strategi kampanye partai golkar dan pdip pasca...
TRANSCRIPT
STRATEGI KAMPANYE PARTAI GOLKAR DAN PDIP PASCA
PENETAPAN PKPU NOMOR 15 TAHUN 2013 PADA PEMILU
LEGISLATIF DI KOTA TANJUNGPINANG TAHUN 2014
Naskah publikasi diajukan sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana bidang Ilmu Pemerintahan
NASKAH PUBLIKASI
Oleh
NONY NATADIA ERNEL
100565201031
JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2014
STRATEGI KAMPANYE PARTAI GOLKAR DAN PDIP PASCA PENETAPAN
PKPU NOMOR 15 TAHUN 2013 PADA PEMILU LEGISLATIF DI KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2014
NONY NATADIA ERNEL
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP, UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Partai politik merupakan organisasi politik dari sebuah negara yang demokratis yang
dibentuk dengan tujuan dan mempunyai fungsi yang jelas. Fungsi utama dari partai politik mencari
dan mempertahankan kekuasaan. Strategi kampanye merupakan suatu kegiatan yang dilakukan
oleh setiap partai politik untuk dapat menyampaikan segala bentuk janji-janji politik, program-
program partai serta cita-cita yang diperuntukkan bagi kesejahteraan masyarakat. Dalam
menyikapi PKPU Nomor 15 Tahun 2013 tentang alat peraga. Maka perlu beberapa strategi untuk
tetap mendapatkan perhatian khalayak demi mendapatkan kemenangan dalam Pemilu Legislatif.
Tujuan penelitian ini sendiri adalah untuk mengetahui strategi kampanye Partai Golkar
dan PDIP Perjuangan pasca penetapan PKPU Nomor 15 Tahun 2013 dalam Pemilu Legislatif di
Kota Tanjungpinang tahun 2014.
Dalam penelitian ini melibatkan beberapa kalangan informan yang diantaranya mulai dari
pengurus DPC Partai PDI Perjuangan Kota Tanjungpinang, DPD Partai Golkar Kota
Tanjungpinang, calon anggota legislatif yang diusung oleh partai Golkar dan PDIP, serta
masyarakat. Dengan metode penulisan wawancara, mengumpulkan data dokumen, yang bertujuan
untuk menganalisis strategi kampanye yang dilakukan oleh PDIP dan Partai Golkar pasca
penetapan PKPU nomor 15 tahun 2013.
Pada pemilihan legislatif Kota Tanjungpinang PDIP perjuangan memiliki strategi dengan
melakukan pemberian sosial ditengah – tengah masyarakat, juga mengangkat isu – isu kedaerah
yang terjadi disaat ini di Kota Tanjungpinang. Sedang partai Golkar menganggap, strategi
alternatif yang dapat dilakukan dalam pemilihan legislatif yaitu dengan lebih meningkatkan
sosialisasi langsung yang bersifat dari rumah dan rumah.
Kata Kunci : Strategi, Kampanye, Pemilihan Legislatif 2014
STRATEGI KAMPANYE PARTAI GOLKAR DAN PDIP PASCA PENETAPAN
PKPU NOMOR 15 TAHUN 2013 PADA PEMILU LEGISLATIF DI KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2014
NONY NATADIA ERNEL
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, FISIP, UMRAH, [email protected]
ABSTRAC
A political party is a political organization of a democratic state that is formed with the
purpose and function obvious. The main functions of political parties seek and retain power.
Campaign strategy is an activity undertaken by each political party to be able to deliver all forms
of political promises, the party programs and ideals that are meant for the welfare of society. In
addressing regulatory election commission (KPU) Number 15 Year 2013 on props. Then need
some strategies to get the attention of the audience remained to get the victory in the legislative
elections.
The purpose of this study was to Determine the strategy Golkar and PDI-P campaign
post-determination struggle electoral commission regulation (PKPU) No. 15 of 2013 in the
legislative election in 2014 Tanjungpinang.
In this study involving some informants among them started from the management of the
branch representative council (DPC) Indonesian Democratic Party of Struggle (PDI-P)
Tanjungpinang, regional representative council (DPD) Party of the Functional Groups (Golkar)
Tanjungpinang, legislative candidates brought by Golkar and PDI-P, as well as the community.
With the method of writing the interview, collect data document, which aims to analyze the
strategy of campaigning by PDIP and Golkar determination PKPU post number 15 in 2013.
Legislative elections in Tanjungpinang, PDIP struggle to have a strategy to make social
provision in the middle of the community, also raised the issues which occurred in area of
Tanjungpinang. Golkar is being considered, alternative strategy that can be done in the legislative
elections to further enhance the direct socialization that is door to door.
Keywords: Strategy, Campaign, Legislative Election 2014
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang
menganut sistem demokrasi. Salah satu yang
menjadi ciri khas dari negara yang menganut
sistem demokrasi adalah terselenggaranya
pemilihan umum. Jika melihat UU No. 3
Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah
sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam
negara kesatuan RI yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Melalui pemilihan
umum tersebut, rakyat memilih wakilnya
untuk duduk dalam parlemen dan dalam
struktur pemerintahan. Seperti yang kita
ketahui bahwa pemilu pada tahun 1999
merupakan perbaikan kualitas yang luar
biasa dibandingkan dengan pemilu–pemilu
sebelumnya, walaupun masih terdapat
kelemahan.
Pemilu bisa dikatakan nilai yang
sangat penting. Pemilu merupakan
perwujudan keikutsertaan rakyat dalam
ketatanegaraan, dimana rakyat memilikihak
untuk memilih dengan bebas wakil-wakilnya
yang akan ikutmenyelenggarakan kegiatan
pemerintahan. Juga tidak dipungkiri bahwa
pemilu juga penting bagi penguasa, setiap
penguasa membutuhkan dukungan dari
rakyat untuk melegitimasi kekuasaannya.
Oleh sebab itu pemilu juga sering disebut
alat legitimasi kekuasaan.
Undang–Undang No. 22 tahun 2007
pasal 1 ayat (1) tentang Penyelenggaraan
Pemilihan Umum disebutkan dan dijelaskan
tentang pengertian pemilihan umum,
selanjutnya disebut pemilu, adalah:
“Saranan pelaksanaan kedaulatan rakyat
diselenggarakan secara langsung,umum,
bebas, rahasia, jujur, adil dalam NKRI
berdasarkan pancasila dan UUD NKRI
tahun 1945.”
Pemilu yang berkualitas dapat dilihat
dari dua sisi. Pertama, prosesnya berjalan
sesuai prinsip – prinsip pemilu yang
demokratis, luber dan jurdil serta
dipatuhinya semua peraturan pemilu. Kedua,
hasilnya, yakni orang – orang yang terpilih,
baik yang duduk dilembaga legislatif
maupun eksekutif adalah orang–orang yang
berintegritas tinggi, moralitasnya teruji dan
kapasitasnya.(Santoso, 2004:V).
Para calon legislatif diseluruh
Indonesia saat ini tengah mempersiapkan
diri untuk mengikuti pemilihan calon
legislatif baik tingkat kota maupun tingkat
provinsi. Berbagai strategi dan upaya yang
dilakukan para Calon Legislatif (Caleg)
untuk mendapatkan simpati dan dukungan
dari masyarakat untuk pemenangan diri
dalam pemilihan legislatif DPRD, DPD, dan
DPR.
Kampanye–kampanye Partai Politik
peserta Pemilu, yang dilakukan oleh para
calon legislatif kini mulai gencar
dilaksanakan, yang meliputi pengenalan
figur calon legislatif serta penyampaian visi
dan misi. Kampanye sendiri ialah sebuah
upaya yang diorganisasi oleh satu kelompok
(agen perubahan) yang ditujukan untuk
memersuasi target sasaran agar bisa
menerima, memodifikasi atau membuang
ide, sikap dan perilaku tertentu(Cangara,
2011:229).
Menurut Lock dan Harris (1996)
kampanye politik terkait erat dengan
pembentukan image politik. Dalam
kampanye politik terdapat dua hubungan
yang akan dibangun, yaitu internal dan
eksternal. Hubungan internal adalah suatu
proses antara anggota–anggota partai dengan
pendukung untuk untuk memperkuat ikatan
ideologis dan identitas mereka. Sementara
hubungan eksternal dilakukan untuk
mengkomunikasikan image yang akan
dibangun kepada pihak luar partai, termasuk
media–media dan masyarakat secara
luas(Firmanzah,2012:175).
Proses pelaksanaan kampanye sendiri
dapat berupa pertemuan tatap muka,
penyebaran informasi melalui media cetak
dan elektronik, diantaranya, penyiaran
melalui radio dan atau televisi, periklanan
dikoran, sertaspanduk maupun baliho .
Penyebaran bahan kampanye kepada umum,
dapat dilaksanakan sejak 3 (tiga) hari setelah
peserta Pemilu ditetapkan sebagai peserta
Pemilu sampai dengan dimulainya masa
tenang(Abdullah, 2009:200).
Bolland mendefinisikan iklan sebagai
bentuk pembayaran yang dilakukan untuk
membeli tempat atau ruang dalam
menyampaikan pesan–pesan lembaga atau
institusi dalam media, oleh karena itu iklan
politik didefinisikan:
“ Political Advertising refers to the purchase
and use of advertising space, paid for at
commercial rates, in order to transmit
political message to a mass audience.”
Media yang biasa digunakan iklan
adalah bioskop, billboard (baliho), surat
kabar, radio dan televisi. Melalui iklan para
calon atau kandidat bisa mengomunikasikan
pesan–pesan, ide, program kepada para
calon pemilih(Cangara, 2009:345).
Menariknya saat ini dalam
melakukan kampanye pemilu, para calon
legislatif banyak yang lebih tertarik
memanfaatkan media cetak dalam
pengenalan dirinya kepada masyarakat, hal
ini dapat kita lihat dari banyaknya iklan–
iklan melalui koran, juga baliho dan spanduk
yang terpasang pada musim pemilihan calon
legislatif seperti sekarang ini. Di negara
demokrasi seperti Indonesia ini merupakan
hal yang lazim adanya ketika musim
pemilihan umum calon presiden dan wakil
presiden serta anggota legislatif kita akan
mudah menjumpai iklan–iklan politik
dengan pemanfaatan media indoor dan
outdoor.
Iklan politik secara outdoor dapat kita
jumpai melalui media cetak, khususnya
baliho dan spanduk. Media ini dianggap
salah satu cara cepat dan mudah dalam
kampanye calon legislatif. Para calon
anggota legislatif tidak harus secara aktif
terjun dan bertatap muka langsung dengan
masyarakat karena secara tidak langsung
masyarakat telah mengenal figur tersebut
dari papan - papan reklame tersebut.
Pada tanggal 9 April 2014 Indonesia,
khususnya kota Tanjungpinang
melangsungkan pemilihan calon anggota
legislatif, salah satu langkah awal yang
dilakukan calon anggota legislatif dalam
kampanye yang dilakukan adalah dengan
memasangkan spanduk–spanduk dan baliho,
ini dapat dilihat dibeberapa ruas jalan
khususnya dikota Tanjungpinang banyak
terdapat baliho dan spanduk para calon
legislatif yang berusaha menarik simpatik
dan perhatian masyarakat. Penempatakan
baliho dan spanduk ini sendiri mulai dari
pepohonan, gang–gang, perumahan warga,
hingga jalan protokol. Kegiatan pemasangan
spanduk dan baliho ini dianggap sebagai
salah satu cara untuk memperkenalkan sosok
dari calon legislatif itu sendiri kepada
masyarakat luas. Tak jarang cara ini
dianggap efektif untuk mendapatkan suara
dalam pemilihan umum.
Pemasangan alat peraga seperti
baliho dan spanduk sendiri juga dapat
memperpendek jangkauan kampanye politik
yang dilakukan para calon anggota legislatif.
Dengan pemasangan baliho dan spanduk ini
biasanya kampanye berisi pesan–pesan
politik yang dapat mempengaruhi opini
publik terhadap calon legislatif tersebut.
Bahkan untuk menjaring massa pemilih para
kandidat tak segan menghabiskan uang
jutaan hingga milyaran rupiah guna untuk
mengiklankan diri.
Iklan sendiri dapat dikatakan sebagai
salah satu bentuk citra agar pemilih memiliki
tanggapan posistif terhadap calon tersebut,
penggunaan baliho dan spanduk juga
sebagai media yang cukup baik dalam
menyampaikan visi misi, hingga dapat
membentuk image positif calon anggota
legislatif tersebut. Bahkan tak jarang dengan
pemanfaatan media seperti papan reklame
sebagai ajang perang citra figur agar
pendapatkan perhatian khalayak dan
tentunya mendapat dukungan sebanyak
mungkin oleh massa.
Berkenaan dengan uraian di atas
terhitung mulai tanggal 28 September 2013,
Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai
memberlakukan Peraturan Komisi Pemilihan
Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013
tentang Alat Peraga Kampanye. Peraturan
ini merupakan peraturan perubahan dari
PKPU Nomor 01 Tahun 2013 tentang
pedoman pelaksanaan kampanye Caleg
DPR, DPD dan DPRD, yang mengatur
tentang pemasangan alat peraga kampanye
seperti baliho atau billboard. Ini tentunya
memunculkan berbagai opini prokontra dari
banyak bakal calon anggota legislatif
khususnya Kota Tanjungpinang.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum
(PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 ini,
menjelaskan tentang pembatasan kegiatan
para calon anggota DPR, DPD, dan DPRD,
dalam memproklamirkan diri dengan
menggunakan papan reklame seperti baliho
dan spanduk. Peraturan ini tertuang pada
bait yang terdapat dalam PKPU Nomor 15
Tahun 2013 Pasal 17 yang berbunyi:
“Baliho atau papan reklame (billboard)
hanya diperuntukkan bagi Partai Politik 1
(satu) unit untuk 1 (satu) desa/kelurahan
atau nama lainnya memuat informasi nomor
dan tanda gambar Partai Politik dan/atau
visi, misi, program, jargon, foto pengurus
Partai Politik yang bukan Calon Anggota
DPR dan DPRD.”
Peraturan ini bermaksud bahwa para
calon anggota legislatif tidak dibenarkan
melakukan kampanye secara individu
dengan menggunakan baliho, namun
pemasangan alat peraga baliho dan spanduk
hanya boleh dipasang oleh partai politik dan
Caleg DPD, satu unit untuk satu
kelurahan/desa. Untuk Parpol hanya boleh
memuat nomor dan tanda gambar partai, visi
misi, program dan foto pengurus yang bukan
caleg, misalnya ketua umum. Bendera dan
umbul-umbul hanya boleh dipasang di
tempat yang ditetapkan, dan tidak
dibenarkan memasangkannya pada tiang
listrik, tiang telepon dan pagar jembatan.
Calon anggota DPR, DPD dan DPRD dapat
memasang spanduk dengan ukuran
maksimal 1,5 x 7 meter pada zona atau
wilayah yang ditetapkan KPU(PKPU Nomor
15 Tahun 2013).
Data yang diperoleh hasil Survey
Transparency International Indonesia (TII)
dan Indonesia Corruption Watch (ICW)
dalam Pemilu Legislatif 5 Juli 2004, dua
puluh empat partai banyak membelanjakan
dananya untuk media kampanyenya seperti
televisi, radio dan media cetak. Peraturan
Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor
15 Tahun 2013 ini tentunya memiliki
dampak besar terhadap proses kampanye
yang dilakukan oleh calon anggota
lengislatif kota Tanjungpinang dalam
memperkenalkan diri kepada publik yang
semula dapat dilakukan dengan
memperkenalkan diri melalui papan
reklame.Dengan keterbatasan ini tentu calon
anggota legislatif harus lebih intens dalam
melakukan pendekatan terhadap para
konstituennya, mereka harus dapat mengatur
strategi dalam pembentukan image terhadap
publik.
Menurut ketua Komisi Pemilihan
Umum (KPU) Kota Tanjungpinang Robby
Patria yang dikutip dari Harian Batam
Posmengatakan bahwa diharapkan calon
anggota legislatif se-Tanjungpinang harus
mematuhi Peraturan Komisi Pemilihan
Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013
tentang alat peraga. Tetapi kenyataannya
dalam melakukan kampanye,
memproklamirkan diri, serta menyampaikan
visi misi para calon anggota legislatif kota
Tajungpinang masih memanfaatkan papan
reklame dan masih belum sepenuhnya dapat
mematuhi peraturan KPU.
Pemberlakuan PKPU Nomor 15
Tahun 2013 ini tentunya diikuti dengan
sanksi berupa sanksi administrasi, walaupun
demikian fakta dilapangan tetap tidak serta
merta langsung ditaati oleh calon anggota
legislatif. Dalam arti bahwa, caleg yang
memiliki ‘banyak uang’ yang beramai-ramai
mengandalkan atribut kampanye untuk
mengenalkan diri dengan masyarakat, tentu
saja kecewa dengan peraturan ini, karena
mereka tidak dapat mengekspresikan diri
secara penuh lewat baliho, dan spanduk
selama menjalani masa kampanye.
Padahal, atribut-atribut tersebut
dinilai penting dan penunjang utama dalam
memperkenalkan diri kepada masyarakat.
Dengan ketidaksiapan mereka pula inilah
maka masih banyak spanduk dan baliho
yang masih terpasang diruas – ruas jalan
kota Tanjungpinang. Ini menimbulkan
persepsi bahwa adanya ketidaksiapan para
calon anggota legislatif dalam melakukan
kampanye pada pemilu legislatif pada 9
April 2014. Tapi dilain sisi tetap ada pihak–
pihak yang diuntungkan dalam peraturan
baru yang dikeluarkan oleh KPU, yaitu caleg
yang memiliki keterbatasan dana dan modal
yang tidak begitu besar menjadi semakin
percaya diri dan mendukung peraturan KPU
ini untuk segera diberlakukan.
Pada tanggal 9 April 2014, peserta
pesta demokrasi pemilihan umum akan
diikuti oleh 12 partai politik yang
diantaranya, Partai Nasdem, PKB, PKS,
PDIP, Partai Golkar,Partai Gerindra, Partai
Demokrat, PAN, PPP, Partai HANURA,
PBB, dan PKP. Tentunya partai - partai lama
tetap kembali ikut andil dalam persaingan
pesta demokrasi tahun ini. Berbagai
strategipun telah genjar dilaksanakan demi
memenangkan pemilu tahun 2014.
Titik fokus peneliti yaitu kepada dua
partai besar, Partai Golkar dan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Jika menelaah satu persatu, partai Golkar
yang didirikan pada era orde baru ini
memiliki konsolidasi internal Golkar yang
baik sehingga elektabilitas partai terjaga,
selain itu parta Golkar memiliki proses
pengkaderan yang memang sudah dilakukan
sejak tahun 70an, dikota Tanjungpinang
khususnya, dalam Pemilu legislatif tahun
2014 memiliki kekuatan secara figur, tokoh-
tokoh yang maju dalam pemilihan calon
anggota legislatif merupakan orang–orang
yang telah memiliki pengalaman jabatan
didalam pemeintah yang telah banyak
dikenal khalayak publik sehingga dapat
mempermudah partai Golkar dalam
menjaring pendukung.
Sedangkan PDIP, di Indonesia PDIP
mengandalkan ketokohan Soekarno dan
keturunannya, dan di Kota Tanjungpinang
sendiri saat ini dipimpin oleh walikota yang
berasal dari partai PDIP sehingga proses
mobilisasi yang dilakukan oleh PDIP lebih
mengandalkan kefiguran pemimpin kota
Tanjungpinang yang saat ini atas
keleluasaan pemimpin Tanjungpinang yang
mulai melakukan politik– politik simbol
sebagai langkah awal dalam
mempertahankan eksistensi PDIP agar tetap
mendapat pemenangan dalam Pemilu kota
Tanjungpinang. Selain itu kedua partai ini
dianggap memiliki kemapanan dalam proses
kampanye dengan memanfaatkan papan
reklame. Maka menyikapi PKPU Nomor 15
Tahun 2013, disinipeneliti ingin melihat
bagaimana strategi kampanye Pemilu yang
akan dilakukan oleh kedua partai tersebut
agar para calon anggota legislatifnya
memperoleh pemenangan pada pemilu pada
tanggal 09 April 2014 .
Oleh sebab itu maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Strategi Kampanye Partai Golkar dan PDIP
Pasca Penetapan PKPU Nomor 15 Tahun
2013 Pada Pemilu Legislatif Di Kota
Tanjungpinang Tahun 2014”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka perumusan masalah dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Strategi Kampanye Partai
Golkar pasca penetapan PKPU Nomor
15 Tahun 2013 pada Pemilu Legislatif di
Kota Tanjungpinang tahun 2014?
2. Bagaimana Strategi Kampanye Partai
PDIP pasca penetapan PKPU Nomor 15
Tahun 2013 pada Pemilu Legislatif di
Kota Tanjungpinang tahun 2014?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui :
1. Strategi kampanyePartai Golkar pasca
penetapan PKPU Nomor 15 Tahun 2013
pada Pemilu Legislatif diKota
Tanjungpinang tahun 2014.
2. Strategi kampanye PDIP pasca
penetapan PKPU Nomor 15 Tahun 2013
pada Pemilu Legislatif diKota
Tanjungpinang tahun 2014.
D. Landasan Teori
1.Strategi Kampanye
Agar tujuan akhir tersebut dapat
dicapai diperlukan strategi yang disebut
strategi komunikasi dalam konteks
kampanye politik. Terdapat tiga jenis
strategi komunikasi dalam konteks
kampanye politik (Ardial, 2010:73), yaitu :
1. Keberadaan Pemimpin Politik
Keberadaan pemimpin politik memiliki
pengaruh dalam proses politik karena
dalam kepemimpinan terdapat kekuasaan
dan tidak sebaliknya. Kepemimpinan
merupakan hubungan antara pihak yang
memiliki pengaruh dan orang yang
dipengaruhi, dan juga merupakan
kemampuan menggunakan sumber
pengaruh secara efektif. Kepemimpinan
lebih menekankan pada kemampuan
menggunakan persuasi untuk
mempengaruhi pengikut. Kepemimpinan
merupakan upaya untuk melaksanakan
tujuan yang menjadi kepentingan
bersama pemimpin maupun para
pengikut. Dengan demikian, pemimpin
politik lebih menggunakan hubungan-
hubungan informal dan personal dalam
menggerakkan pengikutnya untuk
mencapai tujuan tertentu (Ardial,
2010:77--8).
2. Merawat Ketokohan dan Memantapkan
Kelembagaan
Artinya, ketokohan politikus dan
kemantapan lembaga politiknya dalam
masyarakat akan memiliki pengaruh
tersendiri dalam berkomunikasi politik.
Ketokohan adalah orang yang memiliki
kredibilitas, daya tarik, dan kekuasaan.
Kredibilitas adalah keahlian komunikator
(pemimpin) dan dapat dipercaya.
Keahlian adalah kesan yang dibentuk
oleh khalayak tentang kemampuan
politikus, aktivis, atau professional
sebagai komunikator politik dalam
hubungannya dengan topik yang
dibicarakan atau ditulis. Dengan kata lain
bahwa keahlian komunikator tergantung
pada :
a. Kemampuan dan keahlian mengenai
pesan-pesan yang disampaikan.
b. Kemampuan dan keterampilan
menyajikan pesan-pesan dalam arti
memilih tema, metode, dan media
politik yang sesuai dengan situasi dan
kondisi khalayak.
Kepercayaan adalah kesan yang
terbentuk pada diri khalayak terhadap
komunikator politik yang berkaitan
dengan karakter atau wataknya. Seperti ;
kejujuran, kesopanan, ketulusan, dan lain
sebagainya yang berkaitan dengan
moralitas.
Daya tarik adalah daya tarik fisik
tubuh, busana, dan dukungan fisik
lainnya yang bersifat nonverbal dalam
komunikasi. Seperti ; faktor wajah yang
tampan atau cantik dan suara yang merdu
bagi perempuan atau serak-serak basah
bagi laki-laki, sangat kuat persuasifnya
bagi khalayak. Kekuasaan politik yang
melekat pada diri komunikator politik
akan menjadi kekuatan yang sangat
prima dalam komunikasi politik yang
intensif.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa komunikator yang
mampu mempengaruhi khalayak adalah
komunikator yang memiliki ketokohan
dan leadership dengan memiliki
keseluruhan syarat-syarat tersebut,
seperti; kredibilatas, daya tarik, dan
kekuasaan.
Selain ketokohan, langkah
strategis utama yang seharusnya
dilakukan adalah memantapkan
kelembagaan atau membesarkan lembaga
karena ketokohan seorang politikus,
aktivis, atau profesional akan meningkat
jika ia didukung oleh lembaga yang
ternama. Lembaga tersebut dapat berupa
partai politik, parlemen, dan
pemerintahan atau birokrasi. Upaya
untuk membesarkan lembaga adalah
dengan cara membuat lembaga yang
dapat memenuhi kepentingan dan
kebutuhan khalayak/publik, membuat
penampilan lembaga yang memiliki daya
tarik, dan yang paling penting adalah
perolehan pemenangan dalam pemilihan
umum. Akhirnya ketokohan yang prima
dan partai politik yang besar dan
terpercaya akan menjadi kekuatan politik
tersendiri dalam membangun komunikasi
politik yang efektif. Artinya, partai
politik dan kandidat yang diajukan dalam
pemilu akan dicari oleh rakyat, sebagai
pahlawan politik yang pantas menduduki
jabatan-jabatan politik yang sedang
diperebutkan (Ardial, 2010:84).
Perloff (dalam Venus, 2009:43--7)
menyarankan strategi persuasif yang dapat
digunakan dalam praktik kampanye yakni:
a. Pilihlah komunikator yang terpercaya
Pesan yang ingin disampaikan kepada
khalayak, membutuhkan komunikator
yang terpercaya untuk menyampaikan
pesan tersebut. Maka kredibilitas
komunikator merupakan hal yang harus
diperhatikan agar ia bisa menjadi
pembawa pesan yang dapat dipercaya.
b. Kemaslah pesan sesuai dengan keinginan
khalayak
Fishbein dan Ajzen (Perloff,1993)
mengatakan bahwa pesan akan dapat
mempunyai pengaruh yang besar untuk
mengubah perilaku khalayak jika
dikemas sesuai dengan kepercayaan yang
ada pada diri khalayak. Karena tujuan
dan tema utama kampanye hendaknya
dibuat pesan–pesan yang sesuai dengan
kepercayaan khalayak.
c. Munculkan kekuatan diri khalayak
Kalayak harus disadarkan bahwa mereka
dengan segala kemampuannya pasti akan
dapat mengubah perilaku kurang baik
menjadi perilaku lebih baik seperti yang
dianjurkan kampanye.
d. Ajak khalayak untuk berpikir
Sebuah pesan dapat membawa
perubahan perilaku jika dapat
memunculkan pemikiran positif dalam
diri khalayak. Pemikiran positif ini dapat
diperoleh dengan menyampaikan
keuntungan – keuntungan dan
menunjukkan bahwa pemikiran negatif
khalaya adalah tidak benar adanya.
Menyajikan data – data statistik dan
temuan – temuan relevan agar dapat
mendorong khalayak berfikir.
e. Gunakan strategi pelibatan
Agar dapat mempengaruhi khalayak,
pesan kampanye juga hendaklah
disampaikan sesuai dengan
menggunakan strategi pelibatan. Tingkat
pelibatan sangat bergantung pada jenis
khalayak. Flora dan Maibach
menyatakan bahwa pesan yang
disampaikan harus diarahkan pada tinggi
atau rendahnya tingkat keterlibatan.
f. Gunakan strategi pembangunan
inkonsistensi
Berdasarkan teori disonansi kognitif,
memunculkan sebuah pesan yang akan
menimbulkan disonansi karena tidak
cocok dengan apa yang selama ini
mereka percaya. Ketidakcocokan
tersebut pada akhirnya akan membawa
khalayak berkeinginan untuk melakukan
tindakan yang akan membawanya berada
pada kondisi yang aman dan seimbang.
Kondisi inilah yang dapat digunakan
dengan baik untuk membimbing
khalayak agar melakukan perubahan
perilaku sesuai dengan apa yang
dianjurkan dalam kampanye.
g. Bangun resistensi khalayak terhadap
pesan negatif
Strategi ini berguna untuk membuat
khalayak mempunyai kekebalan terhadap
suatu tindakan yang ingin dicegah atau
ditanggulangi oleh kampanye. Untuk itu,
pesan yang dibuat harus dapat diingat
dan diaplikasikan bila terjadi kondisi
yang akan membawa khalayak untuk
melakukan tindakan yang akan
ditanggulangi tersebut. Selain itu,
resistensi khalayak terhadap persuasi ini
dapat diperoleh dengan cara mengekspos
pesan negatif yang ingin dicegah
kampanye dan menambahkannya dengan
kontraargumen yang mematikan pesan
negatif tersebut.
Maka strategi kampanye merupakan
suatu rencana yang terprogram serta
memiliki manajemen dalam melakukan
komunikasi dengan tujuan mendapatkan
suatu efek tertentu dan memiliki waktu
tertentu kepada sejumlah besar khalayak.
E. Hasil Penelitian
1. Strategi Kampanye
Partai Golkar Pasca
Penetapan PKPU Nomor 15
Tahun 2013 Pada Pemilu
Legislatif Di Kota
Tanjungpinang Tahun 2013
Strategi adalah suatu perencanaan
dan manajemen untuk mencapai tujuan
tertentu dalam praktik opersionalnya
(Ruslan, 2007:37). Menurut Porter (dalam
Rangkuti, 2004:4) strategi adalah suatu alat
yang sangat penting untuk mencapai
keunggulan bersaing. Senada dengan itu,
Hamel dan Pharalad (dalam Rangkuti,
2004:4) juga mengatakan strategi merupakan
tindakan yang bersifat incremental
(senantiasa meningkat) dan terus-menerus,
dilakukan berdasarkan sudut pandang
tentang apa yang diharapkan oleh pelanggan
di masa depan.
Karl von Clausewitz (dalam Cangara,
2011:236) merumuskan strategi adalah suatu
seni menggunakan sarana pertempuran
untuk mencapai tujuan perang. Sementara
itu menurut Marthin-Anderson (dalam
Cangara, 2011:236) mejelaskan bahwa
strategi adalah seni yang melibatkan
kemampuan intelegensi/pikiran untuk
membawa semua sumber daya yang tersedia
dalam mencapai tujuan dengan memperoleh
keuntungan yang maksimal dan efisien.
Kampanye merupakan media
menyampaikan pesan politik guna menarik
simpati masyarakat, yang dilakukan secara
terorganisir pada periode yang telah
ditetapkan. Bisanya kampanye politik
mengangkat isu–isu yang berkembang serta
masalah–masalah yang berkembang saat ini.
Maka biasanya pesan yang disampaikan oleh
komunikator lebih kepada bagaimana
pengentasan masalah yang sedang dihadapi.
Kualitas sebuah kampanye, ditandai oleh
tidak banyaknya janji–janji yang menipu
rakyat. Mengingat belum ada mekanisme
apapun untuk menagih janji–janji itu pasca
pemilu serta adanya penyakit lupa janji
setelah dilantik. Yang justru berkualitas
adalah jika dalam kampanye, para calon itu
memaparkan komitmen dan visi mereka
dalam menuntaskan berbagai persoalan yang
dihadapi (Santoso, 2004:176).
Strategi kampanye merupakan suatu
rencana yang terprogram serta memiliki
manajemen dalam melakukan komunikasi
dengan tujuan mendapatkan suatu efek
tertentu dan memiliki waktu tertentu kepada
sejumlah besar khalayak. Untuk itu, tiap-tiap
partai memiliki strategi masing-masing
untuk memperoleh suara terbanyak pada
pemilu yang akan dilaksanakan.
Strategi kampanye yang digunakan
merujuk pada strategi kampanye persuasif
oleh Perloff, Kotler & Roberto dalam Venus
mengenai Ketokohan komunikator, Pesan
Politik, Media Kampanye, yang ditinjau dari
pasca penetapan PKPU No. 15 Tahun 2013
tentang pembatasan penggunaan alat peraga
kampanye.
Menurut Dan Nimmo (2005),
persuasi adalah pembicaraan pengaruh yang
bercirikan kemungkinan, diidentifikasi
melalui saling memberi dan menerima
diantara pihak-pihak yang terlibat. Persuasi
adalah suatu pembicaraan politik yang
dengan sadar atau tidak orang-orang yang
terlibat dalam politik mencoba untuk
mengubah persepsi, pikiran, perasaan, dan
pengharapan lawan bicaranya.
Penelitian ini meneliti tentang strategi
kampanye partai Golkar dan PDIP Kota
Tanjungpinang yang ditinjau dari beberapa
komponen seperti ketokohan komunikator,
pesan kampanye, media kampanye, dan
pendanaan yang dapat dianalisis berdasarkan
hasil wawancara para informan dari partai
Golkar dan PDIP sebagai berikut :
1. Ketokohan Komunikator
Ketokohan adalah gambaran orang
yang memiliki kredibilitas atau kompetensi,
daya tarik dan kekuasaan yang sah. Menurut
Nimmo (1978) dalam Amir (2006), orang
yang memiliki ketokohan adalah orang yang
memiliki sifat-sifat pemegang jabatan ideal
yang cenderung abstrak seperti kedewasaan,
kejujuran, kesungguhan, kekuatan, kegiatan
dan energi yang merupakan gabungan sifat
pahlawan politik.
Untuk mengetahui strategi ketokohan
komunikator yang digunakan oleh partai
Golkar Tanjungpinang, maka peneliti
menemui Ketua DPD Golkar, Ade Angga,
S.Ip. dan melakukan wawancara. Hal yang
peneliti tanyakan menyangkut ketokohan
komunikator adalah tokoh-tokoh yang
berpengaruh dalam partai Golkar dan sistem
perekrutan dan mempertahankan tokoh-
tokoh berkualitas dan bepengaruh tersebut.
Beberapa hasil studi menunjukkan
bahwa pemberian suara dalam pemilihan
umum cenderung diberikan kepada
pahlawan politik yaitu kandidat yang sesuai
dengan citra jabatan yang ideal baginya.
Yang dimaksud bahwa ia adalah politikus
yang memiliki ketokohan, karena
mempunyai sifat sifat utama seperti
kecakapan, kedewasaan, kejujuran,
keberanian, dan sebagainya
(Ardial,2010:80).
Peneliti telah mendapatkan hasil dari
wawancara maka dapat menjelaskan bahwa
dalam hal ketokohan komunikator partai
Golkar, selalu mempertahankan
kualitas/kredibilitas dan persatuan antar
anggota dan para tokoh yang berpengaruh
dalam partai. Perekrutan kader dan tokoh
berpengaruh tetap berpedoman pada
pedoman perekrutan (juknis) yang ada pada
partai Golkar. Pemberi suara dalam pemilu
cenderung menjatuhkan pilihannya kepada
kandidat yang sesuai dengan citra jabatan
ideal baginya. Citra diri ini dapat terbentuk
melalui pengalaman langsung (melalui
pergaulan dan aktivitas yang lama dengan
politisi tersebut) juga melalui pengalaman
tidak langsung, yaitu media massa, karena
media massa memiliki pengaruh dalam
membentuk citra dan mengangkat status
seseorang. Selain itu, ketokohan juga
berhubungan dengan daya tarik fisik tubuh,
busana dan dukungan fisik lainnya. Strategi
ketokohan merupakan upaya untuk
membangun citra diri calon kepala daerah
sebagai seorang yang memiliki sifat-sifat
pahlawan politik dan daya tarik fisik.
2. Pesan Kampanye
Mengenai pesan politik yang
disampaikan ke masyarakat, Ade Angga
menjelaskan penyampaian pesan bersifat
bottom up artinya dari bahwa ke atas,
dengan menyampaikan 4 issu politik seperti
transparansi, peningkatan mutu pendidikan,
akuntabilitas, dan peningkatan pelayanan
publik. Pesan kampanye ini kami sampaikan
dan konsentrasikan lebih kepada dialog
terbuka dengan para pendukung dan door to
door untuk memfollow up kembali
dukungan mereka
Yang dimaksud bahwa isi pesan yang
disampaikan kepada masyarakat merupakan
isu yang sedang berkembang, dan juga
menjadi kebutuhan masyarakat. Karena
respon masyrakat terhadap pesan kampanye
dipengaruhi oleh informasi yang diberikan.
Maka pesan yang dimiliki harus
memiliki kemampuan tertentu yang dapat
mendorong masyarakat untuk memberikan
respon positif sesuai dengan harapan pelaku
kampanye (Venus,2009:78).
Caleg partai Golkar, Ashady,
menjelaskan mengenai pesan kampanye
politik yang disampaikan kepada masyarakat
saat berkampanye yaitu tidak muluk-muluk
dan banyak mengobral janji, dan hanya
menyampaikan tentang 3 TUPOKSI DPRD
seperti fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan. Selain itu juga
menyampaikan secara sederhana mengenai
fungsi-fungsi tersebut yang di linierkan
dengan penerapannya dalam bermasyarakat.
Dapat dikatakan bahwa pesan politik
dalam kampanye partai Golkar hanya
mengacu pada tiga fungsi legislatif dalam
menjalankan tugas dan fungsi sebagai wakil
rakyat yang disampaikan secara transparansi
dan akuntabel yang mengacu pada
peningkatan pelayanan publik.
Jika dianalisis dari hasil wawancara
dikaitkan dengan isi dari pamphlet, sticker,
dan media sejenisnya sebagian besar berupa
ajakan kepada masyarakat untuk memilih
pemimpin yang sudah berpengalaman dan
mengetahui kondisi Kota Tanjungpinang.
Selain itu terdapat juga ajakan untuk
memilih pasangan caleg dari partai Golkar
yang disuarakan berulang-ulang. Menurut
Ellul (1965) dalam Nimmo (2005), persuasi
politik semacam ini digolongkan kepada
persuasi politik yang mengandung
propaganda, yaitu komunikasi yang
disampaikan oleh suatu kelompok
terorganisasi yang ingin menciptakan
partisipasi aktif atau pasif dalam tindakan-
tindakan suatu massa yang terdiri atas
individu-individu, dipersatukan secara
psikologis melalui manipulasi psikologis.
Fishbein dan Ajzen (Perloff,1993)
mengatakan bahwa :
“pesan akan dapat mempunyai pengaruh
yang besar untuk mengubah perilaku
khalayak jika dikemas sesuai dengan
kepercayaan yang ada pada diri khalayak.
Karena tujuan dan tema utama kampanye
hendaknya dibuat pesan–pesan yang sesuai
dengan kepercayaan khalayak.”
Pesan kampanye sebaiknya
divisualisasikan agar pesan makin mudah
dievaluasi oleh khalayak sehingga makin
cepat mereka menentukan sikap untuk
menerima atau menolak isi pesan. Selain itu,
melalui pendekatan emosional, pelaku
kampanye yang baik akan menyesuaikan isi
pesan dengan perasaan khalayaknya.
Kampanye dengan himbauan rasa takut yang
berlebihan akan mengakibatkan pesan tidak
efektif, karena khalayak berupaya
menghindari atau menolak pesan tersebut.
Semua isi kampanye ini yang telah dikemas
sebaiknya dikemas secara kreatif dan ada
rasa humorisnya agar lebih mudah dan rileks
dalam menerima pesan-pesan kampanye
tersebut.
3. Media Kampanye
Media menurut Marshal Mc. Luhan
(dalam Ardial, 2009:161--62) menyatakan
bahwa media merupakan perpanjangan alat
indera manusia untuk menyatakan pesan
berupa gagasan, isi jiwa, atau kesadarannya
untuk mempengaruhi khalayak/masyarakat
dan sebagai pembentukan citra politik bagi
elit politik .
Media iklan secara umum dapat
dikelompokkan menjadi dua bagian yang
terdiri dari ; media internal seperti baliho,
famplet, booklet, spanduk, poster, brosur,
dan media eksternal seperti surat kabar,
radio, dan televisi.
Menurut hasil wawancara dengan
Ade Angga mengenai penggunaan media
yang digunakan saat kampanye bahwa pada
saat kampanye, tidak banyak melibatkan
media-media kampanye baik berupa iklan
maupun ucapan-ucapan yang bersifat ajakan.
Beberapa media yang kami gunakan seperti;
sticker, pamflet, baliho, spanduk, dan koran,
karena mereka yakin dengan bantuan media
ini, dapat dikenal oleh khalayak dan akan
mendapatkan suara yang banyak karena apa
yang di tampilkan dalam selebaran maupun
koran tersebut kebanyakan adalah aktivitas-
aktivitas sosial yang kami lakukan sehingga
hal ini merupakan salah satu bentuk
pencitraan diri dan partai.
Dari hasil wawancara maka, dapat
diartikan bahwa media memiliki peran yang
erat kaitannya dengan proses kampanye,
yaitu sebagai alat pendukung kandidat untuk
mendapatkan simpati pemilih. Menggunakan
saluran – saluran kampanye yang ada,
menggabungkan media massa cetak dan
media media lainnya dalam pelaksanaan
kampanye merupakan salah satu strategi
yang baik agar kuatnya efek yang
diharapkan terjadi pada khalayak
(Venus,2009:93).
Sebagai salah satu caleg yang
mendapatkan suara terbanyak dalam partai
Golkar Ashady Selayar menuturkan bahwa
penggunakan alat peraga sebagai salah satu
alat kampanye tidak terlalu diperlukan.
Karena pembentukan citra sebelum masa
kampanye telah dilakukan dengan
semaksimal mungkin sehingga memudahkah
khalayak untuk mengenal sosok seorang
figur yang akan menjadi calon anggota
legislatif,
Maka media dan keterlibatan
langsung/kampanye langsung merupakan
suatu hal penting yang dilakukan oleh partai
Golkar untuk mendapatkan kepercayaan dan
mendapatkan suara terbanyak saat pemilu.
Hal ini merupakan salah satu bentuk
pencitraan diri setiap kader dari partai
Golkar.
Tidak bisa dipungkiri bahwa iklan
politik mampu membangun citra yang
positif bagi kandidat. Melalui kampanye dan
iklan politik, dampak-dampak kampanye
politik dan media berada dalam hubungan
yang kompleks, tidak semata-mata terbatas
pada bagaimana kualitas dan kuantitas pesan
dirancang, tapi melibatkan pula konteks
sosio-kultural, relasi-relasi kekuasaan dan
ketersediaan alternatif sumber komunikasi
dan informasi lain (Rianto, 2008:83).
Strategi di atas merupakan strategi
yang dilakukan oleh partai Golkar dalam
menanggapi adanya penetapan PKPU No.15
tahun 2013 mengenai pembatasan
penggunaan alat peraga saat kampanye.
Dengan adanya PKPU ini, partai Golkar
sangat setuju dan mendukung adanya PKPU
ini karena dengan adanya PKPU ini,
penataan kota semakin baik, bersih, dan
indah. Selain itu, partai Golkar tidak kuatir
akan adanya pembatasan tersebut karena
partai Golkar merupakan partai yang telah
lama dikenal masyarakat dan memiliki
kredibilitas yang terpercaya dan diakui oleh
masyarakat dari dahulu sampai saat ini.
2. Strategi Kampanye PDIP
Pasca Penetapan PKPU
Nomor 15 Tahun 2013 Pada
Pemilu Legislatif Di Kota
Tanjungpinang Tahun 2014
Strategi menurut Wulandari
(2008:10) adalah pendekatan secara
keseluruhan yang akan diterapkan dalam
kampanye, atau untuk lebih mudahnya dapat
disebut sebagai guiding principle atau the
big idea, ini dapat diartikan sebagai
pendekatan yang diambil untuk menuju pada
suatu kondisi tertentu dari posisi saat ini,
yang dibuat berdasarkan analisis masalah
dan tujuan yang telah ditetapkan.
Merumuskan suatu strategi berarti
memperhitungkan semua situasi yang
mungkin dihadapi pada setiap waktu atau
menyiapkan tindakan mana yang akan
diambil atau dipilih nantinya, guna
menghadapi realisasi dari setiap
kemungkinan yang terjadi.
Menurut Ardial (2010 : 73) terdapat
tiga jenis strategi komunikasi dalam konteks
kampanye politik, yaitu :
3. Keberadaan Pemimpin Politik
4. Merawat Ketokohan dan Memantapkan
Kelembagaan
Artinya, ketokohan politikus dan
kemantapan lembaga politiknya dalam
masyarakat akan memiliki pengaruh
tersendiri dalam berkomunikasi politik.
Dengan kata lain bahwa keahlian
komunikator tergantung pada :
c. Kemampuan dan keahlian mengenai
pesan-pesan yang disampaikan.
d. Kemampuan dan keterampilan
menyajikan pesan-pesan dalam arti
memilih tema, metode, dan media
politik yang sesuai dengan situasi dan
kondisi khalayak.
5. Menciptakan Kebersamaan
Suasana kebersamaan (homofilis) seperti;
persamaan bahasa, persamaan busana,
persamaan kepentingan dengan
khalayak, terutama mengenai pesan
politik, metode, dan media politik.
Namun yang sangat penting adalah
mengenai siapa tokoh yang melakukan
komunikasi kepada khalayak. Artinya,
politikus atau aktivis tersebut telah
memiliki banyak persamaan dengan
khalayak (Ardial, 2010:84).
6. Negosiasi
Negosiasi menurut Oxford Dictionary
dalam Ludlow & Panton (dalam Ardial,
2010:100) mendefinisikan bahwa
negosiasi adalah pembicaraan dengan
orang lain dengan maksud untuk
mencapai kompromi atau kesepakatan
untuk mengatur atau mengemukakan.
Dengan kata lain, negosiasi adalah
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
keadaan yang dapat diterima kedua belah
pihak. Negosiasi sangat berkaitan dengan
komunikasi persuasif atau komunikasi
yang membujuk. Dengan demikian, ada
empat tujuan yang ditekankan pada
negosiasi yaitu, perolehan, pemeliharaan,
penambahan, dan pembagian yang adil.
7. Membangun konsensus, melalui
kemampuan berkompromi dan kesediaan
untuk membuka diri.
Berdasarkan hal di atas, maka peneliti
merangkum dalam sebuah strategi yang
berdasarkan sudut pandang Perloff, Kotler &
Roberto dalam Venus (2009:43--7) pasca
penetapan PKPU No. 15 tahun 2013 tentang
alat peraga kampanye. Strategi tersebut
menyangkut :
1. Ketokohan Komunikator
Ketokohan adalah orang yang
memiliki kredibilitas, daya tarik, dan
kekuasaan. Kredibilitas adalah keahlian
komunikator (pemimpin) dan dapat
dipercaya.
Khususnya partai PDIP, jika
berbicara mengenai ketokohan komunikator,
Suparno selaku Ketua PDIP Kota
Tanjungpinang mengatakan bahwa dalam
partai PDIP, ketokohan sangat perhatikan
misalnya siapa yang akan direkrut,
pekerjaannya apa, kegiatan/aktivitas
kesehariannya apa, dan bagaimana
keterlibatannya dan pengaruhnya dalam
masyarakat yang tentunya tidak lepas dari
ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
dalam SK DPP mengenai standar
perekrutan.
Dari wawancara tersebut bahwa
partai PDI Perjuangan juga melihat
background tokoh yang akan menjadi
kader – kadernya yang kemudian, ats
latarbelakang tokoh yang baik serta
influens apa saja yang telah dirasakan
masyarakat terhadap tokoh tersebut
menjadikan tokoh tersebut lebih mudah
diperkenalkan dalam kampanye pemilu.
Hal ini didukung oleh M. Syahril
yang merupakan salah satu pengurus
partai PDIP Tanjungpinang yang
mengatakan bahwa untuk masalah
ketokohan komunikator, mereka
memanfaatkan jaringan partai yang
tersebar baik dari tingkat desa,
kelurahan, dan kecamatan untuk memilih
komunikator/tokoh-tokoh yang kredibel
di setiap wilayah yang biasanya disebut
sebagai komunikator territorial sehingga
setiap daerah memiliki coordinator
masing-masing. Hal lain yang dilakukan
adalah dengan menggunakan jalur
partai/internal partai, handai taulan, dan
relawan yang masih single (belum
berkeluarga).
Dari ulasan yang dilakukan kepada
wakil ketua bidang keanggotaan dan
organisasi ini, bahwa dalam penjaringan
kader kader yang telah memiliki polularitas
ditengah – tengah masyarakat maka
dibutuhkan rencara yang terstruktur untuk
mengamati tokoh – tokoh yang saktif terlibat
dalam kegiatan – kegiatan sosial.
Sama halnya dengan pernyataan
Agus Djurianto yang merupakan kader PDIP
yang berhasil mendapatkan suara terbanyak
dalam pemilu legislative DPRD Kota
Tanjungpinang periode 2014 – 2019 bahwa
ia memilih komunikator dengan
memperhatikan mereka yang memiliki
kredibilitas dan pekerja-pekerja social yang
telah lama berkecimpung di bidang social
agar penyampaian/komunikasi mudah
diterima oleh masyarakat dan juga
masyarakat telah lebih mengenal mereka.
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa para kandidat dan
komunikator yang dipilih dan direkrut
adalah mereka yang mampu
mempengaruhi khalayak dan memiliki
ketokohan dan leadership dengan
memiliki keseluruhan syarat-syarat,
seperti; kredibilatas, daya tarik, dan
kekuasaan.
2. Pesan Kampanye
Dalam kampanye isi pesan yang
disampaikan tentu dapat mempengaruhi
publik. Pesan yang baik adalah pesan yang
terdapat gagasan, pikiran, atau anjuran yang
dapat memenuhi kebutuhan atau dapat
memecahkan masalah yang dihadapi rakyat.
Pesan ini tidak hanya harus dalam bentuk
dan dikemas dengan kata–kata. Semua
tindakan, baik yang dilakukan pasangan
calon, tim kampanye atau para pendukung
juga merupakan pesan. Pesan kampanye
dapat disampaikan dalam berbagai bentuk
mulai dari poster, spanduk, baliho
(Billborad), pidato, diskusi, iklan, hingga
selebaran. Apapun bentuknya, pesan-pesan
selalu menggunakan symbol, baik verbal
maupun nonverbal, yang diharapkan dapat
memancing respon khalayak (Venus,
2009:70). Seperti yang dungkapkan oleh
Suparno, bahwa pesan-pesan politik yang di
sampaikan terfokus pada pesan-pesan sosial
yang kami sampaikan melalui media berita,
liputan, dialog, dan sosialisasi perwilayah.
Dari penjelasan Suparno, bahwa
dalam pesan yang besifat sosial pada
dasarnya merupakan isu publik yang dapat
diterima semua kalangan. Seperti dalam
(Firmanzah,2012:262) bahwa agar mudah
dipahami banyak orang, pesan politik harus
dikemas sedemikian rupa. Karena dalam
masyarakat terdapat berbagai lapisan dan
segmen masyarakat. Maka perlunya stategi
pesan kampanye yang baik agar dengan
mudah dapat diterima dan dipahami oleh
khalayak.
Hal yang sama disampaikan oleh
pengurus partai M. Syahril, SE bahwa
penyampaian pesan politik harus dapat
membangkitkat perhatian khalayak,
mengangkat isu – isu yang menjadi
kebutuhan masyarakat seperti yang
dilakukan oleh M.Syahril,SE.
Menurut Wilbur Schramm (dalam
Arifin,2003:163) ada beberapa syarat –
syarat keberhasilan pesan yaitu: (1) pesan
harus direncanakan dan disampaikan
sedemikian rupa sehingga pesan itu dapat
menarik perhatian khalayak, (2) pesan
haruslah menggunakan tanda – tanda yang
sudah dikenal oleh komunikator dan
khalayak sehingga kedua pengertian itu
bertemu, (3) pesan harus membangkitkan
kebutuhan pribadi dari sasaran dan
menyarankan agar cara – cara tersebut tepat
mencapai kebutuhan itu; dan (4) pesan harus
menyarankan suatu jalan untuk memperoleh
kebutuhan yang layak bagi khalayak
(Ardial,2010:89).
Maka penting untuk mengemas
pesan politik yang dapat memenuhi
kebutuhan secara personal (personal needs)
maupun kelompok ( social needs). Dengan
harapan isi pesan kampanye yang dapat
menarik perhatian khalayak dan kandidat
memperoleh pemenangan.
Pernyataan atas isu sosial juga
disampaikan oleh Agus Djurianto bahwa
pesan kampanye yang disampaikan ke
masyarakat mengangkat issu mengenai
peningkatan kesadaran hukum, peningkatan
kesehatan, dan peningkatan mutu
pendidikan.
Berdasarkan hasil wawancara di atas
dapat dijelaskan bahwa pesan-pesan politik
yang disampaikan oleh partai PDIP lebih
menitikberatkan pada issu-issu yang dialami
oleh masyarakat masa kini seperti
pemenuhan kebutuhan kesehatan
masyarakat, pendidikan, dan kesadaran
hukum. Menurut Fishbein dan Ajzen
(Perloff,1993) mengatakan bahwa :
“pesan akan dapat mempunyai pengaruh
yang besar untuk mengubah perilaku
khalayak jika dikemas sesuai dengan
kepercayaan yang ada pada diri khalayak.
Karena tujuan dan tema utama kampanye
hendaknya dibuat pesan–pesan yang sesuai
dengan kepercayaan khalayak.”
Berdasarkan iklan kampanye radio
tersebut yang mengandung unsur kata yang
ditujukan bagi sasaran pemilih yang memilih
dengan mengikuti perasaan dan ditujukan
bagi sasaran pemilih yang memilih
berdasarkan kompetensi calon, kharismatik
calon.
Tujuan kampanye hanya dapat
dicapai bila khalayak memahami pesan-
pesan yang ditujukan pada mereka. Seorang
komunikator yang baik harus
memperhatikan bagaimana ia mengemas
sebuah pesan kampanye agar mudah
diterima oleh khalayak (Venus, 2009:71).
3. Media Kampanye
Media kampanye merupakan salah
satu alat yang digunakan sebagai saluran
kampanye. Secara umum Schramm (dalam
Venus, 2009:84) mengartikan saluran
kampanye sebagai perantara apapun yang
memungkinkan pesan-pesan sampai kepada
penerima. Sedangkan Klingemann dan
Rommele (dalam Venus, 2009:84)
mengartikan saluran kampanye sebagai
segala bentuk media yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada khalayak.
Bentuknya dapat berupa kertas yang
digunakan untuk menulis pesan, telepon,
internet, radio, atau bahkan televisi.
Berdasarkan keterangan di atas, dapat dilihat
dan disesuaikan dengan hasil wawancara
dengan Ketua PDIP Kota Tanjungpinang,
Suparno yang mengatakan bahwa
penggunaan media sangat membantu mereka
dalam meperoleh dan menarik suara
masyarakat/khalayak untuk bergabung dan
memberikan suaranya pada partai kami
sehingga saat pemilihan, partai memperoleh
kursi dalam DPRD Kota Tanjungpinang
dengan porsi yang banyak dibandingkan
dengan partai yang lainnya. Beliau
menyadari bahwa dengan penggunaan media
ini, caleg-caleg dari partai kami semakin
dikenal. Pada pemilu yang lalu beliau
mengatakan akan menggunakan berbagai
media sebagai saluran/sarana kampanye
kami seperti tabloid, Koran, dan radio, dan
selebaran-selebaran yang lainnya untuk
mensiasati adanya penetapan PKPU No.15
tahun 2013 yang membatasi penggunaan alat
peraga kampanye.
Pasca penetapan PKPU No.13 Tahun
2013 yang membatasi penggunaan alat
peraga kampanye, dari wawancara diatas
maka didapati bahwa perlunya media –
media alternatif dalam keberlangsungan
kampanye, yang bertujuan untuk tetap
mengingatkan masyarakat kepada caleg –
caleg yang ikut dalam pesta demokrasi.
Penggunaan media - media altefnatif juga
dapat meningkatkan polularitas kandidat dan
juga pembentukan citra juga dapat dibuat
dengan melalui media saat ini.
Iklan radio pasangan caleg dari partai
PDIP digunakan untuk mengkomunikasikan
citra yang ingin dibentuk dari pasangan para
caleg, yaitu pasangan yang telah
berpengalaman dalam memimpin Kota
Tanjungpinang. Sementara itu kampanye
yang dilakukan di media massa cetak dan
baliho hanya terbatas pada pemuatan gambar
diri dari pasangan beserta kalimat singkat
yang merupakan ajakan untuk memilih caleg
tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara ketiga
tokoh di atas, dapat dijelaskan bahwa
meskipun adanya penetapan PKPU ini,
partai PDIP Kota Tanjungpinang dapat
menggunakan media alternatif yang lainnya
dan sangat setuju dengan adanya penetapan
PKPU No.15 tahun 2013 tentang
penggunaan alat peraga dalam kampanye
khususnya penggunaan spanduk dan baliho
pada pasalnya 17 ayat 1 yang berbunyi:
b.1 Baliho atau papan reklame (billboard)
hanya diperuntukan bagi Partai Politik
1 (satu) unit untuk 1 (satu)
desa/kelurahan atau nama lainnya
memuat informasi nomor dan tanda
gambar Partai Politik dan/atau visi,
misi, program, jargon, foto pengurus
Partai Politik yang bukan Calon
Anggota DPR dan DPRD.
b.4 Spanduk dapat dipasang oleh Partai
Politik dan Calon Anggota DPR, DPD
dan DPRD dengan ukuran maksimal
1,5 x 7 m hanya 1 (satu) unit pada 1
(satu) zona atau wilayah yang
ditetapkan oleh KPU, KPU/KIP
Provinsi, dan atau KPU/KIP
Kabupaten/Kota bersama Pemerintah
Daerah.
Dalam kampanye komunikasi, media
massa cenderung ditempatkan sebagai
saluran komunikasi utama karena hanya
lewat media inilah khalayak dalam jumlah
yang besar dapat diraih. Selain itu, media
massa juga memiliki kemampuan untuk
mempersuasi khalayak. Menurut Klapper
(dalam Venus, 2009:84--5) membedakan
enam jenis perubahan yang mungkin terjadi
akibat penggunaan media massa, yakni :
a. Menyebabkan perubahan yang
diinginkan.
b. Menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan.
c. Menyebabkan perubahan kecil (baik
dalam bantuk maupun intensitas).
d. Memperlancar perubahan (diinginkan
atau tidak).
e. Memperkuat apa yang ada (tidak ada
perubahan).
f. Mencegah perubahan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan
informan baik dari pihak partai Golkar
maupun PDIP Kota Tanjungpinang, maka
dapat disimpulkan bahwa strategi yang
mereka gunakan dalam menyikapi adanya
penetapan PKPU No. 15 tahun 2013 tentang
penggunaan alat peraga, tidaklah jauh
berbeda. Hal ini dikarenakan kedua partai
tersebut sama-sama partai yang besar dan
sudah dikenal khalayak dan merupakan
partai yang telah lama berkecimpung dalam
perpolitikan di Indonesia. Kedua strategi
partai tersebut dapat disajikan dalam tabel
berikut :
F. Penutup
1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan,
diperoleh sebuah kesimpulan untuk
menjawab rumusan masalah yang telah
diajukan dalam penelitian ini, bahwa :
1. Strategi Kampanye Partai Golkar pasca
penetapan PKPU Nomor 15 Tahun 2013
pada Pemilu Legislatif di Kota
Tanjungpinang tahun 2014 adalah
dengan berdasarkan sudut pandang dari
Perloff, Kotler & Roberto dalam Venus
(2009:43--7) seperti memperkuat
ketokohan dan kelembagaan, pesan
kampanye, media kampanye, dan
pendanaan. Namun yang menjadi
andalan dalam mensiasati adanya PKPU
No. 15 tahun 2013 adalah dengan
memperkuat program-program sosial
seperti kegiatan gotong royong dan
pengobatan gratis, serta melakukan
kampanye door to door dan dialog
terbuka degan para pendukung partai.
2. Strategi Kampanye Partai PDIP pasca
penetapan PKPU Nomor 15 Tahun 2013
pada Pemilu Legislatif di Kota
Tanjungpinang tahun 2014 adalah
dengan berdasarkan sudut pandang dari
Perloff, Kotler & Roberto dalam Venus
(2009:43--7) seperti memperkuat
ketokohan dan kelembagaan, pesan
kampanye, media kampanye, dan
pendanaan. Namun yang menjadi
andalan dalam mensiasati adanya PKPU
No. 15 tahun 2013 adalah secara rutin
melakukan pemenuhuan kebutuhan
masyarakat akan mobil jenazah bagi
mereka yang membutuhkan dan
memperhatikan kebutuhan masyarakat
yang tidak mampu akan pemenuhan
kesehatan mereka, dan melakukan
kampanye secara langsung seperti pawai
dan diskusi-diskusi dengan tokoh-tokoh
atau pemuka-pemuka masyarakat.
Untuk strategi penokohan
komunikator antara partai Golkar dan
PDIP tidak jauh berbeda hal ini
disampaikan oleh Ade Angga selaku
Ketua DPC Golkar Kota Tanjungpinang
dan Suparno yang merupakan Ketua
DPC PDIP Tanjungpinang pada
wawancaranya. Hanya yang sedikit
berbeda antara kedua partai tersebut
adalah pada penyampaian pesan
kampanyenya yang mana partai Golkar
lebih memfokuskan pada penyampaian
secara door to door dan dialog terbuka
dengan para pendukung partai sedangkan
PDIP lebih fokus pada penyampaian
pesan kampanye melalui pawai dan
diskusi. Strategi inilah yang mereka
fokuskan untuk mensiasati adanya
penetapan PKPU No. 15 tahun 2013
tentang pembatasan alat peraga
kampanye sehingga dengan strategi ini
malah menaikkan atau mendongkrak
citra partai karena dianggap strategi ini
lebih berkesan dan dapat diterima
masyarakat secara langsung.
2. Saran
Setelah peneliti melakukan
penelitian ini, maka peneliti memberikan
saran kepada :
1. PDIP dan Partai Golkar
Dalam membuat strategi kampanye
sebaiknya memperhatikan model
penetapan strategi menurut Hafied
Cangara (2011:237) tentang penetapan
strategi dengan menggunakan model
SWOT sebagai peralatan untuk
menganalisis kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman yang ada.
2. Partai Politik Lainnya
Diharapkan dapat melakukan strategi
yang lebih kompleks untuk menarik
dukungan khalayak khususnya bagi
partai politik yang masih baru dalam
dunia politik.
3. Peneliti Lainnya
Diharapkan penelitian ini dijadikan
sebagai referensi untuk menentukan
penelitian lainnya yang berhubungan
dengan strategi kampanye
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Rozali. (2009). Mewujudkan
Pemilu Yang Lebih Berkualitas
(Pemilu Legislaatif), Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
Ardial.(2010). Komunikasi Politik,
Jakarta:Indeks.
Asshiddiqie, Jimly. (2013). Menegakkan
Etika Penyelenggaraan Pemilu,
Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Basri, Seta. (2011). Pengantar Ilmu Politik.
Jogjakarta: Indie Book Corner.
Budiarjo, Miriam. (2008). Dasar-dasar Ilmu
Politik, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Cangara, Hafied. (2009). Komunikasi Politik
Konsep Teori Dan Strategi,
Jakarta: RajaGrafindo Persana.
Cangara, Hafied. (2011). Komunikasi Politik
Konsep Teori Dan Strategi
Edisi Revisi, Jakarta:
RajaGrafindo Persana.
Farsal, Ahmad,dkk. (2010). Media Pemilu
dan Politik ( Kecenderungan
Media dalam Pemilu 2009),
Jakarta: Institup Studi Arus
Informasi.
Firmanzah. (2012). Marketing Politik,
Jakarta: Yayasan Pusaka Obor
Indonesia
Firmanzah. (2011). Mengelola Partai Politik
(Komunikasi & Positioning
Ideologi Politik di Era
Demokrasi). Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia.
Harrison, Lisa. (2009). Metodologi
Penelitian Politik, Jakarta:
Kencana
Hikmat, Hami M. (2010). Komunikasi
Politik (Teori & Praktek).
Bandung: Simbiosa Rekatama
Media.
Maksudi, Beddy Iriawan. (2012). Sistem
Politik Indonesia Pemahaman
Secara Teoretik Dan Empirik,
Jakarta:RajaGrafindo Persada.
Nimmo, Dan. 2005.Komunikasi Politik:
Komunikator, Pesan, dan
Media. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Setiyo, Budi. (2008). Iklan & Politik
(Menjaring Suara dalam
Pemilihan Umum). Jakarta: Ad
Goal Com
Sontoso, Topo dan Didik Supriyadi. (2004).
Mengawasi Pemilu Mengawal
Demokrasi, Jakarta: Murai
Kencana.
Susanto, Eko Harry. (2009). Komunikasi
Politik & Otonomi Daerah
(Tinjauan Terhadap Dinamika
Politik dan Pembangunan).
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi
Massa. Jakarta: Kencana.
Setiyo, Budi. (2008). Iklan & Politik
(Menjaring Suara dalam
Pemilihan Umum). Jakarta: Ad
Goal Com
Sontoso, Topo dan Didik Supriyadi. (2004).
Mengawasi Pemilu Mengawal
Demokrasi, Jakarta: Murai
Kencana.
Susanto, Eko Harry. (2009). Komunikasi
Politik & Otonomi Daerah
(Tinjauan Terhadap Dinamika
Politik dan Pembangunan).
Jakarta: Mitra Wacana Media.
Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi
Massa. Jakarta: Kencana.
Kompas. (2013). KPU Larang Caleg
Pasang Alat Peraga Kampanye,
diposkan pada Selasa, 13
Agustus 2013 pukul 00.00 WIB.
http://nasional.kompas.com/read
/2013/08/13/2107428/KPU.Lara
ng.Caleg.Pasang.Alat.Peraga.Ka
mpanye
Redaksi. (2013). KPU Tanjungpinang Beri
Batas Sampai 28 September,
diposkan pada Rabu, 25
September 2013 pukul 00.00
WIB.
http://tanjungpinangpos.co.id/20
13/09/79002/kpu-
tanjungpinang-betas-sampai-28-
september.html
Undang - Undang Dasar 1945
Undang - Undang Nomor. 3 Tahun 1999
tentang Penyelenggaraan
Pemilihan Umum
Undang - Undang Nomor 22 Tahun 2007
tentang Penyelenggaraan
Pemilihan Umum.
Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
15 Tahun 2013 Perubahan Atas
Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Nomor 01 Tahun 2013
Tentang Pedoman Pelaksanaan
Kampanye Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dawan Perwakilan
Daerah Dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah.