strategi pengelolaan zakat pada baitul mal kabupaten aceh...
TRANSCRIPT
STRATEGI PENGELOLAAN ZAKAT PADA BAITUL MAL KABUPATEN ACEH
TAMIANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S. H.)
Oleh:
Rauzatul Mulia
(11140460000007)
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
ABSTRAK
Rauzatul Mulia. NIM 11140460000007. STRATEGI PENGELOLAAN ZAKAT
PADA BAITUL MAL KABUPATEN ACEH TAMIANG. Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. Ix 59 halaman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengelolaan zakat di
Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang yaitu berupa kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat yang dianalisis menggunakan undang-undang nomor 23
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat apakah telah sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku tersebut.
Penelitian ini menrupakan jenis penelitian kualitatif-deskriptif dengan
pendekatan normatif-yuridis, yaitu spesifikasi penelitian field research (penelitian
lapangan). Dalam penelitian ini dilakukan analisis antara teori yang sudah ada
yaitu berupa hukum yang telah disahkan dengan realitas di lapangan, yaitu
mengkaji bagaimana praktek pengelolaan zakat pada Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011. Sumber
data yang digunakan adalah data primer, yaitu wawancara dan data sekunder,
yaitu berupa buku-buku dan jurnal. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode wawancara, observasi, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang telah menerapkan dengan baik sistem pengelolaan zakat yang
berdasarkan Undang-undang Nomor 23 tahun 2011, yaitu dalam hal perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dalam melakukan pengelolaan
zakat. Dalam menjalankan fungsinya sebagai Lembaga Amil Zakat Baitul Mal
Kabupaten Aceh Tamiang mengalami beberapa kendala secara internal maupun
eksternal. Namun Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang terus berbenah dan
bersinergi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui zakat di Aceh
Tamiang. Dalam hal pendayagunaan zakat secara produktif hingga tahun 2018
Baitul Mal Aceh Tamiang belum mampu menjalankan kembali program tersebut
dikarenakan oleh terbatasnya amil pada lembaga tersebut dan kurangnya kejujuran
dari penerima manfaat tersebut.
Kata Kunci : Pengelolaan, Zakat, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
Pembimbing : Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M.
Daftar Pustaka : 1988-2019
i
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بسم هللا الر
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt, atas segala rahmat serta
hidayahnya yang telah Engkau berikan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “STRATEGI PENGELOLAAN
ZAKAT PADA BAITUL MAL KABUPATEN ACEH TAMIANG” telah disusun
dengan baik, tidak lupa pula shalawat serta salam tetap dilimpahkan kepada Nabi
Muhammad saw serta keluarga dan para sahabatnya. Adapun tujuan penulisan
skripsi ini adalah untuk melengkapi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana
Strata Satu (S1) jurusan Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat) pada Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, untuk itu penulis ingin menyampaikan permohonan kritik dan
saran dalam rangka menyempurnakan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak
mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Karlie, S.H., M.H., M.A, selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah mencurahkan pengetahuan dan pengalamannya selama masa
kuliah.
2. A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Jurusan dan Dr. Abdurrauf, L.c,
M.A., Selaku Seketaris Jurusan Hukum Ekonomi Syariah yang telah
memberikan tuntunan dan arahannya selama ini.
3. Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, S.H., M.A., M.M., selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah banyak meluangkan waktu ditengah-
tengah kesibukannya, serta sabar dalam memberikan bimbingan,
pengarahan, nasihat, solusi, dan motivasi bagi penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan baik.
ii
4. Dr. Euis Amalia, M.Ag., selaku penguji satu dan Dr. Muh. Fudhail
Rahman, Lc., M.A., selaku penguji kedua, penulis ucapkan terimakasih
banyak telah memberikan banyak masukan dan arahan sehingga skripsi
ini menjadi lebih baik dan sempurna dalam penyusunannya.
5. Para Dosen Pengajar dan Civitas Akademik Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengampu beberapa materi
dalam perkuliahan.
6. Segenap Jajaran Staff dan Karyawan Akademik, Para Pengurus
Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang
telah memberikan fasilitas berupa buku-buku untuk menambah
pengetahuan penulis dan pengadaan studi kepustakaan.
7. Untuk segenap keluarga, kedua orang tua tercinta Ayahanda Muhammad
Husin dan Ibunda Darmawati, kakak, abang dan adik-adik terima kasih
atas semua doa, pengorbanan, perjuangan, nasihat, dan bimbingan, serta
kasih sayang yang telah kalian berikan untuk penulis.
8. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, telah
memberikan dorongan, bantuan baik berupa materi, moral maupun
bantuan lainnya.
Terimakasih atas kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada
penulis. Penulis hanya bisa berdoa dan berusaha, karena hanya Allah swt yang
dapat membalas kebaikan kalian semua. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat
yang menjadi salah satu khazanah ilmu dan pengetahuan.
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PENGUJI
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................................. 4
C. Tujuan Penelitian....................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 5
E. Tinjauan Kajian Terdahulu........................................................................ 6
F. Kerangka Konseptual ............................................................................. 9
G. Metode Penelitian ..................................................................................... 9
H. Sistematika Penulisan ................................................................................ 11
BAB II PENGELOLAAN ZAKAT ............................................................................. 13
A. Zakat ......................................................................................................... 13
B. Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional ........................................................ 21
C. Lembaga Amil Zakat ................................................................................ 29
D. UU No. 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat ................................ 33
BAB III PERAN DAN POTENSI ZAKAT PADA BAITUL MAL KABUPATEN
ACEH TAMIANG ........................................................................................ 38
A. Sejarah Singkat ......................................................................................... 38
iv
B. Program Kerja dan Realisasi ..................................................................... 39
C. Analisis Strategi Pengelolaan Zakat Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang .................................................................................................... 45
D. Analisis Kesesuaian Pengelolaan dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat .................................................. 48
BAB IV PENUTUP .................................................................................................... 58
A. Simpulan ................................................................................................... 58
B. Saran ......................................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim
atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam.1 Menunaikan zakat merupakan kewajiban bagi orang
yang mampu sesuai dengan syariat Islam.
Zakat merupakan pranata keagamaan yang bertujuan untuk
meningkatkan keadilan, kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan
kemiskinan. Dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil usaha, zakat
harus dikelola secara lembaga sesuai dengan syariat Islam, amanah,
kemanfaatan, keadilan kepastian hukum, terintegrasi dan akuntabilitas
sehingga dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat.
Di Indonesia zakat diatur secara khusus pengelolaanya pada
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. Di
dalam Undang-Undang tersebut disebutkan bahwa dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. Dalam
konteks kehidupan bernegara 2 (dua) lembaga pengelola zakat ini
sangatlah berperan penting dalam melaksanakan pengelolaan dana zakat,
keduanya merupakan lembaga yang akan menentukan keberhasilan
pengelolaan potensi ekonomi masyarakat Indonesia dan berperan penting
untuk mewujudkan syiar agama Islam. Sehingga 2 (dua) lembaga ini
diharapkan mampu berkembang agar tujuan utama pengelolaan zakat
dapat tercapai.
Dalam penjelasan pasal 15 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011
terkait dengan pengelolaan zakat pada tingkat Provinsi dan
Kabupaten/Kota disebutkan, “Di Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS
1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 1 angka 2.
2
provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah Baitul
Mal.” Baitul Mal adalah Lembaga Daerah Non-Struktural yang diberi
kewenangan untuk mengelola dan mengembangkan zakat, wakaf, harta
agama dengan tujuan untuk kemaslahatan umat serta menjadi wali/wali
pengawas terhadap anak yatim piatu dan/atau hartanya serta pengelolaan
terhadap harta warisan yang tidak ada wali berdasarkan Syariat Islam.
Dasar hukum Baitul Mal di Provinsi Aceh ialah Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Kemudian aturan
tersebut diatur lebih lanjut dalam Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007
tentang Baitu Mal yang menetapkan kedudukan Baitul Mal sebagai
Lembaga Daerah. Dalam melaksanakan tugasnya Baitul Mal pada tingkat
Provinsi dibantu oleh Sekretariat yang aturannya terdapat dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pedoman
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Aceh
(termasuk Baitul Mal) yang menetapkan sekretariat Baitul Mal Aceh
merupakan Satuan Kerja Perangkat Aceh dalam jabatan struktural pada
tingkat Kabupaten/kota. Sedangkan sekretariat tingkat Kabupaten/Kota
diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009
tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan
Kabupaten/Kota Provinsi Aceh yang menetapkan Sekretariat Baitul
Mal/Kota merupakan Satuan Kerja Perangkat Kabupaten/Kota dalam
Jabatan Struktural.
Suatu kekhususan di Aceh ialah memberlakukan zakat sebagai
salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang bersifat khusus.
Tetapi walaupun sebagai PAD, zakat tidak dapat digunakan untuk
membiayai pengeluaran yang telah dianggarkan dalam APBD, kecuali
untuk penyaluran zakat yang sesuai dengan syariat Islam. Dalam hal
pengelolaan zakat di Aceh, hingga saat ini telah terbentuk 23 Baitul Mal
yang tersebar di seluruh Kabupaten/Kota se-Provinsi Aceh.2 Salah satunya
2http://pusat.baznas.go.id/posko-aceh/baitul-mal-aceh-bagian-dari-sistem-pengelolaan-
zakat-nasional/, diakses pada 16 Agustus 2018
3
ialah Baitul Mal kabupaten Aceh Tamiang yang akan dijadikan sasaran
dalam penelitian ini.
Menyoal perkara zakat, maka yang terpenting dan tidak boleh
dilupakan adalah peran amil zakat selaku pengemban amanah dalam
melakukan manajemen pengelolaan zakat. Jika amil zakat atau lembaga
yang berwenang mengumpulkan zakat dapat berperan dengan baik, maka
meningkatlah kesejahteraan delapan asnaf yang disebutkan di dalam Al-
Qur’an, namun sebaliknya jika amil zakat atau lembaga yang berwenang
mengumpulkan zakat tidak dapat berperan dengan baik, maka harapan
terhadap kesejahteraan delapan asnaf pun tidak akan mampu diwujudkan.
Itulah nilai strategis amil. Dengan kata lain, hal yang terpenting dari zakat
adalah bagaimana sistem pengelolaannya.
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2011 pengelolaan zakat
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat, meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat serta penanggulangan kemiskinan. Dalam sistem
pengelolaannya lembaga amil zakat menjalankan fungsinya dalam hal
perencanaan, pelaksanaan dan pengoordinasian baik dalam hal
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Zakat dalam
pendayagunaannya dapat digunakan untuk usaha produktif dalam rangka
penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas umat. Selain itu dalam
undang-undang juga terdapat pelarangan, yaitu setiap orang tidak
dibenarkan untuk bertindak selaku amil zakat dalam hal melakukan
pengumpulan, pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin
pejabat yang berwenang.
Di Kabupaten Aceh Tamiang, Baitul Mal terus mengumpulkan
dana zakat dengan berbagai cara, sehingga dana yang dikumpulkan terus
meningkat dari tahun ke tahun, namun manfaatnya belum cukup signifikan
dirasakan oleh masyarakat dalam hal meningkatkan kesejahteraan, hal ini
dibuktikan dengan angka kemiskinan yang terus meningkat dari tahun ke
tahun. Zakat seharusnya dikelola secara produktif dan profesional
4
sehingga zakat dapat mengambil bagian dalam mewujudkan ide-ide Islam
untuk mensejahterakan masyarakat. Persoalan yang muncul pada Baitul
Mal Kabupaten Aceh Tamiang ini disebabkan oleh pemahaman
masyarakat yang masih minim dalam persoalan zakat juga kurangnya
kepercayaan mustahik zakat kepada lembaga amil zakat. Kemudian pada
Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang tidak memiliki program berbentuk
pemberdayaan ekonomi produktif sejak tahun 2016 sampai sekarang,
padahal pada tahun-tahun sebelumnya program ini masih dijalankan.
Karena sejatinya program pemberdayaan merupakan salah satu cara
mendistribusikan zakat dalam kegiatan pengelolaan. Selain itu masyarakat
pun masih cenderung membayarkan zakatnya langsung kepada mustahiq,
padahal menurut undang-undang hal itu tidak dibenarkan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Strategi Pengelolaan
Zakat Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang”.
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas di identifikasi oleh penulis, sebagai
berikut:
a. Strategi pengelolaan zakat oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang
b. Bentuk pengelolaan zakat di Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
c. Kendala yang dihadapi Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
dalam melakukan pengelolaan zakat
d. Konstribusi Baitul Mal Aceh Tamiang dalam meningkatkan
ekonomi masyarakat.
2. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang akan dibahas oleh penulis tidak meluas
sehingga dapat mengakibatkan ketidakjelasan dalam pembahasan masalah,
5
maka penulis memfokuskan dan membatasi pembahasan dalam penelitian
ini hanya akan membahas mengenai Srategi Pengelolaan Zakat pada Baitul
Mal Kabupaten Aceh Tamiang.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
a. Bagaimana strategi pengelolaan zakat di Baitul Aceh Tamiang?
b. Apakah pengelolaan zakat pada Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang telah sesuai dengan Undang-undang?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana strategi pengelolaan zakat pada Baitul
Mal Kabupaten Aceh Tamiang.
2. Untuk mengetahui apakah pengelolaan zakat yang dilakukan oleh
Baitul Mal Aceh Tamiang telah sesuai dengan undang-undang
pengelolaan zakat.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis:
1. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi perkembangan ilmu
muamalat (hukum ekonomi syariah) di masyarakat maupun kalangan
eksekutif mengenai strategi pengelolaan zakat pada Baitul Mal Aceh
Tamiang dan apakah pengelolaan yang dilakukan telah sesuai dengan
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan zakat.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para akademisi
dalam rangka mengembangkan pemikiran hukum Islam khususnya
ilmu muamalat (hukum ekonomi syariah)
6
Manfaat Praktis:
1. Menjadi masukan bagi Baitul Mal Aceh Tamiang dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya dimasa yang akan datang, terutama dalam
kaitannya dengan strategi pengelolaan zakat.
2. Diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bacaan bagi para
praktisi yang diberi kewenangan dalam menjalankan tugas di Baitul
Mal Aceh Tamiang.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, penulis
menyertakan beberapa hasil penelitian terdahulu sebagai perbandingan
tinjauan kajian materi yang akan dibahas, sebagai berikut:
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Rahmat Hidayat
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dalam skripsinya
yang berjudul “Analisis Pengelolaan Zakat di Badan Amil Zakat (BAZ)
Kabupaten Kulonprogo”.3 Dalam skripsi tersebut menjelaskan bahwa
pengelolaan zakat di Badan Amil Zakat Kabupaten Kulonprogo masih
belum efektif, ini dilihat dari beberapa hal yaitu: (1) dana zakat yang
terkumpul masih sedikit, sehingga penyalurannya pun terbatas, (2)
pendayagunaan zakat produktif baru diterapkan pada beberapa dusun-
dusun tertentu, (3) amil tidak terlalu fokus dalam mengelola zakat, (4)
kurangnya sosialisasi kepada masyarakat, sehingga walaupun Badan Amil
Zakat Kabupaten Kulonprogo telah berdiri sejak tahun 2009, namun pada
kenyataannya belum ada perubahan yang signifikan tentang peningkatan
kesejahteraan masyarakat di Kabupaten tersebut. Persamaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu sama-sama membahas
mengenai pengelolaan zakat yang ada pada Badan Amil Zakat adapun
perbedaan skripsi tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan ialah,
(1) penelitian penulis dilakukan pada Baitul Mal Kabupaten Aceh
3 Rahmat Hidayat, “Analisis Pengelolaan Zakat di Badan Amil Zakat (BAZ) Kabupaten
Kulonprogo” (Yogyakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2016)
7
Tamiang, (2) penelitian penulis lebih mengarah pada bagaimana strategi
Baitul Mal dalam pengelolaan zakat dengan mengacu pada Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Zulhamdi dalam sebuah
jurnal Hukum & Ekonomi Syariah yang berjudul “Urgensi Lembaga Amil
Zakat & Perkembangannya di Aceh”.4 Jurnal tersebut menjelaskan tentang
perkembangan regulasi zakat di Aceh, eksistensi Baitul Mal di kalangan
masyarakat khususnya dalam hal pengelolaan zakat dan juga kendala yang
dihadapi oleh Baitul Mal baik dari kalangan masyarakat aceh sendiri
maupun dukungan politik. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian
yang akan penulis lakukan ialah bahwa dalam penelitian ini penulis
memfokuskan objek penelitian pada Lembaga Amil Zakat (Baitul Mal)
yang berada di Kabupaten Aceh Tamiang tentang bagaimana strategi yang
dilakukan oleh Baitul Mal dalam mengelola zakat.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Indah Purbasari dalam
sebuah Jurnal Mimbar Hukum Volume 27 yang berjudul “Pengelolaan
Zakat Oleh Badan Lembaga Amil Zakat Di Surabaya dan Gresik”.5 Dalam
jurnal tersebut dijelaskan berdasarkan penelitian menunjukkan bahwa
pemberdayaan zakat masih berorientasi pada zakat individu. Perusahaan
BUMN maupun bank syariah menyalurkan dana tanggung jawab sosial
perusahaan tetapi tidak menyalurkan zakat perusahaannya, padahal potensi
zakat perusahaan tentunya lebih besar. Oleh karena itu, model regulasi
pengelolaan zakat diperlukan untuk mengoptimalkan pemberdayaan zakat
baik individu maupun perusahaan sebab Undang-Undang Pengelolaan
Zakat hanya mengatur manajemen zakat, bukan pada kewajiban
menunaikannya. Letak perbedaan penelitian terdahulu dengan yang akan
penulis lakukan ialah, dalam penelitian ini penulis akan menganalisis
apakah sistem pengelolaan zakat yang dijalankan oleh Baitul Mal
4 Zulhamdi, “Urgensi Lembaga Amil Zakat & Perkembangannya di Aceh”, Al-Muamalat
Jurnal Ilmu Hukum & Ekonomi Syariah, II, 01. (Februari, 2016) 5 Indah Purbasari, “Pengelolaan Zakat Oleh Badan Lembaga Amil Zakat Di Surabaya dan
Gresik”, Mimbar Hukum, 27, 1 (Februari, 2015) h. 68-81
8
Kabupaten Aceh Tamiang telah sesuai dengan Undang-Undang nomor 23
tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Keempat, penelitian yang dilakukan oleh Jasafat dalam sebuah
jurnal Al Ijtimaiyyah yang berjudul “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq
dan Sadaqah Pada Baitul Mal Aceh Besar”.6 Jurnal tersebut memaparkan
pola manajemen zakat yang diterapkan pada Baitul Mal Aceh Besar, yaitu
Secara umum pengelolaan zakat diupayakan dapat menggunakan fungsi-
fungsi manajemen modern yang meliputi; Perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengarahan serta pengawasan. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu ialah, bahwa dalam penelitian ini penulis
hanya memfokuskan pada sistem pengelolaan zakat saja dengan mengacu
pada undang-undang Pengelolaan Zakat.
Terakhir, penelitian yang dilakukan oleh Syapar Alim Siregar
mahasiswa program pascasarjana Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
dalam tesis yang berjudul “Implementasi dan Implikasi Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di BAZNAS
Kabupaten Tapanuli Selatan (Studi Deskriptif Pada Instansi Pemerintah
Kabupaten Tapanuli Selatan)”.7 Tesis tersebut menyebutkan Pertama,
bahwa implementasi UU Nomor 23 Tahun 2011 dalam pengumpulan dan
pendistribusian zakat pada BAZNAS Kabupaten Tapanuli Selatan belum
terlaksana secara optimal sesuai dengan amanat yang terdapat dalam
Undang-undang. Kedua, dampak pelaksanaan undang-undang tersebut
belum maksimal, dibuktikan dengan jumlah penerimaan zakat sangat
minim. Ketiga, adapun kendala yang dihadapi BAZNAS Kabupaten
Tapanuli Selatan dalam mengimplementasikan undang-undang zakat
tersebut di antaranya adalah: (a) Kurangnya dukungan pemerintah dalam
bentuk kebijakan. (b) Kurangnya dana untuk melakukan sosialisasi yang
6 Jasafat, “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah Pada Baitul Mal Aceh
Besar”, Al Ijtimaiyyah, 1, 1 (Januari – Juni, 2015) 7 Syapar Alim Siregar, “Implementasi dan Implikasi Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten Tapanuli Selatan (Studi Deskriptif
Pada Instansi Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan)” (Medan: Tesis Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara, 2016).
9
membutuhkan dana banyak. (c) Tidak diaturnya sanksi bagi muzakki yang
tidak membayar zakat. (d) Kurangnya pemahaman dan kesadaran
masyarakat khususnya tentang zakat dan berzakat melalui suatu lembaga.
(e) Kurangnya rasa peduli para penerima zakat produktif untuk
mengembalikan modal usahanya. (f) Kurangnya kerjasama antara
pengurus BAZNAS dengan para UPZ yang telah dibentuk dibeberapa
Instansi/lembaga. Perbedaan tesis ini dengan penelitian yang penulis
lakukan ialah dalam penelitian ini fokus terhadap kesesuaian praktek yang
dijalankan oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang dengan aturan yang
tertulis dalam undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
zakat.
F. Kerangka Konseptual
1. Kerangka Konseptual
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif yang kemudian diarahkan untuk mendeskripsikan dan
UU No.23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat di Baitul Mal
Kabupaten Aceh Tamiang
Kekuatan, kelemahan, peluang
dan tantangan Strategi
10
menganalisa sistem pengelolaan zakat di Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang.
2. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif-yuridis, yaitu usaha mendekati masalah yang diteliti dengan sifat
hukum yang nyata, atau sesuai dengan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat dan berdasarkan ketentuan hukum yang mengaturnya.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan ada 2 macam,
sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer merupakan data-data yang diperoleh secara langsung
dari masyarakat8, yakni data dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
pengurus Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang sebagai pengelola zakat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan.9 Data
sekunder merupakan data-data pelengkap, meliputi buku-buku dan jurnal-
jurnal yang menjadi referensi terhadap tema yang akan dibahas dalam
penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah:
a. Wawancara
Wawancara adalah salah satu dari alat pengumpulan data yang
menggali dengan pertanyaan baik dengan menggunakan panduan
(pedoman) wawancara maupun kuesioner (daftar pertanyaan).10
Dalam
penelitian ini, wawancara dilakukan dengan Kepala Baitul Maal di
Kabupaten Aceh Tamiang.
8 Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005, Cet. Pertama), h.28. 9 Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h.28.
10 Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h.50.
11
Teknik wawancara yang digunakan yaitu secara bebas terpimpin
dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja dengan berpedoman
pada garis besar tentang hal-hal yang ingin ditanyakan.
b. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data secara dokumentasi adalah salah satu
metode pengumpulan data dengan melihat atau menganalisis dokumen-
dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang lain tentang subjek
penelitian.
5. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai
komponen-komponennya dan kemudian menelaah hubungan masing-
masing komponen dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut
pandang. Penelaahan dilakukan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah
ditetapkan.11
Data yang diperoleh dalam penelitian ini baik berupa data primer
maupun data sekunder dianalisis menggunakan metode deskripsi analitis,
yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang
diteliti melalui data yang telah diperoleh dan menganalisa semua aspek
yang berkaitan dengan masalah penelitian guna menilai peran dan sistem
suatu lembaga dalam menjalankan tugasnya.
6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan dalam penulisan
ini adalah buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017”.
H. Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan dimaksudkan untuk memberi gambaran
besar mengenai tiap-tiap bab, sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, memuat latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan
11
Sri Mamudji, dkk, Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, h.67.
12
dan manfaat, tinjauan kajian terdahulu, kerangka teori dan
konseptual, dan metode penelitian.
BAB II Tinjauan umum mengenai zakat, membahas tentang hukum
dan dasar hukum zakat, kategori delapan asnaf yang berhak
menerima zakat dalam Islam, lembaga amil zakat,
pengelolaan zakat, Undang-undang nomor 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat.
BAB III Memaparkan gambaran umum Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang, Sejarah berdirinya, program kerja dan
realisasinya, analisis strategi pengelolaan serta analisis
kesesuaian dengan UU No. 23 Tahun 2011.
BAB IV Penutup yang berisi kesimpulan dan saran.
155113
13
BAB II
PENGELOLAAN ZAKAT
A. Zakat
Zakat merupakan rukun Islam ketiga sebagai ketentuan sejak
zaman Rasulullah saw. Dengan demikian zakat menurut sejarah telah
berkembang seiring dengan laju perkembangan Islam itu sendiri.
Gambaran tersebut meliputi sejarahnya pada masa awal Islam dan
perkembangan pemikiran zakat pada tatanan hukum Islam masyarakat
Indonesia dalam kerangka modern.1
1. Pengertian Zakat
Zakat (zakâh) secara bahasa bermakna “mensucikan”, “tumbuh”
atau “berkembang”. Menurut istilah syara’, zakat bermakna mengeluarkan
sejumlah harta tertentu untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya (mustahik) sesuai dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan syariat Islam. Zakat merupakan salah satu dari rukun Islam
yang lima dan hukum pelaksanaanya adalah wajib. Zakat terbagi dua jenis,
yaitu zakat jiwa (zakâh al-fithr) dan zakat harta (zakâh al-mâl).
Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang utama, dipujinya orang
yang melaksanakan dan diancamnya orang yang tidak melaksanakannya
dengan berbagai upaya dan cara.2 Dengan posisi sentralnya dalam ajaran
agama Islam sebagai salah satu ritual formal (‘ibâdah mahdhah)
terpenting, zakat memiliki ketentuan-ketentuan opsional yang lengkap
meliputi jenis harta yang terkena zakat (mâl al-zâkah), tarif zakat (miqdâr
al-zâkah), batas minimal harta terkena zakat (nishâb), batas waktu
pelaksanaan zakat (haul) hingga sasaran pembelanjaan zakat (mashârif al-
zakâh).3
1 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
hlm. 9 2Yusuf al-Qaradhawi, Hukum Zakat, penterj. Salman Harun (Jakarta: Pustaka Litera
AntarNusa, 1993), h. 73. 3 Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia, (Jakarta: Kenana, 2015), hlm. 1
14
Menurut undang-undang nomor 23 tahun 2011, bahwa zakat
adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan
usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan
syariat Islam.4 Ahmad Bello Dogarawa
5 menyebutkan zakat merupakan
bagian tertentu dari kekayaan yang ditentukan oleh Allah untuk
didistribusikan kepada kategori orang yang berhak menerimanya. Ini
diwajibkan kepada orang yang memiliki kelebihan herta kepada orang
yang kekurangan harta.
Zakat adalah ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi
yang strategis dan menentukan bagi pembangunan kesejahteraan umat.
Zakat tidak hanya berfungsi sebagai suatu ibadah yang bersifat vertikal
kepada Allah (hablumminallah), namun zakat juga berfungsi sebagai
wujud ibadah yang bersifat horizontal (hablumminannas).6
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa zakat adalah harta
yang wajib dikeluarkan zakatnya dari harta tertentu yang telah mencapai
nishab dan haul untuk diberikan kepada orang yang berhak menerimanya
agar harta yang dimiliki menjadi tumbuh, berkah, berkembang dan
bertambah serta suci dan baik.
2. Hukum dan Dasar Hukum Zakat
a. Hukum Zakat
Hukum menunaikan Zakat adalah wajib sebagaimana yang
tercantum dalam Al-Qur‟an dalam Surat At-Taubah ayat 103:
يهم با وصل عليهم رىم وت زك إن صلتك خذ من أموالم صدقة تطه
يع عليم سكن لم واللو س
4 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, Pasal 1 angka 2.
5 Dogarawa, “Poverty Alleviation Through Zakah and Waqf Institutions: A Case For the
Muslim Ummah in Ghana”, MPRA, 23191. (10 June 2010). 6 Nurul Huda, dkk, Zakat Perspektif Mikro-Makro Pendekatan Riset, (Jakarta: Kencana,
2015), h. 5
15
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Zakat dan shalat dalam Al-Qur‟an dan Hadist dijadikan sebagai
lambang keseluruhan ajaran Islam. Pelaksanaan shalat melambangkan
baiknya hubungan seseorang secara vertikal dengan Tuhannya, sedangkan
zakat adalah lambang harmonisnya hubungan antar manusia.
b. Dasar Hukum Zakat
Zakat memiliki beberapa sumber pijakan, yaitu:
1) Dasar hukum zakat di dalam Al-Qur‟an
Al-baqarah (2): 110
ن خي تدوه عند وأقيموا الصلة وآتوا الزكاة موا لنفسكم م وما ت قد
إن اللو با ت عملون بصي اللو
Artinya: “Dan laksanakanlah solat dan tunaikanlah zakat. Dan
segala kebaikan yang kamu kerjakan untuk dirimu, kamu akan
mendapatkannya (pahala) di sisi Allah. Sungguh, Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan”.
At-Taubah (9): 60
ها والمؤلفة ق لوب هم وف الرقاب ا الصدقات للفقراء والمساكني والعاملني علي إن
بيل ن اللو والغارمني وف سبيل اللو وابن الس واللو عليم حكيم فريضة م
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus
zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untk
16
(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan,
sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Dari beberapa ayat tersebut secara jelas dapat diambil sejumlah
pesan antara lain tentang perintah wajib zakat dan perincian kelompok
yang berhak menerimanya. Mereka yang menunaikannya kewajiban ini
Allah janjikan kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sedangkan yang
menolak pembayaran zakat diancam dengan hukuman keras karena
kelalaiannya. Zakat juga ditunjukkan sebagai pernyataan yang jelas akan
kebenaran dan kesucian iman serta pembeda antara muslim dan kafir.
2) Dasar hukum zakat menurut Hadist
Selain Al-Qur‟an, beberapa hadist telah mengungkap
kewajiban pelaksanaan zakat, yaitu:
Hadist diriwayatkan dari Umar bin Khattab
اهلل اهلل عن ابن عمر رضي رسو هما قا : عليو وسلم صلي اهلل عن
اهلل وإقام شهادة أن ل خس علي ااإلسلم ن ب دا رسو إلو إل اهلل وأن مم
لبخاري(الصلة وإتاء الزكاة واحلج وصوم رمضان )رواه ا
Artinya: “Dari Umar ra, Rasulullah Saw bersabda: Islam
dibangun di atas lima pondasi pokok, yakni kesaksian bahwa
tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu utusan
Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan
haji, dan berpuasa bulan Ramadhan”.7
7 Al-Bukhari, Kitab Iman, Bab Buniya al-Islam ala Khams, nomor 7.
17
3. Rukun Zakat dan Syarat Wajib Zakat
a. Rukun Zakat
Dalam tata pelaksanaan zakat terdapat beberapa komponen yang
menjadi inti dari pelaksanaan zakat yaitu:8
1) Muzakki merupakan orang yang wajib membayar zakat
2) Mustahik merupakan penerima zakat
3) Amil merupakan pengurus zakat
4) Harta yang dizakatkan
b. Syarat Wajib Zakat
Menurut Wahbah az-Zuhaili syarat zakat bagi muzakki (orang yang
wajib membayar zakat) adalah Islam, merdeka, baligh-akal, harta
yang dimiliki termasuk harta yang wajib dizakati, kepemilikan harta
yang sempurna dan mencapai nishab.9
Syarat zakat yang menyangkut harta adalah;10
1) Kepemilikan penuh, maksudnya adalah penguasaan seseorang
terhadap harta tersebut sehingga digunakannya secara khusus,
karena Allah SWT telah mengkaruniakan harta tersebut kepada
para agniya, seperti firman-Nya dalam QS: An-Nur (23): 33
dan Allah AWT mewajibkan kepada mereka untuk membayar
zakat.
2) Berkembang. Ketentuan tentang kekayaan yang wajib
dizakatkan adalah bahwa kekayaan itu dikembangkan dengan
sengaja atau mempunyai potensi untuk berkembang.
Rasulullah bersabda:
ق د ص ه د ب ع ل و و س ر ف م ف ل مس ى ال ل ع س ي ل
8 M. Umar, Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif, (Jambi: Sulthan Thaha
Press), h. 24 9 Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-Zakat-Haji-Umrah),
Jilid 3, h. 172 10
Yusuf al-Qaradhawi, Hukum Zakat, Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat
Zakat Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadist, ter. Salman Harun dkk, Jilid 1, h. 125
18
“Seorang muslim tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda
atau budaknya”.
Dari hadist di atas menjelaskan bahwa Nabi Muhammad hanya
menwajibkan zakat atas kekayaan yang berkembang dan diinvestasi.
3) Mencapai Nishab. Artinya, ketentuan bahwa kekayaan yang
terkena kewajiban zakat harus mencapai satu nishab.
4) Lebih dari kebutuhan biasa. Menurut ulama fiqh ketentuan
nishab kekayaan yang berkembang itu dengan lebihnya
kekayaan itu dari kebutuhan biasa pemiliknya.
5) Bebas dari hutang
6) Berlalu satu tahun. Maksudnya adalah bahwa pemilikan yang
berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas
bulan Qomariyah.
4. Yang Berhak Menerima Zakat
Orang-orang yang berhak menerima zakat hanya mereka yang
telah ditentukan Allah Swt dalam Al-Qur‟an. Mereka itu terdiri atas
delapan golongan sesuai dengan firman Allah dalam surah at-Taubah (9)
ayat 60:
ا الصدقات للفقراء والمساكني ها والمؤلفة ق لوب هم وف الرقاب إن والعاملني علي
بيل ن الل والغارمني وف سبيل اللو وابن الس واللو عليم حكيم و فريضة م
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
muallaf yang dibujuk hatinya, untk (memerdekakan) budak, orang-
orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
19
Berikut akan dijelaskan secara rinci mengenai delapan golongan
yang berhak menerima zakat, yaitu:
a. Fakir
Fakir adalah orang yang tidak memiliki harta sama sekali,
pun tidak memiliki pekerjaan halal.11
Menurut Mazhab Hanafi
yang dimaksud dengan fakir ialah orang yang tidak memiliki apa-
apa di bawah nilai nisab menurut hukum zakat yang sah, atau nilai
sesuatu yang dimiliki mencapai nisab atau lebih, yang terdiri dari
perabot rumah tangga, barang-barang, pakaian, buku-buku sebagai
keperluan pokok sehari-hari. Sedangkan menurut Imam Mazhab
yang tiga, fakir ialah mereka yang tidak memiliki harta atau
penghasilan yang layak dalam memenuhi keperluannya, baik untuk
diri sendiri ataupun bagi mereka yang menjadi tanggungannya.12
b. Miskin
Orang miskin adalah orang yang mempunyai harta atau
pekerjaan halal yang dapat mencukupi separuh kebutuhannya
seumur hidup pada umumnya.13
Menurut Prof. Dr. Drs.
Muhammad Amin Suma yang dimaksud dengan miskin ialah orang
yang tidak cukup penghidupannya karena kecilnya penghasilan
meskipun dia memiliki pekerjaan atau mata pencaharian tetap dan
bersifat continue, yang karenanya dia tetap dalam keadaan
kekurangan dalam pengertian tidak mampu memenuhi hajat hidup
diri atau keluarganya dengan layak/wajar.14
c. „Amil
„Amil menurut Mazhab Hanafi ialah orang yang diangkat
untuk mengambil dan mengurus zakat, menurut Mazhab Maliki
11
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-Zakat-Haji-
Umrah), Jilid 3, h. 291 12
Yusuf al-Qaradhawi, Hukum Zakat, penterj. Didin Hafidhuddin (Jakarta: Pustaka
Litera AntarNusa, 1993), h. 513 13
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-Zakat-Haji-
Umrah), Jilid 3, h. 291 14
Muhammad Amin Suma, Sinergi Fikih & Hukum Zakat Dari Zaman Klask Hingga
Kontemporer, (Ciputat: Kholam Publishing, 2019), h. 200
20
„Amil adalah pengurus zakat, pencatat, pembagi, penasihat, dan
sebagainya yang bekerja untuk kepentingan zakat. Menurut
Hambali „Amil ialah pengurus zakat, dia diberi zakat sekedar upah
pekerjaannya (sepadan dengan upah pekerjaannya), dan menurut
Imam Syafi‟i „Amil yaitu semua orang yang bekerja mengurus
zakat, sedangkan dia tidak mendapat upah selain dari zakat itu.15
Maka, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan „amil
zakat ialah, mereka yang melaksanakan segala kegiatan urusan
zakat, mulai dari para pengumpul sampai kepada bendahara dan
para penjaganya, juga mulai dari pencatat sampai kepada
penghitung yang mencatat keluar masuknya dana zakat dan
membagi kepada para mustahiknya.
d. Muallaf
Muallaf ialah mereka yang diharapkan kecenderungan
hatinya atau keyakinannya dapat bertambah terhadap Islam, atau
terhalangnya niat mereka terhadap kaum Muslimin, atau harapan
akan adanya kemanfaatan mereka dalam membela dan menolong
kaum Muslimin dari musuh.16
Mereka diberi zakat agar keislaman
mereka menjadi kuat.
e. Gharim
Gharim adalah orang-orang yang mempunyai banyak
hutang. Menurut para ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah, baik
seorang itu berhutang untuk dirinya sendiri maupun untuk orang
lain.17
f. Ibnu Sabil
Ibnu sabil adalah orang yang bepergian atau orang yang
hendak bepergian untuk menjalankan sebuah ketaatan, bukan
15
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013, Cet. 59), h. 211 16
Yusuf al-Qaradhawi, Hukum Zakat, penterj. Didin Hafidhuddin (Jakarta: Pustaka Litera
AntarNusa, 1993), h. 563 17
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-Zakat-Haji-
Umrah), Jilid 3, h. 285
21
kemaksiatan. Ibnu sabil diberi zakat sebanyak keperluannya untuk
mencapai tempat tujuannya, jika dia memang membutuhkan dalam
perjalanannya tersebut, sekalipun di negerinya dia adalah orang
kaya.18
g. Riqab
Riqab artinya hamba sahaya. Bagian ini diberikan untuk
memerdekakan budak. Riqab memiliki hak untuk mendapatkan
zakat, karena zakat ini dipergunakan untuk membebaskan budak
dan menghilangkan segala bentuk perbudakan atau belenggu.
h. Fi Sbilillah
Fi Sabilillah adalah para mujahid yang berperang dan tidak
mempunyai hak dalam honor sebagai tentara, karena jalan mereka
adalah mutlak berperang untuk menegakkan agama dan negara
bukan untuk keperluan pribadi.19
5. Harta Yang Wajib Dizakati
Pada dasarnya zakat terbagi menjadi dua yaitu:
a. Zakat Fitrah (badan) merupakan zakat yang wajib bagi setiap
muslim, baik mampu maupun tidak mampu, ditunaikan setelah
melakukan ibadah puasa pada Bulan Ramdhan sampai dengan
sebelum shalat Idul Fitri.
b. Zakat Mal (harta) merupakan harta yang dimiliki oleh muzakki
perseorangan atau badan usaha.20
B. Sejarah Pengelolaan Zakat Nasional
Pengelolaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah suatu
proses atau cara melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan
18
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-Zakat-Haji-
Umrah), Jilid 3, h. 287 19
Wahbah Az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-zakat-Haji-
Umrah), Jilid 3, h.286 20
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 4 ayat (3)
22
tenaga orang lain atau proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan
dan tujuan organisasi. Adapun kata pengelolaan berasal dari kata “kelola”
yang berarti mengendalikan atau menyelenggarakan. Pengelolaan dalam
organisasi pengelola zakat adalah sejumlah rangkaian proses mulai dari
pengumpulan zakat, pengaturan hingga pendistribusiannya tepat sasaran
yaitu benar-benar sampai kepada orang-orang yang berhak menerimanya.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 yang dimaksud
dengan pengelolaan zakat ialah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengelolaan
zakat adalah satu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan pengumpulan
dana zakat dari muzakki, pelaksanaan, sampai pengoordinasian
pendistribusian dan pendayagunaan zakat kepada mustahik sesuai dengan
syariat Islam. Ketentuan pengelolaan zakat termaktub dalam Al-Qur‟an
surat At-taubah ayat 103,
ر يهم با وصل عليهم خذ من أموالم صدقة تطه إن صلتك سكن ىم وت زك
يع عليم لم واللو س
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui”. (Qs. At-Taubah 9:103)
Sejak kedatangan Islam di Nusantara pada awal abad ke 7 M,
kesadaran masyarakat Islam terhadap zakat pada waktu itu ternyata masih
menganggap zakat tidak sepenting shalat dan puasa. Padahal walaupun
tidak menjadi aktivitas prioritas, kolonialis Belanda menganggap bahwa
seluruh ajaran Islam termasuk zakat merupakan salah satu faktor yang
menyebabkan Belanda kesulitan menjajah Indonesia khususnya di Aceh
23
sebagai pintu masuk. Atas hal tersebut, Pemerintah Belanda melalui
kebijakannya Bijblad Nomor 1892 tahun 1866 dan Bijblad 6200 tahun
1905 melarang petugas keagamaan, pegawai pemerintah dari kepala desa
sampai bupati, termasuk priayi pribumi ikut serta dalam pengumpulan
zakat. Peraturan tersebut mengakibatkan penduduk di beberapa tempat
enggan mengeluarkan zakat atau tidak memberikannya kepada peng hulu
dan naib sebagai amil resmi waktu itu, melainkan kepada ahli agama yang
dihormati, yaitu kiyai atau guru mengaji.
Pada saat yang sama masyarakat Aceh sendiri telah menggunakan
sebagian dana zakat untuk membiayai perang dengan Belanda,
sebagaimana Belanda membiayai perangnya dengan sebagian dana pajak.
Sebagai gambaran, pengumpulan zakat di Aceh sudah dimulai pada masa
Kerajaan Aceh, yakni pada masa Sultan Alaudin Riayat Syah (1539-1567).
Pada Masa kerajaan Aceh penghimpunan zakat masih sangat sederhana
dan hanya dihimpun pada waktu ramadhan saja yaitu zakat fitrah yang
langsung diserahkan ke Meunasah (tempat ibadah seperti masjid). Pada
waktu itu sudah didirikan Balai Baitul Mal tetapi tidak dijelaskan fungsi
spesifik dalam mengelola zakat melainkan sebagai lembaga yang
mengurus keuangan dan perbendaharaan negara, yang dipimpin oleh
seorang wazir yang bergelar Orang Kaya Seri Maharaja.
Ketika terdapat tradisi zakat dikelola secara individual oleh umat
Islam. K.H. Ahmad Dahlan sebagai pemimpin Muhammadiyah
mengambil langkah mengorganisir pengumpulan zakat di kalangan
anggotanya. Menjelang kemerdekaan, praktek pengelolaan zakat juga
pernah dilakukan oleh umat Islam ketika Majlis Islam Ala Indonesia
(MIAI), pada tahun 1943, membentuk Baitul Mal untuk
mengorganisasikan pengelolaan zakat secara terkoordinasi. Badan ini
dikepalai oleh Ketua MIAI sendiri, Windoamiseno dengan anggota komite
yang berjumlah 5 orang, yaitu Mr. Kasman Singodimedjo, S.M.
Kartosuwirjo, Moh. Safei, K. Taufiqurrachman, dan Anwar
Tjokroaminoto.
24
Dalam waktu singkat, Baitul Mal telah berhasil didirikan di 35
kabupaten dari 67 kabupaten yang ada di Jawa pada saat itu. Tetapi
kemajuan ini menyebabkan Jepang khawatir akan munculnya gerakan anti
Jepang. Maka pada 24 Oktober 1943 Jepang memaksa MIAI untuk
membubarkan diri. Praktis sejak saat itu tidak ditemukan lagi lembaga
pengelola zakat yang eksis. Perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan
zakat ditunjukkan dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4
Tahun 1968 tentang Pembentukan Badan Amil Zakat dan Peraturan
Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1968 tentang Pembentukan Baitul Mal di
tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kotamadya. Keputusan tersebut
dikuatkan oleh pernyataan Presiden Soeharto dalam acara Peringatan Isra'
dan Mi'raj Nabi Muhammad Saw di Istana Negara 26 Oktober 1968
tentang kesediaan Presiden untuk mengurus pengumpulan zakat secara
besar-besaran. Namun demikian pernyataan tersebut tidak ada
tindaklanjut, yang tinggal hanya teranulirnya pelaksanaan Peraturan
Menteri Agama terkait dengan zakat dan baitul mal tersebut. Penganuliran
Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1968 semakin jelas dengan
lahirnya Instruksi Menteri Agama No 1 tahun 1969, yang menyatakan
pelaksanaan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5 Tahun 1968
ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Dengan latar belakang tanggapan atas pidato Presiden Soeharto 26
Oktober 1968 11 orang alim ulama di ibukota yang dihadiri antara lain
oleh Buya Hamka mengeluarkan rekomendasi perlunya membentuk
lembaga zakat ditingkat wilayah yang kemudian direspon dengan
pembentukan BAZIS DKI Jakarta melalui keputusan Gubernur Ali
Sadikin Nomor Cb-14/8/18/68 tentang pembentukan Badan Amil Zakat
berdasarkan syariat Islam tanggal 5 Desember 1968. Pada tahun 1969
pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 44 tahun 1969 tentang
Pembentukan Panitia Penggunaan Uang Zakat yang diketuai Menko Kesra
Dr. KH. Idham Chalid. Perkembangan selanjutnya di lingkungan pegawai
25
kementerian/lembaga/BUMN dibentuk pengelola zakat dibawah
koordinasi badan kerohanian Islam setempat.
Keberadaan pengelola zakat semi-pemerintah secara nasional
dikukuhkan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Agama Nomor 29 dan Nomor 47 Tahun 1991 tentang
Pembinaan BAZIS yang diterbitkan oleh Menteri Agama dan Menteri
Dalam Negeri setelah melalui Musyawarah Nasional MUI IV tahun 1990.
Langkah tersebut juga diikuti dengan dikeluarkan juga Instruksi Menteri
Agama Nomor 5 Tahun 1991 tentang Pembinaan Teknis BAZIS sebagai
aturan pelaksanaannya. Baru pada tahun 1999 pemerintah melahirkan
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
Dalam Undang-Undang tersebut diakui adanya dua jenis organisasi
pengelola zakat yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk pemerintah
dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh masyarakat dan
dikukuhkan oleh pemerintah. BAZ terdiri dari BAZNAS pusat, BAZNAS
Propinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota.
Sebagai implementasi UU Nomor 38 Tahun 1999 dibentuk Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dengan Surat Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001. Dalam Surat Keputusan ini
disebutkan tugas dan fungsi BAZNAS yaitu untuk melakukan
penghimpunan dan pendayagunaan zakat. Langkah awal adalah
mengupayakan memudahkan pelayanan, BAZNAS menerbitkan nomor
pokok wajib zakat (NPWZ) dan bukti setor zakat (BSZ) dan bekerjasama
dengan perbankan dengan membuka rekening penerimaan dengan nomor
unik yaitu berakhiran 555 untuk zakat dan 777 untuk infak. Dengan
dibantu oleh Kementerian Agama, BAZNAS menyurati lembaga
pemerintah serta luar negen untuk membayar zakat ke BAZNAS.
Tingkat kesadaran masyarakat untuk berzakat melalui amil zakat
terus ditingkatkan melalui kegiatan sosialisasi dan publikasi di media
massa nasional. Sejak tahun 2002, total dana zakat yang berhasil dihimpun
BAZNAS dan LAZ mengalami peningkatan pada tiap tahunnya. Selain
26
itu, pendayagunaan zakat juga semakin bertambah bahkan menjangkau
sampai ke pelosok-pelosok negeri. Pendayagunaan zakat mulai
dilaksanakan pada lima program yaitu kemanusiaan, pendidikan,
kesehatan, ekonomi, dan dakwah.
Pada tanggal 27 Oktober 2011, Pemerintah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyetujui Undang-undang
pengelolaan zakat pengganti Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 yang
kemudian diundangkan sebagai UU Nomor 23 Tahun 2011 pada tanggal
25 November 2011. UU ini menetapkan bahwa pengelolaan zakat
bertujuan (1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat dan (2) meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan. Untuk
mencapai tujuan dimaksud, UU mengatur bahwa kelembagaan pengelola
zakat harus terintegrasi dengan BAZNAS sebagai koordinator seluruh
pengelola zakat, baik BAZNAS Provinsi, BAZNAS Kabupaten/Kota
maupun LAZ. Mandat BAZNAS sebagai koordinator zakat nasional
menjadi momentum era Kebangkitan Zakat di Indonesia. Dengan berharap
rahmat dan ridha Allah SWT, semoga kebangkitan zakat mampu
mewujudkan stabilitas negara, membangun ekonomi kerakyatan, dan
mengatasi kesenjangan sosial.21
Implementasi zakat dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat pada pasal (3) ditegaskan bahwa pengelolaan
zakat bertujuan:
a. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat
b. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
21
Rencana Strategis Zakat Nasional 2016-2020
27
Hal ini sejalan dengan amanat dan tanggung jawab yang
dibebankan kepada Badan Amil Zakat (BAZ), yaitu:22
a. Memperbaiki keadaan dan taraf perekonomian masyarakat dalam
hal ini para mustahik.
b. Menyediakan fasilitas yang akan menunjang upaya perbaikan
penghasilan bagi umat.
c. Melakukan penataan administrasi umum, personalia dan keuangan
zakat.
Selain itu, lembaga amil zakat punya tugas penting lain yaitu
melakukan sosialisasi tentang zakat kepada masyarakat secara terus
menerus dan berkesinambungan, melalui berbagai forum dan media.
Dengan sosialisasi yang baik dan optimal, diharapkan masyraakat muzakki
akan semakin sadar untuk membayar zakat melalui lembaga yang kuat,
amanah dan terpercaya.
Setiap lembaga pengelola zakat dalam operasional kegiatannya
perlu menerapkan prinsip kerja lembaga yang intinya tercermin dalam tiga
kata kunci: Amanah, Profesional, dan Transparan. Amanah, adalah
memiliki sifat jujur, dapat dipercaya dan bertanggung jawab atas tugas
yang diembannya. Sifat amanah merupakan syarat mutlak yang harus
dimiliki oleh setiap amil zakat. Sebaik apapun sistem ekonomi yang ada,
akan hancur jika pelakunya tidak memiliki sifat amanah. Terlebih dana
yang dikelola oleh pengelola zakat itu adalah dana umat. Dana yang
dikelola itu pada dasarnya adalah dana mustahiq. Dan muzakki setelah
memberikan zakatnya kepada pengelola zakat, tidak ada keinginan
sedikitpun untuk mengambil dananya itu lagi. Kondisi ini menuntut
dimilikinya sifat amanah dari para amil zakat.
Profesional, adalah kemampuan yang merupakan perpaduan antara
pengetahuan, keterampilan dan sikap seorang amil dalam mengemban
suatu tugas tertentu dan dilaksanakan secara penuh waktu, penuh
22
Departemen Agama, Fiqh Zakat, (Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam dan
Direktorat Pemberdayaan Zakat, Departemen Agama, 2008), h. 107
28
kreatifitas dan inovatif. Hanya dengan profesionalitas yang tinggi, dana
zakat yang dikelola akan menjadi efektif dan efisien, apalagi jika
profesionalitas itu diimbangi dengan sifat amanah.
Transparan, adalah sifat terbuka dalam pengelolaan melalui
penyertaan semua unsur dalam pengambilan keputusan dan proses
pelaksanaan kegiatan. Dengan transparannya pengelolaan zakat, maka
dapat diciptakan suatu sistem kontrol yang baik, karena tidak hanya
melibatkan pihak intern organisasi saja tetapi juga akan melibatkan pihak
ekstern seperti para muzakki maupun masyarakat secara luas. Dengan
transparansi ini akan meminimalkan rasa curiga dan ketidak percayaan
masyarakat terhadap amil.23
Pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat mesti berorientasi pada
pemberdayaan zakat produktif dan menjadi solusi pengentasan kemiskinan
bagi setiap mustahiq. Upaya ini difokuskan pada peningkatan ekonomi
produktif yang bersifat pemberdayaan produktivitas zakat sebagai bentuk
program yang diharapkan bisa meningkatkan taraf hidup mustahiq dari sisi
ekonomi. Artinya, program tersebut bisa menjadikan usaha mustahiq
berkembang dan memiliki nilai tambah serta bisa memperbaiki kondisi
finansialnya.
Fiqih tradisional secara umum tidak menjelaskan secara memadai
persoalan manajemen pengelolaan dana-dana zakat dan sedekah. Dalam
hal pengelolaan zakat, misalnya, tidak muncul gagasan yang memadai
tentang bagaimana pendayagunaan zakat agar memiliki dampak sosial dan
ekonomi yang lebih meningkat bagi kalangan masyarakat yang tak
mampu. Seperti dalam hal zakat fitrah, gagasan progresif seperti itu
terhambat oleh karena adanya doktrin yang dipegang teguh dalam fiqih
bahwa zakat fitrah hanya sah bila diserahkan kepada mustahik sebelum
akhir bulan Ramadhan. Dengan terpaku pada pandangan ini, zakat fitrah
23
Departemen Agama RI, Direktorat Pemberdayaan Zakat, Manajemen Pengelolaan
Zakat, 2007, h. 20
29
mustahil untuk di mobilisasi secara luas guna dijadikan modal bagi
pendanaan kegiatan pemberdayaan sosial ekonomi jangka panjang.
Dengan demikian pengelolaan dan pendayagunaan zakat
didasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam surat At-taubah
ayat 60 yang menjelaskan tentang kelompok orang yang berhak menerima
zakat dan berdasarkan surat At-taubah ayat 103 yang menjelaskan tentang
pentingnya zakat untuk diambil (dijemput) oleh para petugas (amil)
zakat.24
demikian pula petunjuk yang diberikan oleh Rasulullah SAW
kepada Muadz bin Jabal ketika diutus ke Yaman, beliau
mengatakan”........jika mereka telah mengucapkan dua kalimat shahadat
dan melaksanakan shalat, maka beritahukanlah bahwasanya Allah SWT
telah mewajibkan zakat yang diambil dari orang kaya mereka dan
diberikan kepada orang-orang fakirnya.......”.
Dalam pengelolaan zakat terdapat berbagai macam landasan
pengelolaan, diantaranya:
a. Undang-Undang RI nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat;
b. Undang-Undang RI nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat;
c. Peraturan Pemerintah RI nomor 14 tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat;
d. Peraturan Menteri Agama;
e. Peraturan BAZNAS, di antaranya terutama Peraturan BAZNAS
nomor 2 tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Pemberian
Rekomemndasi Izin Pembentukan Lembaga Amil Zakat;
f. Undang-undang dan/atau Peraturan Perundang-undangan lain yang
terkait langsung dengan Pengelolaan Zakat.
24
Didin Hafidhuddin, Mimbar Agama & Budaya, (Jakarta: UIN Jakarta, Volume XIX,
No. 3, 2002), h. 268
30
C. Lembaga Amil Zakat
Lembaga Amil Zakat adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat dan mendapatkan pengakuan dari pemerintah.25
Lembaga
Amil Zakat yang selanjutnya disebut LAZ adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan zakat.26
Dalam hal pengelolaan zakat, Al-Qur‟an
menyebutkan kata “amilin” dalam salah satu asnaf menyebutkan kata
tersebut memiliki arti sebagai pihak yang berhak menerima dana zakat.
Hal ini tercantum dalam surat At-Taubah ayat 60, yaitu:
ها والمؤلفة ق لوب هم وف الرقاب ا الصدقات للفقراء والمساكني والعاملني علي إن
بيل ن اللو والغارمني وف سبيل اللو وابن الس حكيم واللو عليم فريضة م
Artinya: “sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zaka, para
muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Amil zakat yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah mereka yang
melaksanakan segala kegiatan urusan zakat mulai dari para pengumpul
sampai kepada bendahara dan para penjaganya. Juga mulai dari yang
mencatat, sampai kepada yang menghitung masuk dan keluarnya dana
zakat, dan membaginya kepada para mustahik, dengan kata lain amil
adalah orang-orang yang ditugaskan oleh imam atau kepala negara untuk
mengambil, menuliskan, menghitung dan mencatatkan zakat yang
25
Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas, (Malang: UIN Malang Press, 2007),
hlm. 95 26
Muhammad Amin Suma, Sinergi Fikih & Hukum Zakat Dari Zaman Klask Hingga
Kontemporer, (Ciputat: Kholam Publishing, 2019), h. 269
31
diambilnya dari para muzakki untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya.27
Dengan kata lain, amil zakat adalah orang-orang yang terlibat atau
ikut aktif dalam pelaksanaan zakat dari sejak mengumpulkan atau
mengambil zakat dari muzakki, sampai membaginya kepada yang berhak
menerimanya (mustahiq zakat). Termasuk penanggung jawab, perencana,
konsultan, pengumpul, pembagi, penulis, dan orang-orang lain seperti
tenaga kasar yang terlibat didalamnya.28
Adapun M. Rasyid Ridha, sebagaimana disampaikan oleh M.
Quraish Shihab menjelaskan amil zakat adalah mereka yang ditugaskan
oleh Imam atau pemerintah atau yang mewakilinya, untuk melaksanakan
pengumpulan zakat dan dinamai al-jubat, serta menyimpan atau
memeliharanya yang dinamai dengan al-hazanah (bendaharawan),
termasuk pula para penggembala, petugas administrasi, harus muslim.29
Di Indonesia, menurut Hafidhuddin, dunia perzakatan sebelum
1990 masih bersifat tradisional, antara lain karakteristiknya adalah sebagai
berikut:30
a. Pada umumnya diberikan langsung oleh muzakki kepada mustahiq
tanpa melalui amil zakat;
b. Jika pun melalui amil zakat hanya terbatas pada zakat fitrah;
c. Zakat diberikan pada umumnya hanya bersifat konsumtif untuk
keperluan sesaat dan bukan bersifat produktif;
d. Harta objek zakat hanya terbatas pada harta-harta yang secara
eksplisit dikemukakan secara rinci didalam Al-Qur‟an maupun
Hadist Nabi, yaitu emas, perak, pertanian (terbatas pada tanaman
yang menghasilkan makanan pokok), peternakan (terbatas pada
27
Yusuf al-Qaradhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta:
Rabbani Press, 2001), hlm. 51 28
Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam dalam
Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hlm. 162 29
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan Pustaka, 2004), hlm.
326. 30
Didin Hafidhudin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia
Tenggara, (Malang: UIN Malang Press, 2008), hlm. 93
32
sapi, kambing atau domba), perdagangan (terbatas pada komoditas-
komoditas yang berbentuk barang), dan rikaz (harta temuan).
Kondisis tersebut disebabkan beberapa hal, antara lain adalah:31
a. Belum tumbuhnya lembaga pemungutan zakat, kecuali dibeberapa
daerah tertentu.
b. Rendahnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga amil zakat.
c. Profesi amil zakat masih dianggap sebagai profesi sambilan.
d. Sosialisasi tentang zakat, baik yang berkaitan tentang hikmah,
urgensi dan tujuan zakat, tata cara pelaksanaan zakat, obyek harta
zakat, mupun kaitan zakat dengan peningkatan kegiatan ekonomi
atau peningkatan kesejahteraan masyarakat masih jarang
dilakukan.
Sistem pengelolaan zakat diatur sedemikian rupa antara lain dalam
UU Nomor 38 tahun 1999 yang kemudian diperbaharui dengan UU
Nomor 23 tahun 2011. Dijelaskan bahwa amil zakat yang ditunjuk oleh
pemerintah harus mempunyai kualifikasi sebagai berikut:32
a. Bergama Islam
b. Mukallaf, yaitu orang dewasa yang sehat akal dan fikirannya, serta
siap menerima tanggung jawab agama
c. Memiliki sifat amanah dan kejujuran
d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat
e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-
baiknya (profesional)
f. Memiliki kesungguhan (komitmen) waktu dalam melaksanakan
tugasnya (fulltime).
31
Didin Hafidhudin, The Power of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia
Tenggara, hlm. 94 32
Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perrekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani Press,
2004), hlm. 23
33
Kriteria ini ditambahkan lagi dalam pasal 18 UU Nomor 23 tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat, yaitu izin lembaga amil zakat hanya
diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit:
a. Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatn Islam yang mengelola
bidang pendidikan, dakwah dan sosial;
b. Berbentuk lembaga berbadan hukum;
c. Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
d. Memiliki pengawas syariat;
e. Memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya;
f. Bersifat nirlaba;
g. Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi
kesejahteraan umat; dan
h. Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
Lembaga amil zakat pun diwajibkan melaporkan pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat yang telah
diaudit kepada BAZNAS secara berkala. Hal ini mempunyai tujuan
penting, yaitu:33
a. Untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat;
b. Untuk menjaga perasaan rendah diri para mustahiq zakat apabila
berhadapan langsung untuk menerima zakat para muzakki;
c. Untuk mencapai efisien dan efektifitas, serta sasaran yang tepat
dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada
dalam suatu tempat;
d. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat
penyelenggaraan pemerintahan yang Islam
33
Didin Hafidhudin, Zakat dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002),
hlm. 39
34
D. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Pengelolaan zakat pada masa penjajahan dan kemerdekaan
memberikan gambaran buram akan fungsi zakat di Indonesia. Antara
komunitas muslim dengan hasil zakat tidak memberikan gambaran yang
seimbang. Pada masa orde baru, kekhawatiran terhadap Islam ideologis
memaksa pemerintah untuk tidak terlibat dalam urusan zakat. Bahkan
secara struktural, pemerintah tidak secara tegas memberikan dukungan
secara legal formal. Zakat masih sering dikumpulkan dengan cara
konvensional dan musiman. Namun dimulainya sistem demokrasi setelah
jatuhnya Presiden Soeharto pada tahun 1998, yang kemudian lahirnya
Undang-undang zakat Nomor 38 Tahun 1999 merupakan sebuah awal dari
terbukanya keterlibatan publik secara aktif. Peran lembaga zakat, bersama
dengan struktur negara telah memfasilitasi pengaturan zakat dengan
lembaga-lembaga khusus yang dilindungi oleh Undang-undang. Namun
kemudian undang-undang zakat Nomor 38 Tahun 1999 dianggap masih
belum optimal untuk mengakomodir penyelenggaraan kewajiban zakat
dalam sistem yang profesional. Karenanya undang-undang tersebut sudah
tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat
sehingga perlu diganti agar kebijakan pengelolaan zakat dapat dilakukan
lebih terarah, terpadu, dan terkoordinasi dengan baik serta disesuaikan
dengan kebutuhan hukum saat ini.
Undang-undang nomor 39 tahun 1999 menjadi milestone sejarah
zakat Indonesia modern, berbasis desentralisasi dan kemitraan antara
pemerintah dan masyarakat sipil dalam pengelolaan zakat nasional.
Undang-undang nomor 23 tahun 2011 secara drastis merubah rezim zakat
nasional dengan mendesentralisasi pengelolaan zakat nasional sepenuhnya
oleh pemerintah melalui BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) yang
melaksanakan seluruh aspek pengelolaan zakat nasional meliputi fungsi
35
regulator (pasal 7 ayat 1 huruf a, b, dan c) maupun fungsi operator (pasal 7
ayat 1 huruf b).34
Ada beberapa pokok yang diajukan dalam revisi undang-undang
Nomor 38 Tahun 1999 yaitu, tata kelola zakat, saksi mangkir zakat, dan
persoalan wajib zakat dan pajak karena diperlukan kejelasan tentang peran
pengatur, pengawas, dan operator. Setelah resmi menjadi Undang-Undang,
terdapat penambahan pasal-pasal dalam UU Pengelolaan Zakat Nomor 23
Tahun 2011 yang belum diatur dalam Undang-Undang Nomor 38 tahun
1999, yaitu:
a. Terdapat penambahan ayat, penjabaran definisi yang terkait
dengan pengelolaan zakat.
b. Pasal 5 ayat (1), untuk melaksanakan pengelolaan zakat,
pemerintah membentuk BAZNAS.
c. Pasal 7 ayat (1), dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam pasal 6, BAZNAS menyelenggarakan fungsi:
1) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
2) Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
3) pendayagunaan zakat;
4) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat; dan pelaporan dan
pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan zakat.
d. Pasal 17, untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan
pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat,
masyarakat dapat membentuk LAZ.
e. Pasal 18, penjelasan mengenai ayat (1), yaitu pembentukan LAZ
wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh
Menteri dan ayat (2), izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
34
Yusuf Wibisono, Mengelola Zakat Indonesia Diskursus Pengelolaan Zakat Nasional,
(Jakarta: Prenamedia Group, 2015), hlm. 113
36
hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit
bila;
1) Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang
mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan sosial;
2) Berbentuk lembaga berbadan hukum;
3) Mendapat rekomendasi dari BAZNAS;
4) Memiliki pengawas syariat;
5) Memiliki kemampuan teknis, administratif dan keuangan
untuk melaksanakan kegiatannya;
6) Bersifat nirlaba;
7) Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi
kesejahteraan umat; dan
8) Bersedia diaudit syariah dan diaudit keuangan secara
berkala.
f. Pasal 38, setiap orang dilarang dengan sengaja bertindak selaku
amil zakat melakukan pengumpulan, pendistribsian, atau
pendayagnaan zakat tanpa izin pejabat yang berwenang.
g. Pasal 41, setiap orang yang sengaja dan melawan hukum
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38
dipidana dengan pidanan kurungan paling alama 1 (satu) tahun
dan/atau pidana dengan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah).
Pengelolaan dana ZIS oleh Negara, atau dari pengurusan zakat
yang bersifat perseorangan-dan swasta sepanjang masa-masa penjajahan
dan dimasa-masa awal kmerdekaan bangsa dan negara, oleh Djamil Doa
diistilahkan dengan “Indonesia menggagas pengelolaan zakat oleh
Negara”. Menurutnya, paling sedikit ada delapan manfaat zakat dikelola
oleh negara yaitu:35
35
Muhammad Amin Suma, Sinergi Fikih & Hukum Zakat Dari Zaman Klask Hingga
Kontemporer, (Ciputat: Kholam Publishing, 2019), h. 253
37
1. Kelompok masyarakat yang lemah dan kekurangan tidak merasa
hidup dibelantara, tempat berlakunya hukum rimba, dimana
yang kuat menggilas yang lemah.
2. Para muzakki lebih disiplin dalam menunaikan kewajibannya
dan kaum fakir miskin lebih terjamin haknya.
3. Perasaan fakir miskin lebih terjaga, karena dia tidak lagi
(merasa) seperti peminta-minta.
4. Distribusinya akan lebih tertib dan teratur.
5. Peruntukkan bagi kepentingan umum, seperti fii sabilillah, dapat
disalurkan dengan baik, karena pemerintah lebih mengetahui
sasaran dan pemanfaatannya.
6. Zakat bisa mengisi (kas) perbendaharaan negara.
7. Dana zakat yang dikelola pemerintah dapat digunakan untuk
mengelola dan mengembangkan potensi-potensi ekonomi rakyat
yang bersifat produktif, seperti membuka lapangan kerja dari
usaha yang diambil dari dana zakat atau memberikan bantuan
modal untuk membuka usaha mandiri.
8. Menghilangkan rasa rikuh dan canggung yang mungkin dialami
oleh mustahik ketika berhubungan dengan muzakki.
Perbedaan signifikan ditemukan dalam hal pengaturan pengelolaan
zakat itu sendiri yang menjadi materi inti dalam undang-undang lama
maupun undang-undang baru yang pengaturannya lebih jelas. Dalam
undang-undang nomor 38 tahun 1999 bab tentang Pengumpulan Zakat
Dan Pendayagunaan Zakat pengaturannya ditempatkan dalam bab yang
berbeda, namun dalam undang-undang nomor 23 tahun 2011
pengaturannya disatukan dalam satu bab.
38
BAB III
PERAN DAN POTENSI ZAKAT PADA BAITUL MAL KABUPATEN
ACEH TAMIANG
A. Sejarah Singkat
Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang didirikan pada tahun 2008
berdasarkan adanya keputusan Bupati Aceh Tamiang agar dapat
membantu Bupati dalam menjalankan tugas-tugasnya yang berhubungan
dengan Zakat dan Infaq para pihak untuk disalurkan kepada orang yang
berhak menerimanya. Pada saat sebelum dibentuknya Baitul Mal dana
zakat dan infaq yang diperoleh sangatlah minim, hal ini disebabkan oleh
ketidaktahuan masyarakat dimana tempat untuk menyalurkan dana
tersebut sehingga Bupati Kabupaten Aceh Tamiang berinisiatif untuk
membentuk sebuah lembaga yang bisa mengatasi masalah tersebut.
Keberadaan Baitul Mal pada awalnya ditandai dengan dibentuknya
Badan Penerbitan Harta Agama (BPHA) pada tahun 1973 melalui
keputusan Gubernur Nomor 5 tahun 1973. Kemudian pada tahun 1975
BPHA diganti dengan Badan Harta Agama (BHA). Selanjutnya, BHA
diganti dengan Badan Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah (BAZIS) melalui
keputusan Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 18 tahun
2003. Kemudian BAZIS diganti dengan Baitul Mal sehubungan dengan
lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh yang merupakan tindak lanjut dari perjanjian Mou Helsinky.
Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006
tentang Pemerintahan Aceh dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2007
sebagaimana telah diuraikan diatas memerlukan peraturan turunan
(derevatif) dalam bentuk Qanun, yaitu Qanun Nomor 10 tahun 2007
tentang Baitul Mal. Pelaksanaan Qanun tersebut diatur kembali dalam
Peraturan Gubernur (PERGUB) Nomor 92 tahun 2008 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Baitul Mal Aceh dan Peraturan Gubernur
39
(PERGUB) Nomor 60 Tahun 2008 tentang Mekanisme Pengelolaan
Zakat.1
B. Program Kerja Dan Realisasi
Untuk mencapai visi dan misi dalam menjalankan program kerja
serta evaluasi tentang apa yang telah dilakukan sebelumnya, Baitul Mal
Kabupaten Aceh Tamiang secara periodik melakukan Rapar Kerja
(RAKER) setiap satu kali dalam satu tahun dan dilakukan 4 (empat) bulan
sebelum memasuki tahun selanjutnya. Dalam RAKER masing-masing
Divisi mengajukan usulan program yang akan dijalankan, apabila program
disetujui dalam Raker selanjutnya program tersebut diajukan kembali
kepada Tim Pembina untuk mendapat pengesahan.
Berikut dipaparkan program kerja dan realisasi yang telah
dijalankan oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang pada tahun 2016
sampai 2018:
No Asnaf Program Rencana Anggaran Realisasi
1 Fakir
1. Bantuan Konsumtif seumur
hidup 935 orang Rp 900.000.000 Rp 900.000.000
2. Paket Sehat Lansia
(Triwulan) Rp 12.500.000 Rp 12.500.000
3. Bantuan Konsumtif
Seumur Hidup 6 Bulan
(Baru)
Rp 1.233.000.000 Rp 1.233.000.000
2 Miskin
1. Beasiswa Pelajar SD/MI
184 Sekolah Rp 736.000.000 Rp 736.000.000
2. Beasiswa Pelajar
SMP/MTs 78 Sekolah Rp 390.000.000 Rp 390.000.000
Pengembalian 2% UPZ Rp 240.000.000 Rp 240.000.000
1 Wawancara dengan Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang Bapak Mulkan Tarida Tua
Tambubolon pada hari Rabu 5 Juli 2018
40
4. Bantuan Pendidikan Rp 3.100.000 Rp 3.100.000
5. Santunan Penyandang
Disabilitas Rp 250.000.000 Rp 250.000.000
6. Perempuan Kepala
Keluarga Rp 766.800.000 Rp 766.800.000
3 Amil Pengembalian 2% UPZ Rp 75.000.000 -
4 Muallaf
1. Bantuan Penguatan
Ekonomi Rp 50.000.000 Rp 50.000.000
2. Bantuan Perlengkapan
Shalat, al-Qur’an, dan Buku Rp 6.000.000 Rp 6.000.000
5 Gharim
1. Bencana Rp 80.245.837 Rp 58.000.000
2. Lamus (Layanan
Mustahik) Rp 50.000.000 Rp 50.000.000
6 Fisabilillah
1. Bantuan Khadam Masjid Rp 63.900.000 Rp 63.900.000
2. Bantuan Guru TPA Rp 63.900.000 Rp 63.900.000
3. Bantuan Bilal Mayit Rp 127.800.000 Rp 127.800.000
4. Bantuan Guru Ngaji
Rumah Rp 300.900.000 Rp 300.900.000
7 Ibnu Sabil
1. Beasiswa Santri Dayah al-
Athiyah Banda Aceh Rp 14.400.000 Rp 14.400.000
2. Wisuda Santri Dayah al-
Athiyah Banda Aceh Rp 2.100.000 Rp 2.100.000
3. Beasiswa Santri Pesantren
al-Fuad Seruway Rp 28.800.000 Rp 28.800.000
4. Bantuan Musafir Rp 26.900.000 Rp 15.900.000
5. Pesantren al-Fuad Seruway
6 Bulan Rp 36.000.000 Rp 36.000.000
6. Dayah Tahfidz Qur’an
Syuhada 6 Bulan Rp 21.600.000 Rp 21.600.000
7. Dayah Tahfidz Qur’an at- Rp 25.200.000 Rp 25.200.000
41
Thoyyib Rantau 6 Bulan
8. Tahfidzul Qur’an Ihyaus
Sunnah Karang Baru 6 Bulan Rp 21.600.000 Rp 21.600.000
9. Pesantren Khodijatul
Qubro Karang Baru 6 Bulan Rp 25.200.000 Rp 25.200.000
10. Penghargaan Hafidz
Qur’an Rp 58.780.766 Rp 58.780.766
Total Rp 5.609.726.603 Rp 5.501.480.766
Terbilang: Lima Milyar Lima Ratus Satu Juta Empat Ratus Delapan Puluh Ribu Tujuh Ratus
Enam Puluh Enam Rupiah
Sumber: Laporan Buku Kas Umum Dana zakat Tahun Anggaran 2016
No Asnaf Program Rencana Anggaran Realisasi
1 Fakir
1. Bantuan Konsumtif Seumur
Hidup 935 Orang Rp 3.366.000.000 Rp 3.366.000.000
2. Bantuan Konsumtif Seumur
Hidup 65 Orang Rp 78.000.000 Rp 78.000.000
2 Miskin
1. Bantuan Peyandang
Disabilitas Tetap 50 Orang Rp 180.000.000 Rp 180.000.000
2. Bantuan Peyandang
Disabilitas Tetap 250 Orang Rp 300.000.000 Rp 300.000.000
3. Bantuan Lansia Rp 700.000.000 Rp 700.000.000
4. Beasiswa Pelajar TK Rp 12.500.000 Rp 12.500.000
5. Beasiswa Pelajar SD/MI Rp 900.000.000 Rp 900.000.000
6. Beasiswa Pelajar SMP/MTs Rp 385.000.000 Rp 385.000.000
7. Beasiswa Pelajar
SMA/SMK/MA Rp 280.000.000 Rp 280.000.000
3 Amil
1. Bantuan Idul Fitri Dan Idul
Adha Rp 54.000.000 Rp 54.000.000
2. Pengembalian 2% UPZ Rp 150.000.000 Rp 125.132.156
42
3. Honorarium Penyaluran ZIS
(PNS) 11 Orang Rp 42.000.000 Rp 42.000.000
4. Honorarium Amil 8 Orang Rp 89.760.000 Rp 89.760.000
5. Honorarium Penyaluran ZIS
(NON PNS) 15 Orang Rp 53.200.000 Rp 53.200.000
4 Muallaf Bantuan Penguatan Aqidah
(Biaya Hidup) Rp 120.000.000 Rp 120.000.000
5 Gharim 1. Bencana Rp 100.000.000 Rp 100.000.000
2. Lamus (Layanan Mustahik) Rp 80.149.833 Rp 80.000.000
6 Fisabilillah
1. Bantuan Skripsi Mahasiswa
181 Orang Rp 181.000.000 Rp 181.000.000
2. Bantuan Guru Ngaji Rp 144.600.000 Rp 144.600.000
3. Beasiswa Santri Tahfidz al-
Fuad Seruway Rp 86.400.000 Rp 86.400.000
4. Beasiswa Santri Tahfidz
Syuhada Karang Baru Rp 50.400.000 Rp 50.400.000
5. Beasiswa Santri Tahfidz at-
Thoyyib Rantau Rp 50.400.000 Rp 50.400.000
6. Beasiswa Santri Tahfidz
Ihyaus Sunnah Karang Baru Rp 50.400.000 Rp 50.400.000
7. Beasiswa Santri Tahfidz
Khodijatul Qubro Karang Baru Rp 50.400.000 Rp 50.400.000
8. Beasiswa Santri Tahfidz
Fazrus Salam Rp 9.000.000 Rp 9.000.000
9. Beasiswa Santri Tahfidz
Jamalul Arafah Hajar Bandar
Pusaka
Rp 9.000.000 Rp 9.000.000
7 Ibnu Sabil Bantuan Musafir Rp 34.500.000 Rp 34.500.000
TOTAL Rp. 7.556.709.833 Rp 7.531.692.156
Terbilang: Tujuh Milyar Lima Ratus Tiga Puluh Satu Juta Enam Ratus Sembilan Puluh Dua
43
Ribu Seratus Lima Puluh Enam Rupiah
Sumber: Laporan Buku Kas Umum Dana zakat Tahun Anggaran 2017
No Asnaf Program Rencana Anggaran Realisasi
1 Fakir Bantuan Konsumtif Seumur
Hidup Rp 3.240.000.000 Rp 3.240.000.000
2 Miskin
Bantuan Penyandang
Disabilitas Tetap Rp 720.000.000 Rp 720.000.000
Beasiwa Mahasiswa Miskin
Berprestasi Rp 100.000.000 -
Beasiswa Pelajar SD/MI Rp 360.000.000 -
Beasiswa Pelajar SMP/MTs Rp 305.200.000 -
Beasiswa Santri
Dayah/Pesantren Rp 400.000.000 -
3 Amil
Bantuan Idul Fitri dan Idul
Adha Rp 124.000.000 Rp 124.000.000
Tunjangan Prestasi Amil 11
Orang Rp 132.000.000 Rp 88.000.000
4 Muallaf Bantuan Penguatan Aqidah
(Biaya Hidup) Rp 105.000.000 Rp 75.000.000
Pelatihan Ibadah Rp 20.000.000 -
5 Gharim Bencana Rp 50.000.000 Rp 30.000.000
Lamus (Layanan Mustahik) Rp 80.000.000 Rp 63.700.000
6 Fisabilillah
Bantuan Tugas Akhir
Mahasiswa Rp 400.000.000 Rp 200.000.000
Bantuan Mahasiswa Luar
Negeri Rp 30.000.000 Rp 30.000.000
Penghargaan Tahfidz
Honorarium Tim Seleksi (2
Hari)
44
: Ketua Rp 1.400.000 -
: Sekretaris Rp 1.000.000 -
: Anggota Rp 7.000.000 -
Honorarium Panitia Pelaksana
Seleksi (2 Hari)
: Penanggung Jawab Rp 1.000.000 -
: Ketua Rp 1.000.000 -
: Wakil Ketua Rp 800.000 -
: Sekretaris Rp 800.000 -
: Anggota Rp 14.700.000 -
Penghargaan Tahfidz 5 Juz Rp 100.000.000 -
Penghargaan Tahfidz 10 Juz Rp 100.000.000 -
Penghargaan Tahfidz 20 Juz Rp 90.000.000 -
Penghargaan Tahfidz 30 Juz Rp 40.000.000 -
Makan dan Minum Kegiatan Rp 7.000.000 -
Bantuan Guru Ngaji Rp 500.000.000 Rp 500.000.000
Bantuan Kegiatan Keislaman Rp 20.000.000 Rp 20.000.000
7 Ibnu Sabil Bantuan Musafir Rp 21.587.787 Rp 13.250.000
TOTAL Rp 6.972.487.787 Rp 5.103.950.000
Lima Milyar Seratus Tiga Juta Sembilan Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah
Sumber: Laporan Buku Kas Umum Dana zakat Tahun Anggaran 2018
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa program kerja pada
tahun 2016 yang dikepalai oleh Ibu Sri Hidayati, Lc., Msi dapat terealisasi
hampir 98% meskipun pada tahun tersebut sudah tidak lagi memiliki
program pendistribusian zakat untuk usaha produktif. Namun secara
keseluruhan program yang telah direncanakan dapat dijalankan dengan
baik oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang. Selanjutnya, pada tahun
2017 program kerja terealisasi 100% meskipun masih terdapat dana yang
tersisa dari jumlah yang dianggarkan, namun program kerja terealisasi
45
sepenuhnya. Pada tahun 2018 Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
dikepalai oleh Bapak Mulkan Tarida Tua Tampubolon, S.Pd.I., Lc., M.HI
berdasarkan data yang diperoleh oleh penulis seperti yang dipaparkan pada
tabel diatas, Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang mengalami penurunan
realisasi program kerja dimana ada beberapa program yang tidak
dijalankan oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang dikarenakan sedang
mengalami transisi dengan adanya pergantian Kepala Baitul Mal.
Berdasarkan laporan Sekretariat Baitul Mal pada tahun 2017 untuk
indikator jumlah dana zakat dan infaq yang disalurkan ditargetkan sebesar
Rp 11.556.709.833,- terealisasi sebesar Rp 11.450.492.156.- dengan
persentase capaian kerja sebesar 94,09%. Pada tahun 2018 ditargetkan
sebesar Rp 15.000.000.000,- terealisasi sebesar Rp 10.147.331.479,-
dengan persentase capaian kinerja sebesar 88,76%. Bila dibandingkan
dengan tahun 2017, maka jumlah dana yang disalurkan tahun 2018
mengalami penurunan. Penurunan ini didasarkan pada tidak tersedianya
dana pada BUD yang sesuai dengan Perjanjian Kerja yang telah disetujui.2
C. Analisis Strategi Pengelolaan Zakat Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang
Suatu lembaga dalam menjalankan tugas dan amanahnya tentu
mengalami halangan dan rintangan, oleh karena itu suatu analisis perlu
dilakukan untuk melihat seberapa sukses suatu lembaga tersebut, dibawah
ini merupakan analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities dan
Threats) yang ada pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
1. Kekuatan (Strength)
Adapun kekuatan-kekuatan yang dimiliki Baitul Mal Aceh
Tamiang, adalah: Tingkat keberhasilan Baitul Mal Aceh Tamiang dalam
menghimpun dana pihak ketiga dari tahun ke tahun perkembangannya
terus meningkat, dengan meningkatnya dana dari pihak ketiga yang dititip
oleh Baitul Mal Aceh Tamiang itu menunjukan bahwa keberadaan Baitul
2 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Tahun 2018 Sekretariat Baitul Mal
46
Mal Aceh Tamiang ini di terima oleh masyarakat sekitar. Kekuatan
lainnya ialah terbentuknya UPZ yang sangat berpengaruh dalam
pengumpulan dana zakat.
2. Kelemahan (Weakness)
Kelemahan yang dimiliki Baitul Mal Aceh Tamiang, adalah
minimnya pemahaman dan kesadaran masyarakat (muzakki) untuk
mengeluarkan zakat sehingga sulit menyatukan pemahaman mengenai
kewajiban zakat. Selain itu juga kurangnya tindak lanjut dari pihak yang
lebih berhak untuk mengeluarkan kebijakan mengenai pemotongan
langsung gaji untuk diberikan sebagai zakat. Kelemahan lain yang dimiliki
oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang ialah tidak adanya program
berbentuk pembiayaan ekonomi produktif yang sangat bermanfaat bagi
mustahik dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
3. Kesempatan (Opportunities)
Kesempatan yang dimiliki oleh Baitul Mal Aceh Tamiang ialah
adanya penerimaan secara baik dari para muzakki ketika dilakukan
penjemputan zakat, juga adanya keterbukaan dari para instansi dalam
melakukan kerjasama berupa diadakannya sosialisasi mengenai
pentingnya zakat, di Kabupaten Aceh Tamiang juga terdapat para Da’i
baik Da’i kecamatan maupun Da’i perbatasan sehingga melalui para Da’i
tersebut pemahaman mengenai zakat dapat tersampaikan kepada
masyarakat-masyarakat awam di pedalaman.
4. Ancaman (Threats)
Ancaman yang dihadapi oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
ialah berupa kejujuran muzakki dalam memberikan zakatnya karena
kurangnya kesadaran wajib zakat, selain itu juga masih terdapat mustahik
yang melakukan penyelewengan berupa penggelapan dana zakat yang
diambil atas nama keluarga.
47
Strategi Yang Dilakukan Oleh Baitul Mal Aceh Tamiang
1. Strategi S-O
Terus giat melakukan sosialisasi secara langsung maupun tidak
langsung kepada instansi-instansi vertikal, PNS dan juga para pedagang
tentang kesadaran wajib zakat, Baitul Mal juga menyediakan layanan
jemput zakat untuk memudahkan para muzakki dalam membayar zakat.
Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang juga membuka rekening zakat bagi
muzakki yang ingin menyetorkan zakatnya.
2. Strategi S-T
Dengan dana zakat yang semakin berkembang diperlukan adanya
pengawasan dan prosedur yang lebih teliti dalam memberikan dana zakat
sehingga tidak terjadi penyalahgunaan wewenang seperti pengambilan
dana zakat atas nama keluarga namun dana yang diberikan tidak sampai
pada mustahik.
3. Strategi W-O
Melakukan koordinasi secara rutin kepada pihak yang berwenang
untuk mengeluarkan kebijakan agar segera dapat dilakukan pemotongan
gaji PNS secara langsung. Dengan adanya Da’i kecamtan dan perbatas
memberikan peluang bagi Baitul Mal untuk memberikan pemahaman
kepada mustahik dan muzakki mengenai zakat.
4. Strategi W-T
Terus memberikan pemahaman kepada muzakki tentang kewajiban
mengeluarkan zakat. Kemudian kembali memberikan pinjaman berupa
dana produktif dengan akad qardhul hasan dan terus melakukan
pendampingan usaha produktif bagi mustahik sehingga dana yang
diberikan dapat bermanfaat dalam mensejahterakan kehidupan mustahik
dan dana yang diberikan dapat dikembalikan kepada Baitul Mal.
48
D. Analisis Kesesuaian Pengelolaan dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat
Zakat merupakan salah satu instrumen yang dapat mengurangi
angka kemiskinan, oleh karena itu dibutuhkan regulasi yang benar-benar
mampu mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Peran
Baitul Mal sangat penting dalam mengumpulan, mendistribusikan, dan
mendayagunakan zakat, sehingga esensi zakat sesungguhnya dapat
tercapai.
Dalam melakukan kegiatan pengelolaan zakat, Lembaga Amil
Zakat dinaungi dibawah payung hukum yaitu berupa Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, berikut analisis sistem
pengelolaan zakat yang ada pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
dalam perspektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Zakat:
1. Perencanaan
Perencanaan merupakan serangkaian proses rencana kegiatan
tahunan yang ditetapan berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang
telah dirumuskan dalam Rencana Strategis. Langkah pertama yang diambil
oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang dalam perencanaan awal adalah
merumuskan keadaan atau kondisi zakat yang ada di Kabupaten Aceh
Tamiang. Perencanaan pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
dilakukan oleh staff, kepala baitul mal dan sekretariat Baitul Mal.
Perencanaan ini dirapatkan dalam Rapat Program Kerja yang dilakukan 4
(empat) bulan sebelum tahun yang akan datang bersama staff, Kepala
Baitul Mal, dan juga Kepala Sekretariat Baitul Mal. Seluruh program yang
direncanakan bila telah disepakati, selanjutnya diserahkan kepada Tim
Pembina untuk ditinjau kembali, diberi masukan dan persetujuan.
Selanjutnya program kerja yang telah disetujui oleh Tim Pembina
diusulkan kepada Bupati Kabupaten Aceh Tamiang untuk persetujuan.
Selanjutnya perumusan untuk para mustahiq, sebelum pendistribusian
zakat dibagikan kepada 8 asnaf maka petugas zakat perlu memilih para
49
calon mustahiq yang benar-benar berhak menerima harta zakat dengan
sangat selektif agar pendistribuan zakat tepat pada sasarannya.3
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan terhadap rencana/program kerja tahunan yang telah
dibuat Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang dilakukan oleh Pengurus dari
masing-masing bidang pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang, yaitu
melaksanakan pengumpulan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dari
masyarakat, termasuk para pegawai yang ada di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Aceh Tamiang dan menyalurkan dana ZIS tersebut kepada
mustahik sesuai dengan hasil musyawarah pada rapat kerja. Adapun
pelaksanaan yang dilakukan sebagai berikut:
a. Pengumpulan
Dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga amil zakat,
pengumpulan dilakukan oleh bagian pengumpulan sesuai dengan
aturan yang tertulis di dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Zakat, dimana Pada pasal 21, 22, 23 dan 24
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat
menjelaskan bahwa “dalam rangka pengumpulan zakat, muzakki
melakukan penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya. Dalam hal
tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya, muzakki dapat
meminta bantuan BAZNAS. Zakat yang dibayarkan oleh muzakki
kepada BAZNAS atau LAS dikurangkan dari penghasilan kena pajak.
BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat kepada
setiap muzakki. Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak”.
Selama ini Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang baru bisa
mengumpulkan dana zakat dan infaq dari kalangan Pegawai Negeri
Sipil, PDPK, Pejabat Politik, Instansi Vertikal, Perusahaan Swasta,
3 Wawancara dengan Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang Bapak Mulkan Tarida
Tua Tambubolon pada hari Kamis 5 Juli 2018
50
dan pribadi. Ditambah lagi dengan pemotongan infaq dari Perusahaan
(Rekanan) yang mendapat pekerjaan pada Pemerintah Kabupaten
Aceh Tamiang sebesar 0,5% dari nilai pekerjaan diatas Rp. 20.000.
Kendatipun demikian, masih banyak juga PNS terutama di lingkungan
sekolah yang enggan menyetorkan zakat dan infaqnya ke Baitul Mal
Kabupaten Aceh Tamiang. Berbagai alasanpun dikemukakan untuk
mengelakkan pemotongan zakat dan infaq. Ada yang berdalih gajinya
sudah habis karena harus membayar pinjaman di bank, ada juga yang
beralasan karena terlalu banyak pengeluaran dan lain-lain.4
Sebelum ini Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang telah
mengupayakan untuk membuat Instruksi Bupati tentang pemotongan
langsung zakat dan infaq PNS melalui Bendaharawan Umum Daerah
(BUD) sebagaimana yang telah dilaksanakan di Baitul Mal Provinsi
Aceh dan beberapa Baitul Mal Kabupaten/Kota. Namun sampai
sekarang masih belum ada tanggapan dari Pemerintah Daerah untuk
menindaklanjuti upaya tersebut.
Sejauh ini Baitul Mal juga melakukan upaya lainnya dalam
mengumpulkan zakat, yaitu berupa mendatangi langsung para
mustahik untuk menjemput zakat, baitul mal terus gencar melakukan
sosialisasi kepada pihak-pihak instansi secara vertikal, sehingga sejak
pertama berdirinya yaitu pada tahun 2008 hingga 2018 pemasukan
zakat dan infaq pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang terus
meningkat.
4 Wawancara dengan Kepala Bidang Pengumpulan Bapak Hadi Primanda pada hari Jumat
6 Juli 2018
51
Grafik: 3.1
Sumber: Laporan Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa dana pemasukan zakat dan
infaq pada Baitul Mal Aceh Tamiang semakin meningkat dari tahun
ke tahun, hal ini tidak lepas dari semangat dan usaha para amil dalam
melakukan pengumpulan zakat, bahkan Kepala Baitul Mal Bapak
Mulkan Tarida Tua Tambubolon, S. Pd. I, Lc, M.H.I tidak segan-
segan untuk turun ke lapangan untuk menjemput langsung zakat dari
para muzakki. Dalam hal pengumpulan, Baitul Mal telah menjalankan
fungsinya sesuai dengan aturan Undang-undang Nomor 23 tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat, namun demikian Baitul Mal masih
mengalami banyak kendala dalam mengoptimalkan pengelolaan,
kendala tersebut baik berupa:
a. Kurangnya kesadaran aparatur pemerintah dan
masyarakat/Instansi Vertikal (Kepolisian, TNI, Kejaksaan,
Pengadilan Negeri, Mahkamah Syar’iyah, Kementrian
Agama Kabupaten), BUMN/BUMD dan perusahaan-
3,670,024,097
8,900,000,000
11,377,694,985
12,142,169,185
2014 2015 2016 2017
Pemasukan Zakat dan Infaq Baitul Mal Aceh Tamiang
2014-2017
52
perusahaan lingkungan Kabupaten Aceh Tamiang dalam
membayar zakat, infaq dan sedekah.
b. Kurangnya sumber daya manusia yang profesional dibidang
zakat, infaq dan sedekah.
c. Sarana dan prasarana serta sumber dana yang belum
memadai dalam melaksanakan operasional.
d. Masih rendahnya dedikasi para pejabat untuk
mengaplikasikan peranannya dalam mensosialisasikan ZIS.
Dalam mengumpulkan dana ZIS Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang membentuk UPZ, melaksanakan pendataan muzakki, melakukan
sosialisasi secara langsung di kalangan PNS, Instansi Vertikal, Karyawan
Perusahaan, BUMN, BUMD dan Pengusaha, serta sosialisasi media
seperti spanduk, baliho, leflet, stiker, kalender, running teks, papan
informasi, media internet seperti blog, facebook dan twitter, media massa
dan lain-lain. Disamping itu juga, salah satu cara sosialisasi sadar zakat
dan infak kepada para pedagang dan pengusaha Baitul Mal Kabupaten
Aceh Tamiang menyurati dan membagikan kalender Baitul Mal dan juga
menyebarkan spanduk ke Kecamatan dalam Kabupaten Aceh Tamiang.
Disamping itu juga Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang terus melakukan
safari jum’at ke mesjid-mesjid, sosialisasi di kalangan Da’i Kecamatan
dan Da’i Perbatasan Aceh Tamiang untuk kemudian disampaikan kepada
masyarakat. Selain itu, Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang juga
memfasilitasi layanan jemput zakat dengan mendatangi langsung para
pedagang-pedagang maupun pegawai BUMN dan BUMD. Dalam
pelaksanaannya muzakki juga dapat membayarkan langsung zakat dan
infaqnya ke Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang atau bisa transfer
melalui rekening yang telah disediakan oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang, yaitu Rekening Zakat Bank Aceh: 141.01.02.580024-7,
Rekening Infaq Bank Aceh: 041.01.020580023-5
53
b. Pendistribusian
Dalam Pasal 25 dan 26 “Zakat wajib didistribusikan kepada
mustahik sesuai dengan syariat Islam dan pendistribusian zakat,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, dilakukan berdasarkan skala
prioritas dengan memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan, dan
kewilayahan”. Pendistribusian oleh Baitul Mal Aceh Tamiang
dilakukan setelah mendapat persetujuan oleh Tim Pembina mengenai
program-program yang diajukan untuk dilaksanakan. Zakat
didistribusikan kepada 8 (delapan) asnaf yang disebutkan di dalam Al-
qur’an. Bentuk pendistribusian tersebut direalisasikan dalam bentuk-
bentuk program yang telah dijabarkan sebelumnya.
Pendistribusian yang dilakukan oleh Baitul Mal telah memenuhi
pasal 25 dan 26 Undang-undang nomor 23 tahun 2011. Meskipun
pada dasarnya Provinsi Aceh memiliki Undang-Undang khusus
mengenai Baitul Mal yaitu berupa Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2007
Tentang Baitul Mal. Dalam pendistribusiannya dana zakat
dikumpulkan terlebih dahulu baru pada tahun selanjutnya disalurkan,
berbeda dengan pengelolaan zakat secara Nasional dimana
pengumpulan dan penyalurannya dilakukan pada tahun yang sama.
Petugas Baitul Mal setiap tahunnya selalu melakukan validasi pada
mustahiq dengan cara bekerjasama dengat aparat kelurahan dan
masyarakat setempat. Dengan demikian pendistribusian zakat bisa
tepat sasaran. Cara pendistribusian yang dilakukan ada dengan cara
diantar langsung kepada mustahik, ada pula yang datang langsung ke
kantor Baitul Mal untuk mengambil langsung zakatnya, adapula
dengan cara diwakili oleh sanak keluarga apabila yang bersangkutan
dalam keadaan berhalangan untuk hadir.
Pendistribusian dana zakat pada setiap tahunnya dibagi dalam tiga
tahap. Baitul Mal sebelum melakukan pendistribusian, terlebih dahulu
melakukan kegiatan “Launching Program Penyaluran ZIS” yang
54
dibagi dalam 3 tahap. Sehingga semua program dapat berjalan sesuai
yang direncanakan.5
c. Pendayagunaan Zakat
Dalam Pasal 27 ayat (1) disebutkan bahwa pendayagunaan zakat
tidak selamanya konsumtif “zakat dapat digunakan untuk usaha
sproduktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan
kualitas umat”. Namun untuk melakukan hal tersebut, tetap terdapat
syarat yaitu setelah kebutuhan mustahik terpenuhi (Pasal 27 ayat 2)
“pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah
terpenuhi”. Pada Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang,
pendayagunaan zakat secara produktif pernah dijalankan pada tahun
2013 sampai tahun 2015, namun pada tahun 2016 program tersebut
tidak lagi dijalankan. Berdasarkan wawancara dengan kepala bidang
pendistribusian dan pendayagunaan Bapak Asy’ari. S. Sos
mengatakan bahwa kendala yang dihadapi oleh Baitul Mal ialah
terbatasnya tenaga kerja (amil) pada Baitul Mal yang mampu
mengkoordinir kegiatan usaha yang dijalankan oleh para penerima
zakat produktif, juga kurangnya kesadaran para penerima manfaat
modal usaha yang diberikan.
“Sejak tahun 2016 ke atas, 2017 dan 2018 tidak ada
pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dilakukan oleh Baitul
Mal Aceh Tamiang, namun sebelumnya ada. Sebenarnya
pemberdayaan ekonomi masyarakat harus ada karena itu
mrupakan salah satu jalan untuk memudahkan bagi masyarakat
yang membutuhkan bantuan”.6
5 Wawancara dengan Kepala Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Bapak Asy’ari,
S. Sos pada hari Rabu 4 Juli 2018 6 Wawancara dengan Kepala Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Bapak Asy’ari,
S. Sos pada hari Rabu 4 Juli 2018
55
Bentuk pemberdayaan zakat, infaq, dan sadaqah produktif yang
dulu pernah dijalankan oleh Baitul Mal ialah berupa pinjaman dengan
akad Qardhul Hasan yaitu pengembalian modal sesuai dengan
nominal yang dipinjam yang diberikan kepada masyarakat dengan
status ekonomi kecil.
Dalam pengamatan penulis, untuk hal mengenai pemberdayaan
ekonomi yang tidak lagi dijalankan menilai bahwa Baitul Mal Aceh
Tamiang belum sepenuhnya mampu berkonstribusi dalam
meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat, hal ini dibuktikan
dengan statistik jumlah penduduk miskin yang ada di Kabupaten Aceh
Tamiang dari tahun 2014 sampai dengan tahun 2017 terus mengalami
peningkatan.
Pendistribusian dan pendayagunaan zakat di Baitul Mal Kabupaten
Aceh Tamiang dilakukan dalam 3 (tiga) tahap pada setiap tahunnya,
adapun penyaluran dan pendayagunaannya dilakukan dengan 3 (tiga)
cara yaitu :
1) Permohonan bantuan
Cara pendayagunaan ini dilakukan oleh Baitul Mal
Kabupaten Aceh Tamiang untuk memudahkan masyarakat
dalam menerima bantuan yaitu dengan cara mustahiq
mengajukan permohonan dengan mendatangi langsung
kantor Baitul Mal atau mengunduh dan mengisi formulir
yang telah disediakan pada website Baitul Mal.
2) Pemberitahuan dari masyarakat
Hal ini dilakukan agar memudahkan pihak Baitul Mal,
dalam memberdayakan masyarakat yang kurang mampu,
agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan
dirinya menjadi lebih baik.
3) Survei lapangan
Selain dua strategi di atas, pihak Baitul Mal juga mensurvei
langsung ke lokasi masyarakat yang kurang mampu,
56
dengan menjumpai kepala Gampong terlebih dahulu.
Kemudian Baitul Mal akan didampingi oleh kepala
Gampong saat proses mensurvei.
Untuk zakat fitrah penyalurannya di semua tingkat UPZ yang
dibagikan langsung kepada mustahik terutama untuk fakir miskin sebelum
pelaksanaan Idul Fitri sedangkan Baitul Mal hanya menerima laporan saja
dari UPZ. Sedangkan untuk penyaluran dana selain zakat fitrah disalurkan
setelah rencana/program kerja tahunan dibuat dan disetujui oleh Bupati
Kabupaten Aceh Tamiang. Adapun pendistribusian dan pendayagunaan
dana ZIS di Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang dilakukan melalui
program pemberdayaan yang tercakup dalam kategori program sektor
pendidikan, dakwah, kesehatan, sosial dan sektor kemitraan dengan dayah
dengan jumlah pendistribusian yang dipaparkan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.1
No Tahun Jumlah
1 2016 Rp 5.501.480.766
2 2017 Rp 7.531.692.156
3 2018 Rp 5.103.950.000
Total Rp 18.137.122.922
Sumber: Laporan Buku Kas Umum Dana Zakat Baitul Mal Aceh Tamiang
3. Pengoordinasian
Dalam mengoordinasi kinerja Baitul Mal Kabupaten Aceh
Tamiang langsung diawasi oleh Tim Pembina Kepemerintahan Aceh
Tamiang yang dilakukan sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun
2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Baitul Mal Aceh
Tamiang. Bahwa tim pembina di usulkan oleh Baitul Mal untuk membina
dan mengawasi Baitul Mal, dan tim pembina juga bertanggung jawab
kepada Bupati Kabupaten Aceh Tamiang. Sedangkan di dalam Baitul Mal
57
sendiri langsung diawasi oleh Kepala Baitul Mal. Namun, dalam
mengoordinasi para petugas zakat bukan hanya Kepala Baitul Mal yang
berperan, melainkan orang-orang yang terdapat pada bidang pelaksana
tersebut. Diantaranya, anggota bidang pengumpulan diawasi atau
dikoordinasi oleh kepala bidangnya, begitu pula dengan bidang lain seperti
bidang pendistribusian dan pendayagunaan, bidang pengelolaan, dan juga
bidang pengembangan.7
7 Wawancara dengan Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang Bapak Mulkan Tarida
Tua Tambubolon pada hari Kamis 5 Juli 2018
58
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya tentang strategi pengelolaan zakat pada Baitul Mal Kabupaten
Aceh Tamiang, maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari tahun ke tahun
dana yang dikumpulkan oleh Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang terus
mengalami peningkatan. Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang telah
berhasil dalam hal pengelolaan zakat yang dibuktikan dengan perencanaan
awal Baitul Mal berupa merumuskan keadaan atau kondisi zakat yang ada
di Kabupaten Aceh Tamiang. Perencanaan pada Baitul Mal Kabupaten
Aceh Tamiang dilakukan oleh staff, kepala baitul mal dan sekretariat
Baitul Mal. Perencanaan ini dirapatkan dalam Rapat Program Kerja yang
dilakukan 4 (empat) bulan sebelum tahun yang akan datang bersama staff,
Kepala Baitul Mal, dan juga Kepala Sekretariat Baitul Mal. Perencanaan
yang dirancang sudah terstruktur, terlihat dari program-program
penyaluran dan pendayagunaan zakat yang sudah teralokasikan dengan
baik dan maksimal.
Kemudian, tahap pelaksanaannya juga sudah mencapai tahap
kepuasan dari segi pembagian zakat, meskipun terdapat beberapa kendala
kecil yang timbul seperti keterlambatan instruksi yang dikeluarkan oleh
pihak yang berwenang maupun dari pihak mustahik yang tidak dapat
diakomodir sepenuhnya oleh Baitul Mal. Dalam hal pendayagunaan zakat
Baitul Mal belum mampu menjalankan kembali program pendayagunaan
zakat produktif, hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya tenaga kerja amil
yang bisa mendampingi mustahik dalam menjalankan usaha nya sehingga
hal tersebut belum dijalankan kembali.
Pengorganisasian yang yang dilakukan oleh Baitul Mal sudah
terkoordinasi dengan baik dan tanggap sehingga memudahkan pihak
Baitul Mal dalam mengumpulkan dan menyalurkan zakat.
59
Dengan segala kendala yang terjadi Baitul Mal telah mengambil
strategi-strategi yang memungkinkan Baitul Mal terus mendapat
kepercayaan sebagai Lembaga Pengelola Zakat dan terus menjadi lebih
baik sehingga kesejahteraan masyarakat dapat terus berkembang.
B. Saran
Setelah meninjau terkait strategi pengelolaan zakat yang sudah
diberdayakan sejauh ini, penulis menyarankan kepada Baitul Mal Aceh
Tamiang supaya mengadakan kembali program pemberdayaan ekonomi
produktif yang pernah dijalankan sebelumnya dengan melakukan
pendampingan kepada para mustahik yang menerima manfaat tersebut,
agar hal-hal yang tidak diinginkan terulang kembali. Dengan adanya
program berupa zakat produktif ini perputaran ekonomi akan lebih
produktif, tidak menutup kemungkinan bagi mustahik untuk
memberdayakan dana zakat yang diterima dan mengembangkannya
sehingga statusnya dapat beralih menempati posisi muzakki. Jika dana
zakat yang diberikan hanya sebatas konsumtif maka roda perekonomian
tidak berjalan dengan dinamis dan berputar sebagaimana mestinya justru
menjadi statis dan roda ekonomi tersebut tidak berkembang secara
maksimal.
Baitul Mal juga disarankan agar tidak menyerah dalam
menyerukan kepada Pemerintah untuk diterbitkannya PERDA yang
mewajibkan atau mengikat masyarakat terutama dari kalangan pegawai
negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) untuk berzakat, guna
menyadarkan masyarakat akan pentingnya zakat.
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim; Terjemahan Departemen Agama
Ali, Mohammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: UI Press,
1988.
Al-Qaradhawi, Yusuf. Hukum Zakat Studi Komparatif Mengenai Status dan
Filsafat Zakat Berdasarkan Quran dan Hadis, terj. Salman Harun, dkk.
Jilid 1. Bogor: PT. Pustaka Litera AntarNusa, 1993.
Al-Qaradhawi, Yusuf. Konsepsi Islam Dalam Mengentas Kemiskinan, alih
bahasa Umar Fanany. Cet. Ke-3. Surabaya: Bina Ilmu, 1996.
Az-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islam Wa Adillatuhu (Puasa-I’tikaf-Zakat-
HajiUmroh), terj. Abdul Hayyie al-Kattani, dkk. Jilid 3. Jakarta: Gema
Insani, 2011.
Bello, Dogarawa Ahmad. “Poverty Alleviation Through Zakah and Waqf
Institutions: A Case For the Muslim Ummah in Ghana”. MPRA. 23191,
(2010).
Departemen Agama. Fiqh Zakat. Jakarta: Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam
dan Direktorat Pemberdayaan Zakat, 2008.
Fakhruddin. Fiqh dan Manajemen Zakat Di Indonesia. Malang: UIN
MalangPress, 2008.
Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi, 2017.
Hafidhuddin, Didin, dkk. Fiqh Zakat Indonesia. Jakarta: BAZNAS, 2015.
--------------. The Power Of Zakat. Malang: UIN Malang-Press, 2008.
--------------. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani, 2002.
Handayani, Putri. “Pengaruh Pendayagunaan Infaq Produktif Di Baitul Mal
Terhadap Etos Kerja Masyarakat Miskin Aceh Tamiang.” Langsa: Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) zawiyah Cot Kala Langsa, 2016.
Hidayat, Rahmat. “Analisis Pengelolaan Zakat di Badan Amil Zakat (BAZ)
Kabupaten Kulonprogo.” Skripsi S1 Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2016.
http://pusat.baznas.go.id/posko-aceh/baitul-mal-aceh-bagian-dari-sistem-
pengelolaan-zakat-nasional/, diakses pada 16 Agustus 2018.
Jasafat. “Manajemen Pengelolaan Zakat, Infaq dan Sadaqah Pada Baitul Mal
Aceh Besar.” Al Ijtimaiyyah. 1, 1 (2015).
82
Khallaf, Abdul Wahhab. Ilmu Ushul Fiqih, terj. H. Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib.
Cet. Ke2. Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2014.
Mamudji, Sri, dkk. Metode Peneitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Universitas Indonesia, 2005.
Nurul, Novarini, dkk. Zakat Perspektif Mikro-Makro Pendekatan Riset. Jakarta:
Kencana, 2015.
Panduan Zakat Praktis, Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat
Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Zakat. Jakarta,
2013.
Purbasari, Indah. “Pengelolaan Zakat Oleh Badan Lembaga Amil Zakat Di
Surabaya dan Gresik.” Mimbar Hukum. 27, 1 (2015).
Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013.
Rencana Strategis Zakat Nasional 2016-2020
Shihab,Muhammad Quraish. Membumikan Al-Qur’an. Bandung: Mizan Pustaka,
2004.
Siregar, Syapar Alim. “Implementasi dan Implikasi Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2011 Terhadap Pengelolaan Zakat di BAZNAS Kabupaten
Tapanuli Selatan (Studi Deskriptif Pada Instansi Pemerintah Kabupaten
Tapanuli Selatan).” Tesis S2 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,
2016.
Sudirman. Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas. Malang: UIN-Malang Press,
2016.
Suma, Muhammad Amin. Sinergi Fiqh Dan Hukum Zakat Dari Zaman Klasik
Hingga Kontemporer. Ciputat: Kholam Publishing, 2019.
Umar, Muhammad. Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif. Jambi:
Sulthan Thaha Press, 2010.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Usman, Suparman. Hukum Islam: Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam
dalam Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002.
Wawancara dengan Kepala Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan Bapak
Asy’ari, S. Sos pada hari Rabu 4 Juli 2018.
Wawancara dengan Kepala Baitul Mal Kabupaten Aceh Tamiang Bapak Mulkan
Tarida Tua Tambubolon pada hari Kamis 5 Juli 2018
83
Wawancara dengan Kepala Bidang Pengumpulan Bapak Hadi Primanda pada hari
Jumat 6 Juli 2018
Wibisono, Yusuf. Mengelola Zakat Indonesia. Jakarta: Kencana, 2015.
Zulhamdi. “Urgensi Lembaga Amil Zakat & Perkembangannya di Aceh.” Al-
Muamalat Jurnal Ilmu Hukum & Ekonomi Syariah. II, 01. (2016).