status kesehatan gizi

18
SITUASI KESEHATAN DAN GIZI DAN ISSUE KEBIJAKAN MEMASUKI MILENIUM KETIGA PENDAHULUAN Hasil sementara Sensus Penduduk tahun 2000 memperkirakan jumlah penduduk 203.456.005, dengan laju pertumbuhan penduduk 1990-2000 adalah 1,35 (BPS, 2001). Dari total penduduk tersebut, diperkirakan proporsi balita adalah 8.88%, usia reproduktif 15-49 tahun: 55,28% (perempuan), dan 54,86% (laki-laki). (lihat table 1). Uraian berikut ini dikaitkan dengan analisis situasi, issue serta kebijakan tentang kesehatan dan gizi. Informasi dari Sensus Penduduk ini menjadi penting dalam upaya pemerintah, khususnya kesehatan dan gizi, dalam mentargetkan kelompok rawan pada penduduk yang memerlukan intervensi. Memasuki milenium baru, Indonesia dihadapi dengan perubahan ekonomi dan politik yang tidak menentu. Walaupun tidak merata, secara umum Bank Dunia melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif sebelum tahun 1997 (lihat figure 1: GNP per capita 1986-2000). Pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada penurunan angka kemiskinan dari 40% tahun 1976 menjadi 11% tahun 1996 (Figure 2); penurunan kematian bayi; penurunan kematian anak 0-4 tahun; dan 25% penurunan kematian ibu. Secara statistik hal ini ditunjang pula dengan pencapaian keamanan pangan, dan pencapaian pelayanan kesehatan terutama pada ibu dan anak. Krisis ekonomi memperlambat proses penurunan yang telah terjadi selama tiga dekade terkakhir. Krisis ekonomi menurunkan nilai rupiah yang berakibat pada merosotnya pendapatan perkapita (lihat figure 1) dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 11% tahun 1996 atau 34.5 juta orang menjadi 16.64% tahun 1999 atau 47,9 juta orang (lihat figure 2). Dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan masyarakat dapat dilihat secara tidak langsung. Disadari secara luas bahwa dampak krisis ekonomi berdampak negatif pada status kesehatan masyarakat, akan tetapi bukti nyata secara statistik masih perlu dikaji agar tidak terjadi kontradiksi. Kenyataannya kajian perubahan 1

Upload: dewi-mulya

Post on 12-Jul-2015

1.474 views

Category:

Education


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Status Kesehatan Gizi

SITUASI KESEHATAN DAN GIZI

DAN ISSUE KEBIJAKAN MEMASUKI MILENIUM KETIGA

PENDAHULUAN

Hasil sementara Sensus Penduduk tahun 2000 memperkirakan jumlah penduduk

203.456.005, dengan laju pertumbuhan penduduk 1990-2000 adalah 1,35 (BPS, 2001).

Dari total penduduk tersebut, diperkirakan proporsi balita adalah 8.88%, usia reproduktif

15-49 tahun: 55,28% (perempuan), dan 54,86% (laki-laki). (lihat table 1). Uraian berikut

ini dikaitkan dengan analisis situasi, issue serta kebijakan tentang kesehatan dan gizi.

Informasi dari Sensus Penduduk ini menjadi penting dalam upaya pemerintah,

khususnya kesehatan dan gizi, dalam mentargetkan kelompok rawan pada penduduk

yang memerlukan intervensi.

Memasuki milenium baru, Indonesia dihadapi dengan perubahan ekonomi dan

politik yang tidak menentu. Walaupun tidak merata, secara umum Bank Dunia

melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang positif sebelum tahun 1997 (lihat

figure 1: GNP per capita 1986-2000). Pertumbuhan ekonomi ini berdampak pada

penurunan angka kemiskinan dari 40% tahun 1976 menjadi 11% tahun 1996 (Figure 2);

penurunan kematian bayi; penurunan kematian anak 0-4 tahun; dan 25% penurunan

kematian ibu. Secara statistik hal ini ditunjang pula dengan pencapaian keamanan

pangan, dan pencapaian pelayanan kesehatan terutama pada ibu dan anak.

Krisis ekonomi memperlambat proses penurunan yang telah terjadi selama tiga

dekade terkakhir. Krisis ekonomi menurunkan nilai rupiah yang berakibat pada

merosotnya pendapatan perkapita (lihat figure 1) dan jumlah penduduk miskin

meningkat dari 11% tahun 1996 atau 34.5 juta orang menjadi 16.64% tahun 1999 atau

47,9 juta orang (lihat figure 2). Dampak krisis ekonomi terhadap kesehatan masyarakat

dapat dilihat secara tidak langsung. Disadari secara luas bahwa dampak krisis ekonomi

berdampak negatif pada status kesehatan masyarakat, akan tetapi bukti nyata secara

statistik masih perlu dikaji agar tidak terjadi kontradiksi. Kenyataannya kajian perubahan

1

Page 2: Status Kesehatan Gizi

morbiditas dan mortalitas pada penduduk masih dilakukan terus menerus. Diperlukan

informasi data kesehatan dengan kualitas yang baik dari sistem pelayanan kesehatan

dan juga survei lainnya.

Berikut ini adalah kajian kecenderungan beberapa indikator kesehatan dan gizi

tahun 1990-2000, serta issue dan kebijakan untuk program kesehatan dan gizi pada

masa mendatang.

ANALISA SITUASI KESEHATAN DAN GIZI

Wanita, terutama wanita usia subur/WUS, bayi dan anak balita adalah kelompok

rawan pada penduduk yang selalu harus menjadi perhatian. Indonesia tidak mempunyai

‘vital statistic’ yang dapat dilakukan untuk menghitung angka kematian ibu. Biasanya

dilakukan estimasi berdasarkan survei yang ada seperti Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) dan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT). Dari

analisis SDKI 1991, 1994 diperkirakan Angka Kematian Ibu (AKI) adalah 390 per

100,000 kelahiran hidup untuk periode 1989-1994, dan 334 pada periode tahun 1992-

1997. Sebelum tahun 1997, Pemerintah Indonesia mentargetkan penurunan AKI ini dari

450 (1995) menjadi 225 (1999). Melihat variasi AKI di lima provinsi dari analisis SKRT

1995 yang menunjukkan AKI antara 1025 (Irian), 796 (Maluku), 686 (Jawa Barat), 554

(NTT) dan 248 (Jawa Tengah), diasumsikan AKI masih sangat bermasalah memasuki

milenium ketiga ini (Sumantri, et.al, 1999).

Untuk kelompok bayi dan anak yang dipantau perkembangannya, ada

peningkatan yang cukup baik, akan tetapi angkanya masih cukup tinggi dibandingkan

dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Walaupun terjadi

penurunan angka kematian bayi dan balita, masih diperkirakan dari 4 juta anak yang

lahir di Indonesia, 300.000 diantaranya meninggal sebelum mencapai usia 5 tahun

(Sumantri, 2000). – Lihat figure 3. Angka kematian bayi dan anak ini bervariasi cukup

lebar antar provinsi. Dijumpai 23 kematian bayi per 1000 lahir hidup di Jogjakarta dan

111 kematian bayi per 1000 lahir hidup di NTB, hal yang sama terjadi juga untuk

kematian balita (Sumantri, 2000).

2

Page 3: Status Kesehatan Gizi

Masalah gizi kurang, terutama pada anak balita dikaji kecenderungannya

menurut Susenas. Pada tahun 1989, prevalensi gizi kurang pada balita adalah 37.5%

menurun menjadi 24,7% tahun 2000. Walaupun terjadi penurunan prevalensi gizi

kurang, yang menjadi pusat perhatian adalah penderita gizi buruk pada anak balita,

yang terlihat tidak ada penurunan semenjak tahun 1989. Pada tahun 1989, prevalensi

gizi buruk anak balita adalah 6.3%. Prevalensi ini meningkat menjadi 11,56% pada

tahun 1995 dan menurun menjadi 7,53% pada tahun 2000 (Direktorat Gizi, 2001).

Berdasarkan hasil sementara SP 2000, maka diperkirakan jumlah penderita gizi buruk

pada balita adalah 1.520.000 anak, atau 4.940.000 anak menderita gizi kurang. (lihat

figure 4).

Masih tingginya prevalensi gizi kurang pada anak balita berhubungan dengan

masih tingginya bayi lahir dengan berat badan rendah (BBLR). Prevalensi BBLR ini

masih berkisar antara 7 sampai 14% pada periode 1990-2000. (Lihat figure 5). Akibat

dari BBLR dan gizi kurang pada balita berkelanjutan pada masalah pertumbuhan anak

usia masuk sekolah. Berdasarkan hasil pemantauan tinggi badan anak baru masuk

sekolah (TBABS), diketahui bahwa prevalensi anak pendek tahun 1994 adalah 39,8%.

Prevalensi ini turun menjadi 36,1% pada tahun 1999. Anak yang terpantau dari TBABS

adalah anak usia 5-9 tahun. Jika jumlah anak 5-9 tahun menurut SP 2000 diperkirakan

21.777.000, maka 7.800.000 anak usia baru masuk sekolah mengalami hambatan

dalam pertumbuhan. Masalah gizi kurang pada anak berkelanjutan pada wanita usia

subur, yang akan melahirkan anak dengan risiko BBLR disertai dengan masalah anemia

dan gizi mikro lainnya. Dari kajian Susenas, proporsi wanita usia 15-49 tahun dengan

Lingkar Lengan Atas (LILA <23.5 cm) adalah 24,9% tahun 1999 dan 21,5% pada tahun

2000 (Lihat Figure 6 dan 7). Proporsi ini sama dengan 13.316.561 wanita usia subur

diperkirakan mempunyai risiko kurang energi kronis. Terlihat juga bahwa wanita usia

subur, khususnya pada kelompok yang paling produktif: usia 15-19, 20-24 dan 25-29

tahun, mempunyai proprosi LILA <23.5% yang tertinggi.

Masalah gizi lainnya yang cukup penting adalah masalah gizi mikro, terutama

untuk kurang yodium dan zat besi. Pada tahun 1980, prevalensi gangguan akibat kurang

yodium (GAKY) pada anak usia sekolah adalah 30%, prevalensi ini menurun menjadi

3

Page 4: Status Kesehatan Gizi

9,8% pada tahun 1998. Walaupun terjadi penurunan yang cukup berarti, masih

dianggap masalah kesehatan masyarakat, karena prevalensi di atas 5%. Prevalensi

tersebut bervariasi antar kecamatan, masih dijumpai kecamatan dengan prevalensi

GAKY di atas 30% (daerah endemik berat). Berdasarkan prevalensi tersebut,

diperkirakan 10 juta penduduk menderita GAKY, dan kemungkinan 9000 bayi lahir

dengan kretin. Masalah berikutnya adalah anemia gizi akibat kurang zat besi. Kajian

Survei Kesehatan Rumah Tangga (1995) menunjukkan bahwa prevalensi anemi pada

ibu hamil adalah 50,9%, pada wanita usia subur 39,5%, pada remaja putri 57,1%, dan

pada balita 40,5%.

Faktor penyebab dari tingginya kematian ibu, bayi dan anak ini tidak lain

disebabkan karena belum memadainya pelayanan kesehatan masyarakat dan keadaan

gizi, diluar faktor pencetus lainnya yang memperkuat masalah ini seperti kemiskinan dan

tingkat pendidikan. Akibat yang terlihat dari kemiskinan adalah masih dijumpai hampir

50% rumah tangga mengkonsumsi makanan kurang dari 70% terhadap angka

kecukupan gizi yang dianjurkan (2200 Kkal/kapita/hari; 48 gram protein/kapita/hari). Kita

ketahui Human Development Index pada tahun 2000 yang dilaporkan oleh UNDP

adalah 109 untuk Indonesia, tertinggal jauh dari Malaysia, Filipina dan Thailand. Masih

tingginya masalah gizi, akan berpengaruh nyata terhadap tingkat pendidikan dan

pendapatan per kapita. Rendahnya kondisi gizi akan berakibat pada rawannya penyakit

infeksi dan semakin tinggi pengeluaran terhadap kesehatan. Krisis ekonomi yang

berkepanjangan akan berdampak lebih nyata pada masalah kesehatan dan gizi

penduduk.

ISSUE STRATEGIS, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Memasuki milenium ketiga, pelayanan kesehatan masih difokuskan pada

pelayanan pada orang sakit dan kurang gizi. Rendahnya alokasi yang diberikan untuk

pelayanan kesehatan masyarakat memperburuk situasi yang ada. Indonesia masih

dihadapi pada rendahnya rasio dokter dan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan

pelayanan kesehatan, ditambah fasilitas kesehatan (rumah sakit dan puskesmas) yang

juga masih jauh dari optimal.

4

Page 5: Status Kesehatan Gizi

Semenjak terjadi krisis ekonomi 1997, banyak upaya yang dilakukan untuk

mempertahankan situasi kesehatan dan gizi masyarakat, terutama pada kelompok

rawan. Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan (JPS-BK) yang mulai

dioperasionalkan tahun 1998 melakukan upaya pelayanan kesehatan dasar, kesehatan

ibu/safemotherhood dan gizi, terutama untuk penduduk miskin. Upaya yang telah

dilakukan antara lain:

1. Mentargetkan dan memberikan pelayanan kesehatan khusus pada keluarga miskin

yang membutuhkan. Pemilihan keluarga miskin ini dilakukan menurut indikator yang

telah disepakati bersama.

2. Memberikan pelayanan khusus seperti pemberian makanan tambahan pada balita

dan ibu hamil kurang gizi.

3. Memberikan pelayanan kebidanan pada ibu hamil dengan memberdayakan bidan di

desa

4. Melakukan revitalisasi Posyandu agar pemantauan pertumbuhan pada bayi dan

balita tetap dilaksanakan.

5. Melakukan advokasi pada pemerintah daerah setempat untuk selalu mentargetkan

dengan alokasi yang memadai untuk lokasi yang berisiko tinggi masalah gizi dan

kesehatan.

6. Melakukan promosi untuk peningkatan pendidikan dan peningkatan pelayanan

kesehatan dasar.

7. Mengembangkan program jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat.

8. Mengembangkan dan memperkuat sistem monitoring dan evaluasi (surveilans)

untuk kepentingan daerah, terutama untuk memperbaiki kebijakan daerah terhadap

pelayanan kesehatan dan gizi.

Mempelajari permasalahan yang ada dan upaya yang telah dilakukan, Indonesia

mencanangkan Indonesia Sehat 2010, dengan menetapkan issue strategis yang

5

Page 6: Status Kesehatan Gizi

menjadi titik tolak kebijakan intervensi atau program yang diperlukan pada saat ini dan

masa yang akan datang. Issue strategisnya adalah sebagai berikut1:

1. Kerjasama lintas sektor

Perubahan perilaku masyarakat untuk hidup sehat dan peningkatan mutu

lingkungan sangat berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Selain itu, masalah kesehatan dan gizi merupakan masalah nasional yang tidak dapat

terlepas dari berbagai kebijakan dari sektor lain. Peningkatan upaya dana manajemen

pelayanan kesehatan tidak dapat terlepas dari peran sektor yang membidangi

pembiayaan, pemerintahan dan pembangunan daerah, ketenagaan, pendidikan,

perdagangan dan social budaya. Dengan demikian kerja sama lintas sektor yang masih

belum berhasil pada masa lalu perlu lebih ditingkatkan.

2. Sumber daya manusia kesehatan

Mutu sumber daya manusia kesehatan sangat menentukan keberhasilan upaya

dan manajemen kesehatan. Sumber daya manusia kesehatan yang bermutu harus

selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berusaha untuk

mengusai IPTEK yang mutakhir. Disadari bahwa jumlah sumber daya manusia

kesehatan yang mengikuti perkembangan IPTEK dan menerapkan nilai-nilai moral dan

etika profesi masih terbatas. Adanya kompetisi dala era pasar bebas sebagai akibat dari

globalisasi harus diantisipasi dengan peningkatan mutu dan profesionalisme sumber

daya manusia kesehatan. Hal ini diperlukan tidak saja untuk meningkatkan daya saing

sektor kesehatan, tetapi juga untuk membantu peningkatan daya saing sektor lain,

antara lain pengamanan komoditi bahan makanan dan makanan jadi.

3. Mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan

Dipandang dari segi fisik persebaran sarana pelayanan kesehatan baik

Puskesmas, Rumah sakit, maupun sarana kesehatan lainnya termasuk sarana

penunjang upaya kesehatan telah dapat dikatakan merata keseluruh wilayah Indonesia.

Akan tetapi persebaran fisik tersebut masih belum diikuti sepenuhnya dengan

1 Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Depkes 1999.

6

Page 7: Status Kesehatan Gizi

peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Mutu pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kualitas sarana fisik, jenis tenaga

yang tersedia, obat, alat kesehatan dan sarana penunjang lainnya, proses pemberian

pelayanan, dan kompensasi yang diterima serta harapan masyarakat pengguna. Faktor-

faktor tersebut di atas merupakan prakondisi yang harus dipenuhi untuk peningkatan

mutu dan keterjangkauan pelayanan kesehatan. Peningkatan pelayanan dilakukan

melalui peningkatan mutu dan profesionalisme sumber daya kesehatan. Sedangkan

harapan masyarakat pengguna dilakukan melalui peningkatan pendidikan umum,

penyuluhan kesehatan, serta komunikasi yang baik antara pemberi pelayanan

kesehatan dan masyarakat.

4. Prioritas, sumber daya pembiayaan, dan pemberdayaan masyarakat

Selama ini upaya kesehatan masih kurang mengutamakan atau memprioritaskan

masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Selain itu permasalahan kesehatan yang

diderita oleh masyarakat banyak masih belum diikuti dengan pembiayaan kesehatan

yang memadai. Disadari bahwa keterbatasan dana pemerintah dan masyarakat

merupakan ancaman yang besar bagi kelangsungan program pemerintah serta

ancaman pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Diperlukan upaya yang intensif

untuk meningkatkan sumber daya pembiayaan dari sektor publik yang diutamakan untuk

kegiatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pencegahan penyakit.

Ketersediaan sumber daya yang terbatas, mengharuskan adanya upaya untuk

meningkatkan peran serta sektor swasta khususnya dalam upaya yang bersifat

penyembuhan dan pemulihan. Upaya tersebut dilakukan melalui pemberdayaan sektor

swasta agar mandiri, peningkatan kemitraan yang setara dan saling menguntungkan

antara sektor publik dan swasta sehingga sumber daya yang ada dapat dimanfaatkan

secara optimal.

Sementara itu, issue strategis bidang gizi, karena berhubungan dengan pangan,

keluarga dan anak, maka hal yang berkaitan dengan:

1. Ketahanan pangan tingkat rumah tangga

2. Pengembangan agribisnis

7

Page 8: Status Kesehatan Gizi

3. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan yang berkaitan erat dengan

upaya peningkatan daya beli dan akses terhadap pangan.

4. Pola pengasuhan yang tepat dan bermutu untuk anak

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka strategi pembangunan kesehatan

untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010 adalah:

1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan

2. Profesionalisme

3. Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat

4. Desentralisasi

Strategi program gizi mengikuti strategi pembangunan kesehatan dan juga

memfokuskan pada:

1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat

2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi

3. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

4. Advokasi dan mobilisasi social

5. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma

sehat

Berdasarakan strategi tersebut, maka tujuan pembangunan kesehatan adalah

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar

terwujud derajat kesehatan mayarakat yang optimal. Dan kebijaksanan pembangunan

kesehatan untuk mewujudkan tujuan tesebut adalah:

1. Pemantapan kerja sama lintas sektoral

2. Peningkatan kemandirian masyarakat dan kemitraan swasta

3. Peningkatan perilaku hidup sehat

4. Peningkatan lingkungan sehat

5. Peningkatan upaya kesehatan

6. Peningkatan sumber daya kesehatan

8

Page 9: Status Kesehatan Gizi

7. Peningkatan kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan

8. Peningkatan IPTEK

9. Peningkatan derajat kesehatan

Sejalan dengan kebijakan pembangunan kesehatan, telah dibuat pula rencana

program aksi pangan dan gizi yang juga merupakan penjabaran Propenas, yaitu:

1. Pengembangan kelembagaan pangan dan gizi

2. Pengembangan tenaga pangan dan gizi

3. Peningkatan ketahanan pangan

4. Kewaspadaan pangan dan gizi

5. Pencegahan dan penanggulangan gizi kurang dan gizi lebih

6. Pencegahan dan penanggulangan kurang zat gizi mikro

7. Peningkatan perilaku sadar pangan dan gizi

8. Pelayanan gizi di Institusi

9. Pengembangan mutu dan keamanan pangan

10. Penelitian dan pengembangan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Indonesia Sehat 2010 merupakan goal yang akan dicapai. Hal ini tidak mungkin

dicapai jika peningkatan kualitas dan akses masyarakat terhadap kesehatan dan gizi

tidak menjadi perhatian utama. Alokasi kesehatan yang masih sekitar 3% tentunya tidak

berarti untuk mencapai tujuan ini. Goal ini juga mengarahkan kita semua untuk

mendukung upaya berkaitan dengan peningkatan sumber daya manusia melalui

pendidikan dan kualitas hidup. Diperlukan penjabaran Propenas dan Propeda kedalam

bentuk program aksi yang lebih konkrit. Fokus perhatian diutamakan pada keluarga

miskin di wilayah kumuh perkotaan dan pedesaan. Selain itu peningkatan kesehatan

dan gizi masyarakat tidak akan terlepas juga dari kontribusi “komprehensif dan

pelayanan profesional” yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat secara

keseluruhan.

9

Page 10: Status Kesehatan Gizi

Rekomendasi yang diperlukan tentunya berkaitan dengan:

1) paradigma sehat yang berlandaskan pada visi dan misi pembangunan

kesehatan nasional;

2) revitalisasi pada infrastruktur yang berkaitan dengan upaya desentralisasi;

3) alokasi kesehatan dan gizi yang optimal;

4) memperkuat aspek teknologi bidang kesehatan dan gizi;

5) memperkuat aspek pelayanan kesehatan dan gizi secara profesional;

6) mengembangkan JPKM;

7) memperkuat sistem pemantauan dan evaluasi program.

Pada akhirnya kajian terus menerus berkaitan dengan kependudukan sangat

diperlukan, terutama pada kelompok sasaran yang menjadi prioritas dalam

pembangunan kesehatan dan gizi. Peningkatan derajat kesehatan dan gizi penduduk

merupakan investasi yang besar bagi negara.

10

Page 11: Status Kesehatan Gizi

Tabel 1

Proporsi penduduk menurut kelompok umur

(Hasil sementara SP 2000)

Umur (tahun) Laki-laki Perempuan Total

0-4 9.16 8.59 8.88

5-9 10.56 10.18 10.37

10-14 10.93 10.22 10.58

15-19 10.89 10.17 10.53

20-24 8.71 8.93 8.82

25-29 8.27 9.05 8.66

30-34 7.59 7.96 7.77

35-39 7.39 7.83 7.61

40-44 6.49 6.35 6.42

45-49 5.52 4.99 5.26

50-54 3.97 4.37 4.17

55-59 3.25 3.30 3.28

60-64 2.80 3.09 2.94

65-69 1.92 2.16 2.04

70-74 1.44 1.45 1.45

75+ 1.12 1.35 1.24

0-49 85.51 84.27 84.90

15-49 54.86 55.28 55.07Sumber: Hasil Sementara SP 2000, BPS

Figure 1

Kecenderungan GNP per capita ($US dollars)

1988-2000

11

Page 12: Status Kesehatan Gizi

0

200

400

600

800

1000

1200

1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002

Tahun

$US

GNP/Cap($US)

Sumber: World Bank Report, 2000

Figure 2

Persen Penduduk Miskin 1976-1999

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005

Tahun

Pe

rse

n P

en

du

du

k M

iski

n

Kota

Desa

Kota+Desa

Sumber: BPS, 2000

12

Page 13: Status Kesehatan Gizi

Figure 3

Angka Kematian Bayi (IMR) dan Balita (U5MR)

SDKI 1991, 1994 dan 1997

67.8

97.4

57.0

81.3

45.758.2

0.0

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

IMR U5MR

Ke

ma

tian

/10

00

LH

SDKI-91

SDKI-94

SDKI-97

Sumber: Sumantri, et.al 2000

Figure 4

Keadaan gizi kurang dan gizi buruk pada Balita, Susenas 1989-2000

13

Page 14: Status Kesehatan Gizi

6.30

31.17

7.23

28.34

11.56

20.02

10.51

19.00

8.11

18.25

7.53

17.13

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

pers

en m

enur

ut B

B/U

1989 1992 1995 1998 1999 2000

Tahun Survei

Gizi Buruk Gizi Kurang

Sumber: Direktorat Gizi Masyarakat, 2001

14

Page 15: Status Kesehatan Gizi

Figure 5

Proporsi BBLR dari beberapa sumber: 1990-2000

9

15.0

1010.4

9.2

12.6

9.4

7.9

16.1

9.9

11.4

7.7

6.6

8.4

7.1

7.3

6.8

7.3

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000

Pro

por

si B

BL

R (

%)

WSC Goal

Repelita Goal

Studi di Jakarta

Studi di Sulsel

Studi di U. Pandang

Studi di Jabar

SKRT

Studi Long. Ciawi

Studi Long, Indramayu

SDKI

SDKI,Kota

SDKI,Desa

Sumber: End Decade Goal Report, 2000

15

Page 16: Status Kesehatan Gizi

Figure 6

Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

10 15 20 25 30 35 40 45 50Umur (tahun)

% L

ILA

<23.

5 cm

19992000

Figure 7

Proporsi Wanita Usia Subur (15-49 tahun) dengan LILA <23.5 cm: Susenas 1999-2000

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49Kelompok Umur

% L

ILA

<23.

5 cm

19992000

Sumber: Analisis Susenas 1999 dan 2000 untuk LILA pada Wanita Usia Subur,

16

Page 17: Status Kesehatan Gizi

Direktorat Gizi Masyarakat, 2001.

17

Page 18: Status Kesehatan Gizi

Direktorat Gizi Masyarakat, 2001.

17