strategi pengembangan dan pengelolaan...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE
KOTA REBAH SEI CARANG TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU
Rendi Angga Saputra
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Andi Zulfikar
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
Fitria Ulfah
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kondisi ekosistem
mangrove, mengetahui indeks kesesuaian ekosistem mangrove, daya dukung kawasan untuk
kegiatan ekowisata mangrove dan menyusun rekomendasi berupa strategi alternatif untuk
pengembangan dan pengelolaan lanjutan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang
Tanjungpinang Kepulauan Riau. Dari hasil penelitian dan Pembahasan dapat disimpulkan bahwa
ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu Bakau Hitam
(Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus tiliaceus spp.),
Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju
Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). Sedangkan hasil indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan
wisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang yang didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat (SB).
Telah didapat 3 priorotas utama strategi alternatif untuk pengelolaan ekowisata mangrove di Kota
Rebah Sei Carang, yang mencangkup tiga aspek (ekowisata, masyarakat dan sarana prasarana) yaitu
Pertama meningkatkan sistem pengelolaan ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal, serta
menjaga ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca
negara, Kedua memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi pemandu,
jasa rumah penginapan, dsb., dan yang Ketiga membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai
media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada. Terdapat 2 Usulan
track dengan nilai daya dukung kawasannya untuk track perairan adalah 40 dan track darat 69,6
dapat digenapkan menjadi 70. Nilai daya dukung kawasan ini bisa berubah dan bersifat tidak
mutlak, karena harus disesuaikan dengan track yang akan dibuat oleh pihak pengelola.
Kata Kunci: mangrove, ekowisata, indeks kesesuaian, daya dukung kawasan dan strategi
pengembangan.
ABSTRACT
The purpose of this research was to know the potential and condition of mangrove
ecosystems, to know suitability index of mangrove ecosystems, the carrying capacity of the
region's mangrove ecotourism activities and make recommendations in the form of alternative
strategies for continued development and management of ecotourism mangrove at Kota Rebah Sei
Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. From the result of research and discussion can be
concluced that the mangrove ecosystem at Kota Rebah Sei Carang found 6 species of mangrove,
Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus
tiliaceus spp.), Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae
spp.), Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). While the results of the suitability index mangrove
ecosystem for tourism activities in the city of Kota Rebah Sei Carang obtained are as many
categories suit conditional. Has obtained 3 main priorities prime strategy alternatives for ecotourism
management, mangrove at Kota Rebah Sei Carang, which includes 3 aspects (ecotourism,
community and infrastructure) are first increase the system of management of mangrove ecosystems
in Kota Rebah more leverage, as well as maintaining mangrove ecosystems and fauna that exist in
order to attract local and foreign travelers, Second maximize the involvement of local communities
in ecotourism activities and increase the ability of communities to manage ecotourism business as a
guide, services of lodging houses, etc., and the third build a track (land and water) as a medium for
visitors to observe the mangrove ecosystem and fauna there. There are 2 Proposed track with
carrying capacity to track the waters of the region is 40 and land track can be fullfilled 69.6 to 70.
Carrying capacity of this region can be changed and are not absolute, because it must be adapted to
the track that will be made by the manager.
Keyword : mangrove, ecotourism, suitability index, the carrying capacity of the region and
the development strategy.
PENDAHULUAN
Mangrove sebagai salah satu
komponen ekosistem pesisir memegang
peranan yang cukup penting, baik di dalam
memelihara produktivitas perairan pesisir
maupun di dalam menunjang kehidupan
penduduk di wilayah tersebut. Bagi wilayah
pesisir, keberadaan hutan mangrove, terutama
sebagai jalur hijau di sepanjang pantai/muara
sungai sangatlah penting untuk suplai kayu
bakar, nener/ikan dan udang serta
mempertahankan kualitas ekosistem
pertanian, perikanan dan permukiman yang
berada di belakangnya dari gangguan abrasi,
instrusi dan angin laut yang kencang. Onrizal
(2002) dalam Muhaerin (2008). Salah-satu
potensi yang juga dapat dikembangkan pada
ekosistem mangrove adalah ekowisata.
Pengertian ekowisata adalah suatu
bentuk wisata yang bertanggung jawab
terhadap kelestarian area yang masih alami
(natural area), memberikan manfaat secara
ekonomi dan mempertahankan keutuhan
budaya pada masyarakat setempat (Fandeli,
2000). Sumberdaya ekowisata terdiri dari
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia
yang dapat diintegrasikan menjadi komponen
terpadu bagi pemanfaatan wisata.
Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata
dapat diklasifikasikan menjadi wisata alam,
wisata budaya dan ekowisata (Fandeli, 2000;
META, 2002 dalam Yulianda, 2007).
Salah-satu wilayah di Kota
Tanjungpinang yang sangat potensi untuk
pengembangan dan pengelolaan ekowisata
mangrove adalah Kota Rebah Sei Carang.
Sungai Carang terletak di Kecamatan
Tanjungpinang Timur, Kelurahan Air Raja.
Hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi
ekologis penting, antara lain sebagai penyedia
nutrien, tempat pemijahan (spawning
grounds), tempat pengasuhan (nursery
grounds) dan tempat mencari makan (feeding
grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem
hutan mangrove merupakan tipe sistem
fragile, yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan. Wiharyanto (2007) dalam
Shiddieqy (2014). Kota Rebah sebelumnya
pernah dijadikan tempat ekowisata mangrove
oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang, namun
dengan berjalannya waktu kawasan ekowisata
mangrove tersebut tidak terurus dan terbiar
hingga mengalami kerusakan pada sarana dan
prasarana yang cukup parah. Kawasan Kota
Rebah memiliki potensi yang baik jika
dilakukan pengembangan dan pengelolaan
lanjutan untuk dijadikan tempat ekowisata
mangrove, karena dilihat dari beberapa faktor
pendukungnya seperti diketahui dari hasil
penelitian terdahulu dari aspek sumberdaya
mangrovenya terbilang baik, selain itu akses
jalan menuju ke Kota Rebah tersebut sangat
baik, pengunjung ramai menghabiskan waktu
bersantai di Kota Rebah karena pemandangan
yang indah menjadi tujuan utama para
pengunjung. Jika kawasan Kota Rebah
tersebut dikelola lagi dengan maksimal
dijadikan kawasan ekowisata mangrove dapat
meningkatkan taraf perekonomian bagi
masyarakat tempatan dan dapat menjadi salah
satu pendapatan asli daerah dari sisi
pariwisatanya.
Oleh karena itu, untuk dapat
mengoptimalkan potensi sumberdaya dan
lingkungan di kawasan hutan mangrove yang
terletak di Kota Rebah Sei Carang
Tanjungpinang perlu dilakukan pengkajian
lanjutan untuk mengetahui potensi, daya
dukung kawasan, permasalahan dan alternatif
strategi pengembangan berkelanjutan yang
mampu berkembang secara optimal untuk
dijadikan sebagai kawasan ekowisata.
Hutan mangrove Kota Rebah dengan
kondisinya yang sangat berpotensi pernah
dilakukan pengelolaan oleh pemerintah Kota
Tanjungpinang di era Kepemimpinan
Walikota Hj. Suryatati A. Manan, saat itu
fasilitas pendukung seperti sarana dan
prasarana seperti Boardwalk atau pelantar
kayu menjadi track utama bagi pengunjung
dalam mengamati dan menikmati keindahan
ekosistem mangrove yang ada, fasilitas
lainnya juga layak pakai seperti toilet umum
dan pondok-pondok peranginan tempat
pengunjung bersantai. Namun dengan
berjalannya waktu kawasan ekowisata
mangrove tersebut tidak terurus dan terbiar
hingga mengalami kerusakan pada sarana dan
prasarana yang cukup parah. Boardwalk atau
track pelantar kayu yang ada mengalami
kerusakan sehingga tidak layak pakai dan
akhirnya dibongkar namun sampai saat ini
belum ada gantinya. Selain itu fasilitias
lainnya juga tidak terawat dan tidak dapat
digunakan.
Berdasarkan survey pendahuluan
kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh
masyarakat di sekitar Kota Rebah khususnya
di ekosistem mangrove ini belum terdeteksi,
maka perlu dilakukan kajian kepada
masyarakat tempatan kawasan Kota Rebah.
Apakah dapat menimbulkan dampak positif
dan negatif baik itu terhadap sumberdaya
mangrovenya maupun pada masyarakat
tempatan Kota Rebah. Sebagai gambaran
dampak positif dari kegiatan pemanfaatan ini
contohnya adalah dapat menambah
penghasilan bagi masyarakat yang
memanfaatkan, seperti hasil sumberdaya
mangrove (berupa kayu, ikan, udang dan
kepiting) yang dapat dijual. Dampak negatif
contohnya adalah kerusakan ekosistem
mangrove itu sendiri karena pemanfaatan
yang tidak terkelola dengan baik, seperti
pemanfaatan sumberdaya yang over
eksploitasi. Agar dampak pemanfaatan yang
bersifat positif dapat dioptimalkan dan
berkelanjutan, serta dampak negatifnya dapat
diminimalkan maka perlu adanya suatu
pengelolaan secara benar dengan mengikuti
kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian.
Dari hasil penelitian terdahulu
Shiddieqy (2014) diketahui bahwa hasil
perhitungan nilai kelayakan ekowisata (NKE)
di lokasi pengamatan, kawasan ekowisata Sei
Carang memiliki kriteria kategori sedang
dengan hasil kategori bernilai 1,72. Kategori
sedang menunjukan bahwa kondisi biofisik
mangrove sebelum dikembangkan untuk
kawasan objek ekowisata, perlu pengelolaan
yang lebih lanjut agar potensi yang ada pada
ekosistem mangrove ini dapat menjadi
kawasan ekowisata, beberapa hal yang yang
dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan
reboisasi mangrove serta menjaga kebersihan
sungai dan wilayah sekitarnya.
Pengembangan konsep ekowisata
dapat didekati melalui analisis potensi,
kesesuaian ekologis, daya dukung ekosistem
mangrove serta analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities dan Threats) guna
mendapatkan alternatif strategi untuk
pengembangan ekowisata, serta rekomendasi
pengelolaan yang berkelanjutan. Untuk itulah
maka dilakukan penelitian lanjutan mengenai
strategi pengembangan dan pengelolaan
ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei
Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau.
TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui potensi dan kondisi
ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei
Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau.
2. Mengetahui indeks kesesuaian ekosistem
mangrove Kota Rebah dan daya dukung
kawasannya untuk kegiatan ekowisata
mangrove.
3. Menyusun rekomendasi berupa strategi
alternatif untuk pengembangan dan
pengelolaan lanjutan ekowisata mangrove
di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang
Kepulauan Riau.
TINJAUAN PUSTAKA
Wisata merupakan suatu bentuk
pemanfaatan sumberdaya alam yang
mengandalkan jasa alam untuk kepuasan
manusia. Kegiatan manusia untuk
kepentingan wisata dikenal juga dengan
pariwisata (Yulianda, 2007). Ekowisata lebih
popular dan banyak dipergunakan
dibandingkan dengan terjemahan yang
seharusnya dari istilah ecotourism. Pengertian
tentang ekowisata mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Namun, pada
hakekatnya, pengertian ekowisata adalah
suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
terhadap kelestarian area yang masih alami
(natural area), memberikan manfaat secara
ekonomi dan mempertahankan keutuhan
budaya pada masyarakat setempat. Atas dasar
pengertian ini, bentuk ekowisata pada
dasarnya merupakan bentuk gerakan
konservasi yang dilakukan oleh penduduk
dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya
konservasionis (Fandeli, 2000).
Menurut Dahuri (1996), alternative
pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling
memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini
meliputi: penelitian ilmiah (scientific
research), pendidikan (education), dan
rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited
recreation/ecoturism).
Menurut Muhaerin (2008), Sifat dan
karakteristik dari ekowisatawan adalah
mempunyai rasa tanggung jawab sosial
terhadap daerah wisata yang dikunjunginya.
Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan
tertentu yang mereka lakukan tidak hanya
terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata
saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih
menyukai perjalanan dalam kelompok-
kelompok kecil sehingga tidak mengganggu
lingkungan disekitarnya. Daerah yang padat
penduduknya atau alternatif lingkungan yang
serba buatan dan prasarana lengkap kurang
disukai karena dianggap merusak daya tarik
alami.
Kerangka Pemikiran
METODE PENELITIAN
A. Waktu Dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada
Desember 2015 - Maret 2016. Penelitian
dilaksanakan dalam dua tahap yaitu :
1. Pengumpulan data, baik itu data
sekunder maupun data primer
2. Pengolahan data dan penyusunan
laporan hasil penelitian.
Lokasi penelitian berada di Kota
Rebah Sei Carang. Secara administratif Kota
Rebah Sei Carang berada di Kecamatan
Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang,
Provinsi Kepulauan Riau. Batasan wilayah
penelitian berada pada 1 (satu) Kelurahan,
yaitu Kelurahan Batu IX, Kecamatan
Tanjungpinang Timur (Gambar 3).
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Kota Rebah Sei Carang, Kota
Tanjungpinang (Sumber: Peta Kab. Bintan - Citra
Spot Tahun 2007)
B. Alat Dan Bahan
C. Metode Pengambilan Data
Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini dikelompokan menjadi empat
kelompok jenis data. Kelompok jenis data
tersebut terdiri dari faktor fisik, faktor sosial
(masyarakat dan wisatawan), faktor biologi
dan faktor-faktor lainnya (isu-isu yang
berkembang dan kebijakan pengelola di
wilayah penelitian).
Data yang digunakan dalam penelitian
ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
Tabel Komposisi dan Jenis Data
a. Metode Pengamatan Ekosistem
Mangrove
Data vegetasi mangrove yang diambil
berupa data sekunder dan penentuan lokasi
stasiun pengamatan dibantu oleh literatur
penelitian terdahulu.
b. Metode Pengambilan Data
Responden (masyarakat dan
pengunjung)
1) Masyarakat
Data responden (masyarakat)
dikumpulkan secara langsung di lokasi
penelitian melalui wawancara secara
terstruktur dengan responden (pedoman
dengan kuisioner terlampir). Metode
pengambilan sampel/responden yang
digunakan adalah accidental sampling, adalah
teknik penentuan sampel berdasarkan
kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang
orang yang kebetulan ditemui itu cocok
sebagai sumber data (Sugiyono, 2001).
Adapun jumlah responden sebanyak 46 orang
yang merupakan masyarakat tempatan yang
bersdomisili di Kota Rebah Sei Carang.
Dalam hal ini yang menjadi
pertimbangan adalah responden (masyarakat)
yang memanfaatkan ekosistem mangrove dan
bersedia untuk diwawancarai. Data yang
dikumpulkan meliputi:
- Data Karakteristik Responden (umur,
pendidikan formal, pekerjaan)
- Kegiatan Pemanfaatan Kawasan
Perairan Kota Rebah Sei Carang oleh
Masyarakat
- Pemahaman atau Persepsi Masyarakat
Tentang Ekowisata Mangrove
- Keterlibatan Masyarakat
2) Pengunjung/wisatawan
Data responden (pengunjung/
wisatawan) dikumpulkan secara langsung di
lokasi penelitian melalui wawancara secara
terstruktur dengan responden (pedoman
dengan kuisioner terlampir). Metode
pengambilan sampel/responden yang
digunakan adalah accidental sampling,
Pertimbangan yang digunakan adalah
responden (pengunjung/wisatawan) yang
berada di sekitar lokasi penelitian dan
bersedia diwawancarai. Data responden
pengunjung ini diambil dalam 4 tahap per
akhir pekan selama rentang waktu 1 bulan
dengan jumlah responden sebanyak 40 orang.
Data yang dikumpulkan meliputi:
- Data karakter responden (umur,
pendidikan, pendapatan, asal
wisatawan)
- Pemahaman atau persepsi wisatawan
tentang ekowisata, mangrove, kondisi
mangrove serta sarana dan prasarana
- Keinginan untuk berwisata mangrove.
3) Faktor Fisik dan Faktor Biologi
Pengumpulan data Faktor Fisik dan
Faktor Biologi Ekosistem Mangrove di
Daerah Penelitian. dilakukan dengan cara
mengumpulkan hasil penelitian terdahulu dari
Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi dan
sebagainya. Adapun data hasil penelitian
terdahulu yang digunakan adalah keadaan
umum atau faktor fisik lokasi penelitian
seperti (geografi, topografi, demografi,
aksesibilitas, d.s.b.) yang didapatkan dari
Pemerintah Daerah. Sedangkan data faktor
biologi (vegetasi mangrove dan obyek biota
mangrove) menggunakan hasil penelitian
terdahulu Shiddieqy (2014).
C. Analisis Data
1. Analisis Potensi Ekosistem
Mangrove
Data yang dikumpulkan meliputi: data
mengenai jenis spesies, jumlah individu, dan
diameter pohon yang didapatkan dari
penelitian terdahulu, data-data tersebut
kemudian diolah untuk mengetahui kerapatan
setiap spesies dan kerapatan total semua
spesies.
a. Kerapatan Spesies
Kerapatan spesies adalah jumlah
individu spesies i dalam suatu unit
area yang dinyatakan sebagai
berikut :
Kerapatan Spesies = ni / A
b. Kerapatan Total
Kerapatan Total adalah jumlah
semua individu mangrove dalam
suatu unit area yang dinyatakan
sebagai berikut :
Kerapatan Total = ∑n / A
Keterangan :
Ni: Jumlah total individu dari spesies i
∑n: Jumlah total individu seluruh
spesies
A: Luas area pengambilan contoh
2. Analisis Kesesuaian Ekologis
Kegiatan wisata yang akan
dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan
potensi sumberdaya dan peruntukannya.
Setiap kegiatan wisata mempunyai
persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang
sesuai objek wisata yang akan dikembangkan.
Rumus yang digunakan untuk kesesuaian
wisata pantai dan wisata bahari adalah
(Yulianda, 2007) :
Penentuan kesesuaian berdasarkan
perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari
setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat
dari tingkat persentase kesesuaian yang
diperoleh penjumlah nilai dari seluruh
parameter.
Kesesuaian wisata pantai kategori
wisata mangrove mempertimbangkan 5
parameter dengan 4 klasifikasi penilaian.
Parameter kesesuaian wisata pantai kategori
wisata mangrove antara lain: ketebalan
mangrove, kerapatan mangrove, jenis
mangrove, pasang surut, dan obyek biota.
Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Wisata
Pantai Kategori Wisata Mangrove
Sumber : Yulianda (2007)
3. Analisis Daya Dukung
Analisa daya dukung ditujukan untuk
pengembangan wisata bahari dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir,
pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari.
Mengingat pengembangan wisata bahari tidak
bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang
untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu
penentuan daya dukung kawasan. Metode
yang diperkenalkan untuk menghitung daya
dukung pengembangan ekowisata alam
adalah dengan menggunakan konsep Daya
Dukung Kawasan (DDK).
DDK adalah jumlah maksimum
pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada
waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan
pada alam dan manusia. Perhitungan DDK
dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut
(Yulianda, 2007) :
4. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi
berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini
didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan
peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats).
Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor
internal, sedangkan faktor eksternal meliputi
peluang dan ancaman. Keterkaitan antara
faktor internal dan faktor eksternal tersebut
digambarkan dalam matriks SWOT.
Alternatif strategi yang diperoleh adalah SO,
ST, WO, dan WT. Matriks SWOT adalah alat
yang dapat menggambarkan bagaimana
kekuatan dan kelemahan yang merupakan
faktor internal dipadukan dengan peluang dan
ancaman yang merupakan faktor eksternal
untuk menghasilkan empat golongan
alternatif strategi yang dapat diterapkan bagi
kelangsungan suatu kegiatan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Potensi Sumberdaya Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan
komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon
mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang-surut pantai
berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya
tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal
yang cukup mendapat aliran air, dan
terlindung dari gelombang besar dan arus
pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove
banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang
dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai
yang terlindung (Bengen, 2001 dalam
Muhaerin, 2008).
Data potensi ekosistem mangrove
pada penelitian ini menggunakan dari hasil
penelitian terdahulu yang dilakukan di Kota
Rebah Sei Carang, oleh Shiddieqy (2014).
Dari hasil penelitian tersebut ditemukan 8
spesies mangrove dari 6 famili, yaitu famili
Rhizophoraceae, Meliaceae, malvaceae,
Combretaceae, Rubiaceae, Acanthaceae
(Lampiran 1 dan 2).
Dari penelitian yang dilakukana
Shiddieqy (2014) diperoleh kisaran Kerapatan
jenis dan Kerapatan total setiap stasiunnya
baik itu untuk tingkat pohon, anakan maupun
semai (lampiran 3).
Stasiun 1 terdiri dari 4 jenis
mangrove, yaitu Rhizopora apiculata,
Rhizophora mucronata, Lumnitzera littorea,
Scyphiphora hydropillaceae Kerapatan jenis
yang paling besar pada stasiun ini adalah pada
jenis Rhizophora Apiculata. Pada stasiun ini,
kisaran kerapatan total semua jenis
mangrovenya adalah 32 ind/ 100 m2 untuk
tingkat pohon, 3 ind/ 25 m2 untuk tingkat
anakan dan 0 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai
(Shiddieqy, 2014).
Stasiun 2 terdiri dari 6 jenis
mangrove, yaitu Rhizopora apiculata
Rhizophora mucronata, Bruguiera
gymnorrhiza , Xylocarpus mekongensis,
Hibiscus tiliaceus, Acanthus ilicifolius.
memiliki kisaran kerapatan yang paling besar.
Kisaran kerapatan total semua jenis mangrove
pada stasiun ini adalah 9 ind/ 100 m2 untuk
tingkat pohon, 2-6 ind/ 25 m2 untuk tingkat
anakan dan 4 - 16 ind/ 1 m2 untuk tingkat
semai (Shiddieqy, 2014).
Sama halnya dengan stasiun 1, pada
stasiun 3 terdapat 4 jenis mangrove, yaitu
Rhizopora apiculata, Rhizophora mucronata,
Bruguiera gymnorrhiza, Hibiscus tiliaceus.
Kerapatan jenis yang paling besar pada
stasiun ini adalah pada jenis Rhizophora spp..
Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total
semua jenis mangrovenya adalah 16 ind/ 100
m2 untuk tingkat pohon, 0 - 6 ind/ 25 m2
untuk tingkat anakan dan 1 - 4 ind/ 1 m2
untuk tingkat semai (Shiddieqy, 2014).
B. Keberadaan Fauna Ekosistem
Mangrove
Mangrove memiliki fungsi ekologis
sebagai habitat berbagai jenis satwa.
Komunitas fauna yang didapati berdasarkan
pengamatan langsung serta pengkolaborasian
data penelitian Shiddieqy (2014) yang
dijadikan data sekunder terdapat dua jenis
kelompok fauna, yaitu kelompok fauna darat
(terestrial) dan kelompok fauna perairan
(akuatik). Kelompok fauna darat (terestrial)
di sei carang terdapat burung jenis bangau
putih (Pandio haliateus alba), burung gagak
hutan (Covvus enca), reptil jenis biawak
(Varanus salvator), dan hewan mamalia yaitu
monyet yang termasuk hewan primata dengan
jenis Mocca fascicularis.
C. Kesesuaian Ekologis untuk
Kegiatan Ekowisata
Muhaerin (2008), Kegiatan wisata
yang akan dikembangkan hendaknya
disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan
peruntukannya. Indeks kesesuaian ekologis
dapat mengidentifikasikan apakah suatu
ekosistem sesuai (S), sesuai bersyarat (SB),
atau tidak sesuai (N) untuk suatu kegiatan
wisata. Kesesuaian wisata mangrove
mempertimbangkan 5 parameter dengan 4
klasifikasi penilaian. Parameter-parameter
tersebut adalah ketebalan mangrove,
kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang
surut dan obyek biota.
Parameter ketebalan mangrove, kerapatan
mangrove, jenis mangrove dan obyek biota
menggunakan data penelitian terdahulu
(Shiddieqy, 2014). Sedangkan parameter
pasang surut menggunakan data
perbandingan, yaitu antara data primer yang
diakses melalui situs resmi pasanglaut.com
dan data berdasarkan pengamatan langsung di
lapangan demi keakuratan data yang
didapatkan.
Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata
mangrove
Dari 3 stasiun penelitian yang dibagi
menjadi 18 plot tidak didapat satupun lokasi
yang berkategori sesuai (S). Hasil indeks
kesesuaian ekosistem tingkat kesesuaian yang
didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat
(SB) yang menunjukkan bahwa kondisi
ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei
Carang dapat dijadikan daerah wisata
mangrove, dengan syarat terlebih dahulu
harus dilakukan pengelolaan yang matang
sebelum kawasan ini dijadikan kawasan
wisata mangrove.
D. Rekomendasi Usulan Track Darat
dan Perairan berdasarkan Analisis
Daya Dukung Kawasan untuk
Kegiatan Ekowisata Mangrove
Salah satu rekomendasi yang
diberikan pada penelitian ini adalah
membangun track (darat dan perairan)
sebagai media pengunjung dalam mengamati
ekosistem mangrove dan fauna yang ada.
Berdasarkan pertimbangan melihat kondisi
track lama yang pernah dibuat sudah rusak
dan tidak layak untuk digunakan lagi, maka
demi keselamatan pengukuran track lama
yang dibutuhkan untuk analisis daya dukung
kawasan (DDK) menggunakan ukuran
perkiraan, dengan menyesuaikan ukuran track
lama.
Adapun nilai daya dukung kawasan
ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang
berdasarkan track yang diusulkan adalah
sebagai berikut.
Nilai daya dukung kawasan untuk wisata
mangrove
1) Perairan
Kegiatan ekowisata mangrove Kota
Rebah Sei Carang dapat dilakukan dengan
mengitari sungai di kawasan ekosistem
mangrove tersebut, namun kegiatan yang
dilakukan harus mematuhi daya dukung
kawasan sebagaimana terdapat 1 usulan track
perairan di kawasan ini dengan nilai DDK 40.
Artinya dalam 1 hari pengunjung yang bisa
menggunakan track perairan hanya 40 orang
dengan rentang waktu yang disediakan selama
4 jam/hari dengan pertimbangan faktor
pasang surut perairan di kawasan ini. Para
wisatawan dapat menikmati keindahannya
langsung dari perairan. Sarana dan prasarana
yang dibutuhkan adalah alat transportasi laut
tradisional seperti sampan kolek dan pelantar
tempat mengangkut dan menurunkan
wisatawan. Selain dapat digunakan sebagai
media observasi juga dapat digunakan untuk
kegiatan lain seperti fotografi, memancing
dan tempat olah raga air seperti olah raga
kano, lomba dayung dan sebagainya. Untuk
penjelasan penghitungan analisis DDK.
2) Daratan
Pada penelitian ini terdapat 3 usulan
track daratan yang dapat dilakukan dalam
kegiatan ekowisata mangrove di Kota Rebah
Sei Carang dengan total nilai DDK 69,6
dimana pengunjung yang dapat melakukan
aktifitas sebanyak 69,6 digenapkan menjadi
70 orang dalam 1 hari dengan rentang waktu
8 jam/hari. Kegiatan yang dilakukan di
daratan lebih efektif guna pengamatan yang
lebih jelas pada ekosistem mangrove itu
sendiri maupun fauna yang ada di kawasan
ini. Untuk penjelasan penghitungan analisis
DDK.
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan
pada kawasan ini salah satunya adalah
boardwalk atau pelantar kayu yang dibuat
guna mengitari kawasan mangrove ini.
Kawasan ini tidak terlalu dipengaruhi oleh
pasang surut air, namun untuk mengantisipasi
perlu dibangun boarwalk yang tingginya
melebihi dari kondisi pasang tertinggi air laut
di kawasan ini.
G. Strategi Pengembangan dan
Pengelolaan Ekowisata Mangrove
Analisis SWOT digunakan untuk
mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya
ekowisata dengan sumberdaya yang lain.
Oleh sebab itu, semua pihak khususnya
masyarakat lokal perlu mengetahui apa
kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh
kawasan dan obyek ekowisata tersebut
(Damanik dan Weber, 2006). dalam
(Muhaerin, 2008).
1. Faktor-Faktor Internal (IFAS)
Identifikasi faktor-faktor strategis
internal didapatkan dari hasil wawancara
dengan masyarakat, pengunjung dan
pengamatan secara langsung di lapangan.
a. Kekuatan (strengths)
1) Potensi ekosistem mangrove yang
mendukung untuk dilakukan pengelolaan
lanjutan kegiatan ekowisata mangrove.
Kawasan mangrove kota rebah sei carang
ditemukan 8 spesies mangrove dari 6
famili, yaitu famili Rhizophoraceae,
Meliaceae, malvaceae, Combretaceae,
Rubiaceae, Acanthaceae (Tabel 10).
2) Antusias masyarakat setempat yang ingin
terlibat dalam kegiatan ekowisata
mangrove kota rebah, baik itu sebagai
penyedia jasa home stay, pemandu
wisata, berdagang kuliner, dan jasa
transportasi air (pengemudi pompong
atau perahu).
3) Keberadaan Fauna ekosistem mangrove
kota rebah yaitu terdapat 2 kelompok
fauna, kelompok fauna darat (terestrial)
dan kelompok fauna perairan (akuatik).
Kelompok fauna darat (terestrial) di sei
carang terdapat burung jenis bangau putih
(Pandio haliateus alba), burung gagak
hutan (Covvus enca), reptil jenis biawak
(Varanus salvator), dan hewan mamalia
yaitu monyet yang termasuk hewan
primata dengan jenis Mocca fascicularis.
(Shiddieqy, 2014).
b. Kelemahan (weaknesses)
1) Berdasarkan indeks kesesuaian ekosistem
tingkat kesesuaian yang didapatkan
adalah kategori sesuai bersyarat (SB)
yang menunjukkan bahwa kondisi
ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei
Carang dapat dijadikan daerah wisata
mangrove, namun dengan syarat terlebih
dahulu harus dilakukan pengelolaan yang
matang sebelum kawasan ini dijadikan
kawasan wisata mangrove. Jika tidak
dilakukan pengelolaan yang serius
dikhawatirkan nilai indeks kesesuaian
ekosistem akan menurun dan tidak sesuai
sebagai kawasan ekowisata mangrove.
2) Kesadaran sebagian masyarakat tentang
pentingnya ekosistem mangrove masih
rendah. Sebagian masyarakat setempat
menyadari kurangnya perhatian mereka
terhadap ekosistem mangrove yang ada di
kota rebah, sehingga lambat laun
kondisinya semakin memperihatinkan
dan terkesan tidak terjaga.
3) Terjadi erosi tanah di sekitar kawasan
ekowisata mangrove kota rebah sei
carang saat dilanda hujan yang
mengakibatkan perairan berubah warna
menjadi kemerahan (keruh) dan kondisi
ini dapat dilihat secara kasat mata.
Sehingga dikhawatirkan akan
mempengaruhi ekosistem mangrove yang
ada.
2. Faktor-faktor Eksternal (EFAS)
Identifikasi faktor-faktor strategis
eksternal didapatkan dari hasil wawancara
dengan masyarakat, pengunjung dan
pengamatan secara langsung di lapangan.
a. Peluang (opportunity)
1) Adanya event tahunan yang
diselenggarakan di kawasan kota rebah
sei carang. Event tahunan yang telah
menjadi agenda tetap menjadi harapan
besar bagi kawasan ini untuk dapat
diketahui banyak orang. Salah satu
agenda besar yang selalu melibatkan
banyak pengunjung adalah serangkaian
Festival Sungai Carang. Selain
pesertanya dari dalam daerah, ada pula
peserta yang berasal dari luar daerah
Provinsi Kepri bahkan juga menarik
peserta dari manca negara untuk ikut
serta.
2) Nilai Daya Dukung Kawasan (DDK)
yang mendukung, dapat dibangun 2 jenis
track yaitu track darat dan track perairan
guna pengunjung mengamati dan
menikmati wisata mangrove di Kota
Rebah. Dari 2 jenis track tersebut jika
ditotalkan daya tampung pengujung
sebanyak 110 orang perhari dalam jangka
waktu 8 jam. Nilai DDK ini dapat
berubah dan ditingkatkan lagi sesuai
keinginan dan desain perencanaan
sebagaimana yang diinginkan oleh pihak
pengelola.
3) Keinginan pengunjung untuk berwisata
mangrove, sebanyak 85% pengunjung
mengatakan akan datang kembali
berwisata di kawasan hutan mangrove ini
jika fasilitas, sarana dan prasarana sudah
terpenuhi sesuai perencanaan pengelolaan
yang ditawarkan.
b. Ancaman (threats)
1) Sistem pengelolaan yang dilakukan
pemerintah daerah yang kurang
maksimal. Kurang maksimalnya sistem
pengelolaan yang dilakukan oleh
pemerintah kota Tanjungpinang terhadap
kawasan ini dapat menghambat proses
pengembangannya. Tidak fokusnya
instansi atau dinas yang ditunjuk dalam
mengelola akan berdampak sangat buruk.
2) Berpotensi dilakukannya perbuatan-
perbuatan tidak terpuji. Seperti yang
diketahui kawasan ini selain tempatnya
tertutup, tempat ini juga sudah tak ramai
pengunjung sehingga suasana menjadi
sepi. Kondisi yang seperti inilah kerap
mengundang hal-hal yang tidak terpuji.
Terutama yang terjadi dikalangan anak
muda, tidak menutup kemungkinan
termasuk yang masih berstatus pelajar.
3. Penentuan Bobot dan Skor Setiap
Faktor
Pemberian bobot masing-masing
faktor harus sesuai dengan kriteria penilaian
obyek wisata hutan mangrove. Sedangkan
hasil penilaian faktor-faktor internal dan
eksternal digunakan untuk menghitung rating
atau tingkat kepentingan suatu faktor terhadap
suatu kegiatan. (Muhaerin, 2008).
4. Matriks SWOT
Setelah matriks IFAS dan EFAS
selesai, selanjutnya unsur-unsur tersebut
dihubungkan dalam matriks untuk
memperoleh beberapa alternative strategi.
Matriks ini menghubungkan empat
kemungkinan strategi, yaitu menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk mengambil
peluang yang ada (strategi S-O), mengunakan
peluang yang dimiliki untuk mengatasi
ancama yang dihadapai (Stategi S-T),
mendapatkan keuntungan dari peluang
dengan mengatasi kelemahan (Stategi W-O),
meminimalkan kelemahan untuk menghindari
ancama (Stategi W-T) (Muhaerin, 2008).
5. Alternatif Strategi
Prioritas dari strategi yang dihasilkan
dengan memperhatikan faktor-faktor yang
saling terkait. Rangking akan ditentukan
berdasarkan urutan jumlah skor terbesar
sampai terkecil (Muhaerin, 2008)
Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)
Matriks Faktor Strategi Eksternal (EFAS)
Berdasarkan hasil analisis SWOT
yang dilakukan maka telah diperoleh
alternatif strategi kegiatan ekowisata
mangrove di Kota Rebah Sei Carang sebagai
berikut :
1. Meningkatkan sistem pengelolaan
ekosistem mangrove di kota rebah
lebih maksimal, serta menjaga
ekosistem mangrove dan fauna yang
ada guna menarik wisatawan lokal
maupun manca negara.
2. Memaksimalkan keterlibatan masyarakat
tempatan dalam kegiatan ekowisata dan
meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengelola bisnis ekowisata seperti
menjadi pemandu, jasa rumah penginapan,
dsb.
3. Membangun track (jalur darat dan
perairan) sebagai media pengunjung
dalam mengamati ekosistem mangrove
dan fauna yang ada.
4. Meningkatkan pemahaman masyarakat
dengan melaksanakan sosialisasi,
seminar maupun pelatihan tentang
ekosistem mangrove. Guna menjadi
pemandu wisata yang berwawasan
dalam melayani pengunjung.
5. Membangun komitmen bersama antara
Pemda dengan Instansi/dinas/badan
bahkan pihak ke 3 dalam
menyukseskan proses pengembangan
dan pengelolaan kawasan ekosistem
mangrove kota rebah sebagai daerah
ekowisata mangrove.
6. Membangun sistem monitoring dan
evaluasi yang baik dengan melibatkan
para pemangku kepentingan.
7. Meningkatkan nilai indeks kesesuaian
ekosistem guna kelayakan kawasan kota
rebah sebagai kawasan ekowisata
mangrove sehingga mendapatkan nilai
kategori sesuai (S).
8. Merangkul masyarakat dan pengunjung
dalam kegiatan reboisasi secara rutin,
untuk menghindari erosi tanah dan
meningkatkan ekosistem mangrove yang
ada.
9. Perbanyak event agar kawasan kota rebah
menjadi lebih ramai dikunjungi sehingga
tidak terlihat sepi.
10. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan
pengunjung tentang pentingnya menjaga
serta menciptakan suasana alam dan
lingkungan yang sehat.
Dari sepuluh alternatif strategi yang
didapat, maka telah diambil tiga prioritas
utama alternatif strategi untuk pengelolaan
ekosistem mangrove kota rebah sei carang
sebagai daerah ekowisata. tiga strategi
prioritas utama yang diperoleh adalah :
Pertama : Meningkatkan sistem
pengelolaan ekosistem mangrove di kota
rebah lebih maksimal, serta menjaga
ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna
menarik wisatawan lokal maupun manca
negara.
Kedua : Memaksimalkan keterlibatan
masyarakat tempatan dalam kegiatan
ekowisata dan meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata
seperti menjadi pemandu, jasa rumah
penginapan, dsb.
Ketiga : Membangun track (jalur darat
dan perairan) sebagai media pengunjung
dalam mengamati ekosistem mangrove dan
fauna yang ada.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekosistem mangrove Kota Rebah Sei
Carang ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu
Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh
(Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut
(Hibiscus tiliaceus spp.), Teruntum
(Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang
(Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju
Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). Nilai
kerapatan spesies didominasi oleh jenis
Rhizophora spp. Baik itu ditingkat pohon,
semai maupun anakan.
Hasil indeks kesesuaian ekosistem
untuk kegiatan wisata mangrove di Kota
Rebah Sei Carang yang didapatkan adalah
kategori sesuai bersyarat (SB) yang
menunjukkan bahwa kondisi ekosistem
mangrove di Kota Rebah Sei Carang dapat
dijadikan daerah wisata mangrove, dengan
syarat terlebih dahulu harus dilakukan
pengelolaan yang matang sebelum kawasan
ini dijadikan kawasan wisata mangrove. Ada
2 usulan lokasi track yaitu track perairan dan
track darat, dimana track perairan berjumlah
1 track usulan dan track darat berjumlah 3
track usulan. adapun nilai daya dukung
kawasan untuk track perairan adalah 40 dan
track darat 69,6 dapat digenapkan menjadi 70.
Nilai daya dukung kawasan ini bisa berubah
dan bersifat tidak mutlak, karena harus
disesuikan dengan track yang akan dibuat
oleh pihak pengelola.
Telah didapat 3 priorotas utama
strategi alternatif untuk pengelolaan
ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei
Carang, yang mencangkup 3 aspek
(ekowisata, masyarakat dan sarana prasarana)
yaitu adalah :
1. Meningkatkan sistem pengelolaan
ekosistem mangrove di kota rebah lebih
maksimal, serta menjaga ekosistem
mangrove dan fauna yang ada guna
menarik wisatawan lokal maupun manca
negara.
2. Memaksimalkan keterlibatan masyarakat
tempatan dalam kegiatan ekowisata dan
meningkatkan kemampuan masyarakat
dalam mengelola bisnis ekowisata seperti
menjadi pemandu, jasa rumah
penginapan, dsb.
3. Membangun track (jalur darat dan
perairan) sebagai media pengunjung
dalam mengamati ekosistem mangrove
dan fauna yang ada.
B. Saran
1. Perlu perhatian khusus Pemerintah
Daerah dalam hal pengembangan dan
Pengelolaan kawasan Kota Rebah ini,
sehingga apa yang direncanakan dapat
berjalan sesuai harapan.
2. Perlu dilaksanakannya program
rehabilitasi mangrove di kawasan Kota
Rebah Sei Carang ini, agar
mendapatkan nilai kategori sesuai (S)
sebagai kawasan ekowisata mangrove.
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya
Dukung Ekosistem Mangrove untuk
Pengembangan Ekowisata di Gugus
Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar,
Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.
Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan
sumberdaya pesisir dan laut serta
pengelolaan secara terpadu dan
berkelanjutan. Prosiding pelatihan
pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001.
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
BPS (Badan Pusat Statistik) Kota
Tanjungpinang. 2014. Tanjungpinang
dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota
Tanjungpinang.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kota
Tanjungpinang. 2015. Tanjungpinang
dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota
Tanjungpinang.
BPS (Badan Pusat Statistik) Kota
Tanjungpinang. 2016. Tanjungpinang
dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota
Tanjungpinang.
Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana
Pengelolaan Pemanfaatan Berganda
Hutan Manrove di Sumatera. PPLH.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati
Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Damanik, J dan H. Weber. 2006. Perencanaan
Ekowisata. Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada dan C.V Andi Offset.
Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata.
Yogyakarta: Fakultas kehutanan.
Universitas Gadjah mada.
Kelurahan Air Raja. 2013. Kondisi Umum
Wilayah Kelurahan Air Raja. Pemerintah
Kota Tanjungpinang.
Kelurahan Air Raja. 2014. Kondisi Umum
Wilayah Kelurahan Air Raja. Pemerintah
Kota Tanjungpinang.
Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya
Ekosistem Mangrove untuk Pengelolaan
Ekowisata di Estuari Perancak,
Jembrana, Bali [Skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan. Bogor
: Institut Pertanian Bogor.
Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada
Habitat Mangrove.
http:// www.irwantoshut.com. Diakses 1
April 2014.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta:
Djambatan.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu
Tinjauan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia.
Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT: Teknik
membedah kasus bisnis-reorientasi
konsep perencanaan strategis untuk
menghadapi Abad 21. cetakan ke-10.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, N. 2006. Pengelolaan Ekosistem
Mangrove Berkelanjutan di Indonesia.
Dalam bahan pelatihan. 2006. “Training
Workshop on Developing The Capacity
of Environmental NGOs in Indonesia to
Effeticvely Implement Wetland Project
According to the Ramsar Guidelines and
Obyectives of the Convention on
Biodiversity”. Bogor.
Shiddieqy, 2014. Kelayakan Ekowisata
Mangrove Arungan Sungai Di Sungai
Carang Berdasarkan Pada Biofisik
Mangrove [Skripsi]. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan : Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Sugiyono, 2015. Defenisi sampling dan
teknik
sampling. www.eurekapendidikan.com/
2015/09/defenisi-sampling-dan-teknik-
sampling.html. Disalin dan
dipublikasikan melalui Eureka
Pendidikan. Diakses 26 Desember 2015.
Yulianda, F. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan
Kawasan Wisata Air. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK.
IPB.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai
alternatif pemanfaatan sumberdaya
pesisir berbasis konservasi. Makalah
Seminar Sains 21 Februari 2007.
Departemen Manajemen Sumberdaya
Perairan, FPIK. IPB.