strategi komunikasi muhammadiyah terhadap...
TRANSCRIPT
STRATEGI KOMUNIKASI MUHAMMADIYAH TERHADAP AKULTURASI
BUDAYA ISLAM DAN BUDAYA LOKAL DI DESA SOMAGEDE
KABUPATEN BANYUMAS JAWA TENGAH
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh :
Mahdi Musthaffa
NIM: 109051000141
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1434 H/2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 1 Juni 2013
Mahdi Musthaffa
i
ABSTRAK
Strategi Komunikasi Muhammadiyah Terhadap Akulturasi Budaya Islam
Dan Budaya Lokal di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah
Akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal menjadi bagian dalam
struktur kehidupan masyarakat Jawa. Di Somagede, akulturasi nampak ketika
dalam peringatan hari besar keagamaan. Misalnya, dalam memperingati 1
Muharram masyarakat mengadakan pagelaran wayang, kiraban, gunungan, dan
lain-lain. Masyarakat memperingatinya secara sejajar antara nilai-nilai keagamaan
dengan kearifan budaya lokal. Akulturasi menjadi tantangan baru bagi para
pembawa ajaran Islam di sebuah organisasi/lembaga seperti Muhammadiyah.
Salah satu persyarikatan Islam di Indonesia yang bergerak di bidang syiar
agama ialah Muhammadiyah. Berkembang pesat di tanah Jawa dan tersebar ke
seluruh Indonesia. Dengan tujuan memurnikan ajaran Islam yang tercampur
dengan budaya asli di seluruh penjuru tanah air. Sebagai pendatang,
Muhammadiyah memerlukan strategi penyampaian yang tepat agar diterima oleh
budaya asli. Maka, bagaimanakah strategi komunikasi Muhammadiyah terhadap
akulturasi budaya Islam dan budaya lokal di Desa Somagede Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah?
Strategi komunikasi yang digunakan dalam menghadapi perpaduan budaya
Islam dan budaya lokal ialah dengan melakukan syiar atau dakwah bil-lisan.
Muhammadiyah menyelaraskan tradisi yang dilakukan masyarakat dengan sisipan
ajaran Islam yang murni. Menyampaikan materi kajian Islam disertai dengan
perilaku yang sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Sehingga secara tidak langsung
menimbulkan perubahan atas penilaian masyarakat terhadap ajaran Islam yang
murni.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Menggambarkan atau melukiskan situasi
tertentu dengan melakukan wawancara dan observasi. Mengamati langsung subjek
penelitian sebagai sumber informasi untuk mengetahui strategi komunikasi
Muhammadiyah di Desa Somagede Banyumas.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa strategi komunikasi
yang digunakan Muhammadiyah Cabang Somagede terhadap akulturasi budaya
lokal dan budaya Islam tidak berjalan efektif. Muhammadiyah tidak banyak
menggunakan penyampaian khusus kepada masyarakat. Strategi yang ada hanya
dengan dakwah bil-lisan melalui pengajian. Seperti melakukan kegiatan pengajian
rutin setiap minggu wage dan tanggal 12 setiap bulan di masjid/mushola binaan
Muhammadiyah Cabang Somagede.
Keywords: Strategi, Komunikasi, Muhammadiyah, budaya, dan Islam.
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, serta memberikan kesehatan lahir dan
batin, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam
semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
Al-Qur’an dan Hadist-Nya beserta keluarga, para sahabat, dan pengikutnya.
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT dan Rasullullah SAW penulis
berhasil menciptakan karya tulis yang besar dan patut dibanggakan atas segala
rintangan dan kesulitan penulis dalam menyajikan dengan sebaik-baiknya. Sekalipun
skripsi yang berjudul “Strategi Komunikasi Muhammadiyah Terhadap Akulturasi
Budaya Lokal Dan Budaya Islam Di Desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa
Tengah” ini masih jauh dari sempurna.
Maka, penulis yakin bahwa skripsi ini masih banyak kesalahan dan kekurangan
yang perlu diperbaiki, mengingat kemampuan dan pengetahuan penulis yang terbatas.
Namun berkat doa, motivasi bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak
yang akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan.
Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Dr. H. Arief Subhan M.A, Wakil Dekan I Bidang Akademik, Drs.
Wahidin Saputra, M.A, Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum,
iii
Drs. Mahmud Jalal, M.A, serta Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Drs.
Study Rizal L.K, M.A.
2. Drs. Jumroni, M.Si selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan
Ibu Umi Musyarofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam.
3. Zakaria, M.Ag selaku Penasehat Akademik yang telah meluangkan waktunya
kepada penulis untuk berdiskusi dan memberi masukan atas judul skripsi yang
penulis ajukan.
4. Ibu Umi Musyarrofah, MA. sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Skripsi
yang selalu memberikan bimbingan dan arahan secara terperinci kepada
penulis dalam tahapan pembuatan skripsi sampai terselesaikan dengan baik.
5. Para Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah
mewariskan ilmu dan pengalaman kepada penulis selama masa perkuliahan.
Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat bagi penulis dan menjadi amal sholeh
yang pahalanya akan terus mengalir dari Allah SWT, Amin.
6. Segenap karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu dan Ilmu Komunikasi serta
Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan
penulis mendapatkan referensi. Serta bersedia melayani penulis meminjamkan
buku dengan ramah dan santun.
7. Bapak Moh. Prakoso, S.Pd.I., Bapak H. Suhodo Anshori, Bapak Drs. Sumuyut
selaku Pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede yang bersedia untuk
diwawancara dan membantu penulis mencari informasi ditempat penelitian.
iv
8. Ucapan terima kasih yang begitu mendalam kepada kedua orang tua penulis
Bapak H. Safrudin dan Ibu Hj. Opih Karyati juga adik-adikku tersayang, yang
telah memberikan doa, motivasi, semangat, dan kasih sayang. Sehingga
membuat penulis selalu optimis dalam menyelesaikan skripsi ini.
9. Sahabat-sahabat perjuangan penulis di kelas KPI.D 2009 Eko Wahyudi sahabat
yang penulis anggap sebagai keluarga sendiri yang telah memberikan ilmu,
motivasi, semangat dan perhatian lebih terhadap skripsi penulis. Juga Yusuf,
Zidni, Bowo, Ryan, Riza, Angga, Ridwan, Rizky, Ari, Bayu, Levi, Ririn,
Nofal, Dina, Tika, Tari, Fitri, Fajrin, Yuli, Rina, Noflim, Okta, Anna, Yudid,
Zakiyah, Fadli, Rikza, Devi, Rizal, terima kasih atas segala dukungan,
perhatian dan memberikan nuansa kekeluargaan selama lebih dari tiga tahun
bersama-sama menuntut ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sukses buat
sahabat-sahabatku, semangat terus demi meraih masa depan.
10. Kawan-kawan KKN SUPER dan adik-adik kelas sekalian terima kasih atas
semangat yang diberikan kepada penulis dalam menulis skripsi ini
11. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik moril
maupun materil kepada penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Jakarta, 1 Juni 2013
Mahdi Musthaffa
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 6
D. Metodologi Penelitian ................................................................... 8
E. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 12
F. Sistematika Penulisan ................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Komunikasi ................................................................ 15
B. Pengertian Strategi ....................................................................... 19
C. Teori Strategi Komunikasi ........................................................... 21
D. Unsur-Unsur Komunikasi Antarbudaya ...................................... 24
E. Akulturasi dan Budaya ................................................................ 30
1. Pengertian Akulturasi ........................................................... 30
2. Faktor Akulturasi .................................................................. 32
3. Pengertian Budaya dan Asimilasi ......................................... 33
F. Pengertian Budaya Islam ................................................................ 38
G. Pengertian Budaya Lokal ................................................................ 41
H. Muhammadiyah .............................................................................. 43
BAB III GAMBARAN UMUM MUHAMMADIYAH DAN AKULTURASI
BUDAYA DI KECAMATAN SOMAGEDE BANYUMAS A. Profil Muhammadiyah Cabang Somagede .................................... 49
1. Sejarah Berdirinya ..................................................................... 49
2. Visi-Misi .................................................................................... 51
3. Struktur Organisasi dan Kepengurusan ..................................... 52
4. Program-Program Kerja ............................................................ 54
5. Tujuan dan Sasaran ................................................................... 56
6. Sarana dan Prasarana ................................................................. 57
B. Budaya Islam dan Budaya Lokal
di Kecamatan Somagede Banyumas .............................................. 58
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Strategi Komunikasi Muhammadiyah Cabang Somagede ............ 60
B. Perubahan Masyarakat Akan Hadirnya Muhammadiyah
Terhadap Akulturasi Budaya Islam dan Lokal
di Kecamatan Somagede ................................................................ 67
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................... 71
B. Saran .............................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 74
LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Izin Penelitian dan Wawancara dari Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Surat Keterangan Penelitian dari KESBANGPOL Kabupaten
Banyumas
Lampiran 3. Surat Keterangan Penelitian dari BAPPEDA Kabupaten
Banyumas
Lampiran 4. Surat Keterangan Penelitian dari Kecamatan Somagede
Kabupaten Banyumas
Lampiran 5. Pedoman Wawancara
Lampiran 6. Hasil Wawancara
Lampiran 7. Foto-foto dan Dokumentasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia menganggap bahwa agama identik dengan seperangkat simbol
kebudayaan dan gagasan yang memusatkan perhatian dan memberikan makna pada
kehidupan manusia dan alam yang tidak diketahui. Simbol kebudayaan tersebut
menggambarkan visi dan tujuan akhir dari dunia alamiah dan manusiawi serta
mengajarkan pada masyarakat tentang sistem kepercayaan terhadap wujud
tertinggi.1 Manusia adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya
lewat belajar. Apa yang dipelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan sosial
dan budaya.2
Dalam kenyataan sosial disebutkan bahwa manusia tidak dapat dikatakan
berinteraksi sosial kalau tidak berkomunikasi. Demikian pula dapat dikatakan
bahwa interaksi atarbudaya yang efektif sangat tergantung dari komunikasi
antarbudaya. Konsep ini sekaligus menerangkan bahwa tujuan komunikasi
antarbudaya akan tercapai komunikasi yang sukses, bila bentuk-bentuk hubungan
antar budaya menggambarkan upaya yang sadar dari peserta komunikasi untuk
memperbaharui relasi antara komunikator dengan komunikasi.3
1 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar,
2007 ), h. 194.
2 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2005,
h. 137.
3 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya ,h. 21.
2
Keberhasilan agama Islam yang berkembang hingga saat ini nampaknya
bergantung pada pencapaian para penyebar ajaran agama yang terampil dalam
berkomunikasi ketika menggunakan strateginya menyebarkan syariat Islam.
Strategi pertukaran simbol dalam komunikasi bisa menjadi faktor penunjang
keberhasilan strategi dalam menyebarkan ajaran Islam. Serta mengetahui
perubahan yang terjadi dalam suatu masyarakat ketika penyebaran agama Islam
mengenai sasaran.
Islam menghimbau kepada setiap muslim untuk mempelajari dan
mengamalkan nilai-nilai normatif yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Al-
Hadits. Nilai tersebut dijadikan konsep bermasyarakat yang diaplikasikan secara
langsung dalam kehidupan sehari-hari. Namun terkadang menjadi suatu kekeliruan
akibat adanya kesamaan makna antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi
mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.4
Masyarakat lokal menganggap kebudayaan yang diwariskan kepada mereka
memiliki hubungan dengan nilai-nilai agama karena adanya persamaan makna.
Masyarakat lokal memasukkan nilai-nilai warisan kebudayaan dalam
kegiatan keagamaan. Memasukkan perilaku budaya dalam menjalankan kegiatan
keagamaan. Terlebih pada masyarakat yang memaknai bahwa warisan kebudayaan
merupakan keyakinan yang sejalan dengan syariat Islam. Itulah yang terjadi ketika
pertukaran simbol antar dua pengaruh yang berbeda dalam komunikasi.
Hambatan ini terdapat dalam pelaksanaan hari besar keagamaan yang
disertai dengan ritual khusus atas nama warisan dan tradisi. Nampak pada setiap
4 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya), 2005,
h. 145.
3
peringatan hari besar keagamaan seringkali mengandung proses akulturasi antara
kebudayaan Islam dan kebudayaan lokal. Akulturasi tersebut telah diyakini
masyarakat karena menjadi warisan nenek moyang mereka. Misalnya dalam
peringatan 1 Muharram dengan mengadakan pagelaran wayang. Masyarakat
memperingatinya secara sejajar antara nilai-nilai keagamaan dengan kearifan
budaya lokal.
Berbicara tentang akulturasi antara wawasan budaya lokal dan budaya
Islam bahwa kebudayaan sebagai karya cipta manusia dalam upaya menyesuaikan
diri atau menjawab tantangan alam sekitarnya5. Akulturasi menjadi tantangan baru
bagi para pembawa ajaran Islam di sebuah organisasi/lembaga keagamaan untuk
meluruskan makna yang terkandung hari besar keagamaan. Tantangan tersebut
menggerakkan organisasi Islam melancarkan strategi penyampaian yang tepat
kepada masyarakat berbudaya lokal. Dengan harapan, apa yang telah disampaikan
mampu meluruskan makna sesuai syariat Islam.
Itulah tantangan yang dihadapi pada organisasi Islam pada saat ini dalam
memperjuangkan pemurnian Islam. Seseorang tidak dapat memisahkan kehidupan
manusia dari kesenian dan kebudayaan yang merupakan kecenderungan manusia
kepada segala sesuatu yang indah. Namun untuk mengubah kembali pandangan
sesuai ajaran Islam maka diperlukan suatu lembaga atau organisasi yang tepat.
Suatu organisasi Islam yang bergerak tanpa memberantas rasa kebudayaan dalam
yang menyertai umat Islam.
5 Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar (Jakarta: Rajawali, 1986),
h.371
4
Walaupun masyarakat Desa Somagede Banyumas tetap mengakui dirinya
termasuk kedalam golongan Muslim, dalam hal ketekunan beribadah. Namun
ketika hari besar keagamaan mereka cenderung salah memaknai peristiwa tersebut
dan memasukkan unsur kebudayaan di dalamnya. Seperti halnya ketika peringatan
tahun baru Islam yang dirayakan dengan acara sedekah bumi, pagelaran seni-
budaya, memotong hewan ternak sebagai persembahan,dll.
Manusia belajar berpikir, merasa, mempercayai, dan mengusahakan apa
yang patut menurut budayanya.6 Maka tidak menutup kemungkinan unsur
kepercayaan yang terkandung dalam kebudayaan menjadi sebuah keyakinan dalam
kehidupan budayanya. Menyalahgunakan nilai-nilai kebudayaan dan dijadikan
sebagai sumber ritual keagamaan telah menjadi kebiasaan masyarakat Desa
Somagede terhadap pengalaman-pengalaman budaya .
Keyakinan akan budaya tersebut terbentuk sejak lahir. Mereka diajarkan
secara turun temurun sehingga melekat dibenak dirinya. Kebudayaan membentuk
pola perilaku kehidupan tertentu sesuai dengan dari siapa warisan tersebut berasal.
Namun mereka menyadari bahwa dirinya juga terikat oleh nilai keagamaan yang
wajib dijalankan sebagai kaum muslim. Satu sisi masyarakat melaksanakan hari
besar kegamaan kehidupan berdasarkan kebudayaanya, namun di sisi lain
masyarakat tetap menggolongkan dirinya sebagai masyarakat Islam.
Gambaran tersebut menjadi sumber pengalaman bagi para da’i dalam
sebuah organisasi Islam menghadapi mad’u yang menilai bahwa kebiasaan ritual
budaya menyatu dengan ajaran-ajaran Islam. Sebagian besar menyadari akan
6 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 18.
5
hadirnya pengaruh budaya terhadap kehidupan yang mereka jalani. Budaya
mengontrol mereka agar melakukan sesuatu dan menjadikan kita sesuai yang
dikehendaki oleh budaya.
Kasus ini menjadi kajian yang menarik untuk diteliti, yang menimbulkan
beberapa permasalahan, Berdasarkan hasil pengamatan, di satu sisi
Muhammadiyah sebagai lembaga keagamaan hadir dalam masyarakat di
kecamatan Somagede untuk memurnikan Islam yang tercampur dengan
kebudayaan. Namun di sisi lain, Muhammadiyah sendiri memandang kegiatan
sosio-budaya masyarakat Desa Somagede sebagai sesuatu yang takhayul, bid’ah
dan khurafat ketika peringatan hari besar keagamaan berlangsung.
Dari perpaduan dua unsur tersebut bagaimana strategi komunikasi yang
yang tepat dalam memberikan pengaruh dan seberapa efektif kehadiran
Muhammadiyah ketika melakukan pembinaan ajaran-ajaran Islam murni di setiap
kegiatan keagamaan kepada masyarakat. Melihat hal ini peneliti tertarik untuk
mengkajinya dan mengambil judul “Strategi Komunikasi Muhammadiyah
Terhadap Akulturasi Budaya Islam Dan Budaya Lokal di Desa Somagede
Kabupaten Banyumas Jawa Tengah”
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis hanya membatasi
penelitian ini pada masalah strategi komunikasi Muhammadiyah. Strategi
komunikasi apa yang tepat dilakukan oleh Muhammadiyah dalam
mengembalikan citra dan nilai-nilai Islam setiap memperingati hari besar
keagamaan terhadap akulturasi budaya Islam dan budaya lokal. Secara spesifik
6
penulis ingin meneliti pada stratergi komunikasi Muhammadiyah di Desa
Somagede saja tanpa harus melebar luas ke topik pembahasan lain.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang serta identifikasi masalah di atas, maka
perumusan masalah dalam bentuk penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimanakah strategi komunikasi yang dilakukan Muhammadiyah
dalam menghadapi akulturasi budaya Islam dan budaya lokal pada
masyarakat Desa Somagede ?
b. Apakah dampak perubahan masyarakat terhadap strategi komunikasi
Muhammadiyah cabang Somagede dalam tradisi budaya lokal pada
peringatan hari besar keagamaan?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini diarahkan pada upaya penyajian suatu
deskripsi untuk menjelaskan hasil penelusuran lapangan. Secara material sesuai
dengan permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian ini, deskripsi
penelitian ini diharapkan agar para tokoh agama yang berperan dalam
organisasi Islam Muhammadiyah ini dapat menggunakan kajian kebudayaan
sebagai media yang tepat serta menambah nilai-nilai kebudayaan dalam
kegiatan penyebaran ajaran Islam. Lebih lanjut penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui :
a. Untuk mengetahui kegiatan keagamaan masyarakat yang berakulturasi
antara budaya Islam dengan budaya lokal di Desa Somagede.
7
b. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang diterapkan
Muhammadiyah Cabang Somagede terhadap masyarakat berbudaya
lokal.
2. Manfaat Penelitian
Dari tujuan di atas penulis berkeinginan agar penelitian ini
bermanfaat bagi peneliti sendiri dan masyarakat umumnya, dan adapun
manfaat tersebut antara lain :
a. Akademis
Dalam segi akademis penelitian ini berguna sebagai wacana bagi
mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi pada khususnya
dalam wilayah kajian ilmu Komunikasi Antar Budaya dan Agama. Karena
penelitian ini erat kaitannya antara Agama dan Kemasyarakatan yang dapat
dimanfaatkan Organisasi Islam setiap kehidupan masyarakat. Penelitian ini
juga memberikan kontribusi dalam perkembangan penelitian melalui
pendekatan ilmu dakwah dan ilmu komunikasi.
b. Kegunaan Praktis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadikan masukkan
dalam menambah wawasan bagi para mahasiswa pada khususnya. Juga
kepada kalangan teoritis serta praktis pada umumnya untuk lebih dalam
mempelajari strategi komunikasi. Menjadikan akulturasi budaya sebagai
objek dari materi penyebaran ajaran Islam dalam organisasi/lembaga.
8
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Secara umum penyajian penelitian ini Metode yang digunakan
dalam penelitian ini metode yang menghasilkan data kualitatif deskriptif dan
tertulis dengan informasi dari orang yang menghasilkan hipotesis dari
penelitian lapangan.7 Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan
pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu
fenomena sosial dan masalah manusia.
Bogdan dan Taylor mengemukakan bahwa metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis maupun lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.8 Metode
kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini yaitu jenis penelitian yang
menggambarkan atau melukiskan situasi tertentu dalam kegiatan keagamaan
yang dilakukan Organisasi Islam Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya
Islam dan lokal di Desa Somagede Banyumas. Dan strategi komunikasi yang
dilakukan oleh Muhammadiyah dalam kondisi Desa Somagede Banyumas
yang terdapat akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Penelitian ini yang menjadi subjeknya adalah masyarakat lokal dan
para pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede Banyumas. Dan yang
menjadi objek penelitian ini adalah strategi komunikasi yang digunakan
7. Deddy Maulana, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004),
h.15.
8 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,1993),
h.3.
9
pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede Banyumas dalam menghadapi
akulturasi budaya Islam dengan budaya lokal.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja yakni
dipusatkan di kediaman pengurus organisasi Islam Muhammadiyah Cabang
Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah dan Sekolah Menengah
Kejuruan Muhammadiyah Somagede. Sedangkan waktu pengamatan atau
survey telah dilakukan mulai Januari 2013 hingga menjelang penentuan waktu
observasi dan wawancara dalam melengkapi data dalam penelitian yaitu
tanggal 26-29 April dan 24-27 Mei tahun 2013 setelah Hari Jadi Kabupaten
Banyumas yang ke - 431 pada tanggal 6 April 2013.
4. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis hadir langsung
ke lokasi penelitian dengan menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:
a. Observasi, yakni pengamatan dan pencatatan dengan sistematis
fenomena-fenomena yang diselidiki.9 Dalam penelitian ini observasi
dilaksanakan langsung mendatangi aktifitas warga dalam kegiatan
keagamaan seperti masjid/musholla, sekolah dan mendatangi kediaman
pengurus cabang Muhammadiyah di Somagede Banyumas. Kegiatan
tersebut untuk mendapatkan data relevan tentang penggunaan strategi
komunikasi Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya Islam dan
budaya jawa.
9 Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2003), h.83.
10
b. Wawancara (Interview), adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang menunjukkan pertanyaan dan yang diwawancarai
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan
wawancara, seperti ditegaskan oleh Lincoln dan Guba antara lain:
menkonstruksi mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi,
perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain.10
Untuk kegiatan wawancara ini peneliti mewawancarai pengurus cabang
Muhammadiyah, tokoh agama, tokoh masyarakat dan warga sekitaran
desa Somagede Kabupaten Banyumas Jawa Tengah. Wawancara ini
untuk mengungkap proses akulturasi budaya Islam dan budaya lokal,
terutama untuk melengkapi data guna menjawab rumusan masalah.
c. Dokumentasi, adalah data mengenai variabel yang berupa catatan,
buku, angket, surat kabar, dan lain sebagainya11
. Penulis akan
mengumpulkan foto kegiatan masyarakat dalam kegiatan keagamaan.
d. Teknik Penulisan, Mengenai teknik penulisan ini, penulis berpijak pada
buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah” yang diterbitkan oleh UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta CeQDA Tahun 2007.12
5. Teknik Analisis Data
Analisa data menurut Patton (1980), adalah proses mengurai data.
Mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan suatu uraian dasar.
10 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung:Remaja Rosdakarya,1993),
h.135.
11
Suharsimi Arikunto, Prosedur penelitian sebuah pendekatan praktek (Jakarta:Rineka
Cipta, 2001), h.202
12 Hamid Nasuhi dkk, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta : CeQDA (Center For
Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah , 2007, cet.II.
11
Membedakannya dengan penafsiran, yaitu memberikan arti yang signifikan
terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari hubungan diantara
dimensi-dimensi uraian.13
Secara garis besar analisis data yang akan dilakukan,
dengan mulai memilih hal-hal pokok yang sesuai dengan fokus penelitian.
Data-data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih tajam tentang hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan.
Selanjutnya, dari data yang telah diperoleh lalu mencari hubungan, persamaan,
hal-hal yang sering muncul. Kemudian mengidentifikasikan data dan hasil
wawancara dalam perumusan masalah yang diambil. Menelaah hasil
wawancara dan pengamatan untuk menemukan fakta baru melalui observasi
dan dokumentasi pada objek penelitian.
6. Teknik Keabsahan Data
Untuk mendapatkan tingkat kepercayaan atau kebenaran hasil
penelitian, ada berbagai cara yang dapat dilakukan, yakni :
a. Memperpanjang masa observasi;
b. Mengamati terus menerus;
c. Triangulasi;
Tujuan triangulasi adalah mengecek kebenaran data tertentu dengan
membandingkannya dengan data yang diperoleh dari sumber lain, pada
berbagai fase penelitian dilapangan, pada waktu yang berlainan, dan dengan
menggunakan metode yang berlainan.
d. Membicarakannya dengan orang lain;
13 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya,1993 cet.
Ke-1, h. 103.
12
e. Menganalisis kasus negatif, kasus yang tidak sesuai dengan hasil penelitian
tertentu;
f. Menggunakan referensi;
g. Mengadakan member check. Agar informasi yang diperoleh dan gunakan
dalam penulisan laporan sesuai dengan apa yang dimaksud informan.14
E. Tinjauan Pustaka
Sebelum penelitian ini dimulai, peneliti melakukan beberapa pengamatan
skripsi di Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dan
Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Namun peneliti tidak
menemukan penelitian skripsi yang objeknya sama dengan skripsi peneliti. Untuk
menghindari penjiplakan atas karya orang lain, maka peneliti mempertegas
perbedaan antara masing-masing judul masalah yang dibahas pada skripsi
sebelumnya dengan isi atau konten permasalahan yang akan peneliti teliti.
Skripsi yang menjadi acuan penulis sebagai contoh dan pembanding adalah
skripsi berjudul “Akulturasi Budaya Antara Tradisi Sunda Wiwitan Dengan Islam
Dalam Bentuk Ritual Sesajen Di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang,
Kabupaten Sumedang”.
Penelitian tersebut ditulis oleh Pipit Pitriani mahasiswi Jurusan Komunikasi
dan Penyiaran Islam. Penelitian ini mengidentifikasikan penelitiannya secara jelas
mengenai adanya proses akulturasi dan asimilasi antara warisan Hindu-Budha
dengan unsur baru yaitu Islam.
14 Suwardi, Endraswara, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006
13
Selanjutnya skripsi yang membahas tentang “Peran Dakwah
Muhammadiyah Ranting Cibeber Bogor Dalam Membentuk Masyarakat Berakhlak
Mulia” oleh Usman Usmana mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Pada skripsi ini menjelaskan peran dan kegiatan dakwah yang dilakukan
Muhammadiyah dalam membentuk masyarakat berakhlak mulia.
Peneliti juga meninjau skripsi “Komunikasi Antarbudaya Masyarakat Adat
Baduy Luar Dengan Masyarakat Luar Baduy Di Banten” oleh Raden Dimas
Anugrah Dwi Satria mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
Permasalahannya mengetahui komunikasi, budaya dan agama yang digunakan
masyarakat Baduy Luar di Banten. Namun dalam penulisan skripsi ini tidak ada
persamaan. Penelitian ini disusun berdasarkan analisis yang peneliti lakukan
dengan pengamatan langsung terhadap objek yaitu “Strategi Komunikasi
Muhammadiyah Terhadap Akulturasi Budaya Lokal Dan Budaya Islam di
Desa Somagede Banyumas Jawa Tengah”.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini diklasifikasikan menjadi lima bab dan dirinci
kedalam sub-sub sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Memaparkan latar belakang penulisan, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan. Metodologi penelitian berisi
tentang metode penelitian, subjek dan objek penelitian, lokasi dan waktu
penelitian. Teknik pengumpulan data yang berupa observasi, wawancara,
dokumentasi, teknik penulisan, teknik analisa data dan teknik keabsahan
data. Tinjauan pustaka dan sistematika penulisan.
14
BAB II : LANDASAN TEORITIS
Tinjauan teoritis komunikasi berisi Pengertian Komunikasi, Pengertian
Strategi, Teori Strategi Komunikasi, Unsur-Unsur Komunikasi
Antarbudaya. Akulturasi dan budaya berisi Pengertian Akulturasi dan
Faktor Akulturasi, Pengertian Budaya dan Asimilasi. Pengertian Budaya
Islam, Pengertian Budaya Lokal dan Muhammadiyah.
BAB III : GAMBARAN UMUM MUHAMMADIYAH DAN AKULTURASI
BUDAYA DI KECAMATAN SOMAGEDE BANYUMAS
Memuat tentang Profil Muhammadiyah, terdiri dari Sejarah Berdirinya,
Visi-Misi, Struktur Organisasi dan Kepengurusan, Program-Program
Kerja, Tujuan dan Sasaran, Serta Sarana dan Prasarana Muhammadiyah
Cabang Somagede. Budaya Islam dan Budaya Lokal Di Kecamatan
Somagede Banyumas.
BAB IV : HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA
Hasil Temuan berupa; Strategi komunikasi dan Perubahan masyarakat
akan hadirnya Muhammadiyah terhadap akulturasi budaya Islam dan
Lokal di Kecamatan Somagede.
BAB V : PENUTUP
Kesimpulan pada uraian-uraian dan bahasan pada bab-bab sebelumnya
dan memuat saran-saran serta dilengkapi dengan daftar pustaka.
15
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pengertian Komunikasi
Kata Komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari
kata latin communis yang berarti “sama” , “communico”, communication, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis) yang paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang
merupakan akar dari kata Latin lainnya yang mirip.1 Secara garis besar kata
komunikasi didefinisikan sebagai ucapan yang terdiri dari beberapa kata. Kata
yang dikeluarkan berdasarkan hasil pemikiran, baik lambat maupun cepat
tergantung kemampuan individu dan lawan bicaranya.
Banyak definisi tentang kata “komunikasi”, Tubbs dan Moss
mendefinisikan komunikasi sebagai “proses penciptaan makna antara dua orang
(komunikator 1 dan komunikator 2) atau lebih”, menurut definisi tersebut terdapat
dua bentuk umum tindakan yang dilakukan oleh yang terlibat dalam komunikasi,
yaitu penciptaan pesan dan penafsiran pesan.2 Manusia dikatakan berhasil dalam
berkomunikasi apabila dirinya dinyatakan mampu menafsirkan pesan, mengolah
kata dalam pemikiran dan mengucapkannya dengan susunan kata yang baik.
Pengertian komunikasi dapat digolongkan menjadi tiga yaitu pengertian
secara etimology, terminology, dan paradigmatis.
1 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar (Bandung : Remaja Rosdakarya,
2008) , h. 46.
2 Dedy Mulyana, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, h. 65.
16
1. Secara etimology, komunikasi dipelajari menurut asal-usul kata, yaitu
komunikasi berasal dari bahasa Latin „communicatio‟ dan perkataan ini
bersumber pada kata „comminis‟ yang berarti sama makna mengenai suatu hal
yang dikomunikasikan.
2. Secara teminology, komunikasi berarti proses penyampaian suatu pernyataan
oleh seseorang kepada orang lain.
3. Secara paradigmatis, komunikasi berarti pola yang meliputi sejumlah
komponen berkorelasi satu sama lain secara fungsional untuk mencapai tujuan
tertentu.3
Setiap segi kehidupan manusia membutuhkan komunikasi, maka manusia
tidak dapat menghindari terjadinya proses komunikasi. Seperti halnya manusia
yang bergantung pada sandang pangan dan papan. Maka komunikasi harus juga
dipenuhi untuk mendukung jalannya kehidupan. Semua kebutuhan hidup manusia
hanya dapat terpenuhi jika komunikasi berlangsung di dalamnya. Dalam
memahami pesan harus disesuaikan dengan gaya bahasa agar komunikasi berjalan
baik dan lancar.
Saundra Hybels dan Richard L. Weaver mengatakan bahwa komunikasi
merupakan proses pertukaran informasi, gagasan, dan perasaan. Informasi yang
disampaikan tidak hanya secara lisan dan tulisan, juga dengan bahasa tubuh,
penampilan diri, atau dengan alat bantu di sekeliling untuk memperkaya pesan.4
Komunikasi dapat membuat orang lain mengambil bagian untuk memberi dan
mengalihkan informasi sebagai berita atau gagasan.
3Tommy Suprapto, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi (Yogyakarta : Media
Presindo, 2009), h. 7.
4Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: LKiS,
2002),h. 3.
17
Komunikasi juga berarti sebuah kegiatan untuk menyebarkan informasi,
mengatur kebersamaan satu sama lain, menghubungkan keakraban dan menjadi
bagian dalam kebersamaan.5 Kemampuan dalam berkomunikasi membantu
mengungkapkan ide, pikiran, gagasan dan pendapat yang disampaikan kepada
orang lain. Kemampuan berkomunikasi yang baik menghasilkan susunan kata
sesuai pesan tersebut disampaikan. Sehingga memudahkan “komunikan” sebagai
receiver dalam menafsirkan isi pesan tersebut.
Manusia tidak lepas dari kehidupan komunikasi karena manusia terlahir
dari aktivitas komunikasi. Artinya komunikasi telah menjadi bagian dari dalam diri
manusia sejak lahir. Agar lebih memahami pengertian komunikasi, maka perlu
diketahui sudut pandang proses berkomunikasi dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Komunikasi sebagai suatu proses, suatu aktivitas simbolis, dan pertukaran makna
antarmanusia. Hal itu yang menjadi sudut pandang terhadap pentingnya
menggunakan komunikasi dalam kehidupan. Berikut ini tiga pandangan
komunikasi. Komunikasi sebagai Aktivitas Simbolis
Dikatakan aktivitas simbolis karena aktivitas berkomunikasi menggunakan
simbol bermakna yang diubah ke dalam kata-kata (verbal) untuk ditulis dan
diucapkan atau simbol „bukan kata-kata verbal‟ (nonverbal) untuk „diperagakan‟.
Simbol komunikasi itu dapat berbentuk aktivitas manusia, atau tampilan objek
yang mewakili makna tertentu. Makna di sini adalah persepsi, pikiran atau
perasaan yang dialami seseorang yang pada giliranya dikomunikasikan kepada
orang lain.
5 Tommy Suprapto, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi (Yogyakarta : Media
Presindo, 2009), h. 5.
18
Komunikasi sebagai proses.
Disebut proses karena komunikasi merupakan aktivitas yang dinamis,
aktivitas yang terus berlangsung secara bersinambung sehingga dia terus
mengalami perubahan. Proses komunikasi terinci dalam rangkaian-rangkaian
aktivitas yang berbeda-beda, namun saling berkaitan, bahkan mungkin rangkaian-
rangkaian itu diaktifkan secara bertahap dan berubah sepanjang waktu.
Komunikasi sebagai pertukaran makna
Kegiatan komunikasi merupakan kegiatan mengirim atau menerima pesan,
namun pada kenyataanya pesan sama sekali tidak bertukar atau berpindah, yang
berpindah adalah makna pesan tersebut. Jadi, makna bukan sekedar kata-kata
verbal atau perilaku nonverbal, tetapi makna adalah pesan yang dimaksudkan oleh
pengirim dan diharapkan akan dmengerti pula oleh penerima. Agar setiap kata-kata
menjadi bermakna dibutuhkan pengalaman bersama dalam kehidupan
komunikasi.6
Pesan tersebut mengandung makna yang dapat diartikan. Jadi komunikasi
didefinisikan sebagai apa yang terjadi bila makna diberikan kepada suatu perilaku.
Bila seseorang memperhatikan perilaku dan memberinya makna, maka komunikasi
telah terjadi. Terlepas dari apakah menyadari perilaku atau tidak dan disengaja atau
tidak. Karena tidak mungkin seseorang yang tidak melakukan sebuah perilaku
dalam hidupnya. Maka tidaklah mungkin seseorang untuk tidak berkomunikasi
dengan kata lain seseorang tidak dapat tidak berkomunikasi.7
6 Tommy Suprapto, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi (Yogyakarta : Media
Presindo, 2009), h. 6. 7 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 13.
19
B. Pengertian Strategi
Strategi dapat dijelaskan sebagai suatu rangkaian yang dapat ditepaah
sebagai suatu „prinsip dasar‟ utama (content) strategi yang selalu memikirkan
organisasi dapat hidup dan berkembang pada suatu „konteks‟ (context) apa pun
bidangnya.8 Penelusuran lebih mendalam dari kata strategy/ strategi yang berasal
dari bahasa Yunani yaitu „strategos‟ (stratus = tentara atau militer, dan ag =
memimpin) memiliki arti seni berperang, atau dengan definisi yang lebih lengkap
untuk orang Yunani (dihubungkan dengan strategi militer).
Pada abad ke-19 dan ke-20 faktor militer yang menggunakan istilah strategi
telah bercampur dengan faktor – faktor politik, ekonomi, teknologi dan psikologis.
Istilah strategi lalu muncul dengan nama baru grand strategy atau strategi tingkat
tinggi, yang berarti seni memanfaatkan semua sumber daya suatu bangsa atau
kelompok bangsa untuk mencapai sasaran perang dan damai (Matloff,1967). 9
Definisi strategi berbeda tergantung bidang instansi yang terkait di
dalamnya. Di bidang manajemen, definisi mengenai strategi cukup bervariasi dari
beberapa ahli. Gerry Johnson & Kevan Scholes mendefinisikan strategi sebagai
arah dan cakupan jangka panjang organisasi untuk mendapatkan keunggulan
melalui konfigurasi sumber daya dalam lingkungan yang berubah untuk mencapai
kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pihak yang berkepentingan.
Henry Mintzberg mendefinisikan strategi sebagai 5 p yaitu: strategi sebagai
perspektif, posisi, perencanaan, pola kegiatan, dan strategi sebagai “penipuan”
(ploy) yaitu muslihat rahasia. Sebagai perspektif, di mana strategi dalam
8 Jemsly Hutabarat dan Martani Huseini, Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer :
Strategik Di Tengah Operasional (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2006), h. 17.
9 J. Salusu, Pengambilan Keputusan Strategik (Jakarta : Grasindo, 2004), h. 85.
20
membentuk misi kepada semua aktivitas. Sebagai posisi, di mana dicari pilihan
untuk bersaing. Sebagai perencanaan, dalam hal strategi menentukan tujuan
performansi perusahaan. Sebagai pola kegiatan, di mana strategi dibentuk pola,
yaitu umpan balik dan penyesuaian.10
Selain definisi-definisi strategi yang bersifat umum, ada juga yang lebih
khusus, Hamel dan Prahald (1995), yang mengangkat kompetensi inti sebagai hal
yang penting. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola
konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies). Perusahaan perlu
mencari kompetensi inti di dalam bisnis yang dilakukan.”11
Strategi komunikasi baik secara makro (planned multi-media strategy)
maupun secara mikro (single communication medium strategy) berfungsi ganda:
1. Menyebarluaskan pesan komunikasi bersifat informatif, persuasif dan
instruktif secara sistematik dalam memperoleh hasil optimal.
2. Menjembatani atau cultural gap akibat kemudahan diperolehnya dan
kemudahan dioperasionalkannya media massa yang begitu ampuh, yang
jika dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.12
Shirley (1978) lebih suka memakai istilah determinan atau faktor yang
menetukan. Jadi, determinan strategi menurutnya ialah peluang ekstern, kendala-
kendala ekstern, kapabilitas intern dan nilai-nilai perorangan dari pejabat-pejabat
teras. Sebagai kesimpulan, berikut ini elemen-elemen strategi:
10 Jemsly Hutabarat dan Martani Huseini, Pengantar Manajemen Strategik Kontemporer :
Strategik Di Tengah Operasional (Jakarta : Elex Media Komputindo, 2006), h. 18.
11 Husein Umar, Strategis Management In Action (Jakarta : Gramedia, 2008), h. 31.
12
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 300.
21
(1) Tujuan dan Sasaran. Strategi didefinisikan sebagai penetapan dari tujuan
dan sasaran jangka panjang suatu organisasi serta penggunaan serangkaian
tindakan dan alokasi sumber daya yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
Harvey (1982) mencoba menjelaskan : (a) organizational goals adalah
keinginan yang hendak dicapai pada waktu yang akan datang, digambarkan
secara umum dan relatif tidak mengenal batas waktu, sedangkan (b)
organizational objectives adalah pernyataan yang mengarah pada kegiatan
untuk mencapai goals, terikat waktu, dapat diukur dan dihitung.
(2) Lingkungan. Sasaran organisasi senantiasa berhubungan dengan
lingkungan, di mana bisa terjadi bahwa lingkungan mampu mengubah
sasaran. Sebaliknya sasaran organisasi dapat mengontrol lingkungan.
(3) Kemampuan internal. Kemampuan internal digambarkan sebagai apa yang
dapat dibuat (can do) karena kegiatan akan terpusat pada kekuatan.
(4) Kompetisi.Kompetisi ini tidak dapat diabaikan dalam merumuskan strategi.
(5) Pembuat strategi. Ini penting untuk menunjuk siapa yang kompeten
membuat strategi.
(6) Komunikasi. Melalui komunikasi yang baik, strategi bisa berhasil.
Informasi yang tersebia dalam lingkungan pada umumnya tidak lengkap
dan berpengaruh dalam mengatur strategi. Sungguhpun demikian,
informasi serupa ini haruslah tetap dikomunikasikan sebab hanya dengan
komunikasi dapat mengetahui pihak lain.
C. Teori Strategi Komunikasi
Seperti halnya dengan strategi di bidang apapun, strategi komunikasi harus
didukung oleh teori, sebab teori merupakan pengetahuan berdasarkan pengalaman
22
yang sudah diuji kebenarannya. Harold D. Laswell menyatakan bahwa cara yang
terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who
Says What In Whish Channel To Whom With What Effect?”
Untuk mantapnya strategi komunikasi, maka segala sesuatunya harus
dipertautkan dengan komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap
pertanyaan dalam rumusan Laswell tersebut.13
- Who? (Siapakah komunikatornya?)
- Says What? (Pesan apa yang dinyatakannya?)
- In Which Channel? (Media apa yang digunakannya?)
- To Whom? (Siapa komunikannya?)
- Whit What Effect? (Efek apa yang diharapkannya?)
Tambahan pertanyaan tersebut dalam strategi komunikasi sangat penting,
karena pendekatan (approach) terhadap efek yang diharapkan dari suatu kegiatan
komunikasi bisa berjenis-jenis, yakni:
- Information atau menyebarluaskan informasi
- Persuasion atau melakukan persuasi
- instruction atau melaksanakan instruksi14
Rumus Laswell tersebut mengandung pertautan dengan berbagai teori
komunikasi lainnya. Pertama-tama fokus perhatian perlu ditujukan kepada
komponen komunikan. Dalam bukunya Melvin L. DeFleur yang berjudul Theories
of Mass Communication, mengemukakan empat teori ialah sebagai berikut15
:
13
Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004), h. 29.
14 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 302.
15 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 30.
23
a. Individual Differences Theory
Teori ini menyatakan bahwa khalayak yang secara selektif
memperhatikan suatu pesan komunikasi, khususnya apabila bersangkutan
dengan kepentingannya, akan sesuai dengan sikapnya, kepercayaannya, dan
nilai-nilainya. Tanggapanya terhadap pesan komunikasi seperti itu akan diubah
oleh tataan psikologisnya.
b. Social Categories Theory
Asumsi dasar dari teori ini ialah bahwa kendatipun masyarakat
modern sifatnya heterogen, orang yang mempunyai sejumlah sifat yang sama
akan memiliki pola hidup tradisional yang sama. Kesamaan orientasi dan
perilaku ini akan mempunyai kaitan dengan gejala yang diakibatkan media
massa. Suatu kelompok dari khalayak akan memilih isi pesan komunikasi yang
kira-kira sama dan akan memberikan tanggapan yang kira-kira sama pula.
c. Social Relationship Theory
Menurut teori tersebut, sebuah pesan komunikasi mula-mula
disiarkan melalui media massa kepada sejumlah perorangan yang terang-
lengkap atau well informed, dan dinamakan “pemuka pendapat” atau opinion
leaders. Oleh pemuka pendapat ini pesan komunikasi tersebut diteruskan
melalui saluran antarpersona (dari mulut ke mulut), kepada orang-orang yang
kurang terpaannya oleh media massa atau, dengan perkataan lain, orang-orang
yang tidak berlangganan surat kabar, radio dan televisi. Dalam hubungan sosial
yang seperti itu, si pemuka pendapat tadi bukan saja meneruskan informasi,
tetapi juga menginterprestasikannya.
24
d. Cultural Norms Theory
Pada hakikatnya merupakan anggapan yang mendasar bahwa,
melalui penyajian yang selektif dan penekanan pada tema tertentu, media
massa menciptakan kesan-kesan pada khalayak bahwa norma-norma budaya
yang sama mengenai topik-topik tertentu dibentuk dengan cara yang khusus.16
D. Unsur – Unsur Komunikasi Antar Budaya
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Banyak aspek budaya turut
menetukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini meliputi banyak
kegiatan sosial manusia. Unsur sosio-budaya mempunyai pengaruh yang besar dan
langsung atas makna-makna yang dibangun dalam persepsi.
Unsur budaya ini mempengaruhi persepsi, unsur-unsur tersebut
mempengaruhi aspek-aspek makna yang bersifat pribadi dan subjektif. Persepsi
adalah proses internal yang dilakukan untuk memilih, mengevaluasi, dan
mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan ekseternal. Dengan kata lain,
persepsi adalah cara mengubah energi fisik lingkungan menjadi pengalaman
bermakna. Perilaku dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya. Budaya
cenderung menetukan kriteria mana yang penting ketika mempersepsi sesuatu.17
Bila memadukan unsur tersebut, sebagaimana yang dilakukan saat
berkomunikasi, unsur-unsur tersebut bagaikan komponen-komponen suatu sistem
stereo – setiap komponen berhubungan dengan komponen lainnya. Dalam keadaan
sebenarnya, unsur-unsur tersebut tidak terisolasi dan tidak berfungsi sendiri-
16 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004),
h. 30.
17 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) ,
h. 25.
25
sendiri. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu matriks yang kompleks mengenai
unsur-unsur yang sedang berinteraksi yang beroperasi bersama-sama, yang
merupakan suatu fenomena kompleks yang disebut komunikasi antarbudaya.
Dalam kajian komunikasi antar budaya, dikenal tiga unsur utama sosial
budaya utama, ialah sebagai berikut :18
1. Sistem Kepercayaan (belief) dan Nilai – nilai (values)
Kepercayaan mengkaitkan hubungan antara objek yang diyakini
individu, dengan sifat-sifat tertentu objek tersebut secara berbeda-beda.
Tingkat, derajat, kepercayaan itu menunjukkan pula kedalaman dan isi
kepercayaan seseorang. Jika seseorang merasa lebih pasti dalam
kepercayan maka lebih besar pulalah kedalaman dan isi kepercayaan.
Budaya memaninkan peranan dalam proses pembentukan
kepercayaan. Terlepas dari benar atau salahnya penerimaan dan
penggunaannya oleh individu yang berbeda latar belakang kebudayaan
dalam komunikasi antar budaya. Dengan kata lain komunikasi antar budaya
tidak dipersoalkan keyakinannya itu salah atau benar sepanjang berkaitan
dengan sesuatu kepercayaan. Hendaknya seseorang hadapi kepercayaan itu
sebagaimana adanya, apabila seseorang menginginkan komunikasi efektif
dan dapat berhasil dengan memuaskan.
Sistem kepercayaan erat kaitannya dengan nilai-nilai (values) yang
ada, sebab nilai-nilai itu adalah aspek evaluatif dari sistem-sistem
kepercayaan, nilai dan sikap, yang meliputi kualitas atau asas-asas seperti:
18 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 58.
26
- kemanfaatan
- kebaikan
- keindahan (estetika)
- kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan
Di antara nilai-nilai (values) itu ada yang sudah membaku dan
meresap lama melalui proses internalisasi kepada individu-individu. Nilai-
nilai budaya ini erat kaitannya dengan nilai agama sehingga sering
istilahnya digabung menjadi sistem nilai-nilai budaya dan nilai agama.
Kesemua nilai dan norma tersebut adalah aspek evaluatif dari sistem
kepercayaan yang menentukan perilaku-perilaku mana yang baik dan
buruk, mana yang dituruti dan dihindari.
Dibandingkan dengan pemahaman klasifikasi kepercayaan dan
nilai, klasifikasi kepercayaan dan sikap sulit memastikannya dilingkungan
kelompok. Kesulitannya sejauh mana faktor kepercayaan yang
mempengaruhi sikap terhadap diri sendiri dan orang lain serta yang terjadi
diantara mereka.19
2. Sikap dan Pandangan Dunia (world view)
Sikap didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh
dengan cara belajar untuk merespons suatu objek. Sikap dipelajari dalam
suatu konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan akan turut membentuk
sikap, kesiapan untuk merespons dan akhirnya perilaku diri sendiri.20
19 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 60.
20
Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 27.
27
Jika dihubungkan dengan komunikasi antarbudaya, sikap (attitude)
adalah kesiapan jawaban (respons) perilaku sehari-hari terhadap dunia,
manusia dan peristiwa di lingkungan. Kesiapan sikap perilaku tersebut
adalah hasil dan cara belajar merespons lingkungan dalam kawasan budaya
tertentu. Proses terbentuknya kecenderungan sikap meliputi tiga unsur:
- Unsur kognisi dan keyakinan
- Unsur evaluasi
- Unsur intensitas harapan21
Ketiga unsur tersebut berintegrasi dalam proses kejiwaan yang
menciptakan kecenderungan-kecenderungan bereaksi terhadap lingkungan.
Semua unsur - unsur kebudayaan, adat istiadat, pranata, sistem sosial dan
sistem kepribadian sampai pada sistem organik, melatarbelakangi
perspektif sikap dan perilaku seseorang. Sikap bukanlah sebuah motif atau
reaksi tetapi yang hanya dipahami melalui klasifikasi:
- Sikap positif atau konstruktif
- Sikap negatif atau destruktif22
Pandangan Dunia ( World of View)
Pandangan dunia berkaitan dengan orientasi suatu budaya terhdap
hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam, alam semesta, dan masalah-
masalah filosofis lainnya yang berkenaan dengan konsep makhluk.
Pandangan dunia membantu untuk mengetaui posisi dan tingkatan
21 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 60.
22
Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya, h. 61
28
seseorang dalam alam semesta. Oleh karena pandangan dunia begitu
kompleks, sulit melihatnya dalam suatu interaksi antarbudaya.
Dengan cara-cara yang tak terlihat dan tidak nyata, pandangan
dunia mempengaruhi komunikasi antarbudaya, oleh karena sebagai anggota
suatu budaya setiap pelaku komunikasi mempunyai pandangan dunia yang
tertanam dalam jiwa yang sepenuhnya dianggap benar dan otomatis
menganggap bahwa pihak lainnya memandang dunia sebagaimana
seseorang memandangnya.23
Cara pemahaman pandangan hidup mengenai dunia (world view) itu
adalah melalui substansi dan kerumitan dari pengaruh kuatnya terhadap
kebudayaan masyarakat, bangsa-bangsa, yang seringkali tidak disadari.
Pandangan hidup mengenai manusia dan alam ini satu dalam keseimbangan
dan keselarasanya baik makro dan mikro kosmosnya.
Sedangkan pandangan hidup lainnya memandang manusia itulah
pusatnya, terpisah dari alam semesta, sehingga ilmu pengetahuan dan
teknologi harus dikuasai manusia. Umumnya dikenal tiga tipe pandangan
dunia : Afrosentris, Eurosentris dan Asiosentris.
- Afrosentris, cara pandang bahwa semua realitas itu berada dalam
keadaan terpadu dan hidup secara keseluruhan dan dalam keagungan.
Tidak ada pemisahan dari segi spiritual dan material.
- Asiosentris, cara pandang bahwa materi itu hanyalah sebagai ilusi.
Yang bersumber dari alam spiritual itulah yang nyata (real).
23 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), h.
29.
29
- Eurosentris adalah memandang materi itu nyata atau riil. Yang spiritual
itu adalah ilusi semata.24
3. Organisasi Sosial
Organisasi sosial sebagai unsur budaya, merupakan cara bagaimana
suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan bagaimana lembaga-
lembaganya mempengaruhi cara anggota-anggota budaya itu mepersepsi
dunia serta bagaimana pula mereka berorganisasi. Dikenal dua jenis bentuk
pengorganisasian yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya.
a. Kebudayaan geografis di lingkungan batas-batas wilayah: negara, suku
bangsa, kasta, sekte keagamaan dan sebagainya.
b. Kebudayaan dalam kedudukan dan peranan sosialnya yang berkaitan
dengan cara-cara berperilaku, profesi dan ideologi tertentu.
Anggota organisasi sosial masyarakat modern di Indonesia
umumnya berperan pada berbagai jenis organisasi sosial di samping
sebagai anggota keluarga, ataukah warga RT/RW, karyawan kantor
pemerintahan dan swasta.
Nilai-nilai dan norma (kaidah) di setiap organisasi dalam peranan
dan profesinya tersebut adalah bagian dari nilai-nilai dan norma yang
berlaku di lingkungan sebagai keseluruhan unsur budaya. Ada dua faktor
yang berpengaruh dalam peranan keorganisasian: pertama, bahwa
persepsinya akan berbeda, dan kedua, apa yang dikomunikasikan adalah
pencerminan dari apa yang dipersepsikan oleh kebudayaannya.25
24 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 61
25
Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 64
30
E. Akulturasi dan Budaya
1. Pengertian Akulturasi
Menurut istilah ilmu antropologi budaya, akulturasi merupakan
proses pencampuran antara dua kebudayaan atau lebih yang saling bertemu
dan saling mempengaruhi. Akulturasi sebagai istilah yang menunjukkan
adanya pengaruh dari satu pihak dalam proses percampuran yang
mengandung pengertian adanya pertukaran kebudayaan dan timbal balik.
Proses akulturasi umumnya menyebabkan martabat kedua
kebudayaan itu meningkat kepada taraf yang lebih tinggi. Dalam bidang
psikiatri berarti proses perubahan budaya, apabila individu dipindahkan dari
suatu lingkungan budaya ethnik tertentu ke lingkungan budaya ethnik lain.26
Akulturasi diberikan pengertian sebagai perpaduan antara dua
kebudayaan atau lebih dan telah menyatu sehingga unsur-unsur kebudayaan
pembentuknya sudah tidak dapat terlihat lagi. Akulturasi akan mencakup
berbagai aspek kehidupan termasuk di dalamnya adalah bahasa, ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta kesenian.27
Dalam proses transformasi budaya, ada dua hal unsur penting
terhadap pentingnya perubahan nilai, yaitu terjadinya proses inkulturasi dan
akulturasi. kedua proses tersebut mempunyai hubungan timbal balik, dan
berganti-ganti – dapat merupakan penghalang atau pendorong satu sama
lain, dan mengalami proses kelanjutan atau pembekuan.
26 Franklin Books Programs, Ensiklopedi Umum (Yogyakarta:Kanisius, 1973), h. 30.
27
Andreas Soeroso, Sosiologi 1 (Jakarta:Yudhistira Quadra, 2008), h. 63.
31
Inkulturasi merupakan penempaan-penempaan setiap individu
sebagai subjek kebudayaan, cita-cita kebudayaan yang diharapkan, kontrol
melawan penyelewengan, dan ketegangan terhadap daya cipta seseorang.
Inkulturasi dianggap berhasil jika terjadi penggabungan antara tradisi dan
ekspresi pribadi, sehingga dengan demikian nilai-nilai dapat berasimilasi
secara dinamis.
Di samping inkulturasi, para proses transformasi budaya terjadi pula
apa yang disebut sebagai akulturasi. Proses ini merupakan wahana atau area
dua kebudayaan bertemu, di mana masing-masing dapat menerima nilai-
nilai bawaanya. Untuk dapat berhasil dengan baik, proses akulturasi perlu
memenuhi beberapa syarat, diantaranya syarat persenyawaan (affinity), yaitu
penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut. Gillin mengibaratkan
persenyawaan ini sebagai „menyerap‟, sebagai bagian organik, sedangkan
Amman melihatnya sebagai „penjiwaan‟ kebudayaan.
Syarat lain terbentuknya proses akulturasi adalah adanya
keseragaman (homogenity), seperti nilai baru yang tercerna akibat
keserupaan tingkat dan corak budayanya. Kemudian syarat fungsi, seperti
nilai baru yang diserap hanya sebagai suatu manfaat yang tidak penting atau
hanya sekadar tampilan, sehingga proses akulturasi dapat berlangsung
dengan cepat. Dengan demikian, suatu nilai yang tepat fungsi dan
bermanfaat bagi kebudayaan sehingga akan memiliki daya tahan lama.
Ciri terjadinya proses akulturasi yang utama adalah diterimanya
kebudayaan luar yang diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menghilangkan kepribadian kebudayaan asal. Sedangkan Soekanto,
32
mengelompokkan unsur kebudayaan asing yang mudah diterima, di
antaranya adalah „kebudayaan benda‟, sesuatu yang besar manfaatnya, dan
unsur „kebudayaan‟ yang mudah disesuaikan. Unsur „kebudayaan yang sulit
diterima‟, adalah kepercayaan, ideologi, falsafah, dan unsur yang
membutuhkan proses sosialisasi.28
2. Faktor Akulturasi
Pola-pola akulturasi tidaklah seragam di antara individu-individu
tetapi beraneka ragam, bergantung pada potensi akulturasi yang dimiliki
imigran sebelum bermigrasi. Berikut ini faktor akulturasi dalam memberi
andil kepada potensi akulturasi yang besar.
Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya pribumi
mungkin merupakan faktor terpenting yang menunjang potensi akulturasi.
Begitu seseorang imigran memasuki budaya pribumi, proses akulturasi
mulai berlangsung. Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran
mengadakan kontak langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi.
Usia pada saat berimigrasi. Imigran yang lebih tua umumnya
mengalami banyak kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan budaya yang
baru dan mereka lamban dalam memperoleh pola-pola budaya baru.29
Latar belakang pendidikan. Faktor penguasaan bahasa ikut juga
menentukan. Imigran yang sudah menguasai bahasa masyarakat pribumi,
lebih besar potensi akulturasinya. Latar belakang pendidikan imigran
28 Agus Sachari, Budaya Visual Indonesia (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 29.
29
Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 27.
33
sebelum berimigrasi mempermudah akulturasi. Pendidikan, terlepas dari
konteks budayanya, ternyata memperbesar kapasitas seseorang untuk
menghadapi pengalaman baru dan mengatasi tantangan hidup. Dalam
beberapa kasus, proses pendidikan seorang imigran di negeri asalnya
meliputi kursus bahasa asing yang memberi individu suatu bekal untuk
mengembangkan kecakapan berkomunikasi setelah berimigrasi.
Beberapa karakteristik kepribadian seperti bersahabat dan
toleransi. Faktor-faktor kepribadian seperti suka berteman, toleransi, mau
mengambil risiko, keluwesan kognitif, keterbukaan dan sebagainya.
Karakteristik-karakteristik kepribadian ini bisa membantu imigran
membentuk persepsi, perasaan dan perilakunya yang memudahkan dalam
lingkungan yang baru. Penting juga sifat kepribadian yang terbuka,
toleransi, solidaritas yang kesemuanya dapat membentuk persepsi dan
perilaku yang memudahkan akulturasi di lingkungan sosio-budaya baru.30
Pengetahuan tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi.
Pengetahuan imigran tentang budaya pribumi sebelum berimigrasi yang
diperoleh dari kunjungan sebelumnya, kontak-kontak antarpersona, dan
lewat media massa, juga dapat mempertinggi potensi akulturasi imigran.31
3. Pengertian Budaya dan Asimilasi
Istilah budaya dalam bahasa Inggris Culture masih dapat diketahui
asal usulnya, yaitu Colere (Latin) yang berarti mengumpulkan atau
membudayakan. Kata ini jelas-jelas berkaitan dengan kegiatan manusia
30 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 95.
31
Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2005)
h. 145.
34
dalam pertanian. Dalam bahasa Indonesia, analisis kata Budaya atau
Kebudayaan kembali ke kata Budi yaitu alat batin yang merupakan paduan
akal dan perasaan untuk menimbang baik buruk. Dari kata budi ini
dikembangkanlah kata-kata :
- Budi daya : usaha yang bermanfaat dan memberi hasil
- Budaya : pikiran dan hasil
- Kebudayaan : hal-hal berkaitan dengan budaya, pikiran dan batin.
Budaya adalah konsep yang menumbuhkembangkan perhatian suatu
objek lingkungan dalam sistem sosial. Budaya diartikan sebagai berikut:
- Budaya adalah tatanan kemampuan pengetahuan, pengalaman,
kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu, peranan
konteks ruang, pandangan hidup mengenai dunia dan alam semesta.
- Budaya termasuk milik yang diperoleh sekelompok besar manusia dari
generasi ke generasi melalui usaha individu atau kelompok tertentu.
- Budaya juga merupakan pengetahuan. Sifat-sifat perilakunya berupa
kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, dan kemampuan atau
kebiasaan lain, yang diperoleh dari anggota masyarakat.32
Asal kata kebudayaan terutama mengenai maknanya, yaitu berasal
dari kata budhayah, yaitu jamak dari buddhi yang berarti “budi” dan “akal”
sehingga kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan
akal. Berikut pengertian kebudayaan menurut para ahli, Selo Soemardjan
mengatakan bahwa kebudayaan merupakan semua hasil karya, rasa, dan
cipta manusia. Koentjaraningrat berpendapat kebudayaan merupakan
32 Alex. H. Rumondor, dkk., Komunikasi Antar Budaya (Jakarta : UT , 1995), h. 48.
35
keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar.33
Clifford Geerts (1973) menyatakan budaya dapat dipahami sebagai
pola makna yang tertanam dalam simbol dan ditransmisikan secara historis,
sebuah sistem konsepsi turunan yang diekspresikan dalam bentuk simbolik
yang digunakan orang-orang untuk berkomunikasi dan mengembangkan
pengetahuan mereka tentang hidup dan sikap terhadapnya.
Selanjutnya menurut Kluckhohn, mendefinisikan budaya terdiri dari
berbagai pola tingkah laku, eksplisit dan implisit, dan pola tingkah laku itu
diperoleh dan dipindahkan melalui simbol, merupakan karya khusus
kelompok-kelompok manusia, termasuk penjelmaanya dalam bentuk hasil
budi manusia. Inti utama budaya terdiri dari ide-ide tradisional, terutama
nilai-nilai yang melekatnya.34
Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hierarki, agama, waktu,
peranata, objek-objek materi dan milik yang diperoleh individu dan
kelompok. Budaya berkesinambungan dan hadir di mana-mana; budaya
meliputi semua peneguhan perilaku yang diterima selama satu periode
kehidupan. Budaya juga berkenaan dengan bentuk dan struktur fisik serta
lingkungan sosial yang mempengaruhi hidup seseorang.35
33 Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna
Inves, 2007), h. 10.
34
Abu Bakar M. Luddin, Dasar-Dasar Konseling : Tinjauan Teori dan Praktik (Bandung :
Citapustaka Media Perintis, 2010), h. 102.
35
Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 18.
36
Akulturasi merupakan suatu proses yang dilakukan imigran untuk
menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya
mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi
akulturasi yang secara teoritis mungkin terjadi. Kebanyakan imigran,
asimilasi mungkin merupakan tujuan sepanjang hidup.
Asimilasi adalah proses kogitif di mana seseorang mengintegrasikan
persepsi dan pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada di dalam
pikirannya. Skema tersebut awalnya tidak hanya tetap dipakai, tetapi juga
dikembangkan dan dilengkapi. Jadi Asimilasi merupakan salah satu proses
individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan
lingkungan/tantangan baru sehingga pengertian orang itu berkembang.36
Asimilasi terjadi pada kelompok masyarakat dengan kebudayaan
yang berbeda, hidup berdampingan sehingga anggota dari kelompok tadi
bergaul dengan sesamanya secara langsung dan akrab dalam waktu yang
lama. Dengan demikian, memungkinkan kebudayaan kelompok tersebut
saling berusaha mendekati satu sama lain dan lambat laun menjadi satu.37
Asimilasi cenderung sejajar dengan hilangnya etnisitas (Kim,
1988:30). “Suatu bentuk yang secara alami segera mengikuti asimilasi
struktural adalah asimilasi psikologis, hilangnya identitas etnik yang khas”
(Alba, 1985:12). Senada dengan itu, Van der Berghe berpendapat,
Asimilasi merujuk kepada ”sejauh mana suatu kelompok yang
semula khas telah kehilangan identitas subjektifnya dan telah
terserap ke dalam struktur sosial suatu kelompok lain…Memang,
36 Paul Suparno,Teori Perkembangan Kognitif (Yogyakarta : Kanisius, 2005), h. 22.
37
Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna
Inves, 2007), h. 62.
37
Akulturasi adalah suatu prasyarat, atau sekurang-kurangnya seiring
dengan asimilasi, karena bagaimana mungkin seseorang kehilangan
perasaan khasnya dan sepenuhnya diterima suatu kelompok lain
kecuali bila ia lancar dalam bahasa dan budaya kelompok penerima
(1981:216).38
Sebuah definisi asimilasi dikemukakan Park dan Burgess:
Asimilasi adalah suatu proses interprenetasi dan fusi. Melalui proses
ini orang-orang dan kelompok-kelompok memperoleh memori-
memori, sentimen-sentimen dan sikap-sikap orang-orang atau
kelompok-kelompok lainnya, dengan berbagai pengalaman dan
sejarah, tergabung dengan mereka dalam suatu kehidupan budaya
yang sama (1969:735).
Asimilasi merupakan akibat kelompok-kelompok minoritas
memasuki budaya dominan dan bahwa kelompok-kelompok minoritas
secara bertahap akan kehilangan identitas etnik mereka yang membedakan
mereka dari kelompok dominan. Dalam hal ini, Asimilasi menghasilkan
dua akibat:
(1) Kelompok minoritas kehilangan keunikannya dan menyerupai
kelompok mayoritas. Dalam proses itu kelompok mayoritas tidak
berubah.
(2) Kelompok etnik dan kelompok kehilangan keunikannya, lalu muncul
produk unik lainnya, suatu proses yang disebut Belanga Pencampuran.
Milton Gordon (1962) membedakan tujuh dimensi asimilasi,
yakni: asimilasi kultural, struktural, martial, identifikasional, penerimaan
sikap, penerimaan perilaku dan kewarganegaraan. Asimilasi kultural
ditandai dengan perubahan pola budaya kelompok minoritas seperti bahasa,
38 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, h. 158.
38
nilai, pakaian. Sementara asimilasi struktural ditandai dengan masuknya
kelompok minoritas ke dalam lembaga pribumi. Asimilasi struktural-lah
yang menimbulkan asimilasi sempurna. Sekali asimilasi struktural terjadi,
maka bentuk asimilasi lainnya menyusul secara alami.39
F. Pengertian Budaya Islam
Unsur-unsur budaya yang erat kaitannya dengan penyebaran ajaran Islam
masuk dalam setiap aspek kehidupan masyarakat tanpa menimbulkan perubahan
kebudayaan secara radikal. Dengan kata lain, unsur-unsur budaya Islam tersebut
masuk dengan tidak mengubah kebudayaan yang sudah ada, tapi justru unsur-unsur
budaya Islam disesuaikan dan dipadukan dengan kebudayaan . Tujuannya, agar
masyarakat dengan mudah menerima Islam tanpa merasakan adanya perubahan
kebudayaan yang selama ini melekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. 40
Kebudayaan Islam adalah hasil akal, budi, cipta rasa, karsa dan karya
manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang. Dalam perkembangannya kebudayaan
perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang mengikat agar tidak
terperangkap pada ambisi yang bersumber dari nafsu hewani dan setan, sehingga
akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk membimbing
manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan
yang beradab atau peradaban Islami.41
39 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya:Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, h. 161.
40 Nana Supriatna, Sejarah: Buku Pelajaran untuk Kelas XI SMA, (Bandung:Grafindo,
2008), h. 59.
41
Wahyudin, Achmad. dkk. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Grasindo,2009) h. 119
39
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia para penyiar Islam
mendakwahkan ajaran Islam melalui bahasa budaya, sebagaimana dilakukan oleh
para Wali di tanah Jawa. Karena kehebatan para Wali dalam mengemas ajaran
Islam dengan bahasa budaya setempat, sehingga masyarakat tidak sadar bahwa
nilai-nilai Islam masuk dan menjadi tradisi dalam kehidupan sehari-hari. 42
Adanya berbagai ritual dan tradisi yang dilaksanakan secara Islami oleh
umat Islam telah memperkokoh eksistensi esensi ajaran Islam di tengah
masyarakat Indonesia. Ajaran Islam justru menjadi kuat ketika ia telah mentradisi
dan membudaya di tengah kehidupan masyarakat, di mana esensi ajarannya sudah
memasuki atau include ke dalam tradisi masyarakat setempat. Islam hadir sebagai
mercusuar rahmat semesta dan masyarakat merasakan berkah dan jaminan
kesejahteraan (batiniah) dengan Islam dalam apresiasi atas berbagai ritual dalam
siklus kehidupan masyarakat.
Tradisi dan budaya dalam Islam Jawa menjadi sangat menentukan
kelangsungan syiar Islam, ketika tradisi dan budaya itu kemudian menyatu dengan
esensi ajaran Islam. Inilah antara lain yang terjadi antara Islam dan Jawa, dan
kemudian membentuk gugusan budaya Islam Jawa.43
Contoh kebudayaan yang
digunakan untuk menyebarkan ajaran Islam tersebut di antaranya dalam Hari Raya
Idul Fitri yang merupakan hari suci umat Islam dirayakan di Indonesia dengan
sangat meriah.
Ditandai dengan acara silaturahmi antarkeluarga dan tetangga, serta halal
bihalal atau saling memaafkan. Selain itu, sebagai bentuk rasa hormat terhadap
42 Wahyudin, Achmad. dkk. Pendidikan Agama Islam, (Jakarta:Grasindo,2009), h. 119.
43
Muhammad Solikhin, Ritual & Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 14
40
orangtua dan nenek moyang, masyarakat Islam Indonesia juga menjalankan tradisi
berziarah. Tradisi seperti ini terutama dilakukan pada hari-hari besar Islam, seperti
Idul Fitri dan Mulud. Kunjungan ke makam tersebut dilakukan dengan berbagai
tujuan, bukan hanya ingin berziarah dan mendoakan arwah yang telah meninggal,
melainkan sebaliknya memohon restu dan berkah atau didoakan oleh arwah yang
meninggal tersebut.44
Tradisi Selametan yang dilakukan orang Jawa terutama di pedesaan. Untuk
memperingati orang meninggal yang diadakan mulai hari 1, 7, 40, 100 sampai
1000 hari dengan mengadakan ritual berupa selametan yang dilengkapi dengan
hidangan nasi dan sesaji dengan diberi doa secara Islami juga merupakan bentuk
budaya Islam. Perhitungan waktu beserta hidangan nasi dan sesaji adalah bentuk
ritual Jawa pra-Islam tidak begitu penting karena bersifat wadah, sedangkan
doanya adalah doa cara Islami inilah yang menjadi isi atau intinya. Oleh karenanya
budaya tersebut dimiliki oleh orang Islam Jawa, di sini label Islam lebih penting.45
Sentuhan-sentuhan Islam mewarnai dalam berbagai ritual dan tradisi yang
dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia, sebagai bukti keberhasilan dakwah Islam,
yang berwajah rahmatan lil’alamin.46
Secara garis besar masyarakat Jawa terbagi
dalam dua kelompok budaya Islam :
1. Budaya Islam Sinkretis
Sistem budaya yang dibawa oleh kelompok petani abangan-sinkretis adalah
sistem budaya yang menggambarkan percampuran antara budaya Islam dengan
budaya lokal. Budaya Islam sinkretis merupakan gambaran suatu genre keagamaan
44 Nana Supriatna, Sejarah: Buku Pelajaran untuk Kelas XI SMA, (Bandung:Grafindo,
2008), h. 66.
45
Sutiyono, Benturan Budaya Islam : Puritan & Sinkretis, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 45.
46 Muhammad Solikhin, Ritual & Tradisi Islam Jawa, (Yogyakarta: Narasi, 2010), h. 14
41
yang sudah jauh dari sifatnya yang murni. Sebagai contoh budaya sinkretis yang
diwujudkan antara lain dalam bentuk tradisi selametan, tahlilan, yasinan,
wayangan, sesaji, ngalap berkah, ziarah dan seterusnya.
2. Budaya Islam Puritan
Sistem budaya yang dibawa oleh kelompok petani puritan adalah sistem
budaya yang menginginkan kembalinya sistem kehidupan beragama Islam yang
serba otentik (asli) dengan berpedoman pada sistem budaya yang berasal dari teks
suci. Kelompok puritan berusaha untuk meningkatkan penggalian pustaka suci
dalam bentuk hukum Islam atau dalam rangka pemurnian syariat.
Dalam bidang penyiaran Islam diputuskan mengintensifkan pelarangan
aktivitas agama yang berbentuk suatu penyimpangan keyakinan Islam, dengan cara
menegakkan gerakan menolak takhayul, bid‟ah, khurafat berupa selametan,
tahlilan, yasinan, ziarah, wayangan, sesaji, ngalap berkah, dan sebagainya. Ajakan
kaum puritan adalah untuk menjadi masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.47
G. Pengertian Budaya Lokal
Seiring perkembangan zaman dan sistem sosial budaya, dewasa ini budaya
lokal dimaknai sebagai pengetahuan bersama yang dimiliki sejumlah orang.
Budaya lokal meliputi berbagai kebiasaan dan nilai bersama yang dianut
masyarakat tertentu. Pengertian budaya lokal sering dihubungkan dengan
kebudayaan suku bangsa. Konsep suku bangsa sendiri sering dipersamakan dengan
konsep kelompok etnik.
Menurut Fredrik Barth sebagaimana dikutip oleh Parsdi Suparlan, suku
bangsa hendaknya dilihat sebagai golongan yang khusus. Kekhususan suku bangsa
47 Sutiyono, Benturan Budaya Islam : Puritan & Sinkretis, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 8.
42
diperoleh secara turun temurun dan melalui interaksi antarbudaya. Budaya lokal
atau dalam hal ini budaya suku bangsa menjadi identitas pribadi ataupun kelompok
masyarakat pendukungnya. Ciri-ciri yang telah menjadi identitas itu melekat
seumur hidup seiring kehidupannya. Dengan demikian, pengertian budaya lokal
tidak dapat dibedakan secara tegas. Mattulada sebagaimana dikutip Zulyani
Hidayah, mengemukakan lima ciri pengelompokan suku bangsa dalam pengertian
yang dapat disamakan dengan budaya lokal.48
Pertama, adanya komunikasi melalui bahasa dan dialek di antara mereka.
Kedua, pola-pola sosial kebudayaan yang menumbuhkan perilaku dinilai sebagai
bagian dari kehidupan adat istiadat yang dihormati bersama. Ketiga, adanya
perasaan keterikatan antara satu dan yang lainnya sebagai suatu kelompok dan
yang menimbulkan rasa kebersamaan di antara mereka. Keempat, adanya
kecenderungan menggolongkan diri ke dalam kelompok asli, terutama ketika
menghadapi kelompok lain pada berbagai kejadian sosial kebudayaan. Kelima,
adanya perasaan keterikatan dalam kelompok karena hubungan kekerabatan dan
ikatan kesadaran teritorial.
Beberapa budaya lokal dapat langsung dikenali dari bahasa yang digunakan
di antara mereka. Bahasa merupakan simbol identitas, jati diri, dan pengikat di
antara suku bangsa. Budaya lokal merupakan suatu kebiasaan dan adat istiadat
daerah tertentu yang lahir secara alamiah, berkembang, dan sudah menjadi
kebiasaan yang sukar diubah. Kekayaan budaya lokal di Nusantara dijadikan
laboratorium antropolog. Budaya lokal yang bersifat tradisional yang masih
48
Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna
Inves, 2007) , h. 11.
43
dipertahankan. Tidak semua nilai tradisional buruk dan harus dihindari. Justru nilai
tradisional itu harus digali dan digunakan untuk mendukung dan membangun agar
tidak bertentangan dengan nilai modern.
Dewasa ini, budaya lokal semakin berkembang. Apalagi sejak
berkembangnya teknologi informasi yang canggih. Banyak budaya lokal yang
diangkat dalam program acara di televisi. Budaya lokal diedarkan melalui sinetron
dan film dengan sisipan bahasa daerah dan adanya kosakata dalam bahasa daerah
tersebut itu menjadi kosakata nasional. Contohnya, kata jomblo dari bahasa Sunda
yang artinya perempuan yang belum memiliki pasangan. Kata jomblo masuk
menjadi kata umum yang berarti seseorang yang belum memiliki pasangan.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak keluar dari akar budayanya.
Melestarikan budaya daerah bukan berarti ketinggalan zaman atau kuno,
melainkan justru orang modern yang bisa mengembangkan budaya daerah.49
Keanekaragaman budaya Indonesia dari satu daerah dengan daerah lain
menunjukkan arti penting adat sebagai perwujudan budaya lokal. Keanekaragaman
adat merupakan simbol perbedaan kultural, dan kebanyakan komunitas etnik
seringkali memberi pembenaran pada adat sebagai sumber identitas khas mereka.50
H. Muhammadiyah
Sejarah perkembangan keagaman di Indonesia telah membuktikan bahwa
sebelum Islam dipeluk dan diyakini oleh mayoritas penduduk Nusantara ini,
penduduk pribumi telah merasuk kepercayaan animisme, dinamisme, Hindu dan
49 Tedi Sutardi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya (Bandung:Setia Purna
Inves, 2007), h. 13.
50
Erni budiwanti, Islam Sasak: Wetu Telu versus Waktu Lima (Yogyakarta :LkiS, 2000),
h. 47
44
Budha.51
Sejak awal masuknya kolonial Belanda di Pulau Jawa, misalnya,
persoalan kemurnian ajaran Islam ini sangat terasa karena unsur-unsur lokal sangat
berpengaruh dalam proses sosialisasi ajaran di dalam masyarakat seperti yang
terlihat pada: sekaten dan wayang.
Menurut T.S. Raffles tentang Islam di Jawa pada awal abad XIX. Yang
menyatakan bahwa orang Jawa yang berpengetahuan cukup tentang Islam dan
berprilaku sesuai dengan ajaran Islam hanya beberapa orang saja. Hadirnya
gerakan Islam Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 18 November 1912 di
Kauman Yogyakarta oleh K.H. Ahmad Dahlan itu merupakan Line Life Reformed
of Islam = rentetan kebangunan pembaharuan Islam Asia.52
Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember
1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (AD Muhammadiyah yang
pertama, tahun 1912), kemudian disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22
Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi
yang diajukan ialah 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah.53
Menurut asal katanya, Muhammadiyah diambil dari bahasa wahyu atau
juga bahasa Arab, nama Rasul terakhir yaitu Muhammad SAW. Muhammadiyah
diesebutkan sebagai orang-orang Islam yang hidup dimasa dan sesudah Nabi
Muhammad SAW yang mengikuti segala sunnah, tuntunan dan ajaran beliau
sepanjang ajaran Islam.
51 Margono Poespo Suwarno, Gerakan Islam Muhammadiyah (Yogyakarta : Persatuan,
1995), h. 43.
52
Margono Poespo Suwarno, Gerakan Islam Muhammadiyah (Yogyakarta : Persatuan,
1995), h. 24.
53
Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah, artikel diakses pada 11 Mei 2013 dari
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-178-det-sejarah-singkat.html
45
Secara etimology, Muhammadiyah berasal dari Bahasa Arab “Muhammad”
+ yah yang artinya pengikut-pengikut Muhammad SAW, sedangkan peninjauan
terminologinya atau istilahnya ialah mengingat, sifat watak dan tujuannya,
Muhammadiyah menghimpun umat Islam untuk mengikuti jejak Nabi Muhammad
SAW. Maka Muhammadiyah berarti jama‟ah umat Islam yang mengikuti (ittiba‟)
sunnaturrasul Muhammad SAW.
Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua
kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di
Tanah Air. Sebelum resmi menjadi organisasi, Muhammadiyah merupakan
gerakan dalam rangka melaksanakan agama Islam secara bersama.
Jadi didirikannya merupakan penyempurnaan pelaksanaan gerakan yang
telah dilakukan sebelumnya.54
Di tanah suci Kyai Dahlan menemukan kitab-kitab
yang tidak ada di Indonesia, yaitu kitab-kitab yang disusun oleh pemimpin yang
menganjurkan untuk kembali kepada Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Dari sini Kyai
Dahlan mulai mengenal apa Islam itu sesungguhnya.
Dari sini pula Kyai Dahlan menemukan wujud, bentuk, faham dan
keyakinan agamanya dengan mantap. Sejak itulah kalau beliau tidak lagi
mempelajari agama melalui kitab-kitab karangan ulama, tetapi langsung membaca
ayat-ayat Al-Qur‟an yang dijelaskan dengan Hadits begitu rupa. 55
Ditinjau dari
faktor-faktor yang melatar belakangi berdirinya Persyarikatan Muhammadiyah,
dapat dibedakan menjadi dua faktor yaitu :
54 Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan , Muhammadiyah : Sejarah, Pemikiran
dan Amal Usaha, ( Malang : Pusat Dokumentasi dan Publikasi, 1990), h. 3.
55
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan , Muhammadiyah : Sejarah, Pemikiran
dan Amal Usaha ( Malang : Pusat Dokumentasi dan Publikasi, 1990), h. 5-6.
46
a. Faktor Subyektif
Faktor ini menjadi penentu yang mendorong berdirinya
Muhammadiyah yaitu hasil pendalam Kyai Ahmad Dahlan terhadap Al-Qur‟an
baik dalam hal gemar membaca maupun menelaah, membahas dan mengkaji
kandungan isinya. Kyai Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun
sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang
tugasnya berkhidmat melaksanakan misi dakwah Islam amar makruf nahi
munkar di tengah-tengah masyarkat luas.56
Jadi esensi yang mendorong kelahiran Muhammadiyah adalah
faham dan keyakinan agama Kyai Ahmad Dahlan yang dilengkapi dengan
penghayatan dan pengalaman agamanya. Inilah yang membentuk Kyai Ahmad
Dahlan sebagai subyek yang mendirikan Muhammadiyah. Karenanya kalau
mendirikan Cabang ataupun Ranting Muhammadiyah harus mendapatkan
subyek-subyek yang seperti itu, yang pemahaman agamanya dilengkapi dengan
penghayatan, sehingga membentuk keyakinan dan cita-cita.57
b. Faktor Obyektif
Yang dimaksud dengan faktor obyektif dari kalangan umat Islam
sendiri ialah kenyataan bahwa ajaran agama Islam yang masuk di Indonesia
―kemudian menjadi agama Islam di Indonesia― ternyata sebagai akibat
perkembangan Agama Islam pada umumnya, sudah tidak utuh dan tidak murni
lagi. Tidak murni artinya tidak diambil dari sumber yang sebenarnya. Hanya
bagian-bagian tertentu yang difahami dan kemudian diamalkan.
56 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Dakwah, (Yogyakarta: LPPI, 2002), h. 120.
57
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan , Muhammadiyah : Sejarah, Pemikiran
dan Amal Usaha ( Malang : Pusat Dokumentasi dan Publikasi, 1990), h. 7.
47
Pemerintah Hindia Belanda merupakan keadaan obyektif ekstern
umat Islam pertama yang melatar-belakangi berdirinya Muhammadiyah. Demi
kelangsungan kekuasaanya di Indonesia, pemerintah Hindia Belanda
berpendirian bahwa ajaran Agama Islam yang utuh dan murni tidak boleh
hidup dan tidak boleh berkembang di tanah jajahan. Faktor obyektif di luar
umat Islam lainnya adalah dari angkatan muda yang sudah mendapat
pendidikan Barat, lalu mengadakan gerakan-gerakan untuk memusuhi apa yang
menjadi maksud gerakan Muhammadiyah.
Itu semua lebih mendorong menyalakan ledakan keyakinan Kyai
Ahmad Dahlan. Mengobarkan semangat dan mendorong Kyai Ahmad Dahlan
memperjuangkan faham dan keyakinan agamamnya dengan mendirikan
Persyarikatan Muhammadiyah.58
Maksud dan tujuan Persyarikatan
Muhammadiyah dalam hasil Muktamar ke 41 adalah Menegakkan dan
menjujung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarkat utama, adil, dan
makmur yang diridhai Allah SWT. Pendirian dalam mewujudkan maksud dan
tujuan itulah persyarikatan Muhammadiyah selalu mencanangkan ayat 104
surat Ali Imron:
ولتكه منكم أمة يدعىن إلى الخير ويأمرون ببلمعروف وينهىن عه المنكر وأولئك هم المفلحىن
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang benar dan mencegah dari yang salah;
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
58 Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan , Muhammadiyah : Sejarah, Pemikiran
dan Amal Usaha ( Malang : Pusat Dokumentasi dan Publikasi, 1990), h. 8-10.
48
Maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana yang telah
dirumuskan dalam Anggaran Dasa Muhammadiyah sebagai berikut:
a. Menjungjung Tinggi, berarti membawa atau menjungjung di atas
segala-galanya, mengindahkan serta menghormatinya.
b. Agama Islam, yaitu Agama Allah SWT yang diwahyukan kepada
para Rasul-Nya sebagai rahmat Allah kepada umat sepanjang
zaman, serta menjamin kesejahteraan duniawi dan ukhrawi.
c. Terwujud,berarti menjadi satu kenyataan akan terwujudnya sesuatu.
d. Masyarakat utama, yaitu senantiasa mengejar kemaslahatan hidup
umat untuk bersikap takzim terhadap Allah SWT.
e. Adil dan makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang di dalamnya
terpenuhi dua kebutuhan hidup yang pokok, yaitu :
1) Adil, suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek batiniah,
dapat diwujudkan secara konkret, riil atau nyata maka akan
terciptalah masyarakat yang damai, aman dan tentram.
2) Makmur, yaitu suatu kondisi masyarakat yang positif dari aspek
lahiriah, yang sering digambarkan secara sederhana dengan
rumusan terpenuhnya kebutuhan sandang, pangan, dan papan
3) Yang diridhai Allah SWT, artinya dalam rangka mengupayakan
terciptanya keadilan maka jalan dan cara yang ditempuh
haruslah selalu semata-mata mencari keridlaan Allah belaka.59
59 Musthafa Kamal Pasha dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Dakwah, (Yogyakarta: LPPI, 2002), h. 134.
49
BAB III
GAMBARAN UMUM MUHAMMADIYAH DAN AKULTURASI BUDAYA
DI KECAMATAN SOMAGEDE BANYUMAS
A. Profil Muhammadiyah Cabang Somagede
1. Sejarah Berdirinya Muhammadiyah Cabang Somagede
Gerakan Islam Muhammadiyah di desa Somagede menjadi salah
satu organisasi Islam dari beberapa organisasi Islam yang ada seperti
Nahdhatul Ulama (NU), Aisyiyah, Masyumi, LDII, Hizbuh Tahrir dan
sebagainya. Salah satu penasehat dan mantan ketua pimpinan Muhammadiyah
Cabang Somagede menuturkan bahwa Muhammadiyah Cabang Somagede
mulai awal didirikanya pada tahun 2003.1
Organisasi Muhammadiyah di Somagede telah ada sejak awal
kemerdekaan sekitar tahun 1950-an. Pada masa itu belum terdapat amal usaha
karena simpatisan belum begitu banyak. Hingga tahun 1985 yang sangat nyata
perkembangannya dengan resmi mendirikan ranting somagede dan diketuai
oleh Bapak H. Suhodo. Namun amal usaha masih minim dengan bermodal satu
unit mushola. Muhammadiyah sangat beruntung memiliki tokoh besar H.
Suhodo yang melakukan amal usaha di bidang pendidikan demi perkembangan
Muhammadiyah Cabang Somagede.2
Bermula Muhammadiyah di kecamatan Somagede hanya sebagai
ranting dengan simpatisan yang masih sedikit. Pada tahun 2003 dalam rapat
1 Wawancara Pribadi dengan H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas, 28 April
2013.
2 Wawancara Pribadi dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 27 Mei,
2013.
50
kerja Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas mengubah status Ranting
menjadi Cabang. Yang pertama kali sebagai ketuanya ialah bapak H. Moch. El-
Badrun, S.Pd.I. dan kini menjabat sebagai wakil ketua Muhammadiyah Cabang
Somagede. Amal usaha yang berkembang hingga saat ini dapat dilihat dari
jumlah masjid/mushola milik Muhammadiyah sebanyak lima unit bangunan.3
Dengan bukti tersebut dapat diketahui bahwa berdirinya organisasi
Muhammadiyah terbilang Ormas Islam yang mengalami kemajuan.
Namun apa yang diajarkan oleh Muhammadiyah tidak serta merta
diterima pada masyarakat Desa Somagede yang majemuk. Bahkan bagi
anggotanya sendiri tidak semua amar ma’ruf dalam tuntunan Muhammadiyah
dapat diterima dengan baik dan murni. Karena disekitar anggota
Muhammadiyah masih banyak masyarakat Sinkritisme atau kejawen yaitu
mencampuradukan Islam dengan yang lainnya.
Sehingga ajaran Muhammadiyah kurang diminati oleh orang-orang
yang bukan Muhammadiyah walaupun mereka Islam. Sinkritisme itu sendiri
berasal dari Hindu Budha dan Nasrani dan juga berasal dari Islam itu sendiri.
Dan Muhammadiyah bertujuan untuk memurnikan ajaran tersebut.4
Sementara itu, sinkretisme sebagaimana dipahami John R. Bowen
dalam tulisannya Religious Practice (2002) adalah percampuran antara dua
tradisi atau lebih, yang terjadi ketika masyarakat mengadopsi sebuah agama
baru dan berusaha membuatnya tidak bertabrakan dengan gagasan dan praktik
budaya lama. Budaya jawa selalu dipengaruhi oleh tiga aspek, yakni religius,
3 Wawancara Pribadi dengan Bapak Prakoso, Ketua Umum PCM Somagede, Banyumas,
27 Mei, 2013.
4 Wawancara Pribadi dengan H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas, 28 April
2013.
51
estetika, dan gotong-royong.5 Itulah penyebab sulitnya Muhamadiyah di Desa
Somagede diterima oleh masyarakat secara alami dan utuh. Masih banyak
tradisi masyarakat yang tidak bersesuaian dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Sebagai bentuk persyarikatan modern, Muhammadiyah mewajibkan
tatanan musyawarah dalam memajukan dirinya sebagai sebuah gerakan
(bersifat dinamis), seperti Muktamar, Muswil, Musda, Muscab dan Musran.
(AD-ART Muhammadiyah). Perhitungan eksistensi persyarikatan
Muhammadiyah cukup aktif dan berkembang di Kecamatan Somagede dengan
berdirinya sebuah Cabang dan lima Ranting sejak tahun 2003.6 Dengan Amal
Usaha seperti SMK Muhammadiyah, Taman Kanak-Kanak Aisyiah dan
Masjid/Mushola binaan Muhammadiyah termasuk Majlis Ta’lim.
2. Visi dan Misi Muhammadiyah Cabang Somagede
Secara spesifik, dalam rumusan tujuan Program Jangka Panjang
yang dijadikan sebagai Visi Muhammadiyah 2015 adalah “Mewujudkan Islam
yang sebenar-benarnya sesuai Al-Qur’an dan Al-Hadits”.
Adapun yang menjadi misi Muhammadiyah Cabang Somagede yaitu :
1. Menegakkan tauhid yang murni dalam rangka beriman kepada Allah
SWT.
2. Menentukan ibadah sesuai dengan tuntunan Islam berdasarkan Al-
Qur’an dan Al-Hadits sesuai yang diajarkan Rasulullah.
3. Berusaha untuk pencerahan umat dengan cara mencari ilmu
4. Mengadakan gerakan dakwah Islam menuju amar ma’ruf nahi munkar.
5 Sutiyo, Benturan Budaya Islam : Puritan dan Sinkretis (Jakarta : Kompas, 2010), h. 65.
6 Data Proposal Muscab PCM Somagede Banyumas, 9 Juli 2006
52
5. Mengadakan kerja sama dengan siapa saja di semua sektor dalam
mencari rahmatan lil alamin.7
3. Struktur dan Kepengurusan Muhammadiyah Cabang Somagede
Struktur adalah perhubungan yang kurang lebih tetap dan mendasar
antara unsur-unsur, bagian-bagian atau pola-pola dalam suatu keseluruhan yang
terorganisir dan menyatu. Struktur adalah komposisi, pengaturan dari bagian-
bagian pendukung, dan susunan dari suatu keseluruhan kompleks; keseluruhan
yang tersusun membentuk satuan-satuan pengalaman, berkenaan dengan
kedudukan dan fungsi saling ketergantungan antara bagian-bagiannya.8
Struktur Organisasi adalah kesesuaian pembagian pekerjaan antara
struktur dan fungsi, di mana terjadi penumpukan atau kekosongan pelaksanaan
perkerjaan, dan ada tidaknya hubungan dan urutan di antara unit-unit kerja
yang ada.9 Struktur organisasi Muhammadiyah mengenalkan kelembagaan
dalam tanggung jawab kepemimpinan sentral yang disebut persyarikatan.
Anggota pimpinan (pengurus) persyarikatan, dipilih secara langsung
oleh anggota melalui mekanisme persidangan yang disebut musyawarah, sesuai
tingkat masing-masing dari Musyawarah Cabang (setingkat kecamatan) hingga
tingkat nasional yang disebut Muktamar. Selanjutnya, untuk memenuhi
tanggung jawab dan tugas organisasi, pimpinan persyarikatan yang dipilih
secara langsung tersebut, kemudian membentuk berbagai lembaga.
Muhammadiyah disebut Organisasi Otonom (Ortom), Majelis adan Lembaga
7 Wawancara pribadi dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas, 25
Mei , 2013.
8 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta : Kanisius, 1995), h. 30.
9 Hessel Nogi S. Tangkilisan, Manajemen Publik (Jakarta : Grasindo, 2007), h. 203.
53
atau Badan.10
Muhammadiyah Cabang Somagede membentuk organisasi
Otonom yakni Pemuda Muhammadiyah dan Pandu HW (Hizbul Wathon)
sedangkan untuk kaum hawa kegiatannya dihimpun dalam NA (Nasyiatul
Aisyiah).11
Di kecamatan Somagede ini terdapat lima ranting di bawah
Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Somagede yang di mulai tahun
2003, antara lain di Piyasa Kulon, Planjan, Jero Tengah, Tanggeran dan
Kemawi.12
Susunan Pengurus Pimpinan Cabang Muhammadiyah Somagede
Periode 2010-201513
I. Penasehat : 1. H. Muthoha
: 2. H. Suhodo Anshori
: 3. Adam Suparjo(Alm)
II. Ketua : Moh. Prakoso, S.Pd.I.
Wakil Ketua 1 : H. Moch. El-Badrun, S.Pd.I.
Wakil Ketua 2 : Hari Indra Kustiwa, SIP.,S.Pd.
Sekretaris : H. Paryono, S.Pd.
Wakil Sekretaris : Sukirman, S.Pd.
Bendahara : Drs. Sumuyut
Wakil Bendahara : Drs. Bambang Budiarso
III. Majelis dan Lembaga
1. Majelis-majelis :
A. Majelis Tarjih dan Tajdid : 1. Masngudi, S.Ag.
2. Ichrom
3. Pangarso Aminudin
B. Majelis Tabligh : 1. Arief Ritade Aswas, S.Pd.I.
2. Sutarjo
3. Pujo Mashuri
C. Majelis Dikdasmen : 1. Sayudi, S.Pd.
2. Aji Gunadi, B.A.
3. Sartim, S.Pd.
10 Abdul Munir Mulkhan, Kiai Ahmad Dahlan : Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan (Jakarta : Kompas, 2010), h. 168.
11
Wawancara Pribadi dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 28 April
2013.
12
Laporan Raker Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, Sumpiuh, 18 Mei 2012.
13
Data profil Muhammadiyah Cabang Somagede, Desember, 2011.
54
D. Majelis Pendidikan Kader : 1. Zaenal Musrofi
2. Sarip Sukamto
3. Fauzan
E. Majelis PKU : 1. Budi Prasojo
2. Ardila Nugroho
3. Gandar Apriliandy
F. Majelis Pelayanan Sosial : 1. H. Triyono
2. Kholid Ismawan
3. Sapin
G. Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan : 1. Haris Cahyadi
2. Moch. Anggun
3. Budi Waluyo
H. Majelis Wakaf dan Kehartabendaan:1. Sulam
2. Dasim
3. Naswan
I. Majelis Pemberdayaan Masyarakat : 1. Saring Mulyadi
2. Ir. Udiarto, MT.
3. Sumeri
2. Lembaga-lembaga
A. Jejaring Pengumpul dan Salur (JPS) LAZIZMU : 1. Sunarso
2. Syahrir
3. Saryono
B. Seni dan Olah Raga : 1. Rekarso, S.Pd.
2. Andi Sayudi
3. Nurdi
4. Program-Program Kerja
Program kerja Muhammadiyah dicanangkan untuk memenuhi amal
usaha diberbagai bidang dalam rangka pemurnian ketauhidan dan ibadah
masyarakat menuju ajaran Islam yang utuh yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Program kerja yang terbilang cukup aktif hanya lima bidang atau majelis saja.
Karena ke lima bidang tersebut terdapat amal usahanya. Adapun program-
program tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Bidang Tabligh
Berikut program PCM Somagede di bawah kepengurusan majelis tabligh :
55
a. Melangsungkan pengajian umum tiap minggu wage di tiap-tiap
masjid/mushola binaan PCM Somagede dalam rangka mendekatkan diri
kepada Allah SWT dan mencintai Rasulnya.
b. Mengumpulkan seluruh anggota dan masyarakat seluruhnya
berdasarkan empat ranting yang ada di bawah PCM Somagede.
c. Pengajian Selapanan atau 35 hari sekali oleh PCM Somagede.
d. Menyelenggarakan pengajian membaca Iqra dan Al-Qur’an bagi siswa
SD dan SLTP di tiap-tiap masjid/mushola binaan PCM Somagede.14
2. Bidang Tarjih dan Tajdid
Berikut program kerja majelis tarjih dan tajdid PCM Somagede :
a. Membahas Ilmu Al-Qur’an
b. Memutuskan suatu perkara dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
c. Merumuskan satu pikiran yang tidak bertentangan dengan As-Sunnah.15
3. Bidang Wakaf dan Kehartabendaan
Berikut program kerja majelis tarjih dan tajdid PCM Somagede :
a. Menyelesaikan sisa penyertifikatan tanah wakaf sampai akhir periode
b. Bekerja sama dengan cabang-cabang untuk menyusun kerangka
pengelolaan wakaf
c. Mengatasi perkara wakaf yang belum jadi16
4. Bidang Ekonomi dan Kewirausahaan
Adapun kegiatan majelis ekonomi dan kewirausahaan PCM Somagede :
14 Wawancara Pribadi dengan H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede , Banyumas, 28 April
2013.
15
Wawancara pribadi dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas,
25 Mei , 2013.
16
Laporan Raker Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, Sumpiuh, 18 Mei 2012.
56
a. Mengadakan sosialisasi dengan petani gula aren tentang pemberian
bibit kelapa yang memudahkan petani memanen mirah (bahan dasar
gula aren). Kegiatan tersebut bekerja sama dengan Kampus IPB Bogor.
b. Membuat batik yang dikelola oleh SMK Muhammadiyah sebagai amal
usaha PCM Somagede.
c. Mendirikan toko Karunia 2000 milik H. Suhodo dan anggota majelis
ekonomi dan kewirausahaan Haris Cahyadi. Menjadikan usaha tokonya
sebagai koperasi simpan pinjam simpatisan dan masyarakat umum.
d. Kerjasama dengan pengusaha Muhammadiyah Cabang lainnya dalam
rangka ikut pemasaran aneka produk seperti batik bermotifkan Islami
dan bibit kelapa gula aren.
5. Bidang Pendidikan
Adapun program kerja majelis pendidikan PCM Somagede ialah :
1. Menyiapkan SMK Muhammadiyah Somagede sebagai sekolah
unggulan. Diskusi membahas program sekolah yang diikuti oleh guru
SMK Muhammadiyah dan Majelis Dikdasmen.
2. Memasukkan materi pelajaran kemuhammadiyahan di SMK
Muhammadiyah Somagede.17
5. Tujuan dan Sasaran Muhammadiyah Cabang Somagede
Dalam persyarikatan tingkat Cabang, Muhammadiyah memiliki
tujuan dan sasaran yang hampir sama dengan semua tingkat Cabang. PCM
Somagede tidak membuat secara tertulis tujuan dan sasaran dalam Muscab.18
17 Laporan Raker Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyumas, Sumpiuh, 18 Mei 2012.
57
a. Tujuan
a). Menjaga eksistensi Persyarikatan Muhammadiyah di Kecamatan
Somagede khususnya dan Kabupaten Banyumas umumnya.
b). Memurnikan kembali secara utuh dan logis syariat Islam menurut dua
sumber Al-Qur’an dan As-Sunnah dari ajaran Islam yang tidak sesuai.
c). Meningkatkan kualitas SDM Persyarikatan dan pengimplementasian
kepekaan dan kepedulian sosial kemasyarakatan.
b. Sasaran
a). Tersosialisasinya aktifitas Pimpinan Cabang Somagede secara utuh
sebagai bagian dari ormas yang ada di Kecamatan Somagede
khususnya.
b). Tersalurkannya aspirasi warga Muhammadiyah untuk memajukan desa
dalam bidang Pendidikan, Agama, dan Sosial.
c). Meningkatnya kualitas Sumber Daya Manusia pengelola Persyarikatan
dan warga Muhammadiyah khususnya serta umat Islam di Somagede
umumnya.
6. Sarana dan Prasarana Muhammadiyah Cabang Somagede
Disamping majelis dan lembaga, terdapat organisasi Ortonom, yaitu
organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk untuk mengatur AD/ART
sendiri. Dalam PCM Somagede terdapat beberapa unit, yaitu :
a. Masjid sebanyak 2 unit bangunan
b. Mushola sebanyak 3 unit bangunan
18 Wawancara Pribadi dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 27
Mei 2013.
58
c. Ranting sebanyak 5 unit kepengurusan : Planjan, Wlahar, Kemawi,
Piyasa Kulon, Jero Tengah, dan Tanggeran.
d. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
e. Taman Kanak-Kanak Aisyiah (TK)
f. Pandu Hizbul Wathan (Anggota Simpatisan Pemuda)
g. Nasyiatul Aisyiah (Anggota Simpatisan Pemudi)
B. Budaya Islam dan Budaya Lokal di Kecamatan Somagede Banyumas
Muhammadiyah memandang kegiatan sosio-budaya masyarakat ketika
peringatan hari besar keagamaan berlangsung sebagai sesuatu yang takhayul,
bid’ah dan khurafat. Takhayul ialah mempercayai sesuatu hal yang mempunyai
kekuatan ghaib, bid’ah adalah mengadakan kegiatan yang tidak ada tuntunannya
dalam ajaran Rasulullah. Khurafat merupakan mengaitkan kejadian di alam
sebagai tanda adanya suatu peristiwa nyata yang akan terjadi. Misalnya,
mendengar suara burung kutilang sebagai tanda adanya orang yang meninggal.19
Di Somagede banyak kegiatan masyarakat yang dianggap Muhammadiyah
sebagai TBC atau takhayul, bid’ah dan khurafat. Adapun kegiatan masyarakat
yang termasuk dalam unsur budaya lokal di Desa Somagede ialah sebagai berikut:
1. Menjelang satu Suro masyarakat memotong hewan dan kepalanya dikubur
dibelakang rumah.
2. Sedekah bumi dan gunungan berupa hasil pertanian.20
3. Masyarakat petani membuat sesaji ketika akan menanam padi.
19 Wawancara pribadi dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas, 25
Mei , 2013.
20 Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede , Banyumas,
28 April 2013.
59
4. Menggelar acara yang mengandung unsur seni kebudayaan seperti kuda
lumping, pagelaran wayang, karawitan, kelenengan dan lain sebagainya.21
5. Membuat sesajen dalam menggelar acara kesenian.
6. Mengunjungi kuburan untuk menggelar acara ziarah kubur di makam
keramat.
Sedangkan yang termasuk budaya Islam di Desa Somagede ialah :
1. Tarling atau taraweh keliling masjid/mushola dalam bulan Ramadhan.
2. Mengumpulkan dan memotong hewan kurban di lapangan desa dalam Hari
Raya Idul Adha.
3. Menggelar Shalat Ied di lapangan Desa Somagede.22
4. Silaturahim kepada sanak saudara dan tetangga setelah pelaksanaan shalat
Idul Fitri .
5. Menggelar acara kesenian Hadroh atau musik rebana dalam menyambut
hari besar keagamaan. 23
6. Obor keliling oleh anak-anak dan remaja di setiap dusun dalam menyambut
Hari Raya Idul Fitri.
21 Wawancara pribadi dengan Bapak Timin, Tokoh Masyarakat Somagede, Banyumas, 30
April, 2013.
22 Wawancara Pribadi dengan Bapak H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas,
28 April 2013.
23 Wawancara pribadi dengan Bapak Timin, Tokoh Masyarakat Somagede, Banyumas, 30
April, 2013.
60
BAB IV
HASIL TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Strategi Komunikasi Muhammadiyah Cabang Somagede
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan atau planning dan manajemen
atau management untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan
tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah
saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Untuk
mencapai tujuan tersebut, strategi komunikasi harus dapat menunjukkan
bagaimana operasionalnya secara taktis, dalam arti kata bahwa pendekatan atau
approach bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi.1
Pendekatan yang dilakukan oleh organisasi Islam seperti Muhammadiyah
harus melihat situasi dan kondisi sosial-budaya sebagai taktis operasionalnya.
PCM Somagede menanggapi akulturasi terdapat dalam peringatan 1 Suro di
Somagede yang dilakukan oleh kebanyakan orang Islam. Masyarakat yang hafal
Surat Yasin mencari tempat petuah nenek moyang untuk meminta keberkahan.
Sebetulnya yang namanya membaca Yasin boleh saja. Tetapi Yasinan
beralkulturasi dengan unsur penyuguhan makanan itulah yang Muhammadiyah
tidak setuju. Dan kebanyakan masyarakat percaya surat Yasin itu ampuh. Padahal
semua ayat di dalam Al-Qur’an itu ampuh. 2
1 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 300-301.
2 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas, 26
Mei 2013.
61
Selain itu, Tahlil di anjurkan oleh Islam dengan membaca ayat-ayat Allah.
Namun masyarakat menyebutnya tahlilan dan -lan nya itu yang tidak dibenarkan
oleh Islam. Oleh karena itu, masyarakat mengisikan bacaan dalam Tahlil diisi
dengan puja-pujaan, jamuan-jamuan. dan shalawat-shalawat di luar Rasul.
Muhammadiyah tidak alergi terhadap budaya, tergantung bentuk budayanya.
Jangan budaya yang dijadikan agama. Yang benar adalah agama di budayakan
seperti membudayakan Shalat, Puasa, Zakat. Itulah konsep akulturasi menurut
pandangan PCM Somagede.3
PCM Somagede mengakui bahwa belum menemukan cara yang tepat untuk
mengubah pola perpaduan antara unsur Jawa dan Islam. Padahal Strategi
komunikasi dibutuhkan karena mempunyai fungsi dalam menjembatani
kesenjangan budaya atau culture gap.4 Kesenjangan budaya disini ialah antara
budaya Islam dengan budaya lokal. Contohnya seperti tahlilan, ziarah kubur,
ziarah wali, dan kegiatan keagamaan yang bernilai seni. Muhammadiyah tahu akan
adanya perpaduan unsur tersebut, namun tidak bisa mencegah. Karena masyarakat
hanya mengikuti kebiasaan menggelar kesenian dalam memperingati hari besar
keagamaan yang tidak tahu dasarnya.5
PCM Somagede sendiri berkomitmen dalam menyelenggarakan Al-Qur’an
dan As-Sunnah. Dan menganggap unsur Keislaman yang berbau budaya itu
merupakan Bid’ah atau penyakit ibadah, yaitu melaksanakan yang tidak ada dasar
3 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas, 26
Mei 2013.
4 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 300.
5 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29
April 2013.
62
hukumnya.6 Imam Syafi’i menyampaikan dalam sebuah hadits, “Imam Syafi’i ra
berkata –Segala hal yang baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan bertentangan
dengan Al-Qur’an, Al-Hadits, Ijma’ (sepakat Ulama) dan Atsar (Pernyataan
sahabat) adalah bid’ah yang sesat (bid’ah dholalah). Dan segala kebaikan yang
baru (tidak terdapat di masa Rasulullah) dan tidak bertentangan dengan pedoman
tersebut maka ia adalah bid’ah yang terpuji (bid’ah mahmudah atau bid’ah
hasanah), bernilai pahala. (Hasyiah Ianathuth-Thalibin –Juz 1 hal. 313).
Hadits tersebut menerangkan bahwa yang termasuk bid’ah dholalah yakni
perkara baru atau mencontohkan atau meneladankan perkara di luar perkara syariat
yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Hadits, bergunjing, menghasut, mencela,
menghujat saudara muslim lainnya.7 Namun Bapak Prakoso berbeda berpendapat,
beliau mengatakan bahwa dalam Muhammadiyah tidak ada istilah bid’ah hasanah,
melainkan ijtihad. Beliau juga mengatakan bahwa Rasulullah bersabda “qullu
bidatun dholalatun”, artinya setiap hal yang bid’ah adalah sesat. Seperti orang
meninggal yang dingajikan, maka dinyatakan sesat.8
Dengan pernyataan seperti itu maka Muhammadiyah di Somagede
membutuhkan suatu pendekatan dalam melancarkan komunikasi lebih baik. Maka
mempergunakan pendekatan yang disebut A-A atau from Attention to Action
Prosedure. AA Procedure ini sebenarnya penyederhanaan dari suatu proses yang
disingkat AIDDA.
6 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29 April
2013.
7 Forum Studi Islam Fakultas Pertanian Universitas Lampung,” Marilah memahami hadits
kullu bid’ah dengan ilmu balaghah dan nahwu”, Artikel diakses pada 28 Mei 2013 dari
http://staff.unila.ac.id/fosifpunila/2012/12/15/marilah-memahami-hadits-kullu-bidah-dengan-ilmu-
balaghah-dan-nahwu/
8 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29
April 2013.
63
A = Attention atau perhatian
I = Interest atau Minat
D = Desire atau Hasrat
D = Decision atau Keputusan
A = Action atau Kegiatan9
Proses pentahapan komunikasi ini mengandung maksud bahwa komunikasi
hendaknya dimulai dengan membangkitkan perhatian. Dalam hubungan ini
komunikator harus membangkitkan daya tarik. Daya tarik yang dilakukan PCM
Muhammadiyah untuk mendapat perhatian atau attention ialah dengan mendirikan
sarana pendidikan melalui SMK Muhammdiyah Somagede.
SMK Muhammadiyah di terbukti berhasil menciptakan batik sendiri yang
memiliki nilai kebudayaan dan dipadukan dengan unsur Keislaman di motifnya.10
Batik berpotensi sebagai bentuk kewirausahaan dalam mengembangkan
perekonomian masyarakat. Selain melalui bidang pendidikan, PCM Somagede
juga melakukan kegiatan syiar dakwah agar menarik masyarakat. Contohnya :
1. Mengadakan Qurban pada Hari Raya Idul Adha
2. Idul Fitri dan Idul Adha di lapangan desa Somagede
3. Dalam bulan Ramadhan Pengurus PCM Somagede berdakwah ke
masjid-masjid desa luar Somagede.
4. Pengajian setiap 35 hari sekali atau disebut selapan11
9 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 304.
10 Wawancara Pribadi Dengan Bapak H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas,
28 April 2013.
11 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas,
26 Mei 2013.
64
Karena masih banyak masyarakat desa Somagede tergolong Sinkretisme
yaitu mencampuradukan Islam dengan yang lainnya, sehingga apapun bentuk
kegiatan yang diselenggarakan Muhammadiyah dalam rangka pemurnian Islam
kurang diminati oleh orang-orang yang bukan Muhammadiyah walaupun mereka
sendiri mengaku Islam.12
Dalam sinkretisme terdapat dua unsur yaitu budaya Islam dan budaya lokal.
Kedua-duanya tidak bisa lebih unggul. Budaya Islam yang sengaja hadir dalam
kebudayaan lokal tidak dapat menghilangkan keasliannya. Sebagian masyarakat
Desa Somagede masih mengikuti ajaran Islam menurut perpaduan unsur tersebut.13
Maka Muhammadiyah hadir untuk memurnikannya kembali kepada Al-Qur’an dan
Sunnah melalui dakwah bil-lisan sebagai action atau kegiatannya. Dakwah bil-
lisan disampaikan dengan membawa beberapa materi seperti :
1. Mengajak masyarakat beriman kepada Allah SWT sesuai dengan tuntutan
Al-Qur’an dan Al-Hadits
2. Menentukan ibadah sesuai dengan tuntunan Islam berdasarkan Al-Qur’an
dan Al-Hadits
3. Berusaha untuk pencerahan umat dengan cara mencari ilmu pengetahuan
4. Mengadakan gerakan dakwah Islam Amar ma’ruh Nahi Mungkar
5. Bekerja sama lintas sektoral atau bekerja sama dengan siapa saja. Dalam
mencari rahmatan lil alamin.
12 Wawancara Pribadi Dengan Bapak H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas,
28 April 2013.
13 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29
April 2013.
65
6. Dalam shalat Muhammadiyah tidak menyebutkan Sayyidina Muhammad
dalam bacaan takhyatul.14
Dari Tidak semua amal usaha PCM Somagede diterima oleh masyarakat.
Seperti halnya PCM Somagede membuat tim pengurus jenazah, namun tidak
bertahan lama karena kurang diminati masyarakat.15
Dalam kegiatan hari besar
keagamaan, sebagian masyarakat desa percaya bahwa terkandung unsur akulturasi
antara budaya Islam dan budaya lokal. Namun Islam sendiri sesungguhnya tidak
menentang perkembangan kesenian, yang ditentang ialah seni yang merendahkan
martabat kemusyrikan atau seni yang merendahkan martabat manusia, yang
bersumber dari nafsu rendah manusia itu sendiri.16
Seperti halnya Para Walisanga
di Jawa. Pada masa awal-awal penyebaran Islam di tanah Jawa, para Walisanga
juga memperhatikan kesenian. Bahkan memanfaatkan kesenian seperti gamelan,
wayang, dan sebagainya sebagai sarana berdakwah.17
Dalam pelaksanaan strategi komunikasi hendaknya harus melihat situasi
dan kondisi dari setiap individu atau masyarakat. Namun Muhammadiyah Cabang
Somagede tidak memerhatikan hal tersebut. Muhammadiyah memandang kegiatan
di desa Somagede banyak yang tidak bersesuaian dengan PCM Somagede yaitu
memurnikan kembali secara utuh ajaran yang dibawa oleh Rasulullah.
Maka untuk mendukung strategi komunikasi melalui dakwah bil-lisan
diperlukan perbuatan nyata atau mencontohkan kepada masyarakat menurut ajaran
14 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas,
26 Mei 2013.
15 Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29
April 2013.
16 Drs.M.Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar (Jakarta: Rajawali,
1986), h.375.
17
Drs. M. Rusli Karim, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar (Jakarta: Rajawali,
1986), h.367.
66
PCM Muhammadiyah yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Untuk
mengetahui strategi komunikasi apa yang digunakan oleh PCM Somagede, maka
perlu di jabarkan komponen-komponen dalam rumusan Laswell.18
a. Who ? (Siapakah Komunikatornya?)
Seorang komunikator hendaknya memiliki persyaratan yaitu
memiliki kredibilitas dan keahlian (skill). Sebagai lembaga Islam, Dakwah
melalui lisan menjadi faktor penentu Muhammadiyah Cabang Somagede dalam
indikator strategi komunikasi. Tokoh besar PCM Somagede seperti Bapak
H.Suhodo, Bapak Prakoso, dan Bapak Badrun yang menjadi khatib jumat
keliling dan khatib Shalat Ied di Kecamatan Somagede. Menjadi mad’u yang
mengisi pengajian di masjid/mushola binaan PCM Somagede.
b. Says What ? (Pesan apa yang dinyatakannya?)
Pesan menjadi indikator penting dalam strategi komunikasi. Dengan
pesan maka terlihatlah tujuan sebuah instansi. Muhammadiyah Cabang
Somagede selalu berpesan dalam dakwahnya agar mencintai Rasulullah
SAW.19
Karena Muhammadiyah sangat berkomitmen untuk menjalankan
perintah Allah SWT sesuai yang diajarkan Rasulullah SAW dan sering menjadi
materi pengajian.
c. In Which Channel ? (Media apa yang digunakannya?)
Setelah menyusun pesan yang akan disampaikan, maka diperlukan
sarana sebagai perantara pendukung dalam memudahkan penyampaian pesan
tersebut, PCM Somagede menggunakan metode tatap muka atau komunikasi
18 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi (Bandung : Citra Aditya
Bakti, 2003), h. 301.
19 Wawancara Pribadi Dengan Bapak H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas,
28 April 2013.
67
secara langsung melalui ceramah, tatap muka, forum diskusi, Musyawarah
Cabang, Musyawarah Ranting dan lain sebagainya.
Muhammadiyah Cabang Somagede memanfaatkan sarana
pendidikan sebagai media dalam menyampaikan pesan seperti SMK
Muhammadiyah, TK Aisyiah, dan TPQ. Juga sarana peribadatan seperti
masjid/mushola binaan Muhammadiyah Cabang Somagede. Itu artinya dakwah
melalui lisan menjadi media yang sesuai dengan kondisi masyarakat.
d. To Whom ? (Siapa Komunikannya?)
Dengan melihat tujuan dan sasaran Muhammadiyah Cabang
Somagede yaitu memurnikan kembali secara utuh dan logis syariat Islam
menurut dua sumber Al-Qur’an dan As-Sunnah dari ajaran Agama Islam yang
tidak sesuai. Jelas terlihat bahwa yang menjadi komunikannya ialah
masyarakat di Kecamatan Somagede.
B. Perubahan Masyarakat Akan Hadirnya Muhammadiyah Terhadap
Akulturasi Budaya Islam dan Lokal di Kecamatan Somagede
Setiap strategi komunikasi yang dilancarkan oleh individu atau lembaga
mempunyai tujuan dan target tertentu yang ingin dicapai pada khalayaknya sebagai
sasaran. Dalam tujuan tersebut terdapat perubahan dalam diri khalayak sebagai
efek yang telah dilakukan komunikator kepada komunikannya, yaitu:
1. Terjadinya perubahan pendapat (to change the opinion).
Setiap lembaga memengaruhi khalayaknya dalam menyampaikan
pesan. Sehingga menimbulkan berbagai macam persepsi dan pandangan. PCM
Somagede melakukan penekanan atas ajaran yang bersumber pada Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang diberikan masyarakat. Bapak Prakoso selaku Ketua PCM
68
Somagede mengaku tidak sama sekali mengikuti acara tetangga seperti
selametan, tahlilan, yasinan, dan kenduri. Walaupun masyarakat mengundang
khusus Bapak Prakoso untuk memimpin pembacaan yasin dan tahlil.
2. Terjadinya perubahan sikap (to change the attitude).
Sikap didefinisikan sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh
dengan cara belajar untuk merespons suatu objek. Sikap dipelajari dalam suatu
konteks budaya. Bagaimanapun lingkungan akan turut membentuk sikap,
kesiapan untuk merespons dan akhirnya perilaku diri sendiri.20
Dengan
hadirnya Muhammadiyah sebagai objek lembaga di desa Somagede terdapat
perubahan sikap pada masyarakat sebagai khalayak.
Masyarakat kini berkeyakinan bahwa hadirnya Muhammadiyah
mengajarkan kepada bentuk Islam yang sesungguhnya yaitu sesuai dengan Al-
Qur’an dan As - Sunnah. Sebagian masyarakat meninggalkan tradisi kejawen
karena menyadari bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam.21
Sehingga masyarakat kini bersikap lebih teliti dan kritis terhadap keyakinan
berdasarkan penilaian dalam dakwah yang dilakukan oleh PCM Somagede.
2. Terjadinya perubahan perilaku (to change behavior).
Perilaku dipelajari sebagai bagian dari pengalaman budaya. Budaya
cenderung menentukan kriteria mana yang paling penting ketika memberikan
20 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 27.
21
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29
April 2013.
69
suatu persepsi.22
Kebanyakan masyarakat Somagede itu sejatinya ingin berubah
namun harus sesuai dengan ajaran yang umumnya saja diluar ketentuan PCM
Somagede.23
Terdapat beberapa bentuk perubahan perilaku sebagai hadirnya
Muhammadiyah di Somagede :
a. Dahulu menjelang peringatan hari 1 Suro atau malam 1 Muharram.
Masyarakat memotong hewan kemudian kepala hewan tersebut
dikubur. Selain itu juga, masyarakat berkurban untuk acara sedekah
bumi. Sekarang dengan hadirnya Muhammadiyah telah diganti dengan
kurban dalam peringatan Hari Raya Idul Adha.24
b. Perubahan sangat baik ditengah-tengah masyarakat jawa dan aneka
macam budaya ialah meningkatnya jumlah pelajar di SMK
Muhammadiyah yang kini mencapai 500 siswa dan menjadi bukti baik
perubahan masyarakat terhadap akulturasi budaya.
c. Dalam hal berpakaian Muhammadiyah tidak mempermasalahkan yang
penting menutup aurat. Adat jawa menggunakan kebaya namun tidak
memakai kerudung dan yang dipakai ialah konde. Muhammadiyah
menggantinya dengan mengenakan kerudung dalam pakaian kebaya.25
d. Melaksanakan Shalai Ied di lapangan desa yang dahulu hanya
dilakukan di Masjid saja.
22 Dedy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya : Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005),
h. 25.
23
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Sumuyut, Bendahara PCM Somagede, Banyumas,
26 Mei 2013.
24 Wawancara Pribadi Dengan Bapak H.Suhodo, Penasehat PCM Somagede, Banyumas,
28 April 2013.
25
Wawancara Pribadi Dengan Bapak Prakoso, Ketua PCM Somagede, Banyumas, 29
April 2013.
70
e. Dengan hadirnya PCM Somagede telah didirikan masjid sebanyak 2
unit bangunan dan mushola 3 unit bangunan.
Berdasarkan tinjauan itu PCM Somagede menjadi suatu gerakan Keislaman
yang sangat besar perananya dalam pembinaan ajaran Islam sesuai Al-Qur’an dan
As-Sunnah. PCM Somagede berhasil menjalankan tugasnya dalam memurnikan
nilai-nilai Islam di tengah-tengah masyarakat yang dipengaruhi kebiasaan nenek
moyang. Dibuktikan dengan adanya perubahan kebiasaan masyarakat dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan. Hal ini sangat membantu para pelaku
penyebaran Islam ketika menghadapi keadaan masyarakat desa. Maka kehadiran
Muhammadiyah tepat dalam memurnikan nilai-nilai Islam di Desa Somagede.
71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan oleh
penulis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
penetapan dan pelaksanaan strategi komunikasi Muhammadiyah Cabang
Somagede terhadap akulturasi budaya lokal dan budaya Islam ialah :
PCM Somagede menerapkan strategi penyampaiannya berupa dakwah bil-
lisan seperti menggelar pengajian rutin saja dan hanya dilakukan di
masjid/mushola binaan PCM Somagede. Sebagai individu ataupun lembaga yang
terlibat dalam kegiatan keagamaan, strategi penyampaian disertai dengan
memberikan contoh sesuai aturan PCM Somagede seperti membiasakan
masyarakat untuk melaksanakan Shalat Ied di lapangan dan hingga saat ini efektif
dijalankan masyarakat.
Salah satu bentuk strategi penyampaian PCM Somagede yang berhasil ialah
membangun SMK Muhammadiyah dan Taman Kanak-Kanak Aisyiah di tengah-
tengah masyarakat yang memadukan unsur budaya Islam dan budaya lokal.
Dengan cara mengembangkan ajaran melalui bidang pendidikan seperti itulah
PCM Somagede dapat mengajarkan ajarannya sesuai pedoman Al-Qur’an dan
Sunnah. Selain itu, SMK Muhammadiyah telah mengembangkan kegiatan sekolah
seperti membuat batik dengan motif Islami. Itu artinya Muhammadiyah juga
melakukan pendekatan atau approach dalam dakwah bil-hal dan sebagai bentuk
akulturasi antara budaya Islam dan budaya lokal.
72
Muhammadiyah Cabang Somagede berdiri sejak 2003 dan amal usahanya
dengan membangun 5 masjid/mushola binaan Muhammadiyah. Dengan begitu
masyarakat Somagede mengalami perubahan akibat masuknya kebudayaan Islam.
Masyarakat mulai teliti dalam mencerna setiap ajaran yang disampaikan oleh
Muhammadiyah. Hasilnya masyarakat mulai meninggalkan tradisi kejawen dengan
alasan tidak sesuai pada ajaran Islam yang murni. Contohnya, masyarakat mulai
meninggalkan kebiasaan memotong hewan pada perayaan 1 Suro dan
menggantinya di Hari Raya Idul Adha.
B. Saran – Saran
Berdasarkan hasil penelitian skripsi ini, maka penulis dapat memberikan
beberapa saran, yaitu :
1. Kepada pengurus Muhammadiyah Cabang Somagede secara manusiawi
memiliki tingkat dan kedudukan yang sama di masyarakat. Menyampaikan
materi secara tatap muka langsung agar dikenal masyarakat. Pengurus PCM
Somagede harus solid dan teguh memegang ajaran yang dibawa Rasulullah
yaitu Al-Qur’an dan As – Sunnah. Tidak hanya dalam materi pengajian
tetapi dalam perbuatan atau dakwah bil-hal.
2. Kepada Muhammadiyah Cabang Somagede untuk menetapkan strategi
penyampaian dan mengolah pesan yang akan disampaikan. Agar lebih
beraneka ragam cara penyampaiannya. Yaitu dengan mengambil beberapa
materi pengajian seperti ilmu fiqih dan tauhid. Dan pesan yang
disampaikan harus dibarengi contoh peristiwa dalam kehidupan
masyarakat. Sehingga menarik hasrat dan perhatian masyarakat untuk
kembali keajaran Islam yang murni dan utuh.
73
3. Kepada Muhammadiyah Cabang Somagede harus melihat sisi baik
buruknya sebuah kondisi sosial budaya yang ada. Jangan menganggap
sesuatu itu bid’ah ataupun ijtihad. Berikan dasar-dasarnya terlebih dahulu.
Kemudian berikan masukan yang benar sesuai ajaran Al-Qur’an dan
Sunnah. Gunakan pendekatan yang mudah diterima masyarakat agar
penyampaian pesan berjalan efektif .
74
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian : Sebuah Pendekatan Praktek, Jakarta:
Rineka Cipta, 2001
Budiwanti, Erni, Islam Sasak: Wetu Telu versus Waktu Lima Yogyakarta :LkiS,
2000
Dhavamony, Mariasusai, Fenomenologi Agama, Yogyakarta : Kanisius, 1995
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2003
Endraswara, Suwardi, Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan: Ideologi,
Epistemologi, dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006
Franklin Books Programs, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta : Kanisius, 1973
Hutabarat, Jemsly dan Martani Huseini, Pengantar Manajemen Strategik
Kontemporer : Strategik Di Tengah Operasional, Jakarta : Elex Media
Komputindo, 2006
Karim, Rusli, Muhammadiyah dalam Kritik dan Komentar, Jakarta: Rajawali,
1986
Liliweri, Alo, Dinamika Komunikasi, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004
--------------, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta:
LKiS, 2002
Luddin, Abu Bakar M., Dasar-Dasar Konseling : Tinjauan Teori dan Praktik,
Bandung : Citapustaka Media, 2010
Moeleng, Lexy. J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya,1993
Mulkhan, Abdul Munir, Kiai Ahmad Dahlan : Jejak Pembaruan Sosial dan
Kemanusiaan, Jakarta : Kompas, 2010
Mulyana, Deddy dan Jalaludin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya: Panduan
Berkomunikasi Dengan Orang-Orang Berbeda Budaya, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005
75
Mulyana, Dedy, Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2008
----------------, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2007.
Nasuhi ,Hamid; dkk. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta : CeQDA (Center
For Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah,
2007
Pasha, Musthafa Kamal dan Ahmad Adaby Darban, Muhammadiyah Sebagai
Gerakan Dakwah, Yogyakarta: LPPI, 2002
Rakhmat, Jalaluddin, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2003
Rangkuti, Freddy, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta :
Gramedia, 2006
Rumondor, Alex H., Komunikasi Antar Budaya, Jakarta : UT , 1995
Sachari, Agus, Budaya Visual Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2007
Sadily, Hasan, Ensiklopedi Umum, Yogyakarta : Kanisius, 1977
Salusu, J., Pengambilan Keputusan Strategik, Jakarta : Grasindo, 2004
Soeroso, Andreas, Sosiologi 1, Jakarta : Yudhistira Quadra, 2008
Solikhin, Muhammad, Ritual & Tradisi Islam Jawa, Yogyakarta : Narasi, 2010
Suparno, Paul, Teori Perkembangan Kognitif, Yogyakarta: Kanisius, 2005
Suprapto, Tommy, Pengantar Teori & Manajemen Komunikasi, Yogyakarta :
Media Presindo, 2009
Supriatna, Nana, Sejarah: Buku Pelajaran untuk Kelas XI SMA, Bandung :
Grafindo, 2008
Sutardi, Tedi, Antropologi : Mengungkap Keragaman Budaya, Bandung:Setia
Purna Inves, 2007
Sutiyo, Benturan Budaya Islam : Puritan dan Sinkretis, Jakarta : Kompas, 2010
Suwarno, Margono Poespo, Gerakan Islam Muhammadiyah, Yogyakarta :
Persatuan, 1995
76
Syukir, Asmuni. Strategi Dakwah Islam, Surabaya: Usaha Nasional, 1983
Tangkilisan, Hessel Nogi S., Manajemen Publik, Jakarta : Grasindo, 2007
Umar, Husein, Strategis Management In Action, Jakarta : Gramedia, 2008
Wahyudin, Achmad. dkk. Pendidikan Agama Islam, Jakarta : Grasindo, 2009
Sumber Lain
Data Proposal Muscab PCM Somagede Banyumas, 9 Juli 2006
Forum Studi Islam Fakultas Pertanian Universitas Lampung,” Marilah memahami
hadits kullu bid’ah dengan ilmu balaghah dan nahwu”, Artikel diakses pada 28
Mei 2013 dari http://staff.unila.ac.id/fosifpunila/2012/12/15/marilah-memahami-
hadits-kullu-bidah-dengan-ilmu-balaghah-dan-nahwu
Sejarah Singkat Berdirinya Muhammadiyah, artikel diakses pada 11 Mei 2013 dari
http://www.muhammadiyah.or.id/id/content-178-det-sejarah-singkat.html
Tim Pembina Al-Islam dan Kemuhammadiyahan, Muhammadiyah : Sejarah,
Pemikiran dan Amal Usaha, Malang : Pusat Dokumentasi dan Publikasi, 1990
HASIL WAWANCARA
Nama : H. Suhodo Anshori (Penasehat PCM Somagede)
Tempat : Kediaman Beliau
Tanggal Wawancara : 28 April 2013
Waktu : Pukul 19.30-20.30 Wib
1. Apa saja kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede yang rutin dilaksanakan
pada hari besar keagamaan?
Dakwah yang pertama kali adalah mendirikan ranting-ranting, sehingga
terdapat 4 ranting sekecamatan. Salah satunya mengadakan tarling (taraweh
keliling) ke 4 ranting yang dilakukan oleh anggota pengurus muhammadiyah.
Mengadakan kegiatan keagamaan pada satu tempat dipusatkan di SMK
MUHAMMADIYAH, lalu mengikuti kegiatan hari besar di tingkat daerah , di
Somagede berisikan materi pengajian yang intinya mencintai Rasulullah SAW.
Mengumpulkan seluruh anggota dan masyarakat seluruhnya berdasarkan
ranting-ranting.
2. Bagaimana cara Muhammadiyah menjelaskan kepada masyarakat di
Kecamatan Somagede yang memadukan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan
keagamaan?
Salah satu Muhammadiyah Somagede memadukan dengan budaya lokal yaitu
dengan cara mendirikan sekolah SMK Muhammadiyah. Jadi kesemua ajaran
Muhammadiyah melalui siswa SMK Muhammadiyah. Melalui masyarakat
melalui peringatan seperti isra miraj, kegiatan seperti itu kurang mendapat
tanggapan masyarakat. Karena masyarakat masih Sinkritisme yaitu
mencampuradukan Islam dengan yang lainnya dan sulit dihilangkan, sehingga
kurang diminati oleh orang-orang yang bukan Muhammadiyah walaupun
mereka Islam. Sinkretisme berasal dari Hindu Budha dan Nasrani dan juga
berasal dari Islam itu sendiri. Muhammadiyah memurnikan ajaran tersebut.
Sekarang Aqiqah telah membudaya yang pertama kali dilaksanakan
dikediaman bapak suhodo tahun 1994 dan pertama kali di Somagede.
Memanggil Drs. H Sairi Dahlan untuk mengisi pengajian dalam rangka Haji
dan Aqiqah. Sejak itu terus berkembang sampai sekarang dan hampir semua
bayi yang lahir telah menggunakan kegiatan itu dan berhasil 100 %. Karena
pada masyarakat yang tidak mampu untuk menyunati maka melaksanakan
Aqiqah terlebih dahulu. Dahulu menjelang hari 1 Suro atau malam 1
Muharram memotong hewan dan kepalanya dikubur dibelakang rumah
kediaman Bapak Suhodo. Dan sekarang telah diganti dengan kurban, dan
berhasil, caranya ada 3 macam kurban.
1. Kurban oleh 1 orang, 1 sapi untuk 1 keluarga,
2. 1 sapi untuk 7 keluarga selama 7 tahun, caranya tahun pertama 7 orang beli
sapi 1 untuk 7 keluarga, tahun kedua beli 1 sapi untuk 7 keluarga,
kemudian selanjutnya hingga 7 sapi.
3. 1 sapi 21 orang selama 7 tahun.
Sebelum itu berkurban untuk acara sedekah bumi, dan sekarang lenyap karena
telah diganti dengan Hari Raya Idul Adha. Tokoh yang menemukan dan
merintis pertama kali cara 7 ekor sapi selama 7 tahun dalam kelompok seperti
yang dijelaskan tadi adalah Muhammadiyah yang dilaksanakan di lapangan
Somagede. Nilai yang terkandung dalam kegiatan tersebut yaitu kebersamaan
dalam mencari kelompok dalam 7 keluarga tersebut.
3. Bagaimana strategi penyampaian materi keagamaan yang digunakan
Muhammadiyah?
Strategi penyampaian materi keagamaan banyak dilakukan dalam Shalat Idul
Adha dilapangan menjadi salah satu cara muhammadiyah mengembangkan
ajaranya dan berhasil dilaksanakan hingga sekarang.
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda untuk mengikuti kegiatan
dilaksanakan Muhammadiyah cabang Somagede?
Dalam kaum muda Muhammadiyah terjun dalam bidang pendidikan yaitu
mendirikan di SMK Muhammadiyah sejak tahun 2005. Tiap tahunya
meningkat dari awalnya 3 kelas sekarang menjadi 480 siswa.
5. Seberapa efektifkah kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede pada
masyarakat yang memadukan unsur jawa dan Islam?
Penyampaian melalui pengajian dengan taraweh keliling dalam bulan
Ramadhan.
6. Apa saja dampak perubahan pada masyarakat yang disebabkan perpaduan
unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?
Perubahan yang nyata dalam kehadiran Muhammadiyah telah mendirikan 5
masjid di kecamatan Somagede. Melaksanakan 2 kali pengajian rutin tiap
minggu wage dan tiap tgl 12 malam. yang dilakukan keliling oleh pengurus.
7. Bagaimana cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam yang telah
melekat pada masyarakat terutama dalam kegiatan keagamaan?
Cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam melalui batik yang
dilakukan oleh siswa SMK Muhammadiyah dapat mengubah pola kebudayaan
menjadi Islami dengan membuat batik ukiran kalimat Islam dalam motifnya.
Perubahan sangat baik, ditengah-tengah masyarakat jawa dan aneka macam
budaya peningkatan jumlah siswa di SMK Muhammadiyah mencapai 500
siswa dan menjadi bukti baik perubahan masyarakat terhadap akulturasi
budaya. Muhammadiyah cabang Somagede mulai awal didirikanya tahun 1988.
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
Nama : Bapak Badrun
Jabatan : Ketua Pengurus Muhamadiyah Somagede
Tempat Wawancara : Kediaman Rumah
Tanggal Wawancara : 20 April 2013
1. Apa saja kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede yang rutin dilaksanakan pada hari
besar keagamaan?
2. Bagaimana cara Muhammadiyah menjelaskan kepada masyarakat di Kecamatan
Somagede yang memadukan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?
3. Bagaimana strategi penyampaian materi keagamaan yang digunakan Muhammadiyah?
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda untuk mengikuti kegiatan dilaksanakan
Muhammadiyah cabang Somagede?
5. Seberapa efektifkah kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede pada masyarakat yang
memadukan unsur jawa dan Islam?
6. Apa saja dampak perubahan pada masyarakat yang disebabkan perpaduan unsur jawa dan
Islam dalam kegiatan keagamaan?
7. Bagaimana cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam yang telah melekat pada
masyarakat terutama dalam kegiatan keagamaan?
Interviwer Interviewee
(Mahdi Musthaffa) (Bapak Badrun)
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA PENELITIAN
Nama : Bapak H. Suhodo Anshori
Jabatan : Penasehat PCM Somagede
Tempat Wawancara : Kediaman Rumah
Tanggal Wawancara : 28 April 2013
1. Apa saja kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede yang rutin dilaksanakan
pada hari besar keagamaan?
2. Bagaimana cara Muhammadiyah menjelaskan kepada masyarakat di
Kecamatan Somagede yang memadukan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan
keagamaan?
3. Bagaimana strategi penyampaian materi keagamaan yang digunakan
Muhammadiyah?
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda untuk mengikuti kegiatan
dilaksanakan Muhammadiyah cabang Somagede?
5. Seberapa efektifkah kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede pada
masyarakat yang memadukan unsur jawa dan Islam?
6. Apa saja dampak perubahan pada masyarakat yang disebabkan perpaduan
unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?
7. Bagaimana cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam yang telah
melekat pada masyarakat terutama dalam kegiatan keagamaan?
Interviewer Interviewee
Mahdi Musthaffa H. Suhodo Anshori
DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA PENELITIAN
Nama : Bapak Timin
Jabatan : Tokoh Masyararakat Somagede
Tempat Wawancara : Kediaman Rumah
Tanggal Wawancara : 21 April 2013
1. Apa saja kegiatan yang rutin dilaksanakan pada hari besar Islam, misalnya peringatan 1
Muharram, Idul Fitri, Maulid Nabi, dll ?
2. Bagaimana cara pengembangan kegiatan tersebut dalam membentuk kesadaran kepada
masyarakat pentingnya pelestarian budaya?
3. Adakah pesan Keislaman yang disampaikan dalam kegiatan kebudayaan tersebut?
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda agar tertarik melestarikan kebudayaan?
5. Apakah kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan dapat menarik perhatian masyarakat?
6. Apa dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah menyelenggarakan kegiatan
kebudayaan di hari besar keislaman?
7. Apakah terdapat perpaduan unsur jawa/tradisi dalam hari besar Keislaman?
Interviwer Interviewee
(Mahdi Musthaffa) (Bapak Timin)
Lampiran 7
Foto-Foto dan Dokumentasi
Foto Bersama setelah wawancara dengan Bapak Prakoso (Ketua Muhammadiyah
Somagede)
( Sekolah Menengah Kejuruan Muhammadiyah yang berdiri pada tahun 2005 di bawah
binaan Muhammadiyah Cabang Somagede
( Taman Kanak-Kanak Aisyiyah binaan PCM Somagede)
Kantor Sekretariat PCM Somagede. Lokasi di kediaman Bapak Sumuyut.
(Masjid Binaan PCM Somagede)
Foto bersama setelah wawancara dengan Bapak Timin (Tokoh Masyarakat Somagede)
Menjelang Shalat Idul Fitri 1433 H di lapangan Desa Somagede
Pagelaran Kesenian Ebeg (sebutan warga desa Somagede) atau Kuda Lumping.
Dilaksanakan pada tanggal 25 Agustus 2013 H+5 Idul Fitri 1433 H.
Makam Keramat Mbah Sukhun. Lokasi di Pemakaman Dusun Wlahar, Somagede.
Antusias warga Somagede saat menyaksikan pemain Ebeg atau Kuda Lumping yang
sedang kesurupan
Berbagai sesaji dan topeng dipersiapkan sebagai pelengkap pagelaran kesenian Ebeg
untuk para pemain yang kerasukan
Pagelaran Tradisi Kiraban atau penyucian benda pusaka. Dilaksanakan pada tanggal 25
Januari 2013 H+1 Maulid Nabi Muhammad SAW 1434 H
Peta Wilayah Kecamatan Somagede
HASIL WAWANCARA
Nama : Drs. Sumuyut (Bendahara PCM Somagede)
Tempat : Kediaman Beliau
Tanggal Wawancara : 27 Mei 2013
Waktu : Pukul 19.30-20.30 Wib
1. Apakah TBC itu ?
Tahayul adalah mempercayai suatu benda yang mempunyai kekuatan. Bid’ah
adalah mengadakan yang tidak ada tuntunannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW. Seperti mendengar suara burung,
2. Apakah PCM Somagede dapat mengubah akulturasi masyarakat Somagede?
Islam yang mengandung bid’ah banyak sekali dan kebanyakan itu memang kita
tidak bisa menghentikan itu. karena sebelum islam datang sudah ada
kepercayaan . dan itu sudah dilakukan sejak jaman nenek moyang kita.
3. Apakah akulturasi bisa dihilangkan ?
Bisa hilang kalau yang bersangkutan itu mau belajar. tapi kebanyakan
masyarakat tidak mau berpikir. Apa yang disampaikan Kiyainya diterima saja.
4. Adakah cara khusus Muhammadiyah mengembalikan kembali hal yang bid’ah?
sangat sulit. karena masyarakat somagede bukan semua anggota
Muhammadiyah. yang jelas Muhammadiyah ingin mewujudkan masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang berpedoman pada Al-
Qur’an dan Hadits. Hadits-haditsnya pun yang shahih. Dan hadits yang
maqbulan dan bisa menjadi hijah.
5. Apakah ada perubahan dengan hadirnya PCM di Somagede?
Kebanyakan masyarakat Somagede itu sejatinya mau berubah tapi harus sesuai
dengan ajaran yang umumnya saja diluar ketentuan PCM. Kalau yang tua-tua
sudah tidak masalah. yang muda-muda tidak jelas arahnya. tetapi yang muda-
muda banyak yang tidak dekat dengan agama manapun.
6. Apakah hadirnya PCM Somagede dapat mengubah pemuda ?
Penyebab utama pemuda tidak mau berpikir karena mereka serba instan. Di
sekolahan dasar yang belajar umum sungguh-sungguh hanya 25 % saja. hal
tersebut Faktor orang tua dan lingkungan.
7. Apakah didirikannya SMK Muhammadiyah berpengaruh terhadap pemuda?
Dengan adanya SMK masyarakat sudah memahami walaupun belum banyak
anak-anak somagede yang belajar disini. Karena faktor ekonomi. orangtua
masih menggunakan pola pikir lama. trus anak-anak tidak hanya sekedar
belajar umum saja. dan tidak mendalami Kemuhammadiyahan.
8. Apa saja Materi pengajian dakwah PCM Somagede?
1. Beriman kepada Allah SWT sesuai tuntutan Al-Qur’an dan Al-Hadits
2. Menentukan ibadah sesuai dengan tuntunan Islam berdasarkan Al-Qur’an
dan Al-Hadits
3. Berusaha untuk pencerahan umat dengan cara mencari ilmu
4. Mengadakan gerakan dakwah Islam Amar ma’ruh Nahi Mungkar
5. Muhammadiyah mengadakan kerja sama lintas sektoral atau bekerja sama
dengan siapa saja. Dalam mencari rahmatan lil alamin.
6. Muhammadiyah kalau shalat tidak ada Sayyidina Muhammad di takhyatul.
9. Apa saja amal usaha PCM Somagede dalam Syiar dakwah ?
1. Mengadakan Qurban, dahulu diawali dengan Muhammadiyah.
2. Idul Fitri dan Idul Adha
3. Dalam Ramadhan melakukan dakwah keberbagai masjid desa sebelah
namun ada yang ditolak
4. Pengajian selapanan atau 35 hari sekali. Misalkan bulan ini pada ahad
wage, maka selanjutnya diadakan ahad wage kembali.
10. Apa saja akulturasi budaya lokal dan Islam yang nampak di Somagede?
Kegiatan yang mengandung unsur kebudayaan Islam dan lokal, PDM
Banyumas dengan wayang. Namun sekarang jarang diangkat.
Satu suro Muharram di Somagede, yang melakukan kebanyakan orang Islam.
mereka apal surat yasin,mencari tempat2 petuah nenek moyang, Sebetulnya
yang namanya baca yasin boleh saja. kalau yasinan itu ada unsur di dalamnya
penyuguhan makanan. yang muhammadiyah tidak setuju. jadi menurut Islam
tidak dibenarkan. Dan kebanyakan mereka percaya yasin itu ampuh. padahal
semua ayat di dalam al-quran itu ampuh.
Masyarakat hanya mengikuti apa yang dikatakan kiyainya. Tahlil di anjurkan
oleh Islam. Baca-baca ayat-ayat Allah. Akhirnya masyarakat menyebutnya
tahlilan dan lan nya itu yang tidak dibenarkan oleh Islam. Biasanya berisi puja-
pujaan. jamuan-jamuan. berisi shalawat2 di luar Rasul.
11. Bagaimana cara PCM somagede menaggapi hal akulturasi tersebut?
Muhammadiyah tidak alergi terhadap budaya, tergantung budaya yang seperti
apa dulu. jangan budaya yang di agamakan. itu salah. Yang benar Agama di
budayakan. Seperti membudayakan Shalat, puasa, zakat. Muhammadiyah lahir
karena disekitar itu banyak TBC. banyak yang tidak sesuai ajaran Islam.
Masjid Muhammadiyah terdapat banyak tanah wakaf tetapi belum diurus yang
tersebar di berbagai wilayah somagede.
HASIL WAWANCARA
Nama : Moh. Prakoso, S.Pd.I.
( Ketua Muhammadiyah Cabang Somagede)
Tempat : Kediaman Beliau
TanggalWawancara : Senin, 29 April 2013
Waktu : Pukul 17.00-18.30 Wib
1. Apa saja kegiatan Muhammadiyah Cabang Somagede yang rutin dilaksanakan
pada hari besar keagamaan?
Melalui Penyembelihan hewan qurban berupa sapi maupun kambing. untuk
satu desa sampai 12 ekor sapi. Mengadakan shalat taraweh atau (Tarhim)
taraweh dan silaturahim ke tempat-tempat shalat taraweh di desa somagede dan
masjid desa se kecamatan somagede. Materinya berisikan pengajian yang
biasanya dilaksanakan sebelum teraweh.
2. Bagaimana cara Muhammadiyah menjelaskan kepada masyarakatdi Kecamatan
Somagede yang memadukan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?
Melalui pengajian-pengajian dan kajian-kajian Islam. Salah satu unsur jawa
dan Islam yang nampak dalam kegiatan keagamaan ialah silaturahim sehabis
shalat Ied. Jadi tidak bisa dipadu antara unsur Islam dan jawa. seperti contoh
ummat Muhammadiyah tidak melaksanakan tahlil. Muhammadiyah belum
berjalan mulus dalam mengajarkan ajaran Islam. Muhammadiyah di Somagede
belum bisa memulai sesuai ajaran Sunnah. Seperti halnya membuat tim
pengurus jenazah oleh Muhamamdiyah, namun tidak diminati masyarakat.
Sebagian besar mengikuti ajaran Muhammadiyah seperti upacara pengantinan
sungkeman dalam acara pernikahan tetap diikuti oleh Muhammadiyah.
3. Bagaimana strategi penyampaian materi keagamaan yang digunakan
Muhammadiyah?
Dalam pengajian setelah shalat maghrib di masjid/musolah milik
Muhammadiyah Somagede dan kuliah subuh. Pengajian rutin yang
dilaksanakan pada hari ahad wage pada tingkatan cabang Somagede. materi
yang disampaikan berupa isi Al-Quran dan As-Sunnah. Menyelenggarakan
TPQ bagi anak usia 5 tahun ke atas di masjid/musola Muhammadiyah.
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda untuk mengikuti kegiatan
dilaksanakan Muhammadiyah Cabang Somagede?
Pengurus muhammadiyah telah berusia lanjut dan anak muda sangat jarang
sekali. Maka dibentuk organisasi Otonom yakni pemuda muhammadiyah dan
Pandu HW (Hizbul Wathon) sedangkan untuk kaum hawa kegiatannya
dihimpun dalam NA (Nasyiatul Aisyiah). Muhammadiyah merupakan
organisasi yang diberikan kebebasan untuk melaksanakan kegiatan dan
membuat anggaran dasar dan anggaran rumah tangga sendiri.
5. Seberapa efektifkah kegiatan Muhammadiyah Cabang Somagede pada
masyarakat yang memadukan unsur jawa dan Islam?
Masih sangat minim karena tidak semua unsur jawa dapat dilaksanakan oleh
Muhammadiyah. Kurang efektif karena unsur jawa tidak sesuai dengan Al-
Quran dan Sunnah. Muhammadiyah sendiri komitmen dalam
menyelenggarakan Quran dan Sunnah. Dalam muhammadiyah tidak ada istilah
bid’ah hasanah, paling adanya ijtihad. Abu bakar dan sahabat menyusun kitab
suci al-quran itu bukan bid’ah namun ijtihad. Bid’ah itu penyakit ibadah, yaitu
melaksanakan yang tidak ada dasar hukumnya. Justru ada orang yang berusaha
menghilangkan bid’ahnya. Bid’ah hasanah, Dholalah, sebenarnya itu
menyalahi. Rasul menyatakan qullu bidatun dholalatun, artinya setiap hal yang
bid’ah adalah sesat. Seperti ada yang orang meninggal dingajikan yaitu sesat.
Muhammadiyah tidak mempermasalahkan pakaian yang penting menutup
aurat. Adat jawa menggunakan kebaya tidak memakai kerudung tetapi konde,
kalau muhammadiyah mengenakan kerudung dalam pakaian kebayanya.
6. Apa saja dampak perubahan pada masyarakat yang disebabkan perpaduan
unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?
Sebagian masyarakat jawa masih ada yang mau meninggalkan tradisi kejawen
karena menyadari bahwa hal tersebut tidak sesuai dengan ajaran Islam.
7. Bagaimana cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam yang telah
melekat pada masyarakat terutama dalam kegiatan keagamaan?
Muhammadiyah belum menemukan cara yang tepat untuk mengubah pola
perpaduan. Unsur jawa dan Islam contohnya tahlilan, ziarah kubur, ziarah wali,
Muhammadiyah tahu tapi tidak bisa mencegah, masyarakat hanya mengikuti
kebiasaan tersebut tapi tidak tahu dasarnya.
HASIL WAWANCARA
Nama : Bapak Timin (Tokoh Masyarakat Desa Somagede)
Tempat : Di Rumah Bapak Timin
Tanggal Wawancara : 29 April 2013
Waktu : Pukul 19.30-20.30 Wib
1. Apa saja kegiatan yang rutin dilaksanakan pada hari besar Islam, misalnya
peringatan 1 Muharram, Idul Fitri, Maulid Nabi, dll ?
Dalam hari-hari besar Islam termasuk maulid Nabi dan lain-lain yang di isi
pengajian kerohanian. Hadroh atau musik rebana digunakan dalam acara
Keagamaan dan dalam lomba yang diikuti oleh anak-anak TPQ di masjid.
Kalau kegiatan kesenian jarang dalam hari besar keagamaan, Paling tidak diisi
acara rebana, dan itu masuknya dalam kesenian. Pengajian dan musik rebana
menjadi kesenian yang mengandung Islam. Kesenian Karawitan itu salah satu
alat musik gamelan. Dalam kegiatan keagamaan, unsur kesenian yang paling
sering diadakan seperti rebana. Rebana dapat dipadukan antara unsur jawa
dengan unsur Islam terutama dalam kegiatan keagamaan. Tapi kalau hari besar
Islam contoh ketika memperingati 1 Muharram biasa di isi dengan acara
pagelaran wayang, karawaitan, kelenengan. acara tersebut kegiatan kesenian di
luar unsur keislaman.
2. Bagaimana cara pengembangan kegiatan tersebut dalam membentuk kesadaran
kepada masyarakat pentingnya pelestarian budaya?
Cara pengembangan, awalnya membuat organisasi. membuat kelompok yang
akan dilatih untuk kesenian tertentu. Yang melatih biasanya tergantung
kesadaran masyarakat. Dan tumbuh dari masyarakat, tanpa menunjuk.
Masyarakat tertarik berdasarkan jiwa seni dalam diri sendirinya. Itulah seni.
Contoh gamelan dibawakan dengan lagu-lagu Islam yang bernafaskan Islam
yang mengandung unsur tradisional.
3. Adakah pesan Keislaman yang disampaikan dalam kegiatan kebudayaan
tersebut?
Kesan Islam dalam rebana yang dinyanyikan yaitu memperbanyak shalawat,
karena menyanyikan shalawat, atau kasidahan.
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda agar tertarik melestarikan
kebudayaan?
Cara mengarahkan ke generasi dengan pelan-pelan dan memberikan contoh
oleh para tetua dengan semangat. Memang sekarang ini sulit mencari bakat
karena remaja terakulturasi budaya luar dengan musik yang keras. Namun tetap
saja yang dituakan harus melestarikannya. Tapi di Somagede banyak kesenian,
seperti kuda lumping, lengger, karawitan dalam satu desa mencapai 3 sampai 4
grup. dan mempunyai alat kesenian yang komplit. Dusun-dusun di
Karanganyar Wlahar, Pereng, Planjan, Wanalaba. Termasuk kuda lumping,
dusun Planjan terdapat 2 grup, Wlahar 1 grup dan Wanalaba 1 grup.
Untuk menarik antusias remaja, sebagai contoh disini ada grup kuda kepang,
paling tidak kita arahkan, karena mereka senang melihat jogetnya otomatis
remaja senang irama gamelan dan tumbuh rasa senang terhadap alat musiknya.
5. Apakah kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan dapat menarik perhatian
masyarakat?
Nyatanya penonton masih banyak hingga ratusan maka masyarakat masih
senang dan peduli. dan masyarakat ingin belajar. dan memang harus pelan
sabar, dan yang tua mencontohkan ke generasi harus sabar.
6. Apa dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah menyelenggarakan
kegiatan kebudayaan di hari besar keislaman?
Kini masyarakat banyak yang ingin belajar kesenian .
7. Apakah terdapat perpaduan unsur jawa/tradisi dalam hari besar Keislaman?
Masalah mistik atau tidaknya unsur jawa tergantung pengendalian diri sendiri.
Jangan kita yang dikendalikan tapi kita yang mengendalikan makhluk lain.
Maka kuasailah hukum Islam dulu. Agamanya diperdalam lalu pelajari
keseniannya, maka tidak akan keliru. Sebelum mengadakan acara di program
dahulu konsep acaranya. Dan para peserta kuda lumping mengingat
programnya ketika mabuk. Disinilah terjadi perpaduan antara budaya dan
agama itulah misinya, budayanya diimbangkan dengan agamanya. Mangkanya
kita harus mempelajari agamanya dulu baru kita mempelajari budaya, tidak
mungkin seseorang yang sudah tahu pondasi agama akan terombang ambing.
Jangan kita menarik kebudayaannya saja, Untuk antisipasi agar orang jangan
sampai terlewat, seperti syirik, maka harus sejajar antara agama dan budaya.
Kalau budaya itu kan tadinya masyarakat Jawa agamanya buddha, jadi kalau
langsung memotong ajaran tersebut dengan agama tidak akan bisa diterima.
Karena Islam di Indonesia hadir melalui budaya, makanya tidak bisa
meninggalkan budaya secara Islam.
Lampiran 5
PEDOMAN WAWANCARA 1
1. Apa saja kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede yang rutin dilaksanakan
pada hari besar keagamaan?
2. Bagaimana cara Muhammadiyah menjelaskan kepada masyarakat di
Kecamatan Somagede yang memadukan unsur jawa dan Islam dalam kegiatan
keagamaan?
3. Bagaimana strategi penyampaian materi keagamaan yang digunakan
Muhammadiyah?
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda untuk mengikuti kegiatan
dilaksanakan Muhammadiyah cabang Somagede?
5. Seberapa efektifkah kegiatan Muhammadiyah cabang Somagede pada
masyarakat yang memadukan unsur jawa dan Islam?
6. Apa saja dampak perubahan pada masyarakat yang disebabkan perpaduan
unsur jawa dan Islam dalam kegiatan keagamaan?
7. Bagaimana cara mengubah pola perpaduan unsur jawa dan Islam yang telah
melekat pada masyarakat terutama dalam kegiatan keagamaan?
PEDOMAN WAWANCARA 2
1. Apa saja kegiatan yang rutin dilaksanakan pada hari besar Islam, misalnya
peringatan 1 Muharram, Idul Fitri, Maulid Nabi, dll ?
2. Bagaimana cara pengembangan kegiatan tersebut dalam membentuk kesadaran
kepada masyarakat pentingnya pelestarian budaya?
3. Adakah pesan Keislaman yang disampaikan dalam kegiatan kebudayaan
tersebut?
4. Bagaimana cara menggerakkan kaum muda agar tertarik melestarikan
kebudayaan?
5. Apakah kegiatan kebudayaan yang diselenggarakan dapat menarik perhatian
masyarakat?
6. Apa dampak perubahan yang dirasakan masyarakat setelah menyelenggarakan
kegiatan kebudayaan di hari besar keislaman?
7. Apakah terdapat perpaduan unsur jawa/tradisi dalam hari besar Keislaman?
FOTO BERSAMA PASCA PELAKSANAAN SIDANG SKRIPSI
JUM’AT/ 31 MEI 2013