standardisasi pedoman pengukuran produktivitas tenaga kerja untuk pekerjaan konstruksi

12
Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010 STANDARDISASI PEDOMAN PENGUKURAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA UNTUK PEKERJAAN KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG Oleh Wahyu Wuryanti 1 Abstrak Dalam industri konstruksi tenaga kerja adalah faktor penting di dalam mengukur kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan karena sifat pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan padat karya yang berarti banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 30% dari biaya konstruksi digunakan untuk upah kerja. Oleh sebab itu, perusahaan berkepentingan untuk mengetahui performasi tenaga kerjanya untuk meningkatkan profitabilitasnya. Upaya ini tentu saja hanya dapat direalisasi apabila memahami bagaimana mengukur produktivitas tenaga kerja. Secara umum definisi produktivitas adalah rasio antara input dan output. Pada proses perhitungannya perlu dideskripsikan dengan jelas pengertian input dan output yang dimaksud. Untuk produktivitas tenaga kerja pengertian input diekspresikan sebagai orang- jam (OJ) atau orang-hari (OH), sedangkan ouput adalah kuantitas hasil kerja yang satuannya bervariasi tergantung jenis pekerjaan yang diukur. Bila untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan yang sama produktivitasnya dihitung dengan cara berbeda, tentu hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan, sehingga tidak mudah dipahami dan digunakan sebagai basis perhitungan estimasi biaya upah. Hal ini terjadi karena ketiadaan kesepakatan tata cara pengukuran yang dapat digunakan sebagai standar pengukuran dan menjadi common rule antara penyedia dan pengguna jasa. Angka koefisien yang dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007, masih menjadi polemik bagi kalangan akademis dan praktisi konstruksi. Koefisien produktivitas tenaga kerja mungkin saja berbeda di setiap lokasi tergantung performasi tenaga kerja setempat, tetapi sebaiknya pengukurannya diturunkan dari tata cara yang sama sehingga menjadi benchmarking yang dapat dipertanggungjawabkan. Tulisan ini memaparkan hasil studi penyusunan standar pedoman pengukuran produktivitas tenaga kerja. Metoda yang digunakan adalah eksploratori melalui identifikasi kebutuhan dan permasalahan di lapangan dengan menggali secara sistematika dari literatur maupun opini narasumber yang relevan. Kata kunci: produktivitas tenaga kerja, standar pengukuran, pekerjaan konstruksi, bangunan gedung 1 Peneliti di Puslitbang Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum

Upload: deni-sondjaja

Post on 21-Oct-2015

130 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

STANDARDISASI PEDOMAN PENGUKURAN PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA UNTUK PEKERJAAN KONSTRUKSI

BANGUNAN GEDUNG

Oleh

Wahyu Wuryanti1

Abstrak

Dalam industri konstruksi tenaga kerja adalah faktor penting di dalam mengukur kinerja perusahaan. Hal ini disebabkan karena sifat pekerjaan konstruksi merupakan pekerjaan padat karya yang berarti banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 30% dari biaya konstruksi digunakan untuk upah kerja. Oleh sebab itu, perusahaan berkepentingan untuk mengetahui performasi tenaga kerjanya untuk meningkatkan profitabilitasnya. Upaya ini tentu saja hanya dapat direalisasi apabila memahami bagaimana mengukur produktivitas tenaga kerja. Secara umum definisi produktivitas adalah rasio antara input dan output. Pada proses perhitungannya perlu dideskripsikan dengan jelas pengertian input dan output yang dimaksud. Untuk produktivitas tenaga kerja pengertian input diekspresikan sebagai orang-jam (OJ) atau orang-hari (OH), sedangkan ouput adalah kuantitas hasil kerja yang satuannya bervariasi tergantung jenis pekerjaan yang diukur. Bila untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan yang sama produktivitasnya dihitung dengan cara berbeda, tentu hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan, sehingga tidak mudah dipahami dan digunakan sebagai basis perhitungan estimasi biaya upah. Hal ini terjadi karena ketiadaan kesepakatan tata cara pengukuran yang dapat digunakan sebagai standar pengukuran dan menjadi common rule antara penyedia dan pengguna jasa. Angka koefisien yang dicantumkan dalam Standar Nasional Indonesia Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007, masih menjadi polemik bagi kalangan akademis dan praktisi konstruksi. Koefisien produktivitas tenaga kerja mungkin saja berbeda di setiap lokasi tergantung performasi tenaga kerja setempat, tetapi sebaiknya pengukurannya diturunkan dari tata cara yang sama sehingga menjadi benchmarking yang dapat dipertanggungjawabkan. Tulisan ini memaparkan hasil studi penyusunan standar pedoman pengukuran produktivitas tenaga kerja. Metoda yang digunakan adalah eksploratori melalui identifikasi kebutuhan dan permasalahan di lapangan dengan menggali secara sistematika dari literatur maupun opini narasumber yang relevan. Kata kunci: produktivitas tenaga kerja, standar pengukuran, pekerjaan konstruksi, bangunan gedung

1 Peneliti di Puslitbang Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum

Page 2: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

I PENDAHULUAN

Salah satu sumber daya yang sangat subtansial dalam menentukan profitabilitas

perusahaan adalah tenaga kerja. Untuk tetap bertahan dalam bisnis, setiap

perusahaan harus mampu meningkatkan produktivitasnya. Tingkat produktivitas ini

sangat dipengaruhi oleh beragam kondisi kerja, yang mana nilainya dapat berubah-

ubah antara satu proyek dengan proyek lainnya. Hal ini terjadi karena sifat proyek

adalah unik dan tidak repetitif sehingga pengukuran produktivitas sering kali tidak

dilakukan karena demikian rumitnya. Secara sederhana produktivitas didefinsikan

sebagai rasio antara input dan output. Perlu dideskripsikan dengan jelas apa yang

akan diukur dan bagaimana cara mengukurnya. Bila tujuan pengukuran adalah

mengukur produktivitas tenaga kerja maka sebagai input adalah jumlah sumber daya

tenaga kerja yang diekspresikan sebagai orang-jam (OJ) atau orang-hari (OH) yang

dibutuhkan untuk menghasilkan output per unit. Sedangkan sebagai output

diekspresikan sebagai ukuran kuantitas hasil kerja dari satu jenis pekerjaan,

misalnya pekerjaan dinding pasangan, satuan output yang digunakan adalah luasan

atau m2 atau pekerjaan pipa satuannya adalah panjang atau m, dsb.

Dari tinjauan literatur diperoleh gambaran bahwa sampai saat ini tidak ada

pedoman pengukuran produktivitas yang dapat diterima sebagai standar yang

digunakan untuk estimasi biaya langsung (direct cost), Dalam berbagai kesempatan

mungkin pengukuran produktivitas telah diukur, tetapi tiap orang mengukur dengan

metoda yang berbeda sehingga hasilnya tidak dapat langsung dibandingkan. Hal ini

tentu saja menimbulkan inkonsistensi karena hasil yang diperolehnya sulit dipahami

dan diterima sebagai basis estimasi biaya upah kerja. Oleh sebab itu, perlu segera

disusun suatu metoda pengukuran yang disepakati bersama sebelum diaplikasikan

di lapangan.

Di dalam SNI Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) tahun 2007,

produktivitas tenaga kerja dicerminkan melalui angka koefisien produktivitas.

Penggunaan SNI tersebut menjadi penting sebagai basis penyusunan rencana

anggaran biaya terutama untuk proyek pekerjaan umum yang diatur oleh Keppres

No. 80 tahun 2003. Terlebih lagi ketika diterbitkannya surat edaran Menteri

Pekerjaan Umum No. 07/SE/M/2008 menyiratkan keharusan menggunakan SNI ABK

ke dalam dokumen kontrak. Meski sampai saat tulisan ini dibuat masih terjadi

polemik di antara para akademisi dan praktisi, karena bagi kalangan akademi

produktivitas adalah suatu hal yang tingkat variabilitasnya tinggi karena dipengaruhi

banyak faktor sehingga konsep standar yang digunakan dalam SNI kerap

dipertanyakan. Sementara di lingkungan praktisi SNI ABK diperlukan untuk

menghindari praktik banting harga.

Tulisan ini memaparkan hasil riset yang dilakukan di Puslitbang Permukiman

tahun 2009 dimana tujuannya adalah mengembangkan standar tata cara

pengukuran produktivitas tenaga kerja yang mudah diaplikasikan di lapangan. Studi

ini merupakan kajian awal dengan meninjau beberapa peraturan dan standar ekisting

Page 3: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

di lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya yang berkaitan dengan

pelaksanaan konstruksi bangunan gedung dan hasil rangkuman opini para

narasumber.

II METODOLOGI

Studi menggunakan metode kualitatif melalui eksplorasi berbagai literatur dari buku

teks, jurnal dan hasil riset terdahulu. Wawancara dengan praktisi di lapangan dan

opini narasumber yang relevan juga dilakukan untuk memahami kendala dan

permasalahannya. Beberapa informasi yang dikaji lebih dalam meliputi

• Faktor-faktor pengaruh dalam produktivitas

• Kondisi serta jenis aktivitas tiap pekerjaan yang digunakan sebagai basis

ukur

• Kendala dan permasalahan masing-masing teknik pengumpulan data

produktivitas

Dari beberapa parameter tersebut kemudian diskenariokan konsep tata cara

pedoman pengukuran produktivitas akan dijabarkan menjadi ketentuan umum,

ketentuan teknis dan prosedur pengukurannya.

III TEKNIK PENGUKURAN PRODUKTIVITAS DAN PERMASALAHANNYA

Di dalam setiap proyek konstruksi selalu melalui rangkaian aktivitas pekerjaan yang

belum tentu sama untuk menghasilkan satu produk fisik sejenis. Banyak hal yang

mempengaruhinya, tergantung input seperti tenaga kerja, alat, material, dana dan

rancangan, sedangkan untuk menghasilkan output juga tergantung pada proses

konstruksinya yang kompleks.

Sumber daya manusia adalah komponen yang sulit dikendalikan karena

banyak faktor yang mempengaruhi kinerjanya. Estimasi biaya upah kerja dilakukan

dengan memperkirakan kebutuhan jumlah pekerja yang diperlukan dikalikan dengan

satuan upah dari masing-masing tingkat keterampilannya. Estimasi awal inilah yang

selanjutnya dicantumkan dalam dokumen bill of quantities (BQ) yang merupakan

bagian dari dokumen kontrak dan dasar pembayaran kepada kontraktor. Oleh sebab

itu, perlu diketahui tingkat produktivitas tenaga kerja per unit yang diekspresikan

dengan angka koefisien.

Sampai saat ini teknik pengukuran produktivitas tenaga kerja dalam

pekerjaan konstruksi lebih banyak mengadopsi dari manufaktur (Ervianto, 2008),

seperti metoda pengukuran time study, time and motion study, works sampling.

Padahal karakter industri jasa konstruksi tidak dapat disamakan dengan manufaktur

karena keunikan yang dimilikinya. Pemakaian tenaga kerja pada proyek konstruksi

sifatnya relatif tidak tetap sehingga mengakibatkan lebih sulit melatih tenaga kerja.

Akibatnya para kontraktor kerap menemui kesulitan manakala konsep pengukuran

Page 4: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

produktivitas tenaga kerjanya akan diaplikasikan di lapangan. Pelaksanaannya yang

cukup rumit, waktu yang diperlukan lama, biaya yang mahal, dan banyak faktor-

faktor kritis yang mempengaruhi, menyebabkan masing-masing perusahaan

menentapkan sistem internal yang juga tidak terstandardisasi.

Jika produktivitas tenaga kerja yang merefleksikan antara input jumlah

tenaga kerja (OH) dan ouput jumlah kuantitas per unit pekerjaan, kedua hubungan

tersebut dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Definisi dan Komponen Produktivitas

Perlu didefinisikan lebih dahulu secara detail pengertian input dan output yang

sesuai dengan jenis pekerjaan yang akan diukur. Setelah definsi input output

ditetapkan maka perlu dipahami ada beberapa hal yang sebetulnya perlu

distandarkan juga yaitu spesifikasi teknis dan metoda konstruksi seperti ilustrasi

dalam Gambar 2.

Gambar 2 Prosedur Produktivitas Tenaga Kerja Karakteristik

Bahwa langkah-langkah pada no (2), (3) dan (4) dalam Gambar 2 merupakan

langkah-langkah tergantung pada seberapa tinggi standar kualitas pekerjaan yang

ditujunya.

Untuk mengukur jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam satu tim, yang

menggunakan sistem komposisi kelompok kerja meliputi mandor, tukang dan pekerja

Page 5: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

(pembantu tukang) perlu dirumuskan faktor konversi sesuai dengan bagi peran di

antara ketiganya. Selain itu variasi komposisi tenaga kerja seperti perbandingkan

jumlah tukang dengan pekerja maupun jumlah mandor dengan kelompok kerja yang

dibawahinya menghasilkan tingkat produktivitas yang berbeda (Setiawan, 2006;

Ervianto, 2008).

Kesulitan lain yang juga ditemui dalam mengukur produktivitas adalah

mengukur jumlah pekerjaan selesai atau jumlah output kuantitas hasil kerja. Sesuai

dengan karakteristik jenis pekerjaannya, satuan yang digunakan berbeda

disesuaikan dengan kemudahan mengukurnya di lapangan, seperti misalnya

mengukur pekerjaan baja untuk keperluan mengukur produktivitas lebih mudah

menggunakan satuan panjang (m) daripada menggunakan satuan berat (kg) seperti

saat pembelian.

Berdasarkan kajian literatur, teknik pengukuran produktivitas sangat

bervariasi yang masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan, antara lain

adalah seperti yang tertera dalam Tabel 1. Teknik lain mungkin saja dapat

dikembangkan lebih lanjut sebagai kombinasinya. Pemilihan teknik pengukuran yang

paling relevan di lapangan sangat tergantung pada biaya dan waktu yang tersedia,

sehingga masing-masing teknik perlu dipahami dan dianalisis secara matematis.

Dengan demikian untuk mengetahui jumlah jam ekivalen yang diperlukan

tukang dalam menyelesaikan satu jenis pekerjaan dibutuhkan faktor konversi untuk

mengakomodasi perbedaan komposisi tenaga kerja, faktor pengaruh yang

menurunkan tingkat produktivitas akibat kondisi yang tidak standar.

Tabel 1 Berbagai Teknik Pengumpulan Data Produktivitas

No Teknik Pengukuran Implikasi Pelaksanaannya

1 Time and motion study mencatat jumlah waktu yang diperlukan dalam

menyelesaikan suatu akvitas pekerjaan. Pengukur harus

menetapkan terlebih dahulu kapan awal dan akhir dari

suatu siklus

2 Method productivity

delay model

Merupakan teknik untuk mengukur, memprediksi, dan

memperbaiki produktivitas dengan mengidentivitasi delay

yang terjadi pada beberapa siklus suatu operasi

3 Work sampling Merupakan metoda pengamatan acak tanpa perlu

mengamati setiap hal dan kelompok kerja setiap saat.

Tujuannya adalah mengukur waktu dalam beraktivitas yang

termasuk dalam kategori direct work.

4 Dst...

Page 6: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

IV PEMBAHASAN

Untuk mengembangkan standardisasi pedoman pengukuran mungkin saja dapat

dipilih dari salah satu teknik pengukuran yang telah digunakan dari berbagai studi

yang pernah ada. Akan tetapi memilih mana yang paling mudah dan tepat sesuai

dengan kriteria pengukuran yang relevan dengan kondisi pelaksanaan konstruksi di

Indonesia, adalah hal yang tidak mudah. Persoalannya juga diperumit dengan

ketidaksediaan data faktual di lapangan dieksplorasi lebih lanjut sebagai sumber

data terukur dan seringkali pengukuran produktivitas hanya digunakan untuk riset

akademis saja. Hal lain yang belum distandarkan adalah klasifikasi tenaga terampil

yang ditetapkan dalam standar ekisting seperti Standar Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia (SKKNI) dan Standar Nasional Indonesia (SNI).

Di dalam standar pedoman pengukuran yang akan dikembangkan beberapa

hal dasar yang perlu distandarkan terlebih dahulu adalah

• Sistem standar informasi konstruksi yang menseragamkan pengelompokan

kerja beserta kode tiap pekerjaan

• Definisi konten aktivitas (work content) yang digunakan sebagai basis

pekerjaan tertentu, dan jenis aktivitas yang melekat di dalam satu perkerjaan

• Sistem klasifikasi tenaga kerja berdasarkan tingkat keterampilan,

• Skala terukur yang mengakomodasi faktor pengaruh, yang dibedakan

menjadi faktor eksternal dan internal,

• Komposisi mandor, tukang dan perkerja yang ditetapkan sebagai satu tim

kerja.

Untuk butir pertama tidak didetilkan lebih lanjut pada tulisan ini karena keterbatasan

jumlah halaman. Penjelasan kebutuhan menstandarkan butir-butir selanjutnya

diuraikan dalam paparan subbab berikut ini.

4.1. Klasifikasi Tenaga Kerja Konstruksi

Kementerian pekerjaan umum di dalam penyelenggaraan bangunan, melalui Badan

Pembinaan Konstruksi Dan Sumber Daya Manusia, Pusat Pembinaan Kompetensi

dan Pelatihan Konstruksi (BPKSDM–KPK) telah menerbitkan SKKNI, yang berisi

uraian kemampuan yang mencakup kompetensi minimal yang harus dimiliki

seseorang untuk menduduki jabatan yang berlaku secara nasional. Sementara

Badan Penelitian dan Pengembangan, Pusat Litbang Permukiman (Balitbang-

Puslitbangkim) menerbitkan SNI Analisa Biaya Konstruksi (SNI ABK) yang

menetapkan angka koefisien bahan dan tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap

perhitungan harga satuan pekerjaan konstruksi bangunan gedung.

Berdasarkan ketentuan yang dituangkan di dalam SKKNI, seperti terlihat

dalam Gambar 3, klasifikasi tenaga kerja yang terlibat di dalam proyek konstruksi

dibedakan berdasarkan kemampuan seseorang yang dilandasi atas pengetahuan,

Page 7: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

ketrampilan, dan sikap kerja untuk melaksanakan suatu pekerja, meliputi (1) tenaga

ahli dan (2) tenaga terampil.

Gambar 3 Organisasi Pelaksana Proyek Berdasarkan Standar Kompetensi

Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)

Sementara menurut ketentuan dalam SNI ABK yang mengikuti Gambar 4

terdapat komponen kepala tukang yang tidak digunakan dalam SKKNI. Padahal

dalam struktur organisasi yang sering digunakan kontraktor seperti Gambar 5 hanya

mengenal tiga kelompok yaitu mandor, tukang dan pekerja.

Hal lain yang juga sering dipertanyakan tentang konten SNI-ABK adalah

tidak ada penjelasan ilmiah mengenai nilai koefisien kepala tukang dan tukang

menggunakan rasio 1:10 artinya performa kepala tukang hanya sepersepuluh dari

performa tukang per hari.

Dari gambaran ini mungkin untuk menyeragamkan klasifikasi tenaga kerja

terampil akan lebih mudah bila menggunakan tiga kelompok yaitu mandor, tukang

dan pekerja (lebih dikenal dengan sebutan laden atau pembantu tukang). Bila

klasifikasi tenaga kerja terampil telah distandarkan selanjutnya dapat ditetapkan

komposisi satu tim kerja untuk digunakan sebagai basis pengukuran produktivitas

standar satu item perkerjaan, misalnya rasio satu orang mandor, satu tukang dan

dua orang pekerja.

Page 8: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

Gambar 4 Klasifikasi Tenaga Kerja Menurut SNI ABK

Gambar 5 Tipikal Organisasi Pelaksana Proyek Menurut Kontraktor

4.2. Faktor Pengaruh Produktivitas

Faktor pengaruh di dalam produktivitas tenaga kerja sangat beragam, tetapi secara

umum dapat dikelompokkan menjadi variabel teknis dan non teknis. Hal ini

dikarenakan sifat dari variabel tersebut (1) tidak tepat (imprecise), (2) subjektif, (3)

kualitatif dan (4) multi kriteria. Faktor pengaruh tersebut ada yang dapat dikuantifikasi

seperti manajemen pelaksanaan, manajemen sumber daya proyek, dll, tetapi ada

faktor yang sulit diukur seperti, kemampuan manajerial, motivasi, kebudayaan

setempat, dan cuaca. Beragam faktor pengaruh tersebut berkaitan dengan kategori

sebagai berikut:

• Faktor tenaga kerja: meliputi faktor usia, pendidikan, pengalaman, jam kerja,

metoda pembayaran, ketidakhadiran, dan besaran tim kerja

• Faktor aktivitas kerja; meliputi lokasi lapangan, lokasi kerja di lapangan, jenis

dan jumlah material, dan kondisi cuaca

• Faktor manajemen lapangan; meliputi kemacetan, jarak transportasi,

ketersediaan pekerja, mesin, material, peralatan dan manajemen lapangan

Page 9: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

Merujuk pada konsep model mengukur kehilangan produktivitas yang

dikembangkan oleh Drewin (Shouqing, 2009) seperti Gambar 5, perlu

dipertimbangkan apakah berbagai faktor pengaruh tersebut dapat diklasifikasikan

dan diskalakan sehingga pengamat secara sederhana dapat menskalakan besar

penurunkan produktivtas berdasarkan bobot pengaruhnya.

Gambar 5 Work Time Model - Breakdown Of Total Operation Time

Sumber: Drewin (1982) dalam Shouqing (2009)

4.3. Teknik Pengumpulan Data Produktivitas

Seperti telah dipahami sebelumnya bahwa teknik pengukuran dapat dilakukan

berdasarkan sumber datanya yaitu:

1. Data faktual di lapangan dengan mengamati jumlah jam dan volume kerja

langsung di lapangan

2. Data historis dilakukan dengan mengkaji laporan harian/ mingguan/ bulanan

Pada pengamatan langsung di lapangan, pengukuran produktivitas dilakukan oleh

petugas yang melakukan pengamatan kontinu pada satu jenis pekerjaan dan

menghitung jumlah jam kerja maupun jumlah personil yang bekerja untuk

menyelesaikan satu jenis pekerjaan. Untuk mengukur per unit satuan kuantitas hasil

kerja seorang pekerja sangat sulit. Sebagai contoh untuk mengamati hasil kerja 1 m2

pekerjaan pasangan bata sangat sulit tetapi minimum harus seluas 10 m2 dan

bertahap tidak dapat sekaligus tetapi karena setiap ketinggian 1 m berhenti untuk

mempertimbangkan faktor kekuatan dinding yang belum kering.

4.4. Model Matematis Produktivitas Karakteristik

Setelah metoda pengukuran distandarkan maka selanjutnya dapat dikembangkan

model perhitungan produktivitas. Model produktivitas standar dapat diskenariokan

berdasarkan kondisi ”standar” yang digunakan sebagai baseline, garis ukur untuk

menilai performa tenaga kerja ekisting. Selanjutnya dalam menentukan produktivitas

Page 10: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

karakteristik yaitu nilai produktivitas yang besarnya tergantung pada jumlah

pengamatan dihitung berdasarkan produktivitas standar dikoreksi dengan faktor

koreksi atau kehilangan yang diakibatkan pada faktor pengaruh dan tingkat

kepercayaan yang ditetapkan dengan standar deviasi. Bila diekspresikan secara

sederhana nilai koefisien produktivitas karakteristik dapat diformulasikan sebagai

berikut:

SKPP

n

i

isk±

−= ∑

Dengan Pk adalah produktivitas karakteristik; Ps adalah produktivitas standar; Ki

adalah kehilangan produktivitas yang disebabkan karena tingkat pengaruh yang

terjadi di lapangan sejumlah n adalah jumlah faktor pengaruh; dan S adalah standar

deviasi yang nilainya tergantung pada jumlah pengamatan.

V KESIMPULAN

Mengetahui produktivitas tenaga kerja adalah hal penting di dalam analisis biaya

langsung proyek konstruksi. Tetapi faktual di lapangan, pengukuran produktivitas

adalah satu hal yang sulit dilakukan. Namun demikian pengukuran produktivitas

tenaga kerja tetap diperlukan untuk estimasi biaya upah pada perhitungan harga

satuan pekerjaan. Tetapi setiap perusahaan kerap kali menggunakan metoda yang

berbeda sehingga hasilnya tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Meski untuk menyelesaikan satu jenis pekerjaan yang sama tingkat

produktivitas atau angka koefisien produktivitas tukang mungkin saja berbeda karena

tergatung performasi tenaga kerja di lokasi, tetapi sebaiknya diturunkan dari metoda

pengukuran yang standar dan disepakati bersama sehingga hasilnya dapat

dipertanggungjawabkan. Ada dua opsi yang dapat digunakan yaitu berdasarkan (1)

data faktual di lapangan dan (2) data historis.

Perlu dibuat rumusan faktor konversi untuk mengakomodasi beberapa

pengaruh yaitu (1) perbedaaan komposisi mandor, tukang dan pekerja, (2) faktor

pengaruh eksternal dan internal yang dikelompokan dan diberi skala. Dengan

demikian produktivitas karakteristik dapat dirumuskan dengan menghitung

produktivitas standar dikurangi kehilangan produktivitas akibat konsidi yang tidak

“standar” dan ditambah/dikurangi dengan standar deviasi sesuai dengan jumlah

pengamatan.

VI DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Standardisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia:

Kumpulan Analisa Biaya Konstruksi Bangunan Gedung dan Perumahan.

Badan Standardisasi Nasional. Jakarta

Page 11: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010

2. Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Standar Kompetensi Kerja Nasional

Indonesia

3. Ervianto, W. 2008. Pengukuran Produktivitas Kelompok Pekerja Bangunan

Dalam Proyek Konstruksi (Studi Kasus Proyek Gedung Bertingkat Di

Surakata). Jurnal Teknik Sipil Atmajaya Vol. 9 No. 1 Oktober 2008, 31-42

4. Setiawan, H. 2006. Efektivitas Waktu Kerja Kelompok Tukang. Jurnal Teknik

Sipil Atmajaya? Vol. 7 oktober 2006, 58-66

5. Shouqing, W. 2009. Improving Productivity by Management. School of

Building and real Estate. The National University of Singapore

6. Wuryanti, W. dan Wibowo, A. 2010. Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja

Konstruksi: Antara Kebutuhan dan Permasalahannya. Prosiding Puslitbang

Permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum

Page 12: Standardisasi Pedoman Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja Untuk Pekerjaan Konstruksi

Prosiding PPI Standardisasi 2010 – Banjarmasin, 4 Agustus 2010