strategi dakwah m natsir
DESCRIPTION
manajemen dakwahTRANSCRIPT
-
STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian PersyaratanMencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah (MD)
SRI WAHYUNI 1105054
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
-
ii
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 5 (eksemplar)Hal : Persetujuan Naskah
Skripsi Kepada Yth. Bapak Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
Assalamualaikum Wr. Wb.Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari :
Nama : Sri WahyuniNIM : 1105054Jurusan : DAKWAH /MDJudul Skripsi : STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM
MENGHADAPI MISIONARIS KRISTENDengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikianatas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu?alaikum Wr. Wb.
Semarang, Mei 2010 Pembimbing,
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & Tatatulis
Drs. H. M. Zein Yusuf, MM Thohir Yuli Kusmanto, S.Sos., M.SiNIP. 195309091982031003 NIP. 197307101999031004
-
iii
SKRIPSISTRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
Disusun oleh: Sri Wahyuni
1105054
Telah dipertahankan di depan Dewan PengujiPada tanggal: 21 Juni 2010
Dan dinyatakan telah lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Sidang Sekretaris Sidang
Drs. H. Anasom, M.Hum Thohir Yuli Kusmanto,S.Sos., M.SiNIP. 19661225 199403 1004 NIP. 19730710 199903 1004
Penguji I Penguji II
Dr. H. Awaludin Pimay, Lc., M.Ag Saerozi, S.Ag. M.PdNIP. 19610727 200003 1001 NIP. 19710605 199803 1004
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. H. M. Zain Yusuf, MM Thohir Yuli Kusmanto,S.Sos., M.SiNIP. 19530909 198203 1003 NIP. 19730710 199903 1004
-
iv
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja sayasendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untukmemperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembagapendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupunyang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dandaftar pustaka
Semarang, 14 Mei 2010
SRI WAHYUNI 1105054
-
vMOTTO
??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
)????? :???(
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmahdan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengancara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yanglebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yangmendapat petunjuk (Depag RI,1978: 421)
???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
????? ?????????? ??? ???????????? ?????????????? ???????????? ??????? ????????????????? ???????? ????????? ?
}???{Artinya: Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itubarangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan berimankepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegangkepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S.al-Baqarah (2): 256) (Depag, 1986: 63).
-
vi
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi ilahi tanpa batas,dengan keringat dan air
mata kupersembahkan karya tulis ini teruntuk orang-orang yang selalu hadir dan
berharap keridhaan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia berada
diruang dan waktu kehidupanku khususnya buat:
v Ayahanda Muchtar dan Ibunda Rusmiyati yang dengan tabah mengasuh
penulis mulai kecil sampai dewasa dan mencurahkan jiwa raganya. Dan
dengan kesabarannya membesarkan, mendidik penulis hingga seperti sekarang
ini, serta do'anya yang tak putus-putus sehingga penulis dapat melanjutkan
studi sampai ke perguruan tinggi dan semoga beliau tetap diberi kesehatan,
umur panjang dan selamat dunia dan akhirat.
v Kakakku tercinta Edi Hartanto, Anisah yang selalu memberikan support, baik
moral maupun material, sehingga terselesaikannya skripsi ini, dan Adikku
Dewi Rosmita Sari, Roy Andes Santoni dan keponakanku Evan Hardiansah,
M. Aldo Fikar Almansyah yang selalu memberikan warna dalam kehidupan
penulis serta memberikan inspirasi untuk terus berjuang dalam menggapai
cita-cita.
v Teman-teman satu kost Segaran Semarang No. 14, yang selalu
mendampingiku dalam suka dan duka dalam hidup dan kehidupan Kak
Dahlia, Suyati, Wati, Safiah, Zahroul, Ernik, Mahfudzoh, Asyiah yang selalu
memberikan support untuk menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar, do'a
penulis semoga amal baik kalian dibalas lebih oleh Allah SWT.
v Teman-teman satu kelas MD 2005, Nurul Khikmah, Dewi Thoharoh, Suyati,
Okta Laila, Siti Zulaikhah, Arifin, Bambang, Bowo, Dibyo, Khoirul tempat
berbagi suka maupun duka serta yang selalu memberikan suport dan
dukungan.
v Pendamping hidupku (M. Bagus Ibrahim) yang tidak pernah menyerah dalam
memberikan motivasi kepada penulis untuk menemukan arti dan tujuan
kehidupan, sehingga terselesaikannya skripsi ini.
-
vii
ABSTRAK
Kerukunan antar umat beragama kiranya akan menjadi agenda nasionalbahkan internasional yang tak kunjung usai. Ini bisa dipahami karena masadepan suatu bangsa sedikit banyak tergantung pada sejauh mana keharmonisanhubungan antarumat beragama ini. Yang menjadi rumusan masalah yaitubagaimana pandangan M Natsir tentang dakwah? Bagaimana pandangan MNatsir tentang misionaris Kristen? Bagaimanakah strategi dakwah M. Natsirdalam menghadapi misionaris Kristen?Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Metode pengumpulan dataskripsi ini dengan teknik dokumentasi atau studi dokumenter. Data Primernyayaitu tulisan, informasi dari saksi-saksi sejarah, dan karya-karya M. Natsirtentang strategi dakwah dan misionaris Kristen, sedangkan data sekundernyayaitu sejumlah kepustakaan yang relevan dengan skripsi ini. Penulisan inimenggunakan metodologi analisis yang kualitatif.Hasil pembahasan skripsi adalah pandangan M Natsir tentang dakwah, bahwaM. Natsir secara maksimal telah berupaya menyampaikan materi dakwah.Dilihat dari segi isi dan sasaran dakwahnya, M. Natsir terkesan memilikikemampuan intelektual yang utuh. Artinya, ada keseimbangan secara utuhpesan dakwah yang disampaikan, baik dari dimensi spiritual maupun sosial.Dalam dimensi spiritual, M. Natsir banyak menggugah perasaan para objekdakwah dengan berbagai tulisan dan karya-karya ilmiah keagamaan.Sedangkan, dalam dimensi sosial, M. Natsir tidak ragu-ragu menyampaikanpesan dakwahnya yang berisikan kepentingan sosial, termasuk politik,ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Pada sisi ini, M. Natsir ingin menyadarkanumat bahwa Islam itu meliputi ajaran spiritual dan sosial. Pandangan MNatsir tentang misionaris Kristen, bahwa pandangan M. Natsir dalammenghadapi misionaris Kristen dikenal apa yang disebut konsep modusvivendi. Menurut M. Natsir modus vivendi adalah menciptakan kehidupanberdampingan secara damai. Modus vivendi M. Natsir tersebut dapat dipahamikarena umat Islam di Indonesia menginginkan hal-hal berikut. Pertama, antarapemeluk beragama di Indonesia ini supaya hidup berdampingan. Kedua, agarsemua agama di Indonesia merasakan arti hidup intern umat beragama denganpemerintah. Ketiga, terwujudnya perdamaian antara masyarakat yang berbedaagama. Keempat, menghindari terjadinya perang agama. Strategi dakwah M.Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen. M. Natsir mengetengahkan tigastrategi dakwah dalam mengimbangi berbagai upaya misionaris Kristen, yaitustrategi pertama adalah memperbanyak pembangunan masjid. Strategi yangkedua adalah pengiriman da'i ke daerah terpencil dan desa-desa yangberpotensi terpengaruh misionaris Kristen, dan strategi ketiga yaitumenerbitkan berbagai media cetak.
-
viii
KATA PENGANTARBismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, bahwa atas taufiq
dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM
MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN ini, disusun untuk memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata satu (S.1) Fakultas
Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan
saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM. selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Drs. H. M. Zain Yusuf, MM selaku Dosen pembimbing I dan Bapak
Thohir Yuli Kusmanto, S.Sos., M.Si selaku Dosen pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan
dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Bapak, Ibu tenaga edukatif dan administratif Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang yang telah memperlancar proses pembuatan skripsi ini.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai
kesempurnaan dalam arti sebenarnya, namun penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan para pembaca pada umumnya.
Semarang, 14 Mei 2010
Penulis
-
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................... iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................. v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................... vi
ABSTRAKSI............................................................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ....................................................................1
1.2.Perumusan Masalah ...................................................................10
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................10
1.4.Tinjauan Pustaka ....................................................................11
1.5.Metoda Penelitian ....................................................................16
1.6.Sistematika Penulisan ................................................................18
BAB II: DAKWAH, STRATEGI DAKWAH DAN MISIONARIS
2.1.Dakwah ....................................................................20
2.1.1. Konsep tentang Dakwah ..................................................20
2.1.2. Tujuan Dakwah ................................................................22
2.1.3. Unsur-Unsur Dakwah .......................................................24
2.2.Strategi ....................................................................41
2.2.1. Pengertian Strategi ...........................................................41
2.2.2. Strategi Dakwah ...............................................................43
2.3.Konsep Misionaris ....................................................................45
-
xBAB III: STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
3.1. Biografi M. Natsir, Pendidikan dan Karya-Karyanya................. 49
3.2. Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris
Kristen .............................................................. 53
3.2.1. Islam Memberantas Intoleransi Agama............................. 53
3.2.2. Strategi dalam Menghadapi Kegiatan Missi Kristen/
Katholik di Indonesia........................................................ 60
3.2.3. Keragaman Hidup antar Agama........................................ 65
3.2.4. Indonesia Jadi Sasaran Kristenisasi .................................. 67
BABIV: ANALISIS STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM
MENGHADAPI MISIONARIS KRISTEN
4.1. Pandangan M. Natsir Tentang Dakwah....................................74
4.2. Konsep Dakwah M.Natsir dalam menghadapi misionaris
Kristen........................................................................................... 81
4.3.Strategi Dakwah M. Natsir dalam menghadapi Misionaris
Kristen...........................................................................................96
BAB V : PENUTUP
5.1.Kesimpulan ....................................................................101
5.2.Saran-Saran ....................................................................102
5.3.Penutup ....................................................................102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
-
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap pemeluk agama menginginkan agar agamanya banyak yang
memeluk, tidak terkecuali agama Kristen. Hanya saja para misionaris (utusan
penyebar injil) seringkali menggunakan cara-cara yang tidak terpuji yaitu
menyebarkan agama di kalangan orang yang non Kristen yaitu para pemeluk
agama Islam. Fenomena ini sangat menyinggung perasaan orang Islam
terlebih lagi para pemuka agama Islam termasuk di dalamnya para da'i.
Melihat kenyataan ini, para misionaris menganggap Islam tidak toleran,
sebaliknya kalangan pemeluk Islam menganggap justru Kristen yang tidak
toleran. Peristiwa ini terus berlangsung hingga munculnya berbagai
propaganda dan cara untuk menjadikan penganut Islam keluar dari agamanya.
Hal itu dilakukan bisa dalam bentuk yang halus dan tak kentara sampai bentuk
yang terang-terangan. Persoalan ini yang menjadi salah satu pemicu timbulnya
saling curiga antara agama yang melibatkan kecurigaan para pemeluknya serta
menimbulkan berbagai hujatan yang dialamatkan pada para misionaris
Kristen. Dari kecurigaan tersebut, maka peristiwa pertikaian, peledakkan bom
di beberapa gereja memunculkan sebuah asumsi yang dikembangkan oleh
sebagian para misionaris sebagai kelakuan orang Islam yang benci terhadap
keberadaan umat Kristen di Indonesia. Padahal Islam bukan agama kekerasan
dan tidak ada dalam ajarannya yang memerintahkan pengeboman karena
-
2hanya lantaran perbedaan agama. Dari sini tampaknya umat Kristiani telah
membuat penilaian yang keliru
Berbagai peristiwa yang mengagetkan hampir mewarnai media cetak
dan elektronika. Dalam Harian Kompas (2006: 6) diberitakan bahwa beberapa
tempat obyek wisata seperti Bali dan tempat ibadah luluh lantak oleh bom
yang dijatuhkan sekelompok orang yang disebut teroris. Banyak kejadian jika
ditelusuri lebih jauh dan mendalam merupakan "simbol-simbol" dari apa yang
selama ini telah dilakukan dalam bermasyarakat.
Masyarakat beragama sering diguncang dengan banyaknya peristiwa
yang sentimentil, rasial, dan agama dengan upaya-upaya mengail di "air
keruh" sehingga tampaknya bermuatan keagamaan. Peristiwa yang sama
sekali bukan bermuara agama, berubah menjadi peristiwa yang sarat dengan
sentimen-sentimen keagamaan, sehingga tidak jarang membuyarkan anganan
bahwa agama adalah pembawa damai dan keselamatan bersama. Agama
menjadi semacam ancaman yang bisa dengan tiba-tiba datang memberangus
kehidupan bersama di bumi ini.
Fenomena di masyarakat telah menampakkan adanya serangkaian aksi
teroris yang meledakkan bom di beberapa tempat dan melukai orang-yang
tidak bersalah telah memicu kecemasan bangsa Indonesia. Padahal ajaran
agama melarang keras membunuh orang yang tidak bersalah dan tidak
memerangi. Namun kenyataan menunjukkan adanya keyakinan yang keliru
dari para teroris dalam memperjuangkan konsep jihad. Fenomena pengeboman
ini telah memicu antipati bagi kelompok agama yang kebetulan tempat
-
3ibadahnya rusak dalam sekejap akibat pengeboman (Harahap dan Nasution,
2003: 320).
Islam memberikan perlindungan terhadap pemeluk-pemeluk agama
lain yang ingin hidup secara damai dalam masyarakat atau pemerintahan yang
dikuasai oleh kaum Muslimin. Mereka diperlakukan dengan cara yang baik
dan adil, seperti yang berlaku terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani di
zaman pemerintahan Rasulullah di Madinah. Orang-orang Yahudi dan Nasrani
itu diberikan kebebasan menjalankan agamanya seperti kebebasan yang
diberikan kepada orang-orang Islam sendiri. Hak-hak mereka dilindungi dan
dijamin dalam suatu bentuk perjanjian. Menurut hukum antar-golongan dalam
Islam, mereka itu dinamakan kaum Zimmi, yaitu orang-orang yang mendapat
jaminan, perlindungan dari masyarakat Islam (Ghazali, 2005: 55).
Islam merupakan agama yang paling toleran, Islam tidak
membenarkan meng-klaim agama lain tidak benar tetapi dalam kenyataannya
banyak peristiwa perpecahan antar agama yang dipicu oleh keyakinan yang
keliru terhadap agama, dengan klaim agamaku sebagai agama yang paling
benar (Ma'arif, 2005: 36). Kaum Muslimin diikat oleh suatu peraturan supaya
hidup bertetangga dan bersahabat dengan orang-orang yang memeluk agama
lain itu. Hak-hak mereka tidak boleh dikurangi dan tidak boleh dilanggar
undang-undang perjanjian itu. Apabila orang-orang yang memeluk agama lain
itu memajukan suatu pengaduan atau perkara, maka pengaduan itu wajib
diperiksa dan ditimbang secara adil. Umat Islam dilarang menganiaya,
mengusik, mengganggu dan menghina pemeluk-pemeluk agama lain dan
-
4dilarang menahan dan merampas hak-milik mereka (Harahap dan Nasution,
2003: 321).
Agama dalam kehidupan masyarakat majemuk selain dapat berperan
sebagai faktor pemersatu (integratif) juga sebagai faktor pemecah
(disintegratif). Fenomena ini banyak ditentukan oleh empat hal: (1) Teologi
agama dan doktrin ajarannya, (2) sikap dan perilaku pemeluknya dalam
memahami dan menghayati agama tersebut, (3) lingkungan sosio-kultural
yang mengelilinginya, (4) peranan dan pengaruh pemuka agama tersebut
dalam mengarahkan pengikutnya (Harahap dan Nasution, 2003: 320 322).
Dalam sejarah Islam, toleransi dalam kehidupan beragama telah
dipraktikkan. Salah satu yang sangat menonjol ialah "Piagam Madinah" yang
disusun oleh Rasulullah, sesaat setelah berhijrah dari Madinah ke Mekah dan
pimpinan agama lain. Piagam Madinah itu semacam deklarasi damai
antarumat beragama. Demikian pula ketika Umar bin Khattab memimpin
pemerintahan tahun 15 Hijriah mengadakan perjanjian terhadap penduduk
yang beragama Nasrani Yerusalem, ketika kawasan itu dibebaskan. Dalam
perjanjian itu antara lain disebutkan jaminan untuk jiwa dan harta mereka, dan
untuk gereja-gereja dan salib-salib mereka, serta yang dalam keadaan sakit
ataupun sehat dan untuk agama mereka secara keseluruhan. Bahkan jauh hari
Al-Qur'an telah mensinyalir akan muncul bentuk klaim kebenaran, baik dalam
wilayah intern umat beragama maupun antarumat beragama. Kedua-duanya
sama-sama tidak menyenangkan dan tidak kondusif bagi upaya membangun
tata pergaulan masyarakat yang sehat (Harian Suara Merdeka, 2006: 9).
-
5Islam mengakui hak hidup agama-agama lain, dan membenarkan para
pemeluk agama lain tersebut untuk menjalankan ajaran agama masing-masing.
Di sini, terdapat dasar ajaran Islam mengenai toleransi beragama. Toleransi
tidak diartikan sebagai sikap masa bodoh terhadap agamanya, atau bahkan
tidak perlu mendakwahkan ajaran kebenaran yang diyakininya itu. Oleh
karena itu, setiap orang yang beriman senantiasa terpanggil untuk
menyampaikan kebenaran yang diketahui dan diyakininya, tetapi harus
berpegang teguh pada etika dan tata krama sosial, serta tetap menghargai hak-
hak individu untuk menentukan pilihan hidupnya masing-masing secara
sukarela. Sebab, pada hakikatnya hanya di tangan Tuhanlah pengadilan atau
penilaian sejati akan dilaksanakan. Pengakuan akan adanya kebenaran yang
dianut memang harus dipertahankan. Tetapi, pengakuan itu harus memberi
tempat pula pada agama lain sebagai sebuah kebenaran yang diakui secara
mutlak oleh para pemeluknya (Ghazali, 2005: 55-58).
Islam merupakan agama termuda dalam tradisi Ibrahimi (artinya Islam
lahir belakangan dibandingkan agama semisal Yahudi dan Kristen).
Pemahaman diri Islam sejak kelahirannya pada abad ke-7 sudah melibatkan
unsur kritis pluralisme, yaitu hubungan Islam dengan agama lain. Melacak
akar-akar pluralisme dalam Islam, berarti ingin menunjukkan bahwa agama
Islam bisa mengungkap diri dalam suatu dunia agama pluralistis. Islam
mengakui dan menilainya secara kritis, tapi tidak pernah menolaknya atau
menganggapnya salah. Sejak kelahirannya, memang Islam sudah berada di
tengah-tengah budaya dan agama-agama lain. Nabi Muhammad Saw ketika
-
6menyiarkan agama Islam sudah mengenal banyak agama semisal Yahudi dan
Kristen. Di dalam Al-Qur'an pun banyak ditemukan rekaman kontak Islam
serta kaum muslimin dengan komunitas-komunitas agama yang ada di sana.
Perdagangan yang dilakukan bangsa Arab pada waktu itu ke Syam, Irak,
Yaman, dan Etiopia, dan posisi kota Mekah sebagai pusat transit perdagangan
yang menghubungkan daerah-daerah di sekeliling jazirah Arab membuat
budaya Bizantium, Persia, Mesir, dan Etiopia, menjadikan agama-agama yang
ada di wilayah Timur Tengah dan sekitarnya, tidak asing lagi bagi Nabi
Muhammad Saw (Ma'arif, 2005: 36-38).
Pandangan tentang manusia memiliki akar-akarnya dalam setiap segi
ajaran Islam. Bahkan Islam itu sendiri adalah agama kemanusiaan, dalam arti
bahwa ajaran-ajarannya sejalan dengan kecenderungan alami manusia
menurut fitrahnya yang abadi (perennial). Karena itu seruan untuk menerima
agama yang benar itu dikaitkan dengan fitrah tersebut, sebagaimana dapat kita
baca dalam Kitab Suci al-Qur'an surat a-Baqarah (2) ayat 256 :
???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
????????? ???????? ????????? ?????? ?????????? ??? ???????????? ?????????????? ???????????? ??????? ????????
}???{Artinya: Tidak ada paksaan untuk agama; sesungguhnya telah jelas
jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itubarangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan berimankepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegangkepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. DanAllah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Q.S. al-Baqarah (2): 256) (Depag, 1986: 63).
-
7Jadi menerima agama yang benar tidak boleh karena terpaksa. Agama
itu harus diterima sebagai kelanjutan atau konsistensi hakikat kemanusiaan itu
sendiri. Dengan kata lain, beragama yang benar harus merupakan kewajaran
manusiawi. Cukuplah sebagai indikasi bahwa suatu agama atau kepercayaan
tidak dapat dipertahankan jika ia memiliki ciri kuat bertentangan dengan
naluri kemanusiaan yang suci. Karena itu dalam firman yang dikutip tersebut
ada penegasan bahwa kecenderungan alami manusia kepada kebenaran
(hanifiyah) sesuai dengan kejadian asalnya yang suci (fitrah) merupakan
agama yang benar, yang kebanyakan manusia tidak menyadari (Madjid, 2000:
24).
Kerukunan antar umat beragama kiranya akan menjadi agenda
nasional bahkan internasional yang tak kunjung usai. Ini bisa dipahami karena
masa depan suatu bangsa sedikit banyak tergantung pada sejauh mana
keharmonisan hubungan antarumat beragama ini. Kegagalan dalam
merealisasikan agenda ini akan mengantarkan suatu bangsa pada trauma
terpecah belahnya sebagai bangsa (Shihab, 1988: 133). Dalam Al-Quran surat
al-Mumtahanah (60) ayat 8 Allah SWT berfirman:
????? ????????????? ??????? ???????? ???? ??????????????? ????? ????????? ????? ??????? ???????????? ???
????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????)??????? :?(
Artinya:Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlakuadil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karenaagama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
-
8Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil(Q.S. al-Mumtahanah (60): ayat 8) (Depag, 1986: 924).
Ayat tersebut memberi petunjuk bahwa umat Islam tidak memusuhi
umat beragama lain, khususnya Kristen. Sebaliknya para misionaris Kristen
juga harus menjaga etika dalam menyebarkan agamanya. Para misionaris
jangan seenaknya menyebarkan agama dan menarik-narik orang Islam masuk
kedalam agamanya. Atas dasar itu dapat dimengerti jika M. Natsir menaruh
perhatian khusus terhadap kristenisasi di Indonesia. Perhatian khusus ini
dituangkan dalam bentuk konkrit dengan melakukan tiga upaya besar, sebagai
strategi dakwah yaitu (1) mengirimkan tenaga dai Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia (DDII) ke pelosok daerah dengan salah satu tugasnya membendung
kristenisasi; (2) menulis karya ilmiah yang monumental yaitu, Islam dan
Kristen di Indonesia; (3) mengirim surat kepada Paus Yohanes Paus II di
Vatikan dengan permohonan agar membuka mata , memperhatikan
kristenisasi yang tengah digencarkan di negara Republik Indonesia dengan
penduduk mayoritas muslim. M. Natsir menyoroti kristenisasi di Indonesia ini
pada tiga hal utama, yaitu (1) kristenisasi itu sendiri; (2) diakonia pelayanan
yang berkedok sosial); (3) modus vivendi (metode yang memungkinkan antara
kedua belah pihak yang bersengketa untuk dapat hidup berdampingan dalam
sementara waktu dengan jalan menahan nafsu masing-masing, persetujuan
sementara, jalan tengah)
M. Natsir sangat memahami bahwa untuk membendung kristenisasi
harus menggunakan strategi dakwah karena dakwah demikian penting untuk
memperkokoh akidah umat Islam. Urgensi dakwah yaitu dakwah dapat
-
9memperjelas dan memberi penerangan pada mad'u tentang bagaimana sikap
umat Islam dalam beragama. Dengan adanya dakwah maka kekeliruan dalam
memaknai agama dapat dikurangi.
Pada waktu M. Natsir hidup ada suatu fenomena yaitu misionaris
dengan gencar memperluas ajaran kristenisasi di kalangan umat Islam.
Misionaris melakukan proses penginjilan dengan berbagai cara. Di antaranya,
pertama, melalui semboyan cinta kasih mendatangi rumah umat Islam, dari
rumah kerumah dijalani proses penginjilan; kedua, dengan memberi supermi
dan beras merayu umat Islam agar memasuki ajarannya; ketiga, dengan
semboyan menolong, para misionaris mencari umat Islam yang sedang terjepit
utang lalu misionaris mengulur tangan membantu membayarkan hutang.
Kondisi yang riskan ini mendorong M. Natsir merancang strategi dakwah
untuk membendung upaya-upaya yang sedang ditempih misionaris.
Menariknya meneliti konsep M. Natsir yaitu karena ia merupakan
salah seorang putra Indonesia yang dikenal sebagai birokrat, politisi dan juga
sebagai dai ternama. Sebagai birokrat, M. Natsir pernah menduduki dua
jabatan penting, yaitu menteri penerangan dalam Kabinet Syahrir dan perdana
menteri pertama pada masa pemerintahan Soekarno. Sebagai politisi, M.
Natsir telah menduduki jabatan puncak partai Islam terbesar, yaitu Masyumi
dan pernah memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Adapun sebagai
seorang dai ternama, M. Natsir pernah menduduki jabatan sebagai Wakil
Presiden Muktamar Alam Islami sekaligus juga sebagai tokoh puncak
-
10
Rabithah Alam Islami, serta menjadi Ketua Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia sejak tahun 1967 sampai wafatnya tahun 1993.
Berdasarkan keterangan tersebut, mendorong peneliti memilih judul
Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris Kristen.
1.2 Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan upaya untuk menyatakan secara
tersurat pertanyaan-pertanyaan apa saja yang ingin dicarikan jawabannya
(Suriasumantri, 1993: 312). Berdasarkan keterangan ini maka yang menjadi
perumusan masalah yaitu
1.2.1. Bagaimana pandangan M Natsir tentang dakwah?
1.2.2. Bagaimana pandangan M Natsir tentang misionaris Kristen?
1.2.3. Bagaimanakah strategi dakwah M. Natsir dalam menghadapi
misionaris Kristen?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan penelitian ini:
1.3.1.1. Untuk mengetahui pandangan M Natsir tentang dakwah
1.3.1.2. Untuk mengetahui pandangan M Natsir tentang misionaris
Kristen
1.3.1.3. Untuk mengetahui strategi dakwah M. Natsir dalam
menghadapi misionaris Kristen
1.3.2 Manfaat penelitian dapat ditinjau dari dua segi:
1.3.2.1 Secara teoritis, yaitu untuk menambah pengembangan ilmu
Fakultas Dakwah khususnya jurusan Manajemen Dakwah,
-
11
dengan harapan dapat dijadikan salah satu bahan studi banding
oleh peneliti lainnya.
1.3.2.2 Secara praktis yaitu dapat dijadikan masukan pada umat Islam
dan umat Kristen dalam menyebarkan agama.
1.4 Tinjauan Pustaka
Ada beberapa skripsi dan beberapa buku yang membahas masalah
strategi dakwah, namun belum ada yang membahas secara khusus pendapat
M. Natsir dalam hubungannya dengan misionaris Kristen. Di antara karya
ilmiah yang membahas secara umum sebagai berikut:
1. Skripsi yang disusun oleh Tri Sulis Setiyaningsih (Tahun 2006),
Fanatisme dan Toleransi Beragama Menurut Yusuf al-Qardhawi. Yang
menjadi rumusan masalah dalam penelitian di atas adalah bagaimana
fanatisme dan toleransi beragama menurut Yusuf al-Qardhawi dalam buku
Kebangkitan Gerakan Islam Dari Masa Transisi Menuju Kematangan.
Metode penelitian ini menggunakan hermeneutik. Hasil penelitian
menunjukkan, dalam hubungannya dengan toleransi, Yusuf Al-Qardawi
menegaskan: tak bisa dipungkiri, kita memerlukan sikap toleran yang
membuka jendela bagi pihak lain, dan tidak memusuhi mereka yang
berbeda. Yaitu, berupa toleransi agama, toleransi pemikiran, serta toleransi
politik, yang melapangkan semua manusia sekalipun mereka berbeda satu
dengan yang lain. Toleransi Agama, teks-teks agama yang agung
mewajibkan toleransi tersebut, khususnya toleransi agama, bahkan, agama
memerintahkan dan menganjurkannya. Di antara bidang garapan toleransi
-
12
agama ini ialah; penerimaan dialog Islam-Kristen, selama jelas tujuan-
tujuannya, gamblang pengertiannya, dan kaum muslimin yang terlibat
dalam dialog tersebut merupakan orang-orang yang memiliki kapasitas
keagamaan dan keilmuan yang memadai. Terlebih dahulu, harus memiliki
kesepakatan tentang tujuan dialog semacam ini. Banyak kaum muslimin
takut menghadapi dialog dengan orang-orang yang berbeda (pendapat dan
keyakinan). Seolah-olah mereka khawatir dialog tersebut akan
menyebabkan pihak muslim menarik diri dari akidah, syari'at, serta nilai-
nilainya. Hal semacam ini tak bisa dibayangkan muncul dari seorang
muslim yang benar keislamannya, kuat imannya, rela menjadikan Allah
sebagai Tuhan, menjadikan Islam sebagai agama, dan menjadikan
Muhammad sebagai Nabi serta Rasul.
2. Skripsi yang disusun oleh Sulistiyono (Tahun 2005), Studi Analisis
Pendapat Jalaluddin Rakhmat tentang Konsep Dakwah Islam dalam
Pendidikan. Pada intinya dijelaskan bahwa bentuk-bentuk dakwah Islam
dalam pendidikan dapat ditarik dari dua ayat Al-Quran yang berkenaan
dengan tugas Nabi s.a.w. sebagai da'i:
"Orang-orang yang mengikuti Nabi yang ummi, yang namanyamereka temukan termaktub dalam Taurat dan Injil di sisi mereka:memerintahkan yang ma'ruf, melarang yang munkar, menghalalkanyang baik, mengharamkan yang jelek, dan melepaskan beban darimereka dan belenggu-belenggu yang (memasung) mereka. Makabarangsiapa beriman kepadanya, memuliakannya, membantunya, sertamengikuti cahaya yang diturunkan besertanya, mereka itulah orang-orang yang berbahagia." (QS. 7:157)."Sesungguhnya, Allah telah memberikan karunia kepada orang-orangyang beriman, ketika la mengutus di tengah mereka Rasul darikalangan mereka sendiri, (yang) membacakan ayat-ayat-Nya kepadamereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-
-
13
Kitab dan al-Hikmah, walaupun mereka sebelumnya berada dalamkesesatan yang nyata." (QS. 3:164; 2:129; 62:2).
Dari ayat pertama kita melihat ada tiga bentuk dakwah: amar
ma'ruf nahi munkar, menjelaskan tentang yang halal dan haram (syariat
Islam), meringankan beban penderitaan, dan melepaskan umat dari
belenggu-belenggu. Dari ayat kedua kita melihat ada tiga bentuk dakwah:
tilawah (membacakan ayat-ayat Allah), tazkiyah (menyucikan diri
mereka), dan ta'lim (mengajarkan al-Kitab dan al-Hikmah). Seperti akan
saya jelaskan nanti, amar ma'ruf dan nahi munkar dapat dimasukkan
dalam tazkiyah, dan menjelaskan yang halal dan haram, termasuk ta'lim.
Dengan demikian, dakwah Islam dapat disimpulkan dengan empat bentuk:
tilawah, tazkiyah, ta'lim, dan ishlah (yang saya pakai untuk meringkaskan
pengertian tentang "melepaskan beban dan belenggu-belenggu".
3. Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama (Tahun
2001). Menurut penulis buku ini bahwa pada era globalisasi masa kini,
umat beragama dihadapkan kepada serangkaian tantangan baru yang tidak
terlalu berbeda dengan apa yang pernah dialami sebelumnya. Pluralisme
agama, konflik intern atau antar agama, adalah fenomena nyata. Di masa
lampau kehidupan keagamaan relatif lebih tentram karena umat-umat
beragama bagaikan kamp-kamp yang terisolasi dari tantangan-tantangan
dunia luar. Sebaliknya, masa kini tidak sedikit pertanyaan kritis yang harus
ditanggapi oleh umat beragama yang dapat diklasifikasikan rancu dan
merisaukan. Pluralitas merupakan kondisi obyektif dalam suatu
masyarakat yang terdapat sejumlah group saling berbeda, baik strata
-
14
ekonomi, ideologi, keimanan (agama), maupun latar belakang etnis.
Sedangkan isme artinya paham, pemahaman atau memahami. Dari
pengertian ini dapat dipahami bahwa pluralisms adalah paham yang
menyadari suatu kenyataan tentang adanya kemajemukan, keragaman
sebagai sebuah keniscayaan, sekaligus ikut secara aktif memberikan
makna signifikansinya dalam konteks pembinaan dan perwujudan
kehidupan berbangsa dan bernegara serta beragama. Dalam kehidupan
modern, masalah pluralisme dapat dikatakan sebagai agenda kemanusiaan
yang perlu mendapat perhatian dan respon secara aktif dan konstruktif dari
para pemikiran dan cendekiawan. Dikatakan demikian, karena
bagaimanapun pluralisme merupakan kenyataan sosiologis yang tidak
dapat dihindari. la merupakan bagian dari sunnatullah, sebagai kenyataan
yang telah menjadi ketentuan Tuhan. Pemahaman seperti ini sangat
dibutuhkan dalam segala perilaku kehidupan, termasuk dalam membangun
harkat dan martabat manusia.
4. Ghazali, Agama dan Keberagamaan dalam Konteks Toleransi Agama
(2004: 167). Toleransi beragama di Indonesia dikembangkan melalui
berbagai cara, di antaranya melalui dialog karena dialog selalu bermakna
menemukan bahasa yang sama, tetapi bahasa bersama ini diekspresikan
dengan kata-kata yang berbeda. Dialog didefinisikan sebagai pertukaran
ide yang diformulasikan dengan cara yang berbeda-beda. Oleh karena itu,
setiap usaha mendominasi pihak lain harus dicegah; kebenaran satu pihak
tidak berarti ketidakbenaran di pihak lain. Bahasa bersama lebih dari
-
15
sekadar kemiripan pembahasan; dia berdasarkan kesadaran akan masalah
bersama, kita butuh alat untuk mencapai landasan bersama (Ghazali, 2004:
167). Akhir-akhir ini wacana tentang toleransi beragama, dialog antar
agama, pluralitas agama dan masalah-masalah yang mengitarinya semakin
menguat dan muncul ke permukaan. Buku-buku, tulisan- tulisan media
massa, dan acara-acara seminar, kongres, simposium, diskusi, dialog
seputar hubungan antarumat beragama semakin sering disaksikan dalam
berbagai tingkat, baik lokal, nasional, maupun internasional.
Kecenderungan menguatnya perbincangan seputar pluralitas agama dan
hubungan antarumat beragama ini akan semakin kuat di masa-masa
mendatang dan tidak akan pernah mengalami masa kadaluarsa. Sebab
topik ini adalah topik yang selalu aktual dan menarik bagi siapa pun yang
mencita-citakan terwujudnya perdamaian di bumi ini.
5. Achmad (2001: ix). Toleransi Agama Kerukunan dalam Keragaman.
Banyak hal yang melatarbelakangi mengapa wacana ini semakin marak.
Di antaranya: pertama, perlunya sosialisasi bahwa pada dasarnya semua
agama datang untuk mengajarkan dan menyebarkan damai dan
perdamaian dalam kehidupan umat manusia. Kedua, wacana agama yang
pluralis, toleran, dan inklusif merupakan bagian tak terpisahkan dari ajaran
agama itu sendiri. Sebab pluralitas apa pun, termasuk pluralitas agama,
dan semangat toleransi dan inklusivisme adalah hukum Tuhan atau
sunnatullah yang tidak bisa diubah, dihalang-halangi, dan ditutup-tutupi.
Oleh karena itu, wacana pluralitas ini perlu dikembangkan lebih lanjut di
-
16
masyarakat luas. Hal ini bukan untuk siapa-siapa, melainkan demi cita-cita
agama itu sendiri, yaitu kehidupan yang penuh kasih dan sayang
antarsesama umat manusia. Ketiga, ada kesenjangan yang jauh antara cita-
cita ideal agama-agama dan realitas empirik kehidupan umat beragama di
tengah masyarakat. Keempat, semakin menguatnya kecenderungan
eksklusivisme dan intoleransi di sebagian umat beragama yang pada
gilirannya memicu terjadinya konflik dan permusuhan yang berlabel
agama. Kelima, perlu dicari upaya-upaya untuk mengatasi masalah-
masalah yang berkaitan dengan kerukunan dan perdamaian antarumat
beragama. Beberapa latar belakang di atas menjadi sebab mengapa tema
pluralitas agama dan cita-cita kerukunan menjadi semakin menarik untuk
dikaji dan didalami.
Karya-karya ilmiah sebagaimana disebutkan terdahulu belum ada yang
membahas Strategi Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris
Kristen.
1.5 Metoda Penelitian
1.5.1. Jenis, Pendekatan, dan Spesifikasi Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif yakni
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati
(Moleong, 2002: 3). Jenis penelitian kualitatif yang dipakai adalah
studi pustaka dan tokoh.
-
17
Penulisan ini menggunakan metodologi analisis yang
kualitatif. Dalam studi tokoh ini data dianalisis secara induktif
berdasarkan data langsung dari subyek penelitian (Fuchan, Maimun,
2005: 59 61). Pendekatan penelitian menggunakan pendekatan
manajemen. Pendekatan ini diupayakan dengan menggunakan
pemikiran secara mendalam dengan memahami substansi strategi
dakwah M. Natsir.
Metode ini menguraikan dan menjelaskan strategi dakwah M.
Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen.
1.5.2. Sumber Data
a. Data primer yaitu tulisan, informasi dari saksi-saksi sejarah, dan
karya-karya M. Natsir tentang strategi dakwah dan misionaris
Kristen
b. Data sekunder yaitu dokumen-dokumen, notulis, foto-foto dan
tulisan tentang M. Natsir (internet, jurnal-jurnal, surat kabar dan
lain-lain).
1.5.3. Metode Pengumpulan Data
Menurut Sumadi Suryabrata (1992: 84), kualitas data
ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya.
Berpijak dari keterangan tersebut, peneliti menggunakan teknik
dokumentasi atau studi dokumenter yang menurut Arikunto (2002:
206) yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa
catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat,
-
18
agenda, dan sebagainya Yang dimaksud dokumentasi dalam tulisan
ini yaitu sejumlah data yang terdiri dari data primer dan sekunder.
1.5.4. Teknik Analisis Data
Penulisan ini menggunakan metodologi analisis yang
kualitatif. Dalam studi tokoh ini data dianalisis secara induktif
berdasarkan data langsung dari subyek penelitian. Oleh karena itu
pengumpulan dan analisis data dilakukan secara bersamaan, bukan
terpisah sebagaimana penelitian kuantitatif di mana data dikumpulkan
terlebih dahulu, baru kemudian dianalisis. Analisis data kualitatif
dalam studi tokoh ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai
berikut: menemukan pola atau tema tertentu. Artinya peneliti berusaha
menangkap karakteristik konsep Natsir dengan cara menata dan
melihatnya berdasarkan dimensi suatu bidang keilmuan sehingga
dapat ditemukan pola atau tema tertentu. Mencari hubungan logis
antar konsep Natsir dalam berbagai bidang, sehingga dapat ditemukan
alasan mengenai pemikiran tersebut. Di samping itu, peneliti juga
berupaya untuk menentukan arti di balik pemikiran tersebut
berdasarkan kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mengitarinya.
Mengklasifikasikan dalam arti membuat pengelompokan konsep
Natsir sehingga dapat dikelompokkan ke dalam berbagai aspek
(Fuchan, Maimun, 2005: 59 61)
-
19
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk dapat dipahami urutan dan pola berpikir dari tulisan ini, maka
penelitian disusun dalam lima bab. Setiap bab merefleksikan muatan isi yang
satu sama lain saling melengkapi. Untuk itu, disusun sistematika sedemikian
rupa sehingga dapat tergambar kemana arah dan tujuan dari tulisan ini.
Bab pertama, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
kerangka teoritik, metoda penelitian dan sistematika penulisan.
Bab kedua berisi tinjauan umum tentang strategi dakwah yang
meliputi: Tentang Dakwah (pengertian dakwah, tujuan dakwah, unsur-unsur
dakwah). Strategi dakwah (batasan strategi, strategi dakwah, misionaris)
Bab ketiga berisi strategi dakwah M. Natsir dalam menghadapi
misionaris Kristen yang meliputi: biografi M. Natsir, pendidikan dan karya-
karyanya. Strategi dakwah M. Natsir dakwah dalam menghadapi misionaris
Kristen
Bab keempat berisi analisis strategi dakwah M. Natsir dalam
menghadapi misionaris Kristen, meliputi: Pandangan M. Natsir tentang
dakwah, konsep dakwah M. Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen dan
strategi dakwah M Natsir dalam menghadapi misionaris Kristen
Bab kelima merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran
yang layak dikemukakan.
-
20
BAB II
DAKWAH, STRATEGI DAKWAH DAN MISIONARIS
2.1 Dakwah
2.1.1 Konsep tentang Dakwah
Kata da'wah (???? ) secara harfiyah bisa diterjemahkan menjadi:
"seruan, ajakan, panggilan, undangan, pembelaan, permohonan (do'a)
(Pimay, 2005: 13). Sedangkan secara terminologi, banyak pendapat
tentang definisi dakwah, antara lain: Ya'qub (1973: 9), dakwah adalah
mengajak umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan untuk mengikuti
petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Menurut Anshari (1993: 11), dakwah
adalah semua aktifitas manusia muslim di dalam berusaha merubah
situasi kepada situasi yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT dengan
disertai kesadaran dan tanggung jawab baik terhadap dirinya sendiri,
orang lain, dan terhadap Allah SWT. Umar (1985: 1), dakwah adalah
mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar
sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan kebahagiaan
mereka di dunia dan di akhirat.
Umary (1980: 52), dakwah adalah mengajak orang kepada
kebenaran, mengerjakan perintah, menjauhi larangan agar memperoleh
kebahagiaan di masa sekarang dan yang akan datang. Sanusi (t.th: 11),
dakwah adalah usaha-usaha perbaikan dan pembangunan masyarakat,
memperbaiki kerusakan-kerusakan, melenyapkan kebatilan,
-
21
kemaksiatan dan ketidak wajaran dalam masyarakat. Dengan demikian,
dakwah berarti memperjuangkan yang ma'ruf atas yang munkar,
memenangkan yang hak atas yang batil. Esensi dakwah adalah terletak
pada ajakan, dorongan (motivasi), rangsangan serta bimbingan terhadap
orang lain untuk menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi
untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk kepentingan juru
dakwah/juru penerang (Arifin, 2000: 1).
Dalam pengertian yang integralistik, dakwah merupakan suatu
proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pengemban
dakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan
Allah, dan secara bertahap menuju perikehidupan yang Islami
(Hafidhuddin, 2000: 77). Dakwah adalah setiap usaha rekonstruksi
masyarakat yang masih mengandung unsur-unsur jahili agar menjadi
masyarakat yang Islami (Rais, 1999: 25). Oleh karena itu Zahrah (1994:
32) menegaskan bahwa dakwah Islamiah itu diawali dengan amr ma'ruf
dan nahy munkar, maka tidak ada penafsiran logis lain lagi mengenai
makna amr ma'ruf kecuali mengesakan Allah secara sempurna, yakni
mengesakan pada zat sifatNya. Lebih jauh dari itu, pada hakikatnya
dakwah Islam merupakan aktualisasi imani (teologis) yang
dimanifestasikan dalam suatu sistem kegiatan manusia beriman dalam
bidang kemasyarakatan yang dilaksanakan secara teratur untuk
mempengaruhi cara merasa, berpikir, bersikap dan bertindak manusia
pada dataran kenyataan individual dan sosio kultural dalam rangka
-
22
mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan
dengan menggunakan cara tertentu (Achmad, , 1983: 2).
Keaneka ragaman pendapat para ahli seperti tersebut tersebut
meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila
dikaji dan disimpulkan maka dakwah akan mencerminkan hal-hal
seperti berikut: pertama, dakwah adalah suatu usaha atau proses yang
diselenggarakan dengan sadar dan terencana; kedua, usaha yang
dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan Allah, memperbaiki
situasi yang lebih baik (dakwah bersifat pembinaan dan pengembangan);
ketiga, usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tertentu,
yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat.
2.1.2 Tujuan Dakwah
Barmawie Umary (1984: 55) merumuskan, tujuan dakwah
adalah memenuhi perintah Allah Swt dan melanjutkan tersiarnya syari'at
Islam secara merata. Dakwah bertujuan untuk mengubah sikap mental
dan tingkah laku manusia yang kurang baik menjadi lebih baik atau
meningkatkan kualitas iman dan Islam seseorang secara sadar dan
timbul dari kemauannya sendiri tanpa merasa terpaksa oleh apa dan
siapa pun.
Salah satu tugas pokok dari Rasulullah adalah membawa amanah
suci berupa menyempurnakan akhlak yang mulia bagi manusia. Dan
akhlak yang dimaksudkan ini tidak lain adalah al-Qur'an itu sendiri sebab
hanya kepada al-Qur'an-lah setiap pribadi muslim itu akan berpedoman.
-
23
Atas dasar ini tujuan dakwah secara luas, dengan sendirinya adalah
menegakkan ajaran Islam kepada setiap insan baik individu maupun
masyarakat, sehingga ajaran tersebut mampu mendorong suatu perbuatan
sesuai dengan ajaran tersebut (Tasmara, 1997: 47).
Secara umum tujuan dakwah dalam al-Qur'an menurut Aziz
(2004: 68) adalah :
1. Agar manusia mendapat ampunan dan menghindarkan azab dari Allah.
??????????????????????????????????????????????) ...??? :?(Artinya: Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka (kepada
iman) agar Engkau mengampuni mereka ... (QS Nuh: 7)(Depag RI,1978: 978).
2. Untuk menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.
???????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
??????)???????(
Artinya: Orang-orang yang telah kami berikan kitab kepada mereka,bergembira dengan kitab yang telah diturunkan kepadamu,dan di antara golongan-golongan Yahudi Jang bersekutu adayang mengingkari sebagiannya. Katakanlah: "Sesungguhnyaaku hanya diperintah untuk menyembah Allah dan tidakmempersekutukan sesuatu dengan Dia. Hanya kepada-Nyaaku seru (manusia) dan hanya kepada-Nya aku kembali". (QS.ar Ra'd: 36) (Depag RI,1978: 375).
3. Untuk menegakkan agama dan tidak terpecah-belah.
-
24
?????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
????????????????????????????????????????????????????)...?????? :?? (Artinya: Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kamiwahyukan kepadamu dan apa Jang telah Kami wasiatkankepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama danjanganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagiorang-orang musyrik agama yang kamu seru merekakepadanya..." (QS Asy Syura: 13) (Depag RI,1978: 786).
4. Mengajak dan menuntun ke jalan yang lurus.
?????????????????????????????????????????????????)???????:?? (Artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar menyeru mereka ke jalan
yang lurus. (QS. al-Mukminun: 73) (Depag RI,1978: 534).
5. Untuk menghilangkan pagar penghalang sampainya ayat-ayat Allah ke
dalam lubuk hati masyarakat.
??????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)????? :?? (
Artinya: Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari(menyampaikan) ayat-ayat Allah, sesudah ayat-ayat ituditurunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan)Tuhanmu, dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (QS. al-Qashshas: 87)(Depag RI,1978: 612).
2.1.3 Unsur-Unsur Dakwah
Unsur-unsur dakwah adalah segala aspek yang ada sangkut
pautnya dengan proses pelaksanaan dakwah, dan sekaligus menyangkut
tentang kelangsungannya (Anshari, 1993: 103). Unsur-unsur tersebut
adalah da'i (pelaku dakwah), mad'u (obyek dakwah), materi
-
25
dakwah/maddah, waslah (media dakwah), tharqah (metode), dan atsar
(efek dakwah).
a. Subjek Dakwah
Subjek dakwah ialah orang yang melakukan dakwah, yaitu
orang yang berusaha mengubah situasi kepada situasi yang sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Allah Swt, baik secara individu maupun
berbentuk kelompok (organisasi), sekaligus sebagai pemberi
informasi dan pembawa missi (Anshari, 1993: 105). Menurut Helmy
(1973: 47) subjek dakwah adalah orang yang melaksanakan tugas-
tugas dakwah, orang itu disebut da'i, atau mubaligh.
Kata da'i ini secara umum sering disebut dengan sebutan
mubaligh (orang yang menyampaikan ajaran Islam) namun
sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat
umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan
ajaran Islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang
yang berkhutbah), dan sebagainya.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat pengertian para
pakar dalam bidang dakwah, yaitu:
1. Hasjmy (1984: 186) menjelaskan tentang juru dakwah adalah
para penasihat, para pemimpin dan pemberi periingatan, yang
memberi nasihat dengan baik, yang mengarang dan berkhutbah,
yang memusatkan kegiatan jiwa raganya dalam wa'ad dan wa?id
(berita pahala dan berita siksa) dan dalam membicarakan tentang
-
26
kampung akhirat untuk melepaskan orang-orang yang karam
dalam gelombang dunia.
2. M. Natsir (tth: 119) menjelaskan bahwa pembawa dakwah
merupakan orang yang memperingatkan atau memanggil supaya
memilih, yaitu memilih jalan yang membawa pada keuntungan
Dalam kegiatan dakwah peranan da'i sangatlah esensial,
sebab tanpa da'i ajaran Islam hanyalah ideologi yang tidak terwujud
dalam kehidupan masyarakat. Biar bagaimanapun baiknya ideologi
Islam yang harus disebarkan di masyarakat, ia akan tetap sebagai
ide, ia akan tetap sebagai cita-cita yang tidak terwujud jika tidak ada
manusia yang menyebarkannya (Ya'qub, 1981: 37).
Da'i merupakan orang yang melakukan dakwah, yaitu orang
yang berusaha mengubah situasi yang sesuai dengan ketentuan-
ketentuan Allah SWT, baik secara individu maupun berbentuk
kelompok (organisasi). Sekaligus sebagai pemberi informasi dan
missi. Pada prinsipnya setiap muslim atau muslimat berkewajiban
berdakwah, melakukan amar ma?ruf nahi munkar. Jadi mustinya
setiap muslim itu hendaknya pula menjadi dai karena sudah menjadi
kewajiban baginya.
Sungguhpun demikian, sudah barang tentu tidak mudah
berdakwah dengan baik dan sempurna, karena pengetahuan dan
kesanggupan setiap orang berbeda-beda pula. Namun bagaimanapun,
-
27
mereka wajib berdakwah menurut ukuran kesanggupan dan
pengetahuan yang dimilikinya.
Sejalan dengan keterangan tersebut, yang berperan sebagai
muballigh dalam berdakwah dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Secara umum; adalah setiap muslim atau muslimat yang
mukallaf, dimana bagi mereka kewajiban dakwah merupakan
suatu yang melekat tidak terpisahkan dari missionnya sebagai
penganut Islam.
2. Secara khusus; adalah mereka yang mengambil keahlian khusus
(mutakhassis) dalam bidang agama Islam yang dikenal dengan
ulama (Tasmara, 1997: 41-42)
Anwar Masy'ari (1993: 15-29) dalam bukunya yang berjudul:
"Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah" menyatakan, syarat-
syarat seorang da'i harus memiliki keadaan khusus yang merupakan
syarat baginya agar dapat mencapai sasaran dan tujuan dakwah
dengan sebaik-baiknya.
Syarat-syarat itu ialah:
Pertama, mempunyai pengetahuan agama secara mendalam,
berkemampuan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan
keterangan yang memuaskan.
Syarat kedua, yaitu tampak .pada diri da'i
keinginan/kegemaran untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah dan
-
28
penyuluhan semata-mata untuk mendapatkan keridaan Allah dan
demi perjuangan di jalan yang diridhainya.
Syarat ketiga, harus mempelajari bahasa penduduk dari suatu
negeri, kepada siapa dakwah itu akan dilancarkan. Sebabnya dakwah
baru akan berhasil bilamana da'i memahami dan menguasai prinsip-
prinsip ajaran Islam dan punya kemampuan untuk
menyampaikannya dengan bahasa lain yang diperlukan, sesuai
dengan kemampuannya tadi.
Harus mempelajari jiwa penduduk dan alam lingkungan
mereka, agar kita dapat menggunakan susunan dan gaya bahasa yang
dipahami oleh mereka, dan dengan cara-cara yang berkenan di hati
para pendengar. Sudahlah jelas bahwa untuk setiap sikon ada kata-
kata dan ucapan yang sesuai untuk diucapkan; sebagaimana untuk
setiap kala-kata dan ucapan ada pula sikonnya yang pantas untuk
tempat menggunakannya.
Syarat keempat, harus memiliki perilaku, tindak tanduk dan
perbuatan sedemikian rupa sehingga dapat dijadikan suri-teladan
bagi orang-orang lain.
Hamka, (1984: 228-233) berpandangan tentang standar
seorang da'i dalam delapan kriteria sebagai berikut :
1. Hendaklah seorang dai melihat dirinya sendiri apakah niatnya
sudah bulat dalam berdakwah. Kalau kepentingan dakwahnya
adalah untuk kepentingan diri sendiri, popularitas, untuk
-
29
kemegahan dan pujian orang, ketahuilah bahwa pekerjaannya itu
akan berhenti di tengah jalan. Karena sudah pasti bahwa di
samping orang yang menyukai akan banyak pula yang tidak
menyenangi.
2. Seorang dai mengerti benar soal yang akan diucapkannya.
3. Seorang dai harus mempunyai kepribadian yang kuat dan teguh,
tidak mudah terpengaruh oleh pandangan orang banyak ketika
memuji,dan tidak tergoncang, ketika orang-orang melotot karena
tidak senang. Jangan ada cacat pada perangai, meskipun ada
cacat jasmani.
4. Pribadinya menarik, lembut tetapi bukan lemah, tawadhu tetapi
bukan rendah diri, pemaaf tetapi disegani.
5. Seorang dai harus mengerti pokok pegangan kita ialah Al
Quran dan As Sunnah, di samping itu pun harus mengerti ilmu
jiwa (Ilmu Nafs), dan mengerti adat-istiadat orang yang hendak
didakwahi.
6. Jangan membawa sikap pertentangan, jauhkan dari sesuatu yang
membawa perdebatan, sebab hal itu akan membuka masalah
khilafiyah.
7. Haruslah diinsyafi bahwa contoh teladan dalam sikap hidup,
jauh lebih berkesan kepada jiwa umat daripada ucapan yang
keluar dari mulut.
-
30
8. Hendaklah seorang da'i itu menjaga jangan sampai ada sifat
kekurangan yang akan mengurangi gengsinya dihadapan
pengikutnya.
b. Objek Dakwah
Objek dakwah adalah manusia yang menjadi audiens yang
akan diajak ke dalam Islam secara kaffah (Muriah, 2000: 32). Pimay
(2006: 29) berpandangan bahwa objek dakwah adalah manusia yang
menjadi sasaran dakwah. Mereka adalah orang-orang yang telah
memiliki atau setidak-tidaknya telah tersentuh oleh kebudayaan asli
atau kebudayaan selain Islam. karena itu, objek dakwah senantiasa
berubah karena perubahan aspek sosial kultural, sehingga objek
dakwah ini akan senantiasa mendapat perhatian dan tanggapan
khusus bagi pelaksanaan dakwah
Berdasarkan keterangan tersebut dapat juga dikatakan bahwa
unsur dakwah yang kedua adalah mad'u, yaitu manusia yang menjadi
sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai
individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama
Islam maupun tidak; atau dengan kata lain manusia secara
keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah QS. Saba' 28:
????????????????? ??????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????)??? :??(
Artinya: Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umatmanusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dansebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusiatiada mengetahui. (QS. Saba: 28) (Depag RI,1978: 683).
-
31
Objek dakwah bisa juga terhadap manusia yang belum
beragama Islam, karena dakwah bertujuan untuk mengajak mereka
mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang yang telah
beragama Islam dakwah bertujuan meningkatkan kualitas iman,
Islam, dan ihsan. Mereka yang menerima dakwah ini lebih tepat
disebut mad'u daripada sebutan objek dakwah, sebab sebutan yang
kedua lebih mencerminkan kepasifan penerima dakwah; padahal
sebenarnya dakwah adalah suatu tindakan menjadikan orang lain
sebagai kawan berpikir tentang keimanan, syari'ah, dan akhlak
kemudian untuk diupayakan dihayati dan diamalkan bersama-sama.
Al-Qur'an mengenalkan kepada kita beberapa tipe mad'u.
Secara umum mad'u terbagi tiga, yaitu: mukmin, kafir, dan munafik
(DEPAG RI, 1993: 5). Dari tiga klasifikasi besar ini mad'u masih
bisa dibagi lagi dalam berbagai macam pengelompokan. Orang
mukmin umpamannya bisa dibagi menjadi tiga, yaitu: dzlim
linafsih, muqtashid, dan sbiqun bilkhairt. Kafir bisa dibagi
menjadi kafir zimmi dan kafir harbi (DEPAG RI, 1978: 890).
Mad'u (obyek dakwah) terdiri dari berbagai macam golongan
manusia. Oleh karena itu, menggolongkan mad'u sama dengan
menggolongkan manusia itu sendiri, profesi, ekonomi, dan
seterusnya. Penggolongan mad'u tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Dari segi sosiologis, masyarakat terasing, pedesaan, perkotaan,
kota kecil, serta masyarakat di daerah marjinal dari kota besar.
-
32
2. Dari struktur kelembagaan, ada golongan priyayi, abangan dan
santri, terutama pada masyarakat Jawa.
3. Dari segi tingkatan usia, ada golongan anak-anak, remaja, dan
golongan orang tua.
4. Dari segi profesi, ada golongan petani, pedagang seniman,
buruh, pegawai negeri.
5. Dari segi tingkatan sosial ekonomis, ada golongan kaya,
menengah, dan miskin.
6. Dari segi jenis kelamin, ada golongan pria dan wanita.
7. Dari segi khusus ada masyarakat tunasusila, tunawisma, tuna-
karya, narapidana, dan sebagainya (Arifin, 2000: 3).
c. Materi Dakwah
Materi dakwah adalah pesan yang disampaikan oleh dai
kepada madu yang mengandung kebenaran dan kebaikan bagi
manusia yang bersumber al-Qur'an dan Hadis. Oleh karena itu
membahas maddah dakwah adalah membahas ajaran Islam itu
sendiri, sebab semua ajaran Islam yang sangat luas, bisa dijadikan
sebagai maddah dakwah Islam (Ali Aziz, 2004: 194)
Materi dakwah, tidak lain adalah al-Islam yang bersumber
dari al-Qur'an dan hadis sebagai sumber utama yang meliputi akidah,
syari'ah dan akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu yang
diperoleh darinya (Wardi Bachtiar, 1997: 33). Maddah atau materi
-
33
dakwah dapat diklasifikasikan ke dalam tiga masalah pokok M.Daud
Ali (2000: 133-135 dan Asmuni Syukir (1983: 60-63):
a. Akidah
Akidah secara etimologi adalah ikatan, sangkutan. Disebut
demikian karena ia mengikat dan menjadi sangkutan atau
gantungan segala sesuatu. Dalam pengertian teknisnya adalah
iman atau keyakinan. Karena itu akidah Islam ditautkan dengan
rukun iman yang menjadi azas seluruh ajaran Islam.
b. Syariah
Syariat dalam Islam erat hubunganya dengan amal lahir
(nyata) dalam rangka mentaati semua peraturan atau hukum Allah
guna mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya dan
mengatur pergaulan hidup manusia dengan manusia. Syariah
dibagi menjadi dua bidang, yaitu ibadah dan muamalah. Ibadah
adalah cara manusia berhubungan dengan Tuhan, sedangkan
muamalah adalah ketetapan Allah yang berlangsung dengan
kehidupan sosial manusia. Seperti hukum warisan, rumah tangga,
jual beli, kepemimpinan dan amal-amal lainnya.
c. Akhlak
Akhlak adalah bentuk jamak dari khuluq yang secara
etimologi berati budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat.
Akhlak bisa berarti positif dan bisa pula negatif. Yang termasuk
positif adalah akhlak yang sifatnya benar, amanah, sabar, dan sifat
-
34
baik lainnya. Sedangkan yang negatif adalah akhlak yang sifatnya
buruk, seperti sombong, dendam, dengki dan khianat.
Akhlak tidak hanya berhubungan dengan Sang Khalik
namun juga dengan makhluk hidup seperti dengan manusia,
hewan dan tumbuhan. Akhlak terhadap manusia contohnya akhlak
dengan Rasulullah, orang tua, diri sendiri, keluarga, tetangga, dan
masyarakat
Akhlak terhadap Rasulullah antara lain
1. Mencintai Rasul secara tulus dengan mengikuti semua
sunnahnya.
2. Menjadikan Rasul sebagai idola, suri tauladan dalam hidup
dan kehidupan
3. Menjalankan apa yang disuruhnya, tidak melakukan apa yang
dilarang (M.Daud Ali, 1997: 356).
Akhlak terhadap orang tua antara lain :
1. Mencintai mereka melebihi cinta pada kerabat lainnya
2. Merendahkan diri kepada keduannya
3. Berkomunikasi dengan orang tua dengan hikmat
4. Berbuat baik kepada Bapak Ibu
5. Mendoakan keselamatan dan keampunan bagi mereka.
(M.Daud Ali, 1997: 357)
Akhlak terhadap diri sendiri antara lain :
1. Memelihara kesucian diri
-
35
2. Menutup aurat
3. Jujur dalam perkataan dan perbuatan
4. Ikhlas
5. Sabar
6. Rendah diri
7. Malu melakukan perbuatan jahat
Akhlak terhadap keluarga antara lain:
1. Saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam kehidupan
keluarga
2. Saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak
3. Berbakti kepada Ibu Bapak
4. Memelihara hubungan silaturahmi (M.Daud Ali, 1997: 357)
Akhlak terhadap tetangga antara lain :
1. Saling menjunjung
2. Saling bantu diwaktu senang dan susah
3. Saling memberi
4. Saling menghormati
5. Menghindari pertengkaran dan permusuhan
Akhlak terhadap masyarakat antara lain :
1. Memuliakan tamu
2. Menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat,
3. Saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa
-
36
4. Menganjurkan anggota masyarakat termasuk diri sendiri
berbuat baik dan mencegah diri sendiri dan orang lain berbuat
jahat/mungkar.
5. Memberi fakir miskin dan berusaha melapangkan hidup dan
kehidupannya.
6. Bermusywarah dalam segala urusan mengenai kepentingan
bersama.
7. Menunaikan amanah dengan jalan melaksanakan kepercayaan
yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita.
8. Dan menepati janji.
Akhlak terhadap lingkungan hidup antara lain :
1. Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup
2. Menjaga dan memanfaatkan alam terutama flora dan fauna
3. Sayang pada sesama makhluk (M.Daud Ali, 1997: 358).
d. Media Dakwah
Arti istilah media bila ditinjau dari asal katanya (etimologi),
berasal dari bahasa Latin yaitu "median", yang berarti alat perantara.
Sedangkan kata media merupakan jamak daripada kata median
tersebut. Pengertian semantiknya media berarti segala sesuatu yang
dapat dijadikan sebagai alat (perantara) untuk mencapai suatu tujuan
tertentu. Dengan demikian media dakwah, yaitu segala sesuatu yang
dapat dipergunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang
telah ditentukan (Syukir, 1983: 163).
-
37
Untuk menyampaikan ajaran Islam kepada umat, dakwah
dapat menggunakan berbagai wasilah. Ya'qub (1973: 42-43)
membagi wasilah dakwah menjadi lima macam, yaitu lisan, tulisan,
lukisan, audio visual, dan akhlak. Wasilah tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. Lisan, merupakan inilah wasilah dakwah yang paling sederhana
yang menggunakan lidah dan suara, dakwah dengan wasilah ini
dapat berbentuk pidato, ceramah, kuliah, bimbingan,
penyuluhan, dan sebagainya.
2. Tulisan, berupa buku majalah, surat kabar, surat menyurat
(korespondensi) spanduk, flash-card, dan sebagainya.
3. Lukisan, di antaranya gambar, karikatur, dan sebagainya.
4. Audio visual, merupakan alat dakwah yang merangsang indra
pendengaran atau penglihatan dan kedua-duanya. Wasilah ini
contohnya, televisi, film, slide, ohap, internet, dan sebagainya.
5. Akhlak, mengubah perbuatan-perbuatan nyata yang
mencerminkan ajaran Islam dapat dinikmati serta didengarkan
oleh mad'u Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai
wasilah yang dapat merangsang indra-indra manusia serta dapat
menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat
dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya
pemahaman ajaran Islam pada masyarakat yang menjadi sasaran
dakwah.
-
38
Media (terutama media massa) telah meningkatkan
intensitas, kecepatan, dan jangkauan komunikasi dilakukan umat
manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio,
televisi, internet dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat
tersebut telah melekat tak terpisahkan dengan kehidupan manusia di
abad ini.
e. Metode Dakwah
metode dakwah biasa dikenal dengan istilah thariqah.
Thariqah berhubungan dengan metode yang digunakan dalam
dakwah. Kalau wasilah adalah alat-alat yang dipakai untuk
mengoperkan atau menyampaikan ajaran Islam.
Arifin (2003: 65) dalam bukunya yang berjudul: Ilmu
Pendidikan Islam, menyatakan: metode berasal dari dua perkataan
yaitu meta dan hodos. Meta berarti "melalui", dan "hodos" berarti
"jalan atau cara", dengan demikian asal kata "metode" berarti suatu
jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Munsyi (1982: 29)
mengartikan metode sebagai cara untuk menyampaikan sesuatu.
Sedangkan dalam metodologi pengajaran ajaran Islam disebutkan
bahwa metode adalah "Suatu cara yang sistematis dan umum
terutama dalam mencari kebenaran ilmiah".
Pius Partanto (1994: 461) menjelaskan bahwa metode adalah
cara yang sistematis dan teratur untuk pelaksanaan suatu atau cara
kerja. Dakwah adalah cara yang digunakan subjek dakwah untuk
-
39
menyampaikan materi dakwah atau biasa diartikan metode dakwah
adalah cara-cara yang dipergunakan oleh seorang da'i untuk
menyampaikan materi dakwah yaitu al-Islam atau serentetan
kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu.
Sementara itu dalam komunikasi, metode dakwah ini lebih
dikenal sebagai approach, yaitu cara-cara yang dilakukan oleh
seorang da'i atau komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu
atas dasar hikmah dan kasih sayang (Tasmara, 1997: 43). Dengan
kata lain, pendekatan dakwah harus bertumpu pada satu pandangan
human oriented menetapkan penghargaan yang mulia pada diri
manusia. Hal tersebut didasari karena Islam sebagai agama salam
yang menebarkan rasa damai menempatkan manusia pada prioritas
utama, artinya penghargaan manusia itu tidaklah dibeda-bedakan
menurut ras, suku, dan lain sebagainya. Sebagaimana yang tersirat
dalam QS. al-Isra' 70;
?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????
}??{"Kami telah muliakan Bani Adam (manusia) dan Kami bawamereka itu di daratan dan di lautan. Kami juga memberikankepada mereka dan segala rezeki yang baik-baik. Merekajuga Kami lebihkan kedudukannya dari seluruh makhlukyang lain" (Depag RI,1978: 435).
-
40
Metode dakwah adalah jalan atau cara yang dipakai juru
dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Dalam
menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting
peranannya, suatu pesan walaupun baik, tetapi disampaikan lewat
metode yang tidak benar, pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima
pesan. Maka dari itu kejelian dan kebijakan juru dakwah dalam
memilih dalam memakai metode sangat mempengaruhi kelancaran
dan keberhasilan dakwah. Ketika membahas tentang metode dakwah
pada umumnya merujuk pada surah an-Nahl (QS.16:125).
?????????????????????????????????????????????????? ????????????????????????????????????????????? ?????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????????
)????? :???(Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan carayang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebihmengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya danDialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapatpetunjuk (Depag RI,1978: 421).
Dalam ayat ini, metode dakwah ada tiga, yaitu: a) hikmah b)
mau'izah al-hasanah c) mujadalah billati hiya ahsan.
Asmuni Syukir membagi metode dakwah menjadi tujuh,
yaitu sebagai berikut :
1. Metode Ceramah ( retorika dakwah ). Metode ini banyak diwarnai
oleh ciri karakteristik berbicara seorang dai pada suatu aktivitas
dakwah. Metode ini efektif bila objek dakwah berjumlah banyak.
-
41
2. Metode tanya jawab adalah metode penyampaian materi dakwah
dengan mendorong sasarannya (objek dakwah ) untuk
menyatakan suatu yang belum dimnegerti dan Dai berfungsi
sebagai penjawab.
3. Metode mmujadalah (diskusi). Mujadalah yang dimaksud adalah
mujadalah yang baik, ada argumen namun tidak ngotot sampai
menimbulkan pertengkaran.
4. Metode percakapan pribadi. Metode ini bertujuan menggunakan
kesempatan yang baik dalam percakapan antar Dai dan pribadi
dari individu yang menjadi sasaran dalam berdakwah.
5. demonstrasi. Metode ini adalah berdakwah dengan
memperlihatkan contoh, baik berupa benda, peristiwa, perbuatan
dan sebagainya.
6. Metode pendidikan dan pengajaran. Dalam devinisi dakwah
terdapat makna yang bersifat pembinaan, juga tedapat makna
pengembangan.
7. Metode silaturahim. Metode ini digunakan oleh para juru
penerang agama. Metode home visit (silaturahmi ) dapat
dilakukan dua cara yaitu undangan tuan rumah dan atas inisiatif
pribadi. ( Syukir, 1983 : 105-106 )
2.2 Strategi
2.2.1. Pengertian Strategi
-
42
Strategi merupakan istilah yang sering diidentikkan dengan "taktik"
yang secara bahasa dapat diartikan sebagai "corcerning the movement of
organisms in respons to external stimulus" (suatu yang terkait dengan gerakan
organisme dalam menjawab stimulus dari luar). Sementara itu, secara
konseptual strategi dapat dipahami sebagai suatu garis besar haluan dalam
bertindak untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Pimay, 2005: 50).
Strategi juga bisa dipahami sebagai segala cara dan daya untuk menghadapi
sasaran tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang
diharapkan secara maksimal (Arifin, 2003: 39).
Strategi pada mulanya berasal dari peristiwa peperangan, yaitu sebagai
suatu siasat untuk mengalahkan musuh. Namun pada akhirnya strategi
berkembang untuk semua kegiatan organisasi, termasuk keperluan ekonomi,
sosial, budaya, dan agama. Strategi ini dalam segala hal digunakan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan tidak akan mudah dicapai
tanpa strategi, karena pada dasarnya segala tindakan atau perbuatan itu tidak
terlepas dari strategi. Adapun tentang taktik, sebenarnya merupakan cara yang
digunakan, dan merupakan bagian dari strategi. Strategi yang disusun,
dikonsentrasikan, dan dikonsepsikan dengan baik dapat membuahkan
pelaksanaan yang disebut strategis (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 76). Menurut
Hisyam Alie yang dikutip Rafi'udin dan Djaliel, untuk mencapai strategi yang
strategis harus memperhatikan apa yang disebut SWOT sebagai berikut:
-
43
1. Strength (kekuatan), yakni memperhitungkan kekuatan yang dimiliki yang
biasanya menyangkut manusianya, dananya, beberapa piranti yang
dimiliki.
2. Weakness (kelemahan), yakni memperhitungkan kelemahan-kelemahan
yang dimilikinya, yang menyangkut aspek-aspek sebagaimana dimiliki
sebagai kekuatan, misalnya kualitas manusianya, dananya, dan
sebagainya.
3. Opportunity (peluang), yakni seberapa besar peluang yang mungkin
tersedia di luar, hingga peluang yang sangat kecil sekalipun dapat
diterobos.
4. Threats (ancaman), yakni memperhitungkan kemungkinan adanya
ancaman dari luar (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 77).
2.2.2. Strategi Dakwah
Dengan demikian, strategi dakwah dapat diartikan sebagai proses
menentukan cara dan daya upaya untuk menghadapi sasaran dakwah dalam
situasi dan kondisi tertentu guna mencapai tujuan dakwah secara optimal.
Dengan kata lain strategi dakwah adalah siasat, taktik atau manuver yang
ditempuh dalam rangka mencapai tujuan dakwah (Pimay, 2005: 50).
Dalam hubungannya dengan strategi dakwah, bahwa dakwah dalam
hubungannya antara umat seagama dapat dilakukan dengan berupaya agar
mad'u memahami bahwa perbedaan pendapat dalam aliran dan mazhab
merupakan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Dengan demikian tidak bisa satu
aliran atau mazhab meng-klaim sebagai yang paling benar. Sedangkan
-
44
pelaksanaan dakwah dalam hubungannya antar umat beragama, maka dakwah
diupayakan untuk meyakinkan mad'u bahwa dalam beragama harus
menghargai dan menghormati agama yang berbeda karena Nabi Muhammad
pun sangat menghargai agama lain selain Islam. Demikian pula pelaksanaan
dakwah dalam hubungannya antara umat beragama dengan negara adalah
dapat diupayakan dengan menerangkan pada mad'u bahwa agama menyuruh
mentaati yang memerintah yaitu menghormati dan menghargai ulil amri.
Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan
yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual
berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas hidup antara satu
masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut
memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan,
baik secara kultural maupun sosial-keagamaan. Strategi dakwah semacam ini
telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW
dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab saat itu. Strategi
dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di
kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di
masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah
ke Madinah untuk fath al-Makkah dengan damai tanpa kekerasan, dan lain
sebagainya (Rafi'udin dan Djaliel, 1997: 78).
Kemudian, jika dikaitkan dengan era globalisasi saat ini, maka juru
dakwah harus memahami perubahan transisional dari transaksi pada kekuatan
magis dan ritual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta
-
45
transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah
keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi, suatu strategi tidak bersifat universal. la
sangat tergantung pada realitas hidup yang sedang dihadapi. Karena itu,
strategi harus bersifat terbuka terhadap segala kemungkinan perubahan
masyarakat yang menjadi sasaran dakwah (Pimay, 2005: 53).
2.3 Konsep Misionaris
Kata "konsep" berarti istilah dan definisi yang digunakan untuk
menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu
yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun dan Effendi, 1995:
33). Sedangkan kata "misionaris" berarti orang yang melakukan penyebaran
warta Injil kepada orang lain yang belum mengenal Kristus (KBBI, 2004:
749).
Yang dimaksud dengan kristenisasi adalah semua bentuk usaha orang-
orang Kristen dalam mengajarkan agama Kristen dan menyebar luaskannya ke
berbagai negara. Saat ini, kaum misionaris Kristen sedang mengerahkan
seluruh kemampuan dan potensi yang mereka miliki, untuk menyebarluaskan
ajaran Kristen kepada masyarakat muslim di seluruh penjuru dunia, tanpa
mempedulikan perbedaan aliran maupun organisasinya (Muhaisy, 1994: 23).
Adapun tujuan kristenisasi dapat dijelaskan bahwa semua orang
menyangka, bahwa satu-satunya tujuan kristenisasi adalah menyebarkan
ajaran Kristen. Padahal sebenarnya, menyebarkan ajaran Kristen adalah tujuan
-
46
sekunder, dan bukan tujuan primer dari semua organisasi misionaris. Apabila
kita melempar pandangan ke Dunia Barat, yang kita temukan adalah dunia
materi yang tidak mengenal dunia rohani sama sekali, bahkan tidak mengenal
peraturan agama. Namun Amerika, yang menghamba kepada besi, emas, dan
minyak (sebagaimana diungkapkan oleh Amin Raihani), telah menebar
misionaris ke separuh wilayah bumi ini, dan mereka mengaku telah menyeru
kepada kedamaian, kehidupan rohani, dan keselamatan agama. Demikian pula
Perancis, yang kita kena) memiliki perundang-undangan sekuler. telah
menancapkan misionarisnya di luar negeri (Muhaisy, 1994: 23).
Tujuan utama mereka adalah imperialisme (penjajahan) yang sangat
berbahaya. Sebagian di antara mereka ada yang menjadikan kristenisasi
sebagai sarana perniagaan, untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-
besarnya. Yang lain, menjadikan kristenisasi sebagai sarana untuk
mengadakan perjalanan dan melancong gratis, karena dibiayai oleh
organisasinya. Dan sebagian lagi, memanfaatkan kegiatan kristenisasi untuk
memuaskan keinginan pribadinya. Selain itu, ada juga kelompok yang
memanfaatkan kegiatan kristenisasi untuk menutupi perbuatan mereka yang
menyimpang, seperti: freesex, homoseksual, lesbian, dan sebagainya. Bahkan,
orang-orang Barat sendiri mengakui, bahwa gereja merupakan tempat untuk
melakukan perbuatan menyimpang dan memalukan (Muhaisy, 1994: 24).
Banyak sekali skandal seksual para pendeta yang telah terbongkar,
yaitu mereka melakukan kegiatan seksual secara terselubung di dalam gereja.
Belum lama ini telah terbongkar lagi sebuah skandal yang memalukan, yaitu
-
47
seorang pendeta Amerika yang mengambil anak-anak untuk dijadikan partner
dalam hubungan seksualnya yang menyimpang (Muhaisy, 1994: 24).
Kristenisasi adalah proses masuk dan tersebarnya pengaruh Kristen di
kawasan tertentu. Kristenisasi di Indonesia dapat diartikan sebagai proses
pengkristenan yang terjadi di Indonesia (Dermawan, 2002: 199). Akhir-akhir
ini gerakan kristenisasi terhadap umat lslam yang dilancarkan oleh para
missionaris semakin agresif, baik melalui cara yang halus sampai kepada cara
yang kasar. Menurut Abu Deedat Syihab, strategi misi Kristen dapat disebut
sebagai "Segitiga Imperialisme'' yang memuat sembilan strategi penghancuran
kaum muslimin. Cara-cara tersebut adalah pemiskinan, penguasaan aset-aset
ekonomi, penguasaan kekayaan alam, penguasaan aset informasi, penguasaan
sistem politik dan hukum, penghancuran moral, deislamisasi, penghancuran
militansi Islam dan konversi agama atau pemurtadan agama (Syihab, 2005: 4-
5).
Kristenisasi merupakan sebuah realitas. Hal ini ditegaskan dan
diperkuat oleh ungkapan yang disampaikan oleh Berkhof dalam bukunya yang
berjudul Sejarah Gereja: "Boleh kita simpulkan bahwa Indonesia adalah suatu
daerah pekabaran Injil yang diberkati Tuhan dengan hasil yang indah dan
besar atas penaburan bibit firman Tuhan Jumlah orang Kristen Protestan
sudah 13 juta lebih, akan tetapi jangan lupa kita berada di tengah-tengah 200
juta penduduk" (Berkhof, 1991: 321).
Lebih lanjut dia mengatakan : "Jadi; tugas Zending gereja-gereja muda
di benua ini masih luas dan berat. Bukan saja sisa kaum kafir yang tidak
-
48
seberapa banyak itu. yang perlu mendengar kabar gembira, tetapi juga kaum
muslimin yang besar yang merupakan benteng agama yang sukar sekali
dikalahkan oleh pahlawan-pahlawan injil. Bukan saja rakyat jelata, lapisan
bawah yang harus ditaklukkan oleh Kristus, namun terutama para pemimpin
masyarakat, kaum cendekiawan, golongan atas dan tengah" (Berkhof, 1991:
321).
Indonesia merupakan pusat kristenisasi untuk wilayah Asia Pasifik.
Informasi ini dapat diketahui melalui hasil seminar kerjasama Global Mission
Singapure and Galilea Ministry Indonesia di Hotel Shangrila Jakarta pada
tanggal 9-12 Juni 1998. Pendeta George Anatorae dari The Lord Family
Church sebagaimana dikutip oleh Yusuf lsmail Al Hadid dalam bukunya yang
berjudul Menghalau Missionoris dan Misi Sucinya Mengkristenkan Dunia
mempresentasikan bahwa Indonesia akan dijadikan pusat perkembangan
Kristen di Asia Pasifik (Al-Hadid, 2005: 201).
Selain itu, Bambang, Widjaja mengatakan bahwa indonesia
merupakan ladang yang sedang menguning, yang besar tuaiannya. Indonesia
siap mengalami transformasi (Majalah Spirit, 2003: 13) yang besar. Menurut
dia hal ini bukan suatu kerinduan yang hampa, melainkan suatu pernyataan
iman terhadap janji firman Tuhan. Hal ini juga bukan impian di siang bolong,
tetapi suatu ekspresi keyakinan akan kasih dan kuasa Tuhan. Dengan
memeriksa firman Tuhan maka akan sampai kepada kesimpulan bahwa
Indonesia memiliki pra kondisi yang sangat cocok bagi tuaian besar yang ia
rencanakan (Widjaja, 2003: 13).
-
49
BAB III
STRATEGI DAKWAH M. NATSIR DALAM MENGHADAPI
MISIONARIS KRISTEN
3.1 Biografi M. Natsir, Pendidikan dan Karya-Karyanya
Mohammad Natsir dilahirkan di Kampung Jambatan, Baukia,
Alahanpanjang Minangkabau Sumatra Barat, 17 Juli 1908- dan wafat di
Jakarta, 6 Februari 1993. Kampung Jambatan terletak di balik Gunung Talang
Solok Provinsi Sumatra Barat (Rozikin, 2009: 221). Ia seorang negarawan
muslim, ulama intelektual, pembaru dan politikus muslim Indonesia yang
kenamaan dan disegani, bergelar Datuk Sinaro Pandjang. Ayahnya bernama
Idris Sutan Saripado, seorang pegawai pemerintah Belanda. Ibunya bernama
Khadijah, dari keturunan suku Caniago.
Ketika berusia 8 tahun, Mohammad Natsir belajar pada HIS
(Hollandsch Inlandsche School) Adabiyah di Padang dan tinggal bersama
makciknya. Kemudian ia dipindahkan oleh orang-tuanya ke HIS pemerintah di
Solok dan tinggal di rumah Haji Musa, seorang saudagar. Di sini ia menerima
cukup banyak ilmu. Pada malam hari ia mengaji Al-Qur'an, pagi hari belajar
pada HIS, dan sore hari belajar di Madrasah Diniyah. Tiga tahun kemudian ia
dipindahkan ke HIS Padang dan tinggal bersama kakaknya, Rabi'ah. Pada
tahun 1923 ia meneruskan sekolah ke MULO (Meer Uitgebreid Lager
Onderwijs/setingkat SMP sekarang) di Padang. Di sini ia menjadi anggota JIB
(Jong Islamieten Bond) cabang Padang. Pada tahun 1927 ia melanjutkan ke
-
50
AMS (Algemenc Middelbare School/setingkat SMA sekarang) di Bandung. Di
MULO dan AMS ia mendapat beasiswa dari pemerintah Belanda. Selama di
AMS, ia tertarik untuk lebih menekuni ilmu pengetahuan agama. Waktu
luangnya digunakan untuk belajar agama pada Persatuan Islam di bawah
bimbingan Ustad A. Hassan. Ia lulus dari AMS pada tahun 1930. Nilai prestasi
yang diperolehnya memungkinkannya mendapatkan beasiswa untuk
menduduki bangku perguruan tinggi
(http://swaramuslim.net/printerfriendly.php?id=2331_0_1_0_C, diakses
tanggal 5 September 2009).
Sejak sekolah di MULO, ia sudah mulai mengenal semangat
perjuangan. la masuk menjadi anggota kepanduan pada JIB. Ketika belajar di
AMS ia menjadi anggota JIB cabang Bandung dan kemudian diangkat
menjadi ketua (1928-1932). Minatnya terhadap politik, perhatiannya terhadap
nasib bangsanya yang tertindas, dan tekadnya untuk meluruskan
kesalahpahaman umat terhadap ajaran agama, telah melibatkan dirinya dalam
bidang politik dan dakwah serta menolak setiap tawaran dari pemerintah
Belanda, seperti meneruskan sekolah ke Fakultas Hukum Jakarta, Fakultas
Ekonomi Rotterdam Belanda atau menjadi pegawai pemerintah. Kegiatan
politiknya terus berkembang setelah lebih jauh berkenalan dengan tokoh-