan wali murid.
5.2 Saran
Adapun saran dari penelitian ini dalam rangka keberhasilan dalam mewujudkan
keadilan di bidang pendidikan dan efektifitas dalam penggunaan keuangan Negara adalah:
1 Berdasarkan hasil temuan dilapangan BOS sebagian diperuntukan untuk siswa
dari kalangan kurang mampu justru dibiayai oleh BSM untuk itu item itu perlu
diperjelas yang kemudian ditetapkan dari mana sumber untuk siswa dari keluarga
kurang mampu dengan tujuan tidak terjadi dobel anggaran.
2 Jumlah anggaran BOS sering mengalami kenaikan akan tetapi dari kenaikan
tersebut tidak memberikan banyak manfaat bagi kesejahtraan guru, untuk itu
harus ada UMR pendidikan yang di tetapkan dengan Undang-Undang tentang
UMR pendidikan.
3 Adanya perbedaan pembiayaan pada tingkatan sekolah negeri dan swasta di mana
sekolah negeri biaya operasional sudah di biayai oleh APBN maka harus ada
kenaikan BOS pada sekolah swasta sebanyak 50% dari sekolah negeri dengan
mengutamakan UMR pendidikan Rp.12.500,- perjam /pertemuan dengan beban
kerja 24 jam perminggu, maka honor guru swasta sebesara Rp.1.450.000/bulan
4 Agar lebih terarah penggunaan dana BOS maka perlu adanya pagu yang jelas di
setiap item peruntukan BOS dengan menghitung jumlah rombongan kelas dan
jumlah siswa.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Penelitian menyangkut masalah keuangan di setiap sekolah menyebabkan kehawatiran
yang mendalam bagi pihak sekolah ketika di wawancarai masalah keuangan. Apalagi diminta
data-data kaitanya dengan keuangan ada beberapa sekolah negeri dan swasta tidak memberikan
data kaitanya keuangan sehingga menyulitkan peneliti dalam menganalisis berapa sebenarnya
jumlah pendapatan yang ada disekolah tersebut dan diperuntukan sebagai apa?. Indonesia yang
letak geoggrafis, suku budaya, serta terdiri dari pulau-pulau yang kemudian membutuhkan
penelitian lebih lanjut untuk menyakinkan bahwa pemberian BOS yang tidak sama antara
negeri dan swasta sangat di butuhkan.
1541
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi,2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. PT. Rineke Cipta,
Jakarta
Belkaoui Ahmed, 1989, Behavioral Accounting: The Reseach and Practical Issues. New York:
Quorum Books
Chariri, Anis, 2007. Thesis S-2: Mungkinkan Dengan Pendekatan Kualitatif?” Peper Disajikan
Pada Kuliah Umum Program Magister Managemen. Universitas Muria Kudus, 10
November 2007
…………….2009 “ Landasan Filsafat Dan Metode Penelitian Kualitatif”. Peper Disajikan
Pada Worshop Metodologi Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif. Laboratorium
Pengembagan Akuntansi (LPA), Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang,
31 Juli-1 Agustus 2009
Edward III, George C, 1980, Implementating Public Policy, Wasington:Congressional
Quaterly, Inc, USA
Halim Abdul, Restianto.E. Yanuar, Karman Wayan 2010. Sistem Akuntansi Sektor Publik, UPP
STIM YKPN, Yogyakarta
Haryanto dan Sahmuddin 2007, Akuntansi Sektor Publik, Universitas Diponegoro, Semarang
Haryanto, Sahmudin dan Arifudin 2007, Akuntansi Sektor Publik,Universitas Diponegoro
Ikhsan A, dan Ishak M 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat.
Indriantoro, N dan Supomo, B 2002. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan III, Penerbit BPFE,
Yokyakarta
John Rawls, A Theory of Justice, London: Oxford University press, 1973. Terjemah; Uzair
Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Karding, Kadir Abdul (2008) Evaluasi Pelaksanaan Program Bantuan Operasional Sekolah (
Bos ) Sekolah Menengah Pertama Negeri Di Kota Semarang. Tesis Pada Program
Magister Administrasi Publik Universitas Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Mardiasmo, 2002, Otonomi dan Managemen Keuangan Daerah.Andi, Yokyakarta
Marshall, Catherine, Gretchen B Rosman, 1995. Designing Qulitative Research, Second
Edition. Sage Publication, International Educational and Profesional Publisher,
London
Maryanti, Puji. (2005), “Analisis Penerimaan Auditor Atas Dysfunctional Audit Behavior:
Pendekatan Karakteristik Personal Auditor”. Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP
(tidak dipublikasikan)
Maykut, Pamela and Richard Morehouse, 2002. Beginning Qualitative Research: A
Philosophic and practical Guide. The Taylor & Francis e- Librari.p.75& 105.
Meleong, Lexzy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya Bandung
.…………2006. Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung
1542
Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Kristen Satya Wacana
3rd Economics & Business Research Festival
13 November 2014
Osborne, David and Ted Gaebler, 1995, Reinventing Government: How TheEntrepreneurial
Spirit Is Tranforming The Public Sector, New York: Penguin Books Inc
Patton, Michael Quinn, 1991, How to Use Qualitative Methods in Evaluation, Beverly Hills:
Sage Publications
Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Petunjuk Teknis,2005, Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan
Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2005
………… 2012 Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan
Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2012
……………2006 Tentang Penggunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah Dan Laporan
Keuangan Bantuan Operasional Sekolah Tahun Anggaran 2006
Sahrani Ridwan.1991. Rangkuman intisari ilmu hukum,Pustaka Kartini.
Saugnessy, J. J. 2007. Metode Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suartana wayan,2010, Akuntansi Keperilakuan. Teori dan Implementasi. Andi Yogyakarta
Sugiono 2010. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta Bandung
Supiyan, Hadi Nur. 2012. Praktik Profesional Judgment Auditor Dalam Penentuan Metode
Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Terhadap Kasus Korupsi Pengadaan Buku
Ajar yang Terjadi di Dinas Pendidikan Kota X (Study Kasus Pada Perwakilan BPKP
Propinsi Jawa Tengah). Tesis Pada Program Magister Akuntansi Universitas
Diponegoro (tidak dipublikasikan).
Susenas, 2005 “Statistik Dalam Angka “ Kota Semarang
Teori keadilan, 21 Desember 2012. Sumber: Merriam-Webster.com. Teori Keadilan.
Todaro, Michael P. 2000, Pembangunan Ekonmi Edisi Kelima,Penerbit Bumi Aksara Jakarta
Fattah Nanag, 2004 ekonomi dan pembiayaan pendidikan, PT remaja Rosda Karya Bandung