strategi dakwah m natsir

116
STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Jurusan Manajemen Dakwah (MD) SRI WAHYUNI 1105054 FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2010

Upload: rusydina

Post on 28-Sep-2015

83 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

manajemen dakwah

TRANSCRIPT

  • STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI

    MISIONARIS KRISTEN

    SKRIPSI

    Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

    Jurusan Manajemen Dakwah (MD)

    SRI WAHYUNI 1105054

    FAKULTAS DAKWAH

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

    SEMARANG

    2010

  • ii

    NOTA PEMBIMBING

    Lamp : 5 (eksemplar)Hal : Persetujuan Naskah

    Skripsi Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang

    Assalamualaikum Wr. Wb.Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari :

    Nama : Sri WahyuniNIM : 1105054Jurusan : DAKWAH /MDJudul Skripsi : STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM

    MENGHADAPI MISIONARIS KRISTENDengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikianatas perhatiannya diucapkan terima kasih.

    Wassalamu?alaikum Wr. Wb.

    Semarang, Mei 2010 Pembimbing,

    Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis

    Drs. H. M. Zein Yusuf, MM Thohir Yuli Kusmanto, S.Sos., M.SiNIP. 195309091982031003 NIP. 197307101999031004

  • iii

    SKRIPSISTRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI

    MISIONARIS KRISTEN

    Disusun oleh: Sri Wahyuni

    1105054

    Telah dipertahankan di depan Dewan PengujiPada tanggal: 21 Juni 2010

    Dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat

    Susunan Dewan Penguji

    Ketua Sidang Sekretaris Sidang

    Drs. H. Anasom, M.Hum Thohir Yuli Kusmanto,S.Sos., M.SiNIP. 19661225 199403 1004 NIP. 19730710 199903 1004

    Penguji I Penguji II

    Dr. H. Awaludin Pimay, Lc., M.Ag Saerozi, S.Ag. M.PdNIP. 19610727 200003 1001 NIP. 19710605 199803 1004

    Pembimbing I Pembimbing II

    Drs. H. M. Zain Yusuf, MM Thohir Yuli Kusmanto,S.Sos., M.SiNIP. 19530909 198203 1003 NIP. 19730710 199903 1004

  • iv

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sayasendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untukmemperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembagapendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupunyang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dandaftar pustaka

    Semarang, 14 Mei 2010

    SRI WAHYUNI 1105054

  • vMOTTO

    ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    )????? :???(

    Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengancara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yanglebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yangmendapat petunjuk (Depag RI,1978: 421)

    ???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    ????? ?????????? ??? ???????????? ?????????????? ???????????? ??????? ????????????????? ???????? ????????? ?

    }???{Artinya: Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas

    jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itubarangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan berimankepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegangkepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S.al-Baqarah (2): 256) (Depag, 1986: 63).

  • vi

    PERSEMBAHAN

    Dalam perjuangan mengarungi ilahi tanpa batas,dengan keringat dan air

    mata kupersembahkan karya tulis ini teruntuk orang-orang yang selalu hadir dan

    berharap keridhaan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada

    diruang dan waktu kehidupanku khususnya buat:

    v Ayahanda Muchtar dan Ibunda Rusmiyati yang dengan tabah mengasuh

    penulis mulai kecil sampai dewasa dan mencurahkan jiwa raganya. Dan

    dengan kesabarannya membesarkan, mendidik penulis hingga seperti sekarang

    ini, serta do'anya yang tak putus-putus sehingga penulis dapat melanjutkan

    studi sampai ke perguruan tinggi dan semoga beliau tetap diberi kesehatan,

    umur panjang dan selamat dunia dan akhirat.

    v Kakakku tercinta Edi Hartanto, Anisah yang selalu memberikan support, baik

    moral maupun material, sehingga terselesaikannya skripsi ini, dan Adikku

    Dewi Rosmita Sari, Roy Andes Santoni dan keponakanku Evan Hardiansah,

    M. Aldo Fikar Almansyah yang selalu memberikan warna dalam kehidupan

    penulis serta memberikan inspirasi untuk terus berjuang dalam menggapai

    cita-cita.

    v Teman-teman satu kost Segaran Semarang No. 14, yang selalu

    mendampingiku dalam suka dan duka dalam hidup dan kehidupan Kak

    Dahlia, Suyati, Wati, Safiah, Zahroul, Ernik, Mahfudzoh, Asyiah yang selalu

    memberikan support untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar, do'a

    penulis semoga amal baik kalian dibalas lebih oleh Allah SWT.

    v Teman-teman satu kelas MD 2005, Nurul Khikmah, Dewi Thoharoh, Suyati,

    Okta Laila, Siti Zulaikhah, Arifin, Bambang, Bowo, Dibyo, Khoirul tempat

    berbagi suka maupun duka serta yang selalu memberikan suport dan

    dukungan.

    v Pendamping hidupku (M. Bagus Ibrahim) yang tidak pernah menyerah dalam

    memberikan motivasi kepada penulis untuk menemukan arti dan tujuan

    kehidupan, sehingga terselesaikannya skripsi ini.

  • vii

    ABSTRAK

    Kerukunan antar umat beragama kiranya akan menjadi agenda nasionalbahkan internasional yang tak kunjung usai. Ini bisa dipahami karena masadepan suatu bangsa sedikit banyak tergantung pada sejauh mana keharmonisanhubungan antarumat beragama ini. Yang menjadi rumusan masalah yaitubagaimana pandangan M Natsir tentang dakwah? Bagaimana pandangan MNatsir tentang misionaris Kristen? Bagaimanakah strategi dakwah M. Natsirdalam menghadapi misionaris Kristen?Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan dataskripsi ini dengan teknik dokumentasi atau studi dokumenter. Data Primernyayaitu tulisan, informasi dari saksi-saksi sejarah, dan karya-karya M. Natsirtentang strategi dakwah dan misionaris Kristen, sedangkan data sekundernyayaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan skripsi ini. Penulisan inimenggunakan metodologi analisis yang kualitatif.Hasil pembahasan skripsi adalah pandangan M Natsir tentang dakwah, bahwaM. Natsir secara maksimal telah berupaya menyampaikan materi dakwah.Dilihat dari segi isi dan sasaran dakwahnya, M. Natsir terkesan memilikikemampuan intelektual yang utuh. Artinya, ada keseimbangan secara utuhpesan dakwah yang disampaikan, baik dari dimensi spiritual maupun sosial.Dalam dimensi spiritual, M. Natsir banyak menggugah perasaan para objekdakwah dengan berbagai tulisan dan karya-karya ilmiah keagamaan.Sedangkan, dalam dimensi sosial, M. Natsir tidak ragu-ragu menyampaikanpesan dakwahnya yang berisikan kepentingan sosial, termasuk politik,ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Pada sisi ini, M. Natsir ingin menyadarkanumat bahwa Islam itu meliputi ajaran spiritual dan sosial. Pandangan MNatsir tentang misionaris Kristen, bahwa pandangan M. Natsir dalammenghadapi misionaris Kristen dikenal apa yang disebut konsep modusvivendi. Menurut M. Natsir modus vivendi adalah menciptakan kehidupanberdampingan secara damai. Modus vivendi M. Natsir tersebut dapat dipahamikarena umat Islam di Indonesia menginginkan hal-hal berikut. Pertama, antarapemeluk beragama di Indonesia ini supaya hidup berdampingan. Kedua, agarsemua agama di Indonesia merasakan arti hidup intern umat beragama denganpemerintah. Ketiga, terwujudnya perdamaian antara masyarakat yang berbedaagama. Keempat, menghindari terjadinya perang agama. Strategi dakwah M.Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen. M. Natsir mengetengahkan tigastrategi dakwah dalam mengimbangi berbagai upaya misionaris Kristen, yaitustrategi pertama adalah memperbanyak pembangunan masjid. Strategi yangkedua adalah pengiriman da'i ke daerah terpencil dan desa-desa yangberpotensi terpengaruh misionaris Kristen, dan strategi ketiga yaitumenerbitkan berbagai media cetak.

  • viii

    KATA PENGANTARBismillahirrahmanirrahim

    Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas taufiq

    dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

    Skripsi yang berjudul STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM

    MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN ini, disusun untuk memenuhi

    salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S.1) Fakultas

    Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.

    Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

    saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat

    terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo

    Semarang.

    2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN

    Walisongo Semarang.

    3. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM selaku Dosen pembimbing I dan Bapak

    Thohir Yuli Kusmanto, S.Sos., M.Si selaku Dosen pembimbing II yang telah

    bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan

    dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

    4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN

    Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.

    Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai

    kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap skripsi ini dapat

    bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.

    Semarang, 14 Mei 2010

    Penulis

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

    HALAMAN NOTA PEMBIMBING.......................................................... ii

    HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

    HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv

    HALAMAN MOTTO ................................................................................. v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi

    ABSTRAKSI............................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR................................................................................. viii

    DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

    BAB I : PENDAHULUAN

    1.1.Latar Belakang ....................................................................1

    1.2.Perumusan Masalah ...................................................................10

    1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................10

    1.4.Tinjauan Pustaka ....................................................................11

    1.5.Metoda Penelitian ....................................................................16

    1.6.Sistematika Penulisan ................................................................18

    BAB II: DAKWAH, STRATEGI DAKWAH DAN MISIONARIS

    2.1.Dakwah ....................................................................20

    2.1.1. Konsep tentang Dakwah ..................................................20

    2.1.2. Tujuan Dakwah ................................................................22

    2.1.3. Unsur-Unsur Dakwah .......................................................24

    2.2.Strategi ....................................................................41

    2.2.1. Pengertian Strategi ...........................................................41

    2.2.2. Strategi Dakwah ...............................................................43

    2.3.Konsep Misionaris ....................................................................45

  • xBAB III: STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI

    MISIONARIS KRISTEN

    3.1. Biografi M. Natsir, Pendidikan dan Karya-Karyanya................. 49

    3.2. Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris

    Kristen .............................................................. 53

    3.2.1. Islam Memberantas Intoleransi Agama............................. 53

    3.2.2. Strategi dalam Menghadapi Kegiatan Missi Kristen/

    Katholik di Indonesia........................................................ 60

    3.2.3. Keragaman Hidup antar Agama........................................ 65

    3.2.4. Indonesia Jadi Sasaran Kristenisasi .................................. 67

    BABIV: ANALISIS STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM

    MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN

    4.1. Pandangan M. Natsir Tentang Dakwah....................................74

    4.2. Konsep Dakwah M.Natsir dalam menghadapi misionaris

    Kristen........................................................................................... 81

    4.3.Strategi Dakwah M. Natsir dalam menghadapi Misionaris

    Kristen...........................................................................................96

    BAB V : PENUTUP

    5.1.Kesimpulan ....................................................................101

    5.2.Saran-Saran ....................................................................102

    5.3.Penutup ....................................................................102

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    RIWAYAT HIDUP

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Setiap pemeluk agama menginginkan agar agamanya banyak yang

    memeluk, tidak terkecuali agama Kristen. Hanya saja para misionaris (utusan

    penyebar injil) seringkali menggunakan cara-cara yang tidak terpuji yaitu

    menyebarkan agama di kalangan orang yang non Kristen yaitu para pemeluk

    agama Islam. Fenomena ini sangat menyinggung perasaan orang Islam

    terlebih lagi para pemuka agama Islam termasuk di dalamnya para da'i.

    Melihat kenyataan ini, para misionaris menganggap Islam tidak toleran,

    sebaliknya kalangan pemeluk Islam menganggap justru Kristen yang tidak

    toleran. Peristiwa ini terus berlangsung hingga munculnya berbagai

    propaganda dan cara untuk menjadikan penganut Islam keluar dari agamanya.

    Hal itu dilakukan bisa dalam bentuk yang halus dan tak kentara sampai bentuk

    yang terang-terangan. Persoalan ini yang menjadi salah satu pemicu timbulnya

    saling curiga antara agama yang melibatkan kecurigaan para pemeluknya serta

    menimbulkan berbagai hujatan yang dialamatkan pada para misionaris

    Kristen. Dari kecurigaan tersebut, maka peristiwa pertikaian, peledakkan bom

    di beberapa gereja memunculkan sebuah asumsi yang dikembangkan oleh

    sebagian para misionaris sebagai kelakuan orang Islam yang benci terhadap

    keberadaan umat Kristen di Indonesia. Padahal Islam bukan agama kekerasan

    dan tidak ada dalam ajarannya yang memerintahkan pengeboman karena

  • 2hanya lantaran perbedaan agama. Dari sini tampaknya umat Kristiani telah

    membuat penilaian yang keliru

    Berbagai peristiwa yang mengagetkan hampir mewarnai media cetak

    dan elektronika. Dalam Harian Kompas (2006: 6) diberitakan bahwa beberapa

    tempat obyek wisata seperti Bali dan tempat ibadah luluh lantak oleh bom

    yang dijatuhkan sekelompok orang yang disebut teroris. Banyak kejadian jika

    ditelusuri lebih jauh dan mendalam merupakan "simbol-simbol" dari apa yang

    selama ini telah dilakukan dalam bermasyarakat.

    Masyarakat beragama sering diguncang dengan banyaknya peristiwa

    yang sentimentil, rasial, dan agama dengan upaya-upaya mengail di "air

    keruh" sehingga tampaknya bermuatan keagamaan. Peristiwa yang sama

    sekali bukan bermuara agama, berubah menjadi peristiwa yang sarat dengan

    sentimen-sentimen keagamaan, sehingga tidak jarang membuyarkan anganan

    bahwa agama adalah pembawa damai dan keselamatan bersama. Agama

    menjadi semacam ancaman yang bisa dengan tiba-tiba datang memberangus

    kehidupan bersama di bumi ini.

    Fenomena di masyarakat telah menampakkan adanya serangkaian aksi

    teroris yang meledakkan bom di beberapa tempat dan melukai orang-yang

    tidak bersalah telah memicu kecemasan bangsa Indonesia. Padahal ajaran

    agama melarang keras membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak

    memerangi. Namun kenyataan menunjukkan adanya keyakinan yang keliru

    dari para teroris dalam memperjuangkan konsep jihad. Fenomena pengeboman

    ini telah memicu antipati bagi kelompok agama yang kebetulan tempat

  • 3ibadahnya rusak dalam sekejap akibat pengeboman (Harahap dan Nasution,

    2003: 320).

    Islam memberikan perlindungan terhadap pemeluk-pemeluk agama

    lain yang ingin hidup secara damai dalam masyarakat atau pemerintahan yang

    dikuasai oleh kaum Muslimin. Mereka diperlakukan dengan cara yang baik

    dan adil, seperti yang berlaku terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani di

    zaman pemerintahan Rasulullah di Madinah. Orang-orang Yahudi dan Nasrani

    itu diberikan kebebasan menjalankan agamanya seperti kebebasan yang

    diberikan kepada orang-orang Islam sendiri. Hak-hak mereka dilindungi dan

    dijamin dalam suatu bentuk perjanjian. Menurut hukum antar-golongan dalam

    Islam, mereka itu dinamakan kaum Zimmi, yaitu orang-orang yang mendapat

    jaminan, perlindungan dari masyarakat Islam (Ghazali, 2005: 55).

    Islam merupakan agama yang paling toleran, Islam tidak

    membenarkan meng-klaim agama lain tidak benar tetapi dalam kenyataannya

    banyak peristiwa perpecahan antar agama yang dipicu oleh keyakinan yang

    keliru terhadap agama, dengan klaim agamaku sebagai agama yang paling

    benar (Ma'arif, 2005: 36). Kaum Muslimin diikat oleh suatu peraturan supaya

    hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang-orang yang memeluk agama

    lain itu. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar

    undang-undang perjanjian itu. Apabila orang-orang yang memeluk agama lain

    itu memajukan suatu pengaduan atau perkara, maka pengaduan itu wajib

    diperiksa dan ditimbang secara adil. Umat Islam dilarang menganiaya,

    mengusik, mengganggu dan menghina pemeluk-pemeluk agama lain dan

  • 4dilarang menahan dan merampas hak-milik mereka (Harahap dan Nasution,

    2003: 321).

    Agama dalam kehidupan masyarakat majemuk selain dapat berperan

    sebagai faktor pemersatu (integratif) juga sebagai faktor pemecah

    (disintegratif). Fenomena ini banyak ditentukan oleh empat hal: (1) Teologi

    agama dan doktrin ajarannya, (2) sikap dan perilaku pemeluknya dalam

    memahami dan menghayati agama tersebut, (3) lingkungan sosio-kultural

    yang mengelilinginya, (4) peranan dan pengaruh pemuka agama tersebut

    dalam mengarahkan pengikutnya (Harahap dan Nasution, 2003: 320 322).

    Dalam sejarah Islam, toleransi dalam kehidupan beragama telah

    dipraktikkan. Salah satu yang sangat menonjol ialah "Piagam Madinah" yang

    disusun oleh Rasulullah, sesaat setelah berhijrah dari Madinah ke Mekah dan

    pimpinan agama lain. Piagam Madinah itu semacam deklarasi damai

    antarumat beragama. Demikian pula ketika Umar bin Khattab memimpin

    pemerintahan tahun 15 Hijriah mengadakan perjanjian terhadap penduduk

    yang beragama Nasrani Yerusalem, ketika kawasan itu dibebaskan. Dalam

    perjanjian itu antara lain disebutkan jaminan untuk jiwa dan harta mereka, dan

    untuk gereja-gereja dan salib-salib mereka, serta yang dalam keadaan sakit

    ataupun sehat dan untuk agama mereka secara keseluruhan. Bahkan jauh hari

    Al-Qur'an telah mensinyalir akan muncul bentuk klaim kebenaran, baik dalam

    wilayah intern umat beragama maupun antarumat beragama. Kedua-duanya

    sama-sama tidak menyenangkan dan tidak kondusif bagi upaya membangun

    tata pergaulan masyarakat yang sehat (Harian Suara Merdeka, 2006: 9).

  • 5Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membenarkan para

    pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran agama masing-masing.

    Di sini, terdapat dasar ajaran Islam mengenai toleransi beragama. Toleransi

    tidak diartikan sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya, atau bahkan

    tidak perlu mendakwahkan ajaran kebenaran yang diyakininya itu. Oleh

    karena itu, setiap orang yang beriman senantiasa terpanggil untuk

    menyampaikan kebenaran yang diketahui dan diyakininya, tetapi harus

    berpegang teguh pada etika dan tata krama sosial, serta tetap menghargai hak-

    hak individu untuk menentukan pilihan hidupnya masing-masing secara

    sukarela. Sebab, pada hakikatnya hanya di tangan Tuhanlah pengadilan atau

    penilaian sejati akan dilaksanakan. Pengakuan akan adanya kebenaran yang

    dianut memang harus dipertahankan. Tetapi, pengakuan itu harus memberi

    tempat pula pada agama lain sebagai sebuah kebenaran yang diakui secara

    mutlak oleh para pemeluknya (Ghazali, 2005: 55-58).

    Islam merupakan agama termuda dalam tradisi Ibrahimi (artinya Islam

    lahir belakangan dibandingkan agama semisal Yahudi dan Kristen).

    Pemahaman diri Islam sejak kelahirannya pada abad ke-7 sudah melibatkan

    unsur kritis pluralisme, yaitu hubungan Islam dengan agama lain. Melacak

    akar-akar pluralisme dalam Islam, berarti ingin menunjukkan bahwa agama

    Islam bisa mengungkap diri dalam suatu dunia agama pluralistis. Islam

    mengakui dan menilainya secara kritis, tapi tidak pernah menolaknya atau

    menganggapnya salah. Sejak kelahirannya, memang Islam sudah berada di

    tengah-tengah budaya dan agama-agama lain. Nabi Muhammad Saw ketika

  • 6menyiarkan agama Islam sudah mengenal banyak agama semisal Yahudi dan

    Kristen. Di dalam Al-Qur'an pun banyak ditemukan rekaman kontak Islam

    serta kaum muslimin dengan komunitas-komunitas agama yang ada di sana.

    Perdagangan yang dilakukan bangsa Arab pada waktu itu ke Syam, Irak,

    Yaman, dan Etiopia, dan posisi kota Mekah sebagai pusat transit perdagangan

    yang menghubungkan daerah-daerah di sekeliling jazirah Arab membuat

    budaya Bizantium, Persia, Mesir, dan Etiopia, menjadikan agama-agama yang

    ada di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya, tidak asing lagi bagi Nabi

    Muhammad Saw (Ma'arif, 2005: 36-38).

    Pandangan tentang manusia memiliki akar-akarnya dalam setiap segi

    ajaran Islam. Bahkan Islam itu sendiri adalah agama kemanusiaan, dalam arti

    bahwa ajaran-ajarannya sejalan dengan kecenderungan alami manusia

    menurut fitrahnya yang abadi (perennial). Karena itu seruan untuk menerima

    agama yang benar itu dikaitkan dengan fitrah tersebut, sebagaimana dapat kita

    baca dalam Kitab Suci al-Qur'an surat a-Baqarah (2) ayat 256 :

    ???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    ????????? ???????? ????????? ?????? ?????????? ??? ???????????? ?????????????? ???????????? ??????? ????????

    }???{Artinya: Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas

    jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itubarangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan berimankepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegangkepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. DanAllah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah (2): 256) (Depag, 1986: 63).

  • 7Jadi menerima agama yang benar tidak boleh karena terpaksa. Agama

    itu harus diterima sebagai kelanjutan atau konsistensi hakikat kemanusiaan itu

    sendiri. Dengan kata lain, beragama yang benar harus merupakan kewajaran

    manusiawi. Cukuplah sebagai indikasi bahwa suatu agama atau kepercayaan

    tidak dapat dipertahankan jika ia memiliki ciri kuat bertentangan dengan

    naluri kemanusiaan yang suci. Karena itu dalam firman yang dikutip tersebut

    ada penegasan bahwa kecenderungan alami manusia kepada kebenaran

    (hanifiyah) sesuai dengan kejadian asalnya yang suci (fitrah) merupakan

    agama yang benar, yang kebanyakan manusia tidak menyadari (Madjid, 2000:

    24).

    Kerukunan antar umat beragama kiranya akan menjadi agenda

    nasional bahkan internasional yang tak kunjung usai. Ini bisa dipahami karena

    masa depan suatu bangsa sedikit banyak tergantung pada sejauh mana

    keharmonisan hubungan antarumat beragama ini. Kegagalan dalam

    merealisasikan agenda ini akan mengantarkan suatu bangsa pada trauma

    terpecah belahnya sebagai bangsa (Shihab, 1988: 133). Dalam Al-Quran surat

    al-Mumtahanah (60) ayat 8 Allah SWT berfirman:

    ????? ????????????? ??????? ???????? ???? ??????????????? ????? ????????? ????? ??????? ???????????? ???

    ????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????)??????? :?(

    Artinya:Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlakuadil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karenaagama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.

  • 8Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil(Q.S. al-Mumtahanah (60): ayat 8) (Depag, 1986: 924).

    Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa umat Islam tidak memusuhi

    umat beragama lain, khususnya Kristen. Sebaliknya para misionaris Kristen

    juga harus menjaga etika dalam menyebarkan agamanya. Para misionaris

    jangan seenaknya menyebarkan agama dan menarik-narik orang Islam masuk

    kedalam agamanya. Atas dasar itu dapat dimengerti jika M. Natsir menaruh

    perhatian khusus terhadap kristenisasi di Indonesia. Perhatian khusus ini

    dituangkan dalam bentuk konkrit dengan melakukan tiga upaya besar, sebagai

    strategi dakwah yaitu (1) mengirimkan tenaga dai Dewan Dakwah Islamiyah

    Indonesia (DDII) ke pelosok daerah dengan salah satu tugasnya membendung

    kristenisasi; (2) menulis karya ilmiah yang monumental yaitu, Islam dan

    Kristen di Indonesia; (3) mengirim surat kepada Paus Yohanes Paus II di

    Vatikan dengan permohonan agar membuka mata , memperhatikan

    kristenisasi yang tengah digencarkan di negara Republik Indonesia dengan

    penduduk mayoritas muslim. M. Natsir menyoroti kristenisasi di Indonesia ini

    pada tiga hal utama, yaitu (1) kristenisasi itu sendiri; (2) diakonia pelayanan

    yang berkedok sosial); (3) modus vivendi (metode yang memungkinkan antara

    kedua belah pihak yang bersengketa untuk dapat hidup berdampingan dalam

    sementara waktu dengan jalan menahan nafsu masing-masing, persetujuan

    sementara, jalan tengah)

    M. Natsir sangat memahami bahwa untuk membendung kristenisasi

    harus menggunakan strategi dakwah karena dakwah demikian penting untuk

    memperkokoh akidah umat Islam. Urgensi dakwah yaitu dakwah dapat

  • 9memperjelas dan memberi penerangan pada mad'u tentang bagaimana sikap

    umat Islam dalam beragama. Dengan adanya dakwah maka kekeliruan dalam

    memaknai agama dapat dikurangi.

    Pada waktu M. Natsir hidup ada suatu fenomena yaitu misionaris

    dengan gencar memperluas ajaran kristenisasi di kalangan umat Islam.

    Misionaris melakukan proses penginjilan dengan berbagai cara. Di antaranya,

    pertama, melalui semboyan cinta kasih mendatangi rumah umat Islam, dari

    rumah kerumah dijalani proses penginjilan; kedua, dengan memberi supermi

    dan beras merayu umat Islam agar memasuki ajarannya; ketiga, dengan

    semboyan menolong, para misionaris mencari umat Islam yang sedang terjepit

    utang lalu misionaris mengulur tangan membantu membayarkan hutang.

    Kondisi yang riskan ini mendorong M. Natsir merancang strategi dakwah

    untuk membendung upaya-upaya yang sedang ditempih misionaris.

    Menariknya meneliti konsep M. Natsir yaitu karena ia merupakan

    salah seorang putra Indonesia yang dikenal sebagai birokrat, politisi dan juga

    sebagai dai ternama. Sebagai birokrat, M. Natsir pernah menduduki dua

    jabatan penting, yaitu menteri penerangan dalam Kabinet Syahrir dan perdana

    menteri pertama pada masa pemerintahan Soekarno. Sebagai politisi, M.

    Natsir telah menduduki jabatan puncak partai Islam terbesar, yaitu Masyumi

    dan pernah memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Adapun sebagai

    seorang dai ternama, M. Natsir pernah menduduki jabatan sebagai Wakil

    Presiden Muktamar Alam Islami sekaligus juga sebagai tokoh puncak

  • 10

    Rabithah Alam Islami, serta menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiyah

    Indonesia sejak tahun 1967 sampai wafatnya tahun 1993.

    Berdasarkan keterangan tersebut, mendorong peneliti memilih judul

    Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris Kristen.

    1.2 Perumusan Masalah

    Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara

    tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya

    (Suriasumantri, 1993: 312). Berdasarkan keterangan ini maka yang menjadi

    perumusan masalah yaitu

    1.2.1. Bagaimana pandangan M Natsir tentang dakwah?

    1.2.2. Bagaimana pandangan M Natsir tentang misionaris Kristen?

    1.2.3. Bagaimanakah strategi dakwah M. Natsir dalam menghadapi

    misionaris Kristen?

    1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1.3.1. Tujuan penelitian ini:

    1.3.1.1. Untuk mengetahui pandangan M Natsir tentang dakwah

    1.3.1.2. Untuk mengetahui pandangan M Natsir tentang misionaris

    Kristen

    1.3.1.3. Untuk mengetahui strategi dakwah M. Natsir dalam

    menghadapi misionaris Kristen

    1.3.2 Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi:

    1.3.2.1 Secara teoritis, yaitu untuk menambah pengembangan ilmu

    Fakultas Dakwah khususnya jurusan Manajemen Dakwah,

  • 11

    dengan harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi banding

    oleh peneliti lainnya.

    1.3.2.2 Secara praktis yaitu dapat dijadikan masukan pada umat Islam

    dan umat Kristen dalam menyebarkan agama.

    1.4 Tinjauan Pustaka

    Ada beberapa skripsi dan beberapa buku yang membahas masalah

    strategi dakwah, namun belum ada yang membahas secara khusus pendapat

    M. Natsir dalam hubungannya dengan misionaris Kristen. Di antara karya

    ilmiah yang membahas secara umum sebagai berikut:

    1. Skripsi yang disusun oleh Tri Sulis Setiyaningsih (Tahun 2006),

    Fanatisme dan Toleransi Beragama Menurut Yusuf al-Qardhawi. Yang

    menjadi rumusan masalah dalam penelitian di atas adalah bagaimana

    fanatisme dan toleransi beragama menurut Yusuf al-Qardhawi dalam buku

    Kebangkitan Gerakan Islam Dari Masa Transisi Menuju Kematangan.

    Metode penelitian ini menggunakan hermeneutik. Hasil penelitian

    menunjukkan, dalam hubungannya dengan toleransi, Yusuf Al-Qardawi

    menegaskan: tak bisa dipungkiri, kita memerlukan sikap toleran yang

    membuka jendela bagi pihak lain, dan tidak memusuhi mereka yang

    berbeda. Yaitu, berupa toleransi agama, toleransi pemikiran, serta toleransi

    politik, yang melapangkan semua manusia sekalipun mereka berbeda satu

    dengan yang lain. Toleransi Agama, teks-teks agama yang agung

    mewajibkan toleransi tersebut, khususnya toleransi agama, bahkan, agama

    memerintahkan dan menganjurkannya. Di antara bidang garapan toleransi

  • 12

    agama ini ialah; penerimaan dialog Islam-Kristen, selama jelas tujuan-

    tujuannya, gamblang pengertiannya, dan kaum muslimin yang terlibat

    dalam dialog tersebut merupakan orang-orang yang memiliki kapasitas

    keagamaan dan keilmuan yang memadai. Terlebih dahulu, harus memiliki

    kesepakatan tentang tujuan dialog semacam ini. Banyak kaum muslimin

    takut menghadapi dialog dengan orang-orang yang berbeda (pendapat dan

    keyakinan). Seolah-olah mereka khawatir dialog tersebut akan

    menyebabkan pihak muslim menarik diri dari akidah, syari'at, serta nilai-

    nilainya. Hal semacam ini tak bisa dibayangkan muncul dari seorang

    muslim yang benar keislamannya, kuat imannya, rela menjadikan Allah

    sebagai Tuhan, menjadikan Islam sebagai agama, dan menjadikan

    Muhammad sebagai Nabi serta Rasul.

    2. Skripsi yang disusun oleh Sulistiyono (Tahun 2005), Studi Analisis

    Pendapat Jalaluddin Rakhmat tentang Konsep Dakwah Islam dalam

    Pendidikan. Pada intinya dijelaskan bahwa bentuk-bentuk dakwah Islam

    dalam pendidikan dapat ditarik dari dua ayat Al-Quran yang berkenaan

    dengan tugas Nabi s.a.w. sebagai da'i:

    "Orang-orang yang mengikuti Nabi yang ummi, yang namanyamereka temukan termaktub dalam Taurat dan Injil di sisi mereka:memerintahkan yang ma'ruf, melarang yang munkar, menghalalkanyang baik, mengharamkan yang jelek, dan melepaskan beban darimereka dan belenggu-belenggu yang (memasung) mereka. Makabarangsiapa beriman kepadanya, memuliakannya, membantunya, sertamengikuti cahaya yang diturunkan besertanya, mereka itulah orang-orang yang berbahagia." (QS. 7:157)."Sesungguhnya, Allah telah memberikan karunia kepada orang-orangyang beriman, ketika la mengutus di tengah mereka Rasul darikalangan mereka sendiri, (yang) membacakan ayat-ayat-Nya kepadamereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-

  • 13

    Kitab dan al-Hikmah, walaupun mereka sebelumnya berada dalamkesesatan yang nyata." (QS. 3:164; 2:129; 62:2).

    Dari ayat pertama kita melihat ada tiga bentuk dakwah: amar

    ma'ruf nahi munkar, menjelaskan tentang yang halal dan haram (syariat

    Islam), meringankan beban penderitaan, dan melepaskan umat dari

    belenggu-belenggu. Dari ayat kedua kita melihat ada tiga bentuk dakwah:

    tilawah (membacakan ayat-ayat Allah), tazkiyah (menyucikan diri

    mereka), dan ta'lim (mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah). Seperti akan

    saya jelaskan nanti, amar ma'ruf dan nahi munkar dapat dimasukkan

    dalam tazkiyah, dan menjelaskan yang halal dan haram, termasuk ta'lim.

    Dengan demikian, dakwah Islam dapat disimpulkan dengan empat bentuk:

    tilawah, tazkiyah, ta'lim, dan ishlah (yang saya pakai untuk meringkaskan

    pengertian tentang "melepaskan beban dan belenggu-belenggu".

    3. Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Tahun

    2001). Menurut penulis buku ini bahwa pada era globalisasi masa kini,

    umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan baru yang tidak

    terlalu berbeda dengan apa yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme

    agama, konflik intern atau antar agama, adalah fenomena nyata. Di masa

    lampau kehidupan keagamaan relatif lebih tentram karena umat-umat

    beragama bagaikan kamp-kamp yang terisolasi dari tantangan-tantangan

    dunia luar. Sebaliknya, masa kini tidak sedikit pertanyaan kritis yang harus

    ditanggapi oleh umat beragama yang dapat diklasifikasikan rancu dan

    merisaukan. Pluralitas merupakan kondisi obyektif dalam suatu

    masyarakat yang terdapat sejumlah group saling berbeda, baik strata

  • 14

    ekonomi, ideologi, keimanan (agama), maupun latar belakang etnis.

    Sedangkan isme artinya paham, pemahaman atau memahami. Dari

    pengertian ini dapat dipahami bahwa pluralisms adalah paham yang

    menyadari suatu kenyataan tentang adanya kemajemukan, keragaman

    sebagai sebuah keniscayaan, sekaligus ikut secara aktif memberikan

    makna signifikansinya dalam konteks pembinaan dan perwujudan

    kehidupan berbangsa dan bernegara serta beragama. Dalam kehidupan

    modern, masalah pluralisme dapat dikatakan sebagai agenda kemanusiaan

    yang perlu mendapat perhatian dan respon secara aktif dan konstruktif dari

    para pemikiran dan cendekiawan. Dikatakan demikian, karena

    bagaimanapun pluralisme merupakan kenyataan sosiologis yang tidak

    dapat dihindari. la merupakan bagian dari sunnatullah, sebagai kenyataan

    yang telah menjadi ketentuan Tuhan. Pemahaman seperti ini sangat

    dibutuhkan dalam segala perilaku kehidupan, termasuk dalam membangun

    harkat dan martabat manusia.

    4. Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam Konteks Toleransi Agama

    (2004: 167). Toleransi beragama di Indonesia dikembangkan melalui

    berbagai cara, di antaranya melalui dialog karena dialog selalu bermakna

    menemukan bahasa yang sama, tetapi bahasa bersama ini diekspresikan

    dengan kata-kata yang berbeda. Dialog didefinisikan sebagai pertukaran

    ide yang diformulasikan dengan cara yang berbeda-beda. Oleh karena itu,

    setiap usaha mendominasi pihak lain harus dicegah; kebenaran satu pihak

    tidak berarti ketidakbenaran di pihak lain. Bahasa bersama lebih dari

  • 15

    sekadar kemiripan pembahasan; dia berdasarkan kesadaran akan masalah

    bersama, kita butuh alat untuk mencapai landasan bersama (Ghazali, 2004:

    167). Akhir-akhir ini wacana tentang toleransi beragama, dialog antar

    agama, pluralitas agama dan masalah-masalah yang mengitarinya semakin

    menguat dan muncul ke permukaan. Buku-buku, tulisan- tulisan media

    massa, dan acara-acara seminar, kongres, simposium, diskusi, dialog

    seputar hubungan antarumat beragama semakin sering disaksikan dalam

    berbagai tingkat, baik lokal, nasional, maupun internasional.

    Kecenderungan menguatnya perbincangan seputar pluralitas agama dan

    hubungan antarumat beragama ini akan semakin kuat di masa-masa

    mendatang dan tidak akan pernah mengalami masa kadaluarsa. Sebab

    topik ini adalah topik yang selalu aktual dan menarik bagi siapa pun yang

    mencita-citakan terwujudnya perdamaian di bumi ini.

    5. Achmad (2001: ix). Toleransi Agama Kerukunan dalam Keragaman.

    Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa wacana ini semakin marak.

    Di antaranya: pertama, perlunya sosialisasi bahwa pada dasarnya semua

    agama datang untuk mengajarkan dan menyebarkan damai dan

    perdamaian dalam kehidupan umat manusia. Kedua, wacana agama yang

    pluralis, toleran, dan inklusif merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran

    agama itu sendiri. Sebab pluralitas apa pun, termasuk pluralitas agama,

    dan semangat toleransi dan inklusivisme adalah hukum Tuhan atau

    sunnatullah yang tidak bisa diubah, dihalang-halangi, dan ditutup-tutupi.

    Oleh karena itu, wacana pluralitas ini perlu dikembangkan lebih lanjut di

  • 16

    masyarakat luas. Hal ini bukan untuk siapa-siapa, melainkan demi cita-cita

    agama itu sendiri, yaitu kehidupan yang penuh kasih dan sayang

    antarsesama umat manusia. Ketiga, ada kesenjangan yang jauh antara cita-

    cita ideal agama-agama dan realitas empirik kehidupan umat beragama di

    tengah masyarakat. Keempat, semakin menguatnya kecenderungan

    eksklusivisme dan intoleransi di sebagian umat beragama yang pada

    gilirannya memicu terjadinya konflik dan permusuhan yang berlabel

    agama. Kelima, perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalah-

    masalah yang berkaitan dengan kerukunan dan perdamaian antarumat

    beragama. Beberapa latar belakang di atas menjadi sebab mengapa tema

    pluralitas agama dan cita-cita kerukunan menjadi semakin menarik untuk

    dikaji dan didalami.

    Karya-karya ilmiah sebagaimana disebutkan terdahulu belum ada yang

    membahas Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris

    Kristen.

    1.5 Metoda Penelitian

    1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian

    Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni

    prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-

    kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati

    (Moleong, 2002: 3). Jenis penelitian kualitatif yang dipakai adalah

    studi pustaka dan tokoh.

  • 17

    Penulisan ini menggunakan metodologi analisis yang

    kualitatif. Dalam studi tokoh ini data dianalisis secara induktif

    berdasarkan data langsung dari subyek penelitian (Fuchan, Maimun,

    2005: 59 61). Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan

    manajemen. Pendekatan ini diupayakan dengan menggunakan

    pemikiran secara mendalam dengan memahami substansi strategi

    dakwah M. Natsir.

    Metode ini menguraikan dan menjelaskan strategi dakwah M.

    Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen.

    1.5.2. Sumber Data

    a. Data primer yaitu tulisan, informasi dari saksi-saksi sejarah, dan

    karya-karya M. Natsir tentang strategi dakwah dan misionaris

    Kristen

    b. Data sekunder yaitu dokumen-dokumen, notulis, foto-foto dan

    tulisan tentang M. Natsir (internet, jurnal-jurnal, surat kabar dan

    lain-lain).

    1.5.3. Metode Pengumpulan Data

    Menurut Sumadi Suryabrata (1992: 84), kualitas data

    ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.

    Berpijak dari keterangan tersebut, peneliti menggunakan teknik

    dokumentasi atau studi dokumenter yang menurut Arikunto (2002:

    206) yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

    catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,

  • 18

    agenda, dan sebagainya Yang dimaksud dokumentasi dalam tulisan

    ini yaitu sejumlah data yang terdiri dari data primer dan sekunder.

    1.5.4. Teknik Analisis Data

    Penulisan ini menggunakan metodologi analisis yang

    kualitatif. Dalam studi tokoh ini data dianalisis secara induktif

    berdasarkan data langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu

    pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bersamaan, bukan

    terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif di mana data dikumpulkan

    terlebih dahulu, baru kemudian dianalisis. Analisis data kualitatif

    dalam studi tokoh ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai

    berikut: menemukan pola atau tema tertentu. Artinya peneliti berusaha

    menangkap karakteristik konsep Natsir dengan cara menata dan

    melihatnya berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan sehingga

    dapat ditemukan pola atau tema tertentu. Mencari hubungan logis

    antar konsep Natsir dalam berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan

    alasan mengenai pemikiran tersebut. Di samping itu, peneliti juga

    berupaya untuk menentukan arti di balik pemikiran tersebut

    berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya.

    Mengklasifikasikan dalam arti membuat pengelompokan konsep

    Natsir sehingga dapat dikelompokkan ke dalam berbagai aspek

    (Fuchan, Maimun, 2005: 59 61)

  • 19

    1.6 Sistematika Penulisan

    Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka

    penelitian disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang

    satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian

    rupa sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini.

    Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,

    perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,

    kerangka teoritik, metoda penelitian dan sistematika penulisan.

    Bab kedua berisi tinjauan umum tentang strategi dakwah yang

    meliputi: Tentang Dakwah (pengertian dakwah, tujuan dakwah, unsur-unsur

    dakwah). Strategi dakwah (batasan strategi, strategi dakwah, misionaris)

    Bab ketiga berisi strategi dakwah M. Natsir dalam menghadapi

    misionaris Kristen yang meliputi: biografi M. Natsir, pendidikan dan karya-

    karyanya. Strategi dakwah M. Natsir dakwah dalam menghadapi misionaris

    Kristen

    Bab keempat berisi analisis strategi dakwah M. Natsir dalam

    menghadapi misionaris Kristen, meliputi: Pandangan M. Natsir tentang

    dakwah, konsep dakwah M. Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen dan

    strategi dakwah M Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen

    Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran

    yang layak dikemukakan.

  • 20

    BAB II

    DAKWAH, STRATEGI DAKWAH DAN MISIONARIS

    2.1 Dakwah

    2.1.1 Konsep tentang Dakwah

    Kata da'wah (???? ) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:

    "seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a)

    (Pimay, 2005: 13). Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat

    tentang definisi dakwah, antara lain: Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah

    mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti

    petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Menurut Anshari (1993: 11), dakwah

    adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam berusaha merubah

    situasi kepada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan

    disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri,

    orang lain, dan terhadap Allah SWT. Umar (1985: 1), dakwah adalah

    mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar

    sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan

    mereka di dunia dan di akhirat.

    Umary (1980: 52), dakwah adalah mengajak orang kepada

    kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan agar memperoleh

    kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang. Sanusi (t.th: 11),

    dakwah adalah usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat,

    memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebatilan,

  • 21

    kemaksiatan dan ketidak wajaran dalam masyarakat. Dengan demikian,

    dakwah berarti memperjuangkan yang ma'ruf atas yang munkar,

    memenangkan yang hak atas yang batil. Esensi dakwah adalah terletak

    pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap

    orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi

    untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru

    dakwah/juru penerang (Arifin, 2000: 1).

    Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu

    proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban

    dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan

    Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami

    (Hafidhuddin, 2000: 77). Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi

    masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi

    masyarakat yang Islami (Rais, 1999: 25). Oleh karena itu Zahrah (1994:

    32) menegaskan bahwa dakwah Islamiah itu diawali dengan amr ma'ruf

    dan nahy munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi mengenai

    makna amr ma'ruf kecuali mengesakan Allah secara sempurna, yakni

    mengesakan pada zat sifatNya. Lebih jauh dari itu, pada hakikatnya

    dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang

    dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam

    bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk

    mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia

    pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka

  • 22

    mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan

    dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, , 1983: 2).

    Keaneka ragaman pendapat para ahli seperti tersebut tersebut

    meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila

    dikaji dan disimpulkan maka dakwah akan mencerminkan hal-hal

    seperti berikut: pertama, dakwah adalah suatu usaha atau proses yang

    diselenggarakan dengan sadar dan terencana; kedua, usaha yang

    dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki

    situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan);

    ketiga, usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu,

    yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat.

    2.1.2 Tujuan Dakwah

    Barmawie Umary (1984: 55) merumuskan, tujuan dakwah

    adalah memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at

    Islam secara merata. Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental

    dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau

    meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan

    timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan

    siapa pun.

    Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah

    suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan

    akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur'an itu sendiri sebab

    hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman.

  • 23

    Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah

    menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun

    masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan

    sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47).

    Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an menurut Aziz

    (2004: 68) adalah :

    1. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.

    ??????????????????????????????????????????????) ...??? :?(Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada

    iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7)(Depag RI,1978: 978).

    2. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.

    ???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    ??????)???????(

    Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka,bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu,dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu adayang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnyaaku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidakmempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nyaaku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS.ar Ra'd: 36) (Depag RI,1978: 375).

    3. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.

  • 24

    ?????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    ????????????????????????????????????????????????????)...?????? :?? (Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah

    diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kamiwahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkankepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama danjanganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagiorang-orang musyrik agama yang kamu seru merekakepadanya..." (QS Asy Syura: 13) (Depag RI,1978: 786).

    4. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.

    ?????????????????????????????????????????????????)???????:?? (Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan

    yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73) (Depag RI,1978: 534).

    5. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke

    dalam lubuk hati masyarakat.

    ??????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)????? :?? (

    Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari(menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat ituditurunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan)Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)(Depag RI,1978: 612).

    2.1.3 Unsur-Unsur Dakwah

    Unsur-unsur dakwah adalah segala aspek yang ada sangkut

    pautnya dengan proses pelaksanaan dakwah, dan sekaligus menyangkut

    tentang kelangsungannya (Anshari, 1993: 103). Unsur-unsur tersebut

    adalah da'i (pelaku dakwah), mad'u (obyek dakwah), materi

  • 25

    dakwah/maddah, waslah (media dakwah), tharqah (metode), dan atsar

    (efek dakwah).

    a. Subjek Dakwah

    Subjek dakwah ialah orang yang melakukan dakwah, yaitu

    orang yang berusaha mengubah situasi kepada situasi yang sesuai

    dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt, baik secara individu maupun

    berbentuk kelompok (organisasi), sekaligus sebagai pemberi

    informasi dan pembawa missi (Anshari, 1993: 105). Menurut Helmy

    (1973: 47) subjek dakwah adalah orang yang melaksanakan tugas-

    tugas dakwah, orang itu disebut da'i, atau mubaligh.

    Kata da'i ini secara umum sering disebut dengan sebutan

    mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam) namun

    sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat

    umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan

    ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang

    yang berkhutbah), dan sebagainya.

    Sehubungan dengan hal tersebut terdapat pengertian para

    pakar dalam bidang dakwah, yaitu:

    1. Hasjmy (1984: 186) menjelaskan tentang juru dakwah adalah

    para penasihat, para pemimpin dan pemberi periingatan, yang

    memberi nasihat dengan baik, yang mengarang dan berkhutbah,

    yang memusatkan kegiatan jiwa raganya dalam wa'ad dan wa?id

    (berita pahala dan berita siksa) dan dalam membicarakan tentang

  • 26

    kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam

    dalam gelombang dunia.

    2. M. Natsir (tth: 119) menjelaskan bahwa pembawa dakwah

    merupakan orang yang memperingatkan atau memanggil supaya

    memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan

    Dalam kegiatan dakwah peranan da'i sangatlah esensial,

    sebab tanpa da'i ajaran Islam hanyalah ideologi yang tidak terwujud

    dalam kehidupan masyarakat. Biar bagaimanapun baiknya ideologi

    Islam yang harus disebarkan di masyarakat, ia akan tetap sebagai

    ide, ia akan tetap sebagai cita-cita yang tidak terwujud jika tidak ada

    manusia yang menyebarkannya (Ya'qub, 1981: 37).

    Da'i merupakan orang yang melakukan dakwah, yaitu orang

    yang berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-

    ketentuan Allah SWT, baik secara individu maupun berbentuk

    kelompok (organisasi). Sekaligus sebagai pemberi informasi dan

    missi. Pada prinsipnya setiap muslim atau muslimat berkewajiban

    berdakwah, melakukan amar ma?ruf nahi munkar. Jadi mustinya

    setiap muslim itu hendaknya pula menjadi dai karena sudah menjadi

    kewajiban baginya.

    Sungguhpun demikian, sudah barang tentu tidak mudah

    berdakwah dengan baik dan sempurna, karena pengetahuan dan

    kesanggupan setiap orang berbeda-beda pula. Namun bagaimanapun,

  • 27

    mereka wajib berdakwah menurut ukuran kesanggupan dan

    pengetahuan yang dimilikinya.

    Sejalan dengan keterangan tersebut, yang berperan sebagai

    muballigh dalam berdakwah dibagi menjadi dua, yaitu:

    1. Secara umum; adalah setiap muslim atau muslimat yang

    mukallaf, dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan

    suatu yang melekat tidak terpisahkan dari missionnya sebagai

    penganut Islam.

    2. Secara khusus; adalah mereka yang mengambil keahlian khusus

    (mutakhassis) dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan

    ulama (Tasmara, 1997: 41-42)

    Anwar Masy'ari (1993: 15-29) dalam bukunya yang berjudul:

    "Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah" menyatakan, syarat-

    syarat seorang da'i harus memiliki keadaan khusus yang merupakan

    syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah

    dengan sebaik-baiknya.

    Syarat-syarat itu ialah:

    Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam,

    berkemampuan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan

    keterangan yang memuaskan.

    Syarat kedua, yaitu tampak .pada diri da'i

    keinginan/kegemaran untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dan

  • 28

    penyuluhan semata-mata untuk mendapatkan keridaan Allah dan

    demi perjuangan di jalan yang diridhainya.

    Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu

    negeri, kepada siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah

    baru akan berhasil bilamana da'i memahami dan menguasai prinsip-

    prinsip ajaran Islam dan punya kemampuan untuk

    menyampaikannya dengan bahasa lain yang diperlukan, sesuai

    dengan kemampuannya tadi.

    Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan

    mereka, agar kita dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang

    dipahami oleh mereka, dan dengan cara-cara yang berkenan di hati

    para pendengar. Sudahlah jelas bahwa untuk setiap sikon ada kata-

    kata dan ucapan yang sesuai untuk diucapkan; sebagaimana untuk

    setiap kala-kata dan ucapan ada pula sikonnya yang pantas untuk

    tempat menggunakannya.

    Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan

    perbuatan sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan suri-teladan

    bagi orang-orang lain.

    Hamka, (1984: 228-233) berpandangan tentang standar

    seorang da'i dalam delapan kriteria sebagai berikut :

    1. Hendaklah seorang dai melihat dirinya sendiri apakah niatnya

    sudah bulat dalam berdakwah. Kalau kepentingan dakwahnya

    adalah untuk kepentingan diri sendiri, popularitas, untuk

  • 29

    kemegahan dan pujian orang, ketahuilah bahwa pekerjaannya itu

    akan berhenti di tengah jalan. Karena sudah pasti bahwa di

    samping orang yang menyukai akan banyak pula yang tidak

    menyenangi.

    2. Seorang dai mengerti benar soal yang akan diucapkannya.

    3. Seorang dai harus mempunyai kepribadian yang kuat dan teguh,

    tidak mudah terpengaruh oleh pandangan orang banyak ketika

    memuji,dan tidak tergoncang, ketika orang-orang melotot karena

    tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai, meskipun ada

    cacat jasmani.

    4. Pribadinya menarik, lembut tetapi bukan lemah, tawadhu tetapi

    bukan rendah diri, pemaaf tetapi disegani.

    5. Seorang dai harus mengerti pokok pegangan kita ialah Al

    Quran dan As Sunnah, di samping itu pun harus mengerti ilmu

    jiwa (Ilmu Nafs), dan mengerti adat-istiadat orang yang hendak

    didakwahi.

    6. Jangan membawa sikap pertentangan, jauhkan dari sesuatu yang

    membawa perdebatan, sebab hal itu akan membuka masalah

    khilafiyah.

    7. Haruslah diinsyafi bahwa contoh teladan dalam sikap hidup,

    jauh lebih berkesan kepada jiwa umat daripada ucapan yang

    keluar dari mulut.

  • 30

    8. Hendaklah seorang da'i itu menjaga jangan sampai ada sifat

    kekurangan yang akan mengurangi gengsinya dihadapan

    pengikutnya.

    b. Objek Dakwah

    Objek dakwah adalah manusia yang menjadi audiens yang

    akan diajak ke dalam Islam secara kaffah (Muriah, 2000: 32). Pimay

    (2006: 29) berpandangan bahwa objek dakwah adalah manusia yang

    menjadi sasaran dakwah. Mereka adalah orang-orang yang telah

    memiliki atau setidak-tidaknya telah tersentuh oleh kebudayaan asli

    atau kebudayaan selain Islam. karena itu, objek dakwah senantiasa

    berubah karena perubahan aspek sosial kultural, sehingga objek

    dakwah ini akan senantiasa mendapat perhatian dan tanggapan

    khusus bagi pelaksanaan dakwah

    Berdasarkan keterangan tersebut dapat juga dikatakan bahwa

    unsur dakwah yang kedua adalah mad'u, yaitu manusia yang menjadi

    sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai

    individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama

    Islam maupun tidak; atau dengan kata lain manusia secara

    keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah QS. Saba' 28:

    ????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)??? :??(

    Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umatmanusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dansebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusiatiada mengetahui. (QS. Saba: 28) (Depag RI,1978: 683).

  • 31

    Objek dakwah bisa juga terhadap manusia yang belum

    beragama Islam, karena dakwah bertujuan untuk mengajak mereka

    mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang yang telah

    beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman,

    Islam, dan ihsan. Mereka yang menerima dakwah ini lebih tepat

    disebut mad'u daripada sebutan objek dakwah, sebab sebutan yang

    kedua lebih mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal

    sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain

    sebagai kawan berpikir tentang keimanan, syari'ah, dan akhlak

    kemudian untuk diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama.

    Al-Qur'an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad'u.

    Secara umum mad'u terbagi tiga, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik

    (DEPAG RI, 1993: 5). Dari tiga klasifikasi besar ini mad'u masih

    bisa dibagi lagi dalam berbagai macam pengelompokan. Orang

    mukmin umpamannya bisa dibagi menjadi tiga, yaitu: dzlim

    linafsih, muqtashid, dan sbiqun bilkhairt. Kafir bisa dibagi

    menjadi kafir zimmi dan kafir harbi (DEPAG RI, 1978: 890).

    Mad'u (obyek dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan

    manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad'u sama dengan

    menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan

    seterusnya. Penggolongan mad'u tersebut antara lain sebagai berikut:

    1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan,

    kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.

  • 32

    2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan

    santri, terutama pada masyarakat Jawa.

    3. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan

    golongan orang tua.

    4. Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang seniman,

    buruh, pegawai negeri.

    5. Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya,

    menengah, dan miskin.

    6. Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.

    7. Dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna-

    karya, narapidana, dan sebagainya (Arifin, 2000: 3).

    c. Materi Dakwah

    Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh dai

    kepada madu yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi

    manusia yang bersumber al-Qur'an dan Hadis. Oleh karena itu

    membahas maddah dakwah adalah membahas ajaran Islam itu

    sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas, bisa dijadikan

    sebagai maddah dakwah Islam (Ali Aziz, 2004: 194)

    Materi dakwah, tidak lain adalah al-Islam yang bersumber

    dari al-Qur'an dan hadis sebagai sumber utama yang meliputi akidah,

    syari'ah dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang

    diperoleh darinya (Wardi Bachtiar, 1997: 33). Maddah atau materi

  • 33

    dakwah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga masalah pokok M.Daud

    Ali (2000: 133-135 dan Asmuni Syukir (1983: 60-63):

    a. Akidah

    Akidah secara etimologi adalah ikatan, sangkutan. Disebut

    demikian karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau

    gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknisnya adalah

    iman atau keyakinan. Karena itu akidah Islam ditautkan dengan

    rukun iman yang menjadi azas seluruh ajaran Islam.

    b. Syariah

    Syariat dalam Islam erat hubunganya dengan amal lahir

    (nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah

    guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan

    mengatur pergaulan hidup manusia dengan manusia. Syariah

    dibagi menjadi dua bidang, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah

    adalah cara manusia berhubungan dengan Tuhan, sedangkan

    muamalah adalah ketetapan Allah yang berlangsung dengan

    kehidupan sosial manusia. Seperti hukum warisan, rumah tangga,

    jual beli, kepemimpinan dan amal-amal lainnya.

    c. Akhlak

    Akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang secara

    etimologi berati budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.

    Akhlak bisa berarti positif dan bisa pula negatif. Yang termasuk

    positif adalah akhlak yang sifatnya benar, amanah, sabar, dan sifat

  • 34

    baik lainnya. Sedangkan yang negatif adalah akhlak yang sifatnya

    buruk, seperti sombong, dendam, dengki dan khianat.

    Akhlak tidak hanya berhubungan dengan Sang Khalik

    namun juga dengan makhluk hidup seperti dengan manusia,

    hewan dan tumbuhan. Akhlak terhadap manusia contohnya akhlak

    dengan Rasulullah, orang tua, diri sendiri, keluarga, tetangga, dan

    masyarakat

    Akhlak terhadap Rasulullah antara lain

    1. Mencintai Rasul secara tulus dengan mengikuti semua

    sunnahnya.

    2. Menjadikan Rasul sebagai idola, suri tauladan dalam hidup

    dan kehidupan

    3. Menjalankan apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang

    dilarang (M.Daud Ali, 1997: 356).

    Akhlak terhadap orang tua antara lain :

    1. Mencintai mereka melebihi cinta pada kerabat lainnya

    2. Merendahkan diri kepada keduannya

    3. Berkomunikasi dengan orang tua dengan hikmat

    4. Berbuat baik kepada Bapak Ibu

    5. Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka.

    (M.Daud Ali, 1997: 357)

    Akhlak terhadap diri sendiri antara lain :

    1. Memelihara kesucian diri

  • 35

    2. Menutup aurat

    3. Jujur dalam perkataan dan perbuatan

    4. Ikhlas

    5. Sabar

    6. Rendah diri

    7. Malu melakukan perbuatan jahat

    Akhlak terhadap keluarga antara lain:

    1. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan

    keluarga

    2. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak

    3. Berbakti kepada Ibu Bapak

    4. Memelihara hubungan silaturahmi (M.Daud Ali, 1997: 357)

    Akhlak terhadap tetangga antara lain :

    1. Saling menjunjung

    2. Saling bantu diwaktu senang dan susah

    3. Saling memberi

    4. Saling menghormati

    5. Menghindari pertengkaran dan permusuhan

    Akhlak terhadap masyarakat antara lain :

    1. Memuliakan tamu

    2. Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat,

    3. Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa

  • 36

    4. Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri

    berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain berbuat

    jahat/mungkar.

    5. Memberi fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan

    kehidupannya.

    6. Bermusywarah dalam segala urusan mengenai kepentingan

    bersama.

    7. Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan

    yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita.

    8. Dan menepati janji.

    Akhlak terhadap lingkungan hidup antara lain :

    1. Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup

    2. Menjaga dan memanfaatkan alam terutama flora dan fauna

    3. Sayang pada sesama makhluk (M.Daud Ali, 1997: 358).

    d. Media Dakwah

    Arti istilah media bila ditinjau dari asal katanya (etimologi),

    berasal dari bahasa Latin yaitu "median", yang berarti alat perantara.

    Sedangkan kata media merupakan jamak daripada kata median

    tersebut. Pengertian semantiknya media berarti segala sesuatu yang

    dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan

    tertentu. Dengan demikian media dakwah, yaitu segala sesuatu yang

    dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang

    telah ditentukan (Syukir, 1983: 163).

  • 37

    Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah

    dapat menggunakan berbagai wasilah. Ya'qub (1973: 42-43)

    membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan,

    lukisan, audio visual, dan akhlak. Wasilah tersebut dapat dijelaskan

    sebagai berikut:

    1. Lisan, merupakan inilah wasilah dakwah yang paling sederhana

    yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini

    dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan,

    penyuluhan, dan sebagainya.

    2. Tulisan, berupa buku majalah, surat kabar, surat menyurat

    (korespondensi) spanduk, flash-card, dan sebagainya.

    3. Lukisan, di antaranya gambar, karikatur, dan sebagainya.

    4. Audio visual, merupakan alat dakwah yang merangsang indra

    pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya. Wasilah ini

    contohnya, televisi, film, slide, ohap, internet, dan sebagainya.

    5. Akhlak, mengubah perbuatan-perbuatan nyata yang

    mencerminkan ajaran Islam dapat dinikmati serta didengarkan

    oleh mad'u Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai

    wasilah yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat

    menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat

    dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya

    pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang menjadi sasaran

    dakwah.

  • 38

    Media (terutama media massa) telah meningkatkan

    intensitas, kecepatan, dan jangkauan komunikasi dilakukan umat

    manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio,

    televisi, internet dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat

    tersebut telah melekat tak terpisahkan dengan kehidupan manusia di

    abad ini.

    e. Metode Dakwah

    metode dakwah biasa dikenal dengan istilah thariqah.

    Thariqah berhubungan dengan metode yang digunakan dalam

    dakwah. Kalau wasilah adalah alat-alat yang dipakai untuk

    mengoperkan atau menyampaikan ajaran Islam.

    Arifin (2003: 65) dalam bukunya yang berjudul: Ilmu

    Pendidikan Islam, menyatakan: metode berasal dari dua perkataan

    yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui", dan "hodos" berarti

    "jalan atau cara", dengan demikian asal kata "metode" berarti suatu

    jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Munsyi (1982: 29)

    mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu.

    Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan

    bahwa metode adalah "Suatu cara yang sistematis dan umum

    terutama dalam mencari kebenaran ilmiah".

    Pius Partanto (1994: 461) menjelaskan bahwa metode adalah

    cara yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu atau cara

    kerja. Dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk

  • 39

    menyampaikan materi dakwah atau biasa diartikan metode dakwah

    adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da'i untuk

    menyampaikan materi dakwah yaitu al-Islam atau serentetan

    kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.

    Sementara itu dalam komunikasi, metode dakwah ini lebih

    dikenal sebagai approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh

    seorang da'i atau komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu

    atas dasar hikmah dan kasih sayang (Tasmara, 1997: 43). Dengan

    kata lain, pendekatan dakwah harus bertumpu pada satu pandangan

    human oriented menetapkan penghargaan yang mulia pada diri

    manusia. Hal tersebut didasari karena Islam sebagai agama salam

    yang menebarkan rasa damai menempatkan manusia pada prioritas

    utama, artinya penghargaan manusia itu tidaklah dibeda-bedakan

    menurut ras, suku, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang tersirat

    dalam QS. al-Isra' 70;

    ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    }??{"Kami telah muliakan Bani Adam (manusia) dan Kami bawamereka itu di daratan dan di lautan. Kami juga memberikankepada mereka dan segala rezeki yang baik-baik. Merekajuga Kami lebihkan kedudukannya dari seluruh makhlukyang lain" (Depag RI,1978: 435).

  • 40

    Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru

    dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam

    menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting

    peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat

    metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima

    pesan. Maka dari itu kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam

    memilih dalam memakai metode sangat mempengaruhi kelancaran

    dan keberhasilan dakwah. Ketika membahas tentang metode dakwah

    pada umumnya merujuk pada surah an-Nahl (QS.16:125).

    ?????????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????

    )????? :???(Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah

    dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan carayang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebihmengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya danDialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatpetunjuk (Depag RI,1978: 421).

    Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: a) hikmah b)

    mau'izah al-hasanah c) mujadalah billati hiya ahsan.

    Asmuni Syukir membagi metode dakwah menjadi tujuh,

    yaitu sebagai berikut :

    1. Metode Ceramah ( retorika dakwah ). Metode ini banyak diwarnai

    oleh ciri karakteristik berbicara seorang dai pada suatu aktivitas

    dakwah. Metode ini efektif bila objek dakwah berjumlah banyak.

  • 41

    2. Metode tanya jawab adalah metode penyampaian materi dakwah

    dengan mendorong sasarannya (objek dakwah ) untuk

    menyatakan suatu yang belum dimnegerti dan Dai berfungsi

    sebagai penjawab.

    3. Metode mmujadalah (diskusi). Mujadalah yang dimaksud adalah

    mujadalah yang baik, ada argumen namun tidak ngotot sampai

    menimbulkan pertengkaran.

    4. Metode percakapan pribadi. Metode ini bertujuan menggunakan

    kesempatan yang baik dalam percakapan antar Dai dan pribadi

    dari individu yang menjadi sasaran dalam berdakwah.

    5. demonstrasi. Metode ini adalah berdakwah dengan

    memperlihatkan contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan

    dan sebagainya.

    6. Metode pendidikan dan pengajaran. Dalam devinisi dakwah

    terdapat makna yang bersifat pembinaan, juga tedapat makna

    pengembangan.

    7. Metode silaturahim. Metode ini digunakan oleh para juru

    penerang agama. Metode home visit (silaturahmi ) dapat

    dilakukan dua cara yaitu undangan tuan rumah dan atas inisiatif

    pribadi. ( Syukir, 1983 : 105-106 )

    2.2 Strategi

    2.2.1. Pengertian Strategi

  • 42

    Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan "taktik"

    yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning the movement of

    organisms in respons to external stimulus" (suatu yang terkait dengan gerakan

    organisme dalam menjawab stimulus dari luar). Sementara itu, secara

    konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam

    bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Pimay, 2005: 50).

    Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi

    sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang

    diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003: 39).

    Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai

    suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi

    berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi,

    sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk

    mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai

    tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak

    terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang

    digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun,

    dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan

    pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76). Menurut

    Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang

    strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:

  • 43

    1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang

    biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang

    dimiliki.

    2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan

    yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki

    sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya, dananya, dan

    sebagainya.

    3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin

    tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat

    diterobos.

    4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya

    ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).

    2.2.2. Strategi Dakwah

    Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses

    menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam

    situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal.

    Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang

    ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay, 2005: 50).

    Dalam hubungannya dengan strategi dakwah, bahwa dakwah dalam

    hubungannya antara umat seagama dapat dilakukan dengan berupaya agar

    mad'u memahami bahwa perbedaan pendapat dalam aliran dan mazhab

    merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Dengan demikian tidak bisa satu

    aliran atau mazhab meng-klaim sebagai yang paling benar. Sedangkan

  • 44

    pelaksanaan dakwah dalam hubungannya antar umat beragama, maka dakwah

    diupayakan untuk meyakinkan mad'u bahwa dalam beragama harus

    menghargai dan menghormati agama yang berbeda karena Nabi Muhammad

    pun sangat menghargai agama lain selain Islam. Demikian pula pelaksanaan

    dakwah dalam hubungannya antara umat beragama dengan negara adalah

    dapat diupayakan dengan menerangkan pada mad'u bahwa agama menyuruh

    mentaati yang memerintah yaitu menghormati dan menghargai ulil amri.

    Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan

    yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual

    berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup antara satu

    masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut

    memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan,

    baik secara kultural maupun sosial-keagamaan. Strategi dakwah semacam ini

    telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW

    dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi

    dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di

    kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di

    masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah

    ke Madinah untuk fath al-Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain

    sebagainya (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 78).

    Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru

    dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan

    magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta

  • 45

    transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah

    keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la

    sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu,

    strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan

    masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay, 2005: 53).

    2.3 Konsep Misionaris

    Kata "konsep" berarti istilah dan definisi yang digunakan untuk

    menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu

    yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun dan Effendi, 1995:

    33). Sedangkan kata "misionaris" berarti orang yang melakukan penyebaran

    warta Injil kepada orang lain yang belum mengenal Kristus (KBBI, 2004:

    749).

    Yang dimaksud dengan kristenisasi adalah semua bentuk usaha orang-

    orang Kristen dalam mengajarkan agama Kristen dan menyebar luaskannya ke

    berbagai negara. Saat ini, kaum misionaris Kristen sedang mengerahkan

    seluruh kemampuan dan potensi yang mereka miliki, untuk menyebarluaskan

    ajaran Kristen kepada masyarakat muslim di seluruh penjuru dunia, tanpa

    mempedulikan perbedaan aliran maupun organisasinya (Muhaisy, 1994: 23).

    Adapun tujuan kristenisasi dapat dijelaskan bahwa semua orang

    menyangka, bahwa satu-satunya tujuan kristenisasi adalah menyebarkan

    ajaran Kristen. Padahal sebenarnya, menyebarkan ajaran Kristen adalah tujuan

  • 46

    sekunder, dan bukan tujuan primer dari semua organisasi misionaris. Apabila

    kita melempar pandangan ke Dunia Barat, yang kita temukan adalah dunia

    materi yang tidak mengenal dunia rohani sama sekali, bahkan tidak mengenal

    peraturan agama. Namun Amerika, yang menghamba kepada besi, emas, dan

    minyak (sebagaimana diungkapkan oleh Amin Raihani), telah menebar

    misionaris ke separuh wilayah bumi ini, dan mereka mengaku telah menyeru

    kepada kedamaian, kehidupan rohani, dan keselamatan agama. Demikian pula

    Perancis, yang kita kena) memiliki perundang-undangan sekuler. telah

    menancapkan misionarisnya di luar negeri (Muhaisy, 1994: 23).

    Tujuan utama mereka adalah imperialisme (penjajahan) yang sangat

    berbahaya. Sebagian di antara mereka ada yang menjadikan kristenisasi

    sebagai sarana perniagaan, untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-

    besarnya. Yang lain, menjadikan kristenisasi sebagai sarana untuk

    mengadakan perjalanan dan melancong gratis, karena dibiayai oleh

    organisasinya. Dan sebagian lagi, memanfaatkan kegiatan kristenisasi untuk

    memuaskan keinginan pribadinya. Selain itu, ada juga kelompok yang

    memanfaatkan kegiatan kristenisasi untuk menutupi perbuatan mereka yang

    menyimpang, seperti: freesex, homoseksual, lesbian, dan sebagainya. Bahkan,

    orang-orang Barat sendiri mengakui, bahwa gereja merupakan tempat untuk

    melakukan perbuatan menyimpang dan memalukan (Muhaisy, 1994: 24).

    Banyak sekali skandal seksual para pendeta yang telah terbongkar,

    yaitu mereka melakukan kegiatan seksual secara terselubung di dalam gereja.

    Belum lama ini telah terbongkar lagi sebuah skandal yang memalukan, yaitu

  • 47

    seorang pendeta Amerika yang mengambil anak-anak untuk dijadikan partner

    dalam hubungan seksualnya yang menyimpang (Muhaisy, 1994: 24).

    Kristenisasi adalah proses masuk dan tersebarnya pengaruh Kristen di

    kawasan tertentu. Kristenisasi di Indonesia dapat diartikan sebagai proses

    pengkristenan yang terjadi di Indonesia (Dermawan, 2002: 199). Akhir-akhir

    ini gerakan kristenisasi terhadap umat lslam yang dilancarkan oleh para

    missionaris semakin agresif, baik melalui cara yang halus sampai kepada cara

    yang kasar. Menurut Abu Deedat Syihab, strategi misi Kristen dapat disebut

    sebagai "Segitiga Imperialisme'' yang memuat sembilan strategi penghancuran

    kaum muslimin. Cara-cara tersebut adalah pemiskinan, penguasaan aset-aset

    ekonomi, penguasaan kekayaan alam, penguasaan aset informasi, penguasaan

    sistem politik dan hukum, penghancuran moral, deislamisasi, penghancuran

    militansi Islam dan konversi agama atau pemurtadan agama (Syihab, 2005: 4-

    5).

    Kristenisasi merupakan sebuah realitas. Hal ini ditegaskan dan

    diperkuat oleh ungkapan yang disampaikan oleh Berkhof dalam bukunya yang

    berjudul Sejarah Gereja: "Boleh kita simpulkan bahwa Indonesia adalah suatu

    daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan

    besar atas penaburan bibit firman Tuhan Jumlah orang Kristen Protestan

    sudah 13 juta lebih, akan tetapi jangan lupa kita berada di tengah-tengah 200

    juta penduduk" (Berkhof, 1991: 321).

    Lebih lanjut dia mengatakan : "Jadi; tugas Zending gereja-gereja muda

    di benua ini masih luas dan berat. Bukan saja sisa kaum kafir yang tidak

  • 48

    seberapa banyak itu. yang perlu mendengar kabar gembira, tetapi juga kaum

    muslimin yang besar yang merupakan benteng agama yang sukar sekali

    dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan injil. Bukan saja rakyat jelata, lapisan

    bawah yang harus ditaklukkan oleh Kristus, namun terutama para pemimpin

    masyarakat, kaum cendekiawan, golongan atas dan tengah" (Berkhof, 1991:

    321).

    Indonesia merupakan pusat kristenisasi untuk wilayah Asia Pasifik.

    Informasi ini dapat diketahui melalui hasil seminar kerjasama Global Mission

    Singapure and Galilea Ministry Indonesia di Hotel Shangrila Jakarta pada

    tanggal 9-12 Juni 1998. Pendeta George Anatorae dari The Lord Family

    Church sebagaimana dikutip oleh Yusuf lsmail Al Hadid dalam bukunya yang

    berjudul Menghalau Missionoris dan Misi Sucinya Mengkristenkan Dunia

    mempresentasikan bahwa Indonesia akan dijadikan pusat perkembangan

    Kristen di Asia Pasifik (Al-Hadid, 2005: 201).

    Selain itu, Bambang, Widjaja mengatakan bahwa indonesia

    merupakan ladang yang sedang menguning, yang besar tuaiannya. Indonesia

    siap mengalami transformasi (Majalah Spirit, 2003: 13) yang besar. Menurut

    dia hal ini bukan suatu kerinduan yang hampa, melainkan suatu pernyataan

    iman terhadap janji firman Tuhan. Hal ini juga bukan impian di siang bolong,

    tetapi suatu ekspresi keyakinan akan kasih dan kuasa Tuhan. Dengan

    memeriksa firman Tuhan maka akan sampai kepada kesimpulan bahwa

    Indonesia memiliki pra kondisi yang sangat cocok bagi tuaian besar yang ia

    rencanakan (Widjaja, 2003: 13).

  • 49

    BAB III

    STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI

    MISIONARIS KRISTEN

    3.1 Biografi M. Natsir, Pendidikan dan Karya-Karyanya

    Mohammad Natsir dilahirkan di Kampung Jambatan, Baukia,

    Alahanpanjang Minangkabau Sumatra Barat, 17 Juli 1908- dan wafat di

    Jakarta, 6 Februari 1993. Kampung Jambatan terletak di balik Gunung Talang

    Solok Provinsi Sumatra Barat (Rozikin, 2009: 221). Ia seorang negarawan

    muslim, ulama intelektual, pembaru dan politikus muslim Indonesia yang

    kenamaan dan disegani, bergelar Datuk Sinaro Pandjang. Ayahnya bernama

    Idris Sutan Saripado, seorang pegawai pemerintah Belanda. Ibunya bernama

    Khadijah, dari keturunan suku Caniago.

    Ketika berusia 8 tahun, Mohammad Natsir belajar pada HIS

    (Hollandsch Inlandsche School) Adabiyah di Padang dan tinggal bersama

    makciknya. Kemudian ia dipindahkan oleh orang-tuanya ke HIS pemerintah di

    Solok dan tinggal di rumah Haji Musa, seorang saudagar. Di sini ia menerima

    cukup banyak ilmu. Pada malam hari ia mengaji Al-Qur'an, pagi hari belajar

    pada HIS, dan sore hari belajar di Madrasah Diniyah. Tiga tahun kemudian ia

    dipindahkan ke HIS Padang dan tinggal bersama kakaknya, Rabi'ah. Pada

    tahun 1923 ia meneruskan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager

    Onderwijs/setingkat SMP sekarang) di Padang. Di sini ia menjadi anggota JIB

    (Jong Islamieten Bond) cabang Padang. Pada tahun 1927 ia melanjutkan ke

  • 50

    AMS (Algemenc Middelbare School/setingkat SMA sekarang) di Bandung. Di

    MULO dan AMS ia mendapat beasiswa dari pemerintah Belanda. Selama di

    AMS, ia tertarik untuk lebih menekuni ilmu pengetahuan agama. Waktu

    luangnya digunakan untuk belajar agama pada Persatuan Islam di bawah

    bimbingan Ustad A. Hassan. Ia lulus dari AMS pada tahun 1930. Nilai prestasi

    yang diperolehnya memungkinkannya mendapatkan beasiswa untuk

    menduduki bangku perguruan tinggi

    (http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses

    tanggal 5 September 2009).

    Sejak sekolah di MULO, ia sudah mulai mengenal semangat

    perjuangan. la masuk menjadi anggota kepanduan pada JIB. Ketika belajar di

    AMS ia menjadi anggota JIB cabang Bandung dan kemudian diangkat

    menjadi ketua (1928-1932). Minatnya terhadap politik, perhatiannya terhadap

    nasib bangsanya yang tertindas, dan tekadnya untuk meluruskan

    kesalahpahaman umat terhadap ajaran agama, telah melibatkan dirinya dalam

    bidang politik dan dakwah serta menolak setiap tawaran dari pemerintah

    Belanda, seperti meneruskan sekolah ke Fakultas Hukum Jakarta, Fakultas

    Ekonomi Rotterdam Belanda atau menjadi pegawai pemerintah. Kegiatan

    politiknya terus berkembang setelah lebih jauh berkenalan dengan tokoh-